Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tahun ajaran 2016 2017

(1)

i

SISWA KELAS IV SD NEGERI WEROHARJO MELALUI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD TAHUN AJARAN

2016/2017

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Bony NIM: 121134222

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang telah menuntun jalan hidupku

Ibuku tercinta, Kenlung Lung, ibu Theresia Juminten, Bapak Ngadimin, dan semua saudaraku yang tidak aku sebutkan satu per satu namanya di sini. Teman seperjuanganku Oktavianus Geleng Yen dan Christina Yeni Untari.

Para Sahabatku tercinta di LPM, Emiliani Dea, Sinta Tan Lung, Imelda, Wina, Jack, Ying Suh, Kanisius Indra, Mika, Juni, Ossi, Solihin, dan Marta

Longseng terimakasih untuk doa, semangat serta bantuannya.

Para teman-teman PGSD Sanata Dharma angkatan 2012 khususnya kelas B krik yang sudah memberiku banyak pengalaman, semangat dan dukungan dari

awal kuliah hingga aku menyelesaikan kuliahku saat ini.


(5)

v

Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut manusia ialah menundukkan diri sendiri

“Kartini”

Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa di mana ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri

“Pramoedya Ananta Toer”

Kapal di pelabuhan adalah aman, tetapi bukan itu maksud kapal dibuat “John C. Maxwell”


(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Februari 2017 Peneliti


(7)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Bony

Nomor Mahasiswa : 121134222

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENINGKATAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI WEROHARJO MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TAHUN AJARAN 2016/2017” beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyiapkan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, 21 Februari 2017 Yang menyatakan,


(8)

viii

PENINGKATAN KERJASAMA DAN PRESTASI BELAJAR IPA

SISWA KELAS IV SD NEGERI WEROHARJO MELALUI

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STAD TAHUN AJARAN

2016/2017

Bony

Universitas Sanata Dharma 2017

Latar belakang penelitian ini adalah masih rendahnya kerjasama dan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPA berdasarkan data lembar pengamatan dan wawancara. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mendeskripsikan upaya peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapam model pembelajaran Kooperatif tipe STAD; (2) Meningkatkan kerjasama siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD; (3) Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo yang berjumlah 15 siswa pada tahun ajaran 2016/2017. Objek penelitian adalah kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tahun ajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara wawancara, observasi, kuesioner, dan tes. Analisis data menggunakan metode deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan: 1) Upaya peningkatan kerjasama dan prestasi belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD telah dilakukan dengan baik melalui langkah-langkah sebagai berikut: a) presentasi materi oleh guru di dalam kelas, b) pembentukan kelompok dan kerja kelompok, c) pemberian kuis, d) penghitungan skor kemajuan individu, e) penghargaan kelompok; 2) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kerjasama siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo dari rata-rata kondisi awal 45,93 (rendah) pada siklus I meningkat menjadi 66,29 (tinggi), dan pada siklus II menjadi 73,73 (tinggi). 3) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo dari nilai kondisi awal (61,00) dengan persentase siswa mencapai KKM (46%), meningkat menjadi (72,00) dengan persentase siswa mencapai KKM (73,33%) pada siklus I, dan pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi (78,00) dengan persentase siswa mencapai KKM (86,66%).


(9)

ix

THE IMPROVEMENT OF STUDENTS’ COOPERATION AND

LEARNING ACHIEVEMENT IN SCIENCE CLASS OF IV GRADE

STUDENTS IN SDN WEROHARJO USING APPLIED

COOPERATIVE MODE TYPE STAD YEAR 2016/2017

Bony

Universitas Sanata Dharma 2017

The background of this researcher is based on the fact that the students’ cooperation and learning achievement are still low according to the observation sheet and the interview result. This study aims to (1) to describe the expedient to improve students’ cooperation and learning achievement in IV grade of SDN Weroharjo year 2016/2017 using applied cooperative learning method type STAD; (2) to improve the cooperation skill of IV grade students in SDN Weroharjo year 2016/2017 using applied cooperative learning method type STAD; (3) To improve the learning achievement of IV grade students in SDN Weroharjo year 2016/2017 using applied cooperative learning method type STAD.

This research is Class room Action Research (CAR) covering four steps such as planning the research, conducting the research, observing and reflection. The Subject of this research is the IV grade students of SDN Weroharjo that consisted of 15 students year 2016/2017. The object of this research is the cooperation skill and learning achievement of IV grade students in SDN Weroharjo using applied cooperative learning method type STAD. The data were taken from interview result, the observation, questioner, and also test. The data were analyzed using descriptive quantitative method. The result shows that: 1) the efforts of improving students’ cooperation and learning achievement using applied cooperative learning method type STAD has been conducted well based on the steps as follows a) teacher’s presentation in the classroom, b) the group formation and group work, c) giving the quiz, d) calculating the individual’s score, e) group achievement award; 2) The use of cooperative learning method type STAD can improve the cooperation skill of IV grade students in SDN Weroharjo with an average score from 45, 93 (low) increase to cycle 1 66,29 (high) and also increase to 73, 73 (high) in cycle II. 3) The application of cooperative learning method type STAD can improve students’ learning achievement from (61.00) which consist of only 46 % of students who passed the minimum score, increase to (72,00) that consist of 73,33% students who passed the test in Cycle I, and in cycle II raised to (78,00) the number students who passed the test increase to 86,66 %

Key Words: Cooperation, Learning Achievement, Cooperative Learning Method Type STAD


(10)

x

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Peningkatan Kerjasama dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Weroharjo Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih peneliti kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

4. Drs. Y.B. Adimassana, M.A., selaku Dosen Pembimbing 1, yang selalu memberikan bimbingan, arahan dan pendampingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

5. Agnes Herlina Dwi H., S.Si., M. T., M. Sc., selaku Dosen Pembimbing II, yang selalu arahan, masukan maupun kritikan dan pendampingan selama proses penelitian dan penulisan skripsi.

6. Wasgito, S.Pd. SD., selaku Kepala SD Negeri Weroharjo yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

7. Puryani, S.Pd. SD., selaku guru kelas IV SD Negeri Weroharjo yang bersedia dengan senang hati mengijinkan, membantu, dan berdiskusi secara aktif selama proses penelitian.

8. Para ahli yang telah bersedia melakukan validasi instrumen penelitian saya. 9. Seluruh pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materil yang

tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu.

10. Siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo Wonosari Gunungkidul yang telah bekerjasama dan bersedia menjadi subjek penelitian sehingga penelitian berjalan lancar.

11. Rekan peneliti, Christina Yeni Untari yang telah bersedia membantu peneliti dalam proses penelitian dari awal hingga selesai.


(11)

xi

peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

Peneliti,


(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah... 7

1.3 Rumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Definisi Oprasional ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Teori-teori yang mendukung ... 10

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak ... 10

2.1.1.2 Kerjasama ... 12

2.1.1.2.1 Pengertian Kerjasama Siswa ... 12

2.1.1.2.2 Indikator Kerjasama Siswa ... 13

2.1.1.2.3 Manfaat dan Tujuan Kerjasama ... 14


(13)

xiii

2.1.1.3.1 Pengertian Prestasi Belajar ... 16

2.1.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 17

2.1.1.4 Model Pembelajaran ... 18

2.1.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran ... 18

2.1.1.4.2 Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

2.1.1.4.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 20

2.1.1.4.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 22

2.1.1.4.5 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD ... 23

2.1.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam ... 24

2.1.1.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam ... 24

2.1.1.5.2 Hakikat IPA ... 25

2.1.1.5.3 Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPA ... 26

2.1.1.5.4 Materi IPA ... 28

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

2.3 Kerangka Berpikir ... 33

2.4 Hipotesis Tindakan ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Setting Penelitian ... 37

3.3 Persiapan ... 38

3.4 Rancangan Setiap Siklus ... 39

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.6 Instrumen Penelitian ... 51

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 59

3.8 Analisis Data ... 66

3.9 Indikator Keberhasilan ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

4.1 Hasil Penelitian ... 69

4.1.1 Prasiklus ... 69

4.1.2 Siklus I ... 72


(14)

xiv

4.2.1 Upaya Peningkatan Kerjasama dan Prestasi Belajar siswa ... 92

4.2.2 Peningkatan Kerjasama Siswa ... 95

4.2.3 Peningkatan Prestasi Belajar Siswa ... 99

BAB V PENUTUP ... 104

5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 104

5.3 Saran.... ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106


(15)

xv

Tabel 1.1 Data Kerjasama Siswa Kelas IV pada Kondisi Awal ... 5

Tabel 1.2 Data Prestasi Belajar Awal Siswa Kelas IV ... 6

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 40

Tabel 3.2 Daftar Pertanyaan Wawancara ... 54

Tabel 3.3 Kisi-kisi Lembar Pengamatan Kerjasama Siswa ... 55

Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Kerjasama Siswa ... 56

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran ... 56

Tabel 3.6 Kisi-kisi Lembar Kuesioner Kerjasama Siswa ... 57

Tabel 3.7 Lembar Kuesioner Kerjasama Siswa... 58

Tabel 3.8 Pedoman Penskoran Kuesioner Kerjasama Siswa ... 59

Tabel 3.9 Kriteria Penskoran ... 59

Tabel 3.10 Kisi-Kisi Soal Siklus I ... 60

Tabel 3.11 Kisi-Kisi Soal Siklus II ... 61

Tabel 3.12 Skor Perhitungan Validitas Perangkat Pembelajaran ... 62

Tabel 3.13 Kriteria Validitas Perangkat Pembelajaran ... 62

Tabel 3.14 Skor Perhitungan Validitas Kerjasama ... 64

Tabel 3.15 Hasil Validitas Soal Siklus I ... 65

Tabel 3.16 Hasil Validitas Soal Siklus II ... 66

Tabel 3.17 Kriteria Klasifikasi Reliabilitas Instrumen ... 67

Tabel 3.18 Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus I ... 67

Tabel 3.19 Reliabilitas Soal Evaluasi Siklus II ... 68

Tabel 3.20 Indikator Keberhasilan Penelitian... 66

Tabel 4.1 Data Kerjasama Siswa pada Kondisi Awal ... 71

Tabel 4.2 Data Prestasi Belajar Siswa Kelas IV Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 73

Tabel 4.3 Data Kerjasama Siswa pada Siklus 1 ... 80

Tabel 4.4 Data Prestasi Belajar Siswa pada Siklus 1 ... 80

Tabel 4.5 Data Kerjasama Siswa pada Siklus II ... 90

Tabel 4.6 Data Prestasi Belajar Siswa Siklus II ... 92

Tabel 4.7 Peningkatan Kerjasama Siswa ... 98


(16)

xvi


(17)

xvii

Gambar 2.1 Skema Penelitian yang Relevan... 35

Gambar 2.2 Skema Penerapan STAD ... 36

Gambar 3.1 Skema Penelitian Tindakan Kelas ... 29

Gambar 4.1 Diagram Peningkatan Kerjasama Siswa ... 101


(18)

xviii

Lampiran I Surat Izin Penelitian ... 110

Lampiran II SILABUS, RPP, LKS ... 167

Lampiran III Soal Evaluasi Siklus I dan Siklus II ... 178

Lampiran IV Validasi Lembar Kerjasama dan Perangkat Pembelajaran ... 188

Lampiran V Hasil Kerja Siswa ... 204

Lampiran VI Data Pengamatan Kerjasama Siswa ... 207


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab I membahas mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan bagi suatu bangsa titik starnya adalah pandangan hidup, dan titik finisnya adalah tercapainya kepribadian hidup yang dicita-citakan (Ahmadi, dkk, 2015: 196). Tokoh pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara mengatakan tujuan pendidikan nasional adalah untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya agar dapat bekerja bersama-sama. Ahmadi (2015:198) menjelaskan mengenai fungsi pendidikan nasional yaitu untuk mewujudkan masyarakat berbudaya, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pernyataan di atas menyadarkan kita bahwa pendidikan mempunyai tujuan dan fungsi begitu penting. Fungsi dari pendidikan yaitu untuk mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, sedangkan tujuannya untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Trianto, 2015:3). Untuk mewujudnyatakan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan harus memiliki podium atau instansi berupa sekolah. Tanpa podium yang dimaksud, bisa dipastikan wacana tentang pendidikan hanya sebatas konsep-konsep indah belaka.


(20)

Sekolah salah satu lembaga masyarakat, di dalamnya terdapat reaksi dan interaksi antar warga sekolah. Menurut Uhbiyati (2015:35), sebagai salah satu lembaga masyarakat atau eksekutor pendidikan, sekolah perlu mempertimbangkan beberapa hal, agar fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat terrealisasi, salah satunya adalah model pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan harus mampu merangsang murid untuk lebih mengenal kehidupan riil dalam masyarakat. Jadi sederhananya, salah satu kunci untuk mencapai fungsi dan tujuan pendidikan nasional adalah melalui penerapan model pembelajaran yang bervariasi, bermakna, menyenangkan, efektif dan efisien (Basis, 2015). Idealnya, fungsi dan tujuan pendidikan dapat tercapai apabila proses pembelajaran di sekolah-sekolah menggunakan model pembelajaran yang mampu memberikan perubahan pada kemampuan seseorang dan mampu mencerdaskan kehidupan bangsa Gagne (dalam Suprijono, 2009:2).

Dari pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan nasional akan terrealisasi dengan nilai mutu dan standar mutu yang baik apabila model pembelajaran yang digunakan oleh sekolah-sekolah dapat memperbaiki proses belajar mengajar, bervariasi, bermakna, menyenangkan, efektif dan efisien (Basis, 2015).

Pada kenyataannya masih banyak sekolah dengan proses pembelajaran kurang baik, dan mutu pendidikannya rendah akibat dari penerapan model pembelajaran yang bersifat konvensional. Model yang seperti ini cenderung membuat siswa bersikap individualis (Susanto, 2013:155). Selain itu, juga kurang efektif dan efisien. Siswa hanya mencatat dan mendengarkan ceramah dari guru. Komunikasi dalam pembelajaran cenderung satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru lebih banyak mendominasi, sehingga proses pembelajaran cenderung bersifat monoton, mengakibatkan peserta didik (siswa) mudah jenuh dalam mengikuti pembelajaran.

Oleh karena itu dalam proses pembelajaran, terutama dalam pembelajaran IPA, guru hendaknya mengajar dengan cara yang bervariasi, mulai dari pendekatan, strategi, model, dan metode (Huda, 2011), mengingat materi IPA yang bermacam-macam dan cukup rumit. Sebagaimana pendapat Sutikno


(21)

(2012:212), untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar guru membiasakan diri menggunakan model pembelajaran yang bersifat kooperatif yakni, model pembelajaran yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi dinamis antara siswa satu dengan siswa yang lainnya sebagai bentuk kerjasama mereka dalam upaya memahami suatu materi pelajaran.

Ilmu Pengetahuan Alam atau biasa disingkat IPA adalah salah satu mata pelajaran yang ada pada kurikulum pendidikan di Indonesia. IPA diajarkan pada tingkat pendidikan paling dasar yaitu Sekolah Dasar (Depdiknas, 2010). Sekolah Dasar merupakan tingkatan dasar yang harus dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri. Materi IPA menyangkut tentang alam semesta dan benda-benda di dalamnya. Menurut Poedjati (2007:191), IPA sebagai ilmu pengetahuan tentang semesta dan segala prosesnya, mencakup kegiatan penelitian yang diawali oleh kesadaran akan adanya suatu masalah. Fowler (dalam Trianto, 2010: 136), menyatakan bahwa IPA sebagai pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan pada suatu kegiatan mengamati.

Depdiknas (dalam Trianto, 2003: 2) menjelaskan fungsi dan tujuan IPA adalah sebagi berikut: 1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Mengembangkan keterampilan sikap dan nilai ilmiah; 3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi; 4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup bermasyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sesuai fungsi dan tujuan pendidikan IPA yang dirumuskan oleh Depdiknas, dapat diketahui bahwa IPA sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Namun dalam mengajarkan pelajaran IPA di Sekolah Dasar, bukan perkara mudah. Sebagaimana hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti saat pembelajaran IPA di salah satu Sekolah Dasar di Wonosari, tahun pelajaran 2016/2017 yang akan diuraikan di paragraf berikut ini.

Peneliti menemukan permasalahan pada saat melakukan pengamatan tanggal 22 dan 23 Juli 2016, di kelas IV SDN Weroharjo. Di mana pada saat itu guru masih menggunakan cara mengajar konvensional, yakni ceramah dan tanya


(22)

jawab dengan siswanya. Mengajar dengan cara ceramah maupun tanya jawab cenderung membuat siswa jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran dan membuat siswa bersikap individualis (Susanto, 2013:155).

Dalam melakukan pengamatan, peneliti menggunakan indikator yang diambil dari indikator kerjasama beberapa ahli. Indikator kerjasama siswa dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain: 1) Saling membantu sesama anggota dalam kelompok (mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum jelas). 2) Setiap anggota ikut memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai kesepakatan. 3) Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok. 4) Berada dalam kelompok kerja saat kegiatan berlangsung. 5) Memberi kesempatan siswa lain untuk berpartisipasi dalam tugas kelompok. Berdasarkan hasil pengamatan mengenai kerjasama siswa, diketahui bahwa tingkat kerjasama siswa pada saat pembelajaran masih rendah.

Untuk memperkuat hasil pengamatan, peneliti menyebarkan kuesioner kerjasama kepada siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo. Berikut data kerjasama kondisi awal:

Tabel 1.1 Data Kerjasama Siswa Kelas IV pada Kondisi Awal Rata-rata

Kerjasama Hasil Pengamatan

Rata-rata Kerjasama Hasil

Kuesioner

Rata-rata

Kerjasama Keterangan

45,33 46,53 45,93 Rendah

Dari tabel di atas, diketahui bahwa nilai rata-rata kerjasama siswa pada kondisi awal dari hasil pengamatan (45,33), sedangkan nilai rata-rata kuesioner kerjasama (46,53). Berdasarkan ke dua data tersebut diperoleh rata-rata kerjasama siswa sebesar (45,93) kategori rendah. Peneliti mengkategorikan rendah berdasarkan Penilaian Acuan Patokan (PAP) (Arifin, 2009:236).

Selain mengetahui hasil pengamatan dan kuesioner, peneliti juga melakukan wawancara dengan guru kelas untuk memperkuat data. Hasil dari wawancara dengan guru kelas cukup mendukung data di atas. Pada saat peneliti bertanya kepada guru kelas seputar kerjasama siswa, beliau mengatakan bahwa memang hanya segelintir siswa terlihat mampu untuk mengayomi temannya dalam


(23)

bekerjasama. Siswa juga jarang sekali berdiskusi untuk mempelajari suatu materi secara bersama-sama, sehingga relasi kerjasama antar siswa termasuk dalam kategori rendah. Keadaan seperti ini terutama sekali dipicu oleh guru yang mengajar. Alhasil, gaya belajar siswanya mempengaruhi hasil belajar mereka. Guru kelas menyadari masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional yang aktivitasnya didominasi oleh guru.

Pada tanggal 23 Juli 2016, diperoleh data prestasi belajar IPA siswa dari dokumen nilai tahun ajaran 2014-2015, khususnya KD 6.1 dan 6.2 tentang sifat dan perubahan wujud benda. Total dari lima belas siswa yang mengikuti ulangan IPA, hanya tujuh siswa yang memenuhi KKM, sisanya masih di bawah KKM. Itu berarti lebih dari 50% nilai ulangan IPA siswa tentang sifat dan perubahan wujud benda belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai rata-rata ulangan siswa pada saat ulangan (61,00), nilai tersebut memiliki selisih 4 angka di bawah KKM (65). Berikut adalah tabel nilai ulangan IPA pada kondisi awal siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo:

Tabel 1.2 Data Prestasi Belajar Awal Siswa Kelas IV Ulangan

Harian Tahun pelajaran

KKM

Rata-rata Ulangan

Ketuntasan

Jumlah Siswa Tuntas Tidak

Tuntas

2014/2015 65 61 7 Siswa

(46%)

8 Siswa

(53%) 15

Dari tabel di atas, diketahui nilai rata-rata prestasi belajar IPA siswa, khususnya pada (KD) 6.1 dan 6.2 masih di bawah KKM. Padahal menurut data hasil wawancara, sekolah telah memfasilitasi berbagai media pembelajaran dan benda-benda konkret yang dapat mendukung proses belajar siswa dalam memahami materi ajar, namun kenyataannya guru kelas belum dapat menggunakan hal itu dengan maksimal. Guru kelas masih sering menggunakan model pembelajaran konvensional, yang aktivitasnya didominasi oleh guru. Model yang seperti ini cenderung membuat siswa bersikap kurang aktif dalam bekerjasama (Susanto, 2013:155).


(24)

Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009:65), model pembelajaran sangat membantu peserta didik dalam memahami materi ajar, karena model mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Adanya model pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien sangat diperlukan agar mempermudah siswa dalam memahami materi pada setiap mata pelajaran. Pada proses pembelajaran siswa kelas empat SD, sebaiknya digunakan model pembelajaran yang disesuaikan pengetahuan siswa. Model pemberlajaran kooperatif tipe STAD merupakan model yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotifasi dan saling membantu bekerjasama dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal, selain itu juga sangat sesuai dengan karateristik siswa kelas IV SD Johnson (dalam Solihatin, 2005 :4). Menurut Huda (2011:116), pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).

Dari pengertian di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas untuk membantu para peserta didik dalam memahami materi ajar. Untuk itu, model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat tepat digunakan untuk pembelajaran di kelas IV SD, karena model menggunakan kelompok atau tim kecil, terdiri dari 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Siswa yang dianggap pandai menjelaskan kepada anggota kelompoknya. Namun demikian, bukan berarti siswa yang dianggap pandai saja yang punya bertanggung jawab terhadap kelompok, tetapi ini menjadi tanggung jawab tim dalam kelompok. Alasannya, model kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa dalam kelompok untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal (Slavin, 2005:144).


(25)

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal ini yang telah mendorong peneliti mengambil judul penelitian ―Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD‖.

1.2

Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan Kerjasama dan Prestasi Belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo tahun ajaran 2016/2017. Penelitian ini difokuskan pada (KD) 6.1 mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu, dan 6.2 mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair ke padat ke cair; cair ke gas ke cair; padat ke gas.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, rumusan penelitian ini adalah:

1.3.1 Bagaimana upaya peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?

1.3.2 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kerjasama dalam pembelajaran IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo?

1.3.3 Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo?


(26)

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1.4.1 Mendeskripsikan upaya peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SDN Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapam model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

1.4.2 Meningkatkan kerjasama siswa kelas IV SDN Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

1.4.3 Meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Weroharjo tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik bersifat praktis maupun teoretis.

1.5.1 Bagi Siswa

Siswa mendapatkan pengalaman belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan pada mata pelajaran IPA.

1.5.2 Bagi Guru

Guru mendapatkan pengalaman dalam mengajarkan siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu guru juga memperoleh tambahan wawasan mengenai salah satu cara meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD.

1.5.3 Bagi Sekolah

Laporan Penelitian ini dapat menambah wawasan guru dan warga sekolah, dan juga sebagai tambahan bahan bacaan di perpustakaan.

1.5.4 Bagi Peneliti

Peneliti dapat melihat kelebihan dari model membelajaran kooperatif tipe STAD, dan pengaruhnya terhadap kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa. Peneliti juga mendapatkan pengalaman dalam menyusun pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.


(27)

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Kerjasama adalah proses interaksi yang melibatkan semua anggota dalam kelompok untuk menumbuhkan solidaritas dengan cara berinteraksi melalui cara-cara tertentu, sehingga perilaku atau prestasi seseorang mempengaruhi prestasi atau prilaku orang lain

1.6.2 Prestasi belajar adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah.

1.6.3 Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model yang melibatkan

―kompetisi‖ antar kelompok atau tim kecil antara 4-5 (heterogen) yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotifasi dan saling bekerjasama dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi maksimal.

1.6.4 IPA adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan alam semesta, dengan sekumpulan teori yang tersistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen yang menuntut sikap ilmiah.


(28)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II membahas mengenai landasan teori yang digunakan. Pembahasan landasan teori mengenai kajian pustaka, teori-teori yang mendukung, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan anak menurut Stern (dalam Kartono, 2007:33) lebih banyak ditentukan oleh dua faktor yang saling menopang yaitu, faktor bakat dan faktor interaksi dengan lingkungan, keduanya tidak dapat dipisahkan pada diri anak. Kepribadian anak dapat terbentuk dengan baik apabila dibina dari proses mendapatkan pengalaman melalui pendidikan yang baik dan ditopang oleh bakat bawaan dari anak yang merupakan bawaan dari lahir. Interaksi yang dimaksudkan di sini adalah keadaan di mana anak-anak melakukan aktivitas bersama dengan teman sebaya atau sekelompoknya untuk mendapatkan hasil dari tujuan yang sudah dibuat.

Perkembangan anak menurut Slameto (2010:102) sangat dipengaruhi oleh persepsi yang dapat diartikan sebagai proses masuknya informasi ke dalam otak secara terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya lewat indera penglihatan, pendengar, peraba, perasa, dan pencium. Makin baik suatu objek, orang, peristiwa atau hubungan diketahui melalui indera, maka akan semakin mudah diingat. Saat proses pembelajaran berlangsung, guru harus menghindari terjadinya salah pengertian agar siswa tidak mengalami salah persepsi yang menentukan keberhasilan belajar selanjutnya. Guru perlu mengganti benda yang sebenarnya dengan gambar atau potret dari benda tersebut untuk memastikan siswa tidak mengalami salah persepsi saat belajar.

Piaget (dalam Wirawan, 1991:117), berpendapat bahwa proses perkembangan kognisi merupakan rangkaian yang terdiri empat tahap yaitu:


(29)

1. Periode Sensorimotor (lahir sampai 2,5 tahun)

Masa ini adalah masa bayi menggunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. Bayi belajar dari apa yang terlihat dan tertangkap inderanya. Ia memberikan reaksi motorik terhadap rangsangan yang diterimanya dalam bentuk refleks, seperti refleks mencari puting susu ibu, refleks menangis, refleks kaget, dan lain-lain. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu memunculkan respon dalam urutan yang lebih kompleks, seperti mampu mengambil benda yang tersembunyi dengan meraih.

2. Periode Pra-operasional (2 - 7 tahun)

Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak dalam menggunakan simbol yang mewakili suatu konsep. Anak mulai mampu membuat penilaian sederhana terhadap objek dan kejadian di sekitarnya. Mereka mampu menggunakan simbol untuk mewakili objek dan kejadian yang mereka maksudkan. Penggunaan simbol ini menunjukkan peningkatan kemampuan mengorganisasi informasi dan kemampuan berpikir. Anak belum mampu mengembangkan konsep tentang aturan dalam bermain, namun hanya melakukan apa yang boleh dan tidak boleh seperti dikatakan orang dewasa di sekitar mereka. Contohnya saat bermain sepak bola anak dapat mengikuti aturan untuk tidak memegang bola tapi tidak tahu maksud peraturan tersebut dan hanya mengikutinya.

3. Periode Operasional Konkret (7 - 11 tahun)

Pada tahap ini anak mampu melakukan beberapa tugas yang konkret. Anak mulai menggembangkan tiga oprasi berpikir, yaitu identifikasi (mengenali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), dan reproaksi (mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal). Struktur logika mereka terbentuk yang memungkinkan mereka membentuk beberapa operasi mental, namun masih terbatas pada objek-objek yang konkret.

4. Periode Operasional Formal (11 - 15 tahun)

Operasi mental anak-anak usia ini tidak lagi terbatas pada objek-objek yang konkret, namun mereka sudah dapat menerapkannya pada pernyataan verbal dan logika, baik pada objek yang nyata maupun tidak, dan kejadian pada waktu sekarang atau masa depan. Kemampuan untuk menggeneralisasikan pernyataan


(30)

yang abstrak sudah muncul, begitu juga untuk beberapa hipotesis dan kemungkinan hasilnya.

Siswa kelas empat SD berusia antara 9-11 tahun berada pada periode operasional konkret. Untuk menunjang proses belajar anak pada periode ini dibutuhkan model pembelajaran yang dapat membentuk beberapa operasi mental seperti kemampuan mengklasifikasikan beberapa benda, mengurutkan objek dalam aturan tertentu, memahami sifat-sifat tertentu, dan memahami konsep bolak-balik. Melihat kebutuhan perkembangan anak pada periode operasional konkret yang membutuhkan model pembelajaran yang dapat menunjang proses belajar mereka, maka dalam hal ini model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang lebih menekankan pada dinamika kelompok, dan tanggung jawab per individu agar dapat bekerjasama satu sama lain dalam mempelajari suatu materi sangat tepat untuk diterapkan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat tepat untuk periode operasional konkret, karena di dalamnya terdapat dinamika dalam kelompok kecil (heterogen) yang memberikan kesempatan kepada setiap individu di dalamnya untuk bekerjasama menjawab dan menyelesaikan masalah. Entah itu berupa mengklasifikasikan beberapa benda, mengurutkan objek dalam aturan tertentu, memahami sifat-siafat benda, atau memahami konsep bolak-balik dan lain-lain.

Model kooperatif tipe STAD lebih mengutamakan kerja keras tim. Fungsi utama dari tim adalah memastikan bahwa semua anggota kelompoknya benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik. Hal ini membuat siswa yang belajar dengan model koopertaif tipe STAD merasa termotivasi untuk bekerjasama, sehingga dalam mempelajari suatu konsep atau pun membandingkannya, siswa akan secara mudah mengingatnya dalam jangka panjang.

2.1.1.2 Kerjasama Siswa

2.1.1.2.1 Pengertian Kerjasama Siswa

Beberapa pihak telah menyadari kerjasama merupakan hal penting bagi kehidupan manusia demi menumbuhkan solidaritas dalam kehidupan, karena


(31)

dengan bekerjasama manusia dapat melangsungkan hidup (Zulkarnain, 2013:23). Menurut Suprihanto (dalam Zulkarnain, 2013: 4), kerjasama merupakan interaksi dalam kelompok dengan cara-cara tertentu, sehingga perilaku atau prestasi seseorang mempengaruhi prestasi atau perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Moreno (dalam Zulkarnain, 2013:23) mengemukakan perlunya kerjasama kelompok-kelompok kecil, seperti keluarga, regu kerja, regu belajar adalah untuk membangun interaksi demi mencapai tujuan bersama.

Kerjasama dalam konteks pembelajaran yang melibatkan siswa menurut Huda (2011:24) yaitu, ketika siswa bekerjasama menyelesaikan suatu tugas kelompok, mereka memberikan dorongan, anjuran, dan informasi pada teman sekelompoknya yang membutuhkan bantuan. Saat kerjasama, siswa yang lebih paham akan memiliki kesadaran untuk menjelaskan kepada teman yang belum paham, dengan demikian siswa yang belum paham tadi akhirnya menjadi paham.

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama adalah proses interaksi yang melibatkan semua anggota dalam kelompok untuk menumbuhkan solidaritas dengan cara berinteraksi melalui cara-cara tertentu, sehingga perilaku atau prestasi seseorang mempengaruhi prestasi atau prilaku orang lain. Kerjasama dalam konteks penelitian ini adalah bekerjasama dalam menguasai materi ajar guna mencapai prestasi secara maksimal.

2.1.1.2.2 Indikator Kerjasama Siswa

Kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar menurut Harmin (dalam Isjoni, 2009:36) dapat memberikan berbagai pengalaman, dikarenakan mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, berinisiatif, menentukan pilihan, dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik. Sutikno (2012:212), menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dianjurkan agar guru membiasakan diri menggunakan komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai transaksi, yakni komunikasi yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa melainkan juga melibatkan interaksi


(32)

dinamis antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya sebagai bentuk kerjasama mereka dalam upaya memahami materi.

Teori perkembangan Piaget (dalam Trianto, 2015:70) memperkuat pendapat di atas yakni, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi siswa dengan lingkungan dan teman sebayanya. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Sementara itu, bahwa interaksi dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi mampu memperjelas pemikiran itu lebih logis (Trianto, 2015:70).

2.1.1.2.3 Manfaat dan Tujuan Kerjasama

Beberapa manfaat kerjasama menurut Sunarto (dalam Zulkarnain, 2013:28) antara lain:

1. Individu satu dengan yang lainya akan bekerjasama saling membantu

2. Segala masalah yang membutuhkan pemecahan masalah akan teratasi, mengurangi beban pekerjaan yang besar

3. Individu satu dengan yang lain akan dapat memberikan masukan

Sedangkan tujuan dari kerjasama (group goals) menurut Cartwright & Zander (dalam Zulkarnain, 2013:28) ialah segala sesuatu yang akan dicapai oleh kelompok dan harus relevan dengan tujuan anggota serta diketahui oleh semua anggota. Selanjutnya dijelaskan oleh Sunarto (dalam Zulkarnain, 2013:28) mengenai tujuan kerjasama kelompok antara lain:

1. Membangkitkan kepekaan diri seseorang anggota kelompok terhadap anggota kelompok lain, sehingga dapat menimbulkan rasa saling menghargai.

2. Menimbulkan rasa solidaritas anggota sehingga dapat menghormati dan saling menghargai pendapat orang lain.

3. Menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap sesama anggota kelompok. 4. Menimbulkan adanya itikad yang baik di antara sesama anggota kelompok.


(33)

Berdasarkan beberapa pendapat yang menjelaskan manfaat dan tujuan kerjasama kelompok di atas, peneliti menyimpulkan indikator kerjasama yang digunakan dalam penelitian STAD ini antara lain:

1. Saling membantu sesama anggota dalam kelompok (mau menjelaskan kepada anggota kelompok yang belum jelas).

2. Setiap anggota ikut memecahkan masalah dalam kelompok sehingga mencapai kesepakatan.

3. Menghargai kontribusi setiap anggota kelompok.

4. Berada dalam kelompok kerja saat kegiatan berlangsung.

5. Memberi kesempatan siswa lain untuk berpartisipasi dalam tugas kelompok.

2.1.1.2.4 Faktor yang Mendorong Kerjasama

Untuk meningkatkan kerjasama siswa, siswa perlu diajarkan ketrampilan sosial. Hal ini dikarenakan dengan keterampilan sosial, nilai-nilai dalam kerjasama akan terinternalisasi dalam diri siswa dengan cara pembiasaan. Menurut Johnson & Johnson (dalam Huda, 2011:55), ketrampilan sosial yang harus dimiliki siswa untuk meningkatkan kemampuan kerjasama siswa antara lain:

1. Saling mengerti dan percaya satu sama lain. 2. Berkomunikasi dengan jelas dan tidak ambigu. 3. Saling menerima dan mendukung satu sama lain.

4. Mendamaikan setiap perdebatan yang sekiranya melahirkan konflik.

Di sisi lain, bekerjasama dalam kelompok akan terwujud dengan baik apabila anggota kelompok benar-benar menjalankan perannya sebagaimana yang dikemukan oleh Prayitno (dalam Kurnanto, 2013:125) yaitu:

1. Membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antar anggota kelompok.

2. Mencurahkan segenap perasaan dalam melibatkan diri ke kegiatan kelompok.

3. Berusaha agar yang dilakukannya itu membantu tercapainya tujuan bersama.


(34)

4. Membantu tersusunnya aturan kelompok dan berusaha untuk mematuhinya dengan baik

5. Benar-benar berusaha untuk secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.

6. Mampu berkomunikasi secara terbuka 7. Berusaha membantu anggota lain

8. Memberikan kesempatan kepada anggota lain untuk berpartisipasi 9. Menyadari pentingnya kerjasama kelompok

2.1.1.3 Prestasi Belajar

2.1.1.3.1 Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai suatu yang telah diperoleh setelah seseorang melakukan kegiatan belajar (Syah, 2013:216). Menurut Purwadarminto (1976:767), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. Bloom (dalam Sudjana, 2009:22) mengklasifikasi prestasi belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. 1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. 2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak, yang terdiri dari enam aspek, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketetapan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dari beberapa pengertian prestasi di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil atau taraf kemampuan yang dapat atau telah dicapai oleh seseorang setelah mengikuti pembelajaran dalam waktu tertentu, baik berupa perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dan semua itu merupakan hasil dari kerja keras. Berdasarkan penyimpulan tersebut, prestasi belajar yang


(35)

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang telah dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah.

2.1.1.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Ahmadi (2005:105), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, di antaranya :

1). F aktor Internal; Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri yang meliputi:

a. Kecerdasan (intelegensi); Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. b. Bakat; Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang

sebagai kecakapan pembawaan.

c. Minat; Minat adalah kecenderungan yang mantap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu.

d. Motivasi; Motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.

2). F aktor Eksternal; Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya dari luar diri peserta didik (siswa), yang meliputi :

a. Keadaan Keluarga; Menurut (Sukmadinata, 2004:6) keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pertama, sebab dalam lingkungan inilah pertama-tama anak mendapatkan pendidikan, bimbingan, asuhan, pembiasaan, dan latihan. Keluarga disebut juga sebagai lingkungan primer. b. Lingkungan Sekolah; Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses

pendidikan berlangsung. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu megembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial (Syamsu, 2001:54). Sekolah disebut juga sebagai lingkungan sekunder.


(36)

c. Lingkungan Masyarakat; Horton (dalam Ruswanto:2009) masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Lingkungan masyarakat merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dalam proses pelaksanaan pendidikan. Hal ini disebabkan karena anak lebih banyak menghabiskan waktunya di lingkungan masyarakat untuk bermain dan berinteraksi dengan teman sebaya.

Berdasarkan urain di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar seseorang dipengaruhi oleh dua faktor. Faktor yang pertama adalah faktor internal yang meliputi, kecerdasan (intelegensi), bakat, minat, dan motivasi. Faktor ke dua adalah faktor eksternal yang meliputi, keadaan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

2.1.1.4 Model Pembelajaran

2.1.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran

Suprijono (2015:63) mengatakan model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut Arends (dalam Suprijono, 2015:65), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.

Berdasarkan pengertian beberapa para ahli mengenai model pembelajaran di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa model pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan secara khas oleh guru di kelas dalam menyampaikan materi pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir, di dalam model


(37)

pembelajaran terdapat strategi pencapaian kompetensi siswa dengan pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

2.1.1.4.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif berasal dari kata Cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, saling membantu satu sama lainya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam istilah bahasa Indonesia, istilah cooperative learning lebih sering dikenal dengan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif mulai dikenal luas sejak isu dinamika kelompok (dynamic of group) yang antara lain digagas oleh Dewey, Moreno, dan Lewin 1970-an. Menurut Johnson & Johnson (1994), cooperative learning adalah mengelompokkan siswa agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan secara maksimal yang mereka miliki dan pelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan tanggung jawab kelompok, mereka berusaha dan menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka (Panitz dalam Suprijono, 2015:73).

Pembelajaran kooperatif memiliki konsep yang lebih luas, meliputi semua jenis kerja kelompok. Namun model pembelajaran kooperatif tentu berbeda dengan sekedar belajar dalam kelompok, perbedaan ini terletak pada adanya unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yang tidak ditemui dalam pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Prosedur model pembelajaran koopertatif yang dilakukan dengan benar akan memungkinkan guru dapat mengelola kelas dengan lebih efektif dan efisien. Menurut Suprijono (2015: 77), pembelajaran kooperatif bercirikan: 1) memudahkan siswa belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama; 2) pengetahuan, nilai dan keterampilan diakui oleh mereka yang berkompeten menilai. Selanjutnya dijelaskan oleh Roger dan Johnson (dalam Suprijono, 2015:77) bahwa tidak semua belajar kelompok itu bisa dianggap pembelajaran kooperatif, untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut antara lain: 1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif); 2)


(38)

Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); 3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif); 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota); 5) Group processing (pemrosesan kelompok).

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang bersifat mengelompokkan siswa dengan tujuan agar siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan secara maksimal satu sama lain dalam kelompok, bertanggung jawab penuh terhadap kelompok, berusaha bersama dan menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2.1.1.4.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Suprijono (2015:77) mengatakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Division (STAD) adalah model pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok kecil berbentuk heterogen yang dikembangkan oleh Robert Slavin. Model ini merupakan salah satu model yang menekankan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu menguasai materi untuk pencapaian prestasi secara maksimal. Gagasan utama STAD adalah untuk membangun kerjasama dan saling memotivasi supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasi materi yang diajarkan oleh guru guna mencapai prestasi yang maksimal.

Johnson (dalam Solihatin, 2005:4) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa dalam kelompok untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Selanjutnya dijelaskan oleh Vygotsky (1978) mengenai teori belajar kelompok, menurut Vygotsky, mental siswa pertama kali berkembang pada level interversonal di mana mereka belajar menginternalisasikan dan mentransformasikan interaksi interpersonal mereka dengan orang lain.


(39)

Singkatnya, siswa-siswa yang bekerjasama dalam kelompok dapat bekerja lebih efektif daripada siswa-siswa yang bekerja sendirian.

Slavin (dalam Rusman 2013:213), mengatakan STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti, karena sangat mudah dan paling tepat untuk mengajarkan materi-materi pelajaran ilmu pasti, digunakan pada jenjang pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD melibatkan ―kompetisi‖ antar kelompok atau tim kecil, yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen) (Huda, 2014: 116). Siswa mempelajari materi berkelompok, kemudian mereka diuji secara individual dengan soal tes atau kuis. Perolehan skor peranggota menentukan skor yang didapatkan oleh kelompok. Jadi setiap anggota harus memperoleh nilai yang maksimal jika inggin kelompok mereka mendapatkan nilai tertinggi.

Menurut Huda (2011:13), pembelajaran kooperatif tipe STAD yang menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil (heterogen), lebih efektif dalam melakukan aktivitas bersama. Pernyataan ini sependapat dengan penjelasan Sharan (dalam Huda, 2015: 117) yang mengatakan performa siswa lebih efektif justru ketika mereka belajar dan bekerjasama dalam kelompok kecil, karena dalam kelompok kecil pertukaran informasinya lebih intens sehingga siswa yang bekerjasama dalam kelompok memiliki rasa tanggung jawab untuk membantu satu sama lain demi mencapai prestasi yang maksimal. Mereka yang berada dalam kelompok kecil akan merasa lebih terhubung dan lebih komunikatif antara satu dan lainnya.

Sharan (1983) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pengajaran yang efektif dalam meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar sekaligus berkontribusi bagi perbaikan sikap dan persepsi mereka tentang begitu pentingnya bekerjasama, termasuk pemahaman mereka tentang teman-teman yang berasal dari latar belakang etnis yang berbeda-beda.

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran


(40)

kooperatif tipe STAD adalah model yang melibatkan ―kompetisi‖ antar kelompok atau tim kecil antara 4-5 (heterogen) yang menekankan pada aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotifasi dan saling bekerjasama dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai prestasi maksimal.

2.1.1.4.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Menurut Trianto (2009: 68), pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa (heterogen). Kegiatannya diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Sedangkan menurut Slavin (2005:143), pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari lima sintaks utama yaitu, presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Guru menyampaikan materi pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka. Untuk memastikan bahwa semua anggota tim menguasi pelajaran, siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara sendiri-sendiri, di mana pada saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling membantu. Tiap siswa harus menguasai materinya. Tanggung jawab individual seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat anggota tim menguasai informasi atau materi yang diajarkan (Slavin, 2005: 143).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2005:143), yang meliputi lima sintaks yakni sebagai berikut:

1. Presentasi materi oleh guru di dalam kelas. Presentasi dilakukan oleh guru kelas dengan maksud penyampaian tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa, sekaligus memotivasi siswa untuk belajar. Presentasi kelas yang dilakukan tetap fokus pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan cara ini, para siswa menyadari bahwa mereka harus benar-benar memperhatikan presentasi dari guru, karena dengan demikian akan


(41)

sangat membantu mereka bekerja dalam kelompok dan mengerjakan kuis-kuis.

2. Pembentukan kelompok dan kerja kelompok. Kelompok terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal potensi akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Siswa mendiskusikan atau melakukan praktik dalam kelompok berdasarkan tugas yang diberikan oleh guru.

3. Pemberian kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua periode kerja kelompok, para siswa akan mengerjakan kuis individual.

4. Penghitungan skor kemajuan individu. Setelah siswa selesai mengerjakan tes, guru bertanya ke siswanya secara acak untuk mengetahui pemahaman perindividu, atau sebagai catatan skor kemajuan individu. Skor yang diperoleh dari pertanyaan lisan akan dijumlah dengan skor menjawab soal tes, kemudian skor akan diakumulasi dengan skor-skor yang diperoleh teman sekelompok lalu dirata-ratakan. Dari nilai rata-rata inilah yang dijadikan skor kelompok.

5. Penghargaan kelompok. Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria yang sudah disusun oleh peneliti.

2.1.1.4.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1997:17) :

1. Siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

2. Siswa aktif membantu dan memotivasi sesama anggota kelompok untuk mencapai prestasi bersama.

3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.


(42)

4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Selain keunggulan, model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan, diantaranya:

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai target materi yang dipelajari.

2. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.

3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.

4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerjasama .

Dari penjelasan tersebut penulis berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama dalam suatu tim atau kelompok demi tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada proses pembelajaran itu sendiri.

2.1.1.5 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

2.1.1.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’ sendiri berasal dari kata dalam bahasa latin ‘scientia’ yang berarti saya tahu. Ilmu Pengetahuan Alam atau biasa disingkat (IPA) adalah salah satu mata pelajaran yang ada pada kurikulum pendidikan di Indonesia (Depdiknas, 2010). Materi IPA menyangkut tentang alam semesta dan benda-benda di dalamnya. IPA diajarkan pada tingkat pendidikan paling dasar yaitu, Sekolah Dasar (Depdiknas, 2010). Dijelaskan oleh Fowler (dalam Trianto, 2015:136) bahwa IPA sebagai pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis, berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan yang didasarkan pada suatu kegiatan mengamati lingkungan. Adapun Wahyana (dalam Trianto, 1986:136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.


(43)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), sebagaimana dijelaskan (Trianto:2015) adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan alam semesta, dengan sekumpulan teori yang tersistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen yang menuntut sikap ilmiah.

2.1.1.5.2 Hakikat IPA

Pada hakikatnya, IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah (Trianto, 2015:137). Sementara itu, menurut Prihantoro (dalam Trianto, 2015:137) mengatakan hakikat IPA merupakan suatu produk, proses, dan aplikasih. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep. Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk sains, dan sebagai aplikasi, terori-teori IPA yang akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep. Proses ilmiah, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk sains, dan sebagai sikap ilmiah, terori-teori IPA yang akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan, namun penerapannya harus dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.


(44)

2.1.1.5.3 Fungsi dan Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Depdikbud (2006:485), menyatakan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi, agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasi.

Fungsi dan tujuan IPA, Depdiknas (dalam Trianto, 2010:138) adalah sebagi berikut:

1. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.

3. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.

4. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup bermasyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia terlebih bagi siswa Sekolah Dasar, pembelajarannya tidaklah semata-mata pada dimensi pengetahuan tetapi lebih dari itu, yakni keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah.

2.1.1.5.4 Materi Sifat dan Perubahan Wujud Benda

Materi dalam penelitian ini adalah sifat dan perubahan wujud benda. Standar Kompetensi (SK) 6.1 Memahami beragam sifat dan perubahan wujud benda serta berbagai cara penggunaan benda berdasarkan sifatnya. Untuk


(45)

Kompetensi Dasar (KD) yaitu, 6.1 mengidentifikasi wujud benda padat, cair, dan gas memiliki sifat tertentu, dan 6.2 mendeskripsikan terjadinya perubahan wujud cair ke padat ke cair; cair ke gas ke cair; padat ke gas.

Berikut ini penjabaran materi tentang sifat dan perubahan wujud benda: A. Wujud Benda

Benda-benda memiliki beraneka macam bentuk, wujud, dan warna. Benda adalah segala sesuatu yang berada di alam dan mempunyai wujud. Benda disebut juga barang. Berdasarkan wujudnya, benda dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu benda padat, benda cair, dan gas.

1. Benda Padat

Benda padat adalah benda yang bentuk dan volumenya selalu tetap. Cintohnya; meja, kursi, pensil, dan lain-lain.

2. Benda Cair

Benda Cair adalah benda yang volumenya mengikuti bentuk wadahnya. Contohnya; air mineral, minyak goreng, kecap, dan lain-lain.

3. Benda Gas

Benda gas adalah benda yang berwujud gas. Berbeda dengan benda padat dan cair, benda gas sulit untuk diamati. Contoh benda gas adalah udara dan asap.

B. Sifat Benda Padat, Cair, dan Gas Sifat-sifat Benda Padat

Benda padat adalah benda yang berwujud padat. Berikut ini sifat-sifat yang dimiliki benda padat:

1. Bentuk dan ukuran benda padat tidak dipengaruhi oleh bentuk wadahnya.

Misalnya pensil yang ada di dalam tas sama bentuknya dengan pensil di dalam gelas. Bola di dalam keranjang tidak berubah bentuk jika

diletakkan di lantai. Hal itu berarti bentuk benda padat tidak mengikuti bentuk wadahnya. Benda padat tidak berubah bentuk jika hanya berpindah tempat.


(46)

2. Bentuk benda padat dapat diubah dengan perlakukan tertentu. Bentuk benda padat berubah misalnya, kain diubah menjadi baju seragam. Ujung pensil diraut menjadi runcing. Bentuk benda padat dapat diubah jika benda padat itu mendapat perlakuan tertentu, misalnya ditekan, didorong, atau dipotong.

Sifat-sifat Benda Cair

2. Bentuk benda cair tidak tetap, selalu mengikuti bentuk wadahnya

Bentuk benda cair dapat berubah-ubah. Jika air dituang ke botol, bentuk air seperti botol. Jika air dimasukkan ke

dalam gelas, bentuk air seperti gelas. Demikian juga jika air dimasukkan ke

dalam mangkuk, bentuknya seperti

mangkuk. Jadi bentuk benda cair mengikuti bentuk wadahnya.

3. Benda cair mengalir ke tempat rendah

Air di sungai mengalir mulai dari hulu sampai ke hilir. Hulu sungai berada di pegunungan sementara hilir berada di muara, biasanya berakhir di laut. Hal ini membuktikan bahwa air mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah.

4. Permukaan benda cair yang tenang selalu datar

Dalam keadaan tenang, permukaan air selalu datar. Akan tetapi, jika mendapat perlakuan, permukaan air tidak lagi datar.

5. Benda cair meresap melalui celah-celah kecil

Berbagai peristiwa meresapnya benda cair melalui celah-celah kecil terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Peristiwa itu disebut kapilaritas.


(47)

Misalnya, minyak tanah meresap pada sumbu kompor atau sumbu lampu, dan peresapan air pada vas bunga.

6. Benda cair melarutkan zat tertentu

Gula pasir larut dalam air teh sehingga rasa air teh menjadi manis. Air dapat melarutkan zat atau bahan tertentu sehingga air disebut zat pelarut.

Sifat-sifat Benda Gas

1. Benda gas mempunyai bentuk dan volume sesuai dengan wadahnya Bentuk balon menunjukkan bentuk udara yang ada di dalamnya. Jadi, bentuk benda gas tergantung dari wadahnya. Selain bentuk, volume udara juga menyesuaikan dengan volume (isi) wadahnya.

2. Benda gas menekan ke segala arah

Udara yang dialirkan ke dalam ban akan menekan ke seluruh ruang ban tersebut.

3. Benda gas terdapat di segala tempat

Benda gas yang selalu ada di sekitar kita adalah udara. Di semua tempat ada udara.

C. Perubahan Wujud Benda Padat, Cair, dan gas

Benda-benda dapat mengalami perubahan wujud jika diberi perlakuan. Perubahan wujud benda yang bersifat sementara disebut perubahan fisika. Beberapa peristiwa perubahan wujud benda,

antara lain, mencair (melebur), membeku, menguap, mengembun, dan menyublim. 1. Mencair (Melebur)

Es dan mentega berubah wujud dari padat menjadi cair karena adanya kenaikan suhu (panas). Peristiwa perubahan zat padat menjadi zat cair dinamakan mencair atau melebur.


(48)

2. Membeku

Perubahan wujud benda cair menjadi benda padat disebut membeku. Es adalah wujud air dalam bentuk padat. Air dapat membeku jika mengalami penurunan suhu yang sangat dingin.

3. Menguap

Uap air panas yang keluar dari mulut cerek tersebut berada di udara, hanya saja mata kita tidak mampu untuk melihat titik-titik uap air yang berada di udara. Peristiwa berubahnya zat cair menjadi gas disebut penguapan.

4. Mengembun

Mengembun adalah peristiwa perubahan wujud gas menjadi cair. Jadi, mengembun merupakan kebalikan dari menguap. Pada waktu gas mengembun, gas melepaskan kalor.

5. Menyublim

Menyublim adalah peristiwa perubahan zat padat menjadi gas. Contoh menyublim adalah kapur barus atau kamper yang dipanaskan lama-kelamaan akan habis.


(49)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Sari (2014) melakukan penelitian dengan judul ―Peningkatan Prestasi Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) Kelas IV SD Negeri Wonosobo Klaten‖, Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2014. Tujuan penelitian meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode penelitian menggunakan desain PTK dengan subyek penelitian berjumlah 21 orang, terdiri dari 11 siswa laki-laki, dan 10 siswa perempuan. Nilai rata-rata evaluasi siswa pertindakan 41,61 meningkat dari kondisi awal (16,42) menjadi (58,06) pada siklus I. Sedangkan siklus II meningkat dari 30,94 menjadi 72,58. Hasil peningkatan dari siklus I dan siklus II mampu melampaui KKM.

Abidin (2012) melakukan penelitian berjudul ―Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar pada Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada Kelas V SD Madrasah Ibtidayyah Negeri Tegalrejo Sidorejo

Ponjong Gunungkidul Yogyakarta‖. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas Kelas V SD Madrasah Ibtidayyah Negeri Tegalrejo Sidorejo Ponjong Gunungkidul Yogyakarta yang terdiri dari 18 siswa. Teknik pengumpulan data penelitian ini meliputi wawancara, pengamatan, tes, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan peningkatan prestasi belajar siswa. Pada kondisi awal diperoleh nilai prestasi belajar sebesar 49,6 meningkat menjadi 76 pada siklus I, dan 78 pada siklus II.

Wahyudi (2015) melakukan penelitian berjudul ―Peningkatan kerjasama dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD menggunakan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA di kelas IV SD Mojokerto‖. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran IPA kelas IV SD Mojokerto pada semester genap tahun pelajaran 2014-2015 dapat meningkatkan kerjasama siswanya. Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tahap-tahap yang


(50)

dilakukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu: (1) penentuan subjek penelitian, (2) membuat rencana tindakan, (3) melaksanakan tindakan, (4) melakukan pengamatan, (5) melakukan refleksi dan evaluasi. Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan kerjasama siswa pada tiap tahap. Pada siklus I adalah 66,19% dengan kategori Cukup, meningkat menjadi 77,85% pada siklus II dengan kategori tinggi.

Hasil penelitian di atas relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan, karena menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran IPA untuk meningkatkan prestasi belajar dan kerjasama siswa. Penelitian-penelitian di atas hampir sama dengan yang dilakukan oleh peneliti, yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar. Berbekal dari penelitian yang relevan tersebut, peneliti akan membuat penelitian dengan judul ―Peningkatan Kerjasama dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD tahun ajaran 2016/2017‖

Gambar 2.1 Skema Penelitian yang Relevan ―Peningkatan Prestasi Belajar

IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division) Kelas IV SD

Negeri Wonosobo Klaten‖

Oleh: Sari (2014)

Penelitian Yang Dilakukan Peneliti: ―Peningkatan Kerjasama dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD tahun ajaran 2016/2017‖

―Upaya Meningkatkan Prestasi

Belajar pada Mata Pelajaran IPA melalui Model Pembelajaran

Kooperatif tipe STAD pada Kelas V SD Madrasah Ibtidayyah Negeri Tegalrejo Sidorejo Ponjong Gunungkidul

Yogyakarta‖

Oleh: Abidin (2012)

―Peningkatan kerjasama dengan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD menggunakan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA

di kelas IV SD Mojokerto‖ Oleh: Wahyudi (2015)


(51)

2.3 Kerangka Berpikir

Kerjasama dan prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran IPA di kelas IV SD Negeri Weroharjo masih rendah, terlihat dari sikap siswa dalam proses pembelajaran antara lain, saat membentuk kelompok siswa tidak peduli dan tidak mau mengambil bagian dalam kelompoknya, hanya satu atau dua siswa yang mau menerangkan materi kepada temannya yang belum jelas, banyak siswa yang ramai, dan asyik bermain sendiri, tidak mempedulikan instruksi, serta pada saat salah satu siswa mempresentasikan hasil diskusi, siswa lain justru mengobrol dengan temannya. Di sisi lain nilai prestasi belajar siswanya juga rendah, dari total lima belas siswa hanya tujuh siswa yang tuntas KKM, sisanya masih di bawah KKM. Dua variabel ini sangat ditentukan oleh proses dan model pembelajaran yang digunakan. Untuk itu, peneliti mencari pemecahan masalah melalui penerapan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar siswanya yakni melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Kerangka Penerapan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Gambar 2.2 Skema Penenerapan STAD

Kondisi Awal

Kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa rendah dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Tindakan

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Menerapkan lima sintak dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

Kondisi Akhir


(52)

2.4 Hipotesis Tindakan

2.4.1 Upaya peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Presentasi materi oleh guru di dalam kelas; 2) Pembentukan kelompok dan kerja kelompok; 3) Pemberian kuis; 4) Penghitungan skor kemajuan individu; 5) Penghargaan kelompok.

2.4.2 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan kerjasama siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo pada semestar ganjil tahun pelajaran 2016/2017, dari nilai rata-rata 45,93 (Rendah) menjadi 70 (Tinggi).

2.4.3 Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo pada semestar ganjil tahun pelajaran 2016/2017, dari nilai rata-rata 61,00 (Rendah) menjadi 75 (Tinggi), dengan persentase ketuntasan 46% menjadi 75%.


(53)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III membahas metode penelitian yang digunakan. Pembahasan metode penelitian yaitu mengenai jenis penelitian yang digunakan, setting penelitian, persiapan, rencana tiap siklus, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validasi dan reliabiltas instrumen, teknik analisis data, dan indikator keberhasilan.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) atau dalam bahasa Inggris (Classroom Action Research). Menurut Eliot (dalam Sanjaya, 2009:25), penelitian tindakan kelas adalah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan melalui proses diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan mempelajari pengaruh yang ditimbulakan. Adapun menurut Kemmis dan Mc Taggart (1988), penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian reflektif dan kolektif yang dilakukan oleh peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran. Masalah penelitian yang dikaji berkaitan dengan usaha perbaikan, penigkatan pembelajaran di kelas. Sejalan dengan pendapat tersebut, penelitian ini digunakan untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD. Jadi, tujuan utama penelitian tidakan kelas adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajran dan hasil belajar (Sanjaya, 2009:33).

Adapun desain PTK yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Penelitian Tindakan Kelas munurut Kurt Lewin (Sanjaya, 2009:50), alasan peneliti menggunakan desain PTK Kurt Lewin adalah karena dari beberapa desain penelitian PTK yang dikembangkan oleh beberapa tokoh, selalu mengawali pemikiran Kurt Lewin yang terdiri dari empat langkah yang saling berhubungan yaitu:


(54)

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan tahap awal dalam penelitian tindakan kelas. Perencanaan terdiri dari 1) identifikasi masalah; 2) analisis penyebab masalah; 3) pengembangan tindakan (aksi) sebagai solusi.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam penelitian tindakan kelas adalah implementasi dari rencana yang telah dirancang. Dalam pelaksanaan, penelitian dilaksanakan sebanyak dua siklus. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dengan mengacu pada perencanaan yang telah dibuat. Pelaksanaan tindakan dilakukan untuk memecahkan masalah yang terjadi. Setelah ditetapkan bentuk pelaksanaan tindakan yang akan dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menerapkan tindakan tersebut dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan rencana pembelajaran yang sudah dibuat.

3. Pengamatan

Pengamatan dilakukan bersama tahap pelaksanaan. Pada tahap pengamatan, peneliti dibantu guru kelas dan rekan peneliti untuk melakukan pengamatan dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan pedoman pengamatan yang telah disusun. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi dan gambaran tentang perkembangan proses pembelajaran serta pengaruh dari identifikasi yang telah dilakukan.

4. Refleksi

Refleksi dalam penelitian tindakan kelas dilakukan untuk memikirkan dan merenungkan tentang proses pembelajaran, sebagai evaluasi guru serta tim pengamat yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas. Refleksi dilakukan dengan cara mendiskusikan berbagai masalah yang timbul di dalam kelas, dan mengukur apakah tindakan dalam siklus pertama sudah mencapai target. Dengan refleksi, peneliti dapat menentukan apakah tetap melanjutkan ke siklus berikutnya atau berhenti karena masalah sudah terpecahkan.


(55)

Gambar 3.1 Penelitian tindakan kelas model Kurt Lewin

3.2 Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Weroharjo yang berada di desa Gading VIII, kecamatan Playen, kabupaten Gunungkidul.

3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo yang berjumlah 15 siswa, terdiri dari 9 siswa perempuan dan 6 siswa laki-laki Tahun pelajaran 2016/2017.

4 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Siklus II Siklus I

Perencanaan Tindakan

Pengamatan Refleksi

Perencanaan Tindakan

Pengamatan Refleksi


(56)

5 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 8 bulan, dimulai bulan Juli 2016 sampai bulan Maret 2017 pada semester ganjil dan semester genap tahun ajaran 2016/2017.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiantan Tahun Ajaran 2016/2017

Juli Agus Sept Okt Nov Des Jan Feb Mart 1. Perizinan ke

sekolah

2. Wawancara dan pengamatan kondisi sekolah 3. Penyusunan

proposal 4. Pengajuan

proposal 5. Persiapan

perangkat pembelajaran 6. Pelaksanaan

siklus I 7. Pelaksanaan

siklus II

8. Pengolahan data hasil penelitian 9. Penyelesaian

kelengkapan 10. Ujian skripsi 11. Revisi

12 Pembuatan artikel 3.3 Persiapan Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, yang dibagi ke dalam 4 pertemuan. Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa persiapan yang dilakukan, antara lain:

1. Peneliti meminta ijin penelitian kepada Kepala Sekolah SDN Weroharjo. 2. Peneliti melakukan wawancara guru kelas IV untuk mengetahui permasalah


(1)

207 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

208 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

209 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

210 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

211 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

212

BIOGRAFI PENULIS

Bony lahir di Desa Nehas Liah Bing pada tanggal 30 Agustus 1992. Anak ke tiga dari delapan bersaudara, dari Bapak Ngie Peck dan Ibu Kenlung Lung. Suku Dayak Wehea. Tinggal di Nehas Liah Bing RT 02, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur. Pendidikan dasar ditempuh di SD 002 Nehas Liah Bing, lulus pada tahun 2006. Tahun 2006 melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Muara Wahau. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Muara Wahau , lulus pada tahun 2012. Tahun 2012 terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Sanata Dharma pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Studi diakhiri dengan menempuh tugas akhir skripsi dengan judul ―Peningkatan Kerjasama Dan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Weroharjo Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Tahun Ajaran 2016/2017‖.


Dokumen yang terkait

Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Weroharjo melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tahun ajaran 2016/2017.

0 0 232

Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Karangmloko 1 tahun pelajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 0 2

Peningkatan kerjasama dan prestasi belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas III B SD Negeri Denggung.

0 0 2

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA pada siswa kelas IV A SD Negeri Tlacap melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD.

2 14 384

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas VB SD K Sengkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 1 304

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas V B SD Negeri Tlacap melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1 2 314

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri Ungaran 1 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 7 402

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Nanggulan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 2 305

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD N Petinggen melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1 1 355

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sarikarya melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 9 245