HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI MEMANFAATKAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BAWANG KABUPATEN BATANG.

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI

MEMANFAATKAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BAWANG KABUPATEN BATANG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Dion Fitriyanto NIM 09104244049

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTO

 Anda harus memiliki tujuan jangka panjang agar tidak frustasi terhadap kegagalan jangka pendek (Charles Noble)


(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk;

1. Orang tuaku yang selalu memberikan do’a dan restunya dalam setiap langkah perjalanan hidupku.

2. Almamaterku UNY. 3. Agama, Nusa dan Bangsa.


(7)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG KINERJA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MOTIVASI

MEMANFAATKAN LAYANAN KONSELING INDIVIDUAL PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 BAWANG KABUPATEN BATANG

Oleh Dion Fitriyanto NIM09104244049

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individua lpada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015/2016.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi dengan subyek penelitian yaitu siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 156 siswa. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, sedangkan instrumen yang digunakan adalah skala persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual. Teknik analisis data dengan menggunakan analisis korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individualpada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berarti semakin tinggi persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konselingmaka semakin tinggi motivasi siswa memanfaatkan layanan konseling individual, sebaliknya semakin rendah persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling maka semakin rendah pula motivasi siswa memanfaatkan layanan konseling individual. Diketahui bahwa tingkat persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingandan konseling berkategori sedang dan tingkat motivasi siswa memanfaatkan layanan konseling individual berkategori sedang.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya. Hanya dengan pertolongan Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan karya ini. Sholawat dan salam terlimpah kepada junjungan alam, manusia pembawa risalah kebenaran Nabi Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Hubungan Persepsi Siswa tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling Dengan Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015/2016 ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas NegeriYogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya keridhoan dari Allah SWT dan juga bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasihkepada; 1. Bapak Rektor Universitas NegeriYogyakarta, yang telah memberikan

kesempatan untuk menempuh pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, yang

telah berkenan memberikan ijin penelitian.

3. Bapak Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memberikan pengesahan judul skripsi.

4. Bapak Dr. Muh Farozin, M.Pd., dan Bapak Fathur Rahman, M.Si., selaku dosen pembimbing. Beliau berdua adalah inspirator terbaik dalam memotivasi peneliti sehingga karya ini selesai dengan baik.


(9)

DAFTAR ISI


(10)

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PERNYATAAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

HALAMAN MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN...vi

ABSTRAK...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI...x

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR GAMBAR ...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...7

C. Pembatasan Masalah...8

D. Rumusan Masalah...8

E. Tujuan Penelitian...8

F. Manfaat Penelitian...9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. KajianTeori...11

1. Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling...11

a. Pengertian Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling..11

b. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling...24

c. Syarat Terjadinya Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling...28

d. Proses Terjadinya Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling...30

2. Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual...32

a. Pengertian Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual....32

b. Macam-Macam Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual...34

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual...36


(11)

3. Penelitian Relevan...42

4. Kerangka Pikir ...43

B. Hipotesis Penelitian...45

1. Pengertian Hipotesis...45

2. Jenis-jenis Hipotesis...46

3. Hipotesis yang Diajukan...46

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...48

B. Jenis Penelitian ...48

C. Variabel Penelitian...49

1. Variabel Bebas (independent variable)...49

2. Variabel Terikat (dependent variable)...50

D. Populasi Penelitian...50

E. Tempat dan Waktu Penelitian...51

1. Tempat Penelitian...51

2. Waktu Penelitian...51

F. Teknik Pengumpulan Data...51

G. Instrumen Penelitian...54

1. Pengertian Instrumen...54

2. Langkah - langkah Menyusun Instrumen...55

H. Teknik Analisis Data...59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...61

1. Deskripsi Data ...61

a. Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling...62

b. Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual...64

2. Analisis Data...68

3. Pengujian Hipotesis ...69

B. Pembahasan Hasil Penelitian ...69

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan...74

B. Implikasi...74

C. Saran...75 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Populasi Penelitian ... 51

Tabel 2. Kisi-kisi Persepsi tentang Kinerja Guru

Bimbingan dan Konseling... 57

Tabel 3. Kisi-kisi Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual... 58

Tabel 4. Penskoran Skala Butir... 59

Tabel 5. Sebaran Frekuensi Data Persepsi tentang Kinerja

Guru Bimbingan dan Konseling... 62


(13)

Bimbingan dan Konseling... 64

Tabel 7. Sebaran Frekuensi Data Motivasi Memanfaatkan

Layanan Konseling Individual... 65

Tabel 8. Katagori Data Motivasi Memanfaatkan Layanan

Konseling Individual... 67


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Proses Persepsi... 30

Gambar 2. Kerangka Pikir... 45

Gambar 3. Histogram Data Persepsi tentang Kinerja

Guru Bimbingan dan Konseling... 63

Gambar 4. Histogram Data Motivasi Memanfaatkan Layanan

Konseling Individual ... 66


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Angket Siswa... 80

Lampiran 2. Tabel Penolong Distribusi Data... 85

Lampiran 3. Statistik Deskriptif Data... 89

Lampiran 4. Sebaran Frekuensi... 93

Lampiran 5. Tabel r Product Moment... 97

Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian... 98

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian... 100 ...


(16)

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu bidang yang sangat sentral dalam pembangunan suatu bangsa karena selain menggunakan sumber daya alam (SDA), yang paling penting adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Upaya untuk menciptakan dan meningkatkan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan pendidikan. Dunia pendidikan diharapkan menjadi salah satu wahana untuk mempersiapkan generasi bangsa, sehingga dari pendidikan dapat dilahirkan SDM yang berkualitas dan berkemampuan untuk merespon dinamika dan perubahan ilmu pengetahuan, terknologi, dan seni budaya.

Pendidikan tidak bisa dipisahkan dari sebuah proses belajar. Hal ini dikarenakan dalam pendidikan terdapat sebuah pemahaman mengenai life long education atau pendidikan sebagai proses sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat ini sebagai bukti dari adanya proses belajar yang terus menerus terjadi tanpa mengenal batasan usia dan waktu. Pendidikan memuat adanya proses pengembangan potensi seperti kepribadian, kecerdasan, ketrampilan serta hasil belajar. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional berupa;

“ Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ”.

Generasi bangsa yang diharapkan mampu untuk membangun negara tidak lain adalah siswa. Siswa dalam perkembangannya diberikan banyak ketrampilan


(18)

dan pengalaman dalam pendidikan, hal itu bertujuan agar siswa mampu bersaing setelah selesai menempuh pendidikan. Tujuan pendidikan itu yang hendak dicapai oleh semua sekolah di Indonesia termasuk juga SMA Negeri 1 Bawang Batang. Semua siswa di SMA Negeri 1 Bawang Batang diharapakan dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Hasil belajar yang dijumpai di SMA Negeri 1 Bawang Batang terbilang cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan siswa yang mewakili sekolah untuk berlomba sampai dengan tingkat provinsi. Selain itu persentase kelulusan siswa yang mencapai 90% lebih setiap tahunnya. Namun, kenyataan yang dihadapi tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan dapat terealisasi, banyak siswa yang belum mencapai hasil belajar sebagaimana diharapkan oleh semua pihak sekolah.

Dalam proses belajar tidak semua siswa dapat mengikuti semua pelajaran yang diberikan oleh guru. Hal itu disebabkan kondisi fisik ataupun psikis siswa yang sedang tidak baik. Tantangan pokok bagi siswa selama masa-masa SMA terletak dalam menghadapi diri sendiri bila sudah mulai memasuki masa pubertas, yaitu mengalami segala gejala kematangan seksual, yang sering disertai aneka gejala sekunder seperti berkurang semangat untuk bekerja keras, kegelisahan, kepekaan perasaan, kurang percaya diri, dan penantangan terhadap kewibawaan orang dewasa. Masalah-masalah siswa ini yang dapat menghambat siswa dalam menangkap materi yang diberikan oleh guru.

Masalah siswa menjadi suatu ancaman bagi siswa itu sendiri dan harus segera diselesaikan. Penyelesaian masalah yang dihadapi siswa baik di rumah maupun di sekolah dapat dilakuakan dengan konseling individual.


(19)

Konseling individual merupakan pelayanan bantuan secara profesional melalui hubungan khusus secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan seorang untuk mengentaskan masalah yang dihadapi individu dalam kehidupannya. Dalam hal ini siswa yang melakukan konsultasi kepada guru bimbingan dan konseling disekolah disebut juga konseli. Konseli mengalami kesukaran pribadi yang tidak dapat ia pecahkan sendiri, kemudian ia meminta bantuan konselor sebagai petugas yang profesional dalam jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.

Dalam layanan konseling individual, konselor memberikan ruang dan suasana yang memungkinkan konseli membuka diri setransparan mungkin. Dalam konseling diharapkan konseli dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat sekitarnya. Pemilihan dan penyesuaian yang tepat dapat memberikan perkembangan ini individu dapat lebih baik dalam lingkungannya.

Konseling individual itu sendiri bertujuan untuk terentaskannya masalah yang dialami konseli. Apabila masalah konseli itu dicirikan, antara lain; sesuatu yang tidak disukai adanya, suatu yang ingin dihilangkan, sesuatu yang dapat menghambat atau menimbulkan kerugian. Maka upaya pengentasan masalah konseli melalui konseling individual akan mengurangi intensitas ketidaksukaan atas keberadaan sesuatu yang dimaksud.Dengan layanan konseling individual beban konseli diringankan, kemampuan konseli ditingkatkan, dan potensi konseli dikembangkan.


(20)

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 16 Februari 2015 kenyataan yang ada di sekolah, ada dua guru bimbingan dan konseling yang bertugas untuk melayani siswa dalam masa perkembangannya. Adanya dua guru bimbingan dan konseling dirasa masih kurang efektif untuk memberikan layanan kepada siswa SMA Negeri 1 Bawang Batang yang kurang lebih 500 siswa. Namun, kenyataan yang ada tidak berjalan sebagaimana mestinya, siswa belum memanfaatkan secara maksimal fasilitas yang diberikan oleh sekolah. Dari sekian banyak siswa yang ada, hanya 10% atau sekitar 50 siswa yang memanfaatkan layanan dengan kesadaran sendiri dan 3% atau 15 siswa menemui guru bimbingan dan konseling karena dipanggil ke ruang konsultasi dalam tiap bulannya. Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang penting dan guna bimbingan dan konseling di sekolah.

Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah juga masih menemui hambatan dan kritikan dikalangan siswa, masyarakat bahkan teman sejawat sendiri seperti guru dan kepala sekolah yang belum merasa puas dengan kinerja guru bimbingan dan konseling. Beberapa hambatan yang dihadapi oleh guru bimbingan dan konseling di sekolah antara lain; kurang mampunya membuat program yang sesuai dengan kebutuhan siswa, banyak program layanan yang belum dikuasai oleh guru bimbingan dan konseling misalnya; daftar cek masalah (DCM), kurangnya fasilitas pendukung seperti ruang konseling, dan kurang aktifnya guru bimbingan dan konseling sebagai anggota ABKIN sehingga banyak tertinggal informasi. Jika masalah diatas tidak disikapi secara positif maka rasa percaya diri guru bimbingan dan konseling akan terganggu. Dalam meningkatkan


(21)

mutu pendidikan di sekolah pemerintah telah mengeluarkan aturan yang tertulis pada Permendiknas nomor 27 tahun 2008 tentang kualifikasi akademik dan kompetensi konselor dinyatakan bahwa seorang konselor harus memiliki kompetensi akademik dan profesional. Kompetensi akademik maksudnya konselor harus berpendidikan minimal S1, dan profesional disini maksudnya harus menguasai konsep keilmuan yang penerapannya dapat dipertanggung jawabkan. Kenyataan yang terjadi masih ada guru bimbingan dan konseling yang belum dapat menguasai keprofesionalannya sebagai konselor. Hal lain yang belum banyak dilakukan guru bimbingan dan konseling adalah penyuluhan tentang fungsi bimbingan dan konseling di sekolah untuk siswa.

Selain itu kurangnya rasa kesadaran siswa untuk memanfaatkan layanan konseling individualpun masih kurang. Hal ini disebabkan setiap siswa yang berhadapan dengan guru bimbingan dan konseling adalah siswa yang selalu terkena masalah dan siswa yang selalu melanggar aturan yang ditetapkan sekolah. Hal tersebut memunculkan persepsi yang cenderung menjauhi guru bimbingan dan konseling. Persepsi sendiri dapat diartikan tanggapan langsung dari sesuatu. Menurut Abdul Rahman Shaleh (2009:110) persepsi ialah kemampuan membeda-bedakan, mengelompokan memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap suatu peristiwa atau objek.

Persepsi siswa SMA Negeri 1 Bawang Batang terhadap guru bimbingan dan konseling selama ini hanya menangani dan menghadapi siswa-siswi nakal, dan memberikan hukuman kepada mereka. Guru bimbingan dan konseling di


(22)

SMA Negeri 1 Bawang Batang sering memanggil siswa yang melanggar peraturan sekolah, tetapi bukan untuk memberikan hukuman melainkan bertujuan untuk memberikan pengertian dan bantuan kepada siswa tersebut dalam proses perkembangannya agar tercapai tujuan dari pendidikan dan siswa itu sendiri.

Persepsi tersebut membuat kurangnya motivasi siswa untuk melakukan konseling individual. Motivasi sendiri berarti dorongan yang menyebabkan individu untuk melakukan tindakan tertentu. Menurut M. Utsman Najati dalam Abdul Rahman Shaleh (2009:183) motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan penggerak yang membangkitkan aktivitas pada makhluk hidup, dan menimbulkan tingkah laku serta mengarahkan menuju tujuan tertentu.

Persepsi berkaitan erat dengan motivasi seperti dikatakan oleh Lahey (2007), motivation is the internal state or condition that activates and gives direction to our thoughs, feeling, and action. Bisa diartikan, motivasi adalah sebuah pernyataan internal yang mengaktifkan dan memberikan arah kepada pemikiran kita, perasaan kita, dan perilaku kita. Teori tersebut menegaskan bahwa persepsi mempunyai korelasi yang dapat diteliti dan didapatkan hasil dari korelasi yang terjadi.

Teori di atas didukung dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh saudari Septi Tri Susanti pada tahun 2007 dengan judul “Hubungan Antara Persepsi Siswa tentang Kinerja Guru Pembimbing dengan Motivasi Siswa untuk Memanfaatkan Layanan Konseling Individual Pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara Tahun 2007/2008”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang terkait antara


(23)

kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi siswa. Hal ini dibuktikan dari perolehan skor koefisien korelasi yang lebih besar dari r tabel.

Oleh karena itu penelitian ini diharapkan mampu mengukur adanya hubungan persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015/2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut;

1. Sebagian siswa yang menunjukkan tidak dapat mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan oleh pihak sekolah.

2. Sebagian siswa kurang menyadari tentang layanan bimbingan dan konseling. 3. Sebagian siswa kurang mengetahui tentang fungsi dan manfaat bimbingan dan

konseling di sekolah.

4. Persepsi sebagian siswa terhadap guru bimbingan dan konseling hanya menangani siswa bermasalah.

5. Sebagian siswa kurang termotivasi untuk memanfaatkan layanan konseling individual.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan, maka masalah pada penelitian ini dibatasi pada persepsi siswa terhadap kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual.


(24)

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah di atas diajukan rumusan masalah yang akan diteliti sebagai berikut;

1. Bagaimana persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang?

2. Bagaimana motivasi siswa dalam memanfaatkan layanan konseling individual pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang?

3. Bagaimanakah hubungan antara persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan;

1. Persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang.

2. Motivasi siswa dalam memanfaatkan layanan konseling individual pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang.

3. Hubungan antara persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu bimbingan dan konseling dan teori motivasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru. Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi guru dalam memilih metode yang tepat untuk meningkatkan motivasi siswa untuk memanfaatkan layanan konseling individual dan menanamkan persepsi yang baik kepada guru bimbingan dan konseling.


(25)

b. Bagi sekolah. Penelitian ini di harapkan dapat di jadikan sebagai bahan penyempurna dalam pelaksanaan kegiatan belajar dan menjadi cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang lebih baik dan bermutu dalam kemajuan globalisasi dengan adanya bimbingan dan konseling yang diterapkan di sekolah sebagai fasilitas siswa memecahkan masalah khususnya dengan konseling individual.

c. Bagi penelitian selanjutnya. Penelitian ini di harapakan dapat memberikan gambaran dan sebagai refrensi alat bantu dalam melakukan penelitian selanjutnya dalam ilmu bidang bimbingan dan konseling khusunya mengenai persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dan motivasi siswa memanfaatkan layanan konseling individual.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Teori

1. Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

a. Pengertian persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling Menurut Bimo Walgito (1990:53), persepsi adalah proses yang di dahului oleh pengindraan. Pengindraan adalah merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu alat indera. Sementara Gross (2012:292) mengatakan persepsi adalah organisasi dan interpretasi informasi sensorik yang masuk untuk membentuk representasi-representasi batiniah tentang dunia eksternal. Menurut Leavitt dalam Desmita (2014:117) perception dalam pengertian sempit adalah penglihatan, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas, perception adalah pandangan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Dalam pengertian ini dapat diartikan bahwa perilaku individu didasarkan pada persepsi mereka


(27)

tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Dengan kata lain apa yang seseorang pikirkan akan mempengaruhi apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan akan mempengaruhi apa yang dilakukan.

Para ahli dengan pandangan masing-masing mendefinisikan persepsi secara berbeda-beda. Berikut adalah definisi persepsi menurut beberapa ahli yang dikutip dalam Desmita (2014:117);

1) Chaplin (2002) mengartikan persepsi sebagai “ proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif melalui indera ”.

2) Morgan (1979) mengartikan persepsi sebagai “ The process of discriminating aming stimuli and of interpreting their meaning ”. 3) Matlin (1994) mendefinisikan “ Perception is a process that uses our

previous knowledge to gather and interpret the stimuli that our sense register ”.

4) Matsumoto (2000) mendefinisikan “ Perception is the process of gathering information about the world trough our senses ”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses individu untuk memberikan tanggapan atau respon terhadap suatu interaksi yang ada dilingkungan sekitarnya. Melalui persepsi, seseorang terus menerus melakukan hubungan dengan lingkungan dan orang hain. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu; indera penglihat, pendengar, peraba, perasa dan penciuman. Persepsi tiap-tiap individu tentang sesuatu akan berbeda-beda karena persepsi seseorang terhadap sesuatu akan mempengaruhi pikirannya. Persepsi akan memungkinkan manusia memberi penilaian terhadap suatu kondisi tertentu karena rangsangan (stimulus) yang diberikan.

Smith dalam ( E. Mulyasa, 2005:136) menyatakan bahwa kinerja adalah “…output drive from processes, human or otherwise”. Kinerja


(28)

merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Dikatakan lebih lanjut oleh Mulyasa bahwa kinerja atau performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil-hasil kerja atau unjuk kerja. Ismail Mohamad (2004:163) mengatakan bahwa kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional yang diambil. Mitchell dalam Yusrizal (2008:1) mengemukakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan motivasi. Ini artinya jika ada perubahan pada fungsi dari faktor itu maka secara langsung akan mempengaruhi kinerja yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian diatas dapat diartikan bahwa kinerja adalah prestasi yang diperlihatkan karyawan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya menurut ukuran yang berlaku atau yang ditetapkan untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Menurut Sardiman dalam Syaiful Bahri Djamarah (2000:1) guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Ahmad Barizi & Muhammad Idris (2010:142) memberikan pengertian guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau didalam kelas. Sedangkan menurut Syafrudin Nurdin (2003:8) guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk


(29)

kepentingan anak didik, menunjang hubungan sebaik-baiknya, dalam kerangka menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan dan keilmuan.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan definisi konsep kinerja guru merupakan hasil pekerjaan atau prestasi kerja yang dilakukan oleh seorang guru berdasarkan kemampuan mengelola kegiatan belajar mengajar, yang meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan membina hubungan antar pribadi (interpersonal) dengan siswanya. Kinerja guru mempunyai spesifikasi tertentu. Kinerja guru dapat dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi atau kriteria kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap guru. Berkaitan dengan kinerja guru, wujud perilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran.

Guru merupakan unsur penting dalam keseluruhan sistem pendidikan. Oleh karena itu peranan dan kedudukan guru dalam meningkatkan mutu dan kualitas peserta didik (siswa) perlu diperhitungkan dengan sungguh-sungguh. Status guru bukan hanya sebatas pegawai yang hanya semata-mata melaksanakan tugas tanpa ada rasa tanggung jawab terhadap disiplin ilmu yang diembannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 menyebutkan “ Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah ”.


(30)

Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan tugas dan peran guru tidak hanya sebagai tenaga pengajar yang berperan dalam meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada peserta didik tetapi juga sebagai pendidik, pelatih, pembimbing, dan evaluator. Pendidik berarti guru bertugas meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup yang dapat dijadikan pedoman dalam hidupnya. Guru sebagai pelatih memiliki arti bahwa guru berperan dalam mengembangkan ketrampilan kepada peserta didik. Sebagai seorang pembimbing guru memiliki tugas dan peran mengarahkan atau membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Guru sebagai evaluator berarti guru sebagai pihak untuk menilai dan mengevaluasi peserta didik dalam upaya perbaikan bagi peserta didik di masa mendatang.

Menurut Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 menyebutkan ada tiga jenis guru yaitu;

1) Guru kelas adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran seluruh mata pelajaran di kelas tertentu di TK/RA/BA/TKLB dan SD/MI/SDLB dan yang sederajat, kecuali mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan serta pendidikan agama.

2) Guru mata pelajaran adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam proses pembelajaran pada satu mata pelajaran tertentu di sekolah/madrasah.


(31)

3) Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah pendidik.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 butir 6, “keberadaan konselor dalam Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasiliator, dan instruktur”. Guru bimbingan dan konseling atau yang sekarang disebut konselor merupakan pendidik yang bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan bimbingan dan konseling bagi peserta didiknya. Hal ini sejalan dengan Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 03/V/PB/2010 dan Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 yang menyebutkan bahwa “Guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah pendidik”.

Ekspektasi kinerja konselor dalam menyelenggarakan pelayanan ahli bimbingan dan konseling senantiasa digerakkan oleh motif altruistik, sikap empatik, menghormati keragaman, serta mengutamakan kepentingan konseli, dengan selalu mencermati dampak jangka panjang dari pelayanan yang diberikan. Sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah dari kiat pelaksanaan pelayanan profesional


(32)

bimbingan dan konseling. Kompetensi akademik merupakan landasan bagi pengembangan kompetensi profesional, yang meliputi; a) memahami secara mendalam konseli yang dilayani, b) menguasai landasan dan kerangka teoretik bimbingan dan konseling, c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan, dan d) mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan. Unjuk kerja konselor sangat dipengaruhi oleh kualitas penguasaan ke empat komptensi tersebut yang dilandasi oleh sikap, nilai, dan kecenderungan pribadi yang mendukung. Kompetensi akademik dan profesional konselor secara terintegrasi membangun keutuhan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional (Permendiknas No. 20 Tahun 2003).

Seperti halnya pendidik lainnya yang menyelenggarakan tugasnya di area pendidikan dengan memberikan pembelajaran mulai dari perencanaan pembelajaran, sampai pada penilaian hasil pembelajaran, guru bimbingan dan konseling juga merupakan pendidik yang bertanggung jawab dari mulai perencanaan program, penyusunan program, pelaksanaan program bimbingan dan konseling hingga pada evaluasi program tersebut dalam pelaksanaan tugasnya. Meskipun demikian fokus pengembangan pada peserta didik yang berbeda antara guru kelas/mata pelajaran dengan guru bimbingan dan konseling. Guru bimbingan dan konseling melaksakan tugasnya berfokus pada pengembangan diri siswa sesuai dengan potensi, minat, bakat, dan tahap-tahap perkembangan melalui berbagai layanan-layanan seperti layanan-layanan orientasi, informasi, penguasaan konten,


(33)

penempatan/penyaluran, konseling baik kelompok maupun perseorangan, dan lain-lain. Dalam layanan-layanan tersebut digunakan materi layanan tertentu disesuaikan dengan kebutuhan dan layanan yang diberikan untuk membelajarkan siswa sehingga ia mampu mengembangkan potensi dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Guru bimbingan dan konseling merupakan tenaga pendidik professional dalam bidang bimbingan dan konseling dengan tugas melaksanakan layanan bimbingan dan konseling yaitu mendidik, membimbing, dan mengembangkan kemampuan peserta didik (siswa) dalam memecahkan permasalahan yang dialami dan segala potensi melalui layanan-layanan bimbingan dan konseling.

Mekanisme pengelolaan bimbingan dan konseling ditata dan mencakup tahapan analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program (Permendikbud No. 111 tahun 2014).

a) Analisis kebutuhan

Program bimbingan dan konseling dirancang berdasar data kebutuhan peserta didik, sekolah, dan orangtua. Data kebutuhan dikumpulkan dan ditelaah untuk memperbaharui tujuan dan rencana program bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi serta ditindaklanjuti berbasis prioritas data kebutuhan yang difasilitasi pemenuhanya dalam bidang dan komponen bimbingan dan konseling.


(34)

Perencanaan (action plans) sebagai alat yang berguna untuk merespon kebutuhan yang telah teridentifikasi, mengimplementasikan tahap-tahap khusus untuk memenuhi kebutuhan, dan mengidentifikasi fihak yang bertanggungjawab terhadap setiap tahap, serta mengatur jadwal dalam program tahunan dan semesteran serta pengimplementasiannya. Dengan demikian, sejak awal telah dirancang efisiensi dan keefektivan program dan rencana pengukuran akuntabilitasnya. Program bimbingan dan konseling direncanakan sebagai program tahunan dan program semesteran.

c) Pelaksanaan

Pelaksanaan bimbingan dan konseling harus memperhatikan aspek penggunaan data dan penggunaan waktu yang tersebar ke dalam kalender akademik. Aspek pertama adalah penggunaan data. Kumpulan data akan memberikan informasi penting dalam pelaksanaan program dan akan diperlukan untuk mengevaluasi program dalam kaitannya dengan kemajuan yang diraih peserta didik/konseli. Aspek kedua adalah penggunaan waktu yang tersebar dalam kalender akademik. Proporsi waktu perencanaan dan pelaksanaan setiap komponen dan bidang bimbingan dan konseling harus memperhatikan tingkat satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, jumlah konselor atau guru bimbingan dan konseling, jumlah peserta didik yang dilayani.

d) Evaluasi

Evaluasi dalam bimbingan dan konseling merupakan proses pembuatan pertimbangan secara sistematis mengenai keefektivan dalam mencapai tujuan program bimbingan dan konseling berdasar pada


(35)

ukuran (standar) tertentu. Dengan demikian evaluasi merupakan proses sistematis dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang efisiensi, keefektivan, dan dampak dari program dan layanan bimbingan dan konseling terhadap perkembangan pribadi, sosial belajar, dan karir peserra didik/konseli.

e) Pelaporan

Pelaporan proses dan hasil dari pelaksanaan program dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana peserta didik berkembang sebagai hasil dari layanan bimbingan dan konseling. Laporan akan digunakan sebagai pendukung program lanjutan untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan program selanjutnya. Laporan jangka pendek akan menfasilitasi evaluasi aktivitas program jangka pendek. Laporan jangka menengah dan jangka panjang akan merefleksikan kemajuan ke arah perubahan dalam diri semua peserta didik. Isi dan format laporan sejalan dengan kebutuhan untuk menyampaikan informasi secara efektif krpada seluruh pemangku kepentingan. Laporan juga akan menjadi informasi penting bagi pengembangan profesionalitas yang diperlukan bagi konselor atau guru bimbingan dan konseling.

f) Tindak lanjut

Tindak lanjut atas laporan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling akan menjadi alat penting dalam tindak lanjut untuk mendukung program sejalan dengan yang direncanakan, mendukung setiap peserta didik yang dilayani, mendukung digunakannya materi yang tepat, mendokumentasi proses, persepsi, dan hasil program secara rinci, mendokumentasi dampak jangka pendek, menengah dan jangka


(36)

panjang, atas analisis keefektivan program digunakan untuk mengambil keputusan apakah program dilanjutkan, direvisi, atau dihentikan, meningkatkan program, seta dihgunakan untuk mendukung perubahan-perubahan dalam sistem sekolah.

Mekanisme pengelolaan bimbingan dan konseling dalam Permendikbud No 111 Tahun 2014 ini yang akan peneliti gunakan dalam menyusun kisi-kisi instrumen tentang kinerja guru bimbingan dan konseling.

Persepsi terhadap kompetensi guru bimbingan dan konseling adalah proses ketika siswa menerima, mengorganisasikan dan menginterpretasi kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang dimiliki gurunya pada saat mengajar. Aspek persepsi terhadap kompetensi guru bimbingan dan konseling yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu penggabungan dari aspek persepsi dan bentuk kompetensi guru bimbingan dan konseling. Aspek persepsi tersebut meliputi kognisi dan afeksi, sedangkan bentuk kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Jadi pada aspek kognisi di dalamnya menyangkut penilaian tentang kompetensi guru bimbingan dan konseling di bidang pedagogik, bidang kepribadian, bidang sosial, dan bidang profesional yang dimiliki oleh guru. Begitu juga aspek afeksi, di dalamnya meliputi perasaan individu terhadap kompetensi gurunya di bidang pedagogik, bidang kepribadian, bidang sosial, dan bidang profesional.

Proses interaksi antara siswa dengan gurunya akan menghasilkan persepsi siswa mengenai sosok guru yang dikenalnya. Siswa menganggap


(37)

guru sebagai figur yang menarik dan menyenangkan, sehingga hal ini akan meningkatkan minat siswa untuk mengikuti mata pelajaran yang diampunya. Persepsi siswa akan menentukan sikapnya. Siswa yang mempunyai persepsi positif seringkali akan mempunyai sikap yang positif juga. Ketika siswa mempersepsikan kompetensi gurunya secara positif, maka sikap yang positif terhadap guru itu pun terbentuk.

Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah belum berjalan dengan mestinya, kegiatan yang dilaksanakan belum nampak secara nyata, hanyasekedar tulisan saja. Guru pembimbingpun belum seutuhnya mengetahui ruanglingkup bimbingan konseling. Pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah seharusnya berjalan sesuai yang tertera dalam program bimbingan dan konseling, dan dilaksankan dengan dukungan atau partisipasi oleh personel sekolah lainnya, misalnya Kepala Sekolah, wali kelas bahkan guru itu sendiri, tanpa dukungan personel sekolah lainnya pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling paati kurang terlaksana.

Sejauh ini dibeberapa sekolah di Indonesia pelayanan bimbingan dan konseling berjalan dengan sangat baik namun di beberapa lokasi sekolah lainnya keberadaan pelayanan bimbingan konseling seperti mati dan dianggap sebelah mata. Ketimpangan ini bisa didasarkan dari beberapa alasan yaitu ketidaksiapan profesi konselor yang profesional disetiap daerah, kurang baiknya kepribadian konselor, dan sampai pada kurangnya fasilitas yang merata. Sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda pada setiap sisi pelayanan bimbingan dan konseling, dan setiap pandangan


(38)

itu akan menampilkan citra sesungguhnya dari bimbingan dan konseling dan profesi konselornya itu sendiri.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa respon dari persepsi yang diambil oleh siswa menjadi berbagai macam. Dari hambatan-hambatan yang telah dihadapi guru bimbingan dan konseling membuat persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling kurang maksimal yang berakibat pada fungsi bimbingan dan konseling di sekolah tidak berjalan sebagaimana mestinya.

b. Faktor yang mempengaruhi persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling

Menurut Makmun Khairani (2013:63-64) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut;

1) Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu, yang mencakup beberapa hal antara lain;

a) Fisiologis

Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi yang diperoleh ini akan mempengaruhi dan melengkapi usaha untuk memberikan arti terhadap lingkungan sekitarnya. Kapasistas indera untuk mempersepsi pada tiap orang berbeda-beda sehingga interpretasi terhadap lingkungan juga berberbeda-beda. b) Perhatian

Individu memerlukan sejumlah energi yang dikeluarkan untuk memperhatikan atau memfokuskan pada bentuk fisik mental yang ada pada sustu obyek.

c) Minat

Persepsi terhadap suatu obyek bervariasi tergantung pada seberapa banyak energi atau perceptual vigilance yang digerakan untuk mempersepsi. Perceptual vigilance merupakan


(39)

kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

d) Kebutuhan yang searah

Faktor ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

e) Pengalaman dan ingatan

Pengalaman dapat dilaksanakan tergantung pada ingatan dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui rangsangan dalam pengertian luas. f) Suasana hati

Keadaan emosi mempengaruhi perilaku seseorang, suasana hati ini menunjukan bagaimana perasaan seseorang pada waktu yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yaitu karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terdapat di dalamnya. Elemen-eleman tersebut dapat mengubah sudut pandang seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang merasakan atau menerimanya. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi antara lain; a) Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus

Faktor ini menyatakan bahwa semakin besarnya hubungan suatu objek, maka semakin mudah untuk dipahami. Bentuk ini akan mempengaruhi persepsi individu dan dengan melihat bentuk ukuran suatu objek individu akan mudah untuk perhatian pada giliranya membentuk persepsi.


(40)

Obyek-obyek yang mempunyai cahaya lebih banyak, akan lebih mudah dipahami (to be perceived) dibandingkan dengan sedikit.

c) Keunikan dan kekontrasan stimulus

Stimulus luar yang penampilannya dengan latar belakang dan sekelilingnya yang sama sekali di luar sangkaan individu yang lain akan banyak menarik perhatian.

d) Intensitas dan kekuatan dari stimulus

Stimulus dari luar akan memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.

e) Motion atau gerakan

Individu akan banyak memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkanobyek yang diam.

Sementara menurut Bimo Walgito (2004:70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu;

1) Faktor internal

Faktor internal ini beraasl dari apa yang ada dalam diri individu akan mempengaruhi individu tersebut untuk mengadakan.

2) Faktor eksternal

Selain faktor internal, masih ada faktor yang mempengaruhi proses persepsi, yaitu faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung, dan ini merupakan faktor eksternal. Faktor internal dan eksternal saling beraksi dalam diri individu dalam mengadakan persepsi.

Menurut Sondang P. Siagian (2001:100) terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kinerja guru bimbingan dan konseling, yaitu;


(41)

1) Faktor pelaku persepsi, yaitu diri orang yang bersangkutan, apabila seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya itu. Ia dipengaruhi oleh karakteristik individual yang turut berpengaruh seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman, dan harapan.

2) Faktor sasaran persepsi, dapat berupa orang, benda, atau peristiwa. 3) Faktor situasi, faktor situasi merupakan keadaan seseorang ketika

melihat sesuatu dan mempersepsinya.

Dari beberapa uraian pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi tidak timbul begitu saja, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan mengapa dua orang yang melihat sesuatu mungkin memberi interpretasi yang berbeda tentang yang dilihatnya. Faktor-faktor tersebut menjadikan persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling berbeda satu sama lain.

Persepsi yang ditimbulkan oleh masing-masing siswa akan berbeda meskipun objek yang diamati benar-benar sama dan akan berpengaruh pada perhatian yang diberikan. Persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling berbeda karena perhatian cara pandang siswa berbeda. Begitu juga perhatian guru bimbingan dan konseling kepada siswa, perhatian yang berbeda akan menimbulkan persepsi yang berbeda.

c. Syarat terjadinya persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling

Persepsi pada diri siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling tidak terjadi begitu saja, ada beberapa syarat menimbulkan persepsi itu muncul. Bimo Walgito (1990:54) mengemukakan beberapa syarat sebelum individu mengadakan persepsi diantaranya adalah;


(42)

Objek atau sasaran yang diamati menimbulkan stimulasi atau rangsangan yang mengenai alat indra. Objek yang dimaksud adalah kinerja guru bimbingan dan konseling dalam hal analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pelaporan, dan tindak lanjut pengembangan program layanan.

2) Alat indra atau reseptor

Alat indra yang dimaksudkan adalah alat indra untuk menerima stimulus yang kemudian diterima dan diteruskan oleh syaraf sensoris yang selanjutnya akan disampaikan kesusunan syaraf pusat sebagai pusat kesadaran. Indera maksudnya adalah alat penerima pesan baik secara langsung atau tidak. Indra secara langsung adalah siswa melihat dengan matanya bagaimana kinerja guru bimbingan dan konseling, sedangkan indra tidak langsung dapat berupa cerita atau pengalaman orang lain yang didengarkan oleh siswa.

3) Adanya perhatian

Perhatian adalah langkah awal dan atau yang kita sebut sebagai persiapan untuk mengadakan persepsi, sehingga perhatian siswa ditujukan kepada kinerja guru bimbingan dan konseling.

Menurut Sunaryo (2004:98) syarat terjadinya persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling hampir sama dengan yang diungkapakan oleh Bimo Walgito yaitu;

1) Adanya objek yang dipersepsi.

2) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

3) Adanya alat indra atau reseptor yaitu alat indra untuk menerima stimulus.

4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.


(43)

Dari penjelasan di atas maka syarat terjadinya persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dapat disimpulkan karena adnya objek yang dipersepsikan atau kinerja guru bimbingan itu sendiri, alat indra sebagai penerima rangsang, syaraf sensorik yang mangantarkan rangsangan atau stimulus ke otak dan perhatian yang akhirnya menjadi persepsi siswa.

d. Proses terjadinya persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling

Proses terjadinya persepsi dalam diri individu tidak berlangsung begitu saja, tetapi melalui suatu proses. Proses persepsi adalah peristiwa dua arah yaitu sebagai hasil aksi atau reaksi. Proses terjadinya persepsi tergantung pada sistem sensorik dan otak. Sistem sensori akan mendeteksi informasi, mengubahnya menjadi impuls saraf, mengolah beberapa diantaranya dan mengirimkannya ke otak melalui benang-benang saraf. Otak memainkan peranan yang luar biasa dalam mengelola data sensorik. Karena itu, dikatakan bahwa persepsi tergantung pada empat cara kerja, yaitu; deteksi (pengenalan), transaksi (pengubahan diri dari satu energi ke bentuk energi yang lain), transmisi (penerusan), dan pengolahan informasi (Abdul Rahman Shaleh, 2009:116). Paul A. Bell dkk dalam Abdul Rahman Shaleh (2009:130) membuat skema proses persepsi sebagai berikut;


(44)

Gambar 1. Skema Proses Persepsi

Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya. Proses inilah yang dimaksud dengan persepsi. Persepsi ini selanjutnya menimbulkan reaksi ruang sesuai dengan asas busur reflek.

Dalam proses terjadinya persepsi seperti diterangkan diatas dapat di simpulkan ada tiga aspek yang menonjol dalam diri individu yang bersangkutan. Adapaun aspek-aspek tersebut adalah;

1) Aspek kognisi, yaitu menyangkut harapan, cara mendapatkan pengetahuan atau cara berfikir dan pengalaman masa lalu. Individu dalam mempersepsikan sesuatu dapat dilator belakangi oleh adanya aspek kognisi, yaitu pandangan individu tehadap sesuatu berdasarkan dari keinginan atau pengharapan dari cara individu tersebut memandang sesuatu berdasarkan pengalaman dari yang pernah didengar atau dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari.

2) Aspek konasi, yaitu menyangkut sikap perilaku aktifitas motivasi individu dalam mempersepsikan sesuatu bisa melalui aspek konasi


(45)

yaitu pandangan individu terhadap sesuatu yang berhubungan dengan motif perilaku individu dalam kehidupan sehari-hari.

3) Aspek afeksi yaitu yang menyangkut emosi dari individu dalam mempersepsikan sesuatu bisa melalui asek afeksi yang berlandaskan pada emosi individu tersebut. Hal ini dapat muncul karena adanya pendidikan moral dan etika yang didapatkan sejak kecil pendidikan moral. Pendidikan moral dan moral inilah yang akhirnya menjadi landasan individu tersebut dalam memandang sesuatu disekitarnya.

Persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling tidak langsung muncul dengan adanya faktor dan syarat, tetapi ada proses yang menjadikan tindakan atau kejadian menjadi persepsi. Proses pembentukan persepsi diawali dengan masuknya sumber melalui suara, penglihatan, rasa, aroma atau sentuhan manusia, diterima oleh indera manusia (sensory receptor) sebagai bentuk sensation. Sejumlah besar sensation yang diperoleh dari proses pertama diatas kemudian diseleksi dan diterima. Fungsi penyaringan ini dijalankan oleh faktor seperti harapan individu, motivasi, dan sikap.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dapat terjadi karena adanya kejadian atau stimulus yang diterima siswa, stimulus yang diterima akhirnya masuk ke dalam otak dan akhirnya otak mengolah stimulus tersebut yang akhirnya menjadi persepsi dalam diri siswa.

2. Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling Individual

a. Pengertian motivasi memanfaatkan layanan konseling individual Menurut Sumadi Suryabrata (H. Djaali, 2013:101) motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk


(46)

melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Sedangkan menurut Greenberg (H. Djaali, 2013:101) menyebutkan bahwa motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan perilaku arah suatu tujuan. Motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha melakukan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memnuhi kebutuhanya (Hamzah B. Uno, 2014:3).

Dari pengertian yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan yang menyebabkan individu untuk melakuakan tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi yang dimaksudkan adalah motivasi memanfaatkan layanan konseling individual yang perlu dimanfaatkan oleh siswa guna menyelasaikan masalah yang dihadapi dan pengembangan kepribadian siswa.

Konseling individual menurut Prayitno dan Erman Amti (2013:105) adalah “proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien”. Proses konseling individu di sini menekankan/berpusat pada klien (melibatkan klien) untuk memecahkan dan menyelesaikan masalah pribadinya secara optimal, bukan konselor yang memutuskan menyelesaikan masalah klien tetapi konselor hanya memberi alternatif pemecahan masalahnya yang dihadapi kliennya.

Motivasi memanfaatkan layanan konseling individual yaitu suatu dorongan kepada siswa untuk memanfaatkan layanan konseling individual yang merupakan fasilitas yang telah disediakan oleh pihak sekolah. Siswa


(47)

diharapkan mememanfaatkan layanan yang diberikan sekolah guna menunjang kematangan diri dan menyelesaikan masalahnya. Sesuai dengan tujuan dari sekolah dan konseling individual itu sendiri terentaskannya masalah yang dihadapi siswa dan pengembangan diri siswa menjadi individu yang lebih baik.

b. Macam-macam motivasi memanfaatkan layanan konseling individual Menurut Oemar Hamalik (2009:162) membagi motivasi menjadi dua jenis, yaitu;

1) Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang tercakup dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa. Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya yang timbul dalam diri siswa sendiri, misalnya keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan dan lain-lain.

2) Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti ijazah, tingkatan hadiah dan lain-lain. Motivasi ini dipengaruhi oleh insentif eksternal yaitu berupa imbalan atau hukuman.

Menurut Anonim (2010:42), motivasi dibedakan atas 3 macam berdasarkan sifatnya;

1) Motivasi takut atau fear motivation, yaitu individu melakukan suatu perbuatan dikarenakan adanya rasa takut. Dalam hal ini seseorang melakukan sesuatu perbuatan dikarenakan adanya rasa takut, misalnya takut karena ancaman dari luar, takut Aku mendapatkan hukuman dan sebagainya.


(48)

2) Motivasi insentif atau incentive motivation, yaitu individu melakukan sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif, bentuk insentif bermacam-macam seperti mendapatkan honorarium, bonus, hadiah, penghargaan dan lain-lain.

3) Motivasi sikap atau attitude motivation/self motivation sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap suatu objek, motivasi ini lebih bersifat intrinsik, muncul dari dalam individu, berbeda dengan kedua motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrintik yang datang dari luar diri individu.

Sementara menurut Sardiman A. M. (1996:84) motivasi dilihat dari dasar pembentukannya.

1) Motif-motif bawaan, yang dimaksud motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya dorongan untuk makan minum, bekerja, istirahat, dan dorongan seksual.

2) Motif-motif yang dipelajari, maksudnya motif-motif yang timbul karena dipelajari. Sebagai contoh; dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, mengajar sesuatu di dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa macam motivasi dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik siswa memanfaatkan layanan konseling individual bisa terjadi ketika siswa tersebut mengalami permasalahan dalam dirinya dan paham dengan layanan konseling individual dapat menyelesaikan masalah tersebut. Dengan kata lain mengikuti layanan konseling individual karena ingin mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Untuk


(49)

motivasi ekstrinsik sendiri terjadi ketika siswa tersebut tertarik karena melihat temannya yang terlebih dahulu mengikuti layanan konseling individual. Dengan kata lain hanya ingin berpartisipasi dalam kegiatan. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi memanfaatkan layanan

konseling individual

Menurut Makmun Khairani (2013:131-132) motivasi seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu;

1) Faktor Internal

a) Persepsi individu mengenai diri sendiri

Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak bergantung pada persepsi. Persepsi siswa tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku siswa untuk melakukan konseling individual.

b) Harga diri dan prestasi

Harga diri dan prestasi mendorong individu untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat, serta mendorong individu untuk berprestasi. Dalam hal ini siswa merasa ingin dihargai dan memiliki prestasi sehingga siswa termotivasi untuk mengembangkan dirinya dengan melakukan konseling individual.

c) Harapan

Adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif siswa. Dengan memiliki harapan tentang masa depan yang baik dan harapan akan terentaskan masalahnya akan mendorong siswa melakukan konseling


(50)

individual. Tidak lain siswa juga menaruh harapan kepada guru bimbingan dan konseling untuk memberikan arahan yang menbangun siswa mengembangkan dirinya.

d) Kebutuhan

Manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Selain itu siswa juga mempunyai kubutuhan untuk mendapatkan sosok teman untuk dapat mendengarkan keluh kesah dan masalah yang dihadapinya.

e) Kepuasan

Suatu dorongan afektif yang muncul dari individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku. Adanya tujuan sangat mendorong siswa melukan konseling individual. Tujuan yang hendak dicapai adalah kepuasan akan hasil yang dilakukan didapatkan dari konseling individual. Kepuasan siswa dalam konseling individual akan menambah motivasi siswa untuk melakukan konseling individual.

2) Faktor eksternal

a) Jenis dan sifat pekerjaan

Dorongan untuk melakukan konseling individual tergantung dari jenis dan sifat masalah siswa. Beberapa masalah mungkin siswa memilih untuk menyelesaikan masalahnya karena masih bisa untuk diselesaikan sendiri, tetapi masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri dan membutuhkan seseorang untuk mendengarkan masalahnya akan mendorong siswa untuk melakukan konseling individual.


(51)

Kelompok dimana siswa bergabung dapat memotivasi siswa untuk mencapai hasil yang baik, dengan keinginan tersebut siswa memanfaatkan konseling individu untuk mendapatkan arahan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga siswa dapat mencapai hasil yang diinginkan.

c) Situasi lingkungan pada umumnya

Setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya. Ada situasi dimana siswa akan sulit untuk berinteraksi dengan orang lain dan memilih untuk berdiam diri, namun setelah situasi cukup melegakan siswa dapat termotivasi untuk mengungkapkan masalah yang dihadapi dengan memanfaatkan layanan konseling individual.

d) Sistem imbalan yang diterima

Imbalan dapat mendorong siswa untuk berkonsultasi. Imbalan disini bukan berarti suatu materi melainkan hasil yang dicapai dengan konseling individual misalnya terentaskan masalah yang telah dihadapi.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2014:31) faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi;

1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil 2) Adanya dorongan dan kebutuhan

3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan 4) Adanya penghargaan

5) Adanya hal yang menarik

6) Adanya lingkungan yang kondusif

Federick Heszberg dalam Sudarwan Danim (2004:31) mengemukakan ada 2 faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi, yaitu;


(52)

Yang termasuk faktor intrinsik adalah prestasi yang dicapai, pengakuan, dunia kerja, tanggung jawab dan kemajuan.

2) Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik berasal dari luar diri individu, yang termasuk faktor ekstrinsik adalah hubungan personal antara atasan dan bawahan, kebijakan administrasi dan kehidupan pribadi.

Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi memanfaatkan layanan konseling individual adalah faktor internal dan eksternal. Dalam penelitian ini faktor internal dan eksternal akan dijadikan kisi-kisi untuk menyusun instrumen motivasi siswa dalam memanfaatkan layanan konseling individual.

d. Fungsi motivasi memanfaatkan layanan konseling individual

Motivasi memanfaatkan layanan konseling individu memiliki fungsi yang menurut Sardiman A.M (2006:85) ada tiga fungsi motivasi yang antara lain;

1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang

harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, denagn menyisihkan perbuatan-perbuattan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Senada dengan Sardiman A. M, fungsi motivasi menurut Oemar Hamalik (2002:17) adalah;


(53)

1) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa adanya motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan seperti memanfaatkan layanan konseling individual.

2) Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan.

3) Sebagai penggerak yang berfungsi sebagai mesin mobil, besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Menurut M. Ngalim Purwanto (2002:70) fungsi dari motivasi adalah sebagai berikut:

1) Motivasi itu mendorong manusia untuk berbuat/bertindak. Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. 2) Motivasi itu menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan

suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah pernyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. 3) Motivasi itu menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan

perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan funggsi motivasi memanfaatkan layanan konseling individual adalah sebagai pendorong siswa melakukan konseling individual. Selain itu sebagai penggerak dan pemberi arah kepada siswa mencapai hasil dan tujuan yang terbaik setelah mengkonsultasikan masalahnya kepada guru bimbingan dan konseling. 3. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah;

a. Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Bimbingan Konseling Terhadap Kepuasan Siswa Memanfaatkan Pelayanan Bimbingan dan Konseling SMP Negeri 1 Brebes. Penelitian ini dilakukan oleh Atik Siti Maryam


(54)

(2007). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ada pengaruh persepsi kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap kepuasan siswa dalam memanfaatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling, hal ini terbukti dari hasil hasil analisis regresi melaui uji simultan (uji F) diperoleh p value = 0,000 < 0,05, yang berarti bahwa kualitas pelayanan Bimbingan dan Konseling secara signifikan berpengaruh terhadap kepuasan siswa memanfaatkan pelayanan Bimbingan dan Konseling yaitu sebesar 90,2%.

b. Hubungan Persepsi Siswa tentang Kepribadian Konselor dan Motivasi Siswa Mengikuti Konseling Perorangan di SMA Adabiah Padang. Penelitian ini dilakukan oleh Rezki Hariko (2012). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara persepsi siswa tentang kepribadian konselor dan motivasi siswa mengikuti konseling perorangan, hal ini terbukti dari nilai koefisien korelasi persepsi siswa tentang kepribadian konselor dan motivasi siswa mengikuti konseling perorangan sebesar 0.547.

c. Hubungan antara Persepsi terhadap Layanan Konseling Individual dengan Minat Berkonseling pada Siswa SMK Negeri Kota Bengkulu. Penelitian ini dilakukan oleh Arwidita (2014). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara persepsi terhadap layanan konseling individual dengan minat berkonseling pada siswa SMKN 1 Kota Bengkulu, hal ini terbukti dari nilai uji signifikan korelasi didapat signifikansi sebesar 0,008 (p<0,05).

d. Korelasi antara Kepribadian Konselor dengan Minat Siswa Mengikuti Layanan Konseling Individu di SMA Negeri 1 Kendal. Penelitian ini


(55)

dilakukan oleh Rina Istiati Tahun (2013). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi siswa tentang ciri-ciri kepribadian konselor pada guru pembimbing dengan minat siswa memanfaatkan layanan konseling individu di SMA Negeri 1 Kendal. Jadi secara keseluruhan dari hubungan-hubungan yang sudah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual.

4. Kerangka Pikir

Secara teoretik persepsi mempengaruhi perilaku. Namun dalam faktanya persepsi seseorang seringkali tidak cermat, demikian pula persepsi siswa terhadap pembimbing sekolah. Jadi, bila dalam suatu komunikasi pihak-pihak yang berkomunikasi itu mempersepsi yang lain secara tidak cermat maka akan terjadi kegagalan komunikasi. Dengan hasil persepsi yang seperti itu maka hubungan antara siswa dan pembimbing akan menjadi renggang, tidak hangat dan akhirnya siswa tidak memanfaatkan konseling pada pembimbing dan pembimbing tidak mau membantu siswa. Kegagalan komunikasi tersebut bisa diperbaiki jika orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah, bersifat subyektif dan cenderung keliru. Akibat lain dari persepsi yang tidak cermat adalah menyebabkan terjadinya distorsi pesan yang tidak sesuai dengan persepsi. Adanya kesenjangan antara persepsi dan realitas tentang bimbingan dan konseling bukan saja terjadinya perhatian selektif tetapi juga penafsiran pesan yang keliru.


(56)

Persepsi merupakan bagian dari proses-proses kognitif yang akan menjembatani pengaruh faktor stimuli pada respon perilaku. Jadi, berbagai bentuk stimuli yang dapat berupa peristiwa-peristiwa yang mendahului perilaku atau peristiwa yang mengikuti perilaku baik menyenangkan (ganjaran) maupun tak menyenangkan (hukuman) tidak secara langsung mempengaruhi respon atau perilaku individu.

Efek stimuli pada motivasi akan ditentukan oleh proses persepsi yang berlangsung pada individu, yakni pemaknaan terhadap stimuli indrawi. Dalam hal ini tentu saja satu stimuli yang sama bisa dipersepsi secara berbeda oleh dua atau lebih individu tergantung pada faktor-faktor situasional dan faktor-faktor fungsional yang bekerja saat terjadinya proses sensasi atau penginderaan. Untuk memperjelas kerangka pikir dapat dibuat skema sebagai berikut;

Gambar 2. Kerangka Pikir

B. Hipotesis Penelitian 1. Pengertian Hipotesis

Suharsimi Arikunto (2013:110) mengartikan hipotesis sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hal serupa diungkapkan oleh Moh.

Motivasi Memanfaatkan Layanan Konseling

Individual Persepsi tentang Kinerja

Guru Bimbingan dan Konseling


(57)

Nazir (2014:132) bahwa hipotesis tidak lain dari dari jawaban sementara terhadapa masalah penelitian yang kebenaranya harus diuji secara empiris. Hipotesis dapat didefinisikan sebagai jawaban sementara yang kebenarannya harus diuji atau rangkuman kesimpulan secara teoritis yang diperoleh melalui tinjauan pustaka (Nanang Martono, 2010:57).

Berdasarkan dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis merupakan dugaan sementara terhadap penelitian yang memerlukan bukti kebenarannya melalui suatu penelitian.

Menurut Moh. Nazir (2014:133) ciri-ciri hipotesis yang baik yaitu berikut;

a. Harus menyatakan hubungan. b. Harus sesuai dengan fakta.

c. Harus berhubungan dengan ilmu, serta sesuai dengan tumbuhnya ilmu pengetahuan.

d. Harus dapat diuji. e. Harus sederhana.

f. Harus bisa menerangkan fakta.

Dengan demikian secara umum, hipotesis yang baik harus mempertimbangkan fakta-fakta yang relevan dan harus masuk akal. Hipotesis harus dapat diuji dengan aplikasi dediktif atau induktif untuk verifikasi.

2. Jenis-jenis Hipotesis

Menurut Suharsimi Arikunto (2013:112) ada jenis hipotesis yang dibedakan berdasarkan keberadaan hubungan antar variabel, yaitu;

a. Hipotesis kerja atau hipotesis alternatif, disingkat Ha. Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara variable X dan Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.


(58)

b. Hipotesis nol atau disebut hipotesis statistik, disingkat H0. Hipoteis nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variable X terhadap Y.

3. Hipotesis yang Diajukan

Pada penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah hipoteis kerja (Ha), yaitu; Ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual siswa kelas XI SMA Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015 / 2016. Sedangkan untuk hipotesis nol (H0), yaitu; Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual siswa kelas XI SMA Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015 / 2016.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2006:12) yang mengemukakan penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut menguakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. Menurut Margono (2010:35) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang lebih banyak menggunakan logika hipotesis ferifikasi yang dimulai dengan berfikir deduktif untuk meneruskan hipotesis kemudian melakukan pengujian dilapangan dan kesimpulan tersebut ditarik berdasarka data impiris. Menurut Sugiyono (2009:14) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positifisme diginakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu.


(60)

Dari beberapa pendapat ahli di atas mengenai penelitian kuantitatif dapat disimpulkan bahwa penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan secara ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian fenomena serta hubungan-hubungannya.

B. Jenis Penelitian

Jenis metode deskriptif yang digunakan oleh penulis yaitu metode deskriptif korelasional. Pengertian dari penelitian korelasional sendiri menurut Suharsimi Arikunto (2010:4) adalah “ Penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada ”. Alasan peneliti memilih metode deskriptif korelasional karena penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan hubungan yang terjadi antara dua variabel, yaitu; persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan motivasi memanfaatkan layanan konseling individual.

C. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2009:60) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Sementara pengertian variabel menurut Margono (2010:23) adalah pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih. Suharsimi Arikunto (2006:116) mendefinisikan varibel merupakan gejala yang bervariasi yang menjadi obyek penelitian.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan dalam penelitian. Sugiyono (2009:61) mengatakan bahwa variabel penelitian dalam penelitian kuantitatif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu;


(61)

1. Variabel Bebas (independent variable)

Variabel bebas, merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terikat). Variabel bebas (X) pada penelitian ini adalah persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling.

2. Variabel Terikat (dependent variable)

Variabel terikat, merupakan variabel yang dipengaruhi atu yang menjadi akibat krena adanya variabel bebas. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah motivasi memanfaatkan layanan konseling individual.

D. Populasi Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006:130) menyatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sementara menurut Margono (2010:118) populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Populasi merupakan subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2010:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian populasi adalah sekelompok/kumpulan orang-orang, namun mengacu pada seluruh ukuran, hitungan, atau kualitas yang menjadi fokus perhatian suatu kajian. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Bawang Batang Tahun Pelajaran 2015 / 2016 yang terdiri dari 6 kelas dan berjumlah 156 siswa.


(62)

Tabel 1. Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah

1 XI IPA 1 26

2 XI IPA 2 26

3 XI IPA 3 26

4 XI IPS 1 26

5 XI IPS 2 26

6 XI IPS 3 26

Jumlah 156

E. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bawang Batang. Tempat penelitian ini dipilih karena berawal dari studi pendahuluan, peneliti menemukan permasalahan mengenai persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling terhadap motivasi memanfaatkan layanan konseling individual.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester I Tahun Pelajaran 2015 / 2016. Sebelum penelitian dimulai, peneliti mengawali dengan observasi untuk menemukan permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto (2013:193) teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan tes, angket/kuesioner, interview, observasi, skala bertingkat/rating scale dan dokumentasi. Untuk memperoleh data yang relevan dalam penelitian ini maka teknik yang digunakan adalah angket/kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2010:199).


(63)

Menggunakan angket merupakan teknik untuk pengumpulan data karena peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur. Ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2011:199-203) angket merupakan teknik pengumpulan data yang efisien jika peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang tidak bisa diharapkan dari responden. Angket sebagai teknik pengumpulan data sangat cocok untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar. Adapun kelebihan dan kekurangan metode angket menurut Suharsimi Arikunto (2013:195-196) yaitu;

1. Kelebihan angket;

a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.

b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.

c. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing, dan menurut waktu senggang responden.

d. Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidk malu-malu menjawab.

e. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.

2. Kekurangan angket;

a. Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi diberikan kepadanya.


(64)

b. Sering kali sukar dicari validitasnya.

c. Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberi jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.

d. Seringkali tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos. e. Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama.

Ada beberapa macam angket dipandang dari jawaban dan bentuknya. menurut Suharsimi Arikunto (2013:195) angket dibedakan atas;

1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada;

1) Kuesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimat sendiri.

2) Kuesioner tertutup yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada;

1) Kuesioner langsung yaitu responden menjawab tentang dirinya.

2) Kuesioner tidak langsung yaitu jika responden menjawab tentang responden.

3) Dipandang dari bentuknya maka ada;

1) Kuesioner pilihan ganda sama dengan kuesioner tertutup. 2) Kuesioner lisan sama dengan kuesioner terbuka.

3) Check list, yaitu sebuah daftar dan responden tinggal membutuhkan tanda check pada kolom yang sesuai.

4) Rating scale (skala bertingkat) yaitu sebuah pertanyaan yang diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket rating scale (skala bertingkat) dengan menggunakan skala likert. Skala likert ini


(65)

digunakan untuk mengukur persepsi siswa tentang kinerja guru bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan layanan konseling individual.

G. Instrumen Penelitian 1. Pengertian Instrumen

Suharsimi Arikunto (2013:203) mengatakan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Instrumen pengumpul data menurut Sumadi Suryabrata (2008:52) adalah alat yang digunakan untuk merekam pada umumnya keadaan dan aktivitas atribut-atribut psikologis. Atibut-atribut psikologis itu secara teknis biasanya digolongkan menjadi atribut kognitif dan atribut non kognitif. Atribut kognitif perangsangnya adalah pertanyaan sedangkan untuk atribut non-kognitif perangsangnya adalah pernyataan. Pada umumnya penelitian akan berhasil apabila banyak menggunakan instrumen, sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian (masalah) dan menguji hipotesis diperoleh melalui instrumen (Margono, 2010:155).

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi kuantitatif tentang variabel yang sedang diteliti.

2. Langkah - langkah Menyusun Instrumen

Menurut Margono (2010:157) ada beberapa langkah umum yang bisa ditempuh dalam menyusun instrument penelitian, yaitu;

a. Analisis variabel penelitian, yakni mengkaji variabel menjadi sub penelitian sejelas-jelasnya, sehingga indikator tersebut bisa diukur dan menghasilkan data yang diinginkan peneliti.


(66)

b. Menetapkan jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel/subvariabel indikator-indikatornya.

c. Menyusun kisi-kisi instrumen

d. Menyusun item atau pertanyaan sesuai dengan jenis instrumen dan jumlah yang ditetapkan dalam kisi-kisi.

e. Instrumen yang sudah dibuat sebaiknya diuji coba digunakan untuk revisi instrumen.

Berdasarkan langkah-langkah penyusunan instrumen diatas, pengembangan instrumen dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut;

a. Persepsi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling 1) Definisi operasional variabel

Persepsi merupakan suatu proses untuk mengenali dan menafsirkan informasi indrawi berdasarkan fikiran serta pengalaman-pengalaman pribadi tentang kinerja guru bimbingan dan konseling di SMA Negeri 1 Bawang Kabupaten Batang akan tugas-tugasnya yang meliputi perencanaa, pelaksanaan, evaluasi, laporan, dan tindak lanjut.

2) Indikator variabel a) Perencanaan

(1) Analisis kebutuhan siswa (2) Analisis lingkungan siswa (3) Analisis program

b) Pelaksanaan

(1) Pelaksanaan secara langsung (2) Pelaksanaan secara tidak langsung

(3) Pelaksanaan di dalam kelas ( jam mengajar guru BK)

(4) Pelaksanaan di luar kelas (diluar jam sekolah / jam mengajar guru BK)


(67)

(1) Evaluasi program (2) Evaluasi proses (3) Evaluasi hasil d) Laporan

(1) Laporan pelaksanaan program BK e) Tindak lanjut

(1) Sosialisasi laporan pelaksanaan program

(2) Pembuatan program berkelanjutan berdasarkan evaluasi 3) Kisi-kisi

Tabel 2. Kisi-kisi Persepsi tentang Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling

Indikator Sub-Indikator Nomor

item

Jumlah Perencanaan 1. Analisis kebutuhan siswa

2. Analisis lingkungan siswa 3. Analisis program

1, 2 3, 4 5, 6 2 2 2 Pelaksanaan 1. Pelaksanaan secara langsung

2. Pelaksanaan secara tidak langsung 3. Pelaksanaan di dalam kelas (jam

mengajar guru BK)

4. Pelaksanaan di luar kelas (diluar jam sekolah / jam mengajar guru BK)

7, 8 9,10 11, 12 13, 14 2 2 2 2 Evaluasi 1. Program

a. Program terlaksana tepat sasaran b. Program terlaksana tepat waktu 2. Proses

a. Guru BK memberikan layanan sesuai prosedur

b. Siswa antusias mengikuti layanan BK

3. Hasil

a. Siswa memahami materi dalam layanan BK

b. Perkembangan psikologis siswa terarah 15, 16 17, 18 19, 20 21, 22 23, 24 25, 26 2 2 2 2 2 2 Laporan 1. Guru BK menyusun laporan

pelaksanaan program berdasarkan hasil evaluasi program BK

27, 28 2

Tindak lanjut 1. Guru BK mensosialisasikan laporan pelaksanaan program pada pihak-pihak terkait

2. Guru BK membuat program selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi

29, 30 31, 32

2 2

Jumlah 32


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PERSEPSI SISWA SMA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

0 7 2

Hubungan antara persepsi siswa terhadap bimbingan konseling dan intensitas pemanfaatan layanan bimbingan konseling di SMA PGRI 109 Tangerang

2 15 105

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 1 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 3 9

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEMANDIRIAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kemandirian Belajar Pada Siswa.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN MINAT BERKONSULTASI SISWA.

0 0 9

HUBUNGAN ANTARA LAYANAN BIMBINGAN KONSELING SEKOLAH DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA SISWA Hubungan Antara layanan Bimbingan Konseling Sekolah dengan Interaksi Sosial pada Siswa Akselerasi.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN BELAJAR Hubungan Antara Persepsi Terhadap Layanan Bimbingan Konseling Dengan Kedisiplinan Belajar.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TENTANG KINERJA GURU BK DENGAN MINAT MENGIKUTI LAYANAN KONSELING INDIVIDU PADA SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 GONDANG KABUPATEN SRAGEN TAHUN AJARAN 20162017

0 0 54

Hubungan Kemampuan Guru Bimbingan dan Konseling Membina Hubungan Konseling dengan Motivasi Siswa Melanjutkan Konseling

0 0 8