Perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik.

(1)

ABSTRAK

PERBEDAAN EMOTIONOFOCUSEDOCOPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK

KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tuvuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan emotionofocused o coping dalam hubungan interpersonal antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diavukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan emotionofocusedocoping antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion o focused o coping remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada emotionofocusedocoping remava yang tidak mengikuti les musik klasik.

Subvek dalam penelitian ini terdiri dari 30 remava yang mengikuti les musik klasik dan 30 remava yang tidak mengikuti les musik klasik. Subvek berusia antara 13 tahun hingga 16 tahun. Data diperoleh dengan menggunakan skala emotionofocusedocoping. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,907. Data penelitian dianalisis menggunakan uvi-t, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Hasil penghitungan menunvukkan mean empiris remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada mean empiris remava yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari hasil uvi-t didapatkan t hitung sebesar 9,450 dan t tabel sebesar 1,671 serta p=0,00. Karena t hitung lebih besar daripada t tabel, dan nilai p < 0,05, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. Artinya, ada perbedaan emotion o focused o coping dalam hubungan interpersonal antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion o focused o coping remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada remava yang tidak mengikuti les musik klasik.

Kata kunci : remava, emotionofocusedocoping, les musik klasik


(2)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF EMOTION FOCUSED COPING IN INTERPERSONAL RELATIONSHIP BETWEEN ADOLESCENT WHO

TAKES THE CLASSIC MUSIC COURSE AND WHO DOESN’T

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

The purpose of this research was to see the differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t. This research was a comparison research. The hypothesis in this research was there were differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t.

The subvects in this research were 30 adolescent who takes the classic music course and 30 adolescent who doesn’t take the classic music course. The subvects were between 13-16 years old. The data were collected using emotion focused coping scale. Discrimination scale power was limited in ≥ 0,3 with the reliability coefficient 0,907. The research data was measured using t-test and to determine whether hypothesis can be accepted or unaccepted, it was done by comparing the value of t count with t table.

The result shows that empirical mean of adolescent who takes the classic music course was higher than the empirical mean of adolescent who doesn’t take the classic music course. The result of t-test shows that t count was 9,450 and t table was 2,000 with p = 0,000. Because of t count was higher than t table, so the hypothesis in this research was accepted. It means there was differences of emotion focused coping in interpersonal relationship between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t, where the adolescent who takes the classic music course was higher than adolescent who doesn’t.

Keywords : adolescent, emotion focused coping, classic music course


(3)

PERBEDAAN EMOTIONOFOCUSEDOCOPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK

KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Angela Ira Wulandari 029114100

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

PERBEDAAN EMOTIONOFOCUSEDOCOPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK

KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tuvuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan emotionofocused o coping dalam hubungan interpersonal antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diavukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan emotionofocusedocoping antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion o focused o coping remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada emotionofocusedocoping remava yang tidak mengikuti les musik klasik.

Subvek dalam penelitian ini terdiri dari 30 remava yang mengikuti les musik klasik dan 30 remava yang tidak mengikuti les musik klasik. Subvek berusia antara 13 tahun hingga 16 tahun. Data diperoleh dengan menggunakan skala emotionofocusedocoping. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,907. Data penelitian dianalisis menggunakan uvi-t, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Hasil penghitungan menunvukkan mean empiris remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada mean empiris remava yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari hasil uvi-t didapatkan t hitung sebesar 9,450 dan t tabel sebesar 1,671 serta p=0,00. Karena t hitung lebih besar daripada t tabel, dan nilai p < 0,05, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. Artinya, ada perbedaan emotion o focused o coping dalam hubungan interpersonal antara remava yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion o focused o coping remava yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada remava yang tidak mengikuti les musik klasik.

Kata kunci : remava, emotionofocusedocoping, les musik klasik


(8)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF EMOTION FOCUSED COPING IN INTERPERSONAL RELATIONSHIP BETWEEN ADOLESCENT WHO

TAKES THE CLASSIC MUSIC COURSE AND WHO DOESN’T

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

The purpose of this research was to see the differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t. This research was a comparison research. The hypothesis in this research was there were differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t.

The subvects in this research were 30 adolescent who takes the classic music course and 30 adolescent who doesn’t take the classic music course. The subvects were between 13-16 years old. The data were collected using emotion focused coping scale. Discrimination scale power was limited in ≥ 0,3 with the reliability coefficient 0,907. The research data was measured using t-test and to determine whether hypothesis can be accepted or unaccepted, it was done by comparing the value of t count with t table.

The result shows that empirical mean of adolescent who takes the classic music course was higher than the empirical mean of adolescent who doesn’t take the classic music course. The result of t-test shows that t count was 9,450 and t table was 2,000 with p = 0,000. Because of t count was higher than t table, so the hypothesis in this research was accepted. It means there was differences of emotion focused coping in interpersonal relationship between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t, where the adolescent who takes the classic music course was higher than adolescent who doesn’t.

Keywords : adolescent, emotion focused coping, classic music course


(9)

(10)

babu saja bebakhib hujan di sobe ini...

menyisakan keajaiban..kilauan indahnya pelangi

...

h Ipang on theme song fbom laskab pelangi )

Kupebsembahkan kabya ini untuk kedua obangtuaku tebcinta…

Papi Eduabdus Kumobo Mabiandoko

Mami Fbideswinda Dwi Enggab Sulistyobini


(11)

KATA PENGANTAR

Puvi dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala bimbingan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarvana Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah menginspirasi penulis selama menyelesaikan studi dan melakukan penelitian ini :

1. Allah Bapa di surga..untuk kasih-Nya dalam setiap langkah dan hela nafasku...

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata dharma Yogyakarta.

3. Bapak Y.Agung Santoso, S.Psi dan Ibu MM.Nimas Eki, M.Si (terimakasih untuk satu hari yang begitu berharga bu..) selaku dosen pembimbing akademik untuk pendampingan yang diberikan selama penulis melaksanakan studi.

4. Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi, M.Si , selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berguna bagi penulis


(12)

6. Segenap karyawan Fakultas Psikologi : Pak Gi, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, dan Mas Muvi yang banyak membantu penulis selama studi, terutama saat mengervakan skripsi.

7. Subvek penelitian untuk kervasama dan semangatnya.

8. Papi Eduardus Kumoro Mariandoko...terimakasih untuk pelavaran-pelavaran berharga dalam hidupku. Maaf untuk setiap hal yang mengecewakan..I love you so, pap...

9. Mami Frideswinda Dwi Enggar Sulistyorini...terimakasih untuk setiap kasih, dan doa yang mengiringi setiap langkahku. Maaf untuk setiap hal yang membuat terluka..Sayang sekali sama mami...

10. Mba Ika...terimakasih untuk menemaniku disini..semoga cepat dapat kerva ya mba...Aku sayang mba...

11. Dimas ‘Achiel’...calon sutradara&fotografer

handal..amiinnn...Terimakasih untuk setiap pelukan, hands, and shoulder to lean and cry on...Love you much, dude...

12. Yangkung&Yangti..vuga Mbah Kakung..’ i know u’re shinning down on me from heaven..”Mbah ‘Ibu’,beserta om-om dan tante-tante ku (tante indah&tante yayuk..terimakasih untuk berbagi banyak cerita denganku..), vuga sepupu-sepupuku...

13. Teman-teman mahasiswa angkatan 2002 yang sudah lulus dan yang belum lulus..Ellen,Donutz,Dian,Tyas,Dewi,Ina,Bona,BJ,dkk..semangat!

Terimakasih untuk kebersamaan selama ini..kangeennn...


(13)

14. Teman-teman Paduan Suara Mahasiswa ( also the cantus firmus orchestra), waktunya untuk pensiun, but not for the angel voices...

15. Teman-teman KKN...Suster Ignas, Asti, Fanny, Grace, Ika, Galang, BJ, Bambang, Ernest..dan warga di Ngireng-ireng..terimakasih untuk segala kesederhanaannya...

16. Teman-teman Kos Putri Intan...terimakasih untuk keceriaannya setiap hari..Dhanie”Ade”(teman terbaikku dsini..)..Mba Wiwied, Dita, Yeyen.. Niken,Betty,Tyas,Uus,Orpha,Vivi,Mba Sandra,Riza, Fanny,Shinta.. Juga mba warti..terimakasih untuk bantuannya terutama untuk kebutuhan akan lapar dan gizi..

17. Teman-teman Putra-Putri Altar PKKC...lama tidak bersua...kapan ya bisa ngumpul bareng lagi?yuk,reuni...! Ache&Ernest..(terimakasih untuk kepercayaannya tanpa harus bercerita..), Mba Joe “pet lover..”, Binta.. (miss you so,dear..), vuga Alex,Putri,dkk..

18. Teman-teman alumni SMA 3 Bogor..Icha, Agiet, Nana, Abe, Antique.. terimakasih untuk semangatnya tiap kali ke yogya...

19. Keluarga Gang Vatikan...terimakasih untuk selalu menvadi keluarga bagiku...

20. Teman-teman Mudika Cilangkap Cilodong ‘MuCiCi’ (also Sancto Pietro Choir)...ga usah aku sebutin satu persatu ya...ga bakal muat satu bendel skripsiku..hihihi...

21. Jimbe & JJ, my dearest...When they can’t, you always be...Hug you from a distance....with unstopable love and prayer...


(14)

22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih vauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2009

Penulis


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xvii

DAFTAR GAMBAR... ... xviii DAFTAR TABEL... xix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tuvuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5


(16)

BAB II. LANDASAN TEORI A. Emotionofocusedocoping

1.oPengertian Coping... 7

2. Jenis Coping... 8

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping... 10

B. Hubungan Interpersonal 1. Pengertian Hubungan Interpersonal... 11

2.EmotionoFocusedoCoping Dalam Hubungan Interpersonal... 12

C. Remava 1. Pengertian Remava... 13

2. Karakteristik Remava... 14

3. Keadaan Emosi Remava... 15

4. Hubungan Interpersonal Remava dengan Teman Sebaya... 16

D. Les Musik Klasik 1. Pengertian Musik Klasik... 17

2. Pengertian Les Musik Klasik... 18

3. Remava Yang Mengikuti Les Musik Klasik... 20

4. Remava Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21

E. Emotionofocusedocoping Dalam Hubungan Interpersonal Remava Yang Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21

F. Hipotesis... 23


(17)

G. Skema... 24

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 25

B. Variabel Penelitian... 26

C. Definisi Operasional... 26

D. Subvek Penelitian... 28

E. Prosedur Penelitian... 29

F. Metode Dan Alat Pengumpul Data... 30

G. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas... 35

2. Uvi Analisis Item... 36

3. Reliabilitas... 39

H. Metode Analisis Data... 40

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian... 41

B. Deskripsi Subvek... 41

C. Deskripsi Data Penelitian... 43

D. Uvi Asumsi Analisis Data 1. Uvi Normalitas... 45

2. Uvi Homogenitas... 46

E. Uvi Hipotesis... 46


(18)

F. Pembahasan... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57

B. Keterbatasan Penelitian... 57

C. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uvi Coba... 62

Lampiran 2 Hasil Uvi Coba... 67

Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur... 70

Lampiran 4 Skala Penelitian... 73

Lampiran 5 Hasil Penelitian... 76

Lampiran 6 Hasil Uvi Normalitas ... 79

Lampiran 7 Hasil Uvi t... 81

Lampiran 8 Hasil Tambahan... 84

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian... 87


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Perbedaan Emotion o focused o coping Dalam Hubungan Interpersonal Antara Remava Yang Mengikuti Les Musik Klasik dan yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik


(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi item skala EmotionoFocusedoCoping sebelum uvi coba Tabel 3.2 Spesifikasi item setelah uvi coba

Tabel 3.3 Spesifikasi item penelitian Tabel 4.1 Deskripsi subvek penelitian Tabel 4.2 Hasil analisis

Tabel 4.3 Hasil uvi hipotesis

Tabel 4.4 Uvi perbedaan tiap-tiap aspek


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja atau adolescence adalah pemuda dan pemudi yang berada pada masa perkembangan yang disebut adolesensi atau masa remaja menuju kedewasaan (Rifai, 1998). Remaja merupakan individu yang berintegrasi dengan orang-orang dewasa ditandai dengan keadaan bahwa anak tidak lagi merasa berada di bawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama (Santrock, 2003). Remaja terbagi dalam dua tahap usia, yaitu masa remaja awal yang dimulai usia 13-14 tahun dan berakhir pada masa remaja akhir yaitu sekitar 17-18 tahun (Santrock, 2003). Keberhasilan remaja awal dalam menghadapi storm and stress serta tugas perkembangan lain sangat berpengaruh pada keberhasilan fase perkembangan selanjutnya (Santrock, 2003).

Remaja termasuk dalam suatu bagian kelompok sosial yaitu kelompok sebaya (Dariyo, 2002). Kelompok sebaya merupakan tempat dimana remaja dapat belajar banyak hal meliputi berinteraksi dan menghabiskan waktu untuk belajar dan bermain dengan teman sebayanya. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan bersama-sama dan mengandung hubungan timbal balik tersebut dinamakan hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang timbal balik (Bimo Walgito,


(23)

2003). Menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain dukungan atau penerimaan, prestasi, dan kasih sayang. Kebutuhan akan dukungan atau penerimaan, kasih sayang dan prestasi merupakan tiga hal penting yang bisa membuat remaja merasa bahagia bila mampu memenuhinya (Santrock, 2003).

Remaja memiliki tugas perkembangan tersulit yaitu menjalin hubungan atau relasi dengan orang lain (Dariyo, 2002). Remaja dituntut untuk mampu melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan dan nilai-nilai baru dalam persahabatan. Remaja yang sulit melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan tersebut membuat remaja terlibat dengan masalah-masalah dengan lingkungan sosialnya sendiri, yaitu dengan teman sebaya. Masalah yang muncul antara lain dikucilkan oleh teman sebaya, merasa sendiri, gangguan belajar, memiliki beban mental dan pikiran, lalu akhirnya menjadi stress.

Remaja memerlukan kemampuan untuk mengatasi stress dalam hubungan interpersonal agar tugas perkembangan dapat dilalui dengan baik (Dariyo, 2002). Kemampuan mengatasi stress dalam hubungan interpersonal dalam penelitian ini diistilahkan dengan coping. Coping merupakan kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik yang berasal dari individu maupun dari lingkungan) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi stressful (Folkman&Lazarus, 1998).

Coping terbagi dalam dua strategi, yaitu emotion focused coping dan problem focused coping (Folkman&Lazarus, 1998). Emotion focused coping merupakan usaha


(24)

untuk mengurangi perasaan stress yang tidak menyenangkan, yang kemudian menyertai tindakan-tindakan tertentu, sedangkan problem focused coping merupakan usaha untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan menciptakan suatu tindakan tertentu.

Hasil penelitian pada 130 remaja pada tahap remaja awal menemukan bahwa remaja mampu mengatasi berbagai masalah dalam hubungan interpersonal yang menimbulkan stres dengan menggunakan kemampuan coping, dimana remaja mampu memahami akar masalah serta bereaksi terhadap masalah dan stress secara positif. Hal tersebut membuktikan pentingnya coping dalam hubungan interpersonal remaja dengan teman sebaya. (Forman, 1998).

Beberapa penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 1998-2004 menyatakan bahwa subjek yang menggunakan emotion focused coping merasakan hasil atau dampak yang lebih positif dalam menghadapi stress yang berhubungan dengan hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan subjek yang menggunakan problem focused coping (Mutadin, 2005). Hasil penelitian pada 60 remaja di Philipina menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan emotion focused coping dalam stress yang berhubungan dengan persahabatan merasakan dampak yang positif dalam kemampuan menjalin kerjasama dengan kelompok teman sebaya dibanding remaja yang lebih menggunakan problem focused coping (Forman, 1998). Selain itu, remaja yang menggunakan emotion focused coping merasakan kemampuan dalam berempati serta mengekspresikan diri dan ide secara positif dalam


(25)

suatu kelompok dibanding remaja yang menggunakan problem focused coping (Forman, 1998).

Penelitian ini akan dilakukan pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Mengikuti les musik klasik dapat membantu meningkatkan perkembangan dan pengelolaan emosi seseorang (Djohan, 2003). Berbagai penelitian psikologi tentang musik klasik menyebutkan banyaknya pengaruh positif dan peranan musik klasik bagi perkembangan emosi remaja. Salah satu penelitian yang dilakukan yaitu di Inggris dengan hasil penelitian 76 persen remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kemampuan mengelola emosi yang lebih tinggi dalam menjalin persahabatan dibandingkan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik (Natalia&Utomo, 1999).

Terkait dengan emotion focused coping, sebuah penelitian yang dilakukan di Filipina menyebutkan bahwa emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada problem focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik. Hal tersebut dimungkinkan oleh kesempatan yang didapatkan dari les musik klasik yang berpengaruh pada aspek-aspek emotion focused coping (Goleman, 1997).

Dengan latar belakang itulah penulis ingin meneliti perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik.


(26)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan

tidak mengikuti les musik klasik?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dalam hal perkembangan remaja, khususnya terkait dengan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang menjadi salah satu tugas dalam masa perkembangan tersebut

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi ataupun sumber informasi dalam mengembangkan penelitian sejenis selanjutnya


(27)

2. Manfaat praktis

a. Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman tentang perbedaan emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik sehingga apabila penelitian ini terbukti, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengikuti les musik klasik

b. Bagi orangtua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang emotion focused coping dalam hubungan interpersonal pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik, serta memberikan sumbangan positif bagi orangtua untuk peran sertanya dalam pendampingan remaja.

c. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan atau menambah pengetahuan dan pemahaman tentang perbedaan emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik , khususnya dalam hubungan interpersonal.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Emotion focused coping 1. Pengertian Coping

Coping merupakan pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang digunakan untuk mengolah dan menyelesaikan masalah atau tuntutan-tuntutan dari situasi yang penuh stres (Perlmutter&Hall, 1997). Coping juga didefinisikan sebagai kemampuan kognitif dan behavioral yang dilakukan seseorang untuk mengatur tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan lingkungan, yang dinilai mengganggu atau di luar batas-batas yang dimiliki oleh individu tersebut. Usaha-usaha untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha untuk menurunkan, meminimalisasi, dan juga menahan. Coping yang dimaksudkan disini terdiri dari pikiran-pikiran khusus dan perilaku yang digunakan individu untuk mengatur tuntutan atau tekanan yang timbul dari hubungan individu dengan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan kesejahteraannya (Folkman& Folkman&Lazarus, 1998).

Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial dapat mengancam, menimbulkan frustasi dan tantangan (Folkman&Folkman&Lazarus, 1998). Selain itu coping merupakan respon yang ditunjukkan terhadap stressor, baik itu berupa sikap, perasaan, atau pikiran


(29)

individu dalam usaha untuk mengatasi, menahan, atau menurunkan efek negatif dari situasi yang mengancam (Sadiyati, 2000). Coping juga didefinisikan sebagai perilaku dan pikiran yang secara sadar digunakan individu untuk mengontrol pengaruh situasi stres yang dialami (Hamilton&Fagot, 1998).

Berdasarkan sejumlah definisi tersebut, diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan coping adalah kemampuan individu untuk mengatasi dan mengelola stres dan diharapkan dapat membantu individu untuk beradaptasi dengan stress yang dialami.

2. Jenis Coping

Folkman&Lazarus (1998) mengkategorikan coping ke dalam dua kelompok, yaitu Emotion focused coping dan Problem Focused Coping.

a. Emotion-Focused Coping

Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengurangi perasaan stres yang tidak menyenangkan, yang kemudian dapat menyertai tindakan-tindakan tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).

Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengatur keadaan emosional yang dihubungkan dengan stres. Individu juga bisa mencoba untuk mengubah reaksi emosi yang mereka munculkan sebagai akibat adanya situasi stress tersebut yang diistilahkan dengan an emotion-focused approach (Perlmutter&Hall, 1997).


(30)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa emotion focused coping merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan dari stress dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi.

b. Problem-Focused Coping

Problem-focused coping merupakan kemampuan menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan menciptakan suatu tindakan tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).

Orang dapat mengatasi suatu situasi stres dengan bekerja berhadapan langsung dengan situasi stres itu sendiri yang diistilahkan dengan a problem solving-approach (Perlmutter&Hall, 1997).

Problem-focused coping merupakan strategi dimana situasi stres dipandang sebagai suatu masalah dan menggunakan strategi problem solving untuk mengurangi atau membatasi sumber-sumber stres. Strategi ini melawan secara langsung dengan situasi atau sumber stres dengan cara-cara yang pada akhirnya akan mengurangi atau membatasi masalah tersebut. Strategi ini terdiri dari identifikasi permasalahan, menghasilkan solusi-solusi yang memungkinkan, memilih solusi yang tepat, menerapkan solusi pada permasalahan dan membatasi stres (Folkman&Lazarus, 1998).


(31)

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping

Mutadin (2005) mengemukakan bahwa coping dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Kesehatan fisik

Kesehatan fisik merupakan hal yang penting karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar. Apabila sedang sakit atau lelah, maka individu tidak memiliki cukup energi untuk melakukan coping sebaik ketika berada dalam kondisi sehat.

b. Pandangan atau pemikiran positif

Keyakinan atau pandangan positif dalam menghadapi berbagai permasalahan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting.

c. Keterampilan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan unuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan Sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat, serta kemampuan berhubungan dengan orang lain secara


(32)

efektif, dan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan diri pada situasi-situasi sosial secara efektif

e. Dukungan Sosial

Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan dukungan emosional dan informasi, serta bantuan nyata bagi individu yang diberikan oleh orangtua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. f. Sumber Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang, atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

B. Hubungan Interpersonal

1. Pengertian Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik (Walgito, 2003). Setiap orang membutuhkan orang lain dalam melakukan aktivitas sosialnya.

Hubungan interpersonal merupakan hubungan dimana didalamnya terdapat kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain (Schutz, 1996). Kita membutuhkan orang lain sebagai standar untuk mengevaluasi perilaku kita. Hubungan interpersonal akan memberikan dukungan emosional dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Keinginan untuk melakukan kontak dengan orang lain pada umumnya dilandasi adanya imbalan sosial yang dapat


(33)

diperoleh individu jika berhubungan dengan orang lain (Dayakisni&Hudaniah, 2003 ).

Jika hal-hal dalam kebutuhan-kebutuhan hubungan interpersonal tidak terpenuhi atau tidak seperti yang diharapkan, dan tidak terealisasi maka akan menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu (Schutz,1996). Konflik-konflik yang terjadi dalam hubungan interpersonal banyak disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan individual (Schutz, 1996).

2. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal

Dalam hubungan interpersonal terjadi berbagai permasalahan dan konflik, dimana hal tersebut dapat menimbulkan perasaan-perasaan tidak menyenangkan yang dihadapi individu, yang disebut dengan stress. Individu memerlukan cara untuk mengatasi stress yang dialami tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan hal-hal yang berorientasi pada emosi, dalam hal ini disebut emotion focused coping.

Menurut Hardjana (1997), aspek emotion focused coping yang cocok digunakan untuk mengatasi stress dari permasalahan dalam hubungan interpersonal adalah :

a. Mengendalikan emosi, yaitu kemampuan untuk menerima keadaan. Individu melakukan penerimaan dengan menganggap bahwa keadaan itu sudah terjadi dan tidak dapat diubah. Individu cenderung bersikap


(34)

mengambil hal-hal positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari ketenangan, berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal akan keadaan yang lebih baik. Selain itu individu juga melakukan penerimaan dengan berdoa, ataupun tidur.

b. Melepaskan emosi, yaitu kemampuan untuk meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi dilakukan dengan menangis dan berteriak. Selain itu individu juga berbicara pada orang lain tentang perasaan yang dialami, dan mendiskusikan perasaan-perasaan yang dialami saat menghadapi permasalahan atau stressor. c. Relaksasi, yaitu kemampuan untuk meregangkan ketegangan dalam

menghadapi stress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,bersantai, atau melucu bersama orang lain dengan cara menceritakan pengalaman lucu, membaca buku berisi cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan pemuda-pemudi yang berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat proses perubahan biologis, kognisi, emosi, dan sosial. Remaja mengalami proses pencarian identitas karena kekaburan peran. Hal ini disebabkan karena pada tahap perkembangan ini remaja bukan lagi kanak-kanak, tapi juga belum mencapai usia dewasa. Secara


(35)

psikologis remaja adalah individu pada usia dimana ia berintegrasi dengan masyarakat dewasa, masa dimana anak merasa berada dalam tingkatan yang sama dengan orang-orang yang lebih tua paling tidak terkait dengan hak (Santrock, 2003). Masa remaja awal berlangsung dalam rentang usia 13-16 tahun, sedangkan masa remaja akhir berlangsung dalam rentang usia 16-18 tahun ( Santrock, 2003).

2. Karakteristik Remaja

Pemikiran remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman nyata dan konkret melainkan sudah mampu membayangkan kejadian atau rekaan situasi berupa kemungkinan hipotesis ataupun abstrak (Santrock, 2003). Hal ini sejalan dengan teori kognitif Piaget dimana individu pada masa remaja berpikir secara abstrak (tahap pemikiran operasional-formal).

Beragam tugas perkembangan disertai dengan kekaburan dan kebingungan akan identitas diri menimbulkan konflik yang berbeda-beda pada tiap individu.

Hal ini membuat masa remaja sering dianggap sebagai periode yang penuh ”badai

dan tekanan”. Periode ini sangat menonjol terjadi pada masa remaja awal

(Santrock, 2003) Sesuai dengan tugas perkembangannya remaja awal diharuskan untuk mulai dapat mandiri secara psikologis, termasuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi, dan hal tersebut bukanlah hal yang mudah bagi remaja.


(36)

3. Keadaan Emosi Remaja

Emosi merupakan perasaan-perasaan atau respon efektif yang dihasilkan gejolak fisiologis, pikiran-pikiran, dan kepercayaan-kepercayaan, evaluasi subjektif dan ekspresi tubuh (Abella, 1999).

Pada periode perubahan, emosi remaja menjadi lebih tinggi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Remaja awal seringkali mudah marah, mudah dirangsang dan emosinya cenderung meledak, dan sulit mengendalikan perasaannya.

Pola emosi remaja awal terlihat jelas dari kematangan emosi berupa pengendalian dan pelepasan emosi mereka, terutama dalam lingkungan terdekatnya (Dariyo, 2002). Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Selain itu remaja juga dapat belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya, dengan latihan fisik, bermain dan bekerja, serta tertawa, menangis, ataupun berteriak (Dariyo, 2002).


(37)

4. Hubungan Interpersonal Remaja Dengan Teman Sebaya

Sekolah bagi remaja merupakan tempat untuk melakukan hubungan interpersonal. Relasi yang dibentuk remaja di lingkungan sekolah adalah dengan teman-teman sekolahnya sendiri, dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman-teman inilah yang biasa disebut teman sebaya atau peers (Santrock, 2003).

Bagi remaja, hubungan interpersonal dengan teman sebaya merupakan salah satu bagian besar dalam perkembangannya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Condry, Simon, dan Bronffenbrenner, selama 1 minggu remaja baik laki-laki maupung perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak dengan teman sebaya daripada dengan orangtua (Santrock, 2003). Bersama-sama dengan teman sebaya, remaja banyak menghabiskan waktu dalam melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Bahkan hubungan interpersonal yang dilakukan remaja bersama dengan teman sebaya tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah saja, melainkan juga terjadi di luar lingkungan sekolah.

Dalam melakukan hubungan interpersonal dengan teman sebaya, remaja juga menghadapi permasalahan-permasalahan. Masalah yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh dari teman sebaya, perubahan perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalamseleksi persahabatan, serta nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial (Santrock, 2003).


(38)

Meskipun teman sebaya merupakan bagian penting dalam perkembangan remaja, namun teman sebaya itu juga dirasakan memberi pengaruh yang kurang baik bagi remaja. Beberapa ahli teori menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya bagi perkembangan remaja, misalnya seperti ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan (Santrock, 2003). Oleh sebab itu pencetus stress terbesar pada remaja, khususnya remaja awal adalah masalah sosial yang berhubungan dengan persahabatan atau hubungan interpersonal dengan teman sebaya (Santrock, 2003).

D. Les Musik Klasik

1. Pengertian Musik Klasik

Musik merupakan perpaduan antara berbagai suara yang diolah dalam suatu tempo tertentu, memiliki nilai seni, dan dapat digunakan untuk mengekspresikan berbagai ide dan perasaan (Bernstein&Picker, 1999).Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), musik didefinisikan sebagai nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan, terutama dengan menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi.

Musik dapat meningkatkan kemampuan kognisi dan emosi karena musik memiliki fungsi sebagai katalisator atau stimulus bagi timbulnya sebuah pengalaman perkembangan pribadi (Djohan, 2003). Musik adalah bahasa yang


(39)

mengandung unsur-unsur universal, bahasa yang melintasi batas usia, jenis kelamin, ras, dan kebangsaan (Campbell, 2001). Musik memiliki tiga unsur, yaitu melodi, harmoni, dan ritmik atau ketukan (Djohan, 2003).

Musik klasik merupakan musik yang memiliki kejernihan, keagungan, dan keheningan, serta mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan, dan persepsi spasial (Campbell, 2001). Musik klasik baik untuk perkembangan otak karena nada dan iramanya teratur, sesuai dengan denyut nadi manusia, sehingga mampu menstimulasi perkembangan otak dan jiwa (Djohan, 2003).

Musik klasik memiliki manfaat penting bagi perkembangan pribadi karena dapat menenangkan, membantu pengelolaan emosi, membantu proses penyerapan otak dalam belajar (Djohan, 2003). Musik klasik memiliki pengaruh yang lebih besar dan cepat dibandingkan jenis musik lain dalam hal membantu menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri ( Hedden, 1999).

2. Pengertian Les Musik Klasik

Belajar memainkan alat musik berarti mempelajari sebuah reportoar yang telah tertulis untuk sebuah alat musik (Djohan, 2003). Les musik klasik merupakan suatu pelajaran memainkan alat-alat musik dengan susunan nada yang indah karena berirama harmonis (Badudu&Zain, 1997). Alat musik yang digunakan dalam les musik klasik antara lain piano, biola, gitar, cello dan harpa (Badudu&Zain, 1997).


(40)

Les musik klasik melatih individu dalam mengembangkan kemampuan bermusik, kemampuan intelektual, kemampuan pengelolaan emosi, dan keterampilan sosialnya (Goleman, 1997). Salah satu perwujudannya adalah peserta les musik klasik terlatih untuk menghayati/menjiwai lagu (musik klasik) sambil memainkan alat musik (Goleman, 1997)

Dalam sebuah lagu atau musik klasik, terdapat suatu alur atau plot yang direpresentasikan melalui keras-lembutnya nada, tempo, dan sebagainya. Sehingga peserta les musik klasik terlatih secara rutin untuk merepresentasikan alur atau pot tersebut setiap memainkan suatu lagu (Goleman, 1997). Selain itu mereka juga terlatih untuk mengembangkan nada dan chord (improvisasi) yang sesuai. Peserta les musik klasik memiliki kesempatan untuk memainkan alat musik secara berkelompok, baik dengan orang lain yang memainkan alat musik sama, maupun bersama peserta lain yang memainkan alat musik berbeda atau berbagai jenis. Hal itu menjadikan peserta les musik klasik terlatih dalam hal menjalin hubungan sosial, yaitu kerjasama dengan kelompok dalam memainkan alat musik (Goleman, 1997).

Selain itu, peserta les musik klasik juga dilatih untuk merepresentasikan suatu alur atau plot dalam lagu atau musik klasik melalui keras-lembutnya nada, tempo, dan sebagainya (Goleman, 1997).


(41)

3. Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja yang mengikuti les musik klasik terlatih untuk mengembangkan kemampuan pengelolaan emosi. Hal itu terjadi karena dalam les musik klasik, secara rutin remaja melatih pengontrolan emosi dan pengekspresian emosi melalui penjiwaan/penghayatan lagu atau musik klasik yang dimainkan, baik secara individual maupun bermain musik dalam kelompok (Badudu&Zain, 1997). Kemampuan itu membuat remaja dapat meredakan dan menetralkan emosinya, atau bahkan mengekspresikan emosi yang dirasakan sehingga mampu merefleksikan permasalahan yang dihadapi dengan baik (Badudu&Zain, 1997).

Remaja yang mengikuti les musik klasik cenderung memiliki kemampuan empati yang cukup tinggi karena berbagai latihan kerjasama dengan teman-teman yang lain dalam bermusik (Badudu&Zain, 1997). Selain itu, remaja tersebut juga cenderung lebih kreatif, imajinatif, namun dalam ekspresi yang positif (Badudu&Zain, 1997). Hal itu menjadikan remaja mampu menghadapi berbagai permasalahan dengan sikap dan cara-cara yang positif dan berguna tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga bagi orang-orang di sekitarnya.

4. Remaja Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki kesempatan untuk menghayati atau menjiwai lagu atau musik klasik yang dimainkan, baik secara individual maupun secara berkelompok (Badudu&Zain, 1997). Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki


(42)

kesempatan untuk mengikuti alur atau plot lagu (musik klasik) dan bertukar pikiran dalam kelompok untuk memainkan alat musik (Badudu&Zain, 1997).

Berkaitan dengan emotion focused coping, hal-hal yang berpengaruh terhadap emotion focused coping pada remaja yang tidak mengikuti les musik dapat berkembang melalui keluarga dan lingkungan sosial. Kehidupan dalam keluarga, seperti kebiasaan, pola asuh orangtua, dan sebagainya menjadi faktor yang memungkinkan berpengaruh pada emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Selain itu lingkungan sosial, seperti organisasi kepemudaan atau kemasyarakatan yang diikuti juga memungkinkan berpengaruh pada perkembangan emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

E. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja merupakan suatu masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa dimana didalamnya terjadi berbagai proses perkembangan dan perubahan yang menonjol. Beragam tugas perkembangan pada masa ini menuntut remaja untuk menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dengan cara masing-masing. Salah satu tugas perkembangan yang tersulit adalah menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, khususnya teman sebaya. Remaja belajar banyak hal dalam kelompok teman sebaya, sehingga membuat remaja diharuskan untuk mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam


(43)

lingkungan sosialnya tersebut. Individu yang kurang mampu menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya akan mendapat konflik dan permasalahan yang berakibat pada sanksi sosial dari kelompok sebaya jika individu tidak dapat mengatasi dengan baik.

Untuk menghadapi stressor yang timbul dalam hubungan interpersonal itu, individu memerlukan kemampuan untuk mengatasinya. Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi stressor dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan dalam hubungan interpersonal tersebut. Emotion focused coping yang jarang digunakan dalam menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari ternyata menjadi strategi coping yang memiliki pengaruh dan dampak positif dalam menghadapi aneka stressor tersebut.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik. Les musik klasik merupakan salah satu bentuk pelatihan dalam metode belajar untuk menunjang perkembangan emosi seseorang. Dengan mengikuti les musik klasik seseorang memiliki kesempatan untuk dapat mengelola emosi diri, yaitu memiliki kemampuan untuk menguasai perasaan agar dapat diungkapkan dengan tepat, sehingga mampu mengambil tindakan yang bermanfaat untuk menghadapi permasalahan yang timbul (Goleman, 1997). Individu yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk melatih kemampuan mengendalikan emosi dan kemampuan refleksi karena memainkan musik klasik memerlukan penghayatan/penjiwaan tinggi. (Goleman, 1997). Selain itu les musik klasik membuat seseorang akan memliki kemampuan untuk mengerti perasaan dan


(44)

kebutuhan orang lain dalam relasi sosial (Goleman, 1997). Pada saat memainkan alat musik klasik bersama dengan kelompok pada dasarnya seseorang belajar untuk membina hubungan dengan orang lain, menggunakan keterampilan sosial dengan cara bekerjasama dalam tim dan menyelesaikan konflik atau permasalahan. Dengan mengikuti les musik klasik dapat meningkatkan tingkat pelepasan emosi dan pengurangan ketegangan, dimana seseorang dapat memotivasi diri sendiri agar dapat melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat (Goleman, 1997).

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik.


(45)

Mengikuti Les Musik Klasik Remaja Hubungan Interpersonal Mengikuti Les Musik Klasik

Menghayati / menjiwai lagu (musik klasik)

Tidak Mengikuti Les Musik

Klasik

Kurang terlatih Terlatih untuk :

Mengembangkan nada dan chord (improvisasi) yang sesuai Bekerjasama dengan kelompok dalam memainkan alat musik - refleksi kreatif imajinatif ekspresi positif Empati Sosialisasi Kerjasama dan persatuan

Aspek psikologis yang relevan dan dapat muncul dari les musik klasik : -mengend alikan emosi -mele paskan - relaksasi

Aspek emotion focused coping


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif atau perbandingan, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan atau membandingkan dua variabel yang sama dalam populasi yang berbeda (Azwar, 2002). Dalam penelitian ini, peneliti ingin membandingkan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti dan tidak mengikuti les musik klasik.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang dapat diamati dari sesuatu ( obyek ) dan mampu memberikan macam-macam nilai atau beberapa kategori (Azwar, 2002). Ada 2 variabel dalam penelitian ini, yaitu :

1. variabel bebas : mengikuti dan tidak mengikuti les musik klasik

2. variabel tergantung : emotion focused coping dalam hubungan interpersonal


(47)

C. Definisi Operasional

1. Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal

Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan dari stress yang timbul dalam hubungan timbal balik dengan individu lainnya dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi. Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal menurut Hardjana (1997) dan Aldwin&Revenson (1999) meliputi aspek :

a. Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk menerima keadaan. Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal akan keadaan yang lebih baik. Individu juga mengendaikan emosi dengan berdoa ataupun tidur.

b. Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi dilakukan dengan menangis, berteriak, atau melakukan aktivitas yang dapat menjadi saran pencurahan perasaan seperti menulis, menggambar atau melukis, dsb. Individu juga berbicara pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang dialami saat menghadapi permasalahan atau stressor.

c. Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk meregangkan ketegangan dalam menghadapi stress dengan humor atau melucu.


(48)

Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, bersantai, menceritakan pengalaman lucu, atau melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat membuat tertawa, seperti membaca buku berisi cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.

Kecenderungan menggunakan emotion focused coping tercermin dalam skor yang diperoleh subjek dalam skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal. Makin tinggi skor yang diperoleh subjek,makin tinggi kecenderungan subjek menggunakan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal.

2. Les Musik Klasik

Les musik klasik merupakan suatu pelajaran yang diberikan di luar jam pelajaran sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga menghasilkan nada dan irama yang harmonis.

a. Mengikuti les musik klasik

Mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga menghasilkan nada dan irama yang harmonis. Keterangan tentang keikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari pengisian identitas subjek pada angket.

b. Tidak mengikuti les musik klasik

Tidak pernah atau tidak sedang mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga menghasilkan nada dan irama yang harmonis. Keterangan tentang


(49)

ketidakikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari pengisian identitas subjek pada angket.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja putra dan remaja putri yang mengikuti dan tidak mengikuti les musik klasik dengan kriteria sebagai berikut :

1. Berusia 13-16 tahun

Subjek dengan rentang usia tersebut dipilih karena tergolong dalam masa remaja awal dimana remaja memiliki tugas perkembangan terpenting terutama dalam menghadapi storm and stress yang berpengaruh pada tahap perkembangan selanjutnya.

2. Mengikuti les musik klasik

Remaja yang mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun. Seseorang yang mengikuti les musik klasik merasakan dampak positif yang besar dari segi kognitif dan emosi setelah lima tahun pertama mengikuti les musik klasik (Hedden, 1999). Alat musik yang digunakan yaitu : piano, biola, gitar.

Subjek yang dipilih adalah remaja yang hanya mengikuti les musik klasik. Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater, dan sebagainya..


(50)

memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek pada penelitian ini.

3. Tidak mengikuti les musik klasik

Subjek yang dipilih adalah remaja yang tidak mengikuti les musik klasik atau remaja yang tidak mengikuti les menari, gamelan/ karawitan, menggambar/melukis, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater, dan sebagainya..

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menyusun item dan mempersiapkan skala emotion focused coping yang terdiri dari tiga aspek, yaitu mengendalikan emosi, melepaskan emosi, dan relaksasi. Setiap item dalam skala tersebut mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak Setuju” (TS), dan ”Sangat Tidak Setuju”

(STS).

2. Mengujicobakan skala atau melakukan try out pada individu yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian, yaitu remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik, yang berusia


(51)

antara 13-15 tahun. Uji coba dilaksanakan tanggal 5-20 Juli 2008. Alat ukur yang disebarkan sebanyak 80 eksemplar

3. Melakukan pengujian validitas serta reliabilitas terhadap skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang telah diujicobakan. Pengujian dilakukan menggunakan program komputasi SPSS for windows versi 13.0. 4. Mengumpulkan data dengan menyebarkan skala emotion focused coping dalam

hubungan interpersonal yang berisi item-item yang telah lolos seleksi.

5. Melakukan analisis data menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan antara 2 kelompok subjek.

6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil penelitian

F. Metode Dan Alat Pengumpul Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran angket berupa pernyataan yang akan diisi oleh subjek penelitian. Pernyataan langsung dan terarah pada informasi mengenai data yang akan diungkap, dimana data berupa fakta atau opini yang menyangkut diri subjek penelitian. Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan menggunakan skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang akan dibagikan pada subjek. Alat pengumpul data terdiri dari :


(52)

1. Data identitas

Data yang digunakan untuk mengungkap identitas subjek dalam penelitian ini terdiri dari : jenis kelamin, umur, keikutsertaan dalam les musik klasik.

2. Skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal

Pengumpulan data penelitan dilakukan dengan menggunakan skala psikologis, yaitu skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal. Skala tersebut disusun dengan menggunakan method of summated ratings, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2002). Prosedur penskalaan dengan menggunakan summated ratings didasarkan oleh 2 asumsi, yaitu: 1)setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan yang favorable atau pernyataan yang unfavorable 2)jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

a. Penyusunan item skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal

Skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal ini disusun dengan didasarkan pada aspek- aspek emotion focused coping dari Hardjana, dan digabungkan dengan aspek emotion focused coping dari Aldwin & Revenson . Aspek-aspek yang diungkap adalah :


(53)

a) Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk menerima keadaan. Individu melakukan penerimaan dengan menganggap bahwa keadaan itu sudah terjadi dan tidak dapat diubah. Selain itu, Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal akan keadaan yang lebih baik. Individu juga mengendaikan emosi dengan berdoa ataupun tidur.

b) Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi dilakukan dengan menangis, berteriak, atau melakukan aktivitas yang dapat menjadi saran pencurahan perasaan seperti menulis, menggambar atau melukis, dsb. Individu juga berbicara pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang dialami saat menghadapi permasalahan atau stressor.

c) Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk meregangkan ketegangan dalam menghadapi stress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, bersantai, menceritakan pengalaman lucu, atau melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat


(54)

membuat tertawa, seperti membaca buku berisi cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.

Untuk mengungkapkan aspek-aspek tentang emotion focused coping maka peneliti membuat pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasikan emotion focused coping. Pernyatan-pernyataan tersebut bersifat favorable dan unfavorable. Pernyataan (item) yang bersifat favorable adalah item yang mendukung atau menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Sedangkan item yang bersifat unfavorable adalah item yang tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Berdasarkan aspek-aspek emotion focused coping tersebut, maka dibuat 60 item dengan spesifikasi 30 item bersifat favorable dan 30 item bersifat unfavorable. Pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan definisi operasional emotion focused coping kemudian diacak dan diberi nomor sehingga menghasilkan skala emotion focused coping yang siap diujicobakan

Sedangkan penyebaran item skala Emotion focused coping sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 3.1.


(55)

Tabel 3.1

Distribusi item skala Emotion focused coping sebelum uji coba Nomor Item

No Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah 1 Mengendalikan emosi 1, 7, 13, 18, 22,

28, 38, 45, 51, 59

3, 8, 23, 31, 34, 39, 42, 50, 53, 57

20

2 Melepaskan emosi 2, 9, 14, 15, 21, 24, 26, 30, 35, 41

5, 11, 19, 32, 37, 46, 48, 54, 56, 60

20

3 Relaksasi 4, 16, 20, 25, 29, 33, 40, 44, 49, 52

6, 10, 12, 17, 27, 36, 43, 47, 55, 58

20

Total 30 30 60

a. Pemberian skor skala Emotion focused coping

Method of Summated Ratings merupakan metode penskalaan yang digunakan pada skala Emotion focused coping, dimana skala ini terdiri dari pernyatan-pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Terdapat 4 kategori respon yang disediakan yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skor setiap pernyataan berturut-turut adalah 4,3,2,1 untuk pernyataan yang bersifat favorable, sedangkan 1,2,3,4 untuk pernyataan yang bersifat unfavorable.

G. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Hal ini memiliki arti sejauhmana sebuah skala mampu


(56)

mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat ukur yang memiliki validitas yang tinggi akan menghasilkan error pengukuran yang kecil (Azwar 2002).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pada penelitian ini professional judgement dilakukan oleh orang yang sudah ahli yaitu dosen pembimbing.

2. Uji Analisis Item

Uji analisis item bertujuan untuk mengetahui sejauhmana sebuah skala atau alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Item-item yang akan disusun menjadi sebuah skala harus sesuai dengan blue print dan indikator perilaku yang akan diungkap. Selain itu, item-item tersebut harus disusun sesuai dengan kaidah penulisan yang benar serta tidak mengandung sosial desirability yang tinggi.

Apabila sudah didapatkan item dalam jumlah yang cukup maka dilakukan prosedur seleksi item. Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris, yaitu data hasil uji coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala tersebut.

Kualitas item diukur dengan analisis butir dengan menggunakan parameter daya beda atau daya diskriminasi item. Daya diskriminasi adalah sejauhmana item mampu membedakan antara individu atau kelompok


(57)

individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Untuk skala sikap, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek yang bersikap positif dan mana subjek yang bersikap negatif (Azwar, 2002).

Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor itu sendiri dan akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Semakin baik daya diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Pemilihan item terbaik dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi sebesar 0,3. Dengan demikian, item-item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,3 disisihkan, sedangkan item-item yang memiliki korelasi lebih atau sama dengan 0,3 dinyatakan sebagai item yang lolos seleksi dan dapat digunakan sebagai alat penelitian.

Berdasarkan hasil uji coba dengan prosedur analisis item yang dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS for windows versi 13.0 diketahui ada 51 item yang lolos dari 60 item yang diujicobakan. Item-item tersebut kemudian dianalisis lagi hingga tidak ada item yang gugur. Analisis ke-dua menghasilkan 42 item yang lolos seleksi. Kemudian dari 42 item tersebut dianalisis lagi, sehingga tersisa 41 item. Dari 41 item yang lolos seleksi tersebut dianalisis lagi, dan hasilnya tidak ada item yang gugur. Item yang lolos seleksi memiliki korelasi item total yang berkisar antara 0, 316


(58)

sampai dengan 0, 573. Sebaran item setelah proses seleksi dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

Spesifikasi Item Setelah Uji Coba Item Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Mengendalikan emosi

7, 18, 22, 28, 45, 59

8, 23, 31, 34, 50, 53

12

Melepaskan emosi 9, 14, 15, 21, 24, 26, 35

5, 11, 19, 37, 48, 54, 60

14

Relaksasi 4, 16, 20, 25, 29, 40, 44, 49

10, 12, 17, 27, 47, 55, 58

15

Jumlah item 21 20 41

Dari 41 item yang lolos seleksi harus disesuaikan dengan memperhatikan komposisi tiap aspek yang akan diukur serta pernyataan favorable dan unfavorable sehingga diperoleh 36 item sebagai skala penelitian. Sebaran item yang telah disesuaikan dapat dilihat pada tabel 3.3.


(59)

Tabel 3.3

Spesifikasi Item Penelitian Item Aspek Favorable Unfavorable Jumlah item Mengendalikan emosi

7, 18, 22, 28, 45, 59

8, 23, 31, 34, 50, 53

12

Melepaskan emosi

9, 14, 15, 21, 24, 26

5, 11, 19, 37, 54, 60

12

Relaksasi 4, 20, 25, 29, 40, 49

12, 17, 27, 47, 55, 58

12

Jumlah item 12 12 36

3. Reliabilitas

Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas dengan rentang angka antara 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (semakin mendekati 1,00) maka semakin tinggi pula reliabilitasnya. Sebaliknya apabila koefisien reliabilitas mendekati 0 maka reliabilitasnya semakin rendah (Azwar, 2002). Pada penelitian ini, peneliti menguji reliabilitas dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.


(60)

Pengujian reliabilitas skala emotion focused coping dalam penelitian ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 13.0 (Reliability Analysis Scale-Alpha). Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,907. Hal ini berarti bahwa skala emotion focused coping memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah independent sample t-test. Teknik ini digunakan untuk menguji perbedaan antara dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean. Hasil t-test atau uji-t mengindikasikan ada atau tidaknya perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS for windows versi 13.0.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan mulai tanggal 1 Agustus sampai dengan 4 Agustus 2008. Skala penelitian disebarkan pada subjek yang menjadi siswa di salah satu SMP dari tiga SMP swasta Katolik di Depok dan Bogor yang dipilih oleh peneliti sebagai tempat pengambilan data. Selain itu, pengambilan data juga dilakukan di 4 tempat les musik, dalam penelitian ini adalah les musik klasik, yang berada di Depok dan Bogor. Skala yang disebarkan berjumlah 60 eksemplar. 30 eksemplar untuk subjek remaja yang mengikuti les musik klasik, dan 30 eksemplar untuk subjek remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari 60 eksemplar yang disebarkan, semuanya dapat dianalisis karena memenuhi persyaratan kelengkapan jawaban.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala emotion

focused coping. Skala ini dianggap relevan untuk mengukur perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang

tidak mengikuti les musik klasik karena sudah melewati tahap seleksi item dan memiliki reliabilitas yang baik.

B. Deskripsi Subjek

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah remaja berusia 13-16 tahun yang sedang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dengan


(62)

pertimbangan remaja dengan rentang usia tersebut termasuk dalam kategori usia remaja awal yang rentan dengan proses menghadapi “badai dan tekanan” terutama dalam hubungan interpersonalnya. Subjek dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 kelompok subjek, yaitu remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Masing-masing kelompok subjek berjumlah 30 orang, sehingga keseluruhan subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 orang. Dalam kriteria keikutsertaan dalam les musik klasik, untuk remaja yang mengikuti les musik klasik, dipilih subjek dengan kriteria mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun, dan hanya mengikuti les musik klasik. Sedangkan untuk remaja yang tidak mengikuti les musik klasik, dipilih subjek dengan kriteria tidak mengikuti les musik klasik, dan atau les menari, les gamelan/karawitan, les melukis/menggambar, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater, dan sebagainya..

Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater dan sebagainya memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek pada penelitian ini.


(63)

Tabel 4.1

Deskripsi Subjek Penelitian Ikut Les

Musik Klasik

Tidak Ikut Les

Musik Klasik Jumlah

Pria 14 12 26

Jenis Kelamin

Wanita 16 18 34

S1 25 23 48

Pendidikan Terakhir Orangtua

S2 5 7 12

C. Deskripsi Data Penelitian

Dari hasil analisis didapatkan mean teoritis dan mean empirik. Mean teoritis adalah rata-rata skor skala penelitian yang didapatkan dari angka yang menjadi titik tengah skala tersebut. Sedangkan mean empiris adalah rata-rata skor data yang diperoleh dari skor penelitian.

Skala emotion focused coping yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 36 item yang setiap itemnya diberi skor 1 untuk nilai terendah dan skor 4 untuk nilai tertinggi. Maka rentang minimum-maksimumnya adalah 36x1 = 36 sampai dengan 36x4 = 144, dan luas jarak sebarannya adalah 144-36 = 108. Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai 108/6 = 48. Data yang lebih lengkap tercantum pada tabel 4.2.


(64)

Tabel 4.2 Hasil Analisis

Ikut Les Musik Klasik Tidak Ikut Les Musik Klasik Statistik

Teoritis Empiris Teoritis Empiris

N 30 30

Skor Maksimum

144 114 144 103

Skor Minimum

36 99 36 82

Mean 90 106,5 90 92,5

SD 48 2,5 48 3,5

Berdasarkan data pada tabel dapat dilihat bahwa mean teoritis dari skala ini adalah 90. Dari 60 subjek penelitian, remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki mean empiris 106,5 dan mean empiris yang dimiliki oleh remaja yang tidak mengikuti les musik klasik adalah 92,5. Dengan kata lain mean empiris yang dihasilkan lebih besar daripada mean teoritis. Hal ini berarti bahwa skor rata-rata subjek lebih tinggi daripada skor teori, dan dapat dikatakan bahwa subjek penelitian memiliki emotion focused coping yang tinggi.

D. Uji Asumsi Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk menguji apakah data emotion focused coping yang diperoleh berdistribusi normal


(65)

atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dari SPSS for windows versi 13.0. Pengambilan keputusan didasarkan pada besaran probabilitas (p). Apabila p > 0,05 maka distribusi dinyatakan normal. Sebaliknya, apabila p < 0,05 maka distribusi dinyatakan tidak normal.

Dari hasil pengujian terhadap kedua kelompok subjek diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov 0,722 dengan probabilitas 0, 674 (p > 0,05). Oleh karena p lebih besar dari 0,05 maka diketahui bahwa distribusi data pada kedua kelompok subjek adalah normal atau memenuhi persyaratan uji normalitas.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah data sampel memiliki varian yang sama. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka data berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Sebaliknya, jika nilai p < 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang tidak sama.

Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,792. Oleh karena p > 0,05 maka dapat diketahui bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang sama.


(66)

E. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent sample t-test dari program SPSS for windows versi 13.0. Independent sample t-test adalah pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel.

Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi “ Ada perbedaanemotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak

mengikuti les musik klasik “. Dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel. T-tabel diketahui dengan tabel distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α = 5%) dengan ketentuan :

- Jika t hitung≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak - Jika t hitung≥ t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima Ringkasan hasil hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Uji Hipotesis

Emotion focused coping N Mean Empiris Mean Teoritis

t df t tabel

Signifikansi (2-tailed) Ikut Les Musik

Klasik

30 106,5

Tdk Ikut Les Musik Klasik

30 92,5


(67)

Dari tabel dapat dilihat bahwa dua kelompok subjek sama-sama memiliki

mean empiris yang lebih besar daripada mean teoritis, dan mean empiris subjek

remaja yang mengikuti les musik klasik lebih besar daripada mean empiris remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari perhitungan pada 60 subjek diperoleh nilai t sebesar 9,450. Dan dengan df sebesar 58 diperoleh nilai t 5% (2-tailed) sebesar 2,000. Dengan demikian nilai t hitung lebih besar daripada t tabel.

Oleh karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Sebagai hasil tambahan, peneliti juga ingin melihat sejauhmana tiap-tiap aspek kawasan ukur memberikan kontribusi terhadap skala emotion focused

coping. Oleh karena itu peneliti melakukan uji tambahan terhadap


(68)

Tabel 4.4

Uji perbedaan tiap-tiap aspek Aspek Subjek Jumlah

item

Mean Std. Deviation

t df t tabel

Ikut les 12 36,43 1,960 7,819 58

Aspek Mengendalikan

Emosi

Tdk ikut les

12 32,57 1,870 7,819 58

Ikut les 12 36,53 2,161 7,170 58

Aspek Melepaskan

Emosi

Tdk ikut les

12 32,93 1,701 7,170 58

Ikut les 12 35,13 1,871 8,082 58

Aspek

Relaksasi Tdk

ikut les

12 30,70 2,351 8,082 58

2,000

Dari hasil pada tabel terlihat bahwa pada aspek mengendalikan emosi, aspek melepaskan emosi, dan aspek relaksasi diperoleh nilai t hitung yang lebih besar daripada t tabel. Ini menunjukkan adanya perbedaan emotion focused

coping antara subjek remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang

tidak mengikuti les musik klasik. Perbedaan yang paling besar terlihat pada aspek 3 (aspek relaksasi), dengan t hitung 8,082. Sedangkan mean paling besar yang didapatkan oleh kedua kelompok subjek terlihat pada aspek melepaskan emosi. Akan tetapi mean empiris subjek remaja yang mengikuti les musik klasik pada masing-masing aspek lebih besar daripada mean empiris subjek yang tidak mengikuti les musik klasik. Ini berarti bahwa pada tiap-tiap aspek, remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki emotion focused coping yang lebih tinggi daripada remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.


(69)

F. Pembahasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan

emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang

mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik. Emotion

focused coping didefinisikan sebagai kemampuan untuk merespon atau

menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan dari stress dengan

melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi. Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal pada penelitian ini diteliti pada dua kelompok subjek, yaitu remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Dari hasil penghitungan dengan menggunakan uji-t diperoleh hasil bahwa nilai p yang didapat adalah 0,000 (p<0,05), sedangkan nilai t hitung yang diperoleh adalah 9,450. Karena nilai p yang diperoleh kurang dari 0,05, dan nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Dengan demikian hasil dari penelitian ini adalah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Jika dilhat dari mean empiris yang diperoleh, diketahui bahwa mean empiris yang didapatkan oleh remaja yang mengikuti les musik klasik (106,5) lebih tinggi daripada mean empiris yang didapatkan oleh remaja yang tidak mengikuti les musik klasik (92,5). Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki emotion


(70)

focused coping dalam hubungan interpersonal yang lebih tinggi daripada

remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Ada beberapa faktor yang membengaruhi perbedaan emotion focused

coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik

klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Salah satu faktor yang cukup berperan adalah remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk menjalin hubungan sosial dengan teman-teman di tempat kursus dalam hal kerjasama. Kerjasama dengan kelompok dalam memainkan alat musik itu menjadikan peserta les musik klasik dapat bertukar pikiran dan perasaan dengan peserta les musik klasik yang lain (Goleman, 1997).

Remaja yang mengikuti les musik klasik terlatih untuk bekerjasama dengan teman-teman yang memainkan alat musik yang berbeda-beda jenis, bunyi, cara memainkan, fungsi, dan sebagainya (Goleman, 1997). Hal itu berarti remaja yang mengikuti les musik klasik juga belajar untuk saling menakar atau mengatur hal-hal yang diperlukan dalam memainkan alat musik mereka sehingga terjadi kerjasama yang menciptakan harmonisasi dalam musik. Kerjasama tersebut berupa kerjasama dalam penghayatan atau penjiwaan, mengatur tempo, keras-lembutnya nada, ketepatan nada, improvisasi, dan sebagainya (Goleman, 1997). Selain itu remaja yang mengikuti les musik klasik juga memiliki kesempatan untuk bertukar pikiran atau berdiskusi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kerjasama tersebut, dan saling mendukung untuk menuju sebuah harmonisasi yang baik.


(71)

Kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam mengekspresikan emosi dan menjalin hubungan sosial tersebut memungkinkan remaja yang mengikuti les musik klasik dapat melepaskan emosi dan berbagi perasaan yang mereka alami dengan orang lain. Kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dalam menjalin hubungan sosial dan kemampuan untuk berbagi tersebut memungkinkan memberikan sumbangan bagi aspek melepaskan emosi dalam emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik.

Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mengekspresikan emosi dan hubungan sosial dalam hal kerjasama untuk sebuah harmonisasi melalui pertunjukan musik atau konser. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan

emotion focused coping dalam hubungan interpersonal, terutama pada aspek

pelepasan emosi, antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Peserta les musik klasik terlatih untuk mengembangkan kemampuan refleksi dan ekspresi positif melalui penghayatan atau penjiwaan lagu/musik yang dimainkan dan improvisasi nada yang sesuai (Badudu&Zain, 1997). Penghayatan/penjiwaan dan improvisasi dalam memainkan suatu lagu atau musik dilakukan dengan tetap mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan dalam suatu lagu. Artinya mereka memiliki kesempatan untuk melakukan penghayatan atau penjiwaan yang sesuai, dalam arti tidak kurang namun juga tidak berlebihan. Remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk menghayati,menjiwai, atau merepresentasikan suatu lagu dengan tetap


(72)

mengontrol emosi yang sedang mereka alami atau mereka rasakan. Hal ini membuat remaja yang mengikuti les musik klasik juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka dalam mengendalikan emosi ketika menghadapi tekanan atau stress, sehingga memungkinkan memberikan

sumbangan bagi aspek mengendalikan emosi dalam emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik.

Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki kesempatan untuk mengembangkan kemampuan refleksi dan ekspresi positif melalui penghayatan atau penjiwaan lagu/musik yang dimainkan dan improvisasi nada yang sesuai. Hal tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan

emotion focused coping dalam hubungan interpersonal, terutama pada aspek

pengendalian emosi, antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Dalam sebuah lagu atau musik klasik, terdapat suatu alur atau plot yang direpresentasikan melalui keras-lembutnya nada, tempo, dan sebagainya (Goleman, 1997). Alur dalam suatu lagu atau musik klasik pun beragam. Biasanya alur dalam musik klasik dimulai oleh suatu plot yang dimainkan dengan lembut, lalu terus bergerak hingga ke plot klimaks atau puncak, dan berakhir dengan plot anti klimaks (Goleman, 1997). Remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk mengembangkan ekspresi positif dalam memainkan suatu lagu atau musik klasik yang memiliki alur atau plot tersebut. Remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan dalam mengikuti alur lagu yang sesuai dari tahap awal, lalu menuju klimaks, dan


(1)

Lampikran 8

Hasil Tambahan


(2)

(3)

(4)

Lampiran 9

Surat Keterangan Penelitian


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN STRATEGY EMOTION FOCUSED COPING DAN AGGRESSIVE DRIVING PADA REMAJA

5 16 70

KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK DI WILAYAH SEMARANG BARAT

0 6 120

PERBEDAAN PEMAHAMAN MORAL ANTARA SISWA YANG MENGIKUTI EKSKUL ROHIS DAN YANG TIDAK MENGIKUTI Perbedaan Pemahaman Moral Antara Siswa Yang Mengikuti Ekskul Rohis dan Yang Tidak Mengikuti Ekskul Rohis.

0 3 17

PERBEDAAN PEMAHAMAN MORAL ANTARA SISWA YANG MENGIKUTI EKSKUL ROHIS DAN YANG TIDAK MENGIKUTI Perbedaan Pemahaman Moral Antara Siswa Yang Mengikuti Ekskul Rohis dan Yang Tidak Mengikuti Ekskul Rohis.

0 3 17

PENDAHULUAN Perbedaan Pemahaman Moral Antara Siswa Yang Mengikuti Ekskul Rohis dan Yang Tidak Mengikuti Ekskul Rohis.

0 2 10

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN ANTARA SISWA KELAS X YANG MENGIKUTI DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Siswa Kelas X Yang Mengikuti Dengan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Belajar Dalam Menghadapi Ujian Semester Di SMA N 1 Gubug.

0 1 14

PERBANDINGAN PERKEMBANGAN IKAN KOMET YANG DIPERDENGARKAN MUSIK KLASIK DAN MUSIK ROCK.

1 1 27

Perbedaan Prestasi Belajar Antara Siswa Yang Mengikuti Les Privat Dan Siswa Yang Mengikuti Les Kelompok Pada Siswa-Siswi Kelas III,IV Dan V SDK STELLA MARIS Surabaya - Ubaya Repository

0 0 1

PERBEDAAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI DAN TIDAK MENGIKUTI PUSAT INFORMASI DAN KONSELING REMAJA DI SMA 1 SEWON

0 0 10

PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikol

0 0 161