Pembentukan ETA Euskadia Ta Askatasuna dan Konflik dengan

B.I. Masa Diktator Jenderal Franco 1959-1975 ETA menjadi kelompok militan radikal yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk mengupayakan kemerdekaan Basque. Bentuk perlawanan ETA awalnya hanya bersifat provokatif seperti, grafiti-grafiti anti-Franco, mengibarkan bendera Basque dan menghancurkan simbol-simbol pemerintahan Franco. Pada 18 Juli 1961, ETA melakukan serangan bom pertama yang ditujukan pada konvoi kereta yang membawa pendukung Franco pasca memperingati peristiwa pemberontakan fasis terhadap Republik. Franco bereaksi keras dengan menangkap dan menyiksa aktifis Basque atas tuduhan pemberontakan terhadap negara. Beberapa aktifis melarikan diri ke wilayah Basque di Perancis. 47 Strategi serangan ETA menggunakan strategi teori action-repression action-spiral. Peneliti Perancis Franzt Fanon mengembangkan teori ini dalam tulisannya yang berjudul Les Damnes de la Terre. Berdasarkan teori tersebut, ETA akan memprovokasi pemerintah melalui serangan target vital atau dengan aksi-aksi demonstrasi serta pemogokan masal, sehingga rezim Franco akan melakukan tindakan represif. Tindakan represif Franco akan membuat marah warga Basque, sehingga rakyat angkat senjata dan berperang melawan rezim franco. 48 47 Cuenca, The Persistance of Nationalist Terrorism, hlm.6 48 Tipe revolusi peperangan seperti ini meniru dari cara revolusi yang terjadi di China, Vietnam, Aljazair dan Kuba. Namun demikian teori ini tidak berjalan sesuai harapan, tidak ada timbal balik yang luas dari warga Basque sehingga ETA kembali menggunakan cara propaganda dan model sabotase, baca, Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.13 25 Aksi teror berikutnya, Pada hari Jumat 2 Agustus 1968, ETA melakukan aksi pembunuhan terhadap Kepala Kepolisian Basque-Meliton Manzanas-yang terkenal kejam terhadap tahanan aktifis nasionalis Basque. Aksi ETA memancing amarah Franco dengan mencabut hak-hak konstitusional Basque Country untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Pada tahun 1969, Franco membuka pengadilan Burgos atau Burgos Trial. Franco menghukum mati enam belas tersangka pembunuh Meliton. 49 Pada tahun 1973, ETA menyusun rencana besar untuk menculik Carrero Blanco. ETA mendengar kabar bahwa Blanco akan menjadi penerus Franco sebagai Perdana Menteri Spanyol pada bulan Juni 1973. Rencana penculikan berubah menjadi pembunuhan. Menurut ETA, aksi penculikan lebih sulit daripada pembunuhan. Pada 20 Desember 1973, satu komando ETA yang bernama Txikia berhasil meledakan mobil Blanco dengan 74 kg dinamit. Blanco tewas setelah beberapa bulan menjadi Perdana Menteri. 50 Franco membalas tindakan ETA dengan kekerasan yang brutal. Beberapa bulan setelah kematian Blanco, Franco menetapkan Basque Country sebagai wilayah darurat militer. Pada tahun 1975, Franco menahan sekitar 4.625 orang Basque tanpa alasan yang jelas dalam sebuah operasi polisi besar-besaran. Protes dan pemogokan massal meluas di wilayah Basque. Rezim Franco justru 49 Melton Manzanas adalah seorang inspektur polisi yang dikenal karena kebrutalannya, memiliki hubungan erat dengan rezim Nazi di Jerman pada masa PD II, kematiannya dikenang sebagai korban terorisme oleh Pemerintah Spanyol baca Jose M.Garmendia, Historia de ETA dalam Cuenca, The Persistance of Nationalist Terrorism, hlm.6 50 Carrero Blanco adalah orang dibelakang Franco yang mengepalai badan intelejen Spanyol SECED ia mengkondisikan setiap kebijakan represif, hukuman tanpa pengadilan, penyiksaan, tembak mati bagi para aktifis ETA. Cuenca, The Persistance of Nationalist Terrorism, hlm.15 26 meneruskan aksi penumpasan aktifis-aktifis ETA di Basque Country. Pada 27 September 1975, Franco mengeksekusi aktifis ETA-Txiki dan Otaegi. Tindakan represif Franco menimbulkan protes keras di Basque Country. Beberapa negara Eropa pun merespon dengan melakukan boikot produk-produk Spanyol. Meksiko mengusulkan ke PBB agar mengeluarkan Spanyol sebagai negara anggota. 51 Sikap Perancis sebagai negara tetangga Spanyol terhadap ETA, pada masa kepemimpina Franco justru menganggap ETA adalah kelompok pejuang kemerdekaan dan bukanlah teroris. Perancis menganggap bahwa Pemerintahan Spanyol di bawah Franco bertolak belakang dengan demokrasi liberal yang diterapkan di Perancis. 52 Pada akhir kepemimpinan Franco, serangan ETA bersifat simbolis dengan sasaran target-target vital dan tokoh politik. ETA mamandang bahwa tindakannya akan memengaruhi situasi politik dan memaksa Franco untuk bernegosiasi. Kematian Franco mengakhiri pemerintahan diktator Spanyol pada 22 November 1975. 53 B.II. Masa Demokrasi Parlementer 1975-Sekarang Transisi pemerintahan diktator ke demokrasi parlementer menyisakan perpecahan di dalam internal ETA. Pada tahun 1974, ETA terbagi menjadi dua organisasi ETApm Political-Military memilih berjuang dengan cara-cara politis 51 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.13 52 Clark, The Basque Insurgent, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.48 52 Paddy Woodworth, The ETA : Spain’s Basque Terrorist, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.88 53 Ethan Bueno de Mesquita, Conciliation, Counter Terrorism and Patterns of Terrorist, Journal of Comparative study of Five Cases, 2005, hlm.4 27 dan ETAm Military memilih berjuang dengan teror dan kekerasan. Kedua kelompok ini tetap memiliki ideologi dan tujuan yang sama untuk kemerdekaan Basque, meski dengan cara yang berbeda. 54 Berakhirnya masa Franco dan perpecahan internal ETA tidak menghentikan perlawanan ETA terhadap Pemerintah Spanyol. ETA tetap melakukan aksi teror dan penculikan terhadap politisi-politisi di Basque yang dicurigai pendukung Franco. Pada tahun 1977, ETA telah membunuh sekitar dua puluh tujuh orang di Basque. Pada tahun 1978, ETA-m mendirikan partai politik Herri Batasuna untuk mengakomodir aspirasi politik anggotanya. Di tahun yang sama, ETA-m mulai melakukan negosiasi politik dengan pemerintah Spanyol. ETA-m bersedia melakukan gencatan senjata untuk pertama kalinya dengan prasyarat yang diajukan di antaranya : 55 1. Amnesti kepada seluruh tahanan ETA. 2. Mengijinkan seluruh partai politik di Basque dan mengadvokasi pendirian negara Basque. 3. Menarik semua pasukan polisi dan Guardian Civil di wilayah Basque. 4. Memperbaiki kehidupan para kelas buruhpekerja. 5. Di dalam statuta terbaru menambahkan pasal-pasal yang menjamin hak- hak penuh rakyat Basque termasuk keinginan untuk merdeka. 55 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.18-19 28 Beberapa prasyarat ETA bertentangan dengan konstitusi Spanyol yang melarang gerakan-gerakan separatis. Spanyol tidak ingin berkompromi dengan gerakan separatis. Penolakan Spanyol membuat ETA tetap melakukan aksi kekerasan. Kekecewaan ETA bertambah ketika Raja Juan Carlos I menunjuk Adolfo Suarez sebagai Perdana Menteri Spanyol. Di awal kepemimpinannya, Suarez meratifikasi konstitusi dengan pemberian hak-hak otonomi baru di wilayah regional Spanyol. Secara tidak langsung, Suarez menginginkan agar Basque Country tetap menjadi bagian dari Spanyol, dan harapan ETA untuk merdeka kembali tidak terwujud. 56 Di tengah konflik ETA dan Pemerintah Spanyol, Kelompok moderat di Basque Country PNV tetap melakukan negosiasi politik ke Pemerintah Spanyol. PNV untuk sementara waktu menerima hasil konstitusi yang baru. Pada tahun 1979, PNV terus mengupayakan dan mengkampanyekan proposal Statuta Guernika. Proposal Statuta Guernika memberikan hak-hak otonomi lebih luas di Basque, namun ETA-m tidak puas dengan isi proposal Statuta Guernika. 57 Pada pemilihan umum tahun 1982, Felipe Gonzales dari PSOE Partido Socialista Obrero Espanol memenangi pemilu dengan suara mayoritas di Parlemen Spanyol. Pada kampanyenya, Gonzales akan terus mendukung proses demokrasi di Spanyol. Pada pertemuan Pemerintahan Sosialis Internasional di 56 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.18 57 Dalam proposal Statuta Guenika memberikan banyak kebebaan bagi wilayah Basque, Statuta ini menjamin pembentukan pemerintahan dan parlemen lokal, kebebasan menentukan sistem sekolah, kebebasan memiliki tenaga kepolisian lokal dan kontrol atas pajak. Paddy Woodworth, “Dirty War Clean Hands : ETA, The GAL and Spanish Democracy”, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.49 29 Roma, Gonzales menekankan intensitas kerjasama antar pihak untuk memerangi terorisme dan pemberontakan. 58 Pemerintahan Gonzales tidak hanya menghadapi ETA di dalam negerinya. Di luar Spanyol, Perancis memberikan suaka politik kepada pelarian dan aktifis- aktifis ETA. Gonzalez meminta Pemerintah Sosialis Perancis mengekstradisi para anggota ETA ke Spanyol, namun Perancis menolak dan menyangkal keberadaan anggota ETA menetap di Perancis. 59 Namun seiring perubahan transisi pemerintahan Spanyol menuju demokrasi, Perancis mulai berubah sikapnya terhadap ETA. Tekanan-tekanan dari negara Masyarakat Ekonomi Eropa kepada Perancis untuk membantu Spanyol sebagai calon negara anggota MEE dalam memerangi ETA. Pada tahu 1984, Perancis secara resmi menandatangani kerjasama anti-terorisme dengan Spanyol. 60 Pemerintahan Gonzalez pun mendapat tekanan internal dari kalangan militer. Kelompok militer mendesak Gonzales untuk segera menumpas tuntas ETA. Atas desakan pihak militer, Pemerintah Gonzales membuat badan khusus anti-terroris- GAL Grupos Antiterroristas de Liberacion yang bertugas secara resmi sebagai badan untuk memerangi pemberontakan. Operasi pertama tahun 1983, GAL menangkap pengungsi Basque di perbatasan Basque-Perancis. Pada 58 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.23 59 Sebastian Balfour ed, The Politics of Contemporary Spain, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.53 60 Cindy Jebb, The Fight for Legitimacy : Liberal Democracy Versus Terrorism, The Journal of Conflict Studies, Vol.XXIII, No.1 Spring, 2003, hlm.37 30 tahun 1983, GAL tercatat membunuh dan menculik dua puluh tiga orang anggota ETA. 61 Pada Juli 1984, Pemerintah Spanyol mengirim pesan kepada ETA untuk negosiasi perdamaian. Selanjutnya, Pada bulan Agustus Menteri Dalam Negeri Spanyol menawarkan kembali negosiasi perdamaian langsung dengan ETA tanpa mediasi siapa pun, kapan pun dan di manpun ETA inginkan. ETA menolak tawaran dari Pemerintah Spanyol, karena tidak adanya jaminan keamanan untuk utusan ETA dalam proses perundingan. 62 Pada tahun 1987, ETA bersedia bernegosiasi dengan Pemerintah Spanyol, namun proses negosiasi kembali gagal. Pemerintah Spanyol hanya ingin bernegosiasi untuk membahas masalah-masalah teknis, seperti masalah keamanan dan kepatuhan publik, sementara untuk upaya kemerdekaan Basque dan hak otonomi lebih luas, Pemerintah Spanyol hanya ingin bernegosiasi dengan Pemerintah Regional Basque dengan cara-cara politis. Pada Januari 1988, PNV dan Pemerintah Spanyol membuat perjanjian yang dinamakan “Perjanjian untuk Normalisasi dan Pasifikasi untuk Euskadi” salah satu isi dari perjanjian itu berisi pengutukan terhadap serangan dan teror ETA. 63 Pemilihan umum 1996 menandakan berakhirnya masa Perdana Menteri Felipe Gonzales dan PSOE sebagai partai penguasa. Kepemimpinan Spanyol 61 Jan Malsvelt Beck, “The Continuity of Basque Political Violence : A Geographical Perspective on The Legitimisation of Violence”, GeoJournal, Vol.48, No.2, Territorial Change and National Identities in Eastern and Western Europe, 1999, hlm.109 62 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.23-24 63 Clark, “Negotiating with ETA : Obstacle to Peace in Basque Country 1975-1988”, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.55 31 beralih ke PP Partido Popular yang dipimpin oleh Jose Maria Aznar sebagai Perdana Menteri baru. Kebijakan keras terhadap ETA tetap tidak berubah. Dalam kampanyenya, Aznar menekankan tidak akan bernegosiasi dengan kelompok separatis ETA untuk kemerdekaan Basque. 64 Pada bulan Mei 1998, Aznar memperluas kebijakan represif terhadap gerakan sosial, politik dan media yang berafiliasi dengan ETA. Kebijakan Aznar membuat upaya untuk proses perdamaian dengan ETA kembali terhambat. Melihat hal ini, PNV dan pihak-pihak moderat lain di Basque merespon dengan proposal politik agar upaya dialog dan negosiasi kembali terbuka. Pada 31 Januari sebelumnya, ETA membuat surat terbuka untuk pemerintah Spanyol yang isinya: 65 “ETA akan selalu mendukung setiap hasil perundingan dan negosiasi yang dibuat untuk memperkuat negara. ETA tidak akan pernah malu memulai inisiatif untuk perdamaian dan tidak akan menggunakan cara-cara politik. Asalkan kita mendapat jaminan tanah air kita, Euskal Herria harus dihormati, kita bukanlah orang asing di Basque, dan tidak ada kekerasan dari pihak keamanan. Jika itu terjadi, maka konflik bersenjata akan hilang untuk selamanya.” Sikap PNV lebih lunak tehadap ETA. PNV membuka kesempatan dialog kembali dialog dengan ETA, ketika pemerintahan Aznar bersikap lebih keras. Sikap keras Aznar dimulai dengan membekukan aset-aset sayap partai politik ETA Herri Batasuna, senilai delapan belas juta euro. Aznar pun melarang Herri Batasuna melakukan aktifitas politik selama tiga tahun. Aznar mencurigai Herri 64 Emmanuel Pierre Guitet, “Is Consensus a Genuine Democratic Value? The Case of Spain’s Political Pacts Against Terrorism”, Alternative: Global, Local, Political, Vol.33, No.3, 2008, hlm.279 65 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.23-24 32 Batsuna mendanai dan memiliki hubungan dengan ETA dalam setiap aksi kekerasan. Herri Batasuna mengajukan banding, tetapi Aznar menolaknya, pada bulan Maret 2003, Mahkamah Agung Spanyol melarang aktifitas politik Herri Batasuna untuk selamanya. 66 Pada tahun 2004, Jose Manuel Rodriguez Zapatero dari PSOE memenangi pemilu Spanyol yang menandakan kembalinya PSOE sebagai partai penguasa. Zapatero menunjukan bahwa kebijakannya di Basque Country tidak sekeras pemerintahan Aznar. Zapatero memberikan kesempatan bagi Basque Country untuk mengajukan statuta otonomi terbaru. PNV membuat proposal statuta otonomi terbaru melalui Presiden Pemerintah Regional. Presiden Pemerintah Regional Basque Juan Jose Ibarretxe mengajukan proposal otonomi yang bernama Ibarretxe Plan atau Nuevo Statuto de Euskadi ke depan Parlemen Spanyol, namun hasilnya, 313 suara mayoritas Parlemen Spanyol menolak proposal Ibarretxe Plan dan hanya 29 suara menyetujuinya. 67 Dalam proposal tersebut isinya antara lain adalah : 1. Masyarakat Basque memiliki identitasnya sendiri serta berhak menentukan sendiri masa depannya dan keputusan ini juga menghormati hak-hak warga Basque di Navarra dan Perancis. 2. Pengakuan yudisial, politik dan administratif atas nasionalitas Basque dan sebuah hubungan dengan Navarra dan Basque di Perancis. 3. Diberikannya hak penuh Basque untuk mengatur dirinya sendiri di bidang keamanan publik, hukum lokal dan provinsi, bahasa, budaya, olahraga termasuk didalamnya pembentukan tim nasional sendiri, insfratruktur, sumber daya alam, manajemen politik ekonomi, pajak dan fiskal, sistem keamanan sosial, perwakilan langsung di semua institusi dan organisasi 66 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.34-35 67 Spain Politics : A Constitusioanl Crisis, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.59 33 internasional terutama di Eropa dan hak untuk menandatangani perjanjian internasional. 68 Kepemimpinan PSOE di Pemerintahan Spanyol membuka harapan baru bagi perdamaian di Basque. Pada bulan Agustus 2004, ETA menawarkan dialog dengan Zapatero. bulan November di tahun yang sama, sayap politik ETA Herri Batasuna mengajukan proposal perdamaian yang berjudul “Now the People, Now the Peace” atau yang disebut juga Anoeta Proposal. ETA menunjukan komitmen keinginannya untuk untuk mendukung proses perdamaian yang tercantum dalam Anoeta Proposal. 69 Di dalam internal Pemerintahan Spanyol terjadi perpecahan antara oposisi yang dipimpin PP dan PSOE sebagai partai penguasa dalam menyikapi masalah di Basque Country. Pada Mei 2005, Zapatero memperoleh dukungan dari Deputi Dewan untuk mendukung proses dialog dengan ETA. Dengan catatan, dialog tersebut menghormati prinsip-prinsip demokrasi, dan isu-isu politik harus diselesaikan melalui perwakilan-perwakilan yang terlegitimasi, meskipun dukungan ini ditolak oleh oposisi PP. 70 Pada 22 Maret 2006, ETA mendeklarasikan gencatan senjata secara permanen. PNV, dan komunitas internasional menyambut dan mendukung pernyataan ETA. ETA mengungkapkan tujuan gencatan senjata adalah untuk membantu proses demokrasi di Basque Country melalui dialog, negosiasi dan 68 Sebaastian Balfour ed, “The Politics of Contemporary Spain”, dalam Sembiring, Kekerasan dan Kebebasan, hlm.59 69 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.34-35 70 Aiarta and Zabalo, The Basque Country, hlm.36-37 34 kesepakatan. 71 Pemerintah Spanyol tidak merespon pernyataan ETA, sehingga ETA mengakhiri gencatan senjata pada tahun 2007 ditandai pada serangan ETA di Bandara Madrid. Atas aksi ETA, Pemerintah Spanyol mengadakan operasi keamanan bersama dengan pemerintah Perancis dan berhasil menangkap komandan-komandan ETA dalam operasi tersebut. 72 Pada akhir 2011, Menteri Mariano Rajoy dari PP memenangi pemilu menjadi partai penguasa kembali di Spanyol. Seperti Aznar, Rajoy kembali menerapkan cara-cara represif terhadap ETA. Rajoy mengatakan bahwa perdamaian di Spanyol akan terjadi jika ETA benar-benar dibubarkan tanpa syarat. Pemerintah Spanyol di masa Rajoy tidak ingin lagi membuka dialog dengan ETA, dengan pengecualian ETA ingin membubarkan diri dan menyerahkan senjata tanpa prasyarat. Pada 2010, eks-anggota ETA di penjara membuat kesepakatan gencatan senjata secara sepihak yang bernama Guernika Agreement. 73 Sejak tahun 2010 hingga 2013 tidak tercatat serangan-serangan yang dilakukan oleh ETA. ETA berkomitmen untuk gencatan senjata dan menciptakan perdamaian di Basque. hal ini diakibatkan karena ETA telah kehilangan kapasitas operasional dan hilangnya legitimasi dari rakyat Basque dalam setiap aksinya. Melalui lembaga internasioal IVC International Verification Committee, ETA membuat video penyerahan 71 Cuenca, The Persistance of Nationalist Terrorism, hlm.22 72 Dalam operasi bersama tahun 2009-2011 berhasil menangkap para komandan militer ETA Javier Lopez Pena, Garikoitz Aspiazu Rubina, Jurdan Martitegi, Ibon Gogeascoechea, Alejandro Zobaran Arriola baca. Saha, Euskal Herria, hlm.2 73 Annabel Martin, And When Time Stood Still: Building a Road for Peace, Reconciliation, and Forgiveness in Euskadi The End of ETA Armed Conflict,Hispanic Journal of Theory and Criticism, Vol.4, Iss 8, Art. 16, 2012, hlm.12 35 senjata-senjata kepada perwakilan IVC. Sikap keras yang ditunjukan oleh Pemerintah Spanyol terhadap ETA menjadi penghalang dalam setiap upaya dialog dan negosiasi. Pemerintah Spanyol tidak mempercayainya dan menganggap itu hanyalah sebuah retorika yang dilakukan ETA untuk mendapat simpati dari rakyat Basque kembali. 74 74 “Basque Peace Process: ETA begin to put arms out of use, Spanish government dismiss as “theatrical” terdapat di http:www.e-f-a.orgservicesnews-single- view?tx_ttnews5Btt_news5D=719cHash=f670492e6730198c15d1536fa11ef0cd diakses pada 20 Mei 2014 36

BAB III UNI EROPA DAN KONFLIK SUB-NASIONAL

Bab ini menjelaskan pendekatan dan mekanisme Uni Eropa dalam menanggapi dan mengatasi masalah dan isu konflik antar negara maupun konflik negara dengan sub-nasional atau yang disebut juga kelompok separatis. Bab ini juga menjelaskan bagaimana peran Uni Eropa sebagai mediator, negosiator dalam sebuah konflik baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, bab ini pula akan menjelaskan instrumen-inetrumen Uni Eropa dalam menyelesaikan konflik. Wilayah Eropa terdiri dari berbagai macam multi etnis dan bangsa. Beberapa wilayah regional di Eropa memiliki perbedaan sejarah, agama, budaya dan bahasa dari negara induknya. Wilayah-wilayah seperti Basque di Spanyol, Irlandia Utara di Britania Raya, Flander di Belgia memiliki identitas nasional sendiri dan terus berjuang untuk mendapatkan pengakuan khususnya di wilayah Eropa. Regionalisme dan sub-nasionalisme menjadi masalah yang dihadapi negara-negara Eropa Barat. Uni Eropa pun sebagai lembaga multinasional di Eropa dapat mengakomodasi masalah regionalisme dan sub-nasional dengan cara diplomatis dan politis, tetapi beberapa menimbulkan konflik bersenjata dengan negara induknya. Uni Eropa menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi bagi negara- negara anggotanya. Negara masih menjadi aktor penting di Uni Eropa, sementara wilayah sub-nasional tidak memiliki kapasitas lebih untuk mengontrol setiap 37 kebijakan dalam lingkup Uni Eropa. Upaya wilayah regional dan sub-nasional untuk memisahkan diri dari negara induknya terkadang menimbulkan konflik bersenjata. Uni Eropa memiliki mekanisme sebagai mediator, negosiator dan fasilitator konflik dalam upaya penyelesaian menuju proses perdamaian. Seperti yang akan dijelaskan dalam sub-bab dibawah ini.

A. Peran Uni Eropa dalam Konflik Negara dan Sub-Nasional

Sebagai lembaga multinasional, Uni Eropa berkomitmen dalam perdamaian, hak asasi manusia dan demokrasi. Uni Eropa banyak memainkan peran penting dalam setiap konflik sub-nasional di dunia. Peran Uni Eropa sebagai Peace Mediation 75 di berbagai konflik sub-nasional di dunia seperti di Mali, Serbia-Kosovo membuktikan bahwa organisasi multinasional ini telah memberikan andil besar dalam setiap konflik internasional yang terjadi. Sebelum diberlakukannya Traktat Lisbon 2009, Uni Eropa memiliki mekanisme penanganan konflik melalui Goteburg Programme for the Prevention of Violent Conflict, Uni Eropa mengadopsi konsep ini untuk memperkuat kapasitas Uni Eropa sebagai tempat mediasi dan dialog. Pendekatan melalui Goteburg Programme dalam pencegahan konflik dilakukan melalui perjanjian. Pendekatan yang dilakukan Uni Eropa lebih luas dan melibatkan beberapa pihak dari pemerintah sampai komunitas lokal. 76 Uni Eropa dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam proses mediasi melalui dukungan kepada 75 Antje Herrberg with Canan Gunduz and Laura Davis, Engaging the EU in Mediation and Dialogue, Initiative for Peacebuilding Mediation Cluster, 2009.hlm.16 76 Presidency Conclusions, Goteborg European Council 15-16 Juni 2001 38 aktor lain dengan memberikan pengaruh diplomatik, menyediakan dana resmi maupun tak resmi serta memediasi dari akar konflik. 77 Setelah diberlakukannya Traktat Lisbon, Uni Eropa memiliki beberapa instrumen atau lembaga khusus yang relevan dalam proses mediasi dan dialog. Uni Eropa memiliki CFSP Common Foreign and Security Policy dan ESDP European Security and Defense Policy. Kedua lembaga tersebut memberi legitimasi kepada Uni Eropa untuk mengeluarkan kebijakan eksternal dalam merespon pelanggaran hukum internasional, hak asasi manusia, dan prinsip- prinsip demokrasi. Peran Uni Eropa menyangkut pencegahan konflik dan manajemen krisis melalui kemampuan militer dan pembangunan masayrakat sipil. 78 Pada 10 Desember 2010, CFSPESDP membentuk EEAS European External Action Service. Atas mandat dari Dewan Uni Eropa, Salah satu tujuan dan tugas EEAS adalah upaya pencegahan konflik, upaya peacebuilding dan instrumen mediasi. Aspek pencegahan konflik tetap menjadi tujuan utama dari EEAS, 79 namun tidak hanya CFSPESDP yang dapat upaya menyelesaikan penyelesaian konflik, Uni Eropa memliki instrumen dan mekanisme lain yang dapat diterapkan sebagai upaya penyelesaian atau pencegahan konflik seperti yang akan dijelaskan pada tabel dibawah ini. 77 EU Support to Peace Mediation : Developments and Challanges, EPLO, hlm.2 78 Common Foreign and Security Policy terdapat di http:eeas.europa.eucfspindex_en.htm diakses pada 13 September 2014. 79 EU Support to Peace Mediation, hlm.4 39 TABEL 3.1 Instrumen dan Mekanisme Uni Eropa dalam Penyelesaian Konflik 80 Badan Uni Eropa Mekanisme Contoh Kasus Dewan Uni Eropa • Mengadopsi kesimpulan dari Dewan Eropa • Menstimulasi upaya mediasi melalui pendekatan kebijakan luar negeri dan membantu negara-negara anggota Uni Eropa lainnya yang mempunyai tujuan sama. • Membatasi posisi negara- negara anggota yang terkena dampak konflik dalam kebijakan luar negeri Uni Eropa. Kesimpulan Dewan Uni Eropa dalam proses perdamaian di Timur Tengah. Perwakilan Tinggi Uni Eropa Wakil Presiden Komisi Eropa untuk Urusan luar negeri dan kebijakan keamanan CFSP • Upaya diplomasi melalui CFSP. • Memfasilitasi proses dialog khusus. • Mendukung upaya dan keputusan Dewan Eropa dalam pelaksanaan Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan CFSP. • Berpartisipasi dalam Misi Troika. • Memimpin upaya dialog politik dengan negara ketiga. Memfasilitasi dialog dalam konflik Serbia- Kosovo. Duta, Mediator dan Perwakilan Khusus • Perwakilan khusus Uni Eropa ditunjuk oleh dewan • Penunjukan Robert Cooper 80 Data diolah dari berbagai sumber seperti : International Alert and Saferworld, Developing an EU strategy to address fragile states: Priorities for theUK Presidency,2005. Dan Saferworld and the Conflict Prevention Network with Africa Peace Forum and InterAfrica Group, Understanding the EU: A civil society guide to development and conflict prevention policies. 40