Pemberian pakan untuk itik petelur perlu diperhatikan rasio energi dan proteinnya Srigandono, 1986. Pada pemeliharaan itik secara terkurung intensif,
hendaknya dalam keadaan basah. Pemberian pakan dilakukan 4--5 kali sehari pada itik muda dan 2--3 kali pada itik dewasa. Jumlah pemberian pakan tidak
berlebihan namun mencukupi kebutuhan nutrisi harian itik Suharno, 1992. Kebutuhan gizi itik petelur disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan gizi itik petelur
Nutrien Starter
Grower Breeder
0--2 3--8
9--20 20
Minggu Minggu
Minggu Minggu
Metabolizable energy kcal kg 2750
2750 2700
2650 Protein
20 18
15 18
Calcium 0,9
0,8 0,8
2,5 Phosphorus
0,45 0,45
0,45 0,45
Sodium 0,15
0,15 0,15
0,15 Cooper mgkg
8 8
8 8
Iodine mgkg 0,6
0,6 0,6
0,6 Iron mgkg
80 80
80 80
Manganese mgkg 100
100 100
100 Zinc mgkg
60 60
60 80
Biotin mgkg 0,1
0,1 0,1
0,2 Choline mgkg
8000 1800
1100 1100
Falic acid mgkg 1
1 1
1,5 Sumber: NRC, 1984
Pemeliharaan itik secara intensif pada itik umur 5 minggu telah mampu hidup pada suasana suhu bebas sehingga pemanas tidak lagi diperlukan. Itik pada umur
5 minggu memerlukan 1--1,5m
2
untuk 10 ekor itik. Pada pemeliharaan itik dewasa secara intensif dipisahkan dalam flok. Setiap satu flok berisi 12--15 ekor
dan dibatasi menggunakan papan setinggi 40--50 cm Srigandono, 1986.
B. Penetasan Telur Itik
Menurut Setioko 2004, telur itik dapat ditetaskan secara alami, sederhana, dan moderen.
a. Mesin tetas alami Penetasan telur secara alami dapat dilakukan dengan bantuan entok sebagai
pengganti indukan. Menurut Suharno 1992, keberhasilan penetasan menggunakan jasa entok sebagai mesin tetas alami berkisar antara 80--90. Cara
yang digunakan adalah dengan mengganti atau menambah telur yang dierami entok sebanyak 2--3 kali periode penetasan dan menyediakan makanan dan
minuman yang cukup. b. Mesin tetas sederhana
Menurut Soedjarwo 2007, mesin tetas sederhana adalah mesin tetas yang dibuat dengan bahan-bahan dan cara yang sederhana sehingga energi dapat
menggunakan minyak tanah ataupun listrik sesuai dengan kondisi daerah. Mesin tetas tipe sederhana hanya memiliki ruang hatcher. Hatcher pada mesin tetas
sederhana memerlukan bantuan tangan untuk membalik telur satu persatu. c. Mesin tetas moderen
Mesin tetas moderen banyak digunakan oleh pembibit skala besar. Menurut Suharno 1992, mesin tetas moderen dilengkapi dengan termoregulator pengatur
suhu otomatis. Menurut Abidin 2009, mesin tetas moderen memiliki ruang setter dan hatcher yang terpisah. Setter pada mesin tetas modern digunakan pada
hari ke-4 hingga hari ke-24. Ruang setter adalah ruang mengeram yang dapat memutar telur secara otomatis. Ruang hatcher adalah ruang penetasan digunakan
saat telur pertama dimasukkan hingga hari ke-3 dan hari ke-25 hingga telur itik menetas.
C. Manajemen Penetasan
Menurut Kurtini dan Riyanti 2011, manajemen dalam penetasan telur meliputi suhu, kelembapan, sirkulasi udara, pemutaran telur turning, dan peneropongan
telur candling. a
Suhu Suhu dalam penetasan merupakan faktor yang penting dalam penentuan
keberhasilan penetasan. Suhu dalam mesin tetas yang terlalu rendah akan mengakibatkan embrio tumbuh lambat selama proses penetasan, sedangkan pada
suhu yang terlalu tinggi akan berkembang sangat cepat sehingga dapat menetas lebih awal. Suhu dalam mesin tetas harus selalu konstan dan diperiksa setiap jam.
Umumnya suhu pada mesin tetas berkisar 38--40,5
o
C. Suhu yang terlalu tinggi pada mesin tetas mengakibatkan kematian embrio pada hari ke 2 hingga ke- 4
Kurtini dan Riyanti, 2011. Srigandono 1986 menyatakan bahwa suhu optimum untuk penetasan telur itik adalah 38,5--41
o
C .
b Kelembapan Rh Kelembapan Rh sangat penting diberikan untuk mengontrol weight loss pada
telur. Menurut Sudaryani dan Santosa 1999, kelembapan di dalam mesin tetas adalah 52--55, sedangkan menurut Nuryati et al. 2000, kelembapan ideal
dalam penetasan telur ayam hari ke 1 hingga ke 18 adalah 55--60.
Kelembapan ideal untuk penetasan telur itik pada umur 1--25 hari adalah antara 60--70, sedangkan pada hari ke-26 sampai menetas membutuhkan lebih tinggi
yaitu 75--85 Rasyaf, 1991.
Menurut Kurtini dan Riyanti 2011, untuk daerah tropik seperti Indonesia, umumnya digunakan 50--55 untuk mencapai weight loss ideal 12--14.
Kelembapan yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kecilnya rongga udara sehingga embrio susah keluar saat menetas, penyerapan albumen tidak optimal
yang menyebabkan ayam menempel pada membran dinding telur.
c Sirkulasi udara Ventilasi pada mesin tetas penting untuk diperhatikan. Aktifnya metabolisme
embrio menyebabkan akumulasi CO
2
di dalam ruang penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO
2
yang telalu banyak dapat menyebabkan DOC yang berhasil menetas menjadi lemas dan lemah.
Ventilasi yang buruk bisa disebabkan oleh lubang ventilasi yang kotor atau jumlahnya yang kurang Hartono, 2012.
Sirkulasi udara dalam mesin tetas berfungsi untuk mempermudah pergerakan udara atau oksigen dalam mesin tetas dan mendistribusikan panas secara merata.
Kebutuhan oksigen di dalam mesin tetas sekitar 21 dan setiap penurunan 1 oksigen dapat menurunkan 5 daya tetas telur Kurtini dan Riyanti, 2011.
d Pemutaran telur turning Pemutaran telur turning bertujuan agar embrio dapat memanfaatkan seluruh
albumen protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel