Pengertian nafsu, akal dan qalbu 1. Nafsu

21 Buku Guru Kelas XI MA Keagamaan INDIKATOR DAN TUJUAN Indikator Pembelajaran Tujuan Pembelajaran 1. Menjelaskan kedudukan nafsu, akal dan qalbu dalam diri manusia 2. Menjelaskan cara menghindari nafsu negatif dalam kehidupan sehari-hari 3. Menunjukkan contoh nafsu, akal dan qalbu dalam diri manusia Setelah mengamati, menanya, mengek- splorasi, mengasosiasi dan mengkomu- nikasikan peserta didik mampu menjelas- kan kedudukan nafsu, akal dan qalbu dalm diri manusia dan dapat menghindari nafsu negatif dalam kehidupan sehari- hari MATERI

A. Pengertian nafsu, akal dan qalbu 1. Nafsu

a. Pengertian Kata nafsu bahasa berasal dari bahasa Arab, Nafsun kata mufrad jama’ nya, anfus atau nufūsun dapat diartikkan rūh, nyawa, tubuh dari seseorang, darah, niat, orang dan kehendak atau keinginan kecenderungan, dorongan hati yang kuat. Secara istilah nafsu, adalah laṭīfahsesuatu yang lembut pada diri seseorang yang mnimbulkan keinginan seseorang atau dorongan-dorongan hati yang kuat untuk memuaskan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani. Misalnya keinginan makan, minum, disanjung dihargai dan sebagainya. Karena itu sering disebut dengan hawa nafsu. Adapun pengertian hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita baik bersifat jasmani maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh kita seperti makanan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya. Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pinter, paling berperan, paling hebat, nafsu ingin disanjung dan lain-lain. Nafsu dalam pengertian seperti ini dalam kondisi tertentu dibutuhkan bagi kehidupan manusia, namun harus 22 Akhlak Kurikulum 2013 dikendalikan dengan baik agar tidak mengakibatkan pengaruh buruk negatif bagi manusia. Nafsu yang telah terkendali akan menimbulkan ketenangan jiwa. Ketika kita menelaah ayat-ayat al-Quran, kita temukan ayat-ayat tersebut menunjukkan berbagai keadaan jiwa manusia dan menamainya dengan nama-nama yang berbeda yang mencerminkan tingkatan kondisi jiwanafsu, yaitu sebagai berikut: 1. Nafsu Ammārah Diambil dari Ayat al-Qur’an Surat Yusuf: 53 ق كبقر َنقإ ۚك قكبقر قݗقحقر ܛقم َݫقإ قءكݠُܵٱقب ُۢحقرܛَم ق ق ل قܳۡݍَلٱ َنقإ ۚك قޥۡݍقن ُئقكܱقب ُ أ كܛقمقو۞ ٣ ٞݗيقحَر ٞرݠُݍق 53. Dan Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. قݗيقحَܱ ٱ َܱ ٱ ق َܒٱ ݮ Nafsu ini memerintahkan seseorang kepada keburukan, dan apabila ia mengajak kepada kebaikan, sesungguhnya di balik kebaikan itu menyimpan maksud yang buruk, maka hasil akhirnya juga buruk. Maka setiap keinginan nafsu harus dicurigai, tidak boleh begitu saja menerima. 2. Nafsu Lawwāmah berdasarkan ayat al-Qur’an Surat al-Qiyāmah 2 : قܟقماَݠَݖ ٱ قܳۡݍَلٱقب ُݗقܵ ۡقُث ك قݫقو “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.” QS. Al-Qiyamah: 2 Yang dimaksud dengan an-nafs al-lawwāmah adalah jiwa orang Mukmin yang mencelanya di dunia atas kemaksiatan, memandang berat ketaatan, dan memberinya manfaat pada Hari Kiamat. Ketika seseorang memerangi nafsu ini dan ditekan terus supaya nafsu ini ikut 23 Buku Guru Kelas XI MA Keagamaan kepada suatu yang benar menurut sari’at ,maka seorang pun takkan mampu mengalahkan nafsu ini. Kemudian nafsu ini akan kembali ke pemiliknya dengan dicela-cela dirinya. 3. Nafsu Muṭmainnah: Diambil dari Ayat al-Qur’an Surat Al-Żajr 27-28. ٨ مܟَي قضَܱۡ مܟقي قضاقر قݑقكبقر ٰ ق ޹قإ ك قޱقجۡرٱ ٧ ُܟَݜقئقݙ ۡطُݙ ۡ ٱ ُܳۡݍَلٱ ܛقݟُܢَي ق أٓ قي 27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. QS Al-Żajr 27-28. An-Nafs al-mu ṭma’innah adalah yang senang kepada Tuhannya dan ridha terhadap apa yang diridhai-Nya. Disifatinya jiwa itu dengan raḍiyah ridha, karena ketenangannya kepada Tuhannya mendatangkan keridhaannya atas apa yang telah menjadi takdir dan qadha. Dengan demikian, bencana tidak membuatnya marah dan kemaksiatan tidak membuatnya berpaling. Apabila hamba ridha kepada Tuhannya maka Tuhan pun ridha kepadanya. Oleh karena itu, firman-Nya: rāḍiyah ridha diikuti dengan firman-Nya: marḍiyyah diridhai.

2. Akal