Post

(1)

(2)

MODUL

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB

Oleh

Drs. H. Ahmad Fuad Effendy, M.A

Prof. Dr. Moh. Ainin, M.Pd

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

PANITIA SERTIFIKASI GURU RAYON 115


(3)

iii

MODUL PENDALAMAN MATERI BIDANG STUDI BAHASA ARAB

A. Pendahuluan ... vi

B. Tujuan Pembelajaran ... vi

KEGIATAN 1 : KONSEP UMUM PEMBELAJARAN BAHASA A. Tujuan Pembelajaran ... 1

B. Pengertian Pendekatan, Metode, Teknik ... 1

C. Teori Belajar Bahasa ... 5

D. Sekilas tentang Metode Komunikatif ... 10

E. Ringkasan ... 19

Latihan ... 20

KEGIATAN 2: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN MENYIMAK (ISTIMA') A. Tujuan Pembelajaran ... 24

B. Teknik Pembelajaran Maharah Istima’... 24

C. Materi dan Latihan Maharah Istima’ ... 30

Daftar Pustaka ... 38

KEGIATAN 3: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN BERBICARA (KALAM) A. Tujuan Pembelajaran Maharah Kalam ... 39

B. Teknik Pembelajaran Maharah Kalam ... 39

C. Materi Latihan/Praktik Maharah Kalam ... 47

Daftar Pustaka ... 57

KEGIATAN 4: PEMBELAJARAN KEMAHIRAN MEMBACA A. Tujuan Pembelajaran ... 58

B. Pengertian Kemahiran Membaca ... 58

C. Beberapa Jenis Membaca ... 60

D. Tingkatan Kemahiran Membaca ... 63

E. Teknik dan Model Latihan Membaca Berbasis Pengalaman Belajar …... 64

F. Langkah-langkah Pembelajaran Membaca... 67

G. Materi Bacaan dan latihan ... 68


(4)

iv

B. Pengertian Kemahiran Menulis ... 85

C. Teknik dan Tahapan Pembelajran Kemahiran Menulis ... 87

D. Materi Pembelajaran Menulis ... 95

Latihan ... 100

KEGIATAN 6: KTSP SMA 2006 MATA PELAJARAN BAHASA ARAB A. Tujuan Pembelajaran ... 101

B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 101

C. Contoh Silabus dan RPP ... 111


(5)

v

Bagan 1 : Hubungan Hirarkhis antara Pendekatan, Metode, dan Teknik Bagan 2 : Posisi Metode, Pendekatan, Desain, dan Teknik

Bagan 3 : Output Pembelajaran Maharah Istima’ Bagan 4 : Output Pembelajaran Maharah Kalam’


(6)

vi

MODUL PENDALAMAN

MATERI BIDANG STUDI BAHASA ARAB

1. PENDAHULUAN

Seorang guru bahasa Arab harus memiliki dua kompetensi, yaitu kompetensi metodologis dan kompetensi kebahasaan. Kompetensi metodologis adalah penguasaan metodologi pengajaran dan penerapannya dalam proses pembelajaran. Sedangkan kompetensi kebahasaan mencakup keterampilan berbahasa dan penguasaan kebahasaan dan kebudayaan Arab. Bahasan mengenai pembelajaran membaca ini mencakup penguasaan teknik-teknik pembelajaran menyimak (maharah istima’), berbicara (maharah kalam), membaca (maharah qira’ah), dan teknik pembelajaran menulis (maharah kitabah). Kedua hal ini sangat signifikan untuk meningkatkan kompetensi pengajar bahasa Arab yang berujung pada peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Arab di sekolah.

Sementara itu, kompetensi kebahasaan lebih terkait dengan peningkatakan kemahiran berbahasa bagi guru bahasa Arab (peserta PLPG), baik yang terkait dengan kemahiran menyimak, berbicara, membaca, maupun menulis. Materi kemahiran berbahasa ini lebih ditekankan pada kegiatan berbahasa secara praktis dan riil komunikatif. Untuk itu, latihan-latihan berbahasa baik secara pasif (maharah istiqbaliyyah) maupun aktif (maharah istintajiyyah) ditekankan dalam modul pendalaman materi ini.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu: 1) Menjelaskan konsep dasar pendekatan, metode, dan teknik


(7)

vii

2) Menjelaskan berbagai teori yang mendasari pembelajaran bahasa.

3) Mengenal sistem pembelajaran bahasa Arab dengan metode komunikatif.

4) Mengimplementasikan teknik pembelajaran keterampilan berbahasa Arab (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) yang efektif dan menyenangkan.

5) Memahami wacana lisan berbahasa Arab (fahmu al-masmu’) baik dalam bentuk dialog maupun narasi.

6) Menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan dengan memperhatikan unsur-unsur: kelancaran, kefasihan, nada dan tekanan, struktur, ketepatan pilihan kata, isi, dan performansi.

7) Membaca (keras) dan memahami wacana tulis (teks) berbahasa Arab, baik dalam bentuk dialog maupun narasi.


(8)

1

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu: 1. Menjelaskan konsep dasar pendekatan, metode, dan teknik

dalam pembelajaran bahasa.

2. Menjelaskan berbagai teori yang mendasari pembelajaran bahasa.

3. Menjelaskan keterkaitan antara teori belajar bahasa dengan metode pembelajaran bahasa.

4. Menjelaskan konsep metode komunikati dalam pembelajaran bahasa.

5. Menjelaskan landasan historis dan teoretis metode komunikatif dalam pembelajaran bahasa.

6. Mengenal sistem pembelajaran bahasa Arab dengan metode komunikatif.

B. PENGERTIAN PENDEKATAN, METODE, TEKNIK

Ada tiga istilah yang sangat mendasar dalam pembelajaran bahasa. Ketiga istilah tersebut menurut Edward Anthony (1963) (dalam Richards dan Rodgers, 1986) adalah pendekatan atau al-madkhal (approach), metode atau ath-thariqah (method), dan teknik atau al-uslub (technique) Dalam penggunaannya, pengertian dan konsep dasar ketiga istilah tersebut perlu dipahami secara tepat dan proporsional, sehingga tidak menimbulkan kerancuan.

Menurut Anthony (dalam Richards dan Rodgers, 1986). Pendekatan mengacu pada teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa sebagai dasar dan prinsip pembelajaran bahasa. Pendekatan juga dapat dipahami sebagai seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat


(9)

bahasa dan pembelajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis atau

badahy (Al-‘Ashily, 2002). Artinya, kebenaran teori-teori linguistik dan teori belajar bahasa yang digunakan tidak dipersoalkan lagi (Syafi’ie, 1994 dan Al-‘Ashily, 2002).

Terkait dengan pengertian ini, ada dua pertanyaan yang patut dikemukakan, yaitu; apa hakikat bahasa itu? dan apa hakikat pembelajaran bahasa. Kedua pertanyaan ini saling terkait. Artinya, jawaban tentang hakikat bahasa akan menentukan hakikat pembelajaran bahasa. Dengan ungkapan lain, pandangan tentang hakikat pembelajaran bahasa akan sangat diwarnai oleh pandangan tentang hakikat bahasa.

Istilah metode mengacu pada perencanaan secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan ajar bahasa secara sistematis. Bagian-bagian dalam perencanaan tersebut tidak ada yang kontradiktif (Richards dan Rodgers, 1986). Perencanaan secara menyeluruh tersebut (khuththah syamilah) digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam perencanaan tersebut tercermin langkah-langkah, prosedur, dan aktivitas pembelajaran baik aktivitas di kelas maupun di luar kelas. (Al-‘Ashily, 2002). Langkah-langkah tersebut dimulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran, penyajian materi, proses pembelajaran, dan penilaian hasil belajar (Syafi’ie, 1994). Apabila pendekatan bersifat aksiomatis, maka metode bersifat prosedural. Menurut Syafi’ie (1994), istilah metode dapat dimaknai dalam pengertian yang luas dan pengertian yang sempit. Dalam pengertian luas, metode berarti perencanaan secara menyeluruh dengan langkah-langkah sebagaimana tersebut di atas. Sedangkan pengertian metode dalam arti sempit sama dengan teknik mengajar.

Sementara itu, istilah teknik (al-uslub) dalam pembelajaran bahasa mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaran di dalam kelas (Richards dan Rodgers, 1986). Teknik pembelajaran berupa berbagai macam cara dan kiat (trick) untuk menyajikan bahan ajar dalam rangka


(10)

mencapai tujuan khusus pembelajaran. Mengingat teknik bersifat implementatif, maka keberadaannya harus konsisten dengan metode dan pendekatan (Anthony, 1963 dalam Richards dan Rodgers, 1986). Artinya, teknik pembelajaran di kelas yang dibangun oleh guru harus sinergi dengan metode, dan metode yang digunakan juga harus mengacu pada pendekatan pembelajaran bahasa. Hubungan hirarkhis antara ketiga istilah tersebut dalam pembelajaran bahasa dapat diilustrasikan ke dalam bagan 1 berikut ini.

Bagan 1: Hubungan Hirarkhis antara Pendekatan, Metode, dan Teknik

Apabila Edaward Anthony menggunakan istilah approach ( al-madkhal), method (ath-thariqah), dan technique (al-uslub), Richards dan Rodgers (1986) menggunakan istilah method, approach, design, dan

procedure. Posisi metode oleh Richards dan Rodgers diletakkan sebagai

induk dari pendekatan, perencanaan (design), dan prosedur (al-ijra’at) Secara lebih spesifik, Richards dan Rodgers (1986) memberikan gambaran keempat istilah tersebut sebagaimana pada bagan 2 berikut ini:

PENDEKATAN

(

ﻞﺧﺪﳌا)

- teori hakikat bahasa - teori hakikat belajar bahasa - bersifat aksiomatis

METODE

(

ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا)

- perencanaan menyeluruh - prosedural

TEKNIK

(بﻮﻠﺳﻻا)

- implementasi perencanaan - trik di kelas (berbagai cara dan

kiat pembelajaran) - insidental & operasional


(11)

Bagan 2: Posisi Metode, Pendekatan, desian, dan Teknik

Approach Design Procedure

Method

a. Teori tentang hakikat bahasa. - pandangan tentang hakikat

kemampuan berbahasa. - padangan tentang hakikat

pembelajaran bahasa. b. Teori tentang hakikat

belajar bahasa.

- pandangan tentang proses psikolinguistik dan kognitif yang terlibat dalam belajar bahasa.

- perhatian terhadap kondisi yang mendukung proses pembelajaran

a. Tujuan umum dan khusus. b. Model silabus

- kreteria pemilihan dan pengorganisasian bahan ajar. c. Tipe kegiatan pembelajaran.

- jenis-jenis tugas, kegiatan latihan di kelas, dan bahan ajar d. Peran Pembelajar

- jenis tugas yang disusun untuk pembelajar

- tingkat penguasaan

pembembelajar terhadap materi. - pola pengelompokan pembelajar

yang disarankan.

- tingkatan pengaruh pembelajar terhadap pembelajaran yang lain. - padangan pembelajar sebagai

pemroses, penampil, inisiator, dan sebagai problem solver.

e. Peran Guru - jenis tugas guru

- tingkatan pengaruh guru terhadap pembelajaran.

- tingkatan peran guru dalam menentukan bahan ajar. - jenis interaksi antara guru dan

pembelajar f. Peran bahan Ajar

- fungsi utama bahan ajar

- bentuk bahan ajar (misalnya buku teks, audio visual).

- hubungan bahan ajar dengan input yang lain.

- asumsi-asumsi yang dibuat tentang guru dan pembelajar yang lain

a. Teknik dalam kelas, latihan, dan pengamatan perilaku pada saat metode digunakan. - waktu, tempat, dan

peralatan yang digunakan guru.

- pola-pola interaksi yang teramati dalam kelas. - taktik dan strategi yang

digunakan oleh guru dan pembelajar manakala metode digunakan.


(12)

C. TEORI BELAJAR BAHASA

1. Behaviorisme

(

ﺔﻴﻛﻮﻠﺳ ﺔﻳﺮﻈﻧ

\

ﻲﻛﻮﻠﺳ ﺐﻫﺬﻣ

)

Teori behavioris (behavioristic approach) merupakan teori psikologi yang dikembangkan oleh B. F. Skinner dari hasil studi teoritik dan empirik ilmuwan bernama Pavlov dan Watson (Nunan, 1991). Pavlov (1849-`1939) sebagai pelopor madzhab ini termasyhur dengan teorinya yang menghubungkan stimulus primer (makanan) dan stimulus skunder (nyala lampu dan bunyi lonceng) dengan respons (keluarnya air liur) anjing yang dijadikan sebagai hewan percobaan. Berdasarkan penelitiannya, Pavlov menemukan bahwa air liur anjing mengalir pada saat lampu menyala meskipun tanpa ada makanan (Al-‘Araby, 1981 dan Effendy, 2005). Selanjutnya teori ini oleh B. F. Skinner (1957) dikembangkan untuk meneliti perilaku manusia (Nunan, 1991) dan diaplikasikan ke dalam dunia pendidikan (Al-’Araby, 1981). Untuk itu, B.F. Skinner diakui sebagai bapak aliran behaviorisme. Bukunya Verbal Behavior (1957) sangat terkenal dan dipakai sebagai rujukan oleh pengikut aliran ini (Baradja, 1990).

Dalam mengimplementasikan teori ini, kita harus mengikuti prosedur yang terdiri dari tiga tahap: stimulus (

ﲑﺜﳌا

), respons, (

ﺔﺑﺎﺠﺘﺳﻻا

), dan penguatan/reinforcement

(

ﺰﻳﺰﻌﺘﻟا

)

atau umpan balik

.

Suatu perilaku akan muncul bila didahului oleh stimulus, Perilaku itu dapat diperkuat, dibiasakan dengan memberikan penguatan (Azies dan Alwasilah, 1996). Apabila teori ini diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan, maka dapat dikatakan, bahwa proses belajar terjadi melalui jalinan hubungan antara: (a) stimulus yang membangkitkan perilaku, (b) respons yang timbul oleh adanya stimulus. Hubungan antara dua unsur tersebut dipacu oleh reinforcement (ta’ziz) yang menandai apakah respons itu sesuai atau tidak dan yang mendorong pengulangan tindak respons atau tidak mengulanginya (Syafi’ie, 1994), Untuk itu, menurut teori ini, belajar itu


(13)

sebagai pembiasaan dan pembiasaan itu dapat terjadi melalui peniruan (imitation), yaitu pembelajar menirukan rangsangan tingkah laku yang cukup sering sehingga menjadi otomatis atau melalui penguatan baik positif (diganjar) maupun negatif (dihukum) (Ellis, 1986).

Berikut ini skema hubungan antara stimulus, respons, dan

reinforcement yang dikutip dari Richards dan Rodgers (1986).

Reinforcement Yang positif (akan diulangi) Stimulus pembelajar response

Reinforcement Yang negatif (tidak diulangi lagi)

Dari skema di atas dapat dikemukakan, bahwa penguatan yang positif (dapat berupa pemberian ”ganjaran” (

باﻮﺜﻟا

) merupakan unsur yang sangat penting dalam proses belajar. Melalui penguatan yang positif ini, kemungkinan besar perilaku akan terulang dan pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan. Sebaliknya, penguatan negatif (dapat berupa pemberian ”hukuman” (ب ا) akan memperlemah pengulangan perilaku dan pada akhirnya perilaku tersebut tidak akan menjadi kebiasaan.

Behaviorisme yang semula merupakan teori psikologi telah memberikan inspirasi kepada para ahli pembelajaran bahasa. Dalam konteks pembelajaran bahasa, aliran behaviorisme menganggap, bahwa untuk menguasai bahasa, anak-anak menirukan ujaran yang dihasilkan oleh penutur dewasa dan berusaha menggunakan bahasa itu. Dengan cara ini, mereka diharapkan membangun suatu pola pengetahuan atau

kebiasaan berbahasa yang mereka pelajari (Ellis, 1986). Seorang pengikut aliran behaviorisme menganggap bahwa perilaku bahasa yang efektif


(14)

tidak lain daripada membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Apabila reaksi itu direstui (reinforced), maka besar kemungkinan rekasi itu akan diulangi dan lambat laun akan menjadi kebiasaan (language habit). Jadi, dengan jalan semacam inilah anak belajar bahasanya (Baradja, 1990).

Melalui teori ini dan diperkuat oleh aliran linguistik struktural, lahirlah di Amerika suatu metode pembelajaran bahasa yang disebut dengan Metode Audio Lingual ( ا ا ا). Inti dari metode ini adalah pembiasaan pembelajar menirukan, latihan, dan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi (terutama komunikasi lisan). Oleh karena itu, drill-dirl lisan

(

ﺔﻴﻬﻔﺷ تﺎﺒﻳرﺪﺗ

)

pola-pola kalaimat menjadi dasar dalam metode ini. Di sinilah teori behaviorisme memandang betapa besar peranan language input atau masukan bahasa (ي ا ا) dari pihak luar (eksternal), agar pembelajar dapat menguasai bahasa sasaran.

2. Kognitivisme(

ﺔﻴﻓﺮﻌﻣ ﺔﻳﺮﻈﻧ

\

ﻲﻓﺮﻌﻣ ﺐﻫﺬﻣ

)

Nama lain dari kognitvisme adalah mentalisme. Sesuai dengan namanya, teori ini menekankan aspek mental ( ا\ ا) bagi manusia. Teori yang muncul pada pertengahan awal abad ke 20 ini dipelopori oleh seorang ahli bahasa bernama Noam Chomsky. Dia menyerang pandangan kaum behaviorisme, khususnya yang terkait dengan pembelajaran dan pemerolehan bahasa (Al-‘Ashily, 2002). Dalam padangan kognitivisme, bahasa bukanlah hasil dari pembiasaan, melainkan karena pada setiap diri manusia normal sejak lahir di dunia sudah dilengkapi oleh alat untuk memperoleh bahasa atau Language Acquisition Device, selanjutnya disingkat LAD ( ا ب از ). Melalui alat ini anak bisa belajar bahasa yang dipakai orang di sekelilingnya. Jadi yang dibawa dari lahir hanya LAD (alatnya), sedang bahasa apa yang akan diperoleh anak ditentukan oleh alam sekelilingnya atau bahasa yang digunakan oleh masyarakat di sekelilingnya (Baradja, 1990).


(15)

Serangan Comsky terhadap pandangan kaum behaviorisme diungkapkan dalam bentuk pertanyaan berikut. Bila bahasa merupakan perilaku yang dipelajari, bagaimana anak bisa mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikatakan sebelumnya? Bagaimana mungkin sebuah kalimat baru yang diucapkan seorang anak empat tahun merupakan hasil

conditioning? (Azies dan Alwasilah, 1996). Dalam pandangan Ellis (1986), LAD itu dapat bekerja apabila pembelajar memasukkan data, yakni input, Akan tetapi, posisi input atau masukan ini hanya sebagai penyentil (trigger) untuk mengaktifkan LAD. Masukan atau input yang dipajankan dari luar itu tidak membentuk proses pemerolehan bahasa, karena hal ini menjadi tugas utama LAD.

3. Interaksionalisme

(

ﻲﻠﻋﺎﻔﺗ ﺐﻫﺬﻣ

)

ِ◌Aliran ini tampaknya mencoba memadukan kedua aliran sebelumnya (behaviorisme dan mentalisme). Penganut aliran ini menganggap bahwa peroses terjadinya penguasaan bahasa karena berkat adanya interaksi antara masukan bahasa yang dipajankan (exposed) kepada pembelajar dan kemampuan internal yang dimiliki oleh pembelajar, yakni LAD. Bukti-bukti menunjukkan, bahwa seorang anak yang sejak lahir dilengkapi LAD tidak secara otomatis mampu berbahasa tanpa adanya masukan bahasa dari luar (eksternal) (Baradja, 1990). Demikian pula, binatang yang paling cerdas sekalipun, misalnya simpanse tidak akan mampu berbahasa secara kreatif meskipun dia dilatih berbahasa, karena binatang memang tidak dilengkapi dengan LAD.

4, Pemerolehan dan Pembelajaran (

ﻢﻠﻌﺘﻟاو بﺎﺴﺘﻛﻻا

)

Teori tentang pemerolehan dan pembelajaran dikemukakan oleh Krashen (1981). Dia membedakan antara konsep pemerolehan (acquisition)


(16)

dan belajar (learning). Menurut Krashen, pembelajar dewasa mempunyai dua cara untuk mengembangkan kemahiran dan pengetahuan dalam menguasai bahasa kedua, yaitu melalui pemerolehan dan belajar. Pemerolehan mengacu pada pengembangan kemampuan berbahasa secara alamiah dan dalam situasi yang komunikatif (Krashen dan Terrel, 11983). Dalam pandangan Krashen, untuk pengembangan kemahiran berbahasa, pemerolehan ini lebih penting daripa belajar.

Baradja (1990) memberi contoh pelaut-pelaut kita pandai berbahasa Inggris dengan jalan pemerolehan. Mereka menguasai bahasa Inggris ini dengan cara informal dan mereka tidak mengetahaui atau tidak secara sengaja belajar bahasa Inggris. Mereka sekedar menggunakannya karena adanya keperluan untuk berkomunikasi. Di lingkungan komunitas tertentu di Indonesia yang masyarakatnya memiliki bahasa ibu yang berbeda-beda (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Padang, Bugis, dan lain-lain), dijumpai anak-anak menguasai bahasa Indonesia bukan melalui belajar, tetapi melalui pemerolehan. Mereka sesama temanya secara tidak sadar berkomunikasi dengan bahasa Indonesia pada saat mereka bermain. Cara kedua yaitu melalui belajar. Belajar bahasa berbeda dengan pemerolehan bahasa. Belajar bahasa berarti mengetahui aturan-aturan, yakni aturn-aturan tentang kaidah bahasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar bahasa secara formal kurang berhasil dalam mengembangkan kemahiran komunikasi (Krashen dan Terrel, 11983). Secara ekstrim, mereka berdua menegaskan bahwa bahasa tidak dapat diperoleh melalui pembelajaran formal (Baradja, 1990). Dalam belajar bahasa aktivitas yang tampak adalah penggunaan dril-dril, pemecahan masalah, dan latihan lain untuk mencapai kompetensi bahasa. Belajar bahasa berarti memperoleh ”pengetahuan formal” tentang suatu bahasa dan dilakukan dalam setting formal (belajar seluk beluk bahasa dengan guru di kelas dan atau mempelajari seluk beluk bahasa dari buku teks).


(17)

(Baradja, 1990). Selain itu, belajar bahasa dilakukan secara sadar (conscious).

Teori pemerolehan dan pembelajaran bahasa ini akhirnya menjadi dasar dari dari metode alamiah

(

ﺔﻴﻌﻴﺒﻄﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا

)

.

Inti dari metode ini adalah agar pembelajar memiliki keterampilan berkomunikasi dengan menitik beratkan aktivitas pemerolehan bahasa daripada aktivitas belajar. Aktivitas belajar dalam hal-hal tertentu memang penting, tetapi lebih bersifat penunjang saja (Krashen dan Terrel, 1983).

D. SEKILAS TENTANG METODEKOMUNIKATIF ( ا ا)

Metode pengajaran bahasa yang ditawarkan oleh para ahlinya sangat beragam. Mackey (1965) misalnya menawarkan sekitar 15 macam metode, di antaranya yaitu (1) Direct Method (

ةرﺎﺷﺎﺒﻤﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا

) , (2) Eclectic Method (

ﺔﻴﺋﺎﻘﺘﻧﻻا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا

), (3) Natural Method (

ﺔﻴﻌﻴﺒﻄﻟا ﺔﻘﻳﺮﻄﻟا

), (4) Grammar-Translation Method (

ﺔﻤﺟﺮﺘﻟاو ﺪﻋاﻮﻘﻟا ﺔﻘﻳﺮﻃ

), dan lain-lain. Akan tetapi, dari 15 macam metode yang ada, tidak ditemukan Metode Audio Lingual (MAL) dan Metode Komunikatif (MK). Berbeda dengan Mackey, Richards. dan Rodgers (1986) mengemukakan delapan macam metode pengajaran bahasa, termasuk di dalamnya MAL dan MK. Dari sekian banyaka metode tersebut, metode pembelajaran bahasa yang relatif lebih mutakhir adalah Pendekatan/Metode Komunikatif.

a. Latar Belakang

MK ini merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang berasal dari Inggris. MK ini lahir pada akhir tahun 1960-an. Sebelum itu, metode yang mendominasi percaturan pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua adalah metode Situational Language Teaching selanjtunya


(18)

disingkat SLT (# $ ا ا ر " ط) (Richards. dan Rodgers, 1986). Metode SLT ini dilandasi oleh aliran linguist struktural versi Inggris (Huda, 1987). Pada hal-hal tertentu, SLT mirip dengan yang ada pada MK. Bahasa diajarkan dengan melatih siswa tentang struktur-struktur dasar dalam berbagai aktivitas yang didasarkan pada hal-hal yang bermakna. Akan tetapi, langkah-langkah pendekatan pengajaran bahasa ini tidak bisa bertahan lama sebab adanya bantahan-bantahan yang diarahkan kepadanya. Pada saat teori linguistik (baca aliran linguistik struktural) yang mendasari MAL ditolak di Amerika Serikat pada dekade 1960-an, para pakar linguistik terapan Inggris mulai mempersoalkan keefektifan pemakaian metode SLT ini. Mereka mengkritik bahwa metode SLT ini tidak bisa dipertahankan lagi, antara lain, karena memprediksikan bahasa berdasarkan peristiwa yang bersifat situasional itu sulit dipertahankan secara masuk akal. Kemudian mereka mengembangkan pengajaran bahasa yang berdasarkan fungsi bahasa dan potensi komunikasi bahasa.

Di antara tokoh dari kubu linguistik terapan yang melontarkan kritikan terhadap SLT ini adalah Noam Chomsky seorang pakar linguistik Amerika Serikat yang terkenal. Dia membuktikan bahwa aliran linguistik struktural—yang telah dijadikan landasan teoretis dalam MAL di Amerika Serikat dan SLT di Inggris—telah mengabaikan kreativitas bahasa dan keunikan kalimat (Huda, 1987). Menurut penilaian mereka (pakar linguistik terapan), kita perlu memberikan perhatian yang cukup memadai kepada pengajaran bahasa yang menekankan kemahiran komunikatif, daripada yang hanya memperhatikan perkembangan penguasaan struktur-struktur kalimat (Azies dan Alwasilah, 1996).

Selain faktor teoretis yang mendorong pembaharuan metode pembajaran bahasa, ada dorongan lain yang menjadi embrio lahirnya MK ini. Dorongan lain tersebut adalah sebagai berikut: (a) kerjasama yang semakin erat antara negara-negara di Eropa Barat yang tergabung dalam


(19)

perpindaan orang-orang antar negara-negara di Eropa semakin tinggi. Dalam kondisi seperti ini, diperluakan pembelajaran bahasa asing yang efektif yang bisa memenuhi kebutuhan berkomunikasi antarnegara dan bangsa.

Terkait dengan perihal di atas, pada tahun (1971), sekelompok ahli-ahli pengajaran bahasa mengembangkan program pengajaran bahasa atas dasar sistem satuan kredit. Dalam program ini, materi pengajaran disusun dan dipecah-pecah menjadi satuan-satuan yang lebih kecil atas dasar kebutuhan siswa dalam berkomunikasi. Satuan-satuan itu mewadahi tujuan pengajaran. Kemudian diidentifikasi dua tingkat penguasaan bahasa, penguasaan keterampilan bahasa dasar dan penguasaan keterampilan bahasa khusus. Agar dapat menguasai bahasa khusus, seorang harus mencapai tingkat ambang penguasaan (threshold level).

b. Landasan Teori

MK ini dilandasi oleh linguistik transformasi yang digagas oleh Chomsky (1957) dan teori kompetensi komunikatif yang digagas oleh Hymes (1972). Teori tranformasi sebagai kelanjutan dari aliran linguistik struktural menekankan bahwa studi linguistik tidak hanya ditekankan pada struktur lahir saja atau surface structure (

يﺮﻫﺎﻈﻟا ءﺎﻨﺒﻟا

\

ﺔﻴﺤﻄﺴﻟا ﺔﻴﻨﺒﻟا

),

tetapi meliputi struktur dalam atau deep structure (

ﻲﺳﺎﺳﻻا ءﺎﻨﺒﻟا

\

ﺔﻘﻴﻤﻌﻟا ﺔﻴﻨﺒﻟا

).

Berikut ini gambaran dari hubungan antara struktur lahir dan struktur dalam yang dikutip dari Effendy (2005).

؟ﺾﻳﺮﻣ

(يﺮﻫﺎﻈﻟا ءﺎﻨﺒﻟا)

ﺾﻳﺮﻣ ﺖﻧأ ﻞﻫ

؟

)

ﻷا ءﺎﻨﺒﻟا

ﻲﺳﺎﺳ

(


(20)

Sejalan dengan itu, Chomsky membagi kemampuan berbahasa menjadi dua, yaitu kompetensi dan performansi. Kompetensi (competence- al-kafa’ah) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur. Kompetensi ini menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem kalimat (ي &' ا), sistem kata

)

ف ) ا

( , sistem bunyi (تا +,ا), dan sistem makna ( - ا). Sementara itu, performansi (ءاد-ا) adalah ujaran-ujaran yang biasa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat, Oleh karena itu, performansi bisa saja tidak sempurna. Meskipun demikian, menurut Chomsky, inti kajian linguistik itu adalah kompetensi, bukan performansi (Huda, 1995).

Kompetensi linguistik yang dikemukakan oleh Chomsky tersebut mendapat kritikan dari Dell Hymes. Dia berpendapat, bahwa kompetensi linguistik yang dikemukakan oleh Chomsky itu hanya terbatas pada kemampuan tatabahasa yang terlepas dari konteks, dan ini termasuk penguasaan bahasa taraf permulaan. Penguasaan bahasa yang lebih tinggi mencakup penguasaan aturan-aturan tatabahasa serta aaturan-aturan sosial yang berkaitan dengan penggunaan bahasa. Artinya, seseorang dalam berbahasa harus dapat menggunakan bahasa dan memilih ragam yang tepat sesuai dengan situasi dan hubungan antara pembicara dan pendengar. Orang seperti inilah yang dapat dianggap memiliki ”kompetensi komunikatif” (Huda, 1995). Dengaan demikian, pembelajaran bahasa Arab dengan MK menekankan pada kemampuan pembelajar untuk dapat menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi dengan memperhatikan konteks sosial dan budaya.

c. Tujuan Pembelajaran

Tujuan umum pembelajaran bahasa (bahasa Arab) dengan MK adalah mengembangkan kompetensi komunikatif pembelajar yang mencakup kemampuan untuk menafsirkan bentuk-bentuk linguistik baik


(21)

yang dinyatakan secara eksplisit maupun yang terpendam dalam kegiatan-kegiatan psikis (Huda, 1987).

Terkait dengan tujuan di atas, maka komponen yang harus dikembangkan dalam kompetensi komunikatif, meliputi kompetensi gramatikal (

ﺔﻳﻮﺤﻨﻟا ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا

), kompetensi sosiolinguistik (

ﺔﻴﻋﺎﻤﺘﺟﻻا ﺔﻳﻮﻐﻠﻟا ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا

)

kompetensi wacana (

بﺎﻄﺨﻟا

ﺔﻳﺎﻔﻛ

), dan kompetensi strategis (

ﺔﻳﺎﻔﻜﻟا

)

ﺔﻴﺠﻴﺗاﺮﺘﺳﻻا

. Kompetensi gramatikal mengacu pada penguasaan kosa kata, bentukan kata, pembentukan kalimat, ucapan, ejaan, dan makna (semantik). Kompetensi sosiolinguistik berkenaan dengan kompetensi penggunaan bahasa sesuaai dengan konteks sosial (status pembicara dan pendengar, tujuan interaksi, norma, serta aturan interaksi). Kompetensi wacana mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan ujaran yang kohesif dan koherensi. Kohesif adalah hubungan antara ujaran-ujaran dengan alat struktur bahasa untuk memudahkan menafsirkan makna wacana, sedangkan koherensi adalah hubungan antara beberapa makna dalam ujaran (teks). Sementara itu, kompetensi strategis adalah kemampuan penggunaan strategi komunikasi baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal (Huda, 1995).

d. Rancang Bangun Silabus dan Materi Pembelajaran

Terkait dengan silabus komunikatif ini, Huda (1989) mengemukakan bahwa terdapat tiga rancang bangun silabus pengajaran kompetensi komunikatif, yaitu silabus fungsional, situasional, dan nosional. Bahkan ditambah satu versi lagi, yaitu silabus struktural (berbeda dengan silabus struktural yang konvensional). Dalam satu unit pelajaran, butir-butir fungsi, situasi, dan nosi (makna bahasa) dapat sama-sama disajikan. Misalnya, butir fungsi dapat berupa: meminta informasi, memberi informasi, dan meminta informasi tentang suatu kepastian. Butir


(22)

situasi bisa di hotel, stasiun, dan toko, butir nosi dapat berupa: ketersediaan, lokasi, harga.

Pada umumnya, penyusunan materi pembelajaran bahasa (bahasa Arab) berpegang pada prinsip dari yang mudah ke yang sulit, dari yang konkret ke yang abstrak, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam MK ini, penyusunan materi pembelajaran disusun berdasarkan hasil analisis kebutuhan (need analysis) pembelajar. Artinya, materi yang disusun harulah bermakna dalam arti sesuai dengan kenyataan, jelas konteksnya, dan bukan ”omong kosong”. Materi dapat disajikan dalam bentuk dialog yang bukan sekedar dihafalkan, melainkan dipelajari isinya, kosa kata dan ungkapan komunikatifnya, fungsi-fungsi bahasa yang dikandungnya, dan tentu saja sesuai dengan situasi dan konteksnya (Effeny, 2005).

Terkait dengan perihal di atas, Effendy (2005) memberikan contoh dialog yang komunikatif. Setelah pembelajar mempelajari dialog tentang ”arah mata angin” dan dzarf makan, siswa diminta untuk melakukan kegiatan komunikatif (berdialog dengan teman atau bercerita) dengan panduan sebagai berikut;

ﺐﻳرﺪﺗ

!ﻚﺘﻳﺮﻗ ﰲ ءﺎﻴﺷﻷا ﺔﻬﺟ ﻦﻋ ﻚﻘﻳﺪﺻ ﻢﻬﻔﺘﺳا

ﺬﻴﻤﻠﺘﻟا

1

ﺬﻴﻤﻠﺘﻟا

2

1

إ

؟ﻚﺘﻴﺑ ﻪﺠﺘﻳ ﻦﻳأ ﱃ

إ

لﺎﻤﺸﻟا ﱃ

2

-؟عرﺎﺷ ﺖﻴﺒﻟا مﺎﻣا ﻞﻫ

ﺖﻴﺒﻟا بﺮﻏ عرﺎﺸﻟا ,ﻻ

3

-؟ﺔﺣﺎﺴﻟا ﻊﻘﺗ ﺔﻬﺟ يا ﰲ

قﺮﺷ

ﺖﻴﺒﻟا بﺮﻏو ,ﺔﻌﺳاو ﺔﺣﺎﺳ ﺖﻴﺒﻟا

.ﺔﻘﻴﺿ ﺔﺣﺎﺳ


(23)

Apabila contoh materi hiwar di atas dilihat dari silabus komunikatif, maka fungsi dialog tersebut adalah untuk meminta informasi tentang posisi hadap/letak rumah, situasinya kemungkinan terjadi di rumah siswa 2, yakni pada saat siswa 1 bertamu ke rumah siswa 2. Sementara itu, nosinya terkait denganarah mata angin.

e. Peran Siswa, Guru, dan Materi (

ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺘﻟا داﻮﻤﻟاو ﻢﻠﻌﻤﻟاو ﻢﻠﻌﺘﻤﻟا ﻒﺋﺎﻇو

)

Peran siswa (pembelajar) dalam MK berbeda dengan MAL. Apabila dalam MAL peran siswa lebih besifat pasif atau secara ekstrim disebut ”membeo”, karena mereka berfungsi sebagai penerima stimulus. Maka peran siswa dalam MK bersifat aktif. Merekalah yang berperan sebagai

negotiator antara dirinya sendiri, proses belajar, dan objek yang dipelajari (Huda, 1987). Dengan ungkapan lain, peran siswa dalam MK ini sebagai pembangun komunikasi (komunikator) dan sekaligus juga sebagai komunikan, sehingga aktivitas komunikasi di kelas tampak hidup dan kondusif.

Guru dalam MK ini mempunyai peran yang penting, sekalipun pembelajaran bersifat siswa-sentris. Dalam konteks pembelajaran bahasa dengan MK, Al-’Ashily (2002) memberikaan gambaran tentang tugas guru. Secara kronologis tugas guru adalah mengidentifikasi kebutuhan siswa akan tindak komunikasi dengan bahasa sasaran (

فﺪﳍا ﺔﻐﻠﻟا

), kemudian menganalisisnya dan menyusunnya ke dalam situasi komunikatif atau dalam bahasa Arabnya disebut dengan

ﺔﻴﻟﺎﺼﺗا ﻒﻗاﻮﻣ

sesuai dengan kebutuhan siswa. Selanjutnya, guru menciptakan atmosfir pembelajaran yang kondusif untuk aktivitas berkomunikasi di kelas. Pada saat pembelajaran dimulai, guru bersama siswa membuat kelompok, dan masing-masing kelompok diberi tugas. Dalam hal ini, posisi guru hanya sebagai pengarah dan pendamping ( 0 او 2 ا). Dia harus dapat


(24)

menjawab pertanyaan mereka dan memberikan mereka saran, serta dia juga harus aktif berpartisipasi dalam aktivitas mereka.

Sementara itu, materi/bahan ajar dalam MK biasanya terdiri dari materi/bahan ajar yang otentik (authentic materials

ﺔﻴﻘﻴﻘﺣ ﺔﻴﻤﻴﻠﻌﺗ داﻮﻣ

), tidak dibua-buat (

ﺔﻋﻮﻨﺼﻣﲑﻏ

). Pembeljaran bahasa (bahasa Arab) dengan menggunakan MK ini dapat memanfaatkan media gambar-gambar cerita

)

ﺔﻴﺼﺼﻘﻟا رﻮﺼﻟا

( , permainan bahasa (

ﺔﻳﻮﻐﻠﻟا بﺎﻌﻟ

ﻷا

), serta bermain peran secara bergantian (

ﻞﻴﺜﻤﺘﻟاو راودﻷا لدﺎﺒﺗ

). (Al-’Ashily, 2002). Untuk itu dapat dikatakan, bahwa jenis materi dalam MK ini bervariasi. Ada materi yang berbentuk buku teks, ada materi yang berorientasi pada tugas, petunjuk-petunjuk tentang permainan, drama pendek, simulasi, dan tugas-tugas komunikatif lainnya (misalnya menemukan informasi, menyelesaikan masalah, dsb). Jenis materi lainnya misalnya menggunakan barang sungguhan sebagai alat peraga, misalnya majalah, surat kabar, dsb. (Huda, 1987).

f. Teknik Pembelajaran

Teknik pembelajaran bahasa dengan menggunakan MK ini cukup variatif. Masing-masing pembelajaran keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) memliki teknik tersendiri sesuai dengan karakternya. Dalam aktivitas lisan misanya, Finocchiaro dan Brumfit (dalam Huda, 1987) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

1) Dialog pendek disajikan dengan didahului penjelasan tentang fungsi-fungsi ungkapan dalam dialog itu, serta situasi dimana dialog itu mungkin terjadi.

2) Latihan pengucapan kalimat-kalimat yang terdapat dalam dialog itu. Latihan bisa diberikan perorangan, secara kelompok, atau klasikal.


(25)

3) Pertanyaan diajukan tentang dialog itu dan situasi dalam dialog itu.

4) Pertanyaan serupa, tetapi langsung mengenai situasi masing-masing siswa diajukan.

5) Kelas membahas ungkapan-ungkapan komunikatif dalam dialog itu dan bisa juga membahas ungkapan-ungkapan serupa yang mungkin muncul atau memiliki kesamaan makna. Bisa pula diskusi tentang struktur kalimat.

6) Siswa melakukan kegiatan untuk menafsirkan dan menyatakan suatu maksud sebagai bagian dari latihan komunikasi yang lebih bebas dan kurang terstruktur.

7) Guru melakukan evaluasi tentang performansi siswa dari kegiatan komunikasi bebas.

Berikut ini sebuah contoh tahapan pembelajaran menyimak yang diadaptasi dari Azies dan Alwasilah (1996).

Tahap 1: Guru memberikan motivasi dengan berdiskusi bersama siswa tentang pengalaman siswa dalam kehidupan yang berhubungan dengan tema teks menyimak yang akan diajarkan.

Tahap 2: Guru mengemukakan tujuan belajar pada hari itu beserta tema teks yang akan dikaji bersama.

Tahap 3: Guru memutar kaset dua atau tiga kali. Idealnya kaset tersebut berisi suara penutur asli (

ﻲﻠﺻﻻا ﻖﻃﺎﻨﻟا

). Apabila di sekolah tidak memiliki tape recorder atau lab. Bahasa, maka guru dapat memperdengarkan langsung materi teks menyimak melalui tuturannya sendiri.

Tahap 4: Guru mengajukan pertanyaan sederhana tentang isi teks yang diperdengarkan, misalnya

يﺮﳚ ﻦﻳأ ,؟راﻮﳊا ﰲ

ارود ﺐﻌﻠﻳ ﺎﺼﺨﺷ ﻢﻛ

؟راﻮﳊا

(apabila teks yang diperdengarkan dalam bentuk dialog).


(26)

Tahap 5: Guru memutar kaset sekali lagi, selanjutnya mengajukan pertanyaan lanjutan sampai siswa dianggap memahami isi teks secara komprehensif.

G. RINGKASAN

Pendekatan mengacu pada teori tentang hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa sebagai dasar dan prinsip pembelajaran bahasa. Pendekatan juga dapat dipahami sebagai seperangkat asumsi yang berhubungan dengan hakikat bahasa dan pembelajaran bahasa yang bersifat aksiomatis. Istilah metode mengacu pada perencanaan secara menyeluruh yang terkait dengan penyajian bahan ajar bahasa secara sistematis. Sementara itu, istilah teknik (al-uslub) dalam pembelajaran bahasa mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaran di dalam kelas. Teknik pembelajaran berupa berbagai macam cara dan kiat (trick) untuk menyajikan bahan ajar dalam rangka mencapai tujuan khusus pembelajaran. Mengingat teknik bersifat implementatif, maka keberadaannya harus konsisten dengan metode dan pendekatan.

Metode yang relatif paling mutakhir dalam pembelajaran bahasa Arab adalah metode Komunikatif. Metose ini dilandasi oleh linguistik transformasi yang digagas oleh Chomsky (1957) dan teori kompetensi komunikatif yang digagas oleh Hymes (1972). Dalam implementasinya, metode ini lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam mengembangkan kemampuan komunikasinya dengan memperhatikan konteks.


(27)

LATIHAN

Pilihlah jawaban yang paling benar

1. Bahasa adalah lisan dan hakikat pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan kompetensi komunikasi siswa. Penyataan ini merupakan konsep dari:

a. Metode b. Teknik c. Pendekatan d. Aksiomatis

2. Suatu rencana menyeluruh yang harus diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Arab disebut.

a. Pendekatan b. Metode c. Teknik d. Uslub

3. Trik-trik guru di kelas dalam pembelajaran bahasa Arab yang sifatnya improvisasi, incidental, dan implementatif disebut:

a. Metode b. Pendekatan c. Teknik d. Gaya

4. Salah satu kelemahan pandangan teori behavioris dalam pembelajaran bahasa Arab adalah:

a. Siswa tidak akan mampu menguasai bahasa Arab dengan baik

b. Pada awal pembelajaran, siswa kurang kreatif dalam mengembangkan kompetensi bahasanya

c. Siswa merasa ketakutan dalam belajar bahasa Arab karena adanya stimulus.


(28)

d. Stimulus yang diberikan dalam pembelajaran bahasa Arab kurang relevan.

5. Aliran yang mengatakan bahwa seseorang dapat berbahasa karena adanya bawaan sejak lahir yang disebut piranti pemerolehan bahasa adalah:

a. Interaksionalis b. Mentalis c. Behavioris d. Simbolis

6. Linguistik struktural mengilhami lahirnya metode: a. Komunikatif

b. Langsung c. Alamiah d. Audiolingual

7. Prinsip penyusunan bahan ajar bahasa Arab dengan Pendekatan Komunikatif adalah:

a. Dari yang mudah ke yang sulit

b. Berdasarkan landasan teori linguistik c. Berdasarkan tingkat kesulitan materi d. Berdasarkan kebutuhan komunikasi siswa.

8. Teori linguistik yang mendasari lahirnya Pendekatan Komunikatif adalah:

a. Linguistik Struktural b. Lingustik Tradisional c. Linguistik Transformasi d. Linguistik kontenporer.

9. Kompetensi komunikatif yang lebih mengedepankan nilai-nilai sosial adalah pendapat:

a. Chomsky b. Rod Ellis


(29)

c. Dell Hyms d. Jack C. Richards

10.Posisi guru dalam pembelajaran bahasa Arab dengan Pendekatan Komunikatif sebagai

a. Sumber input satu-satunya b. Fasilitator

c. Pemajan input d. Evaluator

DAFTAR PUSTAKA

Al-’Araby, Sholah Abdul Majid. 1981. Ta’allumul Lughati Al-hayyah wa ta’limuha: Bainan An-nadhariyyah wat tathbiq. Luban: Maktabah Lubnan.

Al-‘Ashiily, Abdul Aziz Ibn Ibrahim. 2002. Thara’iqu tadrisi ‘Lughati Al-’Arabiyyah Lin nathiqina bi Lughatin Ukhra. Riyadl: Jami’atul Imam Muhammad bin Su’ud.

Azies, Furqanul dan Al-Wasilah, A. Chaedar. 1996. Pengajaran Bahasa Komunikatif: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosda karya. Baradja, M.F. 1990. Perkembangan Teori Pemerolehan Bahasa Kedua dalam

Kaitannya dengan Proses Belajar-Mengajar. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP MALANG. Malang: IKIP MALANG.

Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.

Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University Press.

Huda, Nuril. 1987. Metode Audio Lingual vs. Metode Komunikatif: Suatu

Perbandingan. Makalah disampaikaan dalam Pertemuan

Linguistik Bahasa Atma Jaya Jakarta, September 1987.

Huda, Nuril. 1989. Pemilihan dan Gradasi Bahan untuk Pengajaran Kompetensi Komunikatif. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Pengembangan Kompetensi Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa di Bandung pada tanggal 17—18 Agustus 1989.


(30)

Huda, Nuril. 1995. Kompetensi Komunikatif dan Strategi Pengembangannya. Jurnal Nadi’l-Lughah Al-Arabiyyah. 7 (1): 1 s.d 8.

Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodologi. New York: Prentice Hall.

Syafi’ie, Imam. 1994. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia. Jurnal

Pendidikan Himaniora dan Sains, 1 (1): 13 s.d. 28.

Richards, Jack C. dan Rodgers, Theodore S. 1986. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge Language Teaching Library.

Kunci Jawaban

1. c 6. d

2. b 7. d

3. c 8. c

4. b 9. c


(31)

24 KEGIATAN 2

PEMBELAJARAN KEMAHARAH MENYIMAK

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu: 1. Mengimplementasikan teknik pembelajaran maharah istima

dengan baik.

2. Memahami wacana lisan berbahasa Arab yang disimak

)

ع ا

( , baik pada tataran kalmia maupun wacana.

3. Memberikan respon atau tanggapan terhadap isi wacana lisan berbahasa Arab yang disimak baik secara lisan maupun tulis.

B. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHARAH ISTIMA’

Kemahiran menyimak (

عﺎﻤﺘﺳﻻا ةرﺎﻬﻣ

) merupakan salah satu dari empat kemahiran berbahasa Arab. Dilihat dari tahapan penguasaannya, kemahiran menyimak ini merupakan kemahiran yang pertama kali dikuasai oleh pembelajar. Oleh karena itu, penguasaan kemahiran menyimak merupakan aktivitas yang selayaknya dilakukan sebelum penguasaan kemahiran lainnya (kalam, qira’ah, maupun kitabah). Apalagi jika pembelajaraan bahasa Arab di sekolah/madrasah difokuskan pada peningkatan kompetensi komunikatif. Terkait dengan hal ini, maka penguasaan kemahiran menyimak mutlak harus dimiliki oleh guru bahasa Arab.

Berkenaan dengan hal ini, tepat apa yang dikatakan oleh Djiwandono (1996), bahwa tanpa kemampuan menyimak yang baik, akan terjadi banyak kesalahpahaman dalam komunikasi antara sesama pemakai bahasa, yang dapat menyebabkan berbagai hambatan dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan sehari-hari. Anekdot klasik yang sering


(32)

dikemukakan adalah kesalahan dengar seorang pembantu dalam menerima perintah dari majikannya. Kesalahan dengar tersebut terjadi pada bunyi \ق\ yang oleh pembantu didengar dan dipahami sebagai

bunyi \ك\. Si majikan memerintah pembantunya dengan kalimat ! ا

.

ءاود ا Oleh pembantunya, kalimat tersebut didengar dan

dipahami ! ا ءاود ا Kedua kalimat ini bukan saja berbeda artinya, meskipun hanya berbeda satu fonem, tetapi kesalahan dengar ini berakibat fatal bagi orang yang mengkonsumsi obat yang dibeli, mengingat bunyi perintahnya adalah membelikan obat jantung, tetapi didengar dan dipahami oleh pembantu sebagai perintah membelikan obat anjing.

Tujuan Pembelajaran maharah istima’ secara umum adalah agar

pembelajar memiliki kemampuan memahami wacana yang

diperdengarkan (

عﻮﻤﺴﳌا ﻢﻬﻓ

) dan mampu merespon terhadap tuntutan pada wacana yang didengar. Terkait dengan hal ini, maka indikator kompetensi kemampuan atau kemahiran menyimak wacana berbahasa Arab yang perlu diperhatikan adalah: (a) kemampuan identifikasi bunyi huruf, (b) membedakan bunyi huruf yang mirip, (c) memahami arti kosa kata dan frase (d) memahami kalimat, (e) memahami wacana, dan (f) memberikan respons atau tanggapan terhadap isi wacana yang disimak (Ainin, dkk. 2006).

Secara umum ouput pembelajaran maharah istimah dapat dilihat pada bagan 3 berikut ini.

Berikut ini tahapan pembelajaran menyimak Pengenalan

Bunyi dan kata

Maharah Istima’


(33)

(1) Latihan Pengenalan (identifikasi) bunyi-bunyi bahasa Arab.

Latihan ini merupakan latihan dasar dalam pembelajaran menyimak bahasa Arab. Bentuk latihan ini sangat bervariasi. Di antara variasinya adalah sebagai berikut.

a. Mengenal bunyi suku kata yang diperdengarkan dan siswa diminta memilih jawaban (memberi tanda √) pada jawaban yang tersedia sesuai dengan yang diperdengarkan. Misalnya:

) ﺔﻣﻼﻋ ﺐﺘﻛا

مﺎﻣأ (

ﻪﻌﻤﺴﺗ ﺎﻣ

1

َن

َم

َس

َغ

2

َق

َج

َك

َخ

3

َث

َذ

َش

َس

b. Mengenal dan membedakan suku kata yang bervokal panjang dan bervokal pendek. Misalnya

) ﺔﻣﻼﻋ ﺐﺘﻛا

ﻪﻌﻤﺴﺗ ﺎﻣ مﺎﻣأ (

1

ُف

ﻮُﻓ

ِف

ِْﰲ

2

ِب

ِْﰊ

ُب

َب

3

اَو

ِو

ْيِو

َو

c. Membedakan bunyi yang mirip (

ﻞﺛﺎﻤﺘﻤﻟا تﻮﺼﻟا

) dengan meminta siswa menebak, apakah yang didengarnya itu bunyi ص atau س. Misalnya:


(34)

ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ (أ) :ﰐﻵﺎﻛ ﻚﺘﺑﺎﺟإ ﻞﺠﺳ ﰒ ،ﺔﻴﺗﻵا تﺎﻤﻠﻜﻟا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

ﻰﻠﻋ يﻮﺘﲢ ﱵﻟا

!"س" فﺮﺣ ﻰﻠﻋ يﻮﺘﲢ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ (ب)و ،"ص" فﺮﺣ

1

(

رﺎﺳ

2

(

رﺎﺻ

3

(

ﺐﺣﺎﺻ

4

(

ﺐﺣﺎﺳ

d. Mengenal persamaan fonem pertama pada dua kata yang berpasangan. Dalam hal ini siswa diminta mengidentifikasi apakah fonem pertamanya sama (S) atau tidak sama (TS). Misalnya:

Guru/rekaman Siswa

ﲔﺒﺟ

-ﻞﻴﲨ

S

ﻞﻴﻣز

-ﻞﻴﲨ

TS

ﺔﻤﻴﺷ

مﺎﻴﺻ

TS

e. Mengenal pengucapan vocal bersyiddah

) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿﻮﺑ ةﺪﺷ ﺎﻬﻴﻓ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ّﲔﻋ و ﻊﻤﺘﺳا

!ﻊّﺑﺮﳌا ﰲ (

ﻢﻗر

ا

ب

ج

1

َﻞََﲪ

لﺎَﲪ

ﻞِﻣﺎﺣ

2

َﺐَﺴَﻛ

ﺐ ِﺴﻜَﻳ

بﺎﺴَﻛ

:ﺔﺑﻮﺟﻷا

ﻢﻗر

ا

ب

ج

1

2


(35)

(2) Latihan pada tataran kosa kata

Latihan kemahiran menyimak pada tataran kosa kata ini meliputi ketepatan dalam mengidentifikasi kata dan pemahan arti kosa kata, misalnya:

a. Menenetukan kata-kata mirip. Misalnya:

.ﺎﻬﻌﻤﺴﺗ ﻲﺘﻟا ﺔﻤﻠﻜﻠﻟ ﻞﺑﺎﻘﻤﻟا فﺮﺤﻟا ﻊﺑﺮﻤﻟا ﻲﻓ ﺐﺘﻛا

ا

ﺔﻔﻴﺤﺼﻟا

ب

ﺔﺤﻴﻔﺼﻟا

ج

ا

ﺔﺤﻔﺼﻟ

د

ﺔﻓﺎﺤﺼﻟا

b. Menentukan makna Kata melalui gambar

1

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ

.ﺎﻬﻌﻤﺴﺗ ﱵﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ﺎﻬﻴﻠﻋ لﺪﺗ ةرﻮﺻ ﺖﲢ (

:لا

ا

بﻠﻜ

باوﺠﻝا

:

2

-ةرﻮﺼﻟا ﺐﺳﺎﻨﺗ ﻲﺘﻟا ﺔﻋﻮﻤﺴﻤﻟا ﺔﻤﻠﻜﻟا ﺮﺘﺧا

!

لاؤﺴﻝا

:

قطﻨﻴ

سردﻤﻝا

:

1

(

رﺎﺘﻤ

2

(

رادﻤ

3

(

رطﻤ

4

(

رﺘﻤ

باوﺠﻝا

:

ج

)

رطﻤ

(


(36)

(3) Latihan pada tataran kalimat

Latihan pada tataran pemahaman kalimat ini juga bervariatif. Misalnya menentukan makna kalimat melalui gambar, merespon ujaran berupa kalimat melalui gerak, dan menjawab pertanyaan dari kalimat yang diperdengarkan.

a. menentukan makna kalimat melalui gambar

1

-ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿﻮﺑ ﺔﺒﺳﺎﻨﻤﻟا ةرﻮﺼﻟا ﻦّﻴﻋ ﻢﺛ ﺔﻴﺗﻵا تارﺎﺒﻌﻟا ﻰﻟا ﻊﻤﺘﺳا

)

(

:ﺔﻋﻮﻤﺴﻤﻟا تارﺎﺒﻌﻟا

1

.

ةﺮﺋﺎﻃ ﻩﺬﻫ

2

.

ةرﺎﻴﺳ ﻩﺬﻫ

3

.

رﺎﻄﻗ اﺬﻫ

:باﻮﺠﻟا

2

b. Memahami Wacana Lisan

Tujuan akhir pembelajaran maharah istima’ adalah memahami wacana berbahasa Arab yang diperdengarkan, baik secara langsung maupun melalui alat bantu (tape recorder atau lab. Bahasa). Terkait dengan ini, maka beberapa model tes memahami wacana lisan misalnya: merespon ujaran berupa kalimat melalui gerak, memahami teks sederhana dalam bentuk dialog (menentukan fakta atau informasi tersurat), memahami teks sederhana dalam bentuk narasi (menentukan informasi tersurat atau fakta, menentukan informasi tersirat, dan menyimpulkan), dan seterusnya.


(37)

C.MATERI DAN LATIHAN MAHARAH ISTIMA’

1

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ﻊﻤﺘﺳا

.ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (


(38)

2

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ﻊﻤﺘﺳا

.ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (

3

ةرﻮﺼﻟا ﱃإ ﺮﺷأ ﰒ ﻊﻤﺘﺳا

ﺔﺒﺳﺎﻨﳌا


(39)

4

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،ﻊﻤﺘﺳا

ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ (


(40)

5

!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا


(41)

6

-!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ لاﺆﺴﻟا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا (


(42)

8

ﻊﻤﺘﺳا

!ﺐﺳﺎﻨﳌا ﻊﺑﺮﳌا ﰲ ﻢﻗﺮﻟا ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ

p

9

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

وأ (

(×)

.ﺄﻄﳋا ﺢﺤﺻ ﰒ ،

)

1

(

نﻵا ﺔﻨﻳﺪﳌا ﰲ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﻦﻜﺴﻳ

)

2

(

ﻞﺒﻗ ﻦﻣ ﺔﻳﺮﻘﻟا ﰲ ﻦﻜﺴﻳ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ نﺎﻛ

)

3

(

ضﺮﳌا ﺐﺒﺴﺑ مﺎﻨﻳ ﻻ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ

)

4

(

عﺎﺑ

ﺎﺘﻴﺑ ىﱰﺷاو ﺔﻋرﺰﳌا ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ

)

5

(

ﺎﻬﻨﻣ ﺔﺒﻳﺮﻗ نﻮﻜﺘﻟ ﺔﻳﺮﻘﻟا ﺪﻳﺮﺗ ﻦﲪﺮﻟا ﺪﺒﻋ ﺔﺟوز

باﻮﺼﻟا

)

1

(

...

)

2

(

...

)

3

(

...


(43)

)

4

(

...

)

5

(

...

10

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

(

وأ

(×)

ﳋا ﺢﺤﺻ ﰒ ،

.ﺄﻄ

باﻮﺼﻟا

)

1

(

ﺗ مﻷا ﺖﻧﺎﻛ

ﺎاﻮﻠﺻ ﰲ ٍﲑﺸَﺑ ﺎﻬﻨﺑﻻ ﻮﻋﺪ

.

.

...

...

.

...

)

2

(

مﻮﻠﻌﻟا َﺔﺳارد ﻦﺑﻻا ﻞﻀَﻔُـﻳ

.

...

.

)

3

(

ﰲ ﺔﺳارﺪﻟا ُﻦﺑﻻا ﺪﻳﺮﻳ

ةﺪﺤﺘﳌا تﺎﻳﻻﻮﻟا

.

.

...

.

...

..

)

4

(

أ بﻷا ﻞﻀﻔﻳ

ﻩﺪﻠﺑ ﰲ ﻪﻨﺑا سرﺪﻳ ن

...

.

....

)

5

(

ﳌا ﻦﺑﻻا سرﺪﻴﺳ

ﻩﺪﻠﺑ ﰲ ﺔﻴﻌﻣﺎﳉا ﺔﻠﺣﺮ

...

11

-.ﺐﺳﺎﻨﳌا فﺮﳊا لﻮﺣ ةﺮﺋاد ﻊﺿﻮﺑ ﺢﻴﺤﺼﻟا باﻮﳉا ﱰﺧا ﰒ ،ﺺﻨﻟا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

)

1

(

ﺔﻣﻮﻜﳊا ﰲ ﻖﻳﺪﺼﻟا ﻞﻤﻋ

أ

8

،تاﻮﻨﺳ

ب

9

،تاﻮﻨﺳ

ج

-10

تاﻮﻨﺳ

)

2

(

... ﻞﻤﻋ ﺔﻣﻮﻜﳊا ﰲ َﻞﻤﻌﻟا كﺮﺗ نأ ﺪﻌﺑ

أ

،اﺮﺟﺎﺗ

ب

-،ﺔﻛﺮﺷ ﰲ ﺎﻔﻇﻮﻣ

ج

-ﺎﺒﻴﺒﻃ

)

3

(

... سﺎﻨﻟا ﲔﺑ ﺮﻬُﺘﺷا

أ

،ﺲﺑﻼﳌا ﻊﻴﺒﻳ نﺎﻛ ﻪﻧﻷ

ب

،ﺔﺒﻴﻃ ﺔﻠﻣﺎﻌﻣ ﻢﻬﻠﻣﺎﻋ ﻪﻧﻷ

ج

ٌﲑﺒﻛ ﻪﻠﳏ نﻷ

)

4

(

... ﲑﻐﺼﻟا ﻪﻠﳏ كﺮﺗ نأ ﺪﻌﺑ

أ

،ﺲﺑﻼﻤﻠﻟ ًﺔﻛﺮﺷ ﺄﺸﻧأ

ب

-،ﺲﺑﻼﻤﻠﻟ ﺎﻌﻨﺼﻣ ﺢﺘﻓ

ج

-.ﺲﺑﻼﻤﻠﻟ اﲑﺒﻛ ﻼﳏ ﺢﺘﻓ

)

5

(

... ﺪﻌﺑ ﺎﻴﻨﻏ ﻖﻳﺪﺼﻟا ﺢﺒﺻأ

أ

4

،تاﻮﻨﺳ

ب

-3

،تاﻮﻨﺳ

ج

-ةﺪﺣاو ﺔﻨﺳ


(44)

12

-) ﺔﻣﻼﻋ ﻊﺿ ﰒ ،راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

وأ (

(×)

.ﺄﻄﳋا ﺢﺤﺻ ﰒ ،

)

1

(

روأ ﺮﺻﺎﻧ مﺪﻗ

ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠﻟا ﺔﻴﻠﻛ ﱃإ ﻪﻗا

)

2

(

ﻞِﺒُﻗ

ﺔﻴﻠﻛ ﰲ ٍﺐﻟﺎﻃ ﺔﺌﲦﻼﺛ

تﺎﻐﻠﻟا

)

3

(

تﺎﻐﻠﻟا ﺔﻴﻠﻛ ﰲ سّرَﺪُﺗ ﱵﻟا تﺎﻐﻠﻟا ﻦﻣ ﺔﻴﺳرﺎﻔْﻟاو ﺔّﻳِدْرُﻷا نﺎﺘﻐﻠﻟا

)

4

(

ﺔﻴﻠﺣاﻮﺴﻟاو ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﲔﺘﻐﻠﻟا ﺮﺻﺎﻧ رﺎﺘﺧا

)

5

(

بادﻵا ﺔﻴﻠﻜﺑ ﺮﺻﺎﻧ ﻖﺤﺘﻠﻳ نا ﻞﻀﻔﺗ مﻷا

باﻮﺼﻟا

)

1

(

...

)

2

(

...

)

3

(

...

)

4

(

...

)

5

(

...

13

-!ﺔﻠﺌﺳﻷا ﻦﻋ ﺐﺟأ ﰒ راﻮﳊا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

)

1

(

؟ﺪﻤﳏ ﺲﻠﳚ ﻦﻳأ

)

2

(

؟ﺮﻈﺘﻨﻳ اذﺎﻣ

)

3

(

حﺎﺒﺻ ﺔﻟﺎﺳﺮﻟا ﺖﻠﺻو ﻦﻳأ ﻦﻣ

؟مﻮﻴﻟا

)

4

(

؟ىﺮﺧأ ﺔﻟﺎﺳر ﺮﻈﺘﻨﻳ ﺪﻠﺑ يأ ﻦﻣ

)

5

(

؟ﺔﻟﺎﺳﺮﻟا ﻪﻴﻟا ﻞﺳﲑﺳ ﻦﻣ

)

6

(

؟ﺪﻨﻟﻮﻫ ﱃا ﻞﺼﻴﻓ ﺮﺟﺎﻫ ﱴﻣ

14

-!رﺎﺼﺘﺧﺎﺑ ﺔﻴﻟﺎﺘﻟا ﺔﻠﺌﺳﻷا ﻦﻋ ﺐﺟأ ﰒ ﱪﳋا ﱃإ ﻊﻤﺘﺳا

)

1

(

؟ةﺪﻳﺪﳉا ﺔﻠا ﻢﺳاﺎﻣ

)

2

(

؟ةﺪﻳﺪﳉا ﺔﻠا ﺔﻐﻟﺎﻣ

)

3

(


(45)

)

4

(

؟ﺔﺌﻴﳍا ﺎﺪﻋﺎﺳ لود ثﻼﺛ ءﺎﲰأ ﺮﻛذأ

)

5

(

ﺛﻼﺛ ﺮﻛذأ

؟تاﺪﻋﺎﺴﳌا ﻦﻣ عاﻮﻧأ

)

6

(

؟تاﺪﻋﺎﺴﳌا ﺔﺌﻴﳍا ﺎﳍ مﺪﻘﺗ ﱵﻟا تارﺎﻘﻟاﺎﻣ

DAFTAR PUSTAKA

Ainin, Moh. dan Asrori, Imam, dan Tohir, M. 2006.Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.

Al-Fauzan, Abd. Rahman bin Ibrahim, Husain, Mukkhtar Ath-Thahir, dan Muhammad Fadl, Muhammad Abdul Kholiq. 2002. Al-Arabiyyah Baina Yadaik, Kitabu Ath-Thalib 1 dan 2. Ar-Riyadl: Muassasatu Al-waqfi Al-Islami.

Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang: Misykat.

Nurgiyantoro, Burhan. 1988. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.


(46)

39

A. TUJUAN PEMBELAJARAN MAHARAH KALAM

Setelah pelatihan ini selesai, peserta latihan diharapkan mampu:

1. Menjelaskan hakikat pembelajaran maharah kalam.

2. Mengimplementasikan teknik pembelajaran maharah kalam yang

komunikatif, inovatif dan interaktif.

3. Menggunakan bahasa Arab sebagai akat komunikasi lisan baik di

kela bahasa Arab maupun di luar kelas dengan memperhatikan

pelafalan, kelancaran, tekanan dan intonasi, tatabahasa, dan konteks tuturan.

B. TEKNIK PEMBELAJARAN MAHARAH KALAM

Kemahiran berbicara merupakan salah satu kemahiran berbahasa yang aktif-produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan terhadap beberapa aspek dan kaidah penggunaan bahasa (Djiwandono, 1996). Harris (1969) menegaskan bahwa berbicara itu merupakan kemahiran yang sangat kompleks yang mempersyaratkan penggunaan berbagai kemampuan secara simultan. Kemampuan tersebut meliputi: (a) pelafalan (yang mencakup ciri-ciri segmental-vokal dan konsonan, serta pola tekanan dan intonasi), (b) tatabahasa, (c) kosa kata, (d) kelancaran (fluency), dan (e) pemahaman (kemampuan merespon terhadap suatu ujaran secara baik). Perhatikan bagan 4 berikut ini.


(47)

Bagan 4. Output Pembelajaran Maharah Kalam

Kemampuan berbicara (maharah kalam) atau muhadatsah merupakan

perwujudan dari fungsi bahasa itu sendiri, yaitu sebagai alat komunikasi

(terutama komunikasi lisan). Untuk itu, tujuan pembelajaran muhadatsah

adalah agar pembelajar mampu menggunakan bahasa Arab sebagai alat komunikasi lisan dengan memperhatikan konteks yang menyertai bahasa itu digunakan. Secara lebih spesifik, kemampuan yang dimaksud meliputi kemampuan mengkomunikasikan ide, perasaan, gagasan, maupun pikiran, daan menyampaikan informasi.

Secara umum, teknik pembelajaran maharah kalam tidak jauh

berbeda dengan teknik pembelajaran kemahiran berbahasa lainnya,

misalnya pembelajaran istima’. Dalam pembelajaran muhadatsah juga

terhadap tahapan-tahapan yang bersifat gradual. Oleh karena itu,

pembelajaran maharah kalam dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu

pembelajaran maharah kalam terbimbing dan pembelajaran maharah kalam

bebas. Dalam katagori pertama, guru memberikan ransangan-ransangan untuk dikembangkan oleh pembelajar ke dalam bentuk aktivitas

MAHARAH KALAM

INDIKATOR - Pelafalan - Kelancaran - Tatabahasa - Intonasi dan

tekanan - Isi

- performansi

KOMUNIKATIF - fungsional - nosional - situasional


(48)

komunikatif. Sementara itu, dalam katagori kedua, pembelajaran diberi leluasa untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan tema-tema yang ada. Untuk menyesuaikan kondisi di sekolah/madrasah, maka

dalam pelatihan ini, teknik pembelajaran maharah kalam lebih difokuskan

pada katagori pertama. Teknik pembelajaran dimulai dari yang sangat dasar, yakni pada tataran kata dalam bentuk asosiatif dan identifikasi, latihan pola kalimat sampai pada latihan percakapan (berdialog).

Berikut ini langkah-langkah pembelajaran maharah kalam pada

tataran penguasaan kata dan pola kalimat yang diadaptasi dari Effendy (2005).

(1) Latihan Asosiasi dan Identifikasi

Tujuan latihan ini untuk melatih spontanitas siswa dan kepercayaannya dalam mengidentifikasi dan mengasosiasikan makna ujaran yang didengarnya. Bentuk latihannya adalah sebagai berikut:

(a) Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang ada

hubungannya dengan kata tersebut. Contoh:

Guru Siswa

سأر

ﺮﻌﺷ

ﺺﻴﻤﻗ

بﻮﺛ

ّزر

حﻼﻓ

(b)Guru menyebut satu kata, siswa menyebut kata lain yang tidak ada

hubungannya dengan kata tersebut. Contoh

Guru Siswa

نﺎﺼﺣ

ةﺮﻫز

ءاﺬﺣ

زﻮﻣ


(49)

(c) Guru menyebut satu kata benda, siswa menyebut kata sifat yang sesuai. Contoh:

Guru Siswa

ﺬﻴﻤﻠﺗ

ﻂﻴﺸﻧ

ﺮﻌﺷ

ﻞﻳﻮﻃ

ﻞﻴﻟ

ﻢﻠﻈﻣ

(2) Lataihan Pola Kalimat

Latihan pola kalimat ini merupakan suatu aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menguasai pola-pola kalimat sebagai modal awal untuk menunju jenjang penguasaan berbicara lebih luas. Dalam kaitannya dengan latihan pola kalimat ini, terdapat tiga tahapan yang dapat dikembangkan, yaitu latihan mekanis, semi komunikatif, dan latihan komunikatif (Effeny, 2005).

Contoh latihan pola kalimat mekanis.

ﻊﻣ ﺎﺗﺮﻛﺎﺟ ﱃا ﺮﻓﺎﺴﻣ نﺎﻤﻠﺳ

ِب ﻪﻴﺣأ

...

Contoh latihan pola kalimat semi-komunikatif

ِب ﻪﻴﺧأ ﻊﻣ ﺎﺗﺮﻛﺎﺟ ﱃا ﺮﻓﺎﺴﻣ نﺎﻤﻠﺳ

...

ﺔﻠﻓﺎﳊا

ةﺮﺋﺎﻄﻟا

ةرﺎﻴﺴﻟا

رﺎﻄﻘﻟا


(50)

Contoh latihan komunikatif

سرﺪﳌا

؟ﺪﺟﺎﻣ ﺎﻳ ﺖﻧأو ,ﺲﻴﺑﻮﺗﻷﺎﺑ ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :

ﺪﺟﺎﻣ

... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :

؟ﺪﻣﺎﺣ ﺎﻳ ﺖﻧأو

ﺪﻣﺎﺣ

؟ﱂﺎﺳ ﺎﻳ ﺖﻧأو ,... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :

ﱂﺎﺳ

؟ﻞﻴﺒﻧ ﺎﻳ ﺖﻧأو ... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧأ :

ﻞﻴﺒﻧ

؟... ﺎﻳ ﺖﻧأو ... ِب ﺔﺳرﺪﳌا ﱃا ﺐﻫذأ ﺎﻧا :

(3) Latihan Percakapan

Dalam latihan percakapan ini, siswa atau pembelajar dilibatkan dalam kegiatan dialog tentang kehidupan sehari-hari dan pengalaman nyata yang mereka alami. Dalam latihan percakapan ini juga dilatihkan

penggunaan macam-macam ucapan selamat (ت ا)dan juga penggunaan

ungkapan basa-basi (ت ا ا)yang banyak sekali variasinya.

Berikut ini contoh langkah-langkah pembelajaran maharah kalam

atau hiwar yang bahan ajarnya diambil dari buku teks dengan tema

)

فر ا

( :

a. Guru menjelaskan isi tema atau topik dialog, yang meliputi fungsi

komunikatif dan situasi yang menyertai percakapan itu terjadi.

b. Guru memperdengarkan (sebagai model) materi hiwar secukupnya.

Kegiatan modeling ini tidak selalu dilakukan oleh guru, melainkan

dapat dilakukan oleh siswa model.

c. Guru melatih pengucapan kalimat-kalimat dalam dialog dan

memahami fungsinya. Latihan ini bisa bersifat individual, kelompok, dan klasikal.

d. Guru berperan sebagai penutur yang mengajukan pertanyaan yang

ada dalam materi dialog, dan siswa diminta menjawab sesuai dengan kehidupan nyata siswa. Misalnya:


(51)

ا

سرﺪﳌ

؟ﻚﲰاﺎﻣ :

ﺬﻴﻤﺒﺘﻟا

!ﺪﻣﺎﺣ ﺎﻧأ :

سرﺪﳌا

؟ﻚﻧاﻮﻨﻋ ﺎﻣ :

ﺪﻣﺎﺣ

.ﺔﺴﲬ ﻢﻗر ,يﺮﻌﺷأ ﻢﺷﺎﻫ عرﺎﺷ :

سرﺪﳌا

؟ ِﻚﲰﺎﻣ :

ةﺬﻴﻤﻠﺘﻟا

.ةﺮﺧﺎﻓ ﺎﻧأ :

سرﺪﳌا

؟ﻚﻧاﻮﻨﻋ ﺎﻣ :

ةﺮﺧﺎﻓ

.ﺔﻴﻧﺎﲦ ﻢﻗر ,نﻼﺧد ﺪﲪا عرﺎﺷ :

e. Siswa diminta melakukan percakapan dengan temannya. Tema

percakapan masih terkait dengan topik yang dibahas, yakni فر ا,

yakni pertanyaan tentang identitas diri sebagaimana butir-butir di atas. Dalam percakapan ini, siswa sebaiknya saling berganti peran, sehingga komahiran berbicara yang diperoleh siswa tidak hanya sekedar sebagai perespon, tetapi juga sebagai inisiator yang membangun komunikasi.

f. Guru memonitor dang mengevaluasi performansi siswa. Aspek

yang dievaluasi biasanya meliputi: intonasi, kelancaran, ketepatan ujaran, penampilan, dan keantusiasan siswa dalam melakukan percakapan.

(4)Bercerita melalui bantuan gambar

Bercerita melalui gambar merupakan salah satu teknik untuk melatih siswa agar dia memiliki kemampuan berbicara. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Nurgiyantoro (1988), bahwa untuk mengungkapkan kemampuan berbicara siswa, gambar dapat dijadikan


(52)

rangsangan pembicaraan yang baik. Ransangan berupa gambar sangat baik untuk dipergunakan pada anak-anak usia sekolah dasar ataupun pembelajar bahasa asing (bahasa Arab) tahap awal. Untuk tahap awal, gambar yang dijadikan stimulus sebaiknya berupa gambar tunggal dan pesan yang terdapat dalam gambar tersebut dikenal dan terbaca oleh siswa.

(5) Menceritakan Kembali

Kegiatan “menceritakan kembali”—sebagai salah satu bentuk tes kemampuan berbicara—dilakukan dengan cara guru memperdengarkan

wacana baik secara langsung maupun melalui tape recorder”. Setelah itu

teste diminta menceritakan kembali wacana yang diperdengarkan tersebut dengan susunan bahasanya sendiri. Sudah barang tentu, teste diminta lebih memfokuskan pada bagian-bagian yang paling esensial dari wacana tersebut.

(6) Bercerita Bebas

Yang dimaksud dengan berbicerita bebas di sini adalah suatu kegiatan tes kemampuan berbicara yang menuntut teste menceritakan topik-topik tertentu secara bebas. Topik-topik yang dimaksud dapat disediakan oleh guru, kemudian teste memilih sendiri topik yang sesuai dengan selera, pengetahuan dan pengalamannya, atau pihak teste diminta mencari topik sendiri sesuai dengan selera, atau pengalamannya.

(6) Wawancara

Wawancara merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara pembelajar (teste) dalam suatu bahasa asing (bahasa Arab). Kegiatan wawancara dilakukan oleh seorang penguji atau lebih terhadap teste. Dalam melakukan wawancara, seorang penguji seyogyanya menciptakana situasi yang kondusif agar teste merasa


(53)

tenang, bebas, gayeng (Jawa), tidak merasa tertekan dan tidak merasa diinterogasi.

Perihal yang dipertanyakan dalam wawancara dapat menyangkut berbagai hal, tetapi hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan kemampuan siswa (Valette, 1977:156), (misalnya, berkaitan dengan identitas pribadi siswa (teste), keadaan keluarga, maupun kegiatan siswa sehari-hari). Suatu hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih materi wawancara adalah keterkaitan materi tersebut dengan kurikulum dan isi buku teks bahasa Arab yang sudah dipelajari oleh siswa.

(7) Pidato

Pidato juga dapat dikatagorikan sebagai salah satu bentuk tes untuk mengukur kemampuan berbicara siswa. Dalam konteks pengajaran

dan atau penyelenggaraan tes berbicara, tugas pidato dapat berwujud

permainan simulasi, misalnya siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah yang berpidato dalam upacara bendera, menyambut tahun ajaran baru, memperingati hari-hari besar nasional, atau hari-hari besar keagamaan (Cf. Nurgiyantoro, 1988). Permasalahannya adalah apakah bentuk tes pidato ini relevan dengan kemampuan siswa yang direkomendasikan oleh kurikulum atau apakah bentuk tes ini merupakan instrumen yang valid untuk mengukur kemampuan berbicara siswa pada tingkat tertentu

(8) Diskusi

Diskusi selain sebagai alat untuk mengukur kemampuan siswa dalam beragumentasi, juga dapat digunakan untuk mengukur

kemampuan berbicara. Dalam diskusi ini, teste diminta mengemukakan

dan mempertahankan pendapat, ide, dan pikirannya serta merespon pendapat, ide, dan pikiran orang lain (mitra diskusi) secara kritis dan logis. Dalam hal ini, sudah barang tentu kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi lisan merupakan indikator yang sangat


(54)

subtansial dan esensial dalam mencermati kegiatan diskusi. Permasalahan dalam penyelenggaraan tes ini tidak jauh berbeda dengan permasalahan penyelenggaraan tes pidato.

C. MATERI DAN LATIHAN (PRAKTIK) MAHARAH KALAM

1

-تﺎﻴﺤﺘﻟا جذﻮﻤﻧ

ْكْوُﺮْـﺒَﻣ +

-.َﻚْﻴِﻓ ﷲا َكَرﺎَﺑ

ْﻞِﻤْﻌﺘْﺴَﻳ وَأ ْﺢَﺠْﻨَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒِﺣﺎَﺼِﻟ ُلﺎَﻘُـﻳ

ًاﺪْﻳﺪﺟ

ِءﺎَﻓﺮﻟﺎِﺑ +

. ْﲔِﻨَﺒْﻟاو

ْﻢُﻜَﻟ ًاﺮْﻜُﺷ

\

.ﻚﻴﻓ ﷲا كَرﺎَﺑ

ْجوَﺰَـﺘَـﻳ يﺬّﻟا َﻚِﺒِﺣَﺎﺼﻟ ُلﺎَﻘُـﻳ

مﻮﻨﻟا ﺎﺤَﺻ +

-.كَﺪَﻳ ﷲا ﻰﺤَﺻ

مﻮﻨﻟا َﻦِﻣ مْﻮُﻘَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

ﻲﺧأﺎﻳ ًﻼْﻫَأ +

\

!يﺰﻳﺰﻋ ﺎﻳ ﻼﻬﺳو ﻼﻫأ

-ﻚﺑ ﻼﻫأ

\

اًﺮْﻜُﺷ ﻚﺑ ﻼﻫأ

كروﺰَﻳ وأ ﻚﻴﻟإ ﰐﺄﻳ ْﻦﻤِﻟ لﺎﻘٌﻳ

(ﻒﻴﻀﻠﻟ)

ﻒِﻃَﻼﻣ رْﺪَﻗ اﺬﻫ +

-ﲑﺧ ﻞﻛ ﻰﻠﻋ ﷲ ﺪﻤْﳊا

ﺔﺒﻴﺼُﻣ ﻪﻳ لﺰُﻧ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

ًﺎﻣَﺮَﺣ +

-ﷲا ءﺎﺷ نإ ًﺎﻌَْﲨ

ٍةﻼﺻ يأ ْﻦِﻣ ﻲﻬَﺘْﻨَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

كوﱪﻣ +

-ﻚﻴﻓ ُكرﺎَﺒﻳ ﷲا

وأ ًاﺪْﻳِﺪَﺟ ًﺎﺳﺎﺒِﻟ ُﺲَﺒْﻠَـﻳ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

ًﺔَﻤْﻌِﻧ ُﻢَﻌْـﻨُـﻳ

ًﺎﻤْﻴِﻌَﻧ +

-ﻚﻴِﻔْﺸَﻳ ﷲا

ﻢَﺤَﺘﺳا وأ َﺮْﻌﺸﻟا ُﻖِﻠَْﳛ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

مﺎّﻤَْﳊا ﰲ

ءﺎﻔ ِﺷ +

-ﻚﻴﻔﺸﻳ ﷲا

\

ﷲا كﺎﻔﺷ

ءﻼْﳋا ِﺖﻴﺑ ﻦﻣ ُجُﺮَْﳜ يﺬﻟا ﻚﺒﺣﺎﺼﻟ لﺎﻘﻳ

(ضﺎﺣﺮﳌا)

ًﺎﺌﻴِﻨَﻫ +

\

ﺎﺌْﻳِﺮَﻣ ﺎﺌﻴﻨﻫ


(1)

3. CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan :

Kelas/Semester : X/Gasal Mata Pelajaran : Bahasa Arab

Alokasi Waktu : 2 x 45 ( 1 x pertemuan )

A. Standar Kompetensi : Mendengarkan : Memahami bunyi huruf hijaiyah dan wacana lisan berbentuk paparan atau dialog sederhana tentang Identitas Diri. B. Kompetensi Dasar : Memperoleh informasi umum dan atau rinci

dari berbagai bentuk wacana lisan sederhana secara tepat

C. Indikator :

1. Mampu menyebutkan nama orang, tempat, kejadian, dll yang terdapat dalam teks.

2. Mampu menjawab pertanyaan mengenai isi teks. D. Metode Pembelajaran : Metode Langsung

E. Skenario Pembelajaran :

1. Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan dan manfaat materi.

2. Guru menyajikan kata-kata sulit yang ada dalam teks, dan menjelaskan artinya dengan menggunakan berbagai teknik, sampai siswa memahaminya.

3. Siswa memilih satu kata dan membuat kalimat untuk pendalaman makna.

4. Guru membacakan teks pendek atau memperdengarkan rekaman sederhana, siswa menyimak sambil memahami isi teks.

5. Guru mengevaluasi pemahaman siswa dengan memberikan pertanyaan kepada siswa seputar teks yang disimak, siswa menjawab pertanyaan.


(2)

F. Penilaian :

a. Penilaian proses : Sikap dan latihan menyimak selama pelajaran. b. Penilaian hasil : Kemampuan menyimak kata dan kalimat dengan

menirukan kata serta menebak arti kata dengan tepat sesuai kalimat yang didengar dan Membuat kalimat dengan benar. G. Sumber Belajar : Materi simakan di buku Bahasa Arab SMU kelas X, CD, kaset.

Mengetahui, Malang, 2008 Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

4. CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan :

Kelas/Semester : XI / Genap Mata Pelajaran : Bahasa Arab

Alokasi Waktu : 2 x 45 ( 1 x pertemuan )

A. Standar Kompetensi : Berbicara : Mengungkapkan informasi sederhana secara lisan dalam bentuk paparan atau dialog tentang Kehidupan Sehari-hari. B. Kompetensi Dasar : Menyampaikan informasi secara lisan

dengan lafal yang tepat dalam kalimat sederhana sesuai konteks yang mencerminkan kecakapan berbahasa yang santun

C. Indikator : Menjelaskan beberapa hal sederhana secara lisan dengan pelafalan dan intonasi yang tepat.

D. Metode Pembelajaran : Metode Komunikatif E. Skenario Pembelajaran :

1. Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan serta manfaat materi.


(3)

2. Guru menampilkan gambar urutan kegiatan dari pagi hingga malam hari, dan menjelaskan secara lisan kegiatan dalam gambar, siswa memperhatikan.

3. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang kegiatan dalam gambar yang sudah diterangkan pada siswa.

4. Siswa membuat gambar berangkai di atas kertas tentang kegiatan masing-masing dari pagi hingga malam.

5. Siswa secara bergantian, di depan kelas atau di dalam kelompok, menjelaskan secara lisan kegiatannya masing-masing dengan menunjuk gambar yang sudah dibuat.

6. Guru dan siswa menyimpulkan materi dan menutup pelajaran. F. Penilaian :

a. Penilaian proses : Sikap dan latihan berbicara selama pelajaran. b. Penilaian hasil : Kemampuan menjelaskan informasi sederhana

secara lisan dengan lafal dan intonasi yang benar G. Sumber Belajar : Gambar kegiatan sehari-hari.

Mengetahui, Malang, 2008 Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran

5. CONTOH RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Satuan Pendidikan :

Kelas/Semester : X / Gasal Mata Pelajaran : Bahasa Arab

Alokasi Waktu : 2 x 45 ( 1 x pertemuan )

A. Standar Kompetensi : Membaca : Melafalkan huruf hijaiyah dan memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog sederhana tentang Identitas Diri. B. Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kata, frasa, atau kalimat

dalam wacana tertulis sederhana dengan tepat.


(4)

C. Indikator : Menunjukkan arti kata/frasa dalam teks secara tepat sesuai dengan konteks.

D. Metode Pembelajaran : Metode Membaca E. Skenario Pembelajaran :

1. Guru membuka pelajaran dan menyampaikan tujuan dan manfaat materi.

2. Guru menjelaskan beberapa kosakata sulit dengan membuat kalimat, siswa menebak arti kata melalui kalimat.

3. Guru membaca teks bacaan, siswa menyimak sambil melihat teks bacaan.

4. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan mendiskusikan isi teks.

5. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa pada setiap kelompok tentang isi teks dan arti kata yang tepat yang telah didiskusikan. 6. Guru melakukan penilaian hasil diskusi kelompok tentang isi teks. 7. Guru menyimpulkan materi dan menutup pelajaran.

F. Penilaian :

a. Penilaian proses : Sikap dan keaktifan memahami bacaan selama pelajaran.

b. Penilaian hasil : Kemampuan membaca dan memahami setiap kata sesuai konteks serta memahami isi teks bacaan.

G. Sumber Belajar : Teks bacaan di buku Bahasa Arab SMU kelas X dan kamus.

Mengetahui, Malang, 2008 Kepala Sekolah Guru Mata Pelajaran


(5)

LATIHAN

1. Buatlah silabus untuk kelas XI berdasarkan KTSP 2006 SMA Mata Pelajaran Bahasa Arab atau berasarkan KTSP yang dikembangkan di sekolah Anda.

2. Buatlah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk topik PekerjaanProfesi (

ﻦﻬﳌا

\

لﺎﻤﻋﻷا

)


(6)

DAFTAR PUSTAKA

(KEGIATAN MEMBACA DAN MENULIS)

.ةدﲈﺣ ،ﲓﻫاﺮ ٕا

1987

.

ﺔﻴﳊا تﺎﻐﻠاو ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠا ﺲرﺪﺗ ﰲ ةﴏﺎﻌﳌا ﺖﻫﺎﲡ(

.ﺎﲠ ﲔﻘﻃﺎﻨﻟا ﲑﻐﻟ يﺮﺧٔ2ا

.ﰊﺮﻌﻟا ﺮﻜﻔﻟا راد :ةﺮﻫﺎﻘﻟا

.ﱄﻮﻟا ﱘﺮﻜﻟا ﺪﺒﻋ ﺪﻌﺳ و ﲔﺴﺣ ﲇ? ﻪﻃ ،ﻲﻤﻠﻳDا

2009

.

ﰲ ﺔﺜﻳﺪH تﺎﻫﺎﲡا

.ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠا ﺲرﺪﺗ

.ﻲﳌﺎﻌﻟا بﺎJﻜﻠ راﺪK :نﲈﻋ

،ﺔﳰﻌﻃ ﺪﲪٔO يﺪﺷر

1986

.ﺔﻴﺑﺮﻌﻟا ﺔﻐﻠا ﲓﻠﻌﺗ ﰲ ﻊﺟﺮﳌا .

مٔO ﺔﻌﻣﺎK :ﺔﻣﺮﻜﳌا ﺔﻜﻣ

.ىﺮﻘﻟا

Arifah, Zakiyya dan Nadia Af’idati, 2009. Bahasa Arab untuk SMA – Kurikulum

2004. Malang: Penerbit Misykat.

Bandono, 2009. Pengembangan Bahan Ajar. Bandono.web.id

Departemen Pendidikan Nasional. Kurkulum SMU, GBPP Mata Pelajaran

Bahasa Arab.

Departemen Agama RI. Kurikulum MA, GBPP Matapelajaran Bahasa Arab. Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Metodologi Pengajaran Bahasa Arab. Malang:

Penerbit Misykat.

Effendy, Ahmad Fuad. 2005. Muhaiban dan Imam Asrori, Bahasa Arab untuk SMA Kurikulum 2004. Malang: Penerbit Misykat. Sukmadinata, N. S. 1988. Prinsip-Prinsip dan Landasan Pengembangan

Kurikulum. Jakarta: P2LPTK.

Suprawoto, N.A. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. www.slideshare.net. Taba, H. 1962. Curriculum Development, Theory and Practice, New York:

Harcourt Brace and World Inc.

Tarigan Henry Guntur dan Tarigan, Djago. 1989. Telaah Buku Teks Bahasa