Hubungan antara kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan pada Kepala Sekolah Menengah Kejuruan swasta di Jakarta Timur.

(1)

Yosaphat Perkasa Perdana Putra

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah Jakarta Timur. Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah SMK yang masih menjabat yang berjumlah 50 orang. Dalam penelitian ini peneliti membuat hipotesis bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan sosial kepala sekolah dengan efektivitas kepemimpinannya. Penelitian ini menggunakan skala kecerdasan sosial dan skala efektivitas kepemimpinan yang telah disusun dengan teknik penskalaan Likert. Reliabilitas skala Kecerdasan Sosial adalah 0,962 dari 40 item dan reliabilitas skala Efektivitas Kepemimpinan adalah 0,966 dari 40 item. Reliabilitas kedua skala diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha – Cronbach dari program SPSS for windows versi 21. Penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji linearitas untuk melakukan uji asumsi. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data memiliki sebaran normal dan memiliki hubungan yang linear antara kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan teknik Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan dan memperoleh nilai koefisien korelasi (r) 0,837 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Kecerdasan Sosial maka semakin tinggi Efektivitas Kepemimpinan pada Kepala Sekolah SMK.


(2)

Yosaphat Perkasa Perdana Putra

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the relationship of social intelligence with the leadership effectivity of the vocational high school head master in east Jakarta. The subject of this research are 50 active head masters of the vocational high school. The researcher made a hypothesis that there is a positive relation between head master’s social intelligence with his leadership effectivity. This research used the scale of social intelligence and scale of leadership effectivity that has been compiled using Likert scaling technique. The reliability of Social Intelligence scale is 0,962 out of 40 items and the reliability Leadership Effectivity scale is 0,966 out of 40 items. The reliability of both scales are gained by using Alpha – Cronbach technique from SPSS for Windows version 21. The research is using normality test and linearity test for assumption testing. The result of assumption testing shows that the data has normal distribution and has linear relation between social intelligence and leadership effectivity. This research is using Pearson Product Moment technique to find out the relationship between Social Intelligence and Leadership Effectivity and also to achieve coefficient value correlate (r) 0,837 with significant value 0,000 (p < 0,01). It shows that there is a positive relationship between Social Intelligence and Leadership Effectivity. So it is concluded that the higher Social Intelligence, the Leadership Effectivity of vocational high school head master will also increase.


(3)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SOSIAL DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN PADA KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

SWASTA DI JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Yosaphat Perkasa Perdana Putra 099114048

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(4)

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SOSIAL DAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN PADA KEPALA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

SWASTA DI JAKARTA TIMUR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Yosaphat Perkasa Perdana Putra 099114048

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(5)

(6)

(7)

(8)

v

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SOSIAL DENGAN EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN PADA KEPALA SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN

Yosaphat Perkasa Perdana Putra

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan di wilayah Jakarta Timur. Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah SMK yang masih menjabat yang berjumlah 50 orang. Dalam penelitian ini peneliti membuat hipotesis bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan sosial kepala sekolah dengan efektivitas kepemimpinannya. Penelitian ini menggunakan skala kecerdasan sosial dan skala efektivitas kepemimpinan yang telah disusun dengan teknik penskalaan Likert. Reliabilitas skala Kecerdasan Sosial adalah 0,962 dari 40 item dan reliabilitas skala Efektivitas Kepemimpinan adalah 0,966 dari 40 item. Reliabilitas kedua skala diperoleh dengan menggunakan teknik Alpha – Cronbach dari program SPSS for windows

versi 21. Penelitian ini menggunakan uji normalitas dan uji linearitas untuk melakukan uji asumsi. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data memiliki sebaran normal dan memiliki hubungan yang linear antara kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan. Penelitian ini menggunakan teknik Pearson Product Moment untuk mengetahui hubungan antara Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan dan memperoleh nilai koefisien korelasi (r) 0,837 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi Kecerdasan Sosial maka semakin tinggi Efektivitas Kepemimpinan pada Kepala Sekolah SMK.


(9)

vi

The Relationship Between Social Intelligence And Leadership Effectivity of The Vocational High School Head Master

Yosaphat Perkasa Perdana Putra

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the relationship of social intelligence with the leadership effectivity of the vocational high school head master in east Jakarta. The subject of this research are 50 active head masters of the vocational high school. The researcher made a hypothesis that there is a positive relation between head master’s social intelligence with his leadership effectivity. This research used the scale of social intelligence and scale of leadership effectivity that has been compiled using Likert scaling technique. The reliability of Social Intelligence scale is 0,962 out of 40 items and the reliability Leadership Effectivity scale is 0,966 out of 40 items. The reliability of both scales are gained by using Alpha – Cronbach technique from SPSS for Windows version 21. The research is using normality test and linearity test for assumption testing. The result of assumption testing shows that the data has normal distribution and has linear relation between social intelligence and leadership effectivity. This research is using Pearson Product Moment technique to find out the relationship between Social Intelligence and Leadership Effectivity and also to achieve coefficient value correlate (r) 0,837 with significant value 0,000 (p < 0,01). It shows that there is a positive relationship between Social Intelligence and Leadership Effectivity. So it is concluded that the higher Social Intelligence, the Leadership Effectivity of vocational high school head master will also increase.

Key word: Social Intelligence, Leadership Effectivity, Vocational high school headmaster.


(10)

(11)

viii

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahan kepada

Yesus Kristus yang membantu saya dalam menjalani studi dan akhirnya mampu untuk menyusun karya tulis ini, terima kasih atas bimbingan-Mu.

Dr. JB. Soemarsono, S.H., M.Pd., dan Patricia Puspasari Rusli, S.H., kedua orang tua yang tanpa henti mencambuk raga dan pikiran untuk menyelesaikan tanggung

jawab ini.

Alm. Dra. Lucia Pratidarmanastiti, M.S., terima kasih atas waktu berharga yang telah engkau berikan untuk membantuku mengawali penulisan karya tulis ini. Allezandra Putu Ayu Purnamasari, S.Psi., terima kasih atas semangat yang selalu

kau berikan tanpa mengenal jarak dan waktu.

Seluruh sahabat penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih karena telah memberikan kesempatan untuk berjuang bersama, sampai bertemu di


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan, Dia yang tak terbatas, karena dengan kesempatan, bimbingan dan berkat dariNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Sosial Dengan Efektivitas Kepemimpinan Pada Kepala Sekolah SMK Swasta Di Wilayah Jakarta Timur” karya tulis ini diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Proses penyusunan skripsi tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu membimbingku dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas segala pertolongan dan berkat-Mu selama ini.

2. Almamater tercinta, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Terima kasih atas semua pembelajaran yang telah diberikan.

3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas wejangan yang telah bapak berikan.

4. Bapak Eddy Suhartanto, M.Si., Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas bimbingan dan kesempatan yang diberikan.


(13)

x

5. Bapak C. Siswa Widyatmoko, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas kesabarannya menghadapi kami selama ini.

6. Alm. Dra. Lucia Pratidarmanastiti, M.S., selaku Dosen Pembimbing Skripsi terdahulu. Mohon maaf atas keterlambatanku dalam menyelesaikan skripsi, dan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan dan kasih sayangmu selama ini.

7. Bapak T.M. Raditya Hernawa, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi saat ini. Terima kasih banyak atas bantuanmu dalam menyelesaikan proses penulisan skripsiku.

8. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih banyak atas pelajaran baik formal maupun non-formal yang telah kalian berikan.

9. Mas Gandung, Bu Nanik dan seluruh staff sekertariat Fakultas Psikologi, terima kasih atas bantuannya selama ini. Semoga kalian tetap sabar dalam menghadapi mahasiswa.

10. Mas Mudji, Mas Donny, dan seluruh staff Laboratorium Fakultas Psikologi, terima kasih karena sudah mau di repotkan pada saat praktikum.

11. Kedua orang tuaku. Terima kasih atas amarah, semangat, perhatian, dan kasih yang telah kalian berikan tanpa bosan. Maaf apabila selama ini kalian harus menunggu lama, but look guys, i did it !!


(14)

xi

13. Allezandra Putu Ayu Purnamasari, terima kasih atas seluruh perhatian, kasih sayang dan dukungan yang kau berikan selama ini. Kita sambut masa depan yang lebih indah dan menantang ya non.

14. Engger, A.K.A Akeng, terima kasih banyak atas waktu dan bantuan mu selama ini keng. Kamu terbaik !!

15. Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi semua angkatan, terima kasih telah mengijinkan aku untuk menjalin persahabatan dengan kalian, dan terima kasih atas pelajaran berharga selama ini.

16. Sahabat terbaik, Reska, Jekek, Joshua, Ponang, Citung. Terima kasih atas dukungan dan lelucon kalian selama ini.

17. Seluruh sahabat kantin yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas tawa dan canda kalian selama kita menunggu perkuliahan atau sekedar berdiskusi.

18. Penghuni E.12, terima kasih karena kalian sempat menaungiku dan mengajarkan hal-hal baru.

19. Sahabat satu aspal, Mas Thomas, Mas Riben, Bang Odone, Mas JP, Mas Latif, Oki, Teguh, kalian memang tidak membantu apa apa dalam skripsi, tapi terima kasih kalian telah mengajarkan bagaimana cara menjalani kehidupan dan memperlakukan orang lain.

20. Personel BarBudGe, Pak Goen, Pak Kost, Mas Epi, Anggun, Dyta. Terima kasih atas lantunan nada-nada indah selama ini, dan menjadi penyegar di kala proses pembuatan skripsiku.


(15)

xii

21. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih penuh dengan ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Penulis


(16)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Kecerdasan Sosial ... 7

B. Efektivitas Kepemimpinan ... 12


(17)

xiv

D. Hubungan kecerdasan sosial dengan efektivitas

kepemimpinan pada kepala sekolah menengah kejuruan

Swasta di Jakarta Timur ... 22

E. Hipotesis Penelitian ... F. Skema Penelitian ... 26

27

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 1. Kecerdasan Sosial ... 2. Efektivitas Kepemimpinan ... 29 29 30 D. Subjek Penelitian ... 31

E. Metode dan Alat pengumpulan Data ... 31

1. Skala Kecerdasan Sosial ... 32

2. Pemberian Skor Kecerdasan Sosial ... 33

3. Skala Efektivitas Kepemimpinan ………. 4. Pemberian Skor Efektivitas Kepemimpinan ……… 35 36 F. Validitas, Seleksi Item, Dan Reliabilitas ... 38

1. Validitas ... 38

2. Seleksi Item ... 38

3. Reliabilitas ... 42

G. Analisis Data ... 43


(18)

xv

a. Uji Normalitas ... b. Uji Linearitas ...

43 43

2. Uji Hipotesis ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Pelaksanaan Penelitian ... 45

B. Data Demografi Subjek Penelitian ... 45

C. Uji Asumsi ... 49

1. Uji Normalitas ... 49

2. Linearitas ... 51

D. Hasil Penelitian ... 52

1. Uji Hipotesis ... 52

E. Pembahasan ... 53

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

1. Subjek Penelitian ... 56

2. Kelemahan Penelitian ... 3. Peneliti Selanjutnya ... 57 57

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pemberian Skor Skala Kecerdasan Sosial ... 33

Tabel 2 Blue Print Dan Distribusi Item Skala Kecerdasan Sosial Sebelum Uji Coba ... 34

Tabel 3 Pemberian Skor Skala Efektivitas Kepemimpinan ... 36

Tabel 4 Blue Print Dan Distribusi Item Skala Efektivitas Kepemimpinan Sebelum Uji Coba ... 37

Tabel 5 Blue Print Dan Distribusi Item Skala Kecerdasan Sosial Setelah Uji Coba ... 40

Tabel 6 Blue Print Dan Distribusi Item Skala Efektivitas Kepemimpinan Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 7 Kategori Usia ... 45

Tabel 8 Kategori Jenis Kelamin ... 46

Tabel 9 Kategori Tingkat Pendidikan ... 46

Tabel 10 Kategori Lama Bekerja ... 46

Tabel 11 Uji Mean Empirik Dan Teoritik ... 47

Tabel 12 Tabel 13 One-Sample Test ... Uji Normalitas ... 48 49 Tabel 14 Uji Linearitas ... 51


(20)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik 2.

Uji Normalitas Kecerdasan Sosial ... Uji Normalitas Efektivitas Kepemimpinan ...

50 50


(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1.

1. Skala Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan 74 LAMPIRAN 2.

1. Hasil Seleksi Item Skala Kecerdasan Sosial ... 95 2. Hasil Seleksi Item Skala Efektivitas Kepemimpinan ... 96 LAMIPRAN 3.

1. Reliabilitas Skala Kecerdasan Sosial ... 98 2. Reliabilitas Skala Efektivitas Kepemimpinan ... 98 LAMPIRAN 4.

1. Uji Deskriptif Mean Empirik ... 99 LAMPIRAN 5.

1. Uji Normalitas ... 100 LAMPIRAN 6.

1. Uji Linearitas ... 101

LAMIPRAN 7.

1. Histogram Distribusi Skala Kecerdasan Sosial ... 102 2. Histogram Distribusi Skala Efektivitas Kepempimpinan ... 102


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan laporan tahunan dari United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2013, Human Development Index (HDI) Indonesia hingga kini tidak menunjukkan kemajuan. Pada laporan terakhir yang dipublikasikan pada 14 Maret 2013, Indonesia menempati urutan ke-121 dalam indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dari 187 negara yang diperingkat oleh Program Pembangunan PBB. Walaupun peringkat Indonesia naik tingkat dibandingkan publikasi pada tahun 2012 (urutan ke-124 dari 187 negara), tetapi posisi Indonesia berada di paling bawah di antara negara Asia Tenggara. Sementara itu peringkat paling atas adalah Singapura, yakni peringkat 18, disusul berturut-turut Brunai pada peringkat 30, Malaysia berada pada peringkat 64, Thailand peringkat 103, dan Philipina peringkat 114.

Apabila melihat laporan Human Development Index tahunan tersebut, maka kondisi ini benar-benar kontras dengan tuntutan globalisasi yang menyaratkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Hal ini dapat diartikan bahwa kualitas SDM Indonesia tidak mengalami kemajuan sama sekali sehingga tidak siap berkompetisi, bahkan dengan sesama SDM negara-negara ASEAN. Kondisi ini jelas merefleksikan persoalan yang sangat serius dan tidak mungkin diabaikan dalam perspektif pendidikan nasional, baik di masa lalu, masa kini, maupun terutama masa depan. Produk pendidikan masa lalu dapat tercermin melalui SDM yang ada saat ini. Apabila keberadaan SDM masa


(23)

kini tidak berkualitas, maka hal ini disebabkan oleh kegagalan pendidikan masa lalu. Artinya, produk pendidikan masa lalu mempengaruhi kondisi saat ini.

Tidak dapat disangkal bahwa kegagalan pendidikan masa lalu tersebut merupakan produk bersama para guru, kepala sekolah, sampai pengambil kebijakan di tingkat pusat. Kepala sekolah merupakan pihak yang sangat menentukan, karena kepala sekolah merupakan pemegang otoritas tertinggi pada tingkat operasional di sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kualitas proses dan hasil belajar guna meningkatkan mutu pendidikan secara nasional (Rosyada, 2007).

Secara administratif kepala sekolah diharapkan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan orang-orang yang terdapat dalam organisasi sekolah, menciptakan kultur harapan yang baik dan mempersatukan berbagai perbedaan dalam organisasi untuk menciptakan hubungan yang produktif. Kepala Sekolah adalah pemimpin tertinggi di sekolah, maka pola kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Hal ini terkait dengan tugas pokok Kepala Sekolah sebagai “pemimpin“ dan “pengelola” guru beserta stafnya untuk bekerja sebaik-baiknya demi mencapai tujuan sekolah. Sesuai pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990, Kepala Sekolah bertangggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana serta prasarana.

Memimpin dan mengelola sangat mudah dikatakan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan, karena perlu keterampilan khusus dan pengorbanan. Seorang


(24)

Kepala Sekolah harus dapat menciptakan inovasi yang berguna bagi sekolah dan mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif (PERMENDIKNAS No.13 tahun 2007). Namun demikian, kepemimpinan yang dijalankan kepala sekolah ada kalanya belum mencapai hasil terbaik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kendala yang belum dapat diatasi dengan maksimal, karena profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah yang kurang.

Ford (dalam Parker & Begnaud, 2004) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan untuk meyakinkan orang lain yang diharapkan untuk melakukan apa yang dikehendakinya dan seolah-olah orang berpikir dari dirinya sendiri, oleh karena itu pemimpin diharapkan menekankan hubungan manusiawi, sehingga orang-orang yang berada di bawahnya lebih termotivasi dan lebih mampu menggunakan pemikiran dan wawasan kreatifnya. Dampak yang ditimbulkan adalah kesukarelaan para bawahannya untuk bekerja dan melaksanakan perintah sehingga mampu menghasilkan karya terbaik.

Dalam proses kepemimpinan yang efektif atau efektivitas kepemimpinan, kepala sekolah menempati posisi penting dan penentu berhasil-tidaknya pencapaian tujuan sekolah (PERMENDIKNAS No.13 tahun 2007). Oleh karenanya diperlukan banyak dukungan, salah satu diantaranya adalah kecakapan menjalin relasi sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di sekolah, sangat diperlukan relasi sosial antar individu. Urgensi ini bertalian dan bertolak dari realitas manusia sebagai mahluk sosial yang dikodratkan untuk bermasyarakat dan berinteraksi dengan manusia lain, atau secara kodrat memerlukan orang lain.


(25)

Kecakapan seseorang dalam membina relasi sosial disebut sebagai kecerdasan sosial.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain (Robbin dan Judge, 2007). Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan yang mencakup interaksi kelompok dan erat kaitannya dengan sosialisasi. Menurut Murray dan Richard (1994) kecerdasan sosial seorang pemimpin berfokus kepada orang lain untuk memotivasi mereka agar mencapai kinerja yang lebih tinggi dan menolong mereka. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan untuk mengetahui orang lain adalah bagian yang tak terpisahkan dari kondisi manusia. Kecerdasan sosial bisa di karakteristikan sebagai sebuah kombinasi dari mengerti orang, salah satu strategi kesadaran sosial dan paket kemampuan untuk berinteraksi secara sukses dengan orang lain (Albercht, 2005).

Aldair (2005) mengatakan bahwa kepemimpinan tidak cukup lagi hanya mengandalkan bakat atau keturunan, seorang pemimpin harus mampu dalam menghadapi emosi, baik interpersonal maupun intrapersonal, dan kemampuan ini di dukung oleh teori kecerdasan sosial, dimana seseorang mampu untuk memahami dan mengelola diri pada pria dan wanita dewasa maupun anak-anak (Thorndike, 2004) dan kemampuan untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain (Robind & Judge, 2007). Dari uraian di atas terlihat dengan jelas bahwa fokus penelitian ini terletak pada aspek kecerdasan sosial, yang dirasa sangat dibutuhkan oleh kepala sekolah terutama bagi tercapainya efektivitas kepemimpinan kepala sekolah menengah kejuruan. Tugas dari kepala sekolah menengah kejuruan tidak hanya untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai


(26)

organisasi pembelajar yang efektif (PREMENDIKNAS No.13 tahun 2007), akan tetapi juga menjalin relasi dengan berbagai instansi yang terkait dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi lulusan sekolah menengah kejuruan. Hal ini menunjukan bahwa peran yang dimiliki kepala sekolah menengah kejuruan sangat kompleks. Hal ini juga membedakan peran antara kepala sekolah menengah kejuruan dengan kepala sekolah menengah umum.

Berdasarkan data dinas pendidikan pemprov DKI mayoritas SMK swasta di Indonesia terletak di wilayah Jakarta Timur. Dalam prakteknya masih banyak kepala sekolah menengah kejuruan swasta di wilayah Jakarta Timur yang belum mampu berhubungan secara efektif dengan orang lain. Sebagai contoh, di kalangan Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta di Wilayah Jakarta Timur yang direncanakan menjadi obyek penelitian ini, masih banyak kepala sekolah yang belum berhasil untuk menjalin relasi atau hubungan dengan lembaga-lembaga pengguna lulusan SMK tersebut. Hasil wawancara DIKNAS Jakarta Timur dengan lima Pengurus Yayasan Pendidikan Swasta di wilayah Jakarta Timur juga menunjukkan masih ada kepala sekolah yang belum dapat bersosialisasi di tempat kerjanya dengan baik dan belum dapat menyelesaikan permasalahan melalui interaksi sosial yang intensif. Kondisi ini menunjukkan bahwa kepala sekolah SMK Swasta di Wilayah Jakarta Timur sebagai pimpinan sekolah belum berhasil menunjukkan kecerdasan sosial yang dapat diandalkan untuk mewujudkan efektivitas kepemimpinannya.

Fenomena tersebut menarik untuk dikaji secara mendalam dan komprehensif melalui penelitian ilmiah guna mengungkap hubungan antara


(27)

kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Swasta, dengan mengambil obyek penelitian pada SMK Swasta di Willayah Jakarta Timur

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan pada Kepala Sekolah SMK Swasta di Wilayah Jakarta Timur?”

C. Tujuan Penelitian

Dengan merujuk pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Swasta di Wilayah Jakarta Timur.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, dapat menambah kasanah ilmu pengetahuan, terutama

psikologi pendidikan, khususnya yang terkait dengan studi hubungan antara kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan kepala sekolah. 2. Secara praktis, dapat dijadikan tolak ukur bagi kepala sekolah SMK

Swasta di Wilayah Jakarta Timur, untuk mampu meningkatkan efektivitas dalam kepemimpinannya melalui perspektif kecerdasan sosial


(28)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecerdasan Sosial

1. Pengertian Kecerdasan Sosial

Menurut Aristoteles dalam Syamsu (2004) manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Hal ini berarti bahwa interaksi sosial sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam lingkungan sekolah. Untuk mencapai interaksi sosial yang baik, seseorang harus memiliki kecerdasan sosial. Kemampuan untuk memahami dirinya atau lingkungannya secara optimal dan bereaksi dengan tepat untuk melakukan keberhasilan perilaku sosial disebut juga sebagai kecerdasan sosial (Sean Foleno dalam Syamsu, 2004). Kemampuan untuk bereaksi dengan tepat sangat diperlukan oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusannya.

Thorndike dalam Syamsu (2004) berpendapat, kecerdasan sosial merupakan kemampuan untuk memahami dan mengelola diri pada pria dan wanita dewasa maupun anak-anak. Pernyataan tersebut serupa dengan apa yang diungkapkan oleh Robin dan Judge (2007) bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan secara efektif dengan orang lain.


(29)

Syamsu (2004) mengatakan bahwa kecerdasan sosial merupakan kemampuan mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial di dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.

Yukl (2010), mengungkapkan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan menentukan keperluan-keperluan untuk kepemimpinan dalam situasi khusus dan memilih tanggapan yang sesuai. Kecerdasan sosial merupakan pencapaian kualitas manusia mengenai kesadaran diri dan penguasaan pengetahuan yang bukan hanya untuk keberhasilan dalam hubungan interpersonal, tetapi kecerdasan sosial digunakan untuk membuat kehidupan manusia menjadi lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar (Suyono, 2007).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan sosial adalah kematangan pada kesadaran berpikir serta bertindak dan kemampuan memahami diri atau lingkungan secara optimal untuk menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat agar mampu menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

2. Aspek Kecerdasan Sosial

Ada dua aspek utama dalam kecerdasan sosial, yaitu kesadaran Sosial (Social Awareness) dan fasilitas Sosial (Social Facility). Kesadaran sosial berasal dari dalam diri individu, dimana perasaan yang muncul seketika


(30)

saat merasakan keadaan batin orang lain untuk mengerti perasaan dan pikirannya, untuk masuk ke dalam situasi sosial yang lebih kompleks (Goleman, 2006). Keberhasilan interaksi sosial tidak hanya di dasari oleh kemampuan untuk merasakan dan mengerti apa yang orang lain pikirkan. Fasilitas sosial didasari akan kesadaran sosial yang memungkinkan kelancaran interaksi sosial yang efektif. Hal ini berarti kemampuan merasakan perasaan orang lain yang disebut sebagai kesadaran sosial, memerlukan sebuah sarana dalam pelaksanaannya (Goleman, 2006).

Indikator Kecerdasan Sosial

Daniel Goleman (2006) menyebutkan delapan indikator kecerdasan sosial,yaitu :

a. Empati dasar (primal empathy), merasakan sinyal perasaan non verbal.

b. Keselarasan (attunement), mendengarkan dengan penuh penerimaan, menyelaraskan diri dengan orang lain.

c. Ketepatan empati (empathy accuracy), memahami pikiran, perasaan, dan intensi orang lain.

d. Kognisi sosial (social cognition), mengetahui bagaimana tatanan dalam dunia sosial.

e. Sinkron (synchrony), berinteraksi secara lancar pada level non verbal. f. Kemampuan membawa diri (self-presentation), menampilkan diri


(31)

g. Pengaruh (influence), membentuk hasil dari interaksi sosial.

h. Perhatian (concern), perduli akan kebutuhan orang lain, dan bertindak dengan sesuai.

Dari uraian pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan secara efektif dengan orang lain, dengan indikator: memiliki empati dasar, mampu menyelaraskan diri dengan orang lain, memiliki ketepatan empati, memahami kognisi sosial, sinkronisasi, kemampuan membawa diri, memiliki perhatian dan pengaruh.

B. Efektivitas Kepemimpinan

1. Pengertian Efektivitas Kepemimpinan

Menurut Drafke (2009), kepemimpinan adalah ”the ability to influence the activities of others, through the process of communication, toward the attainment of goal.” Pengertian ini menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi aktivitas orang lain melalui proses komunikasi ke arah pencapaian tujuan. Definisi serupa dikemukakan oleh Kinicki dan Kreitner (2008) yang menyatakan bahwa ”leadership is the ability influence people toward the attainment of goals.” Artinya, kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang ke arah pencapaian tujuan organisasi.

Bennis (dalam Parker & Begnaud, 2004) mengatakan kepemimpinan adalah proses energik mendapatkan kesungguhan dan kesediaan


(32)

berkomitmen orang lain untuk melakukan tindakan dalam rangka mewujudkan tujuan bersama yang telah disepakati. Sedangkan bagi Ford (dalam Parker & Begnaud, 2004), kepemimpinan merupakan kemampuan untuk meyakinkan orang yang diharapkan untuk melakukan apa yang dikehendakinya dan seolah-olah orang berpikir dari dirinya sendiri. Saat ini kepemimpinan tidak cukup lagi hanya mengadalkan bakat atau keturunan (John Aldair, 2005) untuk itu pemimpin harus mampu dalam menghadapi emosi, baik interpersonal maupun intrapersonal.

Sesuai dengan pendapat ahli di atas, maka kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain melalui proses komunikasi agar mendapatkan kesediaan berkomitmen guna tercapainya tujuan organisasi. Dapat disimpulkan kembali bahwa efektivitas kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain melalui proses komunikasi untuk melakukan kesediaan berkomitmen agar mampu melaksanakan pekerjaan yang benar untuk mencapai tujuan organisasi, sesuai dengan apa yang diinginkan.

Menurut Drucker sebagaimana dikutip Handoko (1999), efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Pengertian ini lebih menekankan pada proses melakukan pekerjaan. Pengertian efektivitas tersebut juga berbeda dengan prinsip doing things right atau melakukan suatu pekerjaan dengan benar, yang lebih menekankan pada hasil kerja.


(33)

Adair (2009) mengatakan bahwa efektivitas merupakan pencapaian tujuan, apa yang dicapai sesuai dengan yang diinginkan. Dikatakan juga bahwa sebelum seorang menjadi lebih efektif dalam mengambil suatu keputusan, harus membayangkan tentang sifat dari keputusan yang efektif itu, tidak perlu suatu keputusan yang selalu sempurna namun keputusan yang terbaik adalah keputusan yang mampu diambil pada saat itu. Dalam hal mengambil suatu keputusan yang efektif, tidak ada seseorang yang sebenarnya bermaksud membuat kesalahan.

Efektivitas juga merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Seorang manajer efektif dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metoda (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan (Handoko, 2000). Dengan demikian, konsep efektivitas tidak terlepas dari sejauh mana keberhasilan individu, organisasi, atau pembuat kebijakan dalam mencapai dan mewujudkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas kerja instruktur misalnya dianggap baik apabila tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud sesuai dengan target dan standar yang ditetapkan. Terkait dengan hal ini Le Boeuf (1992) mengilustrasikan bahwa seseorang dikatakan telah bertindak secara efektif apabila bisa menentukan tujuan yang tepat di antara berbagai alternatif dan kemudian juga mampu mencapainya. Dalam upaya mencapai efektivitas, menurut Stefanie dan Lanto (1997), yang perlu diperhatikan adalah mengenai


(34)

bagaimana mengatur waktu. Ada tujuh hal dasar yang harus diperhatikan dalam mengatur waktu, yaitu:

a. Membuat rencana lebih dahulu, karena rencana merupakan dasar atau fundamental yang penting dalam mengatur waktu. Dapat saja seseorang membuat rencana dan jadwal, namun yang paling penting adalah mengimplementasikannya, artinya rencana harus dibuat dengan seakurat mungkin dengan realitas sehari-hari. Hendaknya rencana dibuat sedikit fleksibel terhadap kemungkinan terjadi interupsi, krisis, maupun keterlambatan.

b. Sesuai dengan jadwal atau lebih awal, salah satu targetnya bahwa waktu yang dibuat dapat tercapai dan kalau memungkinkan sebelum target tiba pekerjaan telah selesai, sehingga dapat mempertahankan komitmen. c. Membagi pekerjaan besar ke dalam beberapa bagian, dengan membagi pekerjaan menjadi beberapa bagian, akan dapat mengatur waktu untuk setiap langkah yang akan diambil dengan jelas dan pasti, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik.

d. Melakukan monitoring terhadap kemajuan.

e. Mendelegasikan sebisa mungkin pekerjaan, sehingga tidak perlu mengerjakan pekerjaan semuanya oleh diri sendiri, melakukan pendelegasian terhadap pekerjaan-pekerjaan yang bersifat rutin, pekerjaan yang memerlukan banyak waktu sehingga dapat mengurangi stress.


(35)

f. Membuat daftar prioritas, beberapa orang membuat beberapa daftar pekerjaan hanya satu kali dan dibagi dalam beberapa kategori, yaitu prioritas dan urgen yang tinggi untuk pekerjaan yang penting, prioritas medium dari yang kurang urgen atau moderate important dan prioritas rendah dilakukan bila ada waktu.

g. Mencari terobosan baru, tidak pernah terlalu tua untuk belajar dan mencari kumungkinan-kemungkinan baru, mencari teknik-teknik, prosedur-prosedur baru yang memungkinkan dapat bekerja lebih efektif.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan dan peralatan yang tepat agar mampu melakukan pekerjaan yang benar guna tercapainya tujuan, sesuai dengan apa yang diinginkan.

2. Aspek Dalam Efektivitas Kepemimpinan

Menurut Yukl (2005), ada tiga aspek utama dalam efektivitas kepemimpinan, yaitu :

a. Berorientasi kepada tugas (Task Oriented). Kepemimpinan yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan melakukan pekerjaan yang sama dengan anggota tetapi memandu anggota dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi tetapi realistis.


(36)

b. Berorientasi kepada hubungan (Relationship Oriented). Seorang pemimpin yang efektif harus mampu memperlihatkan kepercayaan, bertindak ramah, perhatian dan memahami anggota.

c. Kepemimpinan Partisipatif (Participative Leadership). Dinamika dalam kelompok akan lebih memudahkan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan, memperbaiki komunikasi, dan memudahkan pemecahan konflik.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan

Siagian (1996) menyebutkan bahwa tiga kelompok utama usaha seseorang untuk meningkatkan efektivitasnya, yaitu:

a. Faktor-faktor bersumber pada dirinya sendiri, yang meliputi:

1). Persepsi yang tepat. Langkah pertama dan mungkin juga langkah utama adalah yang perlu diambil oleh seseorang dalam usahanya meningkatkan efektivitasnya adalah membulatkan tekad dan niat untuk menjadi eksekutif yang efektif. Langkah ini universal sifatnya karena mengambil langkah tersebut sesungguhnya mencerminkan kepercayaan orang yang bersangkutan pada dirinya sendiri. Kepercayaan pada diri sendiri sangat tergantung pada persepsi seseorang tentang misi yang harus diembannya, hak yang dimilikinya, tanggung jawab yang harus dipikulnya, fungsi yang harus diselenggarakannya dan pendekatan operasional yang akan digunakannya. Inti dari persepsi yang tepat bagi seorang eksekutif


(37)

adalah bahwa ia harus mampu mengemudikan organisasi sehingga organisasi melakukan hal-hal yang benar dan secara operasional diselenggarakan dengan benar.

2). Disiplin diri pribadi. Efektivitas seseorang sesungguhnya berangkat dari kemampuan yang bersangkutan untuk mengatur diri sendiri terlebih dahulu secara baik. Banyak bentuk disiplin pribadi yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan seseorang. Salah satu langkah penting yang dapat diambil adalah meningkatkan disiplin diri pribadi dalam mengelola waktunya secara tepat.

3). Pengendalian diri sendiri. Mengenal diri sendiri sangat penting karena mungkin dapat dikatakan bahwa pada umumnya manusia tidak mengenal dirinya sendiri sebaik yang diduganya. Mengenal diri sendiri sangat penting bagi seseorang karena akibat dari hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukannya, tidak hanya dilakukan oleh dirinya sendiri saja, tetapi juga oleh berbagai pihak lain baik di dalam maupun di luar organisasi yang dipimpinnya.

4). Kemampuan mengatasi stres. Bagi yang memiliki jabatan pada umumnya selalu disertai stress. Adanya stress tersebut merupakan suatu hal yang tidak mungkin bisa dihindari. Bahkan makin tinggi kedudukan seseorang semakin kuat pula tekanan stres yang dihadapi. Pada dasarnya, seseorang menghadapi stres apabila ia menghadapi masalah yang belum terpecahkan atau tidak terpecahkan secara memuaskan.


(38)

b. Faktor-faktor yang bersumber pada para stakeholders. Stakeholder adalah kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai hubungan dan kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung dengan suatu organisasi. Hubungan dan kepentingan itu timbul karena para stakeholder telah dan sedang mempertaruhkan sesuatu sehingga sangat berkepentingan untuk keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya stakeholder dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu:

1). Mereka yang berada dalam lingkungan organisasi, seperti karyawan, dan pemilik modal.

2). Mereka yang berada di luar organisasi akan tetapi mempunyai hubungan langsung dengan organisasi yang bersangkutan, seperti para konsumen, pensuplai, distributor, agen, dan pihak pemerintah. c. Faktor-faktor lingkungan. Misalnya, kemampuan untuk memecahkan

satu masalah dengan cepat dan mengatasi situasi kritis dengan cekatan tanpa kepanikan, kemampuan untuk memecahkan satu masalah yang sekarang tidak terasa akan berakibat negatif untuk jangka panjang; persepsi dan kemampuan mengembangkan pandangan agar dapat melihat segala sesuatu secara obyektif dan rasional; kemampuan untuk memperhatikan kenyataan bahwa laju terjadinya perubahan dalam berbagai lingkungan tidaklah selalu sama; kemampuan untuk memperhatikan kenyataan bahwa faktor-faktor lingkungan itu bukanlah pengaruh yang arahnya hanya sepihak atau satu jurusan.


(39)

Menurut Siagian (1996), efektivitas dipengaruhi oleh diri pribadi yang bersangkutan sendiri, pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan organisasi, dan kemampuan pimpinan dalam mengantisipasi perubahan-perubahan secara kritis dan akurat.

4. Indikator Kepemimpinan yang Efektif

Yukl (2005) mendefinisikan 4 indikator kepemimpinan yang efektif, dengan rincian sebagai berikut:

a. Menentukan tujuan organisasi : menentukan tujuan dan strategi jangka panjang sebuah organisasi, serta memberikan informasi yang relevan tentang rencana yang akan dilakukan oleh seseorang (bawahan) b. Mampu melakukan pemecahan masalah dan mengelola konflik

dengan tujuan membangun tim : melakukan identifikasi masalah dengan cara yang sistematis dengan melibatkan kerjasama tim dan identifikasi dengan unit kerja.

c. Membimbing, memotivasi dan mendukung kemandirian : menggunakan teknik mempengaruhi yang menarik emosi atau logika untuk menimbulkan semangat terhadap pekerjaan serta komitmen terhadap tujuan dan mengijinkan bawahan untuk mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan aktivitas kerja dan mengambil keputusan yang penting sehingga mampu membantu kemajuan karir seseorang.


(40)

d. Memberikan pengakuan dan penghargaan : memberikan pujian dan pengakuan bagi kinerja yang efektif dan merealisasikannya dengan penghargaan yang nyata seperti penambahan gaji atau promosi jabatan Dari uraian di atas dapat terlihat bahwa yang dimaksud efektivitas kepemimpinan adalah sejauh mana kemampuan seseorang pemimpin dalam mempengaruhi anggota-angotanya dalam rangka mencapai tujuan bersama dan indikatornya adalah menentukan tujuan organisasi dan memberikan informasi yang bersifat membimbing serta mengembangkan kemampuan seseorang, mampu melakukan pemecahan masalah dan mengelola konflik dengan tujuan membangun tim, memotivasi dan mendukung kemandirian, memberikan pengakuan dan penghargaan.

C. Kepala Sekolah

Kepala sekolah adalah guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah (Sudarman, 2002). Sebagai guru yang mendapat tugas tambahan kepala sekolah merupakan pelaku yang paling bertanggung jawab terhadap tercapainya keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif (PERMEN DIKNAS No.13, 2007). Kepala sekolah menduduki

dua fungsi yaitu sebagai tenaga kependidikan dan tenaga pendidik. Hal ini

dikemukakan oleh Sudarwan (2008) tentang jenis-jenis tenaga kependidikan,


(41)

1. Tugas tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, penguji, pengajar dan

pelatih

2. Tenaga fungsional pendidikan, terdiri atas penilik, pengawas, peneliti

dan pengembang dibidang kependidikan dan pustakawan

3. Tenaga teknis pendidikan, terdiri atas laboran dan teknisi sumber

belajar

4. Tenaga pengelola satuan pendidikan, terdiri atas kepala sekolah,

direktur, ketua, rektor, dan pimpinan satuan pendidikan luar sekolah

5. Tenaga lain yang mengurusi masalah-masalah manajerial atau

administratif kependidikan

Menurut PERMEN DIKNAS No.13 tahun 2007 tentang standar Kepala

sekolah / Madrasah, kepala sekolah harus memiliki kompetensi atau

kemampuan yang meliputi dimensi kompetensi kepribadian, manajerial,

kewirausahaan, supervisi dan sosial. Lebih lanjut penjelasan kelima

kompetensi tersebut yaitu :

1. Menciptakan inovasi yang berguna bagi sekolah

2. Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah, sebagai organisasi

pembelajaran yang efektif

3. Memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dala melaksanakan tugas pokok

dan fungsinya sebagai pimpinan sekolah

4. Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbagik dalam menghadapi

kendala yang dihadapi sekolah


(42)

D. Hubungan antara Kecerdasan Sosial dengan Efektivitas Kepemimpinan pada Kepala Sekolah Kejuruan Swasta di Jakarta Timur

Berdasarkan laporan tahunan dari United Nations Development

Programme (UNDP), Indonesia menempati urutan ke-121 dalam Indeks

Pembangnan Manusia (Human Development Index). Apabila kita melihat

kebelakang, tentu saja faktor penyebab permasalahan ini adalah kegagalan

pendidikan di masa lalu. Kegagalan pendidikan ini merupakan produk

bersama para guru, Kepala Sekolah, sampai pengambil kebijakan di tingkat

pusat. Pada permasalahan ini, Kepala Sekolah merupakan pemegang otoritas

tertinggi pada tingkat operasional di sekolah, dan menjadikannya sebagai

pihak yang sangat menentukan mutu pendidikan di sekolah.

Kepala Sekolah diharapkan dapat mengelola dan meningkatkan

ketrampilan serta pengetahuan orang-orang yang berada dalam organisasi

sekolah. Pola kepemimpinan kepala sekolah sangat berpengaruh bahkan

sangat menentukan kemajuan sekolah, hal ini terkait dengan tugas pokok

Kepala Sekolah sebagai “pemimpin” dan “pengelola” guru beserta stafnya untuk bekerja sebaik-baiknya demi mencapai tujuan sekolah.

Untuk dapat mencapai tujuan sekolah, sesuai dengan pasal 12 ayat 1

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990, Kepala Sekolah bertanggung

jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah,

pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta


(43)

memiliki tingkat profesionalisme dalam memimpin yang tinggi. Menurut

Drakfe (2009) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi

aktivitas orang lain melalui proses komunikasi ke arah pencapain tujuan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai Kepala Sekolah, seseorang tidak hanya dituntut untuk mampu memimpin dengan baik, tetapi perlu dapat menciptakan inovasi yang berguna bagi sekolah dan mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif (PERMENDIKNAS No.13 tahun 2007).

Untuk mencapai tujuan keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif, maka dibutuhkan pola kepemipinan yang efektif atau efektivitas kepemimpinan. Menurut Drucker sebagaimana dikutip Handoko (1999), efektivitas itu sendiri merupakan cara melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Dengan demikian, konsep efektivitas tidak terlepas dari sejauh mana keberhasilan individu, organisasi, atau pembuat kebijakan dalam mencapai dan mewujudkan tujuan dari sebuah organisasi itu sendiri. Sedangkan kepemimpinan menurut Drafke (2009), adalah kemampuan untuk mempengaruhi aktivitas orang lain melalui proses komunikasi ke arah pencapaian tujuan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain melalui proses komunikasi untuk melakukan kesediaan berkomitmen agar mampu melaksanakan pekerjaan yang benar untuk mencapai tujuan organisasi, sesuai dengan apa yang diinginkan.


(44)

Kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang dalam berhubungan secara efektif dengan orang lain, proses interaksi yang efektif ini di dukung oleh kesadaran sosial dan fasilitas sosial yang dimiliki oleh seseorang (Goleman, 2006). Kesadaran sosial meliputi empati dasar, keselarasan, ketepatan empati dan kognisi sosial, sedangkan fasilitas sosial meliputi sinkronisasi, kemampuan membawa diri, pengaruh dan perhatian.

Dalam kepemimpinannya, Kepala Sekolah Kejuruan berhadapan dengan semua orang yang ada dalam lingkungan sekolah, mulai dari guru, murid dan seluruh pegawai yang mendukung berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah. Saat berhadapan dengan orang-orang tersebut tentu saja Kepala Sekolah dituntut untuk memiliki proses interaksi yang efektif. Dengan adanya dukungan dari kesadaran dan fasilitas sosial, maka kepala sekolah mampu untuk berinteraksi secara sosial dengan baik, yang mendukung tercapainya pola kepemimpinan yang efektif.

E. Hipotesis

Berdasarkan pemaparan teori tentang kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan, maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan pada Kepala Sekolah Kejuruan di Jakarta Timur. Semakin tinggi kecerdasan sosial maka semakin pola kepemimpinannya akan semakin efektif. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan sosial, maka pola kepemimpinannya akan semakin tidak efektif.


(45)

F. Skema Penelitian

Kepala Sekolah

Kecerdasan sosial

rendah Kecerdasan sosial tinggi

Kepala sekolah kesulitan dalam memahami pikiran, perasaan, dan intensi dari orang lain. Hal ini membuat interaksi sosial tidak akan berjalan dengan baik, yang berakibat ketidak mampuan untuk mendapatkan pengaruh

Kepala sekolah mampu untuk mengidentifikasi intensi, pikiran, dan perasaan orang lain, sehingga mampu menjalin interaksi sosial yang baik serta mampu membentuk hasil dari sebuah interaksi sosial sebagai sebuah pengaruh

Kesulitan dalam pengambilan keputusan, pengambilan keputusan yang salah, kesulitan dalam memecahkan masalah dalam tim, yang berakibat tidak tercapainya tujuan sekolah

Mampu untuk memecahkan masalah dan mencari solusi saat bekerjsa sama dalam tim, yang akan menghasilkan dinamika positif dan tercapainya tujuan sekolah

Efektivitas kepemimpinan rendah

Efektivitas kepemimpinan tinggi


(46)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi identifikasi variabel, definisi operasional, subjek penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampling, metode pengumpulan data, administrasi, dan alat ukur serta metode analisis data.

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, yaitu penelitian yang melihat hubungan antara dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain yang dinyatakan dalam koefisien korelasi (Noor, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara kecerdasan dan efektivitas kepemimpinan pada kepala sekolah SMK di Jakarta Timur.

B. VARIABEL PENELITIAN

Penelitian melibatkan dua variabel dengan rincian untuk masing-masing variabel sebagai berikut:

1. Variabel bebas : Kecerdasan Sosial.


(47)

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Untuk memperjelas batasan variabel-variabel yang diteliti, maka perlu diberikan penegasan dan pendefinisian secara operasional. Mengacu pada kajian teoretik yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka secara operasional variabel-variabel yang akan diteliti didefinisikan sebagai berikut:

1. Kecerdasan sosial

Kecerdasan sosial adalah kemampuan seorang kepala sekolah dalam berhubungan secara efektif dengan orang lain, dengan indikator: memiliki empati terhadap orang lain, mampu menempatkan diri dalam setiap komunitas, kecerdikan membaca dan menanggapi situasi sosial, kejelasan dalam berkomunikasi, dan transparan dalam menjalin hubungan. Kecerdasan sosial dalam penelitian ini akan diukur menggunakan skala kecerdasan sosial berdasarkan dua aspek yang dikemukakan oleh Daniel Goleman, yaitu aspek kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Skala kecerdasan sosial akan menunjukkan tinggi atau rendahnya kecerdasan sosial. Semakin tinggi skor skala kecerdasan sosial yang diperoleh, maka semakin tinggi tingkat kecerdasan sosial seseorang. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor skala kecerdasan sosial yang diperoleh, maka semakin rendah tingkat kecerdasan sosial yang dimiliki.


(48)

2. Efektivitas Kepemimpinan

Efekivitas kepemimpinan adalah sejauh mana kemampuan seseorang kepala sekolah dalam mempengaruhi anggota-angotanya dalam rangka mencapai tujuan bersama yang diukur berdasarkan indikator : merencanakan dan mengorganisasi, pemecahan masalah, menjelaskan peran dan tujuan, memberi informasi, memantau, memotivasi dan memberi inspirasi, melakukan konsultasi, mendelegasikan, mendukung, mengembangkan dan membimbing, mengelola konflik dan membangun tim, membangun jaringan kerja, memberikan pengakuan, dan memberikan penghargaan. Efektivitas kepempimpinan akan diukur dengan menggunakan skala efektivitas kepemimpinan berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Yukl, yaitu berorientasi pada tugas, berorientasi pada hubungan, dan kepemimpinan partisipatif. Semakin tinggi skor skala efektivitas kepemimpinan, maka menunjukan semakin efektif perilaku seorang pemimpin tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor skala efektivitas kepemimpinan yang diperoleh, maka akan menunjukan perilaku yang tidak efektif dari seorang pemimpin.


(49)

D. SUBJEK PENELITIAN

Dalam setiap penelitian diperlukan populasi penelitian. Menurut Hadi (2004), populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang diperoleh berdasarkan ciri-ciri yang diduga dari sampel (sebagian individu yang diselidiki) yang hendak digeneralisasikan atau dianalisis secara umum. Menurut Hadi (2004), sampel adalah sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian yang memiliki karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2015). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Kepala Sekolah SMK swasta di wilayah Jakarta Timur sebanyak 50 orang. Penelitian ini akan melibatkan subjek dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Kepala Sekolah SMK swasta di seluruh wilayah Jakarta Timur 2. Semua jenis kelamin

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini melibatkan satu variabel bebas (kecerdasan sosial) dan satu variabel terikat (efektivitas kepemimpinan). Untuk mendapatkan data, dalam penelitian ini akan menggunakan dua skala, yaitu skala kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan. Kedua skala ini disusun dengan metode penskalaan Likert. Dalam skala Likert sikap seseorang akan digambarkan melalui pilihan jawaban dari yang paling negatif sampai yang paling positif


(50)

yaitu “Sangat Tidak Setuju” (STS),, “Tidak Setuju” (TS), “Setuju” (S), “Sangat Setuju” (SS), (Supratiknya, 2014). Kedua skala tersebut antara lain :

1. Skala Kecerdasan Sosial

Penyusunan skala kecerdasan sosial di dasarkan dari dua aspek kecerdasan sosial menurut Goleman, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Skala kecerdasan sosial ini terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu

“Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)”, dan “Sangat

Tidak Setuju (STS)”. Nilai skor bergerak dari angka 1 sampai dengan angka 4, dengan menghilangkan respon netral. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar menghindari kecenderungan subjek memilih jawaban netral dan agar subjek lebih tegas dalam memilih jawaban (Hadi, 2004).

Isi pernyataan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorabel adalah pernyataan yang akan menunjukkan sikap positif atau suka terhadap objek terkait apabila dijawab dengan skor yang tinggi. Sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang akan menunjukkan sikap negatif atau tidak suka terhadap objek terkait apabila dijawab dengan skor yang tinggi. (Supratiknya, 2014).


(51)

Penilaian untuk pernyataan favorable adalah 1 untuk STS, 2 untuk TS, 3 untuk S, dan 4 untuk SS. Untuk pernyataan Unfavorable adalah 4 untuk STS, 3 untuk TS, 2 untuk S, dan 1 untuk SS. Berikut adalah tabel pemberian skor skala kecerdasan sosial.

Tabel 1.

Pemberian Skor Skala Kecerdasan Sosial Alternatif Jawaban Pernyataan

Favorabel Unfavorabel Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

4 3 2 1

1 2 3 4

2. Pemberian Skor Kecerdasan Sosial

Pada skala kecerdasan sosial, peneliti membuat 80 item yang terdiri dari 10 item indikator empati dasar, 10 item keselarasan, 10 item ketepatan empati, 10 item kognisi sosial, 10 item sinkronisasi, 10 item kemampuan membawa diri, 10 item pengaruh dan 10 item perhatian. Berkut ini adalah distribusi skala kecerdasan sosial.


(52)

Tabel 2.

Blue Print dan Distribusi Item Skala Kecerdasan Sosial (Sebelum Uji Coba)

Aspek Item Jumlah Presentase

Favorable Unfavorable

Empati Dasar 1,29,37,8,67 6,80,36,49,33 10 12.5%

Keselerasan 72,76,12,64,59 21,44,73,16,17 10 12.5%

Ketepatan Empati 52,5,62,32,9 26,23,24,40,60 10 12.5%

Kognisi Sosial 71,20,43,70,25 36,77,11,22,38 10 12.5%

Sinkronisasi 4,10,19,54,78 79,63,65,18,75 10 12.5%

Kemampuan Membawa Diri

15,69,50,66,74 45,57,53,28,7 10 12.5%

Pengaruh 68,41,35,13,3 27,2,51,58,46 10 12.5%

Perhatian 14,61,47,39,56 31,34,48,42,55 10 12.5%


(53)

3. Skala Efekivitas Kepemimpinan

Skala efektivitas kepemimpinan didasarkan pada tiga aspek teori efektivitas kepemimpinan yang dikemukakan oleh Yukl, yaitu berorientasi kepada tugas, berorientasi pada hubungan, dan kepemimpinan partisipatif. Skala efektivitas kepemimpinan ini terdiri dari empat pilihan jawaban,

yaitu “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)”, dan “Sangat Tidak Setuju (STS)”. Nilai skor bergerak dari angka 1 sampai dengan

angka 4, dengan menghilangkan respon netral. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar menghindari kecenderungan subjek memilih jawaban netral dan agar subjek lebih tegas dalam memilih jawaban (Hadi, 2004).

Isi pernyataan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. Pernyataan favorabel adalah pernyataan yang akan menunjukkan sikap positif atau suka terhadap objek terkait apabila dijawab dengan skor yang tinggi. Sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang akan menunjukkan sikap negatif atau tidak suka terhadap objek terkait apabila dijawab dengan skor yang tinggi. (Supratiknya, 2014).

Penilaian untuk pernyataan favorable adalah 1 untuk STS, 2 untuk TS, 3 untuk S, dan 4 untuk SS. Untuk pernyataan Unfavorable adalah 4 untuk STS, 3 untuk TS, 2 untuk S, dan 1 untuk SS. Berikut adalah tabel pemberian skor skala kecerdasan sosial. Berikut adalah tabel pemberian skor skala efektivitas kepemimpinan.


(54)

Tabel 3.

Pemberian Skor Skala Kecerdasan Sosial Alternatif Jawaban Pernyataan

Favorabel Unfavorabel Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

4 3 2 1

1 2 3 4

4. Pemberian Skor Efektivitas Kepemimpinan

Pada skala efektivitas kepemimpinan ini, peneliti membuat 80 item yang terdiri dari 20 item indikator menentukan tujuan organisasi, 20 item mampu melakukan pemecahan masalah dengan tujuan membangun tim, 20 item membimbing, memotivasi dan mendukung kemandirian, dan 20 item memberikan pengakuan dan penghargaan. Setelah dilakukan validitas menggunakan professional judgment tersisa 64 item. Millman & Greene (1993) merekomendasikan setidaknya terdapat 8 butir untuk membuat kategori yang lebih mendalam. Berikut ini adalah tabel distribusi skala efektivitas kepemimpinan.


(55)

Tabel 4.

Blue Print dan Distribusi item Skala Efektivitas Kepemimpinan (Sebelum Uji Coba)

Aspek Item Jumlah Presentase

Favorable Unfavorable Menentukan Tujuan Organisasi 16,24,30,28,7 42,49,50,51 14,37,8,13,12 43,47,52

17 26,56%

Mampu melakukan pemecahan masalah dan mengelola konflik dengan tujuan membangun tim

10,29,11,6,3 45,46

32,22,5,21,36 41,44,48

15 23,43%

Membimbing, memotivasi dan mendukung kemandirian 25,18,27,35,19 53,59 9,33,17,15,39 55,57,63,64

16 25%

Memberikan Pengakuan dan penghargaan 20,1,4,6,34 60,61,62 31,38,2,40,23 54,56,58

16 25%


(56)

F. VALIDITAS, SELEKSI ITEM, DAN RELIABILITAS 1. Validitas

Validitas memiliki artian sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan tujuan dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 1992). Dalam penelitian ini menggunakan validitas isi (content validity). Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment untuk mengetahui apakah item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur. Pada penelitian ini, peneliti mengkonsultasikan item-item yang dibuat kepada Dosen Pembimbing.

2. Seleksi item

Menurut Azwar (2012), tujuan dilakukannya dilakukannya seleksi item adalah untuk melihat sejauh mana item yang dibuat mampu membedakan individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang ingin diukur. Seleksi item ini dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor tes yang menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix).

Pemiihan item yang berdasar korelasi item total biasanya menggunakan batasan rix ≥0,30. Hal ini berarti setiap item yang mencapai


(57)

diskriminasi yang memuaskan. Sedangkan item dengan nilai koefisien korelasi kurang dari 0,30 dianggap memiliki daya diskriminasi yang rendah sehingga harus direvisi atau diganti (Azwar, 2012).

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan SPSS dengan batasan koefisien korelasi 0,30 pada variabel kecerdasan sosial terdapat 25 item gugur dari 80 item yang diuji, sehingga tersisa 55 item. Untuk menyetarakan bobot aspek pada skala, maka 15 item tambahan digugurkan sehingga tersisa 40 item.


(58)

Tabel 5.

Blue Print dan Distribusi item skala Kecerdasan Sosial (Setelah Uji Coba)

Aspek Item Jumlah Presentase

Favorable Unfavorable

Empati Dasar *1,29,37,(8),(67) 6,(80),36,49,(33) 5 12.5%

Keselerasan 72,*76,12,*64,59 *21,(44),73,(16),17 6 15%

Ketepatan Empati (52),*5,62,32,*9 *26,23,24,40,*60 5 12.5%

Kognisi Sosial 71,20,(43),70,*25 36,77,(11),*22,(38) 5 12.5%

Sinkronisasi 4,(10),*19,*54,*78 79,63,65,18,75 6 15%

Kemampuan Membawa Diri

15,*69,50,*66,74 *45,(57),53,(28),7 5 12.5%

Pengaruh 68,(41),35,13,*3 (27),(2),(51),(58),46 4 10%

Perhatian 14,(61),47,39,(56) (31),(34),(48),42,(55) 4 10%

Jumlah 40 100%

Keterangan : ( ) Item Gugur SPSS *) Item Gugur Manual


(59)

Sedangkan, pada skala efektivitas kepemimpinan, terdapat 11 item gugur setelah uji coba, karena memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30, sehingga tersisa 53 item. Untuk menyetarakan bobok aspek pada skala, maka 13 item tambahan digugurkan sehingga tersisa 40 item.

Tabel 6.

Blue Print dan Distribusi item skala Efektivitas Kepemimpinan (Setelah Uji Coba)

Aspek Item Jumlah Presentase

Favorable Unfavorable Menentukan Tujuan Organisasi 16,*24,30,28,*7 42,*49,50,*51 *14,*37,8,*13,12 43,47,52

10 25%

Mampu melakukan pemecahan masalah dan mengelola konflik dengan tujuan membangun tim 10,*29,11,(6),3 45,46 (32),22,*5,21,*36 41,44,48

10 25%

Membimbing, memotivasi dan mendukung kemandirian *25,18,(27),35,19 53,59 (9),33,(17),15, (39),55,*57,63,64

10 25%

Memberikan Pengakuan dan penghargaan 20,1,4,6,(34) 60,(61),*62 31,38,(2),40,(23) 54,56,(58)

10 25%

Jumlah 40 100%

Keterangan : ( ) Item Gugur SPSS *) Item Gugur Manual


(60)

3. Reliabilitas

Konsep reliabilitas menurut Azwar (1992) adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengkukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. bila perbedaan itu sangat besar dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel. Estimasi terhadap reliabilitas hasil pengukuran ini dilakukan dengan cara menghitung koefisien Alpha-Chronbach dari program SPSS.

Batasan koefisien reliabilitas berada dalam rentan angka 0 hingga 1,00. Apabila pengukuran mendekati koefisien reliabilitas 1,00 berarti pengukuran semakin reliabel. Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari skala kecerdasan sosial sebesar 0,941 dari 80 item, setelah item digugurkan reliabilitas skala kecerdasan sosial sebesar 0,962 dari 40 item. Koefisien reliabilitas yang diperoleh dari skala efektivitas kepemimpinan sebesar 0,948 dari 64 item, setelah item digugurkan reliabilitas skala efektivitas kepemimpinan sebesar 0,966 dari 40 item. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kedua skala tersebut reliabel.


(61)

G. ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Santoso (2010) menyebutkan bahwa uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk memeriksa apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal atau tidak. Pengujian ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistic prametrik memiliki asumsi normalitas srebaran. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogrov-Smirnov dengan program SPSS. Distribusi data penelitian dikatakan normal jika nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sebaliknya, distribusi data penelitian dikatakan tidak normal jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05).

b. Uji Linearitas

Santoso (2010) menyebutkan bahwa uji linearitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antar variabel yang akan dianalisis mengikuti garis lurus atau tidak. Peningkatan atau penurunan kuantitas di satu variabel, akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Uji linearitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Test for Linearity dengan program SPSS. Dua variabel dikatakan bersifat linear jika nilai signifikansinya kurang dari 0,05 (p < 0,05).


(62)

Sebaliknya, dua variabel diaktakan bersifat tidak linear jika nilai signifikansinya lebih dari 0,05 (p > 0,05).

2. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson Product Moment menggunakan program SPSS dengan asumsi data normal (parametrik). Jika data tidak normal (non parametrik) maka uji hipotesis akan dilakukan dengan korelasi Spearman (Rho).


(63)

42 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 15 Juni 2015 – 30 Juni 2015. Penelitian ini melibatkan Kepala Sekolah SMK di Jakarta Timur. Dalam penelitian ini, peneliti bekerja sama dengan SMIP PARAMITHA untuk menyebarkan skala kepada kepala sekolah SMK lainnya di Jakarta Timur dan meminta untuk mengisi skala tersebut jujur dan apa adanya. Peneliti menyebarkan 50 skala dan kembali menerima sebanyak 49 skala.

B. Data Demografi Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini, jumlah subjek sebanyak 49 orang yang terdiri dari beberapa kategori usia, jenis kelamin, dan lama bekerja. Berikut adalah tabel pengelompokan kategori.menurut usia.

Tabel 7. Kategori Usia

Kategori Tahun N %

Rentang Usia 18-34 1 2%

35-54 44 90%

55-65 4 8%


(64)

Tabel 8.

Kategori Jenis Kelamin

Kategori Jenis Kelamin N %

Pria 38 76%

Wanita 11 24%

Jumlah 49 100%

Tabel 9.

Kategori Tingkat Pendidikan

Kategori Strata N %

S1 32 66%

S2 16 32%

S3 1 2%

Jumlah 49 100%

Tabel 10.

Kategori Lama Bekerja

Kategori Tahun N %

Lama Bekerja 1-10 21 42%

11-20 23 48%

21-30 5 10%


(65)

Pada penelitian ini, peneliti membandingkan mean teoritis dan mean empiris untuk memperoleh informasi umum mengenai skor yang di peroleh subjek pada tiap-tiap variabel penelitian. Perhitungan mean teoritis dilakukan secara manual dengan menjumlahkan skor minimal dan skor maksimal, kemudian dibagi dua. Mean empiris diperoleh dari rata-rata skor data penelitian dengan menggunakan program SPSS. Apabila nilai mean empiris lebih besar daripada nilai mean teoritis, maka dapat dikatakan bahwa subjek memiliki kecerdasan sosial yang cenderung tinggi. Sebaliknya, apabila mean empiris lebih kecil daripada nilai mean teoritis, maka dapat dikatakan bahwa subjek memiliki kecerdasan sosial yang cenderung rendah. Pada variabel efektivitas kepemimpinan, apabila mean empiris lebih besar daripada mean teoritis, maka dapat dikatakan bahwa subjek memiliki efektivitas kepemimpinan yang tinggi. Sebaliknya, apabila mean empiris lebih kecil daripada mean teoritis, maka dapat dikatakan bahwa subjek memiliki efektivitas kepemimpinan yang cenderung rendah. Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut :


(66)

Tabel 11.

Uji Mean Empirik dan Teoritik

Skala N Skor Teoritik Skor Empirik

Xmin Xmax Mean Xmin Xmax Mean SD Sig

KS 40 40 160 100 94 154 122.5102 16.481 0

EK 40 40 160 100 124 206 120.8163 16.975 0

Tabel 12. One-Sample Test

Test Value = 100

t df Sig. (2tailed) Mean Difference Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

KS 9.561 48 .000 22.51020 17.7762 27.2442


(67)

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Dalam uji normalitas, peneliti menggunakan program IBM SPSS Statistical Package for the Social Science versi 21, dengan teknik Kolmogorov Smirnov. Sebaran data pada variabel kecerdasan sosial memiliki nilai signifikansi sebesar < 0,05 (p = 0,2). Pada variabel efektvitas kepemimpinan memiliki nilai signifikansi sebesar < 0,05 (p = 0,1) Nilai suatu probabilitas dapat dikatakan normal apabila probabilitas lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Sebaliknya apabila probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa data yang dimiliki tidak normal. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan memiliki sebaran data yang normal

Tabel 13. Uji Normalitas

Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan Variabel Kolmogorov-Smirnov

Statistic df Sig. Kecerdasan Sosial 0,107 49 0,200 Efektivitas Kepemimpinan 0,111 49 0,176


(68)

Gambar 1.

Uji Normalitas Kecerdasan Sosial

Gambar 2.


(69)

2. Uji Linearitas

Berdasarkan hasil uji linearitas dapat terlihat adanya hubungan yang linear antara variabel kecerdasan sosial dengan efektvitas kepemimpinan. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas yang didapat dari uji linearitas antara variabel kecerdasan sosial dengan efektivitas kepemimpinan sebesar 0,000. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 14. Uji Linearitas

Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan

F Sig.

(Combined) 3,389 0,04

KS Between Linearity 82,224 0,00

EK Groups Deviation from 0,573 0,912


(70)

D. Hasil Penelitian 1. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment dengan program SPSS.

Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis

Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan

KS EK

Kecerdasan Sosial Pearson Correlation 1 0,837

Sig. (1-tailed) 0,000

N 49 49

Efektivitas Pearson Correlation 0,837 1 Kepemimpinan Sig. (1-tailed) 0,000

N 49 49

**Correlation is significant at the 0,01 level (1-tailed)

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh bahwa nilai koefisien korelasi (r) variabel kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan sebesar 0,837, dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0,000. Hasil ini menunjukkan bahwa terpadat hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan sosial dan efektivitas kepemimpinan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan sosial, maka semakin tinggi tingkat efektivitas kepemimpinan seorang kepala sekolah.


(71)

E. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa ada korelasi positif yang tinggi antara kedua variabel, (r) sebesar 0,837. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel saling berhubungan, yang berarti semakin tinggi kecerdasan sosial kepala sekolah SMK maka semakin efektif pola kepemimpinannya. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis awal terbukti.

Hal ini menunjukkan bahwa teori kecerdasan sosial memiliki hubungan yang baik dengan teori efektifitas kepemimpinan. Dalam perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah memiliki tugas untuk mensukseskan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif (PERMENDIKNAS No.13, 2007). Untuk mencapai tujuan tersebut kepala sekolah harus mampu memimpin dengan efektif. Memimpin dengan efektif bukan hanya berorientasi pada keberhasilan tujuan namun lebih menekankan pada proses dalam mencapai tujuan tersebut (Drucker dalam Handoko, 1999). Aspek utama yang dibutuhkan dalam kepemimpinan efektif adalah berorientasi kepada tugas, berorientasi kepada hubungan, dan kepemimpinan partisipatif (Yukl, 2005). Salah satu aspek penting dari ketiga aspek tersebut adalah berorientasi kepada hubungan, yang dimaksud berorientasi kepada hubungan adalah seorang pemimpin yang efektif harus mampu memperlihatkan kepercayaan, bertindak ramah, perhatian, dan memahami anggota (Waite, 2007).


(72)

Drafke (2009) juga menyatakan dalam proses kepemimpinannya seorang pemimpin harus mampu untuk meyakinkan orang lain lewat proses komunikasi ke arah pencapaian tujuan. Hal ini diperlukan oleh kepala sekolah agar semua elemen dalam lingkungan pendidikan memiliki satu tujuan yang sama dalam mencapai tujuan sekolah.

Komunikasi yang baik diperlukan seorang kepala sekolah agar mampu meyakinkan orang lain untuk mencapai tujuan sekolah. Aristoteles dalam Syamsu (2004) menyatakan bahwa manusia memang dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi sosial sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk di dalam lingkungan sekolah. Sekolah sebagai sebuah lembaga akan membentuk individu-individu di dalamnya menjadi sebuah kelompok tertentu. Individu di dalam kelompok ini akan menjalani proses pengembangkan tingkah laku sosial yang sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam kelompok tersebut, hal ini disebut sebagai perkembangan sosial (Hurlock, 1999). Perkembangan sosial bisa disebut juga sebagai kecerdasan sosial, dimana kecerdasan sosial merupakan kematangan kesadaran pikiran dan budi pekerti untuk berperan secara sosial dalam kelompok atau masyarakat (Amstrong, 1994). Kecerdasan sosial yang dimiliki seorang kepala sekolah akan memudahkan dirinya untuk berhadapan dan berinteraksi dengan lingkungan sekolah. Yukl (2010) mengatakan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk menentukan


(73)

keperluan-keperluan kepeminpinan dalam situasi khusus dan memilih tanggapan yang sesuai. Ada dua aspek dalam kecerdasan sosial, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial lebih mengarah kepada spektrum perasaan yang muncul seketika saat merasakan keadaan batin orang lain untuk mengerti perasaan dan pikirannya, untuk masuk ke dalam situasi sosial yang lebih kompleks (Daniel Goleman, 2006). Kemampuan untuk mengerti perasaan dan pikiran orang lain akan membantu seorang kepala sekolah untuk menentukan tanggapan yang sesuai dalam situasi khusus saat melakukan interaksi sosial dengan semua elemen-elemen pendukung tujuan sekolah dan dapat mempengaruhi semua elemen pendukung tujuan sekolah untuk bersama-sama mencapai tujuan sekolah sebagai lembaga pendidikan, dengan demikian kepala sekolah dapat menjalankan pola kepemimpinan yang efektif.


(1)

VAR00064 119.4286 265.125 .487 .962 VAR00065 119.5102 254.547 .735 .960 VAR00068 119.5306 262.296 .538 .961 VAR00070 119.1837 260.653 .643 .961 VAR00071 119.2857 261.708 .584 .961 VAR00072 119.2041 257.582 .651 .961 VAR00073 119.6327 254.987 .727 .960 VAR00074 119.2041 258.957 .702 .961 VAR00075 119.9184 267.285 .123 .965 VAR00077 119.3878 254.326 .757 .960 VAR00079 119.6327 257.071 .661 .961

2.

Hasil Seleksi Item Efektivitas Kepemimpinan

Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted Corrected Item-Total Correlatio n Cronbach's Alpha if Item Deleted VAR00001 117.5510 275.003 .521 .966 VAR00002 117.5918 276.038 .568 .966 VAR00003 117.3878 276.826 .572 .966 VAR00004 118.0408 276.457 .518 .966 VAR00005 117.6122 277.034 .654 .965 VAR00006 117.5714 275.667 .613 .966 VAR00007 117.9796 272.020 .660 .965 VAR00008 118.0612 277.100 .458 .966 VAR00009 117.5510 276.003 .672 .965 VAR00010 117.5306 273.379 .756 .965 VAR00011 117.6122 273.576 .702 .965 VAR00012 117.4898 275.422 .631 .965 VAR00013 117.6531 276.106 .689 .965 VAR00014 118.1224 272.860 .602 .966 VAR00015 117.8571 282.333 .414 .966 VAR00016 117.7551 277.230 .536 .966 VAR00017 117.6327 273.362 .651 .965 VAR00018 117.7959 271.207 .691 .965 VAR00019 117.9184 274.577 .641 .965


(2)

VAR00022 118.0612 277.267 .431 .966 VAR00023 118.0408 270.707 .791 .965 VAR00024 117.6735 274.558 .743 .965 VAR00025 118.1633 272.764 .597 .966 VAR00026 118.0000 271.583 .734 .965 VAR00027 117.6939 275.717 .647 .965 VAR00028 117.6531 277.148 .686 .965 VAR00029 117.9796 266.729 .796 .965 VAR00030 118.0000 273.458 .508 .966 VAR00031 117.7143 273.667 .687 .965 VAR00032 117.9796 270.062 .780 .965 VAR00033 117.7551 274.022 .703 .965 VAR00034 117.9592 270.957 .751 .965 VAR00035 118.0408 275.373 .459 .967 VAR00036 118.0204 273.270 .590 .966 VAR00037 117.6531 278.148 .526 .966 VAR00038 117.5510 277.628 .695 .965 VAR00039 117.7347 268.449 .800 .965 VAR00040 117.7755 266.303 .796 .965


(3)

Lampiran 3

Reliabilitas Skala Kecerdasan Sosial dan Efektivitas Kepemimpinan

1.

Reliabilias Skala Kecerdasan Sosial

Reliability Statistics

2.

Reliabilitas Skala Efektivitas Kepemimpinan

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha

N of Items

.962 40

Cronbach's Alpha

N of Items


(4)

Uji Deskriptif Mean Empirik

One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean KS

EK

49 49

122.5102 120.8163

16.48120 16.97057

2.35446 2.42501

One-Sample Test Test Value = 100

t df Sig. (2-tailed) Mean Difference 95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper KS

EK

9.561 8.584

48 48

.000 .000

22.51020 20.81633

17.7762 15.9405

27.2442 25.6921


(5)

Lampiran 5

Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. KS

EK

.107 .111

49 49

.200 .176

.957 .966

49 49

.073 .172 *. This is a lower bound of the true significance.

a. Lilliefors Significance Correction

Lampiran 6

Uji Linearitas

ANOVA Table Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

EK*KS

Between Groups

(Combined) 11590.597 29 399.676 3.389 .004 Linearity 9697.048 1 9697.048 82.224 .000 Deviation from

Linearity

1893.549 28 67.627 .573 .912

Within Groups 2240.750 19 117.934


(6)

Histogram Distribusi Skala Kecerdasan Sosial dan Efektivitas

Kepemimpinan

1.

Histogram Distribusi Skala Kecerdasan Sosial