PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PUPUK DENGAN METODE HEURISTIK SILVER MEAL GUNA MEMINIMALKAN BIAYA PADA PT.KUSUMA DIPA NUGRAHA DI MOJOKERTO.

(1)

SKRIPSI

OLEH :

YUSUF BAKHTIAR NPM : 0732 010138

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

segala rahmat dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:

” Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pupuk NPG Dalam Upaya

Meminimumkan Biaya Persediaan Pada PT Kusuma Dipa Nugraha Di Mojokerto.”

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, Jurusan Teknik Industri pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini banyak memperoleh bantuan, bimbingan, saran dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima ksaih yang sebesar-sebesarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto,MP ; Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT ; Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Veteran Jawa Timur.

3. Bapak Ir. MT Safirin, MT ; Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Veteran Jawa Timur.

4. Bapak Ir.Tri Susilo dan Ir. Jaumil ; Selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran memberikan bimbingan, arahan dan nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(3)

Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur...

7. Kepada Bapak HM. Noer Soetjipto SP, MM selaku pimpinan PT Kusuma Dipa Nugraha beserta keluarga yang telah melayani penulis dengan amat sangat baik.

8. Kepada seluruh Karyawan PT Kusuma Dipa Nugraha,

9. Kepada rekan-rekan TI Angkatan 07, We are the champion !!!!

Serta pihak pihak – pihak lain yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini dan apabila ada yang salah dalam penulisan laporan ini, serta pihak yang telah membantu saya dan tidak sempat saya tulis…mohon maaf sebesar – besarnya dan terima kasih banyak…..

Saya menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangatlah diharapkan, dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, Mei 2011 Hormat dari Penulis


(4)

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI……….… iv

DAFTAR TABEL...………..…x

DAFTAR GAMBAR………...xii

DAFTAR LAMPIRAN………...…xiii

ABSTRAKSI………...….xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………1

1.2. Perumusan Masalah ……….2

1.3. Pembatasan Masalah ………...3

1.4. Asumsi ………3

1.5. Tujuan Penelitian ………3

1.6. Manfaat Penelitian………..4

1.7. Sistematika Penulisan. ………...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori pupuk………6

2.2. Jenis-jenis pupuk………6

2.2.1. Pupuk Anorganik...7

2.2.2. Pupuk Organik...8

2.3. Pengertian Pengendalian Persediaan……….11

2.3.1 Pengertian Pengendalian………..11

2.3.2 Pengertian Persediaan…..………11

2.2Tujuan Pengendalian Persediaan……….………….….14

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan…………...……….15

2.5.1 Perkiraan Pemakaian Bahan Baku………...…16

2.5.2 Harga Bahan Baku……….…..17


(5)

2.6 Komponen Biaya Yang Terlibat Dalam Persediaan………..19

2.6.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)………..………....19

2.6.2 Biaya Pemesanan (Ordering Cost)……….……...…20

2.6.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost)………..…21

2.6.4 Biaya Kehabisan Bahan (Stock Out Cost)………...….22

2.7 Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan perencanaan Dan Pengendalian Produksi...24

2.8 Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Effisiensi Penggunaan Modal Perusahaan...25

2.9 Model Pengendalian Persediaan...25

2.9.1 Model Pengendalian Persediaan Deterministik...26

2.9.2 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik.../...27

2.10 Model Pengendalian Persediaan Dinamis Untuk Permintaan Bervariasi...27

2.10.1 Model pengendalian EOQ (Economic Order Quantity)...28

2.10.1.1 EOQ Sigle Item...28

2.10.1.2 EOQ Multi Item...32

2.10.2 Model Pengendalian Heuristik Silver Meal...37

2.11 Peramalan Untuk Perencanaan Persediaan Bahan Baku...40

2.11.1 Pengertian Peramalan...40

2.11.2 Analisa Pola Data Deret Berkala ( Time Series)...42

2.11.2.1 Jenis Pola Data Untuk Deret Berkala...42

2.11.3 Metode Peramalan...43

2.11.3.1 Metode Rata-rata bergerak...43

2.11.3.2 Metode Pemulusan Exponensial...45

2.11.3.3 Regresi Linier...48

2.11.4 Pengukuran Ketepatan Metode Peramalan...50


(6)

3.2.2 Definisi Operasional Variabel. ……….………..60

3.3 Langkah-langkah Pemecahan Masalah.………..63

3.4 Metode Pengumpulan Data………....70

3.5 Metode Pengolahan Data ……….………..71

3.6 Metode Analisa ……….……….73

3.6Langkah-langkah Pemecahan Masalah. ……….……74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data……….…..………74

4.1.1 Data Harga Pembelian Bahan Baku………75

4.1.2 Data biaya penyimpanan bahan baku. ………75

4.1.3 Data Biaya Pemesanan Bahan Baku………...76

4.1.4 Data Pengendalian Persediaan Bahan Baku Utama Dolonide Perusahaan ……….76

4.2Pengolahan Data……….…79

4.2.1 Pengolahan Periode Bulan Januari sampai dengan Desember 2010……….………...79

4.2.1.1 Pengolahan metode Rill………...……...79

4.2.1.2 Menghitung total Relevan Cost Persediaan dengan metode Heuristik Silver Meal (TCB)……..….85

4.2.1.3 Membuat Tabel Pengendalian Persediaan……..…...117

4.2.1.4Menghitung Tingkat Penghematan…...………..…...120


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Tabel 2.1. Permintaan akan suatu barang

Tabel 2.2 Pendekatan EOQ untuk permintaan bervariasi Tabel 2.3 Pendekatan heuristik Silver Meal

Tabel 4.1. Data harga bahan baku pupuk NPG

Tabel 4.2. Data biaya pemesanan bahan baku pupuk NPG Tabel 4.3. Kebutuhan bahan baku Riil Dolonide

Tabel 4.4. Kebutuhan bahan baku Riil Phospate Tabel 4.5. Kebutuhan bahan baku Riil Karbon Tabel 4.6. Kebutuhan bahan baku Riil Silikat

Tabel 4.7. Total Cost bahan baku Dolonide dari perusahaan Tabel 4.8. Total Cost bahan baku Phospate dari perusahaan Tabel 4.9. Total Cost bahan baku Karbon dari perusahaan Tabel 4.10. Total Cost bahan baku Silikat dari perusahaan

Tabel 4.11. Pembelian Dolonide berdasarkan Metode Herristik Silver Meal Tabel 4.12. Pengendalian Persedian bahan baku Dolonide dengan HSM Tabel 4.13. Pengendalian Persedian bahan baku Phospate dengan HSM Tabel 4.14. Pengendalian Persedian bahan baku Karbon dengan HSM Tabel 4.15 Pengendalian Persedian bahan baku Silikat dengan HSM Tabel 4.18. Kebutuhan bahan baku Dolonide


(9)

Tabel 4.24. Kebutuhan Bahan Baku Riil Silikat

Tabel 4.25. Perbandingan MSE dari bahan baku Dolonide Tabel 4.26. Perbandingan MSE dari bahan baku Phospate Tabel 4.27. Perbandingan MSE dari bahan baku Karbon Tabel 4.28. Perbandingan MSE dari bahan baku Silikat Tabel 4.29. Hasil Peramalan Bahan Baku Dolonide Tabel 4.30. Hasil Peramalan Bahan Baku Phospate Tabel 4.31. Hasil Peramalan Bahan Baku Karbon Tabel 4.32. Hasil Peramalan Bahan Baku Silikat


(10)

Gambar 2.1 Klasifikasi Permintaan Gambar 2.2 Model Persediaan Klasik

Gambar 2.3 Biaya Persediaan Tahunan EOQ

Gambar 2.4 Hubungan antara Tingkat Persediaan dengan Waktu Untuk Lot Pembelian Terpadu

Gambar 2.5 Peta Rentang Bergerak (MRC) Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

Gambar 3.2 Peta Rentang Bergerak (MRC

Gambar 3.3 Flowcart Langkah-langkah Metode Peramalan Gambar 3.4 Flowcart Langka-langkah Pemecahan Masalah Gambar 4.1 Diagram pencar Dolonide


(11)

yang cermat dan disertai efisiensi diharapkan dapat menekan biaya produksi dan biaya persediaan bahan baku seminimal mungkin. Pengendalian persediaan bahan baku dilakukan tiap bulan sekali, untuk menghindari kekurangan persediaan atau kelebihan persediaan bahan baku. Jumlah persediaan yang terlalu sedikit juga berakibat hilangnya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan apabila permintaan nyata melebihi permintaan yang diperkirakan. Sehingga tidak mengganggu kelancaran proses produksi yang sedang berlangsung di PT Kusuma Dipa Nugraha Mojokerto, Jawa Timur.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan Metode Heuristik Silver Meal sehingga dapat melakukan perencanaan pengendalian persediaan bahan baku yang optimal sehingga dapat menjamin kebutuhan dan kelancaran kegiatan produksi perusahaan dalam kuantitas dengan total biaya persediaan minimum.

Hasil penelitian didapatkan bahwa Total cost untuk bahan baku Dolonide dengan menggunakan metode Heuristic Silver Meal menghasilkan efisiensi sebesar 12,731 %., Total cost untuk bahan baku Phospate dengan menggunakan metode Heuristic Silver Meal menghasilkan efisiensi sebesar 9,544 %., Total cost untuk bahan baku Karbon dengan menggunakan metode Heuristic Silver Meal menghasilkan efisiensi sebesar 6,009 %. Dan Total cost untuk bahan baku Silikat menggunakan metode Heuristic Silver Meal menghasilkan efisiensi sebesar 10,671 %. Sehingga untuk keseluruhan total biaya pengendalian bahan baku persediaan riil yang dikeluarkan perusahaan selama bulan tahun 2010 (TCA) adalah Rp. Rp. 301,910,050,- sedangkan apabila menggunakan metode Heuristik Silver Meal (TCC) total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 270.996.000,- sehingga didapatkan penghematan sebesar Rp 30,914,050,- dengan efisiensi 10,239 %. Dimana metode Heuristik Silver Meal menghasilkan Total Cost yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kondisi perusahaan.


(12)

absolute necessity in all fields. By performing a careful calculation and accompanied efficiency is expected to reduce the cost of production and raw material inventory costs to a minimum. Control of raw material inventory carried out once every month, to avoid shortages or excess inventory of raw material inventory. Total supply is too little may result in loss of opportunity to profit when the real demand is expected to exceed demand. So it does not interfere with the smooth production process that is underway in PT Kusuma Dipa Nugraha Mojokerto, Jawa Timur..

Given these problems, the research done with Silver Meal Heuristic Method so as to make the planning of raw material inventory control so as to ensure optimal and smooth operation needs in quantity production company with a minimum total inventory cost.

The results showed that the total cost for raw materials Dolonide with Silver Meal Heuristic method produces an efficiency of 12.731%., Total cost for raw materials Phospate with Silver Meal Heuristic method produces an efficiency of 9.544%., Total cost for raw materials by using carbon Silver Meal Heuristic method produces an efficiency of 6.009%. And the total cost for raw materials Silicate Silver Meal Heuristic method produces an efficiency of 10.671%. So to the overall total cost of raw material inventory control real company issued during the months of 2010 (TCA) is Rp. 301,910,050,- whereas when using Silver Meal Heuristic method (TCC), the total cost of Rp. 270.996.000,- to obtain the savings amounted to Rp 30,914,050, - with 10.239% efficiency. Where is the Silver Meal Heuristic method produces a lower total cost compared with company policy.


(13)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat vital bagi berlangsungnya suatu proses produksi. Persediaan bahan baku yang melebihi kebutuhan akan menimbulkan biaya ekstra atau biaya simpan yang tinggi. Sedangkan jumlah persediaan yang terlalu sedikit malah akan menimbulkan biaya kerugian yaitu terganggunya proses produksi dan juga berakibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan apabila ternyata permintaan pada kondisi yang sebenarnya melebihi permintaan yang diperkirakan.

Agar tetap dapat bertahan dalam situasi persaingan pasar yang begitu ketat, perusahaan perlu melakukan penekanan biaya produksi dan juga penghematan biaya produksi serta penghematan biaya untuk pembelian bahan baku. Dalam upaya mencapai target yang diharapkan, diperlukan adanya persediaan bahan baku yang optimal sehingga tidak mengganggu kelancaran proses produksi yang berlangsung. Adanya penanganan yang tepat terhadap persediaan bahan baku sangat diperlukan untuk mengantisipasi keadaan apabila permintaan pasar tiba – tiba naik pada suatu periode tertentu. Dengan demikian produk dapat dioptimalkan serta biaya–biaya yang terkait didalamnya dapat ditekan se-efisien mungkin.

PT KUSUMA DIPA NUGRAHA Mojokerto adalah perusahaan yang memproduksi pupuk granul dengan salah satu bahan baku utamanya adalah kompos, pupuk kandang, gambut, dolomit, kapur pertanian, fosfat alam, zeloit dan


(14)

bahan baku dengan cara melakukan pemesanan bahan baku dalam jumlah besar dari pada jumlah yang dibutuhkan dalam produksi sehingga menimbulkan biaya simpan. Dan kadang pula terjadi kekurangan persediaan bahan baku pada saat dibutuhkan, yang mengakibatkan terhambatnya proses produksi. Apabila keadaan seperti ini dibiarkan, maka modal perusahaan yang seharusnya dapat diinvestasikan pada bidang lain akan terserap dalam pengadaan persediaan bahan baku saja. Perusahaan akan mengalami kerugian karena kebijakan penataan persediaan yang kurang tepat. Untuk menjamin kelancaran kegiatan produksi, maka perusahaan harus melakukan pengendalian bahan baku sesuai perencanaan yang telah disusun.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan Metode Heuristik Silver Meal sehingga dapat melakukan perencanaan pengendalian persediaan bahan baku yang optimal sehingga dapat menjamin kebutuhan dan kelancaran kegiatan produksi perusahaan dalam kuantitas dengan total biaya persediaan minimum.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

“ Bagaimana mengendalikan persediaan bahan baku yang harus dilakukan oleh perusahaan sehingga menghasilkan total cost pengadaan bahan baku yang minimum “.


(15)

Pembatasan masalah dalam penelitian perlu dilakukan agar hasil penelitian dapat lebih terarah, spesifik, dan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai yang meliputi :

1. Persediaan bahan baku yang digunakan adalah persediaan bahan baku utama dari pembuatan pupuk ganul yaitu kompos, pupuk kandang, gambut dan dolomit.

2. Data yang digunakan yaitu pada bulan Januari 2010 sampai dengan bulan Desember 2010.

3. Peramalan permintaan pada bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2011.

1.4. Asumsi - Asumsi

Asumsi – asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Harga bahan baku tidak ada perubahan selama penelitian. 2. Biaya pemesanan per bulan sama.

3. Bahan baku selalu tersedia setiap saat selama dibutuhkan (mudah didapat). 4. Lead time masing – masing supplier sama.

5. Mesin dalam kondisi normal.

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah


(16)

metode perusahaan dengan metode silver meal.

3. Menentukan total biaya persediaan bahan baku yang minimum dengan menggunakan metode Heuristik Silver Meal.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : a. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan serta pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kebijakan perusahaan.

b. Bagi Universitas

Sebagai masukan untuk perpustakaan institusi yang berguna sekali bagi pihak – pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian tentang masalah pengendalian persediaan di masa yang akan datang.

c. Bagi Penulis

Agar dapat memperluas wawasan, pengetahuan, pengalaman serta dapat menerapkan metode yang digunakan yaitu metode heuristik silver meal dan ilmu yang telah didapatkan di perguruan tinggi

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan dimaksudkan agar penulis dapat lebih teratur dan terarah. Sistematika yang digunakan adalah :


(17)

Pada bab ini membahas tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, asumsi – asumsi, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini membahas tentang teori – teori yang berkaitan dengan penelitian dan digunakan sebagai dasar pemecahan masalah yang mengacu pada beberapa literatur yang digunakan.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi tentang urutan langkah – langkah yang digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa serta memecahkan masalah yang diteliti dalam bentuk diagram alir (flowchart).

BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang cara - cara pengumpulan data – data yang berkaitan dengan penelitian, pengolahan data beserta hasil perhitungan sehingga didapatkan suatu hasil kombinasi dengan jumlah yang tepat. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisa data serta terdapat saran – saran yang dapat mendukung dari aktivitas perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori pupuk

Pupuk adalah semua bahan yang diberikan kepada tanah dengan maksud untuk memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pupuk disini mengenal istilah mikro dan makro (Pinus Lingga dan Marsono, 2000, hal 1). Meskipun belakangan ini jumlah pupuk cenderung makin beragam dengan aneka merek, apapun namanya dan negara manapun pembuatnya, dari segi unsur yang dikandungnya, tetap saja hanya ada dua golongan pupuk, yaitu mikro dan makro.

2.2 Jenis-jenis pupuk

Secara umum pupk hanya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan asalnya, yaitu :

a. Pupuk anorganik

Pupuk anorganikadalahpupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya : pupuk urea (pupuk N) berkadar N 45-46 % (setiap 100 Kg urea terdapat 45-46 Kg hara Nitrogen)

b. Pupuk organik

Pupuk organik bahan yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Misalnya : pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk humus dan pupuk hijau.


(19)

Namun semakin majunya teknologi lahirlah pupuk produk baru yang cara pemberiannya lain dari biasanya, maka pupuk pun dibagi lagi berdasarkan cara pemberiannya sebagai berikut :

a. Pupuk akar adalah segala jenis pupuk yang diberikan lewat akar. Misalnya : TSP, ZA, KCL, Kompos, pupuk kandang dan dekaform. b. Pupuk daun adalah segala macam pupuk yang diberikan lewat daun

dengan cara penyemprotan.

2.2.1 Pupuk Anorganik

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya : pupuk urea (pupuk N) berkadar Nitrogen 46% (setiap 100 Kg urea terdapat 45-46% Kg hara Nitrogen)

Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik yaitu :

1. Pemberiannya dapat terukur dengan tepat karena pupk anorganik umumnya takaran haranya pas.

2. Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat. Misalnya, hingga saat panen, singkong menyedot hara nitrogen 200 Kg/Ha sehingga bisa diganti dengan takaran pupuk N yang pas.

3. Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup. Artinya kebutuhan akan pupuk ini bisa dipenuhi dengan mudah asalkan ada uang.

4. Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibanding pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Akibatnya, hasil kalkulasi biaya angkut pupuk ini jauh lebih murah dibanding pupuk organik.


(20)

Pupuk anorganik berdasarkan unsur hara yang dikandungnya dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Pupuk tunggal

Dikatakan pupuk tunggal karena hara yang dikandungnya hanya satu. Dalam pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu : pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama Fosfor (P) dan hara utama Kalium (K), selain itu pula pupuk yang berisi hara utama Magnesium (M).

b. Pupuk majemuk

Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang sengaja dibuat oleh pabrik dengan cara mencampurkan dua atau lebih unsur hara. Misalnya : pupuk nitrogen dicampurkan dengan pupuk fosfat menjadi pupuk NP, dan dicampurkan lagi dengan kalium menjadi NPK.

2.2.2 Pupuk Organik

Pupuk organik bahan yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Misalnya : pupuk kandang, pupuk kompos, pupuk humuh dan pupuk hijau. Selain menembah unsur haramikro dan makro dalam tanah, pupuk organik inipun terbukti sangat baik dalam memperbaiki struktur tanah pertanian.

Ada beberapa kelebihan dari pupuk organik sehingga sangat disukai oleh para petani, diantaranya adalah :


(21)

Ini dapat terjadi karena organisme tanah saat penguraian bahan organik dalam pupuk bersifat sebagai perekat dan dapat mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar.

2. Menaikkan daya serap tanah terhadap air.

Bahan organik memiliki daya serap yang besar terhadap air tanah. Itulah sebabnya pupuk organik sering berpengaruh positif terhadap hasil tanaman, terutama pada musim kering.

3. Menaikkan kondisi kehidupan didalam tanah.

Hal ini terutama disebabkan oleh organisme dalam tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Oleh karena itu, pupuk organik seperti pupuk kandang yang diberikan pada tanah harus diuraikan terlebih dahulu oleh jasad renik melalui proses pembusukan atau peragian sebelum diisap akar tanaman. Semakin banyak pupuk organik yang diberikan maka akan semakin banyak pula jasad renik dalam tanah.

4. Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.

Pupuk organik mengandung zat makanan yang lengkap meskipun kadarnya tidak setinggi pupuk anorganik. Selain itu, cara kerjanya diakui memang agak lambat dibanding pupuk anorganik. Itulah sebaiknya untuk mencapai hasil maksimal, pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk anorganik agar keduanya saling melengkapi. Dengan demikian, akan tercipta tanah pertanian yang kaya akan zat hara, strukturnya gembur dan berwarna cokelat kehitaman.


(22)

Berdasarkan asal bahan terbentuknya pupuk organik ada beberapa macam,yaitu :

a. Pupuk kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine).

b. Kompos

Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan, jerami alang-alang, rumput, kotoran hewan, sampah kota dan lain sebagainya.

c. Pupuk hijau

Disebut pupuk hijau karena yang dimanfaatkan sebagai pupuk adalah hijauan, yaitu bahan-bahan seperti daun, tangkai dan batang tanaman tertentu yang masih muda. Tujuannya adalah menambah bahan organik dan unsur-unsur lainnya ke dalam tanah terutama nitrogen. d. Humus

Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar, batang, cabang yang sudah menjadi busuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme (di dalam tanah) dan cuaca (di atas tanah).

e. Kotoran burung liar

Pupuk kotoran burung yang lazim disebut guano merupakan kotoran dari berbagai jenis burung liar (bukan burung peliharaan).


(23)

f. Pupuk organik buatan

Pupuk organik buatan adalah pupuk organik yang sudah melalui proses pabrikasi dan teknologi.

2.3 Pengertian Pengendalian Persediaan.

Pengendalian persediaan penting bagi setiap perusahaan, baik perusahaan manufacturing maupun non manufacturing. Perusahaan akan mendapat keuntungan dengan cepatnya pemindahan barang dagangan menjadi uang tunai kembali. Pengertian pengendalian persediaan dapat dibagi dua, yaitu pengendalian dan persediaan.

2.3.1 Pengertian Pengendalian.

Pengendalian adalah suatu usaha untuk memepertahankan suatu proses pekerjaan pada tingkat effisiensi yang tinggi. Titik perhatian pengendalian adalah terhadap bahan dasar, bahan pembantu, perlengkapan didalam proses produksi yang tampak maupun yang tak tampak, serta metode-metode yang digunakan didalam proses produksi.

2.3.2 Pengertian Persediaan.

Pengertian dari persedaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu preiode usaha yang normal atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produk-produk ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses produksi.

Jadi persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan,parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses


(24)

produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu.(Assauri,2003)

Menurut Zulian Yamit (2003) persediaan terdiri dari : persediaan alat-alat kantor (supplies), persediaan bahan baku (raw material), persediaan dalam proses

(in process goods) dan persediaan barang jadi (finished goods).

Persediaan alat-alat kantor adalah persediaan yang diperlukan dalam menjalankan fungsi organisasi dan tidak menjadi bagian dari produk akhir. Tipe persediaan alat-alat kantor diantaranya : pensil, kertas, tinta, disket, alat-alat pemeontong, dan semua item fasilitas peralatan kantor.

Persediaan bahan baku adalah item yang dibeli dari para suplier untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi. Bahan baku ini akan akan ditransformasikan atau dikonversi menjadi barang akhir. Tipe dari dari bahan baku diantaranya : kayu, papan, cat, pernis (pelitur) dalam industri mebel.

Persediaan barang dalam proses adalah bagian dari produk akhir tetapi masih dalam proses pengerjaan, karena masih menunggu item yang lain untuk diproses. Persediaan barang jadi adalah persediaan produk akhir yang siap untuk dijual, didistribusikan atau disimpan.

Sedangkan persediaan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : Batch stock atau lot size inventory, Fluctuation Stock, Anticipation Stock (Assauri,2003).

Batch stock atau lot size inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan/ barang-barang dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Jadi dalam hal ini pembelian


(25)

atau pembuatan yang dilakukan untuk jumlah besar, sedang penggunaanya atau pengeluaran dalam jumlah kecil. Terjadinyan persediaan karena pengadaan bahan/barang yang dilakukan lebih banyak dari pada yang dibutuhkan. Jadi keuntungan yang akan diperoleh dari adanya batch stock atau lot size inventory antara lain :

a) Memperoleh potongan harga pada harga pembelian.

b) Memperoleh efissiensi produksi karena adanya operasi atau production run yang lebih lama.

c) Adanya penghemetan di dalam biaya angkutan.

Fluctuation stock adalah persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. Dalam hal ini perusahaan mengadakan persediaan untuk dapat memenuhi permintaan konsumen, apabila tingkat permintaan menunjukan keadaan yang tidak beraturan ataun tidak tetap dan fluktuasi permintaan tidak dapat diramalkan lebih dahulu.

Jadi apabila terdapat fluktuasi permintaan yang sangat besar, maka persediaan ini (fluctuation stock) dibutuhkan sangat besar pula untuk menjaga kemungkinan naik turunnya permintaan tersebut.

Anticipation stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan permintaan yang meningkat.


(26)

Disamping itu anticipation stock dimaksudkan pula untuk menjaga kemungkinan sukarnya diperoleh bahan-bahan sehingga tidak mengganggu jalanya produk atau menghindari kemacetan produksi.

Masalah persediaan dalam sistem manufaktur lebih rumit bila dibandingkan dengan masalah pada sistem non manufaktur. Pada sistem manufaktur, ada hubungan langsung antara tingkat persediaan, jadwal produksi dan permintaan konsumen. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian persediaannya harus terintegrasi dengan peramalan permintaan, jadwal induk produksi dan pengendalian produksi.

Masalah utama persediaan bahan baku adalah menentukan berapa jumlah pemesanan yang ekonomis (economic order quantity) yang akan menjawab persoalan berapa jumlah bahan baku dan kapan bahan baku itu dipesansehingga dapat meminimasi ordering cost dan holding cost (Arman Hakim,1999)

2.4 Tujuan Pengendalian Persediaan.

Pengendalian persediaan pada perusahaan mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan pengendalian persediaan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

1. Menurut Zulian Yamit (2003) tujuan manajemen persediaan adalah meminimumkan biaya, oleh karena itu perusahaan perlu mengadakan analisis untuk menentukan tingkat persediaan yang dapat meminimumkan biaya atau paling ekonomis.

2. Menurut Assuari (2003) Tujuan pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari


(27)

bahan-bahan/barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya-biaya yang minimum untuk keuntungan atau kepentingan perusahaan.

3. Tersine (2005), menyatakan tujuan pengendalian persediaan secara terperinci adalah :

a. Menjaga jangan sampai kehabisan bahan. b. Menghemat biaya yang ditanam dalam bahan. c. Meningkatkan kepuasan pelanggan.

d. Menjaga kualitas bahan.

4. Rangkuti (2004), Menyatakan tujuan persediaan adalah sebagai barikut : a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan.

b. Supaya pembentukan persediaan stabil.

c. Menghindari pembelian barang secara kecil-kecilan. d. Pemesanan yang ekonomis.

Dari pendapat-pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh kualitas maupun kuantitas dari bahan-bahan/barang-barang agar bahan/barang tersebut tersedia pada waktu dibutuhkan sehingga biaya yang ditimbulkan dapat seminimal mungkin.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persediaan.

Didalam penyelenggaraan persediaan bahan baku terdapat faktor yang memiliki pengaruh terhadap persediaan bahan baku dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor tersebut menurut Zulian Yamit (2003) sebagai berikut :


(28)

Faktor waktu, menyangkut lamanya proses produksi dan distribusi sebelum barang jadi sampai kepada konsumen. Persediaan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama waktu tunggu (lead time).

Faktor ketidakpastian waktu datang dari suplier menyebabkan perusahaan memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun keterlambatan pengiriman kepada konsumen. Ketidak pastian waktu datang mengharuskan perusahaan membuat skedul operasi lebih teliti pada setiap level.

Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Persediaan dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian peramalan maupun akibat lainnya tersebut.

Faktor ekonomis adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan menentukan jumlah yang paling ekonomis. Persediaan diperlukan untuk menjaga stabilitas produksi dan fluktuasi bisnis. Sedangkan menurut Ahyari (2004) sebagai berikut :

2.5.1 Perkiraan Pemakaian Bahan Baku.

Sebelum perusahaan mengadakan pembelian bahan baku, maka sebaiknya manajemen berusaha untuk dapat mengedakan penyusunan perkiraan bahan baku untuk keperluan produksi dalam perusahaan yang bersangkutan. Berapa banyak unit bahan baku yang akan dipergunakan untuk kepentingan proses produksi dengan mendasarkan diri pada perencanaan produksi maupun jadwal produksi yang telah disusun.


(29)

2.5.2 Harga Bahan Baku.

Harga bahan baku merupakan salah satu penentuan terhadap persediaan yang akan dipergunakan dalam produksi oleh perusahaan. Karena harga bahan baku akan mempengaruhi seberapa besarnya dana yang harus disediakan oleh perusahaan untuk membeli bahan baku tersebut dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.

2.5.3 Kebijaksanaan Pembelanjaan.

Kebijakasanaan dalam pembelanjaan perusahaan akan dapat mempengaruhi seluruh kebijaksanaan pembelian perusahaan, demikian pula sebaliknya seberapa besar dana yang akan dipergunakan dalam persediaan. Apakah dana untuk persediaan bahan baku ini akan memperoleh prioritas pertama, kedua atau bahkan terakhir.

Disamping hal tersebut tentunya kemempuan finansial dari perusahaan yang bersangkutan secara keseluruhan juga akan mempengaruhi kemempuan perusahaan tersebut membiayai kebutuhan perusahaan yang berhubungan dengan pengadaan bahan baku dalam perusahaan.

2.5.4 Pemakaian Bahan Baku.

Pemekaian bahan baku oleh perusahaan pada periode-periode yang lalu untuk keperluan proses produksi akan dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan didalam menyususn atau merencanakan kebijaksanaan penyelenggaraan persediaan bahan baku.


(30)

2.5.5 Waktu Tunggu.

Waktu tunggu yang dimaksud adalah waktu tenggang yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku tersebut dengan datangnya bahan baku yang dipesan. Waktu tunggu ini sangat penting untuk diperhatikan, karena hal ini berhubungan langsung dengan penggunaan bahan baku tersebut pada saat diperlukan untuk proses produksi. Apabila waktu tunggu ini tidak diperhatikan, maka akan mengakibatkan kekurangan bahan baku.

2.5.6 Model Pembelian

Model yang akan digunakan oleh perusahaan tentunya akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari persediaan bahan baku yang bersangkutan dapat juga terjadi didalam perusahaan model pembelian yang berbeda untuk beberapa jenis bahan baku. Karakteristik dari masing-masing bahan baku akan dijadikan dasar model pembelian bahan baku yang sesuai dengan masing-masing bahan baku tersebut. Sampai saat ini model pembelian bahan baku yang digunakan adalah model pembelian dengan kuantitas yang optimal.

2.5.7 Pemesanan Kembali.

Didalam pelaksanaan operasi perusahaan , maka bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak akan cukup apabila hanya dilakukan sekali pembelian saja. Maka secara berkala perusahaan tersebut akan mengadakan pembelian kembali terhadap bahan baku yang dipergunakan dalam perusahaan tersebut.

Dalam melaksanakan pembelian kembali, perusahaan akan mempertimbankan panjang waktu tunggu yang diperlukan dalam pembelian


(31)

bahan baku, sehingga bahan baku itu datang tepat pada waktunya. Hal ini dilakukan mengingat apabila sampai terjadi keterlambatan kedatangan bahan baku, maka akan menyebabkan kemacetan produksi yang pada gilirannya akan mengakibatkan timbulnya biaya ekstra. Sebaliknya apabila kedatangan bahan baku terlalu awal, maka akan menyebabkan penumpukan bahan baku. Kedua hal ini tentunya tidak akan menyrebabkan keuntungan bagi perusahaan, justru akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bila hal ini terus berlangsung.

2.6 Komponen Biaya Yang Terlibat Dalam Persediaan.

Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain-lain, umumnya terdapt empat katagori biaya persediaan yang sangat menentukan jawab optimal dari masalah persediaan. Katagori biaya tersebut adalah sebagai berikut.

2.6.1 Biaya Pembelian (Purchasing Cost)

Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari pihak luar, atau biaya produksi per unit apabila di produksi dalam perusahaan (Zulian Yamit,2003). Biaya pembelian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang. Besarnya biaya pembelian ini tergantung pada jumlah barang yang akan dibeli dan harga satuan barang (Arman Hakim, 2003).

Sedangkan menurut Siagian (2005), biaya pembelian adalah harga pembelian atau produksi yang memperhatikan dua jenis biaya yaitu :

a. Kalau harga pembelian adalah tetap maka ongkos per satuan, harga adalah juga tetap tanpa melihat jumlah yang dibeli.


(32)

b. Kalau diskon tersedia maka harga per satuan adalah variabel tergantung pada jumlah pembelian.

2.6.2 Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Biaya pemesanan ini dimaksudkan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan (order) dibuat dan dikirim ke penjual, sampai barang-barang/bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (Assuari, 1993).

Biaya pengadaan dibedakan atas dua jenis sesuai asal-usul barang, yaitu biaya pemesanan )ordering cost) bila barang yang diperlukan diperoleh dari pihak luar (supplier) dan biaya pembuatan (setup cost) bila barang diperoleh dengan memeproduksi sendiri (Arman Hakim, 2003).

a. Biaya pemesanan adalah semua pengeluaran yang timbul untuk mendatangkan barang dari luar. Biaya ini meliputi biaya untuk menentukan pemasok (supplier), pengetikan pesanan, pengiriman pesanan, biaya pengangkutan, biaya penerimaan dan seterusnya. Biaya ini diasumsikan konstan untuk setiap kali pesan.

b. Biaya pembuatan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi suatu barang. Biaya ini timbul didalam pabrik yang meliputi biaya menyusun peralatan produksi, menyetel mesin, mempersiapkan gambar kerja dan seterusnya.

Karena kedua biaya tersebut mempunyai peran yang sama, yaitu pengadaan barang, maka kedua biaya tersebut disebut sebagai biaya pengadaan.


(33)

2.6.3 Biaya Penyimpanan (Holding Cost)

Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi secara fisik untuk menyimpan persediaan (Zulian Yamit, 2003). Biaya penyimpanan meliputi :

a. Biaya memiliki persediaan (biaya modal).

Penumpukan barang digudang berarti penumpukan modal, dimana modal perusahaan mempunyai ongkos yang dapat diukur dengan suku bunga bank. Oleh karene itu, biaya yang ditimbulkan karena memiliki persediaan harus diperhitungkan dalam biaya sistem persediaan. Biaya memiliki persediaan diukur sebagai persentase nilai persediaan untuk periode waktu tertentu.

b. Biaya gudang.

Barang yang disimpan memerlukan tempat penyimpanan sehingga timbul biaya gudang. Bila gudang dan peralatannya disewa maka biaya gudangnya merupakan biaya sewa sedangakan bila perusahaan mempunyai gudang sendiri maka biaya gudang merupakan biaya depresiasi.

c. Biaya kerusakan dan penyusutan.

Barang yang disimpan dapat mengalami kerusakan dan penyusutan karena beratnya berkurang atau jumlahnya berkurang karena hilang. Biaya kerusakan dan penyusutan biasanya diukur dari pengalaman sesuai dengan persentasenya.


(34)

d. Biaya kadaluwarsa.

Barang yang disismpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi dan model seperti barang-barang elektronik. Biaya kadaluwarsa biasanya diukur dengan besarnya penurunan nilai jual dari barang tersebut.

e. Biaya asuransi.

Barang yang disimpan diasuransikan untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran. Biaya asuransi tergantung jenis barang yang diasuransikan dan perjanjian dengan perusahaan asuransi.

f. Biaya administrasi dan pemindahan.

Biaya ini dikeluarkan unyik mengadministrasikan persediaan barang yang ada, baik pada saat pemesanan, penerimaan barang maupun penyimpanannya dan biaya untuk memindahkan barang dari, ke, dan didalam tempat penyimpanan, termasuk upah buruh dan biaya peralatan handling.

Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah kuntitatif, biaya simpan per unit diasumsikan linier terhadap jumlah jumlah barang yang disimpan (Arman Hakim, 2003).

2.6.4 Biaya Kehabisan Bahan (Stock Out Cost)

Yang dimaksu dengan biaya ini adalah biaya-biaya yang timbul sebagai akibat terjadinya persediaan yang lebih kecil dari jumlah yang diperlukan, seperti kerugian atau biaya-biaya tambahan yang diperlukan karena seorang langganan meminta atau memesan suatau barang sedangkan barang atau bahan yang tersedia


(35)

tidak tersedia. Disamping juga dapat merupakan biaya-biaya yang timbul akibat pengiriman kembali pesanan (order) tersebut (Assuari, 2003).

Biaya kekurangan dari luar perusahaan dapat berupa backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan menerima keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas (Zulian Hamit, 2003). Biaya kekurangan persediaan dapat diukur dari :

a. Kuantitas yang tidak dapat dipenuhi.

Biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan atau dari kerugian akibat terhentinya proses produksi. Kondisi ini diistilahkan sebagai biaya pinelti (p) atau hukuman kerugian bagi perusahaan dengan satuaan misalnya : Rp/unit.

b. Waktu pemenuhan.

Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak mendapatkan keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang. Biaya waktu pemenuhan diukur berdasarkan waktu yang diperlukan untuk memenuhi gudang.

c. Biaya pengadaan darurat.

Supaya konsumen tidak kecewa dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya yang lebih besar dari pada pengadaan normal. Kelebihan biaya dibandingkan pengadaan normal ini dapat dijadikan ukuran untuk menenttukan biaya kekurangan persediaan.


(36)

Ada perbedaan pengertian antara biaya persediaan aktual yang dihitung secara akuntansi dengan biaya persediaan yang digunakan dalam menentukan kebijaksanaan persediaan. Biaya persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan yang diperhitungkan dalam penentuan kebijaksanaan persediaan hanyalah biaya-biaya yang bersifat variabel, sedangkan biaya yang bersifat tetap seperti biaya pembelian tidak akan mempengaruhi hasil optimal yang diperoleh sehingga tidak perlu diperhitungkan.

2.7 Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan perencanaan dan Pengendalian Produksi.

Pengertian dari produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau jasa untuk kegiatan maka dibutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu ekonomi berupa tanah, modal, tenaga dan skill (Assuari, 1983).

Menurut Assuari (1983), perngertian perencanaan dan pengendalian produksi adalah penentuan dari penetapan kegiatan-kegiatan produksi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan atau pabrik tersebut dan mengawasi kegiatan pelaksanaan dari proses dan hasil produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Dari keterangan diatas dapatlah diketahui bahwa perencanaan dan pengendalian produksi merupakan usaha-usaha manajemen untuk menetapkan dasar dari bahan proses produksi yang dibutuhkan pada waktunya dengan biaya yang seminim mungkin. Jadi dalam mengadakan proses produksi harus telah


(37)

haruslah diadakan pengendalian yang baik, sebab tanpa pengendalian yang baik maka kemungkinan besar rencana yang telah ditetapkan tidak akan terrealisir dengan sempurna.

Agar proses produksi dapat berjalan lancar, maka setiap saat barang tersebut harus tersedia dan diusahakan sedapat mungkin modal yang tertanam dalam persediaan bahan baku dan biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar, sehingga tujuan pengendalian dan perencanaan produksi tepat pada waktunya dan ekonomis dapat tercapai.

2.8 Hubungan Pengendalian Persediaan Dengan Effisiensi Penggunaan Modal Perusahaan.

Antara pengendalian persediaan dengan effisiensi dalam penggunaan modal perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, bahwa setiap perusahaan untuk dapat menjamin kelangsungan usahanya perlu mengadakan persediaan. Untuk mengadakan persediaan diperlukan sejumlah uang untuk diinvestasikan dalam persediaan tersebut. Oleh karena itu setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimal baik dalam jumlah, mutu maupun kualitas yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Apabila hal-hal tersebut sudah dilakukan maka akan diperoleh keuntungan besar sekali (Assuari, 2003).

2.9 Model Pengendalian Persediaan.

Ditinjau dari permintaan bahan baku, maka dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu sifat kebutuhan bahan baku itu secara pasti atau bersifat


(38)

probabilistik (Hamdi Taha, 2001). Dibawah ini digambarkan klasifikasi permintaan ditinjau dari sifat permintaannya.

Gbr 2.1 Klasifikasi permintaan

2.9.1 Model Pengendalian Persediaan Deterministik.

Model pengendalian persediaan deterministik adalah suatu model persediaan dimana parameter dari sistem pengendalian persediaan adalah dianggap selalu sama atau tidak akan mengalami perubahan. Model ini tidak peka terhadap perubahan-perubahan permintaan, lead time maupun biaya-biaya yang timbul.

Model deterministik dibagi menjadi dua bagian, menurut sifat dan kejadiaannya. Yaitu model deterministik statis dan model deterministik dinamis. Model deterministik statis bila tingkat konsumsi diketahui dan tetap konstan sepanjang waktu. Sedangkan model deterministik dinamis bila tingkat permintaan diketahui dengan pasti tetapi sifat permintaannya bervariasi dari periode ke periode berikutnya (Hamdy Taha, 2001).

Permintaan

Deterministik

Dinamis

Probabilistik


(39)

2.9.2 Model Pengendalian Persediaan Probabilistik.

Model pengendalian persediaan probabilistik adalah suatu model pengendalian persediaan dimana parameter dari sistem pengendalian tidak dapat diketahui dengan pasti atau bervariasi.

Dalam model pengendalian persediaan probabilistik, parameter yang dominan adalah permintaan dan lead time, sehingga disimpulkan model dikatakan probabilistik bila salah satu dari permintaan atau waktu tunggu atau bahkan keduanya tidak dapat diketahui dengan pasti dimana perilakunya harus diuraikan dengan distribusi probabilistik. Adapun distri busi probabilistik yang mungkin terjadi adalah :

1. Tingkat permintaan atau tingkat pemakaian konstan tetapi lead time berubah-ubah.

2. Lead time konstan tetapi permintaan atau pemakaian berubah-ubah.

3. Baik lead time maupun permintaan bervariasi.

2.10 Model Pengendalian Persediaan Dinamis Untuk Permintaan Bervariasi.

Arman Hakim (2003) menyatakan perbedaan model persediaan deterministik adalah statis dan dinamis. Model persediaan deterministik statis didasarkan pada asumsi tingkat permintaan diketahui pasti dan relatif konstan. Sedangkan permintaan pada model deterministik dinamis diketahui dengan pasti, akan tetapi permintaannya bervariasi. Kondisi dimana permintaan bervariasi


(40)

1. Permintaan untuk komponen-komponen dalam proses assembling meskipun tertentu tetapi bervariasi sesuai dengan jadwal produksi.

2. Permintaan mengikuti pola musiman.

3. Permintaan ditentukan oleh kontrak produksi.

4. Permintaan tidak dipenuhi karena keterbatasan penyediaan dan kerusakan mesin.

Ada tiga pendekatan untuk mengatasi permintaan bervariasi seperti yang tersebut diatas :

1. Menggunakan pendekatan EOQ yang berdasarkan permintaan rata-rata pendekatan ini akan menghasilkan biaya total yang tinggi.

2. Menggunakan algorithma Within-Wagner yang akan menghasilkan biaya total yang rendah tetapi perhitungannya agak rumit.

3. Menggunakan model Heuristik Silver-Meal yang akan menghasilkan biaya total yang rendah serta perhitungannya yang lebih mudah dari algorithma Within-Wagner. Meskipun sedikit kurang akurat, tetapi biayanya lebih kecil dari EOQ.

2.10.1 Model pengendalian EOQ (Economic Order Quantity). 2.10.1.1 EOQ Sigle Item.

Tersine (2001) menyatakan bahwa dalam model persediaan deterministik dikenal istilah economic order quantity adalah besarnya pesanan untuk setiap kali


(41)

pesan. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku sebesar R unit per tahun, organisasi membeli Q unit periode.

Bila biaya persediaan per tahun adalah TC, maka :

TC = Harga Barang + Biaya Pesan + Biaya penyimpanan

Bila kebutuhan per tahun sebesar R unit dengan harga P per unit, maka :

Harga Barang = R x P

Tiap kali pesan biaya sebesar C, maka selama 1 tahun :

C x Q R Pesan Biaya =

Biaya penyimpanan tergantung dari banyaknya barang yang disimpan digudang selama satu tahun. Banyaknya barang disimpan adalah sebesar rata-rata simpanan maximum (Q unit) dan simpanan minimum (0 unit). Rata-rata

banyaknya barang dalam persediaan adalah

(

)

2 0 + Q atau 2 Q

. Apabila biaya

penyimpanan per unit per tahun sebesar N, maka :

Biaya penyimpanan per tahun = QH

     2

Sehingga biaya persediaan per tahun : C Q H Q R P R TC       +       + = 2


(42)

Secara matematis untuk mendapatkan jumlah pesanan optimal maka persamaan (2.1) harus diturunkan terhadap Q dan disamakan nol :

0 2 − 2 =

=

Q CR H dQ dTC

Gambar 2.1 Model persediaan klasik

(Principle of Inventory and materials Management,Tersine,1994) Dimana : Q : jumlah pesanan

B : reorder point T : periode pemesanan L : lead time

H CR Q* = 2

Q

Persediaan

ROP = B

L L L

T T

Waktu

Biaya

TC min

Total Cost

Holding Cost H (Q/2)

Ordering Cost R (C/Q) Tingkat Pemesanan (Q)

Optimum (q)

Gambar 2.3 Biaya Persediaan Tahunan EOQ

Phurchasing Cost (R.P)


(43)

Q* = Economic order quantity.

EOQ merupakan jumlah pesanan sedemikian sehingga total cost Tc minimum, Karena turunan kedua lebih besar dari pada nol.

2 2 H C RQ dQ dTC + − = −

( )

RC C

dQ TC d 3 2 2 2 − = 0 2 3 > Q RC

Dengan demikian TC minimum dapat ditulis :

H Q C Q R P R TC 2 * * .

*= + + (2.2)

Bila Q* disubtitusikan akan diperoleh :

TC* = R . P + H . Q*

Pemesanan kembali harus dilakukan agar barang yang dipesan datang tepat pada saat dibutuhkan yaitu ROP. Reorder point adalah tingkat persediaan bahan sewaktu diadakan pemesanan kembali. Bila posisi persediaan mencapai reoder point maka dilakukan reorder sebesar Q*. Lead time adalah waktu saat pemesanan

barang sampai dengan barang datang.

Bila lead time L dinyatakan dalam bulan, maka :

(

unit

)

L R B

12


(44)

Bila lead time dalam minggu :

(

unit

)

L R B

52

= (2.4)

Jumlah pemesanan yang harus dilakukan setahun :

*

Q R

n= (2.5)

Interval waktu antar pemesanan :

h

T = 1 (2.6)

2.10.1.2 EOQ Multi Item

Model ini merupakan model EOQ untuk pembelian bersama joint purchase beberapa jenis item dimana asumsi-asumsi yang dipakai adalah (Arman Hakim, 1999) :

§ Lead time diketahui dengan pasti, oleh karena itu tidak ada stock out maupun biaya stock out.

§ Lead time untuk semua item dimana semua item yang dipesan akan datang pada satu titik waktu yang sama untuk setiap siklus.

§ Holding cost harga per unit (unit cost) dan ordering cost untuk setiap item diketahui. Tidak ada perubahan dalam biaya per unit (seperti quantity diskon), ordering cost dan holding cost.


(45)

Item A

B

L

Q*Rpa

Waktu

Item B

B

L

Q*Rpb

Waktu Item C

B

L

Q*Rpc

Waktu Item A, B, C

Σ Q*Rpi

B

L

Waktu Gambar 2.4 Hubungan antara tingkat persediaan dengan waktu untuk lot


(46)

Dimana : L : Lead time

B : Reorder point

Q*Rpi : EOQ (dalam satuan rupiah) untuk item ke-1

Q*Rp : Agregat lot size (dalam satuan rupiah).

Penentuan rumus EOQ untuk masing-masing item diperoleh dengan menderivasi biaya total. Persediaan yang terdiri dari total ordering cost dan total holding cost selama periode tertentu, dimana :

(

)

+

=

pi i i

R Q

xr c c Cost Ordering Total

* (2.7)

keterangan :

c : biaya pemesanan yang tidak tergantung jumlah item (biasanya disebut mayor ordering cost)

ci : Biaya pemesanan tambahan karena adanya penambahan item ke-1 dalam pesanan (termasuk biaya pencatatan, penerimaan, pengiriman item ke-i tersebut). Biaya-biaya ini juga disebut minor ordering cost.

ri : biaya selama periode tertentu untuk item ke-1

R = Σ ri : Biaya yang diperlukan selama periode tertentu untuk semua item.

QRp = Σ QRpi : EOQ untuk ukuran lot terpadu dalam “nilai” Rp


(47)

Total holding cost sebanding dengan holding cost per tahun (H) dikalikan rata-rata nilai persediaan dimana dalam kasus yang sifat kebutuhannya deterministik dan sifat pengadaannya “instantanius”, maka total holding cost tersebut akan sebanding dengan setengah dari lot item ke-i.

(

)

= hx Q Rpi

t holding Total * 2 cos sehingga :

(

)

+

+ +

= hx Q Rpi R

Rpi Q xR c c TC t

Total i *

2 *

) (

cos (2.8)

Dengan menderivikasi persamaan diatas terhadap Q*Rpi, maka diperoleh :

(

)

= +

h xR c c x Rpi

Q* 2 i (2.9)

Dimana nilai Q*Rpi merupakan EOQ optimal yang akan meminimumkan TC untuk masing-masing item nilai ke-i.

EOQ untuk masing-masing item dalam “nilai” rupiah diperoleh dari membagi ri dengan R sebagai berikut :

= x Q Rpi

R r Rpi

Q* i * (2.10)

EOQ untuk masing-masing item dalam “unit” sebanding dengan unit cost (pi), sehingga diperoleh :

Pi Rpi Q Qi*= *


(48)

Jarak antara pemesanan optimal (t*) diperoleh dengan cara membagi lamanya periode (misal 1 tahun) dengan frekuensi pemesanan yang terjadi selamaperiode tersebut yang hilang, sehingga :

R Rpi Q Rpi

Q R N

t

=

=

= *

* 1 1

* (2.11)

Dalam menentukan variasi interval yang optimal untuk masing-masing item ada 2 metode yang bisa digunakan yaitu metode pendekatan Brown dan metode pendekatan Silver. Kedua metode ini berguna untuk menentukan “pengali interval siklus” (ni) untuk masing-masing item.

A. Metode Pendekatan Brown.

Langkah-langkah dalam menentukan ni adalah sebagai berikut :

1. Hitung perkiraan interval pemesanan mula-mula (t) dengan asumsi bahwa semua item yang dipesan pada setiap siklus menggunakan model yang dikembangkan sebelumnya, dengan rumus :

(

)

Dxh c c x

t = 2 + i (2.12)

2. Tentukan ni mula-mula dengan rumus :

i i

hxr xc x t

ni=1 2 (2.13)


(49)

3. Tentukan nilai baru t dengan rumus yang menggabungkan kemungkinan terjadinya perbedaan interval pemesanan sebagai berikut :

(

)

     + = nixri x c ni c c x t i i 2 (2.14)

4. Kembali ke langkah 2, dan hitung nilai baru ni. Jika semua nilai ni baru tersebut tetap seperti ini mula-mula maka stop, berarti solusi sudah optimal. Bila satu atau lebih nilai ni berubah, ulangi langkah c, dengan merevisi nilai ni dan lanjutkan terus sampai tak satupun nilai ni berubah.

B. Metode Pendekatan Silver.

Langkah-langkah dalam menentukan ni adalah sebagai berikut :

1. Tentukan item yang memiliki resiko ci/ri terkecil dan rancanglah siklus interval pemesanan yang sama satu per satu.

2. Tentukan ni untuk masing-masing item dengan persamaan di bawah ini dan bulatkan hasilnya ke bilangan bulat yang lebih besar dari pada nol.

      + + = j j i i c c r r c

ni (2.15)

dimana j : item yang mempunyai rasio ci/ri terkecil.

2.10.2 Model Pengendalian Heuristik Silver Meal.

Heuristik silver meal didasarkan atas permintaan beberapa periode mendatang yang sudah diramalkan sebelumnya. Metode ini ditemukan oleh


(50)

disimpan lebih dari satu periode pertama, dimana pembelian bahan baku dilakukan bila persediaan bahan baku diperhitungkan nol (Arman Hakim, 2003). Tersine (2001) memberikan langkah-langkah penerepan dari heuristik silver meal sebagai berikut :

1. Menghitung total relevan cost (TRC) .

T T Periode Akhir pada Simpan Biaya Total C T T TRC + = ) ( (2.16)

= − + = T t Rk k Ph C T T TRC 1 ) 1 ( ) ( (2.17) Dimana :

C = Biaya Pesan

h = Friksi Biaya Simpan P = Biaya Pengadaan Ph = Biaya Simpan

TRC (T) = Total relevan Cost tiap T periode T = waktu pengadaan

Rk = Permintaan rata-rata dalam periode Ki

Sedangkan menurut Arman Hakim (2003), penyelesaian Heuritik memberikan cara penyelesaian lebih sederhana. Ada beberapa pendekatan heuristik, tetapi pendekatan silver meal mudah digunakan dan menghasilkan pola pembelian terbaik di banding pendekatan heuristik lainnya. Pendekatan heuristik silver meal mirip dengan pendekatan EOQ, tetapi dalam perhitungannya lebih didasarkan pada variabel periode pembelian dan bukan berdasarkan total permintaan selama masa perencanaan.


(51)

Bila “t” atau jumlah satuan waktu selama periode pembelian, maka :

Rata-rata biaya persediaan per satuan waktu =

t t periode akhir pada total simpan Biaya pesan

biaya ) ( )

( + atau ) ( } ) 1 ( ) 1 3 ( ) 1 2 ( ) 1 1

{( 1 2 3

i t h D t D D D k TU AC T K K L

L + −

+ − + − + − +

= (2.18)

Dimana :

=

TU AC

Rata-rata biaya persedian per satuan waktu.

k = Biaya per pesan

Dt = Permintaan selama periode ke t

h = Biaya simpan per unit per periode, dimana pada periode pertama (t=1) tidak ada biaya simpan sehingga variabel Di pada persamaan (2.18) dapat diabaikan.

Aturan penyelasian atau menghitung

TU AC

untuk periode pembelian

berurutan sampai nilai

TU AC

terendah merupakan periode pembelian dan jumlah

bahan yang dibeli merupakan jumlah kebutuhan selama periode tersebut, Qt = D1 + D2 + D3+ ... + Dt


(52)

2. Membuat Tabel Pengadaan.

Adapun bentuk dari tabel tersebut sebagai berikut : Periode t Kebutuhan

TU

AC Pembelian kembali

Bila :

T T TRC T

T

TRC ( )

1 ) 1 (

> +

+

(2.19)

Maka pada periode T + 1 tersebut harus dilakukan pengadaan persediaan bahan baku kembali dan waktu pengadaan (T) dimulai kembali dari 1 sehingga biaya simpan (holding cost)nya kembali 0 serta terjadi biaya pesan (C) kembali.

3. Membuat Tabel Pengendalian Persediaan. Bulan Kebutuhan

(Kg)

Pembelian (Kg)

Simpan (Kg)

Total Biaya (Rp)

2.11 Peramalan Untuk Perencanaan Persediaan Bahan Baku. 2.11.1 Pengertian Peramalan.

Peramalan adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu dimasa yang akan datang (Biegel, 2002).


(53)

Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu taksiran yang ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan keterbatasan kemampuan manusia. Peramalan dilakukan untuk masa mendatang melalui pengujian keadaan dimasa lalu. Esensi peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa diwaktu yang akan datang atas dasar pola-pola diwaktu yang lalu (Handoko, 2001).

Dalam hubungannya dengan operasi produksi, peramalan harus menjadi bagian integral dari perencanaan dan pengambilan keputusan. Peramalan diperlukan sejalan dengan usaha organisasi untuk mengurangi ketergantungannya pada faktor lingkungan yang tidak pasti. Sehingga peramalan merupakan alat bantu yang sangat penting bagi suatu perusahaan yang efektif dan effisien. Karena perencanaan dan pengendalian operasi terjadi di beberapa tingkat, maka tidaklah mungkin bahwa satu jenis peramalan dapat meleyani semua kebutuhan. Kita mebutuhkan peramalan dari rentang waktu yang berbeda untuk berfungsi sebagai dasar rencana operasi yang dikembangkan untuk cakrawala waktu perencanaan yang berbeda-beda. Untuk masing-masing jangka waktu perencanaan yang ada, kriteria utama untuk pemilihan metode yang sesuai adalah kesesuaian antara waktu keputusan, cakrawala waktu perencanaan, akurasi peramalan, pola data yang diramalkan, biaya dan kemudahan pengoprasian (Buffa, 2003 dan Makridakis,2003).


(54)

Secara umum metode peramalan dibagi dalam dua katagori yaitu :

1. Metode Kualitatif.

Metode ini digunakan bila tidak tersedia atau sedikit informasi kualitatif masa lalu untuk meramalkan kondisi mendatang, tetapi terdapat pemgertian kualitatif yang cukup dan mengandalakn opini para pakar. Metode ini berguna untuk peramalan jangka panjang yang termasuk metode kualitatif adalah metode explorasi dan metode normatif.

2. Metode Kuantitatif.

Metode ini digunakan bila tersedia cukup informasi kuantitatif untuk meramalkan kondisi mendatang, dimana informasi masa lalu itu dapat dikuantitatifkan dalam bentuk numerik dengan menggunakan pendekatan statistika dan matematika. Asumsi metode ini bahwa pola data masa lalu akan terus berlanjut dimasa datang. Yang termasuk metode kuantitatif adalah metode eksplorasi deret berkala (Time series) dan metode kausal (Explanatory/regresi).

2.11.2 Analisa Pola Data Deret Berkala ( Time Series). 2.11.2.1 Jenis Pola Data Untuk Deret Berkala.

Terdapat empat data deret berkala yaitu horizontal, musiman, siklus dan trend. Kelayakan metode akan tergantung pada komponen permintaan mana yang bekerja dalam situasi tertentu (Makridakis, 2003 dan Buffa, 2003).


(55)

1. Pola Horizontal (H).

Bilamana nilai data permintaan berfluktuasi disekitar nilai rata-rata konstan dan tidak secara konsisten naik atau turun.

2. Pola Musiman (S).

Bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman yang berdampak positif dan negatif terhadap permintaan (misalnya kuartal dalam tahun, bulan, hari atau minggu tertentu) yang terjadi karena faktor-faktor tertentupada selang waktu teratur.

3. Pola Siklus (C).

Bilamana datanya diperngaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Sifat pola siklis atau siklikal bervariasi dalam hal waktu dan durasi kejadian.

4. Pola Trend atau Kecenderungan (T).

Bilamana terjadi kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data atau dalam satu periode ke periode berikutnya.

2.11.3 Metode Peramalan.

2.11.3.1 Metode Rata-rata bergerak.

Metode rata-rata bergerak ini melakukan dengan mengambil sekelompok nilai pengamatan, mencari nilai rata-ratanya dan lalu menggunakan nilai rata-rata tersebut sebagai ramalan untuk periode barikutnya. Jumlah pengamatan aktual yang dimasukkan kedalam rata-rata ini ini ditetapkan oleh manajer dan tetap


(56)

konstan. Istilah rata-rata bergerak dipergunakan, karena setiap kali obesvasi baru tersedia, maka angka rata-rata yang baru dihitung dan dipergunakan sebagai ramalan. Karakteristik kedua dari rata-rata bergerak adalah semakin besar jumlah observasi yang dimasukkan dalam perhitungan rata-rata bergerak, efek pelicinan semakin terlihat dalam ramalan (Makridakis, 1993).

Tujuan utama dari penggunaan teknik rata-rata bergerak ini adalah untuk mengurangi atau menghilangkan

N A A

A

MA= t + t−1 +K + t−(N−1) (2.20)

Dimana : MA = Rata-rata bergerak

t

A = Permintaan aktual pada periode t

N = Jumlah data permintaan yang dilibatkan dalam perhitungan rata-rata bergerak.

Karena data aktual yang dipakai untuk perhitungan rata-rata bergerak berikutnya selalu dihitung dengan mengeluarkan data yang paling terdahulu, maka :

N A A MA

MAt = t1 + ttN (2.21)

Prehitungan tentang berapa nilai N yang tepat adalah hal yang penting dalam metode ini. Semakin besar nilai N, maka semakin halus perubahan nilai rata-rata bergerak dari periode ke periode. Kebalikannya, semakin kecil nilai N, maka hasil perhitungan akan lebih agresip dalam mengantisispasi perubahan data


(57)

terbaru yang diperhitungkan. Kelemahan dari teknik rata-rata bergerak ini adalah sebagai berikut :

1. Peramalan selalu berdasarkan pada N data terakhir tanpa mempertimbangkan data-data sebelumnya.

2. Setiap data dianggap memiliki bobot yang sama, padahal lebih masuk akal bila data yang lebih baru akan mempunyai bobot yang lebih tinggi karena data tersebut merepresentasikan kondisi yang terakhir terjadi. Kelemahan kedua ini akan diatasi dengan menggunakan teknik rata-rata bergerak dengan pembobotan.

3. Diperlukan biaya yang besar dalam penyimpanan dan pemrosesan datanya, karena bila N cukup besar, maka akan membutuhkan memori yang cukup besar dan proses komputasinya menjadi lama.

2.11.3.2 Metode Pemulusan Exponensial.

Terdapat dua batasan utama yang mendorong para peramal untuk menerapkan metode pelicinan/pemulusan eksponensial untuk menggantikan rata-rata bergerak. Pertama, untuk menghitung ramalan rata-rata-rata-rata bergerak, setidaknya nilai pengamatan sejumlah N harus disimpan. Kedua, metode rata-rata bergerak memberikan bobot yang setara untuk masing-masing pngamatan untuk N pengamatan terakhir dan tidak memberikan bobot apapun untuk semua periode sebelumnya (t-N).

Pada prinsipnya, pelicinan eksponensial beroperasi dengan cara yang sejalan dengan rata-rata bergerak dengan “melicinkan” pengamatan historis untuk


(58)

mengurangi kerandoman. Tetapi prosedur matematika untuk melakukan pelicinan ini agak berbeda dengan yang dipergunakan dalam rata-rata bergerak (Makridakis, 2003). Model matematis exponensial ini dapat dikembangakan dari persamaan berikut (Arman Hakim, 2003) :

N A A F

Ft = t1 + ttN (2.22)

Dimana bila data permintaan aktual yang lama AtN tidak tersedia, maka dapat digantikan dengan nilai pendekatan yang berupa nilai ramalan sebelumnya (Ft1), sehingga persamaan diatas (2.8) dapat dituliskan menjadi :

N F A F

Ft = t1 + tt (2.23)

atau 1 1 1 1

     − +      

= t t

t F

N A

N

F (2.24)

Dari persamaan (2.10) terlihat bahwa peramalan dengan teknik pemulusan eksponensial pada periode t. (Ft+1) akan didasarkan atas pembobotan data permintaan aktual akhir (At) dengan bobot 1/N dan pembobotan ramalan yang paling akhir (Ft1) dengan bobot (1-1/N). Karena N bilangan positif, maka 1/N akan menjadi konstanta yang bernilai antara nol (N = ~) sampai dengan 1 (N = 1). Dengan mengganti 1/N dengan α, maka persamaan (2.24) akan menjadi :

(

1−

)

1 +

= t t

t A F


(59)

Bila kita notasikan ft sebagai peramalan permintaan pada periode t sehingga

1

= t

t F

f maka persamaan (2.25) menjadi :

(

)

t

t

t A f

F =α + 1−α (2.26)

Dari persamaan (2.12) diatas, terlihat bahwa teknik pemulusan eksponensial banyak mengurangi kelemahan teknik rata-rata bergerak dalam penyimpanan data karena hanya data permintaan aktual terakhir, ramalan terakhirdan suatu nilai konstanta α yang harus disimpan. Cara lain untuk menuliskan persamaan (2.25) adalah dengan susunan berikut :

(

1

)

1 −

− + −

= t t t

t F A F

F α (2.27)

Dimana AtFt1 merupakan kesalahan ramalan dalam periode t (et), sehingga persamaan (2.22) dapat ditulis sebagai berikut :

t t

t F e

F = 1 +α (2.28)

Dari persamaan (2.28) terlihat bahwa bila α mempunyai angka mendekati satu, maka ramalan yang baru akan menyesuaikan kesalahan dengan besar pada ramalan sebelumnya. Kebalikannya, bila α mendekati nol, maka ramalan yang baru akan menyesuaikan kesalahan dengan kecil.

Penentuan besarnya nilai α harus dipertimbangkan dengan baik. Salah satu metode yang dapat dipaki adalah memilih nilai α berdasarkan nilai N yang dilibatkan dalam teknik pemulusan eksponensial. Metode ini hanya dapat diterapkan oleh perusahaan yang telah lama menggunakan teknik pemulusan eksponensial dengan N yang cukup memadai. Rata-rata usia data dengan teknik


(60)

MA = N – ½, sedangkan rata-rata usia data dengan teknik Es = 1 – α/ α. Untuk menghitung nilai α dalam hubungannya dengan N adalah dengan membuat persamaan sebagai berikut :

α α − =

− 1

2 1

N

(2.29)

atau

1 2

+ =

N

α (2.30)

Untuk menggunakan pelicinan eksponensial, seoramg manajer hanya memerlukan angka pengamtan terbaru, ramalan terbaru, dan nilai α. Pelicinan eksponensial tunggal mudah dan murah untuk dipergunakan, karena program komputer dapat secara otomatis menemukan nilai α terbaik. Di samping itu, bukti empiris dan pengalaman di antara para pengguna peramalan menegaskan bahwa pelicinan eksponensial merupakan metode yang akurat, efektif dan dapat diandalkan untuk berbagai aplikasi peramalan ( Makridakis, 2003).

2.11.3.3 Regresi Linier.

Peramalan yang didasarkan pada metode regresi menghasilkan fungsi peramalan yang dinamakan persamaan regresi. Persamaan regresi menggambarkan deret yang diramalkan dalam bentuk deret lain yang dianggap mempengaruhi atau menyebabkan penjualan naik atau turun. Dasar pemikirannya dapat bersifat umum ataupun spesifik (Buffa, 2003).


(61)

metode regresi ini adalah metode regresi linier sederhana dengan variabel pengruh tunggal, secara matematis model ini dinyatakan sebagai berikut (Arman Hakim,2003) :

ŷ = a + bx (2.31)

dimana :

ŷ = perkiraan permintaan

x = variabel bebas yang mempengaruhi y

a = nilai tetap y bila x = 0 (merupakan perpotongan dengan sumbu y)

b = derajat kemiringan persamaan garis regresi

Dalam model ini, diasumsikan nilai x dan nilai y sebnyak n pasang, Pasangan x dan y ini dinyatakan sebagai (x1,y1),(x2,y2),K ,(xn,yn). Simbol y menunjukkan nilai ŷ yang diamati, sedangkan simbol menunjukkan titik pada garis yang diekspresikan pada persamaan ŷ = a + bx.

Nilai y yang diperoleh dari hasil pengamatan tidak akan tepat jatuh pada garis perkiraan karena terdapatnya kesalahan acak pada data. Pada setiap titik pengamatan, kesalahan ditujukkan sebagai ŷi – yi, dan total varian atau kesalahan kuadrat untuk seluruh titik pengamatan tersebut adalah :

(

)

(

)

Υ − 2 =

+ − 2

i i i

i y a bx y (2.32)

Analisa regresi bertujuan meminimasi persamaan kesalahan diatas dengan memilih nilai a dan b yang sesuai. Kesalahan terkecil akan diperoleh dengan cara


(62)

dimana hasil akhirnya adalah :

n x b n

y

a=

i

i (2.33)

( )(

)

[

]

( )

2

2

− − =

i i

i i i

i

x x

n

y x y

x n

b (2.34)

Untuk n pasang data yang diberikan, nilai a dan b dapat dicari dengan persamaan a dan persamaan b di atas. Nilai-nilai ini akan membentuk garis lurus yang merupakan kuadrat terkecil (prediktor) terbaik atas permintaan y berdasarkan variabel bebas x.

2.11.4 Pengukuran Ketepatan Metode Peramalan.

Didalam pemilihan dan penerapan metode peramalan pada data historis yang tersedia, perlu dilakukan pengukuran kesesuian metode tertentu untuk suatu kumpulan data yang diberikan. Dalam banyak situasi peramalan, ketepatan (accuracy) dipandang sebagai kriteria penolakan untuk metode peramalan.

Ukuran statistik standart yang sering digunakan untuk pengukuran ketepatan metode peramalan dimana terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode serta n buah kesalahan adalah (Makridakis, 2003 dan Arman hakim, 2003) :


(63)

1. Kesalahan Rata-rata (ME) dan Kesalahan Rata-rata Kuadrat (MSE).

Kesalahan rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

n F A ME n t t t

= − = 1 (2.35)

MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara matematis MSE dirumuskan sebagai berikut

(

)

− = n F A

MSE t t

2

(2.36)

2. Standar Deviasi Kesalahan (SDE) dan Deviasi Absolut Rata-rata (MAD).

Rumus dari standar deviasi kesalahan adalah :

(

)

1 2 − − =

n F A

SDE t t (2.37)

MAD merupakan rata-rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibanding kenyataannya. Secara matematis, dirumuskan sebagai berikut :

− = n F A

MAD t t (2.38)


(64)

Kesalahan persentase dirumuskan sebagai berikut : % 100 X A F A PE t t t t

= (2.39)

Sedangkan rumus dari kesalahan persentase rata-rata adalah :

n PE MPE n i i

= = 1 (2.40)

4. Kesalahan Persentase Absolut Rata-rata (MAPE).

MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif. MAPE biasanya lebih berarti dibandingkan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil peramalan terhadap permintaan aktual selama periode tertentu yang akan memberikan informasi persentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah. Secara matematis MAPE dinyatakan sebagai berikut : n PE MAPE n i i

= = 1 (2.41) atau

−       = t t t A F A n

MAPE 100 (2.42)

Dalam banyak situasi peramalan, perbandingan dari masing-masing metode peramalan yang dicoba adalah dijadikan sebagai acuan pemilihan dan pilihan diambil berdasarkan nilai MSE paling minimum. Bila dihubungkan


(65)

dengan penentuan konstanta pemulusan pada metode smoothing, maka besar kecilnya nilai α, β dan γ harus ditentukan agar MSE dari metode-metode yang dicoba menghasilkan nilai minimum. Penentuan nilai α, β dan γ ini dapat dilakukan dengan cara trial and error atau dapat dibantu dengan program/sofware komputer untuk memperoleh nilai yang baik.

2.11.5 Pemeriksaan dan Pengendalian Peramalan.

Suatu langkah pertama yang diperlukan setelah kita membuat ramalan adalah memeriksa bahwa ramalan tersebut memang telah dapat mewakili data dan sistem penyebab kebetulan yang mendasari permintaan bagi produk yang dipertanyakan. Bentuk termudah dari cara pemeriksaan/pengendalian ini adalah peta kendali secara statistik yang digunakan adalah Peta Rentang Bergerak (Moving Rang Chart/MRC), yang dirancang untuk membandingkan nilai yang diamati dengan yang diramalkan dari suatu permintaan. Tujuan pemeriksaan dengan MRC ini adalah mengadakan verifikasi apakah fungsi atau metode ramalan terpilih hasil ramalannya dapat digunakan atau tidak. Pemeriksaan dilakukan pada periode-periode dasar (periode-periode yang dibuat untuk meramalkan periode-periode berikutnya). Moving range dapat didefinisikan sebagai (Arman Hakim,2003) :

(

ˆ −

) (

− ˆ−1− −1

)

= yt yt yt yt

MR (2.43)

Adapun rata-rata moving range didefinisikan sebagai :

1

− =

=

MR MR

n

t t


(1)

Tabel 4.19 Pengendalian Persediaan Karbon dengan Heuristic Silver Meal Bulan Penerimaan (ton) Kebutuhan (ton) Sisa (ton) Biaya Pesan (Rp)Ton Biaya Pembelian (Rp) Biaya Simpan (Rp) TC (Rp)

Januari 10 10 0 105.000 2700000 0 2.805.000

Februari 6 6 0 105.000 1620000 0 1.725.000

Maret 10 10 0 105.000 2700000 0 2.805.000

April 15 15 0 105.000 4050000 0 4.155.000

Mei 7 7 0 105.000 1890000 0 1.995.000

Juni 9 9 0 105.000 2430000 0 2.535.000

Juli 9 9 0 105.000 2430000 0 2.535.000

Agustus 10 10 0 105.000 2700000 0 2.805.000

September 13 13 0 105.000 3510000 0 3.615.000

Oktober 11 11 0 105.000 2970000 0 3.075.000

November 10 10 0 105.000 2700000 0 2.805.000

Desember 15 15 0 105.000 4050000 0 4.155.000

Jumlah 35.010.000

( Sumber informasi : Hasil pengolahan data, Lampiran B-2)

Tabel 4.20 Pengendalian Persediaan Silikat dengan Heurisdtic Silver Meal Bulan Penerimaan (ton) Kebutuhan (ton) Sisa (ton) Biaya Pesan (Rp)/Ton Biaya Pembelian (Rp) Biaya Simpan (Rp) TC (Rp)

Januari 5 5 0 115.000 1825000 0 1.940.000

Februari 5 5 0 115.000 1825000 0 1.940.000

Maret 7 7 0 115.000 2555000 0 2.670.000

April 8 8 0 115.000 2920000 0 3.035.000

Mei 7 7 0 115.000 2555000 0 2.670.000

Juni 11 11 0 115.000 4015000 0 4.130.000

Juli 11 11 0 115.000 4015000 0 4.130.000

Agustus 9 9 0 115.000 3285000 0 3.400.000

September 8 8 0 115.000 2920000 0 3.035.000

Oktober 8 8 0 115.000 2920000 0 3.035.000

November 5 5 0 115.000 1825000 0 1.940.000

Desember 11 11 0 115.000 4015000 0 4.130.000

Jumlah 36.055.000


(2)

Total biaya persediaan bahan baku pupuk dengan menggunakan metode heuristic silvermeal sebagai berikut :

Tabel 4.21 Total Cost Metode Heuristik Silvermeal

No Bahan Baku Total Cost

1 Dolonide 81.111.000

2 Phospate 118820000

3 Karbon 35010000

4 Silikat 36055000

Jumlah 270.996.000

D. Menghitung Biaya Penghematan

Perbandingan total cost persediaan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan berdasarkan dengan total cost persediaan Heuristic Silver Meal dan didasarkan pada hasil perhitungan biaya rata-rata yang telah dilakukan diatas sehingga didapatkan hasil seperti tabel 4.22 dibawah ini :

Tabel 4.22 Total Cost Persediaan Metode Perusahaan (TCa) dengan Total Cost

Metode Heuristic Silver Meal (TCc)

TCa TCc

Rp. 301,910,050,- Rp. 270.996.000,-

Adapun secara matematis penghematan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut

Penghematan = X100%

TC TC TC

a c a

Sehingga penghematan untuk bahan baku per tahun adalah :

Penghematan = 100%

0,-301,910,05 Rp.

0,-270.996.00 Rp.

0 301,910,05 Rp.

x

= 10,239 %

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(3)

4.2 Pembahasan.

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa tersebut diatas dapat dikatakan model yang digunakan oleh perusahaan untuk melakukan perencanaan pengendalian bahan baku Dolonide, Phospate, Karbon, Silikat, belum ekonomis. Hal tersebut terlihat dari hasil perhitungan dengan metode Heuristik Silver Meal, dimana masih dapat dilakukan penghematan seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.23 Perbandingan biaya perencanaan pengendalian bahan baku pupuk.

Metode Total Cost Penghematan Prosentase

Penghematan

Riil Perusahaan Rp. 301,910,050,- - -

Heuristic Silver Meal Rp. 270.996.000,- Rp 30,914,050,- 10,239 %

Penghematan = X100%

TC TC TC

a c a

Sehingga penghematan untuk bahan baku per tahun adalah :

Penghematan : TCa – TCc = Rp. 301,910,050 - Rp.270.996.000 = Rp. 30,914,050,-

Prosentase Penghematan = 100%

0,-301,910,05 Rp.

0,-270.996.00 Rp.

0,-301,910,05 Rp.

x


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan.

1. Berdasarkan kondisi perusahaan PT. Kusuma Dipa Nugraha, Total Cost untuk Dolonite adalah sebesar Rp. 92.943.750, Phospate sebesar Rp. 131.356.000 Karbon sebesar Rp. 37.248.300, Silikat sebesar Rp. 40.362.000 Sedangkan

Total cost untuk bahan baku dengan menggunakan metode Heuristic Silver Meal adalah Dolonite sebesar Rp. 81.111.000. Phospate sebesar Rp 118.820.000, Karbon sebesar Rp 35.010.000, dan Silikat sebesar Rp 36.055.000.

2. Effisiensi biaya perbandingan antara kondisi perusahaan sekarang dengan metode Heuristic Silver Meal adalah untuk Dolonite sebesar 12,731 %, Phospate sebesar 9,544 %, Karbon sebesar 6,009 %, dan Silikat sebesar 10,671%.

3. Total biaya persediaan bahan baku yang dihasilkan dengan Metode Heuristik silver meal lebih rendah dibandingkan dengan total biaya persediaan kondisi perusahaan sekarang. Untuk Total Cost pengadaan bahan baku dengan total biaya persediaan kondisi perusahaan sekarang yakni sebesar Rp. 301.910.050 jika dibandingkan dengan total biaya Heuristik Silver Meal sebesar Rp.270.996.000, Sedangkan untuk total penghematan yang dapat dilakukan adalah sebesar Rp 30.914.050 sehingga didapat hasil (10,239 %),.

122

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(5)

5.2 Saran

Sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan maka saran-saran yang dapat dihasilkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Disarankan pada perusahaan agar dalam mengendalikan persediaan bahan

baku tanah liat, pasir dan barium carbonat menggunakan metode Heuristic Silver Meal, karena dapat menghemat biaya persediaan.

2. Dalam melakukan pembelian bahan baku diharapkan adanya perencanaan

yang baik, sehingga tidak akan mengganggu jalannya proses produksi yang sedang berlangsung di perusahaan tersebut, dengan demikian diharapkan hasil produksi dapat maksimal.


(6)

Ahyari, Agus (1986), “Manajemen Produksi : Pengendalian Produksi”, Penerbit Fakultas Ekonomi – Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Assauri, Sofyan (1980), “Manajemen Produksi”, Penerbit Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia, Jakarta.

Biegel, Jhon E. (1992), “Production Control”, Terjemahan, Penerbit Akademika Presindo, Jakarta.

Ciarusina, Aulia (2005), “Pengendalian persediaan bahan baku dengan menggunakan metode heuristik silver meal dalam upaya meminimalkan biaya persediaan di PT. Kereta Api Balai Yasa Traksi Surabaya Gubeng”, Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

Hani, Handoko T. (1984), “Dasar – dasar Manajemen Produksi dan Operasi”, Penerbit Fakultas Ekonomi – Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Kusuma, Hendra (2002), “ Manajemen Produksi : Perencanaan dan Pengendalian

Produksi”, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Makridakis, Spy Ros; Wheelright, Steven C.; McGee, Victor E. (1995), “Metode dan Aplikasi Peramalan”, Edisi kedua, Erlangga, Jakarta.

Nasution, Arman Hakim (1995), “Pengendalian Persediaan”, Penerbit Fakultas Teknologi Industri – Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Siagian, P. (1987), “Penelitian Operasional : Teori dan Praktek”, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Tersine R.J. (1994), “Priciples of Inventory and Materials Management”, 4th Edition, University of Oklahoma, Prentice-Hall International, Inc.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :