KERUSAKAN MI BASAH TINJAUAN PUSTAKA

13 Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis film pada permukaan mi yang dapat memberikan kelembutan mi, meningkatkan daya cerna pati dan mempengaruhi daya rehidrasi mi Badrudin, 1994. Setelah pemasakan, mi didinginkan dalam air es selama 1 menit untuk menghentikan reaksi kimia yang masih terjadi. Tahap terakhir dalam pembuatan mi basah matang adalah pemberian minyak sawit. Pelumuran mi dengan minyak sawit dilakukan agar mi tidak menjadi lengket satu sama lain serta untuk memberikan citarasa agar mi tampak mengkilap Mugiarti, 2001 ; Bogasari, 2005.

D. KERUSAKAN MI BASAH

Mi basah digolongkan dalam kelompok bahan pangan yang mudah rusak High Perishable Food. Hal ini disebabkan kadar air mi basah yang cukup tinggi serta kondisi sanitasi proses produksi yang kurang terjamin kebersihannya sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroba. Kerusakan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh tumbuhnya kapang. Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang pada permukaan mi. Miselium kapang pada mi umumnya berwarna putih atau hitam Hoseney, 1998. Kerusakan mi dapat dilihat dari perubahan warna dan diikuti dengan perubahan aroma mi menjadi asam diikuti dengan pembentukan lendir. Pembentukan lendir menandakan adanya pertumbuhan bakteri dan diikuti dengan timbulnya bau asam Hoseney, 1998. Mikroba yang terdapat pada mi dapat berasal dari bahan baku mi yaitu tepung. Menurut Christensen 1974 mikroorganisme yang terdapat pada tepung adalah kapang, kamir, dan bakteri. Bakteri yang terdapat pada tepung adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus serta beberapa spesies Achromobacterium. Kapang yang ditemukan pada tepung antara lain berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium . 14 Mikroorganisme yang tumbuh pada mi kemungkinan juga berasal dari air yang digunakan dalam pembuatannya. Mikroorganisme yang terdapat dalam air yang tidak tercemar adalah khamir, spora Bacillus, spora Clostridium dan bakteri autotrof Alcamo, 1983. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Gracecia dan Priyatna 2005 terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan mi di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan mi basah mentah dapat mencapai 4 hari, sementara umur simpan mi basah matang dapat mencapai 14 hari. Padahal menurut Astawan 1999 kerusakan mi basah matang terjadi pada penyimpanan suhu kamar setelah 40 jam. Kemungkinan besar telah dilakukan penambahan formalin pada mi tersebut. Priyatna 2005 menyatakan bahwa kandungan formalin rata-rata yang terdapat di dalam mi mentah yang beredar di pasar tradisional sebesar 106.00 mgkg bahan, di pedagang produk olahan mi sebesar 72.93 mgkg bahan, dan mi mentah yang beredar di supermarket sebesar 113.45 mgkg bahan. Hasil survei yang dilakukan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan 2005, kandungan formalin yang terdapat pada mi basah sebesar 2914.36 mgkg untuk pasar tradisional, 3423.51 mgkg untuk produk olahan mi basah, dan 29141.82 mgkg untuk mi basah yang terdapat di supermarket. Secara umum, ciri-ciri kerusakan mi basah mentah dan mi basah matang hampir sama Gracecia, 2005 ; dan Priyatna, 2005. Berdasarkan survei dapat diketahui bahwa kerusakan mi basah mentah ditandai dengan tumbuhnya kapang adanya bintik-bintik warna hitam merah biru, munculnya bau asam, mi menjadi hancur, patah-patah, atau menjadi lembek. Begitupula untuk mi basah matang, ciri kerusakan ditandai dengan adanya bau asam, tekstur menjadi lengket, berlendir, lembek, atau mi menjadi hancur. 15

III. METODOLOGI PENELITIAN A.

BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan untuk memproduksi mi basah dan bahan untuk analisis. Bahan yang digunakan untuk produksi mi basah adalah tepung terigu cakra kembar, NaCl, soda abu Na 2 CO 3 , air, minyak sawit dan fuli pala dalam bentuk bubuk. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah media PCA Plate Count Agar , APDA Acidified Potato Dextrose Agar, larutan pengencer, plastik HDPE, alkohol 70, dan spiritus. Alat-alat yang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat- alat untuk membuat mi basah dan alat untuk analisis mikrobiologi, fisik dan sensori. Alat-alat untuk produksi mi basah adalah noodle machine, mixer , kompor gas, panci, baskom, saringan, sendok, pisau, timbangan, gelas ukur dan gelas piala. Peralatan yang digunakan untuk analisis mikrobiologi dan fisik adalah cawan petri, stomacher, inkubator, bunsen, erlenmeyer, tabung reaksi, mikro pipet, otoklaf, oven, hot plate, neraca analitik, pH meter, chromameter minolta dan texture analyzer.

B. METODE PENELITIAN

1. Penentuan Konsentrasi Bubuk Fuli Pala dan NaCl

a. Pengujian Daya Simpan Mi Basah Matang

Secara umum proses pembuatan mi basah matang meliputi formulasi bahan, pencampuran bahan, pembentukan lembaran, pemotongan, pembentukan mi, perebusan, dan pelumasan pemberian minyak. Bahan utama yang digunakan adalah tepung terigu Cakra Kembar. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah NaCl 1, natrium karbonat 0.6, dan air 35 berdasarkan pada berat terigu yang digunakan. Proses pembuatan mi dapat dilihat pada Gambar 2. Mi basah matang dimasukkan ke dalam plastik HDPE, dibiarkan pada suhu ruang kemudian dilakukan pengamatan secara subyektif meliputi warna, aroma, dan tekstur setiap enam jam sekali, sampai terlihat