jumlahnya lebih banyak yaitu 15 orang atau 57,7. Hal ini menyebabkan sarana air bersih dalam penelitian ini bukan merupakan faktor risiko kejadian Demam
Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang. Menurut Widoyono 2011:43, sarana air bersih merupakan salah satu
sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian demam tifoid. Prinsip penularan demam tifoid adalah melalui fekal-oral, kuman berasal
dari tinja atau urin penderita atau bahkan carrier pembawa penyakit yang tidak sakit yang masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan. Pemakaian air minum
yang tercemar kuman secara massal sering bertanggung jawab terhadap terjadinya Kejadian Luar Biasa KLB.
Dari survey di lapangan didapatkan hasil bahwa 42,3 sarana air bersih responden tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan beberapa sumur responden
lantainya retak atau bocor, tidak kedap air dan tidak terdapat tutup pada sumur, sehingga bakteri penyebab penyakit tifoid ini dapat masuk kedalam sumur.
Sebaiknya setiap responden harus lebih memerhatikan perawatan sumur dengan baik agar tidak terjadi pencemaran yang dapat menyebabkan penyakit.
5.1.2 Hubungan antara Sarana Pembuangan Tinja dengan Kejadian Demam
Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan antara sarana pembuangan tinja dengan kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
Kedungmundu Kota Semarang. Hasil uji Chi-square diperoleh nilai p 0,047 α
0,05. Dengan nilai OR sebesar 5,333 dan 95CI=0,968-29,393 maka dapat
diketahui bahwa responden yang mempunyai sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333 kali lebih besar menderita Demam
Tifoid daripada responden yang memiliki sarana pembuangan tinja memenuhi syarat. Karena nilai OR1 dan 95CI tidak mencakup angka 1, maka dapat
dikatakan bahwa sarana pembuangan tinja merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Demam Tifoid.
Sarana pembuangan tinja merupakan faktor risiko terjadinya Demam Tifoid karena penyakit ini dari feses penderita dan lalat sebagai pembawa bakteri
Salmonella Typhi. Hal tersebut dikarenakan sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan penyakit Demam Tifoid. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Dwi Yulianingsih 2008 di RSUD Kabupaten Temanggung, yang meneliti tentang hubungan kondisi jamban
keluarga dengan kejadian Demam Tifoid, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel kondisi jamban keluarga dengan kejadian Demam
Tifoid dan responden yang memiliki jamban tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 6,500 kali lebih besar menderita Demam Tifoid.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Naelannajah Alladany 2010 di Kota Semarang, menunjukkan hasil yang selaras bahwa terdapat hubungan antara
sarana pembuangan tinja dengan kejadian Demam Tifoid diperoleh dari p value
=
0,002 0,05 dan OR sebesar 3,917 yang berarti bahwa responden yang mempunyai sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat mempunyai resiko
untuk terkena Demam Tifoid 3,917 kali lebih besar daripada responden yang mempunyai sarana pembuangan tinja memenuhi syarat.
Menurut Soeparman dkk 2002:3 dan 7, tinja dapat menjadi perantara penyakit menular yang biasanya dapat menyerang masyarakat. Proses pemindahan
kuman penyakit dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai media perantara, antara lain air, tangan, serangga, tanah, makanan serta
sayuran. Pembuangan tinja dan limbah cair yang dilaksanakan secara saniter akan memutuskan rantai penularan penyakit.
Kotoran manusia yang ditampung pada suatu tempat penampungan kotoran yang selanjutnya diserapkan ke dalam tanah atau diolah dengan cara
tertentu tidak akan menimbulkan bau dan tidak mencemari sumber air di sekitarnya. Untuk mengurangi pengaruh jamban dalam pengendalian pencemaran
air salah satunya yakni membuat jarak antara lubang penampungan dengan sumber air minimal 11 meter Lud Waluyo, 2009: 142.
Hasil survei di lapangan menunjukkan sebagian besar responden kasus mempunyai sarana pembuangan tinja tidak memenuhi syarat, beberapa responden
mempunyai jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan kurang dari 11 meter, masih terdapat sarana pembuangan tinja yang tidak dilengkapi
dengan dinding dan atap pelindung, dan lantai tidak kedap air. Padahal sarana pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi sumber penularan
penyakit yang mengancam kesehatan masyarakat banyak. Oleh karena itu kotoran manusia perlu ditangani dengan seksama.
5.1.3 Hubungan antara Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar