Penggunaan alat peraga kartu hitung pada pembelajaran materi operasi hitung perkalian bilangan bulat bagi siswa tunarungu kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015.
ABSTRAK
Yasinta Friska Ratnaningrum, 101414063. 2015. Penggunaan Alat Peraga Kartu Hitung Pada Pembelajaran Materi Operasi Hitung Perkalian Bilangn Bulat Bagi Siswa Tunarungu Kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul Yogyakarta tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui hasil belajar siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat. (2) mengetahui keterlibatan siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat. (3) mengetahui minat siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: (1) memberikan soal pre-test dan post-test (2) mengamati tingkah laku dan respon siswa tunarungu selama pembelajaran berlangsung. Kemudian mengisi lembar observasi untuk mengtahui keterlibatan siswa, serta mengisi angket untuk mengetahui minat siswa. (3) dokumentasi Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SLB B N 1 Bantul Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah empat orang siswa. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan alat peraga kartu hitung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat hasil belajar yang dicapai keempat siswa yang terlihat dari hasil nilai pre-test dan post-test di mana rata-rata pre-test sebesar 73,32% dan rata–rata post-test sebesar 96,65%. (2) siswa mau terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung. Siswa cepat memahami penjelasan dan memberikan respon positif selama pembelajaran berlangsung. (3) minat siswa dalam pembelajaran operasi hitung perkalian bilangan bulat tergolong tinggi, di mana siswa aktif selama pembelajaran dan terbantu dengan adanya alat peraga dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan, siswa mau menjawab pertanyaan dan mau berdiskusi dengan temannya. Siswa juga berkonsentrasi dan mengikuti pelajaran dengan baik, siswa senang, termotivasi dan semangat dalam belajar.
Kata kunci : Alat Peraga, Kartu Hitung, Operasi Hitung Perkalian Bilangan Bulat, Siswa Tunarungu
(2)
ABSTRACT
Ratnaningrum, Yasinta Friska. 101414063. (2015). The use of the teaching aid arithmetic card on learning the arithmetic operation of integer multiplication material for deaf students in grade VII in SLB N 1 Bantul Yogyakarta in the academic year of 2014/2015. Thesis. Mathematics Education Study Program. Department of Science and MathematicsEducation. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to find out (1) the achievementof deaf students in a
mathematics learning which usesateaching aid “kartu hitung” for the arithmetic
operation of the integer multiplication material (2) the involvement of deaf
students in a mathematics learning which uses a teaching aid “kartu hitung” for
the arithmetic operation of the integer multiplication material (3) the interest of deaf students in a mathematics learning which uses a teaching aid “kartu hitung” for the arithmetic operation of the integer multiplication material.
The type of the research was qualitative and quantitative descriptive. The data were gathered by (1) giving the pre test and post test (2) observing the behavior and responses of deaf students during the learning process. After that,
the researcherfilled in the observation sheet to find out the students’ involvement and completed the questionnaire to find out the students’ interest. The subjects of
the research were the students in grade VII of SLB N 1 Bantul in the academic year of 2014/2015. There were four students. The researcher conducted the
research using a teaching aid“kartu hitung”.
The results of the research pointed out that (1) there was an enhancement on the achievement achieved by those four students seen from the score of the pre-test and post-test, in which the average score of the pre test was 73,32% and the average score of the post test was 96,65% (2) the students wanted to take part actively during the learning process, the students quickly understood the explanation and gave positive responses during the learning process (3) the
students’ interest in the arithmetic operation of the integer multiplicationwas high,
in which the students were active during the learning process and helped by the teaching aid in doing the exercises given, the students wanted to answer the questions and dicuss with their friends. The students also concentrated and followed the learning process well. They were happy, motivated, and enthusiastic in studying.
Keywords: teaching aid, arithmetic operation of integer multiplication, deaf students
(3)
i
PENGGUNAAN ALAT PERAGA KARTU HITUNG PADA PEMBELAJARAN MATERI OPERASI HITUNG PERKALIAN BILANGAN BULAT BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS VII SMP DI
SLB N 1 BANTUL YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh:
Yasinta Friska Ratnaningrum 101414063
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
(5)
(6)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 15 April 2015
Penulis
(7)
v
ABSTRAK
Yasinta Friska Ratnaningrum, 101414063. 2015. Penggunaan Alat Peraga Kartu Hitung Pada Pembelajaran Materi Operasi Hitung Perkalian Bilangn Bulat Bagi Siswa Tunarungu Kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul Yogyakarta tahun Ajaran 2014/2015. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui hasil belajar siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat. (2) mengetahui keterlibatan siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat. (3) mengetahui minat siswa tunarungu dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi operasi hitung perkalian bilangan bulat.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: (1) memberikan soal pre-test dan post-test (2) mengamati tingkah laku dan respon siswa tunarungu selama pembelajaran berlangsung. Kemudian mengisi lembar observasi untuk mengtahui keterlibatan siswa, serta mengisi angket untuk mengetahui minat siswa. (3) dokumentasi Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SLB B N 1 Bantul Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah empat orang siswa. Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan alat peraga kartu hitung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat hasil belajar yang dicapai keempat siswa yang terlihat dari hasil nilai pre-test dan post-test di mana rata-rata pre-test sebesar 73,32% dan rata–rata post-test sebesar 96,65%. (2) siswa mau terlibat aktif selama pembelajaran berlangsung. Siswa cepat memahami penjelasan dan memberikan respon positif selama pembelajaran berlangsung. (3) minat siswa dalam pembelajaran operasi hitung perkalian bilangan bulat tergolong tinggi, di mana siswa aktif selama pembelajaran dan terbantu dengan adanya alat peraga dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan, siswa mau menjawab pertanyaan dan mau berdiskusi dengan temannya. Siswa juga berkonsentrasi dan mengikuti pelajaran dengan baik, siswa senang, termotivasi dan semangat dalam belajar.
Kata kunci : Alat Peraga, Kartu Hitung, Operasi Hitung Perkalian Bilangan Bulat, Siswa Tunarungu
(8)
vi
ABSTRACT
Ratnaningrum, Yasinta Friska. 101414063. (2015). The use of the teaching aid arithmetic card on learning the arithmetic operation of integer multiplication material for deaf students in grade VII in SLB N 1 Bantul Yogyakarta in the academic year of 2014/2015. Thesis. Mathematics Education Study Program. Department of Science and MathematicsEducation. Faculty of Teacher Training and Education. Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aimed to find out (1) the achievementof deaf students in a
mathematics learning which usesateaching aid “kartu hitung” for the arithmetic
operation of the integer multiplication material (2) the involvement of deaf
students in a mathematics learning which uses a teaching aid “kartu hitung” for
the arithmetic operation of the integer multiplication material (3) the interest of
deaf students in a mathematics learning which uses a teaching aid “kartu hitung”
for the arithmetic operation of the integer multiplication material.
The type of the research was qualitative and quantitative descriptive. The data were gathered by (1) giving the pre test and post test (2) observing the behavior and responses of deaf students during the learning process. After that, the researcherfilled in the observation sheet to find out the students’ involvement
and completed the questionnaire to find out the students’ interest. The subjects of
the research were the students in grade VII of SLB N 1 Bantul in the academic year of 2014/2015. There were four students. The researcher conducted the
research using a teaching aid“kartu hitung”.
The results of the research pointed out that (1) there was an enhancement on the achievement achieved by those four students seen from the score of the pre-test and post-test, in which the average score of the pre test was 73,32% and the average score of the post test was 96,65% (2) the students wanted to take part actively during the learning process, the students quickly understood the explanation and gave positive responses during the learning process (3) the
students’ interest in the arithmetic operation of the integer multiplicationwas high,
in which the students were active during the learning process and helped by the teaching aid in doing the exercises given, the students wanted to answer the questions and dicuss with their friends. The students also concentrated and followed the learning process well. They were happy, motivated, and enthusiastic in studying.
Keywords: teaching aid, arithmetic operation of integer multiplication, deaf students
(9)
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Yasinta Friska Ratnaningrum
NIM : 101414063
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“Penggunaan Alat Peraga Kartu Hitung Pada Pembelajaran Materi Operasi
Hitung Perkalian Bilangan Bulat Bagi Siswa Tunarungu Kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul Yogyakarta tahun Ajaran 2014/2015 “
Dengan demikian saya memberikannya kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 15 April 2015
Yang menyatakan
(10)
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas berkat dan
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Alat Peraga
Kartu Hitung Pada Pembelajaran Materi Pembelajaran Operasi Hitung Perkalian
Bilangn Bulat Bagi Siswa Tunarungu Kelas VII SMP di SLB N 1 Bantul
Yogyakarta tahun Ajaran 2014/2015” ini dengan baik. Skripsi ini dapat tersusun
berkat dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Rohandi, Ph.D selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan.
2. Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika.
3. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis dengan sabar. Terima kasih atas saran, kritik,
dan motivasi yang diberikan selama penyusunan skripsi ini.
4. Segenap dosen dan seluruh staff sekretariat Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
5. Bapak kepala sekolah SLB N 1 Bantul Bapak Muh. Basuni, M.Pd
6. Bapak Subiyanto selaku guru pelajaran matematika yang telah
(11)
ix
7. Siswa-siswi SLB B N 1 Bantul kelas VII, terima kasih atas kerja samanya
dalam membantu pelaksanaan penelitian.
8. Bapak, ibu, dan adikku tercinta Ayu, Uti terima kasih karena kalian selalu
mengingatkan untuk selalu menyelesaikan skripsi ini, serta selalu
memberikan dukungan dan doa selama proses belajar dan penyusunan
skripsi ini.
9. Mas Hendrikus dan putri cantikku Callista, yang selalu menambah
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan mengajariku cara untuk
membagi waktu.
10.Venta dan Rini yang selalu memberikan semangat dan dukungan penuh
selama proses pembuatan skripsi
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga
berguna dalam perbaikan di masa mendatang. Akhirnya, penulis berharap
agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak pihak. Terima kasih.
Penulis
(12)
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. iv
ABSTRAK……… v
ABSTRACT……….. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA… vii KATA PENGANTAR……….. viii
DAFTAR ISI………. x
DAFTAR TABEL………. xiii
DAFTAR GAMBAR……….... xiv
DAFTAR GRAFIK……… xv
DAFTAR LAMPIRAN………. xvi
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang ………. 1
B. Identifikasi Masalah……….. 4
C. Rumusan Masalah………. 4
D. Tujuan Penelitian……….. 5
E. Pembatasan Masalah……… 5
(13)
xi
G. Batasan Istilah………... 6
BAB II LANDASAN TEORI……… 8
A. Tunarungu ……… 8
B. Karakteristik Anak Tunarungu ……… 9
C. Klasifikasi Ketunarunguan Berdasarkan Kemampuan Mendengar 16 D. Metode Komunikasi Anak Tunarungu ……… 17
E. Strategi dan Media Pembelajaran untuk Anak Tunarungu ………. 19
F. Penilaian yang Cocok Bagi anak Tunarungu ……….. 20
G. Hasil Belajar………... 21
H. Pengajaran Tentang Matematika………. 23
I. Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran………. 25
J. Minat Siswa dalam Pembelajaran……… 29
K. Media Pendidikan……… 31
L. Bilangan Bulat………. 33
M. Permainan Kartu Hitung………..……… 34
N. Kerangka Berpikir……….. 40
BAB III METODE PENELITIAN………. 42
A. Jenis Penelitian………... 42
B. Subjek Penelitian……… 42
C. Objek Penelitian………. 42
D. Waktu dan Tempat………. 42
E. Jenis Data……… 42
F. Teknik Pengumpulan Data………. 43
G. Instrumen Pembelajaran dan Penelitian………. 43
H. Validitas Instrumen……… 45
I. Teknik Analisis Data………. 46
(14)
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN….. 51
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian……… 51
B. Hasil Penelitian……… 61
C. Analisis………. 66
D. Pembahasan………. 72
E. Keterbatasan Penelitian………... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 76
A. Kesimpulan………. 76
B. Saran……… 77
(15)
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Belajar Siswa Soal pre-test……… 61 Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa Soal post-test……….. 61 Tabel 4.3 Hasil Observasi Keterlibatan Semua Siswa pada
Pertemuan Pertama………... 62
Tabel 4.4 Hasil Observasi Keterlibatan Semua Siswa pada
Pertemuan Kedua ……….. 63
Tabel 4.5 Hasil Angket Minat Semua Siswa pada Pertemuan
Pertama ……….. 64
Tabel 4.6 Hasil Angket Minat Semua Siswa pada Pertemuan
Kedua ……… 65
Tabel 4.7 Analisa Hasil pre-test ……… 66 Tabel 4.8 Analisa Hasil post-test ……… 67 Tabel 4.9 Analisa Hasil Keterlibatan Siswa pada Pertemuan
Pertama ………. 68
Tabel 4.10 Analisa Hasil Keterlibatan Siswa pada Pertemuan
Kedua ……… 69
Tabel 4.11 Analisa Hasil Minat Siswa pada Pertemuan
Kedua ……… 70
Tabel 4.12 Analisa Hasil Minat Siswa pada Pertemuan
(16)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Guru memberikan contoh soal ke siswa……… 56 Gambar 4.2 Guru memberikan contoh soal ke siswa…….... 58
(17)
xv
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1 Hasil Belajar Siswa……… .... 72 Grafik 4.2 Keterlibatan Siswa……… 73 Grafik 4.3 Minat Siswa……… 74
(18)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)………. 81
Soal pre-test……… 87
Soal post-test ……….. 88
Instrumen Observasi Keterlibatan Siswa………. 89
Kuisioner Minat Siswa……… 90
Hasil pre-test siswa………. 91
Hasil post-test siswa……….. 95
Hasil observasi keterlibatan siswa pertemuan pertama……… 99
Hasil observasi keterlibatan siswa pertemuan kedua……….. 103
Hasil kuisioner minat siswa pertemuan pertama………. 107
Hasil kuisioner minat siswa pertemuan kedua………. 111
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan anak yang mengalami kekurangan atau
kehilangan pendengarannya yang mengakibatkan terhambatnya
kemampuan bicaranya. Bagi anak tunarungu, matematika merupakan
mata pelajaran yang kurang disenangi. Salah satunya dikarenakan dalam
matematika terdapat banyak simbol-simbol dan istilah yang
membingungkan. Oleh karena itu anak mengalami kesulitan dalam
mempelajari matematika terlebih lagi anak tunarungu memiliki hambatan
dalam mendengar dan berbahasa. Keadaan seperti itulah yang menjadi
penghalang bagi anak tunarungu dalam mengolah informasi yang mereka
dapat dalam kegiatan belajar. Bunawan (2000:55) mengemukakan bahwa
bila anak mengerjakan tugas yang menuntut daya logika dan abstraksi
yang lebih tinggi, ketrampilan berbahasa menjadi suatu persyaratan.
Persyaratan tersebut seolah menegaskan bahwa bukan merupakan hal
yang janggal apabila anak tunarungu mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal-soal matematika yang menggunakan daya abstraksi
yang lebih tinggi.
Roehler & Cantlon (1997), topangan menjadi penanda interaksi
sosial antara anak dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi
pengetahuan, ketrampilan, disposisi dan menjadi alat pembelajaran yang
(20)
mengalami perkembangan. Permasalahan tersebut benar terjadi
pada semua anak di sekolah, baik sekolah umum maupun sekolah luar
biasa. Di sekolah luar biasa, anak-anak tunarungu juga sulit belajar
matematika, bahkan mungkin masalah mereka lebih rumit dari anak
normal. Daya abstraksi anak tunarungu kurang sekali dibandingkan anak
yang pendengarannya normal. “Daya abstraksi yang kurang pada
beberapa tugas hanya akibat dari terbatasnya kemampuan berbahasa
anak, bukan merupakan suatu keadaan keterbelakangan mental” (Permanarian,1995:13).
Ditemukan pada saat proses pembelajaran matematika
berlangsung, guru menggunakan pendekatan konvensional yang kurang
melibatkan anak dalam membangun interaksi belajar mengajar.
Kurangnya keterlibatan tersebut membuat anak menjadi pasif, bosan dan
jenuh saat proses pembelajaran matematika berlangsung sehingga mereka
memilih melakukan aktivitas lain seperti mengobrol dan melamun.
Sehingga tidak heran bila muncul sebuah pernyataan yang mengatakan
bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang membosankan,
membuat kantuk dan jenuh. Dalam proses belajar diperlukan dorongan
agar anak memiliki kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian
dan kemauan untuk belajar.
Dengan pembelajaran tanpa media, anak beranggapan bahwa
matematika merupakan pembelajaran yang sulit sehingga anak merasa
(21)
anak akan mengikuti pelajaran matematika dengan gembira dan minat
belajar mereka akan lebih besar. Anak akan merasa senang, tertarik dan
bersikap positif terhadap pelajaran matematika. Di SMPLB Negeri 1
Bantul, guru dalam pembelajaran matematika kurang membimbing anak
dalam membangun pengetahuan para siswa melainkan hanya sebatas
menyuruh siswa untuk meniru dengan apa yang dicontohkan guru
sebelumnya. Hal ini membuat siswa terutama yang kurang mengerti
dengan materi yang disampaikan tidak mengerjakan tugas yang
diberikan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melihat
keterlibatan, hasil belajar dan minat siswa tunarungu dengan
pembelajaran yang menggunakan alat peraga kartu hitung. Media
pembelajaran melalui kartu hitung adalah salah satu alat bantu untuk
menyampaikan pesan secara visual yang memiliki arti bahwa warna
tertentu menyatakan tanda positif atau negatif.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, dalam
penelitian ini mengambil judul PENGGUNAAN ALAT PERAGA
KARTU HITUNG PADA PEMBELAJARAN MATERI OPERASI
HITUNG BILANGAN BULAT BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS
(22)
A. Identifikasi Masalah
Berdasar latar belakang di atas, masalah-masalah yang teridentifikasi
dalam penelitian sebagai berikut :
1. Pemanfaatan media pembelajaran yang tidak maksimal dapat
menyebabkan kelambatan siswa dalam berpikir luas, dikarenakan
pembelajaran yang dilakukan selama ini hanya berpusat pada guru.
2. Siswa cenderung cepat bosan saat belajar berhitung, dan siswa mudah
melupakan materi yang baru saja diajarkan, sehingga berpengaruh
pada minat dan prestasi belajar siswa pada matematika.
3. Siswa belum pernah menggunakan media pembelajaran sehingga
mereka lebih cepat bosan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah-masalah yang akan
dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil belajar siswa tunarungu dalam pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk operasi
hitung perkalian bilangan bulat?
2. Bagaimana keterlibatan siswa tunarungu dalam pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk operasi
hitung perkalian bilangan bulat?
3. Bagaimana minat siswa tunarungu dalam mengikuti pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk operasi
(23)
C. Tujuan Penelitian
Berdasar rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebaai berikut :
1.Mengetahui hasil belajar siswa tunarungu dalam pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi
operasi hitung perkalian bilangan bulat.
2.Mengetahui keterlibatan siswa tunarungu dalam pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi
operasi hitung perkalian bilangan bulat.
3.Mengetahui minat siswa tunarungu dalam mengikuti pembelajaran
matematika yang menggunakan alat peraga kartu hitung untuk materi
operasi hitung perkalian bilangan bulat.
D. Pembatasan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada penggunaan media
kartu hitung berupa kartu yang memiliki arti bahwa warna tertentu
menyatakan tanda positif atau negatif.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi guru, dapat membantu menentukan metode yang tepat untuk
membuat pembelajaran menjadi lebih menarik.
2. Bagi siswa, menambah pengetahuan siswa tentang alat peraga kartu
(24)
3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam
bidang pendidikan, sehingga nantinya dapat diterapkan saat menjadi
guru.
F. Batasan Istilah
1. Alat Peraga Matematika
Menurut Djoko Iswandji (dalam Th. Widyantini dan Sigit TG, 2010:4)
alat peraga matematika adalah seperangkat benda konkret yang
dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja yang
digunakan untuk membantu mengembangkan konsep-konsep atau
prinsip-prinsip dalam matematika.
2. Kartu Hitung
Memiliki arti bahwa kartu berwarna merah menyatakan tanda positif,
dan kartu berwarna kuning menyatakan tanda negatif.
3. Keterlibatan
Diartikan sebagai peran serta siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
4. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa dalam hal ini meliputi hasil yang bersifat
kuantitatif (seperti kemajuan dalam prestasi) dan hasil bersifat
kualitatif (seperti perubahan sikap siswa).
(25)
Suatu gejala psikis berupa keingintahuan, ketertarikan, rasa senang
terhadap suatu obyek untuk mengetahui dan belajar tentang suatu
(26)
8 BAB II
LANDASAN TEORI A. Tunarungu
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketunarunguan di Bandung (19
juni 1988) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan
pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap
berbagai perangsang, terutama indra pendengaran.
Menurut Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak luar biasa
bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami gangguan
pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan
tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik (1991: 1) umum
mengemukakan bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami
kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebakan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh organ pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya sehingga
memerlukan bimbingan pendidikan khusus.
Salim (1984 : 8) memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi
medis dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh
alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan
(27)
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak
tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar
yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan
alat pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan
khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki
anak seoptimal mungkin.
Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah
anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
indra pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam
perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu memerlukan
pendidikan secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang
layak.
B. Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula
anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok
yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas
dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini karena
mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa. Belajar
bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak
kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya
(28)
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda
dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak
mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak
mengalaminya karena merupakan awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi
mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang
dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang
dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik antara anak tunarungu
dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang
sedemikian rupa sehingga mempunyai karakter yang khas yang
menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat
pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah
ketunarunguan. Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah
sebagai berikut:
1. Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam
arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatikan lebih teliti
mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh
(29)
a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada
anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada
alat keseimbangannya.
b. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin
menguasai lingkungan sekitarnya.
c. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan
pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa
meraban yang merupakan masa perkembangan bahasa.
2. Bahasa dan Bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu
akan mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak
tunarungu proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui
pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri
perkembangan bahasa sebagai berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak
teratur, misalnya :
1) Gerakan tangan.
2) Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari
bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi
(30)
tidak sengaja sudah melatih otot-otot bicara, pita suara dan
paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena
fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan
dan pita suara.
Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu
terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang
menjadi proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi
anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri,
karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan
demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c. Fase penyesuaian diri.
Suara-suara yang diajarkan orang tua dan ditiru oleh bayi
kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus
menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada
peniruan penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau
isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak
terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan
(31)
Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh
Andreas Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :
1. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika
ia membuat suara.
2. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup
menunjang pendengarannya.
3. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang
mendengar.
Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah
miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit
mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan
ciri-ciri anak tunarungu berkenaan dengan bicaranya adalah nada
bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari
penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti
oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya
bahasa.
3. Intelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian.
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal
(YukeSiregar, 1981 : 2 )
b. Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih
(32)
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi
intelektual pada segi non verbal.
4. Kepribadian dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di
lingkungan yang di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi
semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka
hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual.
Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang
diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar.
Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu.
Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi
dari lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam
berkomunikasi mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan
pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap
dan kepribadian. Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu
akibat dari kekurangannya adalah :
a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada anak normal, dunia
penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada
dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1) Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada
perasaan orang lain.
2) Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan
(33)
b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c. Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d. Perhatian yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5. Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk
dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan
kematangan sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan
tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu:
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan
kekhasan dalam masyarakat.
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan
kemampuannya.
c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang
baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk
(34)
memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan
mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki
perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang
percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan
rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan
cenderung mementingkan diri sendiri.
C. Klasifikasi Ketunarunguan Berdasarkan Kemampuan Mendengar
Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf)
dan kurang dengar (hard of hearing). Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng
yang dikutip Somad dan Hernawati (1997: 28-31 ) sebagai berikut:
1. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang
memiliki ciri- ciri :
a. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah
tentang kesulitannya.
c. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan
perkembangan penguasaan perbendaharaan kata.
2. Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(35)
b. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada
jarak normal dan kadang-kadang mereka mendapat
kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan
perbendaharaan kata yang terbatas.
d. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar
membaca, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara,
latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan
perbendaharaan kata.
3. Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b. Perbendaharaan kata terbatas
4. Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB.
Memiliki ciri-ciri mereka masih biasa mendengar suara keras dari
jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka
diajar dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak tunarungu.
Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat
mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5. Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB
keatas. Memiliki ciri mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci
(2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar walaupun menggunakan
(36)
D. Metode Komunikasi Anak Tunarungu
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan
anak tunarungu, yaitu :
1. Metode oral
adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh
orang yang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
2. Metode membaca ujaran
Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan
melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan
penglihatnnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak
bibir dan mimik si pembicara.
3. Metode manual ( isyarat )
Metode manual yaitu metode komunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat dan ejaan jari ( finger spinding ). Komponen bahasa
isyarat meliputi :
a. Abjad jari ( finger spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk
dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk
mengeja huruf dan angka.
b. Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan
ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ),
pantomimik, dan gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang
(37)
c. Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk
isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata,
yang disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara
garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
· Bahasa isyarat alamiah
· Bahasa isyarat konseptual
d. Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang
biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa
yang sama persis dengan bahasa lisan.
4. Komunikasi total
Menurut Denton (1970, hlm.3 )
dengan komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan
mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar
dan atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan
mendengarnya
E. Strategi dan Media Pembelajaran untuk Anak Tunarungu
1. Strategi pembelajaran
strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu,
yaitu meliputi:
a. Strategi individualisasi
Merupakan strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu
(38)
karakteristik, kebutuhan maupun kemampuannya secara
perorangan.
b. Strategi kooperatif
Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur
gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
c. Strategi modifikasi perilaku
Strategi ini bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah
yang lebih positif melalui conditioning ( pengondisian ) dan
membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu
yang mandiri.
2. Media pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu,
lebih menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi anak
tunarungu yang tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media
audio dan audiovisual, tetapi keterserapan pada unsur audionya
terbatas.
F. Penilaian yang Cocok Bagi Anak Tunarungu
Tujuan dan fungsi assesmen tersebut menurut Usa Sutisna (1984)
antara lain untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang
diajarkan serta untuk memberikan umpan balik terhadap guru sebagai dasar
(39)
Kegiatan penilaian bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berkesinambungan
Berkesinambungan ialah suatu hal atau cara yang dilakukan secara
berkelanjutan atau secara terus menerus. Penilaian
berkesinambungan ialah memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk Ulangan Harian,
Ulangan Tengah Semester, Ulangan Akhir Semester, dan Ulangan
Kenaikan Kelas.
2. Menyeluruh
Penilaian hasil belajar oleh pendidik mencakup semua aspek
kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
3. Objektif
Penilaian hasil belajar peserta didik hendaknya tidak dipengaruhi
oleh subyektivitas penilai, perbedaan latar belakang agama, sosial
ekonomi, budaya, bahasa, gender dan hubungan emosional.
4. Pedagogis
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan
(40)
G. Hasil Belajar
Menurut Sardiman A.M (1986:22-23), hasil belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai
yang diberikan guru. Jadi yang dimaksud di sini adalah nilai tes
matematika yang diberikan guru sebagai hasil penguasaan pengetahuan
dan ketrampilan peserta didik.
Menurut Munadi (2008:2004), ada 2 faktor yang mempengaruhi
hasil belajar, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Psikologis
Faktor psikologis antar anak pastinya berbeda. Guru tidak bisa
menyamaratakan kondisi setiap siswanya. Perbedaan ini juga
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor psikologis
berupa tingkat intelegensi, minat, motivasi, kognitif dan daya
nalar para siswa.
b. Faktor Fisiologis
Kondisi fisiologis seperti kesehatan, cacat jasmani maupun
sebagainya juga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, karena
hal tersebut mempengaruhi siswa dalam menerima materi
(41)
c. Faktor Eksternal
Lingkungan juga berpengaruh bagi hasil belajar siswa. Apabila
sekolah terletak di tepi jalan raya, pasar, atau tempat ramai
lainnya pasti akan membuat suasana belajar yang kurang
kondusif. Selain letak sekolah, ruang kelas juga dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa, seperti pencahayaan dan
sirkulasi udara di dalam kelas.
H. Pengajaran Tentang Matematika
1. Pengertian matematika
Menurut Johnson dan Mykie Bust dalam Mulyono ( 1999 : 252)
yang mengemukakan bahwa ” Matematika adalah bahasa simbolis
yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan – hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan Fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berfikir”. Menurut Lerner dalam Mulyono ( 1999 : 252 )
mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa
simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan
manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide
mengenai elemen dan kuantitas.
Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud matematika adalah bahasa simbolis dan universal, berfungsi
untuk mengekspresikan hubungan – hubungan kuantitatif dan keruangan serta untuk memudahkan dalam berfikir.
(42)
Pembelajaran matematika secara umum mempunyai tujuan sebagai
berikut :
a. Membimbing dan memupuk sikap teliti cermat, tekun dan
sistimatika.
b.Melatih kerja dengan tenang,sungguh – sungguh dan bertanggung jawab
c. Mendidik anak menjadi anak cerdas, tangkas dan trampil.
d. Membimbing murid – murid agar kelak kemudian hari dalam menghadapi persoalan – persoalan dapat berfikir secara sistimatis,analitis , bebas dan aktif.
3. Cabang Matematika
Menurut pendapat Mulyono Abdurrahman ( 1999 : 218 )
menyebutkan bahwa matematika yang diajarkan di SD umum terdiri
dari tiga cabang yaitu :
a. Aritmatika yaitu cabang matematika yang berkenaan dengan
sifat hubungan –hubungan, bilangan – bilangan dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian
b. Aljabar yatu penggunaan abjad dan titik – titik sebagai lambang bilangan yang diketahui atau sebelum diketahui
c. Geometri yaitu cabang matematika yang berkenaan dengan titik
dan garis.
(43)
Menurut Mulyono Abdurrahman ( 1999 : 219 ) menyebutkan bahwa
alasan siswa belajar matematika yaitu:
a. Selalu digunakan dalam segi kehidupan
b. Semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang
sesuai
c. Merupakan sarana komukasi yang kuat, ringkas dan padat
d. Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai
cara
e. Meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian dan
keruangan
f. Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah
yang menantang
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa alasan siswa beljar matematika adalah selalu digunakan dalam
segala kehidupan dan dapat meningkatkan kemampuan berfikir logis
,ketelitian dan keruangan.
I. Keterlibatan Siswa dalam Pembelajaran
Keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat dibutuhkan dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Keterlibatan/partisipasi adalah pelibatan
seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan (Made Pidarta, 1990:33).
Menurut Moelyoto Tjokrowinoto yang dikutip oleh Suryosubroto (1997:278)
partisipasi didefinisikan sebagai penyetaraan mental dan emosi seseorang di
(44)
daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan bersama, bertanggung
jawab terhadap tujuan tersebut. Abdul gafur (2001:6) mengemukakan bahwa
proses belajar akan lebih berhasil bila siswa berpartisipasi secara aktif dalam
proses pembelajaran.
Nana Sudjana (2000:55) menyebutkan bahwa kegiatan pembelajaran
dibutuhkan keikutsertaan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan
siswa diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu
perencanaan program, pelaksanaan program, dan evaluasi program kegiatan
pembelajaran.
1. Perencanaan Program
Partisipasi pada tahap perencanaan adalah keterlibatan siswa
dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar,
sumber-sumber yang tersedia dan kemungkinan hambatan yang
dihadapi dalam kegiatan pembelajaran, penyususnan prioritas
kebutuhan, perumusan tujuan belajar, dan penetapan program
kegiatan pembelajaran.
2. Pelaksanaan Program
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan adalah keterlibatan
peserta didik dalam menciptakan suasana yang kondusif
(45)
a. Kedisiplinan siswa yang ditandai dengan keteraturan
dalam kehadiran pada setiap kegiatan pembelajaran.
b. Pembinaan hubungan antar siswa dan antar siswa dengan
guru sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang
terbuka, akrab, terarah, saling menghargai dan saling
membantu.
c. Tekanan kegiatan pembelajaran adalah pada peranan
siswa yang lebih aktif melakukan kegiatan pembelajaran.
3. Evaluasi Program
Evaluasi dilakukan untuk mengolah dan menyajikan data
atau informasi yang dapat digunakan sebagai masukan dalam
pengambilan keputusan. Partisipasi dalam tahap evaluasi ini
bermanfaat bagi siswa untuk mengetahui tentang sejauh
mana perubahan yang telah dialami dan dicapai oleh mereka
melalui pembelajaran partisipatif.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi
adalah peran serta seseorang dalam suatu kegiatan kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Di dalam pembelajaran diperlukan
pengembangan kemampuan belajar mandiri dan kritis. Dalam hal ini
maka jelaslah dalam proses pembelajaran menuntut keterlibatan siswa
dalam memahami materi yang diajarakan. Salah satu upaya yang dapat
(46)
partisipatif, yaitu pembelajaran yang dalam prosesnya menekankan pada
keterlibatan siswa. Guru lebih berperan sebagai fasilitator, sedangkan
keaktifan lebih dibebankan kepada siswa. Keterlibatan siswa dalam
pembelajaran tidak sebatas sebagai pendengar dan pencatat, tetapi lebih
dari itu, siswa terlibat aktif dalam pembelajaran yang dilaksanakan.
Pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa benar-benar
menempatkan siswa sebagai subyek yang sedang belajar dan
membutuhkan bimbingan serta arahan. Dengan adanya keterlibatan
siswa, siswa akan merasa diperhatikan dan dihargai sebagai individu
yang sedang belajar. Siswa tentu akan merasa senang dan kondisi ini
akan sangat mendukung tumbuhnya kesadaran, keinginan dan kemauan
pada diri siswa untuk belajar. Membuat siswa mau belajar, inilah tujuan
utama kegiatan pembelajaran di sekolah. Sebab kemauan belajar
merupakan kondisi yang harus ada jika guru menginginkan siswa dapat
menyerap dan menguasai materi pelajaran yang dipelajari.
Adapun yang dikaji dalam partisipasi belajar siswa (Made Sumadi,
2002:6) adalah :
1. Partisipasi bertanya
2. Partisipasi menjawab
3. Menyelesaikan tugas secara tuntas
(47)
5. Mencatat penjelasan guru
6. Menyelesaikan soal di papan tulis
7. Mengerjakan tes secara individu
8. Menyimpulkan materi pelajaran di akhir pelajaran
Dapat disimpulkan bahwa keterlibatan siswa adalah peran serta
siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Di dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran dapat terlihat pada keaktifan mereka dalam bertanya
tentang materi yang belum dimengerti, keterlibatan dalam diskusi
kelompok, mencatat penjelasan guru, menyelesaikan soal di papan tulis,
mengerjakan tes secara individu dan menyimpulkan materi pelajaran di
akhir pembelajaran.
J. Minat Siswa dalam Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah, keinginan.
Menurut Winkel (1987:105) minat adalah kecenderungan yang agak
menetap dan subyek merasa tertarik pada hal tertentu dan merasa senang
berkecimpung dalam hal itu. Perasaan merupakan faktor psikis yang
nonintelektual, yang khusus berpengaruh terhadap semangat belajar.
Sardiman A.M (1986:76) mengartikan minat sebagai suatu kondisi yang
terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang
(48)
sendiri. Oleh karena itu apa yang dilihat seseorang sudah tentu akan
membangkitkan minatnya sejauh apa yang dilihat itu mempunyai
hubungan dengan kepentingannya sendiri.
Slameto (2010:180) mengemukakan bahwa minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan
antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, akan semakin besar minat. Suatu minat dapat
diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa
lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dilihat dari
keterlibatan siswa dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat
terhadap subyek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang
lebih besar terhadap subyek tersebut.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa minat
adalah suatu gejala psikis berupa keingintahuan, ketertarikan, rasa senang
terhadap suatu obyek untuk mengetahui dan belajar tentang suatu obyek
itu tanpa merasa terpaksa karena menarik perhatian
Faktor – faktor yang dapat menimbulkan minat menurut Soedarsono (1998:29) adalah sebagai berikut :
1. Faktor kebutuhan dari dalam
Kebutuhan ini dapat berupa kebutuhan yang berhubungan
(49)
2. Faktor motif sosial
Timbulnya minat pada diri seseorang dapat didorong oleh motif
sosial, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan,
penghargaan dari lingkungan di mana ia berada
3. Faktor emosional
Faktor itu merupakan ukuran intensitas seseorang dalam
menaruh perhatian terhadap suatu keinginan atau obyek
tertentu
K. Media Pendidikan
1. Pengertian Media Pendidikan
Menurut Arief S. Sadiman ( 1986 : 7 ) ”media pendidikan diartikan
sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan, sehingga dapat dirangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
minat siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”.
Menurut Oemar Hamalik ( 1986 : 6 ) ”media pendidikan adalah alat,
metode, dan tehnik yang digunakan dalam rangka lebih
mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam
proses pendidikan dan pengajaran di sekolah sehingga tujuan
pengajaran yang dinginkan”.
Menurut Gagne dalam Arief S. Sadiman ( 1986 : 6 ) ”media
pendidikan adalah berbagai komponen yang dapat mempengaruhi
(50)
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud media
pendidikan dalam penelitian ini adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan pesan sehingga dapat merangsang perhatian dan
perbuatan, serta dapat memotivasi siswa sehingga terjadi proses
belajar yang baik pada diri siswa.
2. Jenis – jenis Media Pendidikan
Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1990 : 3) ada beberapa
jenis media pendidikan yang biasa digunakan dalam proses pengajaran
yaitu :
a. Media grafis seperti gambar, foto, dan lain – lain, media grafis sering juga disebut media dua dimensi yakni dalam bentuk
model yang mempunyai ukuran panjang dan lebar.
b. Media tiga dimensi yaitu dalam model seperti model padat (solid
model ), model penampang, model susun, model kerja, mooh
up, diorama dan lain lain.
c. Madel proyeksi seperti slide, film strips, film, penggunaan
strategi pembelajaran dengan OHP dan lain – lain. d. Penggunaan lingkungan sebagai media pengajaran.
Menurut Setijadi ( 1986 : 38 ) media pendidikan dibagi menjadi beberapa
jenis yaitu :
a. Audio seperti telepon, radio, konferensi jarak jauh dan lain
(51)
b. Bahan cetak seperti selebaran, gambar ungkap, papan tullis,
sigram, grafik, peta dan lain sebagainya.
c. Audio cetak seperti blangko, diagram, bahan acuan dan
sebagainya yang digunakan bersama pita atau piringan radio.
d. Visual proyeksi diam seperti film bingkai, transparansi, dan
hologram.
e. Audio visual proyeksi diam seperti film rangkai suara, film
bingkai suara.
f. Visual gerak seperti film gerak dan video.
g. Audio visual gerak seperti telepon gambar ( konfeerensi ) dan
video ( play back langsung).
h. Objek fisik seperti benda yang nyata ( patung, orang ) dan
peragaan atau model benda sesungguhnya.
i. Sumber – sumber manusia dan lingkungan seperti studi wisata, situasi permainan perdu, studi kasus dengan menggunakan
anggota kelompok dan partisipasi kelompok.
j. Komputer seperti komputer dan alat peragaan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat
ditegaskan bahwa media permainan kartu dalam penelitian ini
termasuk media grafis
L. Bilangan Bulat
Menurut B.Harahap dan ST.Negoro (1979:7), bilangan bulat
(52)
semua lawan bilangan asli. Berdasarkan Ensiklopedia Matematika,
bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan bulat positif
{1,2,3,…}, bilangan bulat negatife {…,-3, -2, -1}, dan {0}. Jadi,
himpunan bilangan bulat dapat dituliskan sebagai berikut {…, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, …}.
M.
Permainan Kartu Hitung
Yang dimaksud media permainan kartu dalam penelitian ini adalah
media permainan kartu yang berbentuk persegi yang terbuat dari kertas
buffalo yag berukuran 3 x 3 cm yang berwarna merah (menunjukkan
bilangan positif) dan warna kuning (menunjukkan bilangan negatif), yang
bertujuan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, dimana peserta
yang terlibat di dalamnya atau pemain – pemainnya bermain dengan menggunakan aturan – aturan yang telah ditentukan.
Adapun wujud alat peraga tersebut sejumlah kartu positif dan negatif
seperti gambar berikut
Model ini akan memberikan gambaran secara visual kepada siswa
mengenai operasi hitung perkalian bilangan bulat. Adapun aturan dalam
penggunaan model kartu positif dan negatif ini sebagai berikut
Menunjukkan bilangan bulat positif 1
+
-
+
-
(53)
Menunjukkan bilangan bulat negatif 1
Model nol ditunjukkan oleh pasangan kartu positif dan negatif seperti
gambar berikut
Operasi hitung perkalian bilangan bulat didefinisikan dengan
menempatkan model kartu ke dalam suatu tempat, dapat berbentuk
persegi, persegi panjang atau bentuk lainnya.
Misalnya perkalian 3 x 4, dapat dideskripsikan sebagai tiga kelompok
yang berisi 4-an. Bilangan pertama (3) sebagai operator yang akan
menunjukkan apa yang harus dilakukan terhadap bilangan yang kedua
(4). Jika operator bertanda positif, maka letakkan kartu positif atau
negatif ke dalam tempat tersebut.
Jika operator bertanda negatif, maka ambil sejumlah kartu positif atau
negatif dari tempat tersebut sesuai yang ditunjukkan bilangan kedua.
Sebagai contoh
Contoh 1 : 2 x 3
Langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut :
a. Menyiapkan tempat kartu (misalnya berbentuk persegi panjang)
(54)
b. Karena bilangan pertama (2) bernilai positif, maka 2 x 3 diartikan
peletakan dua kelompok kartu yang masing-masing berisi tiga kartu
positif
c. Setelah dilihat ternyata ada 6 kartu positif. Berarti 2 x 3 = 6
Contoh 2 : 2 x (-3)
Langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut :
a. Menyiapkan tempat kartu (misalnya berbentuk persegi panjang)
b. Karena bilangan pertama (2) bernilai positif, maka 2 x (-3)
diartikan peletakan dua kelompok kartu yang masing-masing
berisi tiga kartu negatif
c. Setelah dilihat ternyata ada 6 kartu negatif. Berarti 2 x(- 3) = - 6
+ + + Kelompok pertama
+ + + Kelompok kedua
Kelompok pertama
Kelompok kedua
- -
- -
- -
(55)
Contoh 3 : (-2) x 3
Langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut :
a. Menyiapkan tempat kartu (misalnya berbentuk persegi panjang)
b. Karena bilangan pertama (-2) bernilai negatif, maka (-2) x 3
diartikan pengambilan dua kelompok kartu yang masing-masing
berisi tiga kartu positif. Namun tidak ada kartu positif yang dapat
diambil, maka letakkan pasangan nol (pasangan kartu negatif
dan positif) dipersegi panjang tersebut sampai terdapat dua
kelompok 3 kartu positif yang cukup untuk diambil. Kemudian
ambil kartu tersebut.
c. Setelah dilihat ternyata ada 6 kartu negatif. Berarti 2 x(- 3) = - 6
Contoh 4 : (-2) x (-3)
Langkah-langkah penyelesaiannya sebagai berikut :
a. Menyiapkan tempat kartu (misalnya berbentuk persegi panjang)
+
Kelompok pertama
Kelompok kedua
- -
- -
- -
+ + +
+ +
diambil
(56)
b. Karena bilangan pertama (-2) bernilai negatif, maka (-2) x (-3)
diartikan pengambilan dua kelompok kartu yang masing-masing
berisi tiga kartu negatif. Namun tidak ada kartu negatif yang
dapat diambil, maka letakkan pasangan nol (pasangan kartu
negatif dan positif) dipersegi panjang tersebut sampai terdapat
dua kelompok 3 kartu negatif yang cukup untuk diambil.
Kemudian ambil kartu tersebut.
c. Setelah dilihat ternyata ada 6 kartu positif. Berarti (-2) x (- 3) = 6
1. Fungsi media permainan kartu hitung bagi anak tunarungu
John D Latuheru (1988 : 112 – 113) mengemukakan fungsi permainan kartu sebagai berikut :
a. Kondisi atau situasi dimana permainan sangat penting bagi anak
didik, karena mereka akan bersikap lebih positif terhadap
permainan kartu ini.
b. Permainan dapat mengajarkan tentang fakta dan konsep secara
tetap guna, sama dengan pembelajaran konvensional pada objek
yang sama.
Kelompok pertama
Kelompok kedua
- -
- -
- - +
+
+ +
+ +
diambil
(57)
c. Pada umunnya permainan kartu dapat meningkatkan motivasi
belajar anak didik, permainan dapat juga mendorong siswa
untuk saling membantu satu sama lain.
d. Bantuan yang paling baik dari permainan kartu adalah bagi
dominan efektif (yang menyangkut perasaan atau budi pekerti)
yaitu memberi bantuan motivasi untuk belajar serta bantuannya
dalam masalah yang menyangkut perubahan sikap.
e. Dalam bidang berhitung, media permainan dapat meningkatkan
kemampuan anak, dan dapat memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan proses pembelajaran yang konvensional.
2. Keuntungan media permainan kartu
John D Latuheru (1988 : 112 – 113) mengemukakan keuntungan permainan kartu sebagai berikut :
a. Melalui permainan kartu siswa dapat dengan segera melihat atau
mengetahui hasil dari pekerjaan mereka.
b. Permainan kartu memungkinkan peserta untuk memecahkan
masalah – masalah nyata.
c. Biaya untuk latihan dapat dikurangi dengan adanya permainan.
d. Permainan memberikan pengalaman – pengalaman nyata dan dapat diulangi sebanyak yang dikehendaki.
3. Kelemahan media pembelajaran kartu
John D Latuheru (1988 : 115) mengemukakan bahwa kelemahan
(58)
a. Efektivitas belajar dengan melalui permainan tergantung dari
materi yang dipilih secara khusus serta bagaimana
menggunakannya.
b. Penggunaan bahan untuk permainan biasanya memerlukan suatu
pengaturan kelompok secara khusus, bila ada siswa yang tidak
melakukan, biasanya mengganggu atau menghambat
keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.
c. Bahan permainan mungkin sekali membutuhkan biaya serta
membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
d. Membutuhkan adanya diskusi – diskusi sesudah permainan dan itu dilaksanakan demi keberhasilan tujuan pembelajaran
tersebut.
e. Waktu dalam hal ini merupakan suatu rintangan yang sangat
berarti secara induktif memang membutuhkan waktu jika
dibandingkan dengan mengajar secara langsung.
N. Kerangka Berpikir
Salah satu cara untuk menciptakan suasana yang kondusif,
menyenangkan dan tidak membosankan adalah dengan memberikan metode
yang kreatif. Strategi dalam pembelajaran untuk anak tunarungu adalah
menekankan latihan cukup banyak menuntut kemampuan berpikir. Oleh
karena itu cara untuk menyampaikan materi pelajaran, khususnya mata
pelajaran matematika dengan sebuah permainan yang menarik perhatian anak
(59)
Permainan matematika merupakan metode mengajar yang dapat
melibatkan siswa secara aktif. Salah satunya melalui media permainan kartu,
di mana peserta yang terlibat di dalamnya bermain menggunakan aturan yang
berlaku. Siswa yang berhasil menyelesaikan soal dengan media kartu hitung
maka akan terangsang terus, pada akhirnya siswa tersebut memperoleh
pengetahuan dan pemahaman konsep yang lebih mendalam. Dengan
pemakaian metode permainan kartu dalam pelajaran matematika untuk anak
tunarungu serta memperhatikan karakteristik dan sifat-sifat yang ada pada diri
anak tunarungu dapat mengikuti pelajaran, diharapkan dapat meningkatkan
prestasi belajar matematika. Skemanya sebagai berikut :
Pembelajaran matematika dengan media kartu hitung bilangan bulat
Siswa tidak bosan Guru menjadi kreatif Pelajaran tidak monoton
Prestasi meningkat Keterlibatan siswa baik Minat siswa bagus Skema 2.1
(60)
42
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Dikatakan kualitatif karena data yang diperoleh sesuai dengan
keadaan apa adanya dan untuk menganalisis keterlibatan dan minat siswa
berdasarkan instrument pengamatan aktivitas siswa di kelas. Sedangkan
data hasil belajar siswa yang berupa angka dideskripsikan secara
kuantitatif.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi tunarungu di kelas VII
SLB N 1 Bantul yang terletak di Jl.Wates 147 Km.3 Yogyakarta dan
berjumlah 4 siswa.
C. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan alat
peraga kartu hitung pada materi operasi hitung perkalian bilangan bulat
untuk anak tunarungu (SLB B) di SLB N 1 Bantul kelas VII.
D. Waktu dan Tempat
Waktu pengambilan data pada bulan Agustus – Oktober 2014 di SLB N 1 Bantul Yogyakarta.
E. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
(61)
Data ini diperoleh dari pengamatan saat penelitian berlangsung, untuk
melihat keterlibatan saat proses pembelajaran berlangsung.
1.Data Minat Siswa
Data ini diperoleh dari angket yang diisi oleh siswa saat sebelum dan
sesudah pembelajaran menggunakan alat peraga untuk mengetahui minat
siswa.
2. Data Hasil Belajar Siswa
Data ini didapat dari hasil pre-test dan post-test yang diberikan ke siswa.
Soal pre-test dan post-test berupa soal isisan singkat.
A. Teknik Pengumpulan Data
1. Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data kualitatif. Pengamatan di
sini dilengkapi dengan lembar pengamatan yang berfungsi untuk
mencatat tingkah laku siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Angket
Lembar angket diisi siswa untuk mengetahui minat siswa .
3. Tes
Akan diberikan pre-test dan post-test untuk melihat hasil belajar siswa.
B. Instrumen Pembelajaran dan Penelitian
1. Instrumen Pembelajaran
Peneliti mempersiapkan RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran)
yang akan digunakan dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.
(62)
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Soal terdiri dari 19 soal isian
singkat yang terdiri dari 10 soal untuk melihat kemampuan membaca
dan menuliskan bilangan bulat dalam bentuk angka dan kata yang
dikategorikan sebagai soal A. Kemudian dikategori B, terdapat 7 soal
untuk melihat kemampuan siswa dalam melakukan operasi hitung
perkalian bilangan bulat positif dan negatif, yang terbagi menjadi 2
soal perkalian bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, 2
soal perkalian bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, 3
soal perkalian bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif.
Sedangkan dikategori C diberikan 2 soal kontekstual untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap soal cerita.
2. Instrumen Penelitian
a. Lembar Pengamatan Keterlibatan
Digunakan untuk mengamati dan mencatat keterlibatan siswa
tunarungu yang menjadi subyek penelitian saat penelitian di
kelas berlangsung. 8 peryataan yang akan diamati oleh peneliti
di sini yaitu keaktifan siswa dalam pembelajaran seperti
menjawab pertanyaan guru, mengerjakan tugas yang diberikan,
mau bertanya kepada guru saat mengalami kesulitan, berdiskusi
dengan teman terkait materi pembelajaran, mencatat penjelasan
guru serta keaktifan siswa dalam menyimpulkan materi diakhir
(63)
b. Lembar Kuisioner Minat
Pengisian kuisioner ini dilakukan dua kali, sebelum
pembelajaran menggunakan alat peraga dan sesudah
pembelajaran menggunakan alat peraga. Dalam pengisian
kuisioner ini siswa menanggapi 11 nomor yang berisi seputar
minat mereka dalam belajar matematika di sekolah bersama
guru dan teman-temannya, seperti kemudahan matematika bagi
mereka, semangat belajar mereka saat pelajaran matematika,
perhatian mereka terhadap penjelasan guru, keseringan mereka
membaca buku matematika di rumah, kesenangan mereka
belajar matematika belajar bersama guru di kelas, suasana kelas
yang mendukung atau tidak, kesukaan mereka terhadap
pelajaran matematika, dan apakah mereka ingin pintar
matematika atau tidak. Dari kesebelas poin tersebut 2
diantaranya merupakan pernyataan negatif yaitu apa mereka
merasa bosan saat belajar matematika, dan mereka malu
bertanya ke guru saat mengalami kesulitan..
C. Validitas Instrumen
Uji validitas digunakan untuk menguji suatu data penelitian,
sehingga dapat diketahui apakah data yang digunakan mempunyai
kualitas yang baik atau tidak. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain :
(64)
Dalam validitas isi ini, penulis membuat instrument sesuai
dengan kisi-kisi materi tersebut.
b. Penilaian Pembimbing
Instrumen tes hasil belajar, angket penelitian dan wawancara
yang telah dibuat, ditunjukkan kepada guru dan dosen
pembimbing untuk mendapat kritik dan saran agar instrument
tersebut baik dan dapat digunakan.
D. Teknik Analisis Data
1.Analisis Data Observasi Keterlibatan Siswa dan Data Kuisioner Minat
Siswa
Data hasil observasi keterlibatan dan lembar kuisioner minat siswa
dianalisis dengan menggunakan persentase (%). Rumus analisis data
yang digunakan peneliti adalah rumus menurut Anas Sudijono
(2008:43)
Keterangan :
f = banyak siswa dalam indikator tertentu
n = banyaknya siswa di kelas
P = angka persentase
Sebagai pedoman untuk mengkategorikan keterlibatan dan minat
(65)
dengan rentang skala menurut Suharsimi Arikunto (2012:89) dengan
kriteria sebagai berikut :
2.Analisis Data Hasil Belajar Siswa
Tes belajar yang diperoleh siswa merupakan hasil belajar siswa secara
individual, yaitu hasil pre-test dan post-test. Tes hasil belajar siswa
akan dianalisis dengan membandingkan membandingkan nilai pre-test
dan nilai post-test. Soal pre-test dan post-test di sini terdiri dari 19 soal
isian singkat yang terdiri dari 10 soal untuk melihat kemampuan
membaca dan menuliskan bilangan bulat dalam bentuk angka dan kata
yang dikategorikan sebagai soal A. Kemudian dikategori B, terdapat 7
soal untuk melihat kemampuan siswa dalam melakukan operasi hitung
perkalian bilangan bulat positif dan negatif, yang terbagi menjadi 2
soal perkalian bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif, 2
soal perkalian bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, 3
soal perkalian bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif.
Sedangkan dikategori C diberikan 2 soal kontekstual untuk mengetahui
pemahaman siswa terhadap soal cerita.
Sangat tinggi = 80 ≤ P < 100 Tinggi = 60 ≤ P < 80 Cukup = 40 ≤ P < 60 Rendah = 20 ≤ P < 40 Sangat rendah = 0 ≤ P < 20
(66)
Cara penilaian pre-test dan post-test adalah sebagai berikut :
Kategori
Skor Per Soal
Banyak Soal
Jumlah Skor Per Kategori
A 1 10 10
B 2 7 14
C 3 2 6
Total 30
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Persiapan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan
yaitu :
a. Mempersiapkan surat untuk penelitian
b. Bertemu dengan Kepala Sekolah untuk perijinan penelitian.
c. Bertemu dengan guru pembimbing untuk berdiskusi mengenai
pelaksanaan penelitian, meminta saran dan informasi tentang
pembelajaran di SLB.
(67)
e. Berkonsultasi dan memperkenalkan alat peraga kepada guru
pendamping.
f. Observasi kelas
g. Mempersiapkan instrument-instrumen yang dibutuhkan untuk
penelitian.
2.Rencana Kegiatan
Dalam penelitian ini, peneliti dibantu oleh guru pembimbing yang
membantu peneliti dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu.
Kegiatan yang akan dilakukan antara lain:
a. Kegiatan Pembelajaran:
1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
2) Mempraktekkan penggunaan alat peraga
3) Melakukan evaluasi setelah pembelajaran
b. Untuk melihat minat siswa dalam pembelajaran yang
menggunakan alat peraga berupa kartu hitung antara lain:
1) Mengamati kegiatan dan tingkah laku siswa saat
pembelajaran berlangsung.
2) Mengamati respon-respon siswa yang muncul saat
pembelajaran berlangsung.
3.Alat Peraga yang Digunakan
Peneliti menggunakan alat peraga kartu hitung pada materi operasi
hitung perkalian bilangan bulat. Alat peraga ini terdiri dari:
(68)
b. Kertas putih sebagai papan untuk tempat kartu saat
pengoperasian bilangan.
4.Evaluasi Pembelajaran
Dilakukan pada pertemuan keempat. Hal ini dilakukan untuk melihat
pemahaman siswa akan materi yang diajarkan dan menganalisis minat
siswa terhadap alat perga kartu hitung. Evaluasi pembelajaran
dilakukan dengan memberikan soal-soal (post-test) dan dilakukan pada
akhir pembelajaran.
5.Rencana Pelaksanaan
a. Pelaksanaan penelitian akan dilaksanakan 4 kali, dengan rincian:
1) Pertemuan awal adalah pemberian soal pre-test.
2) Pertemuan pertama dan kedua adalah pemberian materi
operasi hitung perkalian bilangan bulat dengan
menggunakan alat peraga kartu hitung.
3) Pertemuan terakhir adalah pemberian soal post-test.
b. Pelaksanaan penelitian akan dibantu oleh guru pembimbing,
(69)
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Penelitian
Penelitian dilakukan di SLB N 1 Bantul. Subyek penelitian
adalah 4 orang siswa kelas VII SLB N 1 Bantul, di mana mereka
memiliki keterbatasan dalam pendengaran. Dalam penelitian ini
peneliti adalah fasilitator yang menyediakan alat peraga serta sebagai
pengamat. Materi yang akan dibahas di sini adalah operasi hitung
perkalian bilangan bulat menggunakan alat bantu berupa alat peraga
yang diberi nama kartu hitung. Sebelum melakukan penelitian,
peneliti melakukan observasi terlebih dahulu. Tujuan dilakukannya
observasi adalah untuk melihat kegiatan pembelajaran sehari-hari dan
melihat model pembelajaran yang dilakukan di SLB N 1 Bantul,
sehingga dapat membantu dalam merancang pembelajaran dalam
penelitian ini, selain itu kegiatan observasi juga dilakukan untuk
membantu peneliti mengenal para siswa yang akan dijadikan obyek
penelitian sehingga dapat membantu dalam kelancaran penelitian.
Dari kegiatan observasi yang dilakukan pada 26 Agustus 2014,
peneliti melihat kurikulum yang digunakan di SLB N 1 Bantul sama
dengan sekolah-sekolah lainnya, hanya saja pemberian materinya
(70)
berbicara. Hal yang berbeda dari sekolah umum adalah, di SLB
N 1 Bantul pelajaran matematika hanya seminggu sekali.
Untuk usia, rata-rata anak tunarungu di sekolah ini memiliki usia yang
sesuai dengan kelasnya seperti siswa pada sekolah umum. Dalam
pembelajaran di kelas, mereka tidak hanya menerima materi
pembelajaran saja, tetapi juga belajar berbicara.
Peneliti melihat pula karakter-karakter yang dimiliki siswa, yaitu :
S1 : S1 adalah anak yang hiperaktif, jika dibanding dengan tiga teman
lainnya, kemampuan akademik S1 paling rendah, terlebih dalam hal
berhitung S1 sangatlah kurang. Di kelas S1 anak yang paling banyak
tingkah, ada saja hal yang dilakukannya ketika guru sedang memberi
materi.
S2 : S2 aktif dalam pembelajaran, dia merupakan siswa baru pindahan
dari Banyumas . Jika dibanding dengan teman sekelasnya, S2 siswa
yang pintar. Selain punya kepercayaan diri yang tinggi, dia selalu aktif
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru walaupun
jawabannya belum tentu benar. Dia selalu menjawab pertanyaan paling
cepat dari siswa lainnya. S2 pun pandai mengelola emosinya, disaat
dia salah menjawab pertanyaan, dia tidak cemberut ataupun sedih,
malah tertawa sambil mencoba menjawab pertanyaan lagi, dan
lagi-lagi jawabanya salah.
S3 : S3 siswa yang aktif dan selalu fokus saat pelajaran. Kemampuan
(71)
S3 selalu menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya. Jawaban
yang dilontarkan oleh S3 lebih banyak yang tepat dibandingkan
dengan S2. Walaupun S3 termasuk anak yang pendiam di kelasnya,
tapi dia selalu bersemangat saat pelajaran berlangsung.
S4 : S4 merupakan siswa paling diam dan tenang selama di kelas.
Kemampuan dalam menangkap pelajaran S4 lebih rendah dibanding
dengan S2 dan S3, namun S4 lebih tekun mencatat dan selalu fokus
memperhatikan penjelasan guru saat pelajaran berlangsung. S4 tidak
banyak bicara namun selalu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
guru kepadanya walaupun menjawabnya lama dan salah.
Susasana di kelas saat observasi kondusif. Di SLB N 1 Bantul,
dalam satu ruangan ada yang terbagi jadi dua kelas, seperti ruang kelas
yang dipakai oleh kelas VII, ruangan yang berukuran 8 x 6 meter
dibagi untuk dua kelas. Pembelajaran yang terjadi saat observasi
sangat baik, guru tidak terlalu cepat dalam menjelaskan materi, selalu
meminta siswa maju ke depan mengerjakan soal dan menuliskan
jawabannya, juga mengucapkan kata-kata apa yang mereka tulis,
karena guru juga mengajarkan mereka mengasah kemampuan
berbicaranya. Guru juga mengajarkan siswa untuk belajar bekerja
sama, sehingga ada komunikasi diantara mereka, selain belajar
berkomunikasi mereka juga belajar bersosialisasi satu sama lain. Di
kelas VII ini, jadwal pelajaran matematika diberikan setiap hari Selasa,
(1)
109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI