EFFECT OF EDUCATION, EXPERIENCE, AUDITOR INDEPENDENCE AND AUDIT FEE AUDITOR OF PROFESSIONALISM IN PUBLIC ACCOUNTANTS IN OFFICE CENTER.

(1)

xii

By. Zhela Aritanoga Abstract

Public accountants have a good strategic position in the eyes of management and in the eyes of users of financial statements. Great trust in the customer's audited financial statements and services provided by public accountants eventually require attention to the quality of audits of public accountants was doing. However, society has not fully put trust in the public accounting

profession. Based on this background, this research aims to prove empirically the influence of education, experience, independence of auditors, and audit fees on auditor professionalism and to prove the dominant factor affecting the

professionalism of auditors.

The sample used by as many as 15 KAP KAP each represented two respondents in the KAP in Central Surabaya. This sampling using simple random sampling technique. Variables used in the study were 5 variables: education (X1), experience (X2), auditor independence (X3), the audit fee (X4), as the independent variable and the professionalism of auditors (Y) as dependent variables were analyzed using multiple linear regression analysis .

Based on the description and analysis of data that has been put forward, it can be concluded that multiple linear regression model produced is not suitable to determine the effect of education (X1), experience (X2), auditor independence (X3), and the audit fee (X4) to the professionalism of auditors (Y). T test results are education (X1), experience (X2), auditor independence (X3), and the audit fee (X4) does not significantly influence auditors' professionalism (Y) so that the hypothesis of this study: (a) Hypothesis to-1 which states that Education, experience, independence of auditors, and audit fees affect auditors

'professionalism KAP in Central Surabaya, not verified (b) Hypothesis to-2 which states that the independence of auditors dominant influence on the professionalism of auditors' firm, not verified.

Keywords: Education, Experience, auditor independence, audit fees and auditor professionalism.


(2)

iii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN...xi

ABSTRAKSI...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 11

2.2 Landasan Teori ... 17

2.2.1 Pengertian Pemeriksaan Akuntansi (Auditing) ... 17

2.2.2 Etika Profesi ... 19

2.2.3 Pendidikan ... 20

2.2.3.1 Pengertian Pendidikan ... 20

2.2.3.2 Pentingnya Pendidikan ... 21


(3)

iv

2.2.4 Pengalaman ... 29

2.2.4.1 Pengertian Pengalaman ... 29

2.2.5 Independensi ... 31

2.2.5.1 Definisi Independensi Auditor ... 31

2.2.5.2 Pentingnya Independensi Auditor ... 33

2.2.5.3 Aspek Independensi ... 35

2.2.5.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi Independensi auditor ... 36

2.2.6 Audit Fee ... 38

2.2.6.1 Pengertian Audit Fee ... 38

2.2.6.2 Ketentuan Audit Fee ... 38

2.2.7 Profesionalisme ... 42

2.2.6.1 Pengertian Profesionalisme ... 42

2.2.6.2 Syarat dan ciri Profesionalisme ... 47

2.2.6.3 Faktor- faktor Pendukung Profesionalisme ... 48

2.3 Kerangka Pikir ... 49

2.3.1 Pengaruh Pendidikan Terhadap Profesionalisme Auditor .... 50


(4)

v

2.4 Hipotesis ... 56

BAB III METODE PENELITAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 58

3.1.1 Definisi Operasional... 58

3.1.2 Pengukuran Variabel ... 60

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 62

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 63

3.3.1 Jenis Data ... 63

3.3.2 Sumber Data ... 64

3.3.3 Pengumpulan Data ... 64

3.4 Uji Kualitas Data ... 64

3.4.1 Uji Validitas ... 64

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 65

3.4.3 Uji Normalitas ... 65

3.5 Uji Asumsi Klasik ... 66


(5)

vi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ... 71

4.1.1 Gambaran Umum Profesi Akuntan Publik ... 71

4.1.2 Fungsi Akuntan ... 72

4.1.3 Ketentuan dan Peraturan ... 72

4.1.4 Gambaran Umum Sampel Penelitian...73

4.1.5 Karakteristik Responden...74

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 75

4.2.1 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pendidikan ... 75

4.2.2 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pengalaman ... 76

4.2.3 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Independensi auditor ... 77

4.2.4 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Audit Fee ... 79

4.2.5 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Profesionalisme Auditor....80

4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 81

4.3.1 Uji Validitas ... 81

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 90


(6)

vii

4.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 91

4.4.2.1 Uji Multikolinieritas...91

4.4.2.2 Uji Heteroskedastisitas...92

4.4.2 Persamaan Regresi Linier Berganda ... 93

4.4.3 Uji Kecocokan Model ... 94

4.4.4 Uji t ... 95

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ... 96

4.5.1 Implikasi Penelitian ... 97

4.7 Perbedaan Hasil Penelitian Dahulu Dengan Penelitian Sekarang ... 101

4.8 Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 103

5.2 Saran ... 104 DAFTAR PUSTAKA


(7)

(8)

ix

Tabel 2.1 Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang...15

Tabel 3.1 Autokorelasi Durbin Watson...67

Tabel 4.1 Karakteristik Responden...76

Tabel 4.2 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pendidikan...77

Tabel 4.3 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Pengalaman...77

Tabel 4.4 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Independensi Auditor...78

Tabel 4.5 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Audit Fee...80

Tabel 4.6 Tabulasi Jawaban Responden Variabel Profesionalisme Auditor...81

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Pendidikan...82

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Pengalaman...83

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Independensi Auditor...84

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Audit Fee...86

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Profesionalisme Putaran Ke-1....87

Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Pada Variabel Profesionalisme Putaran Ke-2..88


(9)

x

Tabel 4.15 Hasil Uji Multikolinieritas...90

Tabel 4.16 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman...91

Tabel 4.17 Hasil Uji Linear Berganda...92

Tabel 4.18 Hasil Uji F...94

Tabel 4.19 Hasil Uji t...95


(10)

xi

Lampiran 2 : Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Pendidikan

Lampiran 3 : Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Pengalaman

Lampiran 4 : Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Independensi Auditor

Lampiran 5 : Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Audit Fee

Lampiran 6 : Uji Validitas dan reabilitas Variabel Profesionalisme Auditor

Lampiran 7 : Uji Normalitas

Lampiran 8 : Input Regresi Linier Berganda, Uji F dan Uji t


(11)

1 1.1 Latar Belakang.

Pada perusahaan besar, khususnya perusahaan go public, terdapat

pemisahan antara pemilik dengan manajemen. Manajemen adalah pihak

yang mengelola serta mengendalikan perusahaan. Manajemen dipercaya

dan diberi wewenang untuk mengelola sumber daya yang diinvestasikan

ke dalam perusahaan oleh pemilik. Manajemen bertugas menjalankan

kegiatan bisnis perusahaan. Konsekuensi dari hal ini adalah pihak

manajemen harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan wewenang

tersebut secara periodik kepada pemilik. Pertanggungjawaban periodik ini

umumnya menggunakan media laporan keuangan. Untuk itu manajemen

harus merancang dan mengimplementasikan suatu sistem akuntansi yang

digunakan untuk menyusun laporan keuangan secara periodik yang akurat

dan dapat diandalkan. Selain pemilik, masih terdapat pihak lain yang

memerlukan informasi yang berasal dari laporan keuangan. Pihak lain

tersebut antara lain adalah pemberi pinjaman, calon kreditor atau investor,

pemerintah, analis keuangan dan sebagainya.

Terdapat perbedaan kepentingan antara manajemen dengan

pemakai laporan keuangan. Manajemen berkepentingan untuk melaporkan

pengelolaan bisnis perusahaan yang dipercayakan kepadanya. Sedangkan

pemakai laporan keuangan, khususnya pemilik berkepentingan untuk


(12)

Perbedaan ini menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen

dengan pemakai laporan keuangan. Karena adanya konflik kepentingan

antara manajemen dengan pemakai laporan keuangan maka laporan

keuangan harus diaudit oleh pihak ketiga yang independen. Selain masalah

konflik kepentingan antara manajemen dengan pemilik, terdapat hal lain

yang menyebabkan laporan keuangan perlu diaudit. Hal tersebut adalah:

(1) informasi dalam laporan keuangan memiliki konsekuensi ekonomis

yang substansial dalam pengambilan keputusan, (2) sebuah keahlian sering

diperlukan dalam penyusunan dan verifikasi informasi dalam laporan

keuangan, (3) pemakai laporan keuangan tidak bisa secara langsung

melakukan verifikasi terhadap kualitas informasi dalam laporan keuangan

(Taylor 1997).

Pihak yang bisa melakukan audit atas laporan keuangan adalah

akuntan publik. Akuntan publik akan melaksanakan audit menurut

ketentuan yang ada pada standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan

Profesi Akuntan Publik. Standar auditing yang ada meliputi (1) standar

umum, (2) standar pekerjaan lapangan dan (3) standar pelaporan. Standar

umum bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor dan mutu

pekerjaannya. Standar pekerjaan lapangan berkaitan dengan kriteria dan

ukuran mutu kinerja akuntan publik dalam melakukan pekerjaan lapangan.

Standar pelaporan berkaitan dengan kriteria dan ukuran mutu kinerja


(13)

Dalam auditnya, akuntan publik menilai apakah penyusunan

laporan keuangan yang dilakukan manajemen sudah sesuai dengan

ketentuan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sebagai hasil auditnya,

akuntan publik memberikan pendapat akuntan atas kewajaran laporan

keuangan. Pendapat akuntan publik ini disajikan dalam “Laporan Auditor

Independen”.

Pendidikan dan pengalaman, baik pengetahuan dan keahlian dari

seorang auditor, dan elemen dalam management letter (fee, schedule and

team) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prilaku profesionalisme

akuntan (Colbert, 1989;Bonner & Lewis, 1990; Wards et al,1999; Tan &

Ha, 1999; Deddy, 2009). Pengalaman yang lebih akan menghasilkan

pengetahuan yang lebih. Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai

dengan pengetahuan yang dimiliki akan memberikan hasil yang lebih baik

dari pada mereka yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam

tugasnya. Peningkatan pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal

sama bagusnya dengan yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena

itu pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam

memprediksi kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan

sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan

publik (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997).

Profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang

ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme


(14)

perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor

eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas

organisasi modern. Hastuti et al (2003) dalam Deddy (2009) mengatakan

bahwa gambaran tentang profesionalisme seorang auditor tercermin dalam

lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian,

kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan

seprofesi.

Auditor mengakui kewajibannya untuk jujur tidak hanya kepada

manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur, investor

dan calon investor sebagai pihak ketiga yang akan meletakkan

kepercayaan atas laporan auditor independen. Dan ini menuntut auditor

untuk lebih independen dalam melaksanakan tugasnya, karena seorang

akuntan publik tidak dapat memberikan pendapat yang obyektif jika ia

tidak independen. Untuk diakui oleh pihak lain sebagai orang yang

independen, auditor harus bebas dari setiap kewajibannya terhadap klien

dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, baik itu

manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Sikap mental independen

tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam

penampilan (in appearance). Tudingan pelanggaran independen dalam

penampilan sering terjadi. Setidaknya terdapat dua hal penyebab

pelanggaran ini yaitu: pertama, kantor akuntan publik melakukan multi

service pada klien yang sama dan kedua, tidak ada batasan lamanya kantor


(15)

Penelitian mengenai Independensi auditor telah banyak dilakukan, baik di

dalam maupun di luar negeri, salah satunya yang dilakukan oleh Pany dan

Reckers (1980), yang menemukan bahwa independensi auditor

dipengaruhi oleh ukuran dan pemberian hadiah oleh klien. Kemudian

dilakukan oleh Lavin (1976) dalam penelitiannya menjelaskan lebih dalam

konsep independensi dalam hubungannya auditor dengan klien melalui

pengamatan pihak ketiga.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka akuntan publik akhirnya

memiliki posisi yang strategis baik dimata manajemen maupun dimata

pemakai laporan keuangan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan

keuangan auditan dan jasa yang diberikan akuntan publik akhirnya

mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang

dilakukannya. Namun demikian masyarakat belum sepenuhnya menaruh

kepercayaan terhadap profesi akuntan publik. Dalam pelaksanaan praktik

jasa auditing yang dilakukan oleh Akuntan Publik, sebagian masyarakat

masih ada yang meragukan tingkat Profesionalisme yang dimiliki oleh

para Auditor KAP, yang selanjutnya berdampak pada keraguan

masyarakat terhadap pemberian opini Akuntan Publik. Ini dapat

dibuktikan dengan adanya skandal yang melibatkan akuntan publik baik di

luar negeri maupun di dalam negeri. Skandal di dalam negeri terlihat dari

akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan

Indonesia (IAI) terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang melakukan


(16)

peringatan plus yang telah diberikan. Sepuluh Kantor Akuntan Publik

tersebut diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit

bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998 (Yulius Jogi Christiawan 2002).

Tabel 1.1 : Daftar beberapa KAP (Kantor Akuntan Publik) yang bermasalah

Nama KAP Surat Keputusan

KAP Drs. Dadi Muchidin KMK Nomor: 1103/KM.1/2009

KAP Matias Zakaria KMK Nomor: 1117/KM.1/2009

KAP Drs. Soejono KMK Nomor: 1118/KM.1/2009

KAP Drs. Abdul Azis B KMK Nomor: 1119/KM.1/2009

KAP Drs.M. Isjwak KMK Nomor: 1120/KM.1/2009

Sumber : Frezait.blogspot.com 2009, diringkas oleh penulis

Selain itu terdapat kasus pembekuan beberapa kantor akuntan

publik, oleh menteri keuangan karena semua KAP telah dikenakan sanksi

peringatan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu 48 bulan namun tetap

melakukan pelanggaran berikutnya yaitu tidak menyampaikan laporan

tahunan KAP tahun takwim, seperti terlihat dalam tabel 1.

Kejadian- kejadian tersebut menyebabkan timbulnya keraguan atas

integritas auditor KAP. Beberapa akuntan secara terbuka mengakui bahwa

mereka bisa saja melaksanakan tugasnya dengan benar namun hal tersebut


(17)

yang dilakukan harus sesuai permintaan perusahaan, apabila auditor

menolak maka KAP akan kehilangan klien karena berpindah kepada KAP

lain (Media Akuntansi, 1999: hal 6-7)

Fenomena rebutan klien di antara akuntan publik sebenarnya sejak

dulu telah mewarnai perdagangan jasa audit, dan ini erat sekali

hubungannya dengan audit fee. Seperti diketahui jasa audit yang diberikan

KAP tidak ada tarif dasarnya tetapi hanya didasarkan atas negosiasi.

Penetapan tarif imbal jasa pada auditor (charge-out rate) harus

menggambarkan remunerasi yang pantas bagi anggota dan stafnya, dengan

memperhatikan kualifikasi dan pengalaman masing-masing. Tarif auditor

harus ditetapkan dengan mempertimbangkan : Gaji yang pantas untuk

menarik dan mempertahankan staf yang kompeten dan berkeahlian,

Imbalan lain diluar gaji, beban overhead (termasuk yang berkaitan dengan

pelatihan dan pengembangan staf, serta riset dan pengembangan), jumlah

jam tersedia untuk suatu periode tertentu (projected charge-out time) untuk

profesional dan staf pendukung, serta margin laba yang pantas.

Imbal jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh dari yang

dikenakan oleh auditor/akuntan pendahulu atau diajukan oleh

auditor/akuntan lain akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan

dan kompetensi anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar


(18)

Menurut (SK IAPI no. KEP.024/IAPI/VII/2008) tentang kebijakan penentuan fee audit dijelaskan bahwa dalam menetapkan imbal

jasa (fee) audit, Akuntan Publik harus memperhatikan tahapan-tahapan

diatas dan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Kebutuhan Klien,

tugas dan tanggungjawab menurut hukum (statutory duties), independensi,

tingkat Keahlian (levels of expertise) dan tanggungjawab yang melekat

pada pekerjaan yang dilakukan, serta tingkat kompleksitas pekerjaan,

banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan oleh

Akuntan Publik dan stafnya menyelesaikan pekerjaan, basis penetapan fee

yang disepakati.

Setiap KAP wajib menerapkan ketentuan mengenai fee

berdasarkan SK ini, dan diberikan ilustrasi. Hal ini menjadi aspek dalam

hal melakukan review mutu terhadap KAP tersebut. Keputusan tersebut

dimaksudkan untuk membantu Anggota dalam menetapkan imbal jasa

yang wajar sesuai dengan martabat profesi Akuntan Publik dan dalam

jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan

standar profesional akuntan public yang berlaku.

Penelitian ini dimotivasi dengan masih banyaknya kasus yang

terjadi pada auditor KAP, baik itu mengenai profesionalisme,

independensi dan lainnya. Selain itu penelitian ini dibuat untuk

mengetahui pengaruh pendidikan auditor yang dalam hal ini adalah


(19)

dan audit fee KAP terhadap tingkat profesionalisme, mengingat beberapa

tahun belakangan ini profesi auditor kerap dikaitkan dengan berbagai

skandal yang menimpa perusahaan- perusahaan besar.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

mengambil judul penelitian : “Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, Independensi auditor dan Audit Fee terhadap Profesionalisme Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Surabaya Pusat”.

1.2 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas,

maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah pendidikan, pengalaman, independensi auditor, dan audit

fee berpengaruh terhadap profesionalisme auditor ?

2. Dari keempat variable yang diteliti, mana yang dominan

mempengaruhi profesionalisme auditor ?

1.3 Tujuan Penelitian.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan membuktikan secara empiris pengaruh

pendidikan, pengalaman, independensi auditor, dan audit fee

terhadap profesionalisme auditor.

2. Untuk membuktikan faktor dominan yang mempengaruhi


(20)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

beberapa pihak, antara lain:

a) Bagi Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntansi Indonesia

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pengembangan

profesi akuntan publik dan memberikan kontribusi kepada auditor

tentang bagaimana meningkatkan profesionalisme.

b) Bagi Akademisi.

Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti lain dengan materi

yang berhubungan dengan penelitian ini. Serta sebagai Dharma

Bakti terhadap Perguruan Tinggi khususnya Fakultas Ekonomi

UPN “ Veteran “ Jawa Timur.

c) Bagi Peneliti.

Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antara

teori yang selama ini peneliti dapatkan dibangku perkuliahan


(21)

berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak

kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang

meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.

2) RISMA (2009)

Judul :

“ Pengaruh Hubungan Auditor Dengan Klien Dan Besarnya Audit

Fee Terhadap Independensi Auditor”

Perumusan Masalah :

Apakah hubungan auditor dengan klien dan audit fee berpengaruh

terhadap independensi auditor?

Hipotesis :

Diduga bahwa hubungan auditor dengan klien dan audit fee

berpengaruh terhadap independensi auditor.

Kesimpulan :

1. Secara simultan variable Hubungan Auditor dengan Klien (X1) dan Audit Fee (X2) berpengaruh terhadap Independensi Auditor (Y), sehingga secara simultan menggunakan uji F menunjukkan bahwa

nilai signifikan < 0,05 (5%), ada pengaruh secara signifikan antara

variable Hubungan Auditor dengan klien (X1) dan Audit Fee (X2) terhadap variable Independensi Auditor (Y).

2. Secara parsial hanya variable Audit Fee (X2) yang mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variable Independensi Auditor


(22)

tidak mempunyai pengaruh. Pengujian hipotesis uji t menyatakan

bahwa:

a. Variable Hubungan Auditor dengan Klien (X1) dengan tingkat signifikan > (0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b. Variable Audit Fee (X2) dengan tingkat signifikan < (0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima.

3) Ida Suraida (jurnal 2005)

Judul :

“Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit & Risiko Audit

Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor & Ketepatan Pemberian

Opini Akuntan Publik”

Perumusan Masalah :

1. Sejauh mana pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit & risiko

audit secara parsial maupun secara simultan terhadap skeptisisme

profesional auditor?

2. Sejauh mana pengaruh etika, kompetensi, pengalaman audit & risiko

audit secara parsial maupun secara simultan terhadap ketepatan

pemberian opini akuntan publik?

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Etika, kompetensi, pengalaman audit & risiko audit berpengaruh

terhadap skeptisisme profesional auditor baik secara parsial maupun


(23)

pengalaman audit & risiko audit terhadap skeptisisme profesional

auditor kecil, namun secara simultan pengaruhnya cukup besar, yaitu

sebesar 61%. Hal ini mengandung arti bahwa jika akuntan publik

menegakkan etika, memiliki kompetensi & pengalaman audit serta

merencanakan risiko audit dengan baik, maka tingkat skeptisisme

profesional auditor akan semakin tinggi.

2. Etika kompetensi, pengalaman audit, risiko audit & skeptisisme

profesional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan

pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara

simultan. Secara parsial pengaruhnya kecil namun secara simultan

pengaruhnya terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik

cukup besar yaitu 74%. Di antara kelima variable tersebut risiko

audit dan skeptisisme profesional auditor mempunyai pengaruh yang

besar terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik. Ini

mengandung makna bahwa risiko audit & skeptisisme profesional

auditor sangat berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini

akuntan publik.

4) Deddy Dwi Haryadi (2009)

Judul :

“Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, dan Independensi Auditor

Terhadap Profesionalisme Auditor Pada Kantor Akuntan Publik

(KAP) di Surabaya”


(24)

1. Apakah pendidikan, pengalaman, dan independensi auditor

berpengaruh terhadap profesionalisme auditor?

2. Dari ketiga variable diatas, mana yang paling dominan

mempengaruhi profesionalisme auditor?

Hipotesis :

1. Bahwa Pendidikan, Pengalaman, dan Independensi berpengaruh

terhadap profesionalisme auditor KAP di Surabaya

2. Bahwa Pengalaman lebih berpengaruh terhadap profesionalisme

auditor KAP.

Kesimpulan :

1. Model regresi linier berganda yang dihasilkan adalah cocok untuk

mengetahui pengaruh pendidikan (X1), pengalaman (X2) dan independensi auditor (X3) terhadap profesionalisme auditor (Y).

2. Hasil uji t menunjukkan bahwa independensi auditor (X)

berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme auditor (Y),

sedangkan pendidikan (X1) dan pengalaman (X2) tidak berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme auditor (Y), sehingga hipotesis

penelitian ini :

a. Hipotesis ke-1 yang menyatakan bahwa Pendidikan,

Pengalaman, dan Independensi berpengaruh terhadap

profesionalisme auditor KAP di Surabaya, tidak teruji


(25)

b. Hipotesis ke-2 yang menyatakan bahwa Pengalaman

berpengaruh lebih dominan terhadap profesionalisme auditor

KAP, tidak teruji kebenarannya.

Tabel. 2.1 : Perbedaan penelitian terdahulu dan penelitian sekarang

Tahun Nama Judul

2002 Yulius Jogi Christiawan Kompetensi dan Independensi Akuntan

Publik : Refleksi Hasil Penelitian Empiris

2009 Risma Pengaruh Hubungan Auditor Dengan

Klien Dan Besarnya Audit Fee Terhadap

Independensi Auditor

2005 Ida Suraida Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman

Audit & Risiko Audit Terhadap

Skeptisisme Profesional Auditor &

Ketepatan Pemberian Opini Akuntan

Publik

2009 Deddy Dwi Haryadi Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, dan

Independensi Auditor Terhadap

Profesionalisme Auditor Pada Kantor

Akuntan Publik (KAP) di Surabaya

2011 Zhela Aritanoga Pengaruh Pendidikan, Pengalaman,


(26)

Profesionalisme Auditor pada Kantor

Akuntan Publik di Surabaya Pusat

Sumber : Penelitian terdahulu

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Pemeriksaan Akuntansi (Auditing)

Mulyadi (2001: 9) mendefinisikan auditing secara umum sebagai

suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti

secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan

kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian

antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah

ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang

berkepentingan.

Ditinjau dari sudut akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan

(examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan

atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan

keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material, posisi keuangan, dan hasil usaha atau organisasi tersebut.

Menurut Alvin A.Arens (2004: 15) Auditing adalah pengumpulan

serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan dan


(27)

kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh

seseorang yang kompeten dan independen.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa auditing

merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi

atau menguji kebenaran bukti secara objektif atas informasi laporan

keuangan yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan

Laporan keuangan sendiri adalah merupakan bentuk

pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan

kepadanya. Pemakai laporan keuangan meliputi investor, calon

investor, karyawan, kreditor, pemerintah serta lembaga- lembaganya

dan masyarakat.

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang

menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan

suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam

pengambilan suatu keputusan. Sementara tujuan audit atas laporan

keuangan adalah untuk memberikan pendapat (opini ) tentang laporan

keuangan apakah telah disajikan secara wajar sesuai dengan Standard

Akuntansi Keuangan (SAK). Laporan keuangan yang telah diaudit oleh

Akuntan Publik akan digunakan oleh pihak- pihak yang berkepentingan

dalam pengambilan keputusan, dan dalam hal ini auditor dituntut untuk

benar- benar independen dalam memberikan opini tentang laporan


(28)

adalah profesi kepercayaan masyarakat, untuk itu Akuntan Publik

dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional

2.2.2 Etika Profesi

Menurut Agoes (2004) dalam Deddy (2009:17), setiap profesi yang

memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik,

yang merupakan seperangkat prinsip- prinsip moral yang mengatur

tentang perilaku. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena

fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses

pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Menurut Murtanto

dan Marini (2003) dalam Deddy (2009:17), etika profesi merupakan

karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan

profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para

anggotanya.

Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral

yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini

merupakan aturan main dalam menjalankan atau menambah profesi

tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi

dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada


(29)

2.2.3. Pendidikan

2.2.3.1Pengertian Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (1992:27) menyatakan bahwa pendidikan

(formal) didalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan

kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan.

Widjaja (1986: 75) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu

usaha untuk membina kemampuan atau mengembangkan kemampuan

berfikir para pegawai, meningkatkan kemampuan mengeluarkan

gagasan- gagasan para pegawai sehingga mereka dapat menunaikan

tugas kewajibannya dengan sebaik- baiknya, oleh karena itu waktu

yang diperlukan untuk pendidikan lebih lama dan sifatnya lebih formal.

Begitu juga pendidikan yang dalam hal ini adalah pendidikan

profesi akuntansi. Profesi akuntan biasanya sering dianggap sebagai

salah satu bidang profesi seperti bidang lainnya, misalnya Ikatan Dokter

Indonesia (IDI). Supaya dikatakan profesi ia harus memiliki beberapa

syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai pihak yang

memerlukan profesi tersebut, mempercayai hasil kerjanya yaitu salah

satunya menempuh pendidikan setelah Sarjana (S1) selama dua

semester untuk mendapatkan gelar profesi (Ak).

Keputusan Mendiknas Nomor 179/U/2001 menyebutkan

Pendidikan Profesi Akuntansi adalah pendidikan tambahan pada

pendidikan tinggi setelah program sarjana Ilmu Ekonomi program studi


(30)

yang menguasai keahlian bidang profesi akuntansi dan memberikan

kompensasi keprofesian akuntansi.

2.2.3.2. Pentingnya Pendidikan

Pendidikan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi.

Oleh karena itu setiap organisasi atau instansi yang ingin berkembang,

maka pendidikan bagi karyawannya harus memperoleh perhatian yang

besar. Menurut Notoatmodjo (1992:30) menyebutkan pentingnya

pendidikan bagi suatu organisasi atau instansi antara lain adalah :

1) Sumber daya manusia atau karyawan yang menduduki suatu

jabatan dalam organisasi, belum tentu mempunyai kemampuan

yang sesuai dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan

tersebut. Hal ini terjadi karena sering seseorang menduduki jabatan

tertentu bukan karena kemampuannya, melainkan karena

tersedianya formasi. Oleh sebab itu karyawan atau staf baru ini

perlu penambahan kemampuan yang mereka perlukan, disinilah

peran penting pendidikan untuk meningkatkan kemampuan.

2) Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, jelas akan

mempengaruhi suatu organisasi atau instansi. Oleh sebab itu,

jabatan- jabatan yang dulu belum diperlukan, sekarang diperlukan.

Kemampuan orang yang akan menempati jabatan tersebut kadang-


(31)

atau peningkatan kemampuan yang diperlukan oleh jabatan

tersebut.

3) Promosi dalam suatu organisasi atau instansi adalah keharusan,

apabila organisasi itu mau berkembang. Pentingnya promosi bagi

seseorang adalah salah satu reward dan insentive (ganjaran dan

perangsang). Adanya ganjaran dan perangsang yang berupa

promosi dapat meningkatkan produktivitas kerja bagi seorang

karyawan. Kadang- kadang kemampuan seorang karyawan yang

akan dipromosikan untuk menduduki jabatan tertentu ini masih

belum cukup. Untuk itulah maka diperlukan pendidikan untuk

meningkatkan kemampuan tersebut.

4) Didalam masa pembangunan ini organisasi- organisasi atau

instansi- instansi, baik pemerintah maupun swasta merasa

terpanggil untuk menyelenggarakan pendidikan bagi para

karyawannya agar diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja sesuai

dengan masa pembangunan.

Pentingnya pendidikan seperti diuraikan diatas, bukanlah semata-

mata bagi karyawannya atau pegawai yang bersangkutan, tetapi juga

keuntungan bagi organisasi. Karena dengan adanya pendidikan tersebut

berarti meningkatkan pula kemampuan atau keterampilan para

karyawannya dan selain itu akan meningkatkan produktivitas kerja

karyawan, otomatis organisasi atau instansi yang bersangkutan akan


(32)

2.2.3.3. Tujuan Pendidikan

Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah suatu deskripsi dari

pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan, dan sebagainya yang

diharapkan akan dimiliki sasaran pendidikan pada periode tertentu

(Notoatmodjo, 2003 :41).

Suatu lembaga pendidikan, terutama pendidikan formal,

sebenarnya dibentangkan harapan tentang tingkat dan jenis perubahan

tingkah laku sasaran pendidikan, antara lain perubahan pengetahuan,

sikap, dan kemampuan mereka. Sudah tentu bukan sembarang

perubahan tingkah laku, sebagai akibat dari berlangsungnya proses

pendidikan. Demikian pula bukan berarti setiap perubahan tingkah laku

dapat dipakai sebagai ukuran hasilnya proses pendidikan. Itulah

sebabnya, maka harapan perubahan tingkah laku tersebut perlu

dirumuskan dahulu dalam suatu pendidikan. Dengan kata lain tujuan

pendidikan adalah rumusan pada tingkah laku dan jenis tingkah laku

yang lazimnya dirumuskan dalam kategori pengetahuan, kecerdasan,

sikap, keterampilan yang diharapkan untuk dimiliki oleh sasaran

pendidikan setelah menyelesaikan program pendidikan.

Menurut Notoatmodjo (2003: 42) tingkatan tujuan pendidikan

dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu :

1. Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan ini merupakan tingkatan yang tertinggi. Pada


(33)

ciri- ciri seorang manusia yang dihasilkan oleh proses pendidikan

atau manusia terdidik.

Seperti Indonesia tujuan pendidikan nasionalnya adalah termaktub

di dalam GBHN yakni, membentuk manusia Indonesia yang sehat

jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat

mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, menyuburkan

sikap demokrasi, mengembangkan kecerdasan yang tinggi.

2. Tujuan Institusional.

Tiap tingkat dan jenis lembaga pendidikan, mengembangkan tujuan

institusional. Isi tujuan institusional adalah tingkah laku yang

bagaimanakah yang diharapkan oleh lembaga pendidikan tersebut.

Dengan kata lain lembaga pendidikan itu akan menghasilkan

manusia- manusia yang diinginkan dengan pengertian bahwa

tujuan institusional ini harus mendukung tujuan pendidikan

nasional.

3. Tujuan Antara (Intermediate Objective).

Tujuan pendidikan ini bersifat mengantari tujuan institusional dan

tujuan instruksional. Isinya masih agak luas, tapi sudah mengarah

kepada tiap- tiap bidang ilmu pengetahuan. Karena tujuan ini sudah

mengarah pada kurikulum.

Tujuan tiap- tiap mata ajaran sudah menggambarkan jenis dan

tingkat pengetahuan, kecerdasan, sikap, dan keterampilan yang


(34)

4. Tujuan Instruksional

Tujuan bidang ilmu pengetahuan diberikan dalam waktu yang

panjang dan rumusan tujuan kurikulum masih sangat umum untuk

digunakan bagi pemilihan bahan- bahan pelajaran. Karena itu

sebagai jembatan atau alat untuk mempermudah pemilihan bahan-

bahan pelajaran perlu dirumuskan dalam bentuk yang lebih khusus

yang taraf instruksional. Adapun fungsi tujuan instruksional,antara

lain:

• Membantu para pengajar/ pelatih untuk memilih isi/ topik pengajaran yang relevan.

• Membantu proses pengintegrasian kurikulum baik secara instruksional maupun kurikulum.

• Membantu para pengajar/ pelatih mengarah pada proses pengajarannya.

• Mangarahkan dan memberi gambaran pada sasaran tentang apa yang akan mereka peroleh dari

pendidikan.

2.2.3.4. Pendidikan Auditor

Pendidikan profesi mempunyai identitas, pranata pengetahuan

yang berbeda, kode etik, dan karakteristik yang jelas. Pada tingkat

perguruan tinggi, pendidikan orang- orang yang ingin menjadi akuntan


(35)

yang disyaratkan untuk studi dengan titik berat akuntansi, seorang

akuntan yang benar- benar berpendidikan harus betul- betul menguasai

bahasa inggris sehingga berbicara dan menulis dengan baik, menarik,

dan meyakinkan (Holmes & Burns, 1993:49).

Seorang akuntan publik paling tidak harus berijazah gelar sarjana.

Hampir semua kantor akuntan publik yang besar hanya mau menerima

orang- orang yang sudah sarjana. Pendidikan formal akan memberi

kemampuan untuk bisa lulus ujian akuntan publik yang didasarkan pada

pengetahuan akademis. Banyak bidang keahlian profesional

mensyaratkan pendidikan yang lebih tinggi .

2.2.3.5. Jalur Pendidikan Akuntan di Indonesia.

Dalam artikel Benny dan Yuskar (2006:8) mengatakan sebelum

adanya program PPAk (sebelum tahun 2001), di Indonesia ada dua jalur

untuk mendapatkan gelar akuntan dengan nomor register, yaitu :

1. Fakultas Ekonomi Negeri.

Bagi mereka yang ingin menjadi Akuntan sekaligus berhak

memakai gelar Akuntan (Ak) dapat memasuki jalur Fakultas

Ekonomi Negeri yang telah mempunyai jurusan akuntansi. Untuk

berhak memakai gelar akuntan, mereka yang telah lulus Sarjana

Ekonomi jurusan Akuntansi dapat membuat permohonan tertulis

kepada Panitia Persamaan Ijazah Akuntan disertai Ijazah Sarjana dan


(36)

Proses permohonan ini adalah untuk mendapatkan nomor

Register Negara dari Panitia Persamaan Ijazah Akuntan. Dengan

keluarnya nomor register ini maka otomatis Sarjana Ekonomi yang

bersangkutan berhak memakai gelar Akuntan dengan nomor

register yang diberikan.

2. Fakultas Ekonomi Swasta.

Untuk mendapatkan gelar Akuntan, seorang yang kuliah di

Fakultas Ekonomi Swasta memiliki beberapa perbedaan dengan

lulusan Fakultas Ekonomi Negeri. Jika alumni FE Negeri dapat

langsung meminta nomor register maka alumni FE Swasta harus

melalui beberapa tahap sesuai dengan SK Dirjen Pendidikan

Tinggi No 28/Dikti Kep/1986 tanggal 6 Juli 1986, sebagai berikut :

A. Sarjana Ekonomi Negara

Untuk menjadi Sarjana Ekonomi Negara maka seorang

alumni FE Swasta memiliki jalur berbeda yang didasarkan pada

status Perguruan Tinggi yang bersangkutan, apakah terdaftar,

diakui atau disamakan.

Perbedaan antara status diatas sebenarnya hanya terletak

pada pengujiannya, kalau status Perguruan Tinggi yang

bersangkutan terdaftar, pengujiannya 50% berasal dari Perguruan

Tinggi yang bersangkutan, selebihnya dari Kopertis. Kalau

statusnya diakui, pengujiannya 75% dari Perguruan Tinggi yang


(37)

pengujiannya 100% dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.

Kalau seorang lulus ujian negara untuk Sarjana Ekonomi maka

yang bersangkutan berhak mengikuti Ujian Negara Akuntansi.

B. Ujian Negara Akuntansi

Ujian Negara Akuntansi (UNA) diselenggarakan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui Konsorsium

Ilmu Ekonomi dengan bimbingan Panitia Ahli Pertimbangan

Persamaan Ijazah Akuntansi. Dalam UNA ini dilakukan dengan

dua tingkat yaitu:

1) UNA Dasar

UNA dasar dapat diikuti oleh mereka yang

berpendidikan Fakultas Ekonomi Swasta jurusan

Akuntansi minimal terdaftar pada Kopertis dengan

kualifikasi minimal 110 sks dengan indeks prestasi (IP)

minimal 2 dan nilai rata- rata C untuk mata kuliah yang

diujikan.

2) UNA Profesi.

UNA Profesi dapat diikuti oleh mereka yang sudah

lulus UNA Dasar dan sudah lulus ujian negara Sarjana

Ekonomi jurusan akuntansi. Kurikulum Pendidikan

Profesi Akuntansi paling sedikit 20 satuan kredit semester

(sks) dan paling banyak 40 sks yang ditempuh 2 sampai


(38)

Mereka yang berhak memakai gelar akuntan harus mendaftar ke

Departemen Keuangan untuk mendapat nomor register. Untuk bisa

memperoleh izin praktek sebagai akuntan publik, seorang akuntan harus

memenuhi beberapa syarat yang ditentukan Departemen Keuangan,

antara lain : berpengalaman di KAP minimal 3 tahun setara 4.000 jam,

mempunyai beberap staf, mempunyai kantor yang cukup representatif

dan lain- lain (Benny dan Yuskar, 2006:8). Mulai awal tahun 1998,

untuk memperoleh izin praktek, terlebih dahulu harus lulus Ujian

Sertifikasi Akuntan Publik (USAP), yang diselenggarakan atas

kerjasama IAI dan Departemen Keuangan

2.2.4. Pengalaman

2.2.4.1. Pengertian Pengalaman.

Pengalaman menunjukkan berapa lama seseorang telah berkarya

dalam menerapkan keahliannya dimasyarakat. Disamping pendidikan,

pengalamanlah yang memberikan nyata performance seseorang dalam

meniti karirnya. Menurut Bonner & Lewis (1990) dalam Deddy

(2009:28), pengalaman membentuk seseorang menjadi bijaksana baik

itu pengalaman yang baik maupun pengalaman yang buruk, karena dia

pernah merasakan bagaimana fatalnya melakukan kesalahan, nikmatnya

menemukan pemecahan masalah dan bagaimana menemukan

argumentasi serta kebanggaan telah memperoleh rejeki karena


(39)

Menurut Lynton (1984: 122), pengalaman adalah sesuatu yang

pribadi. Pengalaman merupakan kesimpulan oleh seorang peserta

tertentu atas suatu kejadian, arti yang diberikan olehnya kepada

kejadian itu, arti yang ia masukkan dan cernakan.

Menurut Anoraga (1995: 47), pengalaman adalah keseluruhan

pelajaran yang dipetik oleh seorang dari peristiwa- peristiwa yang

dialami dalam perjalanan hidupnya. Dari pengertian tersebut dapat

dikatakan bahwa pengalaman seseorang sejak kecil turut membentuk

perilaku orang yang bersangkutan dalam kehidupan organisasionalnya.

Libby & Federick (1990), menemukan bahwa semakin banyak

pengalaman auditor semakin dapat menghasilkan berbagai macam

dugaan dalam menjelaskan temuan audit. Dalam hal pengalaman,

penelitian- penelitian dibidang psikologi yang telah dikutip oleh Jeffrey

(1996), memperlihatkan bahwa seseorang yang lebih banyak

pengalaman dalam bidang substantif memiliki lebih banyak hal yang

tersimpan dalam ingatannya dan dapat mengembangkan suatu

pemahaman yang baik mengenai pristiwa- pristiwa.

Pengalaman sebagai salah satu variable yang sering digunakan

dalam berbagai penelitian. Marinus, Wray (1997) dalam Deddy (2009),

menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan

rentang waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau


(40)

tugas yang dilakukan secara berulang- ulang memberikan peluang

untuk melakukan yang terbaik.

2.2.5. Independensi auditor

2.2.5.1. Pengertian Independensi auditor

Menurut Iz Irene (2004) dalam Deddy (2009), dua kata kunci

dalam pengertian Independensi adalah:

1) Obyektivitas, yaitu suatu kondisi yang tidak bias, adil, dan tidak

memihak.

2) Integritas, yaitu prinsip moral yang tidak memihak, jujur,

memandang dan mengemukakan fakta apa adanya.

Menurut Christiawan (2002) dalam Deddy (2009:31), independen

berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik

berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik

perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang

meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.

Kode Etik Akuntan tahun 1994 dalam Deddy (2009:31)

menyebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari

seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi

dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip


(41)

Bekaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu

independensi akuntan publik, yaitu :

1) Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan

klien.

2) Mengaudit pekerjaan akuntan publik itu sendiri.

3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien.

4) Bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Ini akan

mengganggu independensi akuntan publik jika memiliki hubungan

bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya.

Definisi independensi dalam CPA Handbook menurut E.B. Wilcok

dalam Deddy (2009:31) adalah merupakan standard auditing yang

penting karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah

kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Mulyadi

dan Puradireja (1998:25) memberikan definisi independensi lebih jelas

dengan mengemukakan: “ Independensi berarti bebas dari pengaruh,

tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain.”

Dalam Standard Profesional Akuntan Publik (1994: 220.1-220.2)

disebutkan bahwa sikap independen, diartikan sebagai sikap yang tidak

mudah dipengaruhi karena akuntan publik melaksanakan pekerjaannya

untuk kepentingan umum. Akan tetapi independen dalam hal ini tidak

berarti mengharuskan ia bersikap sebagai penuntut, melainkan ia justru

harus bersikap mengadili secara tidak memihak dengan tetap menyadari


(42)

manajemen dan pemilik perusahaan tetapi juga kepada pihak lain yang

berkepentingan dengan laporan keuangan.

Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam

bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh

setiap auditor. Auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan

sikap mental independen, tetapi ia harus menghindari keadaan- keadaan

yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya.

Dengan demikian, disamping auditor harus benar- benar independen, ia

masih juga harus menimbulkan persepsi dikalangan masyarakat bahwa

ia benar- benar independen.

2.2.5.2. Pentingnya Independensi auditor

Profesi akuntan publik telah menetapkan dalam kode etik akuntan

Indonesia, agar anggota profesi menjaga dirinya dari kehilangan

persepsi independensi dari masyarakat. Sepanjang persepsi

independensi ini dimasukkan ke dalam aturan etika, hal ini akan

mengikat auditor independen menurut kepada ketentuan profesi.

Alasan mengapa begitu banyak pihak yang menggantungkan

kepercayaan mereka terhadap kelayakan laporan keuangan berdasarkan

laporan auditor adalah karena harapan mereka untuk mendapatkan suatu

pandangan yang tidak memihak. Bukan hanya penting bagi akuntan

publik untuk memelihara sikap mental independen dalam memenuhi


(43)

menaruh kepercayaan terhadap independensi tersebut (Arens dan

Loebbecke ; 1996 :84).

Independensi akuntan merupakan persoalan sentral dalam

pemenuhan kriteria objektivitas dan keterbukaan. Dalam peraturan 101

Kode Perilaku Professional American Institute of Certified Public

Accountant (AICPA) yang dimuat dalam artikel Suryaningtias (2007:38) tentang independensi mengatakan bahwa anggota dalam

praktik publik harus bersikap independen dalam melaksanakan jasa

profesionalnya seperti diisyaratkan menurut standard yang disusun oleh

lembaga- lembaga yang dibentuk oleh dewan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa independensi sangat

penting bagi profesi akuntan publik :

1. Merupakan dasar bagi akuntan publik untuk merumuskan dan

menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa.

Apabila akuntan publik tetap memelihara independensi selama

melaksanakan pemeriksaan, maka laporan keuangan yang telah

diperiksa tersebut akan menambah kredibilitasnya dan dapat

diandalkan bagi pihak yang berkepentingan.

2. Karena profesi akuntan publik merupakan profesi yang memegang

kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menurun

jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata

berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang


(44)

2.2.5.3. Aspek Independensi auditor

Menurut Halim (2001:21) dalam Deddy (2009:36) membagi

kedalam tiga aspek independensi auditor, antara lain :

1. Independence in Fact (independensi dalam fakta)

Yakni auditor harus mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan

yang erat dengan objektivitas

2. Independence in Appearance (Independensi dalam penampilan).

Artinya pandangan pihak lain terhadap diri auditor sehubungan

dengan pelaksanaan audit. Auditor harus menjaga kedudukannya

sedemikian rupa sehingga pihak lain akan mempercayai sikap

independensi dan objektivitas. Meskipun auditor telah menjalankan

audit dengan baik secara independen dan objektif, pendapat yang

dinyatakan melalui laporan audit tidak akan dipercaya oleh para

pemakai jasa auditor independen bila ia tidak mampu

mempertahankan independensi dalam penampilan. Oleh karena itu,

independensi dalam penampilan sangat penting bagi perkembangan

profesi auditor.

3. Indepedence in Competence (Independensi dari sudut keahliannya).

Artinya auditor yang awam dalam electronic data prcessing system

tidak memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit

perusahaan yang pengolahan datanya menggunakan sistem

informasi terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang


(45)

2.2.5.4. Faktor- faktor yang mempengaruhi Independensi Akuntan Publik.

Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor

independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.

Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa

independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan

masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh

mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat

mempengaruhi sikap independen tersebut.

Menurut Shockley (1981) dalam Deddy (2009:37)

mengkategorikan tiga faktor yang merusak independensi seorang

auditor, yaitu :

1. Pemberian jasa konsultasi kepada klien.

Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi

melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi

manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa

penyusunan laporan keuangan. Adanya dua jenis jasa yang

diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor

terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan

mempengaruhi kualitas audit.

2. Persaingan antar KAP

Persaingan antar kantor akuntan publik (KAP) semakin besar.


(46)

perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan KAP. Terlebih

lagi banyak perusahaan yang melakukan merjer atau akuisisi dan

akibat krisis ekonomi di Indonesia banyak perusahaan yang

mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu KAP akan lebih sulit

untuk mendapatkan klien baru sehingga KAP akan

mempertahankan klien yang sudah ada.

3. Ukuran KAP

AICPA menggolongkan kantor akuntan kedalam 2 golongan yaitu

1) Kantor Akuntan Pulik besar, 2) Kantor Akuntan Publik kecil.

Menurut AICPA, kantor akuntan publik besar adalah kantor

akuntan yang telah melaksanakan audit pada perusahaan go

public, sedangkan kantor akuntan kecil adalah kantor akuntan

yang tidak melaksanakan audit pada perusahaan go public (

Supriyono,1990 :58).

Mautz dan Sharaf berpendapat bahwa kantor akuntan publik besar

lebih independen dibandingkan dengan kantor akuntan publik

yang kecil, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan: (1) untuk

kantor akuntan publik besar, hilangnya satu klien tidak begitu

mempengaruhi pendapatnya, (2) kantor akuntan publik besar

biasanya mempunyai departemen audit yang terpisah dengan

departemen yang memberikan jasa bukan audit sehingga dapat


(47)

2.2.6. Audit Fee

2.2.6.1 Pengertian Audit Fee

Audit fee atau biaya audit merupakan honorarium yang diberikan klien kepada auditor atas jasa yang diberikan. Hononarium yang pantas

dan memadai adalah hononarium yang bisa memberikan taraf hidup

sebanding dengan taraf hidup profesional lain di dalam masyarakat

(Holmes dan Burns, 1993 : 206)

Menurut aturan etika dalam SPAP besarnya audit fee dapat

bervariasi tergantung antara lain : risiko penugasan, kompleksitas jasa

yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan

jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan

profesional lainnya.

2.2.6.2 Ketentuan Audit Fee

Fee atau Jasa Profesional menurut Mulyadi (1988; 51) memiliki

beberapa ketentuan, diantaranya sebagai berikut:

1. Fee jasa profesional tidak boleh tergantung pada hasil atau temuan

pelaksanaan jasa tersebut.

2. Akuntan publik tidak boleh mendapatkan klien yang telah diaudit

oleh kantor akuntan publik lain dengan cara menawarkan atau

menjanjikan audit feeyang jauh lebih rendah daripada audit fee yang


(48)

3. Seorang akuntan publik tidak boleh memberikan jasa profesionalnya

tanpa menerima audit fee, kecuali untuk yayasan (non-profit

organization).

4. Jika klien belum membayar audit fee seorang akuntan publik sejak

beberapa tahun yang lalu (lebih dari 1 tahun), maka dapat dianggap

bahwa akuntan publik tersebut memberikan pinjaman kepada

kliennya. Hal tersebut melanggar independensi.

5. Jika akuntan publik bertindak sebagai financial consultant dalam

suatu perusahaan yang akan go publik, maka akuntan publik tersebut

tidak boleh menentukan fee jasa profesionalnya berdasarkan

presentase tertentu dari hasil emisi saham.

6. Akuntan publik tidak boleh menerima komisi dari penjualan produk

langganan atau jasa / barang yang dijual oleh kliennya pada saat dia

melakukan pekerjaan audit.

Seorang anggota tidak diperkenankan membayar suatu komisi untuk

mendapatkan seorang klien atau menerima komisi untuk memperkenalkan

seorang klien pada jasa pelayanan dan produk dari para koleganya.

Peraturan ini tidak melarang pembayaran bagi pembelian suatu pelayanan

akuntansi atau pembayaran terhadap para individu yang mengundurkan

diri setelah sebelumnya mengingatkan dari dalam praktek akuntan publik

atau pembayaran terhadap para ahli warisnya. (Arens dan Loebbecke,


(49)

Tanggal 2 Juli 2008 Ketua Umum Institut Akuntan Publik Indonesia

mengeluarkan Surat Keputusan No. KEP 024/IAPI/VII/2008 mengenai

audit fee. Beberapa ketetapan yang dikeluarkan adalah sebagai berikut:

1. Imbalan jasa audit harus mencerminkan secara wajar pekerjaan

yang dilakukan untuk klien dan seluruh faktor yang dikemukakan di

atas. Anggota tidak diperkenankan menetapkan imbalan jasa

berbasis kontijen baik langsung atau tidak langsung.

2. Sebelum perikatan disepakati, Auditor sudah harus menjelaskan

kepada klien, basis pengenalan imbalan jasa, cara dan termin

(asuransi) pembayaran, dan total imbalan jasa yang akan dikenakan.

3. Imbalan jasa atas pekerjaan pertama yang diberikan kepada klien

tidak boleh didiskon sebagai imbalan jasa perkenalan, dengan

maksud untuk mengenakan imbalan lebih tinggi atau pemberian

jasa lainnya dimasa datang. Auditor harus dapat menunjukan bahwa

pekerjaan tersebut dilakukan secara profesional dan memenuhi

persyaratan kualitas yang ditetapkan, dan memenuhi kebutuhan

klien.

4. Pada perusahaan atau organisasi nirlaba dimungkinkan untuk

mengenakan imbalan jasa dengan harga khusus sepanjang imbalan

jasa tersebut menutupi biaya pokok jasa.

5. Untuk mempertahankan independensi, auditor diwajibkan telah

menerima imbalan jasa atas pekerjaan yang telah dilakukannya


(50)

auditor yang belum menerima pembayaran atas imbalan jasa

diperbolehkan menahan dokumen tertentu milik klien yang digun

akan dalam pelaksanaan pekerjaannya, dan boleh menolak

meneruskan informasi yang dimiliki kepada klien atau

auditor/akuntan penerus sebelum imbalan audit fee dibayar.

Sedangkan untuk auditor penerus dilarang menerima perikatan

apabila klien belum melunasi kewajibannya kepada auditor

terdahulu.

6. Tarif imbalan jasa (charge-out rate) harus menggambarkan

remunerasi yang pantas bagi anggota dan stafnya, dengan

memperhatikan kualifikasi dan pengalaman masing-masing. Tarif

tersebut ditetapkan dengan memperhitungkan beberapa faktor

berikut ini:

a. Gaji yang pantas untuk menarik dan mempertahankan staf

yang kompeten dan berkeahlian;

b. Imbalan lain di luar gaji;

c. Beban overhead, termasuk yang berkaitan dengan pelatihan

dan pengembangan staf, serta riset dan pengembangan;

d. Jumlah jam tersedia untuk suatu periode tertentu (projected

charge-out time) untuk staf profesional dan staf pendukung;

dan


(51)

Tarif imbalan jasa per-jam (hourly charge-out rates) yang

ditetapkan berdasarkan informasi diatas dapat ditetapkan untuk setiap staf

atau untuk kelompok staf (Junior, Senior, Supervisor, Manager) dan

Partner. Setiap Kantor Akuntan Publik dapat menetapkan tarif sesuai

dengan kondisi masing-masing. Estimasi waktu yang dibutuhkan dalam

suatu perikatan audit berdasarkan skala perusahaan:

f. Perusahaan berskala kecil sekali memerlukan total

keseluruhan waktu maksimum 50 jam.

g. Perusahaan berskala kecil memerlukan total keseluruhan

waktu maksimum 150 jam.

h. Perusahaan berskala menengah sedang memerlukan total

keseluruhan waktu maksimum 500 jam.

i. Perusahaan berskala menengah memerlukan total

keseluruhan waktu maksimum 1500 jam.

j. Perusahaan berskala menegah besar memerlukan total

keseluruhan waktu maksimum 3000 jam

k. Perusahaan berskala besar memerlukan total keseluruhan

waktu lebih dari 3000 jam

l.

2.2.7. Profesionalisme

2.2.7.1Pengertian Profesionalisme

Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika


(52)

tugas dibidangnya, melaksanakan sesuai tugas atau profesi dengan

menetapkan standard baku dibidang profesi yang bersangkutan dan

menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang

telah ditetapkan.

Menurut pendapat Jusup (1997) dalam Deddy (2009), kepercayaan

masyarakat terhadap kualitas jasa audit profesional meningkat jika

profesi menetapkan standard kerja dan prilaku yang dapat

mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap

mengupayakan profesionalisme yang tinggi.

Sebagai profesional, auditor mempunyai kewajiban untuk

memenuhi aturan perilaku yang spesifik, yang menggambarkan suatu

sikap atau hal- hal yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung

jawab yang bersifat fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa

yang ditawarkan. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung

jawab yang lebih besar karena diasumsikan bahwa seseorang yang

profesional memiliki kepintaran, pengetahuan, dan pengalaman untuk

memahami dampak aktifitas yang diakukan. Konsep profesionalisme

auditor menjadi hal yang penting karena auditor merupakan asset

penting kantor KAP dimana auditor itu bekerja sebagai indikator

keberhasilan KAP. Diharapkan auditor yang mempunyai

profesionalisme yang tinggi akan mampu memberikan kontribusi yang


(53)

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu- satunya wadah bagi

para akuntan profesional Indonesia menerbitkan buku yang berjudul

Standard Profesioanl Akuntan Publik (SPAP) yang didalamnya terdapat

lima tipe standard profesional yang mengatur jasa yang dihasilkan oleh

akuntan publik. Dan di samping kelima macam standar tersebut, buku

Standar Profesional Akuntan Publik juga berisi tentang Aturan Etika

Kompartemen Akuntan Publik, yaitu :

1) Standard Auditing

Dalam standard ini menekankan kualitas personal yang penting

yang harus dimiliki oleh seorang auditor berupa keahlian dan

pelatihan teknis yang cukup, sikap mental independen,

menjalankan audit dengan menggunakan keahlian profesionalnya

dengan cermat dan seksama. Komite Standard Profesional Akuntan

Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan

standard auditing. Standard ini disebut sebagai Pernyataan Standard

Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA ).

Di Amerika Serikat pernyataan ini disebut sebagai SAS (Statement

on Auditing Standard) yang dikeluarkan oleh Auditing Standard

Boards (ASB). Pada tanggal 10 November 1993 dan 1 Agustus

1994 pengurus pusat IAI telah mensyahkan sejumlah pernyataan

standar auditing (sebelumnya disebut sebagai norma pemeriksaan


(54)

2) Standard Atestasi.

Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statement on Standard for

Atestation Engagements. IAI sendiri mengeluarkan beberapa

pernyataan standard atestasi pada 1 Agustus 1994, pernyataan ini

mempunyai fungsi ganda, pertama, sebagai kerangka yang harus

diikuti oleh badan penetapan standard yang ada dalam IAI untuk

mengembangkan standard yang terinci mengenai jenis jasa atestasi

yang spesifik. Kedua, sebagai kerangka pedoman bagi para praktisi

bila tidak terdapat atau belum ada standard spesifik seperti itu.

3) Standard Jasa Akuntansi dan Review.

Standar ini memberikan rerangka untuk fungsi non-atestasi bagi

jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.

Standar ini dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi

dan Review (PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standar Jasa

Akuntansi dan Review adalah Interpretasi Pernyataan Standar Jasa

Akuntansi dan Review (IPSAR) dan IPSAR ini akan memberikan

jawaban atas pertanyaan atau keraguan dalam penafsiran

ketentuan- ketentuan yang dimuat dalam PSAR sehingga

merupakan perluasan lebih lanjut berbagai ketentuan dalam PSAR.

4) Standard Jasa Konsultasi.

Standar ini memberikan panduan bagi akuntan publik di dalam

penyediaan jasa konsultasi bagi masyarakat. Dalam jasa konsultasi,


(55)

dan lingkup pekerjaan jasa konsultasi ditentukan oleh perjanjian

antara praktisi dengan kliennya.

5) Standard Pengendalian Mutu.

Standar ini memberikan panduan bagi kantor akuntan publik

didalam melaksanakan pengendalian mutu jasa yang dihasilkan

oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan

oleh Dewan Standar Professional Akuntan Publik dan Aturan Etika

Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen

Akuntan Publik, Ikatan Akuntansi Indonesia

Standard profesional tersebut akan mengikat auditor profesional

untuk menurut pada ketentuan profesi dan memberikan acuan dalam

melaksanakan pekerjaannya dari awal sampai akhir.

Menurut Wahyudi dan Mardiyah (2006:5) mengatakan bahwa

seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan

mematuhi standard- standard kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI,

yaitu:

1) Prinsip- prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standard ideal dari

perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam

terminologi filosofi.

2) Peraturan perilaku seperti standard minimum perilaku etis yang

ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu


(56)

3) Interprestasi peraturan perilaku tidak merupakan suatu keharusan,

tetapi para praktisi harus memahaminya.

4) Ketetapan etika, seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus

tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan

proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.

2.2.7.2. Syarat dan Ciri Profesional

Kinerja jasa profesional yang dihasilkan profesi sangat tergantung

kecermatan dan keseksamaan anggota profesi dalam melaksanakan

tugasnya. Seorang auditor harus menggunakan seluruh kemampuan,

kompetensi dan keahliannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh

karena itu, auditor memerlukan pengalaman yang luas, dan telah

memperoleh pendidikan yang memadai termasuk pendidikan dan

pelatihan yang berkelanjutan.

Menurut Carey 1970: Loeb, 1978) dalam Deddy (1993:8) syarat

dan ciri tertentu dari profesi adalah :

1. Pengetahuan yang diperlukan diperoleh dengan cara mengikuti

pendidikan yang teratur dan dibuktikan dengan tanda atau ijazah

keahlian dan memiliki kewenangan dalam keahliannya.

2. Jasa yang diberikan dibutuhkan oleh masyarakat dan memiliki

monopoli dalam memberikan pelayanan.

3. Memiliki organisasi yang mendapat pengakuan masyarakat atau

pemerintah dengan perangkat kode etik untuk mengatur


(57)

4. Suatu ciri yang membedakannya dengan perusahaan yakni tidak

mengejar keuntungan yang sebesar- besarnya, tetapi lebih

mengutamakan pelayanan dengan memberikan jasa yang bermutu

dengan balas jasa yang setimpal.

Selain dari persyaratan umum yang dijelaskan diatas untuk menjadi

akuntan harus lebih dulu mendapatkan izin kerja yang dikeluarkan oleh

Departemen Keuangan. Dan Izin kerja hanya dapat diberikan bila

dianggap yang bersangkutan telah cakap untuk melakukan fungsi

akuntan publik dengan meneliti pengalaman yang bersangkutan.

Pengetahuan teori yang diperoleh selama proses pendidikan dianggap

tidak cukup untuk melakukan fungsi sebagai akuntan publik.

Pengalaman yang relevan merupakan modal yang sangat penting untuk

melakukan fungsi sebagai akuntan publik (auditor).

2.2.7.3. Faktor- Faktor Pendukung Profesionalisme

Mike W. Martin dan Roland Schinzinger dalam Deddy (2009:45)

mengemukakan kriteria atau faktor- faktor pendukung profesionalisme,

antara lain:

1. Mencapai standard prestasi dalam pendidikan, kemampuan atau

kreativitas kerja. Seseorang disebut profesional karena memiliki

keahlian dibidang tertentu. Keahliah tersebut bisa didapatkan

dengan mengikuti pendidikan formal seperti mengikuti pendidikan

berkelanjutan diperguruan tinggi maupun pendidikan informal


(58)

juga didapatkan dari pengalaman kerja. Pada kenyataannya kata

profesional telah memperoleh konotasi positif, paling tidak berasal

dari pengakuan masyarakat atas pentingnya serta sulitnya untuk

mendapatkan keterampilan dan pengetahuan. Disamping dari

pendidikan, untuk menjadi seorang profesional seseorang harus

selalu mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya.

2. Bersedia menerima tanggung jawab moral terhadap masyarakat,

konsumen pelanggan, sejawat, atasan maupun bawahan, sebagai

bagian dari kewajiban profesionalnya meski dalam bentuk yang

paling mendasar sekalipun. Dengan kata lain, seorang yang

profesional harus berusaha keras menjaga kepercayaan masyarakat

secara umum terhadap profesional profesi pada umumnya dan

profesional pribadi pada khususnya. Seorang profesional harus

pandai- pandai dalam mempertimbangkan kewajibannya terhadap

masyarakat, konsumen, rekan sejawat, atasan dan bawahan, serta

sesamanya jika terjadi konflik kepentingan diantara kewajiban-

kewajiban itu. Yang paling penting dalam hal ini adalah memegang

dan menumbuhkan rasa percaya dikalangan masyarakat dengan

tingkat keprofesionalannya.

2.3. Kerangka Pikir


(59)

Teori ini bertitik tolak dari psikologi assosiasi yang dipelopori oleh

J. Hebbart. Pada dasarnya jiwa manusia terdiri dari kesan- kesan

pengamatan atau tanggapan melalui penginderaan terhadap perangsang

di luar dari suatu obyek tertentu. Kesan- kesan itu berassosiasi satu

sama lain yang membentuk mental atau kesadaran manusia. Bertambah

kuat assosiasi tersebut semakin kuat pula kesan- kesan itu berada dalam

jiwa. Kesan- kesan itu dapat diungkapkan kembali dengan mudah bila

tertanam dengan kuat dalam ruang kesadaran. Sebaliknya, bila kesan-

kesan itu lemah maka akan lebih mudah dilupakan.

Belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat indera yang

disampaikan dalam bentuk perangsang dari luar. Cara belajar yang baik

yaitu dengan cara memperbanyak hapalan dan menggunakan hukum

assosiasi- reproduksi. Faktor ingatan sangat diutamakan dalam proses

belajar, karena dalam ingatan itu tersimpan semua pengetahuan yang

telah dipelajari. Dengan pengetahuan yang dimiliki ini seseorang akan

mampu untuk melaksanakan tugasnya dan pengetahuan ini dapat

diperoleh dengan cara mengikuti pendidikan tertentu yang dibuktikan

dengan tanda atau ijazah keahlian (Regar, 1993:8). Karena tanpa

pendidikan tertentu seseorang tidak akan dapat menguasai, memahami

dan menerapkan pengetahuan yang didapatnya yang akan

menentukannya menjadi seseorang yang profesional.

Bagi seorang auditor selain harus mengikuti pendidikan tertentu


(60)

menyelesaikan suatu pekerjaan sehingga pendidikan memiliki

hubungan dengan pengetahuan yang lebih luas dan sistematis. Lulusan

pendidikan profesi akuntansi akan mempunyai daya saing yang lebih

tinggi sebagai akuntan dibandingkan dengan para sarjana yang tidak

mempunyai predikat akuntan. Lulusan pendidikan profesi akuntansi

akan menjadi akuntan yang berhak mendapatkan register negara dan

boleh mengikuti ujian sertifikasi Akuntan Publik (USAP). Apabila

seorang auditor mampu untuk menyelesaikan berarti auditor tersebut

memiliki keahlian dan keterampilan. Dengan demikian pendidikan akan

mempengaruhi keahlian atau profesionalisme seorang auditor, sehingga

seseorang yang profesional harus mengikuti pendidikan tertentu yang

sesuai dengan profesinya.

2.3.2. Pengaruh Pengalaman Terhadap Profesionalisme Auditor

Audit menuntut keahlian dan profesionalisme yang tinggi.

Keahlian tersebut tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal tetapi

banyak faktor lain yang mempengaruhi salah satunya adalah

pengalaman.

Pengalaman akan menciptakan struktur pengetahuan yang terdiri

atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak.

Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk

dari lingkungan pengalaman langsung masa lalu. Pengalaman auditor


(61)

pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki lebih

banyak pengetahuan dan struktur memori lebih baik dibandingkan

auditor yang belum berpengalaman.

Menurut Christ (1993) dalam Deddy (2009) pengalaman yang

lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih. Seseorang yang

melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki akan

memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak

mempunyai pengetahuan yang cukup dalam tugasnya. Boner dan

Walker (1994) dalam Deddy (2009), mengatakan bahwa peningkatan

pengetahuan yang muncul dari pelatihan formal sama bagusnya dengan

yang didapat dari pengalaman khusus. Oleh karena itu pengalaman

kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi

kinerja akuntan publik, sehingga pengalaman dimasukkan sebagai salah

satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No. 43/KMK.017/1997).

Selain itu dalam artikel Herliansyah dan Ilyas (2006:5), beberapa

badan menghubungkan antara pengalaman dan profesionalitas sebagai

hal yang sangat penting didalam menjalankan profesi akuntan publik.

AICPA AU section 100-110 mengkaitkan professional dan pengalaman

dalam kinerja auditor :

The professional qualifications required of the independend


(62)

practice as such. They do not include those of person trained for

qualified to engage in another profession or accupation”.

Atau dengan kata lain: bahwa kualifikasi seorang yang profesional

mengharuskan seorang auditor yang independen dengan pendidikan dan

pengalaman. Mereka tidak termasuk seorang yang dilatih untuk

dikualifikasikan mengikutsertakan profesi atau pekerjaan yang lainnya.

Pengalaman yang nyata performance seseorang dalam meniti

karirnya. Menurut Jeffrey (dalam yudhi herliyansah 2006),

memperlihatkan bahwa seseorang dengan lebih banyak pengalaman

dalam suatu bidang memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam

ingatannya dan dapat mengembangkan suatu pemahaman yang baik

mengenai peristiwa-peristiwa. Hal ini dipertegas oleh Haynes et al

(1998) yang menemukan bahwa pengalaman audit yang dipunyai

auditor ikut berperan dalam menentukan pertimbangan yang diambil.

Pengalaman yang diperoleh oleh seorang auditor akan bisa

meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam melakukan

pemeriksaan yang erat kaitannya dengan profesionalisme seorang

auditor. Disamping itu, lamanya seseorang bekerja sebagai auditor

manjadi bagian penting yang mempengaruhi sikap profesionalisme,

karena dengan bertambahnya waktu bekerja bagi seorang auditor, tentu

saja akan diperoleh berbagai hal baru yang menyangkut dengan

praktek- praktek audit, dan bagaimana menghadapi masalah- masalah


(63)

2.3.3. Pengaruh Independensi Auditor Terhadap Profesionalisme Auditor

Independensi auditor merupakan salah satu syarat mutlak untuk

memberikan suatu opini terhadap laporan keuangan klien. Bila ini

(independensi auditor) tidak terpenuhi, maka secara profesional akan

sulit sekali mempertahankan kesimpulan terakhir dari suatu audit

independen ( Holmes dan Burns, 1993:2).

Menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati dalam buku

Auditing: Konsep Dasar & Pedoman Pemeriksaan Akuntan Publik.

Bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis auditor jika auditor

memihak pada salah satu kepentingan maka dia tidak bisa

mempertahankan kebebasan pendapatnya, ia kehilangan sikap tidak

memihak, berarti auditor tidak memiliki sikap mental independen.

Independensi secara intrinsik merupakan masalah mutu pribadi, bukan

merupakan suatu aturan yang dirumuskan untuk dapat diuji secara

obyektif. Sepanjang persepsi independensi dimasukkan ke dalam

Aturan Etika, hal ini akan mengikat auditor independen menurut

ketentuan profesi. (2009: 41).

Sikap independensi auditor merupakan salah satu tulang punggung

bagi akuntan publik (auditor). Karena independensi auditor merupakan

salah satu ciri yang sangat penting dan nantinya akan berpengaruh

terhadap pendapat yang akan diberikan mengenai laporan keuangan

suatu perusahaan. Kepercayaan masyarakat umum atas independensi


(1)

4.7. Perbedaan Hasil Penelitian Dahulu Dengan Penelitian Sekarang

Beberapa perbedaan hasil penelitian dahulu dengan penelitian sekarang adalah :

Tabel 4.20 : Perbedaan Hasil Penelitian Dahulu Dengan Penelitian Sekarang

Tahun Nama Judul Hasil penelitian

2002 Yulius Jogi Christiawan

Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik : Refleksi Hasil Penelitian Empiris.

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan

pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang audit dan akuntansi. Sedangkan independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independensi berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. 2005 Ida Suraida Pengaruh Etika,

Kompetensi,

Pengalaman Audit dan Resiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik

Etika, kompetensi, pengalaman audit dan risiko audit berpengaruh terhadap skeptisisme profesionalisme auditor baik secara parsial maupun secara simultan. Etika, kompetensi, pengalaman audit, risiko audit dan skeptisisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap ketepatan pemberian opini akuntan publik baik secara parsial maupun secara simultan

2009 Deddy Dwi Haryadi Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, dan Independensi Auditor terhadap Profesionalisme Auditor pada Kantor Akuntan Publik

Pendidikan dan pengalaman tidak berpengaruh signifikan terhadap

profesionalisme auditor pada kantor akuntan publik. Sedangkan independensi

berpengaruh signifikan terhadap

profesionalisme auditor pada kantor akuntan publik.

2009 Risma Pengaruh Hubungan Auditor dengan Klien dan Besarnya Audit Fee terhadap

Independensi Auditor

Secara simultan variable Hubungan Auditor dengan Klien (X1) dan Audit Fee(X2)

berpengaruh terhadap Independensi Auditor (Y), namun secara parsial hanya variable Audit Fee(X2) yang mempunyai pengaruh

secara signifikan terhadap variable Independensi Auditor (Y). untuk variable Hubungan Auditor dengan Klien (X1) tidak

mempunyai pengaruh. 2011 Zhela

Aritanoga

Pengaruh Pendidikan, Pengalaman,

Independensi Auditor , dan Audit Fee

terhadap Profesionalisme Auditor pada Kantor

Pendidikan, pengalaman, independensi auditor, dan audit fee tidak berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme auditor pada kantor akuntan publik di surabaya pusat.


(2)

100

Akuntan Publik Di Surabaya Pusat

4.8. Keterbatasan Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai keterbatasan yang melekat pada penelitian ini.

1. Metode eksperimen mempunyai keterbatasan dalam validitas eksternal. Penelitian ini hanya menyelidiki pengaruh pendidikan, pengalaman, independensi auditor dan audit fee terhadap profesionalisme auditor, tanpa misalnya mengaitkannya dengan risiko audit yang sering ditemui pada pekerjaan auditor sehari-hari.

2. Penelitian ini dilakukan pada saat beban kerja akuntan public tinggi (bulan desember). Akibatnya sulit mencari partisipan akuntan public yang memang biasa melakukan tugas menganalisis kelangsungan hidup perusahaan. Sehingga partisipan responden adalah auditor yang bekerja di KAP

3. Penelitian ini menggunakan metode survei melalui kuisioner sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis.

4. Kendala yang bersifat situasional, yaitu berupa situasi yang dirasakan responden pada saat pengisian kuisioner tersebut akan dapat mempengaruhi jawaban atas kuesioner, sehingga belum menunjukkan kondisi di lapangan yang sesungguhnya.


(3)

101

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisa data yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Model regresi linier berganda yang dihasilkan adalah tidak cocok untuk mengetahui pengaruh pendidikan (X1), pengalaman (X2), independensi

auditor (X3) dan audit fee terhadap profesionalisme auditor (Y).

2. Hasil uji t menunjukkan bahwa pendidikan (X1), pengalaman (X2),

independensi auditor (X3) dan audit fee (X4) tidak berpengaruh

signifikan terhadap profesionalisme auditor (Y), sehingga hipotesis penelitian ini :

a. Hipotesis ke-1 yang menyatakan bahwa Pendidikan, Pengalaman, Independensi auditor, dan audit fee berpengaruh terhadap profesionalisme auditor KAP di Surabaya Pusat, tidak teruji kebenarannya.

b. Hipotesis ke-2 yang menyatakan bahwa independensi auditor lebih dominan terhadap profesionalisme auditor KAP di Surabaya Pusat, tidak teruji kebenarannya.


(4)

102

5.2. Saran

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan:

1. Bagi auditor

a. Pendidikan dan keterampilan bagi para auditor supaya terus ditingkatkan oleh setiap KAP

b. Adanya kesempatan bagi para auditor untuk melakukan audit di lapangan. c. Setiap KAP harus menjunjung tinggi prinsip independensi yang

berdasarkan kepada SPAP. 2. Bagi penelitian yang akan datang

a. Untuk penelitian selanjutnya perlu mengembangkan lebih lanjut topik ini dengan menggunakan variabel- variabel lain yang dapat mempengaruhi profesionalisme auditor misalnya etika dan risiko audit b. Disarankan peneliti selanjutnya memperhatikan ketepatan waktu

dalam penyebaran kuisioner, karena kondisi dan situasi responden mempengaruhi hasil penelitian..

c. Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dideteksi mengenai pengaruh domain specific knowledge terhadap pendapat audit dengan menggunakan subjek yang memang biasa melakukan tugas menganalisis kelangsungan hidup perusahaan.


(5)

Anoraga, Pandji, dan Sri Suyat i, 1995, “Perilaku Keorganisasian”, Cet akan Pert am a,

PT. Dunia Pust aka Jaya, Jakart a.

Anonim , 2009, “Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi”. Jurusan Akunt ansi,

Fakult as Ekonom i, Universit as Pem bangunan Nasional “ Vet eran” , Jaw a Timur.

Suhayat i, Ely dan Sit i Kurnia, 2009, “Konsep Dasar dan Pedoman Pemeriksaan

Akuntan Publik”, Penerbit Graha Ilm u, Bandung.

Holm es, W Art hur dan Burns, David C, 1993, “Auditing Norma dan Prosedur”.

Edisi kesem bilan. Jilid sat u, Penerbit Erlangga, Jakart a.

Lynt on, Rolf.P dan Udai Pareek, 1984, “Pelatihan dan Pengembangan Tenaga

Kerja”, Cet akan Pert am a, Penerbit Pust aka Bina Pressindo, Jakart a.

M ulyadi, 1985, “Pemeriksaan Akuntan (Auditing)”. Cet akan Pert am a, Edisi Pert am a,

Penerbit Sekolah Tinggi Ilm u Ekonom i YKPN, Yogyakart a.

1988, “Auditing, Edisi Kelima, Penerbit

Salem ba Em pat , Jakart a.

2001, Auditing, Jilid Pert am a, Edisi Keenam , Penerbit Salem ba Em pat , Jakart a

Um ar, Husein, 2004, “M etode Penelitian Untuk Skripsi dan tesis Bisnis”,

cet akan Keenam , Penerbit PT Raja grafindo Persada, Jakart a.

Not oat m odjo, Soekidjo, 2003, “Pengembangan Sumber Daya M anusia”.

Cet akan Ket iga, Penerbit PT Rineka Cipt a, Jakart a.

Riduw an, 2004,”M etode dan Teknik M enyusun Tesis”. Cet akan Pert am a,

Penerbit Alfabet a, Bandung.

Widjaja, 1986, Administrasi Kepegaw aian”, Penerbit CV. Raja Wali, Jakart a.

Sugiyono, 2001, “M etode Penelitian dan BIsnis”, Cet akan Ket iga, Penerbit

Alfabet a, Bandung.

Sugiyono, 2001, “Statistika untuk Penelitian”, Cet akan Kesem bilan, Penerbit

Alfabet a, Bandung.

Jurnal

Christ iaw an, Yulius Jogi, 2002, “ Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik:


(6)

Vol.4, No.2, Hal, 79-92, Nopem ber 2002.

Herliansyah, Yudhi dan Ilyas, M eifida, 2006, “Pengaruh Pengalaman Auditor

Terhadap Penggunaan Bukti Tidak Relevan Dalam Audito

Judgement”, SNA, Vol 9, Hal 1-3, Agust us 2006.

Benny, Ellya dan Yuskar, 2006, “Pengaruh M otivasiTerhadap M inat

M ahasisw a Akuntansi Untuk M engikuti Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk)”,

SNA Padang, Vol 9, Hal 5-8, Agust us 2006.

Suraida, Ida, 2005, “Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan

Risiko Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian

Opini Akuntan Publik”, Sosiohum aniora, Vol 7, hal 189-190, Nopem ber 2005.

Wahyudi, Hendro dan M ardiyah, 2006, “Pengaruh Profesionalisme Auditor

Terhadap Tingkat M aterialisme Dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan”,

SNA Padang, Vol 9, Hal 5-7, Agust us 2006.

Skripsi

Rism a, 2009, “Pengaruh Hubungan Auditor Dengan Klien Dan Besarnya Audit Fee

Terhadap Independensi Auditor”

Deddy, Dw i Haryadi, 2009, “Pengaruh Pendidikan, Pengalaman, dan Independensi Auditor