PERBANDINGAN ELEMEN STRUKTUR HUBUNGAN BALOK KOLOM SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) GEDUNG “G” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH.

(1)

TUGAS AKHIR

PERBANDINGAN ELEMEN STRUKTUR

HUBUNGAN BALOK KOLOM SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN

MENENGAH (SRPMM) DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL

MOMEN KHUSUS (SRPMK)

GEDUNG “G” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Diajukan Sebagai Persyaratan untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Strata Satu (S1)

Program Studi Teknik Sipil

Oleh :

AWWAL NAFI’ HABIBI

NPM : 0553010075

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penyusun haturkan kepada Alloh swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini sengaja kami buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata Satu (S1) di Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam Tugas Akhir ini penyusun melakukan analisa Perbandingan Elemen Sruktur Hubungan Balok Kolom Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak pada Wilayah Gempa menengah. Penulis sengaja melakukan analisa tersebut dengan tujuan dapat mendesain Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Pada Gedung G Universitas Muhammadiyah serta dapat mengetahui perbedaan hasil dari kedua desain struktur tersebut.

Dalam menyusun Tugas Akhir ini, penyusun telah mendapatkan bimbingan dari banyak pihak. Untuk itu penyusun mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Ir. Naniek Ratni JAR., M. Kes. selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Ibu Ir. Wahyu Kartini, ST. MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(3)

3. Bapak Ir. Made Astawa, MT. dan Bapak Sumaidi, ST. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mendoakan penulis dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Febru Djoko Handoyono, BE yang tiada lelah untuk memberikan motivasi kepada penulis serta mengajarkan banyak hal tentang Teknik Sipil.

5. Seluruh Dosen beserta staf Program Studi Teknik Sipil.

6. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa sabar mendidik, membimbing dan mendoakan anaknya yang nakal dan bodoh ini. Smoga do’a ayah dan ibu menjadi lantaran penulis untuk berubah menjadi lebih baik.

7. Seluruh teman-teman mahasiswa Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya Faisal (Bejo), Danang Pujo (Bram), Rama (Cupler), Arief (Ceppu), Gatot Aja, Yayan (Phia), Ardyan (cuci sofa), Shogik (Lemu), para senior khususnya mas black, cak grandong, mbak fani, genk Ijo (mas pethek, mas seva, mas jenggot, mas erwin) serta teman-teman kami tercinta yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu. Kalian adalah teman-temanku yang setia menemaniku di warung kopi. Semoga kita dapat terus duduk berkumpul, bercerita dan tertawa bersama.

penyusun menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan semua pihak untuk memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini kedepan. Mudah-mudahan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membutuhkannya.

Surabaya, Juni 2011


(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ……… i

ABSTRAK ………... iii

DAFTAR ISI ………... iv

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ……….. xi

BAB I PENDAHULUAN ……….... 1

1.1 Latar belakang ……… 1

1.2 Perumusan masalah ……… 2

1.3 Batasan Masalah ……… 3

1.4 Tujuan Penelitian ………... 3

1.5 Manfaat Penelitian ………. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….. 5

2.1 Umum ……… 5

2.2 Dasar Teori ………. 7

2.2.1 Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) ………. 7

2.3 Tata Cara Perancangan ……….. 8

2.3.1 Ketentuan umum ……… 9

2.4 Konsep Desain ………... 12

2.4.1 Metode Desain ………... 12


(5)

2.4.3 Sistem Struktur ……….. 13

2.4.4 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan ……… 14

2.4.4.1 Pembebanan ……….. 14

2.4.4.2 Kombinasi Pembebanan ……… 15

2.4.5 Analisa Beban Gempa Dinamik Respons Spekturm ……. 15

2.4.6 Ketentuan Khusus Untuk Perencanaan Gempa Dengan SRPMM dan SRPMK ……… 18

BAB III METODOLOGI ………... 25

3.1 Studi Literatur ……… 25

3.2 Konsep Desain Struktur ………. 25

3.3 Preliminary Desain ………. 26

3.4 Pembebanan ………... 26

3.5 Kombinasi pembebanan ………. 26

3.6 Pemodelan Struktur ……… 27

3.7 Analisa Analitik ………. 30

3.8 Flowchart Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir ……… 32

BAB IV PERHITUNGAN STRUKTUR ……….. 33

4.1 Preliminary Desain ………. 33

4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok ……….. 33

4.1.2 Perencanaan Dimensi Pelat ……… 39

4.1.3 Perencanaan Dimensi Kolom ………. 47

4.2 Pembebanan dan Analisa Struktur Sekunder ………. 48

4.2.1 Perhitungan Pelat ………... 48


(6)

4.2.3 Perhitungan Reaksi Balok Bordes ………. 53

4.2.4 Perhitungan Reaksi Balok Anak ……… 55

4.2.5 Perhitungan Reaksi Balok Lift ………... 58

4.2.5.1 Perencanaan Balok Pemisah Sangkar ……… 59

4.2.5.2 Perencanaan Balok Penumpu Depan ………. 60

4.2.5.3 Perencanaan Balok Penumpu Belakang …………. 62

4.3 Pembebanan dan Analisa Struktur Utama ………. 65

4.3.1 Data Perencanaan ………... 65

4.3.2 Pembebanan Gravitasi ………... 65

4.3.3 Beban Gempa Dinamik Mengunakan Respons Spektrum 68 4.3.3.1 Respons Spektrum Rencana ………... 68

4.3.3.2 Titik Pusat Massa Bangunan ……….. 69

4.3.3.3 Titik Pusat Kekakuan Bangunan ……… 70

4.3.3.4 Eksentrisitas antara pusat massa bangunan dan pusat kekakuan struktur ………. 70

4.3.4 Analisa Ragam Respons Spektrum Beban Gempa Rencana untuk SRPMM ……… 73

4.3.4.1 Kontrol Partisipasi Massa ……….. 73

4.3.4.2 Kontrol Waktu Getar Alami ……….. 74

4.3.4.3 Kontrol Gaya Geser Dasar ………. 75

4.3.4.4 Kinerja Batas Layan ……….. 77

4.3.4.5 Kinerja Batas Ultimit ………. 79

4.3.5 Analisa Ragam Respons Spektrum Beban Gempa Rencana untuk SRPMK ………. 82


(7)

4.3.6.1 Kontrol Partisipasi Massa ……….. 82

4.3.6.2 Kontrol Waktu Getar Alami ……….. 83

4.3.6.3 Kontrol Gaya Geser Dasar ………. 84

4.3.6.4 Kinerja Batas Layan ……….. 86

4.3.6.5 Kinerja Batas Ultimit ………. 88

4.4 Perancangan Penulangan Balok SRPMM ………. 91

4.4.1 Penulangan Lentur Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 91 4.4.2 Perhitungan Momen Probabel (Momen Kapasitas) dan Tulangan Geser Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 …... 106

4.4.3 Panjang Penyaluran Tulangan Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 ………... 112

4.5 Perancangan Penulangan Balok SRPMK ……….. 114

4.5.1 Penulangan Lentur Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 114 4.5.2 Perhitungan Momen Probabel (Momen Kapasitas) dan Tulangan Geser Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 …... 129

4.5.3 Panjang Penyaluran Tulangan Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 ………... 135

4.7 Perencanaan Penulangan Kolom SRPMM ……… 137

4.7.1 Perhitungan Tulangan Memanjang Kolom ……… 139

4.7.2 Penulangan Transversal untuk Beban Geser ……….. 141

4.7.3 Panjang Lewatan Pada Sambungan Tulangan Kolom …... 143

4.7.4 Perancangan Hubungan Balok Kolom Interior E3Lantai31 …. 46 4.8 Perencanaan Penulangan Kolom SRPMK ………. 147


(8)

4.8.2 Persyaratan Strong Column Weak Beam ………... 152

4.8.3 Daerah Sendi Plastis Kolom ……….. 154

4.8.4 Pengekangan Kolom di Daerah Sendi Plastis ……… 155

4.8.5 Penulangan Transversal untuk Beban Geser ……….. 156

4.8.6 Panjang Lewatan pada Sambungan Tulangan Kolom …... 159

4.8.7 Perancangan Hubungan Balok Kolom Interior E3 Lantai 3 …. 162 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 165

5.1 Kesimpulan ……… 165

5.2 Saran ……….. 165

DAFTAR PUSTAKA ……….. 166 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 - Mekanisme keruntuhan ideal struktur gedung yang diinginkan,

dengan sendi plastis terbentuk pada balok dan ujung kolom …… 11

Gambar 2.2 - Respons Spektrum Wilayah Gempa Menengah ……….... 12

Gambar 2.3 - Permodelan struktur rangka open frame ………... 14

Gambar 3.1 - Denah Struktur Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya………. 28

Gambar 3.2 - Pemodelan 3 Dimensi Struktur Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya ……… 29

Gambar 3.3 - Pemodelan Struktur Arah X (Baris 2) Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya ……… 29

Gambar 3.4 - Pemodelan Struktur Arah Y (Baris B) Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya ……… 30

Gambar 4.1 - Denah Perencanaan Balok Lantai 1-7……… 38

Gambar 4.2 - Denah Perencanaan Pelat Lantai 1-7……… 39

Gambar 4.3 - Denah dan Potongan Tangga ……… 51

Gambar 4.4 - Detail Potongan Tangga ………... 51

Gambar 4.5 - Pembebanan pada tangga ………. 53

Gambar 4.6 - Denah tributari pembebanan balok anak ………. 56

Gambar 4.7 - Denah dan balok penggantung lift ……….. 58

Gambar 4.8 - Pemodelan struktur balok pemisah sangkar ……… 60

Gambar 4.9 - Pemodelan struktur balok penumpu depan ……… 62


(10)

Gambar 4.11 - Penampang Gedung Akibat Beban Angin ……… 68 Gambar 4.12 - Respons Spektrum Gempa Rencana ……… 70 Gambar 4.13 - Denah Penulangan Lentur Balok SRPMM Induk I (C-D) pada

Lantai 7 ……….. 91 Gambar 4.14 - Detail Tulangan Lentur SRPMM Pada Daerah Tumpuan Kiri

Balok Induk I (C-D) Pada Lantai 7 ……… 97 Gambar 4.15 - Detail Tulangan Lentur Pada Daerah Tumpuan Kanan Balok

Induk I (C-D) Pada Lantai 7 ………. 102 Gambar 4.16 - Balok T 30/50 ……… 103 Gambar 4.17 - Detail Tulangan Lentur Pada Daerah Lapangan Balok Induk I

(C-D) Pada Lantai 7 ……… 105 Gambar 4.18 - Perencanaan Geser Untuk Balok-Kolom ………. 106 Gambar 4.19 - Detail Penulangan Lentur Balok Induk I (C-D) pada Lantai 7 … 111 Gambar 4.20 - Denah Penulangan Lentur Balok SRPMK Induk I (C-D) pada

Lantai 7 ……….. 113 Gambar 4.21 - Detail Tulangan Lentur SRPMK Pada Daerah Tumpuan Kiri


(11)

DAFTAR TABEL

Table 2.1 - Faktor Keutamaan untuk beberapa kategori gedung ………. 9

Tabel 2.2. - Persyaratan Komponen Struktur SRPMM dan SRPMK ………... 18

Tabel 2.3. - Persyaratan Komponen Lentur dan Aksial SRPMM dan SRPMK 20 Tabel 2.4. - Persyaratan Hubungan Balok Kolom SRPMM dan SRPMK …… 23

Tabel 4.1 - Perencanaan Dimensi Balok ……….. 37

Tabel 4.2 - Tipe-Tipe Pelat Lantai ………... 40

Table 4.3 - Koordinat Titik Pusat Massa ……….. 71

Tabel 4.4 - Koordinat Titik Pusat Kekakuan ……… 71

Tabel 4.5 - Koordinat Titik Pusat Massa dan Pusat Kekakuan ……… 72

Tabel 4.6 - Eksentrisitas Antara Pusat Massa Bangunan Dan Pusat Kekakuan Struktur ……….. 72

Tabel 4.7 - Eksentrisitas Rencana ……… 73

Tabel 4.8 - Pusat Massa Baru ……….. 74

Tabel 4.9 - Modal Participating Mass Ratio SRPMM ……… 75

Tabel 4.10 - Selisih Periode antar Mode SRPMM ……… 76

Tabel 4.11 - Simpangan Struktur Akibat Beban Gempa Dinamik SRPMM Arah X dan Arah Y ……… 79

Tabel 4.12 - Kontrol Kinerja Batas Layan Akibat Beban Gempa Respons Spektrum SRPMM Pada Arah X ……….. 80

Tabel 4.13 - Kontrol Kinerja Batas Layan Akibat Beban Gempa Respons Spektrum SRPMM Pada Arah Y ……….. 80


(12)

Tabel 4.14 - Kontrol Kinerja Batas Ultimate Akibat Beban Gempa Respons Spektrum SRPMM Pada Arah X ……….. 81 Tabel 4.15 - Kontrol Kinerja Batas Ultimate Akibat Beban Gempa Respons

Spektrum SRPMM Pada Arah Y ……….. 82 Tabel 4.16 - Modal Participating Mass Ratio SRPMK ………... 83 Tabel 4.17 - Selisih Periode antar Mode SRPMK ……… 84 Tabel 4.18 - Simpangan Struktur Akibat Beban Gempa Dinamik SRPMK

Arah X dan Arah Y ……… 87 Tabel 4.19 - Kontrol Kinerja Batas Layan Akibat Beban Gempa Respons

Spektrum SRPMK Pada Arah X ……… 88 Tabel 4.20 - Kontrol Kinerja Batas Layan Akibat Beban Gempa Respons

Spektrum SRPMK Pada Arah Y ……… 88 Tabel 4.21 - Kontrol Kinerja Batas Ultimate Akibat Beban Gempa Respons

Spektrum SRPMK Pada Arah X ……… 89 Tabel 4.22 - Kontrol Kinerja Batas Ultimate Akibat Beban Gempa Respons

Spektrum SRPMK Pada Arah Y ……… 90 Tabel 4.23 - Gaya Aksial Dan Momen Pada Kolom SRPMM Antara Lantai

Dasar dan Lantai 1 ……… 136 Tabel 4.24 - Gaya Aksial Dan Momen Pada Kolom SRPMM Antara Lantai 1

dan Lantai 2 ……….. 137 Table 4.25 - Gaya Aksial Dan Momen Pada Kolom Antara Lantai Dasar dan

Lantai 1 ……….. 153 Table 4.26 - Gaya Aksial Dan Momen Pada Kolom Antara Lantai 1 dan


(13)

PERBANDINGAN ELEMEN STRUKTUR

HUBUNGAN BALOK KOLOM SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL

MOMEN KHUSUS (SRPMK)

GEDUNG “G” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

AWWAL NAFI’ HABIBI NPM. 0553010075

ABSTRAK

Pasal 23.2.1.3 SNI 03-2847-2002 menyebutkan bahwa perencanaan gedung beton bertulang pada wilayah gempa menengah dapat didesain menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) untuk memikul gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa. Mengacu pada pasal tersebut struktur Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak pada wilayah gempa menengah dapat didesain menggunakan Sistem Rangka (SRPMM).

Denah struktur Gedung G Universitas Muhammadiyah yang tidak beraturan, menjadikan pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung tersebut harus ditentukan melalui analisis respons 3 dimensi. Melalui analisa dinamik dengan metoda analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai Gambar 2 SNI 03-1726-2002. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) menghasilkan gaya dalam yang lebih besar dibandingkan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Hal ini dapat ditunjukkan bahwa momen terfaktor yang terjadi akibat kombinasi beban 1,2DL+1,0LL 1,0RSPX pada Balok Induk I (E-F) Baris 3 Lantai 1 tercatat -36.992,75 kg.m untuk SRPMM dan -29.636,48 kg.m untuk SRPMK, sedangkan untuk gaya aksial tercatat -4343,54 Kg untuk SRPMM dan -4102,25 Kg untuk SRPMK.

Dari gaya dalam yang berbeda yang dihasilkan antara SRPMM dan SRPMK maka dihasilkan jumlah luas tulangan nominal yang berbeda pula. Jumlah luas tulangan lentur yang dihasilkan SRPMM untuk Balok Induk (E-F) Baris 3 Lantai 1 adalah 5 D25 pada tumpuan (tulangan tarik) dan untuk SRPMK adalah 4 D25. Sedangkan pada HBK desain SRPMK menghasilkan jumlah luas tulangan geser lebih besar dibandingkan SRPMM karena terdapat syarat minimal sesuai SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.4.1.b. Sengkang yang dihasilkan SRPMK pada HBK Kolom (F-3) 4 10-100, dan yang dihasilkan SRPMM 2 10-100.

Kata Kunci : Desain SRPMK dan SRPMM, Analisa Beban Gempa Dinamik, Respons Spektrum, Perbandingan Detailing Elemen Struktur HBK, SRPMK, SRPMM


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk perencanaan gedung tahan gempa, salah satu diantaranya adalah Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM). SRPM adalah suatu sistem struktur yang mengacu pada dua peraturan baru di Indonesia tahun 2002, yaitu Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002), dan Tata Cara Perencanaan Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002). Sistem ini merupakan salah satu cara terbaik untuk memenuhi target visi dan misi pembangunan Gedung G Universitas Muhammadiyah sebagai gedung yang memiliki fungsi dan tingkat keamanan yang tinggi, dengan diperolehnya kepastian hasil perhitungan struktur yang baik serta memiliki kestabilan terhadap gempa.

Pembangunan Gedung G Universitas Muhammadiyah yang berada pada wilayah gempa menengah harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang di tetapkan untuk wilayah gempa menengah. Di dalam pasal 23.2.1.3 SNI 03-2847-2002 disebutkan bahwa untuk daerah dengan resiko gempa menengah harus digunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) untuk memikul gaya-gaya yang diakibatkan oleh gempa. Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai sistem yang lebih efektif untuk wilayah gempa menengah tersebut. Kedua sistem tersebut tentu akan menghasilkan detailing komponen struktur yang berbeda untuk masing-masing sistem yang berbeda, termasuk juga pada elemen struktur hubungan balok kolom.


(15)

Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai perbandingan elemen struktur hubungan balok kolom Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak pada wilayah gempa menengah. Hal-hal yang akan dibahas adalah mengenai hasil detailing elemen struktur hubungan balok kolom dari kedua sistem tersebut. Dari hasil perancangan komponen struktur akan terlihat bagaimana perbedaan detailing elemen struktur hubungan balok kolom kedua sistem tersebut. Diharapkan, dari hasil ini didapatkan jenis Sistem Rangka Pemikul Momen yang lebih efektif untuk Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak pada wilayah gempa menengah tersebut.

1.2 Perumusan masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini. Beberapa masalah yang akan dibahas dalam tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana mendesain struktur beton tahan gempa dengan SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.

2. Bagaimana perbedaan hasil detailing elemen struktur hubungan balok kolom antara SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.


(16)

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam tugas akhir ini tidak keluar dari pokok bahasan, maka penulis memberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

1. Gedung beton bertulang tidak beraturan 7 lantai.

2. Gedung berada pada wilayah gempa menengah, yaitu wilayah gempa 4. 3. Gedung berfungsi sebagai Gedung perkuliahan.

4. Analisa beban gempa secara dinamik , sesuai SNI 03-1726-2002.

5. Permodelan dan analisa struktur dilakukan dengan program bantu ETABS V 9.00.

6. Gedung didesain dengan SRPMK dan SRPMM pada wilayah gempa menengah, dengan pendetailan sesuai SNI 03-2847-2002.

7. Detailing elemen struktur yang dibandingkan adalah hubungan balok kolom.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Merencanakan desain struktur beton tahan gempa dengan SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.

2. Mengetahui perbedaan hasil detailing elemen struktur hubungan balok kolom antara SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.


(17)

1.5 Manfaat Penelitian

Dengan penelitian dalam Tugas Akhir ini, maka diharapkan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Dapat mendesain struktur beton tahan gempa dengan SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.

2. Dapat membedakan hasil detailing elemen struktur hubungan balok kolom antara SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah yang terletak di wilayah gempa menengah.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa, struktur diharapkan dapat merespon dengan baik terhadap beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut, sehingga dapat menjamin bangunan tersebut tidak akan rusak karena gempa-gempa kecil dan sedang, serta tidak runtuh akibat gempa yang besar (Rahmat Purwono, 2005). Oleh karena itu, dalam perancangan suatu gedung beton bertulang, setidaknya harus mengacu pada peraturan SNI 03-1729-2002 yaitu Tata Cara Perancangan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, dan SNI 03-2847-2002 yaitu Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, atau juga dapat mengacu pada referensi lain yang aktual.

Peraturan SNI 03-1729-2002 mengatur tentang ketentuan-ketentuan umum suatu gedung yang berhubungan dengan gempa. Peraturan ini juga membahas mengenai sistem struktur bangunan tahan gempa, salah satunya yaitu Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) yang akan digunakan dalam perencanaan Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sedangkan pada peraturan SNI 03-2847-2002, membahas tentang permasalahan struktur beton bertulang, mulai dari cara-cara pembuatan beton yang benar sampai pada analisa dan pendetailan tulangan rencana. Untuk itu dalam merencanakan struktur beton untuk gedung tingkat tinggi harus mengacu pada kedua peraturan diatas, dimana struktur terlebih dahulu didefinisikan sesuai ketentuan umum pada SNI 03-1726-2002, untuk kemudian direncanakan menggunakan beton bertulang sesuai SNI 03-2847-2002.


(19)

Sistem rangka pemikul momen adalah sistem rangka ruang dalam mana komponen-komponen struktur dan join-joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem rangka pemikul momen dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Rangka pemikul momen biasa : Suatu sistem rangka yang memenuhi ketentuan-ketentuan SNI 03-2847-2002 pasal 3 hingga pasal 20.

2) Rangka pemikul momen menengah : Suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan untuk SNI 03-2847-2002 Pasal 23.2.2.3 dan 23.10.

3) Rangka pemikul momen khusus : Suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan ketentuan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.2 sampai dengan 23.5.

Syarat-syarat desain dan pendetailan struktur harus sebanding dengan tingkat daktilitas yang diasumsikan pada perhitungan beban gempa. Semakin tinggi wilayah gempa sebuah struktur, maka semakin tinggi pula beban gempa yang terjadi pada struktur. Dengan demikian, syarat pendetailan untuk struktur tahan gempa meningkat mulai dari biasa, menengah dan khusus.

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan paska elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri walaupun sudah berada pada kondisi diambang keruntuhan. (SNI 03-1729-2002)


(20)

Dalam tugas akhir ini akan dibahas mengenai perbandingan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) pada Gedung G Universitas Muhammadiyah Surabaya yang terletak dalam wilayah gempa menengah. Hal-hal yang akan dibahas adalah mengenai hasil detailing elemen struktur hubungan balok kolom dari kedua sistem tersebut. Dalam perencanaan ini akan mengacu pada peraturan SNI 03-1729-2002 yaitu Tata Cara Perancangan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, dan SNI 03-2847-2002 yaitu Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, atau juga dapat mengacu pada referensi lain yang aktual.

2.2 Dasar Teori

Dalam penulisan Tugas Akhir diperlukan adanya literatur yang dijadikan sebagai dasar teori atau acuan dalam pengerjaannya. Beberapa dasar teori yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:

2.2.1 Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM )

1. Umum

Salah satu dasar sistem struktur beton bertulang tahan gempa adalah Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM). Sistem Rangka Pemikul Momen adalah adalah sistem rangka ruang dalam dimana komponen-komponen struktur dan join–joinnya menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Didalam SNI 03-1726-2002, terdapat 3 jenis SRPM yaitu :


(21)

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB). 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

Penggunaan jenis SRPM tergantung dari wilayah gempa struktur yang bersangkutan. Syarat pendetailan untuk struktur tahan gempa meningkat mulai dari biasa, menengah dan khusus.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Dalam SNI 03-2847-2002 pasal 23.1 disebutkan bahwa Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah adalah suatu sistem rangka untuk wilayah gempa menengah yang memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa (pasal 3 hingga 20) dan juga ketentuan-ketentuan untuk pasal 23.2.2.3 dan 23.10.

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 23.1, rangka pemikul momen khusus adalah suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa (pasal 3 hingga 20) juga memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 23.2 sampai dengan 23.5. SRPMK digunakan pada wilayah gempa khusus, namun pada pasal 23.2.1.3 SRPMK juga dapat digunakan untuk zona gempa menengah.

2.3 Tata Cara Perancangan

Prosedur dan ketentuan umum perencanaan berpedoman pada SNI 03-1726-2002 dan SNI 03-2847-03-1726-2002 dengan mempertimbangkan beberapa ketentuan umum antara lain :


(22)

2.3.1 Ketentuan umum

a. Gempa Rencana dan Kategori Gedung

- Gempa rencana ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun sehingga

probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur gedung 50 tahun.

- Pengaruh gempa rencana itu harus dikalikan oleh suatu faktor keutamaan.

Faktor keutamaan ini untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung dan untuk menyesuaikan periode ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung. Faktor keutamaan ini bergantung pada berbagai kategori gedung dan bangunan seperti tabel 1 SNI 03-1726-2002.

Tabel 2.1 Faktor Keutamaan untuk beberapa kategori gedung Faktor keutamaan Kategori gedung

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian,

perniagaan dan perkantoran 1,0 1,0 1,0

Monument dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6

Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi

1,4 1,0 1,4 Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya

seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara 1,5 1,0 1,5

b. Struktur Gedung Beraturan dan Tidak Beraturan

- Struktur gedung beraturan harus memenuhi ketentuan pada SNI

03-1726-2002 pasal 4.2.1. Pengaruh gempa rencana struktur gedung ini dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekuivalen. Sehingga perhitungannya dapat menggunakan analisa statik ekuivalen.


(23)

- Struktur gedung tidak beraturan adalah gedung yang tidak memenuhi

ketentuan struktur gedung beraturan. Pengaruh gempa struktur ini harus diatur dengan menggunakan pembebanan gempa dinamik. Sehingga menggunakan analisa respon dinamik.

c. Daktilitas Struktur Bangunan dan Pembebanan Nominal

- Daktalitas adalah kemampuan struktur untuk mengalami simpangan pasca

elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa diatas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup. Sehingga struktur tersebut masih tetap berdiri walaupun sudah berada dalam kondisi diambang keruntuhan (SNI 03-1726-2002).

- Faktor daktilitas struktur gedung adalah rasio antara simpangan maksimum

pada ambang keruntuhan dengan simpangan pertama yang terjadi pada pelelehan pertama.

- Penjelasan daktilitas berada di SNI 03-1726-2002 pasal 4.3.

d. Eksentirsitas Rencana ( ed )

Antara pusat massa dan pusat rotasi harus ditinjau eksentrisitas rencana ed. e. Perencanaan Kapasitas

Faktor daktalitas suatu struktur gedung merupakan dasar bagi penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur tersebut. Untuk menjamin tercapainya tingkat daktalitas yang diharapkan, harus diterapkan persyaratan “Strong Column Weak Beam”, artinya ketika menerima pengaruh gempa hanya boleh terjadi sendi plastis di ujung-ujung balok, dan kaki kolom.


(24)

Gambar 2.1 Mekanisme keruntuhan ideal struktur gedung yang diinginkan, dengan sendi plastis terbentuk pada balok dan ujung kolom.

f. Jenis Tanah dan Perambatan Gelombang Gempa

- Jenis atau tipe profil tanah berpengaruh pada kecepatan perambatan

gelombang. Didalam SNI 03-1726-2002 jenis tanah dibedakan menjadi 4 ,yaitu: tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, dan tanah khusus. Pengaruhnya terhadap gaya gempa ditabelkan pada Tabel 4 SNI 03-1726-2002.

g. Wilayah Gempa dan spectrum respons

- Indonesia terbagi dalam 6 wilayah gempa dimana wilayah gempa 1 adalah

wilayah dengan tingkat kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 gengan kegempaan paling tinggi.

- Untuk menetukan pengaruh gempa rencana pada struktur gedung untuk

masing-masing wilayah gempa ditetapkan spectrum gempa rencana C-T. berikut respons spectrum gempa rencana untuk wilayah gempa menengah (wilayah gempa 3 dan 4).


(25)

Gambar 2.2 Respons Spektrum Wilayah Gempa 4

2.4 Konsep Desain 2.4.1 Metode Desain

Metode desain (Design Method) yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah Strength Design Method dimana design strength sebuah komponen struktur harus sama dengan atau lebih besar dari required strength yang telah dikalikan dengan faktor beban.

Design Strength Required Strength (U)

- Design strength : faktor reduksi x kekuatan nominal

- Required Strength : kekuatan komponen struktur atau penampang yang

diperlukan untuk menahan beban berfaktor atau gaya dalam hasil dari analisa struktur.

- Kekuatan nominal : kekuatan komponen struktur atau penampang yang

dihitung berdasarkan asumsi perencanaan sebelum dikalikan faktor reduksi.


(26)

2.4.2 Asumsi Desain

Perhitungan kekuatan komponen struktur atau penampang dengan Strength Design Method mensyaratkan 2 (dua) kondisi dasar yang harus dipenuhi yaitu :

- Keseimbangan statik (static equilibrium) dimana keseimbangan gaya

tekan dan tarik pada penampang saat ultimate.

- Kompatibilitas regangan (starin compatibility) yang menunjukkan

kesesuaian regangan beton dan baja.

2.4.3 Sistem Struktur

Dasar sistem struktur yang digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen (moment resistant frame system) yang diilustrasikan sebagai struktur rangka terbuka (open frame).


(27)

2.4.4 Pembebanan dan Kombinasi Pembebanan 2.4.4.1 Pembebanan

Jenis pembebanan yang dipakai dalam perencanaan struktur gedung dalam tugas akhir ini adalah :

a. Beban Vertikal

1. Beban Mati (PPIUG 1983 ps.1.0.(1))

Beban Mati adalah berat dari semua gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian–penyelesaian, mesin–mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.

2. Beban Hidup (PPIUG 1983 ps.1.0.(2))

Beban Hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan ke dalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap ke dalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetik) butiran air.

b. Beban Horisontal

1. Beban Angin (PPIUG 1983 ps.1.0.(3)).

Beban Angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.


(28)

2. Beban Gempa

Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara dinamik dengan metoda analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai Gambar 4 SNI 03-1726-2002.

2.4.4.2 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi beban yang digunakan sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 11.2 :

μ = 1,4 D

μ = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

μ = 1,2 D + 1,0 L + 1,6 W + 0,5 (A atau R)

μ = 0,9 D + 1,6 W

μ = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E

μ = 0,9 D ± 1,0 E

2.4.5 Analisa Beban Gempa Dinamik Respons Spekturm

1. Analisis ragam spectrum respons gempa rencana (SNI 03-1726-2002) menggunakan Spektrum Respons Gempa Rencana menurut gambar 2 SNI

03-1726-2002 yang nilai ordinatnya dikalikan faktor koreksi R

I

x g , dimana I

adalah faktor keutamaan gedung , R adalah faktor reduksi dan g adalah percepatan gravitasi. Dalam hal ini, jumlah ragam vibrasi yang ditinjau dalam penjumlahan respons ragam menurut metoda ini harus sedemikian rupa, sehingga


(29)

partisipasi massa dalam menghasilkan respons total harus mencapai sekurang-kurangnya 90%.

2. Penjumlahan respons ragam yang disebut dalam Pasal 7.2.1 untuk struktur gedungtidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan, harus dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Kombinasi Kuadratik Lengkap (Complete Quadratic Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila selisih nilainya kurang dari 15%. Akan tetapi, jika waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square Root of the Sum of Squares atau SRSS).

3. Nilai akhir respons dinamik struktur gedung terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam suatu arah tertentu, tidak boleh diambil kurang dari 80% nilai respons ragam yang pertama, V > 0,8 V1 (ps 7.1.3).

 

Dimana : C = Faktor Respons Gempa I = Faktor Keutamaan R = Faktor Reduksi Wt = berat total gedung


(30)

4. Untuk memenuhi persyaratan menurut Pasal 7.1.3, maka gaya geser tingkat nominal akibat pengaruh Gempa Rencana sepanjang tinggi struktur gedung hasil analisis ragam spektrum respons dalam suatu arah tertentu, harus dikalikan nilainya dengan suatu Faktor Skala :

di mana V1 adalah gaya geser dasar nominal sebagai respons dinamik ragam yang pertama saja.

5. Pengaruh P-Δ

Struktur gedung yang tingginya diukur dari taraf penjepitan lateral adalah lebih dari 10 tingkat atau 40 m, harus diperhitungkan terhadap Pengaruh P-Delta, yaitu suatugejala yang terjadi pada struktur gedung yang fleksibel, di mana simpangan ke samping yangbesar akibat beban gempa lateral menimbulkan beban lateral tambahan akibat momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping.

6. Kinerja Batas Layan (m) struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah

kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. (s) < R

03 , 0

x tinggi

tingkat atau 30 mm.

7. Kinerja Batas Ultimit (m) struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan. simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan struktur gedung akibat


(31)

pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali ξ sebagai

berikut : ξ=

a faktorskal xR 7 , 0

dan tidak boleh kurang dari 0,02 x tinggi gedung.

2.4.6 Ketentuan Khusus Untuk Perencanaan Gempa Dengan SRPMM dan SRPMK 

- Persyaratan Komponen Lentur SRPMM dan SRPMK dapat dilihat pada tabel

sebagai berikut :

Tabel 2.2. Persyaratan Komponen Struktur SRPMM dan SRPMK

SRPMK SRPMM

Umum

Pasal 23.3 (1)

Komponen lentur SRPM harus memenuhi kondisi berikut : - Beban aksial tekan < Ag fc'/10

- bw/h > 0,3, bentang bersih > 4 d

- bw > 250 mm

Pasal 23.8 (2)

Beban aksial tekan berfaktor < Ag fc'/10

Pasal 23.3 (2(1)

Tulangan minimal harus sedikitnya

y w c y w f d b dan f f d

b 1,4

4

'

pada tiap potongan atas dan bawah, kecuali ketentuan Ps. 12.5(3)

dipenuhi.

Pasal 12. 5

Persyaratan sama, kecuali tulangan minimal hanya diadakan dipotongan yang perlu

tulangan tarik dari perhitungan analitis, kecuali sebagaimana ditentukan di 12.5(2), 12.5(3)

dan 12.5(4)

Pasal 23.3 (2(1))

- Ratio tulangan  < 0,025

Pasal 12.3 (3)

- Ratio tulangan  < 0,75 b

Pasal 23.3 (2(2))

Kekuatan momen positip di muka kolom > ½ kuat momen negatip di

muka kolom

Pasal 23.10 (4(1))

Kuat momen positip di muka kolom > 1/3 kuat momen negatip

di muka kolom.

Pasal 23.3 (2 (1))

Sedikitnya dipasang 2 tulangan diatas dan bawah di tiap potongan

secara menerus.

Pasal 9. 13

Pasang penulangan integritas struktur.

Penulangan

Pasal 23.3 (2(2))

Di tiap potongan sepanjang

Pasal 23.10 (4 (1))


(32)

Pasal 23.3 (2(3)) dan 23.3 (2(4))

SL diijinkan bila dipasang hoops atau spiral sepanjang SL,

s harus < d/4 atau 100 mm. Sambungan mekanis harus

memenuhi 23.2. (6)

Pasal 9.11

Harus diikat oleh sengkang sesuai Pasal 9.10 (5)

Sambungan lewatan (SL)

Pasal 23.3 (2(3))

SL tidak boleh dipasang - dalam HBK

- dalam jarak 2 d dari muka kolom

di lokasi kemungkinan terjadi sendi plastis

-

Penulangan

Pengekangan / Confinemen

t Hoops diperlukan sepanjang 2 d Pasal 23.3 (3(1)), 23.3 (3(2))

dari muka kolom pada dua ujung komponen lentur, dengan

meletakkan hoop pertama sejarak 50 mm dari muka

kolom.

Pasal 23.10 (4(2))

Berlaku persyaratan sama kecuali boleh pakai begel dari

pada hoops.

Pasal 23.3 (3(2)) Dimana hoops disyaratkan, jarak s harus tidak melebihi :

d/4 ,

8 x Φ tulangan memanjang terkecil,

24 x Φ tulangan hoops , atau 300 mm

Pasal 23. 10 (4 (2) Jarak maksimum s harus tidak

melampaui d/4

8 x Φ terkecil tulangan memanjang 24 x Φ begel

300 mm Pasal 23.3 (3(3))

Dimana hoops disyaratkan, tulangan memanjang di perimeter harus dileng-kapi penahan lateral sesuai 9.10 (5

(3)

Pasal 9.13

Harus memenuhi tulangan khusus untuk integritas struktur

biasa.

Pasal 23.3 (3(4)) Dimana hoops tidak disyaratkan, begel dengan hooks gempa di dua ujung harus dipasang dengan s < d/2

sepanjang kompomen

Pasal 23.8 (4(3))

Persyaratan sama kecuali hooks gempa tidak disyaratkan.


(33)

- Persyaratan Komponen Lentur dan Aksial SRPMM dan SRPMK dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 2.3. Persyaratan Komponen Lentur dan Aksial SRPMM dan SRPMK

SRPMK SRPMM

Umum

Pasal 23. 4 (1)

Komponen rangka dalam klasifikasi ini harus memenuhi persyaratan berikut :

 Beban aksial tekan berfaktor > 10

'

c f Ag

 Dimensi terkecil penampang > 300mm

 Ratio dimensi terkecil penampang terhadap dimensi tegak lurusnya > 0,4

Pasal 23. 10 (2)

Gaya aksial berfaktor > 10 ' c f Ag Penulangan Lentur

Pasal 23. 4 (2)

Kuat lentur kolom harus memenuhi

berikut ini

Me>

      g M 5 6

Dimana

Me= Jumlah momen dimuka

HBK sesuai dengan disain kuat lentur nominal kolom kolom

Mg = Jumlah momen dimuka HBK

sesuai dengan disain kuat lentur nominal balok balok.

Pada konstruksi balok T, tulangan pada lekat efektip balok sesuai Pasal 10.10 harus ikut menentukan kuat lentur ini.

-

Pasal 23.4 (3(1))

Ratio tulangan (g) tidak boleh kurang

dari 0,01 dan tak boleh lebih dari 0,06.

Pasal 12. 9

Ratio tulangan harus : 0,01 < g < 0,08

Pasal 23.4 (3(2))

SL hanya diijinkan di sekitar tengah panjang komponen, harus sebagai sambungan tarik, dan harus dikenai Tulangan Transversal sepanjang panjang

Tidak ada pembatasan untuk lokasi SL, yang biasanya diletakkan diatas

lantai untuk kesederhanaan


(34)

Tulangan Transversal (T

T) Total luas penampang tulangan hoop Pasal 23.4 (4(1))

persegi panjang untuk pengekangan harus tidak boleh kurang dari nilai 2 persamaan

ini :

              

0,3 . '/ 1

c g yh c c sh A A f f h S

A …….. (123)

         yh c c sh f f h S A ' . 09 ,

0 ………. (124)

Pasal 9. 10 (5) dan 13.1

Tulangan transversal harus dipasang untuk memenuhi baik untuk persyaratan geser dan pendukung lateral untuk

tulangan memanjang

Pasal 23.4 (4(2))

s untuk Tulangan Transversal pengekangan harus tak boleh lebih dari h/4 , 6 x tulangan longitudinal, Sx, < 150, <

100

Pasal 23.10 (5) Pasal 23.4 (4(4))

Persyaratan T T diuraikan di item dibawah ini perlu dipasang sepanjang o dari muka HBK dikedua ujung kolom dimana

lentur leleh kemungkinan dapat terjadi. Panjang o harus tak boleh lebih kecil

dari

Tinggi penampang komponen 1/6 panjang bentang bersih

500 mm

Pasal 23.10 (5)

Panjang o sama pada WG 5 dan 6 kecuali max

so sepanjang o, dengan begel pertama diletakkan

½ so dari muka joint, harus tak melebihi ½ dimensi penampang

terkecil

8 x diameter terkecil tulangan longitudinal 24 x diameter T T

300 mm

Tulangan Transversal (TT)

Pasal 23.4 (4(1))

Ratio tulangan spiral harus tak boleh kurang dari yh c c g yh c s f f A A f

f' '

1 45 , 0 12 , 0          

Pasal 12. 9 (3)

yh c c g s f f A A ' 1 45 , 0        

dan harus sesuai dengan ketentuan di 9.10(4)


(35)

Pasal 23.4 (4(3)) dan 9.10 (5(3))

Pengikat silang atau sengkang rangkap dari hoops tumpu tidak boleh punya s

lebih dari 300 mm diarah tegak lurus tulangan memanjang komponen struktur.

Tulangan vertical tidak boleh berjarak bersih lebih dari 150 mm dari tulangan

yang didukung secara lateral

Pasal 9.10 (5(3))

Tulangan vertical tidak boleh berjarak lebih dari

150 mm dari tulangan yang didukung secara

lateral

Pasal 23.4 (4(6))

Bila T T untuk pengekangan tak lagi disyaratkan maka sisa panjang kolom harus terpasang spiral atau tulangan hoop

dengan jarak s tak melebihi 6 x diameter tulangan memanjang atau 150 mm

Pasal 23.10 (5(4))

Jarak s harus tidak melebih 2 x jarak (So) yang ditentukan di 23. 10

(5 (1) tersebut diatas.

Pasal 23.4 (5)

T T harus didesain untuk menahan kuat geser (Ve)

Pasal 13.5 (4)

T T harus direncanakan untuk menahan kuat geser

yang ditentukan di Pasal 23.10 (3)

Pasal 23.4 (4(5))

Kolom pendukung komponen kaku seperti DS, harus terpasang Tulangan Transversal

yang ditentukan oleh Pasal 23.4(4(1)) sampai dengan 23.4 (4(3)) sepanjang penuh kolom. Bila gaya aksial berfaktor, termasuk pengaruh gempa melebihi

10 '

c g f

A tulangan transversal tersebut diteruskan masuk DS sepanjang panjang penyaluran

dari tulangan memanjang yang paling besar sesuai Pasal 23.5 (4). Bila kolom berhenti di footing atau poer,

tulangan transversal harus menerus sedikitnya 300 mm dalam footing atau

poer.


(36)

- Persyaratan Hubungan Balok Kolom SRPMM dan SRPMK dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 2.4. Persyaratan Hubungan Balok Kolom SRPMM dan SRPMK

SRPMK SRPMM Ps.23.5 (1(3))

Penulangan memanjang balok yang dihentikan dalam kolom harus diteruskan masuk dalam inti kolom terkekang dan dijangkar sebagai batang tarik sesuai Pasal 23.5 ( 4 ) dan sebagai

batang tekan sesuai Pasal 14

Penulangan Memanjang Balok

Ps. 23.5. (1(4))

Bila tulangan memanjang balok menerus melewati HBK, maka dimensi

kolom yang // tulangan balok harus tidak boleh lebih kecil dari 20 kali diameter terbesar tulangan memanjang

-

Kuat Geser Nominal

Ps. 23.5 (1(1))

Dalam menghitung gaya geser di HBK, gaya dalam tulangan memanjang balok

di muka HBK, harus dianggap mempunyai tegangan tarik sebesar 1,25

fy

-

Tulangan Transversal

Ps. 23.5 (2(1))

T T yang berlaku di daerah o harus diteruskan dalam HBK. Boleh diadakan reduksi 50 % TT bila keempat sisi HBK terkekang oleh lebar balok > ¾ lebar kolom, juga s boleh diambil 150 mm.

Untuk kehati – hatian baiknya persyaratan ini diberlakukan untuk WG 3,


(37)

Tulangan Transversal

Ps. 23.5 (3)

Untuk beton normal, kuat geser nominal dari HBK harus tidak boleh diambil

lebih besar dari gaya dibawah ini = untuk HBK terkekang 4 sisi 1,7 Ajfc’, untuk HBK terkekang pada 3 sisi atau 2 sisi berhadapan 1,25 Ajfc’, untuk HBK

lain 1,0 Ajfc’

Komponen balok yang menyatu di HBK dianggap memberi pengekangan efektif

bila ¾ dari muka HBK tertutup oleh komponen tersebut. Pada HBK dengan bw balok > lebar kolom, TT sesuai Pasal

23.4(4) harus dipasang dalam HBK

Gaya horizontal memanjang tulangan


(38)

BAB III METODOLOGI

3.1 Studi Literatur

Studi Literatur yang dimaksud dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Mempelajari literatur mengenai Struktur Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) dan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

b. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.

c. Mempelajari literatur Penjelasan mengenai Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

3.2 Konsep Desain Struktur

1. Metode Desain

Metode desain yang dipakai adalah Strength Design Method dimana design strength sebuah komponen struktur harus sama dengan atau lebih besar dari required strength yang telah dikalikan dengan faktor beban.

2. Asumsi Desain

Perhitungan kekuatan komponen struktur atau penampang dengan Strength Design Method mensyaratkan 2 (dua) kondisi dasar yang harus dipenuhi yaitu :

1) Keseimbangan statik (static equilibrium) dimana keseimbangan gaya tekan dan tarik pada penampang saat ultimate.


(39)

2) Kompatibilitas regangan (starin compatibility) yang menunjukkan kesesuaian regangan beton dan baja.

3. Sistem Struktur

Dasar sistem struktur yang digunakan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen (Moment Resistant Frame System) yang diilustrasikan sebagai struktur rangka terbuka (open frame).

3.3 Preliminary Desain

Preliminary desain merupakan suatu tahapan perhitungan perencanaan dimensi awal dari suatu elemen struktur. Dalam perencanaan gedung, sebelum melakukan penulangan struktur harus melakukan preliminary desain terlebih dahulu.

3.4 Pembebanan

Untuk pembebanan yang diperhitungkan dalam perancangan adalah : a. Beban mati

b. Beban hidup c. Beban gempa

Dalam tugas akhir ini, beban gempa dianalisa secara dinamik dengan metoda analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai Gambar 4 SNI 03-1726-2002.

3.5 Kombinasi pembebanan.

Kombinasi pembebanan didasarkan pada SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung pada Pasal 11.2 antara lain :


(40)

1) 1,4 D

2) 1,2 D + 1,6 L

3) 1,2 D + 1,0 L 1,0 E 4) 0,9 D  1,0 E

Dimana : D = Beban mati L = Beban hidup E = Beban Gempa

3.6 Pemodelan Struktur

Untuk mensimulasikan arah pengaruh beban gempa yang sembarang perlu dimodelkan adanya arah pembebanan Gempa Orthogonal (SNI 03-1726-2002 Pasal 5.8). Sehingga Beban Gempa Dinamik dapat dimodelkan sebagai berikut :

1) Beban Gempa Statik X : 100% untuk arah X dan 30% untuk arah Y. 2) Beban Gempa Statik Y : 30% untuk arah X dan 100% untuk arah Y.


(41)

7 .2 0 m

3 .6 0 m

7 .2 0 m

3 .6 0 m

4 .8 0 m 7 .2 0 m

3 .6 0 m 7 .2 0 m

4 .8 0 m 3 .6 0 m

B

A C D E

1 2 3 4 5 6 7  


(42)

Gambar 3.2 Pemodelan 3 Dimensi Struktur Gedung G Universitas Muhammadiyah

Gambar 3.3 Pemodelan Struktur Arah X (Baris 2) Gedung G Universitas Muhammadiyah


(43)

Gambar 3.4 Pemodelan Struktur Arah Y (Baris B) Gedung G Universitas Muhammadiyah

3.7 Analisa Analitik

1. Pembebanan gempa nominal akibat pengaruh gempa rencana ditampilkan sebagai beben-beban gempa dinamis yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai tingkat.

2. Pengaruh beban-beban nominal dinamik tersebut dianalisis dengan metoda analisis ragam spectrum respons gempa rencana sesuai Gambar 4 SNI 03-1726-2002.

3. Mengontrol waktu getar alami, simpangan (∆s dan ∆m), gaya geser dasar, serta rasio partisipasi massa sesuai sesuai SNI 02-1726-2002 Pasal 7.2. 3. Melakukan pendetailan komponen struktur Gedung G Universitas

Muhammadiyah sesuai dengan SNI 03-2847-2002.

4. Membuat tabel penulangan struktur balok dan kolom dari SRPMM dan SRPMK Gedung G Universitas Muhammadiyah.


(44)

5. Membandingkan detailing elemen struktur Hubungan Balok Kolom komponen struktur antara SRPMM dengan SRPMK Gedung G Universitas Muhammadiyah.

6. Kesimpulan mengenai hasil detailing elemen struktur Hubungan Balok Kolom antara SRPMM dan SRPMK pada Gedung G Universitas Muhammadiyah.


(45)

3.8 Flowchart Metodologi Penyelesaian Tugas Akhir

Ya Ya

START

Studi Literatur

Konsep Desain

Preliminary Desain

Pembebanan & Kombinasi Pembebanan

Tidak Beban Gempa Dinamik Respons

Spektrum untuk SRPMK Beban Gempa Dinamik Respons

Spektrum untuk SRPMM

Tidak

Pemodelan Struktur

KontrolWaktu Getar Alami,Simpangan,

Base Shear, Mass Participating Ratio

Kontrol Waktu Getar Alami,Simpangan,

Base Shear, Mass Participating Ratio

Detailing elemen struktur Hubungan Balok Koom

Kesimpulan FINISH

Detailing elemen struktur Hubungan Balok Koom


(46)

(47)

BAB IV

PERHITUNGAN STRUKTUR

4.1Preliminary Desain

Preliminary desain merupakan suatu tahapan perhitungan perencanaan dimensi awal dari suatu elemen struktur. Dalam perencanaan gedung, sebelum melakukan penulangan struktur harus melakukan preliminary desain terlebih dahulu.

4.1.1 Perencanaan Dimensi Balok

Penentuan tinggi balok minimum ( ) dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 Tabel 8, di mana bila persyaratan ini telah dipenuhi maka tidak perlu dilakukan kontrol terhadap lendutan.

Dan untuk fy selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy /700) 1) Balok Induk Tipe BI-1 (panjang bentang = 7,20 m)

= 720 cm


(48)

2) Balok Induk Tipe BI-2 (panjang bentang = 4,80 m) = 480 cm

Jadi digunakan balok induk ukuran 40/60 cm

3) Balok Induk Tipe BI-3 (panjang bentang = 3,60 m) = 360 cm

Jadi digunakan balok induk ukuran 40/60 cm

4) Balok Anak Tipe BA-1 (panjang bentang = 7,20 m) = 720 cm


(49)

Jadi digunakan balok anak ukuran 30/45 cm

5) Balok Anak Tipe BA-2 (panjang bentang = 4,80 m) = 480 cm

Jadi digunakan balok anak ukuran 30/45 cm

6) Balok Anak Tipe BA-3 (panjang bentang = 3,60 m) = 360 cm

Jadi digunakan balok anak ukuran 30/45 cm

7) Balok Penggantung lift Tipe BL-1 (panjang bentang = 4,80 m) = 480 cm


(50)

Jadi digunakan balok Penggantung lift ukuran 20/30 cm

8) Balok Penggantung lift Tipe BL-2 (panjang bentang = 1,80 m) = 180 cm

Jadi digunakan balok Penggantung lift ukuran 20/30 cm 9) Balok Bordes Tipe BB-1 (panjang bentang = 4,80 m)

= 480 cm

Jadi digunakan balok bordes ukuran 30/45 cm

10)Balok Bordes Tipe BB-2 (panjang bentang = 3,60 m) = 360 cm


(51)

Jadi digunakan balok bordes ukuran 30/45 cm

Tabel 4.1 Perencanaan Dimensi Balok

No. Balok Bentang

(m)

Lebar/b (cm)

Tinggi/h

(cm) Kategori

1 Induk 7,2 40 60 BI-1

2 Induk 4,8 40 60 BI-2

3 Induk 3,6 40 60 BI-3

4 Anak 7,2 30 45 BA-1

5 Anak 4,8 30 45 BA-2

6 Anak 3,6 30 45 BA-3

7 Balok Bordes 4,8 30 45 BB-1

8 Balok Bordes 3,6 30 45 BB-2

9 Balok Lift 4,8 20 30 BL-1


(52)

Keterangan:

BI 1 = 40/60 BA 1 = 30/45 BB 1 = 30/45 BL 1 = 30/45

BI 2 = 40/60 BA 2 = 30/45 BB 2 = 30/45 BL 2 = 30/45

BI 3 = 40/60 BA 3 = 30/45 BB 3 = 30/45

Gambar 4.1 Denah Perencanaan Balok Lantai 1-7.

4.1.2 Perencanaan Dimensi Pelat

Untuk memenuhi syarat lendutan, ketebalan minimum dari pelat dua arah harus memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3.3, di dalam tugas akhir


(53)

ini terdapat lima jenis ukuran pelat yaitu pelat tipe A(3,60 x 4,80 m2), B(3,60 x 3,60 m2), C(3,28 x 3,60 m2), D(2,08 x 4,80 m2), E(1,40 x 5,13 m2), dan F(1,80 x 4,80 m2). Berikut gambar dan tabel type-type pelat lantai.

Gambar 4.2 Denah Perencanaan Pelat Lantai 1-7.

Tabel 4.2 Type-Type Pelat Lantai

Elevasi Pelat Type Pelat Ly (cm) Lx (cm) Ln (cm) Sn (cm) β Type Pelat

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

Lantai 1/ Elv.

+ 4,20 B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

4.8 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 4.8 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 3.3 1.5 G F E D C B A 1 2 3 4 5 A A A A A

B B B B B

B B B B B

B B B B B

B B B B B

B B B B B

C D E 3.6 3.6 3.6 3.6 5.1 2.1 21.6 4.8 3.6 3.6 3.6 3.6 3.6 4.8 3.6 31.2 1.4 3.4 1.8 1.8 F


(54)

Elevasi Pelat Type Pelat Ly (cm) Lx (cm) Ln (cm) Sn (cm) β Type Pelat

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

Lantai 2/ Elv. + 8,40

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

Lantai 3/ Elv. + 12,60

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

Lantai 4/ Elv. + 16,80

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

Lantai 5/ Elv. + 21,00

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

Lantai 6/ Elv. + 25,20

F 210 540 510 180 2,83 Satu Arah

A 480 360 440 325 1,35 Dua Arah

B 360 360 325 325 1,00 Dua Arah

C 360 328 320 293 1,09 Dua Arah

D 480 208 440 173 2,54 Satu Arah

E 513 140 478 105 4,55 Satu Arah

F 480 180 440 150 2,93 Satu Arah

Lantai 7/ Elv. + 28,40

Sumber : Data 2009

Sebagai contoh perhitungan yang mewakili jenis pelat dua arah yaitu pelat dengan tipe A berdimensi 3,6 m x 4,8 m. Pelat dua arah adalah pelat yang memiliki


(55)

perbandingan antara bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari 2. Pelat tipe A memiliki dimensi; lx = 3,6 m dan ly = 4,8 m.

lx ly = 60 , 3 80 , 4

= 1,33 < 2 maka pelat tipe A termasuk pelat dua arah. Pelat yang dijadikan

tinjauan perhitungan ini dijepit oleh empat balok interior (seperti gambar). Direncanakan menggunakan ketebalan pelat 12 cm.

Ln = 480 - 

     2 40 2 40

= 440 cm

Sn = 360 - 

     2 25 2 30

= 332,5 cm

= Sn Ln = 332,5 440

= 1,323 < 2 (pelat dua arah)

t = 12 cm Lx = 480 cm Ly = 360 cm

1) Menghitung nilai untuk balok 40/60

Untuk pelat yang dijepit balok 40/60 interior dengan panjang 360 cm.

be 1 = ¼ x lb = ¼ x 360 = 90 cm

be 2 = bw + 8.t = 40 + 8 . 12 = 136 cm be 3 = bw + ½.ln = 40 + (½ . 445) = 262,5 cm

30/45 40/60 40 /60 30 /45 480 360 B C 4' 4 (Lx) (Ly)


(56)

40/60

12

60

40 t

h

bw 90 be

dipilih yang terkecil 90 cm.

Ecb = Ecs = 4700

2) Menghitung nilai untuk balok 40/60


(57)

12

60

40 t

h

bw 120 be

40/60

be 1 = ¼ x lb = ¼ x 480 = 120 cm

be 2 = bw + 8.t = 40 + 8 . 12 = 136 cm be 3 = bw + ½.ln = 40 + (½ . 325) = 202,5 cm dipilih yang terkecil 120 cm.

Ecb = Ecs = 4700

3) Menghitung nilai untuk balok 30/45


(58)

12

45

30 t

h

bw 90 be

30/45

be 1 = ¼ x lb = ¼ x 360 = 90 cm

be 2 = bw + 8.t = 40 + 8 . 12 = 1136 cm be 3 = bw + ½.ln = 40 + (½ . 445) = 262,5 cm dipilih yang terkecil 90 cm.

Ecb = Ecs = 4700

4) Menghitung nilai untuk balok 30/45


(59)

12

45

30 t

h

bw 120 be

30/45

be 1 = ¼ x lb = ¼ x 480 = 120 cm

be 2 = bw + 8.t = 40 + 8 . 12 = 136 cm be 3 = bw + ½.ln = 40 + (½ . 325) = 202,5 cm dipilih yang terkecil 120 cm.


(60)

Tebal pelat dengan balok yang menghubungkan tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

Untuk lebih besar dari 2,0 ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari :

hmin =

 9 36 1500 8 , 0      

fy

n  = ) 1,37 . 9 ( 36 1500 320 8 , 0 445       

= 9,33 cm  9,35 cm

Dan tidak boleh kurang dari 90 mm

Maka dengan menggunakan tebal pelat rencana 120 mm > 9,35 mm telah mencukupi dengan syarat tebal minimum pelat.

Sehingga : Digunakan tebal pelat lantai dan pelat atap 120 mm

4.1.3 Perencanaan Dimensi Kolom

Dimensi kolom direncanakan persegi (b=h) dengan tinggi kolom 420 cm. Kolom direncanakan memikul balok lantai dengan dimensi 40/60 dan panjang balok 720 cm. Perhitungan rencana dimensi kolom adalah sebagai berikut :


(61)

Jadi dimensi kolom yang digunakan adalah 60 cm x 60cm.

4.2Pembebanan dan Analisa Struktur Sekunder

Dalam Tugas Akhir ini tidak dibahas secara detail mengenai perancangan struktur sekunder. Reaksi perletakan struktur sekunder akan dijadikan beban di dalam analisa struktur utama.


(62)

Data Perencanaan

1. Mutu Baja (fy) = 390 MPa 2. Mutu Beton (fc’) = 30 MPa

Perhitungan Pembebanan Pelat

Pembebanan dilakukan berdasarkan Tata Cara Perhitungan Pembebanan Untuk Bangunan Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-2002).

a. Pelat Atap 1. Beban Mati

1) Berat sendiri pelat : 0,12 x 2400 = 240 kg/m2 2) Plafond + Penggantung : 11 + 7 = 18 kg/m2

3) Pipa + Ducting Ac = 10 kg/m2

4) Spesi (t = 2 cm) : 0,02 x 2200 = 44 kg/m2 +

DL = 360 kg/m2

2. Beban Hidup

1) Lantai Atap = 100 kg/m2

2) Beban akibat air hujan = 40 kg/m2 +

LL = 140 kg/m2

3. Beban Total

U = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)

= 1,2 (360) + 1,6 (140) = 656 kg/m2 b. Pelat Lantai


(63)

1) Berat sendiri pelat : 0,12 x 2400 = 240 kg/m2 2) Plafond + Penggantung : 11 + 7 = 18 kg/m2

3) Pipa + Ducting Ac = 10 kg/m2

4) Spesi (t = 2 cm) : 0,02 x 2200 = 44 kg/m2 5) Tegel (0,8 cm) : 0,008 x 1500 = 12 kg/m2 +

DL = 372 kg/m2

2. Beban Hidup

1) Lantai = 250 kg/m2 +

LL = 250 kg/m2

3. Beban Total

U = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)

= 1,2 (372) + 1,6 (250) = 846,40 kg/m2

4.2.2 Perhitungan Reaksi Tangga

a. Data perencanaan tangga :

1. Mutu beton (fc’) = 30 MPa

2. Mutu baja (fy) = 390 MPa

3. Perbedaan elevasi tangga = 420 cm

4. Tinggi injakan (t) = 17,5 cm

5. Lebar injakan (l) = 30 cm

6. Jumlah tanjakan total (nT) = 420/17,5 = 24 buah


(64)

Jumlah injakan (in) = 12 – 1 = 11 buah Syarat : 2 (t) + l < 60 – 65

2 (17,5) + 30 < 65

65 < 65 ... ok)

Kemiringan : -300 <  < 450

 = Arc tan

30 5 , 17

= 30,2560...ok)

7. Tebal pelat tangga direncanakan = 12 cm 8. Tebal pelat bordes direncanakan = 12 cm 9. Panjang tangga = 11 x 30 = 330 cm 10.Perhitungan tebal rata – rata pelat tangga

A =

2 2 2 2 l t =

2 30 2 5 , 17 2 2

= 17,3655 cm

Luas  yang diarsir = ½. ( ½ . t x ½ . l )

= ½. ( ½ . 17,5 x ½ . 30 ) = 65,625 cm2 Luas  = ½. A . tr

65,625 = ½. 17,3655 . tr

tr = 7,558 cm

Jadi tebal rata-rata = tebal pelat tangga + tr = 12 + 7,558 = 19,558 cm

A 210 30/45 30/45 160 A A 15


(65)

Gambar 4.3 Denah dan Potongan Tangga

Gambar 4.4 Detail Potongan Tangga

b. Pembebanan pada pelat tangga

Tangga antar lantai direncanakan terdiri dari dua bagian yang simetris dengan bordes berada ditengah antar lantai. Karena tangga terdiri dari dua bagian yang sama maka perhitungannya dilakukan setengah bagian saja.


(66)

1. Beban mati

1) Berat sendiri =

0

256 , 30 cos

196 , 0

x 2400 = 543,42 kg/m2

2) Berat sandaran = 50,00 kg/m2

3) Spesi (2 cm) = 0,02 x 2200 = 44,00 kg/m2 4) Tegel (0,8 cm) = 0,008 x 1500 = 12,00 kg/m2 +

DL = 649,42 kg/m2

2. Beban hidup

Berat hidup = 300 kg/m2 3. Beban Total

U = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)

= 1,2 (649,419) + 1,6 (300) = 1.259,302 kg/m2 c. Pembebanan pada pelat bordes

1. Beban mati

1) Berat sendiri = 0,12 x 2400 = 288 kg/m2 2) Spesi (2 cm) = 0,02 x 2200 = 44 kg/m2 3) Tegel (0,8 cm) = 0,008 x 1500 = 12 kg/m2 +

DL = 344 kg/m2

2. Beban hidup

Berat hidup = 300 kg/m2 3. Beban Total

U = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)


(67)

Gambar 4.5 Pembebanan pada tangga

4.2.3 Perhitungan Reaksi Balok Bordes

Perencanaan Dimensi Balok Bordes = 480 cm

Jadi digunakan balok bordes ukuran 30/45 cm Pembebanan Balok Bordes

Beban yang bekerja pada balok bordes 30/45 adalah :

a. Beban Mati :

Berat sendiri balok : 0,30 x 0,45 x 2400 = 324,00 kg/m +


(68)

b. Beban total qu total = 1,2 . qd + VA

= 1,2 . 324,00 + 1337,39 = 1726,19 kg/m

c. Momen

Momen yang bekerja :

d. Gaya geser

Gaya geser yang bekerja :

4.2.4 Perhitungan Reaksi Balok Anak

Balok anak merupakan struktur sekunder sehingga bukan elemen yang menerima gaya lateral, tetapi lebih berfungsi sebagai struktur yang mendukung beban grvitasi dan unsur-unsur lain yang berhubungan dengannya, seperti pelat yang menyalurkan beban-beban pada struktur utama, selain itu balok anak berfungsi sebagai pengaku pelat sehingga benar-benar horizontal dan kaku pada bidangnya.


(69)

Kegunaan balok anak yang lainnya adalah untuk memperkecil lendutan pada pelat sehingga dapat mengurangi ketebalan pelat.

Data Perencanaan

Pada perhitungan balok anak ini diambil contoh perhitungan pada balok anak yang terletak antara AS 4-5 dan AS C-D. Data-data yang digunakan untuk perencanaan balok anak BA-1 :

a. Mutu Baja (fy) = 390 MPa b. Mutu Beton (fc’) = 30 MPa c. Lebar balok (bw) = 300 mm d. Tinggi balok (h) = 450 mm e. Bentang balok anak = 7200 mm f. Tebal pelat lantai = 120 mm

3.60 3.60

4

5

3.60 3.60


(70)

Gambar 4.6 Denah tributari pembebanan balok anak

Pembebanan Balok Anak

a. Pembebanan Balok Anak Pada Pelat Atap Dari data perhitungan sebelumnya, didapat : DL = 360,00 kg/m2

LL = 140,00 kg/m2

Pembebanan balok anak atap (30/45) 1. Beban Mati :

Berat sendiri balok : 0,30 x (0,45-0,12) x 2400 = 237,60 kg/m

Total qd = 1101,60 kg/m

2. Beban Hidup :

3. Beban Ultimit :

Qu = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)

= 1,2 (1101,60) + 1,6 (336,00) = 1859,52 kg/m b. Pembebanan Balok Anak Pada Pelat Lantai

Dari data perhitungan sebelumnya, didapat : DL = 372,00 kg/m2


(71)

180

180

360

BALOK PENUMPU BELAKANG

BALOK PENUMPU DEPAN

BALOK PEMISAH SANGKAR RUANG TUNGGU

LL = 250,00 kg/m2

Pembebanan balok anak lantai (30/45) 1. Beban Mati :

Berat sendiri balok : 0,30 x (0,45-0,12) x 2400 = 237,60 kg/m

Berat partisi : (4,20 – 0,6) x 250 = 900,00 kg/m +

Total qd = 2030,40 kg/m

2. Beban Hidup :

3. Beban Ultimit :

Qu = 1,2 (DL) + 1,6 (LL)

= 1,2 (2030,40) + 1,6 (600) = 3396,48 kg/m


(72)

Gambar. 4.7 Denah dan balok penggantung lift

Data Perencanaan

Perencanaan yang dilakukan pada lift ini meliputi balok–balok yang berkaitan dengan ruang mesin lift, yakni balok penggantung lift. Lift yang dipakai adalah lift penumpang produksi Young Jin dengan spesifikasi sebagai berikut :

1) Tipe Lift : Passenger

2) Merk : Young Jin

3) Kapasitas : 15 orang ( 1.000 kg )

4) Kecepatan : 45 m/menit

5) Lebar pintu ( opening width ) : 900 mm 6) Dimensi sangkar ( car size )

Outside : 1.660 × 1.655 mm2

Inside : 1.600 × 1.500 mm2

7) Dimensi ruang luncur ( Hoistway )

Duplex : 4.200 × 2.150 mm2

Dimensi ruang mesin ( Duplex ) : 4.400 × 3.850 mm2 8) Beban reaksi ruang mesin :

R1 = 5.450 kg R2 = 4.300 kg


(73)

Beban yang Bekerja

Beban yang bekerja pada balok penumpu adalah akibat dari mesin penggerak lift+berat kereta luncur+perlengkapan (R1= 5450 kg) dan juga akibat bandul pemberat+perlengkapan (R2 = 4300 kg).

4.2.5.1Perencanaan Balok Pemisah Sangkar

a. Dimensi balok :

 

 


(74)

 

b. Pembebanan

Beban hidup ruang mesin = 400 kg/m2

Beban mati merata (DL) : 0,20 x 0,30 x 2400 = 144 kg/m

 

 

180

qu = 940,80 kg/m2

30/45


(75)

Gambar 4.8 permodelan struktur balok pemisah sangkar.

 

4.2.5.2Perencanaan Balok Penumpu Depan

a. Dimensi balok :

 


(76)

 

b. Pembebanan : R2 = 4300 Kg

Beban mati pelat lantai depan lift = 372 Kg/m2

Beban hidup pelat lantai depan lift = 250 Kg/m2

Beban hidup pelat ruang mesin = 718 Kg/m2

Beban mati merata :

Berat sendiri balok : 0,30 x 0,45 x 2400 = 324 Kg/m

Beban mati p

Beban hidup merata :


(77)

 

Beban hidup terpusat :

RSNI-03-1727 pasal 4.7 disebutkan bahwa semua beban elevator harus ditingkatkan 100 % untuk beban kejut dan tumpuan struktur harus direncanakan berdasarkan batas lendutan yang tertera pada daftar pustaka 4-1 dan 4-2 atau sesuai dengan spesifikasi teknis. Pada tabel 4-2 faktor elemen beban hidup (KLL):

PU2 = R2 x KLL = 4300 x 2 = 8600 Kg

Qu = 1954,92 Kg/m Pu = 8600 Kg Pu = 846,72 Kg


(78)

Gambar 4.9 permodelan struktur balok penumpu depan

4.2.5.3Perencanaan Balok Penumpu Belakang

a. Dimensi balok :

 

 

 


(79)

R2 = 5450 Kg

Beban hidup pelat ruang mesin = 718 Kg/m2

Beban mati merata :

Berat sendiri balok : 0,30 x 0,45 x 2400 = 324 Kg/m

Beban hidup merata :

 

Beban hidup terpusat :

RSNI-03-1727 pasal 4.7 disebutkan bahwa semua beban elevator harus ditingkatkan 100% untuk beban kejut dan tumpuan struktur harus direncanakan


(80)

berdasarkan batas lendutan yang tertera pada daftar pustaka 4-1 dan 4-2 atau sesuai dengan spesifikasi teknis. Pada tabel 4-2 faktor elemen beban hidup (KLL):

PU2 = R2 x KLL = 5450 x 2 = 10.900 Kg

Gambar 4.10 Pemodelan Struktur Balok Penumpu Belakang

Qu = 1228,86 Kg/m Pu = 10.900 Kg Pu = 846,72 Kg

Pu = 10.900 Kg

120 120 120 120


(81)

4.3 Pembebanan dan Analisa Struktur Utama 4.3.1 Data Perencanaan

Perencanaan Gedung G Universitas Muhammadiyah ini didasarkan pada data-data sebagai berikut :

1) Mutu beton : 30 MPa 2) Mutu baja tulangan : 390 MPa 1) Jumlah lantai : 7 lantai 2) Tinggi tiap lantai : 4,20 m 3) Tinggi bangunan : 30,80 m

4) Luas bangunan : 14.546,880 m2 5) Dimensi kolom : 60 cm x 60 cm

6) Balok : - BI = 40/60 cm2

- BA = 30/45 cm2 - BB = 20/30 cm2

4.3.2 Pembebanan Gravitasi

A. Berat bangunan lantai atap (lantai 7) Beban Mati :


(82)

1. Pelat atap : 492,48 x 0,12 x 2400 = 141834,24 kg 2. Plafon + penggantung : 492,48 x (7 + 11) = 8864,64 kg

3. Pipa + ducting AC : 492,48 x 10 = 4924,80 kg

4. Speai (t = 2 cm) : 492,48 x 0,02 x 2200 = 21669,12 kg

5. Tegel : 492,48 x 0,008 x 1500 = 5909,76 kg

6. Balok induk : 19 x 0,4 x (0,6-0,12) x 7,2 x 2400 = 42024,96 kg : 8 x 0,4 x (0,6-0,12) x 4,8 x 2400 = 17694,72 kg : 12 x 0,4 x (0,6-0,12) x 3,6 x 2400 = 19906,56 kg 7. Balok anak : 8 x 0,3 x (0,45-0,12) x 7,2 x 2400 = 13685,76 kg : 2 x 0,3 x (0,45-0,12) x 4,8 x 2400 = 2280,96 kg : 4 x 0,3 x (0,45-0,12) x 3,6 x 2400 = 3421,44 kg 8. Balok lift : 0,3 x (0,45-0,12) x 4,8 x 2400 = 1140,48 kg : 0,3 x (0,45-0,12) x 1,8 x 2400 = 427,68 kg 9. Dinding setengah bata : 127,2 x 250 x 2,1 = 66780,00 kg 10.Kolom : 27 x 0,6 x 0,6 x 2,1 x 2400 = 48988,80 kg

Total baban mati (QD) = 399553,92 kg

Beban Hidup (QL) : 492,48 x (100 + 40) = 68947,20 kg

Jadi berat total bangunan untuk lantai atap = 468501,12 kg

A. Berat bangunan lantai atap (lantai 7) Beban Mati :


(83)

2. Plafon + penggantung : 492,48 x (7 + 11) = 8864,64 kg

3. Pipa + ducting AC : 492,48 x 10 = 4924,80 kg

4. Speai (t = 2 cm) : 492,48 x 0,02 x 2200 = 21669,12 kg

5. Tegel : 492,48 x 0,008 x 1500 = 5909,76 kg

6. Balok induk : 19 x 0,4 x (0,6-0,12) x 7,2 x 2400 = 42024,96 kg : 8 x 0,4 x (0,6-0,12) x 4,8 x 2400 = 17694,72 kg : 12 x 0,4 x (0,6-0,12) x 3,6 x 2400 = 19906,56 kg 7. Balok anak : 8 x 0,3 x (0,45-0,12) x 7,2 x 2400 = 13685,76 kg : 2 x 0,3 x (0,45-0,12) x 4,8 x 2400 = 2280,96 kg : 4 x 0,3 x (0,45-0,12) x 3,6 x 2400 = 3421,44 kg 8. Balok lift : 0,3 x (0,45-0,12) x 4,8 x 2400 = 1140,48 kg : 0,3 x (0,45-0,12) x 1,8 x 2400 = 427,68 kg 9. Dinding setengah bata : 127,2 x 250 x 4,2 = 133560,00 kg 10.Kolom : 27 x 0,6 x 0,6 x 4,2 x 2400 = 97977,60 kg

Total baban mati (QD) = 515322,72 kg

Beban Hidup (QL) : 492,48 x 250 = 123120,00 kg


(84)

4.3.3 Beban Gempa Dinamik Mengunakan Respons Spektrum. 4.3.3.1Respons Spektrum Rencana

Untuk perhitungan gaya gempa dipergunakan peraturan SNI 03–1726- 2002. Perhitungan gaya gempa dasar ini dipergunakan untuk menganalisa gempa yang dihasilkan pada analisa dinamik, dimana letak bangunan terletak pada zona gempa kuat (zona 5).

Proses perhitungannya dengan bantuan program SAP 2000 v.9, yang perlu dimasukkan adalah grafik Respon Spektrum Gempa Rencana dari zona yang ada. Nilai ordinat Respons Spektrum dikalikan dengan faktor koreksi I/R, dimana I adalah Faktor keutamaan, sedangkan R adalah faktor reduksi gempa representatif dari struktur gedung yang bersangkutan (SNI 03-1726-2002 Pasal. 7.2.1).

Dari peraturan SNI 03-1726-2002 diperoleh nilai I dan R sebagai berikut : Tabel 1 diperoleh : I = 1,0 (untuk gedung umum)

Tabel 3 diperoleh : R = 5,5 (SRPMM) R = 8,5 (SRPMK)

Karena nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi, maka nilai C harus dikalikan faktor pengali percepatan gravitasi sebesar 9,81 m/s2.


(85)

Gambar 4.12 Respons Spektrum Gempa Rencana

4.3.3.2Titik Pusat Massa Bangunan

Untuk menghitung koordinat titik pusat massa dapat dipakai perumusan statik momen:

- untuk arah X = - untuk arah X =

dimana : A = Luas area pelat yang ditinjau

X,Y = Jarak terhadap statis momen arah X atau Y.

Perhitungan koordinat titik pusat massa menggunakan Microsoft Office Exel 2007 dan hasilnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.3 Koordinat Titik Pusat Massa

Koordinat Lantai

ke-X Y

1 18,19 12,60

2 18,19 12,60

3 18,19 12,60

4 18,19 12,60

5 18,19 12,60

6 18,19 12,60

7 18,19 12,60


(86)

4.3.3.3Titik Pusat Kekakuan Bangunan

Pusat kekakuan bangunan :

Dimana : X, Y = Jarak pusat kolom terhadap sumbu X, Y b, h = Lebar dan tinggi kolom

Ix = Inersia kolom = 1/12 x b x h3.

Perhitungan pusat kekakuan menggunakan Microsoft Office Exel 2007 dan hasilnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.4 Koordinat Titik Pusat Kekakuan

Koordinat Lantai

ke-X Y

1 17,47 12,00

2 17,47 12,00

3 17,47 12,00

4 17,47 12,00

5 17,47 12,00

6 17,47 12,00

7 17,47 12,00

Sumber : Data Tahun 2009

4.3.3.4Eksentrisitas antara pusat massa bangunan dan pusat kekakuan struktur

Dari hasil perhitungan pusat massa bangunan dan pusat kekakuan struktur maka didapat nilai eksintrisitas yang dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 4.5 Koordinat Titik Pusat Massa dan Pusat Kekakuan

Koordinat

Pusat Massa Pusat Kekakuan

Lantai

ke- Elevasi

X Y X Y

1 +4,20 18,19 12,60 17,47 12,00

2 +8,40 18,19 12,60 17,47 12,00

3 +12,60 18,19 12,60 17,47 12,00

4 +16,80 18,19 12,60 17,47 12,00

5 +21,00 18,19 12,60 17,47 12,00

6 +25,20 18,19 12,60 17,47 12,00


(87)

Sumber : Data Tahun 2009

Tabel 4.6 Eksentrisitas Antara Pusat Massa Bangunan dan Pusat Kekakuan Struktur

Koordinat

Lantai ke- Elevasi

ex ey

1 +4,20 0,72 0,60

2 +8,40 0,72 0,60

3 +12,60 0,72 0,60

4 +16,80 0,72 0,60

5 +21,00 0,72 0,60

6 +25,20 0,72 0,60

7 +29,40 0,72 0,60

Sumber : Data Tahun 2009

Sesuai SNI 03-1726-2002 pasal 5.4.3, ekstrensisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut :

1. untuk 0 < e < 0,3 b ………(i)

ed = 1,5 e + 0,05 b atau ed = e - 0,05 b 2. untuk e > 0,3 b ………..(ii)

ed = 1,33 e + 0,1 b atau ed = 1,17 e - 0,1 b

Karena 0 < e < 0,3 b ; maka digunakan persamaan : ed = 1,5 e + 0,05 b ………(i) bx = 31,20 m 0,3 bx = 9,36 m

by = 21,60 m 0,3 by = 6,48 m Sebagai contoh perhitungan untuk lantai 1 :

1. arah X :

ed = 1,5 ex + 0,05 bx = (1,5 x 0,72) + (0,05 x 31,20) = 2,64 m

2. arah Y :

ed = 1,5 ey + 0,05 by = (1,5 x 0,60) + (0,05 x 21,60) = 1,98 m

atau :


(88)

ed = e - 0,05 bx = 0,72 - (0,05 x 31,20) = -0,84 m

2. arah Y :

ed = e - 0,05 by = 0,60 - (0,05 x 21,60) = -0,36 m

Tabel 4.7 Eksentrisitas Rencana

ed = 1,5 e + 0,05 b ed = e – 0,05 b Lantai

ke- Elevasi ex ey ex ey

1 +4,20 2,64 1,98 -0,84 -0,36

2 +8,40 2,64 1,98 -0,84 -0,36

3 +12,60 2,64 1,98 -0,84 -0,36

4 +16,80 2,64 1,98 -0,84 -0,36

5 +21,00 2,64 1,98 -0,84 -0,36

6 +25,20 2,64 1,98 -0,84 -0,36

7 +29,40 2,64 1,98 -0,84 -0,36

Sumber : Data Tahun 2009

Eksentrisitas rencana tersebut dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan, maka diambil nilai edx dari perhitungan ed = 1,5 e + 0,05 b dan edy dari

edy = e – 0,05 b. Dengan eksentrisitas rencana maka diperoleh pusat massa baru yang

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.8 Pusat Massa Baru

Koordinat

Lantai ke- Elevasi

X Y

1 +4,20 20,83 14,58

2 +8,40 20,83 14,58

3 +12,60 20,83 14,58

4 +16,80 20,83 14,58

5 +21,00 20,83 14,58

6 +25,20 20,83 14,58

7 +29,40 20,83 14,58


(89)

4.3.4 Analisa Ragam Respons Spektrum Beban Gempa Rencana untuk SRPMM

4.3.4.1Kontrol Partisipasi Massa

Sesuai dengan SNI 1726 Pasal 7.2.1 jumlah ragam vibrasi (jumlah mode shape) yang ditinjau dalam penjumlahan respons ragam harus sedemikian rupa sehingga partisipasi massa (Modal participating Mass Ratios) dalam menghasilkan respons total harus mencapai sekurang-kurangnya 90 % .

Tabel 4.9 Modal Participating Mass Ratio

Mode Period UX UY UZ SumUX SumUY SumUZ

1 3.022244 3.4598 67.6483 0 3.4598 67.6483 0

2 2.726469 75.7953 5.0902 0 79.2551 72.7385 0

3 2.127993 2.2309 8.6755 0 81.486 81.414 0

4 0.946719 0.4623 8.5886 0 81.9483 90.0026 0

5 0.855584 10.1891 0.6651 0 92.1374 90.6677 0

6 0.66831 0.2138 1.565 0 92.3512 92.2328 0

7 0.544095 0.1903 2.9978 0 92.5415 95.2306 0

8 0.490171 3.4461 0.2663 0 95.9876 95.4968 0

9 0.382955 0.023 0.1044 0 96.0106 95.6013 0

10 0.375192 0.1932 1.9389 0 96.2038 97.5402 0

11 0.337958 1.8139 0.1879 0 98.0176 97.7281 0

12 0.283285 0.0867 0.722 0 98.1043 98.4501 0

Dari Tabel 5.2 didapatkan bahwa dalam penjumlahan respons ragam menghasilkan respons total mencapai 93.5% untuk arah X dan 95.5% untuk arah Y. Dengan demikian ketentuan menurut SNI 1726 Pasal 7.2.1 dapat dipenuhi.


(90)

4.3.4.2Kontrol Waktu Getar Alami

Menurut SNI 03-1726-2002 Pasal 7.2.2 untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu-waktu getar alami yang berdekatan yaitu apabila selisih nilainya kurang dari 15%, harus dilakukan dengan metoda Kombinasi Kuadratik Lengkap (CQC). Untuk Struktur gedung yang memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam dapat dilakukan dengan metoda Akar Jumlah Kuadarat (SRSS).

Tabel 4.10 Selisih Periode antar Mode Mode Periode (sec) Selisih %

1 3.022244

0.29578 29,58

2 2.726469

0.59848 59,85

3 2.127993

1.18127 118,13

4 0.946719

0.09114 9,11

5 0.855584

0.18727 18,73

6 0.668310

0.12422 12,42

7 0.544095

Karena selisih waktu getar alami yang melebihi 15% hanya dua atau lebih dominan yang kurang dari 15%, maka asumsi awal perhitungan metoda penjumlahan ragam respons dengan menggunakan metoda CQC sudah benar.


(91)

4.3.4.3Kontrol Gaya Geser Dasar

a. Periode waktu getar alami fundamental Empiris (T1)

Waktu getar alami struktur gedung diambil dari periode mode pertama hasil analisa ETABS v 9.07, yaitu T1x = 3,02 detik untuk arah X, dan T1y = 2,73 detik untuk arah Y.

b. Faktor Respon Gempa (C)

Wilayah gempa 4 tergolong jenis tanah lunak (Gambar 1 SNI 03-1726-2002). Berdsarkan gambar 2 SNI 03-1726-2002, maka didapatkan harga :

 

c. Faktor Reduksi Gempa (R)

Struktur gedung direncanakan menggunakan Rangka Terbuka Beton Bertulang, sehingga berdasarkan Tabel 3 SNI 03-1726-2002 didapatkan nilai faktor daktalitas () = 3,3 nilai faktor reduksi gempa (R) = 5,5 dan nilai faktor tahanan struktur (f) = 2,8.


(92)

Gedung direncanakan dengan fungsi sebagai gedung umum, sehingga berdasarkan Tabel 1. SNI 03-1726-2002, didapat nilai (I) = 1

e. Gaya Geser Dasar Nominal (V) Tinjau Arah X (T1x = 3,02 detik)

Karena nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi, maka harus dikali juga dengan nilai percepatan gravitasi pada lokasi bangunan tersebut (9,81 m/det2).

 

Tinjau Arah Y (T1x = 2,73 detik)

Karena nilai C dinyatakan dengan percepatan gravitasi, maka harus dikali juga dengan nilai percepatan gravitasi pada lokasi bangunan tersebut (9,81 m/det2).


(1)

230 T1 (4 D25) = As x 1,25 . fy

= 1.962,5 x 1,25 x 390 = 956.718,75 N = 956,72 kN.m T2 (2 D25) = As’ x 1,25 . fy

= 981,25 x 1,25 x 390 = 478.359,38 N = 478,36 kN.m

Vh gaya geser pada kolom dihitung dari Mpr kedua ujung balok yang menyatu dengan HBK, dalam hal ini karena panjang kolom atas dan bawah sama, maka masing-masing ujung kolom memikul jumlah Mpr balok yang sama besarnya.

 

 

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

 

Sehingga :

 

 


(3)

232

 

 

 

 

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

 


(5)

165 Akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem struktur dengan SRPMM menghasilkan gaya dalam yang lebih besar dibandingkan sistem struktur SRPMK.

2. Perancangan komponen lentur SRPMM menghasilkan luas tulangan lentur yang lebih besar daripada SRPMK.

3. Sengkang pada kolom SRPMK sangat besar volumenya karena terdapat syarat minimal sesuai SNI 03-2847-2002 Pasal 23.4.4.1.b.

4. Struktur kolom SRPMK membutuhkan rasio tulangan yang cukup banyak untuk memenuhi syarat strong column weak beam.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, maka disarankan :

1. Untuk mendapatkan pelaksanaan pengerjaan pendetailan tulangan yang lebih mudah dilapangan, disarankan menggunakan SRPMM. Namun secara keseluruhan SRPMK lebih efisien dibandingkan dengan SRPMM.

2. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai perbandingan detail penulangan antara SRPMM dengan SRPMK di wilayah gempa menengah untuk berbagai macam model dan ketinggian gedung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Purwono, R.; Tavio; Imran, I; dan Raka; I G. P., “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002).” ITS Press, Surabaya, Mar. 2007, 408 hal.

Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan, “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002.” Badan Standardisasi Nasional, Puslitbang Pemukiman, Bandung Apr. 2002, 63 hal.

Panitia Teknik Konstruksi dan Bangunan, “Tata Cara Penghitungan Pembebanan untuk Bangunan Rumah dan Gedung (RSNI 03-1727-1989).” Badan Standardisasi Nasional, Puslitbang Pemukiman, Bandung Feb. 2005, 170 hal. Tavio; dan Kusuma, B., “Desain Sistem Rangka Pemikul Momen dan Dinding

Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa.” ITS Press, Surabaya 2009.  


Dokumen yang terkait

Perencanaan Struktur Gedung Beton Bertulang Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Dan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

10 133 101

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG PERKULIAHAN 4 LANTAI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) DI Perancangan Struktur Gedung Perkuliahan 4 Lantai Dengan Metode Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) di Wilayah Sukoharjo.

0 5 19

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran 4 Lantai Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Di Wilayah Sukoharjo.

0 3 23

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN 4 LANTAI DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) Perencanaan Struktur Gedung Perkantoran 4 Lantai Dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) Di Wilayah Sukoharjo.

3 10 18

Studi Perbandingan Berat Profil Pada Struktur Gedung Baja Yang Didesain Sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus dan Sistem Rangka Pemikul Momen Terbatas.

1 3 18

PERBANDINGAN ELEMEN STRUKTUR HUBUNGAN BALOK KOLOM SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM) DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) GEDUNG “G” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

0 1 17

STUDI PERBANDINGAN BERAT PROFIL PADA STRUKTUR GEDUNG BAJA YANG DIDESAIN SEBAGAI SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS DAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN TERBATAS

0 0 10

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG 6 LANTAI DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

0 0 557

GEDUNG PERKULIAHAN DI SURABAYA DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

0 2 483

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN “B” SURABAYA DENGAN METODE SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH (SRPMM)

0 0 433