KAJIAN TENTANG USAHA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN SAMPANG (TINJAUAN EKONOMIS).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Untuk Menyusun Skripsi S-I

Oleh:

JOKO MULYONO

NPM : 0424310060

F AKULTAS PE RTANIAN

UNIVE RSITAS PE MBANGUNAN NASIONAL “VE TE RAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

Diajukan oleh : JOKO MULYONO

0424310060

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 17 Desember 2010

Pembimbing :

1. Pembimbing Utama

Ir. A. RACHMAN WALIULU, MS 2. Pembimbing Pendamping

Ir. PAWANA NUR INDAH, M.Si

Tim Penguji 1. Ketua

Ir. A. RACHMAN WALIULU, MS 2. Sekretaris

Ir. SRI WIDAYANTI, MP 3. Anggota

Ir. SETYO PARSUDI, MP

Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Ir. RAMDAN HIDAYAT, MS

Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian


(3)

i

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufiq, rohmat dan hidayahNya kepada saya sebagai penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Kajian tentang Usaha Sarang Burung Walet di

Kabupaten Sampang (Tinjauan Ekonomis)”.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Program S-1 UPN “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penulisan ini tidak mungkin bisa berhasil tanpa dibantu oleh berbagai pihak yang berkenan memberikan petunjuk, saran, informasi, hingga tersusunnya penulisan ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Rahm an Waliulu A, MS selaku dosen pembimbing utama dan juga Ir. Paw ana Nur Indah, Msi, selaku dosen pembimbing pendamping yang memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis. Penulispun tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Ram dan Hidayat, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Indra Tjahaja Am ir, MP. selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Abah dan Umi yang selalu mendo’akan yang terbaik untuk anaknya dan terus memberikan motivasi agar segera menyelesaikan skripsi.


(4)

ii skripsi ini.

5. Sahabat dan teman-temanku Adrian, Jery, Ice cantik yg selalu nemenin, Meta, Firdi, Suciani, Anggun Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.

6. Arbi, Novan & Angga, Sinol mator sakalangkong atas dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam penyusunan skripsii ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tentunya terdapat kekurangan baik dalam penulisan maupun materi, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan koreksi dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Surabaya, Desember 2010


(5)

iii

KATA PENGANTAR ……….….. i

DAFTAR ISI ……….……. iii

DAFTAR TABEL ……….…… v

DAFTAR GAMBAR ……….… vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….….... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 1.3. Tujuan Penelitian ……….…… 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 1.5. Pembatasan Penelitian ……….…... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ……….…………. 8 2.2. Deskripsi tentang Sarang Burung Walet ...

2.2.1. Sejarah Singkat Budidaya Walet ... 2.2.2. Jenis Sarang Burung Walet ... 2.2.3. Upaya Peningkatan Produksi Sarang Walet ... 2.2.4. Penggolongan Mutu Sarang Walet ... 2.2.5. Komposisi Kimia dan Khasiat Sarang Burung Walet ... 2.3. Tinjauan Ekonomis Budidaya Burung Walet ……….………….…

2.3.1. Biaya Produksi ... 2.3.2. Penerimaan dan Pendapatan Penangkaran

Burung Walet ...

i iii vi vii 1 4 4 5 5 6 11 11 13 14 17 20 21 21 22


(6)

iv

2.5. Hipotesis Penelitian …………...….

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ……...………. 3.2. Metode Penentuan Responden ... 3.3. Metode Pengumpulan Data ………...………... 3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………..………… 3.5. Metode Analisis Data …………...………..

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Kabupaten Sampang ……… 4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ………

4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur ………. 4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………… 4.2.3. Keadaan Sarana Transportasi ……… 4.3. Karakteristik Responden ………

4.3.1. Karakteristik Berdasarkan Umur ………. 4.3.2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ………. 4.4.3. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……… 4.4. Perkembangan Usaha Penangkaran Sarang Burung Walet

di Kabupaten Sampang ……… 4.5. Usaha Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang ….

27 28 28 29 30 31 33 34 34 35 36 37 38 39 39 40 45


(7)

v

4.6.2. Dalam Pemilihan Lokasi Sarang Burung Walet ………… 4.6.3. Dalam Proses Produksi ………. 4.6.4. Dalam Proses Pemasaran ………..

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 5.2. Saran ……… DAFTAR PUSTAKA………....……….

DAFTAR TABEL

49 60 60 60

61 61 62


(8)

vi

No. Halaman

Judul

1. Rata-Rata Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Penangkar Sarang

Burung Walet Selama 1 Tahun ………

1. Kandungan Gizi Sarang Burung Walet dalam 100 Gram ... 2. Luas Daratan di Kabupaten Sampang Tahun 2009………. 3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

di Kabupaten Sampang Tahun 2009 ………. .

4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

di Kabupaten Sampang Tahun 2009 ……….…. 5. Sarana Transportasi yang tersedia di Kabupaten Sampang

Tahun 2009 ………..……….. 6. Umur Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang

Tahun 2010 (n = 35) ……… 7. Jenis Kelamin Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten

Sampang Tahun 2010 (n = 35) …………..……… 8. Tingkat Pendidikan Penangkar Sarang Burung Walet di

Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35) ………. 9. Perkembangan Usaha Penangkaran Sarang Burung Walet di

Kabupaten Sampang ……… 10. Perkembangan Produksi Sarang Burung Walet di

Kabupaten Sampang ………. 11. Rata-rata Biaya Produksi Penangkar Sarang Burung Walet Selama 1 Tahun di Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35) ……… 12. Rata-rata Penerimaan Penangkar Sarang Burung Selama 1 Tahun di Kabupaten Sampang ……… 48

8 20 34 35 36 37 38 39 40 41 42 46


(9)

vii


(10)

viii


(11)

Joko Mulyono, 0424310060, Kajian Tentang Usaha Burung Walet Di Kabupaten Sampang (Tinjauan Ekonomis). Dibawah bimbingan : Ir. A. Rachman Waliulu, MS sebagai Pembimbing Utama dan Ir. Pawana Nur Indah, M.Si sebagai Pembimbing Pendamping.

Sarang walet dihasilkan oleh liur burung walet yang memiliki habitat dan tempat hidup asli di gua dalam hutan dan gua-gua yang berada dipinggir-pinggir laut. Sarang walet dihasilkan juga oleh burung walet yang sering menempati rumah-rumah tua dan bertempat tinggal di bawah jembatan. Sarang walet gua dalam satu tahun bisa dipanen hingga tiga kali. Jenis-jenis burung walet dialam antara lain : Collocaliamarginata, Collocalia esculenta, Collocalia brevirostis, Collocalia vanikorensis, Collocalia fuciphaga, Collocalia troglodytes, Collocaliamaxima dan lain-lain. Yang paling sering diperdagangkan sarangnya adalah Collocalia fuciphaga ( dibudidayakan sebagai burung walet ) , Collocalia esculenta (dibudidayakan sebagai burung seriti ), Collocaliamaxima ( walet gua hitam).

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Untuk menganalisis perkembangan pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Sampang (2) Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan usaha sarang burung walet di Kabupaten Sampang (3) Untuk menganalisis tingkat efisiensi pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Sampang.

Populasi dalam penelitian ini meliputi semua pengusaha sarang walet yang ada di Kabupaten Sampang yang berjumlah 34 orang. Dalam penentuan responden yang berhubungan dengan data primer, kuesioner ditentukan secara acak sebanyak 20 responden yang tersebar di Kabupaten Sampang. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama, mengenai Analisis deskriptif dari persepsi peternak walet disertai pembahasan yang meliputi pengolahan data dalam bentuk tabel, grafik dan diagram juga. Untuk menjawab tujuan kedua, digunakan Analisis regresi non linear berganda, dalam penelitian ini digunakan sebagai suatu pendekatan dalam menentukan variabel dependen manakah yang paling berpengaruh terhadap variabel independen.

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebagai berikut : (1) Perkembangan usaha penangkaran sarang burung walet ditinjau dari produksi dan jumlah penangkar di Kabupaten Sampang mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010. (2) Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usaha penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang secara ekonomis menguntungkan dengan nilai RCR sebesar 3,87.


(12)

(13)

1

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal memiliki sumber daya alam yang cukup melimpah. Burung walet sebagai salah satu sumberdaya hayati memiliki nilai yang tinggi, baik dari ekologi fauna maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan estetika. Burung walet yang kemudian menghasilkan sarang walet secara alamiah banyak dijumpai di gua dalam hutan dan gua-gua yang berada dipinggir-pinggir laut. Selain itu sarang walet juga dapat dihasilkan secara buatan pada suatu bangunan atau gedung. Jenis-jenis burung walet dikenal berbagai macam diantaranya adalah Collocaliamarginata, Collocalia esculenta, Collocalia brevirostis, Collocalia vanikorensis, Collocalia fuciphaga, Collocalia troglodytes, Collocaliamaxima dan lain-lain. Sedangkan yang paling sering diperdagangkan sarangnya adalah Collocalia fuciphaga dibudidayakan sebagai burung walet, Collocalia esculenta dibudidayakan sebagai burung seriti, Collocaliamaxima (walet gua hitam). Sarang walet merupakan hasil dari air liur burung walet yang saat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi oleh karenanya dibudidayakan.

Sarang burung walet produksi Indonesia sebagian besar diekspor ke Hongkong, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, Taiwan, dan beberapa negara lain. Di antara negara produsen sarang burung walet lain seperti Malasyia, Thailand, Filipina dan Vietnam, Indonesia menguasai hampir 80% pasar sarang walet dunia, terutama sarang walet gedung atau rumah (Iswanto, 2002). Maraknya perdagangan sarang burung walet karena dari sisi konsumen menganggap air liur


(14)

burung walet bermanfaat untuk kesehatan. Sarang burung walet mempunyai khasiat bermacam-macam, termasuk dapat menyembuhkan beberapa penyakit pernafasan, menghaluskan kulit, menambah kebugaran tubuh dan memperpanjang usia.

Negara China sudah mengenal sarang burung walet yang digunakan penduduknya untuk membuat makanan yaitu sop. Sop sarang burung walet telah dikonsumsi oleh orang-orang China selama ribuan tahun. Sop sarang burung walet adalah salah satu jenis makanan yang mempunyai tanda kebesaran di China, sehingga banyak peminatnya terutama berasal dari China (Mackay, 2008). Seiring dengan meningkatnya perekonomian China, permintaan sarang burung walet juga semakin meningkat. Oleh sebab itu, industri sarang walet di Asia dan terutama di Indonesia juga mengalami dampak kenaikan. Konsumen lebih menyukai sarang walet Indonesia karena bentuk sarang yang relatif bagus (seperti mangkok dibelah dua), warnanya lebih putih jernih, dan daging sarangnya tidak terlalu tebal sehingga menjadi keistimewaan tersendiri produksi walet dari negara Indonesia. Di Indonesia sebagian besar sarang burung walet dihasilkan di pulau Jawa dan budidaya dilakukan dengan menggunakan gedung walet. Gedung walet sangat populer di daerah Pasuruan, Gresik, Tuban, Bondowoso, Lumajang dan sebagian

wilayah di Madura yang semuanya terletak di Propinsi Jawa Timur (Budiman, 2003).

Kabupaten Sampang termasuk salah satu daerah di Pulau Madura yang dikenal sebagai daerah sentra budidaya sarang burung walet, dengan diketahui sebanyak 35 lokasi dari 14 kecamatan yang ada memainkan peranan dalam


(15)

industri tersebut (DKP Kab. Sampang, 2009). Keberhasilan bisnis walet di Kabupaten Sampang mampu memberikan kontribusi positif bagi perekonomian daerah. Apabila ditelusuri lebih mendalam maka terdapat beberapa alasan yang menyebabkan keberhasilan tersebut diantaranya Pertama, penentuan lokasi yang tepat atau telah memenuhi syarat lingkungan makro yang diinginkan oleh walet yaitu adanya unsur air, terminal hunian, jalur terbang, dan terpenting adalah daerah dataran rendah. Kedua, para pengusaha walet membuat desain dan konstruksi rumah yang baik, kokoh, dan kuat agar walet mudah berkembang biak. Ketiga, aspek penting dalam pengelolaan budidaya walet secara modern telah diperhatikan yaitu dengan digunakannya teknologi suara burung walet. Hal ini umumnya dilakukan dengan memasang kaset atau CD suara walet dirumah. Adapun beberapa fungsi CD suara Walet yaitu untuk memanggil koloni walet yang baru dibangun, untuk mengamankan proses putar telur sehingga walet-walet muda tidak kabur kegedung lain, untuk mencegah kaburnya populasi walet disebuah gedung akibat salah panen atau hal lain, mempertahankan dan meningkatkan produksi sarang walet.

Meskipun demikian, permasalahan seringkali terjadi manakala pengusaha sarang burung walet dengan segala keterbatasannya tidak memahami secara baik teknik budidaya walet secara benar dan tepat karena miskinnya informasi ataupun referensi-referensi yang tersedia sehingga pendapatan dari sarang burung walet yang diusahakan tidak menguntungkan dan ironisnya banyak yang pada akhirnya menghentikan usahanya ditengah jalan karena dianggap gagal.


(16)

Berdasar dari informasi dan uraian diatas, maka penelitian ini mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha sarang burung walet di Kabupaten Sampang sekaligus ingin mengetahui keuntungan ekonomis dari usaha budidaya sarang burung walet dan diakhiri pada sebuah kesimpulan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik penangkaran sarang burung walet di Kabupaten Sampang?

2. Bagaimana perkembangan usaha penangkaran sarang burung walet ditinjau dari produksi dan jumlah penangkar di Kabupaten Sampang ? 3. Apakah usaha penangkaran sarang burung walet di Kabupaten Sampang

dapat memberikan keuntungan secara ekonomis?

4. Bagaimana tingkat pengetahuan penangkaran sarang burung walet di Kabupaten Sampang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis karakteristik pengusaha sarang burung walet di Kabupaten Sampang

2. Untuk menganalisis perkembangan usaha penangkaran sarang burung walet ditinjau dari produksi dan jumlah penangkar di Kabupaten Sampang. 3. Untuk menganalisis tingkat efisiensi usaha penangkar sarang burung walet


(17)

4. Menganalisis dan mendiskripsikan beberapa pengetahuan dasar penangkaran sarang burung walet di Kabupaten Sampang.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan manfaat bagi penulis untuk mampu menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan sebagai tambahan keilmuan sekaligus memberi pengetahuan nyata bagi peneliti sehingga hal ini dapat menjadi bahan atau referensi yang berharga untuk kemungkinan adanya penelitian selanjutnya dengan model dan variabel yang berbeda.

2. Sebagai bahan informasi yang diperlukan dalam meningkatkan pendapatan pengusaha sarang burung walet, serta memberi masukan dalam memecahkan permasalahan yang ada pada budidaya sarang burung walet khususnya di Kabupaten Sampang.

3. Untuk menambah khasanah perpustakaan dan sebagai studi banding bagi mahasiswa yang membahas kajian yang sama dengan penulisan laporan penelitian ini.

1.5. Pembatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sreseh, Kabupaten Sampang.

2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari sampai dengan Nopember 2009. 3. Obyek penelitian ini meliputi usaha penangkar dalam meningkatkan produksi


(18)

2.1. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan Ambu (2001), dengan judul “The Potential Of

Farming Edible-Nest Swiftlets In Sabah”. Tujuan penelitian adalah mendeksripsikan perkembangan populasi walet sekaligus mengetahui pendapatan usaha sarang burung walet di Sabah. Dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, data dikumpulkan dari departemen peternakan serta pengusaha setempat. Hasil penelitian menunjukkan populasi sarang burung walet menurun dalam kaitan dengan meningkatnya tekanan pemanenan dan perubahan tempat tinggal hutan. Selain itu, diperoleh hasil bahwa pendapatan pengusaha sarang burung walet buatan selama 5 tahun ada perubahan dikarenakan teknologi yang tepat sehingga dapat memperbesar produksi sarang burung

2. Penelitian yang dilakukan oleh Dasum (2005) dengan judul “Peningkatan

Pendapatan Budidaya Sarang Burung Walet di Kabupaten Blora” sebagai berikut : 1) Teknik pelaksanaan budidaya sarang burung walet di Kabupaten Blora secara tradisional sarang burung walet dijual tanpa melalui proses refining, sedangkan yang menjual melalui proses refining dengan cara inovasi teknologi

dengan menggunakan bahan kimia H2O2 0,5% dan NaHSO3 0,5% indicator

KMnO4; 2) Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terhadap pendapatan

peternak sarang burung walet adalah luas bangunan dan umur bangunan.


(19)

Sedangkan pengalaman dan biaya produksi tidak menunjukkan pengaruh nyata dan 3) Peternak burung walet dengan teknologi refining dengan luas 126,66 m2 selama 4 bulan sebesar Rp. 52.187.542,- lebih menguntungkan sedang tanpa teknologi refining / tradisional dengan luas 126,83 m2 sebesar Rp. 38.681.666,-

3. Taufik (2002), meneliti tentang “Strategi Pengembangan Agribisnis Sarang

Burung Walet Dalam Menunjang Usaha Kecil”. Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui usaha agribisnis sarang burung walet di wilayah Kabupaten Bogor, mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dari lingkungan eksternal dan internal, dan merumuskan alternatif strategi dan merekomendasikan institusi yang berperan dan terlibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk memperoleh keunggulan bersaing secara berkesinambungan, maka Pemerintah Kabupaten Bogor perlu melakukan konsolidasi internal, baik secara institusional (kelembagaan) maupun individu dari pelaku usaha, dalam rangka menciptakan kompetensi yang tinggi dalam agribisnis sarang burung walet tersebut. Melalui strategi konsolidasi ini, maka seluruh sumberdaya yang ada dapat didayagunakan untuk meraih peluang dan mampu menghadapi kendala yang menjadi ancaman.

4. Datsum, 2003. Dalam permintaan biaya dan pendapatan sarang burung walet di


(20)

Tabel 1. Rata-rata Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Penangkar Sarang Burung Walet selama 1 Tahun

No Uraian Refining

(Rp) Tradisional (Rp) 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Luas (m2) Biaya Produksi

a. Tenaga Kerja

b. Bahan Kimia

c. Listrik

d. Sewa Gedung

Total Produksi (kg) Harga Penerimaan Pendapatan 126,66 3.512.500 56.041 532.245 575.000 4.675.786 3,14 19.666.667 61.625.000 52.187.542 126,83 3.495.833 - 522.500 594.166 4.612.499 3,47 14.458.333 42.991.666 38.681.666 Sumber : Data Primer

Rata-rata luas bangunan peternak sarang burung walet hampir sama, yaitu untuk 126,66 m2 (dengan proses refining) dan 126,83 m2 (proses tradisional) dalam proses pengolahan dengan refining digunakan tambahan bahan kimia. Sedangkan untuk proses tradisional tidak menggunakan bahan kimia. Walaupun produksi penangkar dengan proses refining dengan tradisional kelihatannya hampir sama (3,14 kg dan 3,47 kg), namun harganya cukup jauh berbeda. Hal inilah yang membuat perbedaan pendapatan yang diterima dari masing-masing penangkar. Harga per kg


(21)

sarang burung walet dengan proses refining berkisar antara Rp 16.000.000,- sampai Rp 20.000.000,- sedangkan yang tradisional antara Rp 13.000.000,- sampai Rp 15.000.000,-. Dengan demikian perbedaan pendapatan cukup besar walaupun demikian belum seluruhnya para peternak sarang burung walet mau melaksanakan. Disamping itu juga di analisis faktor-faktor yang berpengaruh sebagai berikut :

Y = -1285768 + 267131,66X1 + 1868108,9X2 + 120503,14X3 + 0,738X4 + 12965484 D

Pengaruh secara keseluruhan independen variabel dibuktikan dengan uji F dimana Fhitung sebesar 9,646 > Ftabel sebesar 2,77 yang berarti bahwa seluruh independen variabel (X1, X2, X3, X4 dan D) secara bersama berpengaruh terhadap pendapatan penangkar sarang burung walet.

Untuk melihat pengaruh secara parsial perlu diuji dengan menggunakan t- test. Untuk variabel-variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan penangkar sarang burung walet hanya X1 dan X2 yaitu luas bangunan dan umur bangunan. Sedangkan untuk variabel X3 dan X4 yaitu pengalaman dan biaya produksi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pendapatan penangkar sarang burung walet.

Pengaruh X1 dan Y secara statistik terlihat bahwa thitung > ttabel, hal ini berarti terdapat pengaruh sangat nyata antara peningkatan luas bangunan terhadap peningkatan pendapatan penangkar sarang burung walet. Jika terjadi peningkatan

luas bangunan sarang burung walet satu m2 maka akan meningkatkan pendapatan

sebesar 267131,66 unit. Hal ini disebabkan karena semakin besar ruangan memberikan peluang bagi brung mengembangkan habitatnya.


(22)

Untuk X2 dalam uji statistik secara parsial dimana thitung sebesar 1,452 > ttabel sebesar 1,321 (α = 0,05). Pengaruh X2 terhadap Y ditunjukkan dengan koefisien

sebesar 1868108,9. Jika terjadi peningkatan X2 sebesar satu unit maka akan

berpengaruh terhadap peningkatan Y sebesar 1868108,9 unit. Hal ini merupakan satu fakta bahwa semakin lama bangunan/ ruangan tempat burung walet untuk membuat sarang semakin peluang untuk meningkatkan produksi. Hal ini berhubungan perbaikan-perbaikan habitat ataupun penyesuaian-penyesuaian lingkungan yang sesuai dengan habitatnya.

Untuk X3 tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan

penangkar sarang burung walet. Dimana thitung, < ttabel. Walaupun terjadi peningkatan pengalaman tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan penangkar sarang burung walet.

Untuk X4 thitung sebesar -0,738 berarti apabila biaya produksi ditingkatkan Rp 1.000,-, maka pendapatan akan berkurang sebesar Rp 738,-

Variabel koefisiennya sebesar 12965484 sangat berpengaruh nyata terhadap pendapatan penangkar sarang burung walet. Pengaruh disini merupakan perbedaan pendapatan antara penangkar sarang burung walet dengan teknologi refining akan berbeda (lebih tinggi) daripada peternak sarang burung walet secara tradisional. Secara statistik thitung sebesar 3,755 > ttabel sebesar 1,321 yang berarti sangat berpengaruh nyata. Dalam pengusahaan proses refining ini walaupun membutuhkan tambahan biaya tetapi hasilnya adalah sarang yang berkualitas tinggi dengan harga berkisar antara Rp 20.000.000,- sampai dengan Rp 24.000.000,- per kilogram. Sedangkan tanpa refining atau tradisional harganya berkisar antara Rp 13.000.000,-


(23)

sampai dengan Rp 15.000.000,- per kilogram. Dengan demikian proses dengan teknologi refining jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan teknologi tanpa refining atau tradisional.

Dari hasil penelitian terdahulu terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu obyek penelitian adalah pengusaha sarang burung walet, tetapi juga terdapat perbedaan karena penelitian diatas belum memberikan gambaran secara jelas faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha sarang burung walet dan adanya perbedaan lokasi penelitian.

2.2. Deskripsi tentang Burung Walet 2.2.1. Sejarah Singkat Budidaya Walet

Budidaya walet di Indonesia ternyata sudah dilakukan sejak dahulu, hal ini didukung oleh banyaknya sumber yang mereferensikannya. Diantaranya berdasarkan buku Pedoman Budidaya Walet yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Blitar dalam Delaney (2008), menjelaskan bahwa sarang burung walet pertama kali ditemukan di Indonesia di daerah Kebumen, Jawa Tengah pada tahun 1720 oleh seorang lurah yang bernama Sadrana. Suatu hari, saat Sadrana berenang di pantai, dia melihat banyak burung walet beterbangan dan kemudian masuk ke dalam sebuah gua. Sadrana dan teman-temannya memasuki gua tersebut dan menemukan sarang burung walet di dinding-dinding gua yang berwarna putih keperak-perakan. Kemudian, mereka mengambil beberapa sarangnya dan dibawa kepada Sultan Katasura. Sultan Katasura sangat menyukai sarang burung walet tersebut setelah dimasak. Sejak saat itulah, sarang burung walet menjadi komoditas


(24)

yang sangat berharga dan hanya dimakan oleh orang-orang yang sanggup membeli sarang tersebut.

Walaupun cerita ini menggambarkan awal mula konsumsi sarang burung walet di Indonesia, namun kita juga harus mempertimbangkan pengaruh kebudayaan Cina terhadap kebudayaan Indonesia terutama dibidang pengobatan tradisional. Ini berdasarkan fakta bahwa di Cina orang-orang mulai memakan sarang burung walet ratusan tahun sebelum Sadrana memperkenalkan sarang burung walet kepada Sultan Katasura.

Sarang burung walet mulai dibudidayakan pada tahun 1980 di pulau Jawa ketika seorang muslim yang bernama Tohir Sukarama pulang ke kampung Sedaya, Gresik setelah beberapa tahun tinggal di tanah suci Mekah. Dia mendapati rumahnya telah menjadi tempat bersarang walet. Karena dia sudah mengetahui bahwa nilai ekonomi sarang burung walet sangat tinggi, maka dia pindah ke rumah yang baru dan mulai memelihara burung walet di rumah lamanya (Rahman dan Nixon, 2007). Karena teknik budidaya walet dengan cara ini berhasil, beberapa orang kemudian mengikuti teknik tersebut, tetapi hanya orang yang berhubungan dekat dengan Sukarama. Pada akhir tahun 1980-an para ilmuwan pun mulai melakukan penelitian mengenai walet dan teknik-teknik merumahkannya. Sejak saat itu, teknik budidaya walet mulai banyak dipublikasikan lewat buku panduan manual, pelatihan, seminar, dan agen-agen konsultan. Pada tahun 1989, berbagai pihak yang berkecimpung dalam budidaya walet bertemu dalam seminar budidaya walet. Termasuk dalam pihak-pihak ini adalah pemerintah, peneliti dan para praktisi dari Indonesia dan luar negeri. Seminar ini membahas tentang teknik budidaya burung walet yang masih


(25)

tersembunyi dan tersebar sehingga industri tersebut bisa berkembang (Redaksi Trubus, 2001).

2.2.2. Jenis Sarang Burung Walet

Sebelum membahas lebih jauh mengenai jenis sarang burung walet dan umumnya dibudidayakan di Indonesia terlebih dahulu akan dibahas mengenai pembentukan sarang burung walet. Sarang walet dibangun oleh pasangan burung walet apabila akan bertelur, dengan cara memoleskan air liurnya sehingga terbentuk sarang. Air liur ini berasal dari kelenjar saliva. yang terdapat pada kerongkongan walet dan kelenjar ini menjadi sangat aktif saat burung walet mengkonstruksi sarangnya. Walet menyukai tempat yang lembab, tenang, aman, dan belum tercemar oleh polusi udara. Kelembaban ruang yang dibutuhkan sekitar 85 - 95 % dengan suhu sekitar 25 - 29 %.

Apabila sarang diambil pada musim bertelur, walet akan segera membangun kembali sarang baru dalam waktu lebih cepat dari pada pembuatan sarang yang telah diambil Pemanenan sarang sebaiknya tidak dalam waktu berturut-turut, karena pemanenannya secara beruntun akan merugikan, karena membuat walet kehilangan rasa amannya (Redaksi Trubus, 2001). Sarang walet yang berasal dari rumah alam/goa umumnya identik dengan ciri-ciri diantaranya:

a. Sebagian besar bentuknya tidak utuh, karena kesulitan cara pemanenannya

akibat letak sarang di goa pantai yang sulit dijangkau.

b. Selain itu bentuk telapak sarang walet goa tidak datar, karena menempel pada

dinding goa yang bentuknya tidak teratur. c. Ukuran tidak seragam (bervariasi)


(26)

d. Serat-serat sarang yang dihasilkan kasar dan bentuknya memanjang. e. Sarang walet goa lebih kotor karena kebersihan goa tidak terjamin.

Sehingga dapat diketahui bahwa sarang walet yang berasal dari hasil budidaya dengan rumah walet modern dibanding dengan sarang walet yang berasal dari alam/goa, maka jenis sarang ini mempunyai keunggulan, yaitu :

1. Pada umumnya kualitas (bentuk, ukuran, umur panen) seragam.

2. Cara pemanenannya lebih mudah.

3. Warna putih jernih dan relatif lebih bersih.

Menurut Tim Penulis PS (1999), sarang burung walet dapat dibedakan berdasarkan jenis burung dan jenis rumah walet yang memproduksinya. Berdasarkan jenis burung walet yang memproduksinya, maka sarang walet dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Sarang Hitam, yaitu sarang walet yang dihasilkan oleh walet jenis Collocalia

Maxima, berwarna hitam kecoklatan karena terdiri dari bulu-bulu yang direkatkan dengan liurnya.

2. Sarang Putih, yaitu sarang walet yang dihasilkan oleh walet jenis Collocalia

Fuciphaga, berwarna putih transparan. Di pasaran yang dimaksud sarang walet adalah jenis sarang ini.

3. Sarang Seriti, yaitu sarang yang tersusun dari serat tumbuhan (akar-akaran,

rumput ijuk, daun cemara kering dan lain-lain) yang direkati dengan air liur.

2.2.3. Upaya Peningkatan Produksi Sarang Walet

Untuk meningkatkan produksi sarang walet perlu dilakukan usaha melipat gandakan hasil sarang burung dari rumah walet yang sarangnya relatif terbatas.


(27)

Dalam merencanakan pembuatan bangunan gedung atau rumah walet perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Bentuk dan konstruksi rumah

Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar yang luasnya bervariasi dari 10 x 15 m sampai 10 x 20 m. Ketinggian tembok rumahnya sekitar 5 – 6 m (belum termasuk hubungan atap). Makin tinggi bubungannya makin baik dan lebih disukai oleh burung walet. Dengan adanya jarak yang besar antara bubungan dengan plafon, maka volume udara dalam ruangan tersebut juga semakin besar sehingga panas udara tidak sepenuhnya menyinggung plafon. Rumah setinggi itu tidak boleh tertutup oleh pepohonan tinggi disekitarnya karena burung walet hanya mau memasuki rumah yang lubang masuknya bebas dari pepohonan. Tembok dibuat dari plester, sedang bagian luarnya dari campuran semen. Bagian dalam tembok sebaliknya sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1. Komposisi tersebut mirip komposisi gua-gua walet alam dan sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembapan udara dalam ruangan gedung walet. Kerangka atap dan sekat-sekat untuk melekatnya sarang-sarang burung walet sebaiknya dibuat dari kayu yang kuat dan cukup tua agar dapat bertahan dalam jangka panjang. Untuk mengurangi terik matahari dan sekaligus mengendalikan suhu dan kelembapan udara dalam ruangan pada malam hari maka sebaiknya atap dibuat dari genting.


(28)

2. Bentuk ruangan dari jalur keluar masuk burung walet

Ruangan dapat dibuat bertingkat berdasarkan ketinggiannya, minimum 2 meter. Setiap tingkatnya dibuat petak-petak lagi menjadi beberapa ruangan sehingga akan menciptakan suasana seperti gua-gua batu karang alami. Lubang untuk keluar masuk burung dibuat bagian atas, diperhitungkan agar burung-burungnya dapat bebas keluar masuk tanpa terganggu pepohonan disekitar gedung.

3. Cat rumah dan pencahayaan

Cat yang dipakai untuk rumah walet sebaiknya dari kapur yang cukup halus dan rata agar tidak mudah rusak. Selain itu juga mempersulit binatang-binatang yang merayap pada permukaan tembok. Lapisan tembok pada bagian dalam tidak perlu dicat agar sesuai dengan “kondisi gua alam” dan dapat mengurangi sinar.

4. Kelembapan dan suhu dalam ruangan

Ruangan walet sebaiknya memiliki kelembapan relatif antara 85-95% dan suhu antara 25-29 derajat celsius. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kondisi suhu dan kelembapan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Membuat saluran-saluran air dalam gedung walet, air diharapkan menguap

untuk memenuhi kelembapan ruangan.

b) Memasang pipa berlubang pada dinding yang dapat dialiri air sehingga pada waktu yang diperlukan air tersebut dapat dialirkan untuk membasahi dinding lapisan dalam.

c) Diatas plafon dilapisi sekam setebal 20 cm dimaksudkan untuk meredam

suhu, kelembapan dan suara agar keadaan dari luar tidak mempengaruhi kondisi didalam ruangan.


(29)

5. Penyiapan induk dan telur

a) Penyiapan induk

Walet biasanya mau menempati rumah yang sudah banyak kotoran sritinya. Untuk itu biasanya rumah walet yang masih baru dindingnya sering dilumuri kotoran burung walet atau sriti atau dengan memakai kaset rekaman dari suara walet atau sriti.

b) Penyiapan telur

Didalam usaha budidaya burung walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada sarang burung sriti. Telur tersebut dapat diperoleh dari pemilik rumah walet yang sedang melakukan panen cara buang telur. Panen cara buang telur dilakukan setelah burung walet membuat sarang bertelur dua butir. Telur diambil dan ditetaskan pada burung sriti atau dengan mesin penetas.

2.2.4. Penggolongan Mutu Sarang Walet

Mutu sarang burung sangat berpengaruh terhadap harga jualnya di pasaran. Menurut Tim Penulis PS (1999), pada umumnya mutu dapat ditentukan dari bentuk sarang yang dihasilkan, tebal tipisnya, kebersihan, kadar air dan warna sarang. Bentuk sarang burung yarg baik adalah seperti mangkok bersegitiga, utuh tidak rusak atau pecah-pecah. Sarang harus bersih dari bulu atau kotoran yang menempel sewaktu dipanen. Selain itu sarang harus kering, karena akan mempengaruhi kandungan gizi dan daya simpannya. Warna sarang yang baik adalah putih jernih, sarang berwarna coklat kehitaman kurang disukai karena menunjukkan bahwa sarang tersebut kotor dan penanganannya kurang diperhatikan. Adiwibawa (2000)


(30)

menambahkan, habitat makro rumah walet juga mempengaruhi mutu sarang walet yang dihasilkan karena 2 faktor sebagai berikut:

1. Faktor dari dalam, tiap daerah akan didominasi oleh jenis serangga tertentu

sesuai dengan jenis tanaman yang tumbuh disekitarnya. Oleh karena serangga merupakan makanan burung walet, maka serangga yang dikonsumsi oleh walet tersebut akan mempengaruhi komposisi liur walet, sehingga mempengaruhi mutu sarang walet dari daerah yang bersangkutan;

2. Faktor dari luar, Kandungan mineral yang berbeda antar daerah dalam atmosfir

yang mengisi rumah walet, apabila bereaksi dengan liur walet yang masih basah akan berpengaruh pula terhadap warna sarang yang dihasilkan.

Di pasaran, sarang burung walet dikelompokkan menjadi beberapa golongan mutu yaitu :

1. Mutu merah atau sarang darah

Sarang berwarna merah, bersih tanpa kotoran, ukuran sarang besar dan bentuknya sempurna. Jenis sarang ini adalah terbaik mutunya, dan harganya sangat mahal. Berat per sarang sekitar 9 gram dengan garis tengah sekitar 10 cm.

2. Mutu perak atau mutu balkon

Sarang berwarna putih bersih tanpa terdapat kotoran bulu. Ukuran sarang besar dengan berat 8 gram dan garis tengah sekitar 10 cm.

3. Mutu, bulu

Jenis sarang ini bermutu sedang, karena mengandung bulu. Apabila sarang burung berkelopak besar dan bulunya sedikit, maka digolongkan ke dalam mutu


(31)

bulu ringan. Akan tetapi jika sarang burungnya berkelopak tipis dan bulu burungnya banyak digolongkan dalam bulu biasa.

4. Mutu sarang rampasan

Jenis ini terdiri dari sarang hasil panen rampasan, yaitu sarang yang sudah diambil sebelum walet bertelur atau diambil sewaktu walet tengah bertelur. Warna sarang putih, tidak terdapat kotoran. Bentuk sarang kurang sempurna umumnya berukuran kecil dan tipis.

5. Mutu sarang pecah

Jenis ini tergolong bermutu rendah. Sarang burung pada golongan ini juga berasal darl hasil panen rampasan, tetapi pengambilannya kurang baik. Bentuk -sarang tidak beraturan, banyak yang rusak, pecah-pecah atau remuk.

6. Mutu sarang tetasan

Sarang didapat dari hasil panen setelah telur walet menetas dan anaknya telah pergi dari sarang. Bentuk sarang ini baik dan berukuran besar seperti pada sarang mutu perak. Akan tctapi sarang tetasan banyak tercemar oleh kotoran anak walet, noda-noda kutu busuk atau rusak karena sebagian dimakan semut atau kecoa.

7. Mutu sarang hancuran

Sarang jenis ini merupakan mutu paling rendah, karena bentuknya tidak beraturan dan biasanya merupakan kumpulan dari sarang-sarang yang rusak, pccahan-pecahan sarang atau sisa sarang. Ukuran sarang, umumnya kecil-kecil.


(32)

2.2.5. Komposisi Kimia dan Khasiat Sarang Burung Walet

Kandungan gizisarang burung walet dalam 100 gram adalah sebagaimana dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Kandungan Gizi Sarang Burung Walet dalam 100 Gram

No. Kandungan Gizi Satuan Jumlah

1. Kalori Kal 281

2. Protein Gram 37,5

3. Lemak Gram 0,3

4. Karbohidrat Gram 32,1

5. Kalsium Milligram 485

6. Fosfor Milligram 18

7. Besi Milligram 3

8. Air Gram 24,8

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan R.I. (2008).

Sarang burung mempunyai kandungan protein cukup tinggi, yaitu 37,5% sedangkan kandungan lemaknya sangat rendah, yaitu 0,3 %. Dengan demikian sarang burung dapat dianjurkan sebagai makanan sumber zat pembangun tubuh yang baik. Bagi penderita penyakit tekanan darah tinggi atau orang yang kegemukan, sarang burung tidaklah berbahaya, sebab kandungan lemak dan kolesterolnya rendah. Selain itu sarang burung mengandung kalsium dan fosfor yang diperlukan tubuh untuk pembentukan tulang, sedangkan zat besi diperlukan untuk pembentukan butir-butir darah merah.

Selain itu, sarang burung walet diyakini mengandung khasiat untuk meningkatkan stamina dan vitalitas hidup serta obat awet muda dan juga dianggap mampu mempercepat proses penyembuhan gangguan alat pernapasan, seperti batuk, asma atau gangguan pada kerongkongan (Tim Penulis PS, 1999).


(33)

2.3. Tinjauan Ekonomis Budidaya Burung Walet

Budidaya adalah himpunan dari sumberdaya alam yang terdapat pada suatu tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian dan dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak (Mubyarto, 1999). Budidaya bertujuan untuk memperoleh hasil (produksi), jumlah produksi dan harga yang berlaku akan menentukan penerimaan peternak. Seorang penangkar atau peternak melakukan budidaya untuk dapat menyelenggarakan kelangsungan hidupnya sepanjang tahun, karena setidak-tidaknya hasil usahanya harus memberi kemampuan kepadanya untuk memenuhi keperluan hidupnya. Sehingga erat kaitannya budidaya tersebut dengan analisa usaha yang umumnya terdapat tiga variabel utama yaitu biaya, penerimaan, dan pendapatan petani (Soekartawi, 2002).

2.3.1. Biaya Produksi

Soekartawi (2002) menyatakan, bahwa nilai-nilai faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi pertanian, disebut biaya produksi. Menurut Soekartawi dkk (1996), biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang. Sehingga dalam analisis usahatani hanya faktor-faktor produksi yang diperoleh dengan membeli saja yang dianggap biaya produksi. Biaya produksi dapat diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam suatu proses produksi, serta membawanya menjadi suatu produk termasuk didalamnya barang yang di beli dan jasa yang digunakan dalam proses produksi usaha tani (Hernanto, 1998). Atau dengan kata lain biaya produksi usaha tani dapat diartikan sebagai semua pengeluaran yang digunakan didalam mengorganisasi dan melaksanakan proses produksi (termasuk didalamnya modal,


(34)

input-input dan jasa-jasa yang digunakan didalam produksi). Didalam jangka pendek dalam satu kali proses produksi, biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel cost). Tetapi dalam jangka panjang, seluruh biaya akan merupakan biaya variabel karena, seluruh input yang digunakan bisa diubah-ubah. Penjumlahan dari total biaya tetap dan total biaya tidak tetap dari budidaya sarang burung walet disebut total biaya produksi budidaya sarang burung walet. Untuk lebih jelasnya uraian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

TC = TVC + TFC Keterangan :

TC : Total biaya

TVC : Biaya tidak tetap TFC Biaya tetap

2.3.2. Penerimaan dan Pendapatan Penangkaran Burung Walet

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002). Menurut Soekartawi dkk. (1996), penerimaan merupakan pendapatan kotor yaitu pendapatan yang diperoleh sebelum dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan.

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2002) Besarnya penerimaan (revenue) dapat dituliskan sebagai berikut :


(35)

dimana:

TR = Penerimaan

Y = Produksi penangkaran sarang burung walet

Py = Harga Y

Soekartawi (2002) menyatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara semua penerimaan dan semua biaya atau modal atau penerimaan total (Total Revenue = TR) dikurangi dengan biaya total (Total Cost = TC). Sumber pendapatan usahatani itu mencakup semua imbalan atau balas jasa yang mestinya harus diterima petani atau telah dipergunakannya faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen yang merupakan miliknya sendiri.

2.3.3. Efisiensi Usahatani

Suatu usahatani dikatakan berhasil dan efisien jika (a) dapat menghasilkan cukup penerimaan untuk membayarkan semua modal dan alat yang digunakan, (b) dapat menghasilkan penerimaan yang dapat digunakan untuk membayar bunga modal milik sendiri atau pinjaman, (c) dapat membayar upah tenaga kerja petani sebagai pengelola (Soekartawi et al.,1986). Efisiensi usahatani dapat diukur dengan nilai RCR (Revenue Cost Ratio) (Hernanto, 1998). Walaupun tidak ada ukuran tertentu untuk nilai RCR ini, pada umumnya dinyatakan jika RCR < 1 berarti kegiatan usahatani rugi, jika nilai RCR > 1, maka kegiatan usahatani berhasil atau menguntungkan, dan jika RCR = 1 maka kegiatan usahatani impas, tidak untung dan tidak rugi (Soekartawi, 2002).


(36)

2.4. Kerangka Pemikiran

Sarang burung walet sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu sebagai makanan istimewa. Bila selama ini masyarakat mengenali sarang burung sebagai suatu jenis makanan yang berasal dari hasil muntahan air liur burung walet, maka justru hal yang sebaliknya terjadi pada burung walet. Banyak orang tidak mengetahui tentang apa-apa saja yang berkaitan dengan hewan tersebut, seperti asal usulnya, habitatnya, bentuknya, sifat-sifatnya, dan karakteristik makanannya, yang diketahui masyarakat hanyalah burung walet adalah burung liar yang bersarang di tempat-tempat terpencil, seperti di dalam gua. Sarang burung walet ini dibangun pada langit-langit gua yang lokasinya sulit serta membahayakan untuk dicapai manusia. Hasilnya, sarang burung walet yang bisa dipanen dari alam semakin lama semakin berkurang.

Sering dengan perkembangan jaman maka sarang burung walet ternyata dapat diusahakan secara buatan dengan membuat gedung atau rumah. Keadaan ini menyebabkan pasaran sarang burung yang awalnya sangat tergantung pada jumlah yang berhasil dikumpulkan pemetik sarang burung walet gua, saat ini secara kontinyu berhasil didapatkan. Mengingat pedagang pengumpul atau eksportir bersedia membeli sarang burung dalam jumlah berapa pun karena harganya yang terus meningkat, terutama di pasaran luar negeri. Tingginya permintaan pasar terhadap produk ini yang sebanding pula dengan pentingnya arti sebuah sarang burung walet, yaitu untuk memberikan manfaat bagi kesehatan penggunanya. Perkembangan ini memicu pengusaha di berbagai daerah pada


(37)

umumnya di Jawa Timur dan khususnya di Kabupaten Sampang untuk melakukan budidaya sarang burung walet.

Meskipun demikian untuk menekuni usaha sarang burung walet ini tidak semudah yang dibayangkan orang karena dibutuhkan metode-metode yang pasti agar dapat berhasil dengan baik, yaitu diantaranya mengenai tata cara pembudidayaan hunian burung walet yang benar. Kesemuanya itu diharapkan mampu meningkatkan pendapatan atas hasil usahanya. Pada dasarnya didalam budidaya sarang burung walet para peternak berusaha untuk meningkatkan pendapatan/ keuntungan yang sebesar-besarnya. Peternak sarang burung di daerah Sampang dewasa ini mengalami suatu kemajuan, berupa teknologi baru, yaitu proses pengolahan sarang burung walet.

Secara teori terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pendapatan sarang burung walet. Akan tetapi, dalam penelitian ini cenderung melihat pada faktor-faktor antara lain biaya produksi, jumlah panen, dan penerimaan usaha untuk menentukan pendapatan usaha sarang burung walet. Biaya produksi merupakan perhitungan dari biaya yang dikeluarkan dalam budidaya sarang burung walet diantaranya biaya pakan, biaya obat-obatan termasuk racun pembasmi hama dan biaya peralatan, dengan demikian semakin besar biaya produksi yang dikeluarkan untuk usaha penangkaran sarang burung walet maka semakin kecil pendapatan yang diterima.

Biaya tenaga kerja, berbeda halnya dengan usaha unggas lainnya terutama dalam segi biaya yang dikeluarkan. Biaya tenaga kerja biasanya dikeluarkan untuk kontrol, penyemprotan hama dan penyakit, perawatan rumah walet dan panen.


(38)

Jadi jelas bahwa semakin tinggi biaya tenaga kerja yang dikeluarkan maka semakin kecil pendapatan yang diterima penangkar sarang burung walet.

Biaya keamanan juga sebagai faktor penting dalam mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh penangkar sarang burung walet. Menggiurkannya usaha sarang burung walet bukan berarti tanpa risiko, salah satu risiko yang sering mengancam dari usaha ini adalah pencurian. Keamanan harus diperhatikan mengingat harga sarang walet sangat tinggi bahkan tidak sedikit penangkar walet yang kebobolan dan potensi keuntungan ratusan juta bisa hilang dalam hanya sekejap. Oleh karenanya diperlukan tambahan tenaga dalam menjaga rumah walet dan secara otomatis menuntut tambahan pengeluaran biaya. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk keamanan semakin kecil pendapatan yang diterima. Jumlah panen sarang burung walet merupakan banyaknya hasil sarang burung walet, maka semakin banyak hasil panen sarang burung walet semakin besar pendapatan yang diterima. Selain itu, ada faktor harga adalah jelas dimana semakin besar yang dalam hal ini harga jual sarang burung walet maka semakin meningkat pendapatan yang diterima penangkar. Dari kelima faktor tersebut dilakukan perhitungan terlebih dahulu untuk menentukan penerimaan yang selanjutnya dilakukan pendapatan usaha penangkaran sarang burung walet.

Sedangkan untuk mengukur efisiensi ekonomi dari usaha penangkaran sarang burung walet digunakan pendekatan RCR (Revenue Cost Ratio). Setelah dapat membuat kerangka pemikiran sebagai alur pikir dari penelitian yang dilakukan, selanjutnya diimplementasikan pada suatu kerangka konseptual yang dapat diilustrasikan pada Gamabr 1. sebagai berikut :


(39)

Gambar 1. Bagan Kerangka Konseptual.

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasar kerangka pemikiran tersebut diatas, langkah selanjutnya adalah membuat hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut :

1. Diduga penangkaran sarang burung walet ditinjau dari produksi dan jumlah penangkar di Kabupaten Sampang meningkat.

2. Diduga tingkat efisiensi ekonomis usaha penangkar sarang burung walet di

Kabupaten Sampang menguntungkan. Biaya Produksi

(X1)

Biaya Tenaga Kerja (X2)

Biaya Keamanan (X3)

Penerimaan

Harga Sarang Walet (X5) Jumlah Panen

(X4)

Pendapatan Penangkar Sarang Burung Walet


(40)

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja di Kabupaten Sampang berdasarkan pertimbangan bahwa kabupaten tersebut merupakan sentra produksi sarang burung walet di Madura dan potensial untuk dikembangkan budidaya sarang burung walet karena sumberdaya alam mendukung dan pakan mudah didapat. Sedangkan pertimbangan kedua lebih dititikberatkan terhadap keinginan mengetahui sejauh mana pendapatan usaha dari budidaya sarang burung walet

sekaligus diketahui permasalahan-permasalahan yang timbul karena

penangkarannya masih bersifat tradisional, sehingga menarik untuk dijadikan obyek penelitian.

3.2. Metode Penentuan Responden

Dalam penentuan sampel pada penelitian yang dilakukan pada penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang dilakukan dengan metode survey pendahuluan yang dilakukan secara sensus di 14 kecamatan di Kabupaten Sampang. Dari hasil sensus diketahui bahwa jumlah penangkar sarang burung walet adalah sebanyak 44 orang (populasi). Sampel penangkar yang diambil dengan menggunakan metode simple random sampling dengan teknik undian dari populasi (44 orang penangkar) ditentukan 35 orang (64%). Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa responden diatas 50%, telah dapat dianggap cukup untuk penelitian Wirartha (2005). Demikian pula dengan


(41)

pertimbangan bahwa luas bangunan sarang burung walet, tidak berbeda nyata antara satu dengan lainnya.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data merupakan faktor yang penting dalam penulisan skripsi. Untuk menjamin obyektivitas penyusunan skripsi. Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber langsung yaitu pengusaha. Sedangkan data sekunder adalah data yang terdokumentasi dengan baik oleh instansi atau pihak terkait. Adapun data-data yang diperoleh dalam berbagai teknik sebagai berikut:

a) Observasi.

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data primer dengan melakukan wawancara secara langsung kepada responden yaitu penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang dengan bantuan kuesioner.

b) Interview (Wawancara)

Metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung pada pihak–pihak yang terkait baik yang mempunyai wewenang atas data-data yang diperlukan dalam penelitian dalam hal ini Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sampang.

c) Dokumentasi

Metode ini merupakan teknik pengumpulan data dengan mengadakan pengutipan catatan atau data yang disediakan oleh pihak yang erat kaitannya dengan penelitian ini yaitu BPS Kab. Sampang.


(42)

3.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel merupakan suatu pernyataan tentang definisi dan pengukuran variabel-variabel penelitian baik berdasarkan teori yang telah ada maupun pengalaman empiris. Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sarang burung walet adalah produksi air liur dari burung walet berjenis

Collocalia fuciphaga.

b. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberi upah atau

gaji kepada orang lain dalam kegiatan pembuatan rumah walet, pemeliharaan, pengendalian hama dan panen yang dinyatakan dalam satuan (Rupiah).

c. Biaya keamanan adalah biaya yang dikeluarkan kepada orang lain untuk

menjaga rumah walet dari pencurian atau gangguan lainnya yang dinyatakan dalam satuan (Rupiah).

d. Biaya total yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biaya yang meliputi biaya pakan, biaya obat-obatan dan biaya peralatan yang didapat dari perhitungan penjumlahan biaya tetap & biaya saprodi yang dapat dinyatakan dalam satuan (Rupiah).

e. Jumlah panen yang dimaksud dalam penelitian ini banyaknya hasil

pemanenan air liur dari burung walet (Kg).

f. Harga sarang walet adalah harga jual sarang burung walet yang dapat


(43)

g. Penerimaan meliputi hasil produksi yang diambil dari penerimaan kotor atau harga dikalikan hasil banyaknya sarang burung walet yang dapat dinyatakan dalam rupiah (Rp).

h. Pendapatan penangkar sarang burung walet dalam penelitian ini adalah

keseluruhan nilai yang diperoleh dari pengurangan penerimaan dengan total biaya selama satu kali budidaya dan dapat dinyatakan dalam satuan (Rupiah).

3.5. Metode Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Untuk menjawab tujuan yang pertama yaitu menganalisis perkembangan pengusahaan sarang burung walet di Kabupaten Sampang dilakukan dengan analisis trend, dengan model sebagai berikut :

Y = β0 + β1X

dimana : Y = Produksi, Jumlah Penangkar Sarang Burung Walet

X = Tahun (2005 – 2010) β0 = Perkembangan rata-rata

2. Efisiensi Ekonomis

Analisis kelayakan usaha digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian usaha dalam menerapkan suatu teknologi. Kelayakan / efisiensi usaha penangkaran sarang burung walet di ukur berdasarkan nilai RCR (revenue cost ratio), yaitu perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost) (Soekartawi, 2002). Persamaan yang digunakan untuk memperoleh nilai RCR adalah sebagai berikut:


(44)

(1) Biaya Produksi TC = TVC + TFC

(2) Penerimaan TR = Py x Y

(3) Pendapatan π = TR-TC

(4) Kelayakan RCR = TR / TC dimana :

π = Pendapatan penangkar sarang burung walet (Rp)

Py = Harga sarang walet (Rp/kg) RCR = Revenue-cost ratio

TC = Biaya total (Rp) TR = Penerimaan total (Rp)

Y = Jumlah panen sarang burung walet (kg)

Kaidah Pengujian adalah :

Jika nilai RCR > 1, dapat dinyatakan bahwa usaha sarang burung walet efisien dan layak.

Jika nilai RCR < 1, dapat dinyatakan bahwa usaha sarang burung walet tidak efisien dan tidak layak.

Jika nilai RCR = 1, dapat dinyatakan bahwa usaha sarang burung walet bersifat impas.


(45)

33

4.1. Keadaan Umum Kabupaten Sampang

Kabupaten Sampang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Pulau Madura tepatnya pada 113°08’ hingga 113°39’ Bujur Timur dan 06°05’ hingga 07°13’ lintang selatan. Adapun batas wilayah Kabupaten Sampang adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Laut Jawa 2. Sebelah Selatan : Selat Madura

3. Sebelah Barat : Kabupaten Bangkalan 4. Sebelah Timur : Kabupaten Pamekasan

Lokasi Kabupaten Sampang berada di sekitar garis khatulistiwa, maka seperti kabupaten lainnya di Madura, wilayah ini mempunyai perubahan iklim tropis sebanyak 2 jenis setiap tahun, musim kemarau dan musim penghujan. Sedangkan ketinggian dari permukaan laut sekitar 118 meter cenderung menjadikannya daerah lembab dan basah. Karena didukung oleh lingkungan makro yang sesuai habitat walet maka peluang walet untuk hidup dan berkembang biak sangat tinggi baik pada walet yang hidup di gua-gua maupun rumah walet.

Luas keseluruhan daratan di Kabupaten Sampang adalah 1.228,87 Km 2 habis dibagi menjadi 14 kecamatan dan 186 desa/kelurahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(46)

Tabel 3. Luas Daratan di Kabupaten Sampang Tahun 2009

No. Penggunaan Lahan Luas

(Km2)

Persentase (%)

1 Pemukiman 120,26 9,8

Persawahan 206,69 16,8

Pertanian tanah kering 630,24 51,3

Perkebunan 153,99 12,5

2 Kawasan Hutan 6,17 0,5 3 Lain-lain 111,62 9,1

Jumlah 1.228,87 100,00

Sumber : BPS Kab. Sampang (2010).

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar luas lahan yang ada di Kabupaten Sampang berupa pertanian tanah kering seluas 630,24 Km2 atau 51,3% dari luas tanah keseluruhan, sedangkan pemukiman diketahui menempati urutan terbesar keempat dengan luas sebesar 120,26 Km2 atau 9,8% dari luas daratan keseluruhan di Kabupaten Sampang. Didalam pemukiman tersebut banyak warga yang sebagian digunakan untuk usaha penangkaran walet atau membuat rumah-rumah walet baik dan biasanya terletak disamping atau dibelakangi tempat tinggalnya.

4.2. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk 4.2.1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Umur

Jumlah penduduk di Kabupaten Sampang berdasarkan hasil pencatatan dengan akhir tahun 2009 sebanyak 3821 jiwa, yang terdiri dari 1892 laki-laki dan 1929 wanita. Sedangkan keadaan komposisi penduduk menurut kelompok umur dan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :


(47)

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sampang Tahun 2009.

No. Umur

(Tahun)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

1 0 - 10 649 16,92

2 11 – 20 574 15,02

3 21 – 30 604 15,74

4 31 – 40 571 14,94

5 41 – 50 605 15,76

6 51 – 60 489 12,70

7 > 60 329 8,92

Jumlah 3821 100

Sumber : BPS Kab. Sampang (2010).

Dari tabel di atas dapat diketahui jumlah penduduk di Kabupaten Sampang yang berusia 21 tahun hingga 60 tahun adalah 2598 jiwa atau sebanyak 59.14%, dimana penduduk pada usia tersebut merupakan angkatan kerja yang produktif. Dari gambaran tersebut dapat dilihat bahwa tenaga produktif di Kabupaten Sampang tergolong cukup besar yaitu hampir mencapai 59.14% dari jumlah penduduk keseluruhan. Tenaga produktif tersebut dapat diharapkan sumbangannya baik dibidang pertanian maupun non pertanian bagi pendapatan rumah tangganya.

4.2.2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan faktor penting untuk memajukan dan meningkatkan taraf hidup. Dengan pendidikan, kemampuan dan ketrampilan serta pengetahuan dalam melaksanakan kegiatan akan meningkat. Tingkat pendidikan penduduk yang ada di Kabupaten Sampang dapat dilihat pada tabel 5. berikut ini.


(48)

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Sampang Tahun 2010.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(Jiwa)

Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 137 3,58 2 Tamat SD/Sederajat 1105 28,91 3 Tamat SLTP/Sederajat 1026 26,85 4 Tamat SMA/Sederajat 1081 28,29 5 Tamat Akademi 153 4 6 Tamat Sarjana 116 3,03 7 Tidak/Bekum Sekolah 203 5,34

Jumlah 3821 100

Sumber : BPS Kab. Sampang (2010).

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Sampang memiliki tingkat pendidikan tamatan SMA Sederajat, yaitu sebanyak 1081 jiwa atau 28,291%. Dengan tingkat pendidikan yang dimiliki penduduk tersebut akan berpengaruh terhadap perilaku penduduk dalam menerima pembaharuan dan perubahan teknologi, khususnya pada usaha penangkaran sarang burung walet. Keadaan ini menyebabkan usaha walet yang sebelumnya dilaksanakan dengan tradisional, diharapkan mampu mengadopsi teknologi-teknologi baru dalam rangka percepatan produksi sarang walet berkualitas baik.

4.2.3. Keadaan Sarana Transportasi

Sarana transportasi sangat diperlukan, dengan sarana transportasi yang memadai maka penduduk dapat berhubungan dengan daerah lain terutama dalam


(49)

hal penjualan sarang burung walet di Kabupaten Sampang. Berikut adalah sarana transportasi yang tersedia di Kabupaten Sampang.

Tabel 6. Sarana Transportasi yang Tersedia di Kabupaten Sampang Tahun 2010.

No. Jenis Transportasi Jumlah

(Buah)

Persentase (%)

1 Sepeda Motor 27.159 92,2 2 Mobil Pribadi 279 0,9

3 Truk / 714 2,4

4 Pick Up 1.282 4,5

Jumlah 29.434 100

Sumber : BPS Kab. Sampang (2010).

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Kabupaten Sampang memiliki sepeda motor sebagai sarana transportasi, yaitu sebanyak 27.159 buah. Meskipun demikian jumlah pemilik pick up di Kabupaten Sampang terbanyak kedua sehingga memudahkan dalam pengangkutan hasil panen sarang burung walet.

4.3. Karakteristik Responden

Karakteristik adalah sifat dasar atau latar belakang yang dimiliki oleh setiap manusia. Karakteristik responden sangat berbeda antara responden yang satu dengan responden yang lain dalam hal ini yang dimaksud responden adalah penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang. Perbedaan karakteristik responden ini merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui karena karakteristik responden tersebut dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan untuk usaha penangkaran sarang burung walet ditinjau diantaranya dari umur, jenis kelamin, dan pendidikan.


(50)

4.3.1. Karakteristik Berdasarkan Umur

Umur merupakan salah satu faktor dari seseorang yang akan mempengaruhi kecakapan, pengalaman, pengambilan keputusan, keterampilan dalam melakukan penangkaran walet. Selain itu umur juga mempengaruhi seseorang dalam melakukan inovasi baru, karena semakin tua umur seseorang akan semakin menurun daya pikirnya. Hal ini dapat mempengaruhi penangkar dalam usaha meningkatkan pendapatan dari usaha penangkaran walet yang sedang dijalankan. Di lain sisi semakin tua usia seorang penangkar maka pengalaman yang dimiliki semakin banyak, karena seseorang akan mempunyai bekal kemampuan yang lebih banyak, sehingga menjadikan seseorang lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Tabel . berikut akan menunjukkan jumlah tingkat umur responden.

Tabel 7 . Umur Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35).

No

Umur Responden

(Tahun)

Jumlah Responden

(Jiwa)

Persentase (%)

1 21-25 2 5,7

2 26-30 4 11,4

3 31-35 6 17,2

4 36-40 5 14,3

5 41-45 5 14,3

6 46-50 10 28,5 7 > 50 3 8,6 Jumlah 35 100,00 Sumber : Data primer diolah.


(51)

Dari tabel. dapat diketahui bahwa 28,5% petani responden berumur antara 46-50 tahun, tingkat umur ini menujukkan bahwa kebanyakan dari penangkar adalah mereka yang telah berpengalaman selain itu seseorang relatif mampu untuk mengembangkan usaha dan bertahan diantara banyaknya pesaing usaha yang lain.

4.3.2. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin konsumen responden penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Jenis Kelamin Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35).

Jenis kelamin

Jumlah Responden

(orang)

Persentase (%)

Pria 33 94,3

Wanita 2 5,7

Jumlah 35 100,00 Sumber : Data primer diolah.

Dari tabel dapat dilihat bahwa jenis kelamin konsumen responden penangkar sarang burung walet dengan persentase tertinggi sebanyak 33 orang (94,3%) berjenis kelamin pria dan sisanya sebanyak 2 orang (5,7%). Hal ini menjadi temuan menarik manakala gender yang menjadi penangkar walet juga ada yang berjenis kelamin wanita, hal ini didasarkan pertimbangan usaha yang turun-temurun dari keluarganya.

4.3.3. Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan.

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam setiap aspek kehidupan, baik pendidikan tersebut bersifat formal maupun non formal. Pendidikan merupakan faktor penting terhadap kemampuan dalam menyerap maupun menerima informasi dan teknologi baru. Semakin tinggi tingkat


(52)

pendidikan maka semakin cepat dalam menerima dan menerapkan inovasi baru, dan begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan akan semakin lambat dalam menerima dan menerapkan inovasi baru. Berikut disajikan tingkat pendidikan responden dalam tabel 9.

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35).

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah

(Jiwa) Persentase (%)

1 Tidak Sekolah 1 2,8

2 SD 3 8,6

3 SMP 12 34,3

4 SMA 16 45,7

5 Sarjana 3 8,6

Jumlah 32 100,00

Sumber: Data primer diolah.

Dari tabel . dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat pendidikan responden terbanyak adalah SMA yaitu sebanyak 16 orang (45,7%). Walaupun demikian juga terdapat lulusan sarjana sebagai penangkar sarang burung walet, hal ini menunjukkan bahwa penangkar walet yang ada di Kabupaten Sampang dengan kemampuan SDM yang dimiliki diharapkan dengan cara menerima wawasan dan mengadopsi secara cepat teknologi baru mampu meningkatkan pendapatan usaha penangkaran sarang burung walet.

4.4. Perkembangan Usaha Penangkaran Sarang Burung Walet Di Kabupaten Sampang

Usaha masyarakat pada umumnya akan berkembang jika usaha tersebut cukup menjanjikan baik dari segi produksinya maupun nilai penerimaannya. Sebelum masyarakat mengenal usaha sarang burung walet di Kabupaten Sampang


(53)

mereka bercocok tanam tanaman pangan, perikanan dan peternakan. Sejak awal tahun 1998, seorang penangkar di Kecamatan Sampang telah mengetahui bahwa usaha penangkaran sarang burung walet sangat memberikan keuntungan yang tinggi, sejak beberapa tahun kemudian (tahun 2000), di Sampang sudah terdapat dua (2) orang penangkar yang diusahakan secara sederhana. Demikian pula di Ketapang, Karang Penang, dan Kedungdung.

Dengan keterbatasan data, dimana belum tercatat di Kabupaten Dalam Angka, peneliti berusaha mengadakan survey lapangan untuk mencari informasi yang lebih mendekati kebenaran. Adapun hasil survey di Kabupaten Sampang atau 14 kecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 10 . Perkembangan Usaha Penangkaran Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang

No. Kecamatan

2000 2005 2010

Kualitas Baik

Kualitas Kurang Baik

Orang Kualitas Baik

Kualitas Kurang Baik

Orang Kualitas Baik

Kualitas Kurang Baik

Orang

1. Sreseh 2 3,2 1 5 6,8 2 5 12 3 2. Torjun - - - - 3. Pangarengan - - - - 4. Sampang 6 8,5 4 9,2 14,5 7 10 16 8 5. Camplong - - - 2 3,5 1 2 4 1 6. Omben 4 3,8 2 4 4,5 3 5 8 4 7. Kedungdung 2 3,5 1 - 6,8 3 8 13 6 8. Jrengik - - - - 9. Tambelangan - - - 6,5 3 2 7 4 3 10. Banyuates 3,5 4,8 2 3 5,5 3 4 7 4 11. Robatal 2 2,5 1 3,5 4 2 4 6 3 12. Karang Penang 1,8 2,8 1 2 4,2 2 2,5 4 2 13. Ketapang 2 3,5 2 3,5 4,5 4 10 5 4 14. Sokobanah 4 5,2 3 4,1 8,2 5 5 5 6

Rata-Rata 27,3 37,8 17 42,8 65,5 34 60 74 44


(54)

Perkembangan usaha penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang sejak tahun 2000 sampai 2010, hanya terdapat di 11 kecamatan sedangkan tiga kecamatan yaitu Torjun, Pengarengan dan Jrengik tidak ada. Dari 11 kecamatan-kecamatan Sampang, Omben dan Sokobanah, terlihat perkembangannya cukup menonjol jika dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Hal ini karena sebelum menjadi penangkar di Kabupaten Sampang, tertarik dengan usaha walet yang berada diluar kabupaten Sampang antara lain, kabupeten Gresik dan daerah Blora (Jawa Tengah). Selain itu mereka pernah melihat tempat penangkaran sarang burung walet di kota Gresik yang diusahakan oleh teman pergaulan. Kemudian mulai di coba pada tahun 2000 dan hingga sekarang tahun 2010. Untuk kecamatan lain seperti Tambelangan baru memulai usaha penangkaran sarang burung walet pada tahun 2005.

Dari tabel 9 akan dianalisis perkembangan produksi dan jumlah penangkar sarang burung walet sejak tahun 2000 hingga tahun 2010 seperti pada tabel sebagai berikut :

Tabel 11. Perkembangan Produksi Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang.

No. Uraian Tahun

2000

Tahun 2005

Tahun 2010

1. Produksi Sarang Burung Walet (Kg) 65,1 108,3 134 2. Jumlah Penangkar (orang) 17 34 44

Sumber : Data primer diolah.

Perkembangan produksi total baik yang berkualitas baik dan yang kurang baik, sejak tahun 2000 hingga 2010, dapat digambarkan dengan garis trend dengan bentuk matematis sebagai berikut :


(55)

Berdasarkan garis trend tersebut, terlihat bahwa sejak tahun 2000 hingga tahun 2010, terjadi peningkatan produksi rata-rata sekitar 6,94. Hal ini terjadi karena jumlah penangkar sarang burung walet bertambah serta adanya perbaikan pemeliharaan dari penangkar, karena sudah berpengalaman. Untuk perkembangan jumlah penangkar sejak tahun 2000 hingga 2010, telah bertambah yaitu dari 17 menjadi 44 orang atau bertambah 27 orang, perkembangan jumlah penangkar dapat digambarkan dengan garis trend sebagai berikut :

Y = - 5381,8 + 2,70 X

Walaupun selama 10 tahun terjadi penambahan 27 orang penangkar, namun usaha ini sangat membutuhkan modal dan pengalaman yang seimbang terutama dalam hal pemeliharaan awal. Selain itu perlu adanya pengalaman dan keyakinan untuk menjadi penangkar sarang burung walet.

Untuk menjadi seorang penangkar perlu adanya suatu perhitungan yang benar-benar teliti dimana investasi dalam hal ini cukup besar, terutama biaya rumah sarang burung walet. Disamping itu harus tekun dan sabar dalam menyelami perilaku kehidupan burung walet, yang dapat datang dan pergi dengan tiba-tiba.

Dalam pengolahan proses refining diperlukan bahan dan peralatan sebagai berikut :

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pengolahan sarang walet adalah sarang burung walet hasil panen yang dibudidayakan (bukan sarang walet


(56)

yang dihasilkan dari alam), bahan kimia untuk proses refining/ pencucian, yaitu H2O2 0,5 % dan NaHSO3 0,5 % Indikator KMnO4

2. Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah ember/ baskom, pinset, kaca pembesar (loupe), mangkoan untuk membentuk sarang burung, oven.

Adapun cara kerja proses refining sarang walet adalah :

a. Sarang burung hasil panen direndam air hangat + 5oC selama 15 menit, selanjutnya ditiriskan sampai dingin

b. Setelah dingin, kotoran-kotoran yang melekat yaitu berupa bulu-bulu halus dan lain-lain. Dibersihkan/ dicabuti dengan pinset dengan bantuan loupe (kaca pembesar).

c. Selanjutnya sarang burung yang telah bersih dari bulu-bulu halus direndam dengan H2O2 0,5 % selama 24 jam atau NaHSO4 0,5 % selama 24 jam.

d. Setelah selesai proses perendaman, maka sarang burung tersebut dicuci/ disemprot dengan air sampai bersih (tidak mengandung residu bahan kimia).

e. Untuk mengecek adanya residu H2O2 dilakukan uji dengan KMnO4. f. Selanjutnya sarang burung yang telah bebas bahan kimia dikeringkan

dengan oven pada suhu 50oC sampai mencapai kadar air sekitar 12 % - 13 %

Dalam proses refiningyang dilakukan oleh para penangkar sarang burung walet berdasarkan pengamatan dan wawancara terhdap para


(57)

penangkar tersebut, juga telah mendapatkan perhitungan secara ekonomis terhadap proses refining sarang walet. Hasil perhitungan ekonomi dapat diuraikan pada uraian selanjutnya.

4.5. Usaha Penangkar Sarang Burung Walet di Kabupaten Sampang

Pengusahaan sarang burung walet menurut pengalaman responden rata-rata membutuhkan relatif satu tahun, dengan tiga kali panen. Ukuran bangunan tempat pemeliharaan berkisar antara 8 x 10 hingga 10 x 12 m2. Bangunan ini merupakan bangunan permanen yang dibentuk sedemikian rupa dan dibuat seolah-olah seperti habitat aslinya. Secara ekonomis analisis pengusahaan sarang burung walet selama waktu satu tahun untuk 35 orang penangkar dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :


(58)

Tabel 12. Rata-rata Biaya Produksi Penangkar Sarang Burung Walet Selama 1 Tahun di Kabupaten Sampang Tahun 2010 (n = 35).

Uraian Nilai

(Rp)

Persentase (%) A. Biaya Tetap

1. Alat Thermohgrometer 2. Kape

3. Senter

4. SWO 2 (Sirip) 5. Rumah Walet

Jumlah Rp 12.500 3.620 8.500 1.119.143 6.245.000

7.388.763 53,9

B. Biaya Saprodi

1. PW Cair 2. KW3 3. Pestisida Jumlah Rp 223.857 75.214 255.925

554.996 4,20

C. Biaya Tenaga Kerja

1. Kontrol

2. Penyemprotan Hama dan Penyakit

3. Perawatan Rumah Walet 4. Panen 5. Keamanan Jumlah Rp 3.140.000 200.000 1.300.000 360.000 720.000

5.720.000 41,90

Biaya Total 13.683.819 100,00

Sumber : Data primer diolah.

Dalam berusaha sebagai penangkar sarang burung walet dibutuhkan tempat atau sarang burung walet, alat-alat pembantu, bahan-bahan dan tenaga kerja. Kesemuanya kebutuhan perlengkapan ini, merupakan pengeluaran atau biaya, yang bersifat tetap maupun variabel. Biaya tetap terdiri dari rumah walet, SWO 2 (Sirip) senter, kape, dan alat thermohgrometer, yang dihitung biayanya berupa biaya penyusutan

Dari tabel diatas dapat diketahui biaya tetap yang dikeluarkan oleh penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang adalah sebesar


(59)

Rp. 7.388.763,- atau 53,9% dari keseluruhan biaya produksi. Hal ini menunjukkan pembelian peralatan atau yang lainnya memiliki masing-masing nilai yang cukup besar sehingga perlu kecermatan dari penangkar dalam membelinya mengingat semakin besar biaya yang dikeluarkan maka berpengaruh sedikit banyaknya keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkaran walet. Selain biaya tetap, biaya variabel yang dikeluarkan berupa PW Cair, KW3, dan Pestisida. Biaya ini habis dalam satu kali proses produksi yaitu satu tahun. Perhitungan biaya variabel ini berdasarkan berapa jumlah phisik bahan, dikalikan dengan harga bahan tersebut. Pengeluaran biaya variabel dalam usaha penangkaran sarang burung walet, nampaknya tidak sebesar biaya tetap yaitu sebesar Rp. 554.996 (4,20%) dari biaya total.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk pekerjaan-pekerjaan, 10 Kontrak, 2) Penyemprotan hama dan penyakit, 3). Perawatan rumah walet, 4). Panen dan, 5). Untuk menjaga keamanan produksi dari pencurian. Biaya kontrol yang dikeluarkan sangat besar yaitu Rp. 3.140.000 jika dibandingkan dengan kegiatan yang lain. Kegiatan ini selama satu tahun atau 3 kali panen. Kegiatan pengontrolan dilaksanakan seminggu 2 kali, untuk melihat keadaan sarang, telur, keadaan burung, kelembaban serta keadaan lingkungan habitat, jangan sampai rusak atau terganggu. Populasi burung walet juga perlu di kontrol, untuk memperkirakan jumlah yang berproduksi. Begitu pula dengan penyemprotan hama dan penyakit. Hama yang sering mengganggu adalah tikus dan kecoak. Penyemprotan paling sedikit satu minggu sekali.


(60)

Perawatan rumah walet ini perlu dilaksanakan karena mempertontonkan habitat, dan kerusakan, baik didalam, maupun di luar ruangan. Untuk biaya panen tidak terlalu besar (Rp. 360.000), tetapi membutuhkan tenaga yang benar-benar berpengalaman. Demikian pula dengan kegiatan keamanan yang tidak kalah pentingnya dari kegiatan-kegiatan yang lain. Kegiatan keamanan, memang kelihatannya seperti tidak berarti, tetapi sangat perperan terutama terhadap keamanan produksi. Total biaya tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan tersebut diatas selama satu tahun sebesar Rp. 5.720.000,- (41,90 %) dari seluruh total biaya produksi.

Tabel 13. Rata-rata Penerimaan Penangkar Sarang Burung Walet Selam 1 Tahun di Kabupaten Sampang.

No. Uraian Satuan

(Rp/Kg) Keterangan

1. Produksi : a) Kualitas Baik (2,19 Kg)

b) Kualitas Kurang Baik (3,22 Kg)

29.000.000 24.000.000

Harga Rp 14.500.000 Harga Rp 8.000.000 2. Penerimaan 53.000.000

3. Biaya Total 13.683.819 4. Pendapatan 39.317.191 5. Efisiensi (R/C) 3,87

Berdasar tabel diatas menunjukkan bahwa untuk menentukan efisien usaha maka perlu perhitungkan terlebih dahulu menghitung penerimaan yang kemudian digunakan untuk mengetahui pendapatan usaha yaitu dengan cara penerimaan dikurangi biaya total. Sehingga tingkat efisien usaha penangkaran sarang burung walet dilakukan dengan menghitung penerimaan dibagi biaya. Dengan demikian usaha penangkaran sarang burung walet membutuhkan biaya total sebesar Rp. 13.683.819. Hasil yang diperoleh selama satu tahun dengan tiga kali panen, adalah rata-rata untuk kwalitas baik, 2,19 kg dan untuk kwalitas kurang baik atau


(61)

no.2 adalah sebesar 3,22 kg. Untuk harga per kg, produksi no.1 atau baik, Rp. 14.500.000 per kg, dan untuk no.2 seharga Rp. 8.000.000 per kg.

Berdasarkan data pada tabel.12 maka dengan membandingkan antara penerimaan total sarang burung walet dengan, total biaya, akan menghasilkan nilai R/C = 3,78. Angka R/C, ini menunjukkan bahwa usaha penangkaran sarang burung walet sangat efisien dimana apabila kita memperbear biaya produksi sebesar Rp.1, akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 3,87,-. Dengan demikian layak untuk diusahakan. Selain kelayakan ekonomi, dalam penangkaran sarang burung walet terdapat perkembangan teknologi yaitu proses refining.

4.6 Pengetahuan Dasar Penangkaran Sarang Burung Walet.

Penangkaran sarang burung walet merupakan paling banyak di Indonesia oleh karena itu penghasil sarang burung walet yang terbesar akan tetapi para pakar-pakar atau ilmuwan yang sukses sangat sulit untuk memberikan ilmunya kepada orang lain atau dikatakan budaya tutup mulut.

Budaya tutup mulut ini yang sangat merugikan terhadap perkembangan dan pertumbuhan bisnis sarang burung walet dewasa ini. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa pengetahuan dasar penangkaran sarang burung walet

4.6.1 Persiapan

Dalam persiapan pembangunan rumah sarang burung walet sudah barang tentu lokasi sudah dipersiapkan dan ukuran rumahnya juga sudah ada.

Rumah kosong yang akan dimasuki burung walet/ sriti, bila memenuhi beberapa persyaratan yaitu :


(62)

1. Lokasi rumah yang tepat. 2. Makro habitat yang baik. 3. Mikro habitat yang baik.

4. Memahami dan mengaplikasikan faktor arus putar terbang burung. 5. Dilaksanakan beberapa faktor kegiatan yang menunjang.

1. Lokasi Rumah

Lokasi rumah burung walet harus tepat. Dengan demikian burung walet kemungkinan besar bisa masuk ke dalam rumah tersebut. Supaya burung walet bisa masuk kedalam rumah, harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :

A. Di daerah tersebut ada populasi burung walet. Hal ini dapat ditandai dengan :

• Pada jarak radius kurang dari 1 Km. Ada rumah burung walet/ seriti (semakin dekat semakin baik)

• Di daerah lokasi yang akan dibangun rumah dilalui oleh arus putar terbang burung yang akan pulang dari perburuan.

• Daerah lokasi adalah daerah perburuanburung atau merupakan tempat persinggahan, sewaktu burung akan pulang kembali ke sarangnya.

B. Radius kurang dari 25 Km ada : • Hutan/ pohon-pohon yang tinggi • Sawah/ ladang/ padang rumput • Air (sungai/ rawa/ laut/ bendungan)


(63)

• Pasar/ kawasan peternakan/ tempat pembuangan sampah

C. Letaknya di daerah dataran rendah/ ketinggian kurang dari 500 M dari permukaan laut

Rumah Kosong berada di dekat/antara rumah walet

Rum ah Walet Rum ah Kosong

Rum ah Walet

Daerah Persinggahan

Rum ah Walet

Rum ah Walet

Daerah Persinggahan burung

Daerah

Perburuan

Tem pat burung m encari m akan / m inum


(64)

2. Makro Habitat

Makro habitat adalah suatu kawasan dimana burung dapat mencari makanan dan minuman. Dimana harus berada pada radius maksimal 25 Km dari lokasi rumah. Burung walet pada umumnya akan terbang menuju ke daerah persawahan, padang rumput tanaman rendah, yaitu selama kurang lebih 7 jam untuk kemudian menuju ke daerah hutan/ tanaman/ pohon-pohon yang tinggi selama kurang lebih 3 jam dan mencari air untuk minum di daerah rawa/ telaga/ laut/ sungai/ irigasi/ bendungan selama kurang lebih 2 jam.

Bila daerah tersebut diatas berjarak lebih dari 25 Km masih dapat dimungkinkan, akan tetapi burung walet akan terlalu lama terbang dalam mencari makanan dan minuman. Karena jaraknya yang jauh maka pada waktu kembali pulang kemungkinan burung akan lelah dan bisa mengalami bahaya di tengah perjalanannya. Bahkan burung tidak akan kembali, dan akan mencari di tengah jalan yang lebih memadai.

3. Mikro Habitat

Mikro habitat adalah tempat bermukimnya burung walet. Sebagaimana diketahui bahwa burung walet adalah burung liar yang aslinya hidup di goa-goa. Agar burung walet mau tinggal dalam rumah kosong, maka kondisi fisik dalam rumah harus disesuaikan dengan kondisi di dalam goa, atau setidak-tidaknya mirip dengan keadaan goa.


(65)

Adapun yang dimaksud dengan kondisi fisik adalah : • Suhu ruangan

Suhu ruangan dalam rumah dapat diukur dengan menggunakan thermometer ruangan.

Kondisi untuk burung walet adalah 26oC – 29oC, dan untuk kondisi burung seriti adalah 24oC – 31oC.

Ukurlah pada waktu jam 08.00 pagi dan jam 13.00 Wib • Kelembaban ruangan

Kelembaban ruangan dapat diukur dengan menggunakan hygrometer ruangan.

Untuk burung walet adalah 80 % - 90 %, dan untuk burung seriti adalah 60 % - 80 %.

• Cahaya

Cahaya dapat diukur dengan menggunakan lightmeter.

Cahaya untuk burung walet harus gelap, atau sedikit saja cahayanya yaitu kurang lebih 2 Ev, dan cahaya untuk burung seriti ruangan tidak perlu terlalu gelap (2 cahaya lilin)

• Tenang

• Keamanan terjamin

Yang dimaksud adalah bebas dari adanya gangguan binatangseperti tikus, kecoa, tokek, semut, kutu busuk, kelelawar, burung hantu dan sebagainya.


(1)

43

burung seriti dengan piyik burung walet yang baru menetas. Ternyata induk burung seriti tetap mau mengasuh/ memberi makan piyik burung walet tersebut.

Bahkan piyik burung seriti yang baru menetas bisa juga langsung ditukar dengan piyik burung walet, dan hasilnya adalah sama, yaitu induk burung seriti tetap mau memberi makan pada piyik burung walet, yang dianggapnya sebagai “ anaknya “.

Tindakan ini disebut : TUKAR PIYIK.

Oleh karena itu apabila anda ingin memperoleh hasil yang cepat, perlu sekali anda mempelajari cara melakukan penetasan telur burung walet. CARANYA :

Dengan Mesin Penetas Telur Burung Walet.

Letakkan telur burung walet yang sudah diseleksi ( yang baik, janin masih hidup ) pada tempat busa yang berlubang pada posisi bagian yang tumpul menghadap ke atas.

Masukkan telur ke dalam penetasan dan suhu di stel 330 C selama 3 hari. Pada hari yang ke 3 naikkan suhu mesin 340 C dan pada hari yang ke 7 naikkan suhu ini 350 C sampai telur menetas ( lebih kurangnya seminggu ). Piyik yang baru menetas :

a. Dapat dilakukan TUKAR TELUR

Yaitu telur burung seriti yang berada di dalam sarang burung seriti ditukar dengan piyik burung walet.


(2)

43

b. Dapat dilakukan TUKAR PIYIK

Yaitu piyik burung seriti yang berada di dalam sarang burung seriti ditukar dengan piyik burung walet.

c. Piyik burung walet dipelihara sampai menjadi burung walet yang siap terbang.

Piyik dibiarkan dalam mesin penetasan dan suhu diatur 300 C. Berilah makan dengan anak kroto yang masih putih setiap dua jam sekali.

Caranya :

Dengan pinset suapi piyik burung walet sebanyak 3 anak kroto setiap piyik ( 2 jam sekali ).

Pada malam hari, tidak perlu diberi makan. Sesudah lebih kurang 1 minggu, bulu mulai tumbuh dan makan ditambah, yaitu 5 anak kroto setiap piyik ( diberikan 3 jam sekali ).

Bila sudah siap terbang ( lebih kurang usia 1,5 bulan ), walet dipindah ke sangkar dan siap untuk dimasukkan dalam rumah kosong.


(3)

43

Sarang burung walet dalam proses produksi dari rumah adalah produksi walet paling bagus dan harganya sangat tinggi dab yang paling laku dipasaran adalah yang berbentuk mangkok, ada juga yang berbentuk pojok harganya agak murah. Sarang burung walet dari goa warnanya kuning/ kecoklatan, harganyapu murah.

4.6.4 Dalam Proses Pemasaran

Dalam proses pemasaran burung walet ini para pedagang/ pengepul lokal datang sendiri ke rumah penangkar dan langsung tawar menawar sesuai dengan harga pasaran di luar. Ada juga yang melalui informasi antar media internet sebagai bahan pemasaran di pasar global.


(4)

61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan adalah sebagai berikut :

1. Perkembangan usaha penangkaran sarang burung walet ditinjau dari

produksi dan jumlah penangkar di Kabupaten Sampang mengalami peningkatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010.

2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat efisiensi usaha penangkar

sarang burung walet di Kabupaten Sampang secara ekonomis menguntungkan dengan nilai RCR sebesar 3,87.

5.2. Saran

Dengan mengetahui penangkar sarang burung walet di Kabupaten Sampang, hendaknya dilakukan pemantauan dan bantuan baik berupa pelatihan teknis maupun informasi penjualan sarang burung walet secara akurat oleh pemerintah daerah sejalan dengan meningkatnya produksi sarang burung walet.


(5)

62

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2008. Ailtar komposisi Bahan Alukumin. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI.

Ambu, Laurentius N., 2001, The Potential of Farming Edible-Nest Swiftlets in Sabah, http://www.google.com.

Adiwibawa (2000). Pengelolaan Rumah Walet. Kanisius, Yogya.

Budiman, Arief, 2003, Migrasi Walet: Teknik Mencegah dan Memanggil, Penebar Swadaya, Jakarta.

Dasum, 2005. Peningkatan Pendapatan Budidaya Sarang Burung Walet di Kabupaten Blora, Tesis. UPN “Veteran” Jawa Timur. Surabaya.

Delaney, Daniel V., 2008, Budidaya Sarang Burung Walet di Jawa Timur, http://www.google.com.

Hernanto.F, 1998, Ilmu Usaha Tani. Penerbit Bina Aksara. Jakarta.

Karyono, 2001. Walet dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Gramedia, Jakarta. Mackay, Jeanie, 2008, Swift and Trade: Ted case study,

http://www.america.edu/ted/SWIFT.HTM.

Mubyarto, 1999, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta.

Nugroho, E Whendrarto, Madyana dan Kusumo, Eko., 1996, Budidaya Walet Secara Modern, Penerbit Eka Offset, Semarang.

Rahman, Arie L dan Nixon M. T., 2007, Budidaya Walet, Redaksi Agromedia, Jakarta.

Redaksi Trubus, 2001, Budidaya Walet : Pengalaman Langsung Para Pakar dan Praktisi, Penebar Swadaya, Jakarta.

Santoso.S, 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Soekartawi, 1993, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Soekartawi, Suhardjo, A., Dillon, J.L. dan Hardaker, J.B., 1996, Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Peternak Kecil, UI Press, Jakarta.


(6)

63

Soekartawi, 2002, Analisis Usahatani, Penerbit UI Press, Jakarta.

Taufik, Yasid., 2002, Strategi Pengembangan Agribisnis Sarang Burung Walet dalam Menunjang Usaha Kecil, Tesis IPB-Bogor.

Tim Penulis PS, 1999, Budidaya dan Bisnis Sarang Walet, Penebar Swadaya, Bogor.

Wirarta, M.I., 2005, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi, Penerbit Andi Yogyakarta.

Yamin, Philip dan Hartono R., 2002, Permasalahan Walet dan Solusinya, Penebar Swadaya, Jakarta.

Yohandoyo, 1998, Trik dan Cara Pembuatan Rumah Walet agar cepat Dihuni, Seminar dan Pelatihan Walet Malng Post, Malang.