Analisis kesalahan berbahasa dalam buku pelajaran bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar kelas VI.

(1)

viii ABSTRAK

Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan ejaan dan kesalahan kalimat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Buku itu berjudul Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, ditulis oleh Sukini Iskandar. Data penelitian yang dianalisis berupa kalimat-kalimat yang mengandung kesalahan. Kesalahan ejaan dianalisis menggunakan Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), sedangkan kesalahan kalimat dianalisis berdasarkan struktur dan isi kalimatnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam buku Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI terdapat 63 kesalahan ejaan dan 55 kesalahan kalimat. Kesalahan ejaan itu meliputi 6 kesalahan pemakaian huruf, 5 kesalahan pemakaian huruf kapital, 2 kesalahan pemakaian huruf miring, 16 kesalahan penulisan kata, 3 kesalahan penulisan unsur serapan, dan 31 kesalahan pemakaian tanda baca. Adapun kesalahan kalimat itu terdiri atas kekurangan unsur kalimat (25), kalimat yang tidak logis (7), kalimat yang ambigu (6), penggunaan konjungsi yang berlebihan (6), kesalahan pilihan kata (7), dan kesalahan pemborosan kata (4). Jadi, berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesalahan ejaan dan kalimat dalam penelitian ini masih cukup banyak.

Berdasarkan hasil penelitian itu, peneliti memberikan saran kepada guru bahasa Indonesia dan peneliti lain. Dalam memberikan pengajaran, guru bahasa Indonesia hendaknya memperhatikan secara cermat penggunaan ejaan dan penyusunan kalimat. Bila ditemukan kesalahan kebahasaan dalam buku yang digunakan, hendaknya guru segera meralat dan memberitahukan bentuk yang benar, agar siswa tidak meniru kesalahan yang ada dalam buku itu. Peneliti lain disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut, misalnya tentang bidang kebahasaan lain, yang belum diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian, hasil penelitiannya dapat memperkuat penelitian ini.


(2)

ix ABSTRACT

Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analysis of Language Error in Indonesian Language Textbooks Elementary School Grade VI. Thesis. Yogyakarta: Language Education Study Program, Indonesian Literature, and Region, Faculty of Teacher Training and Education, University of Sanata Dharma.

This research is a descriptive qualitative research. The purpose of this research was to describe the error of spelling and sentences in the Indonesian Language textbooks for Elementary School Class VI. The book is titled Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, written by Sukini Iskandar. The research data were sentences that contain errors. Spelling errors were analyzed using the Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), while errors of the sentences were analyzed based on structure and content.

The results showed that the book Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI contained 63 spelling errors and 55 sentence errors. The spelling errors consist of 6 letters usage errors, 5 errors of use capital letters, 2 errors of use italic letters, 16 errors of word writing, 3 errors of writing element uptake, and 31 errors of use punctuation. The sentence errors consist of the less of sentence part (25), which is not logical sentence (7), an ambiguous sentence (6), excessive use of conjunctions (6), word choice errors (7), and a waste of word errors (4). Thus, based on these results it can be said that the spelling errors and sentences in this research is still quite a lot.

Based on the results of the research, the researcher gave suggestion to Indonesian Language teachers and other researchers. In providing teaching, the Indonesian Language teacher should consider carefully the use of spelling and sentence formulation. If errors were found in the book used language, the teacher should rectify immediately and notify the proper form, so that the students should not mimic the errors in the book. The other researchers were suggested to make that further research, for example on the other linguistic aspect of the book that has not been examined in this research. So that, the results of the research could strengthen this research.


(3)

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA

UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun Oleh: Binedigta Yuni Puji Lestari

081224079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(4)

i

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA

UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun Oleh: Binedigta Yuni Puji Lestari

081224079

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(5)

(6)

(7)

iv MOTTO

! "#

$ $

%" & '(!

$

$ ) !

) $ *


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

♥ ) *

♥ , ) - .

) ) /

♥ 0 ) # 1


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Februari 2013 Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Binedigta Yuni Puji Lestari

Nomor Mahassiswa : 081224079

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memublikasikannya di internet atau media lain untik kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Februari 2013 Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan ejaan dan kesalahan kalimat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Buku itu berjudul Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, ditulis oleh Sukini Iskandar. Data penelitian yang dianalisis berupa kalimat-kalimat yang mengandung kesalahan. Kesalahan ejaan dianalisis menggunakan Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), sedangkan kesalahan kalimat dianalisis berdasarkan struktur dan isi kalimatnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam buku Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI terdapat 63 kesalahan ejaan dan 55 kesalahan kalimat. Kesalahan ejaan itu meliputi 6 kesalahan pemakaian huruf, 5 kesalahan pemakaian huruf kapital, 2 kesalahan pemakaian huruf miring, 16 kesalahan penulisan kata, 3 kesalahan penulisan unsur serapan, dan 31 kesalahan pemakaian tanda baca. Adapun kesalahan kalimat itu terdiri atas kekurangan unsur kalimat (25), kalimat yang tidak logis (7), kalimat yang ambigu (6), penggunaan konjungsi yang berlebihan (6), kesalahan pilihan kata (7), dan kesalahan pemborosan kata (4). Jadi, berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesalahan ejaan dan kalimat dalam penelitian ini masih cukup banyak.

Berdasarkan hasil penelitian itu, peneliti memberikan saran kepada guru bahasa Indonesia dan peneliti lain. Dalam memberikan pengajaran, guru bahasa Indonesia hendaknya memperhatikan secara cermat penggunaan ejaan dan penyusunan kalimat. Bila ditemukan kesalahan kebahasaan dalam buku yang digunakan, hendaknya guru segera meralat dan memberitahukan bentuk yang benar, agar siswa tidak meniru kesalahan yang ada dalam buku itu. Peneliti lain disarankan agar melakukan penelitian lebih lanjut, misalnya tentang bidang kebahasaan lain, yang belum diteliti dalam penelitian ini. Dengan demikian, hasil penelitiannya dapat memperkuat penelitian ini.


(12)

ix ABSTRACT

Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analysis of Language Error in Indonesian Language Textbooks Elementary School Grade VI. Thesis. Yogyakarta: Language Education Study Program, Indonesian Literature, and Region, Faculty of Teacher Training and Education, University of Sanata Dharma.

This research is a descriptive qualitative research. The purpose of this research was to describe the error of spelling and sentences in the Indonesian Language textbooks for Elementary School Class VI. The book is titled Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, written by Sukini Iskandar. The research data were sentences that contain errors. Spelling errors were analyzed using the Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), while errors of the sentences were analyzed based on structure and content.

The results showed that the book Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI contained 63 spelling errors and 55 sentence errors. The spelling errors consist of 6 letters usage errors, 5 errors of use capital letters, 2 errors of use italic letters, 16 errors of word writing, 3 errors of writing element uptake, and 31 errors of use punctuation. The sentence errors consist of the less of sentence part (25), which is not logical sentence (7), an ambiguous sentence (6), excessive use of conjunctions (6), word choice errors (7), and a waste of word errors (4). Thus, based on these results it can be said that the spelling errors and sentences in this research is still quite a lot.

Based on the results of the research, the researcher gave suggestion to Indonesian Language teachers and other researchers. In providing teaching, the Indonesian Language teacher should consider carefully the use of spelling and sentence formulation. If errors were found in the book used language, the teacher should rectify immediately and notify the proper form, so that the students should not mimic the errors in the book. The other researchers were suggested to make that further research, for example on the other linguistic aspect of the book that has not been examined in this research. So that, the results of the research could strengthen this research.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmatnya, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma.

Penulis meyadari banyak pihak yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus karena dengan segala anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan segera.

2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan bijaksana telah membimbing, menuntun, dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam proses membuat skripsi ini.

5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing serta memberi petunjuk yang bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh staf pengajar Prodi PBSID, yang dengan penuh dedikasi membagi ilmu, membimbing, memberikan dukungan, bantuan dan arahan yang sangat bermanfaat untuk penulis dari awal kuliah sampai selesai.

7. Karyawan sekretariat PBSID (Mas Sidiq) yang selalu sabar memberikan pelayanan dan membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan kuliah di PBSID sampai penyusunan skripsi ini selesai.


(14)

xi

8. Kedua orang tuaku, Tarsisius Dalidi Trisno Prasetyo dan Tatiana Tri Subiyarti yang aku hormati dan cintai, yang telah mendidik dan membesarkan aku, yang telah banyak berkorban untukku dan selalu memberikan peluang kekuatan untukku. Aku tahu dalam setiap langkahku ada doa kalian.

9. Kedua kakakku Fransisca Trisni Wiyanti dan Agustinus Heri Prasetyo, yang telah membantu dan mendukungku, baik moril maupun finansial. 10.Fx. Didik Dwi Wahyudi yang dengan sabar memberikan doa, motivasi,

dan semangat kepada penulis.

11.Nenekku, Mbah Kliyem, yang membekaliku dengan doa-doanya.

12.Sahabatku Mbak Siti, Juwang, Pipit, Lisa, Mbak Pero, dan teman-teman PBSID angkatan 2008, terima kasih atas kebersamaannya.

13.Adik Mia, terima kasih atas bantuannya.

14.Teman-teman penghuni kos-kosan OT Gatotkaca 14, terima kasih atas persaudaraan kalian.

15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung berupa apapun kepada penulis.

16.Universitas Sanata Dharma yang memberikanku tempat dan ruang kesempatan untuk belajar.

Penulis menyadari skripsi ini tentu masih mengandung berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Walaupun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 18 Februari 2013 Penulis


(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ... vii

ABSTRAK ... ... viii

ABSTRACT .. ... vix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 2

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Definisi Istilah ... 4

F. Sistematika Penyajian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A.Penelitian yang Relevan ... 7

B.Kajian Teori ... 8

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42


(16)

xiii

C. Teknik Pengumpulan Data ... 44

D. Instrumen Penelitian ... ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Deskripsi data ... 47

B. Analisis Data ... 47

C. Hasil Analisis ... 69

D. Pembahasan ... 71

BAB V PENUTUP ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Implikasi ... 76

C. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN ... 80


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Jumlah Kesalahan Ejaan ... 70 Tabel 4.2 Jumlah Kesalahan Kalimat ... 71


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Data Kesalahan Ejaan ... 81 Lampiran 2 Data Kesalahan Kalimat ... 93


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa merupakan alat komunikasi paling penting bagi manusia. Melalui bahasa setiap manusia dapat berhubungan antara satu dan yang lain. Secara umum, bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu lisan dan tulis. Bahasa lisan diungkapkan secara langsung, menggunakan suara (audio), sedangkan bahasa tulis diungkapkan dalam bentuk tulisan (visual).

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terutama dalam situasi resmi, baik lisan maupun tertulis harus menggunakan bahasa baku. Bahasa baku adalah ragam bahasa yang cara pengucapan dan penulisannya sesuai dengan kaidah-kaidah standar (Waridah, 2009:186). Kaidah-kaidah standar yang di-maksud adalah kaidah-kaidah bahasa baku. Untuk itu, setiap penggunaan bahasa secara resmi, terutama bahasa tulis harus menggunakan bahasa baku.

Dalam karya tulis, apalagi karya yang sudah diterbitkan tentu bahasa yang diharapkan sudah memenuhi kaidah-kaidah standar kebakuan bahasa karena sudah melalui proses penyuntingan. Namun, kenyataannya masih banyak buku yang sudah diterbitkan suatu lembaga penerbit yang penulisannya masih menyimpang dari kaidah-kaidah standar bahasa baku. Kesalahan yang masih kerap muncul dalam buku-buku terbitan adalah kesalahan ejaan dan sintaksis.

Melihat keadaan seperti itu, peneliti akan mengadakan penelitian tentang kesalahan berbahasa dalam buku terbitan. Buku yang akan diteliti adalah buku


(20)

pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Peneliti mengadakan penelitian ini karena merasa prihatin dengan keadaan itu. Buku pelajaran yang seharusnya menjadi acuan masih mengandung berbagai kesalahan terutama dalam ejaan dan sintaksis.

Buku pelajaran yang akan diteliti berjudul Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI yang disusun oleh Sukini & Iskandar. Alasan peneliti memilih buku ini untuk diteliti karena dinilai oleh Badan Standar Nasioal Pendidikan dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 34 Tahun 2008.

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi dalam kesalahan ejaan dan sintaksis saja. Kesalahan ejaan yang diteliti meliputi kesalahan pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca. Kesalahan sintaksis yang diteliti dibatasi khusus mengenai kesalahan-kesalahan dalam kalimat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyusun dua rumusan masalah sebagai berikut.

1. Kesalahan ejaan apa sajakah yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI?

2. Kesalahan kalimat apa sajakah yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI?


(21)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan kesalahan ejaan yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI.

2. Mendeskripsikan kesalahan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi mahasiswa calon guru, guru bahasa dan sastra Indonesia, dan peneliti lain.

1. Bagi mahasiswa calon guru

Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa calon guru bahwa dalam buku-buku pelajaran masih terdapat kesalahan. Untuk itu, harus selektif untuk menggunakan dan mengikuti apa yang tertulis dalam buku-buku pelajaran tersebut.

2. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bahwa dalam buku-buku pedoman pelajaran masih terdapat kesalahan, sehingga untuk penggunaannya saat mengajar guru harus lebih selektif. Jika terdapat kesalahan dalam buku pelajaran, guru harus segera menginformasikan kepada siswa dan membetulkannya.


(22)

3. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi berupa penelitian yang relevan bagi peneliti berikutnya.

E. Definisi Istilah

Dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang pengertiannya perlu dibatasi. Pembatasan istilah ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian ataupun salah penafsiran. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya adalah sebagai berikut.

1. Kesalahan

Kesalahan adalah bagian yang menyimpang dari beberapa norma baku pada ujaran atau tulisan sang pelajar (Tarigan, 1988:272).

2. Kesalahan berbahasa

Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia (Setyawati, 2010:15).

3. Analis kesalahan berbahasa

Analisis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan


(23)

sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasiannya (Tarigan, 1988:170).

4. Ejaan

Ejaan adalah sistem atau aturan perlambangan bunyi bahasa dengan huruf, aturan menuliskan kata-kata dengan cara-cara mempergunakan tanda baca (Kridalaksana, 1975:39).

5. Kesalahan Ejaan

Kesalahan ejaan adalah kesalahan menulis kata atau kesalahan menggu-nakan tanda baca (Tarigan & Tarigan, 1988:198).

6. Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!) (Alwi, dkk., 2003:311).

7. Kesalahan kalimat

Kesalahan kalimat adalah penggunaan kalimat (tertulis) yang tidak benar karena penyusunannya tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa. Menurut Arifin (1987:4), penerapan kaidah tata bahasa yang benar dapat dilihat dari pembentukan kata dan pembentukan kalimatnya.

F. Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini disusun menjadi lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,


(24)

manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi landasan teori yang mencakup penelitian yang relevan dan kajian teori. Bab III berisi metodologi penelitian yang mencakup jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai kesalahan ejaan dan kalimat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Yang terakhir, Bab V berisi kesimpulan yang dibuat dan saran yang diberikan oleh peneliti.


(25)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan pengamatan peneliti, dapat diketahui bahwa penelitian kesalahan berbahasa telah dilakukan sebelumnya. Dalam bagian ini, akan diuraikan empat penelitian terdahulu yang relevan, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Donatus Doweng Kumanireng (2003), Maria Helena Dane Namang (2005), Elisabet Cinta Satriarini (2009), dan Maria Riska Wikantari (2009).

Kumanireng (2003) melakukan penelitian berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Siswa Kelas II SMA Frater Disamakan Makassar, Tahun Ajaran 2004/2005 dalam Menggunakan Kata berimbuhan Me-. Berdasarkan penelitiannya, ditemukan 149 kesalahan yang meliputi: kesalahan penggunaan variasi bentuk afiks me-, kesalahan penggunaan makna afiks me-, dan kesalahan pemenggalan kata berimbuhan me-.

Namang (2005) meneliti kesalahan sintaksis dalam karangan argumentasi. Penelitiannya berjudul Analisis Kesalahan Sintaksis dalam Karangan Argumentasi Kelas II SMAK Frateran Podor Larantuka Tahun Ajaran 2003/2004. Dari hasil penelitiannya, dapat diketahui bahwa kesalahan berbahasa yang paling banyak dilakukan siswa adalah kesalahan pada aspek klausa.

Satriarini (2009) mengadakan penelitian berjudul Kesalahan Kalimat dalam Berita Utama Surat Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Dari


(26)

penelitiannya diketahui bahwa terdapat 303 kesalahan, yang meliputi 67 kesalahan pemborosan kata, 180 kesalahan pilihan kata, 56 kesalahan kekurangan unsur kalimat.

Penelitian berjudul Analisis Kesalahan Struktur Kalimat dalam Karangan Narasi Ekspositoris Siswa Kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Tahun Ajaran 2008/2009 dilakukan oleh Wikantari (2009). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekurangan dan urutan unsur kalimat yang terdapat dalam karangan narasi siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur Srumbung tahun ajaran 2008/2009. Dari penelitian tersebut, ditarik kesimpulan bahwa jenis kesalahan yang terdapat dalam karangan narasi siswa kelas VIII adalah dalam bidang sintaksis, khususnya pada tataran struktur kalimat.

Berdasarkan keempat penelitian di atas, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang meneliti kesalahan berbahasa pada buku pelajaran. Untuk itu, penelitian ini akan membahas kesalahan pada buku-buku pelajaran.

B. Kajian Teori

Pada bagian ini akan diuraikan kerangka teori yang akan digunakan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu kesalahan berbahasa, analisis kesalahan berbahasa, daerah kesalahan berbahasa, ejaan, jenis kesalahan ejaan, kalimat, jenis kesalahan kalimat, dan kriteria penyusunan buku pelajaran.


(27)

1. Kesalahan Berbahasa

Kesalahan merupakan bagian konversasi atau komposisi yang menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang dewasa (Tarigan, 1988:141). Menurut Setyawati (2010:15), yang dimaksud dengan kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi dalam media cetak akan berpengaruh pada pembacanya.

Berdasarkan pengertian di atas, peneliti mengacu pada pendapat Setyawati. Setyawati menyebutkan bahwa kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari kaidah tata bahasa Indonesia.

2. Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan (errors) dan kekeliruan (mistake) adalah dua masalah yang biasa terjadi dalam penggunaan bahasa. Brown (dalam Nurgiyantoro, 1995:191—192) membedakan kesalahan dan kekeliruan. Menurut Brown, kekeliruan bahasa lebih berhubungan dengan masalah penampilan (performance), sedangkan kesalahan lebih disebabkan oleh faktor kemampuan (competence).


(28)

Tarigan dan Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa (1988) mengemukakan pengertian analisis kesalahan berbahasa sebagai berikut.

Analisis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasiannya (Tarigan dan Tarigan, 1988:170).

Senada dengan Tarigan, Pateda (1989:32) berpendapat bahwa analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu teknik untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menginterpretasi kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar yang sedang belajar bahasa kedua secara sistematis dan sesuai dengan teori serta prosedur linguistik.

3. Daerah Kesalahan Berbahasa

Daerah kesalahan berbahasa dikemukakan oleh beberapa ahli. Salah satunya adalah Pateda. Pateda (1989:51—61) menyebutkan bahwa ada beberapa daerah kesalahan berbahasa. Daerah kesalahan yang diungkapkan pateda adalah sebagai berikut.

a. Daerah Kesalahan Fonologi

Kesalahan ini berkaitan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa. Daerah kesalahan ini meliputi pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan tanda baca.


(29)

b. Daerah Kesalahan Morfologi

Kesalahan pada bidang morfologi berkaitan dengan tata bentuk kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan bidang morfologi meliputi derivasi, diksi, kontaminasi, dan pleonasme.

c. Daerah Kesalahan Sintaksis

Kesalahan sintaksis berhubungan dengan kalimat dan berkaitan dengan daerah morfologi karena kalimat berunsurkan kata-kata. Oleh karena itu, kesalahan ini mencakup: (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii) kalimat yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (iv) diksi yang tidak tepat dalam membentuk kalimat, (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii) kalimat mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan (ix) logika kalimat.

d. Daerah Kesalahan Semantis

Lyons (dalam Pateda, 1989:60) mengatakan bahwa semantik adalah studi tentang makna. Menurut Pateda (1989), makna berhubungan dengan bayangan imajinasi kita tentang sesuatu, apakah benda, peristiwa, proses atau abstraksi sesuatu.

e. Daerah Kesalahan Grafologi

Kesalahan ini mencakup: (i) pemakaian huruf, (ii) pemakaian huruf kapital dan huruf miring, (iii) penulisan kata, (iv) penulisan unsur serapan, (v) pemakaian tanda baca.


(30)

Hampir sama dengan Pateda, daerah kesalahan berbahasa juga dikemukakan Tarigan (1988:198—200). Tarigan membagi daerah kesalahan berbahasa menjadi empat bagian.

a. Daerah Kesalahan Fonologi

Kesalahan fonologi mencakup kesalahan ucapan dan kesalahan ejaan. Kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna. Adapun kesalahan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan tanda baca.

b. Daerah Kesalahan Morfologi

Kesalahan morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk, dan salah memilih bentuk kata.

c. Daerah Kesalahan Sintaksis

Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa, klausa, atau kalimat serta ketidaktepatan pemakaian partikel.

d. Daerah Kesalahan Leksikon

Kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.

Penelitian ini berfokus pada kesalahan ejaan dan kalimat. Daerah kesalahan berbahasa yang lainnya tidak dibahas dalam penelitian ini. Teori yang digunakan lebih berfokus pada pendapat Tarigan karena teori kesalahan sintaksis dibagi dengan tepat yaitu frasa, klausa, kalimat serta ketidaktepatan pemakaian


(31)

partikel. Adapun teori yang dikemukakan oleh Pateda, kurang tepat. Misalnya, menurut Pateda kesalahan sintaksis mencakup kesalahan koherensi (yang seharusnya masuk pada analisis wacana).

4. Ejaan

Ejaan merupakan salah satu unsur pembangun dalam bahasa. Menurut Badudu (1980:31), ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Ejaan adalah sistem atau aturan perlambangan bunyi bahasa dengan huruf, aturan menuliskan kata-kata dengan cara-cara pempergunakan tanda baca (Kridalaksana, 1975:39). Senada dengan Kridalaksana, Tarigan (1985:7) menyebutkan bahwa ejaan merupakan cara atau aturan melukiskan kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.

Demi tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang benar terutama dalam penulisan ejaan, pada tanggal 17 Agustus 1972, Presiden Soeharto meresmikan suatu aturan ejaan dengan nama Ejaan yang Disempurnakan (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997: 11). Ejaan yang disempurnakan merupakan pedoman atau kaidah pembakuan bahasa, khususnya bahasa tulis.

EYD mengatur lima hal (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003:15—68). Lima hal yang diatur dalam EYD adalah pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.


(32)

5. Jenis Kesalahan Ejaan

Pada penelitian ini, untuk menentukan kesalahan ejaan digunakan buku

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2003. Berdasarkan pedoman di atas, jenis kesalahan ejaan yang akan diteliti, yaitu pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.

a. Pemakaian huruf

Pedoman ejaan tentang pemakaian huruf meliputi huruf abjad, huruf vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, dan pemenggalan kata. Dari keenam pedoman tentang pemakaian huruf ini yang masih sering menjadi persoalan adalah pemenggalan kata. Dalam karya tulis, masih sering ditemukan pemenggalan kata yang tidak sesuai dengan pedoman ejaan yang benar.

(1) .... pemerintah negeri ini sampai sekarang masih saja kebingungan

men-gatasi berbagai persoalan yang mendera rakyatnya. (KR, 8 Mei 2012, hlm. A)

Pemenggalan kata di atas tidak tepat. Kata mengatasi bentuk dasarnya adalah

atas, maka pemenggalan kata di atas akan tepat bila ditulis dengan meng-atasi.

(1a) .... pemerintah negeri ini sampai sekarang masih saja kebingungan

meng-atasi berbagai persoalan yang mendera rakyatnya.

b. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring

Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan


(33)

bahasa Indonesia. Huruf kapital dipakai sebagai awal (a) huruf pertama kata yang terdapat di awal kalimat, (b) huruf pertama petikan langsung, (c) ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, (d) gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan, (e) jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, (f) unsur-unsur nama orang, (g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, (h) nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah, (i) nama geografi, (j) semua unsur nama negara dan lembaga pemerintahan, (k) semua unsur bentuk ulang sempurna nama badan, lembaga pemerintah, dan dokumen resmi, (l) semua unsur nama buku, majalah, surat kabar, judul karangan, (m) singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan, (n) kata penunjuk kekerabatan yang dipakai dalam penyapaan dn pengacuan, dan (o) kata ganti Anda.

Meskipun kelihatannya sepele, pemakaian huruf kapital seringkali masih menimbulkan persoalan. Kesalahan-kesalahan yang timbul dalam pemakaian huruf kapital masih sering ditemukan. Perhatikan contoh berikut.

(2) Orang asing itu sudah mulai fasih berbicara dalam Bahasa Indonesia. (3) Dia akan pergi naik Haji tahun ini.

(4) Surat anda telah kami terima. (5) Ibu membeli gula Jawa di warung.

Dalam kalimat (2) terdapat kesalahan pemakaian huruf kapital. Penulisan kata

Bahasa dalam kalimat (2) tidak tepat. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bahasa, bukan kata bahasa itu sendiri. Kesalahan yang terdapat dalam kalimat (3) adalah pada kata Haji. Bentuk yang benar adalah haji karena tidak diikuti dengan nama orang. Kesalahan kalimat (4) terdapat pada kata ganti

anda. Penulisan kata ganti Anda yang tepat harus diawali dengan huruf kapital, seperti yang disebutkan dalam pedoman ejaan pemakaian huruf kapital. Kalimat


(34)

(5) juga masih terdapat kesalahan. Kesalahannya terletak pada kata Jawa dalam frasa gula Jawa. Bentuk yang benar tidak menggunakan huruf kapital karena digunakan sebagai nama jenis, yaitu jawa.

(2a) Orang asing itu sudah mulai fasih berbicara dalam bahasa Indonesia. (3a) Dia akan pergi naik haji tahun ini.

(4a) Surat Anda telah kami terima. (5a) Ibu membeli gula jawa di warung.

Berbeda dengan pedoman pemakaian huruf kapital, pedoman dalam pemakaian huruf miring hanya terdiri atas tiga ketentuan. Pertama, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Kedua, huruf miring digunakan untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, kata, atau kelompok kata. Ketiga, huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Perhatikan contoh berikut.

(6) Materi kuliah dapat kita download dari internet. (7) Ibu sedang membaca “Genie”.

Kedua contoh kalimat di atas masih terdapat kesalahan dalam ejaannya. Kalimat (6) menggunakan kata download yang merupakan kata dari bahasa Inggris sehingga penulisannya harus dimiringkan. Kalimat (7) terdapat dalam kata

Genie. Genie merupakan nama majalah sehingga penulisannya harus menggunakan huruf miring.

(6a) Materi kuliah dapat kita download dari internet. (7a) Ibu sedang membaca Genie.


(35)

c. Penulisan kata

Pedoman ejaan mengenai penulisan kata meliputi sepuluh hal. Hal-hal yang diatur dalam penulisan kata adalah kata dasar, kata turunan, bentuk ulang, gabungan kata, kata ganti (ku, kau, mu, dan nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata si dan sang, partikel (-lah, -kah, -tah, pun, dan per), singkatan dan akronim, serta angka dan lambang bilangan.

Menuliskan kata-kata memang mudah. Namun, ketika harus menulis dengan bentuk yang benar atau baku akan menjadi persoalan. Menulis kata dengan benar dan baku tidak mudah. Hal ini terbukti ketika masih banyak kesalahan penulisan kata dalam berbagai karya tulis. Perhatikan contoh berikut.

(8) Semua anak bertepuktangan. (9) Korupsi harus di basmi.

(10) Apapun alasannya, kamu tidak boleh mencuri. (11) Hanya ini yang ku peroleh.

(12) Sejak kapan adik mu sakit?

Kata-kata yang dicetak miring di atas merupakan kata-kata yang tidak tepat penulisannya. Pada kalimat (8) kata dasar dari kata yang dicetak miring adalah tepuk tangan. Ketika kata tersebut mendapat awalan ber-, yang ditulis serangkai hanya kata yang mengikuti langsung. Bentuk yang benar adalah

bertepuk tangan. Kata di basmi dalam kalimat (9) tidak tepat karena di- di sana sebagai awalan bukan kata depan sehingga penulisan yang benar adalah dibasmi.

Penulisan partikel pun pada kata apapun dalam kalimat (10) tidak tepat. Penulisan partikel pun yang benar dipisah dengan kata yang mendahuluinya sehingga penulisan yang benar adalah apa pun. Kalimat (11) dan (12) memiliki kesalahan yang sama, yaitu pada penulisan kata ganti. Penulisan kata ganti ku,


(36)

kau, mu, dan nya selalu ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti ataupun mendahuluinya. Penulisan yang benar, yaitu kuperoleh dan adikmu.

(8a) Semua anak bertepuk tangan. (9a) Korupsi harus dibasmi.

(10a) Apa pun alasannya, kamu tidak boleh mencuri. (11a) Hanya ini yang kuperoleh.

(12a) Sejak kapan adikmu sakit?

Partikel pun dapat pula ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya karena lazim dianggap padu. Perhatikan contoh kalimat berikut.

(13) Sekalipun banjir, mereka tidak mau dievakuasi.

(14) Sekali pun, banjir tidak pernah menerjang wilayah kami.

Penggunaan partikel pun dalam kalimat (13) dan (14) berbeda. Partikel pun pada kalimat (13) ditulis serangkai karena termasuk kelompok yang lazim dianggap padu, sama halnya dengan biarpun, walaupun, meskipun, adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, kendatipun, maupun sungguhpun yang ditulis serangkai.

Berbeda dengan kalimat (14). Penulisan partikel pun pada kalimat (14) dipisah dengan kata sebelumnya, karena kata sekali pada kalimat itu berarti satu kali yang menunjukkan jumlah. Tanpa mengubah makna kalimat, partikel pun

pada kalimat (14) dapat diganti dengan kata saja, seperti pada kalimat berikut. (14a) Sekali saja, banjir tidak pernah menerjang wilayah kami. Kalimat (14a) mempunyai makna yang sama dengan kalimat (14). Kata sekali

pada kalimat (14) dan (14a) sama-sama berarti satu kali. Untuk mengetahui apakah partikel pun harus ditulis terpisah atau serangkai dengan kata yang mendahuluinya, dapat diuji dengan mengganti partikel pun dengan kata saja,


(37)

d. Penulisan unsur serapan

Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Unsur pinjaman ini belum disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Penulisan unsur serapan yang belum disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Berikut contoh-contoh kesalahan yang sering ditemukan dalam penulisan unsur serapan.

praktek praktik

standard standar (dari bahasa Inggris standard)

standarisasi standardisasi (dari bahasa Inggris standarization) teoritis teoretis

Dalam pemakaian kebahasaan sering muncul permasalahan apakah bentuk

praktek atau praktik yang benar untuk digunakan. Bentuk yang benar dan sesuai dengan penyerapan yang berlaku adalah praktik sehingga membentu kata seperti

praktikan dan praktikum. Demikian juga dengan penggunaan bentuk standar

yang diserap dari bahasa Inggris standard sering digunakan untuk membenarkan bentuk standarisasi. Bentuk standarisasi tidak benar. Yang benar adalah

standardisasi yang diserap dari kata bahasa Inggris standardization. Hal yang serupa terjadi dalam bentuk teoretis yang berasal dari bahasa Inggris theoretical,


(38)

e. Pemakaian tanda baca

Ada lima belas tanda baca yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnaka. Lima belas tanda baca tersebut, yaitu tanda titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda hubung (-), pisah (--), elipsis (...), tanda tanya (?), tanda seru (!), kurung ((...)), kurung siku ([...]), tanda petik (“...”), petik tunggal (‘...’), garis miring (/), penyingkat/apostrof (‘). Perhatikan contoh-contoh di bawah ini.

(15) Saya sudah membaca buku ini halaman 34-45. (16) Saya membeli kertas, pena dan tinta.

(17) Andi merayakan ulang tahunnya yang ke 15.

(18) Saya membaca Sajak Joki Tobing untuk Widuri dalam kumpulan puisi Potret Pembangunan.

(19) Lomba ini diikuti oleh SMA se Yogyakarta.

(20) Kita memerlukan perabotan rumah tangga kursi, meja, dan lemari. (21) Ini kursus komputer atau apa.

(22) Sediakan dua buah pare dan cuci.

(23) Korupsi juga pernah terjadi dalam pengadaan alat sidik jari

Automatic Fingerprint Identification System/AFIS).

(24) PSIS akan berlaga di Liga Utama Indonesia musim kompetisi 2009-2010.

(25) Hidupnya jauh dari sikap ojo duweh atau jangan merasa lebih dari yang lain.

Kalimat (15) mengandung kesalahan dalam menggunakan tanda pemisah (—). Untuk menunjukkan halaman 34 sampai 45, seharusnya digunakan tanda pisah (—) bukan tanda penghubung (-) seperti pada kalimat (15) di atas. Perbaikan ejaan dalam kalimat (15) adalah sebagai berikut.

(15a) Saya sudah membaca buku ini halaman 34—45.

Pada kalimat (16) terdapat kesalahan pemakaian tanda koma (,). Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Kalimat (16) merupakan kalimat yang menggunakan perincian, maka sebelum kata dan


(39)

harus diberi tanda koma (,). Perbaikan ejaan pada kalimat (16) adalah sebagai berikut.

(16a) Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

Kalimat (17) dan (19) memiliki kesalahan yang sama, yaitu sama-sama mengandung kesalahan dalam pemakaian tanda penghubung. Tanda penghubung digunakan untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Kalimat (17) sesuai dengan ketentuan (ii) bahwa ke- dan angka dirangkaikan dengan tanda penghubung (-), sedangkan kalimat (19) sesuai dengan ketentuan (i) bahwa tanda penghubung (-) digunakan untuk merangkai

se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital. Perbaikan ejaan pada kalimat (17) dan (19) adalah sebagai berikut.

(17a) Andi merayakan ulang tahunnya yang ke-15. (19a) Lomba ini diikuti oleh SMA se-Yogyakarta.

Kesalahan yang terdapat pada kalimat (18) adalah kesalahan penggunaan tanda petik (“...”). Tanda petik (“...”) salah satunya digunakan untuk mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Dalam kalimat (18)

Sajak Joki Tobing untuk Widuri merupakan judul puisi, sehingga penulisannya harus diapit dengan tanda petik (“...”), bukan ditulis dengan huruf miring. Adapun penulisan Potret Pembangunan dengan huruf miring sudah benar karena merupakan judul buku (kumpulan puisi) karya W.S. Rendra. Perbaikan ejaan pada kalimat (18) adalah sebagai berikut.


(40)

(18a) Saya membaca “Sajak Joki Tobing untuk Widuri”dalam kumpulan puisi Potret Pembangunan.

Kalimat (20) mengandung kesalahan pemakaian tanda titik dua (:). Tanda titik dua (:) salah satu fungsinya adalah dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Pada kalimat (20), kelompok kata kursi, meja, dan lemari merupakan rangkaian atau pemerian dari perabotan rumah tangga. Oleh karena itu, tanda titik dua (:) perlu ditambahkan setelah kelompok kata perabotan rumah tangga untuk menunjukkan bahwa kelompok kata kursi, meja, dan lemari berupakan pemerian. Perbaikan ejaan pada kalimat (20) adalah sebagai berikut.

(20a) Kita memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Dalam kalimat (21), terdapat kesalahan pemakaian tanda tanya (?). Tanda tanya (?) dipakai untuk mengakhiri kalimat tanya. Kalimat (21) merupakan kalimat tanya sehingga harus diakhiri dengan tanda tanya (?), bukan tanda titik (.) seperti pada kalimat (21) tersebut. Perbaikan kalimat (21) adalah sebagai berikut.

(21a) Ini kursus komputer atau apa?

Dalam kalimat (22) juga terdapat kesalahan pemakaian tanda baca. Kesalahan yang terdapat dalam kalimat (22) adalah kesalahan pemakaian tanda seru (!). Tanda seru (!) dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Kalimat (22) merupakan kalimat perintah sehingga harus diakhiri dengan tanda seru (!). perbaikan ejaan pada kalimat (22) adalah sebagai berikut.


(41)

Kalimat (23) mengandung kesalahan pemakaian tanda kurung ((....)). Tanda kurung ((...)) digunakan untuk mengapit tambahan keterangan, penjelasan, atau singkatan. Kesalahannya terdapat pada penulisan singkatan AFIS yang ditulis dengan /AFIS). AFIS merupakan singkatan atau kependekan dari Automatic Fingerprint Identification System sehingga penulisannya harus diapit dengan tanda kurung ((...)). Perbaikan kalimat (23) adalah sebagai berikut.

(23a) Korupsi juga pernah terjadi dalam pengadaan alat sidik jari

Automatic Fingerprint Identification System (AFIS).

Kalimat (24) juga mengandung kesalahan dalam pemakaian tanda baca. Kesalahan tanda baca yang terdapat dalam kalimat (24) adalah kesalahan tanda garis miring (/). Tanda garis miring (/) dipakai di dalam nomor surat pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Selain itu, tanda garis miring (/) juga digunakan sebagai pengganti kata atau, tiap.

Kesalahan dalam kalimat (24) terdapat pada penulisan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Kalimat (24) diperbaiki menjadi seperti berikut.

(24a) PSIS akan berlaga di Liga Utama Indonesia musim kompetisi 2009/2010.

Dalam kalimat (25) terdapat kesalahan pemakaian tanda petik tunggal (‘...’). Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit (i) petikan langsung yang tersusun dalam petikan lain, dan (ii) makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Dalam kalimat (25) terdapat ungkapan asing yang berupa ungkapan dari bahasa jawa, yaitu ungkapan ojo duweh yang mengandung arti


(42)

terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing diapit dengan tanda petik tunggal (‘...’), maka kalimat (25) dapat diperbaiki ejaannya menjadi sebagai berikut.

(25a) Hidupnya jauh dari sikap ojo duweh ‘jangan merasa lebih dari yang lain’.

6. Kalimat

Pengertian kalimat didefinisikan oleh beberapa ahli. Ramlan (2005:23) berpendapat bahwa kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Alwi, dkk. (2003:311) mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertai dengan tanda koma (,), titik dua (:), tanda pisah (—), dan spasi. Kalimat juga dapat dipahami sebagai satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan ataupun tulis, yang mengungkapkan pikiran dan gagasan yang utuh (Rahardi, 2009:127).

Dari ketiga pendapat mengenai definisi kalimat di atas, peneliti mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk. bahwa kalimat merupakan satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Alwi, dkk. (2003:336—389) mengatakan bahwa berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal adalah


(43)

kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.

Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Alwi, dkk. (2003:311) disebutkan bahwa kalimat merupakan satuan dasar wacana. Wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih yang letaknya berurutan, sesuai dengan kaidah kewacanaan.

Alwi, dkk. Juga menjelaskan bahwa kalimat merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung unsur predikasi. Oleh karena itu, kalimat sering dianggap sama dengan klausa karena klausa juga merupakan kontruksi sintaksis yang mengandung unsur predikasi. Jika dilihat struktur internalnya, kalimat dan klausa terdiri atas unsur subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap atau keterangan. Perbedaan antara kalimat dan klausa hanya pada ada atau tidaknya intonasi atau tanda baca akhirnya.

Indradi (2003), dalam bukunya Cermat Berbahasa Indonesia

menyebutkan bahwa kalimat yang baik adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran dan keinginan penulis dengan tepat dan dapat dimengerti oleh pembeca dengan mudah. Adapun syarat kalimat yang baik adalah sebagai berikut: (a) berciri gramatikal, (b) mengandung kelogisan, dan (c) sesuai situasi dan kondisi saat bahasa tersebut digunakan (Soedjito, 1988).

Menurut Rahardi (2010), satuan kebahasaan dapat dikatakan sebagai kalimat jika memiliki predikat. Jadi, dapat dikatakan bahwa predikat merupakan alat penguji kalimat yang paling utama.


(44)

Alat penguji kalimat yang kedua adalah dengan teknik permutasi atau teknik pemutaran. Pembalikan atau permutasi ini dilakukan pada predikat dan subjek kalimat. Jika pembelikan antara subjek dan predikat kalimat tersebut tidak memunculkan makna baru, satuan kebahasaan tersebut memang merupakan kalimat. Perhatikan contoh berikut.

Adik sedang bermain.

S P

Predikat dalam kalimat tersebut adalah sedang bermain. Apabila kalimat tersebut dipermutasikan menjadi Sedang bermain adik., tidak mengubah informasi yang disampaikan.

Selain kalimat secara umum dapat diuji dengan teknik pemutaran, unsur-unsur dalam kalimat juga dapat diuji ada atau tidak di dalam kalimat (Rahardi, 2010).

a. Subjek

Subjek merupakan unsur yang paling pokok di dalam sebuah kalimat. Sebuah entitas kebahasaan disebut subjek bila dapat menjawab pertanyaan apa

atau siapa. Jadi, alat uji subjek adalah dengan model pertanyaan [siapa+yang+predikat] untuk subjek orang dan [apa+yang+predikat] untuk subjek bukan orang. Ciri lain adalah bahwa subjek kalimat dalam bahasa Indonesia lazimnya bersifat traktif atau pasti (definite)yang ditandai dengan digunakannya kata itu atau ini di belakang unsur subjek. Ciri lain adalah memiliki pewatas yang sehingga subjek kalimat yang mulanya berupa kata berubah menjadi frasa. Ciri terakhir adalah subjek tidak pernah diawali dengan preposisi atau kata depan.


(45)

b. Predikat

Predikat merupakan unsur pokok kedua dalam sebuah kalimat. Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat ditemukan dengan cara mengajukan pertanyaan mengapa atau bagaimana. Jadi, alat uji predikat adalah dengan model pertanyaan [mengapa+subjek] atau [bagaimana+subjek]. Ciri lain adalah bahwa predikat dapat berupa adalah atau ialah. Selain itu, predikat dalam kalimat dapat dinegasikan dengan kata tidak atau bukan. Ciri lain dari sebuah predikat adalah bahwa unsur kebahasaan itu dapat didampingi kata-kata yang berkaitan dengan masalah aspek dan modalitas.

c. Objek

Objek kalimat wajib hadir pada kalimat berpredikat verba aktif transitif yang lazimnya berawalan me-. Objek tidak dimungkinkan hadir pada kalimat berpredikat verba pasif di-, ber-, atau ke-an. Ciri lain adalah objek mutlak harus berada langsung di belakang predikat. Selain itu, objek dapat menempati posisi subjek dalam kalimat pasif, akan tetapi perannya tetap sebagai sasaran bukan pelaku. Ciri yang terakhir, objek kalimat tidak pernah didahului preposisi atau kata depan.

d. Pelengkap

Pelengkap atau komplemen harus hadir dalam kalimat dengan verba aktif intransitif. Dalam banyak hal, objek dan pelengkap memiliki kesamaan, yaitu berada di belakang predikat, tidak pernah diawali preposisi, dan bersifat wajib


(46)

melengkapi kalimat. Perbedaan mendasar antara pelengkap dan objek adalah pelengkap tidak dapat menempati posisi subjek dalam kalimat pasif.

e. Keterangan

Keterangan alam kalimat bersifat lentur, artinya kehadirannya tidak bersifat wajib dalam sebuah kalimat. Tugas keterangan adalah memberikan informasi lebih lanjut tentang sesuatu di dalam kalimat, seperti waktu, tempat, cara, sebab, tujuan, dan sebagainya. Keterangan dapat berupa frasa yang ditandai dengan kehadiran kata depan atau preposisi, dapat pula berupa klausa yang ditandai dengan konjungsi atau kata penghubung. Kehadiran keterangan tidak terikat pada posisi. Keterangan dapat berada di awal, tengah, ataupun akhir sebuah kalimat. Keterangan dapat berada di antara subjek dan predikat, dapat pula berada di antara predikat dan objek.

7. Jenis Kesalahan Kalimat

Kesalahan kalimat yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup kesalahan kekurangan unsur kalimat dan kesalahan urutan unsur kalimat. Unsur kalimat yang akan dianalisis adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Selain itu, jenis kesalahan kalimat lain adalah kalimat yang tidak logis, kalimat yang ambigu, penggunaan konjungsi yang berlebihan, penggunaan kata tanya yang tidak perlu, kesalahan pemilihan kata, dan pemborosan kata.


(47)

a. Kesalahan kekurangan unsur kalimat

Kekurangan unsur kalimat yang dibahas dalam penelitian ini adalah kekurangan subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (PEL), dan keterangan (KET). Masing-masing unsur tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1) Kekurangan subjek

Sugono (2009:41) menyebutkan bahwa subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping predikat. Kesalahan kekurangan unsur subjek biasanya karena adanya kata depan di awal kalimat. Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya unsur subjek dalam kalimat, digunakan model pertanyaan “Siapa/apa yang predikat (P)?” Perhatikan contoh berikut.

Untuk kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.

K P O

Kalimat tersebut tidak bersubjek. Kalimat tersebut akan menjadi lengkap unsurnya apabila kata depan untuk dihilangkan, atau kalimatnya diubah menjadi kalimat pasif. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.

(a) Kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak. (b) Untuk kegiatan itu, diperlukan biaya yang cukup banyak.

Kalimat (a) subjek kalimatnya adalah kegiatan itu. Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Apa yangmemerlukan (P) biaya?”, jawabannya tentu saja adalah adalah kegiatan itu. Demikian pula kalimat (b), subjeknya adalah biaya yang cukup besar. Hal itu dibuktikan dengan pertanyaan “apa yang diperlukan (P)?”, jawabannya adalah biaya yang cukup besar.


(48)

2) Kekurangan predikat

Predikat merupakan bagian kalimat yang menerangkan subjek. Kekurangan unsur predikat mengakibatkan kalimat tidak jelas tindakan apa yang dilakukan oleh subjek. Ada dua pendapat yang ditemukan peneliti tentang unsur predikat. Ramlan mengatakan bahwa semua kata dibelakang subjek merupakan predikat. Pendapat kedua adalah pendapat Alwi yang menyatakan bahwa tidak semua kata dibelakang subjek merupakan predikat. Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya unsur predikat dalam kalimat, digunakan model pertanyaan “Subjek (S) mengapa/bagaimana?” Perhatikan contoh di bawah ini.

Ibu ke pasar. S KET

Menurut Ramlan kalimat di atas merupakan kalimat yang benar. Ke pasar dapat dikatakan sebagai predikat karena merupakan kata kerja dan merupakan jawaban dari pertanyaan ibu sedang apa? Namun dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan pendapat Ramlan. Pendapat Moeliono yang digunakan dalam penelitian ini. Kalimat di atas tidak lengkap karena belum mempunyai predikat. Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Ibu (S) mengapa?” Ke pasar

bukanlah jawaban atas pertanyaan tersebut karena merupakan keterangan. Agar kalimat tersebut menjadi lengkap, perlu ditambahkan predikat. Kalimat yang benar adalah sebagai berikut.

Ibu pergi ke pasar.

Kalimat di atas merupakan kalimat yang lengkap. Sudah ada predikat dalam kalimat tersebut. Pedikat kalimatnya adalah pergi. Hal itu dapat dibuktikan


(49)

dengan penerapan model pertanyaan “Ibu (S) mengapa?”, jawabanya adalah

pergi dilengkapi dengan keterangan ke pasar.

3) Kekurangan objek

Unsur objek diperlukan pada kalimat yang predikatnya berupa verba transitif. Ciri-ciri kalimat yang berobjek adalah jika dipasifkan objek dapat menduduki subjek. Dengan kata lain, unsur objek wajib ada dalam yang berpredikat verba aktif transitif. Verba aktif transitif lazim ditandai dengan awalan me-. Kekurangan unsur objek dalam kalimat aktif transitif menyebabkan kalimat menjadi tidak jelas maksudnya.

Aini membeli di warung. S P K

Kalimat tersebut tidak lengkap karena belum berobjek. Perdikat dalam kalimat itu merupakan kata kerja transitif sehingga memerlukan O. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi seperti berikut.

Aini membeli roti di warung.

Kalimat di atas sudah lengkap dengan adanya objek, yaitu roti. Kalimat tersebut dapat diubah menjadi kalimat pasif dengan objek sebagai subjeknya. Bentuk pasif dari kalimat di atas adalah sebagai berikut.

Roti dibeli (oleh Aini) di warung. 4) Kekurangan pelengkap

Unsur pelengkap mempunyai persamaan dengan objek, yaitu berada di belakang predikat. Perbedaannya adalah kalimat yang berpelengkap tidak dapat diubah menjadi kalimat pasif. Dengan kata lain, unsur pelengkap dalam sebuah kalimat tidak dapat dijadikan subjek dalam kalimat pasif. Perbedaan lain antara


(50)

objek dan pelengkap, yaitu jika dalam kalimat aktif terdapat objek dan pelengkap dibelakang predikat, unsur objek itulah yang akan menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.

Anak itu bermain. S P

Kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak berpelengkap. Kekurangan unsur PEL dalam kalimat itu menyebabkan tidak jelas apa yang dimainkan oleh anak itu. Kalimat tersebut akan menjadi lengkap bila ada penambahan PEL seperti di bawah ini:

Anak itu bermain kelereng.

Hal lain yang perlu diperhatikan ialah, jika dalam kalimat aktif terdapat objek dan pelengkap dibelakang predikat, unsur objek itulah yang akan menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.

Ibu membelikan adik.

S P O

Sekilas, kalimat di atas sudah benar karena sudah tersusun atas unsur sebjek, predikat, dan objek. Sebenarnya, kalimat tersebut masih memiliki kekurangan, yaitu kekurangan unsur pelengkap. Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Apa yang Ibu (S) belikan (P) untuk adik (O)?”. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan menjadi pelengkap kalimat.

Ibu membelikan adik baju baru. S P O PEL

Bila kalimat tersebut dipasifkan, yang menjadi subjek adalah adik, bukan baju baru. Baju baru dalam kalimat pasif tetap sebagai pelengkap. Bentuk pasif dari kalimat tersebut adalah sebagai berikut.


(51)

Adik dibelikan baju baru (oleh ibu).

Baju baru tidak dapat menempati posisi subjek dalam kalimat pasif. Jika baju baru ditempatkan pada posisi subjek, kalimatnya menjadi tidak logis. Perhatikan kalimat berikut.

Baju baru dibelikan adik (oleh ibu).

Tentu saja kalimat di atas tidak benar. Kalimat di atas menunjukkan bahwa

adik-lah yang dibeli oleh ibu. Hal itu tidak mungkin, yang bisa dibeli hanyalah barang, manusia tidak dapat dibeli. Yang dibelikan ibu untuk adik adalah baju baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa baju baru (pelengkap) tidak dapat menempati subjek dalam kalimat pasif.

5) Kekurangan keterangan

Unsur yang tidak menduduki fungsi subjek, predikat, objek, dan pelengkap diperkirakan menduduki fungsi keterangan. Letak unsur keterangan dalam kalimat bebas, dapat di awal, tengah, maupun akhir kalimat. Unsur keterangan dalam kalimat bersifat lentur dan tidak wajib karena bukan merupakan unsur utama pembentuk kalimat. Tugas unsur keterangan dalam kalimat adalah memberikan informasi lebih lanjut tentang sesuatu dalam kalimat tersebut, misalnya tempat, waktu, tujuan, sebab, dan sebagainya. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

Anjing itu mati. S P

Kalimat di atas kekurangan unsur keterangan. Sebenarnya, tanpa unsur keterangan pun kalimat tersebut sudah benar, hanya saja informasi yang diberikan kurang lengkap. Ketidakhadiran unsur KET menyebabkan tidak jelas


(52)

apa yang menyebabkan anjing itu mati. Supaya maksud kalimat itu jelas, perlu ditambahkan kelompok kata yang menjadi KET. Perbaikannya adalah sebagai berikut.

Anjing itu mati karena tertabrak mobil.

b. Kesalahan urutan unsur kalimat

Kesalahan struktur kalimat disebabkan oleh tidak konsistennya penggunaan pola kalimat bahasa Indonesia. Kesalahan urutan unsur kalimat yang biasanya terjadi adalah antara predikat dan objek yang disisipi unsur lain, seperti keterangan. Berikut ini adalah contoh kesalahan urutan fungsi kalimat.

Lembaga itu mengadakan bulan ini bedah buku. S P KET O

Urutan unsur kalimat di atas tidak benar. Predikat dalam kalimat tersebut memiliki hubungan yang erat dengan objek sehingga tidak dapat disisipi unsur lain. Pada kalimat tersebut, di antara P dan O disisipi oleh unsur KET, yaitu

bulan ini. Kalimat tersebut akan menjadi benar apabila diubah menjadi seperti berikut:

Lembaga itu mengadakan bedah buku bulan ini. S P O KET

c. Kalimat yang tidak logis

Menurut Setyawati (2010:92), kalimat yang tidak logis adalah kalimat yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena pembicara atau penulis kurang berhati-hati dalam memilih kata. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.


(53)

Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.

S P

Kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak logis karena tidak mungkin yang sudah selesai mengerjakan soal (S) itulah yang harap dikumpulkan. Yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah hasil pekerjaannya yang dikumpulkan. Perbaikan kalimatnya sebagai berikut.

Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan

pekerjaannya.

Kalimat di atas sudah logis karena yang dikumpulkan bukan yang mengerjakan melainkan hasil pekerjaannya.

d. Kalimat yang ambigu

Kalimat yang ambigu adalah kalimat yang bermakna ganda. Hal itu dapat disebabkan karena intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata ynag bersifat polisemi, dan struktur kalimat yang tidak tepat. Perhatikan contoh kalimat di bawah ini.

Mobil rektor yang baru mahal harganya.

Kalimat di atas memiliki dua penafsiran makna yang berbeda. Pertama, keterangan yang baru merujuk pada nomina yang terakhir, yaitu rektor. Kedua, keterangan itu merujuk pada keseluruhannya, yaitu mobil rektor. Agar tidak menimbulkan salah penafsiran, kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.

(a) Mobil yang baru milik rektor, mahal harganya. (b) Mobil milik rektor yang baru, mahal harganya.


(54)

Sugono (2009: 202—203) menyebutkan bahwa pemaduan dua konsep dalam kalimat dapat melahirkan struktur kalimat yang tidak tegas dan bermakna ganda (ambigu). Dua konsep yang sering dipadukan sehingga menimbulkan kalimat yang bermakna ganda sebagai berikut.

1) Aktif dan pasif

2) Subjek dan keterangan

3) Pengantar kalimat dan predikat

4) Kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat 5) Induk kalimat dan anak kalimat

e. Penggunaan konjungsi yang berlebihan

Penggunaan konjungsi ini biasa terjadi akibat kekurangcermatan pemakai bahasa. Menurut Setyawati (2010:97), hal itu terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat. Dua kaidah berbeda yang biasanya bergabung menjadi satu kalimat, yaitu kaidah kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Hal tersebut ditandai dengan penggunaan dua konjungsi yang seolah-olah merupakan konjungsi korelatif. Perhatikan contoh berikut.

Meskipun hukuman sangat berat, tetapi pencuri itu tidak gentar.

Kalimat di atas menggunakan dua konjungsi, yaitu meskipun dan tetapi. Sekilas, kalimat tersebut merupakan kalimat yang benar dengan menggunakan konjungsi korelatif. Namun, penggunaan kedua konjungsi dalam kalimat tersebut tidak benar karena keduanya merupakan konjungsi dari jenis yang berbeda, yaitu dari


(55)

kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Sebaiknya digunakan satu konjungsi saja. Perbaikannya sebagai berikut.

(a) Meskipun hukuman sangat berat, pencuri itu tidak gentar. (b) Hukuman sangat berat, tetapi pencuri itu tidak gentar.

f. Penggunaan kata tanya yang tidak perlu

Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai penggunaan kata-kata tanya, seperti di mana, yang mana, dari mana yang terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat tanya). Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan karena pengaruh bahasa asing. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.

Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.

Kata tanya yang mana tidak perlu digunakan dalam kalimat tersebut. Bahasa Indonesia sudah memiliki penghubung yang tepat, seperti kata yang. Kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.

Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.

g. Kesalahan pilihan kata

Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai kalimat-kalimat tidak gramatikal yang disebabkan oleh penggunaan kata secara tidak tepat. Penggunaan kata yang tidak tepat dapat mengaburkan makna yang akan disampaikan dan membuat pembaca tidak memahami pesan apa yang ingin disampaikan penulis. Sugono (2009:222) mengatakan bahwa di dalam penyusunan kalimat diperlukan kecermatan dalam memilih kata supaya kalimat


(56)

yang dihasilkan dapat memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik. Berikut dikemukakan contoh penggunaan kata yang tidak tepat.

Sebagian dari kekayaan pengusaha itu diserahkan kepada yayasan yatim piatu.

Penggunaan kata dari dalam kalimat di atas tidak tepat karena dari kata sebagian

pasti merupakan bagian dari sesuatu. Jadi, kata dari dalam kalimat di atas tidak perlu digunakan. Perbaikan kalimatnya adalah sebagai berikut.

Sebagian kekayaan pengusaha itu diserahkan kepada yayasan yatim piatu.

h. Pemborosan kata

Pemborosan kata merupakan penggunaan kata yang mubazir. Menurut Ramlan, dkk. (1992:65), penggunaan bentuk yang mubazir sebenarnya tidak menimbulkan salah tafsir, sehingga informasi yang akan disampaikan kepada pembaca tetap dapat diterima. Namun demikian, penggunaan bentuk mubazir dalam kalimat sebaiknya dihindari untuk tujuan penghematan. Berikut dipaparkan contoh kalimat yang menggunakan bentuk mubazir.

Para siswa-siswa sedang belajar di perpustakaan.

Kemubaziran yang terdapat dalam kalimat di atas adalah pemakaian bentuk jamak para dan siswa-siswa. Agar tidak mengandung kemubaziran atau pemborosan kata, cukup menggunakan salah satu bentuk saja. Kalimat diatas dapat diperbaiki menjadi:

(a) Para siswa sedang belajar di perpustakaan. (b) Siswa-siswa sedang belajar di perpustakaan.


(57)

8. Kriteria Penyusunan Buku Pelajaran

Buku pelajaran adalah bahan/materi pelajaran yang dituangkan secara tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan pegangan belajar dan mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun pelengkap (Suharjono, 2001). Sitepu (2012) menyebutkan bahwa ada yang menganggap buku sekolah atau buku pelajaran dalam arti luas adalah semua buku yang dipakai dalam proses belajar, termasuk lembar kerja siswa/buku tugas (working book), modul, dan buku pelengkap atau pengayaan. Buku sekolah dibagi dalam empat kelompok: (a) buku pelajaran pokok, (b) buku pelajaran pelengkap, (c) buku bacaan, dan (d) buku sumber.

Hakikatnya buku teks pelajaran merupakan penjabaran kurikulum secara operasional. Sitepu ( 2012:27—28) menyebutkan bahwa dalam penjabaran itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan dasar dan menengah, standar nasional pendidikan, standar pendidikan nasional, teori belajar dan membelajarkan, bahasa, ilustrasi, serta hal-hal yang berkaitan dengan desain buku teks pelajaran. Selain itu, perlu diperhatikan pula kurikulum satuan pendidikan terkait dengan buku teks pelajaran yang akan disusun.

Penelitian ini menganalisis kesalahan berbahasa pada buku pelajaran, maka yang dijabarkan di sini hanya kaidah bahasa dalam menyusun buku teks pelajaran. Dalam menulis buku teks pelajaran, penulis harus menggunakan tata bahasa yang baku dari sumber-sumber resmi, seperti Ejaan Baku Bahasa Indonesia serta Pembentukan Istilah dalam Bahasa Indonesia, yang diterbitkan


(58)

oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Bahasa. Sitepu (2012:111) menegaskan bahwa kesalahan pemakaian kaidah bahasa dalam buku teks pelajaran harus dihindari karena siswa menggunakan buku itu sebagai sumber utama dan rujukan dalam belajar dan menganggap isi buku itu luput dari berbagai kesalahan termasuk kesalahan kaidah bahasa. Kaidah bahasa yang perlu diperhatikan, yaitu kelengkapan kalimat, susunan kata, dan penulisan ejaan.

a. Kelengkapan kalimat

Kalimat merupakan rangkaian kata yang menunjukkan pikiran dan bermakna lengkap, setidak-tidaknya memiliki pokok kalimat (subjek) dan sebutan (predikat). Kalimat yang semakin panjang, semakin memerlukan keteraturan dalam penyusunannya. Penggunaan kalimat yang sederhana/pendek atau kompleks/panjang tidak hanya tergantung pada makna yang hendak disampaikan, tetapi juga pada karakteristik sasaran pembacanya. Selain menggunakan kaidah bahasa yang benar, dalam menyusun kalimat perlu pula diperhatikan penggunaan kata ganti atau keterangan yang dapat membuat kalimat bermakna ganda dan membingungkan.

b. Susunan kata

Bahasa Indonesia menggunakan hukum DM (Diterangkan dan Menerangkan) dalam menyusun kata. Artinya, kata yang pertama disebutkan diterangkan oleh kata berikutnya, atau kata yang di belakang menerangkan kata di depannya.


(1)

19. Sedikitnya 40 kepala keluarga di desa tersebut kini tidak bisa ke luar rumah. (hlm. 68)

Kalimat tidak logis Sedikitnya 40 keluarga di desa tersebut kini tidak bisa ke luar rumah.

20. PT Kereta api Indonesia (KAI) saat ini tengah mengkaji rencana penghapusan kereta api kelas ekonomi menjadi kereta api lokal ber-AC. (hlm. 91)

Kalimat ambigu PT Kereta api Indonesia (KAI) saat ini tengah mengkaji rencana penghapusan kereta api kelas ekonomi.

PT Kereta api Indonesia (KAI) saat ini tengah mengkaji rencana pengubahan kereta api kelas ekonomi menjadi kereta api lokal ber-AC. 21. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di

Jakarta, Senin 12 Maret 2007, menegaskan kepada tim Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT). (hlm. 97)

Kekurangan unsur objek

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Senin 12 Maret 2007, menegaskan kepada tim Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (EKKT) tentang pencegahan kecelakaan

transportasi. 22. Negara lain yang memasok minyak bumi ke

seluruh dunia termasuk Indonesia. (hlm. 24)

Kalimat ambigu Indonesia termasuk negara yang memasok minyak bumi ke seluruh dunia.

Indonesia termasuk negara yang mendapatkan pasokan minyak bumi dari negara lain.

23. Rina diharuskan membayar biaya langganan majalah itu selama setahun. (hlm. 60)

Kalimat ambigu Rina harus membayar biaya langganan majalah itu selama setahun.

Rina harus membayar biaya selama setahun langganan majalah itu.

24. Setiap operator transportasi akan diberikan waktu transisi selama enam bulan. (hlm. 92)

Kalimat tidak logis Setiap operator transportasi akan diberi waktu transisi selama enam bulan.

Waktu transisi selama enam bulan diberikan kepada setiap operator transportasi.


(2)

26. Dekat rental yang di prapatan warung bang Rusmar Pak. (hlm. 34)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Tabrakannya terjadi di dekat rental yang di prapatan warung Bang Rusmar, Pak. 27. Seperti mematikan lampu saat tidak

digunakan sehingga menggunakan listrik secara bijak saat memainkan playstation maupun televisi. (hlm. 23)

Kalimat tidak logis Mematikan lampu saat tidak digunakan merupakan contoh penggunaan listrik secara bijak.

28. Sengaja supaya Dina dan Luna mendengar dan kemudian melepas pelukan itu. (hlm. 38)

Kelebihan konjungsi Sengaja supaya Dina dan Luna mendengar, kemudian melepas pelukan itu.

29. Tetapi kita belum mengenalnya karena belum diperbanyak dan diperjualbelikan. (hlm 58)

Kelebihan konjungsi Kita belum mengenalnya karena belum diperbanyak dan diperjualbelikan.

Karena belum diperbanyak dan diperjualbelikan, kita belum mengenalnya

30 Dengan ini kami beritahukan bahwa dalam rangka meningkatkan etika peserta didik, sekolah akan mengadakan Pendidikan dan Latihan tentang etika dalam rangka

memperingati ulang tahun sekolah.(hlm. 120)

Pemborosan kata Dalam rangka memperingati ulang tahun sekolah, akan diadakan pendidikan dan latihan tentang etika untuk meningkatkan etika peserta didik.

31. Memungut sampah sekilas merupakan kegiatan sepele. (hlm. 128)

Kalimat ambigu Memungut sampah sekilas, merupakan kegiatan sepele.

Sekilas, memungut sampah merupakan kegiatan sepele.

Memungut sampah, sekilas, merupakan kegiatan sepele.

32. Apalagi aku bisa sekalian belajar menyanyi. (hlm. 17)

Kekurangan unsur subjek dn predikat

Apalagi, aku bisa sekalian belajar menyanyi. 33. Namun ada hal yang ingin saya tanyakan

sehubungan dengan hobi. (hlm. 8)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Namun, ada hal yang ingin saya tanyakan sehubungan dengan hobi.


(3)

34. Namun si Loreng tidak tahu kalau semut merah itu selamat dan mengadukan perbuatan si Loreng ke Rama Harimau. (hlm. 18)

Pilihan kata Namun, si Loreng tidak tahu kalau semut merah itu selamat dan mengadukan perbuatannya kepada Rama Harimau.

35. Sedangkan latar tempat adalah tempat peristiwa berlangsung. (hlm. 20)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Latar waktu adalah zaman

terjadinya peristiwa, dapat juga waktu penceritaan, sedangkan latar tempat adalah tempat peristiwa berlangsung.

36. Enggak nyambung sama dunia musik ya. (hlm. 17)

Pilihan kata Tidak berhubungan dengan dunia musik, ya. 37. Minyak bumi diambil dengan cara mengebor

lubang pada permukaan bumi, lalu memompanya keluar. (hlm. 24)

Pilihan kata Minyak bumi diambil dengan mengebor lubang permukaan bumi, lalu memompanya keluar. 38. Cara pengeborannya sangat sulit, karena

harus memasang anjungan tinggi yang berdiri di atas kaki panjang sekali menembus

kedalaman laut dengan ombak yang besar. (hlm. 24)

Kekurangan unsur subjek

Cara pengeborannya sangat sulit karena kita harus memasang anjungan tinggi yang berdiri di atas kaki panjang sekali yang menembus kedalaman laut dengan ombak besar.

39. Sedangkan Jupri tidak perlu dijahit karena luka di kaki dan lututnya ringan. (hlm 35)

Kelebihan konjungsi Jupri tidak perlu dijahit karena luka di kaki dan lututnya ringan.

40. Sekarang saja, katanya persediaan BBM di perut bumi sudah tinggal sedikit. (hlm. 57)

Pilihan kata Sekarang saja, persediaan BBM di perut bumi sudah tinggal sedikit.

41. Sementara itu sejumlah desa di Kecamatan Selo, Boyolali, juga terkena imbas. (70)

Kekurangan unsur pelengkap

Sementara itu, sejumlah desa di Kecamatan Selo, Boyolali, juga terkena imbas letusan Merapi. 42. Tetapi alat ini sangat sederhana dan tidak

mahal. (hlm. 58)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Akan tetapi, alat ini sangat sederhana dan tidak mahal.

43. Yang kedua yang lebih dahsyat terjadi pukul 06.52 mengarah ke barat (arah Magelang dan

Kekurangan unsur subjek

Yang kedua lebih dahsyat, gempa terjadi pukul 06.52 mengarah ke barat (arah Magelang dan


(4)

44. “Semua transportasi udara, laut, dan kereta api itu sudah mengalami umur yang cukup tua,” kata Kalla dalam keterangan persnya seusai meninjau Stasiun Kereta Api Kroya, Cilacap, Jawa Tengah. (hlm. 92)

Kalimat tidak logis “Semua transportasi udara, laut, dan kereta api itu sudah berumur cukup tua,” kata Kalla dalam keterangan persnya seusai meninjau Stasiun Kereta Api Kroya, Cilacap, Jawa Tengah.

45. Sedangkan

surat niaga berisi masalah bisnis atau perniagaan. (hlm. 93)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Surat resmi berisi masalah kedinasan, sedangkan surat niaga berisi masalah bisnis atau perniagaan. 46. Namun mereka semua menggeleng. (hlm.

130)

Kekurangan unsur subjek dan predikat

Namun, mereka semua menggeleng. 47. Sehubungan dengan hal tersebut, kami

mohon dukungan Bapak/Ibu wali murid. (hlm. 120)

Kekurangan unsur pelengkap

Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon dukungan Bapak/Ibu wali murid untuk mengizinkan anak-anak mengikuti acara tersebut.

48. Meskipun cuma diperlukan 10% dalam gasohol, tetapi kalau jumlahnya banyak, alkohol singkong ini akan sangat membantu menghemat penggunaan BBM. (hlm. 59)

Kelebihan konjungsi Meskipun cuma diperlukan 10% dalam gasohol, alkohol singkong dalam jumlah banyak akan sangat membantu menghemat penggunaan BBM.

Cuma diperlukan 10% dalam gasohol, tetapi kalau jumlahnya banyak, alkohol singkong ini akan sangat membantu menghemat penggunaan BBM. 49. Saat ini tercatat 48 orang dirawat, 40 di

antaranya pasien berusia anak-anak (hlm. 126)

Pemborosan kata Saat ini tercatat 48 orang dirawat, 40 di antaranya anak-anak.

50. Saat ini tengah mempersiapkan beberapa perangkat pendukungnya, seperti halte. (hlm. 88)

Kekurangan unsur subjek

Saat ini, pemerintah tengah mempersiapkan beberapa perangkat pendukungnya, seperti halte. Saat ini, tengah dipersiapkan beberapa perangkat pendukungnya, seperti halte.


(5)

51. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan membuka jalur transportasi air yang berada di kawasan Kali Ciliwung dan Banjir Kanal Barat. (hlm. 88)

Kalimat tidak logis Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan membuka jalur transportasi air di kawasan Kali Ciliwung dan Banjir Kanal Barat.

52. Angin ribut bisa terjadi karena pertumbuhan awan kuat dalam waktu yang singkat. (hlm. 69)

Kalimat ambigu Angin ribut bisa terjadi karena pertumbuhan awan yang kuat dalam waktu singkat.

Angin ribut bisa terjadi karena pertumbuhan awannya kuat dalam waktu yang singkat. 53. Biogas itu bila ditampung dalam wadah yang

ditutup, kemudian dibuatkan saluran yang menghubungkan ke kompor, maka biogas itu bisa digunakan untuk menyalakan kompor. (hlm. 58)

Kelebihan konjungsi Bila biogas itu ditampung dalam wadah yang tertutup, dibuatkan saluran yang

menghubungkannya ke kompor, biogas itu bisa digunakan untuk menyalakan kompor.

54. Meskipun cuma diperlukan 10% dalam gasohol, tetapi kalau jumlahnya banyak, alkohol singkong ini akan sangat membantu menghemat penggunaan BBM. (hlm. 59)

Pilihan kata Meskipun hanya diperlukan 10% dalam gasohol, alkohol singkong dalam jumlah banyak akan sangat membantu menghemat penggunaan BBM.

55. Karena Einstein yang terkenal tidak akan dapat memberi jawaban ilmiah atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam buku ini karena telah meninggal dunia. (hlm. 104)

Kelebihan konjungsi Einstein yang terkenal tidak akan dapat memberi jawaban ilmiah atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam buku ini karena telah meninggal dunia.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Binedigta Yuni Puji Lestari lahir di Kulon Progo, 9 Juni 1990. Pendidikan dasar di tempuh di SD Negeri Balong 1 tahun 1996—2002. Pada tahun 2002—2005, melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Samigaluh. Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA Negeri 1 Kalibawang tahun 2005—2008.

Seusai menempuh jenjang pendidikan menengah atas, tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, angkatan 2008. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI.