2.3. Media Kultur Jaringan
Menurut George dan Sherrington 1984 dan Pierik 1987, keberhasilan teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman sangat ditentukan oleh sifat medium yang
digunakan. Nutrisi sangat penting untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman baik secara in vitro maupun in vivo.
Media kultur tidak hanya terdiri dari makro dan mikro nutrien, tetapi juga mengandung karbohidrat, biasanya sukrosa, senyawa-senyawa organik tertentu,
vitamin, asam amino, dan zat pengatur tumbuh George Sherrington, 1984. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara
kultur jaringan. Menurut Yusnita 2003, komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan.
Komposisi tersebut antara lain, komposisi Knudson C 1946, Heller 1953, Nitsch dan Nitsch 1972, Gamborg dkk. B5 1976, Linsmaier dan Skoog-LS 1965, Murashige
dan Skoog-MS 1962, serta woody plant medium-WPM Lloyd dan McCown, 1980.
Media yang digunakan pada kultur embrio jeruk adalah media MS, terutama untuk tanaman herbaceus Hendaryono Wijayani, 1994. Medium yang
dikembangkan oleh Murashige dan Skoog MS untuk kultur jaringan tembakau digunakan secara luas untuk kultivasi kalus pada agar, demikian juga kultur suspensi sel
dalam medium cair. Keistimewaan medium MS adalah kandungan nitrat, kalium dan amoniumnya yang tinggi Wetter Constabel, 1991.
Medium MS banyak sekali digunakan dalam perbanyakan melalui budidaya jaringan misalnya Soepraptopo, 1987; Maryanto, 1987; Hendarko, 1982; Ambarwati,
1987 dalam Rineksane 2000 menyatakan bahwa, keberhasilan morfogenesis suatu budidaya jaringan salah satunya ditentukan oleh eksplan. Bagian tanaman yang dapat
dipergunakan sebagai eksplan bisa berupa embrio dewasa maupun embrio muda, bagian-bagian kecambah yang paling responsif, karena masih juvenil seperti kotiledon,
hipokotil, dan pucuk kecambah.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu faktor terpenting dalam keberhasilan pertumbuhan tanaman yang dikulturkan Koestiati, 1995. Zat pengatur tumbuh dalam
tanaman terdiri dari 5 kelompok yaitu auksin, giberelin, etilen, sitokinin dan asam absisat ABA Wattimena, 1988. Dalam kultur jaringan, zat pengatur tumbuh yang
sering digunakan adalah auksin dan sitokinin yang mempengaruhi pertumbuhan dalam kultur sel, jaringan dan organ Hendaryono dan Wijayani, 1994.
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung promote, menghambat dan merubah
proses fisiologi tumbuhan Abidin, 1995. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi
pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan organ. Pengaruh auksin telah dipelajari pada abad ke-19 oleh ahli Biologi, Charles Darwin. Zat pengatur tumbuh ini
diisolasi pada tahun 1928 dan diberi nama auksin Heddy, 1986. Menurut Wattimena 1992 sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur
pembelahan sel.
Menurut Gunawan 1995, golongan sitokinin yang sering ditambahkan adalah kinetin, zeatin dan benzilaminopurin BAP. Kinetin dan BAP bersifat tahan
terhadap degradasi dan harganya lebih murah.
Pierik 1987 dalam Rosmayati 1993 mengatakan bahwa, zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin dalam keseimbangannya merupakan kunci keberhasilan
penggunaan kultur jaringan. Pada kultur jaringan tembakau, pemberian auksin dengan kadar yang lebih tinggi dari sitokinin akan membentuk akar. Pemberian sitokinin
dengan kadar yang lebih tinggi dari auksin akan menghasilkan tunas atau pucuk. Namun ketika auksin dan sitokinin diberikan dalam jumlah yang sama, terbentuk kalus. Jadi
perbandingan auksin dan sitokinin akan mempengaruhi inisiasi tunas maupun akar Mukherji Ghosh, 1996. Menurut Hartman dan Kester 1997 bahwa Sitokinin
merupakan ZPT yang merangsang pembentukan tunas dan pembelahan sel terutama jika diberikan bersama-sama Auksin.
Universitas Sumatera Utara
Sitokinin pertama kali ditemukan dalam kultur jaringan di Laboratories of Skoog and Strong University of Wisconsin. Material yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah batang tembakau yang ditumbuhkan pada medium sintesis. Menurut Miller et al., 1955; 1956 dalam Wattimena 1988, senyawa yang aktif
adalah kinetin 6-furfuryl amino purine. Hasil penelitian menunjukan bahwa purine adenin sangat efektif. Skoog dan Miller meneliti senyawa-senyawa pada media kultur
jaringan yang dapat menumbuhkan kalus yang berasal dari empelur tembakau. Media dasar ini terdiri dari hara tanaman, sukrosa, vitamin dan glisin.
Bentuk dasar dari sitokinin adalah “adenin” 6-amino purin. Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Di dalam senyawa sitokinin,
panjang rantai dan hadirnya suatu double bond dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini Abidin, 1995. Menurut Fitrianti
2006, salah satu sitokinin sintetik yang mempunyai aktivitas tinggi dalam memacu pembelahan sel adalah kinetin. Adapun rumus bangun kinetin adalah sebagai berikut:
2.5. Kultur Jaringan Jeruk Keprok