Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa: penelitian tindakan kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi

(1)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE

PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN SIFAT-SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN

DAN AKTIVITAS SISWA

(Penelitian Tindakan Kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

IRVANI MUFIDAH NIM. 109018300083

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

i

ABSTRAK

Irvani Mufidah. 2014. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan dan Aktivitas Siswa. (Penelitian Tindakan Kelas di SDN Pesanggrahan 01 Pagi).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui 1) Peningkatan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan melalui penerapan metode penemuan terbimbing, 2) Peningkatan aktivitas belajar siswa melalui penerapan metode penemuan terbimbing. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pesanggrahan 01 Pagi pada tahun pembelajaran 2014/2015.Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 43 siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dua siklus, dan setiap siklusnya terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi aktivitas siswa dan guru, tes pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan, pedoman wawancara guru dan siswa sebelum dan setelah penelitian, dan dokumentasi.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, 1) Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan pemahaman siswa sebesar 60,97% dengan nilai rata-rata 74,49 dan pada siklus II meningkat menjadi 75,61% dengan nilai rata-rata 79,88. Persentase ketuntasan pemahaman siswa pada siklus II tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan pemahaman siswa telah tercapai, yakni mencapai ≥ 75%. 2) Aktivitas belajar siswa saat mengikuti proses pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing juga meningkat. Pada siklus I rata-rata persentase aktivitas siswa sebesar 78,47%, dan meningkat pada siklus II menjadi 88,89%. Persentase aktivitas siswa tersebut menunjukkan ketercapaian indikator keberhasilan aktivitas siswa yakni mencapai

persentase ≥ 70%. Sebenarnya, pada siklus I persentase aktivitas siswa telah

mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. Akan tetapi karena indikator pemahaman siswa belum tercapai maka penelitian dilanjutkan pada siklus II dan memperoleh peningkatan persentase aktivitas tersebut. Kesimpulan penelitian ini adalah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa.

Kata Kunci: Metode Penemuan Terbimbing, pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan, dan aktivitas siswa.


(11)

ii

ABSTRACT

Irvani Mufidah. 2014. Mathematical Learning with Guided Discovery Method to Improve Students’ Understanding of The Characteristic of Number Counting Operationand Students’ Activities (Class Room Action Research at SDN Pesanggrahan 01 Pagi)

The purposes of this research are as follow: 1) Improving students’ understanding of the characteristic of number counting operation by using guided discovery method, 2) Improving the students’ activities through guided discovery method. The research was conducted at SDN Pesanggrahan 01 Pagi in the academic year 2014/2015. The subject of this study were consisted of 43 students’ grade fourth at SDN Pesanggrahan 01 Pagi.

The methodology used in this research is Classroom Action Research (CAR), which consists of two phases and in eachphase concists of four steps namely planning, acting, observing, and reflecting. The instruments of this reaserch arethe students’ and teacher’sactivity observation sheet; the understanding test of the characteristic of number counting operation, teacher and students interview sheet before and after the research and the documentation.

The results of this research revealed that 1) Mathematical learning by using guided discovery method can increase the students’ understanding of the characteristic of number counting operation. In the first phase, the completeness percentege of students’ understanding is 60,97% with the average value 74,49 and it increases in the second phase to be 75,61% with the average value 79,88. The percentage of students' understanding of completeness in the second phase shows that the success indicators of students’understanding has been achieved, reaching ≥ 75%. 2) Students’ learning activities while following a process of learning by guided discovery method is also increasing. In the first phase, the average percentage is 78,47% and it increases in the second phase to be 88,89%. Actually, in the first phase of activity percentage of students’ have achieved success indicators set. However, as an indicator of students’ understanding has not been achieved in the first phase, the study continued in the second phase and obtain an increase in the percentage of the students’ activities. The conclusion of this research is that guided discovery method can improve the understanding of the characteristic of number counting operationand students’ activities.

Keywords: guided discovery method, students’understanding of the characteristic of number counting operation, and students’ activities.


(12)

iii

Motto Hidup

Semoga dapat selalu menjadi motivasi dan pelajaran bagiku, Anda, dan kita semua, terutama bagi kita para penuntut dan pembimbing ilmu (guru) agar tetap

gigih dan sabar dalam upaya mencapai kemanfaatan hidup, hingga tiba saat perjumpaan dengan Dzat Yang Paling dicinta.

(QS. Ar-Ra’d, 13: 22-24)

“Dan orang-orang yang sabar karena mengharap keridhoan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang itulah yang mendapat tempat kesudahan yang

baik.

(Yaitu) surga-surga „Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan anak cucunya, sedang para

malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu.

(sambil mengucapkan), “Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.”


(13)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang atas rahmat dan nikmatNyalah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW panutan seluruh umat berserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, alhamdulillah semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, P.Hd., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Fauzan M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madarasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dosen perkuliahan yang memotivasi, memberikan arahan serta mempermudah penulis secara administrasi akademik sehingga skripsi ini dapat diajukan dan diujikan.

3. Bapak Asep Ediana Latip, M.Pd., selaku Sekretaris dan dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membimbing dan mengarahkan. 4. Bapak Syaripullah, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

ramah dan ikhlas membimbing, dan memberikan nasihat akademik kepada penulis.

5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd., sebagai dosen Pembimbing yang telah dengan sabar dan tulus memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi dan semangat dalam membimbing penulis selama ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semoga bapak, ibu dosen sekalian selalu dilimpahkan kasih sayang dan keberkahanNya atas segala ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.


(14)

v

7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan, serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan dengan penuh keramah tamahan.

8. Staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staff Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam pembuatan surat-surat dan sertifikat.

9. Kepala Sekolah dan seluruh Dewan Guru SDN Pesanggrahan 01 Pagi yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

10.Teristimewa untuk orangtua ku tercinta, bapak M. Nurul Fuad, S.Pd.I., dan “mamah” Tsamratunnafi’ah yang selalu mendoakan dan melimpahkan kasih sayang serta memberikan dukungan moril dan materil, serta senantiasa bersabar dalam menyemangati dan menanti penulis menyelesaikan studi. 11.Teruntuk saudara-saudaraku, yaitu Kak’ Ervina Lutfiyati, S.Pd., M.Si., yang

telah sabar membantu ku, adik laki-laki ku M. Hanifuddin Fuadi yang selalu menyemangati dan mendoakan ku, dan adik kecilku Saliya Khoirunnisa yang celoteh dan senyumnya selalu menjadi penghibur di saat-saat sulit.

12. Seluruh sahabat dan adik-adik seperjuangan dalam menuntut ilmu, mahasiswa/i Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah angkatan 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan terkhusus untuk sahabat-sahabat karib ku Neneng, S.Pd., Nadia, S.Pd., Linda, S.Pd., Riyan, S.Pd., Sri, S.Pd., dan Laily, S.Pd., yang selalu berbagi suka-duka bersama sejak awal perkuliahan. 13.Sahabat sekaligus motivator terbaikku Masruroh, S.Pd., Zulfa Isnaeni,

S.Hum., dan Ahmad Solahudin, S.Si., yang telah menemani dan memotivasi ketika penulis melewati masa-masa sulit dalam penyelesaian skripsi ini.

Mudah-mudahan bantuan, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Selain itu, penulis berharap agar skripsi ini dapat dijadikan inspirasi bagi yang akan mengadakan penelitian lanjutan dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Tangerang, Oktober 2014

Penulis


(15)

v

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

MOTO HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Perumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 12

1. Pembelajaran Matematika ... 12

a. Pengertian Pembelajaran Matematika ... 12

b. Hakikat Pembelajaran Matematika MI/SD ... 15

2. Metode Penemuan Terbimbing ... 18

3. Pemahaman Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan ... 26

a. Pengertian Pemahaman ... 26

b. Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan ... 30

4. Aplikasi Metode Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran ... 38


(16)

vi

5. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran ... 45

B. Penelitian yang Relevan ... 49

C. Pengajuan Konseptual Intervensi Perencanaan Tindakan ... 52

D. Hipotesis Penelitian Tindakan ... 53

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 54

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan ... 54

C. Subjek atau Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian ... 57

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 57

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 57

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 61

G. Data dan Sumber Data ... 62

H. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data ... 62

I. Teknik Pengumpulan Data ... 70

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ... 70

K. Analisis Data dan Intervensi Hasil Data ... 71

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 74

1. Penelitian Siklus I ... 74

a. Pelaksanaan Pembelajaran ... 74

b. Hasil Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Peneliti ... 91

c. Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siswa ... 94

d. Hasil Kegiatan Wawancara ... 105

e. Refleksi ... 107

2. Penelitian Siklus II ... 109

a. Pelaksanaan Pembelajaran ... 109

b. Hasil Lembar Observasi Aktivitas Siswa dan Peneliti ... 123


(17)

vii

c. Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung

Bilangan Siswa ... 126

d. Hasil Kegiatan Wawancara ... 136

e. Refleksi ... 137

B. Analisis Data Siklus I dan II ... 138

1. Tes Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitug Bilangan ... 138

2. Lembar Observasi dan Wawancara ... 143

C. Pembahasan Temuan Penelitian ... 145

1. Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siswa ... 145

2. Aktivitas Belajar Siswa ... 147

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 149

B. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151


(18)

(19)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Metode penemuan Murni dan

Terbimbing ... 22

Tabel 2.2 Indikator Pemahaman Matematika Menurut Taksonomi Bloom ... 29

Tabel 2.3 Indikator Aktivitas Belajar Siswa ... 48

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 54

Tabel 3.2 Taraf Keberhasilan Proses Pembelajaran ... 62

Tabel 3.3 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 66

Tabel 3.4 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 67

Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda ... 68

Tabel 4.1 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada Pembelajaran Siklus I ... 91

Tabel 4.2 Rekapitulasi Persentase Kegiatan Mengajar Peneliti pada Siklus I ... 93

Tabel 4.3 Data Statistik Nilai Tes Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus I ... 95

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus I ... 95

Tabel 4.5 Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus I ... 97

Tabel 4.6 Refleksi Siklus I ... 108

Tabel 4.7 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa pada Siklus II ... 123

Tabel 4.8 Rekapitulasi Persentase Kegiatan Mengajar Peneliti pada Siklus II ... 125

Tabel 4.9 Data Statistik Nilai Tes Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus II ... 126

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Pemahaman Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus II ... 127


(20)

x

Tabel 4.11 Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan

Siklus II ... 128 Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Tes Pemahaman Sifat-sifat Operasi

Hitung Bilangan Siklus I dan II ... 138 Tabel 4.13 Persentase Perolehan Skor Tiap Dimensi Pamahaman Sifat-

sifat Operasi Hitung Bilangan Siswa ... 140 Tabel 4.14 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus

I dan II ... 143 Tabel 4.15 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Mengajar Peneliti Pada


(21)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Aktivitas Siswa Saat Menunjuk untuk Kegiatan

Percobaan ... 77 Gambar 4.2 Aktivitas dan Perhatian Siswa saat Percobaan Ikan ... 77 Gambar 4.3 Semangat dan Antusias Siswa saat Melakukan Ice

Breaking ... 80 Gambar 4.4 Aktivitas Siswa dalam Kegiatan Menempel Gambar ... 83 Gambar 4.5 Kegiatan Peneliti Membimbing Siswa ... 84 Gambar 4.6 Aktivitas dan Kerjasama Kelompok Siswa saat

Mengerjakan LKS ... 89 Gambar 4.7 Suasana Tes Akhir Siklus I ... 90 Gambar 4.8 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Translasi Nomor 1 ... 98 Gambar 4.9 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Translasi Nomor 2 ... 99 Gambar 4.10 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Interpretasi Nomor 3 ... 100 Gambar 4.11 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Interpretasi Nomor 4 ... 101 Gambar 4.12 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Interpretasi Nomor 5 ... 103 Gambar 4.13 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Ekstrapolasi Nomor 6 ... 104 Gambar 4.14 Aktivitas Siswa Menempel Media Bangun Persegi

Panjang ... 115 Gambar 4.15 Aktivitas Siswa Menjelaskan Model Matematika Di

Hadapan Teman Lain ... 119 Gambar 4.16 Siswa Fokus dan Tertib Memperhatikan Proses

Demonstrasi ... 120 Gambar 4.17 Suasana Tes Akhir Siklus II ... 123


(22)

xii

Gambar 4.18 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Translasi Nomor 1 ... 129 Gambar 4.19 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Translasi Nomor 2 ... 130 Gambar 4.20 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Interpretasi No. 3 ... 131 Gambar 4.21 Perbandingan Jawaban Siswa pada Soal Dimensi

Interpretasi No. 4 ... 132 Gambar 4.22 Jawaban Siswa pada Dimensi Soal Ekstrapolasi

Nomor 5 ... 133 Gambar 4.23 Jawaban Siswa pada Dimensi Soal Ekstrapolasi


(23)

xiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 2.1 Tahap-Tahap Perkembangan Kogitif Menurut Bruner ... 20 Diagram 2.2 Jenis-Jenis Aspek Pemahaman Menurut Tokoh ... 27 Diagram 4.1 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Pemahaman

Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus I ... 96 Diagram 4.2 Persentase Dimensi Pemahaman Sifat-Sifat Operasi

Hitung Bilangan Siklus I ... 105 Diagram 4.3 Histogram dan Poligon Hasil Tes Kemampuan Pemahaman

Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus II ... 127 Diagram 4.4 Persentase Dimensi Pemahaman Sifat-Sifat Operasi

Hitung Bilangan Siklus II ... 135 Diagram 4.5 Peningkatan Persentase Skor Pemahaman Sifat-Sifat

Operasi Hitung Bilangan Siklus I dan II ... 139 Diagram 4.6 Persentase Skor Dimensi Pemahaman Sifat-sifat Operasi


(24)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 1.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 154

Lampiran 2

Lampiran 2.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I

(3 x pertemuan ) ... 156 Lampiran 2.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II

(3 x pertemuan) ... 175

Lampiran 3

Lampiran 3.1 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus I ... 195 Lampiran 3.2 Kunci Jawaban LKS Siklus I ... 204 Lampiran 3.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Siklus II ... 210 Lampiran 3.4 Kunci Jawaban LKS Siklus II ... 220 Lampiran 3.5 Pedoman Penskoran Pemahaman Konsep Matematika

Siklus I ... 226 Lampiran 3.6 Pedoman Penskoran Pemahaman Konsep Matematika

Siklus II ... 235

Lampiran 4

Lampiran 4.1 Kisi-Kisi Penilaian Aspek Pemahaman Soal Evaluasi

Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas ... 244 Lampiran 4.2 Kisi-kisi Penilaian Aspek Pemahaman Soal Evaluasi

Akhir Siklus I Setelah Uji Valididtas ... 245 Lampiran 4.3 Kisi-Kisi Penilaian Aspek Pemahaman Soal Evaluasi

Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas ... 246 Lampiran 4.4 Kisi-Kisi Penilaian Aspek Pemahaman Soal Evaluasi

Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas ... 247 Lampiran 4.5 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Matematika Siklus I

sebelum Uji Validitas ahli oleh Dosen/Guru ... 248 Lampiran 4.6 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Matematika Siklus II


(25)

xv

Lampiran 4.7 Lembar Evaluasi Akhir Siklus I Sebelum Uji Validitas .... 256 Lampiran 4.8 Lembar Evaluasi Akhir SiklusI Setelah Uji Validitas ... 259 Lampiran 4.9 Kunci Jawaban Dan Pedoman Penskoran Analitik Tes

Akhir Siklus I Setelah Uji Validitas ... 262 Lampiran 4.10 Lembar Evaluasi Akhir Siklus II Sebelum Uji Validitas ... 264 Lampiran 4.11 Lembar Evaluasi Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas ... 266 Lampiran 4.12 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Analitik Tes

Akhir Siklus II Setelah Uji Validitas ... 268

Lampiran 5

Lampiran 5.1 Uji Validitas Tes Akhir Siklus I ... 270 Lampiran 5.2 Uji Reliabilitas Tes Akhir Siklus I ... 271 Lampiran 5.3 Uji Daya Pembeda Tes Akhir Siklus I ... 272 Lampiran 5.4 Uji Taraf Kesukaran Tes Akhir Siklus I ... 273 Lampiran 5.5 Uji Validitas Tes Akhir Siklus II ... 274 Lampiran 5.6 Uji Reliabilitas Tes Akhir Siklus II ... 275 Lampiran 5.7 Uji Daya Pembeda Tes Akhir Siklus II ... 276 Lampiran 5.8 Uji Taraf Kesukaran Tes Akhir Siklus II ... 277

Lampiran 6

Lampiran 6.1 Nilai Latihan-Latihan Soal Matematika Siswa

Kelas IV Pra Penelitian ... 278 Lampiran 6.2 Nilai Tes Pemahaman Sifat-sifat Operasi Hitung

Bilangan Siklus I ... 280 Lampiran 6.3 Nilai Tes Pemahaman Sifat-sifat Operasi Hitung

Bilangan Siklus II ... 281 Lampiran 6.4 Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan

Siklus I ... 282 Lampiran 6.5 Hasil Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan

Siklus II ... 283 Lampiran 6.6 Distribusi Frekuensi Hasil Latihan Soal Siswa Kelas

IV Pra Penelitian ... 284 Lampiran 6.7 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemahaman


(26)

xvi

Lampiran 6.8 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemahaman . Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan Siklus II ... 289

Lampiran 7

Lampiran 7.1 Lembar Observasi Aktivitas Siswa Pra Penelitian dan

Saat Penelitian ... 292 Lampiran 7.2 Lembar Observasi Aktivitas Guru Saat Penelitian ... 294 Lampiran 7.3 Analisis Data Observasi Aktivitas Siswa Pra Penelitian ... 295 Lampiran 7.4 Analisis Data Observasi Aktivitas Siswa Penelitian

Siklus I ... 296 Lampiran 7.5 Analisis Data Observasi Aktivitas Siswa Penelitian

Siklus II ... 297 Lampiran 7.6 Analisis Data Observasi Aktivitas Guru Saat Penelitian

Siklus I ... 298 Lampiran 7.7 Analisis Data Observasi Aktivitas Guru Saat Penelitian

Siklus II ... 299

Lampiran 8

Lampiran 8.1 Lembar Pedoman Wawancara Guru Pra Penelitian ... 300 Lampiran 8.2 Lembar Pedoman Wawancara Guru Setelah Siklus I ... 301 Lampiran 8.3 Lembar Pedoman Wawancara Guru Pasca Penelitian ... 302 Lampiran 8.4 Hasil Wawancara Guru Pra Penelitian ... 303 Lampiran 8.5 Hasil Wawancara dengan Guru Setelah Siklus I ... 306 Lampiran 8.6 Hasil Wawancara dengan Guru Pasca Penelitian ... 308 Lampiran 8.7 Lembar Pedoman Wawancara dengan Siswa Pra

Penelitian ... 310 Lampiran 8.8 Lembar Pedoman Wawancara dengan Siswa Setelah

Siklus I ... 311 Lampiran 8.9 Lembar Pedoman Wawancara dengan Siswa Setelah

Siklus II ... 312 Lampiran 8.10 Hasil Wawancara dengan Siswa Pra Penelitian ... 313 Lampiran 8.11 Hasil Wawancara dengan Siswa Setelah Tindakan

Siklus I ... 316 Lampiran 8.12 Hasil Wawancara Siswa Setelah Siklus II ... 318 Lampiran 8.13 Data Identitas Observer I dan II ... 320


(27)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam memandang manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Allah SWT memberikan potensi jasmani dan rohani bagi manusia, dan potensi tersebut berfungsi sebagai alat penting bagi manusia guna melakukan kegiatan belajar dalam kehidupannya.

Allah juga telah menerangkan dengan jelas dalam FirmanNya, yaitu bahwa manusia memiliki beberapa tujuan dalam penciptaannya. Yakni diantaranya sebagai khalifah di muka bumi, juga untuk beribadah dan berbuat baik serta memberi manfaat kepada selainnya. Sebagaimana salahsatunya dijelaskan dalam firmanNya, dalam QS. Al-Baqarah: 30 sebagai berikut:

عاج يِا كٳٓلملل كّر اق ا

: ق لا) فيلخ ضرالا يف

٠

(

Artinya :

... Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi....” (QS.

Al-Baqarah: 30)1

Dari potongan ayat tersebut, maka dapat dipahami bahwa Allah mengamanahkan manusia dengan tugas yang besar sebagai khalifah, dan sebuah kepastian bahwa Allah juga melengkapi manusia dengan potensi yang lebih baik dari makhluk lainnya. Yaitu kesempuraan potensi jasmaniah dan ruhaniah yang diamanahkan Allah kepada manusia guna menunjang fungsi kekholifahannya.

Untuk menjadi kholifah atau pemimpin, serta orang yang dapat memberi kemanfaatan bagi diri, keluarga, ataupun makhluk lain, manusia perlu melakukan upaya. Upaya tersebut dapat diimplementasikan melalui proses menggali, mengasah, serta mengembangkan potensi-petensi dirinya, yakni melalui upaya yang seimbang secara vertikal (hubungan dengan Rabb-Nya) maupun horizontal (hubungan dengan sesama makhluk). Upaya tersebut tentu tidak akan lepas dari

1

Endang Hendra, dkk, Al-Qur’an Cordova, Special for Muslimah, (Bandung: PT Cordova International Indonesia, 2012), QS. Al-Baqarah: 30, h. 6


(28)

2

makna suatu pembelajaran dan proses belajar, atau yang dikenal dalam sejarah islam sebagai tarbiyah.

Islam juga sangat menekankan umat manusia untuk menuntut ilmu dan saling tolong-menolong serta memberikan manfaat kepada yang lainnya, sebagaimana beberapa Firman Allah SWT berikut:

لا) بٰ لألا ا ل أ ك ي ام إ ۗ ملعي ال ني لا ملعي ني لا

سي ق

: م

٩

(

Artinya :

...Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar : 9)2

.

لمع

امّ هٰللا ٰجرد ملعلا ا ا ني لا م م ا مٰا ني لا هللا عف ي

ي خ

(

: لداجملا

)

Artinya :

... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Mujadilah: 11)3

Begitu juga sebagaimana hadits rasulullah saw sebagai berikut:

نع

ّاج

,

يضر

هٰللا

ام ع

,

اق

سر

هٰللا

.

ص

: .

ا لا يخ

م عف ا

ا لل

Artinya :

Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling banyak memberi manfaat.

Hadis dihasankan oleh Al-Albani di dalam Shahihul Jami‟ (no. 3289). Hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa‟i dan Ahmad:

اس ٳلا ام ا ٳ : اق .ص. هٰللا سر ا ه ع هٰللا يضر ي يّا نع

الٳ هلمع عطق ٳ

(هل عدي حلاص دل ا هّ عف ي ملع ا يراج قدص) الث نم

(د اد ّا ا ر)

Artinya :

2

Ibid., h. 459 3


(29)

3

Jika seseorang meninggal maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah Jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya.”(HR. Muslim)

Dari dalil-dalil Al-Qur‟an dan hadits tersebut kita dapat mengetahui beberapa pesan Allah kepada umat manusia. Pesan pertama ialah mengajak manusia untuk belajar dengan memanfaatkan akal pikirannya. Pesan kedua ialah Allah menjanjikan bahwa suatu kepastian anugrah derajat yang tinggi dan kemulian di sisiNya bagi manusia yang beriman dan berilmu. Pesan ketiga ialah kemanfaatan dalam beramal. Sebab, manusia yang paling baik ialah manusia yang banyak memberikan manfaat dan berguna bagi makhluk di sekitarnya. Pesan keempat ialah bahwa salah satu tabungan kebahagian dan keselamatan manusia di akhirat adalah ilmu yang bermanfaat. Untuk mencapai beberapa pesan tersebut, manusia membutuhkan suatu usaha dan proses yang disebut dengan belajar. Upaya-upaya belajar tersebut dilakukan melalui proses pendidikan.

Pendidikan menurut islam berfungsi membantu manusia pembelajar untuk beriman, bertakwa dan beribadah kepada Tuhannya, beramal sesuai yang disyariatkanNya serta mengembangkan segenap potensi dalam dirinya guna kemasalahatan bagi diri dan makhluk lain serta mencapai tujuan utama yakni keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”4 Jadi, dapat dipahami bahwa fungsi pendidikan dalam islam serta pengertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 sepakat bahwa melalui proses pendidikan ini peserta didik diupayakan untuk berkembang dalam segala aspek potensinya, dan diharapkan dapat menjadi insan yang tidak hanya cerdas namun juga berjiwa spiritual, sosial, juga berkepribadian tangguh.

4

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 2


(30)

4

Pada kenyataannya proses mendidik itu bukan merupakan hal yang mudah dan tanpa hambatan. Sebab, dalam proses mendidik dan membelajarkan siswa dibutuhkan suatu keahlian, persiapan, kesabaran, tanggung jawab dan aspek penunjang lain yang harus dimiliki seorang pendidik. Aspek-aspek tersebut dapat dimiliki seorang pendidik melalui proses pendidikan ataupun pelatihan guru, serta pengalaman yang diperolehnya melalui berbagai upaya yang mendukung. Proses mendidik juga tidak mudah, sebab pendidik harus menghadapi peserta didik sebagai makhluk yang unik dengan berbagai karakteristik, tingkat kecerdasan, keterampilan, dan latar belakang yang berbeda. Selain itu, dalam proses pendidikan formal peserta didik juga telah diprogram untuk mempelajari sejumlah mata pelajaran dengan kurikulum yang telah disusun oleh pihak terkait.

Salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD hingga perguruan tinggi ialah matematika. Hal ini menandakan bahwa pelajaran matematika memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, membandingkan dan lain-lain. Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta analisa manusia. Peran matematika dewasa ini semakin penting karena banyaknya informasi yang disampaikan orang dalam bahasa matematika seperti tabel, diagram, grafik, persamaan dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk mampu bertahan dan berkompetisi serta beradaptasi dengan perkembangan informasi dan teknologi tersebut diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Meskipun matematika demikian penting, ternyata sampai saat ini matematika termasuk bidang yang dianggap sulit dipelajari dibandingkan bidang lain. Hal itu juga dikarenakan matematika memiliki sifat antara lain abstrak, deduktif, konsisten, hirarkis dan logis. Keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak, yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika dan ciri lainnya yang tidak sederhana menyebabkan matematika tidak mudah untuk dipelajari. Misalnya saja pada masalah-masalah bilangan yang cenderung diajarkan langsung melalui simbol-simbol oleh guru, sehingga terkesan


(31)

5

abstrak dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik terhadap pelajaran matematika.

Ketidaktertarikan siswa terhadap matematika akan sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari matematika. Padahal, pemahaman konsep matematika yang baik sangatlah penting. Sebab untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasarat pemahaman konsep sebelumnya. Konsep merupakan buah pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip dan teori. Tingkat pemahaman matematika siswa ternyata lebih dipengaruhi oleh pengalaman siswa itu sendiri, sebab pemahaman yang dibentuk melalui proses pengamatan dan pengalaman langsung akan lebih kuat tersimpan dalam memori. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Confusius dalam Silberman yang dinyatakan lebih dari 2400 tahun yang lalu yakni “When I do I understand (Apa yang saya lakukan, saya paham)”. Kemudian Silberman memodifikasinya menjadi “What I hear, see, discus, and do, I acquire knowledge and skill (Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan)”.5

Pembelajaran matematika merupakan usaha membantu siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui proses, bukan suatu produk. Proses tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya. Proses pembelajaran dapat diikuti dengan baik dan menarik perhatian siswa apabila menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan sesuai dengan materi pelajaran.

Terkait dengan pembelajaran matematika, banyak kecenderungan baru yang tumbuh dan berkembang di berbagai negara, sebagai inovasi dan reformasi model pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tantangan sekarang dan mendatang. Berberapa diantaranya adalah model-model pembelajaran: 1) Contextual Learning, 2) cooperative learning, 3) Realistic mathematics education (RME), 4)

5

Mel Silberman, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, Terj. dari Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subjectoleh Sarjuli, dkk, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2009), Cet. Ke-6, h. 2


(32)

6

problem solving, 5) mathematical investigation, 6) guided discovery, 7) open-ended (multiple solution, multiple metod of solution),8) manipulative material, 9)

concept map, 10) quantum teaching/learning, 11) writing in mathematics.

Matematika memiliki ciri-ciri khusus antara lain ialah bersifat abstrak sedangkan proses pembelajaran di tingkat SD/MI yang baik ialah yang menempatkan siswa sebagai subyek yang aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui sejumlah pengalaman nyata. Ini berarti perlu adanya jembatan penghubung yang dapat menghubungkan keilmuan matematika yang bersifat abstrak ini dengan konteks nyata, sehingga matematika dapat lebih mudah dipahami. Persiapan mencari jembatan merupakan tantangan, yaitu tantangan bagi para pendidik atau guru matematika untuk mencari dan memilih model matematika yang menarik, mudah dipahami siswa, menggugah semangat, menantang terlibat dan pada akhirnya menjadikan siswa cerdas matematika.

Dalam proses pembelajaran matematika di tingkat SD/MI pada kenyataanya muncul beberapa masalah. Diantaranya pada pembelajaran konsep bilangan khususnya sifat-sifat operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah. Hal ini disebabkan oleh banyaknya guru yang menggunakan metode pembelajaran tradisional dalam pembelajarannya. Metode tersebut menempatkan guru sebagai pusat ilmu (teacher as a center of science), yang bertugas mentransfer konsep serta rumus secara langsung kepada peserta didik mereka. Sehingga siswa hanya bertugas mengingat dan menggunakan rumus dengan cara sebagaimana yang telah dijelaskan guru sebelumnya, tanpa disertai dengan pemahaman sifat dalam matematika secara mendalam.

Seperti halnya dalam mengajarkan konsep sifat-sifat operasi hitung dan pemecahan masalah pada kelas IV SD/MI. Guru secara langsung memberikan macam-macam sifat yaitu komutatif, asosiatif dan distributif tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau mengeksplorasi sendiri pengetahuan mereka terkait ketiga sifat tersebut. Selanjutnya siswa dituntut untuk menghafal ketiga sifat tersebut sehingga seringkali terjadi kesalahan konsep mengenai operasi hitung bilangan. Salah satu kesalahan tersebut seperti tertukar antara sifat distributif dan asosiatif.


(33)

7

Guru juga kurang mengaitkan konsep sifat-sifat operasi hitung bilangan dengan masalah-masalah kontekstual yang ada. Dampaknya ialah peserta didik tidak memahami bahwa ilmu matematika khususnya pada konsep bilangan tidak lepas dari kehidupan nyata dalam keseharian mereka.

Hal ini nampaknya sejalan dengan data hasil observasi selama satu kali pembelajaran serta wawancara guru dan siswa yang dilakukan peneliti di kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi. Dalam proses pembelajaran matematika di kelas ini, guru matematikanya biasanya mengajarkan matematika masih dengan metode konvensional yaitu dengan ceramah, tanya jawab ataupun pemberian latihan-latihan soal. Selain itu, diketahui juga bahwa dalam pengajaran materi sifat-sifat operasi hitung bilangan, guru belum memanfaatkan media atau alat peraga tertentu serta hanya berpedoman pada sumber belajar berupa buku siswa beserta gambar-gambar yang ada di dalamnya. Dengan cara pengajaran dan media seadanya itulah yang menyebabkan beberapa siswa tampak kurang antusias saat proses pembelajaran matematika (data lampiran 8.4, h. 303 dan 8.10, h. 313).

Permasalahan pembelajaran yang demikian merupakan suatu hal yang tidak jarang ditemui dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Namun jika dilihat dari aspek psikologi perkembangan anak kelas IV SD/MI yang berusia 9-10 tahun ini, tentu pembelajaran yang demikian dianggap tidak sesuai. Sebab pada usia ini, menurut Piaget mereka masuk dalam tahapan operasional konkret, yaitu tahapan dimana siswa dapat memahami suatu keadaan atau obyek disekitar melalui kegiatan atau obyek nyata.

Aktivitas belajar siswa yang berhasil teramati dalam proses pembelajaran matematika di sekolah ini juga tampak masih rendah. Data ini diperoleh berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran matematika di kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi yang menginformasikan persentase aktivitas belajar siswa baru mencapai 50% yaitu dengan kategori sedang. Dengan demikian aktivitas antar siswa kelas IV di sekolah ini juga menjadi masalah yang harus diselesaikan (data terlampir pada lampiran 7.3, h. 295).


(34)

8

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru matematika kelas ini juga diperoleh informasi bahwa terdapat kendala lain yang biasa dihadapi guru saat mengajarkan matematika dengan siswa lebih dari 40 anak ini. Kendalanya yaitu siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru biasanya akan tertinggal pemahamannya dari teman-teman yang lain. Mereka juga tidak diberi bimbingan saat mengerjakan PR di rumah oleh orang tua, sehingga PR yang diberikan jarang dikerjakan. Lebih lanjut diketahui bahwa sebagian besar siswa di sini orang tuanya berprofesi sebagai pedagang, buruh dan pembatu rumah tangga di sekitar komplek sehingga kurang mendapatkan bimbingan belajar ketika di rumah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa juga diketahui bahwa beberapa siswa suka dengan pelajaran matematika dan sebagian lainnya mengatakan kurang suka dengan mata pelajaran tersebut. Ketidaksukaan siswa terhadap pelajaran matematika diketahui disebabkan oleh pandangan mereka terhadap pelajaran ini sebab mereka harus banyak menghapal rumus agar dapat menyelesaikan soal. Selain itu, beberapa siswa juga mengaku masih bingung dengan pokok bahasan sifat-sifat operasi hitung bilangan yang dipelajari hari itu. Ketidakpahaman siswa terhadap pokok bahasan ini juga didukung oleh data nilai latihan-latihan harian siswa yang rata-ratanya dari 43 siswa yang ada hanya mencapai 70,34, dan 20 siswa diantaranya mendapatkan nilai ≤ 70 (KKM). Hal ini menandakan rendahnya pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan siswa tersebut (data terlampir pada lampiran 6.1, h. 278).

Untuk meningkatkan pemahaman dan aktivitas siswa maka dibutuhkan model pembelajaran yang tepat yang dapat memotivasi siswa untuk aktif belajar, serta menghubungkan siswa, materi pembelajaran dengan dunia nyata disekitar mereka. Sehingga nantinya diharapkan siswa tidak hanya meningkat hasil belajarnya berupa nilai namun juga mendapatkan pengalaman belajar disertai dengan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan. Hal tersebut akan tercapai jika siswa dapat aktif belajar, menemukan, ataupun berinteraksi dengan obyek atau alat bantu nyata dalam pembelajaran matematika. Sebab pemahaman yang didapat melalui proses pembelajaran dengan mengalami akan lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta didik.


(35)

9

Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru dapat membimbing siswa untuk aktif dan paham saat belajar. Untuk itu sebagai guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.

Berdasarkan uraian masalah tersebut, penulis berusaha mencari jalan keluarnya, yakni dengan memilih, mempelajari dan menerapkan salah satu metode pembelajaran yang dicetuskan oleh Jerome Bruner, yaitu metode penemuan terbimbing. Metode penemuan terbimbing adalah metode pembelajaran yang sengaja dirancang dengan menggunakan pendekatan penemuan. Para siswa diajak atau dibimbing untuk melakukan kegiatan eksperimental, sehingga pada akhirnya siswa dapat menemukan konsep pengetahuannya secara lebih bermakna.

Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahaman Sifat-Sifat Operasi

Hitung Bilangan dan Aktivitas Siswa”Studi Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV SDN Pesanggrahan 01 Pagi.

B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi sifat-sifat operasi hitung bilangan.

2. Rendahnya aktivitas belajar matematika siswa.

3. Metode pembelajaran konvensional dengan ceramah dan tanya jawab. 4. Tidak tersedianya alat peraga, media konkret saat pembelajaran.

Fokus dari penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa kelas IV SD dengan menggunakan metode penemuan terbimbing.


(36)

10

C. Pembatasan Masalah

Sebab keterbatasan peneliti dalam beberapa hal dan agar penelitian ini mampu menghasilkan gambaran yang jelas tentang permasalahan yang ada, maka dilakukan pembatasan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada “Rendahnya pemahaman matematika siswa khususnya pada sifat-sifat operasi hitung bilangan siswa”. Materi sifat-sifat operasi hitung bilangan dibatasi pada sifat komutatif (pertukaran), asosiatif (pengelompokkan) dan distributif (penyebaran). Pemahaman siswa dibatasi pada pemahaman translasi, interpretasi dan ekstrapolasi menurut taksonomi Bloom.

2. Penelitian ini dibatasi pada “Rendahnya aktivitas siswa khususnya pada pembelajaran pokok bahasan sifat-sifat operasi hitung bilangan”. Aktivitas yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi 6 aspek aktivitas belajar yang diklasifikasikan oleh Paul D. Dierich, yaitu visual activities, oral activities, drawing activities, motor activities, mental activities, dan emotional activities.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi?

2. Apakah metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi dalam pembelajaran matematika?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan dan aktivitas siswa kelas IV SDN Pesanggrahan 01Pagi melalui Metode Penemuan Terbimbing.


(37)

11

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Siswa

 Dengan penelitian ini diharapkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan matematika siswa meningkat sehingga hasil belajar matematika siswa meningkat.

 Dengan penelitian ini diharapkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika meningkat.

2. Guru

Jika penelitian ini dirasakan dapat membantu proses pembelajaran menjadi lebih baik, maka diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan para guru agar dapat menerapkan metode penemuan terbimbing sebagai usaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

3. Peneliti

 Dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode penemuan terbimbing khususnya dalam upaya meningkatkan pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan matematika siswa.

 Memunculkan sikap peka terhadap permasalahan pendidikan khususnya pendidikan matematika di tingkat SD/MI sehingga memotivasi peneliti untuk meneliti masalah-masalah lainnya dalam dunia pendidikan.


(38)

12


(39)

12

BAB II

KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

PERENCANAAN TINDAKAN

A. Kajian Teori

Kajian teori pada bab ini akan menyajikan pembelajaran matematika, metode penemuan terbimbing, pemahaman sifat-sifat operasi hitung bilangan, aplikasi pembelajaran penemuan terbimbing, serta aktivitas belajar siswa.

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Pembelajaran Matematika

Pembelajaran Menurut Oemar Hamalik dalam Masitoh adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.1 Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, “Pembelajaran ialah proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.”2

Mencermati dua pengertian pembelajaran di atas, dapat dimaknai bahwa di dalam pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik, dan melibatkan unsur-unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai suatu tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Oleh karena itulah pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem, karena di dalamnya terdapat beberapa komponen pembelajaran yang saling terkait satu sama lain, yakni: tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi.3 Sagala dalam Esti, menjelaskan bahwa pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu:

1

Masitoh, dkk., Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 8

2

Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Depdiknas, 2003), h. 2

3


(40)

13

1) Dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa-siswi secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa-siswi sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas siswa-siswi dalam proses berfikir.

2) Dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa-siswi, yang pada gilirannya kemampuan berfikir itu dapat membantu siswa-siswi untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.4

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran tercipta suasana dialogis antara guru dengan peserta didik, dan antar sesama peserta didik, yang melibatkan proses mental, kegiatan berpikir peserta didik melalui serangkaian aktivitas belajar yang dilakukan. Guru tidak lagi diposisikan sebagai subjek atau sumber belajar, dan tidak hanya berperan sebagai perancang suasana belajar, namun juga turut berperan sebagai fasilitor yang menstimulus dan membimbing terjadinya aktifitas belajar peserta didiknya.

Berbagai pendapat muncul berkenaan dengan pengertian matematika yang dilandasi oleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Istilah Matematika berasal dari bahasa latin mathematika yang diambil dari bahasa Yunani mathematikeyang berarti “mempelajari”. Ali Hamzah mengatakan bahwa:

“Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang artinya „pengetahuan‟ dan mathanein yang artinya „berpikir‟ atau „belajar‟. Dalam kamus Bahasa

Indonesia matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas).”5

Menurut Merriam Webster Online Dictionary, “ Mathematics is the science of numbers, quantities, and shapes and the relations between them”.6 Lengkapnya Merriam Webster menjelaskan bahwa matematika adalah ilmu tentang angka

4

Esti Yuli Widayanti, dkk., Pembelajaran Matematika MI, Edisi Pertama, (Surabaya: LAPIS PGMI, 2009), h. 1-6.

5

Ali, Hamzah dkk.., Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika, ( Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), h..48.

6

Merriem, Merriam Webster Online Dictionary, 2014, (http://www.merriam-webster.com/dictionary/mathematics)


(41)

14

(bilangan) dan operasi-operasinya, interelasi, kombinasi, generalisasi, dan abstraksi, serta konfigurasi, transformasi juga generalisasi. Senada dengan Tinggih dalam Esti Yuli, dkk. menyatakan bahwa matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Slamet Dajono pun memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika, yaitu:

1. Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang.

2. Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi berbagai struktur dan pola yang dapat diimajinasikan.

3. Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.7

Menurut Fruedenthal dalam Markaban, ... mathematic as a human activity.

Education should given student the “guided” opportunity to “reinvent” mathematics by doing it”.8

Pandangan Fruedenthal tersebut diartikan bahwasannya Matematika sebagai suatu aktivitas manusia. Adapun pendidikan matematika siswa itu harus diberikan melalui “bimbingan” serta kesempatan untuk "menemukan kembali" matematika dengan cara melakukannya. Sehingga pengertian matematika menurut Fruedenthal tersebut berimplikasi bahwa matematika hendaknya dapat mengaktifkan siswa selama proses pembelajaran serta mengurangi kecenderungan guru mendominasi pembelajaran. Selain itu dalam pembelajaran matematika hendaknya siswa dibimbing, dipandu untuk menemukan kembali matematika dengan melalui serangkaian aktifitas nyata yang dilakukan.

Adapun Begle dalam Esti Yuli dkk, menyatakan bahwa “sasaran atau objek penelaahan matematika adalah fakta, konsep, operasi, dan prinsip.”9 Lebih lanjut Hudojo dalam Esti mengartikan matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir.

7

Slamet Dajono, Harapan Terhadap Pengarahan Pendidikan Matematika di Indonesia, Makalah disampaikan pada Peresmian Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surabaya, Surabaya, 03 Mei 1976, h. 5

8

Markaban, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing., (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 4

9


(42)

15

Dari beberapa pengertian matematika tersebut, maka dapat diambil pemahaman bahwa matematika secara bahasa berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui jalan belajar berpikir (bernalar). Sedangkan secara istilah matematika diartikan sebagai suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir, yang memiliki objek tujuan yang abstrak yakni fakta, konsep, operasi dan prinsip, serta berpola pikir deduktif. Selain itu dalam matematika dipelajari beberapa ilmu turunannya yang diantaranya ilmu tentang angka (bilangan) dan operasi-operasinya, interelasi, kombinasi, generalisasi, dan abstraksi, serta konfigurasi, transformasi juga generalisasi.

Dengan demikian maka pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai proses kegiatan yang di dalamnya terdapat interaksi peserta didik dengan sumber belajarnya, dengan melibatkan aktivitas berpikir, mengalami, dan menemukan fakta, konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika.

Memandang pentingnya matematika sebagai alat untuk mengembangkan cara berpikir, maka matematika sangat perlu dibekalkan sedini mungkin pada anak. Hal ini sejalan dengan pandangan Hudojo dalam Esti, “Matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK, sehingga matematika perlu dibekalkan kepada peserta didik sejak MI/SD, bahkan sejak TK”10

.

b. Hakikat Pembelajaran Matematika di MI

Menurut Esti, anak bukanlah manusia dewasa dalam ukuran kecil. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa anak pada umumnya memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan orang dewasa bahkan mereka berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut juga dapat dilihat dari cara berfikir, bertindak bekerja dan lain sebagainya. Anak-anak MI/SD adalah anak yang pada umumnya berada pada kisaran usia 6-12 tahun. Menurut Piaget, anak pada usia ini masih berada pada tahap berpikir operasional konkret, artinya bahwa siswa-siswi MI/SD belum bisa berfikir formal atau abstrak. Pada tahap ini anak-anak dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkret. Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika guru harus memperhatikan

10


(43)

16

karakteristik dan perbedaan-perbedaan tersebut untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran matematika di MI/SD.11

Selain itu, Esti juga menerangkan perbedaan karakteristik antara anak usia MI dan matematika mengakibatkan adanya kesulitan dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu diperlukan adanya cara yang efektif untuk menjembatani antara tahap berpikir anak usia MI yang masih dalam operasional konkret dan matematika yang bersifat abstrak.12

Dalam upaya menghubungkan matematika yang bersifat abstrak dan deduktif dengan karakteristik siswa SD yang masih tahap operasional konkret, Heruman mengidentifikasi pembelajaran matematika di SD sebagai berikut:

1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan dimana konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan dengan topik sebelumnya. Topik baru merupakan pendalaman dan perluasan topik sebelumnya.

2. Pembelajaran matematika bertahap

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap dari konsep yang sederhana menuju konsep yang sulit, dari pembelajaran materi secara konkret, ke semi konkret dan akhirnya kepada konsep yang abstrak. Lebih lanjut Heruman menjelaskan bahwa untuk mempermudah siswa memahami objek matematika maka benda-benda konkret digunakan pada tahap konkret, kemudian gambar-gambar pada tahap semi konkret dan akhirnya ke simbol-simbol pada tahap abstrak. 3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif

Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap mental siswa SD yang masih konkret maka pada pembelajaran matematika SD digunakan pendekatan induktif. Lebih lanjut Heruman menjelaskan bahwa seperti halnya dalam pengenalan bangun ruang

11

Ibid.

12


(44)

17

yang tidak dimulai dengan definisi tetapi melalui contoh-contoh bangunnya.

4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran matematika merupakan kebenaran konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya. Artinya, meskipun di SD pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif yakni dari contoh-contoh umum ke dalil atau prinsip umum matematika tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara deduktif.

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Artinya dalam belajar bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya hal tersebut ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SD, kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.13

Selain itu, untuk mengatasi permasalahan matematika yang bersifat abstrak dan siswa SD yang masih konkret, saat ini sudah mulai berkembang beberapa model pembelajaran matematika sebagai hasil inovasi para ahli. Beberapa diantaranya ialah, contextual learning, cooperative learning, realistic mathematics education (RME), problem solving, mathematical investigation, guided discovery, open ended (multiple solution, multiple metod of solution),

manipulative material, concept map, quantum teaching/learning, writing in mathematics.

Sebagai upaya menjembatani karakteristik anak MI/SD yang operasional konkret dan matematika yang bersifat abstrak, maka pada penelitian ini saya akan meneliti salah satu alternatif model pembelajaran tersebut, yakni penemuan terbimbing dengan tetap memperhatikan prinsip pembelajaran SD yang dikemukakan Heruman.

13


(45)

18

2. Metode Penemuan Terbimbing

Menurut Pupuh, “metode secara bahasa dapat diartikan sebagai cara atau prosedur, yakni suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.”14

Sedangkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar untuk mencapai tujuan. Dengan demikian metode pembelajaran itu sendiri dapat diartikan sebagai cara yang dipakai oleh guru untuk menciptakan interaksi belajar peserta didik dengan sumber belajarnya guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Adapun salah satu metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik serta menciptakan interaksi siswa dengan sumber belajarnya ialah metode penemuan. Model atau metode penemuan terbagi menjadi dua, yaitu penemuan murni dan penemuan terbimbing. Dalam Model Penemuan Murni, yang oleh Maier disebutnya sebagai “heuristik”, apa yang hendak ditemukan, jalan atau proses semata-mata ditentukan oleh siswa itu sendiri.15

Metode penemuan murni awalnya dikembangkan Joromer Bruner seorang ahli psikologi perkembangan dan psikologi kognitif Universitas Harfard, dengan menyatakan “bahwa anak harus berperan aktif di kelas”.16

Metode penemuan murni ini adalah cara menyampaikan bahan ajar sedemikian sehingga proses belajar yang terjadi memungkinkan siswa untuk menemukan hal baru baginya berdasarkan serentetan pengalaman yang dimiliki. Metode ini merupakan metode yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif.

Menurut pandangan Bruner dalam Markaban “belajar dengan penemuan adalah belajar menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahanya.”17 Lebih lanjut Bruner menetapkan hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam metode penemuan yaitu “Adanya suatu kenaikan di dalam potensi

14

Pupuh Faturrahman, Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 55

15

Markaban, op.cit., h. 9 16

Wasty Soemato, Psikologi Pendidikan, (Jakarta,: PT Rineka Cipta, 2006), Cet. ke-5. h. 134.

17


(46)

19

intelektual, ganjaran intrinsik lebih di tekankan dari pada ekstrinsik, siswa mempelajari bagaiamana menemukan berarti siswa itu menguasai metode penemuan”18.

Menurut Enciclopedia of Educational Research “penemuan merupakan suatu strategi yang unik dapat dibentuk oleh guru dengan berbagai cara”,19

termasuk mengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sund berpendapat bahwa metode penemuan (discovery lesson) adalah “proses mental dimana siswa

mampu mengasimilasikan suatu konsep atau sesuatu prinsip”.20

Dengan demikian metode penemuan diartikan sebagai prosedur pembelajaran yang mementingkan pembelajaran perseorangan dan mandiri dalam memanipulasi obyek, melakukan percobaan, sebelum sampai kepada generalisasi, berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri serta reflektif.

Menurut Bruner dalam Joe, “Children learn a subject matter by moving through the stages of enactive, iconic and symbolic”.21 Pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran penemuan seorang siswa dapat belajar suatu materi pelajaran melalui tiga tahapan, yakni enaktif, ikonik dan simbolik. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa “These stages are not absolutes. There are no boundaries or time limits with a stage, but in order to master a concept all three stage must be used the three stages are know as enactive, iconic and symbolic”22. Sehingga bagi Bruner, tahap-tahap tersebut tidak mutlak dalam arti bahwa tidak ada batasan waktu pada tahapan tersebut. Akan tetapi, menurutnya untuk dapat menguasai konsep ataupun bahan pelajaran siswa harus melalui ketiga tahapan tersebut.

18

Wasty Soemanto, op.cit., h.135 19

B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), Cet. 2, hal. 178

20

Ibid., h. 179 21

Joe L. Kincheloe, Raymond A. Lorn, The Praeger Handbook of Education and Psychology, Volume 1, (Westport, Conn. : Praeger, 2007), h. 60

22


(47)

20

Sehingga menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui 3 tahap tersebut secara mandiri, yang dapat dimaknai sebagai berikut:

a. Tahap enaktif

Pada tahap ini anak didik melakukan aktivitas-aktivitasnya dalam usaha memahami lingkungan. Peserta didik melakukan observasi dengan cara mengalami secara langsung suatu realitas. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.

b. Tahap ikonik

Pada tahap ini anak didik melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.

c. Tahap simbolik

Pada tahap ini peserta didik mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika, serta komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.23

Diagram 2.1

Tahap-Tahap Perkembangan Kogitif Menurut Bruner

23

Zulfikar Ali Buto, Implikasi Teori Pembelajaran Jerome Bruner dalam Nuansa Pendidikan, Millah Edisi Khusus Desember 2010, 2010, h. 61


(48)

21

Menurut Markaban “Metode Penemuan Murni tersebut kurang tepat karena umumnya sebagian besar siswa masih membutuhkan konsep dasar untuk menemukan sesuatu.”24 Selain itu, penemuan tanpa bimbingan dapat memakan waktu berhari-hari dalam pelaksanaannya atau bahkan sebagian siswa tidak tahu harus melakukan apa dalam penemuannya. Dengan demikian, jelaslah model atau metode penemuan ini kurang tepat untuk siswa sekolah dasar maupun lanjutan apabila tidak disertai dengan bimbingan guru, sebab akan banyak memakan waktu, dan siswa cenderung tergesa-gesa menarik kesimpulan sehingga hasil temuan yang diharapkan tidak tercapai. Mengingat hal tersebut, maka muncullah metode penemuan degan bimbingan dan panduan guru.

Metode penemuan yang dipandu oleh guru atau penemuan terbimbing ini menurut Cooney dalam Markaban pertama kali dikenalkan oleh Plato dalam suatu dialog antara Socrates dan seorang anak, maka dari itulah sering juga disebut dengan Socratic. Metode ini melibatkan suatu dialog antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui suatu urutan pertanyaan yang diatur oleh guru. Salah satu buku yang pertama menggunakan teknik penemuan terbimbing adalah oleh Warren Colburn yang pelajaran pertamanya berjudul: Intelectual Arithmetic upon the Inductive Method of Instruction, yang isinya menekankan penggunaan suatu urutan pertanyaan dalam mengembangkan konsep dan prinsip matematika.25

Sebagai suatu metode pembelajaran dari sekian banyak metode pembelajaran yang ada, metode penemuan terbimbing, menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa jika diperlukan. Dalam metode ini, siswa di dorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.26

Sund mengatakan bahwa penggunaan metode penemuan terbimbing (guided discovery lesson) dalam batas-batas tertentu adalah baik untuk kelas-kelas rendah.

24

Markaban, loc.cit., h. 9 25

ibid., h. 10 26


(49)

22

J. Richard dan asistennya mencoba self learning siswa, sehingga “proses

pembelajaran berpindah dari situasi teacher dominated learning (vertical) ke situasi student dominated learning (horizontal)”27, dengan menggunakan

discovery yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat dengan diskusi, tanya jawab, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. “Salah satu bentuknya adalah Guided Discovery

Lesson”.28

Sehingga metode penemuan terbimbing dapat diartikan sebagai prosedur pembelajaran yang berpusat pada kegiatan aktif siswa dalam mengkaji informasi atau masalah, mengolahnya, menggeneralisasinya, dan mengevaluasinya hingga akhirnya mampu menemukan makna bagi pengetahuannya, dan guru diposisikan sebagai fasilitator yang membimbing siswa dalam proses penemuannya.

Berdasarkan pengertian kedua jenis metode penemuan yang diuraikan sebelumnya, maka dapatlah peneliti simpulkan letak perbedaan dan persamaan keduanya, yakni sebagai berikut:

Tabel 2.1

Persamaan dan Perbedaan Metode Penemuan Murni dan Terbimbing Metode Penemuan

Metode Penemuan Murni Metode Penemuan Terbimbing

1. Siswa dihadapkan pada sebuah permasalahan/pertanyaan yang harus dipecahkan secara mandiri, dengan bantuan alat/sumber/bahan yang diberikan guru.

2. Siswa secara perseorangan dan mandiri aktif dan reflektif dalam memanipulasi obyek, melakukan percobaan, menyusun kesimpulan

1. Siswa diberikan sejumlah urutan pertanyaan oleh guru yang memandu atau mengarahkan siswa untuk dapat aktif memecahkan masalah.

2. Melalui bimbingan/panduan guru siswa secara perorangan/kelompok secara aktif memanipulasi obyek, melakukan percobaan, menyusun kesimpulan

27

B. Suryosubroto, op. cit., h. 179 28


(50)

23

3. Penilaian pembelajaran berorientasi pada proses siswa dalam mengarahkan sendiri, mencari sendiri serta reflektif.

4. Melibatkan aktifitas mental,dan adanya kenaikan fungsi intelektual secara mandiri

5. Proses pembelajaran melalui 3 tahap (enaktif,ikonik, simbolik)

6. Tidak ada pemberian bimbingan, dan guru di akhir memberikan hasil jawaban pemecahan masalah yang benar untuk dicocokkan.

3. Penilaian pembelajaran berorientasi pada proses dan hasil siswa secara individu atau kelompok dalam mencari dan memecahkan masalah. 4. Melibatkan aktifitas mental, adanya

kenaikan fungsi intelektual secara terarah, sesuai perkembangan siswa 5. Proses pembelajarannya dibimbing

ke dalam 3 tahap yakni enaktif, ikonik, dan simbolik

6. Pemberian bimbingan oleh guru disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan siswa dan di akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyamakan pemahaman

Dengan demikian secara umum dalam metode penemuan terbimbing, langkah yang ditempuh guru adalah menyatakan masalah kemudian membimbing siswa melalui suatu dialog, arahan, instruksi ataupun serentetan pertanyaan guna mengarahkan siswa dalam menemukan penyelesaian masalahnya. Intruksi-intruksi tersebut seminimal mungkin diberikan guru, sedangkan siswa mengikuti intruksi-intruksi yang sedikit itu, dan berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya.

Selain itu, untuk mengetahui langkah-langkah metode penemuan terbimbing peneliti juga berusaha menelaah teori pembelajaran Bruner mengenai klasifikasi tiga tahapan proses pengembangan kognitif siswa saat pembelajaran, yakni: 1. Perolehan informasi, yaitu tahap permulaan, di mana informasi atau ilmu

pengetahuan diterima dari luar.

2. Pengolahan informasi, yaitu penyesuaian informasi-informasi yang telah diperoleh berupa pengklasifikasian secara obyektif.


(51)

24

3. Evaluasi atau pengecekan (Checking) yakni mengadakan “tes kecukupan” atau kebenarann terhadap informasi yang telah diolahnya tersebut.29

Sebab metode penemuan terbimbing merupakan pengembangan dari teori metode penemuan murni Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah perkembangan kognitif siswa dalam pembelajaran penemuan terbimbing tidak jauh berbeda dengan ketiga langkah pembelajaran Bruner tersebut. Hanya saja, jika dalam penemuan murni ketiga langkah tersebut diaplikasikan siswa secara mandiri, maka dalam pembelajaran penemuan terbimbing siswa melakukan proses tersebut melalui bimbingan dan arahan guru.

Namun agar pelaksanaan metode penemuan terbimbing dapat berjalan dengan efektif dan jelas, secara lebih rinci Shadiq membagi prosesnya ke dalam langkah-langkah sebagai berikut:

1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. Perumusan harus jelas dan hindari pernyataan yag menimbulkan salah tafsir agar arah yang ditempuh siswa tidak salah. 2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses,

mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa pada tujuan yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS (Lembar Kerja Siswa). 3. Siswa Menyusun konjektur (perkiraan) dari hasil analisis yang

dilakukan

4. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini perlu dilakukan untuk meyakinkan kebenaran perkiraan siswa, sehingga akan menuju ke arah yang hendak dicapai.

5. Apabila diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.

29


(52)

25

6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.30

Dari beberapa penjelasan teori dan langkah-langkah penemuan terbimbing tersebut, peneliti memutuskan untuk menggabungkan teori Bruner, Plato, dan Shadiq. Sehingga dalam langkah kegiatan siswa, peneliti menggunakan tiga tahap proses pengembangan kognitif siswa saat pembelajaran (perolehan informasi, pengolahan informasi, dan evaluasi) serta tiga tahap perkembangan kognitif Bruner (enaktif, ikonik, dan simbolik) yang disertai dengan bimbingan guru sesuai pandangan Plato (diskusi, tanya jawab, melalui serentetan pertanyaan/instruksi yang dapat mengarahkan siswa dalam proses penemuannya). Selain itu, untuk memperjelas tugas serta langkah-langkah yang harus dilakukan guru, peneliti beracuan pada langkah-langkah pembelajaran penemuan menurut Shadiq.

Metode penemuan terbimbing dalam penerapannya dalam pembelajaran memiliki beberapa kelebihan. Menurut Masitoh, metode penemuan terbimbing apabila diterapkan memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut:

a) Siswa belajar bagaimana belajar melalui proses penemuan. b) Pengetahuan yang diperoleh melalui penemuan sangat kokoh c) Metode penemuan membangkitkan gairah siswa dalam belajar.

d) Metode penemuan memungkinkan siswa bergerak untuk maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

e) Metode ini menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia merasa lebih terlihat dan termotivasi sendiri untuk belajar. f) Metode ini berpusat pada anak, dan guru sebagai teman belajar atau

fasilitator.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode Penemuan terbimbing apabila diterapkan maka dapat memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sebagai berikut: 1) Memungkinkan untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, 2) Pengetahuan yang ditemukan sendiri melalui metode penemuan akan betul-betul dikuasai, dan mudah digunakan/ditransfer dalam situasi lain, 3) Siswa dapat

30


(53)

26

menguasai salah satu metode ilmiah yang sangat berguna bagi kehidupannya, 4) Siswa dibiasakan berpikir analitis dan mencoba memecahkan masalah yang akan ditransfer dalam kehidupan masyarakat.

3. Pemahaman Sifat-Sifat Operasi Hitung Bilangan a. Pengertian Pemahaman

Menurut kamus besar bahasa indonesia, pemahaman berarti proses, cara perbuatan memahami atau memahamkan.31 Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.32 Definisi tersebut sejalan dengan Benyamin S Bloom dalam Djaali, pemahaman ialah kemampuan untuk menginterpretasi atau mengulang informasi dengan menggunakan bahasa sendiri.33

Kemampuan Pemahaman (comprehension) mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.34 Kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, membuat perkiraan dari data tertentu. Kemampuan pemahaman (comprehension) setingkat lebih tinggi dari kemampuan pengetahuan. Dimana pada kemampuan pemahaman (comprehension) mengharapkan siswa tidak hanya menghafal secara verbal, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang dinyatakan.

Dari definisi dan kategori pemahaman di atas, maka pemahaman secara umum merupakan suatu kemampun ranah kognitif yang tergambar melalui kemampuan seseorang menjelaskan informasi atau pengetahuan hasil pemahamannya dengan kata-kata sendiri, mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, membuat perkiraan dari data tertentu. Dengan demikian siswa tidak lagi sekedar menghafal makna atau kosep melainkan telah mampu memahami makna atau kosep dari fakta yang dinyatakannya.

31

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi terbaru,, (Jakarta: Gitamedia Press, 2007), h. 568

32

Maritis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Cetakan ke-3, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005), h. 28

33

Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 77. 34


(54)

27

Terdapat beberapa pendapat tokoh dalam pembagian jenis aspek pemahaman. Adapun beberapa tokoh tersebut diantaranya Bloom, Polya, Pollastek, Skemp, dan Copeland, diantaranya sebagaimana bagan berikut:35

Diagram 2.2

Jenis-Jenis Aspek Pemahaman Menurut Tokoh

Pemahaman atau komprehensi dalam taksonomi Bloom secara umum adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya, dalam hal ini testee tidak hanya hafal secara verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang dinyatakan.

Perilaku pemahaman menurut taksonomi Bloom dibedakan menjadi tiga, yaitu pemahaman translasi, interpretasi dan ekstrapolasi sebagai berikut:

1. Pemahaman translasi (Translation)

Pemahaman translasi yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain daripada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya.36

35

Asep Jihad, Pengembangan Kurikulum Matematika, Cetakan ke-1, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008), h. 167

36

Gelar, Dwirahayu, Munaspriyanto Ramli, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Sebuah Ontologi, (Tangerang: PIC, 2007), h. 108.


(55)

28

Adapun kata kerja operasional guna mengukur kemampuan ini yakni menerjemahkan, mengubah, mengilustrasikan.37

Jadi pemahaman translasi adalah pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat ataupun permasalahan dalam soal ke dalam bentuk lain guna dapat menyelesaikan soal tersebut.

2. Pemahaman Interpretasi (interpretation)

Pada pemahaman interpretasi membutuhkan pemahaman translasi. Kemampuan interpretasi yaitu kemampuan untuk memahami bahan atau ide yang direkam, diubah, atau disusun dalam bentuk lain seperti grafik, tabel, diagram, dan sebagainya.38 Sedangkan, Ngalim Purwanto memandang bahwa kemampuan interpretasi dapat dilihat jika siswa mampu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya.39 Eli Herliani lebih lanjut menjelaskan bahwa kemampuan interpretasi atau penafsiran dalam taksonomi Bloom ini yaitu kemampuan memberikan penjelasan terhadap suatu data atau informasi. Kemampuan ini dapat dijabarkan ke dalam kata kerja operasional memperhitungkan, memprakirakan, dan menduga.40

Jadi pemahaman interpretasi adalah pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menafsirkan bahan atau ide matematis untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan matematika.

3. Pemahaman Ekstrapolasi (extrapolation)

Pemahaman Ekstrapolasi tidak lepas dari pemahaman translasi dan pemahaman interpretasi. Kemampuan ekstrapolasi yaitu keterampilan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi yang asli.41 Sedangkan Oemar Hamalik memandang pemahaman ekstrapolasi adalah kemampuan untuk

37

Eli, Herliani, Indrawati, Penilaian Hasil Belajar untuk Guru SD, (Bandung: PPPPTK IPA, 2009), hal. 13

38

Gelar, Dwirahayu, op. cit., h. 108. 39

Ngalim, Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2004), cet. 12, h. 44

40

Eli, Herliani, op. cit., h. 13 41


(1)

Lampiran 8.11

Hasil Wawancara dengan Siswa Setelah Tindakan Siklus I

1. Apakah kalian menyukai pelajaran matematika dengan cara pengajaran yang ibu lakukan (metode penemuan terbimbing)? Mengapa?

A : “Iya, suka, bu. Soalnya belajarnya sambil praktek, jawab soal juga pake megang ikan bu, kalau engga nempel-nempel gambar, pokoknya asyik deh.

B : “Betul bu, aku juga suka. Enak soalnya ngerjain soalnya bareng temen. Soalnya kalau aku ngerjainnya soal sedirian masih bingung.

C : “Lumayan bu, soalnya aku kurang bisa pelajaran matematika. Tapi kalau pas waktu teman ada yang praktek kemarin aku suka.Nah, pas ngerjain soal LKSnya yang aku kurang ngerti dan kurang suka”.”

2. Apakah kalian lebih mudah memahami pelajaran matematika dengan cara mengajar yang ibu lakukan (dengan metode penemuan terbimbing)?

A : “Paham, bu.” B : “Lumayan, deh bu.

C : “Hee, kalau ngerjain soal aku kurang paham.

3. Apakah kalian merasa lebih aktif belajar matematika selama pembelajaran yang ibu lakukan?

A : “Iya, bu”.

B : “Iya, lumayan dah bu, aku sekarang jadi gak malu nanya kalo gak ngerti”.

C : “Iya bu, aku aktif ko bu, bantuin ibu ngitung buah waktu itu. Hee..”


(2)

sukai?

A : “Aku suka pas bisa jawab soal-soal yang ibu baca atau ibu tulis, soalnya dapet hadiah, kalau pas kelompok saya ngerjainnya LKS paling cepet juga suka, soalnya dapet hadiah lagi.” B : “Aku paling suka pas nempel-nempel gambar ayam, burung,

sama buah bu, asyik.

C : “Aku sukanya waktu bisa bantu ibu praktek naro-naro buah di piring bu, walaupun dibantuain temen-temen juga sii, hee.

5. Kegiatan atau aktivitas pembelajaran matematika apa yang kalian kurang sukai?

A : “Aku kalau belajar matematika suka-suka aja, bingung yang gak suka pas apa bu.Eh ini deh bu, waktu belajar di pertemuan

pertama pas aku sekelompok sama 5 orang, nah si S41 kan gak mau ikut ngerjain, Jadi aku gak suka kalau kerja kelompoknya kebanyakan orang

B : “Aku kurang suka suka waktu aku gak kepilih bantuin ibu maju ke depan waktu praktek ikan tuh bu, padahal aku pengen

banget.”

C : “Aku kurang suka waktu harus buka lem doubletip bu dari

gambar yang mau ditempel, ribet banget susah dibukanya, waktu ngerjain LKSnya bu.”


(3)

Lampiran 8.12

Hasil Wawancara Siswa Setelah Siklus II

1. Apakah kalian menyukai pelajaran matematika dengan cara pengajaran yang ibu lakukan (metode penemuan terbimbing)? Mengapa?

A : “Iya, suka, bu. Karena jadi tahu manfaat belajar matematika sekarang.

B : “Iya,suka. Karena seneng aja belajarnya gak tegang.

C : “Lumayan bu, soalnya sekarang aku jadi agak suka matematika. 2. Apakah kalian lebih mudah memahami pelajaran matematika dengan cara

mengajar yang ibu lakukan (dengan metode penemuan terbimbing)? A : “Iya, lebih mudah, bu.”

B : “Iya, aku jadi gampang ingetnya karena udah paham sifat operasi hitungnyabu.

C : “Iya, lumayan.

3. Apakah kalian merasa lebih aktif belajar matematika selama pembelajaran yang ibu lakukan?

A : “Iya, bu”.

B : “Iya, bu, aku seneng sekarang bisa cepat ngerjain soal-soal,dapat hadia juga lagi.

C : “Iya bu, aku lumayan aktif kan?

4. Kegiatan atau aktivitas pembelajaran matematika apa yang paling kalian sukai?

A : “Aku suka waktu kita belajar nemuin sifatasosiatif perkalian pakai buah yang ibu bawa.

B : “sama, aku juga.” C : “sama,aku juga”


(4)

sukai?

A : “Enggak ada”

B : “Waktu enggak kepilih maju buat mindahin buah bu, padahal aku pengen”


(5)

Lampiran 8.13

Data Identitas Observer I dan II Observer I

Nama : Sri Murdiati, S.Pd.

Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 06 Juli 1955

Alamat : Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Kristen

Masa Kerja : 36 tahun

Pangkat/Gol : IV a

NIP : 1955.07.06.1978.01.2002

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Cangkringan : 6 tahun

2. SMP/Taman Siswa : 3 tahun

3. SPG Penampungan Bogor : 3 tahun 4. D II Universitas Terbuka : 3 tahun 5. S-1 PGRI Sukabumi : 2,5 tahun Riwayat Mengajar :

1. 1976 – 1979 : SD Cipinang Muara, Jakarta Timur 2. 2080 – 2002 : SDN Pesanggrahan 02 Pagi

3. 2002 – 2014 : SDN Pesanggrahan 01 Pagi Observer II

Nama : Ervina Lutfiyati

Tempat, Tanggal Lahir : Kediri, 08 Agustus 1988

Alamat : Lararangan-Selatan, Tangerang.

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam


(6)

1. 1995 – 2000 : SDN 01 Larangan-Selatan

2. 2000 – 2003 : MTS An-Nurmaniyah Tangerang 3. 2003 – 2006 : SMA 108 Jakarta

4. 2006 – 2010 : S-1 Pendidikan Matematika UNJ

Pengalaman :

1. Praktik Pengalaman Lapangan sebagai pengajar matematika tingkat SD-SMA di Bimbingan Belajar Nurul Fikri selama ± 6 tahun, sejak 2008-saat ini. 2. Praktik Pengalaman Lapangan sebagai guru privat matematika siswa

SD-SMA selama ± 5 tahun, sejak 2009-saat ini.

3. Praktik Pengalaman Lapangan sebagai pengajar matematika di SMA 30 Jakarta Pusat selama ± 1 tahun, sejak semester genap tahun ajaran 2013/2014-saat ini.


Dokumen yang terkait

Pengaruh permainan kartu milenium ular angka terhadap hasil belajar matematika pada materi operasi hitung bilangan: quasi ekpserimen di SDN Cengkareng Timur 17 Pagi

2 4 92

Pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing (guided discorvery lesson) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa

1 9 95

PENEMENIN Penerapan Papan Magnetik Dan CD Warna Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Hitung Bilangan Bulat Kelas IV SDN Kleco I Surakarta.

0 1 16

PENDAHULUAN Penerapan Papan Magnetik Dan CD Warna Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Hitung Bilangan Bulat Kelas IV SDN Kleco I Surakarta.

0 2 8

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIKA OPERASI HITUNG CAMPURAN DENGAN METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS Upaya Meningkatkan Pemahaman Matematika Operasi Hitung Campuran Dengan Metode Pembelajaran Numbered Heads Together Pada Siswa Kelas III SD Negeri 2

0 1 13

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA PADA MATERI SIFAT-SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI KELAS V SEKOLAH DASAR (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas V SDN Pengadilan 1 Kecamatan Tawang Kota Tasikmalaya).

0 2 34

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SIFAT-SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT SISWA SD.

0 0 20

bab 2 sifat operasi hitung bilangan

0 0 52

Operasi Hitung Bilangan Bulat Matematika Bab 1

0 0 2

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 PALU PADA MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT | Nurhidayah | Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako 8293 27197 1 PB

0 0 12