Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus diabetes mellitus di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005.

(1)

INTISARI

Ulkus DM adalah tukak, borok atau kerusakan jaringan dalam yang terjadi pada pasien DM berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah tungkai bawah. Luka terbuka ini mengakibatkan bakteri mudah masuk melalui kaki kemudian tumbuh, menyebar, dan akhirnya infeksi. Tujuan penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) Yogyakarta periode 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif. Metode pengumpulan data secara retrospektif. Data diambil dari kartu rekam medik pasien kemudian dianalisis secara deskriptif. Jalannya penelitian dibagi 4 tahap yaitu perencanaan, analisis situasi, pengumpulan data, dan evaluasi data. Data diambil dan dianalisis berdasarkan umur, jenis kelamin,

komplikasi, penyakit penyerta, golongan obat, jenis obat, dan analisis Drug

Related Problems (DRP) terkait dengan penggunaan antibiotika.

Hasil penelitian diperoleh 38 pasien dengan 42 kasus. Persentase berdasarkan kelompok umur 31–50 tahun 21,43%, 51–70 tahun 64,29%, dan lebih dari 70 tahun 14,28%. Berdasarkan jenis kelamin laki–laki dan perempuan sama banyak yaitu 50%. Persentase kelas terapi obat adalah obat saluran cerna 40,48%, obat kardiovaskular 66,67%, obat darah 2,38%, obat saluran napas 23,81%, obat sistem saraf pusat 40,48%, infus 83,33%, obat lain–lain 16,67%, obat gizi 33,33%, obat analgesik 83,33%, obat otot skelet dan sendi 30,95%, obat antidiabetik 90,48%, dan obat antiinfeksi 100%. Identifikasi DRP terkait dengan permasalahan penggunaan antibiotika diperoleh 4 kasus DRP. Satu kasus DRP dapat terdiri dari beberapa DRP. Dari 4 kasus DRP tersebut terdapat 2 kasus termasuk dalam DRP perlu terapi obat tambahan, 2 kasus termasuk DRP terapi obat tanpa indikasi, 3 kasus termasuk DRP salah obat, 2 kasus termasuk DRP reaksi obat yang merugikan, dan 1 kasus termasuk DRP dosis terlalu tinggi. Kata kunci: ulkus DM, antibiotika, Drug Related Problems (DRP)


(2)

ABSTRACT

Diabetic ulcer is an ulcer, wound or the damage in the internal tissue which happens to the DM patients. This opened wound makes the germs easily enter the body by the legs, then growing, spreading, and finally they will infect all of the body. The aims of this research is to evaluate the using of the antibiotics by the diabetic ulcer patients in Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005.

This research is a nonexperimental research and done with the evaluative descriptive design. The data were obtained by retrospective method. The data were taken from the patient medical record’s then analized with descriptive method. This research was divided into four steps: the planning, analize of the situation, data collecting, and evaluation. The data being taken and analized were based on the age, sex, complication, illness inverted, drug classification, type of medicine, and also the analize of the Drug Related Problems (DRP) in case of relation about the using of antibiotics.

The results of this research showed that there were 38 patients with 42 cases. Percentage of the age 31–50 was 21,43%, 51–70 was 64,29%, and more than 70 years was 14,28%. Result based on sex shows that there was an equality of male and female. The percentage was 50%. The percentage of therapy class was the gastrointestinal tract drugs 40,48%, cardiovascular drugs 66,67 %, blood drugs 2,38%, inhalation tract drugs 23,81 %, central nerve system drugs 40,48%, infusion 83,33%, another drugs 16,67%, nutrient drugs 33,33%, analgesic drugs 83,33%, skeletal muscle and hinge drugs 30,95%, antidiabetic drugs 90,48%, and antiinfection drugs 100%. Identifying DRP related to the use of antibiotics yielded 4 DRP cases. One case of DRP could consist of some DRP. From those 4 cases of DRP there were 2 cases of the DRP needed for additional drug therapy, 2 cases included to DRP unnecessary drug therapy, 3 cases included to DRP wrong drug, 2 cases included to DRP adverse drug reaction, and 1 case included to DRP dose too high.

Key words : diabetic ulcer, antibiotics, Drug Related Problems (DRP)


(3)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIENULKUS DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2005

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Bernadetta Wenni Sukma Windarti NIM: 028114068

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2007


(4)

Penelitian untuk Skripsi Berjudul

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN ULKUS DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP

RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA PERIODE 2005

Diajukan oleh:

Bernadetta Wenni Sukma Windarti NIM: 028114068

Telah disetujui oleh:


(5)

(6)

Tuhan membuat segala sesuatu

indah pada waktu

Nya

Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan – Nya pada waktunya.

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada – Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. ( 1 Pet 5 : 6 – 7 )

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. ( Matius 6 : 34 )

Kupersembahkan karyaku yang sederhana ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bundaku yang selalu ada untukku. Bapak, Ibu, dan ade’ku yang sangat aku cintai dan mencintaiku.

Keluarga besarku yang selalu ada di hatiku. Teman-teman dan sahabat-sahabatku

yang sangat aku cintai, aku banggakan, dan aku kagumi. Almamaterku.


(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih-Nya sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan, saran, dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. selaku dosen penguji skripsi atas kesediaan untuk menguji dan masukan yang telah diberikan.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt. selaku dosen penguji skripsi atas kesediaan untuk menguji dan masukan yang telah diberikan.

4. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi ini.

5. Segenap direksi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas ijin dan kesempatan yang telah diberikan sehingga penulis dapat melakukan dan menyelesaikan penelitian.


(8)

6. Segenap karyawan Unit Rekam Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas segala bantuan, saran, waktu, dan dukungan yang telah diberikan.

7. Bapak Ismartoyo dan Ibu Rita Tri Purwaningsih atas segala doa, cinta, perhatian, dan pengorbanannya.

8. Peppy, Via, almarhum mbah kakung, mbah putri, dan keluarga besarku yang telah banyak memberikan doa, nasehat, saran, dorongan, dan perhatian. 9. Keluarga Bapak Supoyo atas doa, masukan, nasehat, dan perhatiannya. 10. Mas Edyn, Atik, Ria, Dek Ipung, dan Mas Dwi atas segala dukungan dan

doanya.

11. Cecil, Isti, Rina, Novi, Astri, dan Astu atas kebersamaan dan perhatiannya. 12. Antok, Fretty, Ema, TP, Ulin, Sinta, Ayu, Meita, Puri, Peter, Rio, Nawa, Heri,

Bowo, dan teman-teman semua yang telah banyak membantu, mendukung, dan mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 13. Mbak Fistra sekeluarga serta seluruh anggota koor lingkungan atas doanya. 14. Teman–temanku angkatan 2002 kelompok C atas kebersamaannya selama ini. 15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

banyak memberikan perhatian dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Yogyakarta, Januari 2007 Penulis


(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.


(10)

INTISARI

Ulkus DM adalah tukak, borok atau kerusakan jaringan dalam yang terjadi pada pasien DM berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah tungkai bawah. Luka terbuka ini mengakibatkan bakteri mudah masuk melalui kaki kemudian tumbuh, menyebar, dan akhirnya infeksi. Tujuan penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) Yogyakarta periode 2005.

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif. Metode pengumpulan data secara retrospektif. Data diambil dari kartu rekam medik pasien kemudian dianalisis secara deskriptif. Jalannya penelitian dibagi 4 tahap yaitu perencanaan, analisis situasi, pengumpulan data, dan evaluasi data. Data diambil dan dianalisis berdasarkan umur, jenis kelamin,

komplikasi, penyakit penyerta, golongan obat, jenis obat, dan analisis Drug

Related Problems (DRP) terkait dengan penggunaan antibiotika.

Hasil penelitian diperoleh 38 pasien dengan 42 kasus. Persentase berdasarkan kelompok umur 31–50 tahun 21,43%, 51–70 tahun 64,29%, dan lebih dari 70 tahun 14,28%. Berdasarkan jenis kelamin laki–laki dan perempuan sama banyak yaitu 50%. Persentase kelas terapi obat adalah obat saluran cerna 40,48%, obat kardiovaskular 66,67%, obat darah 2,38%, obat saluran napas 23,81%, obat sistem saraf pusat 40,48%, infus 83,33%, obat lain–lain 16,67%, obat gizi 33,33%, obat analgesik 83,33%, obat otot skelet dan sendi 30,95%, obat antidiabetik 90,48%, dan obat antiinfeksi 100%. Identifikasi DRP terkait dengan permasalahan penggunaan antibiotika diperoleh 4 kasus DRP. Satu kasus DRP dapat terdiri dari beberapa DRP. Dari 4 kasus DRP tersebut terdapat 2 kasus termasuk dalam DRP perlu terapi obat tambahan, 2 kasus termasuk DRP terapi obat tanpa indikasi, 3 kasus termasuk DRP salah obat, 2 kasus termasuk DRP reaksi obat yang merugikan, dan 1 kasus termasuk DRP dosis terlalu tinggi. Kata kunci: ulkus DM, antibiotika, Drug Related Problems (DRP)


(11)

ABSTRACT

Diabetic ulcer is an ulcer, wound or the damage in the internal tissue which happens to the DM patients. This opened wound makes the germs easily enter the body by the legs, then growing, spreading, and finally they will infect all of the body. The aims of this research is to evaluate the using of the antibiotics by the diabetic ulcer patients in Panti Rapih Hospital Yogyakarta in 2005.

This research is a nonexperimental research and done with the evaluative descriptive design. The data were obtained by retrospective method. The data were taken from the patient medical record’s then analized with descriptive method. This research was divided into four steps: the planning, analize of the situation, data collecting, and evaluation. The data being taken and analized were based on the age, sex, complication, illness inverted, drug classification, type of medicine, and also the analize of the Drug Related Problems (DRP) in case of relation about the using of antibiotics.

The results of this research showed that there were 38 patients with 42 cases. Percentage of the age 31–50 was 21,43%, 51–70 was 64,29%, and more than 70 years was 14,28%. Result based on sex shows that there was an equality of male and female. The percentage was 50%. The percentage of therapy class was the gastrointestinal tract drugs 40,48%, cardiovascular drugs 66,67 %, blood drugs 2,38%, inhalation tract drugs 23,81 %, central nerve system drugs 40,48%, infusion 83,33%, another drugs 16,67%, nutrient drugs 33,33%, analgesic drugs 83,33%, skeletal muscle and hinge drugs 30,95%, antidiabetic drugs 90,48%, and antiinfection drugs 100%. Identifying DRP related to the use of antibiotics yielded 4 DRP cases. One case of DRP could consist of some DRP. From those 4 cases of DRP there were 2 cases of the DRP needed for additional drug therapy, 2 cases included to DRP unnecessary drug therapy, 3 cases included to DRP wrong drug, 2 cases included to DRP adverse drug reaction, and 1 case included to DRP dose too high.

Key words : diabetic ulcer, antibiotics, Drug Related Problems (DRP)


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... PRAKATA ... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... INTISARI ...

ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I. PENGANTAR ... A. Latar Belakang Penelitian ... B. Rumusan Masalah ... C. Keaslian Penelitian ... D. Manfaat Penelitian ...

1. Manfaat teoritis ... 2. Manfaat praktis ... E. Tujuan Penelitian ...

ii iii iv v vi viii ix x xi xv xviii xix

1 1 4 4 6 6 6 6


(13)

1. Tujuan umum ... 2. Tujuan khusus ... BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... A. Diabetes Mellitus ... 1. Definisi dan tujuan terapi ... 2. Penggolongan DM ... 3. Diagnosis DM ... 4. Perawatan pasien DM ... B. Ulkus ... 1. Definisi dan epidemiologi ... 2. Infeksi ulkus DM ... 3. Faktor risiko amputasi alat gerak bawah ... 4. Penatalaksanaan ulkus DM ... C. Antibiotika ... 1. Definisi ... 2. Terapi antibiotika ... 3. Antibiotika ulkus DM ... D. Drug Related Problems (DRP) ... 1. Pengertian dan penggolongan DRP ... 2. Penyebab–penyebab DRP ... E. Keterangan Empiris ... BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... A. Jenis Penelitian ...

6 6 8 8 8 8 8 9 10 10 15 16 17 22 22 22 24 26 26 26 27 28 28


(14)

B. Definisi Operasional ... C. Subyek Penelitian ... D. Bahan Penelitian ... E. Lokasi Penelitian ... F. Tatacara Penelitian ... 1. Tahap perencanaan ... 2. Tahap analisis situasi ... 3. Tahap pengumpulan data ... 4. Tahap evaluasi data ... G. Analisis Hasil ... BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... A. Gambaran Umum ...

1. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan kelompok umur ... 2. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan jenis kelamin ... 3. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan komplikasi ... 4. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan penyakit penyerta ... B. Profil Pengobatan Pasien Ulkus Diabetes Mellitus ... 1. Obat saluran cerna ... 2. Obat darah ... 3. Obat kardiovaskular... 4. Obat saluran napas ... 5. Obat sistem saraf pusat ... 6. Infusi ...

28 30 30 30 30 30 31 31 32 32 34 34 34 35 36 36 37 38 38 39 40 40 41


(15)

7. Obat lain–lain (suplemen, metabolisme, vaksin, dan tetes mata) .... 8. Obat gizi ... 9. Obat analgesik ... 10. Obat otot skelet dan sendi ... 11. Obat antidiabetik ... 12. Obat antiinfeksi ... C. Drug Related Problems (DRP) ... D. Outcome Terapi Pasien Ulkus DM ... E. Rangkuman Pembahasan ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... A. Kesimpulan ... B. Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ... BIOGRAFI PENULIS ...

42 42 43 44 45 46 50 57 58 61 61 62 63 66 96


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman I.

II. III. IV. V.

VI.

VII.

VIII.

IX.

X.

Pembagian tingkat keparahan ulkus DM secara klinis ... Standar terapi antibiotika empirik pada pasien ulkus DM ... Standar terapi antibiotika berdasarkan kuman penginfeksi ...

Drug Related Problems (DRP) ... Persentase kelas terapi obat pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat saluran cerna pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat darah pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat kardiovaskular pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat saluran napas pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ...

24 25 25 27

37

38

39

39

40

41


(17)

XI.

XII.

XIII.

XIV.

XV.

XVI.

XVII.

XVIII.

XIX.

XX.

Golongan dan jenis larutan infusi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat lain–lain pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat gizi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat analgesik pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat otot skelet dan sendi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat antidiabetik pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Golongan dan jenis obat antiinfeksi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Persentase kultur dan sensitivitas tes pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Terapi antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat

41

42

43

44

44

45

46

48

49


(18)

XXI.

XXII.

XXIII.

XXIV.

XXV.

XXVI. XXVII. XXVIII. XXIX. XXX.

inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... Kesesuaian terapi antibiotika dengan standar terapi pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Evaluasi DRP pada kasus ulkus DM I di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Evaluasi DRP pada kasus ulkus DM II di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Evaluasi DRP pada kasus ulkus DM III di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Evaluasi DRP pada kasus ulkus DM IV di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ... Perlu terapi obat tambahan (need for additional drug therapy) Terapi obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy) ... Salah obat (wrong drug) ... Reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction) ... Dosis terlalu tinggi (dose too high) ...

49

50

51

52

53

54 55 55 56 56 57


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Bagan patogenesis ulkus DM ...

2. Timbunan lemak pada dinding pembuluh darah kaki ... 3. Kaki pasien DM yang mengalami ganggren ... 4. Amputasi alat gerak bawah pasien ulkus DM ... 5. Ulkus terinfeksi ... 6. Persentase kelompok umur pasien ulkus DM di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... 7. Persentase jenis kelamin pasien ulkus DM di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... 8. Persentase komplikasi pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... 9. Persentase penyakit penyerta pasien ulkus DM di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... 10. Persentase lama tinggal pasien ulkus DM di instalasi rawat inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 ... 11. Kondisi pasien ulkus DM keluar dari instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta periode 2005 setelah menjalani perawatan ... 11 13 14 15 16

34

35

36

37

57

58


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Surat ijin penelitian dari Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta ...

2. Data Rekam Medik Pasien Ulkus Diabetes Mellitus di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005 ... 3. Arti Lambang dan Singkatan ...

4. Penggolongan Obat Pasien Ulkus DM di Instalasi Rawat Inap Rumah

Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005 ... 66

67 91

92


(21)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh

kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal. Apabila tidak dikendalikan,

penyakit ini akan menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat berakibat fatal

termasuk amputasi pada penyakit kaki diabetes (Misnadiarly, 2001). Komplikasi

diabetes terdiri dari 2 jenis yaitu komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut

meliputi ketoasidosis diabetik, hiperosmolar nonketotik, dan hipoglikemia.

Komplikasi kronis yang terjadi antara lain makroangiopati yaitu penyakit pada

pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak atau

strok; mikroangiopati yaitu retinopati diabetik dan nefropati diabetik; neuropati;

dan rentan infeksi. Kaki diabetik terjadi akibat gabungan dari komplikasi kronis

pada pasien DM (Misnadiarly, 2001).

Diabetes merupakan penyebab utama amputasi alat gerak bawah. Kira-kira

14-24% pasien ulkus DM telah diamputasi (Anonim, 2006b). Risiko amputasi alat

gerak bawah 15-46 kali lebih tinggi pada pasien DM. Kejadian ulkus DM dapat

dicegah. Deteksi awal dan perawatan ulkus yang tepat dapat mencegah amputasi

sampai 85% (Armstrong & Lavery, 1998). Ulkus atau foot ulcer adalah kerusakan atau luka terbuka di kulit. Kira-kira 15% pasien DM mengalami ulkus di telapak

kaki yang tampak seperti lubang-lubang dangkal atau lubang-lubang dengan

warna, ukuran, dan kedalaman yang berbeda-beda (Anonim, 2005b).


(22)

Terbentuknya ulkus disebabkan oleh berbagai faktor seperti kehilangan rasa di

kaki disebabkan oleh neuropati, sirkulasi darah yang tidak baik di kaki, kelainan

bentuk kaki, adanya gangguan kulit yang disebabkan oleh gesekan atau tekanan,

dan luka pada kaki (Anonim, 2006b).

Penderita DM selama beberapa tahun dapat mengalami neuropati yaitu

berkurangnya atau hilangnya rasa di kaki secara menyeluruh karena kerusakan

saraf. Kerusakan saraf diakibatkan oleh tingginya kadar glukosa darah dalam

jangka waktu lama. Keadaan ini sering terjadi tanpa rasa sakit dan kadang-kadang

tidak disadari sebagai penyebab ulkus. Penyakit pembuluh darah dapat

memperparah ulkus, mengurangi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan luka,

dan meningkatkan risiko infeksi. Tingginya kadar glukosa darah mengurangi

kemampuan tubuh menyingkirkan penyebab infeksi dan memperlambat

penyembuhan (Anonim, 2006b).

Ulkus yang terbuka dan tidak dirawat mempunyai risiko infeksi lebih

besar. Infeksi dapat terjadi karena luka terbuka pada kaki memudahkan bakteri

masuk, tumbuh, dan menyebar. Tanda-tanda ulkus yang terinfeksi meliputi merah,

bengkak, luka semakin mengering, glukosa darah meningkat secara tiba-tiba,

demam, dan rasa kelelahan. Rasa sakit kemungkinan tidak terjadi karena

neuropati (Kalla, 2006).

Perawatan ulkus dapat dilakukan dengan mengurangi tekanan pada kulit

misalnya menggunakan sepatu longgar, pembalutan, dan perawatan luka.

Pembedahan dan antibiotika penting untuk ulkus terinfeksi. Antibiotika


(23)

(cit., Juwono & Prayitno, 2003), biaya antibiotika dapat mencapai 50% anggaran

obat di rumah sakit. Terapi antibiotika yang tepat penting untuk mengatasi infeksi

dan mencegah amputasi (Shea, 1999). Namun penggunaan antibiotika yang tidak

tepat dapat menyebabkan kekebalan mikroba dan efek obat yang tidak

dikehendaki. Penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien

ulkus DM dan mengidentifikasi Drug Related Problems (DRP) yang terjadi. Pasien ulkus DM dalam penelitian ini adalah yang menjalani rawat inap di

RSPR Yogyakarta selama tahun 2005. Panti Rapih merupakan salah satu rumah

sakit swasta Katolik cukup besar terdiri dari berbagai kelas rawat inap mulai kelas

1, 2, 3, dan VIP dengan jumlah pasien cukup banyak dari berbagai golongan

masyarakat. Visi RSPR Yogyakarta yaitu sebagai rumah sakit yang siap melayani

selama 24 jam, mampu menerima rujukan dari rumah sakit lain di sekitarnya yang

memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja dengan

memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional dan penuh kasih

dalam suasana syukur kepada Tuhan. Selain itu, RSPR Yogyakarta juga

memberikan bimbingan medik, keperawatan, dan nonmedik kepada rumah sakit

lain yang membutuhkan. Misi RSPR Yogyakarta menyelenggarakan pelayanan

kesehatan yang holistik atau menyeluruh meliputi aspek biologis, psikologis,

sosial, spiritual, dan intelektual secara ramah (R), adil (A), profesional (P), ikhlas

(I), dan hormat (H) dalam semangat iman Katolik yang gigih membela hak hidup

insani dan berpihak kepada yang berkekurangan (Anonim, 1998). Unit Rekam


(24)

yang menjalani rawat inap dengan berbagai komplikasi. Dari 568 pasien DM

tersebut terdapat 38 pasien ulkus DM dengan jumlah kasus sebesar 42 kasus.

B. Rumusan Masalah

1. Seperti apakah profil pasien ulkus DM yang meliputi kelompok umur, jenis

kelamin, komplikasi, dan penyakit penyerta?

2. Seperti apakah profil pengobatan yang digunakan pasien ulkus DM meliputi

kelas terapi obat, golongan obat, dan jenis obat?

3. Apakah antibiotika yang digunakan pasien ulkus DM sudah rasional atau

terdapat Drug Related Problems (DRP) meliputi perlu terapi obat tambahan (need for additional drug therapy), terapi obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), salah obat (wrong drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction), dosis terlalu tinggi (dosage too high), dan ketidaktaatan pasien menggunakan obat (uncompliance)?

4. Seperti apakah outcome (dampak) terapinya meliputi lama tinggal di rumah sakit (length of stay), pasien keluar dari rumah sakit sudah sembuh, pulang paksa (atas permintaan sendiri), rawat jalan, semakin parah, atau meninggal?

C. Keaslian Penelitian

Damayanti (2000) telah melakukan penelitian dengan judul “Gambaran

Penggunaan Obat pada Penderita Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Inap


(25)

yang meneliti jenis DM, komplikasi penyakit DM, rata-rata jumlah obat, golongan

obat, dan cara pemberian obat. Penelitian yang lain berjudul “Gambaran

Peresepan Obat pada Pasien DM Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2001-2002” oleh Triastuti (2004) yang meneliti

kasus DM tipe 2 (bukan keseluruhan kasus DM di rumah sakit) serta

mengikutsertakan seluruh obat yang ada dalam peresepan.

Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Hardiknastuti (2006) dengan

judul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Hiperglikemia dan Hipoglikemia pada

Pasien DM di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Tahun 2005”. Penelitian

yang lain berjudul “Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Pasien Diabetes Mellitus

dengan Komplikasi Dislipidemia di Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta

Tahun 2005” oleh Priyani (2006). Penelitian yang telah dilakukan oleh

Retnari (2006) juga mengevaluasi terapi pasien DM berjudul “Evaluasi

Penatalaksanaan Terapi Komplikasi Nefropati pada Kasus Diabetes Mellitus di

Instalasi Rawat Inap RSPR Yogyakarta Periode 2005”.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian evaluasi

penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta periode 2005 belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini

dengan sebelumnya penelitian ini mengevaluasi penggunaan antibiotika dan

mengidentifikasi Drug Related Problems (DRP) yang terjadi terkait dengan penggunaan antibiotika. Subyek penelitian ini adalah pasien ulkus DM bukan


(26)

D. Manfaat Penelitian 1.Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi

mengenai evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi

rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi menuju

penggunaan antibiotika yang rasional pada pasien ulkus DM di RSPR Yogyakarta

dan sebagai dasar dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan khususnya bagi

pasien DM di rumah sakit tersebut.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk mengevaluasi

penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR

Yogyakarta periode 2005.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui profil pasien ulkus DM yang meliputi kelompok umur, jenis

kelamin, komplikasi, dan penyakit penyerta.

b. Mengetahui profil pengobatan yang digunakan pasien ulkus DM meliputi kelas

terapi obat, golongan obat, dan jenis obat.

c. Mengetahui antibiotika yang digunakan pasien ulkus DM sudah rasional atau


(27)

(need for additional drug therapy), terapi obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy), salah obat (wrong drug), dosis terlalu rendah (dosage too low), reaksi obat yang merugikan (adverse drug reaction), dosis terlalu tinggi (dosage too high), dan ketidaktaatan pasien menggunakan obat (uncompliance).

d. Mengetahui outcome (dampak) terapinya meliputi lama tinggal di rumah sakit (length of stay), pasien keluar dari rumah sakit sudah sembuh, pulang paksa (atas permintaan sendiri), rawat jalan, semakin parah, atau meninggal.


(28)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus 1. Definisi dan tujuan terapi

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik

terhambatnya aksi insulin, sekresi insulin yang tidak mencukupi, atau keduanya.

Manifestasi klinik penyakit ini adalah hiperglikemia. Diabetes mellitus

dihubungkan dengan ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein. Tujuan terapi DM adalah mengurangi gejala hiperglikemia, mengurangi

muncul dan berkembangnya komplikasi seperti retinopati, nefropati, dan

neuropati, terapi intensif kardiovaskular sebagai faktor risiko, dan memperbaiki

kuantitas dan kualitas hidup pasien (Triplitt, Reasner, & Isley, 2005).

2. Penggolongan DM

Pasien DM digolongkan ke dalam 1 dari 2 kategori besar yaitu DM tipe 1

disebabkan kekurangan insulin secara absolut yaitu sel beta pankreas tidak

mampu memproduksi insulin sama sekali atau DM tipe 2 yang disebabkan oleh

sekresi insulin yang tidak mencukupi. Diabetes mellitus yang timbul pada wanita

selama kehamilan disebut gestational diabetes. Tipe DM yang lain disebabkan

oleh infeksi, endokrinopati, dan rusaknya kelenjar pankreas (Triplitt, et al., 2005).

3. Diagnosis DM

Diagnosis diabetes dibuat menjadi 3 standar yaitu kadar glukosa darah

puasa lebih besar atau sama dengan 126 mg/dl, nilai dari 75 g tes toleransi


(29)

glukosa oral setelah 2 jam lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl, atau kadar

glukosa darah sewaktu lebih besar atau sama dengan 200 mg/dl disertai

gejala-gejala diabetes yaitu poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan (Triplitt, et al., 2005). Keluhan lain yang juga dirasakan pasien untuk penegakan diagnosis klinis DM antara lain kesemutan, gatal-gatal, dan mata kabur

(Misnadiarly, 2001).

Sindrom prediabetes terjadi apabila pasien kehilangan kemampuan

mengatur insulin secara efektif. Sindrom prediabetes juga dapat diketahui apabila

terdapat gejala-gejala seperti peningkatan berat badan, tekanan darah, dan

kolesterol darah yang tinggi. Kontrol diabetes sehingga mencapai kadar glukosa

darah stabil penting untuk menghindari komplikasi-komplikasi buruk dan

proses-proses akhir diabetes seperti penyakit jantung koroner, obesitas, atau penyakit

ginjal yang memerlukan dialisis atau cuci darah. Beberapa klinik menggunakan

kadar glukosa darah puasa 90 mg/dl atau lebih dari 5,0 mmol/l sebagai penanda

risiko terjadinya penyakit jantung koroner (Anonim, 2005a). Faktor genetik,

terutama orang yang mempunyai riwayat keluarga DM, membuat seseorang lebih

mudah menderita DM tipe 2. Sebagian besar DM terjadi pada usia pertengahan

sampai 50 tahunan apabila tidak melakukan gaya hidup sehat (Anonim, 2005a).

4. Perawatan pasien DM

Perawatan utama diabetes dimaksudkan untuk mencapai kadar glukosa

darah normal dan stabil. Hal ini dapat dicapai apabila pasien membatasi segala

makanan yang digoreng, buah-buahan, kentang, dan terutama hasil olahan


(30)

meningkatkan kadar glukosa darah (Anonim, 2005a). Pasien sebaiknya makan

dengan porsi sedikit tetapi sering, mengkonsumsi daging yang aman seperti ikan

dan ayam, mengkonsumsi sayuran-sayuran seperti brokoli, asparagus, dan rutin

melakukan olahraga. Faktanya, 9 dari 10 kasus diabetes tipe 2 dapat dicegah jika

seseorang mengkonsumsi makanan yang sehat, melakukan olahraga secara rutin,

berhenti merokok, dan melakukan pola hidup sehat yang lain (Anonim, 2005a).

Terapi medis tidak tepat jika hanya ditujukan untuk mengontrol glukosa

darah. Obat-obatan yang digunakan diharapkan dapat mencegah krisis diabetes

yang disebabkan oleh kadar glukosa darah yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Proses penyakit mendasar, yang diakibatkan oleh tingginya kadar glukosa darah

yang tersimpan di dalam tubuh pasien, seringkali diabaikan oleh para tenaga

kesehatan. Apabila seorang penderita diabetes terlambat untuk memeriksakan dan

merawat kondisinya maka sesegera mungkin orang tersebut dapat mengalami

ulkus. Oleh karena itu, kontrol glukosa darah dan perawatan yang baik perlu

dilakukan oleh penderita DM (Anonim, 2005a).

B. Ulkus 1. Definisi dan epidemiologi

Ulkus DM adalah adanya tukak, borok atau kerusakan jaringan dalam

berhubungan dengan kelainan saraf dan pembuluh darah yang diakibatkan oleh

DM pada tungkai bawah pasien DM. Masalah yang timbul pada kaki penderita

diabetes ini diakibatkan oleh gangguan atau kerusakan pada saraf, gangguan atau


(31)

terjadi di telapak kaki kira-kira 15% pasien DM (Anonim, 2006b). Ulkus atau foot ulcer ini merupakan kerusakan atau perubahan yang terjadi di kulit. Jika hal ini terjadi, bakteri mudah masuk melalui kaki kemudian akan tumbuh, menyebar, dan

dapat menyebabkan infeksi. Semakin lama ulkus tetap terbuka dan tidak dirawat

maka semakin besar risiko terkena infeksi (Kalla, 2006). Patogenesis ulkus DM

disajikan dalam bagan berikut.

Pasien DM ↓

Hiperglikemia ↓

Abnormalitas trombosit (reaktivitas bertambah) ↓

Tingginya agregasi sel darah merah ↓

Sirkulasi darah menjadi lambat terutama pada tungkai bawah (kaki) ↓

Mempermudah terbentuknya trombus pada dinding arteri ↓

Gangguan sirkulasi darah ↓

Mengurangi pasokan oksigen pada serabut saraf ↓

Degenerasi serabut saraf ↓

Neuropati ↓

Jika ada luka sekecil apapun dapat timbul ulkus ↓

Dapat berkembang menjadi nekrosis atau ganggren ↓

Jika sulit diatasi diperlukan tindakan amputasi

Gambar 1. Bagan patogenesis ulkus DM (Misnadiarly, 2001)

Lima puluh persen kasus ulkus atau ganggren diabetes akan mengalami

infeksi akibat adanya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembangnya


(32)

anaerob karena organ yang terinfeksi kekurangan pasokan oksigen akibat

berkurangnya aliran darah. Bakteri anaerob mempunyai peran sangat besar untuk

menimbulkan infeksi dan ganggren karena bekerja secara sinergis dalam

pembentukan gas kemudian menjadi gas ganggren (Misnadiarly, 2001).

Ulkus disebabkan oleh tekanan berlebihan di kulit atau gesekan antara

kulit dengan benda-benda seperti saat memakai sepatu yang sempit karena

ukurannya terlalu kecil, berjalan tanpa menggunakan alas kaki, atau menapak

sesuatu yang tajam. Tanda awal ulkus adalah melepuh (Kalla, 2006). Kombinasi

berbagai faktor seperti hilangnya rasa di kaki karena sirkulasi darah yang tidak

baik, kelainan bentuk pada kaki, adanya gangguan pada kulit seperti gesekan atau

tekanan, dan luka berat yang terjadi pada penderita DM juga dapat menimbulkan

ulkus (Anonim, 2006b). Pasien diabetes yang sebelumnya mempunyai riwayat

ulkus atau amputasi mempunyai peningkatan risiko terjadinya ulkus lebih lanjut,

infeksi, dan amputasi berikutnya. Perubahan kondisi kaki seperti terjadinya ulkus,

kelainan bentuk, atau amputasi menyebabkan ketidaknormalan tekanan pada kaki

dan dapat mengakibatkan timbulnya ulkus baru (Armstrong & Lavery, 1998).

Kira-kira 80% ulkus terjadi di kaki yang kehilangan rasa atau sensasi.

Ulkus ini timbul seperti lubang-lubang yang dangkal atau lubang-lubang dengan

warna, ukuran, dan kedalaman yang berbeda-beda. Keadaan luka ini sangat sulit

untuk disembuhkan sehingga dapat dilakukan amputasi. Luka ini mungkin juga

terasa sakit yang luar biasa dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan bau yang


(33)

terkadang berbau ini mengakibatkan pasien yang menderita ulkus enggan bergaul

karena takut mengganggu orang-orang di sekelilingnya (Kalla, 2006).

Faktor pendukung terjadinya ganggren, 95% dari seluruh kasus ganggren,

adalah atheroskeloris yang sebagian besar terjadi karena penyakit pembuluh darah

perifer dan penyakit penyumbatan arteri atau trombus pada alat gerak bawah

(Anonim, 2005b). Penyakit pembuluh darah perifer, yang terjadi pada 50% pasien

diabetes, menyebabkan penyempitan arteri yang memasok darah ke kaki. Keadaan

ini berangsur-angsur dapat mengakibatkan terbentuknya lapisan lemak pada

dinding pembuluh darah yang disebut atherosklerosis. Timbunan lemak ini akan

menyumbat jaringan–jaringan dan pembuluh-pembuluh darah kecil yang dekat

dengan perifer pada sistem sirkulasi sehingga aliran darah ke kaki dan telapak

kaki akan terganggu. Kondisi ini akan memperparah ulkus dan dapat

mengakibatkan ganggren (Anonim, 2005a).

Gambar 2. Timbunan lemak pada dinding pembuluh darah kaki (Anonim, 2005a)

Ganggren disebabkan oleh pengurangan secara berangsur-angsur pasokan


(34)

jari-jari kaki (Anonim, 2005b). Pada tahap awal, ganggren menyebabkan beberapa

jari kaki tumpul dan terasa sakit. Daerah sekitar yang terpengaruh terasa sakit

sekali jika disentuh atau ditekan kemudian menjadi dingin, kering, dan berkerut.

Tahap selanjutnya kulit secara berangsur-angsur berubah warna menjadi coklat

tua lalu biru keungu-unguan gelap kemudian hitam sama sekali akibat

pembentukan besi sulfida dari hemoglobin yang membusuk (Anonim, 2005b).

Kaki pasien DM yang mengalami ganggren disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 3. Kaki pasien DM yang mengalami ganggren (Anonim, 2005b)

Diabetes menjadi penyebab utama amputasi alat gerak bawah. Kira-kira

14-24% pasien ulkus DM telah diamputasi (Anonim, 2006b). Risiko amputasi alat

gerak bawah 15-46 kali lebih tinggi pada pasien DM. Deteksi dini dan perawatan

ulkus yang tepat mencegah amputasi sampai 85% (Armstrong & Lavery, 1998).

Banyak penderita diabetes mempunyai penyakit arteri yang mengurangi aliran


(35)

tersebut mempermudah ulkus dan infeksi yang dapat mengakibatkan amputasi.

Kebanyakan amputasi dicegah dengan perawatan teratur dan menggunakan alas

kaki sesuai untuk mengurangi gesekan dan tekanan pada kaki (Anonim, 2006c).

Masalah pada kaki kebanyakan terjadi apabila terdapat kerusakan saraf

yang mengakibatkan hilangnya rasa pada kaki. Kerusakan saraf mengakibatkan

rasa sakit, panas, dan dingin pada luka menjadi tidak terasa. Hilangnya rasa pada

kaki kadang-kadang juga mengakibatkan seseorang tidak mengetahui adanya

luka. Luka lama-kelamaan melepuh dan seseorang tetap tidak akan merasakan.

Kemungkinan luka terus terbuka dan akhirnya terinfeksi (Anonim, 2006c). Infeksi

yang menjalar sampai ke tulang dapat mengakibatkan amputasi. Gambar amputasi

alat gerak bawah pada pasien ulkus DM disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 4. Amputasi alat gerak bawah pasien ulkus DM (Anonim, 2005b) 2. Infeksi ulkus DM

Perawatan ulkus sesegera mungkin sangat penting karena semakin lama


(36)

bakteri masuk kaki melalui kulit yang luka. Bakteri tersebut akan tumbuh dan

menyebar di dalam darah dan mengakibatkan infeksi. Pada kasus-kasus berat

infeksi dapat menjalar sampai kaki bagian atas bukan hanya telapak kaki.

Tanda-tanda ulkus terinfeksi meliputi merah, bengkak, luka semakin mengering,

peningkatan gula darah secara tiba-tiba, demam, dan kelelahan. Rasa sakit

mungkin tidak terasa oleh karena neuropati (Kalla, 2006). Ulkus semakin cepat

sembuh apabila tidak terinfeksi (Anonim, 2006b). Ulkus pasien DM yang

terinfeksi disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 5. Ulkus terinfeksi (Anonim, 2005b)

3. Faktor risiko amputasi alat gerak bawah

Ulkus disebabkan oleh berbagai faktor dan dapat mengakibatkan amputasi.

Beberapa faktor risiko amputasi alat gerak bawah pada ulkus DM dirinci sebagai

berikut.

a. Neuropati perifer mengakibatkan hilangnya rasa pada kaki dan juga


(37)

b. Ketidakcukupan aliran darah arteri.

c. Kelainan bentuk kaki dan pembentukan kalus pada daerah yang sering

mendapatkan tekanan.

d. Kegemukan yang mengakibatkan terbatasnya gerakan.

e. Tidak baiknya kontrol glukosa darah yang mengganggu penyembuhan luka.

f. Alas kaki yang tidak baik mengakibatkan kerusakan kulit karena tidak dapat

melindungi kulit dari tekanan dan gesekan.

g. Riwayat ulkus atau amputasi alat gerak bawah (Armstrong & Lavery, 1998).

4. Penatalaksanaan ulkus DM

Outcome atau dampak terapi yang diharapkan adalah sembuh. Semakin cepat sembuh memperkecil kemungkinan terjadinya infeksi. Ulkus pada pasien

diabetes harus dirawat. Tujuan perawatan ulkus DM yaitu mengurangi risiko

infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup pasien, dan

mengurangi biaya perawatan kesehatan (Anonim, 2006b).

Sasaran terapi ulkus DM adalah kuman penginfeksi. Infeksi biasanya

disebabkan oleh Staphylococcus aureus, bakteri Gram–negatif aerob seperti

Enterobacter sp., Escherichia coli, Klebsiella sp., Proteus mirabilis,

Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri anaerob seperti Peptostreptococcus

(Guglielmo, 2001). Kuman penginfeksi dan antibiotika yang sensitif terhadap

kuman penginfeksi tersebut dapat diketahui dengan kultur dan sensitivitas tes.

Strategi terapi dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan farmakologis.


(38)

a. Periksa kondisi telapak kaki dengan mencari perubahan apapun dan atau

kerusakan kulit seperti merah, bengkak, keretakan kulit, luka-luka, perdarahan,

gatal, atau mati rasa. Perubahan apapun di telapak kaki menjadi tahap awal

yang kemungkinan besar dapat menjadi berat.

b. Jaga telapak kaki selalu bersih. Cuci dengan sabun dan air hangat setiap hari

untuk menjaga kebersihan telapak kaki. Jangan merendam telapak kaki terlalu

lama. Pastikan air yang digunakan untuk membasuh telapak kaki tidak panas

tetapi hangat. Caranya yaitu dengan mengecek menggunakan siku tetapi

jangan menggunakan tangan dan telapak kaki karena perbedaan temperaturnya

tidak dapat dirasakan dengan tepat.

c. Berikan perlakuan yang halus pada kulit. Sepertiga dari seluruh penderita DM

menderita kekeringan kulit pada telapak kaki. Perlu diberikan pelembab setiap

hari pada telapak kaki untuk mencegah kekeringan dan pecah-pecah kulit

karena kerusakan kulit dapat menjadi masalah serius. Jika sangat kering maka

berikan perawatan yang lebih khusus pada kulit.

d. Hindari panas. Jangan menggunakan alas pemanas atau botol yang berisi air

panas pada kaki atau telapak kaki untuk alasan apapun.

e. Selalu mengenakan pakaian longgar. Jika terdapat masalah sirkulasi darah

maka hindari menyilangkan kedua kaki dan jangan gunakan kaos kaki yang

terlalu kencang atau pakaian yang dapat membatasi aliran darah menuju


(39)

f. Dengarkan saran ahli kesehatan. Pastikan selalu konsultasi dengan ahli

kesehatan dan jangan melakukan pengobatan apapun pada telapak kaki

sebelum konsultasi dengan ahli kesehatan yang berkompeten.

g. Hati-hati dengan alat-alat tajam. Jangan memotong sendiri kalus-kalus pada

telapak kaki tanpa pertolongan petugas kesehatan karena dapat memicu

infeksi. Terjadinya infeksi harus dihindari pada pasien DM karena dapat

mengakibatkan komplikasi yang semakin berat.

h. Pelihara berat badan yang sesuai. Jika perlu kurangi berat badan. Hal ini tidak

hanya mengontrol diabetes tetapi juga mengurangi tekanan pada telapak kaki.

i. Jaga kondisi telapak kaki. Jangan berjalan tanpa menggunakan alas kaki.

Sebelum menggunakan sepatu, periksa dan pastikan tidak ada kerikil atau

permukaan kasar di dalam sepatu. Pastikan kaos kaki yang akan digunakan

tidak ada lipatan kasar atau daerah yang ditambal. Segala sesuatunya harus

benar-benar pas dan nyaman (Kalla, 2006).

Terapi farmakologis dilakukan dengan pemberian antibiotika dan tindakan

pembedahan luka atau amputasi. Antibiotika dan pembedahan penting untuk ulkus

terinfeksi. Perawatan pasien rawat jalan dilakukan dengan merawat dan

membersihkan luka, kultur kuman, dan pemberian antibiotika oral kemudian

dievaluasi dalam tiga sampai lima hari. Perawatan pasien rawat inap dilakukan

dengan pembedahan, kultur darah dan luka selanjutnya pemberian antibiotika

empirik sebagai permulaan (Lipsky, et al., 2004). Pengobatan ulkus dimulai dengan mengenal dan menghilangkan penyebab (Kalla, 2006).


(40)

Faktor-faktor penting perawatan ulkus DM adalah mencegah infeksi,

menghindari tekanan pada ulkus, membersihkan jaringan dan kulit mati atau

debridemen, melakukan pengobatan atau pembalutan luka, dan mengatur kadar

glukosa darah agar tidak terlalu tinggi (Anonim, 2006b). Perawatan dan

pembalutan luka juga penting untuk mencegah infeksi. Jenis-jenis perawatan dan

pembalutan tergantung tingkat keparahan ulkus. Sebagian besar ulkus keadaannya

semakin baik dengan pengurangan tekanan dan pembalutan luka (Kalla, 2006).

Debridemen merupakan tahap awal evaluasi ulkus. Debridemen

menghilangkan semua jaringan nekrosis dan kalus yang ada di sekeliling ulkus

sampai dinyatakan sehat dan tidak terjadi perdarahan lagi di tepi luka. Sesudah

debridemen sebaiknya ulkus diperiksa untuk menentukan keterlibatan

struktur-struktur mendasar seperti tendon, tulang atau tulang sendi. Keterlibatan

struktur-struktur mendasar, ada tidaknya iskhemia dan infeksi harus ditentukan

sebelum dilakukan penggolongan kondisi klinis pasien yang tepat untuk membuat

rencana perawatan yang akan dilaksanakan (Armstrong & Lavery, 1998).

Tanpa memperhatikan perawatan, terdapat beberapa ulkus yang tidak

dapat sembuh. Ulkus diabetes seringkali lambat sembuh. Salah satu penyebabnya

adalah protein-protein yang menyembuhkan luka atau faktor-faktor pertumbuhan

rusak. Faktor-faktor pertumbuhan ini adalah protein-protein yang memegang

peranan penting dalam proses penyembuhan luka. Tidak berfungsinya

faktor-faktor pertumbuhan menyebabkan ulkus tidak dapat sembuh (Kalla, 2006).

Obat pilihan infeksi ulkus DM adalah seftriakson yaitu obat golongan


(41)

bakteri. Indikasi antibiotika ini untuk infeksi kulit, struktur kulit, bakteri Gram

positif, Gram negatif, infeksi tulang, dan tulang sendi (Lacy, Armstrong,

Goldman, dan Lance, 2003). Dosis dan aturan pakai pasien dewasa diberikan

secara injeksi intramuskuler dalam, bolus intravena atau infus 1 g/hari dalam dosis

tunggal. Pada infeksi berat diberikan 2–4 g/hari dosis tunggal. Dosis lebih dari 1 g

harus diberikan pada dua tempat atau lebih. Untuk profilaksis bedah diberikan 1 g

dosis tunggal (Anonim, 2000). Efek samping yang mungkin timbul adalah diare

dan kolitis pada penggunaan dosis tinggi (Anonim, 2000). Selain itu, dapat juga

mengakibatkan gangguan darah seperti eosinofilia, trombositosis, dan leukopenia

(Lacy, et al., 2003). Kontraindikasi adalah pasien yang hipersensitif terhadap sefalosporin dan antibiotika beta laktam lainnya. Interaksi obatnya yaitu dengan

aminoglikosida menghasilkan aktivitas antibakteri yang sinergis namun

meningkatkan potensi nefrotoksik. Seftriakson dengan probenesid dosis tinggi

dapat mengurangi klirens. Tindakan pencegahan atau peringatannya yaitu kurangi

dosis pada pasien dengan kerusakan ginjal berat, memperpanjang penggunaan

pada superinfeksi, gunakan dengan hati–hati pada pasien yang mempunyai

riwayat alergi penisilin, dan dapat menyebabkan kolitis (Lacy, et al., 2003).

Infeksi pada penderita DM adalah multibakteri yaitu disebabkan oleh

bakteri Gram negatif, Gram positif, bakteri anaerob, stafilokokus, dan

streptokokus. Bakteri–bakteri penyebab infeksi tersebut dapat membentuk toksin

yang dapat menyebabkan trombus pada arteri jari kaki sehingga memperparah


(42)

siprofloksasin yaitu obat golongan kuinolon. Terapi ini cukup berhasil

(Misnadiarly, 2001).

Terdapat beberapa obat selain antibiotika yang perlu diberikan pada pasien

ulkus DM. Beberapa obat lain yang biasa digunakan oleh pasien untuk

mempercepat penyembuhan ulkus DM antara lain insulin, neurotropik, kompres

luka, obat antitrombosit (cilostazol atau pletaal), neurontin, dan oksoferin solution

untuk terapi lokal (Misnadiarly, 2001).

C. Antibiotika 1. Definisi

Antibiotika adalah obat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan

bakteri dan merupakan salah satu antimikroba selain obat antivirus, antijamur, dan

antiparasit. Antibiotika relatif tidak berbahaya bagi manusia dan digunakan untuk

mengobati infeksi. Semula antibiotika hanya berasal dari organisme hidup tetapi

sekarang terdapat antimikroba sintesis. Beberapa antibiotika berasal dari jamur

misalnya golongan penisilin. Antibiotika umumnya molekul–molekul kecil

dengan berat molekul kurang dari 2000 (Anonim, 2006a).

2. Terapi antibiotika

Antibiotika umumnya diresepkan untuk lima sampai tujuh hari. Secara

umum terapi dihentikan tiga hari setelah gejala-gejala infeksi hilang. Pemantauan

dini tiga hari setelah permulaan terapi penting untuk menentukan tepat atau

tidaknya pemberian antibiotika. Jika pemberian antibiotika tepat maka pengobatan


(43)

atau penurunan pengobatan antibiotika. Peningkatan pengobatan dilakukan

dengan beralih dari pengobatan oral ke parenteral, menaikkan dosis, atau beralih

ke antibiotika dengan spektrum yang lebih luas. Penurunan pengobatan dilakukan

dengan beralih dari pengobatan parenteral ke oral, menurunkan dosis, atau beralih

ke antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit dan spesifik. Pengobatan

antibiotika dihentikan apabila infeksi sembuh yaitu tujuan pengobatan telah

dicapai atau bila diagnosisnya berubah (Juwono & Prayitno, 2003).

Kombinasi antibiotika dapat digunakan pada berbagai keadaan seperti

pengobatan permulaan pada pasien dengan infeksi berat, infeksi polimikroba,

mencegah resistensi mikroorganisme, mengurangi toksisitas yang berkaitan

dengan dosis, dan untuk mendapatkan efek sinergistik. Antibiotika yang dipilih

harus berdasarkan pola kepekaan kuman, pengalaman klinis, tempat aksi,

toksisitas, dan harga. Akibat merugikan yang mungkin timbul perlu diperhatikan

pada terapi kombinasi seperti antagonisme, meningkatnya efek samping,

superinfeksi, dan kenaikan biaya (Juwono & Prayitno, 2003).

Keberhasilan terapi antibiotika dilihat dari kondisi klinis pasien dan hasil

uji laboratorium. Kondisi klinis pasien ditandai dengan menurunnya suhu badan,

berkurangnya nyeri, berkurangnya warna merah, berkurangnya pembengkakan

pada tempat infeksi, sputum menjadi jernih, dan air kemih menjadi tidak keruh

atau tidak bau (Juwono & Prayitno, 2003). Hasil uji hematologi menunjukkan

jumlah leukosit dan laju endap darah (LED) menurun. C reactive protein menurun terlihat dari hasil uji biokimia. Hasil uji mikroskopis tidak tampak kuman pada


(44)

membaik (Juwono & Prayitno, 2003). Sebab-sebab kegagalan terapi antibiotika

adalah mikroorganisme penyebab infeksi resisten terhadap antibiotika yang

digunakan, salah diagnosis, pemilihan antibiotika benar tetapi dosis atau rute

pemberiannya salah, antibiotika tidak dapat mencapai tempat infeksi, adanya

timbunan pus yang harus dikeluarkan dengan pembedahan, adanya benda asing

atau jaringan nekrotik yang harus disingkirkan, adanya infeksi sekunder, demam

yang diakibatkan oleh penggunaan antibiotika, dan pasien tidak mematuhi

pengobatan (Juwono & Prayitno, 2003).

3. Antibiotika ulkus DM

Pemberian antibiotika untuk penanganan infeksi agar lebih tepat dan

efisien sebaiknya berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi yang lengkap dan

ditunjang dengan suatu penelitian terkait dengan obat–obatan vaskular

(Misnadiarly, 2001). Antibiotika empirik biasanya diberikan sebagai permulaan

terapi sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas tes. Terapi empirik juga

diberikan apabila kultur dan sensitivitas tes tidak dilakukan. Penggolongan tingkat

keparahan ulkus DM secara klinis berdasarkan diagnosis and treatment of diabetic foot infections disajikan dalam tabel berikut.

Tabel I. Pembagian tingkat keparahan ulkus DM secara klinis

Tingkat keparahan Keterangan

Tidak terinfeksi Tidak ada tanda-tanda peradangan.

Ringan Terjadi nanah, kemerahan, sakit, nyeri, dan panas atau hangat. Cellulitis ≤ 2 cm di luar ulkus.

Sedang Cellulitis > 2 cm, abses yang dalam, ganggren, melibatkan otot, tulang, atau tulang sendi.

Berat

Terjadi toksisitas sistemik atau ketidakstabilan metabolisme, demam, kekacauan atau kebingungan, takikardi, dan

hiperglikemia.


(45)

Terapi empirik berdasarkan kondisi klinis dan hasil laboratorium pasien

yaitu lekosit, limfosit, monosit, dan neutropil nilainya melebihi normal. Terapi

absolut diberikan berdasarkan kultur dan sensitivitas tes.

Tabel II. Standar terapi antibiotika empirik pada pasien ulkus DM No. Kondisi klinis Pilihan antibiotika empirik

1. Ringan

Oral: doksisiklin / klindamisin /sefaleksin / trimetoprim–sulfametoksasol (TMP–SMX) / amoksisilin /

amoksisilin–asam klavulanat / levofloksasin Oral atau parenteral: TMP–SMX / ampisilin–sulbaktam /

levofloksasin

2. Sedang Parenteral: sefoksitin / seftriakson / sefuroksim / sefuroksim + metronidazol / tikarsilin / tikarsilin–asam klavulanat /

piperasilin / piperasilin–tazobactam 3. Berat

Parenteral: piperasilin–tazobactam /

levofloksasin + klindamisin / siprofloksasin + klindamisin / imipenem / vankomisin / seftazidim / vankomisin + metronidazol /

seftazidim + metronidazol

(Lipsky, et al., 2004)

Tabel III. Standar terapi antibiotika berdasarkan kuman penginfeksi Mikroorganisme Antibiotika pilihan pertama Antibiotika pilihan lain

cefazolin vankomisin klindamisin

Staphylococcus aureus

nafcillin

trimetoprim – sulfametoksasol kuinolon

imipenem

Enterobacter trimetoprim – sulfametoksasol

gentamisin

sefalosporin generasi satu atau dua

Escherichia coli sefalosporin generasi ketiga

gentamisin

sefalosporin generasi satu atau dua gentamisin

Klebsiella sp. sefalosporin generasi ketiga

trimetoprim – sulfametoksasol sefalosporin generasi satu

Proteus mirabilis ampisilin

trimetoprim – sulfametoksasol penisilin antipseudomonas kuinolon

penisilin antipseudomonas + aminoglikosida

kuinolon + aminoglikosida penisilin antipseudomonas +

kuinolon

imipenem seftazidim imipenem + aminoglikosida seftazidim + aminoglikosida

Pseudomonas aeruginosa

seftazidim + kuinolon

klindamisin

Peptostreptococcus penisilin

sefalosporin


(46)

D. Drug Related Problems (DRP) 1. Pengertian dan penggolongan DRP

Drug Related Problems adalah kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien selama terapi obat dan mengganggu outcome yang diharapkan. Drug Related Problems sering terjadi pada penggunaan obat dalam praktek klinis. Permasalahan penggunaan obat ini dapat mengakibatkan terapi menjadi tidak

rasional dan sering menimbulkan permasalahan bagi pasien. Farmasis seharusnya

dapat mengenali, mencegah, dan mengatasi tujuh macam DRP yang dapat terjadi

pada pasien-pasien tersebut (Cipolle, Strand, & Morley, 1998).

Drug Related Problems digolongkan menjadi tujuh kategori. Penggolongan ini penting untuk mengenali masalah-masalah terapi obat dan

untuk memberikan penilaian secara umum mengenai permasalahan-permasalahan

terapi obat yang terjadi. Tujuh kategori Drug Related Problems adalah: a. pasien memerlukan obat baru atau terapi obat tambahan,

b. pasien memperoleh terapi obat tanpa indikasi untuk kondisi saat ini,

c. pasien memperoleh obat yang salah,

d. pasien memperoleh dosis obat terlalu kecil dari dosis yang sebenarnya,

e. pasien mengalami kondisi kesehatan diakibatkan reaksi obat yang merugikan,

f. pasien memperoleh dosis obat terlalu besar dari dosis yang sebenarnya,

g. pasien tidak menggunakan obat secara tepat (Cipolle, Strand, & Morley, 1998).

2. Penyebab-penyebab DRP

Drug Related Problems timbul akibat permasalahan penggunaan obat. Uraian kasus–kasus DRP dalam praktek klinis disajikan dalam tabel IV berikut.


(47)

Tabel IV. Drug Related Problems (DRP)

Drug Related Problem Penyebab-penyebab Drug Related Problems

Pasien memerlukan permulaan terapi obat baru Pasien memerlukan kelanjutan terapi obat Pasien memerlukan terapi obat kombinasi Perlu terapi obat tambahan

(need for additional drug therapy)

Pasien memerlukan terapi obat profilaksis Pasien memperoleh obat indikasinya tidak sesuai Pasien terkena racun obat atau bahan kimia tertentu Penyalahgunaan obat, pemakaian alkohol, merokok

Kondisi akan lebih baik dengan terapi bukan obat Terapi obat tanpa indikasi

(unnecessary drug therapy)

Dari banyak obat hanya satu yang indikasinya tepat Obat tidak efektif dan pasien alergi obat tersebut Obat bukan yang paling efektif merawat indikasi

Pasien adalah faktor risiko kontraindikasi obat Obat efektif tetapi bukan paling murah dan aman Pasien infeksi tetapi organisme resisten terhadap obat

Pasien sukar disembuhkan dengan terapi obat ini Salah obat

(wrong drug)

Pemberian kombinasi obat yang tidak berguna Dosis terlalu rendah menghasilkan respon diinginkan

Kadar obat dalam darah di bawah range terapeutik Antibiotika sebelum operasi diberikan terlalu awal Perubahan formulasi, rute, atau dosis tidak cukup Dosis terlalu rendah

(dosage too low)

Interval dan dosis pemberian yang tidak cukup Pasien memberikan reaksi alergi terhadap pengobatan Pasien pernah mengalami reaksi idiosinkrasi dari obat

Bioavailabilitas berubah karena makanan / obat lain Efek obat berubah karena induksi atau inhibisi enzim

Efek obat berubah karena adanya zat makanan Efek obat berubah karena pindah dari tempat ikatan Reaksi obat yang merugikan

(adverse drug reaction)

Obat mengganggu hasil tes laboratorium pasien Dosis terlalu tinggi untuk pasien Kadar obat dalam darah di atas range terapeutik

Dosis obat pasien dinaikkan sangat cepat Obat terakumulasi karena terus–menerus diberikan

Perubahan formulasi, rute, atau dosis tidak sesuai Dosis terlalu tinggi

(dose too high)

Interval dan dosis pemberian yang tidak sesuai Pasien tidak mendapat aturan pengobatan yang tepat

Pasien tidak taat menjalani pengobatan Pasien tidak membeli obat karena harga sangat mahal Kepatuhan

(compliance)

Pasien tidak memahami petunjuk pemakaian obat

(Cipolle, Strand, & Morley, 1998)

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran evaluasi penggunaan

antibiotika pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus DM di

instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005 ini merupakan penelitian

noneksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif. Pengumpulan

data dilakukan secara retrospektif.

Penelitian ini merupakan penelitian noneksperimental karena pengamatan

dilakukan sesuai keadaan apa adanya tanpa ada perlakuan langsung dari peneliti

terhadap subyek uji (Pratiknya, 2001). Evaluasi hasil penelitian disajikan secara

deskriptif mengenai kerasionalan penggunaan antibiotika dan menganalisis

permasalahan yang terjadi terkait dengan penggunaan antibiotika pada

kasus-kasus tersebut. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif yaitu data

diambil dari dokumen terdahulu dan dilihat perkembangannya pada periode yang

lalu atau saat itu (Pratiknya, 2001).

B. Definisi Operasional

1. Evaluasi adalah melihat kembali pola penggunaan antibiotika dan menganalisis

kerasionalan penggunaannya serta permasalahan yang terjadi terkait dengan

penggunaan antibiotika.

2. Pasien adalah semua orang yang menjalani rawat inap di RSPR Yogyakarta

selama tahun 2005 dengan diagnosis ulkus DM.


(49)

3. Komplikasi adalah penyakit yang dialami pasien akibat proses DM lebih

lanjut.

4. Penyakit penyerta adalah penyakit lain yang dialami pasien dapat diakibatkan

pengaruh lingkungan, kondisi pasien yang kurang baik, dan bukan merupakan

kelanjutan proses penyakit DM.

5. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan efek yang ditimbulkan dari

setiap kelas terapi yang diberikan pada pasien misalnya antiaritmia, antitusif,

ekspektoran, hipnotik, sefalosporin generasi ketiga, dan lain–lain.

6. Jenis obat adalah macam obat dari setiap golongan obat yang diberikan kepada

pasien selama proses terapi misalnya parasetamol, amoksisilin, siprofloksasin,

glibenklamid, metformin hidroklorida, ketoprofen, dan lain–lain.

7. Nama obat adalah sebutan obat yang diresepkan dan digunakan pasien selama

terapi berupa nama generik.

8. Dosis obat adalah aturan pakai obat yang diberikan kepada pasien.

9. Bentuk sediaan adalah variasi bentuk obat yang diberikan kepada pasien

meliputi tablet, kapsul, kaplet, serbuk, sirup, tetes, larutan, cairan injeksi,

infus, krim, dan supositoria.

10. Cara pemberian adalah perlakuan terhadap suatu obat kepada pasien yaitu

secara oral, parenteral, atau topikal.

11. Lama pemakaian obat adalah jumlah hari yang dibutuhkan pasien dalam

menggunakan obat selama proses perawatan.

12. Lama perawatan adalah jangka waktu yang dibutuhkan pasien untuk


(50)

13. Outcome terapi adalah lama tinggal pasien di rumah sakit (length of stay) dan kondisi pasien keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan beberapa

waktu meliputi pasien sembuh, pulang paksa (atas permintaan sendiri), rawat

jalan, semakin parah, atau meninggal.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah semua pasien ulkus DM di

instalasi rawat inap RSPR Yogyakarta periode 2005.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian adalah rekam medik pasien ulkus DM yang menjalani

rawat inap selama tahun 2005 di RSPR Yogyakarta.

E. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di bagian unit rekam medik RSPR Yogyakarta yang

terletak di Jalan Cik Di Tiro 30 Yogyakarta.

F. Tatacara Penelitian

Jalannya penelitian dibagi dalam 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tahap

analisis situasi, tahap pengumpulan data, dan tahap evaluasi data.

1. Tahap perencanaan

Tahap ini dimulai dengan mengajukan proposal dan surat ijin penelitian


(51)

penelitian ditujukan kepada bagian personalia RSPR selanjutnya dimintakan

persetujuan direktur RSPR Yogyakarta. Setelah permohonan penelitian diijinkan,

penelitian di bagian unit rekam medik RSPR Yogyakarta dapat dilakukan.

2. Tahap analisis situasi

Tahap ini dilakukan untuk mencari informasi jumlah pasien DM yang

menjalani rawat inap selama tahun 2005. Informasi jumlah pasien DM yang

menjalani rawat inap selama tahun 2005 dapat diketahui dari bagian olah data.

Berdasarkan data dan keterangan bagian olah data diperoleh informasi bahwa

selama tahun 2005 terdapat 568 pasien DM yang menjalani rawat inap. Dari 568

pasien DM tersebut terdapat 38 pasien yang didiagnosis menderita ulkus DM.

3. Tahap pengumpulan data

Data rekam medik yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini

adalah data diri pasien meliputi nomor rekam medik, nama, umur, tinggi badan,

berat badan, suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan,

tanggal perawatan, kondisi pasien, diagnosis masuk, diagnosis keluar, komplikasi,

dan penyakit penyerta yang dialami pasien. Selain itu, dicatat juga obat yang

digunakan, cara pemberian, lama pemberian, dan hasil laboratorium pasien.

Data laboratorium yang mendukung penelitian ini adalah jumlah lekosit,

persentase neutropil, limfosit, monosit, dan laju endap darah (LED) untuk melihat

ada tidaknya infeksi. Nilai SGOT dan SGPT dicatat sebagai tanda adanya

kerusakan hati untuk pasien yang mengalami gangguan fungsi hati. Nilai ureum,

kreatinin, dan asam urat dicatat sebagai tanda adanya gangguan pada ginjal untuk


(52)

glukosa darah 2 jam setelah makan, dan kadar glukosa darah sewaktu diperlukan

untuk melihat kondisi pasien DM dihubungkan dengan kondisi ulkus atau infeksi

yang terjadi. Hasil kultur dan sensitivitas tes mutlak diperlukan untuk mengetahui

kuman penyebab dan antibiotika yang sensitif membunuh kuman tersebut. Data

ini penting untuk memilih antibiotika yang tepat mengobati ulkus atau infeksi

yang disebabkan oleh kuman tersebut. Seluruh data yang dikumpulkan dicatat

dalam lembar pengumpul data dalam bentuk tabel.

4. Tahap evaluasi data

Data dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin, komplikasi,

penyakit penyerta, golongan, dan jenis obat yang digunakan kemudian dihitung

persentasenya untuk tiap kelompok. Setelah data dianalisis kemudian dilakukan

evaluasi penggunaan obat khususnya antibiotika. Identifikasi Drug Related Problems (DRP) juga dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi terkait dengan penggunaan antibiotika. Luaran terapi dianalisis dengan

mengevaluasi outcome terapi pasien yaitu lama tinggal di rumah sakit (length of stay) dan kondisi pasien keluar dari rumah sakit setelah menjalani perawatan beberapa waktu yaitu sudah sembuh, pulang paksa (atas permintaan sendiri),

rawat jalan, semakin parah, atau meninggal dunia.

G. Analisis Hasil

Data dikelompokkan berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin,

komplikasi, penyakit penyerta, golongan dan jenis obat yang digunakan oleh


(53)

1. Umur pasien dikelompokkan menjadi 3 yaitu 31–50 tahun, 51–70 tahun, dan

lebih dari 70 tahun kemudian dihitung persentasenya menggunakan rumus (1).

2. Jenis kelamin pasien dibagi 2 kelompok yaitu laki–laki dan perempuan

selanjutnya dihitung persentasenya menggunakan rumus (1).

3. Persentase komplikasi yang dialami pasien dihitung menggunakan rumus (1).

4. Persentase penyakit penyerta yang dialami dihitung menggunakan rumus (1).

5. Persentase golongan obat yang digunakan dihitung menggunakan rumus (1).

6. Persentase jenis obat yang digunakan dihitung menggunakan rumus (1).

Rumus (1):

xx100%

n

Keterangan: n = jumlah kasus yang terjadi pada tiap kelompok

x = jumlah seluruh kasus

Standar terapi antibiotika empirik yang digunakan berdasarkan diagnosis and treatment of diabetic foot infections (Lipsky, et al., 2004) dan standar

terapi absolut yang digunakan berdasarkan principles of infectious diseases (Guglielmo, 2001). Identifikasi DRP dilakukan dengan melihat hasil

laboratorium pasien dan pengobatan yang dilakukan. Identifikasi kasus DRP

disajikan dalam bentuk tabel yang memuat subyektif pasien, hasil laboratorium

disertai nilai normalnya, penatalaksanaan, penilaian, dan rekomendasi yang

diberikan. Terdapat 4 kasus DRP dalam penelitian ini. Satu kasus DRP dapat

terdiri dari beberapa DRP. Dari 4 kasus DRP tersebut terdapat 2 kasus termasuk

dalam DRP perlu terapi obat tambahan, 2 kasus termasuk DRP terapi obat tanpa

indikasi, 3 kasus termasuk DRP salah obat, 2 kasus termasuk DRP reaksi obat


(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Gambaran umum hasil penelitian ini disajikan dalam 4 bagian. Profil pasien ulkus DM berdasarkan kelompok umur disajikan dalam bagian satu.

Bagian dua menyajikan profil pasien ulkus DM berdasarkan jenis kelamin. Profil

pasien berdasarkan komplikasi yang dialami disajikan dalam bagian tiga dan

bagian empat menyajikan profil pasien berdasarkan penyakit penyerta yang

terjadi.

1. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan kelompok umur

Persentase pasien ulkus DM berdasarkan kelompok umur disajikan dalam

gambar 6.

Persentase pasien ulkus DM berdasarkan kelompok umur

21.43%

64.29% 14.28%

31 - 50 tahun 51 - 70 tahun lebih dari 70 tahun

Gambar 6. Persentase kelompok umur pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005

Ulkus DM banyak diderita orang tua antara usia 50–70 tahun

(Stajich & Blakey, 2000). Pada usia tersebut, DM yang diderita pasien sudah


(55)

parah dan dapat mengakibatkan kerusakan saraf. Kerusakan saraf ini

mengakibatkan pasien tidak dapat merasakan sakit sehingga ulkus cepat

berkembang menjadi parah. Kerusakan saraf juga akan mengurangi pasokan darah

ke pembuluh darah kaki sehingga dapat memperparah dan memperlambat

penyembuhan ulkus. Hasil penelitian yang diperoleh sudah sesuai dengan teori

bahwa pasien yang paling banyak menderita ulkus DM adalah kelompok

usia 51–70 tahun.

2. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan jenis kelamin

Persentase pasien ulkus DM berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam

gambar berikut.

Persentase pasien ulkus DM berdasarkan jenis kelamin

50% 50%

Pria Wanita

Gambar 7. Persentase jenis kelamin pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005

Ulkus DM dapat terjadi pada pria dan wanita. Angka kejadian DM pada

wanita lebih besar daripada pria (Triplitt, et al., 2005) karena kebanyakan wanita kurang aktivitas dan olahraga sehingga kemungkinan besar dapat mengalami DM.

Hasil penelitian tidak sesuai dengan teori bahwa kejadian ulkus DM pada pria dan


(56)

penderita DM lebih rajin merawat luka dan menjaga tubuhnya agar tidak terjadi

luka sehingga angka kejadian ulkus DM pada pria dan wanita sama besar.

3. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan komplikasi

Persentase komplikasi yang dialami pasien ulkus DM disajikan dalam

gambar 8.

Persentase komplikasi yang dialami pasien ulkus DM

19.05%

9.52% 4.76%

4.76%

2.38% 2.38% Hipertensi

IHD Strok Nefropati Neuropati CRF

Gambar 8. Persentase komplikasi pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005

Komplikasi yang paling banyak terjadi adalah hipertensi. Hipertensi

banyak terjadi pada pasien DM karena hiperglikemia yang lama dapat

menyebabkan penyumbatan arteri dan abnormalitas trombosit. Bertambahnya

reaktivitas trombosit ini akan menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah

sehingga memperlambat sirkulasi darah dan mempermudah terbentuknya trombus

pada dinding arteri hingga akhirnya terjadi gangguan sirkulasi darah dan

meningkatkan tekanan darah.

4. Persentase pasien ulkus DM berdasarkan penyakit penyerta

Penyakit penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien adalah nyeri


(57)

tulang, dan tulang sendi sehingga dapat mengakibatkan terjadinya nyeri otot,

tulang, dan persendian. Persentase penyakit penyerta yang dialami pasien ulkus

DM disajikan dalam gambar 9.

30.95%

23.81%

7.14% 4.76%

2.38% 0.00%

5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%

Persentase penyakit penyerta

Nyeri otot dan sendi Demam

Pusing Mual - mual Muntah - muntah Batuk kering Batuk berdahak Radang mata Anemia megaloblastik Hepatitis A

Kejang demam Celulitis Pankreatitis Hematuria Hepatopati Ensefalopati

Gambar 9. Persentase penyakit penyerta pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005

B. Profil Pengobatan Pasien Ulkus Diabetes Mellitus

Tabel V berikut menyajikan profil pengobatan berdasarkan persentase

kelas terapi obat yang diberikan pada pasien selama proses terapi.

Tabel V. Persentase kelas terapi obat pada pasien ulkus DM di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005 No. Kelas terapi obat Jumlah kasus Persentase (%)

1. Obat saluran cerna 17 40,48

2. Obat darah 1 2,38

3. Obat kardiovaskular 28 66,67

4. Obat saluran napas 10 23,81

5. Obat sistem saraf pusat 17 40,48

6. Infusi 35 83,33

7. Obat lain–lain

(suplemen, metabolisme, vaksin, dan tetes mata)

7 16,67

8. Obat gizi 14 33,33

9. Obat analgesik 35 83,33

10. Obat otot skelet dan sendi 13 30,95

11. Obat antidiabetik 38 90,48


(1)

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

ALBM

: albumin (mg/dl)

ALK.FSF

: alkali fosfatase (U/L)

APS

: atas permintaan sendiri

AS.URT

: asam urat (mg/dl)

BAB

: buang air besar

CREAT

: creatinin (mg/dl)

CRF

:

chronic renal failure

(gagal ginjal kronis)

DM

: diabetes mellitus

Gam.GT

: gamma GT (U/L)

GDP

: glukosa darah puasa (mg/dl)

GDPP

: glukosa darah post prandial atau 2 jam setelah makan (mg/dl)

GDS

: glukosa darah sewaktu (mg/dl)

GLOB

: globulin (U/l)

HbA1c

: kadar glukosa darah selama 3 bulan terakhir dan diperiksa setiap

3 bulan (%)

HD

: hemodialisa (cuci darah)

IHD

:

ischaemic heart disease

(penyakit jantung iskhemik)

i. m.

: intramuskular

i. v.

: intravena

j :

jam

k/p

: kalau perlu

L

: laki – laki

LED

: laju endap darah (mm)

LIM

: limfosit (%)

MONO

: monosit (%)

NaCl

: natrium klorida

NEUT

: neutropil (%)

P :

perempuan

pk

:

pukul

RI

: regular insulin

RS

: rumah sakit

s. c.

: subcutan

s. d.

: sampai dengan

s. l.

: sublingual

SGOT

: serum glutamat oksaloasetat transaminase (U/l)

SGPT

: serum glutamat piruvat transaminase (U/l)

Sup.

:

supositoria

U

: unit

URE

: ureum (mg/dl)


(2)

Penggolongan Obat Pasien Ulkus DM di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005

Obat saluran cerna

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Antasida

aluminium hidroksida, magnesium hidroksida, dimetil polisiloksan

Plantacid® simetidin Ulsikur® 2. Antagonis reseptor–H2

ranitidin Rantin®, Zantac® 3. Khelator dan senyawa kompleks sukralfat Inpepsa® 4. Penghambat pompa proton omeprazol OMZ® 5. Adsorben dan pembentuk massa attapulgit New Diatabs® 6. Antimotilitas loperamid hidroklorida Lodia®

bisakodil Dulcolax® 7. Pencahar stimulan

natrium pikosulfat Laxoberon® 8. Enzim pencernaan pankreatin Excelase®, Primperan®

Obat darah

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Anemia megaloblastik asam folat Asam Folat®

Obat kardiovaskular

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Antiaritmia amiodaron hidroklorida Cordaron® kaptopril Kaptopril® 2. Penghambat enzim pengubah

angiotensin (ACE) ramipril Triatec®

3. Antagonis reseptor angiotensin II valsartan Aprovel® 4. Antihipertensi yang bekerja sentral klonidin hidroklorida Catapres® 5. Antiangina golongan nitrat isosorbid dinitrat Cedocard®

amlodipin besilat Norvask® diltiazem hidroklorida Herbesser® 6.

Antiangina golongan antagonis kalsium

nifedipin Nifedipine®, Adalat®

7. Diuretika kuat furosemid Lasix®

8. Antiplatelet silostazol Pletaal®

9. Hemostatik dan antifibrinolitik asam traneksamat Kalnex® bezafibrat Bezalip® 10. Obat penurun lipid

kelompok klofibrat fenofibrat Lipanthyl 200 M® 11. Obat penurun lipid statin atorvastatin Lipitor® 12. Obat untuk syok dan hipotensi dopamin hidroklorida

Dopamine Hydrochloride

Injection® naftidrofuril oksalat Praxilene® bensiklan Fludilat® 13. Vasodilator perifer


(3)

Obat saluran napas

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Antihistamin non–sedatif loratadin Claritin® 2. Antihistamin sedatif feniramin maleat Avil®

3. Mukolitik bromheksin Bisolvon®, Mucohexin® kodein fosfat Codein® 4. Antitusif

dekstrometorfan Romilar® difenhidramin kombinasi Sanadryl Expectorant® 5. Ekspektoran

alkaloida opium dengan morphin Doveri®

Obat sistem saraf pusat

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

midazolam Dormicum®

1. Hipnotik

estazolam Esilgan®

2. Ansiolitik diazepam Diazepam®, Valium®

dimenhidrinat Dramamine®

domperidon Vometa®

3. Obat untuk mual dan vertigo

ondansetron Narfoz®

klobazam Clobazam®

gabapentin Neurontin®

4. Antiepilepsi

pirasetam Pirasetam®

5. Depresan saraf pusat mekobalamin Methycobal®

Infusi

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

Ca2+, K+, Na+, C-, asetat Asering® Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, asetat, sorbitol Tutofusin OpS®

natrium klorida Natrium Klorida® natrium laktat, Na+, HCO3- Laktat Ringer®

glukosa Dekstrose®

maltosa Martos®

Na+, Cl-, glukosa Ka–En 1B® 1. Cairan dan elektrolit

NaCl, KCl, CaCl2, Na-laktat, maltosa Potacol–R®

2. Pengganti plasma albumin Plasbumin®

Obat lain–lain (suplemen, metabolisme, vaksin, dan tetes mata)

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Suplemen ekstrak phyllanthi herba Stimuno®

sitikolina Nicholin®

2. Metabolisme

piritinol Encephabol®

3. Vaksin imunoglobulin G dengan antibodi tetanus toksin Tetagam P®

4. Kortikosteroid deksametason Cendoxitrol®


(4)

Obat gizi

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

garam Ca Kalsium Karbonat® Kalsium Glukonate®

garam K Aspar – K®

garam K dan Mg Renapar®

1. Mineral

garam Zn Zegase®

vitamin B1 Alinamin–F®

vitamin B1, B2, B6, B12, C, E, Ca-pantotenat, nikotinamida

Becefort® vitamin B1, B2, B6, B12, nikotinamida,

pantotenol, D (+) biotin

Becombion® vitamin B1, B2, B6, B12, nikotinamida,

Ca-pantotenat, amilase, protease, asam desoksikolat, dimetilpolisiloksan

Enzyplex® vitamin B1, B6, B12 Neurobion–5000® sari ginseng G 115 konsentrasi tinggi,

dimetilamisetanol bitartrat, vit-A, B1, B2, B6, B12, C, D, E, besi (II) sulfat dihidrat, kalsium hidrogen fosfat, Ca-fluorida, Ca-sulfat, tembaga (II) sulfat monohidrat, mangan (II) sulfat monohidrat, magnesium

sulfat trihidrat, seng oksida, lesitina

Pharmaton®

vitamin C Vitamin C®

vitamin K Vitamin K®

2. Vitamin

asam amino esensial Ketosteril®, Aminosteril®

Obat analgesik

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

asetosal Aspilet®

parasetamol Parasetamol®, Sanmol® parasetamol kombinasi dengan bukan

psikoleptik

Sistenol® asam mefenamat Asam Mefenamat®

Mefinal® dipiron kombinasi dengan psikoleptik Analsik®

tinoridin Nonflamin®

ketorolak trometamol Toradol®

metampiron Neuralgin®

1. Analgesik non–opioid

tramadol hidroklorida Tramal® 2. Analgesik opioid garam morfin MST Continus®

Obat otot skelet dan sendi

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Antiinflamasi nonsteroid (AINS)

ketoprofen Pronalges®, Profenid®, Profenid E 100® 2. Kortikosteroid deksametason natrium fosfat Kalmethason® 3. Obat untuk mengatasi gout alopurinol Zyloric® 4. Antireumatik dan antiencok selekosib Celebex®


(5)

Obat antidiabetik

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

1. Insulin regular insulin (RI) atau insulin kerja singkat (short–acting)

ACTRAPID HM®

gliklazid Diamicron®

glibenklamid Glibenklamid®

glipizid Glucotrol®

glikuidon Glurenorm®

2. Sulfonilurea

glimepirida Amaryl®

3. Biguanid metformin hidroklorida Metformin®, Diabex®, Glucophage®

4. Antidiabetik lain akarbosa Glucobay®

5. Antidiabetik kombinasi

glibenklamid dan metformin hidroklorida

Glucovance®

6. Meglitinid repaglinid Novonorm®

7. Thiazolidinedione pioglitazone Actos®

Obat antiinfeksi

No. Golongan obat Jenis obat Nama obat

amoksisilin Amoksisilin®, Amoxsan® 1. Penisilin spektrum luas amoksisilin–asam

klavulanat

Augmentin® 2. Penisilin antipseudomonas sulbenisilin Kedacilin® 3. Sefalosporin generasi pertama sefadroksil Cefadroxil®, Longcef®

sefiksim Cefspan®

sefotaksim Cefotaxime®, Clacef® seftazidim Ceftum®, Fortum® seftriakson Ceftriaxone®, Rocephin® 4. Sefalosporin generasi ketiga

sefotiam Ceradolan® 5. Sefalosporin generasi keempat sefepim Maxipime®

6. Betalaktam lain imipenem Tienam®

amikasin Amikin®

7. Aminoglikosida

gentamisin Garamycin®, Gentamycin®

ofloksasin Tarivid®

siprofloksasin Ciprofloksasin®, Baquinor®, Ciproxin® gatifloksasin Tequin®

pefloksasin Peflacine® 8. Kuinolon

levofloksasin Reskuin® 9. Sulfonamid dan trimetoprim kotrimoksazol Bactrim®, Trimeta®

klindamisin Albiotin®

linkomisin Lincocin®

10. Antibiotika anaerob metronidazol Metronidazol®, Metrofusin®, Flagyl®

flukonazol Diflucan®

itrakonazol Sporanox®

bifonazol Mycospor®

mikonazol nitrat Miconazole®, Daktarin® 11. Antijamur


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul

“Evaluasi Penggunaan

Antibiotika pada Pasien Ulkus Diabetes Mellitus di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta Periode 2005”

ini lahir di Yogyakarta

pada tanggal 7 Juni 1984 dan anak pertama dari dua

bersaudara pasangan Bapak Ismartoyo dan Ibu Rita

Tri Purwaningsih. Penulis mengawali pendidikan

formal pada tahun 1988-1990 di TK Pangudi Luhur

Yogyakarta kemudian melanjutkan pendidikan pada

tahun 1990-1996 di SD Pangudi Luhur Yogyakarta. Pada Tahun 1996-1999

penulis menyelesaikan tingkat pendidikan selanjutnya di SMP Maria Immaculata

Marsudirini Yogyakarta kemudian melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi pada

tahun 1999-2002 di SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Pada tahun 2002 penulis

mengawali pendidikannya sebagai mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah mengikuti PSF Veronica selama satu

periode (2004-2005).


Dokumen yang terkait

Evaluasi drug related problems pada pengobatan pasien stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2005.

0 5 127

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

1 18 117

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005.

0 1 108

Evaluasi pengobatan pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalansi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005.

2 6 161

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih periode tahun 2005.

0 1 101

Kajian interaksi obat pada pasien penyakit jantung koroner di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2005.

1 20 96

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus dengan komplikasi stroke di instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih periode tahun 2005 - USD Repository

0 0 99

Evaluasi pemilihan dan penggunaan obat antidiabetes pada kasus diabetes mellitus instalansi rawat inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari-Desember 2005 - USD Repository

0 0 106

Evaluasi penatalaksanaan terapi pasien diabetes mellitus komplikasi hipertensi rawat inap periode 2005 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta - USD Repository

0 0 115

Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien ulkus kaki diabetika di instalasi rawat inap rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2012 - USD Repository

0 1 69