PENGELOLAAN DAN OPERASI SISTEM JARINGAN IRIGASI DI KABUPATEN DATI II GUNUNG KIDUL 0
18 A. Deskripsi Peranan P3A
1. Deskripsi Daerah a. Letak Daerah
DI Simo terletak di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Jarak tempuh DI Simo ke pusat pemerintahan Kecamatan Ponjong menempuh jarak 1 km. Jarak tempuh DI Simo ke pusat pemerintahan kabupaten menempuh jarak ± 18 km. DI Simo terletak pada posisi 0706613911 LS dan 1100 411 411 BT dengan ketinggian rata-rata ± 180 m di atas permukaan laut.
b. Luas Daerah
Kecamatan Ponjong mempunyai luas wilayah 451,0000 Ha. Dari luas itu terdiri dari : 105,5000 Ha areal pemukiman, 34,6750 Ha areal bangunan umum, 163,3110 Ha areal persawahan, 100,2430 Ha areal ladang tegalan, 2,9210 Ha areal perkebunan rakyat, 4,5100 Ha areal padang rumput, 25,500 Ha areal hutan , 2,1400 Ha areal sarana dan prasarana olah raga, 7,6250 Ha areal perikanan air tawar dan 5,0000 Ha merupakan daerah tangkapan air (catchmant area).
c. Tata Guna Lahan
Kecamatan Ponjong memiliki daerah seluas 451,000 Ha, dengan penggunaan lahan bervariasi. Penggunaan lahan tersebut meliputi untuk lahan persawahan, perkebunan, hutan rakyat, perumahan dan perkantoran. Luas lahan persawahan adalah 163,3110 Ha, Luas tegalan 100,2430 Ha, Luas padang
(2)
rumput 4,5100 Ha dan luas hutan rakyat 2,9210 Ha. Kecamatan Ponjong merupakan lumbung pangan di daerah Gunungkidul sebab sebagian besar dari Kecamatan Ponjong areal persawahan yang menghasilkan bahan pangan berupa beras. Sebagaian besar masyarakat Ponjong bermata pencaharian sebagai petani. Dari Monografi 2001 luas areal persawahan lebih luas dibandingkan luas lahan untuk kepentingan yang lain.
d. Kondisi Hidrologis
Sumber air Kecamatan Ponjong adalah air tanah dan air hujan atau air sungai. Untuk memenuhi kebutuhan air minum menggunakan sumber air tanah yang dibuat sumur-sumur pompa, sedangkan untuk keperluan irigasi menggunakan air sungai. Sungai yang dipakai untuk memenuhi keperluan irigasi adalah Sungai Umbulrejo melalui Bendung Simo. Untuk lebih jelas kondisi Bendung Simo dengan aliran irigasinya dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Bend unga
n S imo
Kali Beto
n Salur
an In duk
Simo
A ra h S e la ta n Karang Mojo Ponjong Ngawis Ngunut 36 32 33 34 35 29 30 31 28 27 26 25 24 23 20 21 22 19 18 17 16 15 14 13 12 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 N S E W Kontor Irigasi
(3)
2. Deskripsi Data Variabel Pengelolaan
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pengelolaan dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency central). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan rerata (mean), Nilai tengah
(median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku (SD), skor minimun, dan skor maksimum serta indentifikasi kategori tiap-tiap variabel. Ubahan atau variabel pengelolaan terdiri dari dua indikator variabel yang terdiri dari pengumpulan data irigasi dan pengelolaan lahan. Pendeskripsian data dilakukan per indikator kemudian dideskripsikan dalam satu variabel. Berikut deskripsi data hasil penelitian dengan variabel pengelolaan dengan indikator variabel.
a. Pengumpulan Data Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 15,32, Median =13,71, Modus = 13,00, Simpangan Baku (SD) = 3,24, Nilai Minimum = 9 dan Nilai Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 (halaman 99).
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengumpulan Data Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1. 8,5-11,5 21 12,57%
2. 11,5-14,5 85 50,90%
(4)
4. 17,5-20,5 48 28,74%
5. 20,5-23,5 0 0%
Distribusi frekuensi variabel Pengumpulan Data Irigasi disajikan pada grafik histogram berikut ini:
21
85
13
48
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
8,5 11,5 14,5 17,5 20,5 23,5
Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Pengumpulan Data Irigasi Pada variabel Pengumpulan Data Irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 20 dan skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah 12,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pengumpulan Data Irigasi dapat digolongkan dalam tabel berikut :
Tabel 6. Penggolongan Skor Pengumpulan Data Irigasi
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
(5)
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pengumpulan Data Irigasi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat Pengumpulan Data Irigasi dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pengumpulan Data Irigasi Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 Keatas Tinggi 51 30,5%
12,5 - 16,25 Sedang 95 56,9%
8,75 - 12,5 Kurang 21 12,6%
Dibawah 8,75 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 51 orang responden (30,5%) tergolong memiliki tingkat Pengumpulan Data Irigasi yang tinggi, 95 (56,9%) responden tergolong sedang, 21 (13,6%) responden tergolong kurang, dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Pengumpulan Data Irigasi yang rendah. Untuk lebih jelas dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
51
95
21 0
Tinggi Sedang Kurang Rendah
(6)
b. Pengelolaan Lahan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 13,79, Median =13,69, Modus = 13, Simpangan Baku (SD) =3,91, Nilai Minimum =6 dan Nilai Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 (halaman100).
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pengelolaan Lahan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1. 5,5-8,5 13 7,78%
2. 8,5-11,5 18 10,78%
3 11,5-14,5 72 43,11%
4. 14,5-17,5 22 13,17%
5. 17,5-20,5 42 25,15%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pengelolaan Lahan disajikan pada grafik histogram berikut ini:
13 18
72
22
42
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
k
u
e
n
s
i
K las Interval
5,5 8,5 11,5 14,5 17,5 20,5
(7)
Pada variabel Pengelolaan Lahan diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 20 dan skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah 12,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pengelolaan Lahan dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 9. Penggolongan Skor Pengelolaan Lahan
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
Di bawah 8,75 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pengelolaan lahan dari 167 responden cenderung kurang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat Pengelolaan responden lahan dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 10. Kategori Tingkat Pengelolaan Lahan
Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 Keatas Tinggi 46 27,5%
12,5 - 16,25 Sedang 27 16,2%
8,75 - 12,5 Kurang 81 48,5%
Dibawah 8,75 Rendah 13 7,8%
(8)
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 46 orang responden (27,5%) tergolong memiliki tingkat Pengelolaan Lahan yang tinggi, 27 (16,2%) responden tergolong sedang, 81 (48,5%) responden tergolong kurang, dan 13 (7,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengelolaan Lahan yang rendah. Untuk Lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
4 6
2 7 8 1
1 3
T in g g i S e d a n g Ku r a n g Re n d a h
Gambar 7. Digram Pie Kategori Tingkat Pengelolaan Lahan c. Pengelolaan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 29,11, Median =25,68, Modus = 23, Simpangan Baku (SD) =7,09, Nilai Minimum =15 dan Nilai Maksimum = 40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 16 (halaman 101).
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pengelolaan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1. 14,5-20,5 17 10,18%
2. 20,5-26,5 77 46,11%
3 26,5-32,5 22 13,17%
4. 32,5-38,5 23 13,77%
5 38,5-44,5 28 16,77%
Jumlah 167 100,00%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel pengelolaan dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(9)
17
77
22 23
28
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
14,5 20,5 26,5 32,5 38,5 44,5
Gambar 8. Histogram Distribusi Frekuensi Pengelolaan
Pada variabel Pengelolaan diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5. Dengan demikian skor Pengelolaan dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 12. Penggolongan Skor Pengelolaan
Kelas Interval Kategori
32,5 Ke atas Tinggi
25 - 32,5 Sedang
17,5 - 25 Kurang
Di bawah 17,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel Pengelolaan dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan
(10)
yang ditetapkan, data tingkat pengelolaan dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 13. Kategori Tingkat Pengelolaan
Kelas Interval Kategori N Persentase
32,5 Keatas Tinggi 51 30,5%
25 - 32,5 Sedang 93 55,7%
17,5 - 25 Kurang 10 6%
Dibawah 17,5 Rendah 13 7,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 51 orang responden (30,5%) tergolong memiliki tingkat Pengelolaan yang tinggi, 93 (55,7%) responden tergolong sedang, 10 (6%) responden tergolong kurang, dan 13 (7,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengelolaan yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
51
93
10 13
Tinggi Sedang Kurang Rendah
(11)
3. Deskripsi Pengoperasian Jaringan Irigasi
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency central). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan rerata
(mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku (SD), skor minimun, dan skor maksimum serta indentifikasi kategori tiap-tiap variabel. Ubahan atau variabel pengoperasian jaringan irigasi terdiri dari 6 indikator variabel yang terdiri dari pembagian air, pola tanam, bangunan bendung, kantong lumpur, bangunan sadap bagi, bangunan pengukur debit. Pendeskripsian data dilakukan per indikator dan dideskripsikan dalam satu variabel. Berikut deskripsi data hasil penelitian variabel pengoperasian jaringan irigasi dengan indikator variabel.
a. Pembagian Air
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,83, Median =12,24, Modus = 12, Simpangan Baku (SD) =2,29, Nilai Minimum = 9 dan Nilai Maksimum = 16. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 102).
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Pembagian Air
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 8,5-9,5 18 10,78%
2 9,5-10,5 10 5,99%
(12)
4 11,5-12,5 71 42,51%
5 12,5-13,5 8 4,79%
6 13,5-14,5 0 0%
7 14,5-15,5 20 11,98%
8 15,5-16,5 37 22,16%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pembagian Air dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
18 10
3 71
8 0
20 37
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
8,5 9,5 10,5 11,5 12,5 13,5 14,5 15,5 16,5
Gambar 10. Histogram Distribusi Frekuensi Pembagian Air
Pada variabel Pembagian Air diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2. Dengan demikian skor Pembagian Air dapat digolongkan dalam tabel berikut :
(13)
Tabel 15. Penggolongan Skor Pembagian Air
Kelas Interval Kategori
13 Ke atas Tinggi
10 - 13 Sedang
7 - 10 Kurang
Di bawah 7 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pembagian Air dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data pembagian air dikategorikan seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 16. Kategori Tingkat Pembagian Air
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 65 38,9%
10 - 13 Sedang 84 50,3%
7 - 10 Kurang 18 10,8%
Dibawah 7 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 16 di atas menunjukan bahwa dari 167 responden, 65(38,9%) orang responden tergolong memiliki tingkat Pembagian Air yang tinggi, 84 (50,3%) responden tergolong sedang, 18 (10,8%) responden tergolong kurang, dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Pembagian Air yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
(14)
65
84
18 0
Tinggi Sedang Kurang Rendah
Gambar 11. Diagram Pie Kategori Tingkat Pembagian Air
b. Pola Tanam
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 9,97, Median =8,13, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) =4,87, Nilai Minimum = 5 dan Nilai Maksimum = 20. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 103).
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Pola Tanam
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 4,5-8,5 92 0%
2 8,5-12,5 28 13,77%
3 12,5-16,5 24 14,37%
4 16,5-20,5 23 16,77%
5 20,5-24,5 0 55,09%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pola Tanam dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(15)
92
28
24 23
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
4,5 8,5 12,5 16,5 20,5 24,5
Gambar 12. Histogram Distribusi Frekuensi Pola Tanam
Pada variabel Pola Tanam diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 20 dan skor terendah ideal sebesar 5. Mean ideal yang diperoleh adalah 12,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2,5. Dengan demikian skor Pola Tanam dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 18. Penggolongan Skor Pola Tanam
Kelas Interval Kategori
16,25 Ke atas Tinggi
12,5 - 16,25 Sedang
8,75 - 12,5 Kurang
Di bawah 8,75 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pola Tanam dari 167 responden cenderung rendah. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pola tanam dikategorikan seperti pada tabel berikut ini:
(16)
Tabel 19. Distribusi Frekuensi Pola Tanam
Kelas Interval Kategori N Persentase
16,25 keatas Tinggi 23 13,8%
12,5 - 16,25 Sedang 24 14,4%
8,75 - 12,5 Kurang 28 16,8%
Dibawah 8,75 Rendah 92 55,1%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 23 (13,8%) orang responden tergolong memiliki tingkat pola tanam yang tinggi, 24 (14,4%) responden tergolong sedang, 28 (16,8%) responden tergolong kurang, dan 92 (55,1%) responden tergolong memiliki tingkat pola tanam yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
23
24
28 92
T in g g i Se d an g Ku r an g Re n d ah
Gambar 13. Diagram Pie Kategori Tingkat Pola Tanam
c. Bangunan Bendung
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 14,35, Median =15,14, Modus = 15,5, Simpangan Baku (SD) =2,81, Nilai Minimum = 7 dan
(17)
Nilai Maksimum = 16,00. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 104).
Tabel 20. Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 6,5-8.5 13 7,78%
2 8,5-10,5 10 5,99%
3 10,5-12,5 17 10,18%
4 12,5-14,5 4 2,40%
5 14,5-16,5 123 73,65%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel bangunan bendung dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
13 10 17
4
123
0 20 40 60 80 100 120 140
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
6,5 8,5 10,5 12,5 14,5 16,5
Gambar 14. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung Pada variabel Bangunan Bendung diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan
(18)
Standar Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Bangunan Bendung dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 21. Penggolongan Skor Bangunan Bendung
Kelas Interval Kategori
13 Ke atas Tinggi
10 - 13 Sedang
7 - 10 Kurang
Di bawah 7 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Bangunan Bendung dari 167 responden cenderung tinggi. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat bangunan bendung seperti pada tabel berikut ini : Tabel 22. Distribusi Frekuensi Bangunan Bendung
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 127 76%
10 - 13 Sedang 19 11,4%
7 - 10 Kurang 21 12,6%
Dibawah 7 Rendah 0 0%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 127 (76%) orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Bendung yang tinggi, 19 (11,4%) responden tergolong sedang, 21 (12,6%) responden tergolong kurang, dan 0 (0%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Bendung yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
(19)
127 19
21 0
Tinggi Se dang Kurang Re ndah
Gambar 15. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Bendung
d. Kantong Lumpur
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 5,71, Median =5,96, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) =1,42, Nilai Minimum = 3 dan Nilai Maksimum = 8. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 105).
Tabel 23. Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-3,5 18 10,78%
2 3,5-4,5 23 13,77%
3 4,5-5,5 6 3,59%
4 5,5-6,5 80 47,90%
5 6,5-7,5 23 13,77%
6 7,5-8,5 17 10,18%
(20)
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Kantong Lumpur dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
18
23
6
80
23
17
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 16. Histogram Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
Pada variabel Kantong Lumpur diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 8 dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Kantong Lumpur dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 24. Penggolongan Skor Kantong Lumpur
Kelas Interval Kategori
6,5 Ke atas Tinggi
5 - 6,5 Sedang
3,5 - 5 Kurang
Di bawah 3,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Kantong Lumpur dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang
(21)
ditetapkan, data tingkat Kantong Lumpur dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 25. Distribusi Frekuensi Kantong Lumpur
Kelas Interval Kategori N Persentase
6,5 Keatas Tinggi 40 24%
5 - 6,5 Sedang 86 51,5%
3,5 - 5 Kurang 23 13,8%
Dibawah 3,5 Rendah 18 10,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 40 (24%) orang responden tergolong memiliki tingkat Kantong Lumpur yang tinggi, 86 (51,5%) responden tergolong sedang, 23 (13,8%) responden tergolong kurang, dan 18 (10,8%) responden tergolong memiliki tingkat Kantong Lumpur yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
40
86 23
18
Tinggi Sedang Kurang Rendah
(22)
e. Bangunan Sadap Bagi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 6,59, Median = 6,34, Modus = 6, Simpangan Baku (SD) = 1,36, Nilai Minimum = 3 dan Nilai Maksimum = 8. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 106).
Tabel 26. Distribusi Frekuensi Bangunan Sadap Bagi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-3,5 3 1,8%
2 3,5-4,5 15 8,98%
3 4,5-5,5 3 1,80%
4 5,5-6,5 74 44,31%
5 6,5-7,5 4 2,40%
6 7,5-8,5 68 40,72%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor Bangunan Sadap Bagi dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(23)
3
15 3
74
4
68
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 18. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Sadap Bagi Pada variabel Bangunan Sadap Bagi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 8 dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 1. Dengan demikian skor Bangunan Sadap Bagi dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 27. Penggolongan Skor Bangunan Sadap Bagi
Kelas Interval Kategori
6,5 Ke atas Tinggi
5 - 6,5 Sedang
3,5 - 5 Kurang
Di bawah 3,5 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Bangunan Sadap Bagi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian bangunan sadap bagi dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
(24)
Tabel 28. Distribusi Frekuensi Sadap Bagi
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 keatas Tinggi 72 43,1%
10 - 13 Sedang 77 46,1%
7 - 10 Kurang 15 9%
Dibawah 7 Rendah 3 1,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 28 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 72 (43,1%) orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Sadap Bagi yang tinggi, 77 (46,1%) responden tergolong sedang, 15 (9%) responden tergolong kurang, dan 3 (1,8%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Sadap Bagi yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
72
77
15 3
Tinggi Sedang Kurang Rendah
Gambar 19. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Sadap Bagi f. Bangunan Pengukur Debit
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 7,16, Median = 6,32, Modus = 5, Simpangan Baku (SD) =2,29, Nilai Minimum = 3 dan Nilai
(25)
Maksimum = 12. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 107).
Tabel 29. Distribusi Frekuensi Bangunan Pengukur Debit
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2,5-4,5 8 4,79%
2 4,5-6,5 83 49,70%
3 6,5-8,5 30 17,96%
4 8,5-10,5 23 13,77%
5 10,5-12,5 23 13,77%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Bangunan Pengukur Debit dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
8
83
30
23 23
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
2,5 4,5 6,5 8,5 10,5 12,5
Gambar 20. Histogram Distribusi Frekuensi Bangunan Pengukur Debit Pada variabel Bangunan Pengukur Debit diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 12 dan skor terendah ideal sebesar 3. Mean ideal yang diperoleh adalah
(26)
7,5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 1,5. Dengan demikian skor Bangunan Pengukur Debit dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 30. Penggolongan Skor Bangunan Pengukur Debit
Kelas Interval Kategori
9,75 Ke atas Tinggi
7,5 - 9,75 Sedang
5,25 - 7,5 Kurang
Di bawah 5,25 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Bangunan Pengukur Debit dari 167 responden cenderung kurang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian bangunan pengukur debit dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 31. Distribusi Frekuensi Pengukur Debit
Kelas Interval Kategori N Persentase
13 Keatas Tinggi 38 22,8%
10 - 13 Sedang 28 16,8%
7 - 10 Kurang 53 31,7%
Dibawah 7 Rendah 48 28,7%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 31 di atas menunjukkan bahwa dari 167 responden, 38 (22,8%) orang responden tergolong memiliki tingkat Bangunan Pengukur Debit yang tinggi, 28 (16,8%) responden tergolong sedang, 53 (31,7%) responden tergolong kurang, dan 48 (28,7%) responden tergolong memiliki tingkat Bangunan
(27)
Pengukur Debit yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
38
28
53 48
Tinggi Se dang Kurang Re ndah
Gambar 21. Diagram Pie Kategori Tingkat Bangunan Pengukur Debit g. Pengoperasian Jaringan Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 56,60, Median = 56,57, Modus = 57, Simpangan Baku (SD) =13,72, Nilai Minimum = 30 dan Nilai Maksimum = 80. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 17 (halaman 108).
Tabel 32. Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 29,5-40,5 21 12,57%
2 40,5-51,5 33 19,76%
3 51,5-62,5 64 38,32%
4 62,5-73,5 26 15,57%
5 73,5-84,5 23 13,77%
Jumlah 167 100%
Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel Pengoperasian Jaringan Irigasi dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(28)
21
33
64
26
33
0 10 20 30 40 50 60 70
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
29,5 40,5 51,5 62,5 73,5 84,5
Gambar 22. Histogram Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi Pada variabel Pengoperasian Jaringan Irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 80 dan skor terendah ideal sebesar 20. Mean ideal yang diperoleh adalah 50 dan Standar Deviasi Ideal adalah 10. Dengan demikian skor Pengoperasian Jaringan Irigasi dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 33. Penggolongan Skor Pengoperasian Jaringan Irigasi
Kelas Interval Kategori
65 Ke atas Tinggi
50 - 65 Sedang
35 - 50 Kurang
Di bawah 35 Rendah
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pengoperasian Jaringan Irigasi dari 167 responden cenderung sedang. Menurut ketentuan yang ditetapkan, data tingkat pengoperasian jaringan irigasi dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
(29)
Tabel 34. Distribusi Frekuensi Pengoperasian Jaringan Irigasi
Kelas Interval Kategori N Persentase
65 keatas Tinggi 48 28,7%
50 - 65 Sedang 72 43,1%
35 - 50 Kurang 39 23,4%
Dibawah 35 Rendah 8 4,8%
Jumlah 167 100,00%
Tabel 34 di atas menunjukan bahwa dari 167 responden, 48 (28,7%) responden tergolong memiliki tingkat Pengoperasian Jaringan Irigasi yang tinggi, 72 (43,1%) responden tergolong sedang, 39 (23,4%) responden tergolong kurang, dan 8 (4,8%) responden tergolong memiliki tingkat Pengoperasian Jaringan Irigasi yang rendah. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan grafik pie sebagai berikut :
48
72 39
8
Tinggi Se dang Kurang Re ndah
(30)
B. Deskripsi Tata cara Pemeliharaan 1. Deskripsi Daerah
a. Letak Daerah
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi 0706613911 LS dan 1100411411 BT dengan ketinggian rata-rata ± 180 m di atas permukaan laut. Luas areal oncoran 967 Ha, dengan sumber air dari sungai Beton dengan Intake Kiri.
b. Luas Daerah
Luas areal D.I Simo berdasarkan data dari skema jaringan seluas 967,00 Ha (Dinas Pengairan Gunungkidul 2000)
c. Batas Wilayah
Berdasarkan batas administrasi, batas wilayah D.I Simo terhadap wilayah lain adalah sebagai berikut :
1. Batas utara berbatasan dengan Desa Umbulrejo , Kecamatan Ponjong. 2. Batas timur berbatasan dengan Desa Sumbergiri , Kecamatan Ponjong. 3. Batas selatan berbatasan dengan Desa Ponjong, Kecamatan Ponjong. 4. Batas barat berbatasan dengan Desa Karangmojo, Kecamatan
Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. d. Kondisi Hidrologis
Sungai yang dipakai untuk memenuhi keperluan irigasi adalah Sungai Umbulrejo melalui Bendung Simo. Untuk lebih jelas kondisi bedung Simo dengan aliran irigasinya pada gambar sebagai berikut :
(31)
Bend unga
n Si mo Kali Beto n Salu ran Indu
k Si mo A ra h S e la ta n Karang Mojo Ponjong Ngawis Ngunut 36 32 33 34 35 29 30 31 28 27 26 25 24 23 20 21 22 19 18 17 16 15 14 13 12 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 N S E W Kontor Irigasi
Gambar 3. Bendungan Simo dan Saluran irigasi (Sumber Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul 2000) 4. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif (tendency sentral).
Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi penghitungan Rerata (Mean),
Nilai tengah (Median), Nilai yang sering muncul (Modus), Simpangan Baku (SD), Skor Minimun dan Skor Maksimum serta indentifkasi kategori tiap-tiap variabel. Ubahan atau variabel pengelolaan terdiri dari dua indikator variabel yang terdiri dari pengumpulan data irigasi dan pengelolaan lahan. Untuk pendeskripsian data, dideskripsikan tiap indikator kemudian dideskripsikan dalam satu variabel. Berikut deskripsi data hasil penelitian dengan variabel pengelolaan dengan indikator variabel.
a. Pemeliharaan Rutin
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,85; Median =12,42; Modus = 12,00; Simpangan Baku (SD) = 2,62; Nilai Minimum = 8 dan Nilai Maksimum =16. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
(32)
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan rutin disajikan pada grafik histogram berikut ini:
14.46
0 1.81 0
36.75
6.63 7.23 7.23 25.9
0 5 10 15 20 25 30 35 40
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
7,5 8,5 9,5 10,5 11,5 12,5 13,5 14,5 15,5 16,5
Gambar 4. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Rutin
Pada variabel pemeliharaan rutin diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan rutin dapat digolongkan sebagai berikut :
13 Ke atas sangat baik
10 - 13 cukup baik
7 - 10 kurang baik
Di bawah 7 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel pemeliharaan rutin dari seluruh responden ialah sangat baik. Data tingkat pemeliharaan rutin dikategorikan seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 4. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Rutin Kelas Interval Persentase
13 Ke atas 47,0%
10 - 12,9 38,6%
7 - 10,9 14,5%
(33)
Tabel 4 menunjukkan bahwa 47,0% tergolong memiliki tingkat pemeliharaan rutin yang sangat baik, 38,6% cukup baik, 14,5% kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
b. Pemeliharaan Berkala
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 11,13; Median =12,03; Modus = 15,50; SD = 1,85; Nilai Minimum = 6 dan Nilai Maksimum = 15. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel pemeliharaan berkala disajikan pada grafik histogram berikut ini:
0.6
22.89
9.64
63.25
3.61 0
10 20 30 40 50 60 70
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
5,5 7,5 9,5 11,5 13,5 15,5
Gambar 5. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Berkala
Pada variabel pemeliharaan berkala diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan Standar Deviasi Ideal adalah 2. Maka skor Pemeliharaan Berkala dapat digolongkan sebagai berikut :
(34)
13 Ke atas sangat baik
10 - 12,9 cukup baik
7 - 9,9 kurang baik
Di bawah 6,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa variabel Pemeliharaan Berkala dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 5. Kategori Tingkat Pemeliharaan Berkala Kelas Interval Persentase
13 Ke atas 10,8%
10 - 12,9 65,7%
7 - 9,9 22,9%
Di bawah 6,9 0,6%
Tabel 5 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 10,8% memiliki tingkat pemeliharaan berkala yang sangat baik, 65,7% cukup baik, 22,9% kurang baik, dan 0,6% sangat tidak baik.
c. Pemeliharaan Tiba-tiba
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 6,34; Median = 6,61; Modus = 7,00; SD = 1,27; Nilai Minimum = 4 dan Nilai Maksimum = 8. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel pemeliharaan tiba-tiba dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(35)
16.87
2.41 26.51
38.55
15.66
0 5 10 15 20 25 30 35 40
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5
Gambar 6. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Tiba-tiba
Pada variabel pemeliharaan tiba-tiba diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 8 dan skor terendah ideal sebesar 2. Mean ideal yang diperoleh adalah 5 dan Standar Deviasi Ideal adalah 1.Dengan demikian skor pemeliharaan tiba-tiba dapat digolongkan sebagai berikut :
6 Ke atas Tinggi
5 - 5,9 Cukup
4 - 4,9 Kurang
Di bawah 3,9 Sedang
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel Pemeliharaan Tiba-tiba dari seluruh responden sangat baik.
Tabel 6. Kategori Tingkat Pemeliharaan Tiba-tiba. Kelas Interval Persentase
6 Ke atas 54,2%
5 - 5,9 28,9%
4 - 4,9 16,9%
(36)
Tabel 6 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 54,2% sangat baik, 28,9% cukup baik, 16,9% kurang baik, dan 0% responden tergolong memiliki tingkat pemeliharaan tiba-tiba yang sangat tidak baik.
d. Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 30,32, Median = 30,44, Modus = 29,50, SD = 5,15, Nilai Minimum = 20 dan Nilai Maksimum = 39. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi dan persentase skor pemeliharaan jaringan irigasi dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
16.87 3.01
40.96 86.75
13.25
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
19,5 23,5 27,5 31,5 35,5 39,5
Gambar 7. Histogram Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada variabel pemeliharaan jaringan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5.
32 Ke atas sangat baik
25 - 31,9 cukup baik
17 - 24,9 kurang baik
(37)
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel pemeliharaan jaringan irigasi dari seluruh responden cenderung cukup baik.
Tabel 7. Kategori Tingkat Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Kelas Interval Persentase
32 keatas 34,9%
25 - 32,9 47,0%
17 - 24,9 18,1%
Dibawah 16,9 0%
Tabel 7 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 34,9% memiliki tingkat pemeliharaan jaringan irigasi yang sangat baik, 47,0% cukup baik, 18,1% kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
5. Deskripsi Peran Serta Pengurus Persatuan Petani Pemakai Air (P3A) Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 28,33; Median = 30,76; Modus = 32; SD)= 4,47; Nilai Minimum = 20 dan Nilai Maksimum = 40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel peran serta pengurus P3A:
21.69 13.86
57.23
6.63 0.6 0
10 20 30 40 50 60
F
re
k
u
e
n
s
i
K las Interval
19,5 24,5 29,5 34,5 39,5 44,5
(38)
Pada variabel peran serta pengurus P3A diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5. Dengan demikian skor peran serta pengurus P3A dapat digolongkan sebagai berikut :
32 Ke atas sangat baik
25 - 31,9 cukup baik
17 - 24,9 kurang baik
Di bawah 16,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel peran serta pengurus P3A dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 8. Kategori Tingkat Peran Serta Pengurus P3A. Kelas Interval Persentase
32 keatas 9,0%
25 - 31,9 69,3%
17 - 24,9 21,7%
Dibawah 16,9 0%
Tabel 8 menunjukan bahwa dari seluruh responden, 9,0% memiliki tingkat peran serta pengurus P3A sangat baik, 69,3% cukup baik, 21,7% kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
6. Deskripsi Keterlibatan Dinas Pengairan Dalam Pemeliharaan Irigasi Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 28,72; Median = 30,26; Modus = 31; Simpangan Baku (SD) = 4,58; Nilai Minimum = 19 dan Nilai Maksimum = 40. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
(39)
19.88
7.83 63.25
8.43 0.6 0
10 20 30 40 50 60 70
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
18,5 23,5 28,5 33,5 38,5 43,5
Gambar 9. Histogram Distribusi Frekuensi keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi
Pada variabel keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 40 dan skor terendah ideal sebesar 10. Mean ideal yang diperoleh adalah 25 dan Standar Deviasi Ideal adalah 5. Dengan demikian skor dapat digolongkan sebagai berikut :
32 Ke atas sangat baik
25 - 31,9 cukup baik
17 - 24,9 kurang baik
Di bawah 16,9 sangat tidak baik
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi dari seluruh responden ialah cukup baik.
Tabel 9. Kategori keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi
Kelas Interval Persentase
32 keatas 14,5%
25 - 31,9 62,7%
17 - 24,9 22,9%
(40)
Tabel 9 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 14,5% memiliki tingkat keterlibatan Dinas Pengairan Kabupaten Gunungkidul dalam pemeliharaan irigasi yang sangat baik, 62,7% cukup baik, 22,9% kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
5. Deskripsi Tata Cara Pemeliharaan
Dari penghitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 87,30; Median = 92,41; Modus = 94,50; Simpangan Baku (SD) = 13,25; Nilai Minimum = 60 dan Nilai Maksimum = 109. Distribusi frekuensi dan persentase skor variabel tata cara pemeliharaan dapat disajikan pada grafik histogram berikut ini:
19.28
4.22
11.45
51.81
13.25
0 10 20 30 40 50 60
F
re
k
u
e
n
s
i
Klas Interval
59,5 69,5 79,5 89,5 99,5 109,5
Gambar 10. Histogram Distribusi Frekuensi Tata Cara Pemeliharaan Pada variabel tata cara pemeliharaan diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 120 dan skor terendah ideal sebesar 30. Mean ideal yang diperoleh adalah 85 dan Standar Deviasi Ideal adalah 15.
97 Ke atas Sangat baik
75 - 96,9 Cukup baik
52 - 74,9 Kurang baik
(41)
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator variabel tata cara pemeliharaan dari seluruh responden cukup baik.
Tabel 10. Kategori Tingkat Tata Cara Pemeliharaan. Kelas Interval Persentase
32 keatas 13,3%
25 - 31,9 64,5%
17 - 24,9 22,3%
Dibawah 16,9 0%
Tabel 10 di atas menunjukan bahwa dari seluruh responden, 13,3% memiliki tingkat tata cara pemeliharaan yang sangat baik, 64,5% cukup baik, 22,3% kurang baik, dan 0% sangat tidak baik.
C. Deskripsi Tata cara Pengoperasian 1. Kondisi Geologis Daerah Pertanian a. Letak
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mencapai daerah tersebut dapat ditempuh melalui jalan darat dengan kondisi jalan beraspal, ke arah Timur ± 18 Km dari pusat kota Wonosari ke Ponjong.
Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi 07 0 66′ 39″ LS dan 110 0 41′ 4″
BT dengan kondisi daerah jaringan irigasi ini berdasarkan Updating DI Simo pada ketinggian rata-rata ± 180 – 240 m di atas permukaan air laut.
b. Luas Oncoran
Berdasarkan pengamatan dilapangan dan skema jaringan luas areal oncoran Daerah Irigasi Simo sebesar 1276.21 Ha, dengan sumber air dari sungai
(42)
Beton dengan Intake Kiri. Luas areal oncoran untuk saluran induk sebesar 52.26 Ha dan saluran sekunder Karangmojo sebesar 293.56 Ha. Areal oncoran DI Simo terletak di Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Areal oncoran Saluran Induk tepatnya terletak di Desa Sumbergiri dan Desa Genjahan. Areal oncoran Saluran Sekunder Karangmojo terletak di Desa Karangmojo. Secara rinci nama petak dan luas areal dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
Tabel 5. Petak-petak Tersier Pada Saluran Induk Simo
No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha) Nomen Clatur Nomen Clatur
1 SALURAN INDUK SIMO
Cr.Sm.1 Cr.Sm.2 Cr.Sm.3 Cr.Sm.4 Cr.Sm.5 Cr.Sm.6 Cr.Sm.7 Cr.Sm.8 B.Sm.1 B.Sm.2 Cr.Sm.1 Ka Cr.Sm.2 Ka Cr.Sm.3 Ka Cr.Sm.4 Ka Cr.Sm.5 Ka Cr.Sm.5 Ki Cr.Sm.6 Ki Cr.Sm.7 Ka Cr.Sm.8 Ka
Sm.1 Ka -
0,10 0,23 6,0 4,95 5,00 0,25 7,23 3,00 2,40 22,30
Sub Total 52,26
Tabel 6. Petak-petak Tersier Pada Saluran Sekunder Karangmojo
No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha) Nomen Clatur Nomen Clatur
2 SALURAN SEKUNDER KARANGMOJO
Cr.Kj.1 Cr.Kj.2 Cr.Kj.3 B.Kj.1 Cr.Kj.4 B.Kj.2 Cr.Kj.5 B.Kj.3 Cr.Kj.6 Cr.Kj.7 Cr.Kj.8 B.Kj.4 B.Kj.5 Cr.Kj.1 Ka Cr.Kj.2 Ka Cr.Kj.3 Ka Cr.Kj.3 Ki Kj.1 Ki Cr.Kj.4 Ki Kj.2 Ki Cr.Kj.5 Ka Kj.3 Ka Kj.3 Ki Cr.Kj.6 Ki Cr.Kj.7 Ki Cr.Kj.8 Ki Kj.4 Ka Kj.5 Ka 5,70 1,40 7,80 1,30 18,34 2,95 13,50 6,04 34,90 16,04 1,28 5,80 8,01 31,85 23,16
(43)
Cr.Kj.9 Cr.Kj.10 Cr.Kj.11 B.Kj.6 Cr.Kj.12
B.Kj.7 Cr.Kj.13 Cr.Kj.14 Cr.Kj.15 B.Kj.8 B.Kj.9
Cr.Kj.9 Ki Cr.Kj.10 Ka Cr.Kj.11 Ki Kj.6 Ka Cr.Kj.12 Ki Kj.7 Ka Kj.7 Ki Cr.Kj.13 Ka Cr.Kj.14 Ki Cr.Kj.15 Ka Kj.8 Ki
3,60 5,80 3,26 28,08 6,03 11,10 14,30 5,94 9,54 9,54 18,30
Sub Total 293,56
Total 345,82
Sumber : Dinas Pengairan Gunung Kidul. c. Kondisi Hidrologis
Secara umum kebutuhan air yang di konsumsi masyarakat Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo memiliki dua sumber air yang berasal dari air tanah dan air hujan. Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman pangan di DI Simo, petani menggunakan sumber air dari sungai, dan air hujan. Kebutuhan air untuk pertanian di DI Simo khususnya di daerah penelitian dipenuhi dari sungai Beton melalui Bendung Simo yang terletak di Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. Pemanfaatan air tanah digunakan untuk keperluan sehari-hari, yaitu untuk kebutuhan air minum, mandi, cuci dan lain sebagainya. Berikut ini gambar letak saluran irigasi, petak tersier beserta luas lahan persawahan yang diairi air irigasi.
2. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Penelitian ini dilakukan terhadap 166 petani yang mewakili petani di daerah hulu, tengah dan hilir yang memanfaatkan saluran induk simo dan saluran sekunder Karangmojo.
(44)
Penelitian terhadap jaringan irigasi yang dilakukan oleh petani meliputi : a. Pemeliharaan saluran ( rutin dan berkala)
b. Pemeliharaan Bangunan ( batu, kayu, besi dan beton) c. Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Untuk pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik diskriptif ( tendency sentral). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan rerata (mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku (SD), skor minimum dan skor maksimum serta identifikasi kategori tiap-tiap variabel. Ubahan atau variabel pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari 3 indikator variabel yaitu, pemeliharaan saluran, pemeliharaan bangunan dan pemeliharaan tiba-tiba/mendadak. Untuk mendiskripsikan per indikator kemudian di deskripsikan dalam satu variabel pemeliharaan jaringan irigasi dengan indikator variabel.
1) Pemeliharaan saluran
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 31,90, median = 32,70, modus = 37,50, simpangan baku (SD) = 7,33, nilai minimum = 16 dan nilai maksimum = 43,00. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Saluran
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7
16,00 – 19,86 19,87 – 23,73 23,74 – 27,60 27,61 – 31,47 31,48 – 35,34 35,35 – 39,21 39,22 – 43,08
5 23 25 24 20 46 23
3,01 13,83 15,06 14,46 12,05 27,71 13,86
(45)
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada histogram berikut ini :
5
23 25 24
20 46 23 0 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
16 19.9 23.7 27.6 31.5 35.4 39.2 43.1
Interval Histogram Pemeliharaan Saluran
Gambar VIII. Histogram Pemeliharaan Saluran
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 44 dan skor terendah ideal sebesar 11. Mean ideal (Mi) yang diperoleh adalah 27,5 dan standar deviasi ideal (Sdi) adalah 5,5. Dengan demikian skor pemeliharaan saluran dapat digolongkan seperti pada Tabel 8 sebagai berikut : Tabel 8. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Saluran
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
> 35,75 27,5 – 35,75 19,25 – 27,5
< 19,25 Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 69 44 48 5 41,6 26,5 28,9 3,0
Jumlah 166 100
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 69 petani (41,6 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan saluran yang baik, 44 (26,5%) petani tergolong cukup baik, 48 (28,9 %) petani tergolong kurang baik dan 5 (3 %) petani tergolong tidak baik.
(46)
2). Pemeliharaan Bangunan
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 24,64, median = 25,09, modus = 30,50, simpangan baku (SD) = 6,99, nilai minimum = 9 dan nilai maksimum = 36. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Bangunan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7
9,00 – 12,86 12,87 – 16,73
16,74– 20,60 20,61– 24,47 24,48– 28,34 28,35– 32,21 32,22– 36,08 13 14 16 36 27 42 18 7,83 8,43 9,64 21,69 16,27 25,30 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan bangunan disajikan pada histogram berikut ini :
13 14 16
36 27 42 18 0 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
9 12.9 16.7 20.6 24.5 28.4 32.2 36.1 Interval
Histogram Pemeliharaan Bangunan
Gambar IX. Histogram Pemeliharaan bangunan
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 36 dan skor terendah ideal sebesar 9. Mean ideal yang diperoleh adalah 22,5 dan standar deviasi ideal adalah 4,5. Dengan demikian skor pemeliharaan bangunan dapat digolongkan seperti pada Tabel 10 sebagai berikut :
(47)
Tabel 10. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Bangunan
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
29,25 > 22,5 – 29,25 15,75 – 22,5
< 15,75
Baik Cukup baik Kurang baik
Tidak baik 51 64 27 24
30,7 38,6 16,3 14,5
Jumlah 166 100
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 51 petani (30,7 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan bangunan yang baik, 64 (38,6%) petani tergolong cukup baik, 27 (16,3 %) petani tergolong kurang baik dan 24 (14,5 %) petani tergolong tidak baik.
3). Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,11, median = 12,92, modus = 14,00, simpangan baku (SD) = 2,97, nilai minimum = 4 dan nilai maksimum = 16. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Mendadak/Tiba-Tiba
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
4,00 – 6,40 6,40 – 8,90 9,00 – 12,30 11,40 – 15,80 13, 90 – 16,30
3 33 37 72 21
1,81 19,88 22,29 43,37 12,65
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada histogram berikut ini :
(48)
3
33 37
72
21
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
ku
e
n
s
i
4 6.5 9 11.4 13.9
Interval
Histogram Pemeliharaan Mendadak
Gambar X. Histogram Pemeliharaan Mendadak
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan standar deviasi ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan mendadak dapat digolongkan seperti pada Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Mendadak
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) asmpai Mi < (Mi – 1,5 Sdi)
13 > 10 – 13
7 – 10 < 7
Baik Cukup baik Kurang baik
Tidak baik 73 57 33 3
44 34,3 19,9 1,8
Jumlah 166 100
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 73 petani (44 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan mendadak yang baik, 57(34,3%) petani tergolong cukup baik, 33 (19,9 %) petani tergolong kurang baik dan 3 (1,8%) petani tergolong tidak baik.
(49)
4). Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 68,65, median = 66,50, modus = 20; simpangan baku (SD) = 14,18, nilai minimum = 31 dan nilai maksimum = 92. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7 8
31,00 – 38,63 38,64– 46,27 46,28– 54,91 54,92– 62,55 63,56– 70,19 70,20– 78,63 78,64– 86,27 86,28 – 94,91
2 11 9 41 40 4 41 18 1,20 6,63 5,82 24,70 24,10 2,41 24,70 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan jaringan irigasi disajikan pada grafik histogram berikut ini :
Gambar XI. Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
2 11 9 41 40 4 41 18 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
31 38.6 46.3 53.9 61.6 70 78.6 86.3
Interval
(50)
Pada variabel pemeliharaan jaringan irigasi diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 96 dan skor terendah ideal sebesar 24. Mean ideal yang diperoleh adalah 60 dan standar deviasi ideal adalah 12. Dengan demikian skor pemeliharaan jaringan irigasi dapat digolongkan seperti pada Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14. Kategori tingkat pelaksanaan pemeliharaan jaringan irigasi
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
78 > 60 – 78 42 – 60 < 42
Baik Cukup baik Kurang baik
Tidak baik 60 69 31 6
36,1 41,6 18,7 3,6
Jumlah 166 100
Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 60 petani (36,1 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan jaringan irigasi yang baik, 69 (41,6 %) petani tergolong cukup baik, 31 (18,7 %) petani tergolong kurang baik dan sebanyak 6 petani atau (3,6 %) tergolong tidak baik.
3. Kegiatan Pengamatan
Dalam melakukan pengamatan terhadap jaringan irigasi, observasi hanya dilakukan terhadap bangunan utama dan bangunan pelengkap.
a. Bangunan Utama
Untuk observasi pada bangunan utama di bagi menjadi : 1). Bangunan Bendung
2). Bangunan Pengambilan 3). Bangunan Penguras
4). Bangunan Ukur jenis Cippolleti
(51)
Observasi penilaian terhadap bangunan utama dilakukan dalam 2 tingkatan yaitu :
1. Bangunan utama dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan sesuai dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan, terawat dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
2. Bangunan utama dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan, tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Bendung
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan bendung yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat dilihat dalam tabel 15. berikut ini :
Tabel 15. Observasi Terhadap Bendung
No Kriteria
jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Badan bendung 1 0 100 0
2 Hulu bendung 0 1 0 100
3 Pas. Penahan tanggul 1 0 100 0
4 Koperan sayap 1 0 100 0
5 Kolam olak 1 0 100 0
6 Peil scala 1 0 100 0
7 Papan nama bendungan 1 0 100 0
8 Rumah jaga 1 0 100 0
9 Kebersihan terhadap sampah 1 0 100 0
(52)
2). Bangunan Pengambilan
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan pengambilan pada bendung yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 16. berikut ini :
Tabel 16. Observasi Terhadap Bangunan Pengambilan No
Kriteria
Jumlah %
Layak Tidak Layak
Layak Tidak Layak
1 Daun pintu sadap 1 0 100 0
2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0
3 Drat stang 1 0 100 0
4 Sponing pintu 1 0 100 0
5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100
6 Roda gigi 1 0 100 0
Rerata 83,3 16,7
3). Bangunan Penguras
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan penguras pada bendung yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 17. berikut ini
Tabel 17. Observasi Terhadap Bangunan Penguras No
Kriteria
Jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak Layak
1 Pintu pembilas 1 0 100 0
2 Batang pengangkat pintu 1 0 100 0
3 Drat stang 1 0 100 0
4 Sponing pintu 1 0 100 0
5 Kebersihan terhadap sampah 0 1 0 100
6 Roda gigi 1 0 100 0
(53)
4). Bangunan Ukur Jenis Cippolleti
Observasi dilakukan terhadap 2 bangunan ukur yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak Hasil observasi dapat dilihat ddalam Tabel 18. berikut ini :
Tabel 18. Observasi Terhadap Bangunan Ukur
No Kriteria
Bang Ukur
Jumlah %
1 2 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 2 0 100 0
2 Plesteran 0 1 1 1 50 50
3 Peil Scala 1 1 2 0 100 0
4 Kebersihan terhadap sampah 1 0 1 1 50 50
Rerata 50 50
5). Bangunan Bagi dan Pintu Air
Observasi dilakukan terhadap 7 bangunan bagi dan pintu air yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 19. berikut ini :
Tabel 19. Observasi Terhadap Bangunan Bagi dan Pintu Air No
Kriteria Bagi dan Pintu Jumlah % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 L T
L
Layak Tidak Layak 1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 0 100 0 2 Plesteran 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9 0 100 0 3 Daun pintu air 1 0 1 0 0 1 1 1 1 5 4 55.6 44,4 4 Drat Stang 1 0 1 1 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 5 Batang ulir pintu 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8 1 88,9 11,1 6 Sponing pintu 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7 2 77,8 22,2 7 Kebersihan terhadap
sampah
1 0 1 1 1 0 0 0 1 5 4 55,6 44,4
(54)
B. Bangunan Pelengkap
Untuk observasi pada bangunan lengkap di bagi menjadi : 1). Bangunan Terjun
2). Bangunan Gorong-Gorong 3). Bangunan Talang
Observasi penilaian terhadap bangunan pelengkap dilakukan dalam 2 tingkatan yaitu :
1. Bangunan pelengkap dikatakan “Layak” bila masih berada dalam keadaan sesuai dengan bentuk, ukuran semula, lengkap, tidak mengalami kerusakan, terawat dan masih berfungsi maka diberi skor 1.
2. Bangunan pelengkap dikatakan “Tidak Layak” bila sudah terjadi perubahan-perubahan bentuk, ukuran semula dan tidak lengkap, mengalami kerusakan, tidak terawat dan tidak berfungsi maka diberi skor 0.
1). Bangunan Terjun
Observasi dilakukan terhadap 4 bangunan terjun yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 20. berikut ini :
Tabel 20. Observasi Terhadap Bangunan Terjun
No Kriteria
Terjunan jumlah %
1 2 3 4
Layak Tidak layak
Layak Tida k laya
k 1 Pas. Batu kali/beton 1 1 1 1 4 0 100 0
2 Plesteran 1 1 1 1 4 0 100 0
3 Koperan sayap 1 1 0 0 2 2 50 50
4 Dasar hulu 1 1 0 1 3 1 75 25
(55)
6 Kebersihan terhadap
sampah 1 0 0 1
2 2 50 50
Rerata 66,7 27,8
2). Bangunan Gorong-Gorong
Observasi dilakukan terhadap 3 bangunan gorong-gorong yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 21 berikut ini :
Tabel 21. Observasi Terhadap Bangunan Gorong-Gorong
No Kriteria
Gorong-Gorong
Jumlah %
1 2 3 Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Pas. Beton/batu kali 1 1 1 3 0 100 0
2 Sayap gantung 1 1 1 2 1 66,6 33,4
3 Boks Inlet 1 1 1 3 0 100 0
4 Kebersihan terhadap sampah
0 0 1 1 2 33,4 66,6
Rerata 75 75
3). Bangunan Talang
Observasi dilakukan terhadap 1 bangunan talang yang ada di wilayah penelitian menunjukan hasil masih dalam kondisi layak. Hasil observasi dapat dilihat dalam Tabel 22 berikut ini :
Tabel 22. Observasi Terhadap Bangunan Talang Air
No Kriteria
Jumlah %
Layak Tidak layak
Layak Tidak layak
1 Lantai talang 1 0 100 0
2 Plesteran 0 1 0 100
3 Sayap talang 1 0 100 0
4 Kebersihan terhadap sampah
1 0 100 0
(56)
D. Deskripsi Sistem Jaringan 1. Obyek Penelitian
Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi. Sedangkan sebagian yang diambil dari populasi disebut sampel.
Untuk mengambil sampel memerlukan beberapa tahapan yaitu populasi yang berjumlah 13 unit P3A diambil dengan metode acak sederhana dengan mengundi tiap-tiap lokasi hulu, tengah dan hilir.
Dari pengundian itu didapatkan nama P3A yang mewakili hulu yaitu Sido Makmur dengan jumlah anggota (∑ L) 93 orang petani, tengah diwakili oleh Ngudi Makmur dengan jumlah anggota (∑ L) 76 orang petani, dan hilir diwakili oleh Tirto Raharjo yang berjumlah (∑ L) 120 orang anggota petani jadi jumlah total populasi (N) 289 orang petani. Dengan taraf kepercayaan sebesar 95% dan tingkat presisi 5%, diperoleh d = 0,05 serta Z = 1,96. Dari populasi sebesar 289 maka sampel yang didapatkan adalah :
289 * (1,96)2 * 0,25 n =
[(0,05) 2 * ( 289 - 1)] – [ (1,96) 2 * 0,25] n = 165, 2 dibulatkan menjadi 166 sampel
Untuk mendapatkan sampel pada masing-masing lokasi digunakan cara yaitu membagi jumlah anggota dalam satu lokasi (∑ L) dengan jumlah total
(57)
populasi (N) dikalikan jumlah total sampel (n), maka diperoleh hasil sebagai berikut :
a. Hulu mendapat 53,41 dibulatkan menjadi sampel 54 b. Tengah mendapat 43,65 dibulatkan menjadi sampel 44 c. Hilir mendapat 68,92 dibulatkan menjadi sampel 69 2. Kondisi Geologis Daerah Pertanian
a. Letak
Daerah Irigasi Simo terletak di Kabupaten Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta atau tepatnya pada dua Kecamatan yaitu Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mencapai daerah tersebut dapat ditempuh melalui jalan darat dengan kondisi jalan beraspal, ke arah Timur ± 18 Km dari pusat kota Wonosari ke Ponjong.
Daerah Irigasi Simo terletak pada posisi 07 0 66′ 39″ LS dan 110 0 41′ 4″ BT dengan kondisi daerah jaringan irigasi ini berdasarkan Updating DI Simo pada ketinggian rata-rata ± 180 – 240 m di atas permukaan air laut.
b. Luas Oncoran
Berdasarkan pengamatan dilapangan dan skema jaringan luas areal oncoran Daerah Irigasi Simo sebesar 1276.21 Ha, dengan sumber air dari sungai Beton dengan Intake Kiri. Luas areal oncoran untuk saluran induk sebesar 52.26 Ha dan saluran sekunder Karangmojo sebesar 293.56 Ha. Areal oncoran DI Simo terletak di Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Areal oncoran Saluran Induk tepatnya terletak di Desa Sumbergiri dan Desa Genjahan. Areal
(58)
oncoran Saluran Sekunder Karangmojo terletak di Desa Karangmojo. Secara rinci nama petak dan luas areal dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
Tabel 5. Petak-petak Tersier Pada Saluran Induk Simo
No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha) Nomen Clatur Nomen Clatur
1 SALURAN INDUK SIMO
Cr.Sm.1 Cr.Sm.2 Cr.Sm.3 Cr.Sm.4 Cr.Sm.5 Cr.Sm.6 Cr.Sm.7 Cr.Sm.8 B.Sm.1 B.Sm.2 Cr.Sm.1 Ka Cr.Sm.2 Ka Cr.Sm.3 Ka Cr.Sm.4 Ka Cr.Sm.5 Ka Cr.Sm.5 Ki Cr.Sm.6 Ki Cr.Sm.7 Ka Cr.Sm.8 Ka
Sm.1 Ka -
0,10 0,23 6,0 4,95 5,00 0,25 7,23 3,00 2,40 22,30
Sub Total 52,26
Tabel 6. Petak-petak Tersier Pada Saluran Sekunder Karangmojo
No Nama Bangunan Petak Tersier Luas Areal (Ha) Nomen Clatur Nomen Clatur
2 SALURAN SEKUNDER KARANGMOJO
Cr.Kj.1 Cr.Kj.2 Cr.Kj.3 B.Kj.1 Cr.Kj.4 B.Kj.2 Cr.Kj.5 B.Kj.3 Cr.Kj.6 Cr.Kj.7 Cr.Kj.8 B.Kj.4 B.Kj.5 Cr.Kj.9 Cr.Kj.10 Cr.Kj.11 B.Kj.6 Cr.Kj.12 B.Kj.7 Cr.Kj.13 Cr.Kj.1 Ka Cr.Kj.2 Ka Cr.Kj.3 Ka Cr.Kj.3 Ki Kj.1 Ki Cr.Kj.4 Ki Kj.2 Ki Cr.Kj.5 Ka Kj.3 Ka Kj.3 Ki Cr.Kj.6 Ki Cr.Kj.7 Ki Cr.Kj.8 Ki Kj.4 Ka Kj.5 Ka Cr.Kj.9 Ki Cr.Kj.10 Ka Cr.Kj.11 Ki Kj.6 Ka Cr.Kj.12 Ki Kj.7 Ka Kj.7 Ki Cr.Kj.13 Ka 5,70 1,40 7,80 1,30 18,34 2,95 13,50 6,04 34,90 16,04 1,28 5,80 8,01 31,85 23,16 3,60 5,80 3,26 28,08 6,03 11,10 14,30 5,94
(59)
Cr.Kj.14 Cr.Kj.15 B.Kj.8 B.Kj.9
Cr.Kj.14 Ki Cr.Kj.15 Ka Kj.8 Ki
9,54 9,54 18,30
Sub Total 293,56
Total 345,82
Sumber : Dinas Pengairan Gunung Kidul. c. Kondisi Hidrologis
Secara umum kebutuhan air yang di konsumsi masyarakat Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo memiliki dua sumber air yang berasal dari air tanah dan air hujan. Untuk memenuhi kebutuhan air pada tanaman pangan di DI Simo, petani menggunakan sumber air dari sungai, dan air hujan. Kebutuhan air untuk pertanian di DI Simo khususnya di daerah penelitian dipenuhi dari sungai Beton melalui Bendung Simo yang terletak di Desa Genjahan, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. Pemanfaatan air tanah digunakan untuk keperluan sehari-hari, yaitu untuk kebutuhan air minum, mandi, cuci dan lain sebagainya. Berikut ini gambar letak saluran irigasi, petak tersier beserta luas lahan persawahan yang diairi air irigasi.
3. Deskripsi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Penelitian ini dilakukan terhadap 166 petani yang mewakili petani di daerah hulu, tengah dan hilir yang memanfaatkan saluran induk simo dan saluran sekunder Karangmojo.
Penelitian terhadap jaringan irigasi yang dilakukan oleh petani meliputi : d. Pemeliharaan saluran ( rutin dan berkala)
(60)
f. Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Untuk pendiskripsian data hasil penelitian dengan ubahan pemeliharaan jaringan irigasi dilakukan dengan menggunakan statistik diskriptif ( tendency sentral). Statistik deskriptif dalam penelitian ini meliputi perhitungan rerata (mean), nilai tengah (median), nilai yang sering muncul (modus), simpangan baku (SD), skor minimum dan skor maksimum serta identifikasi kategori tiap-tiap variabel. Ubahan atau variabel pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari 3 indikator variabel yaitu, pemeliharaan saluran, pemeliharaan bangunan dan pemeliharaan tiba-tiba/mendadak. Untuk mendiskripsikan per indikator kemudian di deskripsikan dalam satu variabel pemeliharaan jaringan irigasi dengan indikator variabel.
1) Pemeliharaan saluran
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 31,90, median = 32,70, modus = 37,50, simpangan baku (SD) = 7,33, nilai minimum = 16 dan nilai maksimum = 43,00. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Saluran
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7
16,00 – 19,86 19,87 – 23,73 23,74 – 27,60 27,61 – 31,47 31,48 – 35,34 35,35 – 39,21 39,22 – 43,08
5 23 25 24 20 46 23
3,01 13,83 15,06 14,46 12,05 27,71 13,86
(61)
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada histogram berikut ini :
5
23 25 24
20 46 23 0 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
16 19.9 23.7 27.6 31.5 35.4 39.2 43.1
Interval Histogram Pemeliharaan Saluran
Gambar VIII. Histogram Pemeliharaan Saluran
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 44 dan skor terendah ideal sebesar 11. Mean ideal (Mi) yang diperoleh adalah 27,5 dan standar deviasi ideal (Sdi) adalah 5,5. Dengan demikian skor pemeliharaan saluran dapat digolongkan seperti pada Tabel 8 sebagai berikut : Tabel 8. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Saluran
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
> 35,75 27,5 – 35,75 19,25 – 27,5
< 19,25 Baik Cukup baik Kurang baik Tidak baik 69 44 48 5 41,6 26,5 28,9 3,0
Jumlah 166 100
Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 69 petani (41,6 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan saluran yang baik, 44 (26,5%) petani tergolong cukup baik, 48 (28,9 %) petani tergolong kurang baik dan 5 (3 %) petani tergolong tidak baik.
(62)
2). Pemeliharaan Bangunan
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 24,64, median = 25,09, modus = 30,50, simpangan baku (SD) = 6,99, nilai minimum = 9 dan nilai maksimum = 36. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Bangunan
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7
9,00 – 12,86 12,87 – 16,73
16,74– 20,60 20,61– 24,47 24,48– 28,34 28,35– 32,21 32,22– 36,08 13 14 16 36 27 42 18 7,83 8,43 9,64 21,69 16,27 25,30 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan bangunan disajikan pada histogram berikut ini :
13 14 16
36 27 42 18 0 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
9 12.9 16.7 20.6 24.5 28.4 32.2 36.1 Interval
Histogram Pemeliharaan Bangunan
Gambar IX. Histogram Pemeliharaan bangunan
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 36 dan skor terendah ideal sebesar 9. Mean ideal yang diperoleh adalah 22,5 dan standar deviasi ideal adalah 4,5. Dengan demikian skor pemeliharaan bangunan dapat digolongkan seperti pada Tabel 10 sebagai berikut :
(63)
Tabel 10. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Bangunan
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) sampai Mi
< (Mi – 1,5 Sdi)
29,25 > 22,5 – 29,25 15,75 – 22,5
< 15,75
Baik Cukup baik Kurang baik
Tidak baik 51 64 27 24
30,7 38,6 16,3 14,5
Jumlah 166 100
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 51 petani (30,7 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan bangunan yang baik, 64 (38,6%) petani tergolong cukup baik, 27 (16,3 %) petani tergolong kurang baik dan 24 (14,5 %) petani tergolong tidak baik.
3). Pemeliharaan mendadak/tiba-tiba
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 12,11, median = 12,92, modus = 14,00, simpangan baku (SD) = 2,97, nilai minimum = 4 dan nilai maksimum = 16. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Mendadak/Tiba-Tiba
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5
4,00 – 6,40 6,40 – 8,90 9,00 – 12,30 11,40 – 15,80 13, 90 – 16,30
3 33 37 72 21
1,81 19,88 22,29 43,37 12,65
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan saluran disajikan pada histogram berikut ini :
(64)
3
33 37
72
21
0 10 20 30 40 50 60 70 80
F
re
ku
e
n
s
i
4 6.5 9 11.4 13.9
Interval
Histogram Pemeliharaan Mendadak
Gambar X. Histogram Pemeliharaan Mendadak
Pada variabel pemeliharaan saluran diperoleh skor tertinggi ideal sebesar 16 dan skor terendah ideal sebesar 4. Mean ideal yang diperoleh adalah 10 dan standar deviasi ideal adalah 2. Dengan demikian skor pemeliharaan mendadak dapat digolongkan seperti pada Tabel 12 sebagai berikut :
Tabel 12. Kategori Tingkat Pelaksanaan Pemeliharaan Mendadak
Norma Kelas Interval Kategori N Persentase > (Mi + 1,5 Sdi)
Mi sampai (Mi + 1,5 Sdi) (Mi – 1,5 Sdi) asmpai Mi < (Mi – 1,5 Sdi)
13 > 10 – 13
7 – 10 < 7
Baik Cukup baik Kurang baik
Tidak baik 73 57 33 3
44 34,3 19,9 1,8
Jumlah 166 100
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 166 petani, 73 petani (44 %) tergolong memiliki tingkat pemeliharaan mendadak yang baik, 57(34,3%) petani tergolong cukup baik, 33 (19,9 %) petani tergolong kurang baik dan 3 (1,8%) petani tergolong tidak baik.
(65)
4). Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Dari perhitungan statistik deskriptif diperoleh rerata = 68,65, median = 66,50, modus = 20; simpangan baku (SD) = 14,18, nilai minimum = 31 dan nilai maksimum = 92. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Pemeliharaan Jaringan Irigasi
No Kelas Interval Frekuensi Persentase
1 2 3 4 5 6 7 8
31,00 – 38,63 38,64– 46,27 46,28– 54,91 54,92– 62,55 63,56– 70,19 70,20– 78,63 78,64– 86,27 86,28 – 94,91
2 11 9 41 40 4 41 18 1,20 6,63 5,82 24,70 24,10 2,41 24,70 10,84
Total 166 100
Distribusi frekuensi variabel pemeliharaan jaringan irigasi disajikan pada grafik histogram berikut ini :
Gambar XI. Histogram Pemeliharaan Jaringan Irigasi
2 11 9 41 40 4 41 18 0 10 20 30 40 50 F re k u e n s i
31 38.6 46.3 53.9 61.6 70 78.6 86.3
Interval
(1)
Untuk mendapatkan jumlah sampel secara keseluruhan dipergunakan rumus …..(1), pada halaman 28. Dengan menentukan taraf kepercayaan sebesar 95% dan tingkat presisi 5%, diperoleh d = 0,05 serta Z = 1,96 (d adalah ketentuan, Z diambil dari Tabel Z pada lembar Lampiran halaman 106). Dari populasi sebesar 437 maka sampel yang didapatkan adalah :
437 * (1,96)2 * 0,25 n =
[(0,05) 2 * ( 437 - 1)] + [ (1,96) 2 * 0,25] n = 204,68 dibulatkan menjadi 205 sampel
Untuk mendapatkan sampel pada masing-masing lokasi digunakan cara yaitu membagi jumlah anggota dalam satu lokasi (∑ L) dengan jumlah total populasi (N) dikalikan jumlah total sampel (n), maka diperoleh hasil sebagai berikut :
d. Hulu mendapat 65,67 dibulatkan menjadi 66 sampel e. Tengah mendapat 53,48 dibulatkan menjadi 53 sampel f. Hilir mendapat 85,85 dibulatkan menjadi 86 sampel
Dari 205 orang responden terdapat 16 orang petani wanita dan 189 petani laki-laki. Jabatan pengurus dalam organisasi P3A DI Simo semua dipegang oleh petani laki-laki, sedangkan petani wanita hanya sebagai angggota saja. Pendidikan petani anggota organisasi P3A DI Simo sebagian besar adalah Sekolah Dasar (SD), ada juga yang SLTP, SMU, dan Akademi tetapi sebagian kecil saja. Dengan lulusan Sekolah Dasar tersebut maka pola berfikir petani sangat berbeda dalam mengelola sawah yang mereka kerjakan. Petani sudah terbiasa dengan pola tanam
(2)
yang telah mereka terima dari nenek moyangnya yaitu dengan menanam padi-padi-polowijo. Belum ada perubahan dengan mengganti pola tanam yang lain misalnya padi-padi-sayuran. Dengan menggunakan pola tanam yang berbeda tersebut kemungkinan besar untuk memberikan tambahan pada hasil pertanian akan meningkat lebih baik. Sehingga petani yang mengelola lahan persawahan bukan hanya lulusan Sekolah Dasar saja, bahkan Sarjana pun diharapkan dapat terjun langsung kelapangan sebagai petani karena penghasilan yeng diperoleh bisa diandalkan untuk kehidupan sehari-hari.
Secara umum petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berumur di atas 50 Tahun. Pada umur yang tergolong usia tua tersebut petani dalam berproduksi sudah mulai menurun, sehingga diperlukan petani-petani yang berusia muda untuk menggantikan posisinya supaya hasil produksi semakin meningkat lebih baik. Tetapi secara umum penduduk yang berusia muda (20-45 Tahun) kurang menyukai berprofesi sebagai petani, hal tersebut dikarenakan penghasilan yang diperoleh tidak cukup baik untuk kehidupan sehari-hari.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar petani merupakan pemilik sawah yang menggarap sendiri sawahnya, dengan penghasilan satu bulannya sebesar Rp. 300.000 sampai Rp. 650.000, sedangkan luas lahan yang dimiliki rata-rata antara 0,15 Hektar sampai dengan 0,32 Hektar. Untuk lebih jelasnya dapat diketahui pada Tabel Deskripsi Petani P3A pada lembar Lampiran halaman 118.
(3)
3. Peranan P3A Daerah Irigasi Simo
Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 1982 tentang irigasi, pengelolaan irigasi ditingkat usaha tani menjadi tanggung jawab petani pemakai air yang bersangkutan. Dalam rangka pemanfaatan dan pengembangan air irigasi dan jaringan irigasi secara tepat guna dan berhasil guna maka para petani pemakai air yang tergabung dalam organisasi P3A berkewajiban untuk melakukan pengelolaan air irigasi termasuk eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi beserta bangunan pelengkapnya ditingkat usaha tersebut.
Pada musim tanam padi sebelum tahun 1999 para petani anggota organisasi P3A mengasilkan menghasilkan gabah kering 3,7 ton/Ha, musim tanam I tahun 1999 menghasilkan 4,5 ton/Ha gabah kering, dan musim tanam II tahun 1999 menghasilkan 5,25 ton/Ha gabah kering. Dari tiga kali hasil panen terdapat kenaikan gabah sebesar 5,76 persen bila memakai air irigasi yang dikelola oleh P3A (Profil P3A Sari Tirto Mulyo B, 1998 : 26).
Penelitian ini dilakukan terhadap 205 petani pemakai air yang berlokasi di DI Simo, Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Karangmojo. Untuk mengidentifikasi kondisi baik buruknya persepsi masyarakat terhadap peranan P3A yang selama ini telah dilakukan oleh organisasi tersebut telah ditetapkan kriteria ideal. Berdasarkan skor data dan penelitian yang menggunkan skala likert 1 sampai 4 diperoleh mean ideal (Mi = ½(skala Likert tertinggi + 1)) sebesar 2,500
dan standar deviasi ideal (Sdi = 1/6(skala Likert tertinggi – 1)) sebesar 0,500. Baik
(4)
(1992 : 35), dapat diketahui dengan mengkatagorikan skor reratanya sebagai berikut :
Tabel 3. Katagori Skor Persepsi Masyarakat
Baik Cukup Baik Kurang Baik 1,750 - 2,500
No Jumlah skor Katagori skor
< 1,750 Tidak Baik
2,501 - 3,250
> 3,250 1
2
3
4
Untuk melihat sejauh mana persepsi masyarakat terhadap peranan P3A dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Katagori Skor Masing-masing Sub Variabel Persepsi Masyarakat Terhadap Peranan P3A
No Jumlah Katagori Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Skor Skor responden responden responden responden responden
X1 X2 X3 X4 X5
1 < 1,750 Tidak baik 0 0 0 0 0
2 1,750 - 2,500 Kurang Baik 2 1 0 1 0
3 2,501 - 3,250 Cukup Baik 97 75 106 110 98
4 > 3,250 Baik 106 129 99 94 107
205 205 Jumlah 205 205 205
Keterangan :
X1 adalah pengertian dan tugas pokok P3A X2 adalah hak dan kewajiban P3A
(5)
X4 adalah tugas ketua blok P3A
X5 adalah total persepsi masyarakat terhadap peranan P3A
4. Peranan Gender dalam P3A
Keterlibatan perempuan dalam mengolah sawah pertanian dari dahulu sangat besar. Dimulai dengan membuat benih tanaman, menanam bibit, memupuk, menyiangi gulma, dan memetik hasil panen. Tetapi dalam mengolah sawah tidak hanya menanam saja, petani diharapkan mampu dalam mengelola sistem pengairan yang digunakan untuk mengairi tanaman, terutama padi yang banyak membutuhkan air.
Untuk mewujudkan pengelolaan sistem irigasi yang efesien, efektif dan berkelanjutan sangat diperlukan peran serta aktif masyarakat/P3A dengan memberikan kesempatan yang sama, baik laki-laki maupun perempuan serta menciptakan kepedulian isu gender dalam pengelolaan irigasi. Selama ini peran perempuan dalam P3A sangat kurang keterlibatannya baik dalam forum biasa maupun formal. Misalkan dalam rapat P3A perempuan jarang sekali angkat bicara dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi organisasinya, kebanyakan mereka hanya diam.
Contoh di atas baru hal-hal kecil dalam keorganisasian, padahal dalam P3A terdapat banyak sekali peluang yang dapat mereka isi seperti sebagai Ketua P3A, Wakil ketua, Bendahara, Sekretaris, Pelaksana Teknis (ulu-ulu), dan Ketua blok. Kurangnya pengetahuan perempuan dalam sistem pengelolaan irigasi merupakan hambatan untuk menduduki jabatan tersebut, disamping mereka masih tabu bila diberi tugas yang biasa dipegang oleh laki-laki.
(6)
Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peranan perempuan yang terlibat dalam organisasi P3A. Dengan memberikan angket kepada 205 orang petani baik laki-laki maupun perempuan. Penelitian ini meliputi tentang keanggotaan petani wanita, hak dan kewajiban petani wanita dalam P3A, petani wanita sebagai pelaksana teknik (ulu-ulu), petani wanita sebagai ketua blok. Untuk melihat sejauh mana peranan gender dalam organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Katagori Skor Masing-masing Sub Variabel Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Wanita Dalam P3A
No Jumlah Katagori Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Skor Skor responden responden responden responden responden
X6 X7 X8 X9 X10
1 < 1,750 Tidak baik 25 29 86 163 45 2 1,750 - 2,500 Kurang Baik 91 103 118 41 160 3 2,501 - 3,250 Cukup Baik 89 62 1 1 0 4 > 3,250 Baik 0 11 0 0 0 205 205 Jumlah 205 205 205
Keterangan:
X6 adalah keanggotaan petani wanita dalam P3A X7 adalah hak dan kewajiban petani wanita dalam P3A X8 adalah petani wanita sebagai pelaksana teknik X9 adalah petani wanita sebagai ketua blok