Keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan dengan menggunakan alat peraga luasan pada siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.

(1)

ABSTRAK

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. Keaktifan dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Metematika Pokok Bahasan Pecahan dengan Menggunakan Alat Peraga Luasan pada Siswa Kelas VII B Semester Gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan alat peraga Luasan, keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan di kelas VII B. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/ 2014 pokok bahasan Pecahan. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa-siswi kelas VII B SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 30 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan ketercapaian penggunaan alat peraga Luasan, lembar pengamatan keaktifan, wawancara, dan tes meliputi Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Tes Evaluasi (TE). Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan berdampak pada meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari skor keaktifan siswa yang meningkat di setiap pertemuannya. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perbandingan rata-rata nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) dengan rata-rata nilai Tes Evaluasi (TE) yang mengalami kenaikan sebesar 21,56. (2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong cukup aktif dengan persentase keaktifan terbesar terdapat pada kriteria sedang (S) yaitu 43,44%. (3) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong tinggi dengan persentase terbesar terdapat pada kriteria tinggi (T) yaitu 66,67%.


(2)

ABSTRACT

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. The Activeness and Learning Result in Learning Fractions Using The Width Figure Model of the VII B Students, Gasal Semester 2013/ 2014 Academic Year in SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Thesis. Mathematics Education Study Program, Departement of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science, Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This research is aimed to know the use of width figure model, student’s activeness and learning result in learning Fractions of the VII B students. This research is classified of descriptive-qualitative research supported with quantative research. The research had been done in Gasal semester 2013/ 2014 academic year in the fractions main subject. The subjects in this research are teacher and 30 students of class VII B in SMP Joannes Bosco.

Instrument in this research includes of learning instruments such as the learning lesson plan (RPP) and the student worksheet (LKS), and data collection instrument such as non test instruments which include the realization of lesson plan observation sheets, realization of width figure model observation sheets, activeness observation sheets, interview sheets, and test instruments include the beginning competency (TKA) and evaluation test (TE). Prior to the use in the research, all instruments were validated by the experts andit considered by its requirement.

The results of this research show that (1) the using of width figure gives the effects of the increasing of the student’s activeness and learning result. It can be seen from the student’s activeness scor which has been increased in every meeting. Beside, the increasing of the learning result can be seen from the comparasion of the TKA average with the increasing of TE is 21,56. (2) Student’s activeness in using the width figure model is medium. It can be seen from the greatest activeness percentage that shown from medium criteria (S) is 43,44%, (3) The student’s learning result using the width figure model is high. It can be seen from the greatest evaluation test percentage in high criteria (T) reaches 66,67%.


(3)

KEAKTI

PEMBELAJA

PECAHAN DE

LUASAN PADA

SMP J

Dia PROGR JURUSA FAKULT

TIFAN DAN HASIL BELAJAR DAL

JARAN MATEMATIKA POKOK BA

DENGAN MENGGUNAKAN ALAT P

DA SISWA KELAS VII B SEMESTE

P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2013/ 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh: Patricia Risdya Pratiwi

091414061

RAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIK SAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

LAM

BAHASAN

T PERAGA

TER GASAL

TA

TIKA N IPA IKAN


(4)

KEAKTI

PEMBELAJA

PECAHAN DE

LUASAN PADA

SMP J

Dia PROGR JURUSA FAKULT i

TIFAN DAN HASIL BELAJAR DAL

JARAN MATEMATIKA POKOK BA

DENGAN MENGGUNAKAN ALAT P

DA SISWA KELAS VII B SEMESTE

P JOANNES BOSCO YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2013/ 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun oleh: Patricia Risdya Pratiwi

091414061

RAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIK SAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

LAM

BAHASAN

T PERAGA

TER GASAL

TA

TIKA N IPA IKAN


(5)

(6)

(7)

iv

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.

Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan.”

(Lukas 11: 9-10)

“Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.”

(2 Kor 9: 6)

“Tuhan adalah kekuatan dan perisaiku. Kepada-Nya hatiku percaya.” (Mazmur 28:7)

Dengan penuh syukur skripsi ini kupersembahkan untuk: Bapak dan Ibuku tercinta, Ignatius Joko Supraptono dan Caecilia Resmini, Mbak dan Adekku tersayang, Antonita Yuni Pramita dan Martinus Tegar Praditya, Masku terkasih, Yohanes Widhi Nugroho Aji.


(8)

(9)

vi

ABSTRAK

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. Keaktifan dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran Metematika Pokok Bahasan Pecahan dengan Menggunakan Alat Peraga Luasan pada Siswa Kelas VII B Semester Gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/ 2014. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan alat peraga Luasan, keaktifan dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan di kelas VII B. Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2013/ 2014 pokok bahasan Pecahan. Subyek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa-siswi kelas VII B SMP Joannes Bosco Yogyakarta yang berjumlah 30 siswa.

Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta Lembar Kerja Siswa (LKS) dan instrumen pengumpulan data berupa non tes meliputi lembar pengamatan keterlaksanaan RPP, lembar pengamatan ketercapaian penggunaan alat peraga Luasan, lembar pengamatan keaktifan, wawancara, dan tes meliputi Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Tes Evaluasi (TE). Sebelum digunakan, semua instrumen dilakukan pertimbangan pakar atau uji butir dan dinyatakan sudah memenuhi syarat yang ditetapkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan berdampak pada meningkatnya keaktifan dan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari skor keaktifan siswa yang meningkat di setiap pertemuannya. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil perbandingan rata-rata nilai Tes Kemampuan Awal (TKA) dengan rata-rata nilai Tes Evaluasi (TE) yang mengalami kenaikan sebesar 21,56. (2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong cukup aktif dengan persentase keaktifan terbesar terdapat pada kriteria sedang (S) yaitu 43,44%. (3) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran menggunakan alat peraga Luasan tergolong tinggi dengan persentase terbesar terdapat pada kriteria tinggi (T) yaitu 66,67%.


(10)

vii ABSTRACT

Patricia Risdya Pratiwi. 2013. The Activeness and Learning Result in Learning Fractions Using The Width Figure Model of the VII B Students, Gasal Semester 2013/ 2014 Academic Year in SMP Joannes Bosco Yogyakarta. Thesis. Mathematics Education Study Program, Departement of Mathematics Education and Science, Faculty of Teacher Training and Educational Science, Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This research is aimed to know the use of width figure model, student’s activeness and learning result in learning Fractions of the VII B students. This research is classified of descriptive-qualitative research supported with quantative research. The research had been done in Gasal semester 2013/ 2014 academic year in the fractions main subject. The subjects in this research are teacher and 30 students of class VII B in SMP Joannes Bosco.

Instrument in this research includes of learning instruments such as the learning lesson plan (RPP) and the student worksheet (LKS), and data collection instrument such as non test instruments which include the realization of lesson plan observation sheets, realization of width figure model observation sheets, activeness observation sheets, interview sheets, and test instruments include the beginning competency (TKA) and evaluation test (TE). Prior to the use in the research, all instruments were validated by the experts andit considered by its requirement.

The results of this research show that (1) the using of width figure gives the effects of the increasing of the student’s activeness and learning result. It can be seen from the student’s activeness scor which has been increased in every meeting. Beside, the increasing of the learning result can be seen from the comparasion of the TKA average with the increasing of TE is 21,56. (2) Student’s activeness in using the width figure model is medium. It can be seen from the greatest activeness percentage that shown from medium criteria (S) is 43,44%, (3) The student’s learning result using the width figure model is high. It can be seen from the greatest evaluation test percentage in high criteria (T) reaches 66,67%.

Keywords: Width figure model, activeness, learning result, Fractions.


(11)

(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak pengalaman, hambatan, dan rintangan akan tetapi berkat bantuan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak penulis dapat melalui dan menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang membantu, diantaranya:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan;

2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., selaku Kepala Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA;

3. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika;

4. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, S.Si., M.Si., selaku dosen pembimbing akademik;

5. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini;

6. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing, membantu, serta memberikan ilmunya selama belajar di Universitas Sanata Dharma;

7. Drs. Y. Sugiarto, selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2012/ 2013 dan Ag. Nuranisah. S, S.Ag., selaku kepala SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah memberikan kesempatan serta ijin untuk melakukan penelitian;


(13)

x

8. Ibnu Sundaru, S.Pd., selaku guru matematika SMP Joannes Bosco Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan bantuan selama proses penelitian;

9. Siswa-siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014 yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian;

10. Bapak, Ibu, Mbak Yuni, Dek Ega, dan Mas Aji atas dukungan, doa, semangat, dan cinta kasih yang telah diberikan kepada penulis sehinga dapat menyelesaikan skripsi ini;

11. Teman-teman dari Program Studi Pendidikan Matematika angkatan 2009 dan teman-teman kos “Anggrek” atas bantuan, motivasi, dukungan, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

12. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 27 September 3013 Penulis


(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5


(15)

xii

F. Batasan Istilah ... 6

G. Manfaat Hasil Penelitian ... 8

H. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kajian Pustaka ... 10

1. Belajar ... 10

2. Pembelajaran ... 26

3. Media ... 28

4. Alat Peraga ... 31

5. Alat Peraga Luasan ... 35

6. Keaktifan ... 36

7. Hasil Belajar ... 38

8. Pecahan ... 41

B. Kerangka Berpikir ... 56

C. Hipotesis Tindakan... 57

BAB III METODE PENELITIAN... 58

A. Jenis Penelitian ... 58

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 59

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 60

D. Subyek dan Obyek Penelitian ... 60

E. Variabel Penelitian ... 61

F. Instrumen Penelitian... 61


(16)

xiii

H. Validitas dan Reabilitas... 77

I. Teknik Analisis Data ... 79

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 83

A. Pelaksanaan Penelitian ... 83

B. Penyajian Data ... 96

C. Analisis Data dan Pembahasan ... 105

D. Kelemahan Penelitian... 138

BAB V PENUTUP ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran ... 140


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP 41

Tabel 3.1 Rencana Pembelajaran 62

Tabel 3.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan I 63 Tabel 3.3 Lembar Pengamatan Penggunaan Alat Peraga Luasan 64 Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keaktifan Siswa 10 Menit Pertama 67 Tabel 3.5 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa

Pertemuan Pertama 68

Tabel 3.6 Lembar Rekap Pengamatan Keaktifan Siswa Keseluruhan 68 Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Awal 69 Tabel 3.8 Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi 71 Tabel 3.9 Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 81 Tabel 3.10 Kriteria Hasil Belajar Kelas VII B 82

Tabel 4.1 Data Kelompok 86

Tabel 4.2 Data Keterlaksanaan RPP 97

Tabel 4.3 Data Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga Luasan 97 Tabel 4.4 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan I 98 Tabel 4.5 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan II 99 Tabel 4.6 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan III 100 Tabel 4.7 Data Keaktifan Siswa pada Pertemuan IV 100 Tabel 4.8 Hasil Tes Kemampuan Awal (TKA) 102


(18)

xv

Tabel 4.10 Data Keaktifan Siswa Keseluruhan 118 Tabel 4.11 Rincian Kriteria Keaktifan Siswa Kelas VII B 120 Tabel 4.12 Data Kegiatan (Indikator Keaktifan) yang Dilakukan Siswa 123

Tabel 4.13 Nilai TKA dan TE 124

Tabel 4.14 Rincian Kriteria Hasil Belajar Siswa Kelas VII B 127 Tabel 4.15 Korelasi antara Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa 129


(19)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa 119 Diagram 4.2 Histogram Keaktifan Siswa 122 Diagram 4.3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa 126 Diagram 4.4 Histogram Hasil Belajar Siswa 128


(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Peraga Luasan 35

Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan 43


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A 143

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 144

2. Lembar Kerja Siswa (LKS) 166

3. Instrumen Pengamatan 173

LAMPIRAN B 183

1. Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) dan Jawaban 184 2. Soal Tes Evaluasi (TE) dan Jawaban 189

LAMPIRAN C 194

1. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Kemampuan Awal (TKA) 195 2. Validitas dan Reabilitas Soal Tes Evaluasi (TE) 200

3. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov 205

LAMPIRAN D 209

1. Daftar Nilai Tes Kemampuan Awal Kelas VII B 210 2. Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelas VII B 211

LAMPIRAN E 212

1. Contoh Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP 213 2. Contoh Hasil Pengamatan Ketercapaian Penggunaan Alat Peraga 215

3. Contoh Hasil Pengamatan Keaktifan 217

4. Transkrip Wawancara 223

LAMPIRAN F 226


(22)

xix

2. Contoh Hasil Kerja TKA 239

3. Contoh Hasil Kerja TE 245

4. Foto-foto Pelaksanaan Pembelajaran 250

LAMPIRAN G 252

1. Surat Ijin Penelitian 253


(23)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2010: 1).

Pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses komunikasi transaksional yang bersifat timbal balik, baik antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi transaksional adalah bentuk komunikasi yang dapat diterima, dipahami, dan disepakati oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses pembelajaran, seperti: guru berpendapat kemudian siswa menanggapi ataupun sebaliknya, dan lain sebagainya.

Guru memegang posisi kunci dan strategis dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk mengarahkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang optimal. Guru sebagai figur sentral harus mampu


(24)

menempatkan strategi pembelajaran yang tepat, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar siswa yang aktif, produktif, dan efisien. Oleh karena itu, dalam kedudukannya sebagai pembelajar, guru berfungsi membelajarkan anak didiknya agar mencapai tujuan pendidikan. Guru harus mengupayakan agar anak didiknya berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk belajar. Pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa akan mengaktifkan dan memberikan hasil belajar yang maksimal. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk mengupayakan kondisi belajar yang menyenangkan bagi siswa, salah satunya dengan penggunaan media dalam proses belajar mengajar.

Menurut Hamidjojo (dalam Azhar Arsyad, 2010) media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan menurut Hamalik (dalam Azhar Arsyad, 2010), media berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya (Azhar Arsyad, 2010: 3). Dapat dikatakan bahwa media pembelajaran berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu media yang baik dalam proses pembelajaran adalah pemakaian alat peraga. Alat peraga merupakan salah satu komponen yang


(25)

tidak dapat diabaikan dalam pengembangan sistem pengajaran yang sukses. Penggunaan alat peraga dalam suatu pengajaran terutama dalam penanaman suatu konsep dapat membantu kelancaran, efektivitas, dan efisiensi pencapaian tujuan. Bahan pembelajaran yang dimanipulasi dalam bentuk alat peraga benda nyata menjadikan suasana belajar menjadi menyenangkan karena siswa dapat bermain sambil belajar melalui alat peraga tersebut.

Menurut pengalaman peneliti saat melakukan observasi pada bulan Mei-Juli 2013 di SMP Joannes Bosco, ditemukan bahwa kegiatan belajar mengajar sering berjalan kurang tepat dan tidak lancar. Beberapa guru masih menerapkan pembelajaran konvensional yang lebih menggunakan media papan tulis sebagai sarananya. Media papan tulis ini memiliki keterbatasan dalam proses pembelajaran. Melalui media papan tulis, siswa hanya dapat menggunakan indera penglihatan saja. Hal itu mengakibatkan pembelajaran kurang maksimal. Hanya sedikit siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Banyak pula ditemukan siswa yang asik bermain dan bergurau dengan teman sebangkunya bahkan terlihat beberapa siswa yang melamun dan tidak fokus pada pembelajaran saat itu. Ketika ditanya terkait materi yang baru saja dipelajari, beberapa siswa tidak bisa menjawab. Ketidaktahuan siswa dalam menjawab pertanyaan guru, bisa jadi karena kurangnya pemahaman siswa tentang konsep yang diajarkan.

Menurut peneliti penggunaan alat peraga Luasan sesuai pada subyek penelitian karena pada umumnya penggunaan alat peraga tersebut dapat melibatkan siswa dalam penanaman konsep dan penguatan pemahaman


(26)

pembelajaran khususnya pada materi Pecahan. Selain itu dengan penggunaan alat peraga Luasan dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan kemungkinan masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya konsentrasi siswa saat proses pembelajaran matematika di kelas. Hal ini mengakibatkan siswa kurang memahami materi yang diajarkan oleh guru.

2. Kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan pada saat proses belajar mengajar matematika di kelas. Hal ini mengakibatkan siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

3. Kurangnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Gejala verbalisme cenderung terjadi pada siswa, yaitu siswa mengetahui kata-kata yang disampaikan oleh guru tetapi tidak memahami arti dan maknanya.

4. Kurangnya rasa percaya diri siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika yang mereka jumpai.


(27)

5. Kurangnya kemauan siswa untuk bertanya kepada guru sehingga membuat siswa kurang memahami apa yang telah mereka pelajari.

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi dan keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga, serta biaya, maka penelitian ini dibatasi tentang keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini fokus merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran

matematika pokok bahasan Pecahan?

2. Bagaimana keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan?

3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan?


(28)

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Dampak penggunaan alat peraga Luasan dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.

2. Keaktifan siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.

3. Hasil belajar siswa dalam penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan.

F. Batasan Istilah

1. Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya (Azhar Arsyad, 2010: 1).

2. Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2004: 7).


(29)

3. Media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan pada umumnya dan tujuan pembelajaran di sekolah pada khususnya (Azhar Arsyad, 2010: 3). 4. Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan

untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna mencapai tujuan pengajaran. Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar (Pujiati, 2004).

5. Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan persegi yang didalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle dengan ukuran dan bentuk yang sama.

6. Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988).

7. Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009).

8. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, maupun psikomotorik (Nana Sudjana, 2010). 9. Pecahan adalah suatu materi yang dipelajari oleh siswa-siswi kelas VII

semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014.

G. Manfaat Hasil Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini memberikan pengalaman dalam meningkatkan wawasan sebagai calon guru sehingga ketika terjun ke lapangan, peneliti


(30)

dapat mempersiapkan media pembelajaran berupa alat peraga yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi Sekolah

Penggunaan alat peraga Luasan ini dapat dijadikan salah satu variasi dalam proses pembelajaran. Jika penggunaan alat peraga ini tepat guna, maka media pembelajaran ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk merancang kegiatan pembelajaran selanjutnya.

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan bagi para pembaca khususnya dikalangan Universitas Sanata Dharma.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian ini mengajak pembaca untuk mempelajari tentang keaktifan dan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan dengan menggunakan alat peraga Luasan pada siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/ 2014. Apa yang mendasari penelitian ini akan disajikan pada Bab I yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan istilah, manfaat hasil penelitian, dan sistematika penulisan.

Landasan teori yang berisi uraian teori-teori yang mendukung penelitian akan dijelaskan pada Bab II. Penjelasan yang diberikan meliputi belajar,


(31)

pembelajaran, media, alat peraga, alat peraga Luasan, keaktifan, hasil belajar, dan materi Pecahan.

Bab III akan menyajikan tentang metodologi penelitian. Bagian ini memuat jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, subyek dan obyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, teknik penyekoran data, validitas dan reabilitas, dan teknik analisis data.

Analisis data dan pembahasan akan disajikan pada Bab IV. Bagian ini memuat pelaksanaan penelitian, penyajian data, analisis data dan pembahasan.

Kesimpulan dan saran dari penelitian ini akan disajikan pada Bab V. Bagian ini akan memberikan ringkasan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan ide mengenai langkah-langkah lanjut untuk perbaikan dan pengembangan penelitian yang telah dilakukan.


(32)

10

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka 1. Belajar

a. Definisi Belajar

Sebagian terbesar dari proses perkembangan berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal lain yang juga selalu terkait dalam belajar adalah pengalaman. Pengalaman ini berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya (Hamalik, 2007: 36).

Unsur perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan dalam rumusan atau definisi tentang belajar, yang dikemukakan oleh para ahli. Misalnya saja menurut Witherington (dalam Hamalik, 2007) belajar merupakan perubahan kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.

Terdapat aliran psikologi serta konsep-konsep hasil pemikiran ahli pendidikan yang melandasi teori belajar, antara lain:


(33)

1) Behaviorisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (2011), behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah, mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam belajar. Aliran ini sangat menekankan kepada perlunya perilaku (behavior) yang diamati. Beberapa ahli yang menyatakan pengertian belajar sesuai dengan aliran

behaviorisme, antara lain:

a) Herman Hudojo (1988)

Belajar adalah kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku.

b) Garry dan Kingsley (dalam Trianto 2011)

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinal melalui pengalaman-pengalaman dan latihan-latihan. c) Suyono dan Hariyanto (2011)

Lebih dijelaskan lagi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antar siswa dengan sumber-sumber atau objek belajar, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak sengaja dirancang tetapi dimanfaatkan.


(34)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses interaktif yang aktif antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan tingkah laku.

2) Konstruktivisme

Menurut Suyono dan Hariyanto (dalam W. S. Winkel, 1991), kontruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Dengan demikian, belajar semata-mata adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan akan dibentuk sendiri oleh siswa dari pengalaman-pengalaman pribadi melalui asimilasi. Dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator.


(35)

b. Teori-teori Belajar

Beberapa teori belajar, antara lain:

1) Teori Perkembangan Kognitif Piaget (dalam Trianto, 2011) Teori perkembangan kognitif Piaget memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.

Tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget: a) Sensorimotor (lahir sampai 2 tahun)

Mereka mengandalkan kemampuan sensorik dan motoriknya untuk melihat, meraba, memegang, mencium, mendengarkan, dan menggerakkan anggota tubuhnya. b) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Dalam tahap ini anak belum dapat konservasi. Bahasa dan ingatan anak sudah berkembang. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatannya, anak pun mampu mengingat banyak hal, tetapi pemikiran anak dibatasi oleh egosentrisnya.

c) Operasi Konkret (7 sampai 11 tahun atau 12 tahun)

Merupakan awal kegiatan rasional. Mereka melihat sesuatu berdasarkan persepsinya, dimulai sistem nyata dari obyek, serta hubungannya. Anak telah mengembangkan sistem pemikiran logis yang dapat diterapkan untuk memecahkan


(36)

persoalan-persoalan konkret yang dihadapi dengan bantuan alat peraga. Namun, anak-anak masih kesulitan dalam ide-ide abstrak.

d) Operasi Formal (12 tahun ke atas)

Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak dan murni simbolis. Masalah-masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematis. Sehingga anak sudah mampu bekerja secara efektif dan sistematis, secara proposional, serta menarik generalisasi secara mendasar.

Dari teori belajar menurut Piaget dapat disimpulkan bahwa pengalaman dan interaksi aktif anak sangat penting untuk membangun sistem makna dan pemahaman realitas. Oleh karena itu, guru dalam mendesain pembelajaran hendaknya menyesuaikan dengan taraf perkembangan dan kemampuan siswanya.

2) Teori Penemuan Jerome S. Bruner

Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa-siswi hendaknya belajar melalui partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka


(37)

memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen sehingga menemukan prinsip-prinsip itu sendiri (Trianto, 2011). Tiga tahapan perkembangan intelektual menurut Bruner (Udin S. Winataputra, dkk, 2008) meliputi: a) Enaktif

Pembelajaran dilakukan melalui tindakan dan memiliki karakter manipulasi yang tinggi. Ia akan dapat memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

b) Ikonik

Pembelajaran yang dilakukan melalui model-model, serangkaian gambar-gambar atau grafik yang menggambarkan suatu konsep tetapi tidak mendefinisikannya dan visualisasi verbal.

c) Simbolik

Pembelajaran dimana anak sudah mampu menggambarkan kapasitas berpikir dalam istilah-istilah yang abstrak. Dalam memahami dunia sekitarnya anak-anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Dari tiga tahap perkembangan intelektual menurut Bruner dapat disimpulkan bahwa partisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dibangun sendiri akan memberikan hasil yang maksimal.


(38)

3) Teori Belajar Dienes (Ruseffendi, 1980)

Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda-benda atau obyek-obyek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika (Ruseffendi, 1980).

Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1980) konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu:

a) Permainan Bebas (Free Play)

Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.

b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)

Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat


(39)

dalam konsep tertentu. Melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu.

c) Permainan Kesamaan Sifat

Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Guru perlu mengarahkan siswa untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat tersebut, dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain.

d) Permainan Representasi (Representation)

Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah itu mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya.

e) Permainan dangan Simbolisasi (Symbolization)

Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.


(40)

f) Permainan dengan Formalisasi (Formalization)

Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut.

Dari teori belajar menurut Dienes di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dapat dikemas dengan menarik melalui kegiatan-kegiatan konkret yang dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari.

c. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Daryanto (2009: 51) belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah:

1) Faktor Interen

Faktor Interen digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisik dan faktor psikis.

a) Faktor Fisik

Faktor fisik yang mempengaruhi belajar seperti: (1) Kesehatan Umum

Dalam pembelajaran khususnya matematika, kesehatan mata dan telinga merupakan hal yang terpenting. Seseorang yang terganggu mata dan telinganya akan


(41)

mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran. Apabila hal itu terjadi maka perlu digunakan alat bantu berupa audiovisual.

(2) Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Siswa yang lelah, maka akan sulit berkonsentrasi dalam belajar.

b) Faktor Psikis

Faktor psikis yang mempengaruhi belajar seperti: (1) Bakat

Bakat juga mempengaruhi belajar. Anak yang berbakat akan lebih cepat belajar daripada anak yang kurang berbakat.

(2) Intelegensi

Siswa yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang memiliki tingkat intelegensi rendah. Walaupun begitu siswa yang memiliki tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti


(42)

berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya.

(3) Motif

Motif yang kuat sangatlah perlu dalam belajar. Di dalam membentuk motif yang kuat itu dapat dilaksanakan dengan adanya latihan-latihan/ kebiasaan-kebiasaan dan pengaruh lingkungan yang memperkuat. (4) Minat

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya.

(5) Kematangan

Anak yang sudah siap (matang) belum dapat melaksanakan kecakapannya sebelum belajar. Balajarnya akan berhasil jika anak sudah siap (matang). (6) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi response atau reaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam


(43)

proses belajar, karena jika siswa belajar dan sudah ada kesiapan maka hasil belajarnya akan lebih baik.

2) Faktor Eksteren

Faktor eksteren yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a) Faktor Instrumen

Faktor instrumen yang mempengaruhi belajar seperti: (1) Kurikulum

Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap hasil belajar. Kurikulum yang tidak baik misalnya kurikulum yang terlalu padat, di atas kemampuan siswa, tidak sesuai dengan bakat, minat, dan perhatian siswa akan membuat belajar siswa di sekolah pun akan terganggu.

(2) Metode mengajar

Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Guru yang mengajar dengan metode ceramah saja membuat siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan malas untuk beajar. Guru yang berani mencoba metode-metode baru dapat membantu meningkatkan kegiatan


(44)

belajar mengajar dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.

(3) Alat pelajaran

Mengusahakan alat pelajaran yang baik dan lengkap adalah perlu agar guru dapat mengajar dengan baik, sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik serta dapat belajar dengan baik pula.

(4) Waktu sekolah

Waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah juga mempengaruhi belajar siswa. Siswa yang belajar di pagi hari, pikiran masih segar dan jasmani dalam kondisi yang baik. Siswa yang menerima pelajaran di siang atau sore hari akan mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran karena kondisi badannya sudah lelah/ lemah.

(5) Keadaan gedung

Dengan jumlah siswa yang luar biasa besarnya, keadaan gedung dewasa ini terpaksa kurang. Siswa duduk berjejal-jejal di dalam setiap kelas. Hal ini mengakibatkan suasana kelas menjadi tidak kondusif sehingga akan mempengaruhi belajar siswa.


(45)

(6) Metode belajar

Dengan cara belajar yang tepat akan efektif pula hasil belajar siswa. Siswa yang belajar tidak teratur atau terus menerus hanya saat menjelang ujian akan mengakibatkan siswa jatuh sakit karena kurang beristirahat. Maka siswa perlu belajar secara teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara belajar yang tepat dan cukup istirahat akan meningkatkan hasil belajar.

b) Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dibagi menjadi dua, yaitu faktor sosial dan nonsosial.

(1) Faktor Sosial

Faktor sosial yang mempengaruhi belajar seperti: (a) Cara orang tua mendidik

Cara oarang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Orang tua yang kurang/ tidak memperhatikan pendidikan anaknya dapat menyebabkan anak tidak/ kurang berhasil dalam belajarnya.

(b) Relasi antara anggota keluarga

Relasi di dalam keluarga yang kurang baik menyebabkan perkembangan anak terhambat,


(46)

belajarnya terganggu dan bahkan dapat menimbulkan masalah-masalah psikologis yang lain.

(c) Hubungan guru dengan siswa

Guru yang kurang berinteraksi dengan siswa secara akrab menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar, siswa juga merasa jauh dari guru, sehingga segan berpartisipasi secara aktif dalam belajar. Jika relasi guru dengan siswa baik, siswa akan cenderung menyukai gurunya, juga akan menyukai mata pelajaran yang diajarkannya sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.

(d) Hubungan siswa dengan siswa

Siswa yang mempunyai sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan batin, akan diasingkan dari kelompoknya, akibatnya akan menggangu belajarnya.

(e) Kegiatan siswa dalam masyarakat

Kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan


(47)

pribadinya. Namun apabila siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang terlalu banyak, maka belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

(2) Faktor Nonsosial

Faktor nonsosial yang mempengaruhi belajar seperti: (a) Suasana rumah

Suasana rumah yang gaduh/ ramai dan semrawut tidak akan memberi ketenangan kepada anak yang belajar. Suasana yang demikian dapat mengganggu belajar anak, terutama untuk berkonsentrasi. (b) Keadaan ekonomi keluarga

Jika anak hidup dalam keluarga yang miskin, kebutuhan pokok anak kurang, akibatnya kesehatan anak terganggu, sehingga belajar anak juga terganggu. Akibat yang lain anak selalu dirundung kesedihan sehingga anak merasa minder dengan teman lain. Hal ini pasti akan mengganggu belajar anak. Sebaliknya jika anak hidup dalam keluarga yang kaya raya, orang tua sering mempunyai kecenderungan untuk memanjakan anak. Anak hanya besenang-senang dan berfoya-foya, akibatnya anak kurang memusatkan perhatiannya


(48)

kepada belajar. Hal tersebut juga dapat mengganggu belajar anak.

2. Pembelajaran

a. Definisi Pembelajaran

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu mengajar. Secara umum pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan secara lengkap, pembelajaaran diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Mohamad Surya, 2004: 7).

b. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran (instructinal objective) adalah perilaku hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal ini didasarkan sebagai pendapat tentang makna tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.


(49)

Magner (dalam Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan pembelajaran sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik sesuai kompetensi. Sedangkan Dejnozka dan Kavel (Mohamad Surya, 2004) mendefinisikan tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.

c. Pembelajaran Matematika

Pada hakekatnya pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Nickson (dalam Dyan, 2001: 16) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivistik adalah untuk membantu siswa dalam membangun konsep-konsep/ prinsip-prinsip metematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep/ prinsip terbangun kembali sehingga informasi yang diperoleh menjadi konsep/ prinsip baru. Transformasi tersebut mudah terjadi bila muncul pemahaman karena terbentuknya skemata dalam benak siswa. Dengan demikian pembelajaran matematika yaitu membangun pemahaman sehingga materi yang dipelajari semakin bermakna.


(50)

3. Media

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely (dalam Azhar Arsyad, 2010) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli (dalam Azhar Arsyad, 2010) yang sebagian diantaranya akan diberikan berikut ini: 1) Heinich, dan kawan-kawan (1982) mengemukakan istilah

medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.

2) Hamidjojo dan Latuheru (1993) memeberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untu menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan, atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju.


(51)

3) Gagne’ dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset, video camera, video recorder, film,

slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan komputer. Dengan kata

lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

b. Fungsi Media

Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.

Levie dan Lentz (dalam Azhar Arsyad, 2010) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:

1) Fungsi atensi

Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

2) Fungsi afektif

Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang


(52)

bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa.

3) Fungsi kognitif

Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

4) Fungsi Kompensatoris

Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

c. Manfaat Media

Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak ahli. Salah satunya menurut Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2010) mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.


(53)

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, malakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

4. Alat Peraga

a. Pengertian Alat Peraga

Alat peraga adalah saluran komunikasi atau perantara yang digunakan untuk membawa atau menyampaikan suatu pesan guna mencapai tujuan pengajaran . Alat peraga merupakan alat bantu atau penunjang yang digunakan oleh guru untuk menunjang proses belajar mengajar.

Menurut Pujiati (2004) alat peraga adalah alat pembantu dalam mengajar agar efektif. Menurut Suhardi (dalam Pujiati, 2004) pengertian alat peraga atau Audio-Visual Aids (AVA) adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan indera pendengaran.


(54)

Sejalan dengan itu Sumadi (dalam Pujiati, 2004) mengemukakan bahwa alat peraga atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui panca indera.

b. Tujuan dan Fungsi Alat Peraga

Pembelajaran menggunakan alat peraga berarti mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektivitas siswa belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis.

Pelajaran tidak sekedar menerawang pada wilayah abstrak, melainkan sebagai proses empirik yang konkret yang realistik serta menjadi bagian dari hidup yang tidak mudah dilupakan. Tujuan alat peraga adalah sebagai berikut :

1) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif. Bagi sebagian anak, matematika tampak seperti suatu sistem yang kaku, yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan dalil-dalil untuk dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika memiliki banyak hubungan untuk mengembangkan kreativitas. 2) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir

matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah sedemikian rupa, sehingga para peserta didik dapat menyukai pelajaran tersebut.


(55)

3) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan penerapan matematika dalam keadaan sebenarnya. Siswa dapat menghubungkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

4) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat peraga diharapkan peserta didik lebih memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat abstrak.

Dengan kata lain, tujuan penggunaan alat peraga adalah untuk mendemonstrasikan konsep yang abstrak ke dalam bentuk visual. Dalam proses pembelajaran alat peraga berfungsi :

1) Memecahkan rangkaian pembelajaran ceramah yang monoton. 2) Membumbui pembelajaran dengan humor untuk memperkuat

minat siswa.

3) Menghibur siswa agar pembelajaran tidak membosankan.

4) Memfokuskan perhatian siswa pada materi pelajaran secara konkret.

5) Melibatkan siswa dalam proses belajar sebagai rangkaian pengalaman nyata.


(56)

c. Persyaratan Alat Peraga

Menurut Pujiati (2004) ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran, yaitu:

1) Sesuai dengan konsep matematika.

2) Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar, atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika)

3) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat). 4) Bentuk dan warnanya menarik.

5) Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik. 6) Sederhana dan mudah dikelola.

7) Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta didik.

8) Peragan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar peserta didik dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok.


(57)

5. Alat Peraga Luasan

Luasan merupakan alat peraga dengan bentuk bangun datar lingkaran dan persegi yang di dalamnya dapat memuat potongan-potongan/ puzzle dengan ukuran dan bentuk yang sama. Tujuan dari permainan Luasan adalah untuk menyusun potongan/ puzzle itu (tanpa tumpang tindih) menjadi suatu bentuk bangun datar lingkaran atau persegi yang utuh. Dengan memindah-mindahkan potongan/ puzzle yang ada, kita dapat menciptakan berbagai bentuk yang sangat banyak. Ini adalah awal mula/ dasar untuk mengerti akan luas (area) dan garis keliling. Tidak hanya itu saja, Luasan kerap pula digunakan untuk mempelajari bilangan pecahan. Melalui permainan Luasan, konsep materi bilangan pecahan dapat dengan mudah tertanam di benak siswa. Siswa dapat menyebutkan besarnya pecahan dari setiap potongan Luasan tersebut. Siswa juga dapat melakukan operasi hitung pecahan menggunakan Luasan tersebut.


(58)

6. Keaktifan

a. Hakekat Keaktifan

Aktif adalah mampu beraksi dan bereaksi (Depdikbud, 1988). Keaktifan adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Pada waktu guru mengajar ia harus mengusahakan agar siswanya aktif jasmani maupun rohani. Keaktifan jasmani maupun rohani itu (Syaiful Sagala, 2006) meliputi:

1) Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba, dan lain-lain. Pesera didik harus dirangsang agar dapat menggunakan alat inderanya sebaik mungkin.

2) Keaktifan akal: akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk memecahkan masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat, dan mengambil keputusan.

3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.

4) Keaktifan emosi: dalam hal ini siswa hendaknya senantiasa berusaha mencintai pelajarannya.


(59)

b. Indikator Keaktifan Siswa

Indikator keaktifan siswa berdasarkan jenis aktivitasnya dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut (Paul D. Deirich dalam Ahmad Rohani, 1991):

1) Aktivitas visual (visual activities), antara lain: membaca, mengamati, demontrasi, dan mengamati eksperimen.

2) Aktivitas lisan (oral activities), antara lain: mengemukakan fakta/ prinsip, menghubungkan suatu kejadian, diskusi, mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan pendapat.

3) Aktivitas audio (listening activities), antara lain: menyimak penyajian materi/ informasi dan mendengarkan percakapan/ diskusi kelompok.

4) Aktivitas menulis (writing activities), antara lain: mengerjakan soal tes atau problem solving, mencatat hasil percobaan/ pengukuran, dan mencatat hasil diskusi.

5) Aktivitas menggambar (drawing activities), antara lain: membuat grafik atau sketsa.

6) Aktivitas motorik (motor activities), antara lain: memilih alat, merangkai alat, dan melakukan pengukuran.

7) Aktivitas mental, antara lain: merenungkan, memecahkan masalah, menganalisis, dan membuat keputusan.


(60)

8) Aktivitas emosional, antara lain: keberanian dan ketenangan siswa dalam merespon pertanyaan atau mengajukan pertanyaan serta mengemukakan pendapat.

c. Keaktifan Siswa dalam Proses Pembelajaran

Nana Sudjana (2010) mengemukakan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat dalam:

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya. 2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.

5) Melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal.

6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

7. Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (2010) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif


(61)

tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban/ reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemauan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflek, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, ketrampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber pada dirinya atau di luar dirinya atau lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain:

a. Faktor-faktor dalam diri individu

Faktor-faktor dalam diri individu menyangkut aspek jasmaniah maupun rohaniah. Aspek jasmaniah mencangkup kondisi dan kesehatan jasmani dari individu. Kondisi fisik menyangkut pula kelengkapan dan kesehatan indra penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan pencecapan.

Aspek psikis atau rohaniah tidak kalah pentingnya dalam belajar dengan aspek jasmaniah. Aspek psikis menyangkut kondisi kesehatan psikis, kemampuan-kemampuan intelektual, sosial, psikomotor, serta kondisi afektif dan kognitif dari individu.

Kondisi intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Kondisi intelektual ini menyangkut tingkat kecerdasan,


(62)

bakat-bakat, baik bakat sekolah maupun bakat pekerjaan. Juga termasuk kondisi intelektual adalah penguasaan siswa akan pengetahuan atau pelajaran-pelajaran yang lalu.

Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan orang lain, baik guru, teman, orang tua, maupun orang-orang yang lainnya. Seorang yang memiliki kondisi hubungan yang wajar dengan orang-orang sekitarnya akan mengalami ketentraman hidup dan berpengaruh pada kosentrasi dan kegiatan belajarnya.

Hal lain yang ada pada diri individu juga berpengaruh terhadap kondisi belajar adalah situasi afektif, selain ketenangan dan ketentraman psikis juga motivasi untuk belajar. Keberhasilan belajar seseorang juga dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, seperti keterampilan membaca, berdiskusi, memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas, dan lain-lain.

b. Faktor-faktor lingkungan

Keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi faktor-faktor di luar diri siswa, baik faktor fisik maupun sosial-psikologis yang berada pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pendidikan, memberikan landasan dasar bagi proses belajar pada lingkungan sekolah dan masyarakat. Faktor fisik dalam lingkungan keluarga yang meliputi keadaan rumah dan ruangan tempat belajar, suasana


(63)

lingkungan rumah sekitar dan yang tak kalah pentingnya adalah kondisi dan suasana sosial psikologis dalam keluarga.

Lingkungan fisik sekolah yang meliputi lingkungan kampus, sarana dan prasarana belajar yang ada, sumber-sumber belajar, media belajar, dan sebagainya. Lingkungan masyarakat di mana siswa atau individu berada juga berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya.

8. Pecahan

Tabel 2.1 Silabus Materi Pecahan Kelas VII SMP Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Memahami

sifat-sifat operasi hitung bilangan dan penggunaannya dalam pemecahan masalah 1.1 Melakukan operasi hitung pecahan 1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah

- Memberikan contoh berbagai bentuk dan jenis pecahan

- Mengubah bentuk pecahan ke bentuk pecahan yang lain

- Mengurutkan pecahan - Menyelesaikan operasi

hitung tambah, kurang, kali, bagi pecahan termasuk operasi campuran

- Mengenal dan

menggunakan sifat-sifat operasi hitung pecahan

a. Arti Pecahan

Bilangan pecahan merupakan himpunan bagian dari bilangan rasional. Bilangan rasional adalah bilangan yang dapat dibentuk menjadi , dimana ≠ 0 dan , ∈ . Sedangkan bilangan pecahan sama seperti bilangan rasional, namun < . Pecahan merupakan


(64)

satu bagian utuh yang dibagi menjadi beberapa bagian yang sama besar.

Sebuah jeruk mula-mula dibagi menjadi dua bagian yang sama. Satu bagian jeruk dari bagian yang sama itu disebut “satu per dua” atau “seperdua” atau “setengah” dan ditulis . Kedua bagian tersebut masing-masing dibagi dua lagi sehingga menjadi dua bagian yang sama. Satu bagian dari empat bagian yang sama itu disebut “satu per empat” atau “seperempat” dan ditulis . Bilangan dan pada

contoh diatas disebut pecahan. Pada pecahan , 1 disebut pembilang

dan 2 disebut penyebut, sedangkan pada pecahan , 1 disebut

pembilang dan 4 disebut penyebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa

bilangan yang dibagi disebut pembilang dan bilangan yang membagi disebut penyebut. Jika pembilang = dan penyebut = maka pecahan itu adalah , ≠ 0. Apabila = 0 maka pecahan itu tidak ada nilainya atau tidak terdefinisi. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyebut pecahan tidak boleh nol.

Bilangan pecahan dapat digambarkan dengan garis bilangan, yaitu dengan cara membagi garis itu menjadi beberapa bagian yang sama besar sesuai dengan penyebutnya.


(65)

Gambar 2.2 Garis Bilangan Pecahan b. Sifat Pecahan

Pecahan mempunyai sifat yaitu:

1) Nilai pecahan sama dengan nol (0) jika penyebutnya sama dengan nol (0).

2) Pembilang dan penyebut dapat dikali dengan bilangan yang sama, asalkan bukan nol (0).

c. Jenis Pecahan

1) Pecahan Senama

Dalam pecahan sering dikenal pecahan senama, yaitu pecahan-pecahan yang penyebutnya sama. Pecahan dan adalah pecahan senama karena penyebutnya sama yaitu 8. Demikian pula , , dan adalah pecahan yang senama karena penyebutnya sama yaitu . Untuk menjadikan dua atau lebih pecahan menjadi pecahan yang senama, caranya adalah dengan mencari kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut pecahan-pecahan tersebut.


(66)

2) Pecahan Senilai

Selain pecahan senama, dikenal pula pecahan senilai. Pecahan senilai yaitu pecahan-pecahan yang nilainya sama. Pecahan yang senilai dengan pecahan dengan ≠ 0 dapat dicari dengan aturan berikut ini:

= ×× atau = ∶

: dengan sembarang bilangan asli.

d. Menyederhanakan Pecahan

Sebuah pecahan dapat disederhanakan asalkan penyebut dan pembilang dari pecahan itu memiliki faktor persekutuan. Menyederhanakan sebuah pecahan berarti mencari pecahan yang lebih sederhana dari pecahan tersebut. Sebuah pecahan dapat disederhanakan dengan cara membagi terus-menerus pembilang dan penyebut suatu pecahan dengan faktor pembagi dari pembilang dan penyebut. Sebuah pecahan dikatakan dalam bentuk paling sederhana apabila ia hanya mempunyai faktor pembagi 1.

e. Membandingkan Dua Pecahan

Jika mempunyai dua pecahan yang tidak senilai maka keduanya dapat dibandingkan dengan menggunakan notasi lebih dari > atau

kurang dari <). Untuk membandingkan pecahan-pecahan itu, perlu

memperhatikan besar pembilang dan penyebut dari pecahan tersebut. Suatu cara membandingkan pecahan adalah dengan menyatakan


(67)

pecahan-pecahan itu sebagai pecahan yang senama kemudian membandingkan pembilang-pembilangnya. Dalam proses ini dapat digunakan kelipatan persekutuan terkecil dari penyebut-penyebut pecahan.

f. Pecahan diantara Dua Pecahan

Diantara dua pecahan selalu dapat ditentukan sebuah pecahan diantara keduanya. Hal ini dilakukan dengan cara mengurutkan pecahan itu secara naik (dari kecil ke besar) atau secara turun (dari besar ke kecil). Langkah awal yang harus dilakukan adalah mengubah kedua pecahan itu menjadi pecahan senama, setelah itu melihat urutan pembilang dari pecahan senama tersebut, kemudian menentukan letaknya pada garis bilangan.

g. Operasi hitung pada Pecahan

Dalam bilangan real, dikenal operasi hitung penjumlahan dan perkalian beserta invers-inversnya. Pengurangan merupakan invers dari penjumlahan. Sedangkan pembagian merupakan invers dari perkalian. Seperti yang dituliskan berikut ini:

• + = ⇔ − = atau − =


(68)

Pada bilangan pecahan juga berlaku operasi hitung seperti pada bilangan real, sebab bilangan pecahan merupakan himpunan bagian dari bilangan real. Operasi hitung tersebut meliputi:

1) Penjumlahan

a) Penjumlahan pecahan senama

Operasi penjumlahan pada pecahan senama dapat dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya dengan penyebut yang tetap.

Contoh:

+! =

b) Penjumlahan pecahan tak senama

Operasi penjumlahan hanya dapat dilakukan asalkan penyebut dari pecahan yang akan dijumlahkan bernilai sama atau merupakan pecahan senama. Untuk menyamakan penyebut, pertama-tama ubah pecahan tersebut menjadi pecahan senama dengan menggunakan kelipatan persekutuan terkecil penyebutnya. Kemudian jumlahkan pembilangnya dan tulis dalam bentuk yang paling sederhana.

Contoh:


(69)

c) Penjumlahan antarpecahan campuran

Cara untuk menjumlahkan bilangan campuran adalah menghitung bagian bilangan bulat dan pecahannya secara terpisah. Kadang-kadang jumlah dari bagian pecahan adalah suatu pecahan yang pembilangnya lebih dari penyebutnya. Jika demikian, ubahlah dahulu pecahan tersebut sebagai bilangan campuran.

Contoh:

3 + 4 = ⋯

Maka langkah pengerjaannya: • Jumlahkan bilangan bulatnya

4 + 3 = 7

• Jumlahkan pecahannya

+ = ×× + ×× = (+(="( = 1(

• Jumlahkan bilangan bulat dan pecahannya 7 + 1(= 8(

2) Pengurangan

a) Pengurangan pecahan senama

Operasi pengurangan pada pecahan senama dapat dilakukan dengan mengurangkan pembilang-pembilangnya dengan penyebut yang tetap.


(70)

Contoh:

− = =

b) Pengurangan pecahan tak senama

Operasi pengurangan hanya dapat dilakukan asalkan penyebut dari pecahan yang akan dikurangkan bernilai sama atau merupakan pecahan senama. Untuk menyamakan penyebut, pertama-tama ubah pecahan tersebut menjadi pecahan senama dengan menggunakan kelipatan persekutuan terkecil penyebutnya. Kemudian kurangkan pembilang-pembilangnya (penyebut tetap) dan tulis dalam bentuk yang paling sederhana.

Contoh:

− = ×× − ×× = − =

c) Pengurangan pecahan campuran tanpa peminjaman

Cara untuk mengurangkan bilangan campuran adalah mengurangkan bagian bilangan bulat dan pecahannya secara terpisah.

Contoh:

68 − 4 = ⋯

Langkah pengerjaannya:

• Kurangkan bilangan bulatnya 68 − 4 = 64


(71)

• Kurangkan pecahannya

− = ×× − ×× = − =

• Jumlahkan bilangan bulat dan pecahannya

64 + = 64

d) Pengurangan pecahan campuran dengan peminjaman

Cara ini digunakan apabila pecahan tidak dapat dikurangkan. Maka langkah yang diambil adalah dengan meminjam dari bilangan bulat.

Contoh:

67 − 12 = ⋯

Langkah pengerjaannya:

• Karena < , maka pinjam 1 dari 67 sehingga menjadi 66

• Kurangkan bilangan bulatnya 66 − 12 = 54

• Kurangkan pecahannya

− =(=

• Jumlahkan bilangan bulat dan pecahannya


(72)

3) Perkalian

a) Perkalian antarpecahan

Untuk mengalikan pecahan dengan pecahan, kalikanlah pembilang-pembilangnya. Kemudian kalikan penyebut-penyebutnya. Jika pembilang dari pecahan pertama dan penyebut dari pecahan yang lain mempunyai faktor persekutuan, maka dapat disederhanakan sebelum mengalikannnya.

Contoh:

× = ×× = ( =

b) Perkalian bilangan cacah dengan pecahan

Pada perkalian bilangan cacah dengan pecahan, dapat mengubah bilangan cacah ke dalam bentuk pecahan dengan penyebut 1 kemudian melakukan perkalian pecahan. Kadang-kadang perkalian dari bagian pecahan adalah suatu pecahan yang pembilangnya lebih dari penyebutnya. Jika demikian, ubahlah dahulu pecahan tersebut sebagai bilangan campuran.

Contoh:

3 ×!= ×!= ××!= ! = 2! c) Perkalian antarpecahan campuran

Untuk mengalikan bilangan campuran, nyatakanlah terlebih dahulu bilangan campuran itu sebagai pecahan yang


(73)

pembilangnya lebih dari penyebutnya atau mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa. Kemudian kalikan pecahan-pecahan tersebut. Jika hasil dari hasil perkalian pembilang lebih besar dari penyebutnya, maka ubahlah dahulu pecahan tersebut sebagai bilangan campuran.

Contoh:

2 × 1 =!×!= != 3

4) Pembagian

Sebelum menguraikan operasi pembagian pada pecahan, perlu diperhatikan terlebih dahulu mengenai invers (kebalikan). Contoh:

• × = 1, adalah invers (kebalikan) perkalian dari atau

adalah invers perkalian dari .

• × 2 = 1, adala invers perkalian dari 2 atau 2 adalah invers perkalian dari .

Secara umum dapat disimpulkan bahwa adalah invers

(kebalikan) perkalian dari , karena × = 1 dan sebaliknya. Untuk melakukan operasi pembagian antar bilangan pecahan, langkah yang ditempuh adalah dengan mengalikan pecahan itu dengan invers (kebalikan) dari pembagi.


(74)

Contoh:

∶ = × = ×× = = 2

h. Sifat-sifat Operasi Pecahan

Ingat kembali sifat-sifat yang berlaku pada penjumlahan dan perkalian bilangan bulat. Untuk setiap bilangan bulat , , dan maka berlaku:

• Sifat komutatif

- Komutatif pada penjumlahan: + = + - Komutatif pada perkalian: × = × • Sifat asosiatif

- Asosiatif pada penjumlahan: + + = + + - Asosiatif pada perkalian: × × = × × • Sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan:

× + = × + ×

• Sifat distributif perkalian terhadap pengurangan:

× − = × − ×

Sifat-sifat ini juga berlaku pada penjumlahan dan perkalian bilangan pecahan. Berikut adalah penjelasannya:

1) Komutatif

Sifat komutatif atau sifat pertukaran. Jika kedua bilangan ditukar tempatnya, namun hasilnya tidak berubah, maka operasi tersebut memenuhi sifat komutatif.


(75)

a) Penjumlahan Contoh:

(+( =( = dan (+( =(= Ini berarti

(+(= (+( . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat komutatif berlaku pada operasi penjumlahan pecahan.

b) Pengurangan Contoh:

"

!− !! = ! dan !!− "! = − ! Ini berati "

!− !!≠ !!− "! . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat komutatif tidak berlaku pada opersi pengurangan pecahan.

c) Perkalian Contoh:

×"= dan

"× = Ini berarti ×

"="× . Sehingga dapat disimpulkan

bahwa sifat komutatif berlaku pada operasi perkalian pecahan.

d) Pembagian Contoh:


(76)

Ini berarti ∶ ≠ ∶ . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat komutatif tidak berlaku pada operasi pembagian pecahan.

2) Asositif

Sifat asosiatif atau sifat pengelompokkan. Jika operasi tersebut dikelompokkan secara berbeda, namun hasil operasinya tetap sama, maka operasi tersebut memenuhi sifat asosiatif.

a) Penjumlahan Contoh:

+ - + . = +!=" dan - + . + = + ="

Ini berarti + - + . = - + . + . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat asosiatif berlaku pada operasi penjumlahan pecahan.

b) Pengurangan Contoh:

!− - − . = ! " = =

" dan

- !− . − = ( − = ="

Ini berarti !− - − . ≠ - !− . − . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat asosaitif tidak berlaku pada operasi pengurangan pecahan.


(77)

c) Perkalian Contoh:

!× -(× . =!× = / dan -!×(. × = /× = /.

Ini berarti

!× -(× . = -!×(. × . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat asosiatif berlaku pada operasi perkalian pecahan.

d) Pembagian Contoh:

∶ -!(∶ . = ∶ != / dan - ∶ ! (.: =

(

! ∶ = !

Ini berarti ∶ -!

(∶ . ≠ - ∶

!

(.: . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sifat asosiatif tidak berlaku pada operasi pembagian pecahan.

3) Distributif

Sifat distributif atau sifat penyebaran. a) Distributif perkalian terhadap penjumlahan

Contoh:

× - +!(. = ×( =


(78)

Karena × - +!

(. = - × . + - ×!(.. Maka dapat disimpulkan bahwa sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan berlaku pada operasi hitung pecahan.

b) Distributif perkalian terhadap pengurangan Contoh:

× -!(− . = ×( =

- ×!(. − - × . = ! − =

Karena × -!

(− . = - ×

!

(. − - × .. Maka dapat

disimpulkan bahwa sifat distributif perkalian terhadap pengurangan berlaku pada operasi hitung pecahan.

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi, pembelajaran dikatakan berhasil apabila adanya interaksi aktif antara siswa dengan siswa, guru, maupun sumber belajar pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelas. Pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa menuntut siswa berinteraksi aktif dengan siswa, guru, dan sumber belajar. Pembelajaran yang demikian bertujuan, menuntun siswa untuk dapat mencari dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga akan memberikan hasil yang maksimal. Media pembelajaran sangat berperan dalam keberhasilan siswa. Penggunaan media pembelajaran salah satunya dengan penggunaan alat


(79)

peraga. Alat peraga Luasan, khususnya pada materi Pecahan dirancang untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam penanaman konsep dan menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran serta mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Jika pembelajaran matematika dilakukan dengan baik dan disertai dengan penggunaan alat peraga yang tepat, maka keaktifan dan hasil belajar siswa akan meningkat.

Kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis merupakan suatu jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji terlebih dahulu secara empiris. Oleh karena itu agar rumusan jawaban dipecahkan, maka seorang peneliti memerlukan suatu pedoman yang digunakan sebagai tuntunan. Pedoman itu berupa jawaban sementara atau hipotesis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VII B semester gasal SMP Joannes Bosco tahun pelajaran 2013/ 2014.

Keaktifan Siswa Pembelajaran

Pemahaman dan Hasil Belajar Siswa Alat Peraga Luasan


(80)

58

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen sekaligus korelasional. Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu (dalam Sugiyono, 2010: 11). Pengaruh treatment dalam penelitian ini adalah pengaruh penggunaan alat peraga Luasan pada pembelajaran matematika pokok bahasan Pecahan. Metode korelasional merupakan metode penelitian yang digunakan untuk mencari hubungan antara beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian. Hubungan beberapa variabel tersebut misalnya hubungan antara penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika terhadap keaktifan dan hasil belajar siswa.

Penelitian ini digolongkan dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2010: 14) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Metode


(1)

249

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

FOTO-FOTO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Saat siswa bersama dengan guru mempraktekkan peggunaan alat

peraga di depan kelas

Saat siswa menggunakan alat peraga dalam kelompok


(3)

251

Saat siswa menuliskan hasil diskusi kelompok di papan tulis dan

mempresentasikannya

Saat siswa mengemukan pendapat dalam diskusi kelas

Saat guru memberikan konfirmasi atas jawaban-jawaban siswa


(4)

252

LAMPIRAN G

1.

Surat Ijin Penelitian


(5)

253

SURAT IJIN PENELITIAN


(6)

Dokumen yang terkait

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika|b:Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/2003

0 11 80

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika: Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/200

0 13 80

Hubungan antara persepsi dan motivasi belajar fisika dengan hasil belajar fisika pokok bahasan energi siswa kelas 1 cawu III SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2001/2002

0 4 69

Peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan pecahan malalui pendekatan palkam pada siswa SD

1 10 200

Pengaruh penggunaan alat peraga dakon terhadap hasil belajar matematika siswa

4 25 161

Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui pendekatan realistik pada pokok bahasan pecahan

2 17 79

Upaya meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual pada siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 6 0

Identifikasi miskonsepsi dalam pembelajaran IPA ruang lingkup materi dan sifatnya di SMP Joannes Bosco Yogyakarta kelas VIII tahun ajaran 2014-2015

1 5 9

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25

Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan hasil belajar siswa melalui pokok bahasan pesawat sederhana di SMP Negeri-4 kelas VIII semester II Palangka Raya tahun ajaran 2015/2016 - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 185