ANALISA PENGURANGAN DEFECT PADA PROSES PRODUKSI BATERAI ABC JENIS R6 DENGAN METODE QCC (QUALITY CONTROL CIRCLE) DAN SEVEN TOOLS DI PT. INTERNATIONAL CHEMICAL INDUSTRY PLANT II SURABAYA.

(1)

ANALISA PENGURANGAN DEFECT PADA PROSES PRODUKSI

BATERAI ABC JENIS R6 DENGAN METODE QCC (QUALITY

CONTROL CIRCLE) DAN SEVEN TOOLS DI PT. INTERNATIONAL

CHEMICAL INDUSTRY PLANT II SURABAYA

SKRIPSI

O

Olleehh::

ILUL

RAFITA

ILUL RAFITA

0

0

6

6

3

3

2

2

0

0

1

1

0

0

1

1

3

3

8

8

J

J

U

U

R

R

U

U

S

S

A

A

N

N

T

T

E

E

K

K

N

N

I

I

K

K

I

I

N

N

D

D

U

U

S

S

T

T

R

R

I

I

F

F

A

A

K

K

U

U

L

L

T

T

A

A

S

S

T

T

E

E

K

K

N

N

O

O

L

L

O

O

G

G

I

I

I

I

N

N

D

D

U

U

S

S

T

T

R

R

I

I

U

U

N

N

I

I

V

V

E

E

R

R

S

S

I

I

T

T

A

A

S

S

P

P

E

E

M

M

B

B

A

A

N

N

G

G

U

U

N

N

A

A

N

N

N

N

A

A

S

S

I

I

O

O

N

N

A

A

L

L

V

V

E

E

T

T

E

E

R

R

A

A

N

N

J

J

A

A

W

W

A

A

T

T

I

I

M

M

U

U

R

R

2010


(2)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Asumsi ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Definisi Kualitas ... 7

2.1.1. Pengendalian Kualitas ... 8

2.1.2. Tujuan Pengendalian Kualitas ... 9

2.1.3 Kegiatan Pengendalian ... 10


(3)

2.2. Metode perbaikan kualitas ... 14

2.2.1. Delapan Langkah Perbaikan Kualitas ... 14

2.2.2. Seven Tools ... 24

2.2.3. Analisis Kemampuan Proses ... 37

2.2.4. Produk Baterai ... 39

2.3. Penelitian Terdahulu... 42

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

3.2. Identifikasi dan Definisi Operational Variabel ... 44

3.2.1 Variabel Bebas ... 44

3.2.2 Variabel terikat ... 45

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 46

3.4. Metode Pengolahan Data ... 47

3.5. Langkah-langkah penelitian dan Pemecahan Masalah ... 49

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data ... 53

4.2 Identifikasi Penyebab Masalah ... 73

4.3 Usulan Perbaikan ... 79

4.4 Analisa dan Pembahasan ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 84

5.2 Saran ... 85


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Matriks rencana perbaikan 5W + 1H ...19 2. Check sheet ...25 3. Stratifikasi ...31 4. Data produksi dan kecacatan baterai ABC jenis R6 Bulan Pebruari –Juli 2009 ….53 5. Data produksi dan kecacatan baterai ABC Jenis R6 biru Bulan pebruari –Juli

2009………..53 6. Data jenis dan jumlah baterai ABC Jenis R6 biru Bulan Pebruari – Juli 2009……54 7. Data diagram Pareto jenis dan jumlah kecacatan Baterai ABC Jenis R6 selama

periode 6 bulan...55 8. Data histogram jenis dan jumlah kecacatan baterai ABC Jenis R6 selama periode

6 bulan ... ……56 9. Tabel Frekuensi ... ……57 10. Sampel untuk kecacatan volt rendah pada baterai ABC Jenis R6 Biru…………..58 11. Sampel untuk kecacatan Jaket Lecet pada baterai ABC Jenis R6 Biru…………..61 12. Sampel untuk kecacatan Can rusak pada baterai ABC Jenis R6 Biru………64

13. Sampel untuk kecacatan PVC rusak pada baterai ABC Jenis R6 Biru…………...67

14. Sampel untuk kecacatan PE Seal penyok pada baterai ABC Jenis R6 Biru……..70 15. Usulan Perbaikan 5W + 1H untuk kecacatan volt rendah ... ……80


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Siklus PDCA ... 15

2. Delapan langkah perbaikan kualitas ... 16

3. Diagram Pareto ... 27

4. Histogram ... 28

5. Fishbone diagram ... 30

6. Diagram scatter ... 31

7. Peta control X... 33

8. Peta Kontrol R...34

9. Langkah- langkah pemecahan masalah ... 49

10. Grafik jumlah kecacatan Baterai ABC Jenis R6 Biru selama periode 6 bulan..54

11. Diagram Pareto jenis dan jumlah kecacatan Baterai ABC Jenis R6 Biru selama Periode 6 bulan ... 55

12. Histogram jumlah kecacatan Baterai ABC Jenis R6 selama periode 6 bulan...57

13. Peta Kontrol X kecacatan volt rendah pada Baterai ABC...59

14. Grafik Kapabilitas kecacatan volt rendah pada Baterai ABC Jenis R6 Biru...60

15. Peta Kontrol X kecacatan jaket lecet pada Baterai ABC...62

16. Grafik Kapabilitas kecacatan jaket lecet pada Baterai ABC Jenis R6 Biru...63

17. Peta Kontrol X kecacatan can rusak pada Baterai ABC...65

18. Grafik Kapabilitas kecacatan can rusak pada Baterai ABC Jenis R6 Biru...66

19. Peta Kontrol X kecacatan PVC rusak pada Baterai ABC...68

20. Grafik Kapabilitas kecacatan PVC rusak pada Baterai ABC Jenis R6 Biru...69


(6)

22. Grafik Kapabilitas kecacatan PE Seal penyok pada Baterai ABC Jenis R6 Biru...72

23. Diagram sebab akibat kecacatan volt rendah ... ...73

24. Diagram sebab akibat kecacatan jaket lecet...74

25. Diagram sebab akibat kecacatan can rusak...75

26. Diagram sebab akibat kecacatan PVC rusak...76


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A

- Gambaran Umum Perusahaan.-

- Struktur Organisasi Perusahaan

- Job Discription Struktur Organisasi Perusahaan

LAMPIRAN B

- Peta proses Operasi.

- Gambar Komponen Baterai ABC Jenis R6 Bir.u - Proses Produksi Baterai ABC Jenis R6

- Tata letak mesin

LAMPIRAN C - Tabel D

- Perhitungan manual pareto

- Perhitungan manual peta control X - Perhitungan manual kapabilitas


(8)

ABSTRAKSI

Kualitas merupakan faktor kunci yang membawa keberhasilan dalam bisnis, pertumbuhan dan peningkatan posisi bersaing. Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam menentukan produk dan jasa yang diinginkan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas produk adalah metode pengendalian kualitas yang akan dapat meningkatkan kualitas output perusahaan dengan menekan tingkat kecacatan.

Metode QCC dan seven tools adalah metode yang dapat digunakan mengurangi defect dalam waktu relatif singkat, dapat dilakukan dan mudah diimplementasikan dalam tim kecil sehingga tidak melibatkan semua personel dalam suatu organisasi. Selain daripada itu QCC dan seven tools juga dapat menghemat biaya dalam meningkatkan kualitas karena struktur organisasi yang kecil.

PT International Chemical Industry Plant II merupakan perusahaan yang memproduksi baterai ABC. Produk yang dihasilkan adalah baterai jenis R6 (ukuran kecil) dan baterai jenis R20 (baterai besar). Untuk bisa bertahan ditengah ketatnya persaingan baterai, perusahaan harus mempunyai keunggulan yang tidak dimiliki perusahaan lain. Factor penentu daya saing adalah dengan meningkatkan kualitas. Upaya itu dilakukan perusahaan dengan melakukan perbaikan terus menerus dengan tujuan mengurangi jumlah defect produk.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui factor-faktor yang menyebabkan terjadinya defect pada produk baterai ABC jenis R6. Penelitian difokuskan pada permasalahan defect hasil proses produksi Baterai ABC jenis R6.

Dengan menggunakan QCC dan Seven Tools sebagai alat analisis dan improve diketahui proses yang menghasilkan cacat terbesar periode Pebruari – Juli 2009, yaitu pada Volt rendah, jaket lecet, can rusak, PVC rusak, PE Seal penyok mempunyai proporsi cacat 21.80%, 20.40 %, 19.92 %, 19.32 % dan 18.56 %. Untuk mengatasi hal tersebut dibuat model matrik 5W+1H, dengan model matrik 5W+1H tersebut dilakukan improve berdasarkan alternatif yang ada. Terpilih alternatif skill manusia / operatornya perlu ditingkatkan dan juga tingkat kedisiplinannya, kualitas perawatan dan perbaikan mesin sebagai salah satu pilihan utama disamping inspeksi material diperketat sebelum proses produksi dilakukan.

Kata Kunci : QCC, Seven Tools, defect, improve.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kompetisi global menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi

semakin ketat. Agar dapat bertahan dalam persaingan, setiap perusahaan harus mampu bersaingan meningkatkan daya saingnya. Salah satu faktor penentu daya saing perusahaan adalah kualitas disamping harga produk dan pelayanan. Pihak manajemen harus mampu membuat keputusan tentang standar kualitas yang tepat dalam kondisi pasar yang berubah.

Salah satu tolak ukur yang bisa digunakan untuk mengetahui apakah perusahaan berhasil dalam upaya peningkatan kualitasnya adalah jika perusahaan tersebut berhasil mencapai kondisi Zero defect, akan tetapi kondisi ini sangat sulit

untuk dicapai, karena produk yang cacat pasti ada walaupun sedikit dalam setiap proses produksi. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai penyimpangan yang sering terjadi dalam suatu proses produksi, baik dari segi mesin metode yang digunakan dan tentu saja yang tidak kalah pentingnya adalah Human error ,

kejadian ini akan mengurangi kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan mengurangi keuntungan yang bisa didapat. Berbagai cara untuk mengurangi defect,


(10)

PT International Chemical Industry Plant II merupakan perusahaan yang memproduksi baterai ABC. Produk yang dihasilkan adalah baterai jenis R6 (ukuran kecil) dan baterai jenis R20 (baterai besar). Untuk penelitian ini penulis memfokuskan pada produksi baterai jenis R6. Permasalahan yang dihadapi oleh PT. International Chemical Industry Plant II adalah adanya beberapa jenis kecacatan yang terjadi pada produksi baterai ABC jenis R6 yaitu volt rendah, jaket lecet, can rusak, PE seal penyok dan PVC rusak terutama pada proses produksi.

Hal ini tentunya akan sangat memepengaruhi upaya PT. International Chemical Industry Plant II untuk meningkatkan hasil produksinya atau paling tidak mengurangi tingkat cacat (defect) yang terjadi sehingga keuntungan yang diraih

akan semakin meningkat.

Guna mencapai kondisi tersebut harus dilakukan perbaikan secara terus menerus. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan menggunakan metode QCC

(Quality Qontrol Circle). Teknik ini menggunakan alat - alat dasar seven tools

seperti : check sheet, diagram pareto, histogram, diagram sebab akibat, stratifikasi,

scatter diagram (diagram sebar), dan control chart. Alat – alat ini membantu

memahami dan mengembangkan proses pengendalian maupun perbaikan kualitas. Metode ini diharapkan mampu membantu untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi perusahaan.


(11)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Bagaimana cara mengurangi defect pada proses produksi baterai ABC

jenis R6 di PT. International Chemical Industry Plant II Surabaya”.

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini diperlukan agar dalam pemecahan masalah tidak menyimpang dari tujuan penelitian, serta untuk menghindari terlalu luasnya permasalahan yang akan dipecahkan. Batasan – batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan terutama pada bagian produksi produk baterai ABC jenis R6 dengan jenis kecacatan volt rendah, jaket lecet, can rusak, PVC rusak dan PE Seal

penyok.

2. Tidak membahas masalah biaya.

3. Dalam pengolahan data tidak semua seven tools digunakan.

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi Faktor – Faktor penyebab cacat / defect pada produk baterai

ABC jenis R6 di PT. International Chemical Industry Plant II Surabaya.

2. Memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi kecacatan produk yang terjadi di PT International Chemcal Indusry Plant II Surabaya.


(12)

1.5 Asumsi

Asumsi – asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Pengadaan bahan baku dan material berjalan lancar.

2. Kondisi mesin pada saat proses produksi dalam kondisi baik.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Memberikan masukan gambaran tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas produk atau proses dan penyebab timbulnya cacat.

2. Bagi Penulis

Menambah wawasan dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu – ilmu Teknik Industri khususnya metode Quality Control Circle untuk memecahkan

masalah-masalah riil dalam dunia industri. 3. Bagi Universitas

Memberikan referensi tambahan dan perbendaharaan agar berguna didalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan berguna sebagai pembandingan bagi mahasiswa dimasa yang akan datang.


(13)

1.7Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan yang digunakan akan disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh pihak fakultas untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang gambaran umum persoalan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, asumsi, manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang teori – teori dasar dan model – model konseptual yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pemecahan masalah yang dimulai dari identifikasi masalah dan berakhir pada tahap penarikan kesimpulan dan pengusulan saran-saran.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang tempat dan waktu penelitian, identifikasi variabel – variabel serta, metode pengumpulan data, metode analisis data serta langkah – langkah pemecahan masalah secara sistematis.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang proses pengolahan data yang diperoleh dari observasi, kemudian hasil dari pengolahan data tersebut dianalisis dan diinterpretasi.


(14)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran sebagai bahan pertimbangan. DAFTAR PUSTAKA


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Definisi Kualitas

Proses kelahiran produk dimulai ketika desainer menerima informasi yang

diinginkan, diperlukan dan diharapkan oleh konsumen dan menerjemahkannya ke dalam bentuk spesifikasi produk yang mencakup gambar, dimensi, toleransi, material, proses, perkakas, dan alat bantu. Operator menggunakan informasi dari

desainer untuk membuat produk atau mengerjakannya pada proses permesinan.

Dalam usaha memuaskan konsumen, produk yang dipesan harus tiba dalam jumlah, waktu, tempat, dan memberikan fungsi yang tepat untuk satu periode waktu dan harga yang sesuai. Jadi dengan kata lain sasaran kebutuhan konsumen adalah kualitas yang membangun keseimbangan yang tepat antara biaya produk dan nilai yang diterima oleh konsumen. (Douglas C. Mountgomery, 1993, hal 1).

Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Semua barang dan jasa dihasilkan dalam berbagai tingkat kualitas. Kualitas rancangan adalah istilah teknik terkait dengan perbedaan dalam variasi tingkat kualitas yang memang disengaja meliputi jenis bahan,daya tahan, keandalan, misalnya semua mobil mempunyai tujuan dasar memberikan angkutan yang aman bagi konsumen, tetapi mobil – mobil berbeda dalam ukuran, penentuan, rupa, dan penampilan.Perbedaan – perbedaan ini adalah hasil perbedaan rancangan yang disengaja antara jenis – jenis mobil itu, jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan, daya tahan dalam proses pembuatan, keandalan yang diperoleh melalui pengembangan teknik mesin dan bagian–bagian


(16)

penggerak, dan perlengkapan atau alat-alat yang lain. (Douglas C. Montgomery, 1993, Hal 2 ).

Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk yang sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang diisyaratkan oleh rancangan. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas. ( Douglas C. Montgomery, 1993, Hal 2 ).

2.1.1 Pengendalian Kualitas

Tiap produk mempunyai sejumlah unsur yang bersama-sama menggambarkan kecocokan penggunaannya. Parameter - parameter ini biasanya dinamakan ciri-ciri kualitas (quality characteristics). Ciri-ciri kualitas menurut

(Douglas C. Montgomery, 1993, hal 3) ada beberapa jenis : 1. Fisik : panjang, berat, voltage, kekentalan.

2. Indera : rasa, penampilan, warna.

3. Orientasi waktu : keandalan (dapat dipercaya), dapat dipelihara, dapat dirawat. Pengendalian kualitas didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari pemeriksaan atau pengujian analisis dan tindakan-tindakan yang harus diambil dengan memanfaatkan kombinasi seluruh peralatan dan teknik-teknik, guna mengendalikan kualitas produk dengan ongkos minimal.


(17)

Dalam istilah “Kendali Kualitas”, mengandung pengertian bahwa “Kualitas” bukan berarti terbaik di dunia industri kata itu berarti “terbaik dalam memuaskan kebutuhan pelanggan tertentu” (Feigenbaum, 1983, hal 3).

Feigenbaum mengemukakan 2 hal penting dari kebutuhan konsumen yaitu fungsi dan harga produk, dua syarat ini tercemin dalam beberapa

kondisi-kondisi produk, diantaranya :

1. Kondisi Spesifikasi dimensi dan karakteristik 2. Umur produk dan keandalan

3. Standar yang relevan

4. Biaya rekayasa, pembuatan dan mutu 5. Pembuatan (persyaratan produksi)

6. Fungsi, pemeliharaan dan pemasangan di lapangan 7. Biaya-biaya operasi dan pemakaian konsumen

Berdasarkan hal di atas jelaslah kualitas tidak hanya berkaitan dengan mutu teknis produk, tetapi juga nilai ekonomisnya, sehingga kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam produk dan jasa.

2.1.2 Tujuan Pengendalian Kualitas

Tujuan dari pengendalian kualitas adalah :

1. Pencapaian kebijaksanaan dan target perusahaan secara efisien. 2. Perbaikan hubungan manusia.

3. Peningkatan moral karyawan.


(18)

Dengan mengarahkan pada pencapaian tujuan - tujuan di atas akan terjadi peningkatan produktivitas dan profitabilitas usaha. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian kualitas adalah :

1. Memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan. 2. Penurunan ongkos secara keseluruhan.

2.1.3 Kegiatan Pengendalian Kualitas

Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya terdiri dari 4 langkah yaitu : 1. Menetapkan standar, yaitu standar kualitas biaya, standar kualitas prestasi

kerja, standar kualitas keamanan dan standar kualitas keandalan yang diperlukan untuk suatu produk.

2. Menilai kesesuaian antara produk yang dibuat dengan standar.

3. Mengambil tindakan bila diperlukan, yaitu mencari penyebab timbulnya masalah dan mencari pemecahan masalah.

4. Perencanaan peningkatan, berupa pengembangan usaha-usaha yang continue

untuk memperbaiki standar-standar biaya, prestasi keamanan dan keandalan. Kegiatan pengendalian kualitas yang menunjang tercapainya standar kualitas tertentu tersebut, melibatkan unsur – unsur manusia, mesin, peralatan, spesifikasi dan metode pengujian.

Dengan adanya pengendalian diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dapat dikurangi dan proses dapat diarahkan pada tujuan yang dicapai. Oleh karena itu fungsi pengendalian kualitas ini harus dilaksanakan sebelum maupun pada saat pekerjaan pembuatan dilakukan (Feigenbaum, 1983, hal 5).


(19)

2.1.4 Rekayasa Kualitas

Rekayasa kualitas dapat diartikan sebagai proses pengukuran yang dilakukan selama perancangan produk atau proses. Kerangka dasar dari rekayasa kualitas merupakan suatu hubungan antara dua disiplin ilmu yaitu teknik perancangan dan manufaktur, dimana mencakup seluruh aktivitas pengendalian kualitas dalam setiap fase dari penelitian dan pengembangan produk, perancangan proses, perancangan produksi, dan kepuasan konsumen. (Irwan Soejanto, 2002, hal 1)

Target dari metodologi rekayasa kualitas ini adalah untuk mencapai seluruh target dari perbaikan terus menerus, penemuan yang dipercepat, penyelesaian masalah dengan cepat, dan efektivitas biaya dalam meningkatkan kualitas produk. Metodologi rekayasa kualitas dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu rekayasa kualitas secara off - line dan rekayasa kualitas secara on - line.

1. Rekayasa kualitas secara Off - Line.

Dalam rekayasa kualitas secara of – line, perancangan eksperimen

merupakan peralatan yang sangat fundamental terutama pada kegiatan penelitian dan pengembangan produk. Teknik perancangan eksperimen pada dasarnya melalui dua hal yaitu mengidentifikasi sumber dari variasi dan menentukan perancangan proses yang optimal. Metodologi rekayasa kualitas secara off – line

terbagi dalam 3 tahap yaitu : A. Perancangan Konsep

Phase ini berfungsi untuk dapat berhubungan dengan konsumen dan mendapatkan suara konsumen dengan kemampuan daya cipta dan kemampuan


(20)

teknis untuk merancang konsep produk yang unggul. Tahap ini merupakan tahap pemunculan ide dalam kegiatan, phase ini antara lain :

Quality Function Deployment yaitu menterjemahkan keinginan konsumen ke dalam istilah teknis.

Theory Of Inventative Problem Solving yaitu sebuah koleksi tool yang didapatkan dari menganalisa literatur yang dapat berguna untuk membangkitkan pemecahan yang inovatif terhadap masalah teknis.

Design Of Experiments yaitu eksperimen faktorial penuh dan faktorial parsial dapat mengetahui efek dari beberapa parameter secara serentak.

B Perancangan Parameter

Phase ini berfungsi untuk mengoptimalisasi level dari faktor pengendali terhadap efek yang ditimbulkan sehingga produk yang dihasilkan dapat tangguh. Metode yang digunakan dalam phase ini antara lain :

Engineering Analysis yaitu menggunakan pelatihan, pengalaman, dan percobaan untuk menemukan sumber variabilitas dan respon yang efektif.

The System P- Diagram yaitu suatu model yang tangguh untuk menggambarkan dan menggolongkan berbagai parameter yang mempengaruhi output dari sistem.

Dynamic and Static Signal to Noise Optimatization yaitu mengoptimalkan suatu perancangan parameter untuk mengurangi variabilitas menggunakan perhitungan

signal to noise ratio.

C. Perancangan Toleransi

Pada phase terakhir dari rekayasa kualitas secara off – line yaitu


(21)

matrik orthogonal, loss function, dan Anova untuk menyeimbangkan biaya dan

mutu dari suatu produk. Metode yang digunakan dalam phase ini antara lain :

Quality Loss Function yaitu persamaan yang menghubungkan variasi dari performan biaya produk dengan level deviasi dari target.

Analysis Of Variance (Anova) yaitu suatu teknik statistik yang secara kuantitatif menentukan kontribusi variasi total yang dibentuk dari setiap faktor kendali. Hal ini dapat dipelajari dalam disiplin ilmu perancangan eksperimen.

Design Of Experiments yaitu eksperimen faktorial penuh dan faktorial parsial dapat mengetahui efek dari beberapa parameter secara serentak.

2. Rekayasa Kualitas Secara On – Line

Rekayasa kualitas secara on – line merupakan suatu aktivitas untuk

mengamati dan mengendalikan kualitas pada setiap proses produksi secara langsung. Aktivitas ini sangat penting dalam menjaga agar biaya produksi menjadi rendah dan secara langsung dapat meningkatkan mutu produk. Beberapa model yang digunakan dalam rekayasa kualitas secara on – line adalah :

Statistical Process Control yaitu melakukan pengamatan, pengendalian, dan pengujian kepada setiap tahap proses produksi agar tidak terjadi penyimpangan yang cukup besar.

Static Signal to Noise Ratio yaitu mereduksi variasi dengan menggunakan variasi aplikasi dari robust design untuk memecahkan permasalahan dalam


(22)

2.2 Metode Perbaikan Kualitas

QCC (Quality Control Circle) merupakan pendekatan yang banyak

dipakai oleh perusahaan – perusahaan dalam melakukan perbaikan kualitas adalah siklus atau daur PDCA yang merupakan singkatan dari PlanDoCheck

Action. Pendekatan ini diperkenalkan oleh W. E. Deming dan W. A. Shewhart,

sehingga siklus PDCA ini juga dikenal sebagai siklus deming atau siklus pengendalian yang kemudian dalam perkembangannya lebih dikenal sebagai delapan langkah perbaikan kualitas.

2.2.1 Delapan Langkah Perbaikan Kualitas

Sebelum menjelaskan mengenai delapan langkah perbaikan kualitas, maka lebih baik harus dimengerti dahulu masalah PDCA. PDCA adalah simbol prinsip pemecahan masalah secara berulang dengan membuat perbaikan langkah demi langkah (step by step) dan mengulangi siklus perbaikan berulangkali.

Adapun pengertian secara lebih rinci dari masing – masing simbol tersebut adalah sebagai berikut :

- Plan

Dalam plan ini dilakukan penentuan apa masalah dari suatu proses atau aktifitas, data apa saja yang terkait, apa penyebabnya dan bagaimana cara memperbaiki.

- Do


(23)

- Check

Adalah kegiatan mengkonfirmasikan secara kuantitatif dan analitis bahwa rencana perbaikan memang bekerja benar dan menghasilkan kinerja yang lebih baik.

- Action

Adalah kegiatan membuat modifikasi proses di atas seperlunya, membuat dokumentasi dan standarisasi dari proses yang diperbaiki serta menetapkan rencana selanjutnya.

Plan Do

Act Check

Gambar 2.1 Siklus PDCA

Dalam Siklus PDCA terdapat umpan balik (feed back) untuk pengecekan

agar tidak kehilangan arah tujuan perbaikan. Dalam kondisi ini sangat penting untuk segera menyampaikan (perbaikan) produk atau jasa kepada konsumen atau ke proses berikutnya untuk memperoleh umpan balik.

Sedangkan mengenai ke Delapan Langkah Perbaikan Kualitas merupakan suatu proses yang berurutan yang terdiri dari :

1. Mencari masalah 2. Menganalisa masalah 3. Mencari penyebab


(24)

4. Membuat rencana perbaikan 5. Melaksanakan perbaikan 6. Memeriksa hasil perbaikan 7. Membuat standarisasi

8. Menentukan masalah berikutnya

Mencari masalah

Menganalisis masalah

Mencari penyebab

Melaksanakan perbaikan Memeriksa

hasil perbaikan Membuat

standarisasi Menentukan

masalah berikutnya

Membuat rencana perbaikan

Gambar 2.2 Delapan Langkah Perbaikan Kualitas

(Continuous Improvement)

1. Mencari Masalah

Untuk memulai langkah ini perlu dibentuk tim perbaikan mutu Quality

Improvement Team (QIT) atau gugus kendali mutu (GKM). Dalam melakukan

tugasnya tim GKM ini sebaiknya dibimbing oleh para manajer agar lebih terarah dan efektif dalam proses mencari atau mengidentifikasi masalah. Setelah itu tim GKM melakukan pengamatan terhadap semua masalah yang ada yaitu segala sesuatu yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan baik dari segi biaya, mutu dan waktu. Disini dapat digunakan pendekatan yang disebut dengan “orientasi kelemahan”. Orientasi kelemahan ini memfokuskan pada pengurangan kesenjangan (gap) antara kinerja saat ini atau aktual dengan yang ditargetkan, hal ini berarti bahwa dasar perbaikannya adalah menghilangkan kelemahan.

Selanjutnya tim GKM melakukan eksporasi masalah secara mendalam, hal ini dapat menggunakan alat bantu seperti : brainstorming. Identifikasi masalah


(25)

melalui brainstorming dilakukan dengan cara setiap anggota tim GKM diminta

mengungkapkan apa saja masalah yang diketahuinya. Seluruh masalah yang terungkap dicatat dan selanjutnya diseleksi sehingga diperoleh satu masalah..

Dengan demikian pada langkah pertama ini, setelah semua masalah teridentifikasi dilakukan pemilihan masalah. Dalam memilih masalah ini harus mempertimbangkan dan memilih satu masalah yang paling besar dampaknya kepada keseluruhan proses.

2. Menganalisis Masalah

Setelah masalah terpilih dengan tema tertentu, langkah berikutnya adalah melakukan pengumpulan data dan analisa data. Langkah ini dapat menggunakan beberapa alat bantu seperti : lembar data, stratifikasi, diagram pareto, histogram

dan diagram tebar. Lembar data (check sheet) dirancang untuk pengumpulan data.

Dengan membaca lembar ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang jumlah kejadian dan akumulasi jumlah kejadian, memudahkan atau mempercepat memahami bentuk permasalahan.

Dalam stratifikasi atau pengelompokan data ini, data yang ada

dikelompokkan berdasarkan keperluan analisa. Misalnya : jenis kelamin, usia, penyebab, akibat, dan lain - lain. Dengan stratifikasi ini diharapkan dapat

mempermudah dan mempercepat analisa situasi dan masalah, membantu menentukan sumber masalah serta mengurangi variabilitas data. Diagram pareto ini terdiri dari grafik balok dikombinasikan dengan grafik garis yang menunjukkan penjumlahan grafik balok tersebut dan dari sini dapat diketahui masalah utama yang membutuhkan usaha perbaikan. Hal ini didasarkan pada konsep pareto yaitu bahwa 20 % penyebab mengakibatkan 80 % permasalahan.


(26)

Alat bantu grafik ini bisa berupa grafik garis, balok, dan lingkaran. Grafik garis biasanya menunjukkan satu atau lebih parameter terhadap waktu. Grafik balok biasanya menunjukkan perbandingan dua atau lebih parameter terhadap kuantitas atau jumlah. Sedang grafik lingkaran menunjukkan prosentase dua atau lebih parameter. Alat bantu histogram ini adalah grafik balok yang menggambarkan penyebaran dan sebagai hasil dari satu macam pengukuran atau suatu kejadian atau proses. Dengan mempelajari gambaran penyebaran data ini bisa diidentifikasi adanya pola penyimpangan data terhadap standart / spesifikasi mutu.

Alat bantu diagram tebar (scatter diagram) ini menggambarkan korelasi

atau hubungan antara dua variabel / faktor. Dari sini kita dapat melihat, meramalkan dan menyimpulkan hubungan dua variabel. Dengan diketahuinya korelasi antara dua variabel maka perubahan variabel yang satu dapat diketahui atau dimanipulasi dari variabel yang lain.

3. Mencari Penyebab

Pada langkah ketiga ini dilakukan identifikasi segala sebab - sebab yang mungkin dan dipilih beberapa yang berpengaruh besar kepada masalah yang dibahas. Dengan melakukan analisa sebab – akibat ini dapat menggunakan alat bantu seperti : diagram sebab - akibat (Ishikawa cause – and – effect diagram),

lembar data, grafik, brainstorming dan diagram aliran. Diagram ishikawa atau

yang disebut juga dengan fishbone diagram ini dapat menunjukkan hubungan

antara penyebab dengan akibatnya. Dengan diagram ini diharapkan menemukan dan mengatasi penyebab masalah bukan gejalanya.

Dalam fishbone diagram dibuat penjabaran tulang utama dengan judul


(27)

Environment). Dengan teknik brainstorming team, pada setiap tulang utama tadi

dijabarkan semua aktivitas yang relevan sehingga merupakan cabang dan ranting tulang serta ditulis apa aktivitas tersebut. Kemampuan membuat cabang hingga “5 - Whys” dan ranting – ranting inilah akan menentukan kemudian alur

penelusuran (tracking) penyebab masalah hingga ke akarnya. Setelah semua

anggota tim GKM setuju dengan semua aktivitas dalam bentuk jumlah cabang dan ranting bagi setiap tulang utama, maka brainstorming dilanjutkan dengan analisa

setiap tulang berikut cabang dan ranting – rantingnya untuk mencari akar penyebab masalah. Hasil dari analisa di atas dibuat suatu table matriks seluruh

penyebab yang diperoleh, lalu disortir secara ilmiah untuk memperoleh penyebab - penyebab dominan / utama. Penentuan penyebab dominan ini dimaksudkan untuk memperoleh penyebab yang akan diambil guna perencanaan perbaikan atau peningkatan kualitas.

4. Membuat Rencana Perbaikan

Setelah diketahui akar penyebabnya maka dengan demikian solusinya dapat direncanakan dengan langsung membalik akar penyebab tersebut. Untuk memudahkan pembalikan akar penyebab dituangkan dalam suatu model matriks untuk perencanaan perbaikan mutu seperti tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Matrik Rencana Perbaikan 5W + 1H No

(1)

Penyebab Dominan

(2)

Why Kenapa

(3)

What Apa

(4)

Where Dimana (5)

When Kapan (6)

Who Siapa

(7)

How Bagaimana

(8) 1 2 3 4


(28)

Keterangan :

Why ialah alasan “Mengapa diperlukan perbaikan terhadap penyebab”

What ialah “Apa rencana perbaikan untuk mencapai kondisi di (3)”

Where ialah “Lokasi yang tepat untuk melaksanakan perbaikan”

When ialah “Alokasi waktu yang diperkirakan untuk perbaikan”

Who ialah “Anggota tim yang melaksanakan perbaikan memperoleh data hasil

perbaikan dan melaporkan kemajuan perbaikan”

How ialah “Metode untuk memperbaiki faktor penyebab utama (2)”

Selanjutnya dengan teknik brainstorming para anggota tim GKM bersama – sama mengisi semua kolom dan untuk How, berusaha mencari berbagai alternatif metode dan memilih yang paling tepat. Dalam hal ini sebaiknya melibatkan pula para karyawan yang akan memakai solusi tersebut untuk memperoleh input yang konstuktif. Disamping itu, untuk mengarahkan rencana perbaikan yang jelas perlu menentukan target dan kriteria sebagai berikut :

1. Mencapai tingkat perbaikan mutu yang diharapkan, bila semua penyebab utama dapat dipecahkan.

2. Mencapai tingkat ketrampilan yang diharapkan dari tim GKM. 3. Benchmarking ke pesaing / GKM yang melakukan proses yang sama.

Target ini dapat dinyatakan dengan prosentase atau satuan / unit yang spesifik sesuai dengan karakteristik masalah yang diperbaiki. Untuk hal ini perlu dibuat matriks rencana pencapaian target.

5. Melaksanakan Rencana Perbaikan

Berikut ini beberapa hal penting mesti diperhatikan dalam melaksanakan rencana perbaikan, diantaranya :


(29)

- Jadikan table 5W + 1H hasil dari langkah 4 di atas sebagai pegangan untuk monitoring.

- Atasi hambatan yang muncul di lapangan, bila perlu konsultasi dengan atasan. - Catat semua kejadian selama pelaksanaan perbaikan.

- Adakan pertemuan evaluasi secara teratur, untuk memastikan bahwa semua rencana dilakukan secara konsisten.

Apabila semua rencana pada langkah 4 dilakukan dengan benar maka 50 % dari implementasi perbaikan dapat dikatakan sudah “ditangan”. Namun demikian tidak menutup kemungkinan masih terjadinya kesalahan akibat faktor manusia, proses atau teknis. Dari sini akan diperoleh trial & error check yang akan menjadi

pelajaran yang berharga bagi anggota tim GKM untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan perbaikan, agar dapat menghindari kesalahan – kesalahan yang sama pada proses perbaikan untuk masalah berikutnya.

Perlu ditekankan kembali disini bahwa penguasaan proses perbaikan yang benar adalah jauh lebih penting daripada hasil akhirnya. Artinya tim GKM harus berorientasi proses (task oriented) dan bukan berorientasi pada hasil akhir (result

oriented) biasanya cenderung untuk mengambil tindakan “potong jalan” karena

ingin cepat memperoleh hasil dengan mengabaikan proses yang benar. Tindakan semacam ini tentu tidak akan memberikan pelajaran yang berharga bagi anggota tim maupun anggota baru berikutnya. Dalam implementasi rencana perbaikan perlu dilakukan heck point terhadap hal – hal sebagai berikut :

- Apakah karyawan yang akan memakai solusi terlibat dalam perencanaan solusi ?


(30)

- Apakah umpan balik diperoleh dengan cepat ?

- Apakah ada efek sampingan yang lebih berat ketimbang keuntungan solusi ?

6. Memeriksa Hasil Perbaikan

Setelah mengimplementasikan suatu solusi maka harus diperiksa apakah solusi tersebut memang memecahkan masalah atau mencapai target yang direncanakan.. Misalnya, suatu grafik yang menunjukkan kerusakan menurun dalam suatu kurun waktu menunjukkan adanya perbaikan. Pemeriksaan hasil perbaikan dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai setelah perbaikan dengan hasil sebelum perbaikan. Dalam membandingkan tentu harus menggunakan cara pengukuran yang sama, sehingga hasilnya dapat jelas terlihat apakah ada perbaikan atau tidak.

Evaluasi hasil ini sangat penting untuk mengetahui apakah masalah sudah diatasi dan target tercapai, penuh atau parsial, dan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Bila target tercapai secara parsial, apakah harus revisi ulang rencana perbaikan ? Hal ini tentu saja harus dicek ulang dan diperbaiki lagi. Bila target memang tercapai, apakah penentuan target sudah benar, artinya tidak terlalu rendah ? Adapun alat bantu yang mungkin dapat digunakan dalam pemeriksaan hasil implementasi rencana perbaikan antara lain : lembar periksa dan diagram pareto. Seluruh kegiatan evaluasi di atas dibutuhkan dan disampaikan kepada manajemen puncak untuk disetujui. Setelah manajemen dan tim bertanggung jawab untuk mengimplementasikan serta pemakaiannya.

7. Membuat Standarisasi

Setelah perbaikan diuji coba dan tidak menimbulkan efek samping yang berarti maka perlu membuat standarisasi :


(31)

- Untuk proses dalam bentuk prosedur tetap / SOP baru. - Untuk kualitas dalam bentuk standar spesifikasi baru.

- Untuk hasil – hasil akhir dalam bentuk performance yang baru.

Buatlah sebuah pemberitahuan resmi kepada semua bagian terkait ditanda tangani oleh atasan anda agar cara – cara perbaikan yang telah dilaksanakan menjadi standar kerja baru untuk mencapai hasil kerja yang dikehendaki. Jadikan pencapaian perbaikan ini sebagai standart minimal yang harus dipertahankan.

8. Menentukan Masalah Berikutnya

Pada langkah kedelapan ini ada dua penting yaitu : pertama, lakukan refleksi atas pengalaman yang diperoleh dari langkah 1 s/d ke 7, apa saja yang tidak berjalan lancar dari setiap langkah tersebut. Apa saja kesalahan yang terjadi dan apa sebab bisa terjadi, bagaimana dicari jalan keluar, bagaimana kerja sama tim mengatasi masalah – masalah tersebut atau konflik yang terjadi secara intern. Bagaimana tingkat kesulitan yang dihadapi dan ketrampilan tim GKM saat itu. Bagaimana fasilitator telah / kurang membantu / membimbing dalam identifikasi masalah serta meningkatkan motivasi tim, dan akhirnya apakah tim GKM telah memperoleh pengalaman yang berharga sehingga lebih matang dan siap untuk menghadapi tantangan masalah yang jauh lebih sulit.

Kedua, tim GKM menentukan tema masalah baru atau berikutnya melalui suatu perencanaan yang matang sesuai dengan prinsip “continuous

improvement”. Perencanaan ini tentu harus konsisten dengan rencana perusahaan

jangka panjang yang memfokuskan pada kepuasan konsumen dan strategi

marketing, terutama untuk pengembangan produk / jasa baru dalam rangka


(32)

2.2.2 Seven Tools

Alat – alat pengendalian proses statistik merupakan kebutuhan mutlak untuk membantu memahami dan mengembangkan proses pengendalian maupun perbaikan kualitas. Alat – alat ini membantu tim untuk berkomunikasi, berbagi dan mendokumentasikan ide – ide, memahami variasi dan mengukur akibat dari perubahan – perubahan proses. (Dorothea Wahyu Ariani, 2003, hal 5)

Berdasarkan pengalamannya dalam dunia perindustrian di Jepang, Ishikawa menyatakan bahwa sebanyak 95 % permasalahan mengenai kualitas yang berhubungan dengan pabrik dapat diselesaikan dengan 7 alat dasar yang selanjutnya disebut sebagai Seven Tools, yaitu :

1. Check sheet

2. Pareto analysis

3. Histogram

4. Cause – effect diagram

5. Stratifikasi

6. Scatter diagram

7. Control chart

Disini akan dijelaskan secara mendetail tentang ketujuh alat pengendali kualitas tersebut sebagai berikut :

1. Check Sheet

Dalam TQM, data diibaratkan sebagai bahan bakar yang digunakan pada suatu mesin. Check sheet merupakan alat pengumpul dan analisis data. Tujuan


(33)

tujuan – tujuan tertentu dan menyajikannya dalam bentuk yang komunikatif sehingga dapat dikonversi menjadi informasi.

Tabel 2.2 Chek sheet

Jenis Kesalahan Jumlah kesalahan dalam enam bulan Total Retak

Pecah Berrongga

IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII

IIIII IIIII IIIII

30 20 15

2. Pareto Analysis

Diagram ini diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli ekonomi dari Italia bernama VILFREDO PARETO (1848 - 1923). Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab – penyebab yang dominan yang seharusnya pertama kali diatasi, maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan atau tindakan koreksi pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa akibat / pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Prinsip pareto adalah “sedikit tetapi penting, banyak tetapi remeh”. Kegunaan dari diagram pareto ini adalah :

1. Menunjukkan persoalan utama yang dominan dan perlu segera diatasi. 2. Menyatakan perbandingan masing – masing persoalan yang ada dan

kumulatif secara keseluruhan.

3. Menunjukkan tingkat perbaikan setelah tindakan koreksi dilakukan pada daerah yang terbatas.


(34)

4. Menunjukkan perbandingan masing – masing persoalan dan sesudah perbaikan.

Menurut Mitra (1993) dan Besterfield (1998) proses penyusunan Diagram Pareto meliputi enam langkah yaitu :

1. Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, dan sebagainya.

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik – karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing

– masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang penting untuk mendapat perhatian.


(35)

48.70 %

29.65 % 100 %

89.83 % 79.43 %

64.93 % 48.70 %

29.65 %

47 48

67 75

88 137

Diagram Pareto

100 % 89.83 % 79.43 % 64.93 % 160

140 120

Jumlah Cacat

100 80 60 40 20 0

1 2 3 4

Jenis Cacat

5 6

Gambar 2.3 Diagram Pareto

3. Histogram

Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan

penyebaran atau standar deviasi suatu proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran menunjukkan suatu puncak pada suatu lini tertentu. Variasi ciri khas kualitas yang dihasilkan disebut distribusi. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut histograin. Alat tersebut terutama digunakan untuk

menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rata – rata, dan sifat dispersi. Menurut Mitra (1993) langkah penyusunan histogram adalah :


(36)

1. Menentukan batas – batas observasi, misalnya perbedaan antara nilai terbesar dan terkecil.

2. Memilih kelas – kelas atau sel – sel. Biasanya dalam menentukan banyaknya kelas, apabila n menunjukkan banyaknya data, maka banyaknya kelas ditunjukkan dengan n.

3. Menentukan lebar kelas – kelas tersebut. Biasanya semua kelas mempunyai lebar yang sama. Lebar kelas ditentukan dengan membagi range dengan banyaknya kelas.

4. Menentukan batas – batas kelas. Tentukan banyaknya observasi pada masing – masing kelas dan yakinkan bahwa kelas – kelas tersebut tidak saling tumpang tindih.

5. Menggambar frekuensi histogram dan menyusun diagram batangnya.

1 1 22

26

20

14

4 4 4 25

20

10 15

Frekuensi

5

Nilai Tengah 1.5 3.5 5.5 7.5 9.5 11.5 13.5 15.5 17.5 19.5


(37)

4. Cause and Effect Diagram (Diagram sebab akibat)

Diagram sebab akibat adalah sejumlah garis dan simbol yang menggambarkan hubungan antara akibat (atau persoalan yang telah dipilih) dan penyebabnya. Diagram arus mencapai tujuan yang sama dengan membuat serangkaian langkah / kotak. Diagram sebab akibat juga dikenal dengan nama analisis tulang ikan / diagram ishikawa (menurut nama Profesor Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo, yang pertama kali menggunakan metode ini pada pabrik baja Fikai pada tahun 1953).

Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor – faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik kualitas output kerja. Disamping juga untuk mencari penyebab – penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan cukup efektif digunakan untuk mencari faktor – faktor penyebab terjadinya penyimpangan kerja secara detail.

Ada empat prinsip sumbang saran yang bisa diperhatikan yaitu : - Jangan melarang seseorang untuk bicara

- Jangan mengkritik pendapat orang lain

- Semakin banyak pendapat, maka hasil akhir akan semakin baik - Ambillah manfaat dari ide atau pendapat orang lain.

Untuk mencari faktor – faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan yaitu :

- Manusia (Man)


(38)

- Mesin atau peralatan kerja lainnya (Machine / equipment)

- Bahan – bahan baku (raw materials)

- Lingkungan kerja (work environment)

Hubungan penyimpangan kualitas dengan faktor – faktor penyebab tersebut dapat digambarkan dalam diagram berikut :

Metode kerja Manusia

Akibat (effect)

Lingkungan Bahan baku Mesin Kerja peralatan Sebab (cause)

Gambar 2.5 Fish Bone Diagram

Akibat (effect) = kualitas hasil kerja

Sebab (cause) = faktor – faktor yang secara signifikan memberikan pengaruh

dan mengakibatkan sesuatu pada kualitas output kerja.

5. Stratifikasi

Stratifikasi merupakan teknik pengelompokan data ke dalam kategori –

kategori tertentu agar data dapat menggambarkan permasalahan secara jelas sehingga kesimpulan – kesimpulan dapat lebih mudah diambil. Kategori – kategori yang dibentuk meliputi data relatif terhadap lingkungan, sumber daya manusia yang terlibat, mesin yang digunakan dalam proses, bahan baku, dan lain – lain.


(39)

Tabel 2.3 Stratifikasi

Operator Jenis

Kesalahan A B C D

Total 1 2 3 Total 0 1 2 3 0 0 1 1 1 2 2 5 2 4 2 8 3 7 7 17

6. Scatter Diagram

Diagram acak / scatter plot, biasanya ditunjukkan pada diagram yang

menunjukkan hubungan X – Y, memberikan gambaran mengenai hubungan 2 variabel, seperti contohnya temperatur dengan tekanan udara. Hubungan tersebut dapat merupakan penggambaran, apabila sebuah variabel meningkat maka variabel lain akan meningkat pula (korelasi positif) atau dapat pula menyatakan tidak adanya hubungan langsung atau bahkan hubungan negatif antara 2 variabel tersebut. Jenis cacat 6 5 4 3 2 1 0 Jumlah cacat 600 500 400 300 200 100 0


(40)

7. Control Chart

Control chart adalah grafik yang digunakan untuk menentukan apakah

suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control limit yang

meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit)

dapat membantu kita untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten. Dengan mengetahui kondisi proses, maka kita dapat mengetahui sumber variasi proses, apakah merupakan common cause atau special cause. Apabila merupakan special

cause, kita dapat mengadakan perubahan tanpa mengubah proses secara

keseluruhan, tetapi bila merupakan common cause maka kita dapat mengadakan

perubahan. Dalam siklus PDCA control chart digunakan dalam tahap pelaksanaan

(do) dan pengujian (check). (Sudjana, 1996, hal 425)

Formulasi Peta Kontrol X

A2 = 0.48 R A X BKA  2.

X Cl

R A X BKB  2.


(41)

Peta Kontrol

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 2 3 4 5 6

Sub Group

Jumla

h

Da

ta

X

BKB BKA

X

Gambar 2.7 Peta control X

Formulasi Peta Kontrol R

D3 = 0

D4 = 2.004

BKA = D4 x R

CL = R


(42)

Jumla

h

Da

ta

Sub Group

18 16 14 12

0 2 4 6 8 10

Peta Kontrol

1 2 3 4 5 6

CL

BKB BKA

R

Gambar 2.8 Peta Kontrol R

Untuk menyusun peta pengendali proses statistik untuk data atribut diperlukan beberapa langkah. Menurut Besterfield (1998), langkah tersebut meliputi :

1. Menentukan sasaran yang akan dicapai.

Sasaran ini akan mempengaruhi jenis peta pengendali kualitas proses statistik data atribut mana yang harus digunakan. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh karakteristik kualitas suatu produk dan proses, apakah proporsi atau banyaknya ketidaksesuaian dalam sampel atau sub kelompok, ataukah bagian ketidaksesuaian dari suatu unit setiap kali mengadakan observasi.

2. Menentukan banyaknya sampel dan banyaknya observasi.

Banyaknya sampel yang diambil akan mempengaruhi jenis peta pengendali disamping karakteristik kualitasnya.

3. Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan tentu disesuaikan dengan jenis peta pengendali. Misalnya, suatu perusahaan atau organisasi menggunakan p – chart, maka data


(43)

yang dikumpulkan juga harus diatur dalam bentuk proporsi kesalahan terhadap banyaknya sampel yang diambil.

4. Menentukan garis pusat dan batas – batas pengendali.

Penentuan garis pusat dan batas – batas pengendali akan ditunjukkan secara rinci pada sub bagian berikut ini, pada masing – masing peta pengendali. Biasanya, perusahaan menggunakan  3  sebagai batas – batas pengendaliya. 5. Merevisi garis pusat dan batas – batas pengendalinya.

Revisi terhadap garis pusat dan batas – batas pengendali dilakukan apabila dalam peta pengendali kualitas proses statistik untuk data atribut terdapat data yang berada di luar batas pengendali statistik (out of statistical control) dan

diketahui kondisi tersebut disebabkan karena penyebab khusus. Demikian pula, data yang berada di bawah garis batas pengendali bawah apabila ditemukan penyebab khusus di dalamnya tentu juga diadakan revisi.

Formulasi yang digunakan pengendalian kualitas proses statistik untuk data atribut adalah

Mengetahui proporsi kesalahan atau cacat pada sampel atau sub kelompok untuk setiap kali melakukan observasi :

P =

n x

Di mana p = proporsi kesalahan dalam setiap sampel

x = banyaknya produk yang salah dalam setiap sampel n = banyaknya sampel yang diambil dalam inspeksi


(44)

Garis pusat (center line) peta pengendali proporsi kesalahan adalah

GP p = p=

g n

xi

g

i .

1  

Di mana :

p= garis pusat peta pengendali proporsi kesalahan

pi = proporsi kesalahan setiap sampel atau sub kelompok dalam setiap observasi n = banyaknya sampel yang diambil setiap kali observasi

g = banyaknya observasi yang dilakukan

Sedangkan batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawah (BPB) untuk peta pengendali proporsi kesalahan adalah

BPA p = p + 3 n

p p(1 )

BPB p = p- 3 n

p p(1 )

Apabila banyaknya sampel atau sub kelompok yang diambil setiap kali observasi sama, maka dapat digunakan pula peta pengendali banyaknya kesalahan (np– chart). Adapun langkah – langkah dan formulasi yang digunakan

dalam peta pengendali banyaknya kesalahan (np – chart) adalah

GP np = np- 3 g

xi g

i

 1

Di mana :

n p= garis pusat untuk peta pengendali banyaknya kesalahan

xi = banyaknya kesalahan dalam setiap sampel atau dalam setiap kali observasi g = banyaknya observasi yang dilakukan


(45)

Standar deviasi untuk peta pengendali banyaknya kesalahan (np – chart) adalah

 np = np(1 p)

Oleh karenanya batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawahnya (BPB) menjadi :

BPA np = np+ 3 np(1 p)

BPB np = np- 3 np(1p)

2.2.3 Analisis Kemampuan Proses

Analisis kemampuan proses dilakukan untuk memenuhi berbagai alasan, misalnya menanggapi permintaan pelanggan mengenai indeks kemampuan proses perusahaan atau mengadakan evaluasi terhadap proses untuk mengadakan perbaikan kualitas. (Dorothea Wahyu Ariani, 2003, hal 50)

Cara membuat analisis kemampuan proses, antara lain :

1. Rasio kemampuan proses atau indeks kemampuan roses atau nilai Cp

Apabila proses berada dalam batas pengendali statistik dengan peta kendali proses statistik normal dan rata – rata proses terpusat pada target, maka rasio kemampuan proses atau indeks kemampuan proses dapat dihitung dengan :

RKP atau IKP =

 

6

BSB BSA

BSA dan BSB adalah batas toleransi yang ditetapkan konsumen yang harus dipenuhi oleh produsen. Dari hasil perhitungan tersebut apabila :

RKP atau IKP > 1 berarti proses masih baik (capable) RKP atau IKP < 1 berarti proses tidak baik (not capable)


(46)

2. Index kemampuan proses atas dan kemampuan proses bawah (upper and low

capability index)

KPA =

  

3

BSA

KPB =

  

3

BSB

Di mana  merupakan rata – rata proses.

KPA adalah perbandingan dari rentang atas rata – rata, sedang KPB adalah perbandingan rentang bawah rata – rata. Baik RKP, KPA maupun KPB digunakan untuk mengevaluasi batas spesifikasi yang ditentukan. Selain itu, ketiga dapat digunakan dalam mengevaluasi kinerja proses relatif terhadap batas – batas spesifikasi. Hal ini juga dapat membantu penentuan parameter proses. Indeks kemampuan proses (RKP) menunjukkan kemampuan proses yang potensial. 3. Indeks kemampuan proses Cpk

Nilai Cpk diformulasikan dengan :

Cpk = min 

  

3

BSA

,

  

3

BSB

 = min KPA, KPB

Bila Cpk  1 maka proses disebut baik, bila Cpk < 1 maka proses disebut kurang baik. Indeks Cpk menunjukkan skala jarak relatif dengan 3 standar

deviasi. Nilai Cpk ini menunjukkan kemampuan sesungguhnya dari proses dengan

nilai – nilai parameter yang ada. Apabila nilai rata – rata yang sesungguhnya sama dengan titik tengah, maka sebenarnya nilai Cpk = IKP atau nilai Cp. Semakin

tinggi indeks kemampuan proses maka semakin sedikit produk yang berada di luar batas – batas spesifikasi. Dalam penilaian pemasok, beberapa organisasi menjadikan nilai Cpk untuk kriteria penilaian. Dalam penerapan, nilai Cpk


(47)

dibutuhkan oleh pemasok untuk komoditas yang dibeli. Nilai Cpk dapat juga

dihitung seputar nilai target daripada rata – rata yang sesungguhnya. Nilai indeks tersebut disebut dengan Cpm atau indeks Taguchi, yang memfokuskan pada

pengurangan variasi dari nilai target, bukan pengurangan variabilitas untuk memenuhi spesifikasi.

2.2.4 Produk Baterai

Baterai merupakan penghasil arus listrik secara langsung dari reaksi antara zat kimia dalam baterai. Semua baterai mengandung cairan korosif atau

semi liquid Electrolyte yang merupakan asam kuat atau basa kuat. Selain itu

baterai mengandung logam seperti cadmium, timah, lithium dan potassium. Logam – logam ini bersifat racun dan mencemari lingkungan.

Tipe baterai yang dibedakan dari persepsi konsumen adalah sebagai berikut :

1. Dapat diisi ulang (Rechargeable) atau secondary cells

Ditujukan untuk pemakaian berulang – ulang setelah zat kimia dalam baterai bereaksi. Baterai dapat digunakan kembali dengan memberikan arus listrik yang akan merubah zat kimia dalam baterai kembali ke bentuk awal. Baterai tipe ini memerlukan alat Recharges.

2. Tidak dapat diisi ulang (non-Rechargeable) atau primary cells.

Hanya ditujukan untuk sekali pakai. Jika zat kimia yang terkandung dalam baterai telah habis terpakai maka baterai tidak dapat digunakan

kembali. Tipe baterai ini cenderung berukuran kecil dan dipakai dalam jangka waktu yang singkat.


(48)

Baterai terdiri dari beberapa jenis. Perbedaan tiap jenis dapat dilihat dari komponen penyusun, ukuran dan voltase yang dihasilkan. Salah satu tipe baterai

dry cell adalah tipe carbon zinc. Baterai carbon zinc merupakan tipe baterai

pertama yang telah lama digunakan. Baterai ini tidak dapat diisi ulang karena reaksi kimia yang terjadi dalam baterai telah berubah. Pada kutub positif (anoda) mengandung zinc dan kutub negatif (katoda) mengandung mangan. Elektrolit

digunakan adalah larutan dari ammnium chloride dan zinc chloride. Ammonium

chloride dapat menyebabkan iritasi pada mata dan zinc chloride merupakan

material yang bersifat krosif. Baterai yang telah tidak dapat dipakai atau yang disimpan pada suhu dibawah 1300 F masih terus mengeluarkan gas hydrogen.

Zinc carbon yang terkandung dalam baterai dry cell dapat diproses ulang dengan

peleburan dan proses thermal matulurgy untuk mengembangkan kadar logamnya (khususnya zinc) (Wikipedia, 2007).

Bahan Baku pembuatan baterai diantaranya : 1. EMD

2. NMD

3. Acetylene Black 4. Zinc Chloride 40 % 5. Carbon Rod R6

Mesin yang digunakan dalam pembuatan baterai R6 yaitu : 1. Mesin Mixer

2. Mesin Tamping

3. Mesin Hooper dan Es Filling


(49)

5. Mesin Washer 6. Mesin Pressing 7. Mesin Rearrangging 8. Mesin Curling Inserting 9. Mesin Sealing Compound 10. Mesin PE Seal Fitting 11. Mesin Bottom Pollising 12. Mesin PVC Tube Inserting 13. Mesin boldisier (Pemanas) 14. Mesin Capping

15. Mesin Jacket atau CIM 16. Mesin Crimping 17. Mesin Selecting 18. Mesin Shrinkwrap

2.2.5 Proses Produksi Baterai

Proses pembentukan komponen awal yang masih berupa material awal yang berupa kaleng yang berbentuk silinder dan terbuat dari seng kemudian proses pemberian paperline dan bottom washer. Proses selanjutnya pembentukan bubuk black mix sehingga menjadi silinder kecil yang dimasukkan ke dalam can.

Proses berikutnya yaitu first Assembly meliputi proses pemberian cairan

electrolyte solution pada black mix agar tidak lengket pada paperline dan bottom

washer kemudian pemasangan carbon rod setelah itu pembengkokan bagian can

selanjutnya pemberian sealing compound yang merupakan bahan perekat


(50)

bottom dan dilanjutkan dengan pelapisan bagian kluar dengan PVC tube setelah

itu pemberian metal top kemudian pemberian PVC ring putih pada kutub negatif

dan ring merah pada kutub positif. Setelah proses assembly baterai selesai dilakukan, baterai didiamkan selama 22 jam setelah 22 jam dilakukan proses selecting untuk mengetahui kualitas dari baterai yang diproduksi kemudian proses terakhir yaitu packaging.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian – penelitian sebelumnya :

1. Khoirul Anam 2003 : Penelitian dengan judul Analisa Defect pada produksi genteng dengan metode QCC (Quality Control Circle) dan seven tools di PT

Varia Usaha Beton Waru-Sidoarjo. Penelitiannya menyimpulkan bahwa

dengan QCC mampu menemukan penyebab – penyebab utama defect dan

menurunkan cacat kritis. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sama – sama menggunakan seven tools sebagai alat analisis.

Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini menggunakan baterai sebagai obyek penelitiannya sedangkan penelitian terdahulu menggunakan genteng sebagai obyek penelitiannya.

2. Fandi Afrizon 2004 : Penelitian dengan judul Analisa jenis Defect produksi

kemeja pada proses sewing line leratai dengan metode QCC (Quality Control

Circle) di PT. Cipta Busana Jaya Gedangan Sidoarjo. Penelitiannya

menyimpulkan bahwa fokus perbaikan proses yang paling utama ditujukan untuk memberikan pelatihan, pembinaan dan pengawasan kepada operator didalam menjalankan mesin produksi. Semua solusi yang diberikan


(51)

berdasarkan dari analisa kecacatan demi kelancaran proses produksi dan meminimumkan tingkat kecacatan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan pada PT International Chemical Industry Plant II yang terletak di Jl. Rungkut Industry II no 12 Surabaya. Pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan data yang diperlukan telah memenuhi.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi variabel – variabel yang didapatkan berdasarkan data dari perusahaan yang digunakan dalam perhitungan seven tools beserta definisi

operasionalnya. Variabel – variabel tersebut adalah sebagai berikut :

3.2.1 Variabel bebas

Yaitu variabel yang diduga mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat, meliputi :

1. Faktor operator

Keahlian, kesungguhan dan ketelitian operator dalam bekerja disini sangat mempengaruhi kualitas produk baterai ABC yang dihasilkan terutama pada saat proses produksi


(53)

2. Faktor mesin

Mesin produksi yang kurang optimal akan menyebabkan hasil akhir dari produk kurang maksimal sehingga perlu diadakan perbaikan.

3. Faktor kualitas bahan baku

Jenis bahan baku yang mempunyai kualitas berbeda dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Bahan baku yang kurang baik akan menyebabkan produk memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.

4. Metode

Metode kerja dalam pencampuran material harus diperhatikan oleh operator agar didapatkan produk yang memiliki mutu yang baik.

3.2.2 Variabel Terikat

Yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas.


(54)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Sebelum diadakan pembahasan pada masalah yang dihadapi, maka diperlukan pengumpulan data yang ada di bagian produksi. Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Data primer

Yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh penulis untuk mendapatkan data – data yang relevan untuk memperkuat penulisan, maka penulisan menggunakan cara :

1. Interview

Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara langsung pada pihak – pihak yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Observasi

Yaitu mengadakan pengamatan secara langsung dan pengukuran obyek penelitian.

2. Data sekunder

Yaitu pengumpulan data dengan menggunakan data – data dari dokumen (arsip) perusahaan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Dokumen – dokumen ini merupakan arsip yang dikumpulkan untuk penelitian ini, serta diperoleh dari perpustakaan, buku – buku dan lain – lain.


(55)

3.4 Metode Pengolahan Data

Setelah masalah terpilih dengan melakukan pengumpulan data maka dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

seven tools seperti : diagram pareto, histogram, diagram sebab akibat, dan control

chart serta menggunakan software Excel.

1. Pareto Analysis

Diagram pareto dibuat untuk menemukan masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab – penyebab yang dominan yang seharusnya pertama kali diatasi, maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan.

2. Histogram

Histogram merupakan suatu diagram yang dapat menggambarkan

penyebaran atau standar deviasi suatu proses. Data frekuensi yang diperoleh dari pengukuran menunjukkan suatu puncak pada suatu lini tertentu. Variasi ciri khas kualitas yang dihasilkan disebut distribusi. Angka yang menggambarkan frekuensi dalam bentuk batang disebut histograin. Alat tersebut terutama digunakan untuk menentukan masalah dengan memeriksa bentuk dispersi, nilai rata – rata, dan sifat dispersi.

3. Cause and Effect Diagram (Diagram sebab akibat)

Diagram sebab akibat adalah sejumlah garis dan simbol yang menggambarkan hubungan antara akibat (atau persoalan yang telah dipilih) dan penyebabnya. Diagram ini berguna untuk menganalisa dan menemukan faktor – faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam menentukan karakteristik


(56)

kualitas output kerja, disamping juga untuk mencari penyebab – penyebab yang sesungguhnya dari suatu masalah.

4. Control Chart

Control chart adalah grafik yang digunakan untuk menentukan apakah

suatu proses berada dalam keadaan in control atau out of control limit yang

meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit)

dapat membantu kita untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses yang menunjukkan bahwa proses tersebut konsisten.


(57)

3.5. Langkah – langkah Penelitian dan Pemecahan Masalah Mulai

Studi Lapangan Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Analisa Masalah :

Diagram Pareto, Histogram, Peta control Pengumpulan data :

Uraian Proses Produksi Data produksi Data kecacatan Identifikasi Variabel - Variabel bebas :

-Faktor Operator -Faktor Mesin

-Faktor Kualitas bahan baku -Metode

- Variabel terikat :

-Jenis kecacatan produk Tujuan Penelitian

Mencari penyebab masalah : Fishbone diagram

Menentukan langkah-langkah perbaikan Membuat Matrik 5 W + 1 H

Memberikan usulan perbaikan

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai


(58)

Penjelasan Langkah – Langkah pemecahan masalah : 1. Mulai

Langkah awal penelitian dalam menentukan topik permasalahan. 2. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan dengan maksud dapat mengetahui kondisi nyata obyek yang akan diteliti. Hal ini untuk menghindari terjadinya ketidaksesuaian antara tujuan peneliti dengan kondisi obyek penelitian.

3. Studi pustaka

Studi pustaka merupakan tahap penelusuran referensi, dapat bersumber dari buku, jurnal maupun penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

4. Perumusan masalah

Perumusan masalah mengacu pada keadaaan dan data yang sebenarnya yang didapatkan di PT. International Industry Plant II, yaitu banyaknya jumlah kecacatan yang timbul pada produksi baterai ABC jenis R6. Dari perumusan masalah dilanjutkan dengan perumusan tujuan penelitian terhadap permsalahan yang ada sehingga tujuan yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah.

5. Tujuan Penelitian

Penetapan tujuan dilakukan dengan maksud agar langkah-langkah dalam pemecahan masalah menjadi terarah dan mencapai sasaran yang di inginkan. 6. Identifikasi variabel

Mengidentifikasi semua variabel yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah


(59)

7. Pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data historis yang diperoleh dari dokumen perusahaan, yaitu data produksi baterai ABC jenis R6 dan data jumlah kecacatan yang akan diamati. Data yang diambil pada bulan Pebruari - Juli 2009.

8. Analisa masalah

Pada langkah ini merupakan langkah untuk menganalisa permasalahan yang timbul dalam produksi baterai ABC jenis R6 dari hasil pengumpulan data. Alat yang digunakan dalam menganalisa masalah ini dengan menggunakan histogram, diagram pareto dan peta kontrol.

9. Mencari penyebab

Proses ini mengidentifikasi akar penyebab dari beberapa masalah yang dihadapi oleh perusahaan dalam produksinya. Alat yang digunakan untuk proses pencarian penyebab ini dengan menggunakan fishbone diagram.

10. Menentukan langkah – langkah perbaikan

Setelah diketahui akar penyebabnya maka dengan demikian solusinya dapat direncanakan dengan membalik akar penyebab tersebut. Untuk memudahkan pembalikan akar penyebab dituangkan dalam model matriks rencana perbaikan (5 W + 1 H).

11. Memberikan usulan perbaikan

Dalam melaksanakan rencana perbaikan maka kita jadikan 5W +1H sebagai pegangan untuk monitoring, atasi hambatan yang muncul di lapangan, bila perlu konsultasi dengan atasan, cacat semua kejadian selama pelaksanaan perbaikan.


(60)

12. Analisa dan pembahasan

Setelah pengolahan data dilakukan langkah berikutnya adalah melakukan analisis, analisis dilakukan berdasarkan pengumpulan dan pengolahan data yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya serta pembahasan masalah berdasarkan alternatif- alternatif yang ada dengan menggunakan fish bone

diagram sedangkan rencana perbaikan dilakukan dengan membuat model

matriks 5W +1H dengan proses brainstorming.

13. Kesimpulan dan saran

Tahap ini merupakan akhir dari tahapan penelitian yaitu melakukan penarikan kesimpulan dan saran yang didasarkan pada langkah sebelumnya. Dan ini merupakan jawaban dari permasalahan yang ada serta memberikan saran sebagai masukan untuk perbaikan terhadap penelitian yang telah dilakukan. 14. Selesai


(61)

BAB IV

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengumpulan Data

Pada tahap pengambilan data di lakukan dengan mengambil data dokumentasi PT.International Chemical Industry Plant II Surabaya dan wawancara kepada karyawan bagian produksi. Adapun data yang berhasil dikumpulkan secara lebih lengkap dapat dilihat pada table 4.1 :

Table 4.1 Data produksi dan kecacatan baterai ABC jenis R6 Bulan Pebruari – Juli 2009

Jenis Baterai Unit yang di produksi Jumlah Cacat Prosentase Kecacatan ABC jenis R6

biru

12339050 135113 6.5 %

ABC jenis R6 hijau

10376419 83557 3.2 %

(Sumber : Data dokumen perusahaan)

Table 4.2 Data produksi dan kecacatan baterai ABC jenis R6 Biru Bulan Pebruari – Juli 2009

Bulan Jumlah Produksi Jumlah Cacat Prosentase Kecacatan Pebruari 2009 2098750 24183 1.15 %

Maret 2009 2183975 25327 1.11 % April 2009 1999950 20356 1.01 %

Mei 2009 2098350 22872 1.09 %

Juni 2009 1894575 20439 1.08 %

Juli 2009 2063450 21936 1.06 %

Total 12339050 135113 6.5 %


(62)

DATA KECACATAN BULAN FEBRUARI - JULI 2009

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 FE BR UA RI MA RE T APR IL ME I

JUNI JULI

BULAN J UM L AH C ACA T JUMLAH CACAT

Gambar 4.1. Grafik jumlah kecacatan baterai jenis R6 Biru selama periode 6 bulan

Table 4.3Data jenis dan jumlah kecacatan baterai ABC jenis R6 Biru Bulan Pebruari - Juli 2009

Jumlah Cacat Jenis Cacat Pebruari 2009 Maret 2009 April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Jumlah Prosentase Kecacatan Volt rendah 5100 5346 4371 5374 4387 4871 29449 21.80 %

Jaket lecet 4937 5285 4103 4829 3845 4577 27576 20.40 %

Can rusak 4836 5083 3991 4592 4020 4391 26913 19.92 %

PVC rusak 4721 4931 4123 3993 4100 4233 26101 19.32 %

PE seal

penyok

4589 4682 3768 4084 4087 3864 25074 18.56 % Jumlah 24183 25327 20356 22872 20439 21936 135113 100 %

(Sumber : Data dokumen perusahaan)

Berdasarkan table 4.3 data jenis dan jumlah kecacatan baterai jenis R6 selama periode 6 bulan dapat digambarkan dalam bentuk diagram pareto di bawah ini


(63)

Table 4.4 Data diagram pareto jenis dan jumlah kecacatan Baterai ABC jenis R6 selama periode 6 bulan

Jenis Kecacatan

Jumlah Cacat Prosentase (%) Jumlah Kumulatif

% Kumulatif Volt rendah 29449

135113 29449

x 100 % = 21.80 %

29449 21.80 %

Jaket lecet 27576

135113 25576

x 100 % = 20.40 %

57025 42.20 %

Can rusak 26913

135113 26913

x 100 % = 19.92 %

83938 62.12 %

PVC rusak 26101

135113 26101

x 100 % = 19.32 %

110039 81.44 %

PE seal

penyok

25074

135113 25074

x 100 % = 18.56 %

135113 100 %

Jumlah 135113 100 %

Diagram Pareto 29449 27576 26101 25074 26913 21.8 42.2 62.12 81.44 100 22000 23000 24000 25000 26000 27000 28000 29000 30000

Volt Rendah Jaket Lecet Can Rusak PVC Rusak PE Seal

Penyok Ju mlah Kecac at an 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Per sen ta si Kumu latif

Gambar 4.2. Diagram Pareto jenis dan jumlah kecacatan baterai jenis R6 Biru selama periode 6 bulan


(64)

Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa jenis kecacatan yang terbesar pada produksi jenis baterai ABC jenis R6 adalah pada jenis kecacatan volt rendah dari total cacat selama periode 6 bulan dengan jumlah cacat sebesar 29449 dan prosentase cacat sebesar 21.80 %.

Table 4.5. Data histogram jenis dan jumlah kecacatan baterai ABC jenis R6 selama periode 6 bulan

Jumlah Cacat Jenis Cacat

Pebruari 2009

Maret 2009

April 2009

Mei 2009

Juni 2009

Juli 2009

Jumlah Prosentase Kecacatan Volt rendah 5100 5346 4371 5374 4387 4871 29449 21.80 %

Jaket lecet 4937 5285 4103 4829 3845 4577 27576 20.40 %

Can rusak 4836 5083 3991 4592 4020 4391 26913 19.92 %

PVC rusak 4721 4931 4123 3993 4100 4233 26101 19.32 %

PE seal

penyok

4589 4682 3768 4084 4087 3864 25074 18.56 % Jumlah 24183 25327 20356 22872 20439 21936 135113 100 %

Mencari nilai X max, X min dan Jangkauan (R) 1. R = X max – X min

= 5374 - 3845 = 1529

Mencari banyaknya kelas K = n = 30 = 6

P =

K R

= 6 1529


(65)

NO Batas Kelas Nilai Tengah Tanda Frekuensi Frekuensi 1 3845 – 4100 3972.5 IIII IIII 9 2 4101 – 4356 4228.5 III 3

3 4357 – 4612 4484.5 IIII I 6

4 4613 – 4868 4740.5 IIII 4

5 4869 – 5124 4996.5 IIII 5

6 5125 – 5380 5252.5 III 3

Jumlah 30

Histogram jumlah kecacatan baterai ABC jenis R6 selama 6 periode

9

3

6

4

5

3

0 2 4 6 8 10

3972.5 4228.5 4484.5 4740.5 4996.5 5252.5

nilai tengah

fr

e

k

ue

ns

i

Gambar 4.3. Histogram jumlah kecacatan baterai ABC jenis R6 selama periode 6 bulan

Berdasarkan gambar 4.2 di atas dapat dilihat bahwa frekuensi jumlah kecacatan terbesar pada produk baterai ABC jenis R6 terletak pada batas kelas 3845 - 4100 yaitu sebanyak 9. Sedangkan frekuensi jumlah kecacatan terkecil terletak pada batas kelas 4101 – 4356 sebanyak 3 dan pada batas kelas 5125 – 5380 sebanyak 3.


(66)

Tabel 4.7 Sampel untuk kecacatan volt rendah pada baterai ABC jenis R6 Biru Sampel

No

1 2 3 4 5

R SD

1

35 33 35 40 34 35.4 7 2.701851

2

25 21 18 16 20 20 9 3.391165

3

27 30 32 34 41 32.8 14 5.263079

4

20 29 24 23 26 24.4 9 3.361547

5

38 28 39 35 31 34.2 11 4.658326

6

16 17 25 20 33 22.2 17 6.978539

7

33 25 39 31 28 31.2 14 5.310367

8

29 31 25 24 31 28 7 3.316625

9

23 37 16 18 19 22.6 21 8.443933

10

20 22 22 31 35 26 15 6.595453

11

25 32 29 10 29 25 22 8.746428

12

27 24 29 25 38 28.6 14 5.59464

Jumlah

330.4 160 64.36195 Sampel 1000 butir

X =

12

X = 12 4 . 330 = 27.53

R = 12

R = 12 160 = 13.33 36 . 5 12 36 . 64

12  

UCL

X = X + A2 R = 27.53 + 0.58(13.33) = 35.26

LCL


(1)

4.4. Analisa dan Pembahasan

Setiap produk memiliki karakteristik kualitas yang berbeda – beda sesuai dengan standart tertentu yang telah ditetapkan. Produk baterai ABC yang diproduksi oleh PT International Chemical Industry Plant II yang menjadi fokus penelitian tugas akhir ini, tentunya juga mempunyai karakteristik kualitas tersendiri. Jenis kecacatan pada penelitian ini ada 5 jenis yaitu volt rendah, jaket lecet, can rusak, PVC rusak dan PE seal penyok.

Dari table 4.13 di atas diketahui jumlah cacat dari jenis defect pada baterai ABC selama periode 6 bulan adalah volt rendah terdapat 29449 dengan prosentase sebesar 21.80 %, jaket lecet terdapat 27576 dengan prosentase sebesar 20.40 %, can rusak terdapat 26913 dengan prosentase sebesar 19.92 %, PVC rusak terdapat 26101 dengan prosentase sebesar 19.32 % dan PE seal penyok terdapat 25074 dengan prosentase sebesar 18.56 %. Jenis kecacatan yang terbesar pada produksi baterai ABC ini adalah pada jenis kecacatan volt rendah dari total cacat selama periode 6 bulan dengan jumlah cacat sebesar 29449 dan prosentase cacat sebesar 21.80 %.

Berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan Fishbone diagram penyebab defect pada produksi baterai ABC didapatkan sumber dan akar penyebab masalah sebagai berikut :

1. Manusia

Operator harus memiliki skill dan pengalaman agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Karena dengan skill dan pengalaman yang dimilikinya, maka secara otomatis kesalahan dalam pengerjaan suatu produk akan berkurang dan jumlah cacat yang timbul dapat diminimalkan. Operator harus memiliki kedisiplinan yang tinggi agar dapat bekerja secara optimal. Langkah yang tepat untuk meningkatkan skill dan kemampuan mereka


(2)

adalah dengan mengadakan pelatihan. Dimana semakin baik skill yang dipunya dan semakin banyak pengalaman yang dialami oleh operator tersebut maka kinerjanya semakin baik sehingga meningkatkan produktifitas para operator atau pekerja secara tidak langsung. Skill manusia yang dibutuhkan disini dalam kaitannya dengan setting mesin, mesin pengepresan serta penggunaan material yang harus dipahami oleh operator. Kecerobohan serta kurangnya konsentrasi juga dapat menimbulkan operator tidak focus pada pekerjaan yang dijalankannya.

2. Mesin dan Peralatan

Mesin dan peralatan merupakan hal yang paling utama dalam proses produksi. Keausan mesin, kurangnya perawatan mesin, adanya kotoran yang terdapat pada mesin, serta hal- hal lain yang dapat menghambat berjalannya proses produksi maupun pada tiap tahapan proses mengakibatkan timbulnya defect pada produk. Begitu pula dengan kondisi peralatan yang tidak di rawat juga dapat menyebabkan defect produk, sehingga diharapkan mesin dan peralatan yang digunakan harus dirawat dan diperbaiki secara berkala.

3. Metode

Metode kerja yang dapat menyebabkan kecacatan baterai ABC adalah penggunaan material yang tidak sesuai prosedur maupun kesalahan prosedur kerja harus diperhatikan oleh operator agar didapatkan baterai ABC yang memiliki mutu yang baik.

4. Material

Jenis bahan baku yang mempunyai kualitas berbeda dapat mempengaruhi produk yang dihasilkan. Bahan baku yang kurang baik akan menyebabkan produk memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.


(3)

Berdasarkan usulan perbaikan di atas, usulan perbaikan dilakukan pada semua jenis kecacatan. Untuk usulan perbaikan didapatkan dengan proses brainstorming dengan menggunakan table 5 W + 1 H.

Kecacatan sering terjadi karena keandalan mesin kurang, usulan tindakan perbaikan dilakukan setting ulang pada mesin sehingga dapat membuat produk menjadi lebih baik. Melakukan perawatan secara berkala dilakukan satu minggu sekali. Material kurang baik, usulan tindakan perbaikan dilakukan control material lebih diperketat. Operator kurang teliti, usulan tindakan perbaikan dilakukan pelatihan untuk operator secara berkala selama 1 bulan. Memberikan peringatan pada operator agar tidak melakukan kesalahan. Metode kerja tidak sesuai, usulan tindakan perbaikan dilakukan dengan operator harus memahami prosedur penggunaan sesuai dengan ketentuan perusahaan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pada Fishbone diagram diketahui bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kecacatan pada produk Baterai ABC jenis R6 adalah factor manusia, material, mesin dan metode yang menyebabkan 5 Jenis kecacatan diantaranya volt rendah, Jaket Lecet, Can rusak, PVC rusak dan PE Seal penyok. Dari 5 jenis cacat tersebut, diketahui tingkat cacat terbesar adalah pada jenis cacat volt rendah dengan prosentase 21.8 % dimana diketahui penyebab dominannya yaitu pada komposisi bubuk Black Mix yang tidak sesuai.

2. Berdasarkan pada Brainstorming dengan metode PDCA usulan perbaikan diberikan kepada PT International Chemical Industry Plant II untuk dilakukan improve berdasarkan alternatif yang terpilih yaitu alternatif skill manusia / operatornya perlu ditingkatkan dan juga tingkat kedisiplinannya. Kualitas perawatan dan perbaikan mesin sebagai salah satu pilihan utama disamping inspeksi material diperketat sebelum proses produksi dilakukan.


(5)

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan pada akhir penelitian ini sebagai berikut :

1. Perusahaan sebaiknya melakukan training sehingga karyawan terjadi kesamaan skill sehingga tidak melakukan kesalahan- kesalahan yang tidak perlu dilakukan.

2. Perusahaan harus lebih memperhatikan kualitas bahan baku yang digunakan agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik dan dapat mencapai target defect sekecil mungkin, sehingga perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fandi Afrizon (2004), Skripsi PT. Cipta Busana Jaya Gedangan Sidoarjo (Analisa jenis Defect produksi kemeja pada proses sewing line leratai dengan metode QCC (Quality Control Circle), Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran” Jatim Feigenbaum, AV 1983, Total Quality Manajemen, Gramedia Pustaka utama, Jakarta Grant EL, Leavenworth RD 1989, Pengendalian Mutu Statistik, edisi ke enam,

Erlangga, Jakarta.

Khoirul Anam (2003), Skripsi PT Varia Usaha Beton Waru-Sidoarjo (Analisa Defect pada produksi genteng dengan metode QCC (Quality Control Circle) dan seven tools), Jurusan Teknik Industri UPN “Veteran Jatim”.

Montgomery, Douglas C, 1993, Pengendalian Kualitas Statistik, Gajah Mada.

Nasution Drs M 2002, manajemen Mutu Terpadu (TQM), Penerbit Andi, Yogyakarta. Soejanto, Irwan, 2002, Rekayasa Kualitas, Yayasan Humaniora, Klaten.

Sudjana, Metode Statistika edisi ke 6

Tjiptono F dan A Diana (2001), Total Quality Manajemen, Edisi revisi, Yogyakarta. Wahyu Ariani, Dorothea 2003, Pengendalian Kualitas pendekatan sisi kualitif, Andi,

Yogyakarta.

Walpole E, Ronald, 1986, Ilmu Peluang dan Statistika, Terbitan kedua, Penerbit ITB, Bandung.