Sitologi Sputum Diagnosis Kanker Paru

scan diambil. Banyaknya radiasi yang digunakan sangat kecil. Sel-sel kanker mengambil lebih banyak glukosa daripada sel yang normal karena sel-sel kanker bertumbuh dan bermultiplikasi dengan cepat. Oleh karena itu, jaringan dengan sel kanker tampak lebih terang daripada jaringan yang normal. Tumor primer, kelenjar getah bening dengan sel-sel keganasan, dan tumor metastasis tampak sebagai spot yang terang pada PET scan. 22 PET scan tidak rutin digunakan sebagai tes diagnostik lini pertama untuk kanker paru, kadang digunakan setelah foto toraks atau CT scan toraks untuk membedakan antara tumor jinak dan ganas. PET scan khusus digunakan untuk mendeteksi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh. Bagaimanapun, terdapat beberapa kondisi yang lain dari kanker yang juga dapat menyebabkan gambaran positif PET scan. Gambaran PET scan sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan dikorelasikan dengan hasil pemeriksaan penunjang lainnya. 22

2.4.4. Sitologi Sputum

Sputum adalah sekret abnormal yang berasaldiekspektorasikan dari sistem bronkopulmoner. Sputum bukanlah air liur saliva dan bukan pula berasal dari nasofaring. Sputum yang dibatukkan oleh seorang pasien mengindikasikan adanya suatu proses patologis pada sistem bronkopulmoner yang sedang berlangsung. Sputum terdiri dari material seluler, non seluler, dan non pulmoner tergantung dari proses patologis yang mendasarinya. Komponen seluler terdiri dari sel-sel inflamasi atau sel darah merah dari Universitas Sumatera Utara saluran nafas, sel-sel bronkial dan alveolar yang dieksfoliasikan, atau sel-sel keganasan dari tumor paru. Sel-sel non pulmoner seperti sel-sel skuamosa orofaring atau sisa-sisa makanan yang dapat menjadi bagian dari sputum apabila mengalami aspirasi ke paru dan kemudian dibatukkan. Air merupakan komponen utama dari sputum 90, selebihnya terdiri dari protein, enzim, karbohidrat, lemak, dan glikoprotein. Yang dapat dievaluasi dari sputum adalah karakteristik fisiknya, mikroorganismenya, adanya sel-sel keganasan, proses inflamasi, dan perubahan patologis dari mukosa bronkus. 23 Analisa sputum dapat melengkapi pemeriksaan CT scan toraks, oleh karena sel-sel tumor yang terletak di saluran nafas sentral akan ber-eksfoliatif ke dalam sputum lebih banyak dibandingkan sel-sel tumor yang berada di perifer. 24 Dasar dari gambaran sitologi sel-sel epitel bronkus mengalami eksfoliatif ke dalam sputum dapat memprediksikan risiko terjadinya kanker paru yaitu dari pemikiran bahwa perubahan sitologi sel epitel bronkus karena sel-sel mengalami progresi melalui tahapan-tahapan dari inflamasi menjadi kanker paru. Dasar ini dibuktikan dengan sering ditemukannya gambaran metaplasia skuamosa bronkus dan sel-sel atipik pada kanker paru yang invasif, dan penemuan dari beberapa kasus bahwa pasien-pasien dengan sitologi sputum yang jelek atau atipik sedang memiliki risiko yang tinggi untuk menderita kanker paru. 25 Pemeriksaan sitologi sputum saat ini menjadi satu-satunya metode non invasif yang dapat mendeteksi kanker paru dan lesi-lesi pre-keganasan secara Universitas Sumatera Utara dini. Walaupun spesifitas sitologi sputum konvensional sangat tinggi 98, namun sensitivitasnya sangat rendah. 24 Sitologi sputum memiliki spesifitas 99 dan sensitivitas 66, tetapi sensitivitas lebih tinggi pada lesi-lesi sentral 71 dibandingkan dengan lesi perifer 49. 6,14 Jenis sel tumor, lokasi, dan ukuran tumor mempengaruhi sensitivitas sitologi sputum. Cakupan diagnostik paling tinggi pada karsinoma skuamosa dan karsinoma sel kecil, tetapi paling rendah pada adenokarsinoma. Tumor yang lokasinya di sentral atau berada di lobus bawah dan berdiameter 2 cm memiliki cakupan yang lebih tinggi. Sitologi sputum memiliki akurasi 50-80 tergantung dari derajat diferensiasi sel-sel tumor. Tumor berdiferensiasi buruk akan lebih sulit untuk menentukan subtipe-nya. Pada pasien-pasien dengan tumor perifer yang berukuran kecil yang dapat dideteksi dengan CT scan toraks, hanya sekitar 4-11 kasus yang dapat dideteksi dengan sitologi sputum saja, dan 7-15 kasus dapat terdeteksi dengan kedua modalitas tersebut. 24,26 Pemeriksaan sitologi sputum sangat bergantung pada kemampuan untuk mengumpulkan sampel sputum yang adekuat, yang mencakup elemen-elemen seluler saluran nafas bawah. Akurasi diagnostik dari sitologi sputum, bagaimanapun, tergantung dari pengambilan sampel minimal 3 sampel dan teknik pengumpulan sputum, serta lokasi sentral atau perifer dan ukuran tumor. Blocking dkk. telah menunjukkan bahwa sensitivitas sitologi sputum dari 1 sampel berkisar 68, dari 2 sampel berkisar 78, dan dari ≥3 sampel berkisar 85-86. 14 Cara yang paling mudah adalah dengan cara batuk spontan di pagi hari, dengan mengumpulkan tiga buah sampel sputum sekuensial I selama 3 hari dan 3 buah sampel sputum Universitas Sumatera Utara sekuensial II selama 3 hari, untuk mendapatkan sputum yang sama adekuat dengan sputum induksi NaCl 3. Sampel sputum sekuensial II dapat mencakup lebih banyak kelainan dibandingkan dengan sekuensial I, oleh karena pasien sudah belajar membatukkan. Pada pasien-pasien yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan, induksi dengan NaCl 3 dapat lebih efektif. Perkusi dan vibrasi dada juga dapat meningkatkan cakupan diagnostik sputum. 25,27 Sputum pertama di pagi hari atau sputum setelahpost bronkoskopi cenderung memiliki cakupan diagnostik yang lebih tinggi. Cakupan diagnostik dari hanya satu sampel sputum berkisar 40, namun dengan pengumpulan yang berulang dapat mencapai 80 dari 4 sampel sputum. Bila ditangani oleh tenaga yang terampil, maka kekerapan terjadinya “false-postive” tidak melebihi dari 1. 26 Terdapat dua metode untuk mengumpulkanfiksasi sputum untuk pemeriksaan sitologi sputum, yaitu teknik pick-and-smear sputum langsungsegar dan teknik Saccomanno blended. Teknik pick-and-smear merupakan metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk mengumpulkan sputum, dimana sputum yang segar diperiksakan fragmen-fragmen jaringannya, darah, atau keduanya. Apusan dibuat dengan segera dan difiksasi dalam etanol 95. Modifikasi dari metode ini adalah teknik fiksasi Saccomanno, dimana sputum dikumpulkan dalam larutan etanol 50 dan polietilen glikol carbowax 2. Sputum yang terkumpul kemudian dihomogenisasi dalam blender dan dikonsentrasikan dengan menggunakan sentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang. Universitas Sumatera Utara Beberapa sediaan apus smears dapat dibuat dari material seluler yang telah dikonsentrasikan sedimen, dengan menggunakan dua buah kaca objek, dikeringkan di udara ruangan selama minimal 1 jam, kemudian diwarnai dengan teknik Papanicolaou. Larutan fiksasi Saccomanno yang mengandung carbowax lebih efektifsuperior dibandingkan dengan hanya menggunakan etanol saja. Keuntungan dari teknik fiksasi Saccomanno ini adalah pengumpulan sampel sputum yang homogen, pengawetan sel-sel yang lama, dan preparasi sel yang tipis thin-layer cell preparation. Sedangkan kekurangannya adalah pemecahan agregat-agregat sel dan fragmen-fragmen jaringan sewaktu homogenisasi, serta membutuhkan tenaga laboran yang terampil. 25,27,28 Pada penelitian Rizzo dkk., lebih banyak sel yang dapat didiagnosis dan ditemukan pada sputum yang dikumpulkan dengan teknik fiksasi Saccomanno daripada teknik pick-and-smear. Lebih banyak informasi diagnostik dan lebih sedikit terjadinya negatif palsu bila menggunakan teknik Saccomanno. 11 Kategori diagnostik untuk pemeriksaan sitologi meliputi : 28 a. Tidak dapat didiagnosis non-diagnostic specimens Bila pada spesimen tidak terdapat materi seluler, hanya ditemukan adanya sel-sel darah atau artefak-artefak sewaktu preservasi. Termasuk dalam kategori ini adalah specimen yang terdiri dari elemen-elemen seluler jinak Universitas Sumatera Utara epitel, makrofag, sel-sel inflamasi. Dalam hal ini harus dikemukakan alasan kenapa dimasukkan ke dalam kategori ini. b. Lesi jinak spesifik specific benign lesions Kategori ini meliputi semua neoplasma jinak, proses inflamasi, dan apusan pada proses infeksi jamur, mycobacterium, dan bakteri, serta harus dideskripsikan secara spesifik, seperti jinak-hamartoma, jinak-inflamasi granuloma yang sesuai dengan tuberculosis, dan lain sebagainya. c. Atipikal, kemungkinan jinak atypical cells present, probably benign Kategori ini digunakan bila ditemukan komponen epitel atau mesenkim dengan inti atipik nuclear atypia sebagai perubahan yang reaktif atau reparatif reparative. Diagnosis ini tidak berdiri sendiri tetapi membutuhkan korelasi patologi klinik dan pemeriksaan tambahan bila ada indikasi secara klinis. d. Atipikal, curiga keganasan atypical, suspicious malignancy Kategori ini meliputi specimen yang menunjukkan gambaran atipik yang diyakini berisiko tinggi terjadinya keganasan sel-sel sangat abnormal. e. Keganasan malignancy Kategori ini dibuat bila ditemukan adanya diagnosis definitif keganasan, disertai dengan jenis histologi karsinoma. Harus dideskripsikan apakah Universitas Sumatera Utara keganasan berasal dari epital atau non-epitel, dan bila berasal dari epitel, harus dijabarkan lebih lanjut apakah sel kecil small cell atau bukan sel kecil non small cell ataukah metastasis. Oleh karena itu sangat dibutuhkan korelasi dengan klinis. Sitologi sputum telah dipublikasikan sebagai metode untuk mengetahui risiko terjadinya kanker paru. Saccomanno dkk. melaporkan progresi dari perubahan sitologi sampai menjadi karsinoma pada populasi risiko tinggi di Colorado Barat. Perubahan morfologi sitologi ini dapat mendeteksi dini kanker paru dan perubahan lesi-lesi pre-keganasan dapat terdeteksi beberapa tahun sebelum diagnosis kanker paru ditegakkan secara klinis. 6,18 Telah dilaporkan dalam beberapa penelitian bahwa atipik berat akan berisiko 45 berkembang menjadi kanker paru dalam 2 tahun. Pada penelitian Johns Hopkins dalam National Cancer Institute Cooperative Early Lung Cancer Detection Project, dinyatakan bahwa atipik sedang juga berisiko berkembang menjadi kanker paru. Sebanyak 40 pasien dengan atipik sedang berkembang menjadi kanker paru dalam waktu yang lama, dibandingkan dengan 3 pasien non atipik. 27 Universitas Sumatera Utara Gambar 1A Gambar 1B Gambar 1. Sitologi sputum 27 Keterangan : 1A. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus yang normal pada sputum, dengan inti yang eksentrik dan sitoplasma apical yang banyak. 1B. Pewarnaan Papanicolaou dari sel-sel bronkus pada sputum dengan atipik sedang, sel eosinofilik dengan rasio inti : sitoplasma besar, membran inti ireguler, dan nukleolus yang berbeda. Induksi sputum Sputum yang didapatkan menggambarkan bagian bronkus. Sputum berisi hasil sekresi dari sel-sel epitel dan submukosa pernafasan. Dengan induksi didapatkan sputum yang adekuat dari saluran nafas bawah. Induksi Universitas Sumatera Utara sputum juga mengandung saliva, transudat, dan larutan sodium klorid. Tujuan induksi sputum adalah mengumpulkan sampel yang cukup dari saluran nafas individu yang tidak dapat mengeluarkan sputum secara spontan. Induksi sputum dapat menstimulasi batuk yang lebih produktif. 23 Sputum induksi mempunyai korelasi dengan BAL dan kumbah bronkus bronchial washing tetapi lebih kecil dibandingkan dengan biopsi bronkus. 8 Belum ada metode standar untuk induksi sputum. Prinsip yang ada pada berbagai metode ialah : 8 1. Pengobatan awal dengan bronkodilator salbutamol kerja singkat 2. Monitoring faal paru 3. Nebulisasi dengan nebulizer ultrasonikjet nebulizer 4. Konsentrasi cairan saline umumnya 3, 4, atau 5. Efek samping dari nebulisasi jarang terjadi, umumnya berupa pusing dizziness karena hiperventilasi atau mual nausea karena larutan saline hipertoniknya. 29 Selain itu dapat terjadi juga bronkospasme terutama pada pasien-pasien dengan riwayat asma, dapat dicegah dengan pemberian bronkodilator salbutamol 2.5 mg sebelum pemberian cairan saline. Pemberian saline hipertonik lebih efektif dibandingkan saline normal dalam hal menginduksi pengeluaran sputum. Tidak ada perbedaan hasil komposisi sel akibat perbedaan konsentrasi saline. Penggunaan nebulizer ultrasonik lebih berhasil dibandingkan dengan nebulizer jet. 8,27 Menurut Marek dkk. induksi Universitas Sumatera Utara sputum dapat dilakukan dengan inhalasi NaCl 3 selama 20 menit disertai dengan 2.5 mg Salbutamol dalam 20 ml NaCl 3. 30 Pada kondisi normal, sel-sel epitel yang melapisi pohon trakeobronkial berdampingan koheren dengan ketat dan tidak dapat dieksfoliasikan dengan mudah ke dalam sputum. Oleh karena itu, pertanda yang paling baik dari batuk yang dalam sputum adekuat adalah adanya fagosit alveolar. Sebaliknya, air liur saliva ditandai oleh adanya sel-sel skuamosa superfisial dari mukosa mulut, sering dengan partikel-partikel makanan dan debris-debris seluler dan aselular. Kadang air liur pasti menyertaibercampur dengan sputum; seorang ahli harus dapat mengidentifikasi dan memisahkan sputum dari air liur sebelum pemrosesan. 29 Sputum Post Bronkoskopi Ada beberapa teknik diagnostik yang biasanya dilakukan pada tindakan bronkoskopi, terutama bronkoskopi serat optik lenturfleksibel, yaitu washing, sikatan bronkusbrushing, bronchoalveolar lavageBAL, biopsi bronkus, dan juga sitologi sputum post bronkoskopi. Penelitian-penelitian terdahulu menyatakan sputum post bronkoskopi merupakan diagnostik yang valid. 31 Pada penelitian Kvale, Bode, dan Kini 1976, tindakan bronkoskopi dilakukan pada 228 orang pasien. Penelitian bersifat prospektif untuk menentukan teknik pengambilan spesimen yang mana yang memberikan Universitas Sumatera Utara cakupan diagnostik paling besar dalam mendiagnosis kanker paru, apakah sputum post bronkoskopi masih menjadi metode yang paling akurat, seperti waktu hanya bronkoskopi kaku rigid bronchoscopy yang tersedia. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dilakukan dari sikatan bronkus brushing, biopsi bronkus, sikatan bronkus dalam larutan saline, cucian bronkus washing, dan tiga buah sampel sputum post bronkoskopi selama 16-20 jam setelah tindakan post bronkoskopi. Sikatan bronkus dan biopsi bronkus memiliki cakupan diagnostik yang tinggi 65, sedangkan sputum post bronkoskopi kurang 40. Kombinasi sikatan bronkus dan biopsi bronkus memberikan akurasi yang paling optimal 79. Sedangkan kombinasi washing dan sputum post bronkoskopi tidak meningkatkan cakupan diagnostik yang bermakna. Namun ada peneliti-peneliti lainnya yang memikirkan bahaya terjadinya hipoksemia oleh karena instilasi larutan saline ke dalam saluran napas pada saat bronkoskopi. Spesimen sputum post bronkoskopi dapat menempati peranan tersendiri. Walaupun pasien yang koperatif dapat melakukannya sendiri di rumah atau rumah sakit, tetapi tanggung jawab tersebut tetap berada pada tenaga paramedis. 17 Penelitian Funahashi dkk. 1979 melakukan tindakan bronkoskopi pada 273 orang pasien untuk menentukan juga peranan aspirasi bronkus dan sputum post bronkoskopi setelah prosedur, dalam 4 jam setelah prosedur, dan 24 jam setelah prosedur dalam penegakan diagnosis kanker paru. Didapatkan hasil sensitivitas kombinasi sitologi aspirasi bronkus dengan sputum post bronkoskopi meningkat dari 41 17 orang menunjukkan hasil Universitas Sumatera Utara positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya secara bronkoskopi menjadi 61 25 orang positif dari 41 pasien yang tidak tampak kelainannya secara bronkoskopi. Sedangkan kombinasi biopsi forseps dan sikatan bronkus memiliki cakupan sebesar 97 61 orang positif dari 63 orang pasien dengan tumor yang terlihat secara bronkoskopi. 16 Larutan Fiksasi Saccomanno Saccomanno merupakan larutan fiksasi yang terdiri dari etanol 50 dan polietilen glikol carbowax 2. Etanol dapat diencerkan dari cairan etanol 96 dengan perbandingan 26 ml etanol 96 ditambah dengan 24 ml akuades. Polietilen glikol PEG atau yang disebut juga dengan carbowaxcarbowax sentry, Lipoxol, Lutrol E, Pluriol E. PEG adalah produk polimerasi dari etilen oksida atau produk kondensasi dari etilen glikol. Pemilihan kondisi reaksinya diperoleh produk dengan tingkat polimerasi yang berbeda, yang dinyatakan dengan berat molekul rata-rata. Dalam penelitian ini yang dipakai sebagai campuran Saccomanno adalah PEG 400, yang memiliki rumus kimia : H-O-CH 2 -CH 2 n OH dengan n = 8.2 dan 9.1 PEG 400 adalah cairan kental jernih, tidak berwarna, praktis tidak berwarna, bau khas lemah, agak higroskopik, larut dalam air, etanol 95, aseton, dan hidrokarbon aromatik. PEG bersifat bakterisida, penyimpanannya selama Universitas Sumatera Utara beberapa bulan tidak perlu mengkhawatirkan adanya pencemaran bakteri, oleh karena itu tidak diperlukan pengawetan sediaan. 32

2.4.5. Bronkoskopi