STUDI TENTANG MANFAAT KEBERADAAN PERKEBUNAN DALAM MENINGKATKAN TARAF KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKTOR PERKEBUNAN

DALAM MENINGKATKAN TARAF KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKTOR PERKEBUNAN

Oleh : Zulkifli Harahap,SE.,M.Si Chandra Situmeng,SE.,M.Si

ISEED-Community IDEALIS, AKADEMIS DAN PROFESIONAL 2010

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kelapangan dan kemudahan yang ia berikan sehingga proses penyusunan Final Report dapat kami selesaikan tanpa dihadapkan pada satu kendala yang berarti.

Laporan ini merupakan Final Report ini berisikan hasil survey dan pelaksanaan pengumpulan data baik primer maupun sekunder. Data-data tersebut akan menjadi masukan dalam menyusun Laporan Akhir (Final Report). Demikian Final Report ini disusun semoga dapat bermanfaat.

Laporan ini merupakan tahap ke tiga dari 3 (tiga) laporan pekerjaan yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Draft Laporan Akhir, Laporan Akhir.

Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara kami ucapkan terima kasih.

Medan, Desember 2010

DAFTAR ISI

Hal. KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

1.1. Latar Belakang

1.2. Maksud dan Tujuan

2.1. Alur Berpikir

2.2. Metodologi

2.2.1. Pengumpulan Data

2.2.2. Sistematika Laporan

2-3

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. PERKEBUNAN 3 - 1

3.1.1. Pengertian Perkebunan

3-1

3.1.2. Perkembangan Perkebunan di Indonesia

3-2

3.1.3. Sub Sektor Perkebunan

3-2

3.1.4. Jenis Jenis Tananaman Perkebunan

3-3

3.1.5. Tujuan dan Peranan Perkebunan Bagi Pembangunan

Negara

3-4

3.1.6. Prospek Tanaman Perkebunan

3-4

3.1.7. Tenaga Kerja

3-5

3.1.8. Lahan

3.2. Sejarah Perkebunan Di Sumatera Utara

3-7

3.3. Pola Pengembangan Perkebunan

3-9

3.3.1. Zaman Kolonial Belanda

3-9

3.3.2. Pola UPP (Unit Pelaksanaan Proyek)

3 - 10

3.3.3. Pola PIR ( Perkebunan Inti Rakyat) 3 - 11

3.3.4. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan

3 - 12

3.4 Pengembangan Wilayah

GAMBARAN UMUM PROVINSI SUMATERA UTARA

4.1. Kondisi Geografis Daerah

4-1

4.1.1. Luas Wilayah

4.1.2. Topografis

4.1.3. Iklim

4.1.4. Batas Administrasi

4-2

4.1.5. Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan

4-3

4.2. Demografis

4.2.1. Jumlah Penduduk

4-4

4.2.2. Laju Pertumbuhan Penduduk

4-4

4.2.3. Struktur Usia

4.2.4. Distribusi Penduduk berdasarkan Wilayah Pembangunan 4 - 5

4.2.5. Distribusi Penduduk berdasarkan Suku Bangsa dan Agama

4-5

4.3. Potensi Unggulan Daerah

4-6

4.4. Potensi Perkebunan

4-7

4,5 Kondisi Umum Perkebunan di Sumut

4-9

4.5.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan

4-9

4.5.2. Perkembangan Produksi Perkebunan

4 - 10

BAB V

DINAS PERKEBUNAN PROVINSI DAERAH TINGKAT-I SUMATERA UTARA

5.1. Visi Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

5-1

5.2. Misi Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

5-1

5.3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perkebunan

5-1

5.4. Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi

5-2

5.5 Rencana Strategis Dinas Perkebunan Sumatera Utara 2009 - 2011

5.5.2. M i s i

BAB VI STUDI MANFAAT KEBERADAAN PERKEBUNAN DALAM MENINGKATKAN TARAF KEHIDUPAN MASYARAKAT

6.1. Manfaat Pola Pengembangan Perkebunan

6-2

6.1.1. Pola PIR

6.1.2. Pola UPP

6.1.3. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan

6-4

6.2. Dampak Perkebunan dipandang dari berbagai Aspek

6-7

6.2.1 Aspek Ekonomi

6-7

6.2.2 Aspek Sosial

6 - 11

6.2.3 Aspek Ekologi

6 - 12

6.3 Dinamika Lingkungan Sosial

6 - 14

Masalah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat dan

6 - 15

nasional

6.3.2 Masalah Manajemen Pengelolaan Perkebunan

6 - 16

6.3.3 Masalah Pemasaran dan ekonomi

6 - 16

6.3.4 Masalah SDM

6 - 16

6.3.5 Masalah Kelembagaan 6 - 17

6.4 Manfaat Perkebunan dalam meningkatan Kesejahteraan masyarakat

6 - 18

6.4.1 Kesejahteraan Masyarakat 6 - 18

6.4.2. Pengusahaan Lahan

6 - 18

6.4.3. Pengintegrasian Hulu - Hilir

6 - 19

6.4.4. Kelestarian Lingkungan

6.4.6. Sistem dan Usaha Agribisnis Perkebunan

6 - 19

6.4.7. Analisis Kebijakan

6 - 20

6.4.8. Pengembangan Pusat Data dan Informasi Agribisnis

6 - 20

Perkebunan

6.4.9. Strategi Kebijakan Pembangunan 6 - 22

6.5 Peranan Hasil Perkebunan Dalam Membangun Masyarakat Petani di

6 - 25 Sumut

6.5.1. Program CSR (Corporate Social Responsibility )

6 - 29

Perusahaan Perkebunan

6.5.2. Bagi Hasil Perkebunan

6 - 35

6.5.3. Peranan PDRB

6 - 37

6.6 Orientasi Pembangunan Daerah : Sudut Pandang Baru

6 - 39

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

7.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 4.1. Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Utara 4-3 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Utara menurut kelompok umur Tahun 2007

4-5 Tabel 4.3. Perkembangan luas areal perkebunan Sumatera Utara dari tahun 2006 s/d 2009

4-9 Tabel 4.4. Perkembangan produksi perkebunan Sumatera Utara dari tahun 2006 s/d 2009

4 - 10 Tabel 6.1. Penyerapan tenaga kerja selama empat tahun

6-7 Tabel 6.2. PDRB Sumatera Utara menurut Lapangan Usaha Tahun 2005 s/d 2009

6 - 38 Tabel 6.3. Peranan Subsektor Pertanian terhadap sektor pertanian Sumut atas dasar harga

berlaku Tahun 2005 s/d 2009

6 - 39

Daftar Tabel

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1. Skema Analisis Data dan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan

2-2

Daftar Gambar

vi

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan secara terus menerus yang merupakan kemajuan dan perbaikan kearah tujuan yang ingin dicapai. Salah satu tujuan pembangunan nasional yang digariskan dalam GBHN adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan pancasila.

Berdasarkan tujuan pembangunan nasional bahwa pelaksanaan pembangunan regional harus dapat menopang keberhasilan pembangunan nasional sebagaimana pelaksanaan pembangunan nasional, maka pembangunan regional dilakukan dengan menetapkan prioritas pembangunan. Dasar utama untuk memilih prioritas pembangunan harus memperhatikan spesifikasi daerah yang menyangkut potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Disamping itu harus memperhatikan pemerataan pendapatan yang berhubungan dengan kesempatan kerja masyarakat.

Prioritas sektor dalam pembangunan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dilihat dari kenaikan per kapita dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mempercepat kenaikan pendapatan per kapita penduduk dan penciptaan lapangan kerja maka dilaksanakan dengan menetapkan sub sektor yang paling menguntungkan bagi ekonomi daerah.

Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu cara yang memungkinkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan. Dengan adanya kegiatan perkebunan ini dapat mengembangkan dan meningkatkan kegiatan sumber daya manusia dan membuka lapangan kerja.

Kebijakan dan program serta perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan disusun dengan juga memperhatikan dinamika lingkungan strategis baik domestik maupun internasional mencakup globalisasi bidang ekonomi dan non ekonomi. Isu-isu pokok yang mendominasi pada bidang ekonomi adalah bentuk-bentuk kesepakaan perdagangan dan globalisasi investasi. Sedangkan aspek non ekonomi terutama mencakup isu-isu kelestarian alam dan hak azasi manusia. Sementara itu lingkungan domestik yang sejalan dengan semangat reformasi, maka tuntutan pembangunan mengarah pada

Bab 1 ‐ Pendahuluan 1 ‐1 Bab 1 ‐ Pendahuluan 1 ‐1

Luas areal perkebunan di Sumatera Utara + 9,44 % dari seluruh luas areal perkebunan yang dimiliki Indonesia (17.181.000 Ha), yang penyelenggaranya adalah rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan negara. Komoditi utama yang dikembangkan oleh pelaku/ penyelenggara perkebunan tersebut diatas : karet, kelapa sawit, kakao, kopi dan kelapa.

Selama kurun waktu 2002 – 2006 perkembangan luas areal perkebunan mengalami pertumbuhan sebesar 0,24 % per tahun, diantaranya perkebunan rakyat mengalami pertumbuhan sebesar 0,14 % pertahun dengan komoditi utama adalah kelapa sawit, kakao dan kopi. Hal ini didorong oleh animo petani pekebun mengembangkan komoditi tersebut relatif tinggi karena prospek pasar sangat baik. Khusus untuk komoditi perkebunan yang spesifik mengalami pertumbuhan yang menggembirakan, antara lain : Aren sebesar 1,37 % pertahun dan Nilam 0,56 % pertahun. Pertumbuhan produksi perkebunan mengalami peningkatan rata-rata 0,89 pertahun terutama komoditi karet 3,33 %, kelapa sawit 0,98 %, kopi 0,99 % dan tebu 0,29 % per tahun.

Pembangunan perkebunan yang dilaksanakan telah menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat di Propinsi Sumatera Utara, sampai saat tahun 2006 mencapai 4.405.950 KK, yang bekerja pada budidaya tanaman perkebunan. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja selama lima tahun (2002 – 2006) mengalami peningkatan rata-rata 0,65 % per tahun.

Pembangunan perkebunan di Sumatera Utara diarahkan untuk meningkatkan kontribusi perkebunan dalam akselerasi pemulihan ekonomi seperti peningkatan pendapatan masyarakat, perluasan kesempatan kerja serta meningkatkan perannya dalam memperbaiki indikator ekonomi makro. Upaya yang telah dilakukan, memberikan berbagai manfaat dan kemajuan antara lain dalam sumbangannya terhadap pendapatan domestik bruto, pengembangan wilayah dan konservasi kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup

Peranan sektor pertanian dan sub sektornya dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi, demikian pula halnya di Sumatera Utara. Provinsi ini memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang besar. Dengan topografi yang bervariasi dari mulai datar, landai berombak, berbukit hingga bergunung merupakan tempat yang sesuai untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, sehingga merupakan daerah yang memiliki peluang investasi yang cukup menjanjikan. Adapun prioritas kebijakan kegiatan pengelolaan perkebunan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Sumatera Utara yaitu dengan:

1. Mengelola perkebunan yang berbasis kepada masyarakat.

2. Melakukan rehabilitasi dan peremajaan perkebunan rakyat.

3. Mengembangkan teknologi pasca panen hasil-hasil perkebunan.

Bab 1 ‐ Pendahuluan 1 ‐2

Pengembangan tanaman perkebunan pada masa mendatang akan menghadapi banyak tantangan. Misalnya saja karena adanya peralihan fungsi lahan, kemudian bagaimana untuk mendapatkan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi daerah atau kondisi alamnya sekaligus bagaimana prospek pemasaran tanaman perkebunan tersebut di masa mendatang. Selain itu bagaimana caranya agar sub sektor perkebunan dapat memanfaatkan dan mengelola berbagai sumber daya pembangunan yang ada, baik sumber daya alam, sumber daya modal dan juga sumber daya manusia yang merupakan hal yang menentukan dalam pengembangan sub sektor perkebunan di Sumatera Utara.

PTPN sebagai persero yang bergerak di sekitar pertanian (sub sektor pertanian) telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pertanian secara nasional, maupun masyarakat sekitarnya memperoleh manfaat secara langsung atau tidak langsung. Dimana terbuka kesempatan kerja mulai dari pekerja kebun sampai pada pabrik pengolahan hasil pertanian. Misalnya, industri pengolahan kelapa sawit, itu memberikan manfaat secara langsung dari PTPN dan secara tidak langsung memberikan kemudahan bagi masyarakat sekitar dalam mendistribusikan hasil pertanian di samping manfaat yang lainnya.

Guna arah pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan kedepan yang fokus pada tujuan yang hendak ingin dicapai dan terlaksana secara efesien dan efektif serta Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan dengan laju pembangunan yang tinggi, kiranya diperlukan penyusunankajian, yang pada dasarnya dapat berguna sebagai salah satu acuan pedoman dalam pelaksanaan tahap pembangunan perkebunan, Kajian studi ini juga dimaksudkan sebagai alat kendali dan tolok ukur penilaian keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan.

Dari latar belakang diatas dengan semua kondisi saat ini, potensi dan permasalahan yang ada maka dibutuhkan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1. Maksud

Maksud dari Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan. adalah untuk memudahkan khususnya pemerintahan untuk mendesign perencanaan kedepan dalam rangka mengoptimalikan Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.

1.2.2. Tujuan

Bab 1 ‐ Pendahuluan 1 ‐3

Tujuan dari studi ini adalah : Mengkaji sejauhmana Keberadaan Perkebunan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan Taraf kehidupan Masyarakat sektor perkebunan.

1.3. MANFAAT

Manfaat dari kegiatan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan adalah untuk meningkatkan efektivitas pembangunan agar Keberadaan Perkebunan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat Sektor Perkebunan

Bab 1 ‐ Pendahuluan 1 ‐4

METODOLOGI

2.1. ALUR BERPIKIR

Alur berpikir Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan dibagi kedalam empat tahap, yakni :

1. Tahap Identifikasi dan Perumusan Masalah

2. Tahap Studi

a. Studi Pustaka -

Kajian data Sumatera Utara secara umum -

Identifikasi regulasi -

Teori-teori umum pembangunan -

Teori Model Perkebunan -

Teori tentang karakteristik dan pemecahan masalah Perkebunan -

Teori-teori pendukung yang relevan lainnya.

b. Studi Data Sekunder -

Profil Sumatera Utara -

Analisis Kondisi Eksisting Aktifitas-aktifitas Keberadaan Perkebunan. -

Analisis Kondisi Eksisting Aktifitas-aktifitas Pemasaran Produk perkebunan. -

Analisis Prospek Produk perkebunan

3. Analisis Data dan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan

4. Kesimpulan dan Rekomendasi

Latar Belakang

Kondisi Aktual : Bab 2 ‐ Metodologi 2 ‐1

2.2. METODOLOGI

Bab 2 ‐ Metodologi 2 ‐2

2.2.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Yang merupakan data yang diperoleh dari instansi-instansi/lembaga-lembaga terkait.

Analisis Data

a. Statistik Deskriptif

Beberapa teknik statistik deskriptif yang digunakan dalam kajian ini adalah rata-rata, tabulasi silang, persentase, dan sebagainya. Selain itu juga digunakan beberapa jenis bagan dan diagram yang akan menampilkan data yang diperoleh menjadi lebih informatif.

b. Kualitatif

Tekhnik ini digunakan untuk memperkaya analisis hasil kajian selain membantu menjelaskan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan menggunakan angka-angka sehingga lebih memperjelas substansi hasil kajian.

2.2.2. Sistematika Laporan

Sistematika Penyusunan Kajian Analisis Kajian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat adalah :

Bab 1. Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan, maksud, tujuan dan target Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebuna

Bab 2. Metodologi

Bab ini berisi tentang metode dalam menyusun kajian, berupa alur berpikir, pengumpulan data, amalisis data sampai dengan sistematika pelaporan

Bab 3. Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang teori-teori umum perkebunan, Identifikasi regulasi,Teori tentang karakteristik dan pemecahan masalah keberadaan perkebunan, Teori-teori Manajemen perkebunan Teori-teori pendukung yang relevan lainnya,

Bab 4. Profil Umum Sumatera Utara

Bab 2 ‐ Metodologi 2 ‐3

Bab ini memperlihatkan profil Sumatera Utara berupa luas wilayah, demografi, ekonomi, geografi dan data profil dasar pendukung lainnya yang ada kaitannya dengan Penyusunan Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.

Bab 5. Profil Dinas Perkebunan Sumatera Utara

Bab ini secara khusus memperlihatkan profil Dinas Perkebunan Sumatera Utara berupa visi dan misi, tugas pokok dan fungsi, serta rencana strategis Dinas perkebunan Sumatera Utara

Bab 6. Analisis Kajian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan

Bab ini berisi analisis tentang pengoptimalisasian Studi Manfaat Keberadaan Perkebunan Dalam Meningkatkan Taraf Kehidupan Masyarakat Sektor Perkebunan.

Bab 7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Bab 2 ‐ Metodologi 2 ‐4

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. PERKEBUNAN

3.1.1. Pengertian Perkebunan

Di dalam UU No 18 Tahun 2004 Pasal 1 disebutkan bahwa Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman, dan produk yang dihasilkan. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi:

a. Perkebunan Rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan area pengusahaannya dalam skala yang terbatas

luasnya.

b. Perkebunan Besar, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau swasta yang hasil seluruhnya untuk dijual dengan areal pengusahaannya sangat luas.

c. Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha budidaya tanaman, dimana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak sebagai inti sedangkan rakyat merupakan

plasma.

d. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek (Perkebunan Pola UPP) yaitu perkebunan yang dalam pembinaanya dilakukan pemerintah, sedangkan pengusahanya tetap dilakukan oleh rakyat.

Sedangkan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun swasta selain tanaman pangan dan holtikultura. Demikian

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐1 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐1

Perusahaan Perkebunan adalah suatu perusahaan berbentuk badan usaha/badan hukum yang bergerak dalam kegiatan budidaya tanaman perkebunan diatas lahan yang dikuasai dengan tujuan ekonomi/komersial dan mendapat izin usaha dari instansi yang berwenang dalam pemberian izin usaha perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh pemerintah (BUMN) disebut Perkebunan Besar Negara (PBN) dan perusahaan perkebunan yang diusahakan oleh swasta disebut Perkebunan Besar Swasta (PBS). (Perkebunan Kelapa Sawit, 2008).

3.1.2. Perkembangan Perkebunan di Indonesia

Pada tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya undang-undang agrarian, pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia menjadi lebih tegas dan jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama mengundang pananaman modal swasta ke Indonesia untuk berusaha mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran dunia, terutama Eropa. Setelah merdeka, Pemerintah Indonesia mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola Belanda, tepatnya sejak tahun 1957. Pada tahun 1957 pula perkebunan-perkebunan yang ada dipimpin dan dikelola oleh bangsa Indonesia.

Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program Pembangunan Lima Tahun (PELITA) tahap demi tahap telah memfokuskan program pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan diversifikasi tanaman ekspor. Dan pada tahun 1992 telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12 tentang budidaya tanaman. Dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah telah memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban pemerintah dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996).

3.1.3. Sub Sektor Perkebunan

Komoditi yang termasuk sub sektor perkebunan adalah hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun pemerintah. Di Provinsi Sumatera Utara komoditi yang termasuk hasil perkebunan adalah karet, kopi, kelapa sawit, coklat, kelapa, dan cengkeh. Tidak termasuk hasil atau produksi pengolahan sederhana, yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan perkebunannya, seperti karet, remah, gula remah, dan lain sebaginya. Sedangkan hasil ikutan yang mempunyai nilai ekonomisnya dan produk-produk di atas seperti batang pohon, sabut kelapa, tempurung kelapa, akar dan sebagainya tetap dimasukkan sebagai hasil atau

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐2 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐2

3.1.4. Jenis Jenis Tananaman Perkebunan

1). Tanaman tahunan adalah tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen. Jenis-jenis tanaman tahunan:

- Karet

- Sereh Wangi - Kelapa

- Cengkeh

- Panili - Kelapa sawit

- Kapok

- Agave/Kenaf/Jute - Kopi

- Coklat

- Kina - The

- Jambu Mete

- Aren (Enau) - Lada

- Pala

- Pinang - Gambir

- Kayumanis

- Lontar (Siwalan) - Kemenyan

2). Tanaman semusim/berumur pendek adalah tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur kurang dari 1 tahun dan pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.

Jenis-jenis tanaman semusim: - Tebu

- Akar Wangi

- Tanaman obat-obatan

- Pandan

(seperti kencur, kunyit,

- Nilam

Temulawak, lengkuas,

- Tembakau

Jahe, cabe jamu,

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐3

- Rosella

Menthol)

3.1.5. Tujuan dan Peranan Perkebunan Bagi Pembangunan Negara

Tujuan dan peranan perkebunan bagi pembangunan negara merupakan apa yang termaktub di dalam Tri Dharma Perkebunan yang intinya sebagai berikut:

1. Penghasil devisa negara.

2. Menyediakan dan memperluas lapangan kerja serta kesempatan kerja (The Agent of Development).

3. Memelihara dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam. Dari Tri Dharma Perkebunan dapat dilihat tugas dan tantangan yang diemban Perusahaan

perkebunan yaitu:

a. Bagaimana menghasilkan devisa yang sebesar-besarnya bagi negara agar pembangunan nasional dapat berlanjut terus menerus.

b. Berupaya meningkatkan kesejahteraan karyawan.

c. Menjadi motivator Agent Development (wahana pembangunan) bagi daerah masyarakat sekitarnya.

3.1.6. Prospek Tanaman Perkebunan

Pengembangan tanaman perkebunan pada masa mendatang mempunyai tantangan dalam hal untuk mendapatkan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi daerah atau kondisi alamnya dan mempunyai prospek pemasaran yang baik untuk masa mendatang. Tanaman perkebunan yang merupakan komoditi terutama ditujukan untuk mendukung industri dan sebagai salah satu sumber untuk meningkatkan devisa negara serta untuk kemakmuran rakyat. Tentulah harapan dalam pengembangan tanaman perkebunan amatlah penting. Dari berbagai komoditi perkebunan diusahakan baik oleh perkebunan besar maupun perkebunan rakyat tidak dapat dipungkiri bahwa selalu diarahkan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara sektor ekonomi dan lingkungan.

Kemajuan abad informasi akibat dari globalisasi akan sangat mempengaruhi prospek pengembangan tanaman perkebunan. Perubahan-perubahan pasar luar negeri dan peluang-peluang untuk mendukung industri dalam negeri merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian bagi prospek pengembangan tanaman perkebunan di Indonesia. Melihat akan potensi yang memungkinkan bagi pengembangan tanaman perkebunan seperti ketersediaan lahan, tenaga kerja yang cukup, teknologi yang berbeda, dan potensi pasar dalam dan luar negeri maka arah pengembangan tanaman perkebunan tidak bisa lepas dari potensi yang ada tersebut.

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐4

Strategi pengembangan peningkatan produksi perkebunan tidak lagi diletakkan pada intensifikasi saja sebagai titik berat, tetapi secara simultan berwawasan diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi serta rehabilitasi. Prospek pengembangan tanaman perkebuanan mengacu pada penggunaan lahan, upaya meningkatkan produktivitas lahan tidak berbasis pada satu macam komoditi, tetapi disesuaikan dengan potensi sumber daya alam pada setiap wilayah. Di samping itu pula untuk menghindari kerugian yang fatal apabila terjadi kegagalan panen maupun harga jual dari suatu komoditi tertentu, dan dengan penanaman aneka komoditi tanaman perkebunan beresiko kerugian akan dapat ditekan. Oleh sebab itu potensi suatu wilayah akan menentukan jenis tanaman perkebunan yang akan dibudidayakan. Kenyataan ini akan memberikan peluang pasar yang dinamik, karena akan menghindari peledakan hasil komoditi tertentu yang pada akhirnya ekonomi pasar dalam negeri akan bergairah.

Secara keseluruhan volume dan nilai ekspor komoditas perkebunan mempunyai peluang besar yang menggembirakan terutama bagi komoditas perkebunan yang mempunyai prospek pasar yang bersaing.

3.1.7. Tenaga Kerja

Sumber daya manusia (human resources) mempunyai dua pengertian yaitu sebagai usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam hal ini sumber daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. SDM juga menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja artinya mampu melakukan kegiatan yang memiliki kegiatan ekonomi, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Kedua pengertian di atas mengandung aspek kuantitas dalam jumlah arti jumlah penduduk yang mampu bekerja dan aspek kualitas dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk produksi. Kemampuan bekerja tersebut diukur dengan usia. Penduduk yang berada dalam usia tersebut disebut tenaga kerja (man power).

Oleh karena tenaga kerja merupakan penduduk dalam usia kerja maka pengertian tenaga kerja tidak sama untuk semua negara. Perbedaan itu timbul karena batas umur yang digunakan berbeda, misalnya India menggunakan batas umur 14-16 tahun. Di Amerika Serikat, yang dimaksud tenaga kerja adalah penduduk yang berumur 16 tahun tanpa batas umur maksimum.

Di Indonesia, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lainnya seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Batas umur minimum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas umur maksimum. (Payaman, 1995).

Dengan demikian perkataan lain tenaga kerja tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja Tenaga kerja merupakan faktor yang terpenting dalam proses produksi. Sarana produsi tenaga

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐5 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐5

Penyediaan tenaga kerja juga sifatnya terbatas karena tidak semua penduduk merupakan tenaga kerja. Hanya penduduk yang telah mencapai umur minimum tertentu yang dapat dianggap sebagai tenaga kerja potensial atau Angkatan Kerja. Jumlah angkatan kerja dalam suatu negara atau daerah pada suatu waktu tertentu tergantung dari jumlah penduduk usia kerja. Perbandingan antara angkatan kerja dan penduduk usia kerja ini disebut Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Semakin besar jumlah penduduk dan TPAK nya maka semakin besar pula jumlah angkatan kerja.

Masalah produktivitas tenaga kerja juga turut serta mempengaruhi perluasan tenaga kerja. Sedangkan masalah produktivitas itu sendiri sangat erat kaitannya dengan tujuan pendidikan dan keterampilan tenaga kerja. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan dan ketrampilan tenaga kerja semakin tinggi pula tingkat produktivitas dan akhirnya akan semakin luas pula kesempatan kerja mereka untuk memperoleh lapangan kerja atau kesempatan kerja.

3.1.8. Lahan

Lahan adalah tanah yang digunakan untuk usaha pertanian. Penggunaan lahan sangat tergantung kepada keadaan dan lingkungan lahan berada. Masing-masing keadaan akan menyebabkan cara penggunaan yang berbeda yang harus disesuaikan dengan keadaan tersebut.

Tanah sebagai salah satu faktor produksi adalah merupakan pabrik-pabrik hasil pertanian, yaitu tempat dimana proses produksi berjalan dan dari mana hasil-hasil produksi keluar. (Mubyarto, 1989). Pentingnya faktor produksi tanah dapat dilihat dalam luas atau sempitnya lahan. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, yang akhirnya mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. (Soekartawi, 1995)

Lahan adalah salah satu dari faktor produksi yang jumlahnya terbatas. Untuk perkebunan banyak diusahakan di Sumatera (bahkan di tiga provinsi: Sumatera Utara, Riau, Jambi mempunyai lahan seluas 1 juta ha lebih untuk perkebunan). Dengan luas lahan yang terbatas yang telah tersedia, maka para petani pemilik perkebunan akan menyeleksi tanaman perkebunan apa yang cocok dengan lingkungan lahan mereka dengan keuntungan yang paling baik dan resiko yang paling sedikit. Analisis yang dilakukan hanya pendeteksian prospek pasar saja karena hasilnya telah cukup untuk mengetahui tanaman yang berprospek cerah. (Indriani, 1996).

Pembangunan lahan secara fisik dimaksudkan untuk meningkatkan pemanfaatan, mutu, dan penggunaan lahan untuk kepentingan penempatan suatu atau beberapa kegiatan fungsional sehingga dapat memenuhi kebutuhan kehidupan dan kegiatan usaha secara optimal ditinjau dari segi sosial, ekonomi, sosial budaya, fisik dan secara hukum.

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐6

Secara ekonomis, perubahan penggunaan lahan disebabkan oleh naiknya nilai lahan yang sering mengakibatkan terjadinya pemindahan pemilikan lahan dan perubahan penggunaan lahan. Perubahan nilai lahan di suatu daerah juga banyak dipengaruhi oleh adanya kebijaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Dengan kata lain, faktor kebijaksanaan pembangunan dianggap memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai lahan, dapat menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Dalam menganalisis perkembangan wilayah sering dihadapkan pada faktor-faktor yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan penggunaan lahan.

3.2. SEJARAH PERKEBUNAN DI SUMATERA UTARA

Sumatera Utara merupakan sentra perkebunan sejak jaman Belanda, dulu dikenal sebagai Sumatera Timur (sebenarnya hanya merujuk pada tanah Melayu : Kab. Deli Serang, Langkat dan Asahan). Wilayah ini begitu terkenalnya karena menghasilkan tembakau Deli kelas I yang banyak diburu di pasar internasional. Seiring berkembangnya jaman hampir seluruh wilayah Sumatera Utara tersentuh oleh perkebunan dari Kab. Langkat di Utara sampai Tapanuli Selatan yang berbatasan dengan Sumatera Barat.

Perkembangan perkebunan di Sumatera Utara tidak terlepas dari peran kuli kontrak dari Pulau Jawa pada masa penjajahan Belanda, karena eksodus besar-besaran kuli kontrak dari Jawa, saat ini populasi suku Jawa di Sumatera Utara tidak kurang dari 20% populasi total. Di sinilah kelebihannya, Sumatera Utara adalah salah satu provinsi paling beragam dan paling toleran. Mereka hidup saling berdampingan. Yang paling menonjol adalah, di mana ada perkebunan biasanya ada perkampungan Jawa di sekitarnya.

Tanah di Sumatera Utara sangat sesuai dengan perkebunan terutama di bagian pesisir tanahnya lempung berpasir. Tapi sebenarnya yang paling mendukung adalah iklimnya. Di Sumatera Utara, musim kemarau dan musim hujan kadang tidak jelas karena hujan cenderung merata, tidak ada kemarau yang berkepanjangan seperti di Jawa. Kondisi ini sangat mendukung bagi pertumbuhan tanaman.

Tidak berlebihan sepertinya jika Sumatera Utara disebut Ibukota Perkebunan Indonesia. Banyak perkebunan besar dan mempunyai sejarah panjang di Sumatera Utara seperti : London Sumatera dan Socfindo, perusahaan besar lainnya juga melebarkan sayapnya di Sumatera Utara seperti Asian Agri, Sifef group, Smart tbk dll. Kondisi ini sangat didukung oleh pusat penelitian nasional yang ada di Sumatera Utara. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dan Pusat Penelitian Karet (PPK) berkantor pusat di Sumatera Utara, perlu digarisbawahi bahwa kedua komoditi ini adalah andalah sektor perkebunan Indonesia. Pusat- pusat penelitian tersebut berperan besar pada introduksi teknologi baru dan tempat menemukan solusi masalah budidaya tanaman.

Perkebunan yang tersebar di Deli Serdang merupakan suatu kebanggaan bagi daerah tersebut. Perkebunan menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan perekonomian di Deli Serdang baik sekarang maupun sebelumnya yang berawal pada tahun 1863. Faktor wilayah Kabupaten Deli Serdang

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐7 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐7

Sejarah perkebunan Deli dimulai oleh Jacobus Niensuys dan para pionir, pengusaha perkebunan yang pertama kali menggarap atau membuka wilayah perkebunan di Sumatera Utara. Sejak awal dimulainya perkebunan ini menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat dilihat dari hasil perkebunan tersebut yang pada saat itu menghasilkan tanaman tembakau.

Pada saat itu tembakau yang dihasilkan merupakan produk yang sangat menguntungkan di pasar perdagangan di Eropa yang kemudian menjadikan Deli penghasil termashyur di dunia kawasan produksi daun pembungkus cerutu. Usaha Jacobus Niensuys terus berkembang mulai pada saat hasil perkebunan yang dibukanya sudah mulai menampakkan hasil dan tidak banyak telah masuk ke pasaran perdagangan Eropa yang dibuktikan sejak pada tahun 1869. Jacobus Niensuys mendirikan perusahaan-perusahaan Deli Maatschappij yaitu suatu perseroan terbatas yang beroperasi di Hindia Belanda. Fungsi perkebunan menurut UU Perkebunan mencakup tiga hal, pertama, fungsi secara ekonomi yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. Kedua, fungsi ekologi yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung. Ketiga, fungsi sosial budidaya yaitu sebagai pemersatu kesatuan bangsa.

3.3. POLA PENGEMBANGAN PERKEBUNAN

3.3.1. Zaman Kolonial Belanda

Untuk sampai pada titik pijak saat ini, bangsa Indonesia telah meniti sebuah sejarah panjang. Tak pelak lagi perkebunan dengan seluruh dimensinya yang mencakup komunitas, perdagangan, industri dan areal perkebunan itu sendiri telah menorehkan sejarah dengan warna tersendiri dalam sejarah Indonesia. Semenjak rempah-rempah menjadi barang mewah kerajaan-kerajaan di dunia beberapa abad sebelum Masehi, serta ditunjang oleh keahlian orang Indonesia mengarungi lautan dan mampu berlayar lintas negara, gugusan kepulauan Nusantara dari Barat hingga ke Timur menjadi layaknya harta karun perkebunan yang sangat kaya.

Kemewahan rempah-rempah menjadi incaran Belanda untuk memonopoli perdagangan di Jawa, Makasar dan Maluku. Tak dapat dipungkiri bahwa rempah-rempah yang bernilai ekonomi tinggi pada saat itu, telah menarik perhatian dan menjadi motivasi utama bangsa-bangsa Eropa datang ke Nusantara. Salah satu bangsa Eropa yang berhasil menapakkan kakinya di nusantara adalah bangsa Belanda. Kemenangan Belanda ditandai oleh metode penundukan baru berupa monopoli perdagangan.

Pada akhir abad ke 18 Belanda mengalihkan fokus perdagangan kepada tanaman pertanian lain yang bukan tergolong barang mewah, seperti kopi, tembakau, tebu, diikuti seabad kemudian kina, teh, karet,

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐8 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐8

Inilah alasan utama yang membuat Belanda mengubah strategi pengelolaan dan penguasaan tanaman komersial dari yang semula hanya melakukan perdagangan dengan rakyat yang bertindak sebagai produsen, menjadi pengelolaan yang berbasis korporasi. Pemerintah Hindia Belanda dan pengusaha- pengusaha Belanda secara ambisius membangun secara besar-besaran korporasi yang memproduksi dan memperdagangkan tanaman komersial.

Penguasaan Belanda atas komoditas perkebunan, khususnya yang di kelola oleh korporasi, berakhir ketika terjadi pengambil alihan seluruh korporasi Belanda oleh pemerintah Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 menjadi jembatan emas untuk mengurai kabut penjajahan, yang secara ekonomis lebih berupa penguasaan perkebunan.

Untuk memastikan manfaat bagi bangsa Indonesia, nasionalisasi atau pengambilalihan kepemilikan perkebunan besar dari negara asing kepada pemerintah Indonesia dilakukan berkali-kali. Pertama, sebagai konsekuensi dari kemenangan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Kedua, sebagai perwujudan deklarasi ekonomi untuk kemandirian bangsa pada tanggal 10 Desember 1957. Ketiga, dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Perkebunan-perkebunan besar milik Belanda dinasionalisasi menjadi milik pemerintah Republik Indonesia. Dalam proses nasionalisasi perkebunan, terlihat nyata jiwa patriorisme dan nasionalisme yang kuat yang menginginkan kedaulatan ekonomi harus berada di tangan bangsa sendiri. Inilah sebuah tonggak sejarah yang menunjukkan kemampuan bangsa ini untuk mengelola perusahaan perkebunan tanpa tergantung pada keahlian bangsa Belanda.

Seiring dengan kemampuan pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi perkebunan besar milik Belanda, perkebunan rakyat yang dikelola para pekebun atau petani kecil terus melakukan ekspansi, relatif tanpa bantuan pemerintah. Bahkan dapat dikatakan tak terjadi kerjasama antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Masing-masing berjalan sendiri sesuai dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing. Nasionalisasi perkebunan segera diikuti oleh konsolidasi manajemen perkebunan negara dan pengembangan perkebunan rakyat yang diatur pada satu kesatuan struktur dalam pemerintahan.

3.3.2. Pola UPP (Unit Pelaksanaan Proyek)

Pola UPP adalah Pola pengembangan dengan pendekatan terkonsentrasi pada lokasi tertentu, yang menangani keseluruhan rangkaian proses agribisnis. Untuk menunjang kenaikan tanaman industri dibutuhkan unit-unit pelayanan pengembangan (UPP). Unit ini memberikan bantuan teknik agronomi, pembiayaan, pemasaran, dan fasilitas pengolahannya.

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐9

Pola Unit Pelaksanaan Proyek (Pola UPP) merupakan pengembangan perkebunan yang dilaksanakan di wilayah usahatani karet rakyat yang telah ada (existing) tetapi petani tidak mempunyai modal untuk membangun kebun. Pola UPP PRPTE (Proyek Rehabilitasi dan Peremajaan Tanaman Ekspor )dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri sedangkan pihak UPP melaksanakan kegiatan penyuluhan dan pembinaan. Kurang berjalannya UPP PRPTE disebabkan masih rendahnya minat dan pengetahuan petani akan bibit unggul, sarana transportasi terlantar dan pendanaan kurang berkesinambungan. Pola UPP SRDP (Smallholder Rubber Development Project) dilaksanakan dengan prinsip petani mengelola sendiri mulai dari pembangunan kebun sedangkan pihak UPP memberikan bimbingan dan penyuluhan secara berkelompok dengan hamparan 20 ha dan paket kredit saprodi termasuk upah tenaga kerja. Pola Sector Crops Develompment Project (SCDP) dilaksanakan dengan prinsip yang tidak berbeda dengan SRDP, hanya lokasinya diarahkan di daerah transmigrasi umum yang potensial karet. Selanjutnya pengembangan karet dibiayai dari proyek Tree Crops Smallholder Develompment Project (TCSDP) dalam mengembangkan kebun karet rakyat dilakukan merger konsentrasi yang dibiayai oleh Bank Dunia yaitu penggabungan mana-jemen yang berkaitan dengan teknologi, proses produksi dan pemasaran.

3.3.3. Pola PIR ( Perkebunan Inti Rakyat)

Lahirnya pemerintahan orde baru disertai dengan dilansirnya program pembangunan yang dikenal dengan sebutan Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), membuat perkebunan kembali dilirik sebagai salah satu sektor paling berpotensi untuk menghasilkan devisa negara. Langkah pertama dimulai dengan tambahan modal dan peningkatan kemampuan Perkebunan Besar Negara (PN). Setelah itu, dimulailah langkah yang juga merupakan tonggak baru pengelolaan perusahaan perkebunan di Indonesia yaitu menggabungkan kekuatan Perkebunan Besar Negara dengan Perkebunan Rakyat. Penerapan pola pikir baru ini dilakukan pada pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) sejak awal 1980-an. Sejak saat itu pola PIR sangat mewarnai pembangunan perkebunan di Indonesia. Langkah selanjutnya di akhir dekade 1980-an ialah menggunakan kesuksesan ini sebagai pemantik modal swasta untuk mendirikan Perkebunan Besar Swasta (PBS) baik dengan pembangunan yang memanfaatkan Hak Guna Usaha (HGU) maupun melalui pola yang berdampingan dengan rakyat di wilayah-wilayah transmigrasi yang terpencil dan di pesisir.

Pola Perusahaan Inti Rakyat (Pola PIR) merupakan pengembangan perkebunan melalui pemanfaatan kelebihan kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan perkebunan besar untuk membantu pengembangan perkebunan rakyat di sekitarnya. Perusahaan besar ber-tindak sebagai inti dan perkebunan rakyat sebagai plasma. Selanjutnya setelah kebun plasma menghasilkan perusahaan inti turut mengolah dan memasarkan hasilnya. PIR berusaha menciptakan petani mandiri di wilayah bukaan baru dan ditujukan untuk kelompok masyarakat lokal maupun pendatang yang berminat menjadi petani . Seluruh biaya pembangunan kebun merupakan komponen kredit petani, sebelum tanaman produktif petani sebagai pekerja buruh plasma yang di upah.

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 10

3.3.4. Pola Pengembangan Revitalisasi Perkebunan

Program Revitalisasi Perkebunan adalah upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah. Untuk membantu kebutuhan modal para petani, program ini dibiayai melalui skim kredit baru yang disebut dengan kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP ). Skim kredit ini dimaksudkan juga untuk mengungkit sektor riil agar tumbuh positif sehingga mampu mengentaskan kemiskinan dan menyerap tenaga kerja baru di daerah.

Komoditi yang dikembangkan adalah komoditi yang mempunyai peran sangat strategis sebagai sumber pendapatan masyarakat sehingga harus memiliki prospek pasar, baik pasar dalam maupun luar negeri. Disamping itu program ini bisa turut berperan dalam melestarikan fungsi lingkungan hidup.

Pelaksanaan pengembangan perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan ditujukan untuk membangun perkebunan rakyat, dengan pendekatan pengembangan sebagai berikut:

a) Pengembangan perkebunan rakyat yang dilakukan adalah melalui kemitraan,baik pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat) maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia

mitranya, dimungkinkan pengembangan dilakukan langsung oleh pekebun atau melalui Koperasi dengan pembinaan oleh jajaran Departemen Pertanian dan Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi dan Kabupaten;

b) Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak serta memenuhi skala ekonomi;

c) Luas lahan maksimum untuk masing-masing petani peserta yang ikut dalam Program Revitalisasi Perkebunan adalah 4 ha per KK, kecuali untuk wilayah khusus yang pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian;

d) Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, pengembangan perkebunan yang melibatkan mitra usaha dapat dilakukan melalui pengelolaan kebun dalam satu

manajemen minimal 1 (satu) siklus tanaman;

e) Bunga kredit yang diberikan kepada petani peserta sebesar 10%, dengan subsidi bunga menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara bunga pasar yang berlaku untuk kredit

sejenis dengan bunga yang dibayar petani peserta. Subsidi bunga diberikan selama masa pembangunan yaitu sampai dengan tanaman menghasilkan (maksimal 5 tahun untuk kelapa sawit dan kakao, dan 7 tahun untuk karet). Besarnya suku bunga yang dibayar pekebun setelah masa tenggang adalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank (tanpa subsidi bunga);

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 11 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 11

g) Petani peserta yang belum memiliki mitra usaha, secara bertahap akan didorong melakukan kemitraan dengan perusahaan yang memiliki industri pengolahan dibidang perkebunan;

h) Untuk mengawal pelaksanaan program ini akan memanfaatkan tenaga sarjana pertanian (sistem kontrak) dan diutamakan dari perguruan tinggi setempat sebagai petugas pendamping.

3.4. PENGEMBANGAN WILAYAH

Pengertian pembangunan tidak sama dengan pengembangan. Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang terencana yang dilaksanakan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah. Perbedaan antara pembangunan dengan pengembangan yaitu pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengukur sesuatu yang belum ada, sedangkan pengembangan merupakan perbaikan atau peningkatan sesuatu yang telah ada. Namun kedua istilah ini sekarang sering dipakai untuk maksud yang sama.

Pengembangan wilayah dapat didefinisikan sebagai upaya menata ruang dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara lebih optimal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Sugiharto, 2007)

Pengertian pengembangan wilayah dalam pembangunan adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang tercakup dalam sektor pemerintahan maupun masyarakat, dilaksanakan dan diatur dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Usaha-usaha sedemikian pada dasarnya bersifat meningkatkan pemanfaatan sumber daya serta meningkatkan pemenuhan berbagai kebutuhan-kebutuhan.

Tujuan pengembangan wilayah ialah pembangunan wilayah itu sendiri dalam arti bahwa kondisi wilayah menjadi lebih baik di segala sektor yang meliputi sektor jasa. Industri dan pertanian di segi yang paling sentral, atau paling tidak pengelolaan hasil pertanian di segi penerimaan masyarakatnya atau di segi pengeluaran konsumsi, investasi, serta ekspor-impornya.

Disamping itu, tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang berkaitan. Di sisi sosial ekonomis, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik, dan sebagainya. Di sisi lain, secara ekologis pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai akibat sebagai campur tangan manusia terhadap lingkungan.

Mengembangkan dan membangun suatu wilayah tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri berdasarkan kewenangan suatu daerah tetapi harus meliputi berbagai daerah peringgan karena cara seperti ini akan menciptakan optimalisasi manfaat potensial ekonomi wilayah dan akan menciptakan daya saing

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 12 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 12

Hendaknya pengembangan wilayah tidak dijadikan sebagai sebuah proyek yang dilakukan tergesa- gesa berdasarkan suatu pemikiran sesaat dan berjangka pendek. Berbagai upaya yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan suatu wilayah harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Hal ini dapat berupa berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat setempat. Dalam pengembangan wilayah terdapat dua pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan sektoral atau fungsional (yang dilaksanakan melalui departemen atau instansi sektoral), dan pendekatan regional atau teritorial yang dilakukan oleh daerah atau masyarakat setempat.

Teori-teori pengembangan wilayah menganut berbagai azas atau dasar dari tujuan penerapan masing-masing teori: Salah satu teori pengembangan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah adalah proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra-urban. Pengembangan wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar yang terjadi pada suatu wilayah. (Sugiharto, 2007).

Sedangkan teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor- sektor unggulan yang diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan sebagai leading sector.

Sektor unggulan yaitu sektor yang dapat menarik perkembangan sektor lainnya. Apabila perkembangan antara sektor unggulan dan non-unggulan terjadi secara bersama-sama, maka akan terjadi intensitas kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan daerah pada suatu wilayah. Seiring dengan peningkatan pendapatan daerah ini pada akhirnya dapat mengembangkan suatu wilayah.

Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan, yakni perubahan stuktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para pembuat keputusan dalam suatu masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul berbagai pendekatan menyangkut terma-terma kajian tentang pembangunan. Satu diantaranya adalah mengenai isu pembangunan wilayah. Secara luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan

Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 13 Bab 3 – Tinjauan Pustaka 3 ‐ 13

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna sama. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah merupakan sutu proses kontinu sebagai hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.