Optimasi dan evaluasi Spanning Tree Protocol 802.ID Timers sesuai dengan network diameter pada switch Cisco Catalyst 2960.

(1)

vii

ABSTRAK

Jaringan yang redundan memiliki keuntungan dari sisi ketersediaan atau

high availability dan reliability. Namun jaringan redundan memiliki resiko permasalahan bridging loop. Spanning Tree Protocol 802.1D diperkenalkan dalam Ethernet LAN untuk menyelesaikan permasalahan bridging loop yang terbentuk pada sebuah jaringan switch redundan atau yang dinamakan switched network. Spanning Tree Protocol 802.1D membutuhkan waktu agar membuat jaringan redundan yang terdapat loop menjadi bebas loop yang dinamakan waktu konvergensi. Menurut dokumen dari IEEE, waktu konvergensi sebuah jaringan

switched network adalah antara 30 hingga 50 detik. Hal tersebut menjadi waktu yang relatif lama untuk memenuhi permintaan jaringan Ethernet modern saat ini. Kemudian Spanning Tree Protocol 802.1D diturunkan menjadi teknologi yang lebih baru dan lebih cepat konvergen, namun organisasi dengan perangkat jaringan yang telah lama digunakan tidak mendukung teknologi yang lebih baru sehingga Spanning Tree Protocol 802.1D tersebut masih dipergunakan. Maka hasilnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah waktu konvergensi dari Spanning Tree Protocol 802.1D dapat dioptimisasi dengan cara mengubah STP timers yakni hello time, forward delay, dan max age dimana dapat mempengaruhi stabilitas dari jaringan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan agar didapat kecepatan konvergensi dari switched network dengan protokol Spanning Tree Protocol 802.1D yang lebih cepat, serta mengetahui kemungkinan kegagalan konvergensi sebagaimana dicantumkan dalam dokumen IEEE. Penelitian dan pengambilan data dilakukan dengan perangkat Switch CISCO Catalyst 2960 dengan skenario waktu konvergen awal atau Initial Convergence, waktu konvergen saat terjadi kegagalan link atau Failover Convergence, dan waktu saat link yang gagal berfungsi kembali atau Recovery Convergence.

Kata Kunci: Spanning Tree Protokol, 802.1D, waktu konvergensi, timers, optimisasi, switched network, hello time, forward delay, max age


(2)

viii

ABSTRACT

Redundant network has advantage which are high availability and reliability. But redundant network has drawback which can create bridging loop. Spanning Tree Protocol 802.1D was introduced to LAN Ethernet to overcome the problems of bridging loop forming in switched network. Spanning Tree Protocol 802.1D typically has a convergence time of between 30 and 50 seconds, as inside IEEE document. This makes it inadequate for the demands of most modern Ethernet networks. Therefore Spanning Tree Protocol 802.1D has been superseded by newer technologies offering greater scalability and faster convergence time, however businesses with legacy network equipment that does not support the newer technologies may still using Spanning Tree Protocol 802.1D. As a result, this research aim to investigate whether or not Spanning Tree Protocol 802.1D convergence time can be opmitized by tuning STP timers hello time, forward delay, and max age whilst still retaining network stability. This research expect results for a faster convergence time of a switched network with Spanning Tree Protocol 802.1D, and know the drawback of tuning STP timers which is failed to convergence as written inside IEEE document. This research will be carried out using CISCO Catalyst 2960 Switch device with three scenario, Initial Convergence, Failover Convergence, and Recovery Convergence.

Keywords: Spanning Tree Protocol, 802.1D, convergence time, timers, optimization, switched network, hello time, forward delay, max age


(3)

OPTIMISASI DAN EVALUASI SPANNING

TREE PROTOCOL 802.1D TIMERS SESUAI

DENGAN NETWORK DIAMETER PADA

SWITCH CISCO CATALYST 2960

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Komputer atau S.Kom. Program Studi Teknik

Informatika

Oleh:

Aditya Bayu Putranto

085314113

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

i

OPTIMISASI DAN EVALUASI SPANNING

TREE PROTOCOL 802.1D TIMERS SESUAI

DENGAN NETWORK DIAMETER PADA

SWITCH CISCO CATALYST 2960

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Komputer atau S.Kom. Program Studi Teknik

Informatika

Oleh:

Aditya Bayu Putranto

085314113

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

ii

OPTIMIZATION AND EVALUATION OF 802.1D

SPANNING TREE PROTOCOL TIMERS BASED

BY NETWORK DIAMETER ON SWITCH

CISCO CATALYST 2960

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain

The Sarjana Komputer Degree in Informatics Engineering Study

Program

By:

Aditya Bayu Putranto

085314113

INFORMATION TECHNOLOGY STUDY PROGRAM

INFORMATION TECHNOLOGY DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2013


(6)

iii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

OPTIMISASI DAN EVALUASI SPANNING TREE PROTOCOL 802.1D TIMERS SESUAI DENGAN NETWORK DIAMETER PADA SWITCH

CISCO CATALYST 2960

Disusun oleh:

Nama: Aditya Bayu Putranto NIM: 085314113

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing,


(7)

iv

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

OPTIMISASI DAN EVALUASI SPANNING TREE PROTOCOL 802.1D TIMERS SESUAI DENGAN NETWORK DIAMETER PADA SWITCH

CISCO 2960

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Nama : Aditya Bayu Putranto

NIM : 085314113

Telah dipertahankan didepan panitia penguji Pada Tanggal : 15 April 2013

Dan dinyatakan memenuhi syarat.

Susunan panitia penguji:

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. ... Sekretaris : St. Yudianto Asmoro, S.T., M.Kom. ... Pembimbing : Henricus Agung Hernawan, S.T., M.Kom ...

Yogyakarta, _______________ Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(8)

v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau sebagian dari hasil karya orang lain, kecuali yang tercantum dan disebutkan dalam kutipan serta daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 April 2013 Penulis,


(9)

vi

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Aditya Bayu Putranto

NIM : 085314113

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:

“OPTIMISASI DAN EVALUASI SPANNING TREE PROTOCOL 802.1D TIMERS SESUAI DENGAN NETWORK DIAMETER PADA SWITCH CISCO CATALYST 2960”

bersama perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet maupun media lain untuk keperluan akademis tanpa perlu memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 17 April 2013 Penulis,


(10)

vii

ABSTRAK

Jaringan yang redundan memiliki keuntungan dari sisi ketersediaan atau

high availability dan reliability. Namun jaringan redundan memiliki resiko permasalahan bridging loop. Spanning Tree Protocol 802.1D diperkenalkan dalam Ethernet LAN untuk menyelesaikan permasalahan bridging loop yang terbentuk pada sebuah jaringan switch redundan atau yang dinamakan switched network. Spanning Tree Protocol 802.1D membutuhkan waktu agar membuat jaringan redundan yang terdapat loop menjadi bebas loop yang dinamakan waktu konvergensi. Menurut dokumen dari IEEE, waktu konvergensi sebuah jaringan

switched network adalah antara 30 hingga 50 detik. Hal tersebut menjadi waktu yang relatif lama untuk memenuhi permintaan jaringan Ethernet modern saat ini. Kemudian Spanning Tree Protocol 802.1D diturunkan menjadi teknologi yang lebih baru dan lebih cepat konvergen, namun organisasi dengan perangkat jaringan yang telah lama digunakan tidak mendukung teknologi yang lebih baru sehingga Spanning Tree Protocol 802.1D tersebut masih dipergunakan. Maka hasilnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah waktu konvergensi dari Spanning Tree Protocol 802.1D dapat dioptimisasi dengan cara mengubah STP timers yakni hello time, forward delay, dan max age dimana dapat mempengaruhi stabilitas dari jaringan itu sendiri. Penelitian ini dilakukan agar didapat kecepatan konvergensi dari switched network dengan protokol Spanning Tree Protocol 802.1D yang lebih cepat, serta mengetahui kemungkinan kegagalan konvergensi sebagaimana dicantumkan dalam dokumen IEEE. Penelitian dan pengambilan data dilakukan dengan perangkat Switch CISCO Catalyst 2960 dengan skenario waktu konvergen awal atau Initial Convergence, waktu konvergen saat terjadi kegagalan link atau Failover Convergence, dan waktu saat link yang gagal berfungsi kembali atau Recovery Convergence.

Kata Kunci: Spanning Tree Protokol, 802.1D, waktu konvergensi, timers, optimisasi, switched network, hello time, forward delay, max age


(11)

viii

ABSTRACT

Redundant network has advantage which are high availability and reliability. But redundant network has drawback which can create bridging loop. Spanning Tree Protocol 802.1D was introduced to LAN Ethernet to overcome the problems of bridging loop forming in switched network. Spanning Tree Protocol 802.1D typically has a convergence time of between 30 and 50 seconds, as inside IEEE document. This makes it inadequate for the demands of most modern Ethernet networks. Therefore Spanning Tree Protocol 802.1D has been superseded by newer technologies offering greater scalability and faster convergence time, however businesses with legacy network equipment that does not support the newer technologies may still using Spanning Tree Protocol 802.1D. As a result, this research aim to investigate whether or not Spanning Tree Protocol 802.1D convergence time can be opmitized by tuning STP timers hello time, forward delay, and max age whilst still retaining network stability. This research expect results for a faster convergence time of a switched network with Spanning Tree Protocol 802.1D, and know the drawback of tuning STP timers which is failed to convergence as written inside IEEE document. This research will be carried out using CISCO Catalyst 2960 Switch device with three scenario, Initial Convergence, Failover Convergence, and Recovery Convergence.

Keywords: Spanning Tree Protocol, 802.1D, convergence time, timers, optimization, switched network, hello time, forward delay, max age


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Memiliki kemampuan melakukan design sebuah jaringan merupakan sebuah kebutuhan sebagai seorang network engineer pada saat ini. Design harus sesuai dengan kebutuhan bisnis sebuah organisasi, mendukung kemajuan teknologi Information and Communication Technology atau ICT, dan merupakan

design yang tangguh dan membuat costumer puas dan percaya.

Design tersebut diwujudkan kedalam sebuah arsitektur jaringan LAN dengan perangkat switch agar menjadi solusi kebutuhan bisnis yang hemat dan handal. Arsitektur jaringan LAN dengan perangkat switch tersebut bila ditinjau dari kecepatan pengiriman data berdasarkan OSI layer, maka sedapat mungkin bekerja pada layer 2, dimana hanya mengenali alamat Medium Access Control

atau MAC, dan tidak terdapat mekanisme routing. Hal ini menjadi tantangan bagaimana menyediakan jaringan redundan pada layer 2 yang tangguh, dan senantiasa tersedia untuk dapat diakses user. Hal tersebut yang akan dijawab dengan protokol Spanning Tree Protocol 802.1D.

Penulisan dari skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis menerima kritik, saran dan masukan yang dapat berguna bagi penulis.


(13)

x

HALAMAN PERSEMBAHAN

Demi nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin. Sungguh besar kasih Allah yang dilimpahkan sepanjang hidup penulis. Skripsi ini merupakan secuil bukti dari kasih Allah yang penulis rasakan dalam menyelesaikan kuliah di Universitas Sanata Dharma ini, dimana karena bantuanNya lah skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Ada banyak hal terjadi terkait dengan skripsi ini. Terdapat banyak sekali bantuan, dukungan, dorongan, semangat, pelajaran, dan doa yang penulis terima pada saat menyelesaikan penelitian ini. Bagian ini merupakan persembahan yang tak sebanding yang dapat penulis berikan sebagai ungkapan terima kasih atas bantuan, dukungan, dorongan, semangat, pelajaran, dan doa yang penulis terima dari banyak pihak.

Pihak yang berjasa tersebut adalah:

1. Alm. Ibunda penulis tercinta, yang telah menghadap Allah pada saat penulis duduk di semester 4. Kata-kata tidak mampu mengungkapkan semua. Terima kasih ibu.

2. Ayah penulis, yang telah mempersembahkan hidupnya menjadi ayah yang baik sekaligus merangkap sebagai ibu di rumah, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah. Serta adik penulis yang senantiasa mendoakan. Terima kasih.

3. Leticia Josselyn, orang yang hadir pada saat hidup penulis sedang berada dibawah, menemani penulis, mendengarkan cerita, memberikan nasehat dengan sabar, dan telah mengubah penulis menjadi orang yang lebih baik. Terima kasih banyak.

4. Priecielia Natasha Lolita, yang pada saat penulis mengerjakan penelitian ini, selalu datang dan membawakan makanan dan minuman, senantiasa memberikan saran, dan mendoakan penulis. Terima kasih.


(14)

xi

5. Bapak Henricus Agung Hernawan, yang merupakan dosen pembimbing yang baik, mengutamakan kualitas, dan membuat penulis mengerti sebuah pola penelitian yang baik. Terima kasih.

6. Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi, yang telah menjadi Ketua Dosen Penguji yang sangat baik, serta Bapak Yudianto Asmoro yang menjadi Sekretaris Dosen Penguji yang baik dan teliti. Terima kasih.

7. Ibu Sri Hartati Wijono, selaku dosen pembimbing akademik, yang selalu membantu penulis, dan memberikan masukan kepada penulis saat penulis memiliki permasalahan akademik. Terima kasih.

8. Florencia Paramitha, orang yang telah memberikan semangat yang tak terhitung kepada penulis pada saat mengerjakan penelitian. Terima kasih. 9. Fx Eri Wiranda dan Raymundus Nonnatus, yang menjadi partner penulis

pada saat mengerjakan skripsi, mengambil data penelitian di lab jaringan komputer, dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan telah hadir pada saat sidang skripsi bersama Samuel Alexander. Terima kasih.

10.Dominico Tri Sujatmoko dan Mahesa Ahening Raras Kaesthi, yang merupakan teman seperjuangan penulis di kelas. Terima kasih.

11.Roy Syahputra, Andi Yulianto, Yunita Wahyuning Putri, Laurina Silvianti Dewi, dan Felix Chandra yang merupakan sahabat penulis di Universitas Sanata Dharma dari awal semester 1. Terima kasih.

12.Teman-teman angkatan 2008 yang telah saling memberi dukungan, menjadi sebuah angkatan yang solid dan kompak. Terima kasih, sampai jumpa, dan semoga sukses!

13.Adik angkatan 2009, 2010 dan 2011, yang selalu menyapa dengan sangat ramah baik di kelas, di lab, dan pada saat di kampus yang memberikan kesan tersendiri bagi penulis. Terima kasih.

14.Serta semua orang yang senantiasa mendoakan penulis, yang tidak tercantum disini. Terima kasih banyak.


(15)

xii

Akhir kata, sekali lagi terima kasih diucapkan penulis, serta mohon maaf apabila penulis alpa memberikan terima kasih baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis juga meminta maaf bila terdapat kesalahan dari penulis baik pada saat serangkaian penelitian ini, pada saat proses perkuliahan, serta pada saat di kampus. Sampai jumpa, terima kasih, dan semoga Tuhan memberkati, amin.

Yogyakarta, 17 April 2013


(16)

xiii

Daftar Isi

Halaman Judul ... i

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

Daftar Isi... xiii

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Tabel ... xx

MOTTO ... xxi

Bab I ... 1

Pendahuluan ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Batasan Masalah ... 5

1.5. Metodologi Penelitian ... 5

1.6. Sistematika Penulisan ... 6


(17)

xiv

Landasan Teori ... 8

2.1. Pengantar ... 8

2.2. Switched Network ... 8

2.3. Virtual Local Area Network ... 9

2.3.1. Static VLAN ... 10

2.3.2. Dynamic VLAN ... 11

2.4. VLAN Trunk ... 11

2.5. Hierarchical Network Design ... 12

2.5.1. Access Layer... 13

2.5.2. Distribution Layer ... 14

2.5.3. Core Layer ... 15

2.6. Broadcast Storm ... 15

2.6.1. Proses Terjadinya Bridging Loop dan Broadcast Storm ... 17

2.7. IEEE Spanning Tree ProtocolStandard 802.1D ... 20

2.7.1. Spanning Tree Communication: Bridge Protocol Data Units ... 21

2.8. Waktu & Proses Konvergensi Spanning Tree Protocol 802.1D... 22

2.8.1. Memilih Root Bridge ... 23

2.8.2. Memilih Root Port ... 25

2.8.3. Memilih Designated Port ... 27

2.8.4. Spanning Tree ProtocolPort States ... 30

2.8.5. Spanning Tree Protocol Timers ... 33

2.8.6. Parameter Lain STP Timers ... 34

2.8.7. Topology Change ... 36

Bab III ... 45

Perencanaan Penelitian... 45


(18)

xv

3.1.1. Spesifikasi Hardware ... 45

3.1.2. Spesifikasi Software ... 47

3.1.3. Spesifikasi SpanningTreeProtocol ... 48

3.2. Spesifikasi Pengukuran ... 48

3.2.1. Skenario dan Topologi jaringan ... 48

3.2.2. Parameter Pengukuran ... 51

3.3. Metode Pengukuran dan Optimisasi ... 52

3.3.1. Flowchart Pengukuran ... 53

3.3.1.1. Tahap 1. Persiapan Pengukuran ... 54

3.3.1.2. Tahap 2. Pengambilan Data Initial Convergence ... 54

3.3.1.3. Tahap 3. Pengambilan Data Failover dan Recovery Convergence 55 Bab IV ... 57

Pengukuran dan Analisis ... 57

4.1. Persiapan Pengukuran ... 57

4.1.1. Konfigurasi NetworkTimeProtocol ... 57

4.1.2. Konfigurasi Spanning Tree Protocol Timers ... 59

4.1.3. Konfigurasi Debug Spanning Tree Switch Status ... 59

4.1.4. Metode Pengambilan Data Initial Convergence, Failover Convergence, dan Recovery Convergence ... 60

4.2. Pengukuran dan Analisis Kecepatan Konvergensi ... 66

4.2.1. Pengukuran Pengaruh Hello Time, Forward Delay, dan Maximum Age Terhadap Kecepatan Konvergensi ... 66

4.2.2. Pengukuran InitialConvergence Dengan Network Diameter ... 69

4.2.3. Analisis FailoverConvergence ... 71


(19)

xvi

4.2.5. Analisis Hubungan Convergence Time & Forward Delay

Berdasarkan NetworkDiameter ... 73

Bab V ... 79

Kesimpulan dan Saran... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(20)

xvii

Daftar Gambar

Gambar 2.1. Menghubungkan banyak VLAN dengan menggunakan trunk link ... 12

Gambar 2.2 Contoh Hierarchical Network Design... 13

Gambar 2.3. Manfaat Redundancy untuk High Availability ... 14

Gambar 2.4. Contoh agregasi VLAN yang terjadi pada Distribution layer ... 14

Gambar 2.5. Contoh Link Agregation ... 15

Gambar 2.6. Contoh topologi yang memungkinkan terjadi broadcast storm ... 17

Gambar 2.7. Simulasi dari keadaan bridging loop ... 19

Gambar 2.8. Cara kerja Spanning Tree Protocol ... 21

Gambar 2.9. Proses Perubahan Port Status STP 802.1D ... 22

Gambar 2.10. Contoh Designated Port Selection ... 29

Gambar 2.11. Port state dan prosesnya ... 32

Gambar 2.12. Efek dari sebuah Direct Topology Change ... 39

Gambar 2.13. Efek dari Indirect Topology Change ... 41

Gambar 2.14 Efek dari Insignificant Topology Change ... 43

Gambar 3.1. Network diameter berukuran 2, dengan 2 buah Switch ... 48

Gambar 3.2: Topologi dengan networkdiameter berukuran 3 switch ... 49

Gambar 3.3. Network diameter berukuran 4 dengan menggunakan 8 Switch ... 49

Gambar 3.4. Network diameter berukuran 5 dengan menggunakan 9 Switch. ... 49

Gambar 3.5. Network diameter berukuran 6 dengan menggunakan 9 Switch ... 50


(21)

xviii

Gambar 3.7. Proses Perubahan Port Status ... 51

Gambar 3.7. Flowchart Prosedur Pengukuran dan Optimasi ... 53

Gambar 3.8. Proses persiapan pengukuran ... 54

Gambar 3.9. Proses pengambilan data Initial Convergence ... 55

Gambar 3.10. Pengambilan data kecepatan Failover dan RecoveryConvergence 56 Gambar 4.1. Topologi Konfigurasi NTP... 58

Gambar 4.2. Debug Spanning Tree Switch State ... 59

Gambar 4.3. Cara mengukur kecepatan Initial Convergence ... 61

Gambar 4.4. Terjadi perubahan port status secara terus menerus ... 62

Gambar 4.5. Notifikasi “MACFLAP NOTIF” ... 63

Gambar 4.6. Pengukuran Failover Convergence ... 63

Gambar 4.7. Pengukuran Recovery Convergence ... 65

Gambar 4.8. Pengukuran Pengaruh Hello Time Terhadap Kecepata Konvergensi66 Gambar 4.9. Pengukuran Pengaruh Forward Delay Terhadap Kecepatan Konvergensi ... 67

Gambar 4.10. Pengukuran Pengaruh Maximum Age Terhadap Kecepatan Konvergensi ... 68

Gambar 4.11. Grafik hasil pengukuran Initial Convergence ... 69

Gambar 4.12. Grafik pengukuran Failover Convergence ... 71

Gambar 4.13. Grafik pengukuran Recovery Convergence... 72

Gambar 4.14. Hasil pengukuran Convergence & Forward Delay Diameter 2 ... 73

Gambar 4.15. Hasil pengukuran Convergence & Forward Delay Diameter 3 ... 74


(22)

xix

Gambar 4.17. Hasil pengukuran Convergence & Forward Delay Diameter 5 ... 75 Gambar 4.18. Hasil pengukuran Convergence & Forward Delay Diameter 6 ... 76 Gambar 4.19. Hasil pengukuran Convergence & Forward Delay Diameter 7 ... 76


(23)

xx

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Configuration BPDU Message Content ... 22 Tabel 2.2. STP Path Cost ... 26 Tabel 2.3 STP States dan Port Activity ... 33 Tabel 2.4 TopologyChangeNotification BPDU MessageContent ... 36 Tabel 3.1: Spesifikasi teknis switch Cisco Catalyst 2960 ... 46 Tabel 3.3. Parameter lain dalam penelitian ... 52 Tabel 4.1. Tabel perubahan status port Initial... 61 Tabel 4.2. Perubahan port status flapping ... 62 Tabel 4.3. Tabel perubahan status port Failover... 63 Tabel 4.4. Tabel perubahan status port Recovery ... 64 Tabel 4.5. ForwardDelay yang disarankan berdasarkan NetworkDiameter ... 77


(24)

xxi

MOTTO

“In the name of the Father,

and of the Son, and of the


(25)

1

Bab I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Saat ini komunikasi digital dengan menggunakan data, suara, dan video adalah sangat vital bagi organisasi maupun sebuah perusahaan internasional. Hal ini disebabkan oleh usaha menjaga agar komunikasi bisnis tetap berlangsung antara sebuah perusahaan baik dengan pekerja jarak jauh (teleworker service), rekan bisnis atau stakeholder, dan komunikasi dengan kantor cabang. Sebuah desain Local Area Network

yang baik menjadi suatu kebutuhan fundamental untuk sebuah perusahaan internasional. Hal tersebut membuat kemampuan dalam mendesain sebuah jaringan LAN lalu memilih networking devices sesuai dengan kebutuhan spesifikasi bisnis menjadi sangat penting agar didapat jaringan yang handal dan efisien [1].

Untuk membangun jaringan komputer yang handal dan efisien sesuai dengan kebutuhan bisnis, maka dibutuhkan sebuah desain yang tepat.

Hierarchical network design merupakan sebuah desain yang membagi jaringan menjadi beberapa layer berdasarkan fungsi spesifiknya. Dengan

hierarchical network design, jaringan menjadi lebih mudah dimanajemen, menambah device dan berkembang, serta kemudahan proses isolasi saat terjadi trouble di dalam jaringan [1].

Performansi jaringan komputer dapat menjadi sebuah faktor yang menentukan produktifitas pada sebuah perusahaan internasional. Salah satu teknologi yang berkontribusi untuk performansi jaringan komputer yang baik adalah pemisahan sebuah broadcast domain yang besar menjadi lebih kecil dengan bantuan Virtual Local Area Network. Broadcast domain


(26)

2

berpartisipasi di dalam broadcast packet dan hal ini memungkinkan untuk membuat grup device sesuai dengan fungsinya. Device tersebut dapat dipisahkan sesuai dengan fungsinya seperti, database service untuk

accounting department dan high-speed data transer untuk engineering department. Selain itu VLAN juga dapat berfungsi untuk membedakan perlakuan pada sebuah packet misalnya untuk data dengan tingkat yang lebih rendah daripada paket voice maupun video [2].

Performa suatu jaringan juga dapat diuji dari seberapa besar tingkat

availability dari jaringan tersebut. Availability dapat ditingkatkan secara mudah melalui implementasi jaringan yang redundan dengan hierarchical network. Redundansi dalam jaringan komputer berfungsi sebagai fault tolerant apabila terdapat link atau networking device yang tidak berfungsi. Redundansi dapat berupa link redundan, atau networkingdevice redundan.

Penggunaan banyak VLAN pada banyak switch yang redundan dalam sebuah jaringan jika tidak berhati-hati dapat menimbulkan

broadcast storm. Broadcast storm adalah kondisi dimana sebuah jaringan komputer mengalami peningkatan traffic yang tidak berhenti sampai

switch yang sedang dipakai berhenti beroperasi atau hang. Broadcast storm terjadi pada sebuah switched network dimana memiliki topologi yang terdapat looping [3].

Spanning Tree Protocol diciptakan untuk mengatasi broadcast storm. Spanning Tree Protocol menggunakan algoritma Spanning Tree Algorithm yang akan memutus link pada sebuah topologi jaringan VLAN yang terdapat looping. Spanning Tree Protocol juga memiliki banyak pemilihan setting agar performanya dapat berjalan optimal. Network diameter atau diameter dalam sebuah jaringan switch juga berpengaruh dalam kinerja Spanning Tree Protocol.

Spanning Tree Protocol mampu mengambil keputusan agar didapat jalur jaringan tanpa loop, atau dapat disebut kondisi konvergen. Namun untuk mengambil keputusan tersebut membutuhkan waktu. Selain itu


(27)

3

terdapat kemungkinan lain yang dapat mempengaruhi lamanya waktu pengambilan keputusan tersebut, seperti network diameter, timers (hello time, forward delay, dan maximum age), dan kondisi konvergensi (initial convergence, failover convergence, dan recovery convergence). Waktu konvergensi memegang peranan dari sisi ketersediaan (availability), dan kehandalan (reliability). Untuk mengetahui availability dan reliability dari 802.1D itulah penelitian ini dilakukan.

Secara default, kecepatan konvergensi sebuah switched network

dengan Spanning Tree Protocol 802.1D berkisar antara 30 hingga 50 detik. Jeda waktu tersebut, bila terjadi pada saat terdapat komunikasi bisnis berlangsung, akan menjadi jeda waktu yang cukup panjang. Permasalahan ini harus diselesaikan agar didapat waktu konvergensi yang lebih singkat, sehingga komunikasi bisnis tidak terganggu.

Di dalam dokumen Cisco mengenai 802.1D[9], disebutkan bahwa maksimum network diameter adalah 7 switch. Namun belum diketahui apa yang terjadi bila sebuah perusahaan internasional memiliki switched network dengan network diameter 7 switch, serta sejauh mana STP timers

memberi pengaruh pada network diameter sebesar 7 switch tersebut. Untuk hal tersebut penelitian ini dilakukan.

Switch Cisco dipilih sebagai obyek dari penelitian ini karena saat ini Cisco merupakan sebuah perusahaan penyedia perangkat jaringan computer, solusi jaringan computer, dan membuat kurikulum jaringan komputer terbesar di dunia. Cisco memiliki kurikulum pendidikan jaringan komputer yang diakui telah menghasilkan Network Engineer yang handal. Cisco mengeluarkan beberapa type switch yang diberi nama Nexus dan

Catalyst, seperti Catalyst 1912, 2820, 2900, 5000, 5500, 6500, 8500, dan sebagainya [4].

Switch Cisco Catalyst 2960 merupakan tipe switch yang bekerja pada layer 2. Switch ini menyediakan layanan yang efisien dan cost


(28)

4

effective untuk kantor cabang dan medium sized business. Switch ini dapat dikonfigurasi agar bisa menjalankan VLAN management. [13]

Switch Cisco Catalyst 2960 secara default telah mengaktifkan

Spanning Tree Protocol 802.1D. Namun untuk dapat bekerja dengan handal sesuai dengan besarnya network diameter, switch ini harus dikonfigurasi terlebih dahulu. Konfigurasi dilakukan dengan mengubah parameter STP timers. Parameter STP timers ini meliputi hello time, forward delay, dan max age. Dengan mengubah parameter STP timers

akan berdampak pada perubahan jadwal waktu pengiriman hello packet

serta pemrosesannya, sehingga akan mempengaruhi kecepatan konvergensi dari sebuah jaringan switched network. [13]

1.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah tersebut maka masalah yang akan diselesaikan adalah:

1. Sejauh mana sebuah setting dari hello time, forward delay, dan

max age dalam Spanning Tree Protocol pada Switch Cisco Catalyst 2960 dapat berpengaruh pada kecepatan konvergensi? 2. Sejauh mana setting dari hello time, forward delay, dan max age

yang terdapat pada Spanning Tree Protocol di dalam sebuah

Switch dapat memberi pengaruh bila diterapkan pada jaringan yang memiliki ukuran network diameter berbeda-beda?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh setting STP timers terhadap waktu kecepatan konvergensi dari sebuah switched network baik pada


(29)

5

saat initial convergence, failover convergence, dan recovery convergence.

2. Menganalisis kemungkinan kegagalan konvergensi pada sebuah

switched network.

1.4. Batasan Masalah

1. Penelitian menggunakan 9 Switch Cisco Catalyst 2960-24TC.

2. Pengujian dilakukan dengan menggunakan debug spanning tree. 3. Jumlah maksimum network diameter yang diukur adalah 7. 4. Pengujian tidak memperhatikan packet loss.

1.5. Metodologi Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir dan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur

Mengumpulkan referensi literatur tentang protokol 802.1D

Spanning Tree Protocol, command setting Spanning Tree Protocol.

2. Analisis dan perencanaan sistem

Pada tugas akhir ini akan dianalisa komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi waktu konvergensi dari Spanning Tree Protocol yang akan dijadikan referensi pada saat perancangan sistem.


(30)

6

Implementasi dilakukan dengan menghubungkan switch sesuai dengan besarnya network diameter yang akan diukur, kemudian dipersiapkan STP timers dan debug spanning-tree switch state. 4. Pengukuran dan pengumpulan data

Setelah dilakukan implementasi, maka data yang akan dicatat berupa catatan waktu konvergensi sesuai dengan setting dari

hello time, forward delay, dan max age berdasarkan network diameter yang sedang diukur.

5. Analisis data

Selanjutnya dari hasil data yang telah dicatat tersebut, akan ditarik kesimpulan pengaruh parameter hello time, forward delay, dan max age sesuai dengan networkdiameter-nya.

1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan tentang teori-teori yang digunakan dan menjadi dasar penelitian, serta berkaitan dengan judul/rumusan masalah tugas akhir.


(31)

7

Bab ini menjelaskan tentang spesifikasi alat dan spesifikasi teknis skenario pengujian yang akan dilakukan dan perencanaan desain pengujian.

BAB IV IMPLEMENTASI DAN ANALISIS

Bab ini berisi tentang spesifikasi teknis pengujian dan setting yang digunakan pada saat implementasi, pelaksanaan pengujian dan hasil pengujian, serta analisis data dari hasil pengujian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan atas analisa dan saran berdasarkan hasil yang telah dilaksanakan.


(32)

8

Bab II

Landasan Teori

2.1. Pengantar

Sebelum merencanakan skenario, pengukuran, dan membuat analisa penelitian, harus dipahami terlebih dahulu tentang dasar-dasar topologi jaringan komputer yang bersifat redundan dan cara kerja Spanning Tree Protocol. Lingkup kerja dari Spanning Tree Protocol adalah untuk memastikan tidak ada looping pada sebuah jaringan yang terdapat agregasi

link yang bersifat redundan. Agregasi link yang redundan ini sesuai dengan konsep Hierarchical Network Design yang bertujuan agar sebuah jaringan memiliki high availability. Spanning Tree Protocol juga berperan dalam menyediakan link untuk dapat mengirimkan packet yang berasal VLAN melalui trunk link dan kemudian masuk ke link untuk diagregasikan di

distribution layer dan core layer. Bab ini akan ditutup dengan penjelasan mengenai cara kerja Spanning Tree Protocol dalam mengatasi broadcast storm.

2.2. Switched Network

Jika sebuah design jaringan komputer hanya terdiri atas Layer 2

device, maka design tersebut dapat berupa single Ethernet segment, sebuah

Ethernet switch dengan banyak port, atau sebuah jaringan yang terkoneksi dengan banyak Ethernet switch. Sebuah jaringan switch yang keseluruhannya terdiri hanya oleh layer 2 dapat disebut sebagai flat network topology. Sebuah flat network terdiri atas sebuah broadcast domain, atau setiap device yang terkoneksi dalam flat network dapat melihat setiap paket broadcast yang sedang ditransmisikan. Semakin banyak device dalam sebuah jaringan, maka akan berdampak pada ukuran


(33)

9

Ethernet switch dapat dipergunakan untuk menghubungkan banyak jaringan ethernet. Namun bila flat network diterapkan, maka switch yang berfungsi sebagai centrally-located switch dapat mengalami bottleneck

atau penumpukan paket data pada satu titik dengan paket data yang berasal dari banyak sumber.[6]

Teori tentang layer 2 menyimpulkan bahwa flat network tidak dapat memiliki jalur yang redundan untuk dimanfaatkan sebagai load balancing

dan fault tolerance. Switched network menawarkan sebuah teknologi untuk mengatasi keterbatasan dari flat network. Switched network dapat dibagi kedalam satu maupun banyak VLAN.

2.3. Virtual Local Area Network

Virtual Local Area Network atau VLAN adalah sebuah grup dari banyak host dengan bermacam kebutuhan, dimana hanya dapat berkomunikasi dengan host lain dalam sebuah broadcast domain, tanpa mempedulikan lokasi secara fisik dari host tersebut.[5]

Virtual Local Area Network atau yang disebut VLAN dapat mengijinkan seorang network administrator untuk membuat grup

networking device secara logikal sehingga device tersebut dapat seolah berada pada sebuah jaringan yang independen padahal device tersebut berada pada infrastruktur jaringan yang digunakan bersamaan dengan VLAN yang lain. VLAN yang dipergunakan dalam sebuah jaringan perusahaan juga dapat berfungsi untuk membagi jaringan atas segmen

switched network sesuai dengan fungsi, divisi perusahaan tersebut, dan tim proyek dalam perusahaan tersebut. Selain itu VLAN juga dapat membuat jaringan suatu perusahaan lebih fleksibel berdasarkan lokasinya sehingga karyawan yang berada di rumah atau di kantor cabang dapat terkoneksi dengan jaringan di kantor pusat.[5]

VLAN secara logikal membagi IP subnetwork. VLAN mengijinkan banyak IP network dan subnet untuk berada pada switched network yang


(34)

10

sama. Switch yang dipergunakan di dalam VLAN dan masing-masing port

yang terdapat pada VLAN harus dilakukan seting sesuai VLAN. Sebuah

port pada switch yang dikonfigurasi dengan sebuah VLAN disebut access port. Device yang terkoneksi secara fisikal dengan sebuah switch belum tentu dapat berkomunikasi, device tersebut harus terkoneksi melalui router

[2].

Sebuah VLAN dibuat pada access layer switch –yang akan dijelaskan pada sub bab selanjutnya-. Data yang berasal dari host akan diberi tag pada setiap Ethernet packet. Tag ini dapat dianalogikan sebagai warna-warna, misalnya merah, hijau, dan biru. Setiap switch dapat diperintahkan untuk menangani masing-masing warna pada paket, dan tidak mempedulikan bila terdapat paket dengan warna lain. Setiap host

yang terhubung dalam jaringan tersebut harus menjadi member dari warna atau VLAN. Terdapat dua metode membership yang terdapat dalam Cisco Catalyst Switch yakni Static VLAN configuration dan Dynamic VLAN configuration.[5]

2.3.1. Static VLAN

Static VLAN menawarkan VLAN membership berbasis port, dimana masing-masing port pada switch diatur secara spesifik kedalam sebuah VLAN. Host atau end-user device menjadi member sebuah VLAN berdasarkan pada port switch dimana mereka terhubung secara fisik. VLAN langsung diberikan secara otomatis pada saat host terhubung ke

port switch tanpa ada mekanisme handshaking atau mekanisme lain.[5]

Switch port diberi tag VLAN secara manual oleh network administrator, atau secara static. Masing-masing port memiliki Port VLAN ID (PVID) yang diasosiasikan dengan sebuah VLAN number. Masing-masing port yang terdapat pada sebuah switch dapat diberi grup dalam banyak VLAN. Dua buah device yang terhubung kedalam sebuah switch yang sama, lalu lintas data belum tentu terjadi antar keduanya jika kedua


(35)

11

device tersebut terhubung pada port yang berbeda VLAN. Agar kedua

device dapat terhubung, maka diperlukan device Layer 3 yang dapat melakukan routing paket sebagai penghubung antara dua buah VLAN.[5]

Static VLAN membership secara normal terjadi di dalam sebuah

hardware dengan Application Specific Integrated Circuit (ASIC) di dalam sebuah switch. Proses port membership ini baik dari sisi performansi karena seluruh port mapping terjadi di level hardware, tanpa membutuhkan tabel lookup yang kompleks.[5]

2.3.2. Dynamic VLAN

Dynamic VLAN melakukan port membership berbasis MAC address

dari end-user device. Pada saat device terhubung pada sebuah port switch, maka switch harus melakukan proses query pada sebuah database untuk dapat memberi tag VLAN. Seorang network administrator juga harus memasukkan MAC address dari user kedalam sebuah VLAN database

dari sebuah VLAN Membership Policy Server (VMPS).[5]

Switch Cisco dapat melakukan port membership dengan dynamic

VLAN. Dynamic VLAN dapat dibuat dan dimanajemen menggunakan

network-management tools misalnya Cisco Works. Dynamic VLAN

memberikan nilai lebih dari sisi mobilitas user namun lebih banyak membutuhkan perhatian dari sisi administrasi.[5]

2.4. VLAN Trunk

Sebuah trunk link dapat mentransmisikan lebih dari satu VLAN melalui sebuah port switch. Trunk link sangat menguntungkan ketika sebuah switch terhubung dengan switch lain, atau terhubung ke router. Sebuah trunk link tidak diasosiasikan kepada sebuah VLAN secara spesifik sehingga satu atau banyak, atau seluruh VLAN dapat ditransmisikan antar switch menggunakan sebuah physical trunk link.[5]


(36)

12

Gambar 2.1. Menghubungkan banyak VLAN dengan menggunakan trunk link. Pada gambar diatas menunjukkan bahwa tiga buah switch dapat terhubung. Garis putus-putus merupakan trunk link yang menghubungkan antar segmen VLAN. Jika tidak terdapat trunk link, dibutuhkan dua link

untuk dapat menghubungkan VLAN yang berlainan segmen. Sejalan dengan bertambahnya VLAN pada sebuah jaringan, jumlah link dapat ikut bertambah secara cepat. Banyak link dapat dibuat lebih efisien hanya dengan sebuah link.[5]

2.5. Hierarchical Network Design

Hierarchical network design adalah contoh dalam membuat desain sebuah jaringan baik skala kecil maupun skala besar. Hierarchical network design membagi topologi jaringan menjadi beberapa layer secara fisik. Masing-masing layer memiliki fungsi spesifik yang mendefinisikan perannya di dalam keseluruhan jaringan. Dengan membagi menjadi bermacam fungsi yang terdapat pada sebuah jaringan, desain dari sebuah jaringan menjadi bertipe modular dimana lebih mengutamakan pada sisi

scalability dan performansi. Hierarchical model design dibagi menjadi tiga layer yaitu access, distribution, dan core. Gambar berikut adalah contoh dari hierarchical network design.[1]


(37)

13

Gambar 2.2 Contoh Hierarchical Network Design.

Dalam sebuah hierarchical network design, redundansi dapat dicapai pada distribution dan core layer melalui tambahan hardware dan jalur alternatif menuju hardware tambahan.[1]

Gambar 2.3. Manfaat Redundancy untuk High Availability.

2.5.1. Access Layer

Access layer adalah layer yang berisi komponen-komponen jaringan komputer yang berhubungan langsung dengan end device misalnya PC,


(38)

14

printer, IP phone. Access layer berfungsi untuk menyediakan akses ke bagian akhir dari sebuah jaringan. Access layer dapat berupa router, switch, bridge, hub, dan wireless access point. Tujuan utama dari access layer adalah untuk menghubungkan end device menuju ke jaringan dan mengontrol device apa saja yang diperbolehkan berkomunikasi di dalam jaringan.[1]

2.5.2. Distribution Layer

Distribution layer berfungsi untuk mengagregasikan data yang diterima dari switch access layer sebelum data tersebut ditransmisikan menuju ke core layer untuk proses routing ke tujuan akhir. Distribution layer mengontrol aliran dari network traffic menggunakan aturan-aturan dan memecah broadccast domain dengan melakukan proses routing antar

virtual LAN yang telah ditentukan pada access layer. VLAN mengijinkan membagi traffic berdasarkan segmen dalam sebuah switch untuk memecah menjadi subnetwork.Switch yang dipakai pada distribution layer biasanya adalah switch yang memiliki performansi yang tinggi dengan sifat high availability dan redundant untuk memastikan suatu jaringan dapat


(39)

15

Gambar 2.4. Contoh agregasi VLAN yang terjadi pada Distribution layer.

2.5.3. Core Layer

Core layer dalam hierarchical network design adalah berupa high-speed backbone dari sebuah internetwork. Core layer bersifat kritikal dalam interkoneksi antar device pada distribution layer. Menjaga redundansi dan high availability pada core layer juga merupakan hal yang penting. Core layer juga mengagregasikan traffic dari seluruh device pada

distribution layer sehingga core layer harus mampu melakukan

forwarding data dalam jumlah yang sangat besar secara cepat. Selain itu,

core layer juga dapat terkoneksi ke internet [1].

Gambar 2.5. Contoh Link Agregation

2.6. Broadcast Storm

Pada saat sebuah device dalam sebuah network mengirimkan paket, paket tersebut adalah salah satu dari tiga tipe paket yaitu unicast,

multicast, dan broadcast. Paket unicast adalah paket dimana dikirimkan dan ditujukan hanya untuk satu host saja. Sedangkan broadcast adalah dimana paket dikirimkan kepada seluruh host yang dapat menerima.[7]


(40)

16

Broadcast dapat menyebabkan sebuah masalah. Tidak semua host di dalam suatu jaringan butuh menerima paket broadcast. Terlebih pada jaringan yang redundan, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3. Akibar dari broadcast yang tidak terkontrol dapat menurunkan performansi dari sebuah jaringan yang tadinya sangat redundan dan reliable menjadi tidak

reliable.[7]

Broadcast storm terjadi ketika terdapat banyak sekali packet broadcast yang terdapat pada layer 2 sehingga menghabiskan bandwidth

yang tersedia. Konsekuensi dari terjadinya broadcast storm adalah tidak terdapat bandwidth untuk lalu lintas data yang normal sehingga jaringan tersebut tidak dapat digunakan untuk komunikasi data.

Broadcast storm selalu terjadi dalam sebuah switchednetwork yang terdapat loop. Semakin banyak device yang mengirimkan broadcast pada sebuah jaringan maka akan berdampak semakin banyak traffic yang terjadi di dalam loop, maka akan membuat kegagalan jaringan [3].


(41)

17

2.6.1. Proses Terjadinya Bridging Loop dan Broadcast Storm

Gambar 2.6. Contoh topologi yang memungkinkan terjadi broadcast storm.

Sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, broadcast storm terjadi pada saat salah satu host mengirimkan paket broadcast. Gambar 2.4. menunjukkan sebuah topologi jaringan switch dengan redundansi pada

Switch A dan B.

Berikut adalah proses terjadinya bridging loop dimana lebih sederhana daripada broadcast storm:

1. Pada saat PC-1 akan mengirim paket unicast ke PC-4, paket dari PC-1 akan melalui Segmen A.

2. Kedua switch A dan B menerima paket pada masing-masing port 1/1. Karena MAC address dari PC-1 masih belum dicatat, maka masing-masing switch mencatat MAC address dari PC1 sesuai dengan port yang menerima yaitu port 1/1. Dari informasi saat ini, kedua switch memiliki informasi bahwa PC-1 berada pada Segmen A.


(42)

18

3. Karena lokasi dari PC-4 masih belum diketahui, maka kedua

switch memutuskan akan melakukan flooding paket pada seluruh port. Proses ini merupakan cara dari switch untuk memastikan bahwa frame dapat mencapai tujuan.

4. Masing-masing switch melakukan flooding pada port 2/1 di Segmen B. PC-4 yang berada pada Segmen B menerima dua paket yang ditujukan untuk PC-4. Selain itu di Segmen B,

switch A menerima paket dari switch B, dan switch B menerima paket yang dikirim oleh switch A.

5. Switch A menerima frame ”baru” dari PC-1 ke PC-4. Berdasarkan address table, sebelumnya switch telah mempelajari bahwa PC-1 berada pada port 1/1 di Segmen A. Namun alamat dari PC-1 juga diterima oleh port 2/1, atau Segmen B. Secara definitif, switch harus mencatat kembali lokasi dari PC-1, dimana switch melakukan kesalahan asumsi pada Segmen B. Begitu pula dengan switch B setelah menerima paket baru dari switch A.

6. Saat ini baik switch A maupun B belum mengetahui lokasi PC-4 karena masih belum ada paket yang diterima dengan alamat sumber dari PC-4. Paket “baru” dari PC-1 masih harus diteruskan dengan cara flooding melalui seluruh port yang tersedia untuk mencari dimana PC-4. Paket tersebut dikirim oleh

switch A dan B melalui port 1/1 menuju ke Segmen A.

7. Sekarang kedua switch mempelajari kembali bahwa lokasi dari PC-1 berada di Segmen A dan kembali melakukan forward paket “baru” kembali ke Segmen B, dan begitu seterusnya.


(43)

19

Gambar 2.7. Simulasi dari keadaan bridging loop.

Proses melakukan forward sebuah paket berputar dan berputar antara dua switch atau lebih dikenal dengan nama bridging loop. Tidak ada

switch yang menyadari bahwa terdapat switch lain pada jaringan tersebut sehingga paket dapat terus menerus berputar dari satu segmen ke segmen yang lain. Ada satu hal lain yang perlu diberi garis bawah, karena kedua

switch berada dalam jaringan dimana terdapat looping, maka paket asli telah diduplikasi dan dikirimkan berulang-ulang di dalam dua buah

segmen. Apakah yang dapat menghentikan paket yang berputar-putar tersebut? Tidak ada, karena PC-4 baru menerima paket sama cepatnya dengan switch tersebut dapat melakukan forwarding.

Kedua switch tersebut terus melakukan entry dari lokasi PC-1 yang terus berubah sejalan dengan paket yang berputar tersebut. Walaupun sebuah paket unicast, dapat menimbulkan bridging loop, dan setiap bridge table dari switch selalu berubah dengan data yang salah.

Apa yang akan terjadi bila PC-1 mengirim paket broadcast?

Bridging loop akan terjadi kembali dengan wujud yang berbeda. Paket broadcast akan mulai bersirkulasi selamanya. Masing-masing device pada Segmen A dan B menerima dan memproses setiap paket broadcast. Tipe broadcast seperti ini akan dengan mudah memenuhi setiap segmen pada


(44)

20

jaringan dan dapat membuat seluruh host pada setiap segment berhenti beroperasi.

Sau-satunya jalan untuk menghentikan bridging loop adalah dengan cara menghilangkan looping pada jaringan baik secara fisik, maupun secara logikal dengan cara melakukan disconnect pada port switch atau melakukan shutdown pada port sebuah switch atau dengan cara lain yang lebih efisien bernama Spanning Tree Protocol.

2.7. IEEE Spanning Tree Protocol Standard 802.1D

STP menggunakan algoritma Spanning Tree Algorithm (STA) untuk menentukan port mana saja dalam sebuah switch yang harus berada dalam status blocking untuk mencegah loop. STA bekerja dengan menentukan sebuah switch pada sebuah jaringan sebagai root bridge atau switch utama yang berfungsi sebagai titik referensi untuk seluruh kalkulasi jalur. Seluruh

switch berpartisipasi didalam pertukaran paket BPDU yang menentukan

switch mana yang memiliki bridge ID (BID) terendah dalam sebuah jaringan. Switch dengan BID terendah akan menjadi root bridge.

Setelah root bridge selesai dipilih, STA mengkalkulasi jalur terpendek menuju ke root bridge. Masing-masing switch menggunakan STA untuk menentukan port mana yang harus berada dalam posisi

blocking.

Spanning Tree Protocol (STP) adalah sebuah protokol layer 2 yang berjalan pada switch dan bridge. Spesifikasi untuk STP tercantum didalam IEEE Standardsdocuments 802.1D.


(45)

21

Gambar 2.8. Cara kerja Spanning Tree Protocol.

2.7.1. Spanning Tree Communication: Bridge Protocol Data Units STP beroperasi sebagai switch yang berkomunikasi satu sama lain dengan switch lain. Data pesan saling bertukar dalam bentuk yang disebut

bridge protocol data units (BPDU). Sebuah switch mengirimkan sebuah BPDU frame melalui sebuah port, menggunakan alamat unik MAC

address dari port tersebut sebagai source address. Masing-masing switch

masih tidak menyadari bahwa terdapat switch lain disekitarnya, sehingga frame BPDU dikirim dengan destination address dari well-known STP

multicast address 01-80-c2-00-00-00.

Terdapat dua tipe BPDU yaitu Configuration BPDU dan Topology Change Notification (TCN) BPDU. Configuration BPDU digunakan pada saat proses komputasi spanning-tree. Topology Change Notification

(TCN) BPDU digunakan untuk mengirimkan pengumuman adanya perubahan network topology.

Tabel dibawah berisi tentang fieldConfiguration BPDU.

Field Description Number of Bytes

Protocol ID (always 0) 2

Version (always 0) 1


(46)

22 BPDU)

Flags 1

Root Bridge ID 8

Root Path Cost 4

Sender Bridge ID 8

Port ID 2

Message Age 2

Maximum Age 2

Hello Time 2

Forward Delay 2

Tabel 2.1 Configuration BPDU Message Content.

Proses pertukaran BPDU mempunyai tujuan untuk memilih sebuah

switch yang nantinya akan menjadi titik referensi yang menjadi pondasi dari topologi spanning tree yang stabil. Secara default, BPDU dikirimkan melalui seluruh switch port setiap 2 detik sehingga informasi topologi saat ini dapat dikabarkan dan loop dapat teridentifikasi secara cepat.

2.8. Waktu & Proses Konvergensi Spanning Tree Protocol 802.1D


(47)

23

Konvergensi merupakan aspek penting dalam Spanning Tree

process. Konvergensi adalah waktu yang dibutuhkan pada sebuah jaringan untuk menentukan switch mana yang menjadi root bridge, melalui seluruh

port state, dan melakukan set seluruh port menjadi port final spanning tree dimana seluruh potential loop telah dieliminasi. Proses konvergensi memakan waktu untuk selesai karena terdapat timers yang berbeda untuk menyelesaikan proses.

Untuk memahami proses konvergensi, dapat dibagi menjadi 3 tahap agar jaringan dapat konvergen:

 Step 1. Memilih Root Bridge

 Step 2. Memilih Root Port

 Step 3. Memilih Designated dan Non Designated Port

2.8.1. Memilih Root Bridge

Supaya seluruh switch didalam sebuah jaringan dapat setuju pada sebuah loop-free-topology, diperlukan sebuah frame yang dipercaya sebagai referensi bagi switch yang lainnya. Poin referensi dari frame ini dikenal dengan nama root bridge.

Proses pemilihan dilakukan oleh seluruh switch yang terhubung untuk memilih root bridge. Masing-masing switch memiliki 8-byte nilai yang terdiri atas:

Bridge Priority (2 byte)

Bridge priority adalah nilai prioritas atau bobot dari sebuah switch dalam hubungannya dengan switch yang lainnya.

Priority field dapat memiliki nilai antara 0 sampai 65,353 dan nilai defaultnya adalah 32,768 (atau 0x8000) di seluruh switch


(48)

24

MAC Address (6 byte)

MAC address yang dipergunakan pada sebuah switch dapat berasal dari modul Supervisor, backplane panel, atau dari pool 1,024 address yang diberikan pada setiap supervisor atau backplane, tergantung pada model switch.

Ketika switch pertama kali dihidupkan, switch tersebut masih berasumsi bahwa dirinya adalah root bridge. Proses pemilihan kemudian terjadi sebagai berikut: Setiap switch mulai mengirim BPDU dengan root bridge ID sama dengan bridge ID milik switch tersebut dan sender bridge

ID juga sama dengan bridge ID dari switch tersebut. Sender bridge ID berfungsi untuk memberi tahu switch lain tentang siapa pengirim dari BPDU.

BPDU yang telah diterima kemudian dianalisa oleh switch untuk dilihat apakah didapat informasi root bridge yang lebih baik. Sebuah root bridge dinyatakan lebih baik jika nilai dari root bridge ID lebih rendah dari yang lainnya. Selain itu, root bridge ID dibagi menjadi dua yaitu

Bridge Priority dan MAC Address Fields. Jika dua bridge priority bernilai sama, maka yang memiliki MAC address lebih rendah akan dianggap

bridge ID lebih baik. Ketika sebuah switch menerima BPDU dengan root bridge yang lebih baik, itu akan menggantikan root bridge ID yang tadinya adalah milik sendiri menjadi root bridge ID yang lebih baik dari BPDU yang diterima. Switch tersebut kemudian harus mencantumkan root bridge

ID yang baru di BPDU yang akan dikirimkan, namun masih tetap menggunakan bridge ID milik sendiri sebagai sender bridge ID.

Cepat atau lambah, proses pemilihan mulai konvergen dan seluruh

switch setuju bahwa salah satu dari switch tersebut adalah root bridge. Sesuai yang diharapkan, jika sebuah switch baru dengan Bridge Priority

lebih rendah akan mulai menyebarkan BPDU yang berisi bahwa switch

tersebut adalah root bridge. Karena switch baru tersebut tidak memiliki saingan yang memiliki bridge ID lebih rendah, maka seluruh switch


(49)

25

sepakat untuk memutuskan dan mencatat bahwa switch tersebut adalah

root bridge yang baru. Hal ini juga terjadi jika switch baru tersebut mempunyai Bridge Priority yang sama dengan switch lainnya, tetapi memiliki MAC address yang lebih rendah. Pemilihan root bridge

merupakan sebuah proses yang diawali oleh perubahan root bridge ID pada BPDU yang dikirimkan setiap 2 detik.

2.8.2. Memilih Root Port

Saat ini sebuah reference point telah dipilih untuk seluruh switch di dalam jaringan, masing-masing nonroot switch harus menentukan dimana letak jalur menuju root bridge. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memilih hanya satu buah root port pada setiap nonroot switch. Root port

selalu merupakan titik menuju ke root bridge.

STP menggunakan konsep bahwa cost menentukan banyak hal. Memilih sebuah root port membutuhkan evaluasi dari root path cost. Nilai ini adalah hasil kumulatif dari jalur menuju ke root bridge. Sebuah switch link juga mempunyai sebuah cost yang dapat diasosiasikan yang disebut

path cost. Untuk mengerti perbedaan antara root path cost dengan path cost adalah hanya root path cost yang dibawa didalam BPDU. Pada saat

root patch cost berjalan, switch lain dapat memodifikasinya supaya menjadi kumulatif. Sedangkan path cost tidak tercantum didalam BPDU, hanya dikenal oleh switch lokal dimana port atau jalur menuju neighboring switch berada.

Path cost dinyatakan dengan nilai 1-byte, dengan nilai default

tampak pada tabel 3.2 dibawah. Biasanya, semakin besar bandwidth dari sebuah link, semakin kecil cost yang dibutuhkan untuk mentransmisikan data melaluinya. IEEE 802.1D Standard menyatakan path cost sebagai 1000 Mbps dibagi oleh link bandwidth dalam megabits per second. Nilai tersebut terlihat pada kolom tengah tabel. Modern network saat ini telah menggunakan Gigabit Ethernet dan OC-48 ATM, dimana keduanya terlalu


(50)

26

dekat, atau lebih besari daripada maksimum skala dari 1000 Mbps. IEEE saat ini menggunakan skala nonlinier untuk path cost, sesuai ditunjukkan pada kolom kanan tabel.

Link Bandwidth STP Cost Lama STP Cost Baru

4 Mbps 250 250

10 Mbps 100 100

16 Mbps 63 62

45 Mbps 22 39

100 Mbps 10 19

155 Mbps 6 14

622 Mbps 2 6

1 Gbps 1 4

10 Gbps 0 2

Tabel 2.2. STP Path Cost.

Nilai root path cost juga dapat dinyatakan dengan cara:

1. Root bridge mengirim sebuah BPDU dengan sebuah root path cost bernilai 0 karena port masih berada pada root bridge.

2. Ketika tetangga terdekat menerima BPDU, maka akan menambahkan path cost dari port yang menerima BPDU. 3. Tetangga tersebut mengirim kembali BPDU dengan nilai root

path cost kumulatif.

4. Root path cost bertambah melalui ingress port path cost

sesuai pada saat BPDU diterima pada setiap switch yang terhubung.

5. Perlu diperhatikan bahwa penambahan root path cost hanya pada saat BPDU diterima. Ketika menghitung spanning-tree algorithm secara manual, ingat untuk menghitung root path


(51)

27

cost yang baru pada saat BPDU masuk ke switch, bukan saat keluar.

Setelah menambah root path cost, sebuah switch juga menyimpan nilai ke dalam memory. Ketika sebuah BPDU diterima pada port lain dan

root path cost lebih kecil daripada yang terdapat di memory, maka root path cost yang lebih kecil inilah yang menjadi root path cost yang baru. Sebagai tambahan, cost yang lebih kecil tersebut memberitahu kepada

switch bahwa jalur untuk menuju root bridge lebih baik melalui port ini daripada port lain. Sehingga switch tersebut saat ini telah tahu port mana yang memiliki jalur paling baik untuk menuju ke root bridge, yakni root port.

2.8.3. Memilih Designated Port

Titik awal, atau reference point telah teridentifikasi, dan masing-masing switch telah ”terhubung” dengan reference point tersebut melalui sebuah link yang memiliki jalur terbaik. Sebuah struktur tree sudah mulai terbentuk, namun hanya link yang diidentifikasi saat ini, seluruh link masih terhubung dan masih aktif, dapat menimbulkan bridging loop.

Untuk menghilangkan kemungkinan dari bridging loop, STP membuat sebuah final computation untuk mengidentifikasi sebuah

designated port setiap network segment. Dimana diasumsikan terdapat dua atau lebih switch terhubung kepada sebuah network segment. Jika sebuah frame terlihat di segment tersebut, maka seluruh bridge yang menerima akan melakukan forward ke tujuan. Peristiwa seperti inilah yang memungkinkan terjadinya sebuah bridging loop dan harus dihindari.

Seharusnya hanya satu link pada sebuah segmen yang dapat melakukan forward traffic menuju dan dari segmen tersebut, link tersebut yang disebut sebagai designated port. Switch memilihsebuah designated port berdasarkan pada hasil kumulatif root path cost menuju ke root bridge terendah. Contohnya, sebuah switch memiliki nilai tentang root


(52)

28

path cost miliknya, lalu diumumkan kedalam BPDU. Jika sebuah

neighboring switch dalam sebuah shared LAN segmen mengirim sebuah BPDU yang berisi sebuah root path cost yang lebih rendah, maka neighbor

tersebut yang akan memiliki designated port.

Seluruh proses STP dilakukan hanya untuk mengidentifikasi bridge

dan port. Seluruh port masih aktif, dan bridging loop masih tetap menghantui jaringan. STP memiliki beberapa status untuk setiap port yang harus dilalui, selain dari tipe atau identifikasi. Status tersebut secara aktif mencegah loop dan akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.

Jika dalam sebuah switch terdapat dua atau lebih link yang memiliki

root path cost identik. Ini akan membuat sebuah tie condition. Maka STP membuat pemecahan secara sequence dalam empat kondisi:

Root bridge ID terendah

Root path cost menuju root bridge terendah

Sender bridge ID terendah

Sender port ID terendah


(53)

29

Gambar 2.10. Contoh Designated Port Selection.

Ketiga switch tersebut telah memilih designated port karena beberapa alasan:

Catalyst A: Karena switch tersebut adalah root bridge, seluruh active port milik switch tersebut adalah designated port, secara definitif. Pada root bridge, root path cost

masing-masing port adalah 0.

Catalyst B: Catalyst A port 1/1 adalah designated port untuk segmen A-B karena memiliki root path cost terendah (0). Catalyst B port 1/2 adalah designated port untuk segmen B-C. Root path cost untuk masing-masing akhir segmen adalah 19, terlihat dari BPDU yang diterima pada port 1/1. Karena


(54)

30

port harus dipilih dengan kriteria lanjut, sender bridge ID terendah. Ketika Catalyst B mengirim sebuah BPDU kepada Catalyst C, MAC address yang tercantum didalam bridge ID lebih rendah. Catalyst C juga mengirim BPDU kepada Catalyst B, dengan bridge ID lebih tinggi. Maka Catalyst B

port 1/2 terpilih menjadi designated port di segmen B-C.

Catalyst C: Port 1/2 dari Catalyst C bukanlah root port

maupun designated port. Sehingga seluruh port yang tidak termasuk root maupun designated port akan menuju Blocking state. Saat inilah, bridging loop telah hilang.

2.8.4. Spanning Tree ProtocolPort States

Untuk berpartisipasi dalam STP, masung-masing port dari sebuah

switch harus melalui beberapa status. Sebuah port memulai kehidupannya pada Disable status, lalu berubah melalui beberapa status pasif, dan hingga hingga akhirnyapada sebuah status aktif dimana port tersebut dapat melakukan forward traffic. Urutan dari STP port status adalah:

Disabled: Port yang dengan status administratively shutdown

baik oleh Network Administrator maupun oleh sistem disebabkan oleh error, termasuk kedalam Disabled state. Status ini merupakan spesial dan tidak termasuk dalam proses port STP normal.

Blocking: Setelah inisialisasi port, kemudian port memasuki

Blocking state sehingga bridging loop tidak akan terjadi. Dalam

Blocking state, sebuah port tidak dapat menerima maupun mentransmisikan data dan tidak dapat menambah MAC address

kedalam address table. Namun sebuah port masih tetap diijinkan untuk hanya menerima BPDU sehingga switch masih dapat mendengar dari neighboring switch. Sebagai tambahan, port


(55)

31

yang sedang dalam standby mode, untuk menghindari bridging loop, maka menuju ke Blocking state.

Listening: Sebuah port beralih dari Blocking ke Listening jika port tersebut dapat terpilih menjadi root port atau designated port. Dengan kata lain, port tersebut dalam perjalanan untuk dapat melakukan forward traffic. Dalam Listening state, port masih tidak dapat mengirim maupun menerima frame data. Namun port mengijinkan menerima dan mengirim BPDU sehingga switch tersebut dapat secara aktif berpartisipasi dalam proses Spanning Tree topology. Di status inilah sebuah port akhirnya diperbolehkan untuk menjadi sebuah root port atau

designated port karena switch dapat advertise the port dengan cara mengirim BPDU kepada switch lain. Jika port tersebut tidak mendapat status sebagai root port atau designated port, maka port tersebut kembali ke Blocking state.

Learning: Setelah sebuah periode yang disebut Forward Delay

dalam Listening state, port tersebut menuju ke Learning state. Port tersebut masih tetap mengirim dan menerima BPDU, sebagai tambahan, sekarang switch dapat mempelajari MAC

address baru untuk ditambahkan ke addressing table. Ini memberikan waktu tambahan bagi sebuah port dan mengijinkan switch untuk menyusun beberapa address information. Port masih tetap belum mengirim data frame.

Forwarding: Setelah proses Forward Delay yang lain dalam

Learning state, port kemudian diijinkan untuk menuju

Forwarding state. Port sekarang dapat mengirim dan menerima data frame, mengumpulkan MAC addres ke dalam address table, dan mengirim dan menerima BPDU. Port saat ini telah berfungsi penuh sebagai sebuah switch port didalam spanning-tree topology.


(56)

32

Gambar 2.11. Port state dan prosesnya.[3]

Setiap switch port diperbolehkan menuju Forwarding state hanya jika tidak terdapat redundan link atau loop yang terdeteksi dan jika port

tersebut adalah jalur terbaik menuju root bridge sebagai root port atau

designated port. Tabel 2.3 menjelaskan tentang Port States dan Timer.

STP State Port dapat: Port tidak dapat: Durasi

Disabled N/A Mengirim atau

menerima data

N/A

Blocking Menerima BPDU Mengirim atau menerima data atau mempelajari MAC

address

Selama loop masih terdeteksi/max age timer (20 Detik)

Listening Mengirim dan menerima BPDU

Mengirim atau

menerima data atau mempelajari MAC

address

Forward Delay timer

(15 Detik)

Learning Mengirim dan menerima BPDU dan mempelajari MAC address

Mengirim dan

menerima data

Forward Delay timer

(15 Detik)

Forwarding Mengirim dan menerima BPDU, mempelajari MAC address, dan mengirim dan

Selama port tetap up

dan loop tidak terdeteksi


(57)

33 menerima data.

Tabel 2.3 STP States dan Port Activity.

2.8.5. Spanning Tree Protocol Timers

STP beroperasi pada saat switch saling berkirim BPDU untuk membentuk sebuah loop-free topology. BPDU memerlukan cukup waktu untuk berjalan dari switch ke switch. Dengan tambahan, berita tentang

topology change (misalnya sebuah link atau root bridge failure) dapat menambah propagation delay seiring dengan berita tersebut dikirim dari satu sisi jaringan ke sisi yang lain. Karena kemungkinan dari delay

tersebut, mejaga agar spanning-tree topology terbentuk atau konvergen sampai semua switch memiliki waktu untuk menerima informasi yang akurat adalah sangat penting.

STP menggunakan tiga timers untuk memastikan bahwa sebuah jaringan dapat konvergen dengan baik sebelum bridging loop terjadi.

Timers dan default value tersebut adalah sebagai berikut:

Hello Time

Hello time adalah interval antara setiap Configuration BPDU

yang dikirimkan oleh root bridge. Nilai hello time yang dikonfigurasi pada root bridge switch menentukan hello time

untuk seluruh nonroot switch karena mereka hanya relay dari

Configuration BPDU sesuai dari yang mereka terima dari root. Meski demikian, seluruh switch memiliki timer Hello Time yang digunakan untuk TCN BPDU saat akan diretransmisikan. IEEE 802.1D Standard menyatakan bahwa secara default nilai dari

hello time adalah 2 detik, tetapi dapat di setting dengan nilai antara 1 hingga 10 detik.


(58)

34

Forward delay adalah waktu yang dihabiskan pada saat status

port sedang listening dan learning. Secara default, nilai forward delay adalah 15 detik, tetapi dapat di setting dengan nilai antara 4 hingga 30 detik.

Max age

Max age timer adalah interval waktu yang dibutuhkan switch untuk menampung BPDU sebelum dibuang. Ketika mengeksekusi STP, masing-masing switchport menyimpan sebuah copy dari BPDU terbaik yang pernah diterima. Jika sebuah switchport kehilangan kontak dengan pengirim BPDU (tidak ada lagi BPDU yang dikirim oleh pengirim tersebut), maka switch mengasumsikan bahwa sebuah topology change

telah terjadi setelah melampaui max age dan umur BPDU telah habis. Secara default, nilai max age adalah 20 detik, tetapi dapat di setting dengan nilai antara 6 hingga 40 detik.

STP timers dapat dikonfigurasi melalui switch command line. Namun, nilai timer tersebut tidak boleh diubah dari default tanpa pertimbangan yang matang.

STP timers default adalah berdasarkan beberapa asumsi tentang ukurang dari jaringan dan panjang dari hello time. Sebuah reference model

dari sebuah jaringan yang memiliki diameter jaringan 7 menjadi dasar nilai tersebut. Diameter diukur dari root bridge keluar menuju cabang lain pada

tree atau switch yang lain, termasuk root bridge.

2.8.6. Parameter Lain STP Timers

IEEE 802.1D adalah dokumen yang mendefinisikan STP. Sebagai tambahan timers pada Spanning Tree Protocol Timers dijelaskan bahwa terdapat beberapa parameter yang terkait dengan STP yaitu[9]:


(59)

35

Diameter of STP domain (dia) Nilai ini merupakan angka

maksimum dari jumlah switch diantara dua buah titik yang merupakan ujung node. IEEE merekomendasikan bahwa nilai maksimum diameter adalah 7 bridges/switch untuk default STP timers.

Bridge transit delay (transit_delay) Nilai ini adalah waktu

yang dibutuhkan antara menerima kemudian mentransmisikan sebuah frame yang sama oleh bridge. Secara logikal, nilai ini merupakan latency di dalam switch

atau bridge. IEEE merekomendasikan 1 detik sebagai nilai maksimum bridge transit delay.

BPDU transmission delay (bpdu_delay) Nilai ini merupakan

delay antara waktu dari sebuah BPDU diterima oleh sebuah port dan waktu dari configuration BPDU tersebut secara efektif ditransmisikan ke port lain. IEEE merekomendasikan 1 detik sebagai nilai maksimum BPDU transmission delay.

Message age increment overestimate (msg_overestimate)

Nilai ini adalah nilai penambahan yang dilakukan oleh masing-masing switch kepada message age sebelum melakukan forwarding BPDU. Sesuai dengan IEEE Spanning Tree Protocol Timers section states, switch Cisco (dan terdapat kemungkinan merk lain) menambahkan 1 detik untuk message age sebelum switch melakukan forwarding

BPDU.

Lost message (lost_message) Nilai ini adalah angka dari

BPDU yang mungkin hilang pada saat BPDU bergerak dari ujung sebuah switched network sampai ujung yang lain. IEEE merekomendasikan untuk menggunakan nilai 3 sebagai jumlah BPDU yang mungkin hilang.


(60)

36

Transmit halt delay (Tx_halt_delay) Nilai ini merupakan

jumlah waktu maksimum yang memungkinkan sebuah switch

untuk secara efektif memindahkan status dari sebuah port menjadi blocking state setelah didapat keputusan bahwa port tersebut harus dalam keadaan blocked. IEEE merekomendasikan nilai 1 detik untuk parameter ini.

Medium access delay (med_access_delay) Nilai ini adalah

waktu yang memungkinkan sebuah device utnuk mendapatkan akses kepada media untuk initial transmission. Yakni waktu antara keputusan CPU untuk mengirim sebuah frame dan waktu pada saat frame secara efektif meninggalkan switch atau bridge. IEEE merekomendasikan untuk menggunakan 0.5 sebagai maximum time.

2.8.7. Topology Change

Untuk mengumumkan sebuah perubahan pada active network topology, switch mengirimkan sebuah TCN BPDU. Tabel berikut akan menjelaskan tentang isi field dari TCN BPDU.

Field Description Number of Bytes

Protocol ID (always 0) 2

Version (always 0) 1

Message Type (Configuration or TCN BPDU) 1

Tabel 2.4 TopologyChangeNotification BPDU MessageContent.

Sebuah topology change terjadi jika sebuah switch memindahkan sebuah port menjadi Forwarding state atau dari Forwarding atau Learning state menjadi Blocking state. Dengan kata lain, sebuah port pada sebuah

switch aktif berubah menjadi up atau menjadi down. Switch mengirimkan sebuah TCN BPDU keluar melalui root port-nya, kemudian root bridge


(1)

78

didapat waktu konvergensi 9 detik dan switched network dapat konvergen dengan sukses. Untuk network diameter sama dengan atau lebih besar dari 7, maka dibutuhkan Forward Delay sebesar minimal atau sama dengan 6 agar dapat konvergen dengan sukses.

Network Diameter Forward Delay Initial Convergence Failover Convergence Recovery Convergence

2 4 9 detik 9 detik 8 detik 3 4 9 detik 10 detik 8 detik 4 4 9 detik 11 detik 9 detik 5 4 9 detik 11 detik 9 detik 6 4 9 detik 11 detik 9 detik 7 6 13 detik 14 detik 14 detik

Tabel 4.5. Forward Delay yang disarankan berdasarkan Network Diameter. Tabel 4.2. diatas menunjukkan kesimpulan dari keseluruhan analisis yang didapat. Tabel tersebut berisi tentang besarnya forward delay yang disarankan terhadap besarnya network diameter serta hasil kecepatan konvergensi. Dari tabel diatas, diharapkan dapat menjadi masukan untuk seorang Network Engineer pada saat mengimplementasikan Spanning Tree Protocol serta dapat sebagai dasar untuk penelitian yang lebih lanjut.


(2)

79

Bab V

Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis akan hasil pengukuran, maka dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Berdasarkan pada rangkaian penelitian dari awal hingga akhir untuk mengetahui pengaruh STP timers terhadap kecepatan konvergensi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hello time dan max age tidak mempengaruhi kecepatan konvergensi, hanya forward delay yang mempengaruhi kecepatan konvergensi.

2. Berdasarkan serangkaian pengujian, maka dapat disimpulkan bahwa nilai Forward Delay sama dengan 4 atau minimum, mampu konvergen pada network diameter sama dengan 2 hingga 6. Kemudian pada network diameter sama dengan 7, Switched network baru dapat konvergen setelah menggunakan Forward Delay sama dengan 6, karena pada saat menggunakan nilai Forward Delay sama dengan 4 dan 5 mengalami kegagalan konvergensi.

5.2. Saran

Terdapat beberapa saran agar dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya tentang topik ini yaitu:

1. Melakukan penelitian lanjutan dengan jumlah maksimum network diameter yang ditingkatkan, sehingga dapat diketahui hasil lebih lanjut dari pengaruh akan besarnya STP timers terhadap network diameter.


(3)

80

2. Melakukan penelitian lanjutan dengan menyertakan pengujian dengan packet BPDU loss. Hal ini untuk mengetahui pengaruh STP timers apabila menemui packet loss.

3. Menguji lebih lanjut perbandingan antara STP standard, PVST+, dan Rapid STP. Hal ini agar didapat perbandingan performa antara perbedaan versi dari Spanning Tree Protocol.


(4)

81

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cisco System, Inc. (2007), CCNA Exploration 4.0: LAN Switching and Wireless, Cisco System, Inc., Chapter 1: “Switched LAN Architecture”. [2] Cisco System, Inc. (2007), CCNA Exploration 4.0: LAN Switching and

Wireless, Cisco System, Inc., Chapter 3: “VLANs”.

[3] Cisco System, Inc (2007), CCNA Exploration 4.0: LAN Switching and Wireless, Cisco System, Inc., Chapter 4: “STP”.

[4] Sofana, Iwan (2010), Cisco CCNA & Jaringan Komputer, Penerbit Informatika.

[5] Hucaby, David (2010), CCNP Switch 642-813 Official Certification Guide, Chapter 4: “VLANs and Trunks”

[6] Sincoskie, W. D., Cotton, C. J (1988), Extended Bridge Algorithms for Large Networks, IEEE Network Journal January

[7] Bryant, Chris (2011), What Are Broadcast Storms?, MC MCSE Certification Resources (www.mcmse.com/cisco/guides/broadcasts.shtml), Diakses pada tanggal: 5 Juni 2012.

[8] Hucaby, David (2010), CCNP Switch 642-813 Official Certification Guide, Chapter 7: “Traditional Spanning Tree Protocol”.

[9] Cisco Systems, Inc. (2006), Understanding and Tuning Spanning Tree Protocol Timers, Document ID: 19120.

[10] Cisco Systems, Inc. (2005), Data Sheet: Cisco Catalyst 2960 Series Switches.

[11] The Wireshark Team, “Wireshark FAQ”, (www.wireshark.org/faq.html), Diakses pada tanggal 9 September 2012.


(5)

82

[12] IEEE 802.1 Working Group (1998), “802.1D-1998 ANSI/IEEE Standards 802.1D, 1998 Edition Document: Media Access Control Bridges”

[13] Cisco Systems, Inc., “Cisco Catalyst 2960 Series Switches” (www.cisco.com/en/US/products/ps6406/index.html), Diakses pada tanggal 18 November 2012.

[14] Networkers 2004, “Accurate Time Synchronization on Cisco Routers”, Cisco Document ID: NMS-1N03.

[15] Quigley, J Colin (2011), “An Investigation into Spanning Tree Protocol 802.1D and Convergence Performance”, Honours Final Project Report.


(6)

83

LAMPIRAN