15
4. Konsep Happiness
Ryan Deci 2001 menjelaskan dua konsep happiness, yaitu: a.
Hedonic Konsep ini berfokus pada pengalaman individu yang meliputi kesenangan
dan kepuasan Burns Machin, 2009. Kesenangan didefinisikan sebagai keadaan yang nyaman dan menguntungkan, sementara kepuasan berkaitan dengan
penilaian kognitif individu dan keinginan untuk hidup lebih lama Boskovic Vesna, 2008.
Hedonic berkaitan dengan kesejahteraan subjektif subjective well being yang dikemukakan oleh Diener Burns Machin, 2009 yang ditandai dengan
tingkat kepuasan hidup yang tinggi life satisfaction, emosi positif yang tinggi positive affect dan emosi negatif negative affect yang rendah. Happiness
merupakan tujuan akhir hidup manusia dan terletak pada keberhasilan individu dalam memuaskan hasratnya Ryan Deci, 2001.
b. Eudaimonic
Konsep ini berfokus pada pengaktualisasian diri, pencapaian potensi dan perkembangan pribadi menjadi manusia sejati Waterman, 1993;
Boskovic Jengic, 2008. Ryan Deci 2001 menyebutkan bahwa seseorang yang
merasakan kehadiran emosi positif dan kepuasan hidup tidak berarti bahwa mereka memiliki kesejahteraan psikologis yang baik.
Eudaimonic berkaitan dengan kesejahteraan psikologis psychological well being yang dikemukakan oleh Ryff 1989
yang ditandai dengan penerimaan
Universitas Sumatera Utara
16 kekuatan dan kelemahan diri, hubungan positif dengan orang lain, pengarahan
tingkah laku secara optimal, pengaturan lingkungan, tujuan hidup dan pengembangan potensi diri. Eudaimonic tidak semata-mata memaksimalkan
pengalaman positif dan meminimalkan pengalaman negatif, tetapi lebih mengacu pada kebajikan, pemenuhan diri dan hidup seutuhnya Ryan Deci, 2008;
Vazquez, Hervas, Rahona Gomez, 2009.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Happiness at work
Huppert 2009 menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi happiness, yaitu:
a. Dukungan sosial
Merupakan gambaran perilaku mendukung kepada individu yang dilandasi emosi positif dari orang-orang yang bermakna dalam hidupnya, terutama
keluarga. Dalam hal ini, peran ayah dan ibu sangat penting dalam pengembangan happiness seseorang Furnham Cheng, 2000; Huppert, 2009. Bagi individu
yang telah bekerja, dukungan dari atasan dan rekan kerja juga berperan dalam pengembangan happiness karyawan.
b. Kepribadian
Individu dengan kepribadian extrovert senang bergaul, energik, ambisius dan mampu mengontrol hubungannya dengan orang lain akan memunculkan
emosi yang positif sehingga cenderung terhindar dari stress.
Universitas Sumatera Utara
17 c.
Usia Happiness dipandang sebagai aspek yang berkembang seiring
meningkatnya usia. Menurut Ryff dan Singer 1996, dimensi penguasaan lingkungan dan otonomi terlihat cenderung meningkat dari usia dewasa muda
menuju usia paruh baya, dimensi perkembangan pribadi dan tujuan hidup terlihat meningkat dari usia paruh baya menuju masa tua, sementara dimensi penerimaan
diri dan hubungan positif dengan orang lain tidak menunjukkan perbedaan usia yang signifikan.
d. Jenis kelamin
Ryff 1989 menjelaskan bahwa ada peran jenis kelamin berkaitan erat dengan happiness seseorang. Hasil penelitian menyebutkan bahwa wanita
memiliki skor tinggi pada skala yang menilai fungsi sosial, seperti menjalin hubungan positif dengan orang lain, termasuk dengan rekan kerja Ryff Singer,
1998; Huppert, 2009. e.
Status sosial ekonomi Perbedaan status sosial ekonomi berkaitan erat dengan happiness individu.
Dolan, Peasgood White 2008 menyebutkan bahwa individu dengan tingkat sosial dan pendapatan yang tinggi akan memperoleh happiness at work yang lebih
tinggi dan cenderung terhindar dari stress. Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi
happiness adalah dukungan sosial, kepribadian, usia, jenis kelamin dan status sosial ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
18
B. WORK-FAMILY CONFLICT 1. Definisi Work-family conflict
Greenhaus dan Beutell 1985 mendefinisikan work-family conflict sebagai konflik yang mengacu pada sejauh mana hubungan antara pekerjaan dan keluarga
saling terganggu. Sementara itu, Frone 1992 menegaskan bahwa work-family conflict muncul karena individu tidak mampu memandang tuntutan pekerjaan dan
keluarga secara seimbang sehingga berefek pada kehidupan individu. Work-family conflict merupakan salah satu stressor yang berpegaruh
terhadap kesehatan fisik dan mental Greenhaus dan Parasuraman, 1986; Grzywacz, Arcury, Marin, Carrillo, Burke, Coates Quandt, 2007. Work-family
conflict juga didefinisikan sebagai hal yang berkaitan dengan ketidaksinambungan dalam pemenuhan tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga yang dapat
menyebabkan menurunnya kesehatan dan kepuasan kerja Warner, 2005; Aslam, Shumaila, Azhar Sadaqat, 2011.
Selanjutnya, Aslam, Shumaila, Azhar dan Sadaqat 2011 mendefinisikan work-family conflict sebagai masalah umum yang dialami karyawan, situasi
negatif yang tidak diinginkan dan cukup mempengaruhi aspek pekerjaan, seperti kelelahan dalam bekerja, tingkat absen yang tinggi bahkan keinginan untuk
berhenti bekerja. Work-family conflict dimaknai sebagai konflik yang mengganggu aktivitas
kerja dan memiliki pengaruh terhadap penurunan kehidupan rumah tangga yang akhirnya menyebabkan kondisi rumah tangga menjadi kurang harmonis
Universitas Sumatera Utara
19 Kinnuenens Mauno, 1998. Work-family conflict juga dipandang sebagai
konflik yang terjadi karena tuntutan salah satu peran individu mengancam sumber daya seseorang dari waktu ke waktu, misalnya jam kerja yang panjang
menyebabkan kelelahan dalam bekerja sehingga menghambat pemenuhan tuntutan keluarga Hobfoll dan
Freedy, 1993; Tsai, 2008, Berdasarkan uraian definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa work-
family conflict adalah konflik yang muncul ketika individu tidak dapat membagi waktu dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarga sehingga
berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan mental serta menyebabkan kondisi rumah menjadi kurang harmonis, kelelahan dalam bekerja, sering absen bahkan
ingin berhenti bekerja.
2. Dimensi Work-family conflict