PENGARUH FUNGSI KEPEMIMPINAN DAN TINGKAT MOTIVASI KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PABRIK KARUNG “ROSELLA BARU” SURABAYA.

(1)

PABRIK KARUNG “ROSELLA BARU” SURABAYA

SKRIPSI

Oleh : 0742010014

YULIA ARNAYANDASANTI

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS

SURABAYA 2011


(2)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Fungsi Kepemimpinan dan Tingkat Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan bagian Produksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung Rosella Baru Surabaya”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban bagi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran ” Jawa Timur, khususnya Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Administrasi Bisnis.

Hasil penulisan skripsi ini bukanlah kemampuan dari penulis semata, namun terwujud karena bantuan dan bimbingan dari Ibu Dra. Sonja Andarini, M.Si sebagai dosen pembimbing. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini:

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur. 2. Bapak Drs. Sadjudi, SE. M.Si selaku Ketua Jurusan Administrasi Bisnis

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

4. Seluruh staf dan karyawan PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.

5. Kedua Orang Tua yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan praktek magang ini.

6. Seluruh teman-teman penulis yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan praktek magang ini.

Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan tersebut mendapat limpahan berkat dari Allah SWT. Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Harapan penulis semoga dengan terselesainya skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surabaya, Februari 2011


(4)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... . xii

ABSTRAKSI ... xiii

BABA I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1 Landasan Teori ... 7

2.2.1 Pengertian Manajemen ... 7

2.2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia ... 8

2.2.3 Maksud dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia ... 9


(5)

2.2.4.4 Teori-Teori Kepemimpinan ... 21

2.2.4.5 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan 26 2.2.5 Motivasi ... 28

2.2.5.1 Pengertian Motivasi ... 28

2.2.5.2 Tujuan Motivasi ... 30

2.2.5.3 Asas-Asas Motivasi ... 31

2.2.5.4 Model-Model Motivasi ... 33

2.2.5.5 Metode Motivasi ... 34

2.2.5.6 Jenis-Jenis Motivasi ... 35

2.2.5.7 Teori-Teori Motivasi ... 36

2.2.6 Pengertian Kinerja SDM ... 42

2.2.6.1 Pengertian Evaluasi/Penilaian Kinerja ... 43

2.2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja44 2.2.6.3 Manajemen Kinerja SDM ... 45

2.2.6.4 Tujuan Pelaksanaan Manajemen Kinerja ... 46

2.2 Kerangka Berpikir ... 47

2.3 Hipotesis ... 49

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 50


(6)

3.2.2 Sampel ... 53

3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 54

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 54

3.3.1 Jenis Data ... 54

3.3.2 Sumber Data ... 54

3.3.3 Pengumpulan Data ... 54

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Data ... 55

3.4.1 Uji Validitas ... 55

3.4.2 Uji Reliabilitas ... 56

3.5 Analisis Pengujian Asumsi Klasik ... 57

3.6 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 59

3.6.1 Teknik Analisis ... 59

3.6.2 Uji Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 63

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Penyajian Data ... 63

4.1.1 Sejarah Pabrik Karung Rosella Baru Surabaya ... 63

4.1.2 Tujuan Perusahaan ... 64

4.1.3 Lokasi Perusahaan ... 65

4.1.4 Struktur Organisasi ... 65


(7)

4.2.1 Deskripsi Identitas Responden ... 70

4.3 Penyajian Data dan Analisis Data ... 73

4.3.1 Deskripsi Variabel Fungsi Kepemimpinan (X1 4.3.2 Deskripsi Variabel Tingkat Motivasi Kerja (X ) ... 73

2 4.3.3 Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan (Y) ... 78

) ... 75

4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 80

4.4.1 Uji Validitas ... 80

4.4.2 Uji Reliabilitas ... 81

4.5 Uji Asumsi Klasik ... 82

4.5.1 Multikolinieritas ... 82

4.5.2 Heterokedastisitas ... 83

4.5.3 Autokorelasi ... 84

4.5.4 Normalitas ... 84

4.6 Hasil Pengujian Hipotesis ... 86

4.6.1 Uji Hipotesis Secara Simultan ... 89

4.6.2 Uji Hipotesis Secara Parsial ... 91

4.7 Pembahasan ... 95

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Kesimpulan ... 98


(8)

(9)

Tabel 2. Karakteristik Tiga Gaya Kepemimpinan... 20

Tabel 4.1. Pembagian Shift Kerja... 69

Tabel 4.2. Deskripsi Umur Responden... 70

Tabel 4.3. Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Bekerja... 71

Tabel 4.4. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan... 72

Tabel 4.5. Variabel Fungsi Kepemimpinan (X1 Tabel 4.6. Variabel Tingkat Motivasi Kerja (X )... 73 2 Tabel 4.7. Variabel Kinerja Karyawan (Y)... 78

)... 75 Tabel 4.8. Uji Validitas... 81

Tabel 4.9. Uji Reliabilitas... 82

Tabel 4.10. Nilai Variance Inflation Variabel Bebas... 82

Tabel 4.11. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi. 83 Tabel 4.12. Nilai Durbin Watson... 84

Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas Model... 85

Tabel 4.14. Analisis Varian (ANOVA)... 87


(10)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Pabrik Karung Rosella Baru ... 66 Gambar 4.2. Grafik Uji normalitas... 86 Gambar 4.3 Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis secara

Simultan/Keseluruhan... 90 Gambar 4.4 Kurva Distribusi hasil Analisis secara Parsial Faktor Fungsi

Kepemimpinan (X1

Gambar 4.5 Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Tingkat Motivasi Kerja (X ) terhadap Kinerja Karyawan bagian Produksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” di Surabaya (Y)... 92

2) terhadap Kinerja Karyawan bagian Produksi PT Perkebunan nusantara XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” di Surabaya (Y)... 94


(11)

SURABAYA

Oleh:

YULIA ARNAYANDASANTI

Abstraksi

Penurunan kinerja karyawan bagian produksi karung perlu mendapatkan perhatian khusus dan pihak perusahaan harus mengetahui pengaruh fungsi kepemimpinan seorang pimpinan dalam memimpin dan tingkat motivasi kerja karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Untuk itu dianggap perlu dilakukan suatu penelitian yang lebih mendalam dengan mengambil masalah “Pengaruh Fungsi Kepemimpinan dan Tingkat Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.

Penelitian ini menggunakan data-data primer yaitu data yang dikumpulkan atau diperoleh dari responden secara langsung ditempat penelitian yang memuat objek penelitian dalam melakukan analisis dan data sekunder yaitu data atau laporan yang berasal dari catatan profil perusahaan. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 86 responden dan menggunakan metode analisis regresi linier berganda.

Hasil penelitian dan pengolahan data yang dilakukan diperoleh hasil bahwa secara keseluruhan variabel bebas secara simultan berpengaruh nyata terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya. Diperoleh dari F hitung = 7,321 > F tabel = 3,11. Demikian halnya secara parsial variabel bebas (X1) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terhadap variabel terikat (Y) yang diperoleh dari t hitung = 3,763 > t tabel = 1,989 dan secara parsial variabel bebas (X2) berpengaruh tidak nyata terhadap variabel terikat (Y) yang diperoleh dari t hitung = 0,369 < t tabel = 1,989. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari semua variabel menunjukkan angka yang significant dan teruji kebenarannya. Kata Kunci : fungsi kepemimpinan, tingkat motivasi, kinerja karyawan.


(12)

1.1 Latar Belakang

Sukses tidaknya suatu perusahaan tergantung dari aktivitas dan kreativitas sumber daya manusianya. Untuk itu hal utama yang diperhatikan oleh suatu perusahaan adalah sumber daya manusia yaitu fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja sebagai faktor yang mempengaruhi maju-tidaknya suatu perusahaan. Maka suatu perusahaan yang ingin meningkatkan kinerja guna memajukan perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap perkembangan kualitas sumber daya manusia.

Salah satu fungsi kepemimpin adalah menentukan kemana arah tujuan eksternal maupun internal dan menyelaraskan aset dan keterampilan organisasi dengan kesempatan dan resiko yang dihadapkan oleh lingkungan. Kekuasaan pemimpin sering diperoleh dari pendapat, hormat serta penghargaan disamping kekuasaan untuk mendominasi dan memerintah. Perubahan sosial, inovasi teknologi dan bertambah ketatnya persaingan dewasa ini, menghadapkan pemimpin bisnis kepada tantangan yang sulit. Dalam lingkungan yang demikian besar tuntutannya, bakat kepemimpinan pemimpin perusahaan dapat memberikan keunggulan


(13)

kompetitif yang tidak sedikit. Terlebih lagi perusahaan harus juga memandang ke depan untuk melatih generasi pemimpin mendatang.

Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang, termasuk perilaku kerja. Untuk dapat memotivasi seseorang diperlukan pemahaman tentang bagaimana proses terbentuknya motivasi. Pada dasarnya motivasi adalah suatu kekuatan yang ada pada diri seseorang yang bisa mempengaruhi tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan motivasi yang tinggi maka akan menimbulkan semangat kerja yang tinggi dan hal ini akan meningkatkan kinerja karyawan.

Bagi sebuah perusahaan biasanya tujuan yang diinginkan adalah dapat menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat bagi orang lain dan untuk itu di buat target serta rencana yang harus dicapai oleh semua orang yang terlibat dalam perusahaan tersebut. Dalam hal demikian ini digunakanlah semua faktor produksi yang ada seperti tanah, modal, material, mesin, metode serta manusia. Semua faktor produksi tersebut harus dipergunakan seproduktif serta semaksimal mungkin untuk dapat mencapai kinerja yang tinggi, sebab dengan kinerja yang tinggi maka target dan rencana yang sudah ditentukan akan dapat dicapai perusahaan.

Tinggi rendahnya kinerja tenaga kerja yang dimiliki sebuah perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh faktor seperti motivasi kerja dari individu karyawan, fungsi kepemimpinan atasan langsung karyawan tersebut, sarana produksi yang tersedia dan adanya kesempatan untuk


(14)

berprestasi. Pada suatu organisasi atau perusahaan kemampuan seseorang dalam memimpin bawahannya untuk bekerja secara maksimal dalam mencapai target yang ditentukan sangatlah diperlukan, sedangkan motivasi adalah masalah yang sangat penting dalam setiap usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka pencapaian suatu tujuan tertentu sebab setiap individu mempunyai perasaan atau kehendak dan keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan individu, sehingga individu tersebut di dorong untuk berperilaku dan bertindak.

Tabel 1. Data Time Series Hasil Produksi Tahun 2009 Bulan Jumlah Produksi Karung dalam lembar Januari 874.178

Februari 835.442

Maret 804.299

April 857.516

Mei 916.166

Juni 906.063

Juli 879.879

Agustus 915.366 September 610.323 Oktober 807.002 November 782.800 Desember 982.868

Sumber bagian produksi PK Rosella Baru tahun 2010

Dari data diatas yang terlihat bahwa hasil produksi cenderung fluktuatif ini, diduga salah satu penyebabnya adalah tingkat kinerja karyawan yang rendah. Terjadi penurunan kinerja karyawan tersebut diduga disebabkan oleh antara lain seperti fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi karyawan bagian produksi. Maka perlu adanya kepemimpinan yang memberikan dorongan agar target perusahaan tercapai dan apabila sudah baik, pemimpin mampu mempertahankannya.


(15)

Selain itu, jumlah banyak pekerja sangat mempengaruhi tingkat pencapaian suatu organisasi dalam pekerjaanya. Pada pabrik Rosella Baru, jumlah tenaga operasionalnya banyak, sehingga akan dibagi beberapa shift. Dari shift yang sudah ditetapkan, dapat dilihat tingkat kedisiplinan karyawan sangat berpengaruh, sehingga apabila salah satu karyawan tidak masuk maka hal tersebut dapat menggangu aktivitas pekerjaan. Sehingga karyawan yang tidak mendapat giliran pekerjaaan tersebut akan menerima imbas dari dampak karyawan yang tidak masuk. Pada karyawan bagian produksi terdapat dua shift, yaitu shift pagi (07.00-15.00) dan shift sore (15.00-23.00).

Penggunaaan alat-alat atau mesin yang mendukung kegiatan produksi harus sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang ditetapkan. Dan apabila alat-alat atau mesin produksi itu mengalami kerusakan akan mempengaruhi kinerja karyawan, dengan sendirinya karyawan akan malas bekerja.

Untuk itu dianggap perlu dilakukan suatu penelitian yang lebih mendalam dengan mengambil masalah ”Pengaruh Fungsi Kepemimpinan dan Tingkat Motivasi Kerja terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung Rosella Baru Surabaya.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka masalah yang ada pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :


(16)

a. Apakah secara simultan fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya ?

b. Apakah secara parsial fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabay

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang, dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini antara lain adalah :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis secara simultan fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis secara parsial pengaruh fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.


(17)

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang diuraikan diatas, maka manfaat yang diharapkan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi pihak perusahaan, hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat dijadikan salah satu masukan dalam usaha meningkatkan kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.

b. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, penelitian ini sebagai sumbangan karya ilmiah yang dapat memperkaya koleksi kepustakaan, serta mungkin akan bermanfaat bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada bidang yang sama dimasa akan datang yang dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pembanding.


(18)

2.1 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Manajemen

Adanya keseragaman pendapat dari para ahli didalam mendefinisikan manajemen. Hal ini disebabkan karena para ahli tersebut dalam memberikan definisinya dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pekerjaan masing-masing. Namun walaupun pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut berbeda-beda namun pada prinsipnya pengertiannya hampir sama.

Pengertian menurut Terry (2003: 1), bahwa manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang dapat melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata.

Sedangkan menurut Amirullah (2002: 4) bahwa manajemen mengacu pada suatu proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dengan melalui orang lain.

Dari pengertian diatas pengertian manajemen sebagai berikut:

a. Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan melalui kerjasama orang lain.


(19)

b. Proses kerjasama itu dilaksanakan dan dipimpin oleh seorang manajer dengan menggunakan sumber daya dalam organisasi.

c. Supaya manajemen dapat mencapai tujuan sesuai dengan rencana semula maka peranan seorang pimpinan dan bimbingan penyelenggaraan pekerjaan sangat menentukan dalam organisasi.

d. Manajemen hanya dapat diterapkan pada sekelompok manusia yang bekerja sama secara formal serta mempunyai tujuan yang sama pula.

2.2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Para ahli manajemen sumber daya manusia memberikan beberapa macam definisi, yaitu:

Menurut Henry (2004: 4), manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.

Menurut Handoko (2001: 4), manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individumaupun organisasi.

Berdasarkan beberapa penelian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses didalam penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, pengelolaan, pendayagunaan sumber daya manusia dengan adanya kerjasama dengan


(20)

orang lain dikembangkan secara maksimal untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2.2.3 Maksud dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Herman Sofyandi (2008: 9), manajemen sumber daya manusia (MSDM) mempunyai berbagai maksud dan tujuan yang menjelaskan pentingnya manajemen sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Maksud dari manajemen sumber daya manusia adalah meningkatkan kontribusi yang produktif dari karyawan kepada organisasi melalui tanggungjawab yang strategis, etis, dan sosial. Maksud ini menuntun proses pembelajaran dan praktik manajemen sumber daya manusia dalam organisasi. Pembelajaran manajemen sumber daya manusia menggambarkan usaha-usaha yang berhubungan dengan sumber daya manusia dari manajer pelaksana, dan menunjukkan bagaimana profesionalisme karyawan mendukung usaha tersebut. Sumber daya manusia menentukan setiap keberhasilan organisasi. Peningkatan kontribusi karyawan merupakan hal yang sangat penting termasuk bagi organisasi yang terkecil sekali pun harus menciptakan karyawan atau departemen sumber daya manusia yang memiliki keahlian khusus.hal tersebut merupakan suatu tuntutan yang mendesak dikarenakan departemen sumber daya manusia tidak dapat mengendalikan berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kontribusi karyawan terhadap organisasi seperti modal, material, dan berbagai prosedur. Departemen sumber daya manusia pada intinya berada dalam suatu organisasiuntuk


(21)

mendukung para manajer dan karyawan dalam melaksanakan strategi-strategi organisasi. Departemen sumber daya manusia menyediakan tiga bentuk bantuan kepada manajer pelaksana yaitu berupa pelayanan khusus, saran/nasihat, dan koordinasi.

Tujuan dan manajemen sumber daya manusia tidak hanya diperlukan untuk memberikan gambaran tujuan dari manajemen puncak, tetapi juga merupakan penyeimbang tantangan-tantangan yang dihadapi oleh organisasi yang meliputi fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia, masyarakat, dan karyawan yang dipengaruhi oleh tantangan-tantangan tersebut. Kegagalan dalam menetapkan tujuan dapat membahayakan kinerja perusahaan, tingkat laba, dan bahkan kelangsungan hidup organisasi. Tujuan-tujuan manajemen sumber daya manusia terdiri dari empat tujuan:

1. Tujuan Organisasional

Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya manusia dalam memberikan kontribusi pada pencapaian efektivitas organisasi. Walaupun secara formal suatu departemen sumber daya manusia diciptakan untuk dapat membantu para manajer, namun demikian para manajer tetap bertanggungjawab terhadap kinerja karyawannya. Keberadaan departemen sumber daya manusia adalah untuk membantu para manajer dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Departemen sumber daya manusia membantu para manajer


(22)

dalam menangani hal-hal yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

2. Tujuan Fungsional

Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.sumber daya manusia menjadi tidak berharga jika manajemen sumber daya manusia memiliki kriteria yang lebih rendah dari tingkat kebutuhan organisasi. 3. Tujuan Sosial

Ditunjukkan untuk secara etis dan sosial merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan dan tantangan-tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi dampak negatif terhadap organisasi. Kegagalan organisasi dalam menggunakan sumber dayanya bagi keuntungan masyarakat dapat hambatan-hambatan.

4. Tujuan Personal

Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap organisasi. Tujuan personal karyawan harus dipertimbangkan jika para karyawan harus dipertahankan, dipensiunkan, atau dimotivasi. Jika tujuan personal tidak dipertimbangkan, kinerja dan kepuasan karyawan dapat meninggalkan organisasi.


(23)

2.2.4 Kepemimpinan

2.2.4.1 Pengertian Kepemimpinan

Istilah kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin” yang artinya bimbing atau tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja “meminpin” yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, atau orang yang membimbing atau menuntun. Namun, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam banyak literatur muncul istilah yang serupa yang acapkali digunakan silih berganti seakan-akan tidak ada bedanya satu dengan yang lain, yaitu “pimpinan”, “kepimpinan” dan “kepemimpinan”.

Menurut Suprihanto (2002: 94-95) yang menguti pendapat Stephen P. Robbins (1991) kepemimpinan ialah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran.

Menurut Rivai (2003:3), Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal. Pengaruh formal ada bila seorang pemimpin memiliki posisi manajerial di dalam sebuah organisasi. Sedangkan sumber pengaruh tidak formal muncul diluar struktur organisasi formal. Dengan demikian seorang pemimpin dapat muncul dari dalam organisasi atau karena ditunjuk secara formal.

Menurut Fiedler dalam Hanafi (2002:164) pemimpin adalah seseorang yang berada dalam kelompok, sebagai pemberi tugas atau


(24)

sebagai pengarah dan mengkoordinasikan kegiatan kelompok yang relevan, serta dia sebagai penanggung jawab utama. Sementara kepemimpinan menurutnya adalah kemampuan memberikan pengarahan dan koordinasi kepada bawahan (anggota organisasi) dalam mencapai tujuan organisasi, serta kesediaan untuk menjadi penanggung jawab utama dari kegiatan kelompok yang dipimpinnya.

Oleh karena itu, kepemimpinan pada hakekatnya adalah:

1. Proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

3. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

4. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu.

2.2.4.2 Fungsi-Fungsi Kepemimpinan yang Hakiki

Kemampuan mengambil keputusan merupakan kriteria utama dalam menilai evektivitas kepemimpinan seseorang, berarti ada kriteria lain yang dapat dan biasanya digunakan. Berbagai kriteria itu berkisar pada kemampuan seorang pimpinan menjalankan berbagai fungsi-fungsi


(25)

kepemimpinan. Menurut Sondang (2003: 46) fungsi-fungsi kepemimpinan yang hakiki ada lima, yaitu:

1. Pimpinan sebagai penentu arah

Kenyataan yang selalu dihadapi oleh setiap organisasi ialah bahwa sarana dan prasarana yang tersedia atau mungkin tersedia bagi organisasi selalu terbatas sifatnya, sedangkan tujuan yang ingin dicapai, terutama yang bersifat jangka panjang, per definisi adalah sesuatu yang sifatnya tidak terbatas. Dengan kata lain, arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuannya harus sedemikian rupa sehingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia itu. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus dan penentu strategi dan taktik tersebut adalah pimpinan dalam organisasi tersebut.

Tergantung dari jenjang hirarki jabatan pimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam suatu organisasi. Semakin tinggi kedudukan kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam organisai, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal-hal yang teknis operasional.


(26)

2. Pimpinan sebagai wakil dan juru bicara organisasi

Kebijaksanaan dan kegiatan organisasi perlu dijelaskan kepada berbagai pihak dengan maksud berbagai pihak itu mempunyai pengertian yang tepat tentang kehidupan organisasional perusahaan yang bersangkutan.pengertian yang tepat diharapkan bermuara pada pemahaman dan pemberian dukungan yang diperlukan, bertolak dari kepercayaan berbagai pihak tersebut terhadap kemampuan organisasi memenuhi berbagai kepentingan yang diwakili oleh pihak-pihak yang berkepentingan itu.yang paling bertanggung jawab untuk berperan sebagai wakil dan juru bicara perusahaan dalam hubungan dengan berbagai pihak tersebut adalah pimpinan perusahaan.

Akan tetapi pada bentuk dan tingkat yang formal, tidak semua anggota organisasi mempunyai wewenang untuk mengadakan hubungan keluar dengan berbagai pihak yang ada hubungannya dengan organisasi yang bersangkutan. Bahkan tidak pada semua tingkat jabatan pimpinan. Pimpinan puncak organisasilah yang menjadi wakil dan juru bicara resmi organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak di luar organisasi.

3. Pimpinan sebagai komunikator yang efektif

Tidak dapat disangkal bahwa salah satu fungsi pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara efektif. Demikian pentingnya komunikasi yang efektif itu dalam usaha peningkatan kemampuan memimpin seseorang. Pada hakikatnya berkomunikasi berarti


(27)

mengalihkan suatu pesan dari satu pihak kepada pihak lain. Komunikasi yang efektif hanya mungkin berlangsung apabila digunakan saluran yang tepat. Sumber pesan-lah yang memilih saluran yang hendak digunakannya dan dia pulalah yang menentukan apakah saluran yang paling tepat adalah yang sifatnya formal atau sifatnya informal. Pemilihan saluran yang tepat menjadi sangat penting karena apakah pesan diterima secara utuh oleh penerima atau tidak sangat tergantung pada bentuk dan sifat saluran tersebut.

4. Pimpinan sebagai mediator

Dalam kehidupan organisasional, selalu saja ada situasi konflik yang harus diatasi, baik dalam hubungan ke luar maupun ke dalam hubungan ke dalam organisasi. Fungsi kepemimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan keluar dihadapi dan diatasi.

5. Peranan selaku integrator

Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasional bahwa timbulnya kecenderungan berpikir dan bertindak berkotak-kotak dikalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena adanya tekad dan kemauan keras dikalangan para anggota organisasi yang tergabung dalam satu kelompok tertentu untuk berbuat seoptimal mungkin bagi organisasi. Akan tetapi sikap demikian dapat mempunyai dampak negatif bagi kehidupan organisasionalapabila dalam usaha berbuat sebaik mungkin


(28)

bagi organisasi, para anggota organisasi yang bersangkutan lupa bahwa keberhasilan satu kelompok yang bekerja sendirian belum menjamin keberhasilan organisasi sebagai keseluruhan. Dengan demikian diperlukan integrator terutama pada hirarki puncak organisasi. Integrator itu adalah pimpinan. Setiap pimpinan, terlepas dari hirarki jabatannya dalam organisasi, sesungguhnya adalah integrator. Hanya saja cakupan dan intensitasnya berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula makna peranan tersebut. Hanya pimpinanlah yang berada “di atas semua orang dan semua satuan kerja” yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif.

2.2.4.3 Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat seseorang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam prakteknya, seorang pemimpin ketika mengelola sumber daya manusia dalam organisasi untuk mau mengikuti perintahnya, dan pada akhirnya bisa mencapai tujuan yang ingin dicapai tentu memiliki gaya kepemimpinana (Leadership Styles) yang berbeda antara satu dengan yang lain. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternalyang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan organisasi. Sebaliknya, pemilihan gaya kepemimpinan yang salah dan teknik


(29)

memotivasi yang salah, tujuan organisasiakan terbengkalai dan pekerja-pekerja dapat merasa kesal, gelisah, berontak dan dan tidak puas. Berdasarkan hasil ekperimen mengenai gaya melaksanakan kepemimpinan yang dilakukan oleh para ahli psikologi, Lewis, Lippit dan White, yang dikutip oleh Masmuh (2008: 265), ditemukan ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal oleh sebagian besar orang, yaitu:

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Seorang pemimpin dalam menentukan kebijakan kelompok atau membuat keputusan tanpa berkonsultasi atau memastikan persetujuan dari para anggotanya. Pemimpin ini bersifat impersonal. Komunikasi mengalir dari pemimpin ke pemimpin, tetapi jarang mengalir ke anggota ke anggota. Pimpinan otoriter berusaha untuk meminimumkan komunikasi antar kelompok, sehingga membuat peran pemimpin menjadi lebih penting. Jadi, pemimpin otoriter mengasumsikan tanggungjawab terbesar bagi perkembangan kelompok dan menginginkan tidak adanya campur tangan dari para anggota. Anggota hendaknya menerima keputusan yang telah diputuskan oleh pimpinan. 2. Gaya Kepemimpinan Demokratis/Partisipatif

Seorang pemimpin dalam menentukan kebijakan melibatkan anggota kelompok untuk dimintai masukan-masukan. Sehingga tugas pemimpin selain memberikan pengarahan juga mengijinkan kelompok untuk mengembangkan dan melaksanakan cara yang dikehendaki para anggotanya.para anggota kelompok didorong untuk menentukan


(30)

sasaran dan prosedur. Jadi, pemimpin demokrasi memberikan stimuli kepada anggota kelompok agar timbul pengarahan sendiri dan aktualisasi diri.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire (lepas-kendali)

Seorang pimpinan dalam menentukan kebijakan tidak memiliki inisiatif untuk mengarahkan atau menyarankan alternatif tindakan. Akan tetapi, pemimpin ini lebih mengijinkan kelompok untuk mengembangkan dan melaksanakan sendiri pekerjaannya, bahkan termasuk juga mengijinkan untuk melakukan kesalahan. Pemimpin semacam ini menolak setiap wewenang yang diberikan. Pemimpin lepas-kendali hanya menjawab pertanyaan dan memberikan informasi yang relevan jika diminta secara khusus. Pimpinan ini hanya sedikit memberikan pemantapan kepada kelompok. Pada saat yang sama, pemimpin ini tidak akan menghukum anggotanya, sehingga ia pun tidak terancam.

Ketiga gaya ini memiliki beberapa karakteristik (ciri khas) masing-masing yang berbeda dan dapat dirangkum dalam tabel berikut:


(31)

Tabel 2. Karakteristik Tiga Gaya Kepemimpinan

OTOKRATIS DEMOKRATIS LAISSEZ-FAIRE 1.Semua penentuan

kebijaksanaan

dilakukan oleh pimpinan.

1.Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan

diambil dengan dorongan dan bantuan

dari pimpinan. 1.kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi minimal dari pemimpin. 2.Teknik-teknik dan langkah-langkah

kegiatan didekte oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas.

2.Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan bila dibutuhkan

petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin

menyarankan dua atau

lebih alternatif prosedur yang dapat

dipilih. 2.Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan

informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja.

3.Pemimpin biasanya mendekte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota.

3.Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih, dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

3.Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.

4.Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota: mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan

keahliannya.

4.Pemimpin adalah obyektif dalam pujuian dan kecamannya, dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan. 4.Kadang-kadang memberi komentar spontan terhadap kegiatan anggota atau pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian.


(32)

2.2.4.4 Teori-Teori Kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan menurut Masmuh (2008: 261-265) berikut sebagai berikut:

1. Teori Sifat

Teori mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan serangkaian sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin keberhasilan pada setiap situasi. Seorang pemimpin akan berhasil apabila ia memiliki sifat-sifat, ciri-ciri atau perangai tersebut. Teori ini berkesimpulan bahwa kepemimpinan “orang besar” (great man) didasarkan atas sifat-sifat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan sesuatu yang diwariskan. Itulah sebabnya teori ini juga dikenal dengan “teori genetis”. Artinya, pemimpin-pemimpin adalah dilahirkan dan tidak dibentuk (“leaders are born amd not made”).

2. Teori Lingkungan

Teori ini berasumsi bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu merupakan hasil dari waktu, tempat dan keadaan atau situasi dan kondisi. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan tertentu, dan dengan sendirinya diperlukan orang-orang yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu yang cocok. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin disebabkan oleh situasi dan kondisi, jika seseorang “menguasai” situasi dan kondisi maka ia akan dapat menjadi pemimpin. Itulah sebabnya teori ini juga disebut teori seba


(33)

bahwa pemimpin-pemimpin dibentuk bukannya dilahirkan. Seseorang akan muncul sebagai pemimpin jika ia berada dalam lingkungan sosial, yaitu suatu kehidupan kelompok, dan memanfaatkan situasi dan kondisi sosial untuk bertindak dan berkarya mengatasi masalah-masalah sosial yang timbul.

3. Teori Pribadi dan Situasi

Teori ini berasumsi bahwa kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor yaitu: perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin, sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya, dan kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh kelompok. Penganut teori ini ada yang menyatakan bahwa: studi tentang kepemimpinan harus berkenaan dengan status, interaksi, persepsi dan perilaku individu-individu dalam hubungan dengan anggota-anggota lain dari kelompok yang terorganisir. Jadi kepemimpinan harus dipandang sebagai hubungan di antara orang-orang dan bukannya sebagai sifat-sifat atau ciri-ciri seseorang individu yang terisolir. Pemimpin harus mengenal dirinya (dalam arti sifat-sifatnya, mengenal kelompok yang dipimpin, mengenal situasi dan kondisi) untuk selanjutnya mengembangkan sifat-sifatnya sendiri ke arah yang sesuai dengan kelompok yang dipimpinnya dan sesuai pula dengan situasi dan kondisi dimana ia memimpin. Ia harus menciptakan kemudahan-kemudahan untuk merangsang kegiatan-kegiatan kelompok untuk mencapai tujuan.


(34)

4. Teori Interaksi dan Harapan

Teori ini berasumsi bahwa semakin terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat perasaan saling menyukai atau menyenangi satu sama lain dan semakin memperjelas pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi seseorang dalam kelompok, semakin luas jangkauan interaksinya dan semakin besar jumlah anggota kelompok yang tergerak. Yang penting harus dijaga agar aksi-aksi pemimpin tidak mengecewakan harapan-harapan.

5. Teori Humanistik

Teori ini berasumsi bahwa seorang pemimpin bisa dikatakan berhasil dalam mengelola suatu organisasi jika ia mampu memperdayakan orang-orang yang ada di dalamnya. Dengan kata lain, ia mampu membuat organisasi sedemikian rupa sehingga memberikan sedikit kebebasan dan kelonggaran kepada individu untuk mewujudkan motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan pada saat yang bersamaan memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan organisasi. Dalam kaitannya dengan ini nampaknya teori X dan teori Y yang dikemukakan oleh McGregor masih relevan. Karena kedua teori ini sesungguhnya berbicara tentang bagaimana manusia dimotivasi untuk mau terlibat aktif dalam kegiatan organisasi. Melakukan motivasi berarti juga melakukan


(35)

humanistik juga bisa dikatakan sebagai teori hubungan antar manusia yang artinya mengusahakan keseimbangan antara kebutuhan atau kepentingan umum organisasi.

6. Teori Tukar-menukar

Teori ini berasumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar-menukar dimana anggota-anggota kelompok memberikan kontribusi dengan pengorbanan-pengorbanan kelompok atau anggota-anggota yang lain. Proses ini sesungguhnya menekankan adanya “give and take” antara pemimpin dan yang dipimpin. Itulah sebabnya teori ini juga dinamai sebagai teori beri-memberi atau bisa dikatakan saling memberi dan menerima.

7. Teori Kepemimpinan Psikoanalisis

Menurut Sigmund Freud, seseorang berperilaku karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadarnya. Kebutuhan tersebut bahkan tidak disadari oleh yang bersangkutan. Seorang pemimpin berperilaku tertentu barangkali bukan karena untuk memenuhi kepentingan bawahannya, tetapi barangkali untuk mengkompensasi kepribadiannya yang frustrasi. Misalnya, Napoleon Bonaparte, Jenderal Perancis yang mahir perang, barangkali bukan karena tujuan nasionalisme, tetapi karena ingin memenuhi kebutuhan bawah sadar, misal karena beliau dilarang bermain perang-perang di masa kecil. Jadi dengan demikian, teori ini mengatakan bahwa manusia sangat kompleks. Penampilan luar tidak dapat dijadikan pegangan. Analisis


(36)

perlu kembali pada teori alam/manusia yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau pemim pin yang sangat kompleks. 8. Teori Kepemimpinan Romantis

Teori ini mengatakan bahwa pemimpin ada karena ada pengikutnya. Para pengikut ini mengembangkan pandangan “romantis” (ideal) mengenai adanya seorang pemimpin yang dapat membantu mereka mencapai tujuannya atau memperbaiki hidup mereka. Pemimpin dibutuhkan untuk membantu mereka menyederhanakan permasalahan dunia yang sangat kompleks. Jika bawahan sudah tidak mempercayai pemimpinnya, efektivitas kepemimpinan akan hilang, tidak peduli dengan tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah mampu mengorganisir mereka sendiri, maka pemimpin tidak akan diperlukan lagi.

9. Kepemimpinan Transformasional atau Karismatik

Bernard M. Bass membedakan kepemimpinan transaksional

(transactional leadership) dengan kepemimpinan transformasional

(transformasional leadership). Pemimpin transaksional adalah

seseorang yang menentukan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut. Sebaliknya, pemimpin transformasional adalah seseorang yang memotivasi bawahan untuk mengerjakan lebih


(37)

dari yang diharapkan semula dengan meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai pentingnya pekerjaan.

2.2.4.5 Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan

Salah satu fungsi penting dalam manajemen adalah kepemimpinan, karena di dalam kepemimpinan, manajemen harus dapat mempengaruhidan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Akan tetapi seorang pemimpin tidak akan dapat mempengaruhi bawahan apabila ia tidak memahami apa yang menjadi kebutuhan bawahan. Dengan memahami peran penting tersebut, seorang pemimpin akan dapat meningkatkan kinerja bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerjaan dalam mencapai tujuan perseorangan dan tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi mungkin lemah. Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya. Sementara itu keseluruhan organisasi tidak efisien dalam mencapai sasarannya. Oleh karena itu, kepemimpinan sangat diperlukan bila suatu organisasi ingin sukses.


(38)

Menurut Handoko (2000: 293), gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Perbedaan gaya kepemimpinan dalam organisasi akan mempunyai pengaruh yang berbeda pula pada partisipasi individu dan perilaku kelompok. Pada gaya kepemimpinan tertentu, pemimpin membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metoda pelaksanaan juga secara kaku ditetapkan oleh pemimpin.

Menurut Nogi (2005: 180-182), yang mengutip pendapat Yuwono (2002: 23), mengemukakan bahwa salah satu faktor dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi adalah kepemimpinan yang efektif. Hal ini berarti kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang penting menentukan naik turunnya kinerja karyawan dalam suatu perusahaan.

Hal ini diperkuat dengan pendapat Ruky (2001: 7), yang menyatakan bahwa selain faktor-faktor teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa, kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi, kualitas lingkungan fisik yang meliputi keslamatan kerja, penataan ruang, dan kebersihan, budaya organisasi sebagai pola tingkah laku, pengolahan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan dan promosi, maka yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi adalah kepemimpinan sebagai upaya untuk


(39)

mengendalikan anggota organisasi. Pendapat ini semakin menguat adanya indikasi tentang kontribusi kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.

2.2.5 Motivasi

2.2.5.1 Pengertian Motivasi

Menurut Handoko (2001: 253), motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai tujuan.

Menurut Amirullah (2002: 146), motivasi dipandang dipandang dari arti kata Motivasi (motivation) berarti pemberian motiv, menimbulkan dorong atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri

(drive arousal).

Menurut Mangkunegara (2005: 61), motivasi terbentuk dari sikap (atitute) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya, karyawan dalam bekerja secara mental siap, fisik sehat,


(40)

memahami situasi dan kondisi serta berusaha keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi).

Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka tidak mau bekerja giat. Memotivasi karyawan ini sangat sulit, diantaranya karena hal-hal berikut:

1. Apakah yang mendorang seseorang bergairah bekerja?

2. Mengapa ada orang yang bekerja keras untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi, sedangkan orang lain walaupun dia mampu, cakap, dan terampil, prestasi kerjanya rendah saja?

3. Alat motivasi apa yang harus diberikan supaya karyawan bersedia bekerja keras?

Kebutuhan-kebutuhan yang dipuaskan dengan bekerja menyangkut hal-hal berikut:

1. Kebutuhan Fisik dan Keamanan

Kebutuhan ini menyangkut kepuasaan kebutuhan fisik/biologis seperti makan, minum, perumahan, dan semacamnya, di samping kebutuhan akan rasa aman dalam menikmatinya.


(41)

2. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang terpuaskan karena memperoleh pengakuan, status, dihormati, diterima, serta disegani dalam pergaulan masyarakat. Hal ini penting karena manusia tergantung satu sama lainnya.

3. Kebutuhan Egoistik

Kebutuhan egoistik adalah kebutuhan kepuasan yang berhubungan dengan kebebasan orang untuk mengerjakan sendiri suatu pekerjaan sehingga puas karena berhasil menyelesaikannya.

Kepuasan-kepuasan tersebut diatas ada yang dinikmati diluar pekerjaan, di sekitar pekerjaan, dan lewat pekerjaan. Kepuasan fisik terpuaskan di luar pekerjaan, kebutuhan sosial terpuaskan melalui hubungan pribadi di sekitar pekerjaan, sedangkan kebutuhan egoistik terpuaskan melalui pekerjaan.

2.2.5.2Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Hasibuan (2007: 146) antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan.


(42)

7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.

10.Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. 2.2.5.3Asas-Asas Motivasi

Asas-asas motivasi menurut Hasibuan (2007: 146): 1. Asas Mengikutsertakan

Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan cara ini, bawahan merasa ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan perusahaan sehingga moral dan gairah kerjanya akan meningkat.

2. Asas Komunikasi

Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara mengerjakannya, dan kendala yang dihadapi. Dengan asas komunikasi, motivasi kerja bawahan akan meningkat. Sebab semakin banyak seseorang mengetahui suatu soal, semakin besar pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut.


(43)

3. Asas Pengakuan

Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya. Bawahan akan bekerja keras dan semakin rajin, jika mereka terus-menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya. Dalam memberikan pengakuan/pujian kepada bawahan hendaknya dijelaskan bahwa dia patut menerima penghargaan itu, karena prestasi kerja atau jasa-jasa yang diberikannya. Pengakuan dan pujian harus diberikan dengan ikhlas di hadapan umum supaya nilai pengakuan/pujian itu semakin besar.

4. Asas Wewenang yang Didelegasikan

Yang dimaksud asas wewenang yang didelegasikan adalah mendelegasikan wewenang serta kebebasan karyawan untuk mengambil keputusan dan berkreativitas dan melaksanakan tugas-tugas atasan atau manager. Dalam pendelegasian ini, manajer harus meyakinkan bawahan bahwa karyawan mampu dan dipercaya dapat menyelesaikan tugas-tugas itu dengan baik. Misalnya dengan mengatakan, “Ini suatu pekerjaan. Saudara dapat mengambil keputusan sendiri bagaimana harus melakukannya.” Dengan tindakan ini manajer menyatakan secara jelas bahwa bawahan itu cakap dan penting. Asas ini akan memotivasi


(44)

moral/gairah bekerja bawahan sehingga semakin tinggi dan antusias.

5. Asas Perhatian Timbal Balik

Asas perhatian timbal balik adalah memotivasi bawahan dengan mengemukakan keinginan atau harapan perusahaan di samping berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan. Misalnya, manajer minta supaya karyawan meningkatkan prestasi kerjanya sehingga perusahaan memperoleh leba yang lebih banyak. Apabila laba semakin banyak, balas jasa mereka akan dinaikkan. Dengan asas motivasi ini diharapkan prestasi kerja karyawan akan meningkat.

2.2.5.4Model-Model Motivasi

Model-model motivasi menurut hasibuan (2007: 148): 1. Model Tradisional

Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan agar gairah kerjanya meningkat, perlu diterapkan sistem insentif, yaitu memberikan insentif (uang/barang) kepada karyawan yang berprestasi baik.semakin banyak produksinya semakin besar pula balas jasanya. Jadi, motivasi bawahan hanya untuk mendapatkan insentif(uang/barang) saja.

2. Model Hubungan Manusia

Model ini mengemukakan bahwa untuk memotivasi bawahan supaya gairah kerjanya meningkat ialah dengan mengakui


(45)

kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai akibatnya, karyawan mendapatkan beberapa kebebasanmembuat keputusan dan kreativitas dalam pekerjaannya. Dengan memperhatikan kebutuhan materiil dan nonmateriil karyawan, motivasi kerjanya akan meningkat pula. Jadi, motivasi karyawan adalah untuk mendapatkan materiil dan nonmateriil (jamak).

3. Model Sumber Daya Manusia

Model ini mengatakan bahwa karyawan dimotivasi oleh banyak faktor, bukan hanya uang/barang atau keinginan akan kepuasan, tetapi juga kebutuhan akan pencapaian dan pekerjaan yang berarti. Menurut model ini, karyawan cenderung memperoleh kepuasandari prestasi yang baik. Karyawan bukanlah berprestasi baik karena merasa puas, melainkan karena termotivasi oleh rasa tanggung jawab yang lebih luas untuk membuat keputusan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

2.2.5.5Metode Motivasi

Metode motivasi menurut Hasibuan (2007: 149): 1. Motivasi Langsung (Direct Motivation)

Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi


(46)

kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.

2. Motivasi tak langsung (Indirect Motivation)

Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya, kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruangan kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tidak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif.

2.2.5.6Jenis-Jenis Motivasi :

Jenis-jenis motivasi menurut Hasibuan (2007: 150): 1. Motivasi Positif

Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

2. Motivasi negatif

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka


(47)

waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi juga dalam jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan untuk motivasi negatif efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi, manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya.

2.2.5.7Teori-Teori Motivasi

Menurut Nimran (2009: 54), masing-masing motivasi pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa orang berperilaku tertentu dan bagaimana motivasi terjadi. Kedua aliran ini akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

a) Teori-Teori Kebutuhan

Teori-teori motivasi ini berusaha menjelaskan macam-macam kebutuhan kebutuhan manusia dan dalam kondisi-kondisi mana mereka termotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Yang termasuk ke dalam kelompok teori ini adalah sebagai berikut:

1. Teori Kebutuhan Maslow

Abraham Maslow adalah seorang psikolog yang mengembangkan teori umum tentang motivasi manusia. Menurut dia manusia memiliki


(48)

lima kelompok kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki, dan berawal dari yang paling dasar. Kelima kelompok kebutuhan menurut Maslow itu adalah:

1) Kebutuhan Fisiologis (sandang, pangan, papan, kesehatan) 2) Kebutuhan rasa aman (keamanan, kemerdekaan, perlindungan) 3) Kebutuhan sosial (cinta, berkumpul, berkawan)

4) Kebutuhan harga diri (penghargaan, pengakuan, kepercayaan) 5) Kebutuhan aktualisasai diri (mengembangkan potensi secara

maksimal) 2. Teori ERG Aldefler

ERG adalah adalah singkatan dari existence, relatedness dan growth (keberadaan, keterhubungan dan pertumbuhan). Clayton Alderfer adalah orang yang mengajukan teori ini yang sekaligus penajaman atas teori Maslow, singkatnya dari lima kebutuhan. Ketiga kelompok kebutuhan itu adalah sebagai berikut:

1) Existence needs (eksistansi/keberadaan)

Yang termasuk ke dalam kelompok kebutuhan ini adalah apa-apa yang dapat dipuaskan oleh sejumlah kondisi material. Karenanya, kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan yang lebih terpuaskan oleh kondisi material daripada oleh hubungan antar-pribadi.


(49)

Hubungan ini terpuaskan oleh adanya komunikasi terbuka dan pertukaran pikiran antara orang-orang yang berhubungan (misal dalam organisasi). Ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial dan harga diri dalam teori tingkat kebutuhan maslow.

3) Growth needs (pertumbuhan)

Kebutuhan ini terpengaruh oleh keterlibatan yang kuat dalam tempat, lingkungan kerja, yang didalamnya menggambarkan adanya pemanfaatan secara penuh keahlian dan kemampuan serta pengembangan secara kreatif atas keahlian-keahlian dan kemampuannya yang baru. Kebutuhan ini sangat dekat dengan kebutuhan aktualisasi diri, dan sebagian dari kebutuhan harga diri Maslow.

3. Teori Motivasi Herzberg

Beberapa waktu yang lalu, Frederick Herzberg, seorang psikolog, melakukan studi terhadap 203 orang akuntan dan insinyur dikawasan Pittsburgh, A.S. Dari hasil studinya itu ia menyimpulkan bahwa ada dua faktor penting dalam lingkungan kerja para pekerja. Yang pertama adalah job-context factors, atau dessatisfier, atau hygiene factors, dan yang kedua statisfier atau motivators.

Faktor yang pertama, hygiene faktors, adalah faktor yang apabila dipenuhi dapat menimbulkan ketidakpuasan para pegawai. Faktor-faktor tersebut adalah:


(50)

1) Kebijakan perusahaan dan administrasi (company policy and

administration)

2) Supervisi (supervisor)

3) Kondisi kerja (working condition)

4) Hubungan antar pribadi (interpersonal interaction) 5) Gaji (salary)

6) Keamanan kerja (job security)

Faktor yang kedua, motivators, adalah faktor yang apabila dipenuhi akan menimbulkan kepuasan kerja dan motivasi. Sebaliknya tiadanya faktor tersebut tidak akan menimbulkan ketidakpuasan kerja pegawai. Adapun faktor-faktor yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya adalah:

1) Prestasi (achievement) 2) Pengakuan (recognition) 3) Pertumbuhan (growth)

4) Kerja itu sendiri (the work itself) 5) Kemajuan (advancement) 6) Tanggung jawab (responsibility)

Perlu juga dicatat Herzberg berpendapat bahwa kepuasan dan ketidakpuasan bukanlah dua titik ekstrem dari satu kontinum, akan tetapi merupakan dua hal yang independen satu sama lainnya.


(51)

b) Teori-Teori Proses

Berlawanan dengan teori-teori kebutuhan seperti yang diuraikan diatas, teori-teori proses memusatkan perhatian pada bagaimana motivasi terjadi. Kelompok teori ini ada dua teori motivasi yang penting yaitu: 1. Teori Ekspentansi

Ide dasar yang melandasi teori ekspentansi ini adalah keyakinan bahwa motivasi ditentukan oleh hasil-hasil yang diharapkan oleh seseorang untuk dicapai sebagai buah daripada tindakan-tindakan mereka dalam mengembangkan teori ini.

Ada tiga unsur penting yang ikut menentukan pencapaian hasil yang disarankan oleh teori ini, yaitu:

Instrumentality, adalah kemungkinan dimana keluaran tingkat pertama (misalnya produktivitas yang tinggi) akan diikuti oleh keluaran kedua (misalnya gaji). Atau dengan kata lain bahwa instrumentality adalah keyakinan bahwa suatu perbuatan

(performance) adalah penting untuk memperoleh imbalan (reward).

Valance, adalah nilai yang diharapkan atas hasil, yaitu keadaan dimana hasil itu cukup menarik atau tidak bagi seseorang, jadi ini menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk memperoleh hasil tingkat pertama. Valance mempunyai nilai positif apabila seseorang berkeinginan untuk mencapai hasil tingkat pertama, dan valance


(52)

tertentu, dan selanjutnya valence mempunyai nilai negatif apabila seseorang lebih suka untuk tidak mencapai hasil tersebut.

Expectancy, adalah kemungkinan bahwa pegawai dapat benar-benar mencapai keluaran (hasil) tingkat pertama tertentu. Dus kemungkinan atau probabilitasnya adalah 1.0

Demikianlah teori Vroom ini lalu diberi nama dengan teori

expectancy. Dan perlu diketahui bahwa teori ini bertolak dari

asumsi-asumsi sebagai berikut:

1) Tingkah laku ditentukan oleh gabungan motivasi (forces) pada setiap individu dalam lingkungan tertentu.

2) Setiap membuat keputusan secara sadar tentang tingkah lakunya. 3) Masing-masing individu mempunyai kebutuhan, keinginan dan

tujuan yang berbeda, dan karenanya masing-masing orang memperoleh kepuasan yang berbeda terhadap hasil/ penghargaan tertentu.

4) Masing-masing individu membuat keputusan dari berbagai pilihan tingkah laku tergantung pada harapan yang diinginkan, dalam arti sejauh mana suatu tingkah laku itu diyakini akan memberikan hasil yang diharapkan.

2. Teori Keadilan

Individu-individu hendaknya dimotivasi untuk menjamin hubungan timbal balik yang seimbang (adil). Ketidakadilan adalah tidak baik, menghasilkan tekanan batin, dan orang-orang perlu


(53)

mengorbankan energinya untuk mengurangi ketidakadilan dan mencapai keadilan. Oleh karena itu, keadilan perlu sekali diperhatikan di dalam usaha kita untuk memotivasi pegawai/pekerja. Seorang psikolog, Stacy Adams, telah banyak mencurahkan perhatian dalam mengembangkan terori ini.

Kesimpulan dari uaraian di atas yaitu:

Motivasi penting untuk tercapainya tujuan baik pada tingkat individu maupun kelompok. Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan mengapa motivasi itu timbul, dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung.

Teori-teori motivasi Maslow, Aldefler dan Herzberg merupakan teori-teori yang berorientasi pada menjawab pertanyaan mengapa motivasi timbul, sedangkan pada teori-teori Vroom dan Adams menelaah motivasi ditinjau dari segi prosesnya.

2.2.6 Pengertian Kinerja SDM

Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job

Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan menurut Mangkunegara (2000: 67) bahwa “kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya”. Menurut Wirawan (2009: 5), kinerja adalah


(54)

keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja

(output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan

periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.

2.2.6.1 Pengertian Evaluasi /Penilaian Kinerja

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Mengginson (1981: 310) dalam Mangkunegara (2000: 69) adalah sebagai berikut: “Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya”. Selanjutnya Sikula (1981: 2005) yang dikutip Mangkunegara (2000: 69) mengemukakan bahwa “Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang)”.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara


(55)

tepat, memberikan tanggungjawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan hal dalam promosi jabatan atau penentuan imbalan.

2.2.6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam Mangkunegara (2000: 67) yang merumuskan bahwa:

Human Performance = Ability x Motivation

Motivation = Attitude x Situation

Ability = Knowledge x Skill

Penjelasan:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted, dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.


(56)

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja, dan kondisi kerja.

2.2.6.3 Manajemen Kinerja SDM

Manajemen kinerja menurut Ruky (2002: 6) adalah suatu bentuk usaha, kegiatan atau program yang di prakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi atau perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan.

Menurut Mangkunegara (2005: 19), manajemen kinerja merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikansecara terus-menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya langsung. Dengan asumsi membangun harapan:

a. Fungsi kerja esensial yang diharapkan para pegawai.

b. Seberapa besar melakukan pekerjaan pegawai bagi pencapaian tujuan organisasi.


(57)

c. Apa arti konkret melakukan pekerjaan dengan baik.

d. Bagaimana karyawan dan atasannya langsung bekerjasama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang.

e. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.

f. Mengenai berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.

2.2.6.4 Tujuan Pelaksanaan Manajemen Kinerja

Menurut Mangkunegara (2005: 19), bagi Pimpinan dan Manajer, tujuan manajemen kinerja adalah:

a. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal.

b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar.

c. Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggungjawab.

d. Mengurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat dibutuhkan.

e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya kesalahan ataupun inefesiensi.


(58)

a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan.

b. Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru.

c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai.

d. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan tanggungjawab kerja mereka.

2.2 Kerangka Berpikir

Didalam perkembangan sumber daya manusia yang ada dalam lingkup organisasi, merupakan suatu proses peningkatan kualitas dan kemampuan manusia dalam rangka mencapai tujuan organisasi seorang pemimpin mempunyai misi utama mengawali usahanya dan mengajak pekerja untuk bekerja secara efektif dan efisien. Kinerja pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai pandangan bahwa metode kerja hari ini haruslah lebih baik daripada metode kerja hari kemarin, dan hasil yang dapat diraih esok hari haruslah lebih banyak dan lebih bermutu daripada hasil yang dicapai sekarang.

Untuk meningkatkan kinerja lebih baik harus didukung dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan, serta pemberian motivasi dan kepemimpinan akan semakin meningkatkan kemampuannya


(59)

dalam melaksanakan tugas sehingga tercapainya tujuan yang diinginkan. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan untuk pendukung hasil penelitian, maka dapat digambarkan dalam suatu bagan kerangka pikir, yaitu:

Gambar 1

Bagan Kerangka Berpikir

Dalam alur rangka berpikir tersebut terdapat tiga variabel yaitu terdiri dari dua variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas tersebut adalah fungsi kepemimpinan (X1), tingkat motivasi kinerja (X2), sedangkan variabel terikat (Y) adalah kinerja karyawan. Secara parsial fungsi kepemimpinan mempengaruhi kinerja karyawan dan secara parsial pula tingkat motivasi kerja mempengaruhi kinerja karyawan. Secara

Fungsi Kepem im pinan (X1)

Tingkat M ot ivasi Kerja (X2)

Kinerja Karyaw an (Y)


(60)

simultan fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja mempengaruhi kinerja karyawan.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kajian teoritis dalam penelitian ini dapat diambil hipotesis sebagai berikut, diduga:

a. Secara simultan fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) pabrik karung “Rosella Baru” Surabaya.

b. Secara parsial fungsi kepemimpinan dan tingkat motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PTPN XI (Persero) pabrik karung “Rosella Baru” Surabaya.


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel bebas (X) yaitu Fungsi Kepemimpinan (X1) dan Tingkat Motivasi Kerja (X2) dan satu variabel terikat (Y) yaitu Kinerja Karyawan (Y).

Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel tertentu adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas “X”

1. Fungsi Kepemimpinan (X1)

Gaya kepemimpinan adalah sikap pemimpin di bagian produksi PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung “Rosella Baru” dalam mempengaruhi bawahannya yang dinyatakan dalam bentuk pola tingkah laku atau kepribadian. Indikator yang digunakan adalah:

1. Membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (planning/perencanaan)


(62)

2. Membagi pekerjaan sesuai dengan keahlian dan kompetensi masing-masing SDM. (organizing/pengorganisasaian)

3. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat. (actuating/kenyataan) 4. Menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk

kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.

(controlling/pengendalian)

2. Tingkat Motivasi Kerja (X2)

Motivasi merupakan suatu kekuatan yang ada pada diri seseorang yang bisa mempengaruhi tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun indikator dari motivasi dalam penelitian ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar

2. Fasilitas keamanan dan keselamatan kerja 3. Hubungan baik antara karyawan dengan atasan 4. Pemberian pujian atau penghargaan

5. Suasana kerja yang nyaman

Variabel Terikat “Y” 1. Kinerja Karyawan

Kinerja merupakan kekuatan atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang digunakan sebagai ukuran dalam pekerjaannya. Adapun indikator kinerja karyawan adalah:


(63)

1. Kualitas pekerjaan yang relatif baik.

2. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan. 3. Inisiatif dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan. 4. Kapabilitas (kemampuan) dalam pekerjaan.

5. Komunikasi yang baik sesama karyawan.

3.1.2 Pengukuran Variabel

Skala yang digunakan adalah skala Likert yang terdiri atas 5 (lima) skala. Cara pengukurannya dengan menghadapkan responden pada suatu pertanyaan dan selanjutnya diminta untuk memilih jawaban yang tersedia. Lima poin skala respon yang digunakan mulai dari:

1 2 3 4 5

Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju

a. Sangat setuju skor= 5

b. Setuju skor= 4

c. Netral skor= 3

d. Tidak Setuju skor= 2 e. Sangat Tidak Setuju skor= 1


(64)

3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang dilakukan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2004: 55). Populasi dalam penelitian adalah karyawan bagian produksi PT Perkebunan Nusantara XI pabrik karung “Rosella Baru” yang berjumlah sebanyak 110 karyawan.

3.2.2 Sampel

Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah populasi dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004: 56). Dengan jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sejumlah:

n = N (Husein Umar, 2003: 108)

1 + Ne2

n = Ukuran sampel

N = Ukkuran populasi

e = Standart Error (5%)

n = 110 = 86


(65)

3.2.3 Teknik Pengambilan sampel

Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik simple random sampling, dimana teknik pengambilan sampling ini memberi peluang yang sama pada anggota bagian populasi untuk dipilih secara acak menjadi anggota sampel, sehingga dalam penelitian ini sampel dapat mewakili keseluruhan populasi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data

Data yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari data primer, yaiu data yang diambil langsung dari angket atau kuesioner yang diisi oleh responden dan data sekunder yaitu berupa dokumentasi yang dimiliki perusahaan.

3.3.2 Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini berasal dari jawaban kuesioner yang disebar pada karyawan bagian produksi PT Perkebunan Nusantara XI Pabrik Karung “Rosella Baru” Surabaya.

3.3.3 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: kuesioner, teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan daftar


(66)

pertanyaan yang sudah disusun rapi, terstruktur dan tertulis kepada para responden untuk diisi sehubungan dengan masalah yang diteliti dan kemudian untuk tiap jawaban diberi nilai (skor).

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Data 3.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner didalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus dapat mengukur apa yang ingin diukurya. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Untuk menguji validitas instrument dilakukan cara mengkorelasi skor jawaban yang diperoleh pada setiap item dengan skor total dari keseluruhan item instrument. Adapun persamaan rumus menurut Husein Umar (2000: 316):

Rxy =

( )( )

( )

(

X

n

)

(

Y

( )

Y

n

)

n

Y

X

XY

/

/

/

2 2 2

2

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Σ

Dimana:

X = Skor pertanyaan

Y = Skor total


(67)

r hitung > r tabel

3.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas menggunakan metode

Alpha Cronbach dimana pelaksanaannya dilakukan dengan bantuan

program SPSS, dengan rumus sebagai berikut (Usman & Akbar, 2000:291)

α = K ∑Si2

(k – 1) 1 – Si2

Keterangan:

α = Reliabilitas Alpha Cronbach

k = jumlah item

∑Si2 = jumlah varian skor total

Si2 = varian data ke i


(68)

3.5 Analisis Pengujian Asumsi Klasik 1. Multikolinearitas

Pendekatan terhadap multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) dari hasil analisis regresi, jika nilai VIF > 10, maka terdapat gejala multikolinearitas yang tinggi. Dan jika sebaliknya VIF ≤ 10, maka model bebas dari gejala multikolinearitas.

2. Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitasdiuji dengan menggunakan metode glejer dengan cara menyusun regresi antar nilai absolud residual dengan variabel bebas. Jika masing-masing variabel bebas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap absolud residual (α = 0,05), maka dalam model regresi tidak terjadigejala heteroskedastisitas. Bila nilai absolud residual diregresidengan variabel ternyata untuk X1 nilai probabilitas

(sig) lebih besar dari α = 0,05. Artinya variabel bebas persediaan tidak signifikan pengaruhnya terhadap variabel absolud residual. Demikian juga untuk variabel X2 nilai probabilitas yang kesemuanya lebih besar

dari α = 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier

berganda bebas dari gejala heteroskedastisitas. 3. Autokorelasi

Autokorelasi dapat dideteksi dengan melakukan pengujian Durbin Watson (d). Hasil perhitungan Durbin Watson dibandingkan dengan


(69)

nilai d table pada = 0,05. Tabel d memiliki 2 nilai yaitu nilai batas atas (du) dan nilai batas bawah (dL) untuk berbagi nilai n dan k.

Bila, d < dL, berarti dalam model terjadi korelasi positif. d > 4 – dL, berarti dalam model terjadi korelasi negatif. du < d 4 – du, berarti dalam model tidak terjadi korelasi. dL ≤ d ≤ du atau 4 – du ≤ d ≤ 4 – dL, berarti pengujian yang dilakukan tidak meyakinkan

4. Uji Normalitas

Uji Normalitas merupakan suatu alat uji yang digunakan untuk menguji apakah dari variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi mempunyai distribusi normal atau tidak.Untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal, dapat diuji dengan metode Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk (Imam Ghozali, 2002:74)

Menurut Santoso (2000: 214) dasar pengambilan keputusan, yaitu sebagai berikut:

1. Nilai Probabilitas > 0,05 berarti data tersebut berdistribusi normal

2. Nilai Probabilitas ≤ 0,05 berarti data tersebut tidak berdistribusi normal


(70)

3.6 Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.6.1 Teknik Analisis

Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis regresi linier berganda, karena variabel bebas (X) yang digunakan lebih dari satu variabel bebas (X). Adapun model persamaan regresi linier berganda menurut Sudjana (2003: 69) yaitu sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan:

Variabel terikat Y = Kinerja Karyawan

Variabel bebas X1 = Fungsi Kepemimpinan

Variabel bebas X2 = Tingkat Motivasi Kerja

a = Konstanta

b1b2 = koefisien Regresi

e = Standart Error

3.6.2 Uji Hipotesis

Untuk menguji pengaruh variabel bebas (X) secara simultan terhadap variabel terikat (Y), digunakan:


(71)

a. Uji F

1) H0 : β1 = β2 = 0 (variabel bebas (X) secara simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y).

H0 : β1 ≠ β2 ≠ 0 (variabel babas (X) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y)

2) Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05, dengan derajat bebas (Df) = ((n – k – 1) : k), dimana n= jumlah pengamatan dan k= jumlah variabel.

3) Menentukan nilai F hitung :

F hitung = R2 / k (Sugiyono, 2003: 284)

(1 – R2) / (n – k – 1)

Keterangan:

Fhitung = F hasil perhitungan

R2 = Koefisien determinasi

k = Jumlah variabel

n = Jumlah sample

Untuk mencari R2 = JK regresi (Sugiyono, 2003: 291)

∑ y2

Keterangan:


(72)

JK = Jumlah kuadrat regresi

∑ y2 = Jumlah kuadrat total

Karakteristik utama R2 adalah: 0 ≤ R2≤ 1

Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:

1) Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak. 2) Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Jadi:

H0 diterima, jika Fhitung≤ Ftabel

H0 ditolak, jika Fhitung > Ftabel

b. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Dimana langkah – langkah dalam uji t ini adalah sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis yang akan diuji

H0 : β1: β2 = 0, berarti besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas (X1/X2) terhadap variabel terikat (Y) secara parsial tidak nyata.

H0 : β1: β2 ≠ 0, berarti besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas (X1/X2) terhadap variabel terikat (Y) secara parsial nyata. 2. Menentukan level of significance α sebesar 5% = 0,05


(73)

3. Menentukan t hitung:

β1 t hitung =

Se (β1) (Sugiyono,2003: 298)

Keterangan:

t hitung = t hasil perhitungan

β1 = koefisien regresi

Se (β1) = Standart Error

Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji t adalah sebagai berikut:

1) Jika -t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel, maka H 0 diterima dan Hi ditolak.

2) Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan Hi diterima.

Jadi:

H0 diterima, jika -t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel


(1)

kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 81,18% sedangkan sisanya 18,2% tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. Diketahui karakteristik dari usia karyawan, lamanya karyawan tersebut bekerja di perusahaan dan pendidikan terakhir, sehingga dapat diketahui karyawan yang sudah berpengalaman dan yang belum berpengalaman atau karyawan baru. Demikian pula tingkat pendidikan yang berbeda-beda yang mempengaruhi pula pemahaman karyawan tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu perusahaan akan memberikan pelatihan terlebih dahulu, karena pabrik karung Rosella Baru pada dasarnya membutuhkan karyawan yang terampil.

Secara parsial variabel tingkat motivasi kerja (X2) tidak

berpengaruh nyata terhadap kinerja karyawan (Y). Besarnya pengaruh tingkat motivasi kerja terhadap kinerja karyawan hanya sebesar 4,1% sedangkan sisanya 95,9% tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. Tidak berpengaruhnya tingkat motivasi tersebut karena tidak didukung oleh kemampuan dari karyawan yang meliputi kemampuan karyawan untuk melaksanakan pekerjaan, sikap karyawan pada waktu bekerja memberikan pengaruh yang nyata terhadap kinerja karyawan. Apabila motivasi kerja dalam bekerja tinggi serta mempunyai kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka dapat meningkatkan kinerja. Diketahui karakteristik dari usia karyawan, lamanya karyawan tersebut bekerja di perusahaan dan pendidikan terakhir, bahwa usia itu sangat


(2)

97

mempengaruhi karena dari tahun ke tahun pendidikan selalu mengalami peningkatan. Sedangkan, lama bekerja sangat mempengaruhi keahlian karyawan tetapi karena usianya yang sudah semakin lanjut, maka hal itu mempengaruhi kinerjanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil analisis dan perhitungan tidak sesuai dengan hipotesis yang telah di buat.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Fungsi Kepemimpinan (X1) dan Tingkat

Motivasi Kerja(X2) terhadap variabel terikatnya Kinerja Karyawan

bagian produksi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya (Y) diperoleh F hitung = 7,321 > F tabel = 3,11 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya. 2. Pengujian secara parsial atau individu pada variabel Fungsi

Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi

PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya (Y). Diketahui secara parsial variabel Fungsi Kepemimpinan (X1) berpengaruh secara nyata terhadap Kinerja

Karyawan bagian produksi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya (Y). Sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan.


(4)

99

3. Pengujian secara parsial atau individu pada variabel Tingkat Motivasi Kerja (X2) terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi PT.Perkebunan

Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya (Y). Diketahui secara parsial variabel Tingkat Motivasi Kerja (X2) tidak

berpengaruh secara nyata terhadap Kinerja Karyawan bagian produksi PT.Perkebunan Nusantara XI (Persero) Pabrik Karung ”Rosella Baru” di Surabaya (Y). Sehingga hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut ::

1. Fungsi kepemimpinan pada perusahaan terus ditingkatkan sehingga selalu terjalin komunikasi yang baik antara pemimpin dengan karyawan serta mampu memberikan contoh perilaku yang baik.

2. Pihak perusahaan hendaknya terus meningkatkan motivasi kerja karyawan, dengan motivasi positif semangat kerja karyawan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.

3. Bagi penelitian selanjutnya agar penelitian dapat lebih bersaingam maka diharapakan penelitian selanjutnya dapat menambahkan ataupun memasukan variabel bebas lain yang telah ada sebelumnya yang lebih mempengaruhi kinerja karyawan.


(5)

Terry, R. George, 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hanafi, Amirullah, 2002. Pengertian Manajemen Edisi Pertama, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Handoko, T. Hani, 2001. Manajemen Personalia dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, S. P. Melayu, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: PT Bumi Aksara

Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005. Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: PT Refika Aditama

Masmuh, Abdullah, 2008. Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Teori dan Praktek, Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Nimran, Umar, 2009. Perilaku Organisasi, Sidoarjo: Laros

Rivai, Veithzal, 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ruky, S. Achmad, 2001. Sistem Manajemen Kinerja, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


(6)

101

Sofyandi, Herman, 2008. MSDM, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Siagian, P. Sondang, 2003. Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, 2003. Metode Statistika, Bandung: Tarsito Bandung.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian administrasi, Bandung: Alfabeta.

Umar, Husein, 2003. Metode Riset Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Usman, Husaini, Akbar, 2000. Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.

Wirawan, 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Praktek, Jakarta: Salemba Empat.