1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang dilakukan banyak negara di berbagai penjuru dunia dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di masing-masing negara. Setiap negara menghendaki peningkatan kualitas kehidupan melalui pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah peningkatan kesejahteraan
atau taraf hidup masyarakat yang didukung oleh perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial. Todaro dan Smith 2006 menyatakan istilah pembangunan
development secara tradisional diartikan sebagai suatu kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi awalnya kurang baik dan bersifat statis
dalam kurun waktu yang cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan GDP Gross Domestic Product atau GNI Gross National Income.
Beberapa badan internasional termasuk Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD: Organization for Economic Cooperation and
Development dan PBB mengklasifikasi berbagai negara berdasarkan status
perekonomian mereka, tetapi sistem pengklasifikasian yang dikenal secara luas dilakukan oleh Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan IBRD:
International Bank for Reconstruction and Development , yang lebih umum
dikenal sebagai Bank Dunia Word Bank. Dalam sistem klasifikasi Bank Dunia, 208 perekonomian dengan jumlah populasi minimal 30.000 jiwa diurutkan
2 berdasarkan tingkat pendapatan nasional bruto per kapita GNI: Gross Natiional
income berbagai perekonomian ini kemudian dibedakan menjadi pendapatan
rendah Low Income pendapatan menengah bawah lower-middle income, pendapatan menengah atas upper-middle income, pendapatan tinggi menurut
OECD, dan negara-negara pendapatan tinggi lainnya Todaro, 2006. Proses pembangunan ekonomi bukan tidak memiliki efek samping atau
biasa disebut eksternalitas. Peningkatan kesejahteraan peningkatan standar kesehatan, sadar pendidikan dan lain-lain merupakan eksternalitas positif dari
pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain penurunan kualitas lingkungan hadir sebagai eksternaliatas negatif dari pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya
menyebabkan banyak permasalahan lingkungan.
Sumber: World Bank, 2011 Gambar 1.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Emisi CO
2
dan GDP per KapitaTahun 1982- 2007
‐0.04 ‐0.02
0.02 0.04
0.06 0.08
0.1
1982 1984
1986 1988
1990 1992
1994 1996
1998 2000
2002 2004
2006 2008
Rata ‐rata
laju pertumbuhan
per Tahun
persen
Rata ‐rata Laju
Pertumbuhan CO2
Rata rata Laju
Pertumbuhan GDP per
Kapita
3 CO
2
digunakan dalam banyak penelitian sebagai gas buangan untuk menggambarkan tingkat pencemaran. Gambar 1.1 merupakan gambaran rata-rata
laju pertumbuhan gas CO
2
dari dua puluh negara contoh dari lima kelompok pendapatan yang berbeda. Gambar 1.1 menunjukan pola yang sama antara
peningkatan rata-rata laju pertumbuhan GDP per Kapita dan rata-rata laju pertumbuhan CO
2
. Pada tahun 1981 sampai dengan tahun 1988 baik rata-rata laju pertumbuhan CO
2
maupun rata-rata laju pertumbuhan GDP per kapita sama-sama mengalami pertumbuhan yang positif. Pada rentang tahun 1988 sampai dengan
1990 baik rata-rata laju pertumbuhan GDP per kapita maupun rata-rata laju pertumbuhan CO
2
sama-sama menunjukan penurunan yang drastis. Terkecuali pada tahun 1992 dan tahun 2006 Gambar 1.1 memperlihatkan hubungan yang
positif antara rata-rata laju pertumbuhan GDP per kapita dan rata-rata laju pertumbuhan CO
2
. Artinya, semakin tinggi rata-rata laju pertumbuhan ekonomi maka semakin besar rata-rata laju pertumbuhan emisi gas CO
2
yang dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, penurunan rata-rata laju pertumbuhan GDP per kapita
berarti juga penurunan rata-rata laju pertumbuhan gas buangan CO
2
. Pada kasus negara maju, tingginya pencemaran udara, dalam hal ini CO2,
dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi energi yang mengakibatkan pencemaran udara. Semakin tinggi pendapatan suatu negara semakin tinggi pula
kemampuan bayar yang dimiliki warga negaranya. negara maju memiliki banyak keluarga dengan pendapatan tinggi yang mampu membeli mobil untuk setiap
anggota keluarga satu kepala satu mobil. Selain itu konsumsi energi listrik untuk dapat menyalakan alat-alat elektronik berdaya tinggi akan sangat tinggi. Berbeda
4 dengan negara Middle Income yang hanya memiliki sebagian kecil keluarga
berpendapatan tinggi. Sebagian keluarga yang berpendapatan rendah hanya dapat membiayai satu kendaraan untuk digunakan bersama-sama atau menggunakan
angkutan umum. Konsumsi listrik tidak akan lebih besar dari negara maju karena butuh biaya yang lebih besar untuk menghidupkan alat-alat elektronik berdaya
tinggi sehingga hanya memiliki barang-barang elektronik berdaya rendah atau pun menggunakan fasilitas umum.
Pandangan lain diberikan oleh Hayami dan Godo 2006, mereka menilai seharusnya degradasi lingkungan lebih besar terjadi pada negara berkembang
yang sedang berada pada tahap industrialisasi. Polusi pabrik-pabrik yang banyak terdapat di negara berkembang menyebabkan kerusakan lingkungan yang
signifikan. Sebaliknya, negara maju telah mengalami pergeseran dari industrialisasi menuju sektor jasa dalam pergerakan ekonominya. Sehingga
konsumsi energi sebagai sumber utama polusi akan lebih rendah pertumbuhannya jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Selain itu masyarakat di negara
maju akan lebih memiliki pilihan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan tidak terfokus pada persoalan konsumsi. Hal ini akan memudahkan pemerintah
untuk menetapkan regulasi atau pun pajak yang berkaitan dengan aspek lingkungan karena willingness to pay untuk lingkungan akan lebih besar.
Akpan dan Chuku 2011 menyatakan, sejak tahun 1990 penelitian tentang hubungan pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan yang membuktikan
teori Environmental Kuznet Curve EKC mulai banyak dilakukan. Penelitian akan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan
5 sebagai pendekatan EKC model diawali oleh Grossman dan Krueger 1991,
Shafik dan Bandypadhayay 1992, Panayotou 1993 kemudian oleh Selden dan Song 1994. Grosman dan Krueger pertama kali menyoroti berbentuk kurva-U
terbalik dalam hubungan antara degradasi lingkungan dengan pendapatan per kapita sebagai dampak dari perdagangan bebas Amerika Utara. Kurva-U terbalik
kemudian disebut sebagai sebagai Kurva Kuznet oleh Panayoyou karena kemiripannya dengan kurva yang menunjukan hubungan antara degradasi
lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi yang pertama kali dipopulerkan oleh Kuznet 1955.
Kahuthu 2006 menemukan adanya hubungan kurva-U terbalik diantara pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan. Dimana pertumbuhan
ekonomi akan berpengaruh kepada peningkatan kerusakan yang ditimbulkan. Namun pada titik balik tertentu, pertumbuhan ekonomi akan mengarah kepada
perbaikan kualitas lingkungan. Akpan dan Chuku 2011 mendapatkan hasil yang berbeda ketika melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dengan
degradasi lingkungan di Nigeria. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan lebih menunjukan bentuk kurva-N dibanding dengan kurva-
U. Penelitian Grossman dan Kruegel 1995 menemukan hubungan kuadratik dalam hubungan pertumbuhan ekonomi dengan degradasi lingkungan.
Teori Kuznet 1955 telah membawa sejumlah penelitian kepada hasil yang beragam seiring dengan munculnya hasil dari para peneliti dan pembuat
kebijakan dan tidak membantu banyak untuk mengimbangi kecenderungan dari negara-negara berkembang yang hampir secara eksklusif fokus pada pertumbuhan
6 ekonomi mengabaikan masalah lingkungan. Negara maju yang memperhatikan
masalah lingkungan hanya pada tahap selanjutnya dari proses pembangunan tidak membantu untuk merangsang pendekatan yang lebih ramah lingkungan dari
negara-negara sedang berkembang. Kurva Kuznet telah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya adalah obat mujarab untuk degradasi
lingkungan. Beberapa negara telah memulai jalan pembangunan berkelanjutan memperhatikan beberapa hal yang penting untuk kebijakan lingkungan, namun di
satu sisi beberapa negara mengabaikan kerusakan dan mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi Kahuthu, 2006.
Pertumbuhan ekonomi yang penyebabkan penurunan kualitas lingkungan pada titik balik tertentu akan mengarah kepada peningkatan kualitas lingkungan.
Negara berkembang akan fokus pada permasalahan pokok yang berhubungan dengan kesejahteraan dan swasembada pangan yang belum tercapai. Sedangkan
negara maju telah mencapai pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang tinggi sehingga masalah kesejahteraan dan pangan tidaklah menjadi persoalan.
Pada saat yang sama tingkat kepedulian dan kesadaran akan kualitas lingkungan sebagai kebutuhan jangka panjang akan lebih diperhatikan.
Kinerja suatu perekonomian tidak dapat dipisahkan dari proses globalisasi. Keterkaitan perekonomian suatu negara semakin erat akibat berkurangnya
batasan-batasan perdagangan dan tingginya arus modal lintas perekonomian. Keterbukaan ekonomi Openness of The Economy seharusnya membawa suatu
negara kepada pertumbuhan ekonomi yang kemudian, menurut model EKC, mengarah pada peningkatan standar lingkungan. Banyak negara telah melakukan
7 liberalisasi ekonomi dengan menghapus hambatan perdagangan dan mengurangi
subsidi pemerintah dalam upaya pemanfaatan potensi dari globalisasi. Integrasi antar negara melalui perdagangan internasional akan melahirkan kompetisi yang
berujung pada peningkatan kegiatan ekonomi dan peningkatan emisi gas buangan. Pada akhirnya negara yang terintegrasi akan menghasilkan emisi lebih banyak jika
dibandingkan dengan negara yang tidak terintegrasi Kahuthu, 2006. Namun, keterbukaan ekonomi juga berarti melebarnya pintu informasi dan komunikasi
sehingga tidak menutup kemungkinan integrasi ekonomi justru akan meningkatkan efisiensi yang berujung pada pengurangan emisi gas buangan
kegiatan produksi. Selain itu, keterbukaan ekonomi juga berarti terbukanya kesempatan untuk bisa melakukan intervensi terhadap suatu negara melalui forum
Internasional. Sebagai contoh, negara-negara di dunia dapat menghimpun kekuatan dan mendesak negara-negara penghasil emisi untuk mengurangi gas
buangan mereka yang mencemari bumi ini. Selanjutnya, EKC menunjukan tahap awal dari proses pertumbuhan
ekonomi akan mengakibatkan degradasi sumber daya alam yang meningkat dengan cepat, setelah melampaui batas tertentu pertumbuhan kemudian beralih
pada penurunan polusi. Perubahan akan terjadi pada tingkat tertentu dimana masyarakat akan lebih tertarik dengan udara bersih dan hutan sehat, bukan dengan
penghasilan lebih naik karena negara tersebut telah melewati masa pertumbuhan ekonomi yang pesat dan melewati titik puncak.
Namun yang menjadi pertanyaan apakah memang benar suatu negara harus fokus di awal pertumbuhan dan mengabaikan faktor lingkungan karena
8 lingkungan akan didapatkan dengan sendirinya ketika mencapai pertumbuhan
ekonomi tertentu? Apakah model pertumbuhan “grow first clean up leter” adalah model yang memang harus digunakan setiap negara di dunia untuk mencapai
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi tanpa mengabaikan faktor lingkungan? Kerusakan lingkungan akan semakin besar dan mungkin
menyebabkan bencana tak terhindarkan jika persepsi di atas digunakan oleh seluruh negara di belahan dunia diimpementasikan secara kurang tepat. Sementara
penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kerusakan lingkungan masih menghasilkan sesuatu yang samar akibat beragamnya hasil
yang didapatkan. Berkaitan dengan latar belakang di atas relevan apabila dilakukan
penelitian dengan judul “Dampak Pertumbuhan dan Keterbukaan Ekonomi terhadap Degradasi Lingkungan” dengan menggunakan studi kasus dua puluh
negara yang mewakili tingkat pertumbuhan ekonomi di dunia. Penambahan indikator lingkungan dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih jelas akan
kerusakan lingkungan.
1.2. Rumusan Masalah