Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns : dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan : suatu tinjauan sosiologi sastra dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI.

(1)

viii

ABSTRAK

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. Masalah Kemiskinan dalam Novel 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XI, Semester 1. Skripsi. Yogyakarta:

PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel yang terinspirasi kisah nyata kehidupan sang pengarang. Novel ini menceritakan perjuangan lima anak seorang tukang sopir angkot dalam memperoleh pendidikan di saat keluarga mereka mengalami masalah ekonomi.

Penelitian ini mengkaji masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA Kelas XI, Semester 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Sastra. Jenis penelitian adalah penilitian kepustakaan dengan metode diskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Adapun langkah konkret yang akan ditempuh peneliti sebagai berikut: Pertama, menentukan novel yang akan dijadikan obyek, yaitu novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Kedua, melakukan studi pustaka. Ketiga, mengidentifikasi struktur pembentuk novel (tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa) dengan menggunakan pendekatan struktural. Keempat, mendeskripsikan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple dengan tinjauan Sosiologi Sastra menurut pendekatan Damono. Kelima, menghubungkan antara struktur pembentuk novel dan deskripsi masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple. Keenam, mengimplementasikan dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA kelas XI, semester 1. Ketujuh, menarik kesimpulan. Kedelapan, menyajikan dalam bentuk laporan.

Analisis permasalahan sosial dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple fokus pada masalah kemiskinan karena permasalahan ini merupakan masalah utama yang terkandung dalam novel tersebut. Adapun masalah kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: faktor individual, faktor keluarga, faktor sub-budaya, dan faktor struktur sosial. Dampak dari masalah kemiskinan tersebut bagi para tokoh terlihat adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan primer (pangan, papan, dan sandang), kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan dalam bersosialisasi.

Berdasarkan aspek psikologis, aspek lingkungan, aspek taraf kemampuan, dan aspek bakat siswa, analisis terhadap novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple dapat diimplementasikan dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1 dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum KTSP.


(2)

ix

ABSTRACT

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. The Poverty Problems in 9 Summers 10 Autumns:

Dari Kota Apel ke The Big Apple Novel by Iwan Setyawan: A Sociology Literature Overview and Implementation on The Literature Learning in The Eleventh Grade of Senior High School, Semester I. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple is inspired by the writer’s life. This novel tells about the effort five of bus driver’s Children to get education when their family was getting the economy problem.

This research examined poverty problems in the novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan and implementation on the literature learning in the eleventh grade of Senior High School, at first semester. The approach used in this research was a literature sociology approach. The type of research is documentation study research with analysis descriptive method. The data collection was obtained by using two techniques which refer to reading technique and note technique. The concrete steps that researcher through to doing her research: first, the researcher determined novel which would be the object of the research, it is novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan. Second, the researcher conducted a literature view. Third, identified the characters, setting, plot, theme, and language by used structural approach. Fourth, the researcher described the novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple using Damono’s sociology literature approach. Fifth, the researcher connected the novel structure with the description of poverty problems in the novel. Sixth, the researcher implemented the research finding in syllabus and lesson plan. Seventh, the researcher made her research conclusion. At last, the researcher presented her research in the form of report.

The social problem analysis in novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple focus in the poverty problem because poverty problem is the main problem in the novel. The factors caused the poverty problem are: the individual factor, the family factor, the culture factor, and the social structure factor. The problem effect are the characters difficult to sufficient the primary requirement, education, and society requirement.

Based on psychological aspect, environmental aspect, ability level, and the talent of the student, it can be concluded that the analysis of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple especially on its poverty problem can be used as a material of literature learning for senior high school in the eleventh grade at first semester. The research findings are on form of Syllabus and Lesson plan in accordance with School-Based Curriculum.


(3)

MASALAH KEMISKINAN DALAM NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh: Elisabeth Setiyaningsih

091224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

i

MASALAH KEMISKINAN DALAM NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN: SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA

DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh : Elisabeth Setiyaningsih

091224021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas semua untaian berkat dalam hidupku.

Ibuku, Christiana Ngatinem untuk doa, kasih sayang, dan semangat dalam hidupku.

Bapakku, Alm. Yohanes Supono untuk nasihat dan inspirasi hidup yang tak pernah padam.

Saudara-saudariku yang selalu mendukung dan memberi semangat: Yusuf Setiyono, Veronika Setiyani , dan Paulus


(8)

v

MOTTO

Dalam setiap ujian hidup pasti ada pelajaran berharga. Tetaplah berdoa, berusaha, dan bersyukur.

(Penulis)

Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan

Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. (Korintus, 15:58)


(9)

(10)

(11)

viii

ABSTRAK

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. Masalah Kemiskinan dalam Novel 9 Summers 10

Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XI, Semester 1. Skripsi. Yogyakarta:

PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel yang terinspirasi kisah nyata kehidupan sang pengarang. Novel ini menceritakan perjuangan lima anak seorang tukang sopir angkot dalam memperoleh pendidikan di saat keluarga mereka mengalami masalah ekonomi.

Penelitian ini mengkaji masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA Kelas XI, Semester 1. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Sosiologi Sastra. Jenis penelitian adalah penilitian kepustakaan dengan metode diskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik simak dan teknik catat. Adapun langkah konkret yang akan ditempuh peneliti sebagai berikut: Pertama, menentukan novel yang akan dijadikan obyek, yaitu novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Kedua, melakukan studi pustaka. Ketiga, mengidentifikasi struktur pembentuk novel (tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa) dengan menggunakan pendekatan struktural. Keempat, mendeskripsikan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple dengan tinjauan Sosiologi Sastra menurut pendekatan Damono. Kelima, menghubungkan antara struktur pembentuk novel dan deskripsi masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple. Keenam, mengimplementasikan dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP) SMA kelas XI, semester 1. Ketujuh, menarik kesimpulan. Kedelapan, menyajikan dalam bentuk laporan.

Analisis permasalahan sosial dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple fokus pada masalah kemiskinan karena permasalahan ini merupakan masalah utama yang terkandung dalam novel tersebut. Adapun masalah kemiskinan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: faktor individual, faktor keluarga, faktor sub-budaya, dan faktor struktur sosial. Dampak dari masalah kemiskinan tersebut bagi para tokoh terlihat adanya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan primer (pangan, papan, dan sandang), kebutuhan pendidikan, dan kebutuhan dalam bersosialisasi.

Berdasarkan aspek psikologis, aspek lingkungan, aspek taraf kemampuan, dan aspek bakat siswa, analisis terhadap novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple dapat diimplementasikan dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1 dalam bentuk silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terdapat dalam kurikulum KTSP.


(12)

ix

ABSTRACT

Setiyaningsih, Elisabeth. 2013. The Poverty Problems in 9 Summers 10 Autumns:

Dari Kota Apel ke The Big Apple Novel by Iwan Setyawan: A Sociology Literature Overview and Implementation on The Literature Learning in The Eleventh Grade of Senior High School, Semester I. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma

Novel of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple is inspired by the writer’s life. This novel tells about the effort five of bus driver’s Children to get education when their family was getting the economy problem.

This research examined poverty problems in the novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan and implementation on the literature learning in the eleventh grade of Senior High School, at first semester. The approach used in this research was a literature sociology approach. The type of research is documentation study research with analysis descriptive method. The data collection was obtained by using two techniques which refer to reading technique and note technique. The concrete steps that researcher through to doing her research: first, the researcher determined novel which would be the object of the research, it is novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple by Iwan Setyawan. Second, the researcher conducted a literature view. Third, identified the characters, setting, plot, theme, and language by used structural approach. Fourth, the researcher described the novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple using Damono’s sociology literature approach. Fifth, the researcher connected the novel structure with the description of poverty problems in the novel. Sixth, the researcher implemented the research finding in syllabus and lesson plan. Seventh, the researcher made her research conclusion. At last, the researcher presented her research in the form of report.

The social problem analysis in novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple focus in the poverty problem because poverty problem is the main problem in the novel. The factors caused the poverty problem are: the individual factor, the family factor, the culture factor, and the social structure factor. The problem effect are the characters difficult to sufficient the primary requirement, education, and society requirement.

Based on psychological aspect, environmental aspect, ability level, and the talent of the student, it can be concluded that the analysis of 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple especially on its poverty problem can be used as a material of literature learning for senior high school in the eleventh grade at first semester. The research findings are on form of Syllabus and Lesson plan in accordance with School-Based Curriculum.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Masalah Kemiskinan Dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Materi Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI, Semester 1. Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Sebagai wujud syukur atas terselesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

2. Caecilia Tutyanti, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi PBSI yang telah memberikan motivasi dan bantuan bagi penulis selama menempuh studi di PBSI.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

5. Bapak Setya Tri Nugraha, S. Pd., M. Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan pengarahan, petunjuk, dan saran yang sangat bermanfaat dalam terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Drs. B. Rahmanto, M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini.

7. Seluruh Dosen PBSI dan semua dosen MKK dan MKDK yang dengan tulus mendidik dan membimbing penulis dari awal hingga akhir perkuliahan. 8. Staf sekretariat PBSI, seluruh staf Dekanat, staf Perpustakaan, dan staf BAA


(14)

(15)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………....... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………...…..………….. iv

MOTTO……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………. vii

ABSTRAK……… vii

ABSTRACT……… ix

KATA PENGANTAR……….. x

DAFTAR ISI………. xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……… 6

1.3 Tujuan Penelitian………. 7

1.4 Manfaat Penelitian………... 7

1.5 Batasan Istilah………. 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian……… 10

1.7 Sistematika Penyajian……….. 10

BAB II LANDASAN TEORI……… 12

2.1 Penelitian yang Relevan……… 12

2.2 Kajian Teori………... 15

2.2.1 Struktur Karya Sastra……….. 15

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan……… 17

2.2.1.2 Latar……….. 23


(16)

xiii

2.2.1.4 Tema……… 28

2.2.1.5 Bahasa………. 30

2.2.2 Sosiologi Sastra………... 31

2.2.3 Permasalahan Sosial……… 33

2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)……… 37

2. 2.4.1 Silabus……… 39

2. 2.4.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)……… 43

2. 2.4.3 Materi Pembelajaran Sastra……… 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 48

3. 1 Jenis Penelitian………. 48

3. 2 Metode Penelitian………. 48

3. 3 Teknik Pengumpulan Data………... 49

3. 4 Instrumen Penelitian………. 50

3.5 Teknik Analisis Data………. 51

3.6 Sumber Data……….. 51

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN………... 52

4.1 Analisis Tokoh dan Penokohan, latar, Alur, Tema, dan Bahasa dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple ……….. 52

4. 1. 1 Tokoh dan Penokohan……… 52

4. 1. 2 Latar……….. 83

4. 1. 3 Alur……… 106

4. 1. 4 Tema……….. 110

4. 1. 5 Bahasa……… 110

4.2 Masalah Kemiskinan……… 113

4.2.1 Faktor Penyebab Kemiskinan……….. 114

4.2.1.1 Faktor Individu………. 114

4.2.1.2 Faktor Sub-Budaya……… 115

4.2.1.3 Faktor Struktural Sosial………. 115

4.2.1.4 Faktor Keluarga……… 116


(17)

xiv

4.3 Hubungan antara Tokoh dan Penokohan, Latar, Alur, Tema, dan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan

dalam Novel 9 Summers10 Autumns: Dari Kota Apel

ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan………... 120

4.3.1 Hubungan Tokoh dan Penokohan dengan Masalah Kemiskinan.. 120

4.3.2 Hubungan Latar dengan Masalah Kemiskinan……… 121

4.3.3 Hubungan Alur dengan Masalah Kemiskinan………. 122

4.3.4 Hubungan Tema dengan Masalah Kemiskinan……… 122

4.3.5 Hubungan Bahasa dengan Masalah Kemiskinan………... 123

BAB V IMPLEMENTASI HASIL ANALISIS NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN SETYAWAN DALAM MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XI, SEMESTER 1……….. 125

5. 1 Gambaran Ringkas Hasil Analisis……… 125

5.2 Potensi novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 127

5.3 Model Pemanfaatan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke the Big Apple Karya Iwan Setyawan sebagai Pembelajaran Sastra di SMA………. 134

BAB VI PENUTUP……….. 181

6. 1 Kesimpulan……….. 181

6. 2 Implikasi………... 183

6.3 Saran………. 184

DAFTAR PUSTAKA………... 185

LAMPIRAN……….. 188


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel pertama karya Iwan Setyawan. Novel ini pernah menjadi novel national Best Seller dan mendapatkan penghargaan sebagai Buku Fiksi Terbaik Jakarta Book Award 2011 IKAPI DKI Jakarta. Penghargaan tersebut layak dianugrahkan pada novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karena banyak nilai-nilai kehidupan yang terkandung didalamnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudjiman (1988:15) yang mengemukakan bahwa karya sastra yang baik juga membekali kita dengan sesuatu yang bermanfaat bagi hidup kita selanjutnya. Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple adalah novel yang terinspirasi dari kisah nyata sang pengarang. Novel ini menceritakan kehidupan seorang anak tukang sopir angkot dari Kota Batu yang bernama Iwan Setyawan. Ia sukses menjadi Direktur di salah satu perusahaan besar di New York, Amerika Serikat. Mata pencaharian sang ayah sebagai sopir angkot dan ibunya sebagai ibu rumah tangga telah membuat Iwan dan saudara-saudaranya harus menjalani masa kecil dengan bersikap nrimo terhadap segala keterbatasan pemenuhan kebutuhan keluarga mereka. Masa muda Iwan dan keempat saudaranya lebih sering dihabiskan di rumah untuk belajar dan membantu orang tua karena keterbatasan ekonomi keluarga turut membatasi sosialisasi dengan teman-teman mereka. Ketekunan mereka dalam belajar membuahkan prestasi


(19)

yang membanggakan di sekolah. Iwan dan saudara-saudaranya mampu diterima di perguruan tinggi negeri berkat prestasi akademik yang mereka capai. Pada akhirnya, mereka menjadi orang-orang sukses dan merentaskan keluarga mereka dari kemiskinan.

Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple yang terjadi pada keluarga Iwan karena beberapa hal. Pertama, keluarga mereka berasal dari kalangan menengah ke bawah. Kedua, tradisi mangan ora mangan sing penting kumpul” membuat kakek-nenek Iwan tidak dapat keluar kota menemukan pekerjaan yang lebih baik, sedangkan di Kota Batu tidak banyak pekerjaan yang menjanjikan pendapatan layak. Ketiga, keluarga Iwan berasal dari keluarga yang berpendidikan rendah sehingga bapak dan semua saudara laki-laki ibunya hanya memiliki keterampilan terbatas, yaitu menjadi sopir angkot.

Masalah kemiskinan biasanya menjadi hambatan bagi seseorang untuk hidup maju namun cerita dalam novel ini adalah bukti nyata dari sang pengarang dalam menyikapi kemiskinan menjadi semangat untuk mengejar kesuksesan melalui pendidikan. Iwan dan saudara-saudaranya mampu mengubah garis hidup keluarganya menjadi lebih baik karena keberhasilan mereka di dunia pendidikan. Hal ini semakin memperlihatkan fungsi pendidikan tidak hanya mencerdaskan namun juga mampu menjadi akses terjadinya mobilitas sosial yang positif dalam kelas sosial di masyarakat. Gambaran tersebut terdapat dalam kutipan teks novel 9 Summers 10 Autumns: dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dibawah ini.


(20)

Perjuangan keluargaku bagaikan sesuatu yang tak mungkin dilakukan. Seorang sopir truk dengan dua anak kuliah, di Bogor dan di Malang, dua anak lagi masih di SMA dan SMP! Gelombang semakin besar, tapi pelayaran kami tak berhenti. Kami terus maju, kami terus memberanikan diri, karena berdiam hanya menunggu badai.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 99). Barusan aku dipromosikan menjadi Senior Manager, Operations Nielsen Consumer Research New York! Nggak menyangka sama sekali, setelah lima tahun di New York, dengan berbekal ijazah lokal, aku bisa meraih posisi ini. Siapa sangka, anak sopir bisa hidup di New York dan mendapatkan penghargaan seperti ini. Ini lebih dari mimpiku.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 113). Kesuksesan novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple di Indonesia membuat novel ini diterjemahkan ke dalam versi Bahasa Inggris untuk memperluas pemasarannya. Selain itu, cerita dari novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga diangkat ke film dengan judul 9 Summer 10 Autumns. Rasa sayang pada ibunya dan Kota Batu tidak cukup diceritakan oleh Iwan Setyawan di novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple sehingga ia kembali mengeluarkan novel yang berjudul Ibuk dan Melankoli Kota Batu yang merupakan buku kumpulan fotografi dan narasi puitis.

Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple menarik untuk diteliti karena beberapa hal. Pertama, kisah novel ini sangat inspiratif dan penuh dengan nilai-nilai kehidupan yang dapat diteladani. Kedua, novel ini terinspirasi kisah nyata dari sang pengarang sehingga banyak pelajaran hidup yang terkandung dalam novel ini relevan untuk diterapkan dalam kehidupan kita. Ketiga, Iwan Setyawan sebagai pengarang sangat detail dalam mendeskripsikan tokoh, tempat, dan setiap peristiwa yang terjadi didalam novel ini dengan bahasa yang sederhana.


(21)

Hillway dalam Nasir (1988:13) mengungkapkan bahwa penelitian adalah suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Melakukan penelitian karya sastra dibutuhkan metode penelitian yang tepat agar menghasilkan telaah karya sastra yang benar.

Penelitian akan dilakukan dengan mengunakan pendekatan Sosiologi Sastra. Pendekatan sosiologi sastra dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial yang tejadi dalam masyarakat. Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (sosial) (Wiyatmi, 2006:98). Karya sastra diciptakan oleh pengarang dan pengarang adalah bagian dari masyarakat sehingga dapat disimpulkan bahwa karya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama, genre prosalah, khususnya novel, yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial. Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah kemasyarakatan yang paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat (Ratna, 2004:335-336). Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris. Selain itu kebebasan sekaligus kemampuan karya sastra


(22)

untuk memasukkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia menjadikan karya sastra sangat dekat dengan aspirasi masyarakat (Ratna, 2004).

Pendekatan sosiologi sastra dipilih untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat. Penulis tertarik menganalisis permasalahan sosial khususnya mengenai masalah kemiskinan yang terkandung dalam cerita novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

Selain menganalisis masalah-masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, Penulis juga akan menganalisis tokoh, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel tersebut. Sebagai calon guru, penulis akan berusaha mengimplementasikan hasil pengkajian novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan ini dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1. Alasan peneliti ingin mengimplementasikan hasil penelitian ini dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI semester 1 karena hasil penelitian ini sesuai jika digunakan dalam materi pembelajaran sastra dengan Standar Kompetensi di SMA kelas XI semester 1, yaitu memahami berbagai hikayat, novel

Indonesia/novel terjemahan. Kompetensi Dasar : menganalisis unsur-unsur

intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan. Selain itu cerita novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple juga mengandung nilai-nilai karakter yang sedang digalakkan pada setiap materi pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA, seperti nilai: religius, kerja keras, disiplin, mandiri, menghargai prestasi, dan tanggung jawab. Cerita novel 9 Summers 10 Autumns:


(23)

Dari Kota Apel ke The Big Apple juga menyajikan peristiwa-peristiwa ringan yang umum dialami keluarga menengah ke bawah di Indonesia sehingga siswa akan mudah memahami isi cerita novel ini.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan akan dianalisis dengan menggunaan pendekatan sosiologi sastra. Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Hasil deskripsi ini akan diimplementasikan dalam materi pembelajaran satra di SMA kelas XI semester 1.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan?

2. Apa sajakah masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Auntumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan? 3. Bagaimana implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9

Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple untuk materi pada pembelajaran sastra di kelas XI semester 1?


(24)

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

2. Mendeskripsikan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

3. Mendeskripsikan implementasi dari hasil analisis sosiologi sastra novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan untuk materi pada pembelajaran sastra di kelas XI semester 1.

1.4Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Mengembangkan ilmu pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah, khususnya memberikan sumbangan indikator-indikator yang sesuai dengan standar kompetensi membaca memahami buku biografi, novel, dan hikayat yang telah ada dalam silabus pelajaran bahasa Indonesia kelas XI, semester 1.

b. Memberikan pandangan pemikiran berupa teori atau konsep dalam

bidang Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya mengenai kajian

sosiologi sastra novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The


(25)

2. Manfaat Praktis

a. Memberi jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Penelitian ini bermanfaat meningkatkan apresiasi sastra Indonesia bagi masyarakat.

1.5 Batasan Istilah

Di bawah ini terdapat beberapa batasan istilah yang memudahkan pembaca dalam memahami penelitian ini. Batasan-batasan istilah tersebut berikut. 1. Tokoh: Individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam

berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990:79).

2. Penokohan: Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh (Sudjiman, 1990: 23).

3. Latar: Landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216).

4. Alur: Struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:113).

5. Tema: Gagasan dasar umum yang menopang sebuahkarya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko& Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2007:68).


(26)

6. Bahasa : Sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Depdiknas, 2008:116).

7. Kemiskinan: Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok itu (Soekanto, 2002: 365).

8. Sosiologi sastra: Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemasyarakatannya (Ratna, 2003:2). 9. Pembelajaran sastra: Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara

utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16).

10. Materi pembelajaran sastra: Bahan yang disusun secara sistematis untuk digunakan dalam pembelajaran sastra yang menampilkan kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa.

11. Silabus: Suatu produk pengembangan kurikulum berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai, dan pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajarari siswa dalam rangka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar (Muslich, 2007:23). 12. RPP: Rancangan pembelajaran mata pelajaran per unit yang akan diterapkan


(27)

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah 1) struktur yang membangun novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan yang meliputi tokoh, penokohan, latar, alur, tema, dan bahasa, 2) masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan, 3) implementasi masalah kemiskinan dari novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dalam materi pembelajaran sastra Indonesia di SMA kelas XI, semester1.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian yang dijabarkan dalam skripsi ini terdiri dari enam bab. Bab I merupakan pendahuluan. Bab ini memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori. Bab ini memaparkan tentang penelitian yang relevan dan landasan teori tentang struktur karya sastra, tokoh, tema, penokohan, latar, bahasa, sosiologi sastra, permasalahan sosial, silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan pembelajaran sastra di kelas XI semester 1. Bab III merupakan metodologi penelitian. Bab ini memaparkan jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sumber data. Bab IV merupakan hasil penelitian dan pembahasan. Bab ini memaparkan tokoh, penokohan, latar, tema, bahasa, dan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Bab V merupakan implementasi Novel 9 Summers


(28)

10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dalam pembelajaran sastra kelas XI semester 1. Bab VI merupakan penutup. Bab ini memaparkan kesimpulan, implikasi, dan saran.


(29)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2. 1 Penelitian yang Relevan

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, peneliti menemukan beberapa penelitian serupa yang berhubungan dengan topik penelitian. Penelitian pertama, penelitian dari Laurentia Erika Hartantri (2011) dengan judul Aspek Sosial Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA Kelas XII Semester 2. Penelitian ini mendeskripsikan aspek sosial dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata berkaitan dengan permasalahan sosial yang dihadapi para tokoh dalam novel tersebut. Aspek sosial yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari tiga aspek, yaitu permasalahan lingkungan hidup, kemiskinan, dan kesenjangan sosial. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat dalam fokus masalah yang akan diteliti yaitu masalah sosial namun penelitian peneliti lebih spesifik meneliti masalah kemiskinan dalam novel ini. Persamaan lainnya terdapat pada analisis yang digunakan yaitu sosiologi sastra. Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian. Objek penelitian Laurentia Erika Hartantri (2011) ini yaitu novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata sedangkan penelitian peneliti adalah novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.

Penelitian terdahulu yang relevan kedua adalah penelitian dari Achmad Chudori (2012) yang berjudul Pemaknaan Ilustrasi Dari Kota Apel ke The Big


(30)

Apple: Studi Semiotika Terhadap Ilustrasi Cover “Dari Kota Apel ke The Big Apple” Pada Cover Novel 9 Summers 10 Autumns. Penelitian ini mendeskripsikan sistem tanda berupa gambar, tulisan, maupun warna pada ilustrasi “Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns yang diinterpretasikan baik secara denotative maupun konotatif, sesuai dengan kerangka referensi yang diperoleh peneliti melalui interaksi sosial, pengetahuan, maupun sebagai penggunaan tanda dari kelompok masyarakat atau budaya tertentu. Penelitian Achmad Chudori (2012) ini menggunakan metode semiotika Charles Sanders Pierce yang menekankan pada objek tanda yang dibagi kedalam ikon, indeks, dan simbol. Interpretasi tersebut mampu mengungkapkan muatan pesan yang terdapat pada ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple” yang terdapat pada cover novel 9 Summers 10 Autumns. Persamaan penelitian Achmad Chudori (2012) ini dengan penelitian peneliti adalah objek penelitian berasal dari novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah analisis penelitian dan fokus penelitian. Penelitian ini menganalisis aspek semiotika pada cover novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan, sedangkan penelitian peneliti menganalisis sosiologi sastra yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Fokus penelitian Achmad Chudori (2012) ini adalah

pemaknaan ilustrasi “ Dari Kota Apel ke The Big Apple “ pada cover novel 9

Summers 10 Autumns. Penelitian peneliti fokus pada masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big


(31)

Apple karya Iwan Setyawan dan implemantasinya dalam materi pembelajaran sastra kelas XI semester 1.

Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian yang terdapat dalam

http://agztncy.wordpress.com/2012/01/24/analisis-unsur-intrinsik-novel-9- summer-10-autumns-dari-kota-apel-ke-the-big-apple-karya-iwan-setyawan-dan- usulan-pembelajaran-dengan-menggunakan-model-sinektik-pada-siswa-kelas-ix-smp/ dengan judul Analisis Unsur Intrinsik Novel 9 Summer 10 Autumns Dari Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan Dan Usulan Pembelajaran Dengan Menggunakan Model Sinektik Pada Siswa Kelas IX SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur-unsur intrinsik dari novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan upaya mencari alternatif bahan ajar yang layak sebagai apresiasi sastra di sekolah dengan menggunakan model sinektik pada siswa kelas IX SMP. Metode sinektik adalah metode yang berorientasi pada pengembangan pribadi dan keunikan individu, penekanannya pada proses membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik. Kelebihan lain dari model ini adalah lebih banyak memperhatikan kehidupan emosional siswa. Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada objek penelitian, yaitu novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada analisis penelitian dan fokus penelitian. Penelitian ini menganalisis unsur-unsur intrinsik novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan usulan metode sinektik dalam pembelajaran di kelas XI SMP. Penelitian peneliti


(32)

menganalisis masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI, semester 1.

Selain ketiga penelitian di atas, novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan pernah dibahas dalam artikel yang dimuat di internet dengan judul novel '9 Summers 10 Autumns': Anak Sopir Angkot Jadi Direktur di New York yang membahas tentang isi novel dan tanggapan sang pengarang terhadap novel tersebut. Novel ini pernah diresensi oleh Stanley Wijaya dengan alamat situs http://www.yousaytoo.com/resensi-novel-9-summers-10-autumns/3436566.

2.2Kajian Teori

2.2.1 Struktur Karya Sastra

Karya sastra itu merupakan struktur makna atau struktur yang bermakna. Hal ini mengingat bahwa karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Untuk menganalisis struktur sistem tanda ini perlu adanya kritik struktural untuk memahami makna tanda-tanda yang terjalin dalam sistem (struktur) tersebut (Pradopo, 2011:141). Menurut Abrams (dalam Wahyuningtyas & Santoso, 2011:1) Teori struktural termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri, menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya, baik pembaca, bahkan pengarangnya sendiri. Analisis strukturalisme merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis lain. Tanpa analisis struktural tersebut, kebulatan


(33)

makna yang digali dari karya tersebut tidak dapat ditangkap (Wahyuningtyas & Santoso, 2011:1). Sejalan dengan teori di atas Teeuw (dalam Pradopo, 2011:141) juga menyatakan analisis struktural ini merupakan prioritas pertama sebelum yang lain-lain, tanpa itu kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra sendiri tidak akan tertangkap. Menurut Kurniawan (2012:13) sosiologi sastra juga mengutamakan analisis struktur karya sastra sebagai bahan penelaahan. Unsur intrinsik novel perlu dianalisis terlebih dahulu sebelum menganalisis unsur lainnya. Hal ini perlu dilakukan karena unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2007:23). Unsur-unsur ini akan dijumpai saat membaca karya sastra karena kepaduan unsur-unsur intrinsik yang membuat sebuah novel berwujud. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai struktur karya sastra di atas dapat disimpulkan bahwa analisis struktur sastra merupakan proses pertama dalam analisis karya sastra yang harus dilakukan sebelum diterapkannya analisis lain agar terjadi kebulatan makna intrinsik dari karya sastra tersebut.

Unsur-unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2007:23) terdiri dari peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam penelitian ini terbatas pada tokoh dan penokohan, tema, latar, alur, dan bahasa karena unsur-unsur intrinsik tersebut yang dibutuhkan peneliti untuk menganalisis masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan.


(34)

2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:165), adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sudjiman (1988:16) dalam bukunya Memahami Cerita Rekaan mengartikan tokoh sebagai individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam tiga jenis (Nurgiyantoro, 2007:176-183). Pertama, berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita. Kedua, berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Ketiga, berdasarkan perwatakannya.

Berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dibedakan menjadi:

a. Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Menurut Sudjiman (1988:18) kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita. Sejalan dengan pendapat Sayuti (2000:74) yang mengungkapkan tiga cara untuk menentukan tokoh utama atau sentral. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat


(35)

dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain. Kedua, tokoh itu yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama (Wahyuningtyas & Santoso, 2011:3).

Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, tokoh dibedakan menjadi:

a. Tokoh Protagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi—yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero—tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd& Lewis dalam Nurgiyantoro, 2007:178). Menurut Sudjiman (1988:18), tokoh protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita.

b. Tokoh Antagonis

Tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik (Nurgiyantoro, 2007:179). Sudjiman (1988:19) berpendapat bahwa tokoh yang merupakan penentang utama dari tokoh protagonis disebut antagonis atau tokoh lawan. Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:

a. Tokoh Sederhana

Tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja (Nurgiyantoro, 2007:181-182). Dalam bukunya yang berjudul Memahami


(36)

Cerita Rekaan, Sudjiman (1988) menyebut tokoh sederhana sebagai tokoh datar. Tokoh datar menurutnya adalah tokoh yang bersifat statis; di dalam perkembangan lakuan, watak tokoh itu sedikit sekali berubah, bahkan ada kalanya tidak berubah sama sekali.

b. Tokoh Bulat

Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya (Nurgiyantoro, 2007:183). Sejalan dengan pendapat Sudjiman (1988:21), jika tokoh memiliki lebih dari satu ciri segi watak yang ditampilkan atau digarap di dalam cerita sehingga tokoh itu dapat dibeda-bedakan dari tokoh-tokoh yang lain, maka tokoh-tokoh itu disebut tokoh-tokoh bulat atau tokoh-tokoh kompleks. Peneliti akan membahas jenis tokoh berdasarkan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita dan berdasarkan fungsi penampilan tokoh. Hal tersebut dilakukan karena penelitian ini memfokuskan pada analisis masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple dan kedua jenis tokoh tersebut sudah cukup membantu peneliti untuk menganalisis masalah kemiskinan tersebut.

Dalam sub-bab ini juga akan dibahas mengenai penokohan untuk memberi penjelasan pada jenis tokoh berdasarkan fungsi penampilan tokoh, yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis dan untuk membantu peneliti menganalisis masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns:Dari Kota Apel ke The Big Apple. Secara garis besar teknik pelukisan tokoh dalam suatu karya—atau pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang


(37)

berhubungan dengan jati diri tokoh dapat dibedakan ke dalam dua cara atau teknik, yaitu teknik penjelasan, ekspositori dan teknik dramatik atau istilah lainnya pelukisan secara langsung dan pelukisan secara tidak langsung (Nurgiyantoro, 1995). Berikut penjelasan kedua teknik tersebut.

a. Teknik Ekspositori

Teknik pelukisan tokoh ini memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya. Biasanya hal tersebut terungkap dalam tahap perkenalan.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita, dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melaui peristiwa yang terjadi. Wujud penggambaran teknik dramatik dapat dilakukan dengan sejumlah teknik. Berbagai teknik yang dimaksud sebagian di antaranya akan dikemukakan berikut.


(38)

(1) Teknik Cakapan

Percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Namun tidak semua percakapan mampu mencerminkan kedirian tokoh hanya percakapan yang baik, efektif, dan fungsional yang mampu menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh.

(2) Teknik Tingkah Laku

Teknik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Wujud tindakan dan tingkah laku menunjukkan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya meskipun tidak semua tingkah laku yang dilakukan tokoh dapat mencerminkan hal tersebut.

(3) Teknik Pikiran dan Perasaan

Keadaan dan jalan pikiran serta perasaan yang melintas di dalam pikiran dan perasaan, serta apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat sifat kedirian tokoh tersebut. Perbuatan dan kata-kata merupakan wujud konkret tingkah laku pikiran dan perasaan. Meskipun tidak semua pikiran dan perasaan diwujudkan secara konret dalam bentuk perbuatan dan kata-kata.

(4) Teknik Arus Kesadaran

Arus kesadaran merupakan sebuah teknik narasi yang berusaha menangkap pandangan dan aliran proses mental tokoh, di mana


(39)

tanggapan indera bercampur dengan kesadaran dan ketidaksadaran pikiran, perasaan, ingatan, harapan, dan asosiasi-asosiasi acak (Abrams dalam Nurgiyantoro, 1995:206). Arus kesadaran sering disamakan dengan interior monologue, monolog batin. Monolog batin, percakapan yang hanya terjadi dalam diri sendiri, yang umumnya ditampilan dengan gaya “aku”, berusaha menangkap kehidupan batin, urutan suasana kehidupan batin, pikiran, perasaan, emosi, tanggapan, kenangan, nafsu, dan sebagainya.

(5) Teknik Reaksi Tokoh

Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap-tingkah-laku orang lain, dan sebagainya yang berupa “rangsang” dari luar diri tokoh yang bersangkutan.

(6) Teknik Reaksi Tokoh Lain

Reaksi tokoh(-tokoh) lain dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain. Penilaian kedirian tokoh (utama) diceritakan oleh tokoh-tokoh cerita yang lain dalam sebuah karya.

(7) Teknik Pelukisan Latar

Suasana latar (tempat) sekitar tokoh sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengitensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagai teknik


(40)

yang lain. Keadaan latar tertentu dapat menimbulkan kesan yang tertentu di pihak pembaca.

(8) Teknik Pelukisan Fisik

Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu. Keadaan fisik tokoh perlu dilukiskan, terutama jika ia memiliki bentuk fisik khas sehingga pembaca dapat menggambarkan secara imajinatif.

Adapun pendapat berdasarkan Aminudin dalam Siswanto (2008:145) menyebutkan beberapa cara memahami watak tokoh, yaitu: a) melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, b) gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, c) menunjukkan bagaimana perilakunya, d) melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, e) memahami jalan pikirannya, f) melihat bagaimanakah tokoh lain berbincang tentangnya, g) melihat tokoh lain berbincang dengannya, h) melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu member reaksi terhadapnya, dan i) melihat bagaimanakah tokoh itu mereaksi dalam yang lain.

2.2.1.2 Latar

Latar atau setting disebut juga landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:216). Latar mempunyai fungsi sebagai pijakan cerita agar memberikan kesan realistis pada pembaca. Fungsi lain dari latar adalah (a) memberikan informasi situasi (ruang


(41)

dan tempat) sebagaimana adanya, (b) berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh, (c) latar juga dapat menciptakan suasana.

Unsur latar menurut Nurgiyantoro (2007:227-233) dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial.

a. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

c. Latar Sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Latar sosial menurut Hudson dalam Sudjiman (1988) mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa.

Perlu diketahui bahwa tidak semua latar cerita itu ada di dalam sebuah cerita rekaan. Mungkin dalam sebuah cerita rekaan, latar cerita yang


(42)

menonjol adalah latar waktu dan tempat. Mungkin dicerita lainnya yang menonjol adalah latar sosial. Penggambaran latar ini ada yang terperinci, ada pula yang tidak. Ada latar yang dijelaskan secara persis seperti kenyataannya; ada yang gabungan antar kenyataan dan khayalan; ada juga latar yang merupakan hasil imajinasi sastrawannya (Siswanto, 2008:150).

2.2.1.3Alur

Alur adalah peristiwa yang diurutkan membangun tulang punggung cerita (Sudjiman, 1988:29). Alur juga dapat diartikan sebagai struktur peristiwa-peristiwa yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007:113). Stanton dalam Nurgiyantoro ( 2007:113) pun mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Sejalan dengan pendapat Kenny dalam Nurgiyantoro (2007:113) mengemukakan bahwa plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat. Plot juga diartikan sebagai bagan atau kerangka kejadian dimana para peran berbuat (Hamzah,1985:69). Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai alur di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah urutan peristiwa dalam cerita.

Ditinjau berdasarkan urutan waktu dikenal dengan Alur Lurus (Maju) atau progresif, Alur Sorot-Balik (Mundur) atau regresif, dan Alur Campuran.


(43)

a. Alur Lurus (Maju) atau Progresif

Sebuah novel dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa) yang pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penituasian, pengenalan,pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimak), dan akhir (penyelesaian).

b. Alur Sorot- Balik (Mundur) atau regresif

Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.

c. Alur Campuran

Alur yang didalamnya mengandung alur progresif dan regresif.

Alur berdasarkan kriteria jumlah dapat dibagi menjadi dua yaitu alur tunggal dan alur sub-sub plot.

a. Alur Tunggal

Karya fiksi yang beralur tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang sebagai hero. Cerita pada umumnya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut, lengkap dengan permasalahan dan konflik yang dialaminya.

b. Alur sub-subplot

Karya fiksi yang memiliki lebih dari satu alur yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidup, permasalahan,


(44)

dan konflik yang dihadapi. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:158) subplot, hanya merupakan bagian dari plot utama. Ia berisi cerita “kedua” yang ditambahkan yang bersifat memperjelas dan memperluas pandangan kita terhadap plot utama dan mendukung efek keseluruhan cerita.

Alur berdasarkan kriteria kepadatan adalah padat atau tidaknya pengembangan dan perkembangan cerita pada karya fiksi. kriteria ini dibedakan menjadi dua yaitu alur padat dan alur longgar.

a. Alur Padat

Alur padat adalah alur yang cara penyajian ceritanya cepat dan peristiwa-peristiwa fungsional terjadi susul-menyusul dengan cepat, hubungan antar peristiwa juga terjalin erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus-menerus mengikutinya.

b. Alur Longgar

Dalam cerita yang beralur longgar, pergantian peristiwa demi peristiwa penting berlangsung lambat.

Alur berdasarkan kriteria isi adalah sesuatu, masalah, kecenderungan masalah, yang diungkap dalam cerita. Kriteria ini dapat dibagi dua, yaitu alur peruntungan dan alur tokohan.

a. Alur Peruntungan

Alur peruntungan berhubungan dengan cerita yang mengungkapkan nasib, peruntungan, yang menimpa tokoh (utama) cerita yang bersangkutan.


(45)

b. Alur Tokohan

Alur tokohan menyaran pada adanya sifat pementingan tokoh, tokoh yang menjadi fokus perhatian.

c. Alur Pemikiran

Alur Pemikiran mengungkapkan sesuatu yang menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan, berbagai macam obsesi, dan lain-lain hal yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia. (Nurgiyantoro, 1995:153-162).

2.2.1.4 Tema

Gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko & Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2007:68). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu (Nurgiyantoro, 2007:68). Hal ini seperti yang diungkapkan Sudjiman (1988:50) bahwa gagasan, ide, atau pilihan utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Menurut Stanton dan Kenny dalam Nurgiyantoro (2007:67) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema dalam karya fiksi dapat disimpulkan dengan menyimpulkan keseluruhan cerita. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, tema dapat disimpulkan sebagai gagasan yang mendasari cerita suatu karya sastra.

Dalam usaha menemukan dan menafsirkan tema sebuah novel secara lebih khusus dan rinci, Stanton dalam Nurgiyantoro (2007:87-88) mengemukakan adanya sejumlah kriteria sebagai berikut.


(46)

Pertama, penafsiran tema sebuah novel hendaknya mempertimbangkan

tiap detail cerita yang menonjol. Kriteria ini merupakan hal yang paling penting. Hal itu disebabkan pada detil-detil yang menonjol (atau: ditonjolkan) itulah— yang dapat diidentifikasi sebagai tokoh-masalah-konflik utama—pada umumnya sesuatu yang ingin disampaikan ditempatkan.

Kedua, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak bersifat

bertentangan dengan detil cerita. Novel, sebagai salah satu genre sastra, merupakan suatu sarana pengungkapan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan, sikap dan pandangan hidup pengarang, dan lain-lain yang tergolong unsur isi dan sebagai sesuatu yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, tentunya pengarang tak akan “menjatuhkan” sendiri sikap dan keyakinannya yang diungkapkan dalam detil-(detil) tertentu cerita yang lainnya.

Ketiga, penafsiran tema sebuah novel hendaknya tidak mendasarkan diri

pada bukti-bukti yang tidak dinyatakan baik secara langsung maupun tak langsung dalam novel yang bersangkutan. Tema cerita tak dapat ditafsirkan hanya berdasarkan perkiraan, sesuatu yang dibayangkan ada dalam cerita, atau informasi lain yang kurang dapat dipercaya.

Keempat, penafsiran tema sebuah novel haruslah mendasarkan diri pada

bukti-bukti yang secara langsung ada dan atau yang disarankan dalam cerita. Menurut Sudjiman (1988:50-52) terdapat beberapa tema yaitu:

1) Tema yang bersifat didaktis, yaitu tema yang dinyatakan dengan pertentangan baik dan buruk.


(47)

2) Tema eksplisit, yaitu tema cerita yang secara jelas dinyatakan, misalnya tema yang terlihat pada judul.

3) Tema simbolik, yaitu tema yang biasanya dinyatakan secara implisit (tersirat).

4) Tema yang terungkap oleh dialog.

2.2.1.5 Bahasa

Bahasa menurut KBBI (2008:116) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa meliputi segala macam tindak komunikasi yang menyangkut pemakaian lambang bunyi (Rahmanto, 1988:11). Bahasa merupakan unsur penting dalam karya sastra karena bahasa adalah sarana pengungkapan sastra itu sendiri. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat bahasa (Nurgiyantoro, 2007:272). Sastra juga disebut sebagai institusi sosial yang memakai medium bahasa (Wellek dan Warren, 1990:109). Sejalan dengan pendapat Siswanto (2008:19) yaitu pesan yang disampaikan sastrawan kepada pembacanya, yaitu berbentuk karya sastra. Kemudian karya sastra tersebut disampaikan dengan medium bahasa. Oleh sebab itu, untuk memperoleh efektifitas pengungkapan, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, dan didayagunakan secermat mungkin sehingga tampil dengan sosok yang berbeda dengan bahasa non sastra. Sebagai bahasa, karya sastra sebenarnya dapat dibawa ke dalam keterkaitan yang kuat dengan dunia sosial tertentu yang nyata, yaitu lingkungan sosial tempat dan waktu bahasa yang digunakan oleh karya sastra itu


(48)

hidup dan berlaku. Apabila bahasa dipahami sebagai sebuah tata simbolik yang bersifat sosial dan kolektif, karya sastra yang menggunakan bahasa itu terbagi tata simbolik yang sama dengan masyarakat pemilik dan pengguna bahasa itu. Apabila sebagai tata simbolik bahasa dimengerti sebagai alat perekam dan reproduksi pengalaman para pemakai dan penggunanya, karya sastra, dapat ditempatkan sebagai aktivitas simbolik yang terbagi pula secara sosial (Faruk, 2012:46). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki peran penting dalam karya sastra, yaitu sebagai sarana penyampaian karya sastra itu sendiri dan sebagai tanda untuk mengenali lingkungan sosial dan waktu bahasa yang digunakan oleh karya sastra saat karya sastra itu hidup dan berlaku.

2.2.2 Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani: socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, atau teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, atau perumpaan). Sastra dari kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, atau memberi petunjuk. Akhiran tra berarti alat. Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah subyektivitas dan kreativitas (Ratna, 2003:4). Sosiologi sastra secara umum menjelaskan hubungan faktor kehidupan sosial manusia dengan karya sastra. Oleh karena itu, Damono (1978:2) membuat menyimpulkan bahwa pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan disebut sosiologi sastra. Endraswara (2011:5) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra memberikan pengertian sosiologi sastra adalah ilmu yang memanfaatkan faktor sosial sebagai pembangun sastra.


(49)

Karya sastra adalah gambaran masyarakat yang memakai medium bahasa, oleh sebab itu pemahaman sastra tidak hanya ditentukan oleh struktur karya sastra namun juga dari sosiologi karya sastra tersebut. Dasar pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat, dan c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d) hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat (Ratna, 2004:60). Hal tersebut membuktikan bahwa kehidupan sosial masyarakat pengarang mempengaruhi karya sastra yang dibuatnya. Analisis sosiologi sastra berkaitan dengan analisis sosial terhadap karya sastra, baik ideologi sosial pengarang, pandangan dunia pengarang, pengaruh strukturasi masyarakat terhadap karya sastra atau sebaliknya, dan fungsi sosial sastra (Kuniawan, 2012:6).

Wellek dan Warren dalam Kurniawan (2012:11) juga mengemukakan tiga paradigma pendekatan dalam sosiologi sastra. Pertama, sosiologi pengarang; inti dari analisis sosiologi pengarang ini adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah menciptakan karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra; analisis aspek sosial dalam karya sastra dilakukan dalam rangka untuk memahami dan memaknai hubungannya dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya. Ketiga, sosiologi pembaca; kajian pada sosiologi pembaca ini mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial yang diciptakan karya sastra. Menurut Damono (1978:2) terdapat dua kecenderungan utama dalam


(50)

telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial-ekonomis belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, ia hanya merupakan epiphenomenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang diluar sastra. Penelitian ini akan menggunakan kedua pendekatan sosiologi sastra dari Damono tersebut.

2.2.3 Permasalahan Sosial

Menurut Soekanto (1986) dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar, gejala dimana unsur-unsur tertentu dari masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan bahkan penderitaan bagi warga-warga masyarakat dinamakan problema-problema sosial. Menurut Hendropuspito (1989:315) masalah sosial didefinisikan sebagai kesenjangan antara nilai budaya yang ideal dan tingkah laku yang ada dalam masyarakat, dan yang menimbulkan bentrokan antara sejumlah nilai sosial. Soekanto (1989) juga menyimpulkan bahwa pada dasarnya, problema-problema sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral sehingga problema-problema sosial tak mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.


(51)

Soekanto (2002:360) menyebutkan faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya masalah sosial yaitu:

1)Faktor Ekonomi

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan misalnya, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan pengangguran.

2) Faktor Psikologi

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan, misalnya, penyakit syaraf, bunuh diri, dan disorganisasi jiwa.

3) Faktor Biologis

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan, misalnya, penyakit.

4) Faktor Kebudayaan

Problem-problem yang termasuk dalam faktor ini dapat dicontohkan, misalnya, perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik ras, dan keagamaan.

Masalah sosial yang menonjol pada novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan adalah masalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor ekonomi sehingga penelitian ini memfokuskan pada permasalahan tersebut. Masalah Kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok itu (Soekanto, 2002:365).


(52)

Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma besar yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma yang dimaksud adalah Neo-Liberal dan Demokrasi-Sosial.

1. Neo-Liberal

Pada paradigma ini individu dan mekanisme pasar bebas menjadi fokus utama dalam melihat kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15). Pendekatan ini menempatkan kebebasan individu sebagai komponen penting dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu dalam melihat kemiskinan, pendekatan ini memberikan penjelasan bahwa kemiskinan merupakan persoalan individu yang merupakan akibat dari pilihan-pilihan individu. Bagi pendekatan ini kekuatan pasar merupakan kunci utama untuk menyelesaikan masalah kemiskinan. Hal ini dikarenakan kekuatan pasar yang diperluas dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menghapuskan kemiskinan (Syahyuti via Febriana, 2010:15).

Kelemahan paradigma ini adalah terlalu memandang kemiskinan hanya melalui pendapatan dan kurang melibatkan orang miskin sebagai subyek dalam permasalahan kemiskinan (Satterthwaite via Febriana, 2010:16).

2. Demokrasi-Sosial

Paradigma ini tidak melihat kemiskinan sebagai persoalan individu, melainkan lebih melihatnya sebagai persoalan struktural (Cheyne, O’Brien dan Belgrave via Febriana, 2010:16).

Pendekatan ini juga menekankan pada kesetaraan sebagai prasyarat penting dalam memperoleh kemandirian dan kebebasan (Syahyuti via Febriana,


(53)

2010:16). Kemandirian dan kebebasan ini akan tercapai jika setiap orang memiliki atau mampu menjangkau sumber-sumber bagi potensi dirinya, seperti pendidikan, kesehatan yang baik dan pendapatan yang cukup. Kebebasan disini bukan sekedar bebas dari pengaruh luar namun bebas pula dalam menentukan pilihan-pilihan. Ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakatlah yang mengakibatkan kemiskinan ada dalam masyarakat. Bagi pendekatan ini tertutupnya akses-akses bagi kelompok tertentu menjadi penyebab terjadinya kemiskinan.

Kelemahan teori ini adalah adanya ketergantungan yang tinggi pada negara dalam membentuk struktur dan institusi untuk menanggulangi kemiskinan. Padahal pencapaian pembentukan struktur dan institusi yang tepat dalam menangani kemiskinan itu sendiri tergantung pada kapabilitas kelompok miskin.

Berdasarkan pengertian kedua paradigma di atas dapat disimpulkan bahwa paradigma Demokrasi-Sosial lebih sesuai dengan masalah kemiskinan yang terkandung dalam novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan karena masalah kemiskinan yang terdapat dalam cerita novel tersebut terstruktur bukan masalah individual namun masalah yang terstruktur karena dialami secara turun-temurun oleh keluarga Iwan. Pada akhirnya pendidikan menjadi jalan pemecahan masalah kemiskinan dalam novel ini.

Penyebab kemiskinan pada umumnya bermacam-macam. Menurut Soekanto (1982:320) persoalan kemiskinan disebabkan tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila, dan lain sebagainya. Secara sosiologis, sebab-sebab timbulnya masalah tersebut adalah karena


(54)

salah-satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik, yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi. Menurut pendapat Miko Saputra dalam Blog-nya yang dimuat di http://mikokuantan.blogspot.com/2011/04/beberapa-konsep-kemiskinan.html pada tanggal 19 April 2011 menyebutkan beberapa faktor penyebab timbulnya kemiskinan, yaitu:

a. Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;

b. Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;

c. Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;

d. Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;

e. Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Beberapa penyebab kemiskinan di atas merupakan penyebab masalah kemiskinan pada novel 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan, kecuali penyebab agensi karena cerita dalam novel ini tidak melibatkan adanya pengaruh aksi orang lain atau kebijakan pemerintah.

2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi 4 manfaat, yaitu: membantu keterampilan berbahasa,


(55)

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menjunjung pembentukan watak (Rahmanto, 1988: 16). Dalam kaitannya dengan pengajaran sastra, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) aspek psikologis, 2) aspek lingkungan, 3) aspek taraf kemampuan, dan 4) aspek bakat (Jabrohim, 1994:23). Selain itu pengajaran sastra haruslah diorientasikan kepada pemahaman pembaca karya sastra, bukan pada keterampilan menghafal teori. Keterampilan proses komunikasi yang diharapkan hadir dari hasil pemahaman membaca karya satra yaitu kemampuan merekonstruksi struktur bangun sastra secara faktual yang berwujud pengalaman-pengalaman hidup yang berharga. Hasil pemahaman membaca karya sastra prosa yang diharapkan muncul dari peserta ajar sekurangnya: (1) peserta ajar dapat melakukan rekonstruksi alur cerita, (2) menyusun peta setting (latar: tempat kejadian) dalam cerita, (3) menyusun perwatakan tiap pelaku dalam cerita, (4) menyimpulkan pesan pengarang terhadap zamannya, (5) maksud pengarang menulis cerita dari persoalan zaman yang dipaparkan dalam cerita (Jabrohim, 1994:141).

Penelitian ini memfokuskan pada pengimplementasian hasil penelitian untuk materi pembelajaran sastra yang akan diaplikasikan pada silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Silabus dan RPP ini dirancang berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Komponen KTSP meliputi empat komponen, yaitu (1) tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, (2) struktur dan muatan KTSP, (3) Kalender pendidikan, dan (4) silabus dan Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP). Materi pembelajaran akan digunakan


(1)

218

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 26). (186) Bapak menjadi seseorang yang temperamental. Ia sempat berkenalan dengan

minum-minuman keras untuk memberi ruang pada rasa penatnya.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 27). (187) Bapak Ngatemun adalah bekas polisi yang pernah ikut berlayar sampai ke Mekah, tapi

harus meninggalkan pekerjaannya karena Mbok Pah, mertuanya menginginkan dia

tinggal di Batu, mengikuti prinsip “ mangan ora mangan sing penting kumpul”. Bapak

Ngatemun yang sangat pendiam ini akhirnya memilih menjadi penjual jam tangan bekas di Pasar Batu.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 31). (188) Pernah tetanggaku bertanya apa cita-citaku, dan aku menjawab ingin jadi hansip.

Tertawalah orang-orang disekitarku. Aku pikir hansip adalah militer juga. Aku tak ingin menjadi presiden saat itu karena semua anak kecil lainnya bercita-cita menjadi presiden, wakil presiden, atau menteri, hanya karena tidak ada inspirasi di sekitar mereka!

Inspirasi di sekitar begitu kecil tapi begitu dekat, seakan-akan aku akan terlahir menjadi sopir.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 62). (189) Ibu yang tahu barang apa yang harus digadaikan untuk membeli sepatu baru untuk anaknya dan mengatur pembayaran uang sekolah kami. Ibulah yang membelah satu telur dadar untuk dua atau tiga orang. Ibulah yang selalu menyembunyikan tempe goreng supaya tidak dihabiskan salah satu anaknya.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 33-34). (190) Di rumah mungil berukuran 6x7 meter dan hampir tak berhalaman ini, kami bertujuh

berbagi dua kamar tidur, satu ruang tamu kecil, satu dapur, dan satu kamar mandi. (9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 8). (191) Pada saat Lebaran, Ibu selalu bertarung untuk membelikan baju baru untuk kami. Inilah


(2)

219 sesuai dengan uang yang ada. Pernah, dia baru membelikan baju baru untukku setelah salat Ied, itu pun setelah mendapat pinjaman uang. Sementara, aku sendiri dengan teganya, bahkan sampai menangis, meminta baju baru jauh sebelum Lebaran.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 34). (192) Pada saat Mbak Inan memasuki Universitas Brawijaya, kami telah menjual sebagian

dari tanah warisan Bapak di Yogya ke Lek Tukeri. Kami sengaja tidak menjual semua tanah warisan yang tak seberapa luas ini karena ingin mempunyai sesuatu untuk dikenang di Yogya. Kami kemudian menjadikan sebagian tanah warisan ini sebagai jaminan utang lainnya ke Lek Tukeri.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 115). (193) Sering kali aku harus tinggal di rumah ketika teman-teman mengajak berenang di Pemandian Songgoriti atau Selecta. Demikian juga kakak-kakakku. Mereka harus lebih banyak tinggal di rumah ketika teman-teman mengajak nonton bioskop, makan-makan di luar atau pergi jalan-jalan ke Kota Malang. Kami juga sering tidak hadir di undangan pesta ulang tahun karena malu, tidak bisa membawa kado… . Selain “berteman” dengan buku-buku pelajaran, aku dan saudara-saudaraku juga mulai menggunakan tangan-tangan kecil kami untuk membantu meringkankan beban keluarga: untuk uang jajan sekolah, membeli cwie mie di pasar Plastik atau ikut menonton bioskop bersama teman-teman sekolah.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm.70). (194) Aku mencoba lebih prihatin, lebih irit. Aku ingin menyelesaikan kuliah secepatnya.

Membantu kami dari kemiskinan ini.

(9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple, hlm. 115). (195) Setiap akhir bulan, aku menyisihkan sedikit gajiku untuk rumah kecilku. Selain untuk orangtua, aku membuka tabungan untuk adik-adikku, Mira dan Rini, sehingga bisa langsung mengirimi mereka juga.


(3)

220 (196) Senang sekali dapat telepon dari rumah dua minggu lalu dan dengar bahwa Bapak

sudah tidak nyetir lagi, setelah 36 tahun. Semoga ia bisa menikmati masa tuanya di rumah dengan damai, mengurus cucu-cucunya dan kos-kosan yang telah kita bangun untuk masa pensiunnya. Hatiku benar-benar penuh mendengar berita ini.


(4)

221

Lampiran 2: Sinopsis 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple 9 SUMMERS 10 AUTUMNS: DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE

Iwan Setyawan

Novel ini menceritakan perjalanan hidup seorang anak laki-laki dan keempat saudara perempuannya. Mereka merupakan anak dari seorang sopir angkot yang tinggal di Kota Batu, Malang. Novel yang telah mendapatkan beberapa penghargaan ini merupakan novel yang terinspirasi kisah hidup pengarang, yaitu Iwan Setyawan. Sosok Iwan Setyawan digambarkan pada diri anak laki-laki yang menjadi tokoh utama dalam novel ini.

Cerita dari riwayat singkat orang tua Iwan, yaitu Abdul Hasim dan Ngatinah hanya berpendidikan rendah. Sang bapak memutuskan menjadi sopir angkot. Ngatinah digambarkan sebagai ibu rumah tangga yang sederhana dan tegar. Orang tuanya bernama Bapak Ngatemun dan Ibu Wagini. Bapak Ngatemun adalah bekas polisi yang pernah ikut berlayar, tetapi harus meninggalkan pekerjaannya tersebut karena mertuanya menginginkan dia tinggal di Batu.

Mereka mengikuti prinsip “mangan ora mangan sing penting kumpul”. Bapak

Ngatemun akhirnya memilih menjadi penjual jam tangan bekas di Pasar Batu.

Prinsip hidup “mangan ora mangan sing penting kumpul” telah menjadi tradisi

sehingga baik Abdul Hasim maupun Ngatinah tidak pernah terlintas untuk merantau ke luar Kota Batu dan mencari pekerjaan yang layak.

Cerita dilanjutkan dengan menceritakan perjalanan hidup saudari-saudari Iwan. Iwan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ia merupakan anak laki-laki satunya di keluarganya. Kedudukannya sebagai anak laki-laki-laki-laki satu-satunya tersebut membuatnya bertekad untuk hidup mandiri dan kelak dapat


(5)

mengentaskan kehidupan keluarganya dari keterbatasan ekonomi yang selalu menjadi masalah utama di dalam keluarganya tersebut. Ia dan saudari-saudarinya selalu belajar lebih giat. Kerja keras mereka dalam belajar membuat mereka selalu berprestasi di sekolah sehingga mereka dapat bersekolah di sekolahan negeri favorit di Kota Batu. Walaupun biaya sekolahan negeri tidak mahal namun orang tua Iwan selalu mengalami kesulitan dalam membiayai sekolah anak-anaknya. Ibunya yang hanya menjadi ibu rumah tangga terkadang harus menggadaikan barang berharga di rumahnya.

Ketekunan Iwan dan saudari-saudarinya mulai membuahkan hasil. Kedua kaka Iwan dapat lolos menjadi PNS setelah susah payah kuliah dan berjuang mendapatkan pekerjaan. Iwan dapat berhasil lolos PMDK di Institut Pertanian Bogor jurusan Statistika. Kedua adiknya pun mengikuti jejak kesuksesan kakak-kakaknya. Pengorbanan orang tua mereka dalam membiayai pendidikan mereka tidak sia-sia.

Setelah lulus dari IPB, Iwan bekerja di pengelolaan data di Nielsen Jakarta.kerja kerasnya dalam bekerja membuat rekan kerjanya yang bekerja di New York menawari pekerjaan di sana. Perjalanan karier Iwan di New York pun berjalan lancar hingga ia dapat menjadi Director Internal Client Management di perusahaannya bekerja tersebut. Kisah yang penuh nilai-nilai kehidupan ini adalah bukti dari kerja keras Iwan dan saudari-saudarinya mengentaskan keluarganya dari kemiskinan melalui pendidikan dan ketekunannya dalam bekerja. Banyak hal-hal positif dari pengalaman hidup Iwan Setyawan dan novel ini adalah salah satu caranya berbagi pengalaman hidupnya tersebut.


(6)

BIODATA PENULIS

Elisabeth Setiyaningsih lahir di Bantul, 18 November 1990. Penulis masuk Sekolah Dasar pada tahun 1997. Pada tahun 2003, penulis terdaftar sebagai siswi di SMP Kanisius Bambanglipuro. Pada tahun 2006 melanjutkan ke SMA Stella Duce Bantul dan lulus tahun 2009. Sejak tahun 2009 hingga 2013 terdaftar sebagai sebagai mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis selama menjadi mahasiswi PBSID aktif terlibat dalam kepanitiaan kegiatan program studi dan kegiatan fakultas, seperti menjadi CO Dampok di MAKRAB PBSID 2010 dan Dampok di SIMAK 2010. Pada tahun 2013, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Masalah Kemiskinan dalam Novel 9 Summers 10 Autumns: Dari Kota Apel ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI, Semester 1.


Dokumen yang terkait

NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MERAHNYA MERAH KARYA IWAN SIMATUPANG: PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai Pendidikan Dalam Novel Merahnya Merah Karya Iwan Simatupang: Pendekatan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 5 12

NILAI EDUKASI DALAM NOVEL SUNSET BERSAMA ROSIE KARYA TERE LIYE: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN IMPLEMENTASINYA Nilai Edukasi Dalam Novel Sunset Bersama Rosie Karya Tere Liye: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 3 13

NILAI-NILAI EDUKASI DALAM NOVEL AKAR KARYA DEWI LESTARI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA DAN Nilai-Nilai Edukasi Dalam Novel Akar Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA.

0 3 12

PEMAKNAAN ILUSTRASI DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE (Studi Semiotika Terhadap Ilustrasi Cover “Dari Kota Apel Ke The Big Apple” Pada Cover Novel 9 Summers 10 Autumns).

1 1 145

PEMAKNAAN ILUSTRASI DARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE (Studi Semiotika Terhadap Ilustrasi Cover “Dari Kota Apel Ke The Big Apple” Pada Cover Novel 9 Summers 10 Autumns).

0 0 145

Masalah Sosial dan Nilai Pendidikan Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA (Tinjauan Sosiologi Sastra).

0 0 2

this PDF file KONFLIK BATIN DAN NILAI PADA NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNSDARI KOTA APEL KE THE BIG APPLE KARYA IWAN MATERI AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA | Rahma Wati | BASASTRA 1 SM

0 0 17

Analisis Struktural Dan Nilai Pendidikan Novel 9 Summers 10 Autumns Dari Kota Apel Ke The Big Appel Karya Iwan Setyawan

0 1 127

Konflik Batin Tokoh Utama dan Nilai Pendidikan Karakter pada Novel 9 Summers 10 Autumns Dari Kota Apel Ke The Big Apple Karya Iwan Setyawan serta Relevansinya sebagai Materi Ajar Apresiasi Sastra Siswa SMA Kelas XII - UNS Institutional Repository

0 0 17

Masalah kemiskinan dalam novel 9 Summers 10 Autumns : dari Kota Apel ke The Big Apple karya Iwan Setyawan : suatu tinjauan sosiologi sastra dan implementasinya dalam materi pembelajaran sastra di SMA kelas XI - USD Repository

0 0 239