Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern Dengan Good Corporate Governance (GCG) Sebagai Variabel Moderating Di Perusahaan Umum Bulog Kantor Pusat Dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (SUMBAGUT)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN PENGAWASAN INTERN DENGAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI PERUSAHAAN UMUM
BULOG KANTOR PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT)
TESIS
Oleh Edy Sarjono 117017046 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN PENGAWASAN INTERN DENGAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI PERUSAHAAN UMUM
BULOG KANTOR PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains Dalam Program Studi Ilmu Akuntansi pada
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh Edy Sarjono 117017046 / Akt
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN
PENGAWASAN INTERN DENGAN GOOD
CORPORATEGOVERNANCE(GCG)SEBAGAI
VARIABEL MODERATING PADA
PERUSAHAAN UMUM BULOG KANTOR
PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA
SUMATERABAGIANUTARA(SUMBAGUT)
Nama Mahasiswa : Edy Sarjono Nomor Pokok : 117017046 Program Studi : Akuntansi
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) Ketua
(Dra.Tapi Anda Sari Lubis,M.Si,Ak) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.Dr.Ade Fatma Lubis,MAFIS,MBA,CPA) ( Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc )
(4)
Tanggal Lulus : 20 Juli 2013 Telah diuji pada
Tanggal : 20 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA Anggota : 1. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
2. Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak
3. Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak 4. Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak
(5)
PERNYATAAN Judul Tesis
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN PENGAWASAN INTERN DENGAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI PERUSAHAAN UMUM
BULOG KANTOR PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT)
Dengan ini penulis menyatakan bahwa Tesis ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Akuntansi Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis
sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian
tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan
ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian
disertasi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam
bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik
yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Medan, 20 Juli 2013
Yang Membuat Pernyataan
Edy Sarjono
(6)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN PENGAWASAN INTERN DENGAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI PERUSAHAAN UMUM
BULOG KANTOR PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern dengan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderating secara parsial dan simultan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern yang akan diteliti adalah Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja yang dimiliki oleh Satuan Pengawasan Intern di Perusahaan Umum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang terdiri dari Divre NAD, Divre Sumatera Utara, Divre Sumatera Barat dan Divre Riau. Metode yang digunakan adalah Metode Sensus dalam pengambilan sampel yang disebut juga sampel jenuh yang mana jumlah sampel relatif sedikit. Jumlah sampel yang dikirim kuesioner dalam penelitian ini berjumlah 38, namun hanya 33 kuesioner yang dikembalikan dan lengkap untuk diolah lebih lanjut. Hasil penelitian ini pada persamaan pertama menunjukkan bahwa secara simultan Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja secara bersama-sama berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Secara parsial Objektivitas dan Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern, sedangkan Independensi, Integritas, Kompetensi dan Pengalaman Kerja tidak berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern. Variabel Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern. Pada persamaan
kedua menunjukkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) bukan
merupakan variabel moderating dan interaksinya masing-masing dengan Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja tidak dapat memperkuat Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern Perum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
Kata Kunci : Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas, Pengalaman Kerja, Good Corporate Governance (GCG), Kualitas Hasil Pemeriksaan
(7)
THE FACTORS INFLUENCING THE QUALITY OF THE RESULTS OF EXAMINATION DONE BY INTERNAL SUPERVISORY UNIT WITH
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) AS MODERATING VARIABLE AT THE HEAD OFFICE OF BULOG PUBLIC
COMPANY AND ITS REGIONAL DIVISIONS IN NORTHERN SUMATERA AREA
ABSTRACT
The purpose of this study was to find out the factors simultaneously and partially influencing the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit with Good Corporate Governance (GCG) as moderating variable. The factors studied were Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience owned by the Internal Supervisory Unit at the Head Office of Bulog (Logistics Management Board) Public Company and its Regional Divisions in Northern Sumatera Area consisting of NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, and Riau Regional Divisions. The samples for this study were selected through census sampling method due to the relative small number of population. Number of samples were sent questionnaires in this study is 38, but only 33 questionnaires were returned complete and for further processing. In the first equation, the result of this study showed that simultaneously Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience had influence on the quality of the results of examination, while partially, Objectivity and Good Corporate Governance (GCG) had a significant influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit, while Independency, Integrity, Competency, and Work Experience did not have any influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit. The variable of Good Corporate Governance (GCG) had a significant influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit. In the second equation, the result of this study showed that Good Corporate Governance (GCG) was not a moderating variable and could not reinforce respective interaction between Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience and Good Corporate Governance (GCG) on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit at the Head Office of Bulog (Logistics Management Board) Public Company and its Regional Divisions in Northern Sumatera Area.
Keywords: Independency, Integrity, Competency, Objectivity, Work Experience, Good Corporate Governance, Examination Result Quality
(8)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Pertama-tama dan yang paling utama, penulis mengucapkan puja, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan berkah-Nya, tak lupa pula shalawat dan salam kepada nabi besar Rasul Allah Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Selama melaksanakan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA., selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si. Ak., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Akuntansi Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
5. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak., selaku Ketua Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan
6. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak., Selaku Anggota Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan
7. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak., selaku Anggota Komisi Pembanding atas saran dan kritik yang diberikan
8. Seluruh dosen yang telah menyumbangkan ilmunya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu selama penulis mengikuti perkuliahan.
9. Orangtua tersayang : Ibunda Almh. Salmiah, Ayahnda Alm. H. Muhammad Djamil, Abangda Alm. Ir. Sumardan, Kakanda Dra. Agusmawaty Djamil yang telah menginspirasi penulis.
10.Istri tercinta Desi Chairida Hasibuan yang senantiasa memberikan doa, cinta, dan kasih sayang tiada henti kepada penulis sejak memulai perkuliahan hingga saat ini.
(9)
11.Anak-anak yang tercinta Muhammad Arya Syandika, Muhammad Satria Wahyudi dan Almira Tarisa Putri yang telah memberikan motivasi kepada penulis, semoga kelak menjadi anak yang sukses dan menjadi anak soleh dan soleha yang selalu mendoakan orangtuanya
12.Dirut, Jajaran Direksi yang telah memberikan izin untuk melaksanakan tugas belajar di Sekolah Pasca Sarjana USU dan seluruh fasilitator yang telah memberikan support di Perusahaan Umum Bulog.
13.Rekan-rekan kerja Perum Bulog Kantor Pusat, Divre NAD, Divre Sumatera Barat, Divre Sumatera Utara dan Divre Riau yang telah mendukung penulis dan bersedia memberikan waktunya untuk pengisian kuesioner pada penelitian ini
14.Staf/karyawan Sekretariat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dari sisi administrasi selama penulisan dan penyelesaian tesis ini.
15.Seluruh rekan–rekan mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas masukan dan saran yang diberikan.
Akhirullkalam penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga Allah SWT memberkahi kita semua, Amin.
Medan, 20 Juli 2013 Penulis,
Edy Sarjono
(10)
RIWAYAT HIDUP
N a m a : Edy Sarjono
DATA PRIBADI
Tempat/Tgl Lahir : Medan, 04 Februari 1971
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Kompleks Bulog/Dolog
Jl. Sawah Halus No. 1-F Kelurahan Helvetia Timur Medan Helvetia Kota Medan.
Nomor Telp : 0852 9649 1023
Nama Ayah : Alm. H. Muhammad Djamil
Nama Ibu : Almh. Salmiah
a. TK : TK IKAL Medan
PENDIDIKAN
b. SD : SD IKAL Medan, Lulus tahun 1984
c. SMP : SMP Negeri 16 Medan, Lulus tahun 1987
d. SMA : SMA Negeri 11 Medan, Lulus tahun 1990
e. D3 : Politeknik USU Medan, Lulus tahun 1995
f. S1 : Universitas Medan Area, Lulus tahun 2004
g. S2 : Sekolah Pasca Sarjana USU, Lulus tahun 2013
Tahun 1996 – Sekarang : Perusahaan Umum Bulog Divisi Regional
Sumatera Utara
PENGALAMAN KERJA
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5. Originalitas ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Landasan Teori ... 11
2.1.1 Hubungan Internal Audit dan Good Corporte Governance (GCG) ... 11
2.1.2 Standar Audit Intern ... 11
2.1.3 Tanggung Jawab dan Peranan Auditor Internal ... 14
2.1.4 Peran dan Tujuan Pengawasan Internal ... 15
2.1.5 Jenis-jenis Audit Intern ... 17
2.1.6 Posisi Audit Intern dalam Perusahaan ... 18
2.1.7 Satuan Pengawasan Intern (SPI) ... 22
2.1.7.1 Independensi ... 23
2.1.7.2 Integritas ... 30
2.1.7.3 Kompetensi ... 31
2.1.7.4 Objektivitas ... 33
2.1.7.5 Pengalaman Kerja ... 35
2.1.8 Prinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Coorporate Governance) ... 36
2.1.9 Perancangan dan Pengembangan Penerapan Good Corporate Governance yang Baik ... 37
2.1.10 Penerapan GCG secara berkelanjutan ... 48
2.1.11 Pemimpin Perusahaan dan Atributnya ... 49
2.1.12 Strategi Pengembangan Praktek GCG di Perusahaan Publik ... 50
2.1.13 Kualitas Hasil Pemeriksaan... 51
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 54
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 59
3.1 Kerangka Konsep ... 59
3.2 Hipotesis Penelitian ... 61
(12)
BAB IV METODE PENELITIAN ... 63
4.1 Jenis Penelitian ... 63
4.2 Lokasi Penelitian ... 63
4.3 Populasi dan Sampel ... 63
4.4 Metode Pengumpulan Data ... 64
4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 65
4.6 Metode Analisis Data ... 66
4.6.1 Statistik Deskriptif ... 66
4.6.2 Uji Kualitas Data ... 66
4.6.3 Uji Asumsi Klasik ... 68
4.6.4 Pengujian Hipotesis ... 70
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 74
5.1 Deskriptif Data ... 74
5.1.1 Karakteristik Penelitian ... 75
5.2 Analisis Data ... 76
5.2.1 Uji Validitas ... 76
5.2.2 Uji Realibilitas ... 78
5.3 Uji Asumsi Klasik ... 78
5.3.1 Pengujian Normalitas ... 79
5.3.2 Pengujian Multikolinearitas ... 80
5.3.3 Pengujian Heteroskedastisitas ... 81
5.4 Deskripsi Statistik ... 83
5.4.1 Pengujian Hipotesis Pertama ... 83
5.4.2 Pengujian HIpotesis Kedua ... . 88
5.5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 95
5.5.1 Hasil Hipotesis Pertama ... 95
5.5.2 Hasil Hipotesis Kedua ... 98
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
6.1 Kesimpulan ... 100
6.2 Keterbatasan ... 101
6.3 Saran ... 102
(13)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Kerangka Lengkap Standar Audit Intern. ... 13
2.2. Theoritical Mapping. ... 57
4.1. Definisi Operasional Variabel ... 66
5.1. Pengumpulan Data ... 74
5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75
5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 75
5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 76
5.5. Hasil Pengujian Validitas ... 77
5.6. Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha ... 78
5.7. Hasil Pengujian Reliabilitas ... 78
5.8. Uji Normalitas Data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. ... 79
5.9. Pengujian Multikolinearitas ... 81
5.10. Rangkuman Statistik Deskriptif ... 83
5.11. Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan Pertama ... 84
5.12. Uji Statisktik F (Simultan) Pertama ... 87
5.13. Uji Analisis Koefisien Determinasi (R2 5.14. Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan Kedua …………. ... 88
) Pertama ... 87
5.15. Uji Statisktik F (Simultan) Kedua ... 93
5.16. Uji Analisis Koefisien Determinasi (R2)Kedua ... 93
(14)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Struktur organisasi perusahaan dengan bagian satuan pengawasan
intern memiliki tanggung jawab primer. ... 20
2.2. Struktur organisasi perusahaan dengan bagian audit intern memiliki tanggung jawab kepada manajemen dan tanggung jawab kepada dewan komisaris. ... 22
3.1. Kerangka Konsep. ... 59
5.1. Pengujian Normalitas Data. ... 79
5.2. Normal P-P Plot ... 80
(15)
DAFTAR LAMPIRAN No Judul
Lampiran 1 Permohonan pengisian kuesioner ………..……..108
Lampiran 2 Instrumen Penelitian………..109
Lampiran 3 Hasil Jawaban Kuesioner………..114
Lampiran 4 Output SPSS………...115
Lampiran 5 Hasil Regresi Persamaan Pertama……….121
Lampiran 6 Hasil Regresi Persamaan Kedua………124
Lampiran 7 Tabel Rangkuman Hasil Uji t (Parsial)………..…128
(16)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HASIL PEMERIKSAAN SATUAN PENGAWASAN INTERN DENGAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) SEBAGAI VARIABEL MODERATING DI PERUSAHAAN UMUM
BULOG KANTOR PUSAT DAN DIVRE-DIVRE AREA SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern dengan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderating secara parsial dan simultan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Intern yang akan diteliti adalah Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja yang dimiliki oleh Satuan Pengawasan Intern di Perusahaan Umum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang terdiri dari Divre NAD, Divre Sumatera Utara, Divre Sumatera Barat dan Divre Riau. Metode yang digunakan adalah Metode Sensus dalam pengambilan sampel yang disebut juga sampel jenuh yang mana jumlah sampel relatif sedikit. Jumlah sampel yang dikirim kuesioner dalam penelitian ini berjumlah 38, namun hanya 33 kuesioner yang dikembalikan dan lengkap untuk diolah lebih lanjut. Hasil penelitian ini pada persamaan pertama menunjukkan bahwa secara simultan Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja secara bersama-sama berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Secara parsial Objektivitas dan Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern, sedangkan Independensi, Integritas, Kompetensi dan Pengalaman Kerja tidak berpengaruh terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern. Variabel Good Corporate Governance (GCG) berpengaruh dan signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern. Pada persamaan
kedua menunjukkan bahwa Good Corporate Governance (GCG) bukan
merupakan variabel moderating dan interaksinya masing-masing dengan Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas dan Pengalaman Kerja tidak dapat memperkuat Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern Perum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
Kata Kunci : Independensi, Integritas, Kompetensi, Objektivitas, Pengalaman Kerja, Good Corporate Governance (GCG), Kualitas Hasil Pemeriksaan
(17)
THE FACTORS INFLUENCING THE QUALITY OF THE RESULTS OF EXAMINATION DONE BY INTERNAL SUPERVISORY UNIT WITH
GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) AS MODERATING VARIABLE AT THE HEAD OFFICE OF BULOG PUBLIC
COMPANY AND ITS REGIONAL DIVISIONS IN NORTHERN SUMATERA AREA
ABSTRACT
The purpose of this study was to find out the factors simultaneously and partially influencing the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit with Good Corporate Governance (GCG) as moderating variable. The factors studied were Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience owned by the Internal Supervisory Unit at the Head Office of Bulog (Logistics Management Board) Public Company and its Regional Divisions in Northern Sumatera Area consisting of NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, and Riau Regional Divisions. The samples for this study were selected through census sampling method due to the relative small number of population. Number of samples were sent questionnaires in this study is 38, but only 33 questionnaires were returned complete and for further processing. In the first equation, the result of this study showed that simultaneously Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience had influence on the quality of the results of examination, while partially, Objectivity and Good Corporate Governance (GCG) had a significant influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit, while Independency, Integrity, Competency, and Work Experience did not have any influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit. The variable of Good Corporate Governance (GCG) had a significant influence on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit. In the second equation, the result of this study showed that Good Corporate Governance (GCG) was not a moderating variable and could not reinforce respective interaction between Independency, Integrity, Competency, Objectivity, and Work Experience and Good Corporate Governance (GCG) on the quality of the results of examination done by Internal Supervisory Unit at the Head Office of Bulog (Logistics Management Board) Public Company and its Regional Divisions in Northern Sumatera Area.
Keywords: Independency, Integrity, Competency, Objectivity, Work Experience, Good Corporate Governance, Examination Result Quality
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Operasional perusahaan dijalankan oleh manajemen sesuai pada peraturan
dan ketentuan yang berlaku. Pada perusahaan milik negara, dalam menjalankan
roda perusahaan manajemen akan diawasi oleh fungsi satuan pengawasan internal
yang akan tergambar dari laporan hasil pemeriksaan yang berkualitas yang
dilakukan oleh satuan pengawasan intern. Pengawasan internal merupakan alat
yang baik untuk membantu manajemen dalam menilai operasi perusahaan guna
dapat mencapai tujuan usaha, pengawasan internal berusaha dengan semua cara
menyangkut dengan pengamanan harta benda dan dapat dipercayainya catatan
keuangan (pembukuan). Pada umumnya pengawasan akuntansi meliputi sistem
pemberian wewenang (otorisasi) dan sistem persetujuan pemisahan antara tugas
operasional, tugas penyimpanan harta kekayaan dan tugas pembukuan,
pengawasan fisik.
Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tugas manajemen dilaksanakan
oleh direksi yang terikat harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta
kewajaran (UU No. 19 Tahun 2003) dalam bentuk dewan pengawas dan satuan
pengawasan intern (SPI). Apabila SPI bertugas sesuai dengan peran dan
fungsinya maka perusahaan dapat mencegah terjadinya kehilangan keuangan
perusahaan dan menjaga aset perusahaan dari tindakan korupsi, kelalaian,
kebiasaan salah yang dibenarkan, penyimpangan, kecurangan dan pemborosan.
(19)
prosedur terutama menyangkut efisiensi usaha dan ketaatan terhadap kebijakan
pimpinan. Pengawasan internal mempunyai peranan yang sangat penting bagi
suatu organisasi perusahaan, apabila ada dewan direksi yang menganggap satuan
pengawasan intern (SPI) tidak penting maka tunggulah kehancuran perusahaan
itu. Memperkuat SPI seharusnya berawal dari itikad baik top manajemen untuk
memajukan perusahaan, SPI bukanlah unit kerja yang berhubungan langsung
dengan penghasilan perusahaan, tetapi ketika peran dan fungsi SPI berjalan sesuai
treknya maka berhubungan tidak langsung dengan peningkatan penghasilan.
Peningkatan penghasilan ini berasal dari tertibnya pembukuan keuangan sehingga
tidak terjadinya kehilangan keuangan perusahaan, menjaga aset perusahaan dari
tangan-tangan jahil.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 1997-1998 yang
diakibatkan oleh efek menular krisis ekonomi yang terjadi di negara Asia yang
menyebabkan banyak perusahaan yang bergerak di sektor riel maupun jasa
perbankan mengalami gulung tikar. Salah satu faktor penyumbang krisis ekonomi
tersebut yaitu lemahnya pengawasan dan belum diterapkannya praktik tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) dengan efektif dan berkelanjutan, maka para ahli menyarankan agar di setiap perusahaan harus
memiliki dan menjalankan tugas dan fungsi yang disebut sebagai satuan
pengawasan intern (SPI) dan menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) secara efektif dan berkelanjutan.
Menurut laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintahan Pusat (LHP LKPP)
Tahun 2012 yang didalamnya termasuk Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga (LKKL) dan telah disampaikan BPK kepada DPR RI
dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II DPR RI pada Juni 2013 bahwa
(20)
BPK RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) kepada Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun 2012, dimana dari sebanyak 37
kementerian/lembaga yang telah diperiksa sebanyak 24 kementerian/lembaga
mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan 13 kementerian/lembaga
mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), opini WDP tahun 2012 ini
sama dengan opini BPK RI Tahun 2011.
Begitu pula dengan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah
(LHP LKPD) Tahun 2011 yang telah dilakukan oleh BPK RI menjelaskan dari
total 520 LKPD tang telah diperiksa sebanyak 349 LKPD atau 67% mendapat
opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 67 LKPD atau 13% mendapat opini
Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 8 LKPD atau 2% mendapat opini Tidak Wajar
(TW) dan 96 LKPD atau 18% mendapat opini Tidak Memberikan Pendapat
(TMP) menurut BPK RI (tahun 2013), hal ini memperlihatkan fenomena bahwa
masih ada permasalahan dengan peran pemeriksa intern, hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan oleh pemeriksa intern tidak dapat dijadikan referensi untuk
memperbaiki kesalahan dan kekeliruan sehingga berakhir dengan mendapat opini
yang relatif buruk.
Indikasi peran satuan pengawasan intern (SPI) diperlemah bisa dilihat dari
mengamputasi kewenangannya, menempatkan individu yang tidak layak dan
mempunyai integritas yang lemah, tidak objektif dan tidak berpengalaman serta
membuat SPI tidak independen baik secara fakta maupun secara kesan.
Pelemahan SPI ini menjadi tanda bahwa ada gejala ketidakseriusan top
manajemen untuk memajukan perusahaan dan melindungi keuangan serta aset
(21)
objektivitas auditor, pengalaman kerja dan kompetensi yang melekat pada diri
auditor bukan jaminan hasil pemeriksaannya akan berkualitas.
Pada perusahaan milik publik dipastikan bahwa cukup banyak perusahaan
yang telah menjadi milik publik yang belum menerapkan tata kelola korporasi
yang baik, banyak dijumpai perusahaan publik yang masih terus merugi setiap
tahun dan dapat pula kita saksikan bagaimana kasus seperti proyek pembangunan
sarana olah raga di Hambalang terus bergulir di pengadilan. Menurut hasil audit
investigasi tahap I pada Oktober 2012 yang telah dilakukan oleh badan pemeriksa
keuangan (BPK) dan diserahkan kepada DPR RI menyatakan bahwa ditemukan
salah satu indikasi penyelewengan yang terjadi yaitu penyimpangan dan
penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan berbagai pihak baik pihak
kementerian dan perusahaan rekanan yang berada di bawah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) seperti PT. Adhi Karya Tbk. Dan PT Wijaya Karya.
Demikian pula pada kasus proyek atau pengadaan pemerintah lainnya
yang mana berdasarkan temuan audit diantaranya adalah disebabkan karena
pejabat-pejabat negara yang tidak melaksanakan fungsi pengendalian dan
pengawasan seperti yang telah diatur dalam PP 60 Tahun 2008 dan tidak
menjalankan Peraturan Menteri BUMN No. Per-01/MBU/2011 khususnya bab X
pasal 40 ayat 1 yang berbunyi “Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas,
Direksi dan karyawan dilarang memberikan atau menawarkan atau menerima baik
langsung maupun tidak langsung sesuatu yang berharga kepada atau dari
pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai
imbalan atas apa yang telah dilakukannnya dan tindakan lainnya, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Pada perusahaan milik negara atau perusahaan publik berjalannya roda
opersional perusahaan dengan baik sangat berkaitan erat dengan
(22)
penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governace) seperti yang diamanatkan pada Peraturan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Peraturan tata kelola perusahaan yang baik terus diperbaiki terbukti
dengan dikeluarkannya peraturan menteri negara badan usaha milik negara No.
Per-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada badan usaha milik negara. Pada perusahaan umum Bulog nilai perusahaan diwujudkan dengan pencapaian Kualitas, Integritas, Team work, Inovatif dan Responsif (KITIR), sehingga dapat memberikan gambaran yang objektif dan menyeluruh kepada stakeholder tentang kinerja perusahaan.
Perusahaan publik bukan hanya perlu bertanggung jawab penuh kepada
pemegang saham yang memilikinya melalui lembaga-lembaga pemerintah dan
swasta maupun perorangan, tetapi sekaligus dapat membuktikan diri bahwa
perusahaan mampu berkiprah sesuai dengan norma bisnis yang juga berlaku bagi
perusahaan lain di seluruh dunia. Perusahaan perlu bekerja, minimal dengan
menjunjung nilai etika bisnis yang berlaku secara universal bila ingin membangun
citranya sebagai pengelola bisnis yang dihargai pada tataran global yang tidak
hanya berlaku di dalam negeri melainkan juga berlaku secara internasional.
Masalah yang dihadapi dalam peningkatan fungsi dan tugas SPI adalah
bagaimana meningkatkan sikap/perilaku, kemampuan aparat pengawasan dalam
melaksanakan pemeriksaan, sehingga pengawasan yang dilaksanakan harus pula
dibarengi dengan prinsip-prinsip good coorporate governance meliputi : profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung
jawaban serta kewajaran. Pengguna laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan
(23)
berwibawa, tertib dan teratur dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai
ketentuan yang berlaku sebagaimana dimuat dalam Piagam SPI (SPI Charter),
sehingga piagam SPI dimaksudkan untuk menjaga perilaku SPI dalam
melaksanakan tugasnya, menjaga mutu hasil pemeriksaan yang dilaksanakan
oleh SPI. Dengan adanya aturan tersebut dewan pengawas dapat menilai
sejauh mana SPI telah bekerja sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Piagam SPI salah satunya adalah bertujuan untuk mencegah terjadinya tingkah
laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan
terlaksananya program pemeriksaan sehingga terwujud personil pemeriksa intern
yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Prinsip-prinsip yang berlaku bagi pemeriksa intern terutama dalam hal
independensi, integritas, kompetensi, objektivitas dan pengalaman kerja.
Independensi diperlukan agar pemeriksa dapat mengeluarkan pendapat
dengan bebas tanpa keberpihakan dan tendensi; integritas diperlukan agar
pemeriksa dapat bertindak jujur dan tegas dalam melaksanakan audit;
objektivitas diperlukan agar pemeriksa dapat bertindak adil tanpa dipengaruhi
oleh tekanan atau permintaan pihak tertentu yang berkepentingan atas hasil
pemeriksaan; serta pengalaman kerja pemeriksa dapat mendukung
pemeriksaan dalam menjalankan tugasnya dengan baik.
Begitu pula dengan Peraturan Menteri BUMN No. Per-09/MBU/2012
tentang perubahan atas peraturan menteri negara badan usaha milik negara No.
Per-01/MBU/2011 tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada badan usaha milik negara berkaitan dengan penegakan prinsip-prinsip good corporate governance sehubungan fungsi dan peran satuan pengawasan intern dalam menghasilkan laporan pemeriksaan yang
berkualitas maka merupakan hal menarik untuk mengadakan penelitian tentang
(24)
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
satuan Pengawasan intern (SPI) yaitu terutama faktor independensi, integritas,
kompetensi, objektivitas dan pengalaman kerja serta penerapan prinsip-prinsip
good coorporate governance (GCG) terhadap kualitas hasil pemeriksaan satuan pengawasan intern.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor perilaku
satuan pengawasan intern yaitu independensi, integritas, kompetensi, objektivitas
dan pengalaman kerja dan penerapan prinsip-prinsip good coorporate governance
(GCG) akan memiliki hubungan positif yang memperkuat hubungan terhadap
kualitas hasil pemeriksaan satuan pengawasan intern. Adapun faktor-faktor
perilaku satuan pengawasan intern ditinjau dari 5 (lima) variabel independen
(bebas) yang akan dibahas yaitu independensi, integritas, kompetensi, objektivitas
dan pengalaman kerja dengan indikatornya masing-masing. Sedangkan variabel
moderating yaitu good corporate governance (GCG) ditinjau melalui 5 (lima) prinsip yang dijadikan indikator yaitu transparansi, akuntabilitas, kemandirian,
pertanggungjawaban dan kewajaran.
Atas dasar latar belakang yang telah dijelaskan pada uraian diatas serta
adanya usaha pelemahan dengan memberi persepsi bahwa satuan pengawasan
intern tidak penting, kuatnya rasa kekeluargaan, pertemanan, kebersamaan dan
pertimbangan manusiawi serta bagaimanakah konsistensinya atas penerapan
keputusan menteri Badan Usaha Milik Negara tentang penerapan prinsip-prinsip
good coorporate governance (GCG) perusahaan yang diharapkan akan dapat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan maka peneliti tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan Satuan Pengawasan Intern dengan Good Coorporate Governance (GCG) sebagai Variabel Moderating di Perusahaan Umum
(25)
Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pada uraian sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian adalah :
1. Apakah independensi, integritas, kompetensi, objektivitas dan pengalaman
kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan satuan
pengawasan intern di Perum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area
Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) secara simultan dan parsial?
2. Apakah good corporate governance (GCG) dan interaksinya masing-masing dengan independensi, integritas, kompetensi, objektivitas dan pengalaman
kerja berpengaruh dan signifikan serta dapat memperkuat atau memperlemah
kualitas hasil pemeriksaan satuan pengawasan intern di Perum Bulog Kantor
Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan maka tujuan
penelitian ini dimaksudkan untuk :
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh independensi, integritas, kompetensi,
objektivitas dan pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan satuan
pengawasan intern di Perum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area
Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) secara simultan dan parsial
2. Mengetahui dan menganalisis good corporate governance (GCG) dan interaksinya masing-masing dengan independensi, integritas, kompetensi,
objektivitas dan pengalaman kerja berpengaruh dan signifikan serta dapat
(26)
memperkuat atau memperlemah kualitas hasil pemeriksaan satuan pengawasan
intern di Perum Bulog Kantor Pusat dan Divre-Divre Area Sumatera Bagian
Utara (Sumbagut).
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti. Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, wawasan dan
pemahaman tentang internal audit dan kualitas hasil pemeriksaan satuan
pengawasan intern khususnya di Perusahaan Umum Bulog Kantor Pusat dan
Divre-Divre Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut).
2. Bagi perusahaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan peranan internal audit dalam menjalankan
tugasnya sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaanya.
3. Bagi peneliti selanjutnya. Dapat berguna sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya yang tertarik pada bidang kajian ini dengan variabel
yang berbeda.
1.5. Originalitas
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian terdahulu dari Sukriah,
Akram dan Inapaty (2009) yang berjudul Pengaruh Pengalaman Kerja,
Independensi, Obyektivitas, Integritas dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil
Pemeriksaan.
Penelitian Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektivitas,
Integritas dan Kompetensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dilakukan
(27)
Inspektorat di Pulau Lombok menyimpulkan bahwa Pengalaman Kerja,
Obyektivitas dan Kompetensi berpengaruh positif terhadap Kualitas Hasil
Pemeriksaan, sedangkan Independensi dan Integritas tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Sukriah dkk. (2009) adalah
penelitian terdahulu tidak menggunakan variabel moderating, dengan mengambil
populasi dan sampel seluruh Pegawai Negeri sipil (PNS) yang bekerja pada
Inspektorat di pulau Lombok dan periode penelitian dilakukan pada tahun 2009.
Sedangkan penelitian ini menggunakan populasi dan sampel personil Satuan
Pengawasan Intern (SPI) di Perum Bulog Kantor Pusat Jakarta dan Divre-Divre
Area Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) meliputi Divre Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD), Divre Sumatera Utara, Divre Sumatera Barat dan Divre Riau
dengan periode tahun 2013.
Perbedaan selanjutnya, peneliti ingin melihat pengaruh dan interaksi antar
variabel dengan menambahan variabel moderating yaitu Good Coorporate Governance (GCG) dengan pertimbangan atas terbitnya Peraturan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN, selanjutnya dirubah menjadi Peraturan Menteri BUMN No. Per-09/MBU/2012 tentang perubahan atas
peraturan menteri negara badan usaha milik negara No. Per-01/MBU/2011
tentang penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada badan usaha milik negara berkaitan dengan penegakan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) sehubungan fungsi dan peran satuan pengawasan intern dalam menghasilkan laporan pemeriksaan yang berkualitas.
(28)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Hubungan Internal Audit dan Good Corporate Governance (GCG)
Peranan internal audit dalam good corporate governance (GCG) yang dikeluarkan oleh KPMG dalam Purwaningsih (2008) berjudul Internal Audit’s Role in Corporate Governance disebutkan bahwa peranan kunci internal audit adalah membantu Dewan Pengawas / Komite Audit dalam peranan internal
memastikan adanya pengawasan yang memadai atas internal control dan dengan melakukan hal tersebut akan membentuk komponen yang integral dalam kerangka
kerja corporate governance perusahaan. Dalam hal ini, internal audit membantu dewan pengawas dan atau komite audit dalam pemenuhan tanggung jawab atas
tata kelola perusahaan yang baik.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perwujudan good corporate governance (GCG) membutuhkan peran pihak intern perusahaan, salah satunya yaitu peran internal audit. Internal auditor merupakan dukungan penting bagi
komisaris, komite audit, direksi dan manajemen senior dalam membentuk fondasi
bagi pengembangan good corporate governance (GCG)”
2.1.2. Standar Audit Intern
Dalam melakukan audit ada standar-standar yang harus dipatuhi oleh
setiap personil auditor termasuk auditor internal, dalam menjalankan tugasnya ada
aturan dan etika yang harus dijalankan dan tidak boleh diabaikan serta menjadi
pedoman bagi auditor sebagai tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar
ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka, seperti keahlian
(29)
Pemeriksa intern memerlukan pedoman atau standar dalam menjalankan
fungsinya. Institute of Internal Auditors (IIA) telah menetapkan standar praktek
bagi pemeriksa intern yang mengikat para anggotanya. Standar itu menetapkan
ukuran bagi operasi suatu audit intern yang memberi pengukuran konsisten
tentang kinerja audit (Sawyer, 1991:39). Kriteria yang ditetapkan dalam standar
itu dapat diterapkan pada semua perusahaan dan bagian audit intern merupakan
kekuatan yang dapat menyatukan pemeriksa intern seluruh dunia; mendorong
peningkatan praktek audit intern; mengenal segala sesuatu yang berkenaan dengan
peran baru, objektivitas, ruang lingkup dan kinerja audit intern; dan
mempromosikan pengakuan terhadap audit intern sebagai suatu profesi.
Kerangka lengkap standar audit intern adalah sebagai berikut : (Miller,
critied by Kell and Boynton, 1992:810) dalam Nasution (2008) dapat dilihat pada
tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kerangka Lengkap Standar Audit Intern
NAMA DOKUMEN PENGESAH KETERANGAN
Statement of Responsibilities of Internal Auditing Code of Ethnic
IIA Board of Directors
IIA Board of Directors
Membicarakan Peran dan tanggung jawab audit intern
Menetapkan standar perilaku professional untuk anggota IIA dan/atau pemeriksa intern berijazah Standards for the
Professional Practice of Internal Auditing (Standards) General Standards
Spesific Standards
IIA Board of Directors
Proffesional standards committee (PSC)
Menetapkan 5 standar umum audit intern yang harus diikuti untuk memenuhi standar itu
Menetapkan 25 standar khusus yang harus diikuti untuk memenuhi standar umum
Guidelines PSC Menetapkan pedoman yang paling
berterima umum untuk memenuhi standar umum dan standar khusus. Statement in Internal
Auditing Standards (SIAS)
PSC Memberi interpretasi tentang standar
umum, standar khusus dan pedoman yang telah ditetapkan. Sebagai tambahan SIAS digunakan untuk manambah atau merubah pedoman yang ada
Practice Directives (PD) PSC Menentukan kebijakan dan prosedur
(30)
lembaga IIA menyusul pengelolaan standar professional
Proffesional standards Bulletins (PSB)
PSC Chairpersons Membicarakan permasalahan yang
dihasilkan dari aplikasi pernyataan standar IIA PSB bukan merupakan pernyataan resmi dari IIA. Untuk pedoman resmi, pemeriksa intern harus merujuk pada standar IIA tersebut diatas.
Di Indonesia, standar audit intern belum ditetapkan secara resmi yang
berlaku bagi seluruh perusahaan. Kalaupun ada, yaitu acuan yang dikeluarkan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berupa standar audit
SPI BUMN/D yang meliputi standar umum, standar audit, standar pelaporan dan
standar tindak lanjut. (Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FK-SPI)
BUMN/D, 1996:57). Sepertinya Standar Audit SPI BUMN/D tersebut
mengadaptasi Standards for professional practice of internal Auditing yang di keluarkan oleh institute of internal Auditors (IIA).
2.1.3. Tanggung Jawab dan Peranan Auditor Internal
Menurut Sawyer et al. (2006:6-8) menyatakan tanggung jawab auditor
internal adalah memberikan informasi yang diperlukan manajemen dalam
menjalankan tanggung jawab mereka secara efektif. Audit internal bertindak
sebagai penilai independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan
mengukur dan mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektivitas
kinerja perusahaan. Auditor internal memiliki peranan yang penting dalam semua
hal yang berkaitan dengan pengelolaan perusahaan dan risiko-risiko terkait
menjalankan usaha.
Audit internal di seluruh dunia melakukan pekerjaan yang sama yaitu
sangat memperhatikan pemborosan dan kecurangan, dari manapun sumbernya dan
sekecil apapun jumlahnya karena penyimpangan kecil bisa menjadi besar
(31)
Auditor internal memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa manajemen
menjalankan operasional perusahan dengan baik dan memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan dan mendeteksi penipuan atau kecurangan dan memelihara
pengendalian intern. Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan
prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak
bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya.
Kebijakan dan prosedur ini sering disebut pengendalian dan secara kolektif
membentuk pengendalian internal. Biasanya manajemen memiliki tiga tujuan
umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif:
1. Reliabilitas pelaporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk
menyiapkan laporan keuangan bagi para investor, kreditor dan pemakai
lainnya. Manajemen memikul tanggung jawab hukum maupun profesional
untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan
persyaratan pelaporan seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Tujuan pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah
memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.
2. Efisiensi dan efektivitas operasi. Pengendalian dalam perusahaan akan
mendorong pemakaian sumber daya secara efisien dan efektif untuk
mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan yang penting dari
pengendalian ini adalah memperoleh informasi keuangan dan non keuangan
yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan pengambilan
keputusan.
3. Ketaatan pada hukum dan peraturan. Section 404 mengharuskan semua
perusahaan publik mengeluarkan laporan tentang keefektifan pelaksanaan
pengendalian internal perusahaan atas pelaporan keuangan.
(32)
2.1.4. Peran dan Tujuan Pengawasan Internal
Peran pengawasan internal sangat strategis, paradigma baru peran
pengawasan internal adalah dalam rangka menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan dengan fungsi pengawasan atas risiko perusahaan. Pengawasan
internal sebagai suatu aktivitas penilaian independen yang dibentuk dalam suatu
organisasi yang melaksanakan kegiatannya bagi organisasi.
1.
Lebih lanjut lagi bahwa tujuan pengawasan internal menurut (Gil,
1996:16) adalah untuk membantu para anggota organisasi agar dapat
menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif, untuk tujuan tersebut
pengawasan internal menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian,
rekomendasi, nasihat dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa.
Untuk tujuan tersebut ruang lingkup pengawasan internal yaitu:
2.
Cukup tidaknya pengendalian internal;
3.
Kualitas pelaksanaan dalam menjalankan tanggungjawab yang diberikan;
4.
Reliabilitas dan integritas informasi keuangan dan operasional yaitu : untuk
membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung
jawabnya secara efektif, untuk tujuan tersebut pengawasan internal
menyediakan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat
dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa;
5.
Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan pengaturan;
6.
Verifikasi dan perlindungan harta;
Keekonomian dan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya.
1.
Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan internal dapat dirangkum
dalam tiga kata kunci yaitu:
2.
Memastikan (menentukan, memverifikasi)
(33)
3.
Adapun audit internal, sebagaimana yang dinyatakan Dewan Direksi IIA
dalam Sawyer et al. (2006:9) menyebutkan audit internal adalah sebuah aktivitas
independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi
nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu
organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis
dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses
pengelolaan risiko, kecukupan kontrol dan pengelolaan organisasi. Merekomendasi (memberi saran).
Uraian di atas bermakna bahwa tujuan audit intern adalah untuk membantu
anggota organisasi dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepada
mereka agar efektif. Bantuan tersebut diwujudkan dalam bentuk analisis,
penilaian, rekomendasi, konseling dan informasi yang berhubungan dengan
kegiatan yang diperiksa.
2.1.5. Jenis – Jenis Audit Intern
Sebagian pendapat mengatakan bahwa audit operasional identik dengan
audit manajemen dan beranggapan bahwa audit intern yang berada di luar lingkup
bidang audit keuangan disebut dengan audit operasional. Sementara pendapat
lain mengatakan bahwa tidak semua audit yang berada diluar audit keuangan
merupakan audit operasional dan ada bagian tertentu yang bukan audit
operasional tapi adalah audit manajemen. Audit intern dibagi atas audit
keuangan, audit operasional dan audit manajemen.
Perbedaan audit operasional dengan audit manajemen berbeda dalam hal
luas auditnya. Audit manajemen sebenarnya merupakan perluasan dari audit
operasional, sehingga meskipun teknik audit yang dipergunakan keduanya adalah
sama, namun penilaian lebih banyak dilakukan dalam audit manajemen
dibandingkan dengan audit operasional. Jadi perbedaannya yaitu bahwa audit
operasional itu penilaian yang dilakukan untuk manajemen (evaluation for Universita Sumatera Utara
(34)
management), sedangkan audit manajemen itu penilaian terhadap kegiatan manajemen (evaluation of management).
Penulis lain yang juga memberi konstribusi tentang jenis audit intern
tersaji berikut ini. Cook dan Winkle (1976:262) menyebutkan ada dua jenis audit
intern, yaitu Internal Financial Auditing dan Internal Operational Auditing. Audit keuangan intern terutama berhubungan dengan audit dan penilaian kegiatan
akuntansi atau keuangan suatu perusahaan sedangkan audit operasional intern
merupakan pengujian dan penelitian terhadap operasi perusahaan terhadap tujuan
menginformasikan pada manajemen apakah operasi telah terselenggara sesuai
dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Termasuk dalam audit operasional
adalah penilaian terhadap efisiensi penggunaan sumber daya manusia dan fisik
sebagaimana juga penilaian terhadap berbagai prosedur operasi dan harus juga
termasuk rekomendasi terhadap solusi masalah dan tentang metode meningkatkan
efisiensi dan laba.
Ramadhan (1990:298) dalam Nasution (2008) mengemukakan tidak
sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa audit operasional identik
dengan audit manajemen. Dengan tegas dia mengatakan bahwa audit operasional
berbeda cakupannya dengan audit manajeman. Audit operasional hannya
penilaian terhadap manajemen tingkat menengah dan bawah (Middle and Supervisory). Apabila audit tersebut dilakukan terhadap manajemen puncak, maka hal ini tidak dapat disebut lagi sebagai audit operasional. Oleh karena itu audit
operasional dapat disebut dengan audit manajemen, tetapi seluruh audit
manajemen bukanlah audit operasional.
2.1.6. Posisi Audit Intern dalam Perusahaan
Independensi bagian audit intern harus ditunjukkan dalam struktur formal
(35)
tingkat dalam hirarki organisasi tempat bagian audit intern itu berada. Bagian
audit intern hendaklah dapat memperoleh cakupan daerah audit yang luas, dapat
mengeluarkan informasi yang memadai, tindakan yang efektif atas temuan audit
serta rekomendasi audit. Dengan kata lain pimpinan bagian audit intern
hendaklah bertanggung jawab pada pejabat yang memiliki pengaruh dan posisi
yang cukup kuat sehingga kegiatan audit intern dapat mencapai ruang lingkup
yang luas dan pertimbangan, tindakan maupun rekomendasi hasil audit dapat
dilakukan dengan baik.
Status organisasi dan dukungan manajemen merupakan faktor penentu atas
penilaian jasa yang diberikan oleh bagian audit intern. Idealnya, makin tinggi
pada siapa pemeriksa intern harus bertanggung jawab maka akan semakin baik,
namun ini tidak seluruhnya benar tergantung dari macam dan kegiatan itu sendiri.
Ada yang bertanggung jawab pada dewan komisaris, presiden direktur (direktur
utama) atau kontroller dan sebagainya.
Menurut PPA-STAN (1984:1) ada pendapat bahwa keadaan paling baik
adalah organisasi internal auditor bertanggung jawab pada direktur utama.
Walaupun ini juga mempunyai kelemahan, minimal hendaknya organisasi
pemeriksa intern bertanggung jawab atau melaporkan pekerjaannya kepada
pejabat yang berdasarkan wewenangnya dapat segera memerintahkan perbaikan
secara tepat atau mengambil langkah-langkah berdasarkan pendapat atau saran
pemeriksa intern.
Apabila dihubungkan dengan perkembangan konsep audit intern, pada
awalnya kedudukan pemeriksa intern adalah sebagai staf direktur keuangan.
Kemudian berkembang menjadi staf presiden direktur atau direktur utama, namun
akhir-akhir ini pemeriksa intern juga berperan sebagai staf dewan komisaris.
(36)
Hartono (1979:264) dalam Nasution (2008) menyebutkan secara garis
besarnya pemeriksa intern bertanggung jawab pada salah satu dari tiga
fungsionaris dibawah ini:
1. Langsung bertanggung jawab pada dewan komisaris. Hal ini banyak
dilakukan dalam perusahaan perusahaan bank dan asuransi. Dalam
perusahaan ini internal auditor merupakan penjaga bagi dewan komisaris.
Secara teoritis maka seluruh organisasi termasuk direktur utama dapat
diteliti oleh internal auditor. Namun seperti yang dikatakan diatas, cara ini
terbatas pada perusahaan perusahaan bank dan asuransi.
2. Bertanggung jawab pada direktur utama. Cara ini agak jarang dipakai
mengingat bahwa direkur utama dengan tugas tugasnya yang berat biasanya
tidak mempunyai waktu untuk mempelajari laporan internal auditor dan
kemudian melakukan tindakan koreksi berdasarkan laporan tersebut. (lihat
(37)
Sumber : KD No.: Kep-225/DS200/08/2004
Keterangan :
______________ = tanggung jawab primer
Gambar 2.1. Struktur organisasi perusahaan dengan bagian satuan pengawasan intern memiliki tanggung jawab primer kepada direktur utama.
3. Yang paling sering dilaksanakan adalah bahwa internal auditor bertanggung
jawab pada fungsionaris keuangan tertinggi. Fungsionaris tersebut mungkin
berfungsi sebagai direktur bidang keuangan, bendahara ataupun kontroler
yang penting adalah bahwa fungsionaris tersebut adalah yang bertanggung
jawab atas kordinasi pada persoalan persoalan keuangan dan akuntansi.
Masing-masing alternatif diatas tentunya berpengaruh terhadap fungsi
audit intern, hal ini disebabkan karena antara manajemen dan dewan komisaris
memiliki kepentingan yang berbeda dengan kedudukan masing-masing di dalam DIRUT
SPI
BID WAS
KEUANGAN
SUBBAG TU
BID WAS SDM & UMUM BID WAS
BANG & BID WAS
OPERASI
BID WAS DIVRE
PENGAWAS PENGAWAS
PENGAWAS PENGAWAS
PENGAWAS
(38)
perusahaan. Apabila bagian audit intern berada sepenuhnya dibawah wewenang
manajemen tentu saja fungsi audit intern akan diarahkan sesuai dengan
kepentingan manajemen semata. Begitu pula sebaliknya, andai kata bagian audit
intern sepenuhnya berada dibawah wewenang dewan komisaris. Mengingat
kondisi tersebut, mungkin alternatif yang baik adalah alternatif yang terakhir.
Pemilihan alternatif terakhir ini mengundang masalah tentang seberapa
jauh tanggung jawab bagian audit intern kepada manajemen dan seberapa jauh
pula kepada dewan komisaris. Untuk itu terdapat tiga susunan yang dapat
dilaksanakan. Pertama, bagian audit intern memiliki tanggung jawab primer
kepada manajemen dan tanggung jawab sekunder kepada dewan komisaris.
Kedua merupakan kebalikan dari yang pertama yaitu tanggung jawab primer
kepada dewan komisaris dan tanggung jawab skunder kepada manajemen.
Ketiga, tanggung jawab primer diberikan baik kepada manajemen maupun dewan
komisaris.
Masing-masing susunan diatas tentu saja memiliki beberapa keuntungan
dan kelemahannya akan tetapi yang jelas susunan yang dikemukakan terakhir
terlihat kurang realistis, karena disini bagian audit intern bertanggung jawab
secara penuh kepada dua administrator sekaligus. Menurut Brink et al. (1982:28)
menyatakan kecendrungannya untuk menyetujui menempatkan bagian audit
intern berada dibawah wewenang manajemen perusahaan dan memiliki tanggung
jawab sekunder kepada dewan komisaris. Dalam hal ini sebaiknya bagian audit
intern menyampaikan laporannya langsung kepada presiden direktur atau direktur
utama, apabila presdir atau dirut tidak punya cukup waktu untuk meneliti laporan
tersebut maka dapat disampaikan kepada direktur yang mempunyai hubungan
(39)
(Staff vice president)
Sumber : Brink and Witt (1982)
Keterangan :
______________ = tanggung jawab primer --- = tanggung jawab sekunder
Gambar 2.2. Struktur organisasi perusahaan dengan bagian audit intern memiliki tanggung jawab primer kepada manajemen dan tanggung jawab sekunder kepada dewan komisaris.
2.1.7. Satuan Pengawasan Intern (SPI)
Tujuan, kewenangan dan tanggungjawab dari fungsi pengawasan intern
harus dinyatakan secara formal dalan Charter Audit Internal, konsisten dengan
standar profesi audit internal dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan dewan
pengawas perusahaan. Fungsi pengawasan intern harus independen dan objektif
yaitu tidak memihak dalam melaksanakan tugasnya yang memungkinkan fungsi
tersebut dapat memenuhi tanggungjawabnya. Penanggung jawab fungsi Board of
Directors
Chief Executive
Offi
Senior Vice President,
Finance
Internal Audit
Controller
Treasure
Subsidiaries and Division
(40)
pengawasan harus mengelola fungsinya secara efektif untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Penanggungjawab fungsi pengawasan intern harus menyusun perencanaan
yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan pengawasan intern, konsisten dengan tujuan perusahaan. Rencana penugasan
harus berdasarkan penilaian risiko yang dilakukan paling sedikit setahun sekali,
rencana penugasan harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan
pengelolaan risiko, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan
perusahaan. Penanggung jawab fungsi pengawasan harus mengkomunikasikan
rencana kegiatan dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan
pengawas perusahaan untuk mendapat persetujuan dan harus juga
mengkomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena adanya keterbatasan
sumber daya. Sumber daya fungsi pengawasan intern harus sesuai, memadai dan
dapat digunakan secara efektif untuk mencapai rencana-rencana yang telah
disetujui.
2.1.7.1. Independensi
Menurut Tugiman (2000) yang dimaksud dengan independensi adalah :
“Auditor internal harus mandiri dan terpisah dari berbagai kegiatan yang
diperiksa. Auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan
pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian auditor internal sangat
penting terutama dalam memberikan penilaian yang tidak memihak (netral)”.
Sedangkan pengertian independensi menurut Sukrisno (2009:146) adalah :
“Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh
atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan.”
Pengertian Independensi menurut Rahayu dkk. (2009:51) dalam Nasution
(41)
“Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak didalam
pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit.
Sikap mental independen tersebut harus meliputi Independence in fact dan
independence in appearance”. Independence in fact (independen dalam kenyataan) akan ada apabila pada kenyataan auditor mampu mempertahankan
sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. Artinya sebagai suatu
kejujuran yang tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya,
hal ini berarti bahwa dalam mempertimbangkan fakta-fakta yang dipakai sebagai
dasar pemberiaan pendapat, auditor harus objektif dan tidak berprasangka.
Independence in appearance (independen dalam penampilan) adalah hasil interpretasi pihak lain mengenai independensi ini. Auditor akan dianggap tidak
independen apabila auditor tersebut memiliki hubungan tertentu (misalnya
hubungan keluarga) dengan kliennya yang dapat menimbulkan kecurigaan bahwa
auditor tersebut akan memihak kliennya atau tidak independen.
Mempertahankan perilaku independen bagi auditor dalam memenuhi
tanggung jawab mereka adalah sangat penting, namun yang lebih penting lagi
adalah bahwa pemakai laporan keuangan memiliki kepercayaan atas independensi
itu sendiri. Independensi memiliki penilaian apabila auditor mengamati hasil
audit, sehingga klien dapat menilai apakah auditor tersebut bersifat independen
atau justru sebaliknya terhadap kualitas audit yang diperiksanya.
Menurut Peraturan BPK RI Nomor 01 tahun 2007 tentang standar
Pemeriksaan Keuangan Negara, Lampiran II pada Standar Pemeriksaan
Pernyataan Nomor 01 Standar Umum menyebutkan, independensi dan
obyektifitas pelaksanaan suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi gangguan ekstern,
apabila terdapat :
(42)
a. Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau
mengubah lingkup pemeriksaan secara tidak semestinya.
b. Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur
pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan.
c. Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu
pemeriksaan.
d. Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan dan
promosi pemeriksa.
e. Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi
pemeriksa yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi
pemeriksa tersebut dalam pelaksanaan pemeriksaan.
f. Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa
terhadap isi suatu laporan terhadap hasil pemeriksaan.
g. Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidaksetujuan dengan isi
laporan hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksa atau penerapan suatu
prinsip akuntansi.
h. Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai,
selain sebab-sebab yang berkaitan dengan kecakapan pemeriksa atau
kebutuhan pemeriksa.
Pemeriksa/auditor yang kompeten adalah pemeriksa yang mempunyai hak
atau kewenangan untuk melakukan audit menurut hukum dan memiliki
keterampilan yang cukup untuk melakukan tugas audit. Pemeriksa sebagai
institusi mempunyai hak atau kewenangan melakukan audit berdasarkan dasar
hukum pendirian organisasi atau penugasan.
Dalam semua hal yang berkaitan dengan pemeriksaan, pemeriksa harus
(43)
Independensi serta objektivitas pemeriksa diperlukan agar kredibel dan hasil
pekerjaannya berkualitas. Posisi pemeriksa ditempatkan secara tepat sehingga
bebas dari intervensi dan memperoleh dukungan yang memadai dari pimpinan
tertinggi organisasi sehingga dapat bekerjasama dengan auditee dan melaksanakan
pekerjaan dengan leluasa (PER/05/M.PAN/03/2008).
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang menyatakan bahwa
dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental
harus dipertahankan oleh auditor. Kode etik Pejabat Pengawas Pemerintah
mengatur tentang independensi auditor internal. Kode etik dimaksudkan untuk
memberikan pengertian dan penjabaran mengenai aturan perilaku sebagai pejabat
pengawas pemerintah yang profesional dan sebagai pedoman bagi aparat
pengawas dalam berhubungan dengan lembaga organisasinya, sesama pejabat
pengawas pemerintah, pihak yang diawasi, pihak lain yang terkait dan
masyarakat, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang sehat dan terlaksananya
pengendalian pengawasan. Dengan demikian dapat terwujud kinerja yang tinggi
dalam mempertahankan profesionalisme, integritas, objektivitas dan independensi
serta memelihara citra organisasi dan masyarakat. Dalam norma pelaksanaan
pemeriksaan pejabat pengawas pemerintah diwajibkan mengungkapkan
permasalahan yang terjadi di daerah secara kronologis, obyektif, cermat dan
independen maksudnya:
1. Pengungkapan permasalahan secara kronologis yaitu menguraikan latar
belakang permasalahan, penanggungjawab kegiatan, pelaku/pelaksana
kegiatan yang terlibat, permasalahan yang terjadi dan dibuktikan dengan
fakta/data secara akurat, lengkap dan sah sampai dengan kondisi nyata pada
saat dilakukan pemeriksaan;
(44)
2. Pengungkapan permasalahan secara obyektif menempatkan pejabat pengawas
pemerintah untuk bersikap dan bertindak berdasarkan alat bukti yang
ditemukan;
3. Pengungkapan permasalahan secara cermat mengharuskan pejabat pengawas
pemerintah harus selalu waspada menghadapi suatu kondisi, situasi, transaksi,
kegiatan yang mengandung indikasi penyimpangan, penyelewengan,
ketidakwajaran, pemborosan atau ketidakhematan dalam penggunaan sumber
daya yang ada; dan
4. Pengungkapan permasalahan secara independen mengharuskan pejabat
pengawas pemerintah dan/atau pejabat yang diawasi untuk mempertahankan
independensinya sehingga tidak memihak kepada suatu kepentingan tertentu.
Independensi menurut Wilcox (1952) merupakan suatu standar auditing
yang penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah
kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan
tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan
memberikan tambahan apapun (Mautz dan Sharaf, 1993).
Kode Etik Akuntan tahun 1994 dalam Tarigan (2010) menyebutkan bahwa
independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk
tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Hasil penelitian Pany dan Reckers (1980) ini menunjukkan bahwa hadiah
meskipun jumlahnya sedikit berpengaruh signifikan terhadap independensi
auditor, sedangkan ukuran klien tidak berpengaruh secara signifikan. Penelitian
oleh Knapp (1985) menunjukkan bahwa subjektivitas terbesar dalam teknik
(45)
posisi keuangan yang sehat mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konflik
audit.
Mayangsari (2003) menemukan bahwa auditor yang memiliki keahlian
dan independensi memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup perusahaan
yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki salah satu
karakteristik atau sama sekali tidak memiliki keduanya.
Menurut Taylor (1997) dalam Tarigan (2010) ada dua aspek independensi,
yaitu:
1. Independensi sikap mental (independence of mind/independence of mental attitude), independensi sikap mental ditentukan oleh pikiran akuntan publik untuk bertindak dan bersikap independen.
2. Independensi penampilan (image projected to the public/appearance of independence), independensi penampilan ditentukan oleh kesan masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam semua
hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan
pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi,
ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya.
Menurut Harahap (1991) auditor harus bebas dari segala kepentingan
terhadap perusahaan dan laporan yang dibuatnya. Kebebasan itu mencakup :
Bebas secara nyata (Independent infact) yaitu ia benar-benar tidak mempunyai kepentingan ekonomis dalam perusahaan yang dilihat dari keadaan yang
sebenarnya dan Bebas secara penampilan (Independent in appearance) yaitu kebebasan yang dituntut bukan secara fakta, tetapi juga harus bebas dari
kepentingan yang kelihatannya cenderung dimilikinya dalam perusahaan tersebut.
(46)
Auditor independen tidak hanya memberikan jasa untuk menguji laporan
keuangan (audit), tetapi juga melakukan jasa lain selain audit. Pemberian jasa
selain audit ini merupakan ancaman potensial bagi independensi auditor, karena
manajemen dapat meningkatkan tekanan agar auditor bersedia untuk
mengeluarkan laporan yang dikehendaki oleh manajemen, yaitu wajar tanpa
syarat (Knapp, 1985). Pemberian jasa selain audit berarti auditor telah terlibat
dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian pelaporan
keuangan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan
auditor tersebut, maka auditor sukar untuk melaporkan kesalahan tersebut.
Auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang
tidak baik bagi kliennya.
Hendro dan Aida (2006) di Kota Malang, Jawa Timur dengan judul
pengaruh profesionalisme auditor terhadap tingkat materialitas dalam pemeriksaan
laporan keuangan, yang menjelaskan profesionalisme merupakan syarat utama
bagi seorang auditor, baik auditor intern maupun ekstern. Sebab dengan
profesionalisme yang tinggi maka kebebasan auditor akan semakin terjamin. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengabdian pada profesi, kemandirian,
kepercayaan pada profesi, hubungan dengan sesama rekan seprofesi mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas sedangkan kewajiban
sosial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat materialitas.
Susiana dan Arleen (2003) menganalisis pengaruh independensi,
mekanisme corporate governance dan kualitas audit terhadap integritas laporan keuangan. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa independensi memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan sedangkan
mekanisme corporate governance dan kualitas audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap integritas laporan keuangan.
(47)
2.1.7.2. Integritas
Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan
transparan, berani, bijaksana dan bertanggung jawab dalam melaksanakan audit.
Keempat unsur itu diperlukan untuk membangun kepercayaan dan memberikan
dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Dengan integritas yang tinggi,
maka auditor dapat meningkatkan kualitas hasil pemeriksaannya (Pusdiklatwas
BPKP, 2005).
Integritas adalah unsur karakter yang mendasar bagi pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang menjadikan timbulnya
kepercayaan masyarakat dan tatanan nilai tertinggi bagi anggota profesi dalam
menguji semua keputusannya. Integritas mengharuskan auditor dalam berbagai
hal jujur dan terus terang dalam batasan kerahasiaan obyek pemeriksaan.
Pelayanan dan kepercayaan masyarakat tidak dapat dikalahkan demi kepentingan
dan keuntungan pribadi.
Sunarto (2003) dalam Tarigan (2010) menyatakan bahwa integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur,
tetapi tidak dapat menerima kecurangan prinsip. Integritas merupakan kualitas
yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan bagi anggota dalam
menguji semua keputusannya.
Alim dkk. (2007) menyatakan bahwa kualitas audit dapat dicapai jika
auditor memiliki kompetensi yang baik dan hasil penelitiannya menemukan
bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Auditor sebagai ujung
tombak pelaksanaan tugas audit harus senantiasa meningkatkan pengetahuan yang
telah dimiliki agar penerapan pengetahuan dapat maksimal dalam praktiknya.
(48)
2.1.7.3. Kompetensi
Kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang
pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek
pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan
ketrampilan di mana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan
tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :
PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah menyatakan kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh pemeriksa
adalah auditing, akuntansi, administrasi dan komunikasi. Disamping wajib
memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur dan praktik-praktik
audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang lingkungan
pemerintahan sesuai dengan tupoksi unit yang dilayani oleh APIP.
Dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia No. 01
Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan dinyatakan bahwa dalam
pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
Selanjutnya dalam Standar Profesi Audit Internal (1200;9) dinyatakan bahwa
auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Guna melaksanakan
fungsinya, audit internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan
tanggung jawabnya.
Susanto (2000) menyatakan bahwa definisi tentang kompetensi yang
sering dipakai adalah karakteristik-karakteristik yang mendasari individu untuk
(49)
ketrampilan, dan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta
kemampuan yang dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing juga sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003).
Ashton (1991) dalam Tarigan (2010) menunjukkan bahwa pengetahuan
spesifik dan lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan
kompetensi. Ia juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya
pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan
keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain
selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt (1988) yang
memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara pengalaman bekerja
dengan kinerja yang dimoderasi dengan lama pengalaman dan kompleksitas tugas.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) dalam Tarigan (2010)
menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifikasi tugas dapat meningkatkan
kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam penetapan risiko analitis.
Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik akan tergantung pada
kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor (Hogarth, 1991).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari
(2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia
terdiri atas:
1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam suatu
kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta,
prosedur-prosedur dan pengalaman. Kanfer dan Ackerman (1989) juga
mengatakan bahwa pengalaman akan memberikan hasil dalam menghimpun
dan memberikan kemajuan bagi pengetahuan.
(50)
2. Ciri-ciri psikologi, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas,
kemampuan bekerja sama dengan orang lain. Gibbin’s dan Larocque’s (1990)
dalam Tarigan (2010) juga menunjukkan bahwa kepercayaan, komunikasi dan
kemampuan untuk bekerja sama adalah unsur penting bagi kompetensi audit.
2.1.7.4. Objektivitas
Pengertian objektivitas menurut Sawyer et al. (2006:103) adalah :
“Objektivitas adalah suatu hal yang langka dan hendaknya tidak dikompromikan.
Seorang audior hendaknya tidak pernah menempatkan diri atau ditempatkan
dalam posisi di mana objektivitas mereka dapat dipertanyakan. Kode etik dan
standar auditor internal telah menetapkan aturan-aturan tertentu yang harus diikuti
agar terhindar dari kemungkinan pandangan akan kurangnya objektivitas atau
munculnya bias. Pelanggaran atas aturan-aturan ini akan menyebabkan munculnya
kritikan dan pertanyaan mengenai kurangnya objektivitas yang dimiliki oleh audit
internal.”
Laporan hasil pemeriksaan yang memiliki kriteria objektivitas menurut
Tugiman (2006:191) adalah :
“Suatu laporan pemeriksaan yang objektif membicarakan pokok persoalan dalam
pemeriksaan, bukan perincian prosedural atau hal-hal lain yang diperlukan dalam
proses pemeriksaan. Objektivitas juga harus dapat memberikan uraian mengenai
dunia auditee dengan tidak menunjuk pada pribadi tertentu dan tidak
menyinggung perasaan orang lain.”
Untuk memperoleh sikap seorang auditor yang objektif menurut Sawyer
et al. (2006:11) adalah :
“Objektivitas dipastikan melalui struktur organisasi, pelatihan, dan penugasan
(1)
LAMPIRAN 6.
HASIL REGRESI PERSAMAAN KEDUA
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients B Std. Error
1 (Constant) 2.055 15.809
INDEPENDENSI .409 .769
INTEGRITAS -.891 1.490
KOMPETENSI .652 .652
OBJEKTIVITAS 1.480 2.741
PENGALAMANKERJA -1.733 1.330
GCG .884 1.975
Z1INDEPENDENSI -.062 .094
Z2INTEGRITAS .098 .201
Z3KOMPETENSI -.072 .093
Z4OBJEKTIVITAS -.130 .336
Z5PENGALAMANKERJA .214 .167
Coefficientsa
Model
Standardized Coefficients
t Sig.
Correlations
Beta Zero-order Partial
1 (Constant) .130 .898
INDEPENDENSI .671 .532 .600 .165 .115
INTEGRITAS -1.112 -.598 .556 .353 -.129
KOMPETENSI .764 1.000 .329 .293 .213
OBJEKTIVITAS 1.379 .540 .595 .424 .117
PENGALAMANKERJA -1.482 -1.303 .207 .213 -.274
GCG 1.096 .448 .659 .646 .097
Z1INDEPENDENSI -1.386 -.657 .518 .550 -.142
Z2INTEGRITAS 2.031 .488 .630 .639 .106
Z3KOMPETENSI -1.455 -.768 .451 .653 -.165
Z4OBJEKTIVITAS -2.548 -.387 .702 .699 -.084
Z5PENGALAMANKERJA 2.957 1.283 .214 .623 .270
(2)
Coefficientsa
Model
Correlations Collinearity Statistics Part Tolerance VIF 1 (Constant)
INDEPENDENSI .076 .013 77.388
INTEGRITAS -.086 .006 168.037
KOMPETENSI .143 .035 28.391
OBJEKTIVITAS .077 .003 317.052
PENGALAMANKERJA -.187 .016 62.945
GCG .064 .003 291.217
Z1INDEPENDENSI -.094 .005 216.332
Z2INTEGRITAS .070 .001 841.112
Z3KOMPETENSI -.110 .006 174.613
Z4OBJEKTIVITAS -.056 .000 2105.303 Z5PENGALAMANKERJA .184 .004 258.383
a. Dependent Variable: KUALITASHP
Variables Entered/Removedb
Model Variables Entered
Variables
Removed Method 1 Z5PENGALAMANKERJA,
KOMPETENSI, INDEPENDENSI, OBJEKTIVITAS, PENGALAMANKERJA, INTEGRITAS, GCG, Z2INTEGRITAS, Z3KOMPETENSI, Z1INDEPENDENSI, Z4OBJEKTIVITAS
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: KUALITASHP
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
(3)
1 .754a .568 .342 1.173
Model Summaryb
Model
Change Statistics R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .568 2.512 11 21 .033
a. Predictors: (Constant), Z5PENGALAMANKERJA, KOMPETENSI, INDEPENDENSI, OBJEKTIVITAS, PENGALAMANKERJA, INTEGRITAS, GCG, Z2INTEGRITAS, Z3KOMPETENSI, Z1INDEPENDENSI, Z4OBJEKTIVITAS
b. Dependent Variable: KUALITASHP
ANOVA Model
b
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 38.019 11 3.456 2.512 .033a
Residual 28.890 21 1.376
Total 66.909 32
a. Predictors: (Constant), Z5PENGALAMANKERJA, KOMPETENSI, INDEPENDENSI,
OBJEKTIVITAS, PENGALAMANKERJA, INTEGRITAS, GCG, Z2INTEGRITAS, Z3KOMPETENSI, Z1INDEPENDENSI, Z4OBJEKTIVITAS
b. Dependent Variable: KUALITASHP
Collinearity Diagnostics Model
a
Dimension Eigenvalue Condition Index
1 1 11.757 1.000
2 .147 8.933
3 .043 16.442
4 .018 25.413
5 .016 27.506
6 .013 29.978
7 .004 53.938
8 .001 141.720
9 .000 194.067
10 .000 235.808
11 .000 323.691
12 1.157E-5 1007.914
(4)
Collinearity Diagnosticsa
Mod el
Dimen sion
Variance Proportions
(Constant)
INDEPENDENS
I INTEGRITAS KOMPETENSI OBJEKTIVITAS
1 1 .00 .00 .00 .00 .00
2 .00 .00 .00 .00 .00
3 .00 .00 .00 .00 .00
4 .00 .00 .00 .00 .00
5 .00 .00 .00 .00 .00
6 .00 .00 .00 .01 .00
7 .00 .00 .01 .01 .00
8 .04 .15 .00 .01 .00
9 .03 .06 .05 .19 .01
10 .11 .02 .03 .59 .00
11 .06 .52 .01 .05 .00
12 .76 .24 .89 .14 .99
Collinearity Diagnosticsa
Mod el
Dimen sion
Variance Proportions PENGALAMAN
KERJA GCG
Z1INDEPENDE
NSI Z2INTEGRITAS
Z3KOMPETEN SI
1 1 .00 .00 .00 .00 .00
2 .00 .00 .00 .00 .00
3 .00 .00 .00 .00 .00
4 .00 .00 .00 .00 .00
5 .00 .00 .00 .00 .00
6 .00 .00 .00 .00 .00
7 .00 .00 .00 .00 .00
8 .05 .05 .16 .01 .00
9 .03 .02 .04 .08 .28
10 .04 .11 .03 .04 .50
11 .78 .04 .64 .04 .09
(5)
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension
Variance Proportions Z4OBJEKTIVIT
AS
Z5PENGALAM ANKERJA
1 1 .00 .00
2 .00 .00
3 .00 .00
4 .00 .00
5 .00 .00
6 .00 .00
7 .00 .00
8 .00 .03
9 .00 .03
10 .00 .04
11 .00 .82
12 .99 .07
a. Dependent Variable: KUALITASHP
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 10.90 14.91 13.18 1.090 33
Std. Predicted Value -2.096 1.586 .000 1.000 33 Standard Error of Predicted Value .254 1.146 .659 .261 33 Adjusted Predicted Value 6.24 14.93 12.63 2.164 33
Residual -1.803 2.067 .000 .950 33
Std. Residual -1.537 1.763 .000 .810 33
Stud. Residual -1.770 2.362 .116 1.074 33
Deleted Residual -2.391 7.914 .552 2.396 33
Stud. Deleted Residual -1.873 2.690 .138 1.127 33
Mahal. Distance .531 29.572 10.667 8.960 33
Cook's Distance .000 3.493 .261 .748 33
Centered Leverage Value .017 .924 .333 .280 33 a. Dependent Variable: KUALITASHP
(6)
LAMPIRAN 7.
TABEL RANGKUMAN HASIL UJI t (PARSIAL)
Tabel rangkuman hasil uji t persamaan pertama:
Tabel Uji Statistik t (Parsial) Pertama
Model
t
Sig
INDEPENDENSI 0,112 0,912
INTEGRITAS -1,492 0,148
KOMPETENSI 1,295 0,207
OBJEKTIVITAS 2,155 0,041
PENGALAMANKERJA -0,272 0,788
GCG 4,251 0,000
Tabel rangkuman hasil uji t persamaan kedua:
Tabel Uji Statistik t (Parsial) Kedua
Model t Sig
INDEPENDENSI 0,532 0,600
INTEGRITAS -0,598 0,556
KOMPETENSI 1,000 0,329
OBJEKTIVITAS 0,540 0,595
PENGALAMANKERJA -1,303 0,207
GCG
Z1 (INDEPENDENSI) Z2 (INTEGRITAS) Z3 (KOMPETENSI) Z4 (OBJEKTIVITAS) Z5 (PENGALAMANKERJA)
0,448 -0,657 0,448 -0,768 -0,387 1,283
0,659 0,518 0,630 0,451 0,702 0,214