Pengaruh penggunaan alat peraga batang napier terhadap pemahaman konsep perkalian siswa kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

LINDA

NIM. 109018300109

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014/1435 H


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

LINDA (109018300109), Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Batang Napier Terhadap Pemahaman Konsep Perkalian Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang, Skripsi, Jurusan PGMI (Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh alat peraga batang Napier terhadap pemahaman konsep perkalian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen. Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 12 Pamulang, Tangerang Selatan pada tahun pelajaran 2013/2014. Pengumpulan data pemahaman konsep perkalian dilakukan dengan menggunakan tes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman konsep perkalian yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga batang Napier sebesar 76,64 sedangkan pemahaman konsep yang diajar tanpa menggunakan alat peraga batang Napier sebesar 68,9. Kemampuan pemahaman konsep perkalian yang diajar dengan menggunakan alat peraga batang Napier lebih tinggi daripada yang diajar tanpa menggunakan alat peraga batang Napier (thitung 2,51 ˃ ttabel 2,05). Kesimpulan penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga batang Napier berpengaruh lebih efektif terhadap pemahaman konsep perkalian dibandingkan dengan pembelajaran matematika tanpa menggunakan alat peraga.


(6)

ABSTRACT

LINDA (109018300109), The influence of using a props rod Napier to the understanding of multiplication concept for the third grade students of SD Muhammdiyah 12 Pamulang, thesis, Departement of PGMI (Madrasah Ibtidaiyah teacher education) Faculty of Tarbiyah and Teaching Training, Syarif Hidayatullah State Islamic Univercity Jakarta.

The purpose of research to find out the effect of a props rod Napier to the understanding of the multiplication concept. The method used is quasi-experimental the research was conducted in SD Muhammadiyah 12 Pamulang, South Tangerang in the school year 2013/2014. Data collection is done by understanding of the multiplication concept using the test.

The results showed that the ability to understanding of the multiplication concept is taught by using a props rod Napier at 76,64 and didn’t used the a props rod Napier is 68,9. The ability to understanding of the multiplication concept using a props rod Napier is higher than didn’t used a props rod Napier

(2.51 tabs˃2.05 ttable ). The conclution of the research the influence mathematical

learning by using a props rod Napier is more effectively to the understanding of multiplication concept than mathematical learning without used of a props.


(7)

KATA PENGANTAR









Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT telah memberikan segala rahmat, taufik, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya, para sahabatnya dan pada umatnya yang selalu setia mengikuti petunjuknya sampai akhir zaman.

Alhamdulillah skripsi yang berjudul: “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Batang Napier Terhadap Pemahaman Konsep Perkalian Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang” dapat penulis selesaikan dengan baik. Penulis sangat terbantu oleh semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi dan turut membantu memberikan saran dan bimbingan, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. H. Rif`at Syauqi Nawawi, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Rusydi Zakaria, M.Ed. M.Phil. Ketua Jurusan Kependidikan Islam. 3. Bapak Fauzan, M.A. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Madrasah

Ibtidaiyah.

4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan sabar dalam membimbing peneliti sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak/Ibu Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan PGMI yang telah memberikan bantuan dan dukunganya.

6. Bapak Syafruddin, S.Pd selaku kepala sekolah dan segenap dewan guru SD Muhammadiyah 12 Pamulang, terutama Bapak Eden Chusnul S.Pd dan ibu Hj. Robiyah Hadawiyah, S.Pd, yang telah mengizinkan dan memberikan masukan selama proses penelitian disekolah tersebut.


(8)

7. Teruntuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Aman Saputra dan Ibunda Yati yang selalu mendo’akan, memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan, baik moral maupun material yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

8. Lia Amelia dan Nia Karina dengan adanya kalian penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini

9. Sahabat seperjuangan dibangku kuliah Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah 2009 kelas C terutama Sri Lestari, Neneng Komalasari, Rian Syahrini, Laily Azizah, Nadia Nur Kholishoh, Irvani Mufidah dan Nurapriliani yang selalu memberikan semangat, bantuan dan motivasi yang luar biasa. Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa persaudaraan kita. Semoga kita semua dapat menggapai kesuksesaan bersama.

10. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Semoga semua kebaikannya dijadikan amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Amin.

Akhir kata peneliti mohon maaf atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tulisan ini. Semoga karya kecil ini bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca umumya.

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin

Jakarta, 28 Januari 2014 Peneliti


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan Masalah... 7

D.Perumusan Masalah ... 7

E.Tujuan Penelitian ... 7

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A.Deskripsi Teoritis ... 9

1. Kajian Teori Pemahaman Konsep Perkalian ... 9

a. Pengertian Pemahaman Konsep ... 9

b. Pengertian Pembelajaran ... 15

c. Pengertian Matematika ... 16

d. Pengertian Pembelajaran Matematika di SD/MI ... 19

2. Hakikat Perkalian Dalam Matematika ... 20

a. Pengertian Perkalian ... 20

b. Sifat-sifat Perkalian ... 22

3. Alat Peraga Sebagai Media Pendidikan ... 23

a. Pengertian Alat Peraga ... 23


(10)

c. Manfaat Media Alat Peraga ... 26

d. Alat Peraga Batang Napier ... 27

e. Bentuk dan Cara Kerja Alat Peraga Batang Napier ... 30

f. Menghitung Perkalian dengan Menggunakan Alat Peraga Batang Napier ... 31

B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

C.Kerangka Berfikir ... 37

D.Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B.Metode dan Desain penelitian ... 39

C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 40

D.Teknik Pengumpulan Data ... 41

E.Instrumen Penelitian ... 41

F. Teknik Analisis Data ... 49

1. Pengujian Prasyarat Analisis ... 49

a. Uji Normalitas Data ... 49

b. Uji Homogenitas Data ... 50

2. Pengujian Hipotesis ... 51

G.Hipotesis Statistik ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Deskripsi Data ... 53

1. Kemampuan Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Eksperimen ... 53

2. Kemampuan Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Kontrol ... 56

3. Perbandingan Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

B.Hasil Pengujian Prasyarat Analisis ... 59

1. Uji Normalitas ... 59


(11)

C.Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 61

1. Pengujian Hipotesis ... 61

2. Pembahasan Hasil Penelitian... 62

D.Keterbatasan Penelitian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 76 A.Kesimpulan ... 76

B.Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 40 Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Perkalian ... 42 Tabel 3.3 Kriteria Skor Pemahaman Konsep Matematika Siswa ... 44 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Tes Pemahaman Konsep Perkalian

Kelas Eksperimen ... 54 Tabel 4.2 Skor Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Eksperimen

Tiap Dimensi ... 55 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tes Pemahaman Konsep Perkalian

Kelas Kontrol ... 56 Tabel 4.4 Skor Pemahaman Konsep Perkalian Kelas Kontrol Tiap

Dimensi ... 58 Tabel 4.5 Statistik Hasil Penelitian Data Pemahaman Konsep

Perkalian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 59 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep

Perkalian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... ... 60 Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Data Pemahaman

Konsep Perkalian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 61 Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji-t Untuk Data Pemahaman Konsep

Perkalian ... 61 Tabel 4.9 Rekapitulasi Nilai Rata-Rata dan Persentase Pemahaman


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Batang Napier Perkalian ... 21 Gambar 2.2 Contoh Batang Napier ... 29 Gambar 2.3 Cara Kerja Alat Peraga Batang Napier ... 30 Gambar 2.4 Cara Penulisan untuk Menghitung Perkalian Dua Digit

dengan Menggunakan Alat Peraga Batang Napier ... 31 Gambar 2.5 Cara Menghitung Perkalian Dua Digit dengan Alat Peraga

Batang Napier ... 32 Gambar 2.6 Hasil Akhir Perkalian Dua Digit dengan Alat Peraga Batang

Napier ... 33 Gambar 2.7 Bentuk Alat Peraga Batang Napier Tiga Digit dengan Dua

Digit ... 33 Gambar 2.8 Hasil Akhir Pekalian Tiga Digit dengan Dua Digit

Menggunakan Alat Peraga Batang Napier ... 34 Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Pemahaman Konsep

Perkalian Kelas Eksperimen ... 55 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Pemahaman Konsep


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen ... 81

Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol ... 117

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 153

Lampiran 4 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Kontrol ... 171

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Perkalian dan Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep Perkalian ... 183

Lampiran 6 Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep Perkalian dan Tes Pemahaman Konsep Perkalian ... 187

Lampiran 7 Kunci Jawaban Soal Tes Pemahaman Konsep Perkalian ... 191

Lampiran 8 Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes... 192

Lampiran 9 Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 195

Lampiran 10 Perhitungan Dya Pembeda Tes ... 197

Lampiran 11 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran Tes ... 199

Lampiran 12 Rekapitulasi Validitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Tes ... 201

Lampiran 13 Data Hasil Penelitian Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 202

Lampiran 14 Nilai Posttest Kelas Eksperimen Berdasarkan Dimensi Pemahaman Konsep Perkalian ... 203

Lampiran 15 Nilai Posttest Kelas Kontrol Berdasarkan Dimensi Pemahaman Konsep Perkalian ... 204

Lampiran 16 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 205

Lampiran 17 Perhitungan Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 209

Lampiran 18 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 213

Lampiran 19 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 216

Lampiran 20 Perhitungan Uji Homogenitas ... 219

Lampiran 21 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 221

Lampiran 22 Tabel Koefisien Korelasi “r” Produck Moment ... 223


(15)

Lampiran 24 Tabel Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 226

Lampiran 25 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 228

Lampiran 26 Tabel Nilai Kritis Distribusi T ... 229

Lampiran 27 Lembar Uji Referensi ... 230

Lampiran 28 Surat Bimbingan Sripsi ... 238

Lampiran 29 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 239


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Berbagai upaya dilakukan seseorang untuk mendapatkan pendidikan. Dengan pendidikan seseorang akan mendapat ilmu pengetahuan. Salah satu tujuan negara Republic Indonesia yang tercantum pada pembukaan Undang-undang Dasar1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai tindak lanjut dari tujuan tersebut, maka diadakan program pendidikan nasional. Sehubungan dengan hal ini pemerintah telah mengambil kebijaksanaan-kebijaksanaan, diantaranya mengenai melaksanakan pendidikan dewasa ini yang lebih diorientasikan pada peningkatan mutu, khususnya untuk memacu penguasaan pengetahuan dan teknologi yang diperlukan ditingkatkan. Hal ini disebutkan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional:

Secara eksplisit tertera dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3

yaitu: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat sekarang ini menempatkan posisi pendidikan sebagai penentu bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi suatu negara dimasa yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan IPTEK diperlukan penguasaan terhadap ilmu dasar, salah satunya matematika. Perkembangan IPTEK tidak hanya menuntut kemampuan menerapkan matematika tetapi juga membentuk kemampuan penalaran untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Oleh karena itu, penguasaan suatu konsep matematika sangat penting dalam

1

UU RI Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2003), h. 8.


(17)

mendukung hal tersebut. Namun pada kenyataannya, pentingnya diajarkan matematika dengan proses bernalar tidak sejalan dengan kenyataan disekolah.

Matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan dilembaga pendidikan formal merupakan salah satu bagian penting dalam mutu pendidikan. Pelajaran matematika adalah salah satu pengetahuan manusia yang paling bermanfaat dalam kehidupan. Hampir setiap bagian dari hidup kita mengandung matematika. Matematika berperan dalam pembentukan logika berfikir anak. Namun, untuk beberapa sebab matematika menjadi salah satu pelajaran yang kurang disukai. Banyak anak tidak memahami materi pelajaran akibat dari metode dan pendekatan pembelajaran yang dilakukan kurang tepat sehingga matematika menjadi pelajaran yang dianggap susah dan akhirnya tidak disukai.

Karena sifat matematika yang abstrak, tidak sedikit siswa yang masih menganggap bahwa matematika itu sulit. Berkenaan dengan itu Ruseffendi

(1991:157) menyatakan bahwa: “Terdapat banyak anak-anak yang setelah belajar matematika bagian yang sederhanapun banyak tidak difahaminya, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sebagai

ilmu yang sukar, ruwet dan banyak memperdayakan”.2

Hal ini mungkin disebabkan oleh sistem pembelajaran yang diterapkan disekolah pada umumnya lebih didominasi oleh pembelajaran konvensional, dimana pembelajaran berpusat pada guru sehingga siswa cenderung pasif karena mereka hanya menerima materi dan latihan soal dari guru.

Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.3 Kesalahan konsep dalam matematika dapat disebabkan oleh faktor guru maupun siswa. Faktor guru diantaranya karena guru tidak menguasai

2 Lia Kurniawati, “Pembelajaran Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP”, dalam Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, (Jakarta: CEMED, 2006) , h. 45.

3

Heruman, Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), Cet. 3, h. 2.


(18)

pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi. Penguasaan terhadap materi juga harus dimiliki setiap guru. Jika guru tidak menguasai konsep, kemungkinan dia akan menyampaikan konsep yang salah yang kemudian diterima oleh siswa.

Khusus untuk pendidikan ditingkat dasar banyak sekali kesalahan konsep yang disampaikan oleh guru, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan guru terhadap bidang studi matematika. Guru sekolah dasar adalah guru borongan artinya bahwa guru sekolah dasar harus menguasai semua mata pelajaran. Salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru SD adalah dengan memberlakukannnya aturan penyetaraan S1 bagi guru-guru SD.4 Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang guru itu harus mempunyai pendekatan dan metode yang tepat dalam pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan konsep dikemudian hari dan pendidikan guru sebagai pendidik perlu diperhatikan dan ditingkatkan, namun kreatifitas guru dalam mengajar jauh lebih penting agar materi yang ingin disampaikan kepada peserta didik dapat diberikan dengan baik dan tentunya menarik.

Beberapa faktor penyebab kurangnya penguasaan materi matematika bagi siswa diantarannya, banyak guru yang menerapkan dalam proses pembelajaran dalam menyampaikan materi dengan metode ceramah sehingga membuat siswa menjadi pasif dan siswa hanya duduk manis mendengarkan dan mencatat konsep-konsep abstrak. Siswapun terbiasa menghafal suatu konsep tanpa tahu bagaimana pembentukan konsep itu berlangsung. Hal ini menyebabkan siswa sering lupa terhadap apa yang dipelajari dan siswa kurang dapat memahami untuk menarik kesimpulan dari informasi yang telah diberikan guru.

Rendahnya pemahaman siswa dalam pelajaran matematika disebabkan oleh terlalu banyak materi yang harus difahami oleh siswa sementara alokasi waktu yang terbatas. Hal ini mengakibatkan pemahaman siswa terhadap

4

Gelar Dwirahayu, Penerapan Contextual Teaching and Learning Dalam Pembelajaran Matematika di Madrasah – Pendekatan Baru, dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar Sebuah Antologi, (Jakarta: PIC UIN, 2007), h. 84-85.


(19)

materi pelajaran matematika yang disampaikan dikelas tidak maksimal. Sampai saat ini masalah-masalah pendidikan tentang pelajaran matematika masih menjadi beban berat bagi guru dan siswa. Lemahnya intensitas pemahaman terhadap suatu materi membuat siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal dalam pelajaran matematika.

Sebagian siswa beranggapan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang membosankan dan sangat sulit dipelajari karena dianggap sebagai pelajaran yang hanya berisi rumus-rumus, angka-angka dan untuk menguasainya harus memiliki hafalan yang kuat. Anggapan yang tidak sepenuhnya salah, bahwa matematika identik berisi rumus-rumus, namun yang perlu diajarkan bahwa rumus-rumus itu tidak datang dengan sendirinya namun ada pendekatan-pendekatan yang digunakan sehingga didapatkan rumus-rumus yang ada saat ini. Para pendidik cenderung tidak mengikutsertakan peserta didik dalam mencari suatu jawaban dari permasalahan yang ada dengan menggunakan penalaran melainkan dengan rumus yang ada. Sehingga pada saat lupa dengan rumus yang sudah ia hafal, maka ia tidak bisa mengerjakan soal tersebut.

Perkalian secara menghafal akan mudah dilakukan oleh siswa. Tetapi ketika dihadapkan pada problem solving dimana siswa dituntut untuk lebih memahami permasalahan maka terjadi kesulitan. Contoh: ketika siswa dihadapkan pertanyaan, ibu mempunyai 6 kantong permen, setiap kantong berisi 10 permen. Berapakah jumlah permen ibu semuanya ? ada siswa yang menjawab dengan cara 6 + 10 = 16 dan ada pula siswa yang menjawab 6 x 10 = 60. Siswa yang menjawab 6 + 10 = 16 berarti siswa tersebut belum memahami konsep perkalian. Bentuk perkalian secara rumus yang benar dari soal itu adalah 6 x 10 = 60.

Perkalian adalah penjumlahan berulang yang perlu berikan contoh secara nyata yang ada disekitar siswa. Disini terlihat bahwa untuk memahami suatu perkalian, konseplah yang menjadi kendala. Untuk mempermudah siswa dalam menghitung pemahaman konsep perkalian, maka perlu dilakukan pendekatan yang sederhana tetapi mudah dipahami oleh siswa. Seorang guru


(20)

bisa menggunakan benda yang ada disekitar siswa, agar siswa lebih jelas untuk memahami suatu konsep perkalian.

Salah satu cara yang penulis coba terapkan dalam pelajaran matematika kedalam dunia siswa adalah dengan menggunakan media pembelajaran. Pada dasarnya media terkelompokkan kedalam dua bagian, yaitu media sebagai pembawa informasi (ilmu pengetahuan), dan media yang sekaligus merupakan alat untuk menanamkan konsep seperti halnya alat-alat peraga pendidikan matematika.5 Dengan alat peraga, siswa diajak untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Siswa secara mandiri diajak untuk memecahkan suatu permasalahan dan soal-soal. Siswa dalam kegiatan belajarnya perlu dibawa kealam sekitarnya untuk mengadakan penyelidikan, mengumpulkan, mencatat, mengolah, dan menyajikan data.6

Untuk menanamkan secara baik pemahaman konsep-konsep matematika diperlukan kekongkritan, karena beberapa konsep matematika memiliki sifat yang abstrak, maka diperlukan suatu benda-benda yang menjadi perantara atau alat peraga yang berfungsi untuk mengkonkritkan, sehingga fakta-faktanya menjadi jelas dan mudah diterima siswa.

Oleh karena itu, perlu diupayakan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran perkalian dengan metode realitas untuk mempermudah dalam pengenalan konsep perkalian dan menerangkan atau mewujudkan konsep tersebut. Guru sebagai salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan pemahaman matematika siswa. Guru harus mampu menggunakan metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif.

Untuk mengatasi dan membantu siswa agar tidak mengalami kesulitan, kejenuhan dan memotivasi belajar siswa, diperlukan proses pembelajaran yang sehat, menyenangkan dan kompetitif yang menjadikan siswa aktif dan kreatif. Dengan bantuan alat peraga diharapkan materi yang

5

Erman Suherman, dkk. Stretegi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 200.

6

Russefendi, Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 383.


(21)

disampaikan oleh guru dapat dimengerti oleh siswa. Alat peraga merupakan sebuah alat atau perangkat yang digunakan pendidik untuk dapat menyampaikan informasi yang diberikannya kepada peserta didik agar tepat dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Alat peraga mempunyai arti penting dalam pembelajaran, karena ketidakjelasan dalam pembelajaran dapat membantu dengan alat peraga. Dengan alat peraga diharapkan dapat menanamkan dan menjelaskan konsep pembelajaran matematika, mengatasi kebosanan siswa, sekaligus meningkatkan pemahaman belajar matematika siswa.

Berdasarkan uraian diatas, yang dapat disajikan latarbelakang masalah, maka penulis terdorong untuk membahasnya dalam sebuah skripsi dengan judul: Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Batang Napier Terhadap Pemahaman Konsep Perkalian Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian diatas, maka dapat didefinisikan beberapa masalah yang timbul antara lain:

1. Siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit

2. Proses pembelajaran masih cenderung menggunakan metode ceramah/konvensional

3. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa relative rendah

4. Banyak diantara sebagian siswa masih kurang memahami konsep perkalian


(22)

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini masalah dibatasi hanya pada beberapa hal yaitu:

1. Alat peraga yang akan digunakan dalam proses pembelajaran yaitu berupa batang napier

2. Penelitian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep tentang perkalian

3. Subjek penelitian dibatasi hanya kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang

4. Dimensi pemahaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah dimensi pemahaman konsep menurut teori Bloom, yaitu translasi, interpretasi dan ekstrapolasi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang

diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah

terdapat pengaruh penggunaan alat peraga batang napier terhadap pemahaman konsep perkalian siswa kelas III SD Muhammadiyan 12 Pamulang”.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh penggunaan alat peraga batang napier terhadap pemahaman konsep perkalian siswa dalam belajar matematika.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa

Membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematikanya.


(23)

2. Bagi Guru

Dari penelitian ini dapat menjadi acuan mengenai alat peraga dalam pengajaran matematika sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika

3. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan yang baik pada sekolah itu sendiri dan sekolah lain pada umumnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

4. Bagi Pembaca Khususnya Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dijadikan suatu kajian yang menarik yang perlu diteliti lebih lanjut dan lebih mendalam.


(24)

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR, DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Deskripsi Teoritis

1. Kajian Teori Pemahaman Konsep Perkalian a. Pengertian Pemahaman Konsep

Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.7 Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi manakala didahului oleh sejumlah pengetahuan (knowledge).8

Seseorang akan dikatakan memahami sesuatu jika orang tersebut mampu mengutarakan kembali apa yang telah dipelajarinya dengan menggunakan kalimatnya sendiri, siswa tidak lagi mengingat dan menghafal informasi yang diperolehnya melainkan harus dapat memilih dan mengorganisasikan informasi tersebut. Informasi tersebut didalamnya menafsirkan bagan, gambar, grafik untuk menjelaskan dengan kalimatnya sendiri. Kata kerja operasional yang digunakan pada tahap ini antara lain, menerjemah, mengubah, menggeneralisasi, menguraikan (dengan kata-kata sendiri), menulis ulang (dengan kalimat sendiri), meringkas, membedakan (diantara dua), mempertahankan, menyimpulkan, berpendapat dan menjelaskan.9

Pemahaman atau komprehensif adalah tingkatan kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini tidah hanya menghafal secara

7

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Cet.5, h. 50.

8 Wina Sanjaya dan Dian Andayani , “Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum”, dalam, Kurukulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. 1, h. 49.

9

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. 3, h. 136.


(25)

verbalistis, tetapi memahami konsep dari masalah atau fakta yang ditanyakan.10

Michener, menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dalam taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui objek itu sendri, relasinya dengan objek lain yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasi dengan objek dalam teori lainnya.11

Pemahaman individu pada dasarnya merupakan pemahaman keseluruhan kepribadiannya yang terdapat didalam diri seseorang yang terjadi antara interaksi individu dengan peserta didiknya.12 Pemahaman terjadi pada setiap individu namun antara pemahaman individu satu dengan lainnya berbeda karena pemahaman dapat dikembangkan dengan menggunakan kata-kata sendiri atau setiap siswa dapat menyimpulkan pembelajaran dengan menggunakan bahasanya sendiri tidak sama dengan yang ada di buku. Pemahaman dapat terjadi apabila siswa dapat menerjemahkan, menafsirkan dan kemampuan siswa dalam menyimpulkan pembelajran yang telah diketahuinya.

Menurut Bloom, menemukan bahwa ada tiga macam pemahaman, yaitu:13

1) Pengubahan (translation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengubah kalimat dalam soal menjadi bentuk

10

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 44.

11Lia Kurniawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP”, dalam

ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1 Juni 2006, (Jakarta: CEMED UIN Jakarta, 2006), h. 79-80.

12

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 215.

13 Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, dalam ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1 Juni 2006, (Jakarta: CEMED UIN Jakarta, 2006), h. 108.


(26)

lain, misalnya menyebutkan variabel-variabel yang diketahui dan ditanyakan.

2) Pemberian arti (interpretation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal.

3) Pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa menerapkan konsep dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan memahami apa yang telah dipelajarinya atau diajarkan dan dapat menyampaikan/menjelaskan kembali apa yang telah dipelajariya dengan menggunakan kata-kata sendiri dengan benar dan tepat. Seseorang dapat dikatakan telah memahami apa yang telah diajarkan apabila jika ia tidak lagi menghafal intonasi, yang diperoleh melainkan ia harus dapat membedakan, menjelaskan, menyimpulkan, merangkum atau memperkirakan informasi tersebut. Pemahaman terbagi menjadi tiga yaitu Pengubahan (translation), Pemberian arti (interpretation), dan Pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation).

Dapat dikatakan bahwa pemahaman sangatlah penting dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran karena siswa yang telah memahami suatu pelajaran ia akan mudah untuk memecahan suatu permasalahan yang telah diajarkan yang nantinya akan menentukan hasil belajar seseorang. Menurut beberapa para ahli, dijabarkan Utari Sumarmo ada beberapa tingkatkan dalam pemahaman matematik, antara lain:

1. Menurut Polya, kemampuan pemahaman ada empat tahap yaitu:14 a) Pemahaman mekanikal, yang dicirikan oleh dapat mengingat dan

menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana. b) Pemahaman induktif, yakni dapat menerapkan rumus atau konsep

dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa.

14

Utari Sumarno, Pembelajaran Matematika, dalam Rujukan Filsafat Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan, (Bandung: UPI Press, 2008), Cet.1, h. 682.


(27)

c) Pemahaman rasional, yakni dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorem, dan

d) Pemahaman intuitif, yakni dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut.

2. Menurut Pollatsek, pemahaman dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:15

a) Pemahaman komputasional, yaitu dapat menerapkan sesuatu pada perhitungan ritun/ sederhana dan mengerjakan, atau mengerjakan secara algoritmik saja.

b) Pemahaman fungsional, yaitu dapat mengaitkan sesuatu dengan hal lainnya secara benar dan menyadari proses yang dilakukan.

3. Menurut Skemp, jenis pemahaman dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Pemahaman instrumental atau pengetahuan komputasional, yaitu pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana.

b) Pemahaman relasional atau pengetahuan fundsional, yaitu pemahaman yang termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

Secara umum indikator kemampuan pemahaman matematika meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika.16

Konsep merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena penguasaan terhadap konsep akan sangat membantu siswa dalam penguasaan matematika. Pengertian dari konsep itu beragaman. Menurut Schwab, konsep merupakan abstraksi, suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan

15

Lia Kurniawati, op. cit., h. 80. 16


(28)

pengalaman kompleks.17 Hamalik menyatakan bahwa “konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum”.18

Menurut Rosser, menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut-atribut yang sama.19 Sedangkan konsep merupakan pikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi sehingga menjadi produk pengetahuan yang meliputi prinsip- prnsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman melalui generalisasi, dan berfikir abstrak.20

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa konsep adalah suatu ide/pengetahuan umum yang diabstrakan dalam peristiwa konkret yang terbiasa tersusun dengan kata, simbol, atau tanda yang membantu menyederhanakan dan meringkas informasi.

Dalam buku Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, ada empat ciri-ciri konsep, yaitu: 21

1. Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Adanya keragaman antara konsep-konsep sebenarnya ditandai oleh adanya atribut yang berbeda.

2. Atribut nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut. 3. Jumlah atribut, semakin komplek suatu konsep semakin banyak jumlah

atributnya dan semakin sulit untuk mempelajarinya.

4. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvious) daripada yang lainnya.

17

Dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. 3, h. 52.

18

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 162.

19

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), h. 73. 20

Ibid., h. 71. 21


(29)

Untuk mengetahui apakah siswa telah mengetahui suatu konsep, paling tidak ada empat hal yang dapat diperbuatnya, yaitu:

1) Ia dapat menyebutkan nama contoh-contoh konsep bila dia melihatnya 2) Ia dapat menyatakan ciri-ciri konsep tersebut

3) Ia dapat memilih, membedakan antara contoh dan bukan contoh

4) Ia mungkin lebih mampu memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut

Mempelajari konsep merupakan kemampuan untuk mengelompokkan benda atau peristiwa yang mempunyai hubungan. Belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan siswa atau paling tidak mempunyai pengaruh tertentu. Adapun kegunaan konsep yaitu22:

1. Konsep-konsep mengurangi kerumitan. Misalnya untuk memudahkan mempelajari lingkungan desa, perlu dirinci menjadi konsep-konsep, misalnya geografisnya, penduduk, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.

2. Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek yang ada disekitar kita. Dengan cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek. Misalnya, kalau kita telah mengenali konsep rumah, maka kita akan mudah mempelajari macam-macam rumah, rumah panggung, rumah limas dan sebagainya.

3. Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju. Siswa tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang telah dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru.

4. Konsep mengarahkan kegiatan instrumental. Seseorang dapat menentukan tindakan-tindakan apa yang selanjutnya perlu dikerjakan/dilakukan.

5. Konsep kemungkinkan pelaksanaan pengajaran. Pengajaran umumnya berlangsung secara verbal artinya dengan menggunakan bahasa lisan.

22


(30)

6. Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas yang sama.

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran (instruction) adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan upaya menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar.23 Menurut Deni Darmawan dkk, pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah), pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru karena guru merupakan tenaga professional yang disiapkan untuk itu.24

Sedangkan pembelajaran menurut Oemar Hamalik dalam bukunya yang berjudul Kurikulum dan Pembelajaran, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.25 Didalam pembelajaran terdapat interaksi antara peserta didik dan pendidik, melibatkan unsur-unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran menggambarkan kegiatan guru mengajar dan siswa sebagai pelajar dan unsur-unsur lain yang saling mempengaruhi.26

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah segala sesuau yang dirancang oleh guru untuk membelajarkan siswa, seperti metode, model, pendekatan dan media. Dalam proses pembelajaran, guru bukan lagi sebagai subjek belajar,

23

Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 85.

24 Deni Darmawan dan Permasih, “Konsep Dasar Pembelajaran”, dalam

Kurikulum dan Pembelajaran,(Jakarta: Rajawali Pers, 2011), Cet. 1, h. 128.

25

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), Cet. 9, h. 57.

26

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), Cet. 1, h. 8.


(31)

melainkan sebagai perantara yang membimbing siswa untuk belajar. Dalam pembelajaran terjadi proses interaksi dua arah antara siswa dengan guru dalam proses belajar mengajar.

Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar harus dapat memahami tujuan dari proses belajar yang dilakukan. Secara umum, tujuan dari belajar adalah agar ilmu yang didapatkan dari proses belajar dapat dimanfaatkan bagi kehidupan sehari-hari, atau dapat digunakan sebagai bekal pada pendidikan selanjutnya. c. Pengertian Matematika

Matematika merupakan salah satu pengetahuan manusia yang paling bermanfaat dalam kehidupan. Hampir dari setiap bagian hidup kita mengandung matematika. Namun demikian, anak-anak membutuhkan pengalaman yang tepat untuk bisa menghargai kenyataan bahwa matematika adalah aktivitas manusia sehari-hari yang penting untuk kehidupan saat ini dan masa depan. Matematika pada dasarnya mengajarkan logika berfikir, berdasarkan akal dan nalar. Namun, harus diingat sifat umum matematika itu abstrak atau tidak nyata karena terdiri atas simbol-simbol.

Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya yang berjudul Ilmu dalam Perspektif, matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika memberikan bahasa, proses, teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan.27

Selain dari definisi diatas, ada beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh beberapa para tokoh matematika yang ada didalam buku model pembelajaran matematika karangan Erna Suwangsih dan Tiurlina antara lain:28

27

Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), h. 172.

28

Erna Suwangsi dkk, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 4.


(32)

1. Menurut Russefendi, matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil dimana dalil-dalil-dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

2. James dan James, matematika adalah ilmu tentang logika, mengenal bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya.

3. Menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi, matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada bunyi.

4. Menurut Reys, dkk, matematika telahaan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

Dari beberapa para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan simbol-simbol, konsep-konsep abstrak pola bilangan dan sebagainya yang menyertakan logika dan pola pikir untuk bisa mengalisa dan dapat dibuat kesimpulan.

Menurut Sri Anitah, dkk, Matematika memiliki beberapa ciri-ciri atau karakteristik khusus, antara lain:29

1. Matematika memiliki objek yang abstrak 2. Bertumpu pada kesepakatan

3. Berpola pikir deduktif

4. Memilki simbol yang kosong dari arti 5. Memperhatikan semesta pembicaraan, dan 6. Konsisten dalam sistemnya

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik matematika itu berupa objek yang abstrak namun banyak konsep yang

29

Sri Anitah, dkk. Strategi pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008) h. 7.5.


(33)

berasal dari situasi nyata dalam teori matematika terdapat rantai-rantai konsep yang tidak dapat putus begitu saja, dan adanya keterkaitan antara suatu pelajaran matematika dengan pelajaran matematika lainnya. Dalam pembelajaran matematika, hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut serta dalam membangun sendiri pemahaman konsep sehingga konsep-konsep tersebut dapat dipahami oleh siswa. Seorang guru harus bisa menciptakan suasana yang menarik sehingga dalam pelajaran matematika yang selama ini dianggap sulit akan berubah menjadi lebih menyenangkan.

Definisi operasional pemahaman adalah kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep yang dikemukakan oleh Bloom, yaitu:

1. Pemahaman Translation (Penerjemahan) adalah pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menjelaskan kembali konsep yang sudah dipelajari

2. Pemahaman Interpretation (Penafsiran) adalah pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menjelaskan arti secara matematis

3. Pemahaman Ekstrapolation (Ekstrapolasi) adalah pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal atau menyimpulkan dari sesuatu yang telah diketahui

Pemahaman konsep dalam matematika adalah kemampuan mengklasifikasikan suatu nama (peristiwa, bentuk, susunan, besaran, simbol-simbol, dan lain-lain) kedalam golongan-golongan, mengenali anggota golongan-golongan itu, karakteristik, rentangan karakteristik dan kaidah. Semua pengetahuan yang telah diperoleh itu dapat diungkapkan dengan kata-kata sendiri. Secara umum indikator kemampuan pemahaman konsep perkalian meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, menafsirkan, mengubah bentuk dan idea matematika. Adapun kemampuan


(34)

pemahaman konsep perkalian yang digunakan adalah nilai yang diperoleh siswa terhadap butir-butir instrument tes soal yang menggambarkan pemahaman konsep perkalian dengan menggunakan alat peraga setelah melakukan proses belajar mengajar. Kemampuan pemahaman konsep perkalian siswa diukur dengan menggunakan instrument tes uraian sebanyak 15 butir soal.

d. Pengertian Pembelajaran Matematika Di SD/MI

Anak-anak, khususnya usia sekolah dasar (7-11 tahun), beradasarkan Jean Piaget, berada pada tahap konkret operasional. Sehingga, secara natural cara belajar terbaik mereka adalah secara nyata dengan melihat, merasakan, dan melakukan dengan tangan mereka. Konsep sedapat mungkin diajarkan dengan dilihat, dipegang dan dimainkan, digambar, diucapkan, lalu ditulis. Pengalaman melakukan secara nyata ini akan sangat membantu anak dalam membentuk abstraksi yang dibutuhkan untuk memahami matematika.30

Dalam pembelajaran matematika di SD, diharapkan terjadi

reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan

suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran dikelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.31

Dalam kurikulum 2004, disebutkan tujuan pembelajaran matematika disekolah, yaitu:32

1. Melatih cara berfikir dan bernalar daam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.

30

Fatimah, Fun Math Matematika Asyik Dengan Metode Pemodelan (Bandung: DARI MIZAN, 2009), Cet. 1, h. 8.

31

Heruman, Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 4.

32

Sri Anitah, dkk. Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.30.


(35)

2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.

Adapun ciri-ciri pembelajaran matematika di SD, yaitu:33 1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral 2. Pembelajaran matematika bertahap

3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi 5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna

Berdasarkan tujuan dan ciri-ciri pembelajaran matematika diatas, maka dpat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran matematika ditingkat SD harus bisa mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen sebagai alat komunikasi melalui tabel, garfik diagram, simbol dan model (alat peraga) dalam menjelaskan gagasan. Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.

Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh sebab itu, siswa harus ikut serta dalam menemukan sendiri pemahaman konsep yang akan diajarkan.

2. Hakikat Perkalian dalam Matematika a. Pengertian Perkalian

Perkalian adalah konsep matematika utama yang seharusnya dipelajari oleh anak-anak setelah mereka mempelajari operasi penambahan dan pengurangan. Bila operasi pertambahan dan pengurangan ini sudah

33


(36)

diperkenalkan pada kelas satu di sekolah dasar, maka biasanya untuk perkalian ini sudah diperkenalkan dikelas dua sekolah dasar. Perkalian adalah operasi penjumlahan berulang-ulang.34

Contohnya:

3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15 4 x 6 = 6 + 6 + 6 + 6 = 24

Adapun konsep perkalian itu sendiri yang didapat dari penggunaan alat peraga batang napier yakni sebagai berikut:35

Misalnya: 14 x 9 =

Langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1. Tulis 14 ke samping dan 9 kebawah

2. Kalikan 9 dengan 4 maka diperoleh hasil 36

Perhatikan cara menulis 36, yaitu angka 3 diatas karena bernilai puluhan sedangkan angka 6 dibawah karena bernilai satuan

Kalikan 9 dengan 1, maka diperoleh hasil 9, karena angka 9 bernilai satuan maka berada dibawah

Jumlahkan angka-angka dalam kisi-kisi itu menurut diagonal 6, 3 + 9 maka diperoleh hasilnya 126.

Gambar 2.1

Gambar Batang Napier Perkalian 1

4 X

1 0 9

3

6 9

2 6

34

J. Untoro, Buku Pintar Matematika SD, (Jakarta: Wahyu Media, 2006), Cet.1, h. 13. 35

Ruseffendi, Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk Guru dan PGSD D2, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 95.


(37)

b. Sifat-sifat Perkalian

Sifat-sifat dalam perkalian terbagi menjadi tiga, yaitu:36 1) Sifat Pertukaran (Komutatif)

Sifat pertukaran terjadi apabila ada dua bilangan cacah bila dikalikan hasilnya tidak berubah tetapi letak kedua bilangan perkalian itu dipertukarkan.

Contoh: 3 x 5 = . . .

Jika perkalian diatas diubah menjadi sifat pertukaran akan menjadi 5 x 3 = 15

Jadi, perkalian 3 x 5 = 5 x 3 15 = 15

2) Sifat Pengelompokkan (Asosiatif)

Sifat pengelompokkan terjadi apabila hasil dari perkalian sama walaupun dikerjakan dari mana saja.

Contoh:

(3 x 4) x 6 = . . .

Jika perkalian diatas diubah menjadi sifat pengelompokkan akan menjadi (3 x 4) x 6 menjadi 3 x (4 x 6).

Jadi, perkaliannya (3 x 4) x 6 = 3 x (4 x 6) 12 x 6 = 3 x 24 72 = 72

3) Sifat Penyebaran (Distributif)

Untuk sifat distributif ini berlaku bahwa: a x (b + c) = (a x b) + (a x c)

Contoh:

2 x (4 + 5) jika diubah menjadi sifat distributif menjadi, 2 x (4 + 5) = (2 x 4) x (2 x 5)

36


(38)

3. Alat Peraga sebagai Media Pendidikan a. Pengertian Alat Peraga

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu kepenerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan merupakan komponen-komponen proses komunikasi.37 Media pendidikan merupakan komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Dengan adanya media pendidikan, proses penyampaian informasi dari guru kepada peserta didik menjadi lebih mudah, efesien, dan menyenangkan.

Kata “media” berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar.38 Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, Marshall McLuhan berpendapat bahwa media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan dia.39 Sedangkan menurut Heinich, media merupakan alat saluran komunikasi.40

Kata media pendidikan, digunakan secara bergantian dengan istilah alat bantu atau media komunikasi seperti yang dikemukakan oleh Hamalik dimana ia melihat bahwa hubungan komunikasi akan berjalan lancar dengan hasil yang maksimal apabila menggunakan alat bantu yang disebut media komunikasi.41 Media pembelajaran diartikan sebagai sebuah benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media dapat berupa alat peraga dan sarana.

Teori belajar-mengajar dari Piaget, Brunner dan Dienes dalam pengajaran matematika, menyatakan pentingnya alat peraga itu

37

Arief S. Sardiman,dkk. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), ed.1, h. 11-12.

38

Rudi Susilana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV. Wacana Prima, 2009), h. 6. 39

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran., op. cit. h. 201. 40

Rudi Susilana. Loc. cit.

41


(39)

dipergunakan bagi siswa usia muda yang masih memerlukannya. Piaget mengatakan bahwa siswa yang tahap berfikirnya masih ada pada operasi konkrit tidak akan memahami konsep matematika tanpa benda-benda konkrit.42

Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran. Dan merupakan alat bantu yang memperjelas penyampaian konsep sebagai perantara atau visualisasi dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat memahami konsep dengan baik karena menggunakan benda-benda yang konkret.

Dengan menggunakan alat peraga konkrit dalam mengajarkan berhitung pada siswa, maka diharapkan siswa dapat termotivasi dalam belajar, apalagi bila alat peraga yang digunakan dibuat semenarik mungkin. Sehingga dengan adanya alat peraga, konsep matematika akan mudah difahami dan dimengerti.

b. Syarat Alat Peraga

Sebagai pendidik dalam bidang studi apa saja, ia harus mampu menggunakan lingkungan sekitar sebagai media belajar. Pendidik di zaman sekarang seharusnya mampu memanfaatkan media belajar yang sangat kompleks seperti video, televisi dan film, disamping media yang sangat sederhana.43

Alat peraga dapat berupa benda riil, gambarnya atau diagramnya. Keuntungan alat peraga benda riil adalah benda-beda itu dapat dipindah-pindahkan (dimanipulasikan). Sedangkan kelemahannya tidak dapat disajikan dalam buku (tulisan). Oleh karena itu untuk dapat bentuk tulisannya kita buat gambarnya atau diagramnya. Tetapi, kelemahannya ialah tidak dapat dimanipulasikan.

42

Russefendi, Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini, (Bandung: Tarsito, 1990), h. 4

43


(40)

Dalam buku Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, alat peraga yang dibuat harus memenuhi syarat-syatar sebagai berikut:

1. Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat). 2. Bentuk dan warnanya menarik.

3. Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit).

4. Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak.

5. Dapat menyajikan (dalam bentuk riil, gambar atau diagram) konsep matematika.

6. Sesuai dengan konsep.

7. Dapat menunjukkan konsep matematika dengan jelas.

8. Peragaan itu supaya merupakan dasar bagi tumbuhnya konsep abstrak. 9. Bila kita juga mengharapkan agar siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok) alat peraga itu supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dapat diraba, dipegang, dipindahkan dan diutak-atik atau dipasang dan dicopot dan lain-lain..

10. Bila mungkin dapat berfaedah lipat (banyak).44

Dengan demikian, penggunaan alat peraga itu gagal apabila:45

1. Generalisasi konsep abstrak dari representasi kongkrit itu tidak tercapai.

2. Hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-nilai (konsep-konsep) matematika.

3. Tidak disajikan pada saat yang tepat. 4. Memboroskan waktu.

5. Diberikan kepada anak yang sebenarnya tidak memerlukannya. 6. Tidak menarik, rumit, sedikit terganggu menjadi rusak, dan lain-lain.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam membuat alat peraga harus memenuhi syarat dan kriteria tertentu demi keefektifan dan ketepatan dalam penggunaannya.

44

Erman Suherman, dkk. Stretegi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 204-205.

45


(41)

Penggunaan alat peraga juga harus melihat dari materi pelajaran yang akan diajar agar tidak terjadi kegagalan dalam penggunaan alat peraga dan tidak membuang-buang waktu.

c. Manfaat Media Alat Peraga

Manfaat alat peraga dalam pembelajaran matematika tidak hanya sebagai alat yang digunakan oleh guru tetapi juga mampu mengkomunikasikan pesan kepada peserta didik. Pada dasarnya manfaat alat peraga adalah menumbuhkan motivasi kepada peserta didik, dapat mengingat pelajaran dengan mudah, peserta didik menjadi lebh aktif dan merespons, memberi unpam balik dengan cepat, mendorong peseta didik untuk melaksanakan kegiatan praktek dengan cepat.

Secara umum media mempunyai kegunaan:46 1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga, dan daya indera.

3. Menimbulkan semangat belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.

4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.

5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.

Selain itu, kontribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton:

1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. 2. Pembelajaran dapat lebih menarik.

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar. 4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek.

5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan.

6. Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan.

46


(42)

7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.

8. Peran guru berubah kearah yang positif.

Dalam buku Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer karangan Erman Suherman, ditulis bahwa manfaat alat peraga:47

1. Proses belajar mengajar termotivasi, baik murid maupun guru dan terutama murid minatnya akan timbul. Ia akan senang, tertarik, dan karena itu akan bersikap positif terhadap pengajaran matematika.

2. Konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk kongkrit dan karena itu lebih dapat difahami dan dimengerti, dan dapat ditanamkan pada tingkat-tingkat yang lebih rendah.

3. Hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda dialam sekitar akan lebih difahami.

4. Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkrit, yaitu dalam bentuk model matematika yang dapat dipakai sebagai objek peneliti maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru menjadi bertambah.

Dari uraian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa manfaat alat peraga dalam proses pembelajaran yaitu untuk memperjelas pembelajaran agar lebih difahami siswa secara konkrit bila menggunakan media. Dengan alat peraga ini, siswa menjadi aktif dalam proses pembelajaran dan lebih semangat dalam belajar matematika karena menggunakan media yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. d. Alat Peraga Batang Napier

Ditemukan oleh seorang bangsawan dari Skotlandia John Napier, alat perhitungan sederhana berikut ini banyak digunakan pada tahun 1600an.48 Peninggalan John Napier yang paling popular adalah Napier’s

47

Erman Suherman, op. cit., h. 203-204. 48

Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky, Mengajar Matematika, (Jakarta: Erlangga), h. 108.


(43)

Bone atau tulang Napier. John Napier menyebutnya sebagai Rabdologia.49 Alat perhitungan ini dirancang untuk menyederhanakan tugas berat dalam perkalian, ia juga akhirnya menemukan algoritma, yang sebagai efeknya menterjemahkan persoalan perkalian menjadi persoalan penjumlahan. Alat peraga batang napier ini digunakan untuk menghitung perkalian bilangan cacah.

Asli batang napier dibuat dari lempengan kayu atau tulang dengan ukuran yang cukup kecil sehingga bisa dimasukkan kedalam saku. Setiap lempeng mempunyai empat sisi dengan skala pada setiap sisi. Dengan meletakkan lempengan-lempengan yang sesuai, sisi ketemu sisi, anda akan mempunyai alat perhitungan yang menyenangkan untuk perkalian dengan cepat.50

Batang napier dibuat seperti tabel perkalian biasa dari angka 0 sampai 9. Alat peraga ini digunakan untuk perkalian bilangan cacah dengan pengali (0-9) terletak pada “Batang Indeks” sebanyak 1 buah yang diberi warna kuning pada garisnya dan bilangan yang dikalikan (0-9)

terletak/ditunjukkan pada “kepala-kepala batang” minimal sebanyak 9 buah yang diberi warna biru. Di bawah “kepala-kepala batang” terbagi 9 bagian-bagian kecil yang merupakan hasil dari perkalian yang telah ditandai dengan warna yang berbeda sesuai dengan yang dikalikan.

Dari hasil perkalian tersebut, masing-masing terbagi dua yaitu

bagian atas menunjukkan “puluhan” dan bagian bawah menunjukkan

“satuan”. Berikut gambar batang napier:

49

Bekti Hermawan dan Ana S. Nurhasanah, 5 Langkah Rahasia Berhitung Mudah, (Jakarta: Media Pusindo, 2009), h. 33.

50


(44)

Gambar 2.2

Contoh Batang Napier Indeks

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 0

1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9

2 0

2 0 4 0 6 0 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8

3 0

3 0 6 0 9 1 2 1 5 1 8 2 1 2 4 2 7

4 0

4 0 8 1 2 1 6 2 0 2 4 2 8 3 2 3 6

5 0

5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5 4 0 4 5

6 0

6 1 2 1 8 2 4 3 0 3 6 4 2 4 8 5 4

7 0

7 1 4 2 1 2 8 3 5 4 2 4 9 5 6 6 3

8 0

8 1 6 2 4 3 2 4 0 4 8 5 6 6 4 7 2

9 0

9 1 8 2 7 3 6 4 5 5 4 6 3 7 2 8 1


(45)

e. Bentuk dan Cara Kerja Alat Peraga Batang Napier Adapun cara kerja alat peraga batang napier sebagai berikut:

Gambar 2.3

Cara Kerja Alat Peraga Batang Napier

1 2 3 4 X

a 8 9 10 11

5

b 12 13 14 15 6

c 16 17 18 19 7

d e f g

Keterangan:

1) Kolom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 merupakan tempat bilangan yang akan dikalikan.

2) Kolom 8 adalah hasil kali kolom 1 dan 5 3) Kolom 9 adalah hasil kali kolom 2 dan 5 4) Kolom 10 adalah hasil kali kolom 3 dan 5

5) Kolom 11 adalah hasil kali kolom 4 dan 5 dan seterusnya

6) Kolom a, b, c, d, e, f, dan g tempat hasil akhir setelah melalui proses Penjumlahan secara menyamping ke bawah menurut arah garis miring 7) Kolom X adalah kolom penunjuk operasi perkalian.

8) Untuk bilangan yang hasil kalinya hanya satu angka maka diberi nol pada angka di depannya.


(46)

f. Menghitung Perkalian dengan Menggunakan Alat Peraga Batang Napier

1. Perkalian Dua Digit Contohnya: 23 x 12 = ...

Jika menghadapi perkalian dua digit, adapun gambar batang napier yang mewakili 2 digit pula yaitu:

Gambar 2.4

Cara Penulisan untuk Menghitung Perkalian Dua Digit dengan Menggunakan Alat Peraga Batang Napier

2

3 X

1 2

Perhatikan cara penulisan soal!

Baris atas dituliskan bilangan 23, sedangkan kolom samping kanan dituliskan bilangan 12. Posisi penulisan ini boleh saja dibalik. Misalnya, bilangan 12 ditulis dibaris atas dan bilangan 23 ditulis dikolom kanan. Yang terpenting, penulisan tidak boleh salah posisi dari x (tanda operasi hitung perkalian).

Berikut cara mengerjakannya, yaitu:

Supaya mudah melihat perbedaan masing-masing kotak, kami berikan warna yang berbeda pula.

a) Kotak biru berisi hasil perkalian 1 x 3= 3 b) Kotak kuning berisi hasil perkalian 1 x 2 = 2 c) Kotak kuning berisi hasil perkalian 2 x 3= 6 d) Kotak biru berisi hasil perkalian 2 x 2 = 4


(47)

Jadi, setelah diisi, masing-masing kotak akan tampak seperti berikut: Gambar 2.5

Cara Menghitung Perkalian Dua Digit dengan Alat Peraga Batang Napier

2 3 X

0

2

0

3 1 0

4 0

6 2

Hasil dari perkalian 23 x 12 dapat diketahui dengan cara menjumlahkan angka-angka yang telah diisi. Untuk mencari jawabannya,

harus melihat “ garis miring”.

Adapun langkah-langkahnya:

1) Lihat garis miring paling bawah (pada kotak hijau). Pada kotak hijau ada angka 6. Jadi, jumlahkan 6 + 0 = 6.

2) Lihat garis miring yang melalui kotak biru, hijau dan biru. Dibawah garis miring tersebut terdapat angka 3, 0 dan 4. Jadi, jumlahkan 3 + 0 + 4 =7

3) Lihat garis miring yang melalui kotak biru, hijau dan biru. Pada kotak itu terdapat 3 angka saja. jadi, jumlahkan 0 + 2 + 0 = 2

Lihat gambar berikut setelah melakukan penjumlahan searah


(48)

Gambar 2.6

Hasil Akhir Perkalian Dua Digit dengan Alat Peraga Batang Napier

2 3 X

0 2

0

3 1

2

0 4

0

6 2

7 6

Jadi, hasil perkalian 23 x 12 adalah 276. 2. Perkalian Tiga Digit dengan Dua Digit

Contohnya: 452 x 15 = ....

Jika menghadapi perkalian tiga digit, adapun gambar batang napier yang mewakili tiga digit pula yaitu:

Gambar 2.7

Bentuk Alat Peraga Batang Napier Tiga Digit dengan Dua Digit

4 5 2 X

1

5

Sama halnya dengan cara yang pertama, maka untuk itu harus dicari terlebih dahulu diisi hasil perkalian yang telah ditentukan. Adapun hasilnya:


(49)

Gambar 2.8

Hasil Akhir Pekalian Tiga Digit dengan Dua Digit Menggunakan Alat Peraga Batang Napier

4

5 2 X

0 4

0 5

0

2 1

6 2 0

2 5

1

0 5

7 8 0

Jadi, hasil dari perkalian 452 x 12 adalah 6780

Definisi operasional alat peraga batang napier ini dapat memperjelas penyampaian konsep sebagai perantara atau visualisasi dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat memahami konsep dengan baik karena menggunakan benda-benda yang konkret. Dengan menggunakan alat peraga konkrit dalam mengajarkan berhitung pada siswa, maka diharapkan siswa dapat termotivasi dalam belajar, apalagi bila alat peraga yang digunakan dibuat semenarik mungkin. Sehingga dengan adanya alat peraga, konsep matematika akan mudah difahami dan dimengerti. Alat peraga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat peraga batang napier. Dimana alat peraga ini dapat membantu siswa untuk dapat menghitung perkalian dengan benar dan cepat.

Peninggalan John Napier yang paling popular adalah Napier’s

Bone atau tulang Napier. John Napier menyebutnya sebagai Rabdologia. Alat perhitungan ini dirancang untuk menyederhanakan tugas berat dalam perkalian, ia juga akhirnya menemukan algoritma, yang sebagai efeknya menterjemahkan persoalan perkalian menjadi persoalan penjumlahan. Contoh alat peraga batang napier dengan perkalian dua digit dengan dua


(50)

Berikut cara mengerjakannya, yaitu:

Supaya mudah melihat perbedaan masing-masing kotak, kami berikan warna yang berbeda pula.

1. Kotak biru berisi hasil perkalian 1 x 3 = 3 2. Kotak hijau berisi hasil perkalian 1 x 2 = 2 3. Kotak hijau berisi hasil perkalian 2 x 3= 6 4. Kotak biru berisi hasil perkalian 2 x 2 = 4 Adapun langkah-langkahnya:

1. Lihat garis miring paling bawah (pada kotak hijau). Pada kotak hijau ada angka 6. Jadi, jumlahkan 6 + 0 = 6.

2. Lihat garis miring yang melalui kotak biru, hijau dan biru. Dibawah garis miring tersebut terdapat angka 3, 0 dan 4. Jadi, jumlahkan 3 + 0 + 4 =7

3. Lihat garis miring yang melalui kotak biru, hijau dan biru. Pada kotak itu terdapat 3 angka saja. jadi, jumlahkan 0 + 2 + 0 = 2

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan yang telah dilakukan oleh para peneliti tentang penggunaan metode alat peraga dalam pembelajaran matematika diantaranya:

1. Epuk Suswati Rahayu dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Teknik Batang Napier Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pada


(51)

Operasi Perkalian Bilangan Cacah Siswa Kelas IV SDN Watestani 04 Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Penelitian ini menggunakan rancangan PTK. Instrumen yang digunakan tes dan lembar observasi. Teknik analisis data yang dipakai rata-rata dan persentase. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik Batang Napier untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV SDN Watestani 04 dilakukan dengan cara siswa mengerjakan soal operasi perkalian dengan teknik batang napier, kemudian ditukar dengan siswa lain. Selanjutnya secara bergilir mengerjakan di papan tulis. Peningkatan prestasi belajar siswa ditunjukkan dari nilai rata-rata pada pratindakan 52,5, pretes dan postes pada siklus I meningkat dari 55,5 menjadi 64. Sedangkan pada siklus II nilai pretes dan postes juga meningkat dari 72,5 menjadi 84,7. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini: (1) penggunaan teknik Batang Napierdapat meningkatkan prestasi belajar matematika operasi perkalian bilangan cacah siswa kelas IV SDN Watestani 04 dilakuan dengan cara siswa mengerjakan soal perkalian selanjutnya ditukar dengan siswa lain kemudia secara bergilir dikerjakan di papan tulis, (2) peningkatan prestasi belajar dapat dilihat dari nilai rata-rata pratindakan, pretes dan postes pada siklus I dan siklus II.51

2. Anita Zurnani dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Teknik Perkalian Nafir Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pekalian Dalam Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Siswa Kelas IV SDN Kaweron 02 Kabupaten. Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut; hasil belajar siswa berupa pemahaman konsep secara klasikal mengalami peningkatan dari siklus I 40%, siklus II 63,3%, dan siklus III 86,67%. Kemampuan bekerjasama siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I 33,3 %, siklus II 63,3 %, dan siklus III 93,3%, sedangkan untuk penerimaan terhadap perbedan kemampuan

51

Epuk Suswati Rahayu, Penggunaan Teknik Batang Napier untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Pada Operasi Perkalian Bilangan Cacah Siswa Kelas IV SDN Watestani 04

Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan,


(52)

akademik siswa lain juga mengalami peningkatan dari siklus I 33,3%, siklus II 66,67%, dan siklus III 86,67%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan teknik perkalian Nafir dalam pembelajaran kooperatif model STAD dapat memberikan peningkatan hasil belajar siswa tentang perkalian. Dari hasil penelitian tersebut diharapkan agar guru mencoba menerapkan teknik perkalian Nafir untuk membantu mengatasi kesulitan siswa menyelesaikan perkalian, sedangkan untuk peneliti lain diharapkan dapat menyempurnakan penelitian ini dengan menerapkannya pada ruang lingkup yang lebih luas.52

C. Kerangka Berpikir

Matematika adalah pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar peserta didik di Indonesia karena system pembelajarannya yang diterapkan disekolah yang pada umumnya lebih didominasi oleh pelajaran konvensional, dimana pembelajaran hanya berpusat pada guru, sehingga siswa cenderung pasif karena mereka hanya menerima materi ke anak didik, kurang kreatif dan inovatif sehingga jarang sekali guru menggunakan media atau alat peraga dalam proses pembelajaran disekolah. Akibatnya banyak ditemui kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika sehingga siswa akan kesulitan dalam memecahkan soal matematika yang diberikan oleh guru.

Pemahaman konsep matematika merupakan landasan dasar dalam belajar matematika, oleh Karena itu dalam pembelajaran matematika yang ditekankan terlebih dahulu adalah pemahaman konsep yang baik dan benar. Agar siswa lebih memahami konsep dengan baik dan benar, para guru matematika harus berusaha untuk mewujudkan keabstrakan konsep menjadi yang lebih konkret. Salah satu cara agar siswa mudah memahami konsep matematika yaitu dengan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa aktif dapat meningkatkan

52

Anita Zurnani, Penerapan Teknik Perkalian Nafir Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pekalian Dalam Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Siswa Kelas IV SDN Kaweron 02 Kabupaten, (http://library.um.ac.id/ptk/index.php?mod=detail&id=37140), Diakses pada tgl 15 Agustus 2013.


(53)

kemampuan berfikir siswa dalam memahami sebuah konsep serta dapat menyelesaikan masalah dengan keterampilan-keterampilan dan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.

Penggunaan media pembelajaran yang berupa alat peraga merupakan salah satu cara yang tepat digunakan untuk menciptakan pembelajaran matematika yang efektif pada siswa sekolah dasar sehingga diharapkan konsep akan lebih mudah dipahami secara jelas. Alat peraga yang akan digunakan dalam pembahasan perkalian adalah dengan menggunakan alat peraga batang napier. Dimana alat peraga ini dapat membantu siswa untuk memahami perkalian dengan menghitung dengan cepat.

Alasan dipilihnya alat peraga ini untuk memudahkan siswa dalam menghitung perkalian yang perkaliannya sudah dua digit atau tiga digit. Alat peraga batang napier juga dapat meningkatkan kreatifitas dalam menghafal perkalian agar lebih mudah dihafal dan diingat. Selain itu, model pembelajaran ini sangat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa SD. Karena siswa SD masih pada tahap operasional konkret. Dimana siswa dalam hal ini, mereka melihat segala sesuatu yang bersifat konkret atau nyata. Dengan menggunakan alat peraga batang napier, siswa dapat menghitung perkalian tersebut dengan benar dan tepat. Siswapun menjadi aktif dalam pembelajarannya. Hal ini disebabkan siswa menggunakan alat peraga yang meraka dapat gunakan untuk menghitung perkalian dengan cepat dan mudah.

Jadi peneliti menyimpulkan, pembelajaran menggunakan alat peraga batang napier dapat membantu siswa dalam memahami konsep perkalian. D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Pemahaman konsep perkalian yang diajar dengan menggunakan alat peraga batang napier lebih tinggi daripada pemahaman konsep perkalian yang diajar tanpa menggunakan


(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di SD Muhammadiyah 12 Pamulang yang berlokasi di Pamulang Barat, Tangerang Selatan.

2. Waktu Penelitian

Adapun waktu yang digunakan dalam penelitian ini dilaksanakan semester I tahun ajaran 2013/2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen (eksperimen semu), yaitu penelitian yang tidak sepenuhnya mengontrol variabel yang ditelitinya. Dalam penelitian ini, peneliti ikut serta dalam penelitian yaitu dengan cara mengajar disekolah tersebut.

Adapun desain peneliti yang digunakan adalah two group randomized

subject posttest only. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki

kemampuan sama dengan pembelajaran yang berbeda. Dalam penelitian ini, terdapat dua kelompok yaitu kelompok kelas ekperimen dan kelompok kelas kontrol. Pada kelompok eksperimen, siswa akan diberikan perlakuan yaitu berupa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga dalam proses pembelajarannya, sedangkan pada kelompok kontrol, siswa diberikan perlakuan yaitu berupa pembelajaran konvensional tanpa menggunakan alat peraga.

Desain penelitian yang digunakan adalah two group randomized

subject posttest only. Adapun rancangan penelitian dapat dinyatakan dengan

tabel berikut:53

53

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 12, h. 79.


(55)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Posttest

(R) E X1 O

(R) K X2 O

Keterangan:

R = Pemilihan sampel secara random kelas E = Kelas Eksperimen

K = Kelas Kontrol

X1 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga X2 = Perlakuan pembelajaran tanpa menggunakan alat peraga O = Tes akhir yang sama pada kedua kelas

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian.54 Populasi target dalam penelitian adalah keseluruhan siswa, sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang.

2. Sampel

Sampel adalah kelompok kecil yang secara nyata kita teliti dan tarik kesimpulan daripadanya.55 Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.56 Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Sampling. Teknik sampling daerah digunakan

54

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 250.

55

Ibid., h. 250. 56

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: ALFABETA, 2009) , Cet. 8, h. 80-81.


(56)

untuk menentukan sampel bila obyek yang diteliti atau sumber data sangat luas. Kelas yang terpilih sebagai sampel penelitian ini adalah kelas III Jarha sebagai kelompok eksperimen dan III Suman sebagai kelompok kontrol.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data-data empiris yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Adapun tesnya yaitu berbentuk evaluasi sebagai tes akhir (posttest).

Instrument yang digunakan yaitu tes uraian. Arikunto, menyatakan bahwa instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah. Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tes hasil belajar matematika sebagai instrument penelitian. Instrument yang disusun berdasarkan prinsip tes hasil belajar. Adapun tes yang dibuat berupa tes isian sebanyak 15 soal. Tahap pertama dalam pengembangan instrument adalah pembuatan instrument. Tahap berikutnya uji coba instrument dilanjutkan dengan revisi.

E. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa tes kemampuan pemahaman konsep perkalian. Tes kemampuan pemahaman konsep perkalian ini berupa tes tertulis dalam bentuk soal-soal pemahaman yang digunakan untuk mengukur kemampuan konsep dalam menghitung perkalian dengan benar.

Tes tertulis ini akan diberikan kepada siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebagai tes akhir (posttest) yaitu berupa tes essay yang


(57)

terdiri dari 15 butir soal. Adapun kisi–kisi dari instrumen pemahaman konsep perkalian, yaitu:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Tes Pemahaman Konsep Perkalian Materi : Perkalian

Kompetisi Dasar : Melakukan perkalian yang hasilnya bilangan tiga angka dan pembagian bilangan tiga angka

No Indikator

Dimensi Pemahaman

Jumlah Soal

Translation Interpretation Ekstrapolation

1

Menafsirkan gambar kedalam bentuk perkalian

2 1

2

Mengubah bentuk penjumlahan menjadi bentuk perkalian

1a

1b 2

3

Menghitung perkalian secara pengelompokkan

6 1

4

Menghitung perkalian secara penyebaran

5 1

5 Menghitung

perkalian 2 angka 3a, 3c 2

Menghitung perkalian satu angka dengan bilangan tiga angka

1


(58)

7

Menghitung perkalian dengan cara mendatar, bersusun panjang dan bersusun pendek

4a

4b 3

8

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perkalian

7,8 2

Jumlah Soal 12

Kriteria Penskoran Pemahaman Konsep Matematika

Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data posttest dari kedua kelompok. Data tersebut merupakan skor aktual, yaitu “skor kenyataan

(empirik) yang diperoleh siswa”. Agar dapat diinterpretasikan, kemudian skor

diubah menjadi nilai. Jawaban-jawaban siswa terhadap tipe soal uraian dengan berpatokan pada sistem Rubrics. Adapun tentang skor yang digunakan adalah 0, 1, 2, 3, dan 4 dengan kriteria pemberian skor menurut Cai, Lane & Jacabsin disajikan dalam bentuk tabel berikut:57

57 Gusni Satriawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, dalam ALGORITMA Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, Vol. 1 No. 1 Juni 2006, (Jakarta: CEMED UIN Jakarta, 2006), h. 112.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)