EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 NGEMPLAK.

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu usaha sadar sekelompok orang sebagai proses pembelajaran untuk mendapatkan suatu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan lainnya yang dilaksanakan melalui kegiatan pengajaran atau pelatihan. Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan bisa dilaksanakan kapan pun dan dimana pun, baik di rumah, sekolah, lingkungan pergaulan atau yang lainnya. Oleh karena itu, dengan pendidikan siswa dapat mengembangkan kemampuan secara maksimal agar mampu berjuang membawa negara bersaing pada perkembangan zaman. Salah satu langkah awal dalam menghadapi pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman, pemerintah selalu melakukan pembaruan dalam mutu pendidikan di sekolah-sekolah termasuk pada sekolah menengah pertama (SMP).

Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan


(2)

2

Menengah disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemadirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Termasuk dalam pembelajaran matematika, karena matematika merupakan disiplin ilmu yang saling berkesinambungan dan dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang disampaikan oleh Suherman (2003: 60) bahwa matematika dibutuhkan untuk kebutuhan praktis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga proses pembelajaran matematika harus dirancang sedemikian rupa sehingga menimbulkan minat, kreatifitas, keaktifan, motivasi belajar matematika serta sikap positif pada diri sendiri terhadap matematika.

Secara khusus dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa tujuan pemberian mata pelajaran matematika di tingkat SMP adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan megaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.


(3)

3

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Menurut Freudenthal (2002: 14-18) ada dua pandangan penting tentang matematika harus dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas siswa. Pertama, matematika harus dekat dengan siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, matematika sebagai aktivitas manusia sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika. Dengan demikian, untuk mencapai kebermaknaan matematika dewasa ini telah banyak berkembang pendekatan pembelajaran inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari dan memahami matematika.

Pendekatan pembelajaran yang inovatif merupakan pendekatan pembelajaran sebagai usaha untuk memfasilitasi tahap perkembangan siswa, terutama siswa Sekolah Menengah Pertama. Selain itu, pendekatan pembelajaran inovatif digunakan sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan siswa.


(4)

4

Dengan demikian, guru berperan aktif dalam menentukan pendekatan pembelajaran inovatif yang tepat untuk memfasilitasi siswanya sebagai pembelajar aktif agar pembelajaran menjadi bermakna dalam proses pembelajaran matematika di sekolah. Pendekatan pembelajaran inovatif tersebut, diharapkan siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat memaknai apa yang dipelajarinya. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan Realistic Mathematics Edcucation.

Pada pendekatan RME menggunakan masalah konteks sebagai langkah awal. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Gravemeijer & Doorman (1999: 1)

In RME context problems play a role from the start onwards. Here they are defined as problems of which the problem situation is experientially real to the student. Under this definition, a pure mathematical problem can be a context problem too. Provided that the mathematics involved offers a context, that is to say, is experientially real for the student.

Berdasarkan kutipan tersebut bahwa dalam masalah konteks RME berperan sebagai langkah awal. Dalam hal ini, masalah matematika bisa juga menjadi masalah konteks. Asalkan matematika yang diberikan pengalaman yang nyata bagi siswa. Zulkardi (2005) mengatakan bahwa RME adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi siswa, menekankan keterampilan proces of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing sebagai kebalikan dari teacher telling) dan pada akhirnya


(5)

5

menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok.

Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Edcucation dapat menimbulkan motivasi belajar siswa dikarenakan di dalam RME menggunakan konteks yang menarik perhatian siswa. Hal ini seperti yang disampaikan oleh de Lange (Wijaya, 2012: 39) bahwa konteks yang menarik perhatian siswa dan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa untuk belajar matematika. Sebagaimana dalam penelitian yang dilakukan oleh Amri & Abadi (2013: 55-68) dengan judul “Pengaruh PMR dengan TGT terhadap Motivasi, Sikap, dan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Kelas VII SMP”. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PMR dan PMR dengan TGT efektif ditinjau dari motivasi belajar, sikap, dan kemampuan pemecahan masalah.

Menurut Sardiman (2011: 75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu yang penting. Pada pembelajaran matematika, motivasi memegang peranan penting untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai berbagai macam materi yang memerlukan kemampuan pemecahan masalah, menalar, hitungan, dan aplikasinya. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Murayama, et al.(2012: 1) menyatakan bahwa,

“These findings highlight the importance of motivation and learning strategies in facilitating adolescents’ development of mathematical competencies.”

Berdasarkan kutipan tersebut motivasi merupakan salah satu hal yang penting dalam mengembangkan kompetensi matematika siswa sekolah menengah.


(6)

6

Uno (2014: 23) mengemukakan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, tetapi kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar lebih giat dan semangat. Hebb (Rasyad, 2003: 92) mengatakan bahwa terdapat empat cara yang dapat dilakukan setiap guru untuk memotivasi siswa: (1) arousal, yaitu membangkitkan minat belajar; (2) expectancy, yaitu memberikan dan menimbulkan harapan; (2) incentives, yaitu dorongan semangat atau memberikan sesuatu; dan (4) punishment atau hukuman.

Pada proses pembelajaran, perlu adanya suatu kegiatan untuk melihat tingkat ketercapaian suatu pembelajaran dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi. Seperti yang disampaikan oleh Cross (Sukardi, 2011: 1) bahwa evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi di mana suatu tujuan telah dicapai. Prestasi belajar merupakan salah satu jenis evaluasi untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran. Prestasi belajar atau hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti yang disampaikan oleh Zulkardi (2005) menyatakan bahwa hasil belajar matematika siswa yang rendah disebabkan oleh banyak hal, seperti: kurikulum yang padat, media belajar yang kurang efektif, strategi dan metode pembelajaran yang dipilih oleh guru kurang tepat, sistem evaluasi yang buruk, kemampuan guru yang kurang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, atau juga karena pendekatan pembelajaran yang masih bersifat konvensional sehingga siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran. Dhoruri (2010: 9) menyimpulkan bahwa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa perlu dikembangkan pendekatan yang dapat mengaktifkan


(7)

7

siswa, mengkondisikan siswa sehingga dapat mengkonstruksi sendiri penegtahuannya dan menggunakan model-model yang dikembangkan sendiri oleh siswa salah satu pendekatan yang digunakan adalah PMRI. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (2013: 253) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pendekatan PMR lebih tinggi daripada yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional, selanjutnya terdapat pengaruh antara pendekatan pembelajaran matematika dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa. Hal tersebut dikarenakan dalam RME terdapat karakteristik yaitu melibatkan kontribusi siswa, yang artinya bahwa RME memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan aktivitas matematisasi.

Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa motivasi belajar siswa terhadap matematika merupakan salah satu hal yang penting dalam mengembangkan kemampuan dalam mempelajari matematika dan prestasi belajar siswa juga akan memberikan gambaran tentang ketercapaian tujuan pembelajaran matematika. Berdasarkan praktik pengalaman lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Ngemplak ditemukan fakta bahwa pembelajaran matematika dilaksanakan dengan menggunakan konteks masalah yang kurang dekat dengan siswa. Banyak siswa yang bertanya kepada guru mengenai pokok masalah yang disajikan. Selain itu pada saat pembelajaran matematika terdapat beberapa siswa yang masih pasif dalam mengikutinya. Pada saat kegiatan diskusi kelompok, beberapa siswa hanya asik melakukan aktivitas individu. Kemudian pada saat guru memerintahkan untuk melakukan presentasi, siswa merasa malu dan harus dipaksa untuk maju di depan kelas. Kebanyakan siswa mudah merasa menyerah dalam menyelesaikan


(8)

8

tugasnya dan hanya menunggu jawaban dari siswa yang pintar. Selanjutnya ditemukan kenyataan bahwa masih terdapat beberapa siswa yang memiliki motivasi belajar rendah ketika pembelajaran matematika. Beberapa siswa tidak bersemangat dan hanya mengobrol sendiri dengan teman sebangkunya. Beberapa siswa tidak tertarik untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru dikarenakan mereka merasa bosan. Kemudian berdasarkan prestasi belajar yang diihat dari hasil rata-rata Ujian Nasional pada tiga tahun terakhir mengalami perbedaan yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. 1. Rata-Rata Nilai Ujian Akhir Nasional No. Tahun Pelajaran Rata-Rata NUAN

1. 2013/2014 ,

2. 2014/2015 ,

3. 2015/2016 ,

Berdasarkan beberapa hasil penelitian dan pendapat mengenai Realistic Mathematics Education yang diantaranya memberikan hasil yang positif atau efektif apabila ditinjau dari motivasi belajar maupun prestasi belajar. Kemudian apabila dilihat dari fakta-fakta temuan pada saat praktik pengalaman lapangan (PPL) dan rata-rata nilai ujian akhir nasional di SMP Negeri 1 Ngemplak, maka pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education diharapkan dapat efektif apabila ditinjau dari motivasi belajar dan prestasi belajar. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul “Efektivitas Pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak”.


(9)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasikan secara garis besar masalah-masalah yang terkait dengan topik penelitian ini sebagai berikut.

1. Pendekatan pembelajaran yang diterapkan kurang menggunakan masalah konteks yang dekat dengan siswa.

2. Pembelajaran matematika yang sudah dilaksanakan kurang menyenangkan sehingga membuat siswa mudah merasa bosan.

3. Pembelajaran matematika yang kurang memberikan ruang untuk siswa mengembangkan kemampuan matematisasi siswa dan memotivasi siswa. 4. Prestasi belajar matematika yang menurun dari beberapa tahun terakhir. C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah maka peneliti akan membatasi masalah penelitian ini pada pendekatan pembelajaran yang akan diuji keefektifannya yaitu pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan dari pendekatan yang diterapkan adalah motivasi belajar dan prestasi belajar siswa SMP. Penelitan dilakukan pada siswa kelas VIIA di SMP Negeri 1 Ngemplak dengan materi Garis dan Sudut.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.


(10)

10

1. Bagaimana keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau dari pencapaian dan peningkatan motivasi belajar pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP N 1 Ngemplak?

2. Bagaimana keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau dari pencapaian dan peningkatan prestasi belajar Matematika pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP N 1 Ngemplak?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau dari pencapaian dan peningkatan motivasi belajar pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP N 1 Ngemplak.

2. Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau dari pencapaian dan peningkatan prestasi belajar Matematika pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP N 1 Ngemplak.


(11)

11 F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) guna meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa SMP. 2. Bagi Sekolah

Menjadikan bahan pembaharuan dalam hal pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngemplak, khususunya di mata pelajaran matematika.

3. Bagi Guru

Memberikan informasi bahan referensi atau masukan tentang pendekatan pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa kelas VII SMP.

4. Bagi Siswa

Diharapkan siswa mendapatkan pengalaman belajar yang dapat membantu meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika.


(12)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Keefektifan Pembelajaran Matematika

a. Pembelajaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama 1) Pembelajaran Matematika

Menurut Suyono & Hariyanto (2014: 9), belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Selanjutnya Suprihatiningrum (2016: 15), mendefinisikan tentang belajar bahwa belajar merupakan sutu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara lansung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan serta nilai-nilai, dan sikap. Sedangkan menurut Slameto (2003: 2), belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Uno (2014: 22) mengemukakan bahwa belajar adalah poses


(13)

13

perubahan perilaku atau pribadi sesorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal, dan nonformal.

Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan siswa dalam belajar (Suprihatiningrum: 2016: 75). Selanjutnya Trianto (2009: 17) mendefinisikan pembelajaran dengan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yan telah ditetapkan. Suprihatiningrum (2016: 78) mendefinisikan bahwa pembelajaran meliputi tiga persoalan pokok, yaitu (1) persoalan input adalah persoalan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pembelajaran, (2) persoalan proses adalah persoalan mengenai bagian pembelajaran itu berlangsung dan prinsip-prinsip apa yang memengaruhi proses belajar, dan (3) persoalan output adalah persoalan hasil pembelajaran dan berkaitan dengan tujuan.

Matematika diambil diambil dari bahasa Yunanai, mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata “mathema” yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathematein yang mengandung arti belajar atau berpikir (Suherman, 2001: 18). Selanjutnya Freudenthal (2002: 14) mengemukakan bahwa “mathematics as an activity”, yang artinya adalah matematika sebagai sebuah aktivitas. Dengan kata lain, pembelajaran matematika diharapkan dapat berangkat atau berasal dari aktivitas manusia. Selanjutnya


(14)

14

pembelajaran matematika adalah proses membelajarkan siswa agar memiliki kemampuan untuk berpikir matematis serta memiliki pengetahuan dan keterampilan dasar matematika, dimana proses tersebut meliputi pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), penelusuran pola atau hubungan (connection), dan representasi (representation). Selanjutnya, National Council of Teacher of Mathematics (2000) mengemukakan bahwa matematika sekolah memiliki enam prinsip yaitu sebagai berikut.

a) Kesetaraan (equity). Pendidikan matematika yang baik membutuhkan kesetaraan, harapan tinggi dan dukungan yang kuat bagi semua peserta didik. b) Kurikulum (curriculum). Kurikulum lebih dari kumpulan kegiatan, kurikulum

harus koheren, terfokus pada pentingnya tujuan matematika, dan diartikulasikan dengan baik di kelas.

c) Pengajaran (teaching). Pengajaran matematika yang efektif memerlukan pemahaman terhadap apa yang peserta didik ketahui dan kebutuhan belajarnya, serta menantang dan mendukung peserta didik untuk belajar dengan baik.

d) Pembelajaran (learning). Siswa harus belajar matematika dengan memahami, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.

e) Penilaian (assessment). Penilaian harus mendukung tujuan pembelajaran matematika dan memberikan informasi yang berguna bagi guru dan peserta didik.


(15)

15

f) Teknologi (Technology). Teknologi sangatlah penting dalam pengajaran dan pembelajaran matematika, hal ini dapat mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu aktivitas belajar yang didalamnya meliputi kegiatan-kegiatan untuk menemukan pengetahuan matematis dan keterampilan dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses menunjukkan bahwa karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Adapun ruang lingkup materi pelajaran matematika SMP/ MTs yaitu sebagai berikut.

a) Bilangan rasional. b) Aljabar (pengenalan).

c) Geometri (termasuk transformasi). d) Statistika dan peluang.

e) Himpunan.

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada aspek geometri yaitu materi garis dan sudut.


(16)

16 a) Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Wiyani (2014: 76), pada usai 12 tahun yang berkembang adalah kemampuan berpikir secara simbolis serta dapat memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkret bahkan objek yang visual. Pada periode operasional formal peserta didik telah memahami hal-hal yang bersifat konkret atau nyata serta hal-hal-hal-hal yang bersifat abstrak dan imajinatif. Selanjutnya Kemendiknas (2013: 34) merumuskan bahwa dalam kurikulum 2013, penguasaan aspek kognitif peserta didik SMP mencakup kemampuannya dalam memiliki pengetahuan faktual, koseptual, dan prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian yang tampak mata.

b) Perkembangan Aspek Afektif

Bloom (Wiyani, 2014: 77) memberikan definisi tentang aspek afektif ke dalam lima tataran afektif yang berimplikasi pada peserta didik SMP, antara lain: (1) Sadar akan situasi, fenomena di masyarakat dan objek di sekitarnya.

(2) Responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di sekitar peserta didik. (3) Mampu menilai.

(4) Sudah mulai dapat mengorganisasikan nilai-nilai dalam suatu sistem dan menentukan hubungan diantara nilai-nilai yang ada.

(5) Sudah mulai mempunyai karakteristik dan mengetahui karaktersitik tersebut. c) Perkembangan Aspek Psikomotorik


(17)

17

Wiyani (2014: 79) menyimpulkan bahwa peserta didik SMP harus dapat memiliki kemampuan pikir dan tindakan yang efektif serta kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai apa yang dipelajarinya.

b. Keefektifan Pembelajaran Matematika

NCTM (2000: 16) mengemukakan bahwa “effective mathematics teaching reuires understanding what students know and need to learn and than a challenging and supporting them to learn it well”. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang efektif adalah ketika guru memahami apa yang dibutuhkan siswa untuk belajar serta menantang dan mendukung siswa untuk belajar dengan baik. Selanjutnya NCTM (2000: 19) mengemukakan juga bahwa pembelajaran yang efektif melibatkan pengamatan siswa, mendengarkan dengan seksama gagasan dan penjelasan siswa, memiliki tujuan matematis, dan menngunakan informasi tersebut untuk membuat keputusan instruksional.

Menurut Supardi (2013: 163), efektivitas adalah usaha agar dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan rencana, baik dalam penggunaan data, sasaranm maupun waktunya, atau berusaha melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non-fisik untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selanjutnya Slameto (2003: 92) menambahkan, agar dapat melaksanakan pembelajaran yang efektif diperlukan syarat-syarat antara lain:

1) Guru harus banyak menggunakan metode dalam mengajar. 2) Guru mempertimbangkan perbedaan individu.


(18)

18

4) Guru harus menciptakan suasana demokratis.

5) Guru perlu memberikan masalah-masalah yang merangsang untuk berpikir. 6) Semua pelajaran yang diberikan perlu diintegrasikan sehingga memiliki

pengetahuan yang terintegritas.

7) Pelajaran yang diberikan di sekolah perlu dihubungkan dengan kehidupan nyata di masyarakat.

8) Dalam interaksi belajar mengajar, guru harus banyak memberikan kebebesan pada siswa, untuk dapat menyelidiki sendiri, mengamati sendiri, belajar sendiri, dan pemecahan masalah sendiri.

Menurut Trianto (2009: 20), suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu 1) presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM, 2) rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di antara siswa, 3) ketepatan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi berehasilan belajar) diutamakan, dan 4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif. Hasibuan & Moedjiono (2012: 34) berpendapat bahwa guru yang efektif adalah mereka yang mampu membawa siswanya dengan berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Tolok ukur mengenai efektivitas mengajar adalah tercapainya tujuan dan hasil belajar yang tingii. Tercapainya tujuan dan hasil belajar terlihat dari prestasi belajar siswa. Ketercapiannya tujuan dan hasil belajar siswa dapat dilihat dari hasil tes prestasi yang dilaksanakan dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).


(19)

19

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bawa keefektifan suatu pembelajaran matematika dapat dilihat dari tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Zulkardi & Putri (2010) RME (Realistic Mathematics Education) atau PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) yang bertitik dari hal-hal yang “real” atau pernah dialami siswa, menekankan keterampilan proses “doing mathematics”, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri (student inventing) sebagai kebalikan dari (teacher telling) dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok. Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator, moderator atau evaluator sementara peran siswa lebih banyak dan aktif untuk berpikir, mengkomunikasikan argumnetasinya, menjustifikasi jawaban mereka, serta melatih nuansa demokrasi dengan menghargai strategi atau pendapat teman lain. Begitu pula yang diungkapkan oleh Van den Heuvel-Panhuizen & Drijvers (2014) RME adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang terlebih dahulu menyajikan situasi realistik dalam proses pembelajaran, situasi ini berguna sebagai sumber untuk mengembangkan konsep matematika, alat dan prosedur, dan pada tahap selanjutnya sebagai konteks dimana siswa dapat menerapkan pengetahuan matematika mereka, yang kemudian secara bertahap menjadi lebih formal dan umum.


(20)

20

a. Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Adapun prinsip dalam pendekatan RME menurut Zulkardi & Putri (2010) antara lain:

1) Guided Reinvention and Didactical Phenomenologi

Guided Reinvention dapat diartikan bahwa siswa hendaknya belajar matematika harus diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap kehidupan siswa. Menurut Fathurrohman (2015: 191-192), dalam prinsip ini peserta didik harus diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep matematika ditemukan. Pembelajaran dimulai dengan suatu masalah real yang selanjutnya aktivitas peserta didik diharapkan menemukan kembali sifat, definisi, teorema atau prosedurnya. Selanjutnya Fathurrohman (2015: 192) mengatakan bahwa didactical phenomology bertujuan untuk menemukan situasi-situasi masalah khusus yang dapat digeneralisasi.

Sebagai contoh dalam memahami konsep pembagian pecahan diberikan fenomena keseharian melalui konteks dalam bentuk Cerita 1 berikut.

“Pada hari Minggu, tiga teman Anton bermain di rumahnya. Kemudian Ibu Anton menghidangkan dua omelet yang berbentuk lingkaran kepada temannya. Omelet pertama memiiliki ukuran diameter 20 cm, sedangkan omelet kedua memiliki ukuran diameter 15 cm. Omelet tersebut akan dipotong kemudian dibagi sama rata untuk tiga teman Anton dan Anton sendiri. Lalu berapa bagiankah yang akan diterima masing-masing?”


(21)

21

Konteks pada Cerita 1 di atas disajikan sedemikian sehingga dekat dengan siswa. Tanpa siswa sadari, cerita di atas siswa akan merasa situasi tersebut mereka alami. Hal tersebut akan mudah bagi siswa untuk mengenali permasalahan yang ada.

2) Progressive Mathematization

Situasi yang berisikan fenomena yang disajikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matamatika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkatan matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam matematisasi harus dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal. de Lange (Zulkardi, 2002: 30) menggambarkan proses matematisasi sebagai matematis konseptual dan terapan yang diilustrasikan seperti Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1. Matematisasi Konseptual dan Matematisasi Terapan

Berdasarkan Cerita 1, proses matematisasi berawal dari proses mengkonstruksi dengan memperhatikan bentuk omelet, banyak omelet, dan banyak orang. Selanjutnya, siswa akan membagi omelet tersebut sesuai dengan orang yang akan mendapatkannya. Siswa akan menggunakan ilustasi berupa Gambar 2.2 berikut.


(22)

22 Omelet Pertama

Omelet Kedua

Gambar 2.2. Contoh Proses Matematisasi 3) Self-Developed Models

Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi kongkrit atau informal matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model dalam matematika.

Pada Cerita 1 sudah terlihat jelas bahwa omelet yang dibuat berbentuk lingkaran dengan dua diameter yang berbeda. Pada prinsip matematisasi, siswa akan menggunakan model lingkaran dari representasi omelet tersebut.

b. Karakteristik Realistic Mathematics Education (RME)

Menurut Gravemeijer (Zulkardi dan Putri, 2010: 5), RME mempunyai lima karakteristik, yaitu:

1) Menggunakan masalah kontekstual (Use of Contextual Problem), masalah kontekstual sebagai aplikasi dan titik tolak dari mana mateamtika yang diinginkan dapat muncul.


(23)

23

Dalam RME, konteks yang digunakan ialah konteks orde ketiga. Konteks orde ke tiga merupakan konteks yang paling penting di dalam Pendidikan Matematika Realistik karena konteks ini memmenuhi karakteristik untuk proses matematisasi konseptual (Wijaya, 2012: 34).

2) Menggunakan model atau jembatan dengan instumen vertikal (use of models), perhatian diarahkan pada perkembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.

Dalam soal PISA (2009: 86-87), terdapat lima aspek dalam proses matematisasi untuk menyelesaikan masalah dunia nyata.

a) Dimulai dengan masalah dunia nyata

b) Mengidentifikasi konsep matematika yang relevan, kemudian menyusun ulang masalah sesuai dengan konsep-konsep matematika yang diidentifikasi c) Meninggalkan situasi dunia nyataa melalui proses perumusan asumsi,

generalisasi, dan formalisasi

d) Menyelesaikan masalah matematika

e) Menerjemahkan kembali solusi matematis ke dalam situasi nyata

Wijaya (2012: 22) menyebutkan bahwa model tidak merujuk pada alat peraga. Model merupakan suatu alat vertical dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi (matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.

de lange (Wijaya, 2012: 42-43) membagi matematisasi menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.


(24)

24

a) Matematisasi horizontal berkaitan dengan proses generalisasi. Proses matematisasi diawali dengan pengidentifikasian konsep matematika berdasarkan keteraturan (regularities) dan hubungan (relastions) yang ditemukan melalui visualisasi dan skematisasi masalah. Adapun dapat dicapai melalui kegiatan-kegiatan berikut.

(1) Identifikasi matematika dalam suatu konteks umum (2) Skematisasi

(3) Formulasi dan visualisasi masalah dalam berbagai cara (4) Pencarian keteraturan dan hubungan

(5) Transfer masalah nyata ke dalam matematika

b) Matematisasi vertikal merupakan bentuk proses formalisasi (formalizing) di mana model matematika yang diperoleh pada matematisasi horizontal menjadi landasan dalam pengembangan konsep matematika yang lebih formal melalui proses matematisasi vertikal. Proses matematisasi vertikal terjadi melalui serangkaian kegiatan sekaligus tahapan berikut.

(1) Representasi suatu relasi ke dalam suatu rumus atau aturan (2) Pembuktian keteraturan

(3) Penyesuaian dan pengembangan model matematika (4) Penggunaan model matematika yang bervariasi

(5) Pengombinasian dan pengitegrasian model matematika (6) Perumusan suatu konsep matematika baru


(25)

25

Berdasarkan proses matematisasi vertikal dan horizontal dalam hubungannya dengan keempat aktivitas yang telah diuraikan di atas, Moerlands (Sugiman, 2011) mendeskripsikan tipe pendekatan realistik dalam gunung es (iceberg) ditengah laut. Proses pembentukan gunung es di laut selalui dimulai dari bagian dasar di bawah permukaan laut dan seterusnya akhirnya terbentuk puncak gunung es yang terlihat dari permukaan laut. Bagian dasar gunung es lebih luas daripada puncaknya, dengan demikian konstruksi gunung es tersebut menjadi kokoh dan stabil. Ide gunung es tersebut disajikan pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3. Gunung Es dalam Pendekatan Realistik

Gravemeijer (Zulkardi, 2002: 31) mengilustrasikan tingkatan level model-model di RME pada Gambar 2.4 sebagai berikut.


(26)

26

Gambar 2.4. Tingkatan Level Model di RME

Gravemeijer (Wijaya, 2012: 47) menyebutkan empat level atau tingkatan dalam pengembangan model tersebut, yaitu:

a) Level situasional merupakan level paling dasar dari pemodelan di mana pengetahuan dan model masilh berkembang dalam konteks situasi masalah yang digunakan.

Sebagai contoh, penelitian mengenai eksplorasi pembelajaran operasi pecahan siswa sekolah dasar melalui drama matematika yang dilakukan oleh Bito & Sugiman (2013: 173) memberikan hasil bahwa berawal dari mengalami situasi (masalah kontekstual) dalam aktivitas drama matematika, siswa dapat memodelkannya sendiri dengan menyusun, melambangkan dan memvisualisasikan drama tersebut.

b) Level referensial. Model dan strategi yang dikembangkan tidak berada di dalam konteks situasi, melainkan sudah merujuk pada konteks. Padaa level ini, siswa membuat model untuk menggambarkan situasi konteks sehingga hasil pemodelan pada level ini disebut sebagai model dari (model of) situasi.

Selanjutnya Bito & Sugiman (2013: 178) menuliskan bahwa pada tahap ini siswa memodelkan situasi dalam seuintai manik-manik yang digantungkan kartu pecahan. Selanjutnya siswa menggambarkannya sesuai untaian manik-manik yang dihasilkan.


(27)

27

c) Level general. Model yang dikembangkan siswa sudah mengarah pada pencarian situasi secara matematis. Model pada level ini disebut model untuk (model for) penyelesaian masalah.

Sebagai contoh, level general yang dilakukan dalam penelitian Bito & Sugiman (2013: 178) melalui kegiatan Kongres Matematika bahwa Kongres Matematika dilaksanakan untuk memfasilitasi dan membangun pemahaman siswa untuk menggunakan garis bilangan yang dapat membantu membawa mereka pada gagasan tentang prosedur operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan.

d) Level formal. Dengan bantuan guru, siswa sudah bekerja dengan menggunakan simbol dan representasi matematis. Tahap formal merupakan tahap perumusan dan penegasan konsep matematika yang dibangun oleh siswa.

Sebagai contoh, menurut Bito & Sugiman (2013: 180) bahwa aktivitas penalaran matematika formal yang tidak lagi bergantung pada dukungan model untuk kegiatan matematika.

3) Menggunakan kontribusi siswa, kontibusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari kontribusi dari kontekstual siswa sendiri yang mengarahkan dan evaluasi sesama siswa dan guru merupakan faktor penting dalam proses belajar secara kontruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal. Karateristik ke tiga ini bermanfaat dalam membantu siswa memahami konsep matematika, sekaligus mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.


(28)

28

4) Interaktivitas, negosiasi secara eksplisit, invensi, kooperatif dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara kontruktif dimana strategi ingormal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal. Dengan demikian, guru memiliki peran penting dalam terjadinya proses ini untuk membimbing siswa menyelesaikan masalah, seperti yang dijelaskan NCTM (2000: 19):

Teachers must also decide what aspect of a task to highlight, how to organize and orchestrate the work of the student, what questions to ask to challenge these with varied levels of expertise, and how to support student without taking over the process of thinking for them and thus eliminating the challenge.

Guru menentukan aspek yang penting, bagaimana mengatur dan menyusun karya siswa, pertanyaan yang diajukan untuk menantang siswa sesuai dengan tingkat kemampuan yang bervariasi, dan bagimana mendukung siswa tanpa mengambil alih proses berpikir yang dapat mengurangi tantangan.

5) Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (intertwin); pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus di eksploitasi dalam pemecahan masalah.

c. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education sebagai berikut.


(29)

29

Kegiatan pendahuluan pada pembelajaran merupakan kegiatan untuk mengkondisikan kesiapan fisik maupun psikis siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Kegiatan ini mencakup:

a) Menjelaskan tujuan pembelajaran. b) Memberikan apersepsi

c) Memotivasi siswa

d) Membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. 2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti merupakan kegiatan penyampaian materi untuk mencapai tujuan yang akan dicapai dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education. Kegiatan ini mencakup:

a) Orientasi pada Konteks

Langkah awal pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education siswa disajikan konteks berupa gambar masalah keseharian yang berhubungan dengan materi Garis dan Sudut pada lembar kegiatan siswa (LKS). Penyajian konteks ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa agar tertarik pada materi. Seperti yang disampaikan de Lange (Wijaya, 2012: 39) bahwa konteks menarik perhatian siswa dan mampu membangkitkan motivasi siswa untuk belajar matematika. Selanjutnya, penggunaan konteks bukan sebagai bentuk aplikasi konsep, melainkan sebagai titik awal pembangunan suatu konsep (Wijaya, 2012: 39).

Sebagai contoh, untuk materi pokok kedudukan garis yaitu garis sejajar dengan disajikan beberapa Gambar 2.5 berikut ini.


(30)

30 Pembatas Lintasan

Perenang

Pagar Rumah Tangga Rumah

Gambar 2.5. Konteks untuk Garis-Garis Sejajar

Konteks pada Gambar 2.5 disajikan sedemikian sehingga siswa tahu model garis sejajar dalam kehidupan mereka. Konteks disajikan tidak jauh dari pengetahuan siswa SMP agar siswa merasa dekat kemudian bisa mengkonstruksi konsep garis sejajar melalui konteks tersebut.

b) Diskusi Kelompok

Pada langkah ini siswa diberikan kesempatan untuk menyampaikan ide-ide melalui kegiatan diskusi kelompok yang tanpa sadar siswa telah melalui proses matematisasi. Hal ini merupakan langkah awal siswa dalam menemukan konsep materi yang dipelajari secara mandiri.

c) Diskusi Klasikal

Pada langkah diskusi klasikal, guru menunjuk perwakilan beberapa kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi di depan kelas sedangkan siswa yang lain memberikan tanggapan dan saran atas jawaban temannya. Pada langkah ini, guru berperan sebagai fasilitator untuk memberikan penjelasan materi yang dipelajari.

d) Perumusan (konsep) Umum

Setelah melakukan diskusi kelompok dan diskusi klasikal, kemudian guru bersama siswa menyimpulkan konsep materi yang telah dipelajari.


(31)

31

Pada langkah ini, guru mengarahkan siswa untuk mengerjakan Uji Pemahaman di setiap LKS sebagai salah satu latihan untuk penggunaan materi pada masalah yang lain. Uji Pemahaman dikerjakan secara individu untuk memeriksa pemahaman siswa. Uji Pemahaman berisikan soal matematika secara formal.

3) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup merupakan kegiatan untuk memeriksa pekerjaan Uji Pemahaman dengan cara menunjuk beberapa siswa untuk menyampaikan jawabannya dan kegiatan refleksi untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

3. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Sardiman (2011: 46) prestasi adalah kemampuan nyata yang merupakan hasik interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar individu dalam belajar. Sejalan dengan Sudjana (2010: 23) bahwa prestasi adalah hasil yang diberikan oleh guru kepada siswa berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Kemudian Sugihartono, et al. (2007: 130) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil pengukuran yang berwujud angka maupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi pelajaran bagi para siswa. Arifin (2016: 12) berpendapat bahwa prestasi belajar pada umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan, sedangkan hasil belajar meliputi aspek pembentukanwatak peserta


(32)

32

didik. Selanjutnya Arifin memaparkan beberapa fungsi utama dari prestasi belajar (achievement), antara lain:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar berupa skor yang dinilai dari kemampuan pengetahuan dalam pembelajaran matematika

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Darmadi (2012: 187) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar yakni: 1) Bahan Bahan atau materi yang dipelajari, 2) Lingkungan, 3) Faktor instrumental, dan 4) Kondisi peserta didik. Selanjutnya, Slameto (2003: 54) secara garis besarnya meliputi faktor intern dan faktor ekstern, yaitu:

1) Faktor intern yang meliputi faktor jasmaniah yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh serta faktor psikologi yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan.

2) Faktor ekstern yang meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi, cara orang tus mendidik, relasi antar keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi, metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin


(33)

33

sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat meliputi, kegiatan dalam masyarakat, mass media, teman bermain, bentuk kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya Syah (2010: 129-136) menyatakan tiga macam faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagai berikut.

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan kondisi jasmani dan rohani siswa. kondisi jasmani misalnya keadaan kesehatan siswa. keadaan rohani diantaranya adalah tingkat kecerdasan siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, dan motivasi siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. misalnya guru dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa sehingga akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

3) Faktor pendekatan pembelajaran (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

c. Penilaian Prestasi Belajar

Penilain prestasi belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Gregory (Santrock: 2011, 521) menyatakan bahwa tes prestasi adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur apa yang akan dipelajari atau keahlian apa yang telah dikuasai murid. Menurut Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang


(34)

34

standar penilaian pendidikan dasar dan menengah dijelaskan tentang teknik dan instrumen penilaian prestasi belajar siswa sebagai berikut.

1) Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian berupa tes, observasi, penggunaan perseorangan atau kelompok, dan yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat peserta didik.

2) Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.

3) Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran berlangsung dan diluar kegiatan pembelajaran.

4) Teknik penugasan baik perseorangan ataupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan proyek.

5) Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a) substansi adalah mempresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruk adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta komunkatif sesuai dengan taraf perkembanagan peserta didik.

6) Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madarasah memenuhi persayaratan substansi, konstruksi, dan bahasa serta memiliki bukti validitas empirik.

7) Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa dan memiliki buku validitas empirik serta menghasilkan skor angka diperbandingkan antarsekolah, anatardaerah, dan antartahun.


(35)

35

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini untuk prestasi belajar menggunakan instrumen berupa tes tertulis dengan memenuhi syarat substansi, konstruksi, bahasa, dan validitas. Dalam penelitian ini penilaian prestasi belajar menggunakan tes tertulis berupa tes pilihan ganda dan tes essay. Menurut Sukardi (2011: 125) bahwa item tes pilihan ganda memiliki semua persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat dari segi objektivitas, reliabilitas, dan daya pembeda antara siswa yang berhasil dengan siswa yang gagal atau bodoh. Selanjutnya tes essay yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay dengan jawaban singkat. Hal ini dikarenakan tes essay dengan jawaban singkat untuk mengukur seberapa tepat siswa memahami materi pelajaran dan menuangkan ide-ide untuk menyelesaikan suatu permasalahan matematika.

Adapun kelebihan item tes pilihan ganda menurut (Sukardi, 2011: 125-126) adalah sebagai berikut.

1) Tes pilihan ganda memiliki karakteristik yang baik utnuk suatu alat pengukur hasil siswa. Karakter yang baik tersebut yaitu fleksibel dalam implementasi evaluasi dan efektif untuk mengukur tercapai tidaknya tujuan belajar menagajar.

2) Item tes pilihan ganda yang dikonstruksi dengan intensif dapat mencakup hampir sluruh bahan pembelajaran yang diberikan oleh guru di kelas.

3) Item tes pilihan ganda adalah tepat untuk mengukur penguasaan informasi para siswa yang hedak dievaluasi.

4) Item tes pilihan ganda dapat mengukur kemampuan penguasaan informasi afektif, dan psikomotor siswa.


(36)

36

5) Dengan menggunakan kunci jawaban yang sudah disiapkan secara terpisah, jawaban siswa dapat dikoreksi dengan lebih mudah.

6) Hasil jawaban siswa yang diproleh dari tes pilihan ganda dapat dikoreksi bersama, baik oleh gruru maupun siswa dengan situasi yang lebih kondusif. 7) Item tes pilihan ganda yang sudah dibuat terpisah anatara lembar soal dan

lembar jawaban, dapat dipakai secara berulang-ulang.

Selanjutnya Sukardi (2011: 126) menguraikan kelebihan dari tes essay sebagai berikut.

1) Mengukur proses mental para siswa dalam menuangkan ide ke dalam jawaban item secara tepat.

2) Mengukur kemampuan siswa dalam menjawab melalui kata dan bahasa mereka sendiri.

3) Mendorong siswa untuk mempelajari, menyusun, merangkai, dan menyatakan pemikiran siswa secara aktif.

4) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat mereka sendiri.

5) Mengetahui seberapa jauh siswa telah memahami dan mendalami suatu permasalahn atas dasar pengetahuan yang diajarkan di dalam kelas.

4. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi

Santrock (2011: 438) mengatakan bahwa “motivation is the processes that

energize, direct, and sustain behavior”. Artinya motivasi adalah proses memberi


(37)

37

mendefinisikan motivasi sebagai suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku atau aktivitas tertentu baik dari keadaan sebelumnya. Dalam kegiatan belajar, Sardiman (2011: 73) mengemukakan bahwa motivasi adalalah keseluruhan daya penggerak di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Sejalan dengan pendapat Schunk (2012: 129) bahwa,

“Motivation is a critical process of observation learning that teachers promote in various ways, including making learning interesting, relating material to student interests, having students set goals and monitoring goals progress, providing feedback indicating increasing competence, and stressing the value of learning.”

Kutipan di atas memiliki arti bahwa motivasi merupakan proses kritis dari pengamatan pembelajaran pada saat guru menyampaikan berbagai cara, termasuk membuat pembelajaran menarik, menghubungkan materi untuk membuat siswa tertarik, menetapkan dan memantau tujuan, memberikan umpan balik sebagai tanda peningkatan dalam kompetensi, dan penekanan makna dalam pembelajaran. Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan alat penggerak untuk meningkatkan belajar melalui beberapa aktivitas dalam pembelajaran.

b. Macam-Macam Motivasi

Santrock (2011: 441) membagi macam motivasi menjadi dua berdasarkan sumber yang menimbulkannya, sebagai berikut.


(38)

38

Motivasi ekstrinstik adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering diepngaruhi oleh insentif eksternal sepeti imbalan dan hukuman. Misalnya murid mungkin belajar keras menghadapi ujian untuk mendapatkan nilai yang baik. Menurut Uno (2014: 4) motivasi ekstrinsik berisi:

a) Penyesuaian tugas dengan minat b) Perencanaan yang penuh variasi c) Respons siswa

d) Kesempatan peserta didik yang aktif

e) Kesempatan peserta didik untuk menyesuaiakan tugas pekerjaannya f) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

2) Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Misalnya, murid mungkin belajar menghadapi ujian karena dia senang pada mata pelajaran yang diujikan itu. Wigfield, et al. (Santrock, 2011: 444) menemukan bukti terbaru mendukung motivasi secara intrinsik siswa untuk belajar yaitu saat mereka diberi pilihan, senang menghadapi tantangan yang sesuai dengan kemampuan mereka, dan mendapat imbalan yang mengandung nilai informasional tetapi bukan dipakai untuk kontrol. Pujian juga bisa memperkuat motivasi intrinstik siswa. Ada dua jenis motivasi intrinsik, yakni:


(39)

39

Dalam pandangan ini, murid ingin percaya bahwa mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan karena kesuksesan atau imbalan eksternal. b) Pengalaman Optimal

Csikszentmihalyi (Santrock, 2011: 443) menggunakan istilah flow untuk mendeskripsikan pengalaman optimal dalam hidup. Dia menemukan bahwa pengalaman optimal itu kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu menguasai dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas. Dia mengatakan bahwa pengalaman optimal ini terjadi ketika individu terlibat dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit juga tak terlalu mudah. Flow paling mungkin terjadi di area di mana siswa ditantang dan menganggap diri mereka punya keahl8ian yang tinggi. Ketika keahlian murid tinggi tetapi aktivitas yang dihadapinya tidak menantang, hasilnya adalah kemajemuan. Ketika level tantangan dan keahlian adalah rendah, siswa merasa apati. Dan ketika murid menghadapi tugas sulit yang dirasa tidak bisa merasa tangani, maka mereka merasa cemas.

c. Indikator Motivasi Belajar

Menurut Uno (2014: 23), indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan 4) Adanya penghargaan dalam belajar


(40)

40

6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Supardi (2013) melakukan penelitian untuk mengungkap pengaruh pembelajaran matematik realistik (RME) dipandang dari tingkat motivasi belajar terhadap hasil belajar matematika dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan RME lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar secara konvensional dan terdapat efek interaksi pendekatan pendidikan dan motivasi belajar terhadap hasil belajar. Data dianalisis menggunakan two-way anova. Dengan demikian, penelitian tersebut dapat dijadikan referensi sebagai perbandingan untuk menunjukkan hasil yang positif antara model Realistic Mathematics Education yang dilihat dari hasil belajar dan motivasi belajar.

Selanjutnya Romadloni (2013) menyatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik yang memperoleh model pembelajaran RME dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada hasil kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik yang memperoleh model pembelajaran ekspositori. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dijadikan refrensi untuk melihat pelaksanaan model pembelajaran Realistic Mathematics Education yang dilihat dari hasil belajar siswa SMP.


(41)

41

Kemudian Amri & Abadi (2013) melakukan penelitian untuk mendeskripsikan keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) dengan metode belajar kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ditinjau dari motivasi, sikap, dan kemampuan pemecahan masalah masalah geometri pada kelas VII SMP Budi Mulia Yogyakarta dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PMR dan PMR dengan TGT efektif ditinjau dari motivasi, sikap, dan kemampuan pemecahan masalah dengan skor rata-rata meningkat dari 102,8 menjadi 109,16 dengan skor maksimal 150 untuk skor motivasi belajar siswa. Penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai ilustrasi Pembelajaran Matematika Realistik yang ditinjau dari motivasi belajar pada masalah geometri kelas VII SMP.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika agar bisa menjadi lebih bermakna. Dalam pembelajaran dengan pendekatan tersebut dengan menggunakan prinsip realitas dan konteks sehingga siswa lebih dilibatkan dan diperhatikan dalam pembelajaran. Siswa dapat menemukan dan mengkontruksi pengetahuan barunya yang disesuaikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnyam, kemudian menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dalam kehidupan seharai-hari sesuai dengan pengalaman dan skema hidupnya sendiri. Materi pelajaran yang dikaitan dengan masalah-masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan lebih baik materi tersebut jika disajikan dalam konteks yang nyata (real world).


(42)

42

Dengan demikian, siswa akan memperoleh kesan yang lebih bermakna dari apa yang telah mereka pelajari sehingga pengetahuan mereka tidak hanya bertahan sementara saja, tapi bisa dalam jangka waktu yang lama. Hal ini karena penyampaian materi dihubungkan secara nyata dengan konteks dan pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Motivasi belajar merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika untuk mengembangkan kemampuan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu prestasi belajar juga akan menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Berdasarkan hasil praktik pengalaman lapangan (PPL) yang menemukan fakta bahwa pembelajaran di SMP Negeri 1 Ngemplak kurang memotivasi belajar siswa dan kurang menyenangkan bagi siswa. Prestasi belajar yang dilihat dari nilai rata-rata tiga tahun terakhir kurang baik.

Dengan demikian, pembelajaran pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dengan menggunakan lima karateristik seperti 1) use of contextual problem, 2) use of model, 3) melibatkan kontribusi siswa, 4) interativitas dan 5) intertwin akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika dan prestasi belajar matematika.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kerangka berpikir dapat digambarkan dalam Gambar 2.6 berikut.


(43)

43

Gambar 2.6. Bagan Kerangka Berpikir Pendekatan Realistic Mathematics

Education:

1. Pembelajaran berbasis kontruktivisme.

2. Pembelajaran dengan menggunakan context problem yang real bagi siswa.

3. Pembelajaran yang aktif dan

Prestasi belajar merupakan salah satu jenis evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran.

1. Motivasi belajar di SMP Negeri 1 Ngemplak kurang.

2. Prestasi belajar di SMP Negeri 1 Ngempalak kurang.

1. Motivasi belajar di SMP Negeri 1 Ngemplak meningkat.

2. Prestasi belajar di SMP Negeri 1 Ngemplak meningkat.

Motivasi belajar merupakan salah satu hal yang penting dalam mengembangkan kompetensi matematika.

Karakteristik Realistic Mathematics Education: 1. Use of Contextual Problem 2. Use f Models

3. Melibatkan Kontribusi Siswa

4. Interaktivitas 5. Intertwin

Fakta Fakta

Solusi


(44)

44 D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesisi penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif ditinjau dari pencapaian dan peningkatan motivasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak.

2. Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) efektif ditinjau dari pencapaian dan peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak.


(45)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis atau Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan bentuk Pre-Experimental Design. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas yaitu pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) serta dua variabel terikat yaitu motivasi belajar dan prestasi belajar.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah One-Group Pretest-Posttest Design. Sebelum percobaan atau eksperimen diberikan, terlebih dahulu diberikan pre-test atau tes awal untuk melihat kondisi subjek dalam hal ini yang berkenaan dengan variabel yang akan diukur yaitu berupa angket untuk mengukur motivasi belajar dan soal pilihan ganda serta uraian untuk mengukur prestasi belajar matematika. Setelah perlakuan pada kelas eksperimen selesai, siswa diberikan posttest angket motivasi belajar dan soal prestasi belajar. Secara sistematis desain penelitian ini dapa dilihat pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3. 1. Model One-Group Pretest-Posttest Design

Dengan:

O1 = nilai pretest


(46)

46 O2 = nilai posttest

(Sugiyono, 2016: 111) Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada eksperimen ini adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan instrumen dan sekaligus dilakukan validasi.

2. Melakukan pra survey ke lokasi dan melakukan perizinan ke sekolah. 3. Melakukan pre-test.

4. Menganalisis hasil pre-test terhadap motivasi belajar dan prestasi belajar matematika.

5. Melakukan eksperimen. 6. Melakukan post-test. 7. Analisis data.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ngemplak yang berlokasi di Jangkang, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 13 Maret 2017 sampai dengan 3 April 2017. Penelitian dilaksanakan sebanyak 5 pertemuan pembelajaran dan 2 pertemuan untuk pretest serta posttest pada kelas dengan dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME). Rincian kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3 1. Kegiatan Penelitian

No. Hari, Tanggal Kegiatan Alokasi

Waktu 1. Senin, 13 Maret

2017

Pretest × menit

09.35 – 10.55 a. Pretest Prestasi Belajar × menit 10.55 – 11.35 b. Pretest Motivasi Belajar × menit


(47)

47

No. Hari, Tanggal Kegiatan Alokasi

Waktu 2. Sabtu, 18 Maret

2017

07.55 – 08.35

Kedudukan Dua Garis × menit 3. Senin, 20 Maret

2017

09.35 – 11.35

Jenis Sudut dan Hubungan Antar Sudut

× menit 4. Sabtu, 25 Maret

2017

07.55 – 08.35

Sudut-Sudut dari Dua Garis Sejajar

× menit 5. Senin, 27 Maret

2017

× menit 09.35 – 10.15 Sudut-Sudut dari Dua Garis

Sejajar

× menit 10.15 – 11.35 Membagi Ruas Garis × menit 6. Sabtu, 1 April 2017

07.55 – 08.35 Melukis Sudut Istimewa × menit

7. Senin, 3 April 2017 Posttest × menit

09.35 – 10.55 a. Posttest Prestasi Belajar × menit 10.55 – 11.35 b. Posttest Motivasi Belajar × menit

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dari penelitian ini merupakan subyek penelitian yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak dengan enam kelas yaitu VIIA, VIIB, VIIC, VIID, VIIE dan VIIF.

2. Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobability sampling yaitu sampling purposive. Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016: 124). Selanjutnya untuk menentukan sampelnya berdasarkan rekomendasi dari guru.


(48)

48

Sampel dalam penelitian ini adalah kelas VIIA SMP Negeri 1 Ngemplak pada tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 32 siswa.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2016: 61). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016: 61). Variabel terikat dalam penelitaian ini adalah motivasi belajar dan prestasi belajar.

3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti (Sugiyono, 2016: 64). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah guru, materi, dan alokasi waktu.

E. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari timbulnya perbedaan persepsi terhadap variabel penelitian yang digunakan, maka diuraikan definisi operasionalnya sebagai berikut:


(49)

49

1. Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu pendekatan dengan memberikan permasalahan nyata yang dekat dengan siswa yang nantinya akan dihubungkan dengan matematika formal sebagai solusinya. Pendekatan pembelajaran ini mendorong siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran melalui kegiatan diskusi yang diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Adapun langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut:

a. Orientasi pada Konteks b. Diskusi Kelompok c. Diskusi Klasikal

d. Perumusan (konsep) Umum e. Aplikasi Masalah yang Lain

2. Motivasi belajar merupakan dorongan dari diri siswa yang menyebabkan siswa melakukan aktivitas dan proses belajar. Motivasi belajar diukur menggunakan angket yang terdiri dari pernyataan positif dan negatif.

3. Prestasi belajar merupakan nilai pada tingkat penguasaan kognitif (pengetahuan) yang diperoleh dari hasil tes setelah mengikuti pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Prestasi belajar diukur menggunakan tes berupa soal pilihan ganda dan uraian.

F. Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan untuk menunjang pembelajaran dengan pendeketan Realistic Mathematics Education (RME) yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kegiatan Siswa (LKS).


(50)

50

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan pedoman dan langkah-langkah kegiatan yang digunakan untuk pembelajaran. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan satu RPP, yaitu RPP untuk kelas eksperimen yang di dalamnya memuat sintak atau langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat dilihat pada lampiran 1.1 di halaman 95.

2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu alat bantu berupa lembaran kertas yang berisi materi, kegiatan, dan latihan soal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan LKS untuk kelas eksperimen dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang disesuaikan dengan sintak pembelajaran. LKS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan LKS yang didesain oleh peneliti dan telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan validator selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.2 di halaman 135.

G. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut.

a. Data Motivasi Belajar

Pengumpulan data motivasi belajar siswa menggunakan instrumen angket. Angket tersebut diisi oleh siswa dengan terbuka sesuai dengan kondisi siswa. Angket diberikan pada awal sebelum perlakuan dan akhir setelah perlakuan.


(51)

51

Maka, didapatkan nilai awal dan nilai akhir dari angket motivasi belajar siswa. Dari kedua nilai tersebut, kemudian akan dianalisis untuk dilihat peningkatannya.

Data angket motivasi belajar diperoleh dengan menggunakan instrumen nontes yang berbentuk checklist dengan skala tertentu. Skala kriteria pemberian nilai lembar angket motivasi belajar matematika untuk setiap pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan menggunakan Skala Likert sesuai pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Kriteria Pemberian Skor Motivasi Sifat Kriteria Pemberian Nilai

SL SR KK JR TP

Positif 5 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4 5

Pemberian nilai yang didapatkan yaitu skor minimal 20 dikarenakan jumlah pernyataan pada angket motivasi belajar ada 20 butir dengan skor jawaban minimal setiap butir adalah 1. Sedangkan skor maksimal yang didapatkan yaitu 100, karena jumlah pernyataan pada angket motivasi belajar ada 20 butir dengan skor jawaban maksimal setiap butir adalah 5.

b. Data Prestasi Belajar

Pengumpulan data prestasi belajat siswa menggunakan pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum perlakuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi Garis dan Sudut, sedangkan posttest diberikan setelah perlakuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa pada materi Garis dan Sudut. Pemberian nilai pada pretest dan posttest dengan melakukan penilaian pada lembar jawab siswa dengan skala 0 sampai dengan 100.


(52)

52

c. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran merupakan lembar pengamtan instrumen yang bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran matematika sesuai dengan tahapan-tahapan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang sedang berlangsung. Lembar observasi ini juga untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan penelitian. Lembar observasi diisi oleh observer yaitu guru mata pelajaran matematika.

Lembar observasi diisi dengan cara memberikan tanda checklist pada kolom “ya” apabila aspek yang diamati terlaksana yang akan mendapatkan nilai 1 dan “tidak” apabila aspek yang diamati tidak terlaksana yang akan mendapatkan nilai 0. Selain kolom tersebut, terdapat kolom keterangan untuk saran-saran dari observer. Nilai yang didapatkan akan diubah dalam persentase keterlaksanaan pembelajaran sebagai berikut.

� = ℎ � � � � × %

Adapun konversi persentase nilai lembar observase pada Tabel 3.3 berikut. Tabel 3.3. Konversi Persentase Nilai Observasi Keterlaksanaan

Pembelajaran Interval Persentase (%) Kriteria

� Sangat tinggi

� < Tinggi

� < Sedang

� < Rendah


(53)

53 2. Instrumen Pengumpulan Data a. Instrumen Non-Tes

Instrumen non-tes yang digunakan yaitu untuk mengukur motivasi belajar siswa berupa angket. Angket motivasi belajar berisi butir-butir pernyataan yang menunjukkan tingkat motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika. Angket ini merupakan angket terbuka yang berisi pernyataan positif dan negatif yang dijawab secara bebas oleh siswa. Dalam hal ini angket motivasi belajar diberikan kepada siswa sebanyak dua kali. Angket pertama diberikan di awal sebelum pembelajaran materi Garis dan Sudut yang bertujuan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika sebelum perlakuan. Sedangkan angket kedua diberikan di akhir setelah pembelajaran materi Garis dan Sudut yang bertujuan untuk mengetahui tingkat motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran matematika setelah perlakuan.

Angket motivasi belajar berisi 20 butir pernyataan yang terdiri dari 13 pernyataan positif dan 7 pernyataan negatif. Penyusunan angket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Menentukan kisi-kisi motivasi belajar. Adapun kisi-kisi motivasi belajar dapat dilihat pada lampiran 2.1 di halaman 171.

2) Menentukan jumlah butir pernyataan setiap indikator. 3) Menuliskan petunjuk pengisian angket.

4) Menulis butir angket.


(54)

54

Penilaian untuk skala motivasi belajar matematika pada penelitian ini memiliki rentang 20 sampai dengan 100. Data yang diperoleh digolongkan dalam kriteria berdasarkan Tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4. Kriteria Skor Motivasi Belajar Siswa

Interval Skor Kriteria

� > �� + , × � � � > Sangat tinggi

�� + , × � � < � ��+ , × � � < � Tinggi

�� − , × � � < � �� + , × � � < � Sedang

�� − , × � � < � �� − , × � � < � Rendah

� �� − , × � � � Sangat rendah

Keterangan:

�� = (skor maksimal + skor minimal) /2

� � = (skor maksimal + skor minimal) /6 (Widoyoko, 2009: 238)

Tabel 3.4 digunakan untuk melihat kriteria skor yang diperoleh siswa, baik sebelum maupun setelah diberikan perlakuan.

b. Instrumen Tes

Instrumen tes dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar berupa 20 soal pilihan ganda dan 3 soal essay. Tes prestasi belajar diberikan melalui dua tahap, yaitu pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum diberikan perlakukan yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada materi Garis dan Sudut, sedangkan posttest diberikan setelah diberikan perlakuan yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir atau prestasi belajar siswa. Penyusunan perangkat tes prestasi belajar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(55)

55

1) Membuat kisi-kisi soal (lampiran 2.4 di halaman 176) sesuai dengan indikator.

2) Menentukan jumlah butir soal.

3) Menentukan alokasi waktu pengerjaan soal.

4) Memvalidasi soal dan merevisi sesuai saran validator.

Penilaian untuk skala prestasi belajar matematika pada penelitian ini memiliki rentang 0 sampai dengan 100. Data yang diperoleh digolongkan dalam kriteria pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3 5. Kriteria Nilai Prestasi Belajar Siswa

Interval Skor Kriteria

� > �� + , × � � � > Sangat

tinggi

��+ , × � � < � ��+ , × � � < � Tinggi

�� − , × � � < � �� + , × � � < � Sedang

�� − , × � � < � �� − , × � � < � Rendah

� �� − , × � � � Sangat

rendah

H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen 1. Validitas Instrumen

Validitas suatu instrumen penelitian, tidak lain adalah derajat yang menunjukkan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Sukardi, 2013: 122). Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas ini (content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan kisi-kisi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2016: 182). Uji validitas isi dilakukan melalui expert judgements yaitu dengan mengonsultasikan instrumen kepada ahli. Surat keterangan validasi dan


(56)

56

masukan validator mengenai instrumen dapat dilihat pada lampiran 5.1 sampai 5.5 di halaman 261 sampai 284.

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas sama dengan konsistensi atau keajekan. Suatu instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang hendak diukur (Sukardi, 2013: 127). Dalam penelitian ini, koefisien reliabilitas yang digunakan adalah rumus Alfa Croncach yaitu:

= ( − ) −∑ ����

Keterangan:

= koefisien reliabilitas instrumen

= banyaknya butir soal dalam instrumen

∑ �� = jumlah varian nilai setiap butir soal

�� = varians nilai total (Suherman, 2003: 153)

Menurut Guilford (Suherman, 2003: 139) hasil perhitungan koefisien reliabilitas kemudian diinterpretasikan sesuai dengan Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6. Kualifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Kriteria

< , Sangat rendah

, < , Rendah

, < , Sedang

, < , Tinggi


(57)

57

Perhitungan reliabilitas instrumen dapat diperoleh dengan bantuan program SPSS 16 menggunakan reliability analysis. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil reliabilitas instrumen tes motivasi belajar dan prestasi belajar pada Tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7. Hasil Reliabilitas Instrumen

Instrumen Tahap

Pretest Posttest

Motivasi belajar 0,748 0,849

Reliabitas tinggi Reliabilitas tinggi

Prestasi belajar 0,496 0,641

Reliabilitas sedang Reliabilitas sedang

I. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif

Analisis diskriptif digunakan untuk menyajikan data yang diperoleh melalui hasil pretest dan posttest prestasi belajar serta nilai awal dan nilai akhir motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen dalam bentuk tabel yang memuat mean, standar, deviasi, varians, nilai minimum, dan nilai maksimum. Perhitungan analisis diskriptif menggunakan bantuan program SPSS 16.

2. Analisis Data a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diperoleh, baik sebelum maupun setelah perlakuan dengan menggunakan bantuan program SPSS 16. Pada uji normalitas digunakan


(58)

58

uji kolmogorov-smirnov karena jumlah sampel lebih dari 50. Hipotesis uji normalitas data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

� : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

� : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Keputusan uji dan kesimpulan diambil menggunakan taraf sigifikansi 0,05 dengan kriteria: 1) jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka � diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal, 2) jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka � ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam penelitian ini untuk menjawab dua rumusan masalah yaitu 1) bagaimana keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau pencapaian dan peningkatan dari motivasi belajar pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak dan 2) bagaimana keefektifan pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) ditinjau pencapaian dan peningkatan dari prestasi belajar pada materi pokok Garis dan Sudut di kelas VII SMP Negeri 1 Ngemplak. Oleh karena itu uji untuk menguji kedua hipotesis tersebut digunakan uji t-one sample test dan t-paired sample test. Adapun syarat uji t-one sample test yaitu data dalam bentuk numeric dan berdistribusi normal. Sedangkan syarat uji t-paired sample test yaitu data dalam bentuk numeric dan berdistribusi normal, namun apabila data tidak berdistribusi normal maka menggunakan uji wilcoxon signed ranks. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan program SPSS 16.


(59)

59 1) Uji Hipotesis Pertama : Motivasi Belajar

Uji hipotesis motivasi belajar untuk menjawab rumusan masalah yang pertama yaitu menggunakan uji t-one sample test dan t paired sample test pada program SPSS 16. Dalam penelitian ini, pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dikatakan dikatakan efektif jika a) mencapai KKM dan b) rata-rata skor motivasi belajar siswa meningkat secara signifikan setelah diberikan pelakuan.

a) Mencapai KKM 71 (1) Hipotesis

� ∶ � , (skor angket motivasi belajar tidak mencapai KKM setelah

diterapkan pembelajaran dengan pendekatan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME))

� ∶ � > . (skor angket motivasi belajar mencapai KKM setelah

diterapkan pembelajaran dengan pendekatan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME))

Dengan,

� : skor angket motivasi belajar setelah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

(2) Taraf signifikansi � = , (3) Statistik uji : t-one sample test

(4) Kriteris keputusan : � ditolak jika angka signifikasi yang dihasilkan lebih kecil dari 0,05 atau � ditolak p-value < , . Maka, untuk mendapatkan p-value one-tailed harus membagi dua nilai sig. two-tailed pada output SPSS.


(60)

60

Hal tersebut dikarenakan hipotesis yang digunakan menggunakan one-tailed sedangkan output dari program SPSS menghasilkan two-tailed. Hal ini sesuai dengan pendapat Field (2009: 332) bahwa “There is no need for an option because the one-tailed probability can be ascertained by dividing the two-tailed significance value by 2”. Pada intinya untuk peluang one-tailed dapat didapatkan dengan membagi nilai signifikansi two-tailed dengan dua.

b) Rata-Rata Skor Meningkat (1) Hipotesis

� ∶ � � (rata-rata skor motivasi belajar siswa tidak meningkat secara

signifikan setelah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME))

� ∶ � < � (rata-rata skor motivasi belajar siswa meningkat secara signifikan setelah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME))

Dengan,

� : skor angket motivasi belajar sebelum pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

� : skor angket motivasi belajar setelah pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

(2) Taraf sigifikansi � = ,

(3) Statistik uji : t-paired sample test untuk data berdistribusi normal dan Wilcoxon signed ranks untuk data tidak berdistribusi normal


(1)

(2)

(3)

(4)

304 Lampiran 7.1.Surat Keterangan Validasi


(5)

(6)

306


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

0 2 2

PENGARUH PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBASIS REALISTIC Pengaruh Pendekatan Scientific Berbasis Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Ajaran 2014/

0 3 15

PENDAHULUAN Pengaruh Pendekatan Scientific Berbasis Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Ajaran 2014/2015.

0 2 8

PENGARUH PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBASIS REALISTIC Pengaruh Pendekatan Scientific Berbasis Realistic Mathematics Education (RME) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 1 Kartasura Tahun Ajaran 2014/

0 3 15

EFEKTIVITAS PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS Efektivitas Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Dalam Peningkatan Kemandirian Dan Pemahaman Konsep Belajar Matematika (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII G di SMP Negeri 1 Gatak).

0 0 12

PRESTASI BELAJAR IPS DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PRESTASI BELAJAR IPS DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALI JAMBE SRAGEN TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 0 18

PRESTASI BELAJAR IPS DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALIJAMBE PRESTASI BELAJAR IPS DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALI JAMBE SRAGEN TAHUN AJARAN

0 1 17

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN STRATEGI REACT DITINJAU DARI PRESTASI DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII DI MTs NEGERI 1 SRAGEN.

2 15 387

PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIon rme

1 0 12

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DAN SELF-EFFICACY SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP

2 3 8