Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
INTISARI
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut ataupun parsial dan dapat menimbulkan komplikasi. Berdasarkan prevalensi di Indonesia komplikasi yang paling umum terjadi adalah diabetes melitus dengan hipertensi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif retrospektif
Hasil yang diperoleh dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi
diperoleh data bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 55 – 64 tahun 11 kasus (36,67%). Penderita yang paling banyak umumnya kaum wanita 19 kasus (63,33%), komplikasi penyerta yang paling banyak selain hipertensi yaitu stroke 9 kasus (30%), penyakit penyerta dengan prosentase tinggi yaitu pusing 8 kasus (26,67%), tahap hipertensi pasien masuk paling banyak hipertensi stage II dengan prosentase 12 kasus (36,67 %) .
Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat hormonal berupa 29 kasus (96,67 %) dan obat kardiovaskuler 20 kasus (66,67 %). Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah sulfonilurea dan penghambat ACE dengan prosentase sama yaitu sebanyak 21 kasus (70%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah kaptopril dengan jumlah 11 kasus (36,67%).
Dari hasil evaluasi Drugs Related Problem (DRP), terdapat 8 kasus
dengan rincian DRP 6 kasus pilihan obat tidak tepat, 2 kasus dosis terlalu rendah, 6 kasus efek samping obat, 1 kasus obat tanpa indikasi.
Outcome therapy dari pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh data lama tinggal pasien paling banyak 4 – 6 hari dengan jumlah 14 kasus (46,67 %) dengan keterangan bahwa 7 pulang dalam keadaan membaik. Pasien yang tekanan
darahnya berhasil diturunkan ≥ 130/ 80 mmHg adalah 14 kasus dari 30 kasus
yang ada. Alasan pasien pulang adalah atas rekomendasi dokter Boleh Pulang (BLPL) sebanyak 66,67%.
Kata Kunci :Diabetes Melitus, Hipertensi, Drug Related Problem
(2)
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) and hypertension is a common complication that causes cardiovascular disease. This non – experimental study was done with retrospective descriptive design.
The result showed that the patient distribution were 55-64 years old (36.67%), women (63. 33%); hypertension at stage II (36. 67%); complication other than hypertension was stroke (30%); and another disease headache (26.67%).
The highest frequency of drug class therapy; group; and type used by the patient were hormonal drug 96. 67% and cardiovascular drug 66. 67%; sulfonylurea 70% and ACEI 70%; captopril 36.67% respectively.
Based on Drug Related Problems (DRP) evaluation,it was found that of 5 cases of inappropriate drug selection according to standard and 2 cases of dosage too low.
Length of Stay (LOS) of the patients was 4 -6 days (46. 67%). The outcome theraphy during patient discharge from hospital was only 7 patient in good condition and 14 patient reached the blood pressure ≤130/80mmHg.
Key word :Diabetes Mellitus, Hypertension, Drug Related Problem
(3)
EVALUASI PENATALAKSANAAN TERAPI PASIEN DIABETES MELITUS KOMPLIKASI HIPERTENSI RAWAT INAP PERIODE 2005
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan oleh: Astri Meirinawati NIM : 028114130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sering kita tak dapat
melihat jalan ALLAH
, karena kita sulit
percaya bahwa ada jalan. Kita sulit melihat jalan yang muncul dari
percobaan.
Namun
ALLAH mencari kita
dan siap membuka jalan, hingga saat
kita tak tahu apa yang harus dilakukan,
DIA menuntun kita.
Inilah Hasil dari segala perjuangan yang aku lakukan selama ini,
dengan segala kecemasan, kebuntuan, tekad, semangat dan cinta dari
orang orang dibelakangku yang selalu mendukung dalam setiap tahap
proses penyusunan skripsiku. Karya kecil ini kupersembahkan
teruntuk :
Tuhan YESUS KRISTUS atas jawaban doa-doaku
Bapak – Ibu atas dukungan cinta dan penyertaan selama ini
Nenekku yang mendoakan dan pemberi semangat
Adekku yosi yang mendukung dan penyemangat tiada henti.
(7)
(8)
INTISARI
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut ataupun parsial dan dapat menimbulkan komplikasi. Berdasarkan prevalensi di Indonesia komplikasi yang paling umum terjadi adalah diabetes melitus dengan hipertensi. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif retrospektif
Hasil yang diperoleh dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi diperoleh data bahwa pasien yang paling banyak ditangani adalah pasien dengan umur 55 – 64 tahun 11 kasus (36,67%). Penderita yang paling banyak umumnya kaum wanita 19 kasus (63,33%), komplikasi penyerta yang paling banyak selain hipertensi yaitu stroke 9 kasus (30%), penyakit penyerta dengan prosentase tinggi yaitu pusing 8 kasus (26,67%), tahap hipertensi pasien masuk paling banyak hipertensi stage II dengan prosentase 12 kasus (36,67 %) .
Kelas terapi obat yang paling banyak digunakan adalah obat hormonal berupa 29 kasus (96,67 %) dan obat kardiovaskuler 20 kasus (66,67 %). Golongan obat yang paling banyak digunakan adalah sulfonilurea dan penghambat ACE dengan prosentase sama yaitu sebanyak 21 kasus (70%). Jenis obat yang paling banyak digunakan adalah kaptopril dengan jumlah 11 kasus (36,67%).
Dari hasil evaluasi Drugs Related Problem (DRP), terdapat 8 kasus dengan rincian DRP 6 kasus pilihan obat tidak tepat, 2 kasus dosis terlalu rendah, 6 kasus efek samping obat, 1 kasus obat tanpa indikasi.
Outcome therapy dari pasien DM komplikasi hipertensi diperoleh data lama tinggal pasien paling banyak 4 – 6 hari dengan jumlah 14 kasus (46,67 %) dengan keterangan bahwa 7 pulang dalam keadaan membaik. Pasien yang tekanan darahnya berhasil diturunkan ≥ 130/ 80 mmHg adalah 14 kasus dari 30 kasus yang ada. Alasan pasien pulang adalah atas rekomendasi dokter Boleh Pulang (BLPL) sebanyak 66,67%.
Kata Kunci :Diabetes Melitus, Hipertensi, Drug Related Problem
(9)
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) and hypertension is a common complication that causes cardiovascular disease. This non – experimental study was done with retrospective descriptive design.
The result showed that the patient distribution were 55-64 years old (36.67%), women (63. 33%); hypertension at stage II (36. 67%); complication other than hypertension was stroke (30%); and another disease headache (26.67%).
The highest frequency of drug class therapy; group; and type used by the patient were hormonal drug 96. 67% and cardiovascular drug 66. 67%; sulfonylurea 70% and ACEI 70%; captopril 36.67% respectively.
Based on Drug Related Problems (DRP) evaluation,it was found that of 5 cases of inappropriate drug selection according to standard and 2 cases of dosage too low.
Length of Stay (LOS) of the patients was 4 -6 days (46. 67%). The outcome theraphy during patient discharge from hospital was only 7 patient in good condition and 14 patient reached the blood pressure ≤130/80mmHg.
Key word :Diabetes Mellitus, Hypertension, Drug Related Problem
(10)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan curahan rahmat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode tahun 2005” ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih pada beberapa pihak yang telah memberi dukungan didalam penyelesaian skripsi ini antaralain:
1. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt. selaku Dekan dan dosen pembimbing utama yang telah sabar membimbing, memberi dukungan, semangat, gagasan, dan kritik yang sangat berarti didalam proses penyusunan skripsi ini.Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Drs. Mulyono, Apt. selaku penguji yang telah banyak membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
3. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes. selaku penguji yang telah banyak membantu dan memberi dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
4. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
5. Kepala beserta Staf Bagian Personalia Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas segala bantuan dan dukungannya.
6. Kepala dan Staf Bagian Pelayanan Rekam medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang tekah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini.
7. Seluruh pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang secara tidak langsung telah membantu dan mendukung penelitian ini.
8. Kedua orang tuaku Antonius Triyatno dan Supraptiwi atas segala cinta dan perjuangan serta dukungan dalam setiap langkah hidupku.
9. Adekku Yosi Agung Kristanti yang mendukung dengan keceriaan dan dukungan doa, bahkan segala usaha untuk membantuku selalu.
(11)
10.Seluruh keluarga besarku terutama nenek yang menyayangiku dengan doa dan cintanya selama ini.
11.Temanku Astu atas persahabatan yang hebat selama ini. Rina, Nopie, Emma, Torie, Depie atas keceriaan dan kenangan indah selama kuliah.
12.Sahabat terbaikku Aning, Anggid, Fitri dan mbak rossie atas dukungan, kasih, dan semangat dalam tiap langkah kami.
13.UKM Basket Sanata Dharma dan UKF Basket Farmasi atas keceriaan, airmata dan keringat kebahagiaan selama ini.
14.Teman teman Concentio Choir atas segala keceriaan yang selalu menghibur dalam setiap latihan.
15.Teman teman Farmasi angkatan 2002 dan segenap mahasiswa fakultas Farmasi atas kenangan indah bersama kalian.
16.Dan semua teman yang terbaik aku pernah miliki atas doa, semangat serta saudara yang telah membantu kelancaran pengerjaan skripsi ini.
17.Laboran mas Parjiman, mas Wandi, pak musrifin, mas Sigit serta laboran lain yang begitu baik dan sabar membimbing kami selama praktikum.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis menerima segala kritik dan saran yang dapat membangun penelitian ini . Penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak.
(12)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..……….i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……...……….….…ii
HALAMAN PENGESAHAN……….……..…………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………..………..………….iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..………...….v
INTISARI………..………...………….…………vi
ABSTRACT………..……...……….………...vii
KATA PENGANTAR………..…………...……..……..viii
DAFTAR ISI………...……….………...x
DAFTAR TABEL...………...…………...…...………...xii
DAFTAGAMBAR………...………..…………...xiv
DAFTAR LAMPIRAN………..……….…...xv
BAB. I PENGANTAR...1
A. Latar belakang………...………...1
1. Permasalahan………...………..4
2. Keaslian penelitian……….………...……….4
3. Manfaat penelitian…………...………..5
a. Manfaat Teoritis...5
b. Manfaat Praktis...6
B. Tujuan Penelitian...6
(13)
1. Umum………..………6
2. Khusus………...………...6
BAB. II PENELAHAN PUSTAKA...7
A. Diabetes Melitus...7
1. Definisi………...………..7
2. Klasifikasi………..………..8
3. Diagnosis………...………...9
4. Patogenesis………...………..………..9
5. Prognosis………...……….10
B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi………...10
1. Definisi………...………....10
2. Klasifikasi………..………....11
3. Diagnosis………...……….13
4. Patogenesis………...………..13
5. Prognosis………...……….13
6. Penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi………...…………...14
C. DRP (Drug Related Problem)……….…...………21
D. Keterangan Empiris……….………...………...……..22
BAB. III METODOLOGI PENELITIAN………...………..23
A. Jenis Rancangan Penelitian...23
B. Definisi Operasional……….………..……..…..23
C. Subjek Penelitian...25
D. Instrumen Penelitian ………....……...……...……26
(14)
E. Lokasi Penelitian ………...…..….…...…………...26
F. Tata Cara Penelitian...26
1. Tahap Perencanaan………….…………..……….26
2. Tahap Pengambilan Data………..……….27
a. Proses Penelusuran Data………..……...27
b. Proses Pengumpulan Data………….…..………27
c. Proses Pengolahan Data…………..………...27
3. Tahap Penyelesaian Data………..……….28
G. Kesulitan penelitian……….………..……..………..…..…..28
H. Analisis Hasil...28
BAB . IV HASIL DAN PEMBAHASAN………30
A. Gambaran Umum……….………..…..…..30
a. Prosentase Umur…………..………..…………..……30
b. Jenis Kelamin...31
c. Komplikasi Penyerta……….………...……...…….32
d. Penyakit Penyerta ………..………..…..…….32
e. Tekanan Darah Masuk ………...…33
B. Profil Obat...34
1. Kelas Terapi………..………...…...34
2. Golongan Obat...35
C. Evaluasi DRP……….………..……….46
D. Outcome therapy………...…...……53
E. Rangkuman Pembahasan………...……….55
(15)
BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN...58
A. Kesimpulan……….……..……..58
B. Saran………..…..……59
DAFTAR PUSTAKA………....……60
DAFTAR LAMPIRAN ………...….………...63
BIOGRAFI PENULIS………...……...………...97
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel I. American Diabetes Standart for Glikemic Control in Diabetes Melitus...9 Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa (lebih dari 18 Tahun) Menurut
JNC II………14 Tabel III. Patogenesis Mekanisme Potensial………16 Tabel IV. Klasifikasi Insulin secara Sub- Kutan Berdasar Lama
Kerja…...…...12 Tabel V. Prosentase Penggunaan Obat Hormonal Pasien DM Komplikasi
Hipertensi di RSPR Tahun 2005……...36 Tabel VI. Prosentase Penggunaan Obat Kardiovaskuler Pasien DM
Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005...39 Tabel VII. Prosentase Penggunaan Obat Depresan Sistem Syaraf Pusat Pasien
DM Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005…………...40 Tabel VIII. Prosentase Penggunaan Obat Saluran Cerna Pasien DM
Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005...41 Tabel IX. Prosentase Penggunaan Obat Saluran Nafas Pasien DM
Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005..…...42 Tabel X. Prosentase Penggunaan Obat Analgesik Pasien DM Komplikasi
Hipertens di RSPR Tahun 2005……..…...42 Tabel XI. Prosentase Penggunaan Obat Antibiotik Pasien DM Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005…..…...43
(17)
Tabel XII. Prosentase Penggunaan Obat Gizi Dan Darah Pasien DM Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005...44 Tabel XIII. Prosentase Penggunaan Obat Antiradang, Reumatik Dan Encok
Pasien DM Komplikasi Hipertens di RSPR Tahun 2005………...45 Tabel XIV. Prosentase Penggunaan Obat lain Pasien DM Komplikasi
Hipertens di RSPR Tahun 2005…………...45 Tabel XV. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005
Kasus1…...………...…..………46 Tabel XVI. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005
Kasus 2………...………...…47 Tabel XVII. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005 Kasus 3……...…...…………...………..……48 Tabel XVIII. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005 Kasus 4………...………...………….49 Tabel XIX. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005 Kasus 5…...………...………..50 Tabel XX. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005 Kasus 6...………....…...………...………..51 Tabel XXI. Evaluasi DRP Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005 Kasus 7..…...………...….52 Tabel XXII. Lama Tinggal Pasien DM Komplikasi Hipertensi tahun 2005...53
(18)
Tabel XXIII. Prosentase Tekanan Darah Pasien DM Keluar Komplikasi
Hipertensi Tahun 2005…………...………....………54 Tabel XXIV. Ringkasan DRP( Drug Related Problem)………..56
(19)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme dan Sasaran Obat Antihipertensi : ACEI, ARBs, β
-blocker …...…………...17 Gambar 2. Mekanisme dan Sasaran Obat Antidiabetika Oral………20 Gambar 3. Diagram Prosentase Kelompok Umur Penderita DM komplikasi
Hipertensi………..………30 Gambar 4. Diagram Prosentase Jenis Kelamin Pasien DM komplikasi
Hipertensi...31 Gambar 5. Diagram Prosentase Komplikasi Penyerta Pasien DM komplikasi
Hipertensi………...………..32 Gambar 6. Diagram Prosentase Penyakit penyerta Pasien DM komplikasi
Hipertensi………..…………...…33 Gambar 7. Diagram Prosentase Tekanan Darah Pasien DM komplikasi
Hipertensi………..…...….34 Gambar 8. Diagram Kelas Terapi Obat Pasien DM Komplikasi Hipertensi...35 Gambar 9. Diagram Prosentase Outcome Pasien DM komplikasi Hipertensi....55
(20)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005….………..……..63
Lampiran 2. Daftar Obat Terapi Pasien Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005………..………..90
(21)
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) klinis adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin atau keduanya (Karam and Forsham, 2000).
Banyak faktor yang begitu mempengaruhi di dalam terjadinya gangguan metabolisme tersebut. Faktor penyebab diabetes melitus sendiri dapat disebabkan karena adanya kerusakan dalam sel β pankreas sehingga pankreas gagal dalam menghasilkan insulin atau yang lebih dikenal diabetes melitus tergantung insulin. Faktor penyebab yang lain karena adanya kekurangan insulin ataupun terjadinya resistensi reseptor insulin terhadap jaringan sehingga kadar glukosa darah tidak dapat tersimpan dalam jaringan dan menumpuk dalam peredaran darah sehingga kadar gula darah tinggi.
Resistensi reseptor insulin sendiri disebabkan oleh beberapa faktor antara lain obesitas atau karena tidak terkontrolnya pola makan. Obesitas menyebabkan ketidakpekaan terhadap insulin endogen, selain itu adiposit yang membesar, sel hati dan otot polos yang kelebihan makanan dapat menolak deposisi glikogen dan trigliserida tambahan dalam depot cadangannya.
Diabetes melitus karena faktor di atas inilah yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada penyakit ini. Sebab insulin berpengaruh dalam banyak organ dan berperan dalam penyimpanan berbagai hasil metabolisme kedalam
(22)
jaringan. Komplikasi umum diabetes melitus antaralain hiperlipidemia, retinopati, neuropati, nefropati, hipertensi dan pada tahap akhir menyebabkan penyakit kardiovaskuler. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah diabetes melitus komplikasi hipertensi.
Prevalensi hipertensi pada orang DM 1,5–3 kali dibanding orang tanpa DM dalam kelompok umur yang sama. Diabetes melitus sendiri meningkatkan faktor resiko terhadap penyakit koroner pada wanita 2 kali lebih besar dan pada pria 4 kali lebih besar. Dalam suatu studi klinik menunjukkan orang dengan diabetes melitus komplikasi hipertensi mempunyai peluang 2 kali lipat terhadap penyakit kardiovaskuler daripada orang hipertensi tanpa adanya diabetes melitus (Anonim, 2002).
Hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah di atas 140/90mmHg dalam komplikasi diabetes melitus mempengaruhi 20–60% dari sebagian besar populasi pengidap DM (Anonim, 2002). Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi yaitu resistensi reseptor insulin dalam jaringan, adanya resistensi tersebut maka glukosa darah hasil perubahan proses metabolisme dari makanan yang dimakan tidak mampu masuk dalam sel baik sebagai energi ataupun disimpan sebagai cadangan makanan. Glukosa tersebut tertimbun dalam ginjal saat melebihi ambang batas ginjal terjadi proses diuresis osmotik dimana ginjal mengeluarkan cairan berlebih melalui urin untuk mengurangi kadar glukosa darah akibatnya dalam tubuh terjadi dehidrasi karena berkurangnya cairan ekstrasel, maka untuk kompensasinya volume intrasel ditarik keluar sehingga cairan tubuh berlebih dan terjadi hipertensi. Dalam jangka waktu yang lama pada penderita
(23)
diabetes melitus dapat terjadi kelainan pada pembuluh darah halus di ginjal, ditemukan juga adanya penahanan air dan garam di ginjal yang merupakan faktor lain terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Komplikasi DM dengan hipertensi ini mempunyai faktor resiko yang tinggi mengingat bahwa hipertensi merupakan awal proses terjadinya penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner, strok dan komplikasi DM meliputi komplikasi mikrovaskuler seperti nefropati dan retinopati. Berdasar penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler seiring dengan peningkatan tekanan darah. Peningkatan 5 mmHg pada tekanan sistol ataupun diastol dapat meningkatkan faktor resiko orang DM terkena penyakit kardiovaskuler 20–30%. Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi yang terjadi pada DM dan penyumbang 86% kematian pada orang DM (Anonim, 2002).
Proses penatalaksanaan perlu dilakukan disertai proses evaluasi terhadap terapi yang diberikan melalui evaluasi Drug Related Problems (DRP) dengan dibandingkan dengan suatu standar atau guideline pada proses evaluasi tersebut. Dengan proses evaluasi diharapkan dapat memilih terapi yang tepat terhadap kondisi masing masing pasien meliputi komplikasi serta penyakit penyerta yang terjadi. Pentingnya penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi diharapkan mampu mencegah terjadinya komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler yang terjadi pada gejala lanjutan DM.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih yang berlokasi di jalan Cik Dik Tiro no. 39 Yogyakarta, mengingat bahwa rumah sakit ini termasuk
(24)
salah satu rumah sakit besar di Yogyakarta dengan data kasus DM komplikasi hipertensi memenuhi untuk melakukan sebuah penelitian. Data diperoleh dari rekam medis pasien rawat inap diabetes melitus komplikasi hipertensi. Pemilihan pasien rawat inap mengingat proses terapi yang dilakukan lebih terkontrol serta hasil yang dicapai teramati dalam waktu yang relatif cepat untuk menggambarkan kemajuan terapi.
B. Permasalahan
Berikut adalah permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini : 1. Seperti apakah profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi
umur, jenis kelamin, komplikasi, penyakit penyerta, tahap hipertensi pasien saat masuk di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ?
2. Seperti apakah profil peresepan obat yang digunakan untuk pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi kelas terapi, golongan obat, jenis obat? 3. Seperti apakah kasus DRP yang mungkin terjadi selama penatalaksanaan
terapi DM komplikasi hipertensi ?
4. Seperti apakah kondisi saat pasien keluar dari RSPR meliputi lama tinggal, tekanan darah saat keluar RS dan alasan pasien keluar RS?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh yang diketahui penulis penelitian berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi pada pasien rawat Inap tahun 2005“ belum pernah dilakukan. Namun penelitian sejenis yang lebih berfokus pada DM telah banyak dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan antara lain :
(25)
1. Pola Penggunaan Antidiabetika Oral bagi Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta (Periode Januari-Desember 1998) oleh Nadeak pada tahun 2000.
2. Pola Penggunaan Antidiabetika Oral untuk Penderita Diabetes Melitus Usia Lanjut di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari-Juni 1997oleh Ule pada tahun 2000.
3. Gambaran Peresepan Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2001-2002” oleh Triastuti pada tahun 2004.
Penelitian ini berbeda dengan sebelumnya dalam hal jenis komplikasi diabetes melitus, tahun pelaksanaan pengambilan data pasien dan DRP. Tujuan dari penelitian mengetahui profil pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi, pemilihan obat, melihat DRP dan hasil terapi obat tersebut bagi pasien. Fokus dari penelitian ini adalah pemilihan dan penggunaan obat serta mengetahui DRP dari masing masing penatalaksanaan terapi dan hasil terapi yang diperoleh (outcome therapy).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber informasi dalam mengembangkan konsep pelayanan farmasi klinik khususnya pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi di rumah sakit.
2. Manfaat praktis
(26)
untuk diabetes melitus komplikasi hipertensi.
b. Dapat memberikan saran bagi farmasis dalam penatalaksanaan komplikasi. E.Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui profil obat bagi pasien DM komplikasi hipertensi dan melihat hasil terapi pada pasien rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melihat profil pasien meliputi, umur, jenis kelamin, komplikasi, penyakit penyerta, tahap hipertensi pasien masuk tahun 2005.
b. Mengetahui profil peresepan obat yang digunakan untuk diabetes melitus komplikasi hipertensi meliputi kelas terapi, golongan obat, dan jenis obat.
c. Dapat melihat DRP yang terjadi selama proses terapi meliputi indikasi tidak mendapat obat, salah pilihan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, gagal menerima obat, efek samping obat, dan obat tanpa indikasi.
d. Mengetahui outcome dari penatalaksanaan terapi DM komplikasi hipertensi meliputi lama tinggal, tekanan darah saat keluar dan alasan keluar.
(27)
BAB II
PENELAHAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit akibat gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi akibat kurangnya insulin yang disekresi, kerja insulin ataupun keduanya (Genauth, 2003).
Insulin merupakan hormon penting dalam pankreas, yang dihasilkan oleh sel β dari pulau Langerhans. Pankreas Insulin merupakan anabolik hormon yang berperanan dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan asam amino (Triplitt, Reasner, dan Isley, 2005).
Fungsi utama dari insulin adalah memudahkan penyimpanan zat gizi. Efek insulin pada jaringan utama yaitu hati, otot, dan jaringan lemak. Insulin dalam jaringan tersebut berfungsi membantu sintesis, penyimpanan glikogen dan mencegah pemecahannya. Bila terjadi kekurangan ataupun kerusakan insulin maka glikogen tidak bisa masuk dalam jaringan dan menumpuk diperedaran darah terjadi hiperglikemia yang pada akhirnya terjadi diabetes melitus (Karam and Forsham, 2000).
2 . Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologinya dapat dilihat seperti dibawah ini :
a. DM tipe 1 ( Diabetes Melitus Tergantung Insulin)
Diabetes tipe ini mengalami suatu bentuk defisiensi insulin absolut akibat
(28)
rusaknya sel beta pankreas menyebabkan akumulasi glukosa dan asam lemak dalam sirkulasi yang berlebihan dengan akibat hiperosmolalitas dan hiperketonemia. Keparahan defisiensi insulin dan keakutan timbulnya keadaan katabolik menentukan intensitas dari kelebihan osmotik dan keton (Karam and Forsham, 2000).
b. DM tipe 2 (Diabetes Melitus Tak Tergantung Insulin)
Ini merupakan tipe DM yang tidak berkaitan dengan terjadinya kerusakan pankreas tetapi lebih pada unsur ketidakpekaan jaringan terhadap insulin. Sehingga pasien diabetes ini tidak bergantung kepada insulin eksogen untuk hidupnya (Karam and Forsham, 2000).
c. Diabetes melitus gestasional
Gestasional DM pada wanita terutama pada masa kehamilan yang diakibatkan adanya intoleransi glukosa pada kehamilan. Mengetahui gejala dari awal memudahkan dalam penatalaksanaan serta mampu mencegah berkembang menjadi penyakit DM (Triplitt et al, 2005).
d. Tipe spesifik lain pada DM
Tipe DM ini banyak macamnya antaralain disebabkan karena terjadinya beberapa gen yang mengalami mutasi sehingga mengakibatkan resistansi terhadap insulin serta adanya gangguan pada reseptor insulin, gangguan genetik pada fungsi sel beta, penyakit pada pankreas, infeksi bakteri, dan berbagai penyakit kelainan genetik (Triplitt et al, 2005).
3. Diagnosis
(29)
dari 200 mg/dl, dan gejala klasik seperti poliuria, polidipsia, turunnya berat badan meskipun nafsu makan normal ataupun cenderung meningkat, fatigue, dan penglihatan kabur, gejala tersebut terjadi dalam waktu kurang lebih 4–12 minggu. HbA1C juga dapat untuk diagnosis kadar gula darah, hiperglikemi dapat meningkatkan kadar HbA1C. HbA1C adalah suatu produk non–enzim yang dapat menggambarkan level gula dalam darah (Genauth, 2003).
Tabel I. American Diabetes Standard for glycemic control in Diabetes Melitus
Biochemical Index
Normal Goal Additional Action
Suggested Preprandial
glucose level
<110 80 - 120 <80
>140
Bedtime glucose level
<120 100 – 140 <100 <160
HbA1C < 6 < 7 > 8
(Triplitt et al, 2005). 4. Patogenesis
Patogenesis dari penyakit DM khususnya tipe 1 dan tipe 2 adalah a. DM tipe 1
Diabetes melitus ini terjadi akibat adanya kerusakan pada sel beta pankreas yang mengakibatkan insulin tidak tersekresi sesuai kebutuhan bahkan sama sekali tidak terproduksi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kerusakan ataupun kelainan pada sel beta pankreas antara lain:
1) faktor keturunan
2) kerusakan pada pankreas akibat penyakit ataupun virus
b. DM tipe 2
(30)
jaringan ataupun faktor lain yaitu tidak tercukupinya insulin yang diproduksi akibat faktor cara makan dan gaya hidup yang tidak diatur. Faktor lain yang turut diperhitungkan sebagai penyebab adanya resistensi reseptor insulin pada jaringan yaitu obesitas dengan ditandai kenaikan BMI (Body Mass Index) dari 18 kg/m2 sampai 38 kg/m2 (Triplitt et al, 2005).
5. Prognosis
Prognosis dari penyakit ini saat tidak diobati akan dapat menimbulkan komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler yang cukup banyak terkait dengan metabolik sindrom yang mengarah pada proses terjadinya penyakit kardiovaskuler. Pemeriksaan kadar gula darah serta HbA1C setidaknya dilakukan minimal 2 kali dalam setahun untuk mewaspadai resiko DM (Triplitt et al, 2005).
B. Diabetes Melitus Komplikasi Hipertensi 1. Definisi
Hipertensi adalah suatu penyakit meningkatnya tekanan darah arteri yang dapat membahayakan sistem organ dan mempunyai faktor resiko terhadap penyakit kardiosvaskuler. Menurut JNC 7 tekanan darah normal dengan batas ≤ 120/80 mmHg dan terjadinya krisis hipertensi saat tekanan darah ≥ 180/120 mmHg. Hipertensi tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan (Sassen and Carter, 2005).
Proses terjadinya DM komplikasi hipertensi adalah saat glukosa darah naik dan tidak dapat memasuki sel maka glukosa tersebut akan masuk dalam tubulus ginjal. Nilai ambang ginjal 180 mg/dl untuk timbulnya glukosa dalam urin, saat keadaan kadar glukosa bernilai 300 – 500 mg/dl atau lebih maka
(31)
glukosa tidak terabsorbsi dan akan dikeluarkan dalam urin. Akibat nyata terjadi dehidrasi sel sel jaringan.Hal tersebut akibat glukosa tidak dapat dengan mudah difusi melalui pori pori membran sel dan naiknya tekanan osmotik dalam cairan ekstraseluler maka terjadi perpindahan osmotik air keluar dari sel. Selain dehidrasi seluler terjadi diuresis osmotik. Diuresis osmotik adalah efek osmotik dari glukosa dalam tubulus ginjal yang mengurangi reabsorbsi cairan tubulus (Guyton and Hall, 1996).
Efek keseluruhan adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin, sehingga menyebabkan dehidrasi cairan ekstraseluler dan berlanjut dehidrasi intraseluler, dalam tubuh volume cairan naik karena cairan tertarik keluar sel hal tersebut merupakan salah satu penyebab terjadinya proses hipertensi pada pasien DM (Guyton and Hall, 1996).
2.Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi JNC 7 mengelompokkan kelas hipertensi dalam batasan di atas umur 18 tahun terdapat pada tabel dibawah ini:
Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Dewasa ( ≥ 18 tahun) Menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah
Sistolik (mmHg*)
Diastolik (mmHg*)
Normal ≤120 ≤ 80
Prehipertensi 120 -139 80 – 89
Stage 1 hipertensi 140-159 90 – 99 Stage 2 hipertensi ≥160 ≥ 100
(Sassen and Carter, 2005) Sistolik adalah tekanan darah dimana terukur saat sebelum kontraksi kardiak dan menunjukkan nilai maksimal tekanan darah, sedangkan yang dimaksud tekanan diastolik adalah tekanan yang diperoleh sesaat setelah kontraksi dan saat jantung dikosongkan. Dalam klasifikasi tersebut terdiri dari
(32)
empat kategori, nilai normal saat sistolik ≤ 120 mmHg dan diastolik ≤ 80 mmHg, penggolongan prehipertensi yang tidak ada dalam klasifikasi WHO namun di dalam ketentuan JNC 7 turut diperhitungkan mengingat agar pasien saat tahap prehipertensi tersebut waspada karena sangat dimungkinkan meningkat menuju kearah stage I dan stage II hipertensi (Sassen and Carter, 2005).
Krisis hipertensi terjadi saat tekanan darah lebih dari 180/120 mmHg, dibedakan dalam hypertensive emergencies yang mengarah akut dan menuju pada kerusakan organ, sedangkan hypertensive urgency tidak mengarah pada keduanya kedua kodisi tersebut membutuhkan oral antihipertensi (Sassen and Carter, 2005).
Sedang berdasar etiologi hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai hipertensi esensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial atau hipertensi primer terjadi pada lebih dari 95% dari kasus hipertensi, hipertensi ini belum secara pasti diketahui penyebabnya. Jenis ini terjadi akibat multi faktor meliputi ketidaknormalan proses biokomia, genetik yang mengarah pada riwayat penyakit kardiovaskuler dalam keluarga, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor tadi meliputi peningkatan aktivitas syaraf simpatik, kepekaan terhadap stress, kelebihan produksi sodium dan vasokonstriktor (endotelin dan tromboksan), peningkatan kepekaan terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin, obesitas, kebiasaan merokok, peningkatan aktivitas kekurangan vasodilator seperti prostaglandin dan
nitrit oxide, dan masukan sodium dalam jangka waktu lama. Hipertensi sekunder penyebabnya abnormalitas sistem organ tubuh, diantaranya yang sering terjadi akibat penyakit pada perenkim ginjal, penyakit endokrin, obat–obatan, dan kontrasepsi oral (Oparil and Calhoun, 2003).
(33)
3. Diagnosis
Diagnosis dan perawatan hipertensi dapat mencegah resiko penyakit kardiovaskuler serta mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas pasien. Pemeriksaan dini dari hipertensi meliputi pengukuran tekanan darah, pemeriksaan organ yang beresiko terhadap hipertensi, dan memeriksa faktor yang berpengaruh terhadap hipertensi sekunder (Oparil and Calhoun, 2003).
4. Patogenesis
Patogenesis hipertensi meliputi faktor faktor yang terkait variabel dengan persamaan:
BP(Tekanan Darah) = CO (Curah jantung) X TPR (Tahanan Perifer) Tabel IV. Patogenesis Mekanisme Potensial
Preload meningkat
Volume cairan meningkat kr asupan Na +++ atau retensi renal karena Σnefron ↓ atau GFR↓
Cardiac output meningkat
Konstriksi Vena
Stimulasi RAAS berlebihan Sistem saraf simpatis terlalu aktif Konstriksi vaskular
Stimulasi RAAS berlebihan Sistem saraf simpatis terlalu aktif Perubahan genetik membran sel Faktor karena endotel
Resistensi perifer meningkat
Hipertropi vaskular
Stimulasi RAAS berlebihan Sistem saraf simpatis terlalu aktif Perubahan genetik membran sel Faktor karena endotel
Hiperinsulinemia karena obesitas atau metabolik sindrom
(Sassen and Carter, 2005)
5. Prognosis
(34)
TDnya seiring pertambahan umur. Hipertensi yg tidak diobati risiko mortalitas tinggi disebut silent killer (Anonim, 2002).
6. Penatalaksanaan DM Komplikasi Hipertensi
Tujuan utama terapi dari penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi adalah mengurangi resiko komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, memperbaiki gejala yang sudah muncul, mengurangi angka kematian, dan meningkatkan kualitas hidup pasien (Triplitt et al, 2005).
Sasaran terapi DM komplikasi hipertensi adalah memperlambat proses berkembangnya resiko kardiovaskuler dengan cara sebagai berikut :
a. Pengaturan kadar glukosa darah mendekati normal yaitu 1) HbA1C < 7%
2) Kadar gula sewaktu 90 – 130 mg/dl 3) Kadar gula sesudah makan <180 mg/dl
b. Menurunkan tekanan darah dibawah angka 130/80 mmHg c. Kadar Lipid
1) LDL <100 mg/dl
2) Trigliserida < 150 mg/dl
3) HDL >40 mg/dl (Anonim, 2005). Strategi terapi dilakukan dengan 2 cara yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi dengan penggunaan obat antihipertensi oral.
a.Terapi non-farmakologi
Terapi ini dilakukan tanpa penggunaan obat antihipertensi namun tetap bertujuan mencegah resiko lebih lanjut dari hipertensi yaitu penyakit
(35)
kardiovaskuler. Terapi dimulai dengan cara perubahan gaya hidup tidak sehat yang selama ini dijalani. Hal utama yang dapat dilakukan antara lain:
1)Pengurangan berat badan
Idealnya adalah mempertahankan Body Mass Index antara 18,5 sampai dengan 24,9 kg/m2. Dengan pengurangan berat badan dapat menurunkan tekanan darah serta mencegah metabolik sindrom, resistensi insulin pada jaringan yang mengarah pada terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Pengurangan berat badan dapat disertai diet tinggi sayuran dan buah.
2) Pengurangan natrium
Pengurangan ini terbukti dapat menurunkan tekanan darah dapat ditempuh dengan jalan terutama mengurangi produk daging olahan, garam meja.
3) Tidak mengkonsumsi alkohol dan merokok yang berisiko tinggi terhadap kardiovaskuler.
4) Aktivitas fisik yang teratur b. Terapi Farmakologi
1) Terapi farmakologi untuk hipertensi
Sasaran yang ingin dicapai terutama adalah pencapaian tekanan darah 130/80mmHg, untuk itu terapi utama dengan penggunaan obat antihipertensi yaitu penghambat ACE dan penggunaan ARBs. Kedua obat tersebut terbukti mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler serta mencegah adanya resiko gagal ginjal. Terapi dapat pula ditambahkan thiasid diuretik, serta obat anti hipertensi lain seperti β–blocker, dan Calcium Channel Blocker (Sassen and Carter,2005).
(36)
a) First line Therapy
Obat yang digunakan sebagai First line Therapy dalam DM komplikasi hipertensi menurut standar yang dikeluarkan American Diabetes Association
meliputi golongan obat yang ada dibawah ini.
(1) Penghambat ACE
Mekanisme kerja penghambat ACE sebagai terapi utama DM komplikasi hipertensi, menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga mengakibatkan dilatasi perifer dan mengurangi resistensi perifer yang efeknya dapat menurunkan tekanan darah. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang kuat mampu meningkatkan eksresi dari aldosteron, dengan aldosteron yang jumlahnya kecil mengakibatkan juga adanya retensi air dan sodium, hingga menurunkan tekanan darah.
Penghambat ACE meliputi kaptopril, enalapril, lisinopril. Penghambat ACE dengan tiazid dapat dipakai saat β-blocker dan diuretik tidak aktif. Penghambat ACE berinteraksi saat bersamaan dangan obat kardiovaskuler dapat menyebabkan hipotensi, dengan β blocker dapat keracunan litium. Penggunaan bersama potasium mengakibatkan hiperkalemia dapat terjadi, selain itu bila dipakai dengan Non Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID) dapat menurunkan efek dari penghambat ACE (Rudnick, 2001).
(2) Angiotensin Receptor Blocker (ARBs)
Angiotensin dihasilkan melalui 2 jalur yaitu Renin Angiostensin Aldosteron System (RAAS) yang dihambat dengan ACEI serta melalui enzim yang disebut chymases. ARBs disini menghambat dari kedua jalur tersebut.
(37)
Namun belum pasti akibat perbedaan mekanisme kerja kedua jenis obat tersebut terhadap efek obatnya.
Efek dari ARBs antara lain menghambat angiotensin II yang berperan dalam vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivitas syaraf simpatik, pelepasan antidiuretik hormon, dan konstriksi arteri pada glomerolus. Efek samping serta interaksi obat dari ARBs hampir serupa dengan ACEI (Sassen and Carter,2005).
Gambar 2. Mekanisme Dan SasaranObat Antihipertensi :Penghambat ACE, ARBs, β-Blocker
b) Second Line Therapy
(1) Diuretik
Mekanisme kerja dari diuretik mengekskresikan air dan elektrolit melalui ginjal. Akibat dari hal tersebut terjadi pengurangan terhadap sirkulasi volume darah, mengurangi kardiak output. Interaksi obat jika diminum dapat meningkatkan kadar glukosa darah, penggunaan bersama kortikosteroid, atau kortikotropin, serta ampoterisin dapat mengakibatkan hipokalemia, NSAID juga dapat mengurangi efek antihipertensi dari diuretik.
(38)
(2) β–blocker
Mampu menghalangi beta adrenergik reseptor sehingga efeknya mengurangi kontraksi jantung. Interaksi obat jika dipakai bersama dengan phenitoin meningkatkan efek antihipertensi, verapramil menekan jantung efek hipotensi, pemakaian dengan sulfonilurea mengurangi efek dari sulfonilurea. (3) Calcium Channel Blocker (CCB)
Mekanisme obat ini meningkatkan suplai oksigen terhadap miokardial, menurunkan detak jantung CCB menangkal kalsium yang masuk, kalsium tidak dapat masuk maka mengakibatkan dilatasi.
(4) Obat Simpatolitik
Obat yang digunakan untuk menekan tekanan darah dengan menekan syaraf simpatik akibatnya mengurangi kardiak output dan mengurangi tekanan darah seperti obat yang bekerja sentral klonidin termasuk α–blocker, α+β-blocker yaiotu labetolol, dan norepinefrin. Interaksi obat penggunaan klonidin dengan antidepresan trisiklik meningkatkan tekanan darah, penggunaan klonidin dengan obat depresan Central Nervous System (CNS) menurunkan efek dari CNS depresan.
(5)Vasodilator
Obat ini bekerja bertujuan untuk menurunkan tekanan sistolik dan diastolik. Kerja dari vasodilator ini pada arteri, vena, ataupun keduanya. Obat ini meliputi hydralazine hydrochloride, minoxidil, nitropusside sodium, minoxidil dan
hydralazine digunakan merawat hipertensi yang resistan, dioxide dan
(39)
2) Terapi farmakologi untuk penurunan glukosa darah
Dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan insulin dan obat antidiabetika oral. a) Insulin
Insulin biasa digunakan pada DM tipe 1 dan tidak efektif jika diberikan secara oral karena didalam gastrointestinal insulin dalam bentuk protein pecah dan rusak sebelum lewat peredaran darah untuk didistribusikan, jadi harus diberikan secara subkutan ataupun secara intravena. Insulin dapat pula digunakan pada DM tipe 2 dengan ketentuan sebagai berikut :
(1) Saat terapi untuk DM tipe 2 gagal atau terjadi kontraindikasi karena masa kehamilan ataupun hipersensitif.
(2) Penggunaan saat kadar glukosa naik akibat stress ataupun infeksi, serta akibat pembedahan.
Klasifikasi insulin berdasar lama masa kerja obat disajikan dalam tabel : Tabel II. Klasifikasi Insulin secara Sub-kutan berdasar lama kerja
Type of Insulin Onset (hour) Peaks (hour)
Duration (hour)
Maximum Duration (hour) Rapid-Acting
Aspart Lispro Glulisine
15–30 min 15-30 min 15-30 min
1-2 1-2 1-2
3-5 3-4 3-4
5-6 4-6 5-6
Short-acting
Reguler 0, 5-0, 1 2-3 3-6 6-8
Inter mediate-Acting
NPH Lente
2-4 3-4
4-6 6-12
8-12 12-8
14-18 20
Long-Acting
Ultralente Glargine
6-10 4-5
10-16 -
18-20 22-24
24 24
(Triplitt et al, 2005) Mekanisme kerja insulin mengubah glukosa menjadi glikogen, meningkatkan sintesis protein dan lemak, memperlambat pemecahan glikogen, protein dan lemak, menyeimbangkan cairan dan elektrolit dalam tubuh (Rudnick, 2001).
(40)
b) Obat Antidiabetika Oral Obat antidibetika oral adalah obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan kadar glukosa darah yang tinggi akibat adanya ketidakberesan didalam sistem kerja insulin, dipercaya mempunyai sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam pankreas yaitu mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan insulin dengan seminimal mungkin kerja dari pankreas dan efek diluar pankreas yaitu mampu menstabilkan kadar glukosa darah (Rudnick, 2001).
Gambar 1. Mekanisme dan sasaran obat Antidiabetika Oral
Obat oral untuk DM komplikasi hipertensi untuk memperoleh efek yang maksimal penggunaan metformin dan thiazolidin terbukti dapat mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah dengan mekanisme peningkatan sensitivitas reseptor insulin serta dapat menurunkan tekanan darah (Zenella, Kohlman, and Ribeirro, 2001).
(41)
C. Drug Related Problems (DRP), atau Masalah – masalah yang Berkaitan dengan Pemakaian Obat.
Drug Related Problems (DRP) masalah masalah yang berkaitan dengan pemakaian obat atau sering dikatakan Drug Therapy Problem (DTP) adalah permasalahan yang sering muncul didalam farmasi klinis atau kejadian yang tidak diharapkan dialami pasien selama proses terapi dengan obat dan secara aktual maupun potensial bersamaan dengan outcome yang diharapkan (Cipolle, 1998).
Masalah yang muncul dalam cakupan DRP adalah sebagai berikut: 1. Indikasi yang tidak mendapat obat
Indikasi tidak mendapat obat adalah suatu kondisi baru dimana pasien tidak mendapat obat, kondisi kronis yang membutuhkan kelanjutan terapi, kondisi yang membutuhkan kombinasi obat, dan kondisi membutuhkan obat untuk pencegahan saat ada efek samping.
2. Pilihan obat yang tidak tepat
Hal tersebut meliputi obat yang tidak efektif (kurang sesuai dengan indikasinya), pasien mempunyai alergi terhadap obat tersebut, obat yang diberikan mempunyai kontraindikasi dengan obat lain yang dibutuhkan, efektif tapi bukan yang paling murah, efektif tapi bukan yang paling aman, dan antibiotika yang resisten terhadap infeksi pasien.
3. Dosis terlalu rendah
Obat dikatakan terlalu rendah dosisnya apabila dosis yang diberikan terlalu rendah untuk memberikan efek, kadar obat berada dibawah dosis efektif, pemberian terlalu awal, administrasi obat terlalu cepat sehingga kadar obat dalam darah tidak cukup kadarnya, dan interval dosis tidak cukup.
(42)
4. Dosis terlalu tinggi
Obat dikategorikan terlalu tinggi dosisnya apabila kadar serumnya tinggi, dosisnya terlalu cepat dinaikkan, terjadi akumulasi obat karena penyakit kronis, dan interval dosis yang berlebihan.
5. Gagal menerima obat
Gagal menerima obat jika pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena adanya medication error, ketidaktaatan pasien, harga obat mahal, pasien kurang memahami pentingnya obat tersebut, dan adanya pengaruh keyakinan. 6. Efek samping obat
Dikatakan efek samping obat apabila obat yang diberikan pada kecepatan yang terlalu tinggi, ada alergi, ada faktor resiko, ada interaksi dengan obat lain, dengan makanan, dan hasil laboratorium berubah karena adanya obat.
7. Obat tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi dapat diartikan jika obat yang diberikan tidak sesuai dengan indikasi pada saat itu, penyembuhan yang dilakukan dengan non drug therapy, pemakaian obat kombinasi yang seharusnya tidak dilakukan, dan meminum obat untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat dihindarkan.
D. Keterangan Empiris
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih periode tahun 2005. Dari hasil penelitian juga bisa diketahui mengenai kemungkinan terjadinya DRP serta solusi pengatasannya.
(43)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental observasional dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif retrospektif. Disebut rancangan non–eksperimental observasional karena subjek uji diamati tanpa mendapat perlakuan terlebih dahulu. Rancangan deskriptif evaluatif, deskriptif karena memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan dengan sejelas mungkin dengan mengamati fenomena kesehatan yang terjadi (kountur, 2003). Evaluasi dilakukan terhadap penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta (RSPR). Evaluasi dilakukan dengan membandingkan dengan standar dari American Diabetes Association (ADA) karena RSPR belum mengeluarkan standar dalam penatalaksanaannya Retrospektif sendiri adalah penelusuran data masa lalu pasien dari catatan rekam medis yang diperoleh dari unit rekam medis Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
B. Definisi Operasional
1. Pasien diabetes melitus adalah pasien dengan komplikasi hipertensi yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada periode tahun 2005.
2. Jenis diabetes melitus adalah klasifikasi jenis diabetes melitus berdasarkan kelompok diagnosis, yaitu diabetes melitus tipe 1 (tergantung insulin)dan diabetes melitus tipe 2 (tidak tergantung insulin).
(44)
3. Kategori pasien diabetes melitus adalah pasien dengan gula darah saat puasa adalah >126mg/dl dan kadar gula darah sewaktu adalah >200mg/dl.
4. Pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi resistensi insulin dijaringan yang menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke jaringan sehingga kadar glukosa darah meningkat mengakibatkan tekanan darah meningkat.
5. Hipertensi menurut JNC VII dimana tekanan darah ≥140/90 mmHg sedangkan tekanan darah normal ≤ 120/80mmHg.
6. Tekanan Darah masuk adalah tekanan saat pengukuran pertama pasien masuk rawat inap RSPR.
7. Tekanan darah keluar adalah tekanan darah saat pengukuran sebelum pasien keluar rawat inap dari RSPR.
8. Pasien rawat inap diabetes melitus komplikasi hipertensi yaitu pasien yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, dikarenakan kadar gula darah yang sudah melebihi batas atau sudah tidak terkontrol dengan obat hipoglikemik oral sehingga diperlukan adanya pengawasan dan pemantauan secara berkala dari tenaga medis yang bersangkutan, dan pada umumya terdapat komplikasi dengan hipertensi.
9. Kelas terapi obat adalah kelompok besar obat yang terdiri dari beberapa golongan obat yang memiliki sasaran pengobatan yang sama, misalnya kelas terapi obat untuk sistem kardiovaskuler, terdiri dari golongan obat antihipertensi, anti angina, anti aritmia, dan lain lain.
(45)
10.Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek terapi dari setiap kelas terapi yang diberikan untuk pasien. Misalnya golongan obat hipoglikemik, antipiretik, golongan antihipertensi.
11.Jenis obat adalah nama generik obat pada peresepan pasien rawat inap dalam satu kali periode pengobatan.
12.Data yang diperoleh dihitung dengan cara jumlah kasus yang ada dibagi jumlah pasien (n=30) dikalikan seratus persen. Penghitungan ini digunakan dalam menghitung jenis kelamin, umur pasien, kelas terapi obat, golongan obat, komplikasi, penyakit penyerta dan outcome therapy, profil tekanan darah.
13.Outcome therapy adalah keadaan dimana pasien pulang dari rumah sakit setelah menjalani terapi dilihat kondisi saat masuk dan keluar, lama tinggal di rumah sakit , serta segala alasan pasien keluar dari rumah sakit.
14.Drug Related Problems (DRPs) atau sering dikatakan Drug Therapy Problem (DTP) adalah permasalahan yang sering muncul didalam farmasi klinis atau kejadian yang tidak diharapkan dialami pasien selama proses terapi dengan obat dan secara aktual maupun potensial bersamaan dengan outcome yang diharapkan.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang diambil adalah 30 kasus dari 89 total populasi pasien rawat inap diabetes melitus komplikasi hipertensi di RS Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005. Pengambilan besarnya sampel berdasar ketentuan menurut Gay dalam untuk desain deskriptif populasi kecil dapat diambil 20% dari
(46)
total populasi (cit Danapriatna dan Setiawan, 2005) jumlah sampel sudah memenuhi jumlah minimal sampel yang ditentukan untuk menggambarkan fenomena yang diamati. Penagmbilan sampel sebanyak 30 kasus dilakukan secara random.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medis yang diambil dari data pasien rawat inap diabetes melitus komplikasi hipertensi di RS Panti Rapih Yogyakarta.
E. Lokasi Penelitian
Penelitian pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi dilakukan di RS.Panti Rapih Yogyakarta dengan melihat catatan rekam medis dari pasien DM
komplikasi hipertensi tahun 2005.
F. Tata Cara Penelitian
Dalam tahap tata cara penelitian ada 3 tahapan yang harus dijalani tahap perencanaan, tahap pengambilan data, serta tahap penyelesaian data.
1. Tahap perencanaan
Pada tahap ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Setelah proses tersebut dapat diperoleh informasi dari unit rekam medis RS Panti Rapih dengan melihat pola penyebaran penyakit diabetes melitus komplikasi hipertensi selama tahun 2005. Dari data tersebut kita dapat mengetahui jumlah pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi yang dirawat selama periode waktu 2005 yaitu 89 orang. Pengambilan sampel
(47)
dilakukan secara random untuk mewakili total populasi keseluruhan pasien DM komplikasi hipertensi.
2.Tahap Pengambilan Data
Tahap pengambilan data ini terdiri dari 3 tahap sebagai berikut : a.Proses penelusuran data
Berdasar catatan dari unit rekam medis diperoleh data bahwa penderita DM komplikasi hipertensi terdapat 89 pasien dengan diambil sampel yang mewakili secara random diambil sebanyak 30 pasien. Dari catatan rekam medis tersebut mulai dicatat data yang diperlukan, bagi pasien yang rawat inap kembali rekam medis tidak dapat dipinjamkan untuk sementara.
b. Proses pengumpulan data
Dimulai dengan melihat medical record dari pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi. Data yang diambil meliputi data pasien yang memuat nama, umur jenis kelamin, kelas terapi, keluhan utama, diagnosis, riwayat penyakit, jenis obat, jumlah obat, dosis obat, lama tinggal, tekanan darah saat masuk sampai dengan keadaan pulangnya pasien atau outcome therapy.
c. Proses pengolahan data
Medical record yang telah dilihat datanya dituliskan kembali dalam bentuk tabel yaitu meliputi tabel tentang golongan dan jenis obat, dosis obat serta tanggal pemberian obat, data klinis laboratorium pasien diabetes melitus dengan komplikasi hipertensi, tanda vital, kondisi klinis dan golongan serta jenis obat yang diberikan pada pasien diabetes melitus komplikasi hipertensi dan kemajuan dari hasil terapi obat yang diberikan di instalasi rawat inap Rumah Sakit. Data
(48)
untuk analisis Drug Related Problem disajikan sama yang telah dikemukakan diatas, akan tetapi lebih mengkhususkan pada penggunaan obat DM serta obat hipertensi.
3. Tahap penyelesaian Data
Data yang diperoleh dari tabulasi dievaluasi secara deskriptif eksploratif mengenai drug related problem–nya. Data berdasarkan pencatatan rekam medik tersebut dievaluasi kerasionalannya secara deskriptif-eksploratif mengenai drug related problems-nya. Dengan melihat drug related problems yang terjadi selama proses terapi dapat diketahui indikasi tidak mendapat obat, salah pilihan obat, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, gagal menerima obat, efek samping obat, dan obat tanpa indikasi pada masing masing pasien. Data yang telah diperoleh tersebut kemudian dibandingkan dengan standar pengobatan untuk DM komplikasi hipertensi, kemudian data dievaluasi secara kasus per kasus.
G. Kesulitan Penelitian
Kesulitan selama penelitian antara lain kurangnya pengalaman didalam membaca lembar rekam medis terhadap data yang tercatat. Selain hal tersebut lembar rekam medis kadang tidak ada karena pasien rawat inap kembali dirumah sakit pada saat pengambilan data sehingga harus menunggu sampai lembar tersebut kembali.
H. Analisis Hasil
Analisis hasil mulai dapat dilakukan dengan melihat pasien DM komplikasi hipertensi meliputi umur, jenis kelamin, komplikasi, penyakit penyerta, tahap hipertensi, dan obat yang digunakan.
(49)
1. Umur pasien dikelompokkan dalam 6 kelompok umur yaitu kelompok umur 35 – 44, 45 – 54, 55- 64, 65- 74, 75 – 84, 85 – 94 tahun.
2. Komplikasi dan penyakit penyerta DM komplikasi hipertensi. 3. Tahap hipertensi saat pasien masuk.
4. Obat obat yang digunakan dikelompokkan dalam kelas terapi obat, golongan obat, dan jenis obat. Pengelompokkan mengikuti pembagian obat berdasar Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI) 2000 (Anonim, 2000).
5. Perhitungan data di atas dengan cara jumlah kasus dibagi sampel (n = 30) kemudian dikali seratus persen.
6. Analisis DRP dari kasus DM komplikasi hipertensi dikhususkan pada penggunaan obat DM dan obat antihipertensi yang dibandingkan dengan standar atau guideline yang ada. Evaluasi dilakukan kasus perkasus, kasus yang dibahas dari 30 kasus terdapat 8 kasus yang bermasalah DRP dilihat dari terapi obat antidiabetika oral serta antihipertensi yang dipakai. Kasus tersebut dibandingkan dengan suatu standar yaitu American Diabetes Association (Anonim, 2005).
(50)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Berdasar Kelompok Umur
Dari data yang diperoleh penderita DM komplikasi Hipertensi dibagi berdasar 6 kelompok umur. Menurut tabel urutan yang diperoleh penderita paling banyak terdapat dalam kategori umur 55–64 tahun yaitu sebanyak 36,67%, dikarenakan saat kelompok umur tersebut adalah puncak munculnya komplikasi dalam fase riwayat DM.
Berdasar teori yang mendasari DM tipe 2 umumnya mulai tampak pada umur 40 tahun dan munculnya komplikasi setelah memasuki 10 tahun menderita DM. Teori lain menyebutkan bahwa angka harapan hidup di Indonesia sampai 70 tahun, kemungkinan sedikitnya pasien diatas kelompok umur tersebut karena sudah banyak pasien DM yang tidak bertahan atau meninggal.
3.3
3
%
3.3
3
%
36
.67
%
26.
67%
20
.00
%
10
%
35 - 44 tahun
45 - 54 tahun
55 - 64 tahun
65 - 74tahun
75 - 84 tahun
85 - 94 tahun
Gambar 3. Diagram Prosentase Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
(51)
2. Berdasar Jenis Kelamin
Dari data yang diperoleh jumlah pasien berdasar jenis kelamin pada pasien DM komplikasi hipertensi pada jenis kelamin pria sebanyak 36,67% sedang pada jenis kelamin wanita sebanyak 63,33%. Namun data tersebut belum cukup mendukung bahwa penyakit DM lebih sering terjadi pada wanita, hanya saja memang kita ketahui bahwa jumlah populasi wanita lebih banyak dibanding pada pria, dan pada umumnya wanita khususnya di Indonesia banyak yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga hal tersebut memungkinkan kurang aktivitas dan berakibat pada obesitas yang mengarah pada DM, hal tersebut didukung teori adanya resistensi reseptor insulin pada jaringan terkait dengan obesitas dengan ditandai kenaikan BMI (Body Mass Index) dari 18 kg/m2 sampai 38 kg/m2 (Triplitt et al, 2005). Faktor yang lebih spesifik mengenai DM komplikasi hipertensi yang lebih banyak terjadi pada wanita yaitu adanya DM pada masa kehamilan atau gestasional yang apabila tidak tertangani dapat berlanjut kearah DM, timbulnya DM gestasional tersebut karena pola makan saat hamil tidak terjaga dan cenderung berlebihan mengakibatkan berkembang menjadi DM.
36.67%
63.33%
0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%
1
Jenis kelamin
Laki - laki
Perem puan
Gambar 4. Diagram Prosentase Jenis Kelamin Pasien DM komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
(52)
3. Berdasar Komplikasi
Komplikasi penyerta adalah penyakit yang menyertai DM komplikasi hipertensi terkait dengan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi ini muncul seiring dengan kondisi pasien yang semakin parah atau ketika pasien tidak menyadari gejala awal penyakit DM gejala ini bisa dipakai dalam melihat tingkat keparahan dari DM komplikasi hipertensi. Prosentase penyakit yang terjadi paling banyak adalah strok yaitu sebanyak 9 kasus atau sekitar 30%, strok sendiri merupakan lanjutan dari hipertensi yang parah sehingga menyebabkan adanya sumbatan darah pada organ tertentu bila terjadi pada otak dapat berakibat kelumpuhan bahkan kematian. Komplikasi penyerta yang lain dapat dilihat prosentasenya didalam tabel berikut :
6.67% 3.33%
6.67% 3.33%
3.33% 3.33%
30.00%
stroke
infark miokard ulkus
ganggren neuropati neufropati infeksi
Gambar 5. Diagram jenis komplikasi lainPasienDM komplikasi Hipertensi Tahun 2005 di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
4. Berdasar Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta dalah penyakit yang menyertai perjalanan penyakit DM komplikasi hipertensi tetapi bukan termasuk didalam komplikasi makro dan
(53)
mikrovaskuler. Penyakit ini dapat timbul akibat dari virus luar ataupun efek samping obat yang dipakai selama masa perawatan. Penyakit yang muncul ini juga mempengaruhi kelas terapi obat yang dipakai. Dari data penyakit penyerta yang muncul paling banyak adalah pusing sebanyak 26,67% penyakit tersebut muncul terkait dengan gejala tekanan darah yang naik umumnya disertai pusing.
Prosentase penyakit lainnya dapat dilihat pada gambar :
6. 67 % 3. 33 % 3. 33 % 26 .6 7 % 20 % 23 .33 % 3. 33 % 3. 33 % 3. 33 % 6. 67 % 3. 33 % 0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 1 sesak nafas nyeri parkins on pusing demam mual muntah pilek nyeri epigast rik batuk diare trauma kepala
Gambar 6. Prosentase Penyakit Penyerta Pasien DM komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005 5. Gambaran tingkatan tekanan darah pasien masuk
Gambaran tingkatan tekanan darah pasien saat masuk perawatan di Rumah Sakit Panti Rapih dapat dilihat dalam ganbar dibawah ini. Dari diagram diperoleh gambaran bahwa tekanan darah pasien yang masuk mempunyai prosentase terbesar adalah hipertensi stage II dengan total prosentase 36,67%. Pasien DM dengan komplikasi hipertensi mulai diberikan terapi antihipertensi oral saat
(54)
memasuki tahap pre-hipertensi semakin tinggi tingkatan hipertensinya perlu diberikan kombinasi obat oral antihipertensi. Tujuan terapi untuk DM komplikasi hipertensi yaitu menurunkan tekanan darah kurang dari 130/80 mmHg.
NORM AL, 16.67%
PRE HIPERTENSI,
16.67% HIPERTENSI
STAGE I, 20.00% HIPERTENSI
STAGE II, 36.67%
NORMAL PRE HIPERTENSI HIPERTENSI STAGE I HIPERTENSI STAGE II
Gambar 7. Tahap Hipertensi Pasien DM Masuk di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
B. Profil Pengobatan 1. Kelas Terapi
Kelas terapi obat adalah banyaknya jenis obat yang diterima oleh pasien dalam periode pengobatannya, baik obat antidiabetika oral maupun obat lain yang digunakan bersamaan untuk mengobati penyakit penyerta ataupun komplikasi yang ada. Dari diagram dibawah kita dapat melihat ada 11 kelas terapi penggunaan obat hormonal terutama obat antidiabetika oral paling tinggi prosentasenya 96,67%, hal tersebut terkait dengan penanganan hiperglikemi yang terjadi pada pasien DM. Urutan kedua adalah obat kardiovaskuler 66,67% obat ini memiliki prosentase yang cukup tinggi juga mengingat penggunaan obat antihipertensi didalam menurunkan tekanan darah pasien serta obatkardiovaskuler golongan lain untuk mencegah kearah penyakit jantung yang lebih serius.
(55)
Kelas terapi obat lain turut dipergunakan untuk mencegah komplikasi serta penyakit penyerta yang ada. Khusus untuk kelas terapi obat lain memuat obat kulit dan mata pada diagram penyakit penyerta memang tidak disertakan penyakit penyerta yang terkait mata dan kulit namun kita ketahui bahwa DM terutama komplikasi retinopati berpengaruh pada mata, serta komplikasi lain seperti ganggren dan ulkus tentunya dapat menimbulkan masalah pada kulit.
96. 67% 66. 6 7 % 56. 67 % 36. 67 % 36. 67 % 10 % 30. 00 % 43. 3 3 % 10 % 16. 6 7 % 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% 1 kelas terapi obat hormonal obat kardiovaskule r obat antibiotik obat depresan syaraf pusat obat analgesik obat saluran nafas obat saluran cerna
obat gizi dan darah obat anti radang reumatik dan encok obat lain
Gambar 8. Diagram Prosentase Kelas Terapi Pasien DM Komplikasi Hipertensi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2005
2. Golongan Obat
a. Obat Hormonal
Obat antidibetika oral adalah obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan kadar glukosa darah yang tinggi akibat adanya ketidakberesan didalam sistem kerja insulin, sehingga insulin tidak dapat mengubah glukosa agar masuk
(56)
ke jaringan sebagai cadangan makanan. Obat antidiabetika oral dipercaya mempunyai sistem kerja ganda di dalam dan di luar pankreas, efek di dalam pankreas yaitu mampu menstimulasi pankreas agar mengeluarkan insulin dengan seminimal mungkin kerja dari pankreas dan efek di luar pankreas yaitu mampu menstabilkan kadar glukosa darah (Rudnick, 2001).
Obat yang mempunyai prosentase tertinggi dari pemakaian obat antidiabetika oral adalah golongan sulfonilurea di dalam penatalaksanaan DM, sulfonilurea mempunyai mekanisme memacu sekresi insulin untuk pengatasan keadaan hiperglikemia karena jumlah insulin yang ada dalam jaringan tidak tercukupi.
Tabel V. Prosentase Penggunaan Obat Hormonal Pasien DM Komplikasi Hipertensidi RSPR Tahun 2005
NO GOL. OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSEN
TASE (%)
1 Insulin - - - 11 36,67
glikazid Diamicron 10 33, 33
Glucovance 2 6, 67
glibenklamid
Diabenese 1 3, 33
glipizid Glucotrol 2 6, 67
glikuidon Glurenorm 1 3, 32
Sulfonilurea
glimepirid Amaryl 5 16, 67
Metformin 2 6, 67
Glucophage 3 10
Biguanid metformin
Diabex 2 6, 67
Miglinitida repaglinid Novonomin 2 6, 67
2 Obat antidiabetika oral
Thiazolidine pioglitazone Actos 2 6, 67
b. Obat Kardiovaskuler
(57)
komplikasi hipertensi yang tidak tertangani dengan baik mengarah pada Coronary vascular disease (CVD), seperti diterangkan diatas pada penderita DM komplikasi hipertensi darah terlalu kental akibat tingginya kadar gula yang terdapat didalamnya sehingga mengakibatkan adanya penyempitan pada pembuluh darah koroner serta jantung tentunya bekerja lebih keras, akibat dari hal tersebut mengakibatkan otot jantung lemah, penderita mengalami iskemia bahkan sebagian otot jantung mati karena kekurangan oksigen yang dapat memacu pula timbulnya angina.
Obat antihipertensi dibutuhkan di dalam penanganan DM komplikasi hipertensi, hal tersebut berfungsi didalam penurunan tekanan darah dan bahaya metabolit sindrom yang akhirnya menjadi penyakit jantung koroner jika tidak tertangani dengan baik. Obat yang dipergunakan dalam penatalaksanaan proses terapi dalam rekomendasi American Diabetes Association(ADA)pengobatan DM komplikasi hipertensi rekomendasi utamanya adalah golongan penghambat ACE dan ARBs untuk mencapai tekanan darah 130/80 mmHg yang harus dicapai pada pasien DM komplikasi hipertensi. Dapat ditambahkan thiazid diuretik, pilihan obat bagi ibu hamil dapat digunakan methyldopa, labetolol, diltiazem, klonidin, dan prazosin.
Dari tabel di atas penggunaan obat antihipertensi paling tinggi prosentasinya pada golongan penghambat ACE terutama kaptopril 36,67% kemudian ramipril 26,67%, baru golongan antagonis kalsium yaitu amilodipin sebanyak 16,67%. Penggunaan obat antilipidemikum terutama golongan statin yang mempunyai prosentase besar, mampu menghambat secara kompetitif enzim
(58)
HMG CoA reduktase, yakni enzim pada sintesis kolesterol, terutama dalam hati, efektif dalam menurunkan kolesterol–Low Density Lipid (LDL), sedang golongan klofibrat mempunyai spektrum luas dapat mengurangi trigliserida, LDL, dan menaikkan High Density Lipid (HDL).
Antiangina digunakan untuk mencegah serangan akut angina pectoris dan mencegah nyeri dada saat istirahat. Antagonis kalsium mampu memperkecil jumlah kalsium dalam sel yang berefek vasodilatasi pada pembuluh darah, mengurangi kontraksi otot jantung. Senyawa nitrat bekerja merelaksasi otot polos pembuluh vena, tanpa bergantung pada sistem persyarafan miokardium. Diuretik turut digunakan digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan pada dosis rendah mampu menrunkan tekanan darah. Golongan tiazid bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus distal, sedang golongan kuat mampu menghambat reabsorbsi cairan pada “loop” henle dam tubulus ginjal.
Obat sistem koagulasi darah yang prosentasenya tinggi digunakan adalah hemostiptikum obat ini penggunaannya tinggi untuk mengatasi pendarahan yang timbul baik akibat luka ataupun pendarahan paska operasi. Terutama pada pasien DM proses pembekuan darah dapat berlangsung lama karena tingginya kadar gula didalam darah sehingga darah lebih kental namun sukar membeku. Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat terjadinya pembentukan trombus pada sirkulasi arteri. Proses kerja dari obat tersebut terbukti mampu mencegah penyakit serebrovaskuler atau kardiovaskuler trombotik sehingga dapat mengurangi resiko kematian karena komplikasi yang
(59)
mengarah kepada penyakit seperti strok yang berdasar data komplikasi penyerta mempunyai prosentase yang tinggi.
Tabel VI. Prosentase Penggunaan Obat Kardiovaskuler Pasien DM Komplikasi Hipertensidi RSPR Tahun 2005
N O GOLONGAN OBAT KELOMPOK NAMA GENERIK NAMA
DAGANG ∑
PROSENTASE (%)
kaptopril Kapoten 11 36, 67 ramipril Triatec 8 26, 67 ACE Inhibitor
perindopril Prexum 2 6, 6 losartan Angioten 1 3, 33 Antagonis Reseptor
Angiotensin II valsartan Blopress 3 1 Obat yang bekerja
sentral
klonidin Katapress 1 3, 33 1. Antihiper
tensi
Αlpha blocker doksazosin Cordura 1 3, 33 Gol. Nitrat isoborbid dinitrat Cedocard 4 13, 33
β- Blocker atenolol - - 0 nifedipin Tanapress Nifedipin Adalat 1 1 3 3, 33 3, 33 10 amlodipin besilat Tensivask
Norvask 2 5 6, 67 16, 67 diltiazem hidro klorid
Herbesser 1 3, 33 2. Anti angina
Antagonis kalsium
nimodipin Nimotop 2 6, 67 furosemid 1 3, 33 Gol.Kuat furosemid
Lasix 3 10
3. Diuretik
Gol. Tiazid hidroklorotiazid Hct 1 3, 33
nicegolin Sermion 2 6, 67 4. Gangguan
sirkulasi darah
Vasodilator perifer
klopidogrel Plavik 1 3, 33 5. Obat Syok
hipotensif
- epinefrin bitartras Ergotika 3 10
6. Antiaritmia - lidokain Pletaal 4 13, 33 gemfibrozil Lipira 1 3, 33 Kelompok klofibrat
fenofibrat Liphantyl supra 2 6, 67 kalsium
atorvastatin
Lipitor 4 13, 33 7. Obat
hipolipidemik
Statin
simvastatin Simvastatin 2 6,67 Persantin 1 3,33 Antiplatelet dipiridamol
Citaz 1 3,33
8. Obat sistem koagulasi darah
Hemostatik asam traxenamat Kalnex 4 13, 33
c. Obat Depresan Sistem Syaraf Pusat.
(60)
golongan anti epilepsi. Obat epilepsi selain untuk pengobatan epilepsi juga dapat untuk mengatasi nyeri hebat yang tidak dapat tertangani hanya dengan parasetamol atau ibuprofen, pasien DM rentan terhadap nyeri berdasar data terdapat 3,33% pasien mengalami nyeri akibat adanya gangguan perfusi yang memacu nyeri pada bagian tubuhnya.
Psikofarmaka terutama hipnotik dan ansiolitik berfungsi didalam membantu pasien tertidur serta mengatasi kecemasan akibat kondisi stress pada pasien dengan mekanisme meningkatkan neurotransmisi GABA(Gamma Amino Butyric Acid), suatu neurotransmitter penghambat penting disistem syaraf pusat. Tabel VII. Prosentase Penggunaan Obat Depresan Sistem Syaraf Pusat Pasien DM Komplikasi Hipertensi di RSPR Tahun 2005
N O
GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSEN
TASE (%) 1. Psikofarmaka Hipnotik dan
ansiolitik
alprazoram Xanax 1 3, 33
Antihistamin sinarizin Meron 1 3, 33
metakloprop ramid-HCl
Pimperan 2 6, 67
2. Mual dan
vertigo
Obat mual
domperidon Vometa 1 3, 33
3. AntiParkinson Antimuskarinik Triheksi
fenidil
Triheksi fenidil
1 3, 33
4. Pemacu system
syaraf pusat
Pemacu SSP Mecokobal
min
Metilcobalt 2 6, 67
klobazam Klobazam 1 3, 33
gabapentin Neurantin 1 3, 33
fenitoin Dilantin 1 3, 33
Neurotam 6 20 5. Antiepilepsi -
pirasetam
Fordensia 1 3, 33
d. Obat Saluran Cerna
Obat saluran cerna digunakan didalam terapi berfungsi didalam mencegah efek samping dari obat oral DM dan juga pasien DM akibat hiperglikemia
(61)
mengalami gastroparesis atau gangguan motilitas lambung yang mengakibatkan mual, dan rasa tidak enak pada saluran cerna. Penggunaan antitukak khususnya obat antasida mempunyai prosentase yang besar dikarenakan golongan sulfonilurea mempunyai efek samping mual, dapat diatasi dengan pemberian antasida untuk mengurangi produksi asam lambung yang berlebih, metformin dengan efek sampingnya antara lain mual muntah, bahkan ada sebagian obat diabetik oral yang menyebabkan gangguan pada otot pada usus besar dan diare seperti glikazid dan metformin HCl maka diperlukannya obat saluran cerna demi kenyamanan pasien DM komplikasi hipertensi.
Tabel VIII. Prosentase Penggunaan Obat Saluran Cerna Pasien DM Komplikasi Hipertensi di RSPR Tahun 2005
N O
GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSEN
TASE (%) Antasida
kandungan aluminium
aluminium hidroksida
Plantasid 5 16, 67
Khelatordan senyawa kompleks
sukralfat Inspepsa 1 3, 33
1. Antitukak
Antagonis Reseptor H2
ranitidinHCl Rantin 4 13, 33
2. Antidiare Absorben dan
pembentuk masa
atalpugit aktif
New Diatab 1 3, 33
Na-pokisulfat
Laxoberon 1 3, 33
3. Pencahar Pencahar
stimulan
bisakodil Dulcolax 2 6, 67
4. Obat gangguan
pencernaan
Enzim pencernaan
pankreatin Enzymfort 1 3, 33
e.Obat Saluran Nafas
Obat saluran nafas terutama obat asma digunakan mengatasi penyakit penyerta yang menyertai perjalanan penyakit pasien.Obat batuk antitusif untuk menekan batuk dan mengurangi frekuensi batuk serta obat alergi dipergunakan untuk terapi penyakit saluran nafas karena proses alergi.
(62)
Tabel IX. Prosentase Penggunaan Obat Saluran Nafas Pasien DM Komplikasi Hipertensi di RSPR Tahun 2005
NO GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSEN
TASE (%)
1. Antiasma Stimulan adreno
reseptor
terbutalin sulfat
Lintaz 1 3, 33
2. antitusif antitusif Difen
hidramin HCl
Sanadryl 1 3, 33
feniramin hidrogen maleat
Avil 1 3, 33
3. antihistamin Antihistamin sedatif
Klorfeni ramin maleat
Extra CTM 1 3, 33
f. Analgesik
Obat analgesik antipiretik yang digunakan untuk mengobati demam yang sering muncul akibat penggunaan beberapa obat antihipertensi seperti penghambat ACE, selain itu analgesik bermanfaat untuk mengurangi nyeri yang ada ataupun akibat efek dari DM itu sendiri. Analgesik non opioid dapat digunakan untuk nyeri ringan seperti sakit kepala, sedangkan golongan opioid untuk nyeri yang hebat. Nyeri juga dapat timbul akibat terlalu lama berbaring sehingga bagian tubuh yang biasa beraktivitas harus terdiam ataupun berbaring mengakibatkan lama kelamaan timbul nyeri baik ringan ataupun nyeri berat
Tabel X. Prosentase Penggunaan Obat Analgesik Pasien DM Komplikasi Hipertensi di RSPR Tahun 2005
NO GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSENTA
SE (%)
parasetamol Sanmol 4 13, 33
as.mefenamat Citaz 2 6, 67
Farmasal 1 3, 33
asetosal
Neuralgin 3 10 1. Analgesik
non-opioid
-
tioridina HCL Non flamin 1 3, 33 2. Analgesik
non-opioid
- tramadol Tramal 2 6, 67
Ergotamintar trat
Belaphen 1 3, 33
3. Antimigrain terapi serangan migrain akut
Kodergokrina mesilat
(63)
g. Antibiotik
Penggunaan antibiotika sebagai antibakteri didalam proses penatalaksanaan DM komplikasi hipertensi terutama didalam perawatan lanjut terhadap ganggren dan ulkus agar tidak bertambah parah dengan adanya bakteri di lingkungan rumah sakit yang sering terjadi pada penderita DM, pada pasien DM tersebut ganggren dan ulkus makin mudah terjadi akibat kadar gula darah yang tinggi pada darah akibatnya luka yang ada lebih sukar sembuh sebab bakteri akan mampu bertahan dalam lingkungan dengan kadar gula yang tinggi. Selain untuk perawatan ganggren dan ulkus antibiotik diperlukan untuk komplikasi mikrovaskuler berupa infeksi, perlu diketahui bahwa penyakit DM juga menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi seperti ISK (Infeksi Saluran Kencing), ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas). Maka Antibiotik yang merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroba atau fungi untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba lain sangat diperlukan untuk mempercepat proses kesembuhan.
Tabel XI. Prosentase Penggunaan Obat Antibiotik Pasien DM Komplikasi Hipertensi di RSPR Tahun 2005
NO GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
∑ PROSENTA
SE (%)
Penisilin Amoksisilin Chavamox 2 6, 67
Velocef 4 13, 33
Fortum 2 6, 67
Seftriakson
Cefazol 1 3, 33
Sefalosporin dan β - laktam
sefotaxim Starclaf 1 3, 33
Kuinolon Levofloksasin Reskuin 5 16,67
Sulfonamida Klortrimoksa zole
Klortrimok sazole
1 3, 33
1. Antibiotika
Amino glikosida
(1)
fenitoin Dilantin 1 3, 33% pirasetam Neurotam
Fordensia
6 1
20% 3, 33%
OBAT HORMONAL NO GOLONGAN
OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
glikazid Diamicron 10 33, 33% Gluco
vance
2 6, 67%
glibenklamid
Diabenese 1 3, 33% glipizid Glukatrol 2 6, 67% glikuidon Glure
norm
1 3, 32%
Sulfonilurea
glimepirid Amaryl 5 16, 67% Metformin 2 6, 67%
Glocophage 3 10%
Biguanid metformin
Diabex 2 6, 67%
Miglinitida repag limid
Novo nomin
2 6, 67%
1 Obat antidiabetika oral
Thiazolidine pio glitazone
Actos 2 6, 67%
OBAT CERNA NO GOLONGAN
OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
Antasida kandungan aluminium
aluminium hidroksida
Plantasid 5 16, 67%
Khelator dan senyawa kompleks
sukralfat Inspepsa 1 3, 33% 1. Antitukak
Antagonis Reseptor H2
ranitidin HCl Rantin 4 13, 33%
2. Antidiare Absorben dan pembentuk masa
(2)
Na- pokisulfat Laxoberon 1 3, 33% 3. Pencahar Pencahar stimulan
Bisakodil Dulcolax 2 6, 67%
4. Obat gangguan pencernaan
Enzim pencernaan Pankreatin Enzymfort 1 3, 33% OBAT ANALGESIK
NO GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
para setamol
Sanmol 4 13, 33%
as.mefenamat Citaz 2 6, 67%
Farmasal 1 3, 33%
asetosal
Neuralgin 3 10%
1. Analgesik non-opioid
-
tioridina HCL Non flamin 1 3, 33% 2. Analgesik
non-opioid
- tramadol Tramal 2 6, 67%
Ergo tamin tartrat
Belaphen 1 3, 33%
3. Antimigrain terapi serangan migrain akut
Ko-dergokrina mesilat
Hydergin 1 3, 33%
OBAT SALURAN NAFAS NO GOLONGAN
OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
1. Antiasma dan Bronkodilator
Stimulan adreno reseptor
Terbutalin sulfat
Lintaz 1 3, 33%
2. antitusif antitusif Difen hidramin HCl
Sanadryl 1 3, 33%
3. antihistamin Antihistamin sedatif Feniramin hidrogen maleat
(3)
Klorfeniramin maleat
Extra CTM 1 3, 33%
ANTIBIOTIKA
NO GOLONGAN OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
Penisilin Amok sisilin
Chavamox 2 6, 67%
Velocef 4 13, 33%
Fortum 2 6, 67%
Cefazor 1 3, 33%
Sefalosporin dan β - laktam
Seftri axone
Starcef 1 3, 33%
Kuinolon Levofloksasin Reskuin 5 16,67% Sulfonamida Klor
trimok sazole
Klortrimoksazo le
1 3, 33%
1. Antibiotika
Amino glikosida
Genta misin
Gramycin 2 6, 67%
OBAT METABOLISME NO GOLONGAN
OBAT
KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG
JUMLAH PROSENTASE
vitamin B1 Alinamin 1 3, 33% Vitamin B
vitamin B komplek
Neurobion 3 10%
Vitamin C Vitamin C Zegase 1 3, 33% 1. Vitamin
Vitamin D vitamin D Onealfa 1 3, 33%
- Pharmaton 2 6, 67%
Piritinol-HcL Enerbol 1 3, 33%
Sitikolina Nikolin 3 10%
2. Tonikum -
ATP Myoviton 1 3, 33%
Pemberian oral kalium L – aspartat
Asparka 1 3, 33%
3. Cairan dan elektrolit
(4)
NaCl 12 40 % KAEN 3B 1 3, 33%
Dekstrosa5% 1 3, 33%
Dekstrosa 10% 1 3, 33%
Dekstrosa 40% 2 6, 67% Glukosa
Martos 6 20%
Natrium bikarbonat
Meylon 1 3, 33%
Elektolit Assering 9 30%
4. Nutrisi oral Nutrisi enteral Asam amino esensial
Ketosteril 1 3, 33%
Obat encok, reumatik
NO GOLONGAN OBAT KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG JUMLAH PROSENTASE
Antiinflamasi non steroid
ketoprofen Pronalges 1 3, 33% cele
koxib
Celebrex 1 3, 33%
kolsisin Recorfan 2 6, 67% 1. Obat reumatik dan
gout
Obat untuk gout
alu propinol
Zyloric 1 3, 33%
Obat lain
NO GOLONGAN OBAT KELOMPOK NAMA GENERIK
NAMA DAGANG JUMLAH PROSENTASE
Kortikosteroid Cendicitrol 1 3, 33 % Antiinflamasi
Lain
antazolin Albalon
1 3, 33 % 1. Sediaan untuk mata
Sediaan lain Vitamin mata
matovit 1 3, 33%
(5)
JENIS
KOMPLIKASI
JENIS
PENYAKIT
JUMLAH
(N KASUS= 30)
PROSENTASE
Serebrovasa
Stroke
9
30%
Jantung Atero
sklerotik
Koroner
Angina Pektoris
-
Infark Miokard
2
6, 67%
Penyakit kaki
Diabetik
Ulkus
1
3, 33%
Makrovaskuler
Ganggren
1
3, 33%
Retinopati
-
Neufropati
1
3, 33%
Neuropati
1
3, 33%
Mikrovaskuer
Rentan
Infeksi(ISK,
ISPA)
(6)