BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Kesehatan No.231992 merupakan landasan atau pokok- pokok tentang kegiatan bidang kesehatan. Dalam undang-undang tersebut tercantum
bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Undang-undang tersebut menekankan
desentralisasi pertanggungan jawab operasional dan kewenangan daerah sebagai syarat untuk keberhasilan dan kelangsungan pembangunan kesehatan.
Dalam usaha pembangunan dan perbaikan kesehatan masyarakat, pemerintah Indonesia dalam hal ini departemen kesehatan telah menyediakan fasilitas kesehatan
masyarakat dalam bentuk pusat pelayanan kesehatan masyarakat puskesmas. Pusat kesehatan masyarakat puskesmas adalah unit pelaksana teknis UPT dinas
kesehatan kabupatenkota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan masyarakat di suatu wilayah kerja.
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
Surat keputusan menteri kesehatan No. 1202MenKesSKVIII2003 menetapkan salah satu indikator mengenai mutu pelayanan kesehatan adalah
persentase penduduk yang memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, pustu, poskesdes, polindes ataupun fasilitas-fasilitas kesehatan
lainnya. Menurut kementerian kesehatan Republik Indonesia ada sebanyak 9325
Rumah tangga di Indonesia yang mengetahui keberadaan unit pelayanan yang disediakan pemerintah terbilang tinggi yaitu RS 80,7, puskesmaspustu 93,7,
polindes 26,3, poskesdes 19,9 dan posyandu 74,5. Untuk provinsi Sumatera Utara RS 75,6, puskesmaspustu 87,5, polindes 33, poskesdes 30,9 dan
posyandu 68,5. Pengetahuan rumah tangga tentang keberadaan unit pelayanan tidak diikuti dengan tingkat pemanfaatannya karena pemanfaatannya masih terbilang
rendah. Di Indonesia tingkat pemanfaatan unit pelayanan yang disediakan pemerintah untuk RS 31,8, puskesmaspustu 63,3, polindes 6,3, poskesdes 3,9 dan
posyandu 23,8 untuk provinsi Sumatera Utara tingkat pemanfaatan RS 29,4, puskesmas telah tersebar di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2011, namun
puskesmas belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat meskipun sarana pelayanan kesehatan dasar telah terdapat di semua kecamatan dan ditunjang oleh tiga
atau empat puskesmas pembantu namun upaya peningkatan kesehatan belum dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat, diperkirakan hanya sekitar 30 penduduk yang
memanfaatkan pelayanan puskesmas dan puskesmas pembantu pustu.
Universitas Sumatera Utara
puskesmaspustu 44, polindes 9,7, poskesdes 7,8 dan posyandu 16,6 Riskesdas, 2010.
Indonesia telah mengalami perubahan sosiodemografis yang besar hal ini bisa dilihat dari komposisi populasi penduduk Indonesia yang saat ini sangat mirip
dengan komposisi penduduk di sebagian besar negara-negara di Eropa pada tahun 1950-an dan prediksi pada tahun 2025 dimana jumlah penduduk yang berumur 30 -
60 tahun akan melebihi jumlah yang berumur 0 - 30 tahun. Hal ini diakibatkan penduduk Indonesia berusia lebih panjang, jumlah anak-anak yang meninggal karena
penyakit menular semakin menurun, serta semakin meningkatnya tingkat pendidikan atau melek huruf pada wanita. Pendapatan penduduk yang meningkat, pengetahuan
yang lebih baik juga mengubah persepsi sosiopsikologis masyarakat yang memungkinkan peningkatan ekspektasi terhadap pelayanan kesehatan yang ada dan
memengaruhi pemanfaatan puskesmas Worldbank, 2008. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh pola pencarian
pelayanan kesehatan hal ini dapat dilihat dari fakta bahwa pada pertengahan tahun 1990-an semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengubah pola pencarian
pelayanan kesehatan dari layanan rawat jalan berbasis fasilitas. Lebih dari 50 menyatakan bahwa mereka mengandalkan pengobatan mandiri untuk menyembuhkan
penyakit mereka dengan membeli obat di apotek atau toko obat. Di antara populasi yang mengeluhkan gejala sakit pada tahun 2006, 51
mengandalkan pengobatan mandiri, 34 mencari pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, dan 15 tidak mengupayakan perawatan sama sekali. Sebaliknya, pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 1993, hanya 27 penduduk yang jatuh sakit mengandalkan pengobatan mandiri, sedangkan 53 mendatangi fasilitas-fasilitas kesehatan, dan sekitar 21
tidak mengupayakan perawatan sama sekali Worldbank, 2008. Pemanfaatan fasilitas kesehatan yang rendah baik milik pemerintah maupun
swasta antara lain karena ketidakefisienan dan buruknya kualitas pelayanan kesehatan, buruknya kualitas infrastruktur, dan masih banyak pusat kesehatan yang
tidak memiliki perlengkapan yang memadai di daerah terpencil, tingginya ketidakhadiran dokter di puskesmas, serta kurangnya pendidikan tenaga kerja
kesehatan World Bank, 2008. Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat
pemanfaatan puskesmas 12, pemanfaatan pustu 4,5, poskesdes atau polindes 1,5. Pencapaian terhadap target standar pelayanan minimal SPM yang mengikuti
MDG’s antara lain cakupan terhadap kunjungan ibu hamil K4 sebesar 61,3 sementara target SPM 95, cakupan peserta KB aktif 53,9 sementara target SPM
70, cakupan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan 82,3 sementara target nasional 90 dan cakupan kunjungan neonatus 60,6 sementara target SPM 90
Riskesdas, 2010 Penelitian Syafriadi, dkk 2008 di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu
menyimpulkan bahwa pelayanan kesehatan berkaitan dengan semua faktor yang menyebabkan seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan. Kelompok wanita,
orang tua, masyarakat miskin dengan status kesehatan yang lebih rendah banyak memanfaatkan fasilitas kesehatan pemerintah puskesmas yang melayani asuransi
Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Wanita, orang yang berpendidikan tinggi dengan kondisi kesehatan yang lemah lebih cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan swasta. Pemanfaatan unit
gawat darurat, rumah sakit dan rujukan sangat dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan, sedangkan tingkat sosial ekonomi rendah tidak memengaruhi dalam pemanfaatan
jenis pelayanan tersebut. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan
dasar berhubungan dengan nilai-nilai kepercayaanagama pada populasi tertentu. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh persepsi
masyarakat terhadap kesehatan itu sendiri. Disamping itu masalah persepsi mengenai risiko sakit merupakan hal yang penting. Sebagian masyarakat sangat memperhatikan
status kesehatannya, sebagian lain tidak memperhatikannya. Penelitian tersebut menggambarkan bahwa sebagian besar 76,33
masyarakat yang memanfaatkan puskesmas adalah yang tidak berpendidikan dan berpendidikan rendah. Seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung mempunyai
demand yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan, dan konsekuensinya untuk menggunakan pelayanan
kesehatan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, formal maupun non formal, dapat bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis, tingkat
pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi gender, status perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta sistem pelayanan
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian Rinaldy 2005 menyatakan bahwa pemanfaatan puskesmas dengan komunikasi interpersonal yang baik di Kota Binjai, menemukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara semangat kerja, penguasaan, kemampuan komunikasi, frekuensi dan diskusi dengan kepuasan pasien sehingga mampu meningkatkan
kunjungan pasien ke puskesmas.
Barus 2006 dalam penelitiannya meneliti karakteristik pengunjung puskesmas dan tingkat kepuasannya terhadap infrastruktur puskesmas di Kabupaten
Toba Samosir tahun 2006 dan memperoleh bahwa karakteristik pengunjung terbanyak umur 35-39 tahun 16,8; jenis kelamin perempuan 54,4; pendidikan
SLTP 34,4; pekerjaan, pekerja bebas di pertanian 38,4; status perkawinan, kawin 92; status dalam rumah tangga, anak 51.6. Aksesibilitas terhadap
puskesmas, terbanyak jarak rumah ke puskesmas cukup dekat 41,6, lama dalam perjalanan 15-30 menit 40,8; transport, busangkot 61,6; pembayaran berobat,
bebas tidak bayar apa-apa 50,4; sumber biaya, askesjamsostekjasa rahardja Menurut Muzaham 1995 pemanfaatan pelayanan kesehatan yang rendah
berhubungan dengan karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, dan pengetahuan. Nilai yang diharapkan pasien untuk dapat
memenuhi harapan mereka adalah sikap petugas, rasa empati dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan serta informasi kesehatan. Menurut Donabedian dan
Dever dalam Notoatmodjo 2005, kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi faktor sosiodemografi, sosiopsikologi dan faktor
penyedia pelayanan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
53,2. Tingkat kepuasan terhadap infrastruktur puskesmas, elemen infrastruktur yang paling tinggi tingkat kepuasannya adalah kebersihan, kerapianpenampilan
petugas dengan nilai 90,3. Elamen infrastruktur yang paling rendah tingkat kepuasannya adalah elemen WC untuk pengunjung dan air di WC dengan nilai
masing-masing 78,8 dan 79,3. Tingkat kepuasan tertinggi pada Puskesmas Laguboti 94,73, menyusul Ajibata 91.07 dan yang terendah di Puskesmas Porsea 70,6.
Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat Simalungun tentang pelayanan kesehatan di puskesmas antara lain seringnya ketidakhadiran dokter di
puskesmas, peralatan medis kurang memadai, budaya pegawai puskesmas yang tidak disiplin dan tidak ramah. Daya tanggap yang kurang dan kurang menghargai pasien,
pelayanan yang terlalu lama sehingga pasien bosan menunggu. Dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat sejak
februari 2011 pemerintah Kabupaten Simalungun menetapkan semua puskesmas yang ada di Kabupaten Simalungun tetap buka selama 24 jam untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat tetapi sampai akhir tahun 2011 pemanfaatan oleh pasien ke puskesmas belum menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini bisa
dilihat karena tidak ada peningkatan yang signifikan terhadap pemanfaatan puskesmas bila dibandingkan dengan pemanfaatan puskesmas pada tahun 2010
sebelum diberlakukannya puskesmas buka selama 24 jam. Pemerataan pelayanan kesehatan diusahakan dengan menyediakan fasilitas
pelayanan kesehatan. Kabupaten Simalungun memiliki 8 rumah sakit terdiri dari 2 RSU milik daerah; 3 RS perkebunan milik BUMN; dan 3 RS milik yayasan dan
Universitas Sumatera Utara
perseorangan. Ada sebanyak 34 puskesmas yang tersebar di 31 kecamatan, 169 unit pustu, 95 unit poskesdes dan 1.328 posyandu yang menyebar di seluruh wilayah
kerja puskesmas, praktek dokter, praktek bidan dan sarana kesehatan swasta lainnya Profil dinas kesehatan Kabupaten Simalungun, 2010.
Gambaran yang menunjukkan rendahnya pemanfaatan puskesmas di Kabupaten Simalungun ditunjukkan oleh rendahnya kunjungan pasien selama tahun
2011 di beberapa puskesmas di Kabupaten Simalungun yang cakupan pemanfaatannya masih berada di bawah
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan di Kabupaten Simalungun, terdapat 34 puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dan ditemukan salah satu
dari puskesmas tersebut dengan kunjungan rendah yaitu Puskesmas Raja Maligas. Pelayanan kesehatan di Puskesmas Raja Maligas masih tergolong rendah karena
didapati 20 indikator kinerja berada di bawah target dari 54 indikator SPM 2010 yang sudah ditetapkan.
target nasional yang ditetapkan yaitu sebesar 15. Cakupan beberapa kinerja puskesmas berdasarkan SPM 2010 di Kabupaten
Simalungun juga rendah dimana semua puskesmas tidak ada yang tercapai. Kinerja tersebut adalah cakupan kunjungan bumil K4, cakupan bayi dengan berat badan lahir
rendah BBLR yang ditangani, cakupan rawat jalan, cakupan rawat inap, pelayanan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan, cakupan balita bawah garis merah
BGM, cakupan ibu hamil yang mendapat tablet Fe, cakupan pemberian makanan pendamping air susu ibu MP-ASI bayi BGM masyarakat miskin maskin, cakupan
kecamatan bebas rawan gizi.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan kesehatan Puskesmas Raja Maligas yang masih berada di bawah target SPM 2010 adalah cakupan kunjungan bumil 54,55 target SPM 95;
cakupan bulin yang ditolong tenaga kesehatan 68,71 target SPM 90; cakupan kunjungan neonatus 34,67 target SPM 90; cakupan kunjungan bayi 42,56
target SPM 100; cakupan BBLR yang ditangani 40 target SPM 90; rendahnya murid SD yang diperiksa 3,01 target SPM 90; rendahnya cakupan
SD yang mendapat pelayanan gigi 24,39 target SPM 100; cakupan pelayanan usila 5,02 target SPM 70; cakupan balita yang naik berat badannya 34,76
target SPM 80; cakupan balita mendapat 2x KVA 32,69 target SPM 90; cakupan bumil yang mendapat 90 tablet Fe 28,65 target SPM 90; cakupan MP-
ASI bayi BGM maskin 43,48 target SPM 100; pertolongan ibu hamil yang beresiko tinggi oleh tenaga kesehatan 45,45 target SPM 80; rumahbangunan
bebas jentik yang diperiksa 25,54 target SPM 95; bayi yang mendapat ASI ekslusif yaitu 15,36 target SPM 80; rumah sehat 77,55 target SPM 85 dan
jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar 28,05 target SPM 100. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun 2010.
Jumlah kunjungan pasien ke Puskesmas Raja Maligas sejak tahun 2009 - tahun 2011 dapat dilihat pada bagan berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Jumlah Cakupan Kunjungan Pasien di Puskesmas Raja Maligas Tahun
Kunjungan Pasien Jumlah Penduduk
Persentase 2009
993 12.732
7,79 2010
1.057 12.265
8,62 2011
1.579 12.220
12,92
Sumber: Register Pasien Puskesmas Raja Maligas Kec. Hutabayu Raja Dari tabel tersebut terlihat bahwa tingkat pemanfaatan Puskesmas Raja
Maligas selama kurun waktu tiga tahun terakhir masih tergolong rendah dan masih berada di bawah target nasional yang sudah ditetapkan yaitu sebesar 15.
Dari survey awal yang dilakukan di Puskesmas Raja Maligas menunjukkan bahwa masalah sosiodemografi yang terkait kunjungan pasien ke puskesmas adalah
tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan yang rendah, hal ini bisa diakibatkan pendidikannya yang rendah. Penghasilan yang kurang untuk melakukan
Berdasarkan survey pendahuluan tentang gambaran Puskesmas Raja Maligas dilihat dari lokasi, puskesmas dapat dijangkau masyarakat sebagian besar dengan
kendaraan umum, namun sebagian besar harus menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan umum yang beroperasi di wilayah puskemas jumlahnya sedikit.
Sebagian besar penduduknya adalah petani dan pedagang. Sebagian besar petugas tinggal di wilayah kecamatan. Selain Puskesmas Raja Maligas juga terdapat
Puskesmas Hutabayu di wilayah kecamatan yang sama. Fasilitas kesehatan yang ada hanyalah 1 praktek dokter umum, beberapa toko obat dan klinik bidan dan perawat
yang bersedia dipanggil jika pasien membutuhkan. Hal ini juga memiliki peluang memengaruhi jumlah kunjungan ke puskesmas.
Universitas Sumatera Utara
perawatan kesehatan juga diduga sebagai faktor penyebab. Pekerjaan masyarakat yang kebanyakan adalah petani yang lebih mementingkan pergi ke ladang daripada
hanya sekedar pergi ke puskesmas bisa juga menjadi alasan untuk tidak melakukan kunjungan ke puskesmas.
Dari survey awal juga ditemukan faktor sosiopsikologis yaitu persepsi pasien tentang sehat-sakit yang berbeda-beda. Bila sakitnya tidak sembuh dengan beli obat
dari toko obat baru akan pergi ke fasilitas kesehatan. Tingkat kepercayaan yang rendah terhadap pelayanan medis di puskesmas. Faktor pelayanan kesehatan di
puskesmas seperti lambatnya pelayanan yang diterima, ketidakhadiran dokter sehingga pasien hanya dilayani perawat atau bidan, ketidakramahan petugas dan daya
tanggap tenaga kesehatan yang kurang pada kebutuhan pasien. Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pengaruh faktor sosiodemografi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
keluarga, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, faktor sosiopsikologi persepsi terhadap penyakit dan kepercayaan terhadap pelayanan medis, dan pelayanan kesehatan
kecepatan pelayanan, pelayanan personil, ketersediaan pelayanan dan biaya pelayanan terhadap pemanfaatan Puskesmas Raja Maligas Kecamatan Hutabayu
Raja Kabupaten Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan