PENERAPAN PENGENDALIAN INTERNAL DALAM USAHA KECIL MENENGAH (Studi Kasus Pada UD. Prima Tani-Situbondo).
SKRIPSI
Oleh :
Gandhy Putra Pratama
0713010219/FE/AK
KEPADA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
i
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan kepada peneliti sehingga skripsi yang berjudul “PENERAPAN PENGENDALIAN INTERNAL DALAM USAHA KECIL MENENGAH (studi kasus pada UD. Prima Tani-Situbondo)”, dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah member bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spiritual maupun materiil, khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi. selaku Ka. Progdi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
(3)
ii
5. Ibu Dra. Siti Sundari, MSi., selaku Dosen Wali peneliti selama kuliah.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
7. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Candra Sanjaya sebagai pemilik serta seluruh karyawan yang ada di UD. Prima Tani-Situbondo yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu terlaksananya penelitian ini,
8. Terima Kasih kepada Ayah dan Mama yang dengan ikhlas memberikan doa dan semangat agar peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
9. Kepada teman-teman Riscka, Vivi, Atta, Ribut, Daniel yang telah memberikan semangat serta masukan yang berharga bagi peneliti.
Peneliti menyadari bahwa apa yang telah disusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
(4)
iii
(5)
iii
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
ABSTRAKSI ... viii
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Fokus Penelitian ... 11
1.3 Perumusan Masalah ... 12
1.4 Tujuan Penelitian ... 12
1.5 Manfaat Penelitian ... 12
II. Tinjauan Pustaka 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu... 16
2.2 Landasan Teori... 21
2.2.1 Pengendalian Intern... 21
2.2.1.1 Pengertian Pengendalian Intern... 21
2.2.1.2 Tujuan Pengendalian Intern ... 22
2.2.1.3 Elemen Pengedalian Intern ... 23
(6)
iv
3.1 Jenis Penelitian... 31
3.2 Ketertarikan Penelitian... 32
3.3 Lokasi Penelitian... 33
3.4 Instrumen Penelitian ... 33
3.5 Sumber Data... 34
3.6 Penentuan Informan ... 34
3.7 Teknik Pengumpulan Data... 35
3.8 Analisis Data ... 36
3.9 Pengujian Kredibilitas Data ... 37
IV. Deskripsi Objek Penelitian 4.1. Pendahuluan ... 39
4.2. Sejarah Pertanian... 40
4.3. Perkembangan Pertanian... 43
4.4 Permasalahan Yang Terjadi ... 44
V. Hasil Penelitian Dan Pembahasan 5.1. Pemahaman Pengusaha Tentang Pengendalian Internal ... 46
5.2. Pengendalian Internal Sebagai Alat Melindungi Kekayaan Perusahaan 47 5.3. Pencatatan Transaksi Penjulan... 48
(7)
v
5.7. Pengecekan Kembali Atas Transaksi Yang Terjadi... 53 5.8. Yang Dilakukan Saat Terjadi Kesalahan Pencatatan ... 54 5.9. Keterbatasan Penelitian... 56
VI. Kesimpulan Dan Saran
6.1. Kesimpulan ... 57 6.2. Saran... 59 Daftar Pustaka
(8)
vi
(9)
vii
Lampiran II Surat Pernyataan Dari Pemilik UD. Prima Tani-Situbondo
Lampiran III Tabel Desain Studi
Lampiran IV Transkrip Wawancara
Lampiran V Daftar dokumentasi foto lapangan peneliti
(10)
viii
Gandhy Putra Pratama Abstrak
Indonesia adalah negara agraris dengan budaya pertanian yang sudah ada sejak jaman dahulu, dengan didukung kekayaan alam yang melimpah dan tanah yang subur mengakibatkan semua tanaman dapat tumbuh ditanah Indonesia, dalam melakukan usaha pertanian tidak dapat dilepaskan dari obat-obatan pertanian yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan tanaman yang sedang ditanam oleh petani.
Dari penjelasan diatas maka usaha perdagangan sarana produksi pertanian sangat menguntungkan, selain dari banyaknya lahan pertanian terutama di daerah selain itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan dapat dikatakan sangat besar terutama pada saat musim tanam maka kebutuhan akan obat-obatan pertanian akan meningkat secara tajam, biasanya yang melakukan penjualan langsung pada petani adalah unit-unit usaha bersekala kecil dan menengah, walaupun sekala usaha yang tidak terlalu besar tapi ada beberapa unit usaha yang memiliki omset ratusan juta tapi dengan pengelolaan managemen yang jauh dari kata layak.
Dalam setiap usaha yang memiliki karyawan harus ada pengendalian internal yang memadai untuk menjamin keamanan kekayaan yang dimiliki perusahaan atau unit usaha, tapi hal ini sering sekali terabaikan oleh pemilik usaha yang bersekala kecil atau menengah, padahal mereka memiliki cita-cita untuk mengembangkan usahanya sebesar mungkin, dengan pengelolaan managemen yang seperti peneliti temukan akan sangat sulit untuk mengembangkan usahanya sesuai dengan yang diharapkan, dengan dilakukannya penelitian ini diharpkan menimbulkan kesadaran pada pemilik usaha untuk lebih membenahi sistem pengendalian internal yang ada pada usahanya untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja unit usaha selain itu untuk meningkatkan pendapatan yang diperoleh unit usaha.
(11)
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Perekonomian 2011 akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik, dengan melihat kondisi ini maka akan banyak bermunculan peluang usaha baru yang akan menandai kebangkitan pasar local, dengan syarat kreatif memanfaatkan kesempatan yang ada. Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai peranan yang penting bagi Indonesia. Pemerintah juga tidak menyampingkan peran UKM sebagai salah satu penggerak kegiatan ekonomi di Indonesia. Sebaliknya, pemerintah harus turut berperan serta dalam memberdayakan UKM di antaranya dengan menciptakan kebijakan yang berpihak pada UKM.
Usaha pemerintah dalam memberdayakan UKM sebagai pondasi perekonomian Indonesia sudah sepantasnya tidak hanya dikonsentrasikan di pulau Jawa, tapi selayaknya juga menumbuh kembangkan UKM di luar Jawa. Hal ini sangatlah penting untuk mengurangi ketimpangan ekonomi antar propinsi.
Beberapa penelitian tentang ketimpangan ekonomi daerah di Indonesia menunjukkan adanya tendensi peningkatan disperitas yang terus menerus sejak awal dekade 1970-an sampai 1997 (Syafrizal dalam Kuncoro dan Supomo, 2003).
Lincolin (1999) yang dikutip Wisnu Adi Hidayat mengatakan UMKM, merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan Pembangunan Nasional pada umumnya dan tujuan Pembangunan Ekonomi pada
(12)
khususnya. Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat, dapat berperan dalam proses pemerataan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kenyataan menunjukkan bahwa UMKM masih belum dapat mewujudkan kemampuan dan perannya secara optimal dalam perekonomian nasional, hal ini disebabkan UMKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang berisfat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia dan teknologi, serta iklim usaha yang belum mendukung bagi perkembangnya (Akyuwen, 2005 yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat).
Lebih lanjut dikatakan (Akyuwen 2005 yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat) , secara spesifik setidaknya terdapat 3 (tiga) permasalahan internal yang dihadapi UMKM yaitu: (1) terbatasnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama permodalan; (2) rendahnya kemampuan SDM dan(3) kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal dalam penyediaan fasilitas bagi kegiatan ekonomi rakyat.
Permasalahan eksternal terdapat 7 (tujuh) permasalahan yaitu: (1) terbatasnya pengakuan dan jaminan keberadaan UMKM; (2) alokasi kredit sebagai aspek pembiayaan masih sangat timpang, baik antar golongan, antar wilayah dan antar desa-kota; (3) sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri sebagai produk fashion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek; (4) rendahnya
(13)
nilai komoditi yang dihasilkan; (5) terbatasnya akses pasar; (6) terdapatnya pungutan-pungutan siluman yang tidak proporsional; (7) munculnya krisis ekonomi dengan berbagai implikasinya, serta harapan untuk diterima di dunia kerja tentunya tidaklah keliru, namun tidak dipungkiri kesempatan kerja pun sangat terbatas dan tidak sebanding dengan lulusan lembaga pendidikan baik dasar, menengah, maupun pendidikan tinggi. Oleh sebab itu semua pihak harus berpikir dan mewujudkan karya nyata dalam mengatasi kesenjangan anatara lapangan kerja dengan lulusan institusi pendidikan.
Indonesia sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat besar, dan dengan budaya agraris yang sangat kental dapat digunakan sebagai kekuatan dalam membangun negara, kita tidak perlu bergantung pada negara lain jika sumber daya yang kita miliki dapat dikelola dengan maksimal, pemerintah diharapkan tidak hanya berpangku tangan dalam melihat permasalahan yang dihadapi masyarakat, terutama petani. Karena Indonesia dianugrahi tanah yang subur, hal ini dapat menjadi keuntungan untuk memajukan Indonesia.
Kesenjangan ini merupakan penyebab utama peningkatan angka penganguran, sedangkan pengangguran adalah salah satu permasalahan pembangunan yang sangat kritis terutama di negara Indonesia terutama di daerah-daerah pelosok di Indonesia. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mengembangkan UKM sebagai salah satu alat atau cara yang digunakan untuk mengatasi atau mengurangi pengangguran, yaitu dengan pengembangan
(14)
keterampilan menjadi usaha mandiri, yang akan mendatangkan berkah bagi orang lain yang direkrut menjadi karyawan atau buruh pada usaha yang dirintisnya.
Pemerintah juga menyelenggarakan kegiatan untuk melatih kewirausahaan masyarakat, PKMP mandiri adalah salah satu contoh sebagai sarana untuk melatih warga Indonesia agar dapat menciptakan lapangan kerja sendiri, dengan cara diberi modal pinjaman agar dapat mempunyai usaha sendiri sehingga secara tidak langsung mendidik masyarakat untuk menjadi wirausahawan. Menjadi wiraushawan sangat diperlukan, tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri, tetapi juga untuk mengabdi pada bangsa dan negara dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting kontribusinya dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan harga konstan 1993, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tahun 1998 mencapai 17,20 persen.
Terjadinya krisis ekonomi, hanya sektor pertanian dan industri pengolahan migas yang menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif yaitu masing-masing sebesar 0,22 persen dan 1,84 persen.
Dilain pihak sektor lainnya seperti industri pertambangan dan penggalian, pengolahan non migas, pembangunan, jasa (perdagangan – restoran – hotel, transportasi – komunikasi), pembangunan, keuangan – kepemilikan – bisnis jasa menunjukkan pertumbuhan yang negatif.
Perkembangan ekonomi pada pertengahan tahun 1980-an dengan orientasi pembangunan industri ekspor non migas telah mempengaruhi struktur pekerjaan
(15)
dan pola mobilitas penduduk. Jumlah penduduk aktif ekonomis meningkat setiap waktu searah dengan pertumbuhan populasi, khususnya golongan penduduk usia kerja.
Secara nasional selama tahun 1995-1998, persentase penduduk bekerja terhadap penduduk aktif ekonomis menunjukkan peningkatan dari 92,76 persen menjadi 94,54 persen, begitu pula untuk Jawa dan Luar Jawa masing-masing menunjukkan peningkatan sebesar 1,32 persen dan 2,44 persen. Hal yang sebaliknya terjadi pada persentase penduduk tidak bekerja terhadap penduduk aktif ekonomis menunjukkan penurunan sebesar 1,78 persen (nasional) yang terdiri dari penurunan sebesar 1,32 persen (Jawa) dan 2,44, persen (Luar Jawa).
Sarana produksi pertanian (saprotan) merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mendukung perkembangan atau kemajuan pertanian terutama untuk mencapai tujuan terciptanya ketahanan pangan. Pupuk dan pestisida (obat-obatan pertanian) adalah sarana produksi pertanian utama yang paling banyak diperlukan petani dalam kegiatan pertanian. Pupuk dalam hal ini terdiri dari pupuk organik (kompos, kotoran hewan, kasting, dan pupuk hijau) dan pupuk anorganik (urea, ZA, TSP, SP36 dan KCL). Sedangkan pestisida meliputi, herbisida, insektisida, fungisida, dan lainnya. Dengan semakin berkembangnya dan semakin majunya sistem pertanian di Indonesia, kombinasi yang tepat dari penggunaan sarana produksi pertanian, khususnya pupuk dan pestisida merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, sehingga permintaan sarana produksi pertanian (saprotan) yang terus meningkat dapat dipenuhi dengan terpenuhinya
(16)
prinsip enam Tepat yaitu, tepat jumlah/dosis, tepat jenis, tepat harga, tepat mutu/kualitas, tepat waktu aplikasinya, dan tepat tempatnya (pupuk tersedia di kios saprotan).
Dihapuskannya subsidi dan dibebaskannya tataniaga pupuk pada 1 Desember 1998, menyebabkan selain harga pupuk makro utama (urea, SP-36, ZA, dan KCL) menjadi mahal, ketersediaan pupuk terutama jenis SP-36 dan KCL yang berasal dari impor menjadi langka. Seringkali jumlah yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah yang diminta /diharapkan, sehingga petani sebagai pelaku utama dari pertanian menjadi kesulitan untuk mencari pupuk. Akibatnya, kegiatan pertanian menjadi terganggu dan hasil produksi pun menjadi tidak optimal, terlebih lagi para petani saat ini sangat tergantung pada pupuk dalam meningkatkan hasil produksinya, terutama sejak diterapkannya panca usaha tani setelah terjadinya Revolusi Hijau pada tahun 1970-an.
Seringkali pada awal musim tanam, dimana petani sangat membutuhkan saprotan, toko/kios saprotan tidak mampu melayani petani, baik karena jumlahnya yang kurang dari yang diperlukan, ataupun karena tidak mampu menyediakan saprotan sama sekali. Masalah lainnya yang sering dirasakan para pemilik/pengelola toko/kios saprotan adalah dalam hal pembayaran. Petani biasanya melakukan pembayaran setelah panen selesai sehingga perlu waktu “tunggu”, padahal di sisi lain toko/kios saprotan juga memerlukan dana tunai untuk membeli barang untuk penjualan berikutnya bahkan apabila memungkinkan, dapat membeli barang untuk stok, hal ini seringkali menjadi
(17)
masalah karena modal yang dimiliki para pemilik/pengelola toko/kios saprotan sangat terbatas.
Selain hal di atas, masalah lain yang sering terjadi adalah jumlah yang tertulis di kemasan tidak sesuai dengan jumlah yang sebenarnya, apabila hal itu terjadi, kerugian ada di pihak toko/kios saprotan, padahal keuntungan yang diperoleh toko/kios saprotan yang berfungsi sebagai pengecer relatif sangat kecil dibandingkan pedagang yang lebih besar (distributor/sub distributor), begitu pula dengan kemasan yang seringkali sudah rusak dan usang. Tidak sesuainya jumlah yang ada di kemasan dan kemasan yang rusak dan usang, merupakan hal yang sulit terkontrol, hal tersebut dapat terjadi apabila pembelian dilakukan melalui pesanan, terutama pesanan dalam jumlah relatif besar.
Uraian di atas terlihat bahwa toko/kios saprotan merupakan lembaga yang sangat penting yang berhubungan langsung dengan petani dalam hal penyediaan sarana produksi pertanian (saprotan), dengan kata lain, toko/kios saprotan berperan sebagai “agent of development” dalam menunjang keberhasilan pembangunan pertanian, oleh karena itu perlu diketahui bagaimana karakteristik industri toko/kios saprotan baik skala kecil maupun menengah, dikaji dari aspek teknis dan aspek pasar yang meliputi pembelian dan penjualan saprotan, aspek finansial, prospek dan tingkat resiko yang dihadapi industri toko/kios saprotan tersebut. (google.com/Peluang Usaha Perdagangan Sarana Produksi Pertanian (saprotan)).
(18)
Pelaksanaan usaha pertanian, selain petani memerlukan pupuk sebagai penunjang usahanya, petani juga memerlukan obat-obatan pertanian yang terdiri dari insektisida, herbisida, fungisida dan lain sebagainya, sebagai penunjang agar tanaman yang mereka tanam tumbuh sesuai dengan yang mereka harapkan, yang menyediakan obat-obatan ini biasanya toko kecil yang laporan akuntansinya tidak lengkap, atau bahkan ada yang tidak memiliki laporan keuangan sama sekali.
Salah satu manajer klinik usaha dan koperasi Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI), (Idrus, 2000 dalam Pinasti, 2007), menyatakan bahwa para pengusaha kecil tidak memiliki pencatatan dan pembukuan bagi kelangsungan usahanya., pengusaha kecil memandang bahwa proses akuntansi tidak terlalu penting untuk diterapkan.
Selain itu para pengusaha belum memiliki atau memahami tentang pentingnya pengendalian intern, banyak dari mereka yang masih berpikiran sebagai pedagang bukan sebagai manjer yang harus mengontrol para karyawan untuk kelangsungan usahanya. Menurut (Mulyadi yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat), menyebutkan bahwa sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.
Pengendalian internal ialah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personil satuan usaha lainnya, yang dirancang untuk mendapat keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam hal-hal berikut:
(19)
keandalan pelaporan keuangan, kesesuaian dengan undang-undang, dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi.
Pengendalian Internal meliputi rencana organisasi dan metode serta kebijaksanaan yang terkoordinir dalam suatu perusahaan untuk mengamankan harta kekayaan, menguji ketepatan dan sampai seberapa jauh data akuntansi dapat dipercayai, menggalakkan efisiensi usaha dan dapat mendorong ditaatinya kebijaksanaan pimpinan yang telah digaris bawahi. (Zaki, 1998: 97)
Pengertian sistem pengendalian internal menurut AICPA ( American Institute of Certified Public Accountants ) yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat menyebutkan, sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian, dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah diterapkan.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa pengendalian internal adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur dan tidak terbatas pada metode pengendalian yang dianut oleh bagian akuntansi dan keuangan, tetapi meliputi pengendalian anggaran, biaya standar, program pelatihan pegawai dan staf pemeriksa intern.
Alasan perusahaan untuk menerapkan sistem pengendalian internal adalah untuk membantu pimpinan agar perusahaan dapat mencapai tujuan dengan efisien. Tujuan pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam
(20)
pencapaian tiga golongan tujuan: keandalan informasi keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, efektifitas dan efisiensi operasi.
Usaha dalam sarana produksi pertanian akan sangat cepat berkembang, oleh karena itu pengusaha diharapkan untuk dapat meningkatkan kinerja para karyawannya. Yang nantinya akan ikut menentukan kecepatan perkembangan usaha yang telah dirintis.
Perekonomian Indonesia dihadapkan kepada krisis yang multi dimensi, industri kecil dan UKM tetap bertahan dan mampu berperan untuk melaksanakan fungsinya baik dalam memproduksi barang dan jasa ditengah kondisi usaha besar (konglomerat) tidak mampu mempertahankan eksistensinya, sehingga dikenal ketika itu industri kecil dan UKM ”tahan banting” (Ranto, 2007)
Ada beberapa UKM yang sudah memiliki usaha yang sangat maju, sehingga memiliki beberapa karyawan dan struktur organisasi yang hampir lengkap seperti perusahaan-perusahaan besar. Tapi masih banyak kekurangan dalam pengendalian internal yang ada dalam UD. Prima Tani. Salah satu nya adalah tidak adanya pemisahan yang jelas antara bagian gudang dengan bagian pencatatan sehingga sering terjadi ketidak cocokan data di dalam UKM. Sebagai contoh pada saat ada pelanggan yang mengembalikan barang yang tidak sesuai dengan pesanan maka nota awal tidak diambil kembali, tapi dibuatkan nota baru sehingga dapat terjadi dobel pencatatan. Dan karena tidak adanya stok persediaan barang yang ada digudang, unit usaha ini sering mengecewakan pelanggan karena barang yang dipesan sering tidak sesuai dengan yang diharapkan.
(21)
Selain hal-hal yang ada diatas, beberapa produk yang ada pada unit UD. Prima Tani memiliki harga di atas 100 ribu rupiah dan ukuran produk yang kecil, sehingga mempermudah terjadinya pencurian atau barang hilang, bila tidak ada pengendalian internal yang cukup baik dikhawatirkan akan terjadi kerugian yang dialami oleh UD. Prima Tani.
1.2. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, hal-hal yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pemahaman mengenai pengendalian internal yang ada di toko sarana pertanian UD. PRIMA TANI
2. Memahami bagaimana pengendalian internal untuk penjualan di toko UD. PRIMA TANI
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan. Maka perumusan masalah yang dapat dibuat, yaitu : Bagaimana penerapan pengendalian internal atas penjualan dalam usaha kecil menengah pada UD. Prima Tani ?
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pengendalian internal atas penjualan pada usaha kecil menengah di toko sarana produksi pertanian UD. PRIMA TANI
(22)
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan : 1. Bagi Usaha Kecil Menengah
Penerapan pengendalian internal yang baik, maka akan bermanfaat untuk mendatangkan keuntungan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang ditawarkan, dan diharapkan pengelola dapat mengelola unit usaha menjadi lebih profesional.
2. Bagi Universitas
Memperbanyak kasanah ilmiah pada perpustakaan UPN ”VETERAN” JATIM sehingga dapat digunakan sebagai referensi bagi mahasiswa lain yang sedang melakukan penelitian dengan topik yang sama.
3. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan pemahaman masyarakat, terutama para pemilik usaha tentang pentingnya pengendalian internal di UKM serta meningkatkan semangat kewirausahaan di masyarakat.
(23)
13
2.1. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Dalam menunjang penelitian ini, maka didukung oleh penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :
1. Lia Rosliana(2007) a) Judul :
“Sistem Pengendalian Internal Atas Penjualan Kredit Pada PT Sapukurata Kharisma”
b) Tujuan :
1. Menganalisis sistem pengendalian internal sudah berjalan dengan baik. 2. Mengevaluasi pencatatan akuntansi penjualan kredit apakah telah
sesuai dengan standar akuntansi,
3. Mengevaluasi apakah penerapan sistem penjualan kredit yang telah diterapkan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemasaran c) Kesimpulan :
Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan skripsi adalah bahwa sistem pengendalian internal atas penjualan kredit pada PT Sapukurata Kharisma sudah berjalan dengan baik karena seluruh unsur sistem pengendalian internal atas penjualan kredit telah ditetapkan dengan baik. Dengan demikian sebaiknya manajemen perusahaan selalu bersikap mawas diri dan bertindak antisipatif terhadap berbagai kemungkinan yang
(24)
kiranya dapat menghambat aktivitas usaha PT Sapukurata Kharisma dengan lebih memahami secara mendalam berbagai kondisi internal dan eksternal perusahaan agar tujuan umum dan tujuan khusus perusahaan selalu dapat tercapai.
2. Bambang Indarto (2010) a) Judul :
“Evaluasi Sistem Penjualan Kredit PT. Total Mandiri Farma Semarang” b) Tujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah sistem penjualan kredit pada PT. Total Mandiri Farma Semarang yang telah dilaksanakan selama ini telah dilaksanakan secara memadai atau belum. c) Kesimpulan :
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil evaluasi bahwa struktur pengendalian intern pada aktivitas penjualan kredit pada PT. Total Mandiri Farma Semarang masih terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki dalam sistem pengendalian internnya dan setelah dilakukan pengujian pengendalian menggunakan metode Fixed-Sample-Size-Attribbute Sampling didapat hasil pemeriksaan bahwa AUPL sebesar 6% dengan DUPL sebesar 5%, berarti AUPL>DUPL sehingga dapat disimpulkan bahwa struktur pengendalian intern PT. Total Mandiri Farma dikatakan tidak efektif.
(25)
3. Rahima Br.Purba
.
(2005) Judul :“Analisis Pengendalian Intern Atas Penjualan Pada Pt. Coca Cola Bottling Indonesia-Medan”.
a) Tujuan :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat pengendalian intern atas penjualan pada PT. Coca Cola Bottling Indonesia-Medan
b) Kesimpulan :
Penulis menyarankan agar perusahaan untuk lebih menyempurnakan pengendalian intern pada perusahaan tersebut khususnya pada bagian penjualan sebaiknya pihak manajemen terus mengadakan pelatihan dan pendidikan terutama dalam hal yang berkaitan dengan teknologi informasi agar tiap karyawan dapat lebih profesional dalam menjalankan tugasnya Juga diharapkan kepada para salesman agar dapat terus memberikan informasi-informasi yang akurat tentang perkembangan produk di pasar baik produk saingan (kompetitor) maupun produk sendiri kepada manajer, demi tercapainya tujuan perusahaan. Serta Pihak manajemen khususnya manajer penjualan sebaiknya mengadakan pertemuan dengan para pelanggan secara berkala untuk memperoleh pendapat secara langsung yang berkaitan dengan kinerja penjualan dari PT. Coca Cola Bottling
(26)
4. Rakhmawati Budhihastuti (2006) a) Judul :
“Sistem Pengendalian Intern Atas Penjualan Dan Penerimaan Kas Di PT. Pantjamitra Ichigojaya”
b) Tujuan :
Meneliti sistem pengendalian internal atas penjualan dan penerimaan kas di PT. Pantjamitra Ichigojaya telah berjalan dengan baik.
c) Kesimpulan :
Dari hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Jika dilihat dari struktur organisasi perusahaan dimana memuat alur wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing bagian, struktur organisasinya sudah bagus. (2) Dari hasil analisis dan pembahasan tentang penjualan dan penerimaan kas PT. Pantjamitra Ichigodjaya Malang selama periode 1998 sampai dengan 2002, menyebutkan bahwa penjualan dari tahun 1998 ke tahun 1999 mengalami penurunan. (3) Bahwa investor adalah bukan sebagai penghalang dalam peningkatan pendapatan kas perusahaan bahkan merupakan gambaran masa depan dalam pengembangan perusahaan. (4) Untuk meningkatkan pendistribusian yang lebih cepat, hendaknya pihak perusahaan membuka factory outlet-factory outlet dimana kota Malang sebagai kota pelajar yang mana mereka sangat mengikuti perkembangan dunia fashion.
(27)
5. Sembiring, Maria Ekaristi (2010) a) Judul :
“Penerapan Pengendalian Intern Piutang Yang Digunakan Pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan”
b) ujuan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pengendalian intern piutang yang digunakan pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan telah dilaksanakan dengan baik guna meminimalkan kerugian dan memberikan informasi akurat bagi manajemen perusahaan
c) Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan pengendalian intern atas piutang pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan sudah cukup baik dan memadai. Adanya prosedur penjualan kredit, kebijakan pemberian kredit dan perusahaan ini telah menerapkan unsur – unsur pengendalian intern atas piutangnya, hal ini dapat dilihat adanya pemisahan tugas system wewenang dan praktek – praktek yang sehat.
(28)
2.2. Landasan Teori
2.2.1.Pengendalian Internal
2.2.1.1. Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Baridwan (1991:13) pengendalian internal mempunyai arti sempit dan luas, dalam arti sempit, pengendalian internal merupakan pengecekan, penjumlahan baik penjumlahan mendatar (cross footing) maupun penjumlahan menurun (footing).
Dalam arti luas, pengendalian internal tidak hanya meliputi pekerjaan pengecekan tapi meliputi semua alat-alat yang digunakan manajeman untuk melakukan pengendalian.
Adapun pengertian pengendalian internal menurut Amir Abadi Yusuf (1997:258) Adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk memberikan manajeman keyakinan memadai bahwa tujuan dan sasaran yang penting bagi satuan usaha dapt dicapai. Pengertian pengendalian internal menurut The Commite Of Sponsoring Organization (COSO) yang dikutip oleh Bodnar dan Hopwood (2001:182) adalah sebagai berikut :
Internal Control is process effected by an entity’s board of director, management and other personal disagned to proved reasonable assurance regarding achiement of objectivies in the following categories :
a. Reability of financial reporting
b. Effectivenees and efficiency of operation, and c. Compliance with applicable laws and regulation
(29)
Definisi tersebut dapat diketahui bahwa pengendalian internal memiliki peran yang sangat penting dalam aktivitas usaha. Diantaranya peran pengendalian internal tersbut adalah memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan yang penting bagi satuan usaha dapat dicapai, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, memajukan efisiensi dalam operasi serta membantu menjaga agar tidak ada yang menyimpang dari kebijakan manajeman yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2.2.1.2. Tujuan pengendalian internal
Menurut Alvin dan Leobecke (1986:284), ada tujuh macam tujuan Pengendalian Internal yang harus digunakan untuk mencegah setiap kesalahan dan memberikan kepastian meyakinkan bahwa :
a. Setiap transaksi yang yang dicatat adalah sah (validitas) b. Setiap transaksi diotorisasi dengan tepat (otorisasi) c. Setiap transaksi dinilai dengan tepat (penilaian)
d. Setiap transaksi yang dapat diklasifikasikan dengan tepat (klasifikasi) e. Setiap transaksi dicatat pada waktu yang tepat (ketepatan waktu) f. Setiap transaksi dicatat (kelengkapan)
g. Setiap transaksi diikhtisarkan dengan benar (posting dan ikhtisar).
Selain tujuan di atas, pengendalian internal juga mempunyai beberapa kegunaan bagi perusahaan yaitu untuk :
(30)
a. Mengetahui apakah data telah dikumpulkan, dicatat dan dilaporkan dengan benar.
b. Mengetahui apakah transaksi yang telah dilakukan telah disetujui dan ditandan tangani oleh pihak yang berwenang.
c. Menghindari adanya kesalahan dan kecurangan.
2.2.1.3. Elemen-elemen Pengendalian Intern
Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO) memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Resiko (Risk Assesment), Prosedur Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta Informasi dan Komunikasi (Information and Communication). (Wikipedia.com/pengertian-pengendalian-internal)
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain.
(31)
Filosofi dan Gaya Operasional Manajemen
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi perusahaan dan karyawannya. (menggambarkan apa yang seharusnya dikerjakan dan yang tidak dikerjakan)
Gaya Operasional mencerminkan ide manajer tentang bagaimana kegiatan operasi suatu perusahaan harus dikerjakan (Filosofi perusahaan dikomunikasikan melalui gaya operasi manajemen)
Struktur Organisasi
Salah satu elemen kunci dalam lingkungan pengendalian adalah struktur organisasi. Struktur Organisasi menunjukkan pola wewenang dan tanggung jawab yang ada dalam suatu perusahaan. (Desentralisasi maupun sentralisasi)
Metode Pendelegasian Wewenang Dan Tanggung Jawab
Metode pendelegasian wewenang dan tanggung jawab mempunyai pengaruh yang penting dalam lingkungan pengendalian. Biasanya metode ini tercermin dalam suatu bagan organisasi.
Metode Pengendalian Manajemen
Lingkungan pengendalian juga dipengaruhi oleh metode pengendalian manajemen. Metode ini meliputi pengawasan yang efektif (melalui peranggaran), laporan pertanggung jawaban dan audit internal.
(32)
Kebijakkan dan praktik kepegawaian
Kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan perekrutan, pelatihan, evaluasi, penggajian dan promosi pegawai, mempunyai pengaruh yang penting dalam mencapai tujuan perusahaan sebagaimana juga dilakukan dalam meminimumkan resiko.
Pengaruh Eksternal
Organisasi harus mematuhi aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun pihak yang mempunyai juridiksi atas organisasi. Hal tersebut sangat berpengaruh pada pengendalian intern perusahaan.
2. Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.
3. Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:
Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib. Pelimpahan tanggung jawab.
(33)
Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.
Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional. 4. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi.
Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.
5. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan.
(34)
Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.
2.2.2. Pengertian Usaha Kecil Menengah
UU No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dapat dikatagorikan sebagai usaha kecil sepanjang omsetnya berada dibawah Rp. 1 miliar, memiliki aset kurang dari Rp. 200 juta diluar tanah dan bangunan dan bukan merupakan anak perusahaan dari usaha besar.
Cakupan yang luas dan melebar memang menyebabkan fokus pengembangan sering tidak efektif, karena karakter dan orientasi bisnis yang dijalankan oleh para pemilik usaha, jika digunakan basis penyediaan pembiayaan sebagi tolak ukur, maka usaha kecil dalam pengertian UU No. 9/1995 dapat dibedakan menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok usaha mikro dengan omset di bawah Rp. 50 juta
2. Kelompok usaha kecil dengan omset antara Rp. 50 juta – Rp. 500 juta.
3. Kelompok usaha menengah yang memiliki omset antara Rp. 500 juta – Rp. 1 miliar
Sebenarnya hanyalah usaha kecil dalam kelompok dua atau tiga yang pantas disebut sebagai usaha kecil, bahkan dalam perbandingan regional hanya kelompok tiga yang dapat dibandingkan dengan pengertian enterprises didalam pembicaraan internasional.
(35)
Sedangkan Glendoh (2001) yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat menyebutkan usaha kecil dalam arti luas memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Industri kecil adalah industri berskala kecil, baik dalam ukuran modal, jumlah produksi maupun tenaga kerjanya. 2. Perolehan modal umumnya berasal dari sumber tidak resmi seperti tabungan keluarga, pinjaman dari kerabat dan mungkin dari “lintah darat”.
3. Karena skala kecil, maka sifat pengelolaannya terpusat, demikian pula pengambilan, keputusan tanpa atau dengan sedikit pendelegasian fungsi dalam bidang-bidang pemasaran, keuangan, produksi dan lain sebagainya.
4. Tenaga kerja yang ada umumnya terdiri dari anggota keluarga atau kerabat dekat, dengan sifat hubungan kerja yang “informal” dengan kualifikasi teknis yang apa adanya atau dikembangkan sambil bekerja.
5. Hubungan antara keterampilan teknis dan keahlian dalam pengelolaan usaha industri kecil ini dengan pendidikan formal yang dimiliki para pekerjanya umumnya lemah. 6. Peralatan yang digunakan adalah sederhana dengan kapasitas output yang rendah pula.
(36)
Dengan ciri-ciri tersebut usaha kecil dapat terhambat perannya yang sangat potensial dan secara nyata menunjang pembangunan di sektor ekonomi yaitu:
1. Usaha kecil merupakan penyerap tenaga kerja.
2. Usaha kecil merupakan penghasil barang dan jasa pada tingkat harga yang terjangkau bagi kebutuhan rakyat banyak yang berpenghasilan rendah.
3. Usaha kecil merupakan penghasil devisa negara yang potensial, karena keberhasilannya dalam memproduksi komoditi non migas. Memperhatikan ciri-ciri Usaha Kecil dan peranannya yang sangat potensial bagi pembangunan di sektor ekonomi, maka usaha kecil perlu terus menerus dibina dan diberdayakan secara berkelanjutan agar dapat lebih berkembang dan maju.
2.2.3. Kebijakan Pengembangan UKM
Guritno (1999) yang dikutip oleh Wisnu Adi Hidayat (2007) menyebutkan pengembangan UMKM di Indonesia dapat dititik dari empat tataran kebijakan pengembangan, yaitu: tataran meta, tataran makro, tataran meso dan tataran mikro. Pada tataran meta, kemauan politik para pendiri Republik Indonesia telah memberikan dukungan berdasarkan perundangundangan yang jelas dan tegas kepada koperasi, sebagaimana tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya. MPR RI juga secara tegas selalu mencantumkan perlunya pemberdayaan UMKM pada setiap GBHN yang ditetapkan dan selanjutnya
(37)
diperkuat dengan adanya UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Kebijakan pada tataran makro akan menentukan kondusif atau tidaknya sistem dan kondisi perekonomian dengan pembangunan UMKM. Kebijakan pada tataran makro akan menentukkan struktur dan tingkat persaingan pasar yang dihadapi oleh pelaku usaha termasuk UMKM. Tugas Pemerintah (pusat dan daerah) untuk menumbuhkan iklim yang kondusif bagi UMKM, dalam arti UMKM memiliki kesempatan berusaha yang sama dan menanggung beban yang sama dibandingkan pelaku usaha lainnya secara proporsional.
Kebijakan makro bisa ditransfer ke dalam tataran mikro (skala usaha UMKM) umumnya melalui mekanisme dukungan perkuatan pada tataran meso. Pada tataran meso, kebijakan perkuatan ini dapat dibedakan menjadi dukungan finansial dan dukungan non finansial. Proses transmisi dukungan perkuatan pada tataran meso ke tataran mikro memerlukan alat berupa proses innovasi dan pemberdayaan, agar sasaran pelaku yaitu UMKM dapat diantisipatif dan responsive terhadap kebijakan pada tataran meta, makro dan meso. Dengan demikian efektifitas pemberdayaan UMKM ditentukan oleh keselarasan dan sinergi kebijakan ditataran meta, makro, mikro dan meso.
(38)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan penerapan pengelolaan keuangan bagi pelaku usaha UKM, dengan pendekatan ini peneliti berada dalam posisi tidak bias mengontrolobjek penelitian. Penelitian ini memerlukan interaksi antara peneliti dengan objek penelitian yang bersifat interaktif untuk memahami realitas objek.
Penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, serta berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya, (Sugiyono,2005).
Adapun ciri-ciri penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah : 1. Sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus dapat memahami
fenomena sosial secara langsung dalam kehidupan masyarakat.
2. Peneliti sendiri merupakan instrument penelitian yang penting didalam pengumpulan data dan penginterprestasian data.
3. Penelitian Kualitatif bersifat deskriptif, artinya mencatat secara teliti segala gejala (fenomena) yang dilihat dan didengar serta dibacanya.
(39)
4. Penelitian harus digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu (shaping), atau kasus (studi kasus)
5. Analisis bersifat induktif
6. Di lapangan peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya. 7. Data dan informan harus berasal dari tangan pertama
8. Kebenaran data harys dicek dengan data lain
9. Orang atau sesuatu yang dijadikan subjek penelitian tersebut partisipan (buku dapat dianggap sebagai partisipan) dan konsultan serta teman dapat dijadikan partisipan.
10. Titik berat perhatian harus pada pandangan emik, arinya peneliti harus menaruh perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti dan bukan dari etik (dari kaca mata peneliti).
Menurut Sugiyono (2008 : 8) metode penelitian kualitatif sering disebut metode naturalistic karena metode penelitiannya dilakukan dengan kondisi yang alamiah (natural setting).
3.2 Ketertarikan Penelitian
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan usaha yang unik karena dimungkinkan dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit tapi dapat menghasilkan penghasilan yang dapat mengalahkan pegawai kantoran. Di satu sisi, pelaku UKM adalah embrio dari para pengusaha besar karena sebelum menjadi “bos besar” tentu mereka menjadi “bos kecil” dulu dengan menjadi pengusaha UKM.
(40)
Didalam era pembangunan dalam mewujudkan cita-cita bangsa, munculnya pengusaha muda yang berkualitas merupakan pioneer untuk menunjang suksesnya pembangunan (Sudradjad,1999 : 10).
Peneliti melihat dan merasakan dari pengalaman peneliti sebagai pelaku bisnis, kebanyakan keinginan yang mengebu-gebu dari pelaku bisnis adalah dalam segi produksi dan promosi, misalkan mengenai bagaimana caranya agar produknya dapat dikenal luas di masyarakat yang nantinya diharapkan order yang masuk banyak sehingga pundi-pundi rupiah dapat dikumpulkan sebanyak-banyaknya, tetapi ada salah satu celah dimana setelah pundi-pundi rupiah tersebut didapatkan, untuk mengelola dan menjaga pundi-pundi tersebut menjadi suatu masalah tersendiri, karena masih sangat lemahnya pemaahaman masyarakat dalam pengendalian intern apalagi untuk usaha-usaha yang mempunyai beberapa karyawan, harus ada pemisahan otoritas yang jelas di unit usaha tersebut.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah di kota Situbondo, karena di kota ini banyak UKM yang ada di tengah-tengah masyarakat. Masih banyak UKM di kota ini yang masih belum memandang pengendalian internal sebagai suatu hal yang sangat penting bagi mereka.
3.4 Instrumen Penelitian
Informasi tentang pengendalian internal pada UKM sangat dibutuhkan peneliti untuk menunjang dan akan digali sebagai instrument. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.
(41)
Oleh karena itu peneliti sebagai instrument juga harus divalidasi seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian selanjutnya terjun ke lapangan. Sugiyono(2008 : 222).
3.5 Sumber Data
Teknik pengambilan data mengunakan teknik non-propabilitas. Menurut Sumarsono (2004:51) dalam penarikan sample secara non-propabilitas penentuan ukuran sample didasarkan pada pertimbangan atau penilaian yang bersifat subjektif dan tidak berdasar teori propabilitas, sehingga setiap anggota populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sample.
Pemilihan sumber data yaitu UKM yang akan dijadikan objek penelitian berasal dari landasan UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Lantas peneliti menetukan bidang usaha dagang yang dijadikan objek di kota Situbondo. Pemilik UD. Prima Tani dipilih sebagi objek penelitian karena usaha yang sudah peneliti kenal sebelumnya disamping itu, pemilik yang selanjutnya adalah sebagai informan kunci dinilai sangat kooperatif.
3.6 Penentuan Informan
Informan yang peneliti gunakan untuk mendapatkan informasi adalah Bpk Ashen sebagi pemilik UD. Prima Tani dan karyawan yang ada pada unit usaha UD. Prima Tani yang menurut peneliti dianggap sebagai orang yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan oprasional UD. Prima Tani.
Peneliti memilih orang-orang tersebut sebagai informan dalam penelitian karena pekerjaan mereka berhubungan dengan hal mengklasifikasikan, mencatat,
(42)
mengikhtisarkan dan penafsiran transaksi keuangan yang terjadi di unit usaha tersebut sebab hal-hal peneliti sebutkan diatas adalah termasuk suatu informasi yang berguna bagi usaha tersebut untuk bertindak demi kelangsungan usaha mereka mendatang dan untuk mengatasi pelayanan yang kurang terhadap pelanggan dan mengurangi terjadinya pengembalian barang karena kesalahan yang disebabkan oleh pencatatan pesanan yang tidak sesuai.
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Ketiga teknik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Wawancara Mendalam
Wawancara jenis ini tidak dilakukan dengan struktur ketat, tetapi dengan permasalahan yang semakin memfokus pada permasalahan sehingga informasi yang dikumpulkan cukup mendalam. Kelonggaran semacam ini mampu mengorek kejujuran informan untuk memberikan informasi yang sebenarnya, terutama yang berkenaan dengan penggunaan system informasi akuntansi pada UD. Prima Tani, usaha yang bergerak dibidang perdagangan sarana pertanian.
Dengan demikian peneliti sebagai instrument dituntut bagaimana membuat responden lebih terbuka dan leluasa delam memberikan informasi dan data, untuk mengemukakan pengetahuannya dan pengalamnya terutama yang berkaitan dengan informasi sebagai jawaban atas permasalahan penelitian, sehingga terjadi
(43)
suatu diskusi, obrolan santai, spontanitas (alamiah) dengan subjek peneliti sebagai pemecah masalah dan peneliti sebagai pemancing timbulnya wacana detail.
b. Observasi
Observasi dilaksanakan oleh peneliti dengan cara observasi partisipan untuk mengamati berbagai kegiatan yang terjadi. Observasi tersebut dapat dimualai dari awal pencatatan pesanan, pengambilan barang dari gudang, pengiriman barang pada pelanggan dan penerimaan kas atas hasil penjualan. Semua yang didengar dan dilihat oleh peneliti sebagai aktivitas observasi ketika para responden atau informan melakukan kegiatan ini, diceritakan kembali atau dicatat sehingga merupakan data atau informasi yang berasal dari wawancara. c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dilaksanakan untuk mendapatkan bukti-bukti penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan. Dokumentasi dilaksanakan pada UD. Prima Tani, mengenai bagaimana pemilik usaha menerapkan pengendalian intern atas unit usaha yang dimilikinya. Yang digunakan adalah foto dan hasil wawancara.
3.8. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat penelitian berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara peneliti sudah mealkukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis dirasa kurang memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap
(44)
tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel. Dikutip dari Sugiyono (2008:246-253). Miles and Huberman (1992:16-21), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
3.9. Pengujian Kredibilitas Data
Pengujian kredibilitas data penelitian akan dilakukan dengan cara (Sugiyono, 2005)
1. Perpanjangan Pengamatan
Penelitian ini diperpanjang sampai dua kali karena pada periode I data yang diperoleh dirasa kurang memadai dan belum kredibel. Belum memadai karena belum semua rumusan masalah dan fokus terjawab melalui data, sehingga data yang diperoleh pada tahap I ternyata masih belum konsisten, masih berubah-ubah. Perpanjangan pengamatan sampai dua kali maka data yang diperoleh dirasa sudah jenuh.
2. Meningkatkan Ketekunan
Pengujian kredibilitas dengan meningkatkan ketekunan ini dilakukan dengan cara membaca semua hasil penelitian dengan cermat, sehingga dapat diketahui kesalahan dan kekurangannya, demikian dengan meningkatkan ketekunan maka, peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati.
(45)
Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai refrensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang berkaitan dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak.
3. Triangulasi
Triangulasi dilakukan dengan cara triangulasi teknik, sumber data dan waktu. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Triangulasi sumber, dilakukan dengan menanyakan hal yang sama dengan sumber yang berbeda. Triangulasi waktu artinya pengumpulan data dilakukan pada pada berbagai kesempatan dan dalam kondisi yang berbeda, dengan triangulasi dalam pengumpulan data tersebut, maka dapat diketahui apakah narasumber memberikan data yang sama atau tidak. Apabila narasumber memberikan data yang berbeda, maka datanya belum kredibel.
(46)
BAB IV
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
4.1. Pendahuluan
Penelitian ini disusun dengan mengambil objek penelitian di UD. Prima Tani, lokasi objek berada di kota Situbondo dengan alamat jl. Raya Panji No.262, usaha ini memiliki latar belakang yaitu berdiri sejak tahun 1993 sehingga menjadikan usaha ini yang terbesar yang ada di kota Situbondo, dengan omset yang mencapai 1 miliar rupiah dalam sebulan, tetapi dengan pengelolaan manajeman yang menurut peneliti masih jauh dari kata layak, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memeperbaiki sistem pengendalian internal yang ada pada usaha ini, dan dapat semakin meningkatkan kinerja sehingga pendapatan yang dihasilkan usaha ini semkin meningkat.
Kota Situbondo yang berada di ujung timur pulau Jawa masih memiliki banyak lahan pertanian sehingga usaha sarana produksi pertanian (saprodi) sangat menjanjikan, karena petani masih tergantung pada obat-obatan pertanian untuk menunjang usaha pertaniannya, omset yang didapatkan sangat besar karena harga obat yang tidak murah dan juga keuntungan yang didapat oleh pengusaha juga sangat besar bisa mencapai 20% dari harga jual tiap produk.
Karena usaha ini dirintis dari bawah sehingga sistem pengendalian internal yang ada tidak sama dengan yang diterapkan perusahaan-perusahaan besar karena adanya saling percaya antara pemilik dan karyawan, selain itu karena usaha ini
(47)
adalah usaha warisan dari orang tua maka pemilik atau pengelola usaha saat ini adalah anak dari pendiri usaha UD. Prima Tani, karena merupakan warisan dari orang tua dan sejak awal terjun ke dalam usaha pemilik merasa sudah terbiasa dan tidak terlalu mengalami masalah dengan pengelolaan manajeman yang sudah ada sejak usaha ini mulai ini dirintis, tapi dibalik itu semua ada bermacam permasalahan yang biasa dihadapi oleh usaha kecil menengah yang berhubungan dengan keterbatasan laporan keuangan, dan sumber daya manusia yang ada dalam usaha tersebut.
Pemilik atau pengelola usaha UD. Prima Tani saat ini adalah Candra Sanjaya (ashen), usaha yang diwariskan oleh orang tuanya tiga tahun yang lalu, setelah diwariskan usaha ini mengalami peningkatan yang signifikan dalam penjualan dan pendapatan yang diperoleh, tapi hal ini tidak diimbangi dengan perbaikan dalam pengelolaan manajeman dan pencatatan atau pelaporan keuangan, dari pengamatan peneliti pelaporan keuangan serta pengendalian internal yang ada sama dengan yang ada pada usaha kecil yang lainnya, padahal dengan jumlah omset serta barang yang dimiliki harus ada perbaikan dalam pengelolaan manajeman untuk mengurangi resiko kerugian yang dialami.
4.2. Sejarah Pertanian
Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi
(48)
perubahan dalam sistem kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di beberapa bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden (setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan. Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh satu orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang.
Berakhirnya zaman es sekitar 11.000 tahun sebelum Masehi (SM) menjadikan bumi lebih hangat dan mengalami musim kering yang lebih panjang. Kondisi ini menguntungkan bagi perkembangan tanaman semusim, yang dalam waktu relatif singkat memberikan hasil dan biji atau umbinya dapat disimpan. Ketersediaan biji-bijian dan polong-polongan dalam jumlah memadai memunculkan perkampungan untuk pertama kalinya, karena kegiatan perburuan
(49)
dan peramuan tidak perlu dilakukan setiap saat. Contoh budaya semacam ini masih terlihat pada masyarakat yang menerapkan sistem perladangan berpindah (slash and burn) di Kalimantan dan Papua.
Berdasarkan bukti-bukti peninggalan artefak, para ahli prasejarah saat ini bersepakat bahwa praktik pertanian pertama kali berawal di daerah "bulan sabit yang subur" di Mesopotamia sekitar 8000 SM. Pada waktu itu daerah ini masih lebih hijau daripada keadaan sekarang. Berdasarkan suatu kajian, 32 dari 56 spesies biji-bijian budidaya berasal dari daerah ini. Daerah ini juga menjadi satu dari pusat keanekaragaman tanaman budidaya (center of origin) menurut Vavilov. Jenis-jenis tanaman yang pertama kali dibudidayakan di sini adalah gandum, jelai (barley), buncis (pea), kacang arab (chickpea), dan flax (Linum usitatissimum).
Di daerah lain yang berjauhan lokasinya dikembangkan jenis tanaman lain sesuai keadaan topografi dan iklim. Di Tiongkok, padi (Oryza sativa) dan jewawut (dalam pengertian umum sebagai padanan millet) mulai didomestikasi sejak 7500 SM dan diikuti dengan kedelai, kacang hijau, dan kacang azuki. Padi (Oryza glaberrima) dan sorgum dikembangkan di daerah Sahel, Afrika 5000 SM. Tanaman lokal yang berbeda mungkin telah dibudidayakan juga secara tersendiri di Afrika Barat, Ethiopia, dan Papua. Tiga daerah yang terpisah di Amerika (yaitu Amerika Tengah, daerah Peru-Bolivia, dan hulu Amazon) secara terpisah mulai membudidayakan jagung, labu, kentang, dan bunga matahari.
Kondisi tropika di Afrika dan Asia Tropik, termasuk Nusantara, cenderung mengembangkan masyarakat yang tetap mempertahankan perburuan dan
(50)
peramuan karena relatif mudahnya memperoleh bahan pangan. Migrasi masyarakat Austronesia yang telah mengenal pertanian ke wilayah Nusantara membawa serta teknologi budidaya padi sawah serta perladangan. Secara umum dapat dikatakan bahwa pertanian bermula sebagai dampak perubahan iklim dunia dan adaptasi oleh tanaman terhadap perubahan ini.(wikipedia.com/sejarah pertanian)
4.3. Perkembangan Pertanian
Tulang punggung pertanian terdiri dari tanaman-tanaman yang sekarang masih penting untuk persediaan pangan dunia: gandum dan barlai, kurma dan ara, zaitum dan anggur. Kebudayaan kuni dari Mesopotamia - Sumeria, Babilonia, Asiria, Cahldea - mengembangkan pertanian yang bertambah kompleks dan terintegrasi. Reruntuhan menunjukkan sisa teras-teras, taman-taman dan kebun-kebun yang beririgasi. Emapt ribu tahun yang lalu saluran irigasi dari bata dengan sambungan beraspal membantu areal seluas 10.000 mil persegi tetap ditanami untuk memberi pangan 15 juta jiwa. Pada tahun 700 SM sudah dikenal 900 tanaman.
Pengetahuan tentang pertanian kuno di mana pun tidak lebih banyak dari pada di Mesir, di mana pasri yang bertiup dari gurun memelihara data dan catatan dari zaman yang menakjubkan. Walaupun lembah Nil telah mendukung manusia sekurang-kurangnya 20.000 tahun, di duga perkembangan pertaniannya yang mendorong perubahan-perubahan yang terjadi di wilayah mediteran.
(51)
Kebudayaan Mesir jaya, yang berpengaruh pada kebudayaan-kebudayaan Barat sekarang, adalah makmur dalam keberlimpahan pertanian yang dimungkinkan oleh kebanjiran Sungai Nil yang menyuburkan tanah kembali. Orang Mesir adalah akhli dalam mengembangkan teknik drainase dan irigasi. Drainase yaitu pembuangan kelebihan air, merupakan tuntutan di daerah seperti lembah Nil; hal ini meminta pengembangan lereng-lereng lahan dan pembuatan sistem pengangkutan serta saluran air yang efisien. Irigasi yaitu pemberian air pada tanaman secara buatan, menyangkut penadahan, pengantaran dan pemberian air. Masalah drainase dan irigasi saling menjalin; pemecahannya oleh orang Mesir dengan membangun serentetan parit untuk menyimpan air dan saluran yang melayani kedua tujuan tersebut. Orang Mesir mengembangkan teknik menaikkan air, yang masih dipakai sekarang. Penemuan yang utama adalah shaduf, yang memungkinkan menaikkan 2.250 liter air setinggi 1.8 m tiap hari kerja pria.
Teknologi pengolahan tanah dapat dilacak lewat perbaikan cangkul, cangkul asalnya dari suatu tongkat bercabang yang lancip dan digunakan dengan gerakan memotong. Bajak kuno juga hanya merupakan cangkul yang ditarik manusia (belakangan oleh hewan) untuk menggaruk permukaan tanah, dan masih banyak digunakan kini di banyak bagian dunia. Kemudian bajak diperbaiki dengan penemplean besi di bagian yang besinggungan dengan tanah dan dengan konstruksi yang lebih kuat dan efisien. Orang-orang Mesir menggunakan berbagai alat potong pada waktu panen, salah satunya adalah arit yang merupakan alat yang paling baik ketika itu.
(52)
4.4. Permasalahan Yang Terjadi
Dalam Usaha Yang memiliki sekala kecil dan menengah, permasalahan manajerial sering terjadi, masalah yang ada berkaitan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab yang belum jelas, baik secara tertulis atau tidak, selain itu masalah pencatatan yang dialami oleh sebagian besar pemilik usaha dengan skala kecil dan menengah dapat menimbulkan kesulitan dalam mengendalikan aktivitas usaha dan mengontrol kekayaan yang dimiliki unit usaha.
Penilitian yang dilakukan di unit UKM UD. Prima Tani bermula dari ketertarikan peneliti pada aktivitas usaha yang dilakukan oleh para pegawai serta pemilik usaha, dimana peneliti melihat masih banyak kekurangan yang ada pada sistem pengendalian internal yang akan menimbulkan resiko terjadinya kehilangan barang dagangan, karena sistem dan pencatatan yang ada sangat lemah.
(53)
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Pemahaman Pengusaha Tentang Pengendalian Internal
Pada sub bab ini akan dibahas tentang penerapan pengendalian internal dan bagaimana pemahaman pengusaha UD. Prima Tani tentang pengendalian internal, pengendalian sangat penting dalam setiap usaha, apalagi yang sudah memiliki karyawan karena harus ada sistem yang dapat menjamin dan menjaga kekayaan yang dimiliki, selain itu untung mengetahui berapa pendapatan yang diperoleh serta untuk mengetahui keluar masuknya barang yang ada di gudang.
“….kalo internal kontrol gak terlalu paham mas, terus pencatatan ya biasa aja kayak gini yang penting saya ngerti, ini usaha warisan dari orang tua dari dulu ya kayak gini dah….”
(Informan Candra)
Karena merintis usaha dari bawah sehingga pengusaha merasa sudah terbiasa dengan pencatatan dan pembagian tugas yang ada sehingga apabila terjadi kehilangan barang atau salah perhitungan cek fisik barang yang ada di gudang, maka tidak ada yang dapat langsung bertanggung jawab, karena tidak adanya pembagian tugas yang jelas antar karyawan, dengan omset yang begitu besar dan banyaknya jenis barang yang dimiliki harusnya sudah ada pengendalian internal yang layak.
Selain dari pemilik usaha, para karyawan yang ada pada UD. Prima Tani tidak memahami bagaimana pengendalian internal dan proses pencatatan
(54)
keuangan yang baik, hal ini dapat dilihat dari bagaimana karyawan bagian pencatatan melakukan aktivitas pencatatan yang tidak sesuai dengan proses pencatatan keuangan yang baik.
“….kalo salah ya dibuatkan nota baru, terus nyari yang ada di buku terus diganti atau dihapus…”
(Informan Wartini) Saat ditanyakan pada informan lain tentang sejauh mana pemahaman karyawan yang ada tentang pengendalian internal.
“…gak tahu saya mas kalo yang itu…”
(Informan Tarno) Hal ini menunjukkan masih sangat lemahnya pengertian karyawan dan pemilik usaha tentang pengendalian internal, selain itu pencatatan keuangan yang tidak sesuai dengan standar mengakibatkan kesalahan perhitungan serta pemilik usaha tidak mengetahui secara persis karena laporan keuangan yang tidak lengkap.
5.2. Pengendalian Internal Sebagai Alat Melindungi Kekayaan Perusahaan Salah satu fungsi dari pengendalian internal adalah untuk melindungi kekayaan perusahaan baik berupa uang atau barang yang ada dan dimiliki oleh perusahaan, dalam sekala usaha yang tidak terlalu besar hal ini sangat sering sekali diabaikan, contohnya tidak adanya bagian atau karyawan yang khusus mengawasi keluar masuknya barang, sehingga fungsi kontrol sangat lemah yang
(55)
mengakibatkan adanya kehilangan barang atau salah perhitungan jumlah barang yang ada di gudang, yang tentu saja mengakibatkan ketidakcocokan antara jumlah di buku stok dengan barang yang ada di gudang.
“….ya semua karyawan disini bisa masuk gudang, gak ada karyawan khusus bagian gudang…”
(Informan Candra) Karena tidak adanya pemisahan fungsi yang jelas antar karyawan sehingga para karyawan dengan mudahnya keluar masuk gudang, hal ini dapat memperbesar resiko terjadinya pencurian barang yang ada di gudang, sehingga sangat sulit untuk mencari siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi kehilngan barang yang ada di gudang.
“…waduh semua (karyawan) bisa masuk ke gudang mas…”
(Informan Tarno) Peneliti melakukan konfirmasi pada karyawan yang bertugas untuk melakukan pencatatan memberikan jawaban yang tidak jauh berbeda dengan jawaban yang diperoleh peneliti dari informan lainnya.
“…ya semua bisa masuk gudang mas….”
(Informan Wartini) Dari penjelasan informan diatas dapat disimpulkan sangat sulit untuk mengetahui secara pasti keluarnya barang karena semua karyawan yang ada di UD. Prima Tani dapat mengeluarkan barang dari gudang.
(56)
5.3. Pencatatan Transaksi Penjualan
Pencatatan atas transaksi penjulan yang ada pada UD. Prima Tani yaitu dengan menggunakan nota kemudian di pindahkan pada buku, hal ini sudah cukup memadai untuk mengetahui berapa pendapatan yang diperoleh serta keluarnya barang.
“….ya pake nota mas, kadang gak pake kalo beli sedikit, tapi tetep dimasukkan ke buku meskipun cuma beli sedikit…”
(Informan Wartini)
Pencatatan model seperti ini menurut peneliti sudah cukup layak karena mengurangi resiko kesalahan pencatatan atau hilangnya bukti transaksi yaitu nota, sehingga apabila nota hilang atau terselip pemilik masih memiliki bukti transaksi yang telah dicatat di buku transaksi, kelemahan atau kekurangan dari pengendalian internal ini adalah masih belum adanya nomer nota yang memungkinkan tertukarnya transaksi atau belum tercatatnya sebagian transaksi yang sudah terjadi.
“…ya notanya gak ada nomernya mas…”
(Informan Wartini) Selain itu apabila ada pengiriman barang pesanan nota dapat dimanipulasi oleh karyawan yang mengantarkan barang pesanan karena tidak adanya nomer nota sehingga dapat merugikan pemilik usaha.
(57)
5.4. Pencatatan Transaksi Piutang
Transaksi penjulan dalam usaha UD. Prima Tani ada yang langsung tunai dan ada juga yang menggunakan sistem utang atau bon, transaksi yang menggunakan sistem utang diperlakukan tidak sama dengan transaksi secara tunai, yaitu dengan menggunakan nota rangkap tiga kemudian dicatat kembali ke dalam buku.
“….ya pake nota dobel kalo ngutang, terus dicatet dibuku, kalo buat yang mingguan pake nota lain mas, soalnya kalo keluar kota cuma seminggu sekali…”
(Informan Wartini) Peneliti mengkonfirmasi jawaban yang diberikan oleh informan pada pemilik usaha, pemilik usaha memberikan jawaban yang sama dengan yang diberikan karyawan-karyawan yang dijadikan informan oleh peneliti.
“…ya pake bon…”
(Informan Candra) Ada tiga lembar nota yang memiliki warna berbeda-beda, putih, merah, biru tiap warna memiliki fungsi yang berbeda, warna merah diberikan pada pelanggan pada saat terjadi transaksi, warna putih diberikan pada pelanggan saat telah melunasi hutangnya sesuai dengan yang di nota, warna biru sebagai arsip transaksi untuk UD. Prima Tani, selain itu perbedaannya dengan nota penjualan tunai adanya tanda tangan pembeli sebagai bukti mereka memiliki hutang.
(58)
“…kalo utang ya pake nota yang ini mas, yang tiga ini, satu buat yang beli satu buat dipegang bos, terus ini dikasihkan kalo sudah lunas….”
(Informan Tarno) Dari pengamatan yang dilakukan peneliti para karyawan sudah memahami bagaimana proses transaksi yang berkaitan dengan penjulan secara kredit.
5.5. Pencatatan Barang Yang Masuk Ke Gudang Dan Barang Yang Akan Dikirim Ke Pelanggan
Karena tidak memiliki karyawan yang khusus mengawasi gudang maka apabila ada barang datang dari distributor, maka pemilik usaha langsung yang mengawasi penurunan barang selain itu bisa juga karyawan yang sedang menganggur ditugaskan untuk mengawasi penurunan barang di gudang, kemudian dicatat pada kartu stok barang yang dimiliki UD. Prima Tani.
“…yang ngecek barang ya saya kadang sama anak-anak….”
(Informan Candra) Hal ini juga dibenarkan oleh informan lain yang ditanya hal serupa oleh peneliti, informan ini adalah karyawan yang sering ditugaskan untuk mengirim barang pesanan pelanggan.
“…kalo ngecek ya bisa semua disini, kadang-kadang saya sama bos, tapi kebanyakkan bos yang ngecek…”
(59)
Peneliti berpendapat cara yang dilakukan dapat meningkatkan resiko terjadinya kesalahan pencatatan serta tidak adanya kontrol yang ketat atas barang yang ada di gudang, karena saat ditanyakan pada bagian pencatatan tidak ada bagian khusus yang mengecek barang saat masuk gudang.
“…ya bos mas, ya kalo barang datang langsung masuk kartu stok, kan disini ada kartu stoknya…”
(Informan Wartini) Selain melakukan pengecekan terhadap barang yang masuk gudang, barang yang akan dikirim ke pelanggan juga melewati proses pengecekan, tapi dari pengamatan peneliti yang melakukan pengecekan terhadap barang yang akan dikirim pada pelanggan adalah langsung pemilik usaha langsung, atau bisa juga karyawan setelah itu dilaporkan pada pemilik usaha, tidak ada karyawan khusus yang melakukan pengecekan.
“…kalo barang keluar yang ngecek ya saya langsung…”
(Informan Candra) Tidak jauh berbeda informasi yang didapat peneliti dari informan lain saat peneliti memberikan pertanyaan yang sama.
“…yang ngecek barang ya? Ya bos kadang saya, tapi semua disini bisa kok…”
(60)
Karena adanya rasa percaya antara karyawan dan pemilik usaha maka pengecekan barang yang akan dikirim pada pelanggan dapat dilakukan langsung oleh semua karyawan dan dilaporkan pada pemilik usaha.
“….yang ngecek ya bos, kadang saya sama bos..”
(Informan Tarno)
5.6. Yang Menerima Pembayaran Dari Pelanggan
Dalam usaha UD. Prima Tani yang menerima pembayaran adalah pemilik usaha langsung, dari pengamatan yang dilakukan peneliti pemilik usaha harus selalu ada di toko untuk melayani pembayaran dari pelanggan, hal ini dapat sangat merugikan pembeli apabila pemilik usaha sedang mengerjakan pekerjaan lain seperti mengecek barang atau pergi ke gudang, pembeli harus rela menunggu hingga pemilik kembali ke meja kasir.
“…..ya langsung ke bos kalo bayar, sambil minta kembalian juga…” (Informan Wartini) Tidak jauh berbeda dengan transaksi penjulan yang mengirimkan barang pesanan langsung pada pelanggan, yang membedakan yang menerima pembayaran adalah karyawan yang bertugas mengentarkan barang, setelah itu langsung diserahkan pada pemilik usaha sesampainya mengantar barang pesanan.
“…kalo dianter yang nerima uang ya karyawan yang mengirim barang, terus dikasih ke bos sesuai dengan pembayaran ini….”
(61)
Prosedur seperti ini juga dibenarkan oleh pemilik usaha saat peneliti menanyakan hal yang sama untuk mengkonfirmasi data yang diperoleh peneliti.
“…yang nerima ya saya, kalo dikirim yang nerima ya anak-anak…” (Informan Candra) Peneliti berpendapat ada kepercayaan yang kuat antara pemilik usaha dan karyawan, hal ini dapat menimbulkan pemikiran tentang tidak pentingnya pengendalian internal dalam usaha tersebut.
5.7. Pengecekan Kembali Atas Transaksi Yang Terjadi
Tujuan pengendalian internal adalah untuk mengetahui apakah transaksi telah dicatat secara benar dan sesuai dengan prosedur yang ada, dalam UD, Prima Tani yang bertugas untuk melakukan pengecekan ulang atas transaksi yang terjadi adalah pemilik usaha langsung.
“…ya yang ngecek saya sendiri, yang ngitung-ngitung lagi, kan ada laporan keuangannya ntar…”
(Informan Candra) Laporan keuangan yang dimaksud pemilik usaha tersebut adalah catatan dari buku transaksi yang data-datanya berasal dari nota, dan laporan keuangan yang ditunjukkan oleh pemilik usaha tidak selengkap laporan keuangan perusahaan besar, karena omset yang dimiliki usaha ini lumayan besar maka peneliti berpendapat sangat sulit untuk mengetahui seberapa besar kekayaan yang dimiliki oleh UD. Prima Tani, selain itu juga sangat sulit mengetahui secara pasti
(62)
posisi keungan usaha ini, dikarenakan kurang lengkapnya laporan keuangan yang dimiliki.
Saat peneliti mengkonfirmasi pada bagian pencatatan jawaban hampir sama yang di dapatkan peneliti.
“…yang ngecek lagi ya saya juga bos…”
(Informan Wartini) Saat ditanyakan pada informan lain karyawan yang bersangkutan tidak mengerti bagaimana pengecekan kembali transaksi yang terjadi, ini dapat dikatahui dari informasi yang didapat bahwa hanya bagian pencatatan yang mengurusi semua transaksi yang terjadi, sehingga karyawan lain tidak dapat mengetahui saat terjadi kesalahan.
“…kalo yang nyatet ya mbak wartini ini, kalo terjadi kesalahan ya gak tahu ya mas, yang ngerti itu wartini yang nyatet-nyatet itu…”
(Informan Tarno)
5.8. Yang Dilakukan Saat Terjadi Kesalahan Pencatatan
Tidak dapat dipungkiri sering sekali terjadi kesalahan pencatatan baik dalam usaha kecil maupun besar, yang membedakan adalah bagaimana perlakuan atas transaksi yang terjadi kesalahan tersebut, dalam usaha sekala besar yang sudah memiliki staf akunting yang profesional kesalahan diperbaiki dengan prosedur yang sesuai dengan standar, beda halnya dalam usaha kecil atau menengah yang masih belum memahami secara benar bagaimana proses
(63)
pencatatan, sehingga seringkali berpikiran laporan keuangan yang mereka buat hanya untuk mereka sendiri.
“….ya kalo salah, telpon toko (pelanggan) terus dicari nota yang tadi, terus notanya dibuang dibuatkan nota baru, kalo yang di buku ya dicari yang tadi itu (transaksi), terus diganti atau di hapus….”
(Informan Wartini) Saat peneliti mengkonfirmasi cara mengatasi kesalahan yang terjadi pada pemilik usaha, secara tidak langsung membenarkan yang dilakukan karyawan bagian pencatatan.
“….ya di cek ulang, kalo salah catat ya diberi tahu tokonya (pelanggan), terus dibuatkan nota baru…”
(Informan Candra) Jawaban berbeda diperoleh peneliti saat meminta jawaban pada karyawan lain yang oleh peneliti dijadikan informan.
“…gak tahu mas, yang ngerti wartini…”
(Informan Tarno) Peneliti berpendapat apa yang dilakukan tidak sesuai dengan standar pencatatan keuangan, apabila terjadi kesalahan maka dibuatkan jurnal perbaikan, bukan menghapus atau mengganti secara langsung pada transaksi yang sudah masuk atau dicatat pada laporan keuangan.
(64)
5.9. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan memakai sumber data yang berangkat dari keterangan para informan dilapangan. Penelitian ini bersifat lokal, terkini dan unik, sehingga tidak bisa digeneralisasikan. Perbedaan waktu dan tempat sangat berpengaruh, karena apa yang terjadi dilapangan saat ini, tidak dapat dijadikan patokan bahwa akan terjadi juga di waktu dan tempat yang berbeda. Sehubungan dengan keterbatasan tersebut, maka peneliti mengharpkan bahwa segala sesuatu yang dihasilkan melalui penelitian ini, dapat dijadikan masukan bagi peneliti yang akan dilakukan selanjutnya.
(65)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian yang menggunakan objek UD.Prima Tani-Situbondo, peneliti menyimpulkan bahwa usaha yang bergerak dibidang perdagangan obat-obat pertanian masih memiliki banyak kekurangan dalam pengendalian internal, yaitu pada :
1. Prosedur pencatatan transaksi yang terjdi, karena transaksi yang terjadi ada yang tidak memakai nota sehingga menimbulkan resiko tidak tercatatnya barang yang telah terjual, walaupun nilai barang yang dijual tanpa nota memiliki nilai yang tidak besar, tapi akan sangat merugikan usaha apabila terjadi sering atau terus-menerus.
2. Evaluasi atas transaksi yang terjadi, setelah dilakukan penelitian diketahui bahwa evaluasi atas transaksi yang terjadi tidak sesuai dengan metode akuntansi yang benar, salah satu contohnya adalah pada saat terjadi kesalahan pencatatan tidak dibuat jurnal pembetulan tapi langsung menghapus atau mengganti transaksi yang sudah tercatat.
3. Pencatatan barang yang masuk atau keluar gudang, karena tidak ada pegawai atau karyawan yang khusus bertugas untuk mengawasi perputaran barang yang ada di gudang mengakibatkan data barang yang ada di gudang dapat diisi oleh semua karyawan yang ada sehingga apabila terjadi
(66)
perbedaan jumlah antara buku stok dengan barang yang ada di gudang pemilik usaha atau karyawan akan sulit meminta pertanggung jawaban. 4. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang belum ada, usaha yang
diwariskan oleh orang tua mengakibatkan penerus usaha sangat sulit mengubah kebiasaan yang ada di unit usaha ini, selain dari sdm yang dimiliki oleh UD. Prima Tani sangat terbatas juga diakibatkan budaya yang telah ada di usaha ini, seperti saling kepercayaan yang dibangun oleh pemilik usaha kepada semua karyawannnya, mengakibatkan tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan terstruktur, bahkan apbila terjadi kehilangan barang dagangan yang ada di gudang akan sulit meminta tanggung jawab karena tidak adanya pegawai yang khusus untuk mengurusi perputaran barang yang ada di gudang, serta tidak adanya pembagian tugas yang jelas sehingga meningkatkan resiko terjadinya kesalahan komunikasi antar karyawan.
5. Pencatatan yang sekedarnya mengakibatkan sulitnya melakukan pengendalian terhadap perputaran barang dagangan yang ada, pencatatan yang dilakukan dan pelaporan yang ada pada usaha ini hanya sebatas buku yang berisi transaksi-transaksi yang telah terjadi, sehingga apabila ingin mengetahui satu jenis barang yang telah keluar selama sebulan karyawan harus menghitung lagi, yang mengakibatkan terbuangnya waktu dan ada kemungkinan tidak akuratnya data yang didapatkan, selain itu pemilik
(67)
usaha akan mengalami kesulitan saat ingin melakukan perhitungan keuntungan yang didapat.
Karena pengendalian internal yang sangat penting, harus ada perhatian yang serius terhadap hal ini, menurut Zaki (1997) tanggung jawab untuk menyusun suatu sistem pengendalian intern itu terletak pada managemen, begitu juga dengan kegiatan mengawasi sistem pengendalian intern.
Definisi di atas menunjukkan bahwa suatu sistem pengendalian intern yang baik itu akan berguna untuk :
a. Menjaga harta kekayaan milik organisasi.
b. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi. c. Memajukan efisiensi dalam organisasi.
d. Membantu menjaga agar tidak ada yang meyimpang dari kebijaksanaan managemen yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
6.2. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian ada beberapa saran yang disarankan pada pemilik usaha agar kinerja usaha yang dimilikinya semakin meningkat, dan untuk mengurangi resiko timbulnya kerugian yang mungkin akan dialami oleh unit usaha, selain itu saran untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa agar peneliti yang akan datang menghasilkan penelitian yang lebih sempurna :
(1)
perbedaan jumlah antara buku stok dengan barang yang ada di gudang pemilik usaha atau karyawan akan sulit meminta pertanggung jawaban. 4. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang belum ada, usaha yang
diwariskan oleh orang tua mengakibatkan penerus usaha sangat sulit mengubah kebiasaan yang ada di unit usaha ini, selain dari sdm yang dimiliki oleh UD. Prima Tani sangat terbatas juga diakibatkan budaya yang telah ada di usaha ini, seperti saling kepercayaan yang dibangun oleh pemilik usaha kepada semua karyawannnya, mengakibatkan tidak adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan terstruktur, bahkan apbila terjadi kehilangan barang dagangan yang ada di gudang akan sulit meminta tanggung jawab karena tidak adanya pegawai yang khusus untuk mengurusi perputaran barang yang ada di gudang, serta tidak adanya pembagian tugas yang jelas sehingga meningkatkan resiko terjadinya kesalahan komunikasi antar karyawan.
5. Pencatatan yang sekedarnya mengakibatkan sulitnya melakukan pengendalian terhadap perputaran barang dagangan yang ada, pencatatan yang dilakukan dan pelaporan yang ada pada usaha ini hanya sebatas buku yang berisi transaksi-transaksi yang telah terjadi, sehingga apabila ingin mengetahui satu jenis barang yang telah keluar selama sebulan karyawan harus menghitung lagi, yang mengakibatkan terbuangnya waktu dan ada kemungkinan tidak akuratnya data yang didapatkan, selain itu pemilik
(2)
57
usaha akan mengalami kesulitan saat ingin melakukan perhitungan keuntungan yang didapat.
Karena pengendalian internal yang sangat penting, harus ada perhatian yang serius terhadap hal ini, menurut Zaki (1997) tanggung jawab untuk menyusun suatu sistem pengendalian intern itu terletak pada managemen, begitu juga dengan kegiatan mengawasi sistem pengendalian intern.
Definisi di atas menunjukkan bahwa suatu sistem pengendalian intern yang baik itu akan berguna untuk :
a. Menjaga harta kekayaan milik organisasi.
b. Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi. c. Memajukan efisiensi dalam organisasi.
d. Membantu menjaga agar tidak ada yang meyimpang dari kebijaksanaan managemen yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
6.2. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian ada beberapa saran yang disarankan pada pemilik usaha agar kinerja usaha yang dimilikinya semakin meningkat, dan untuk mengurangi resiko timbulnya kerugian yang mungkin akan dialami oleh unit usaha, selain itu saran untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian serupa agar peneliti yang akan datang menghasilkan penelitian yang lebih sempurna :
(3)
a. Untuk mengurangi resiko terjadinya kesalahan dalam pencatatan barang yang ada digudang serta memudahkan evaluasi perputaran barang yang ada di gudang disarankan untuk memiliki atau memberikan otorisasi satu karyawan yang sudah ada untuk mengawasi barang dan perputaran barang yang ada di gudang, sehingga memudahkan dalam pengawasan dan pertanggung jawaban.
b. Nota yang ada sebaiknya dicetak dengan nomer yang berurut sehingga mengurangi resiko manipulasi yang mungkin dilakukan oleh karyawan dan memudahkan melakukan evalusi apabila terjadi kesalahan pencatatan atau komplain dari pelanggan.
c. Setiap transaksi sebaiknya menggunakan nota walaupun barang yang dibeli sedikit atau bernilai rendah sehingga mengurangi resiko karyawan lupa mencatat transaksi yang terjadi.
d. Diharapkan pemilik usaha atau karyawan tidak menghapus atau mengubah secara langsung transaksi yang telah terjadi yang terjadi kesalahan tanpa melakukan jurnal pembetulan.
e. Harus ada pemisahan atau bagan organisasi yang jelas sehingga tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh setiap pegawai atau karyawan menjadi lebih jelas.
f. Harus ada karyawan yang dipercaya menerima pembayaran dari pelanggan apabila pemilik usaha tidak berada di toko sehingga
(4)
59
pelanggan atau pembeli tidak menggu pemilik usaha untuk melakukan pembayaran.
2. Bagi Peneliti Yang Akan Datang
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan banyak peneliti-peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian yang sejenis dan menggunkan metode penelitian kualitatif agar dapat mengetahui secara mendalam tentang masalah-masalah yang terjadi dalam objek penelitian, selain itu diharapkan agar penelitian yang selanjutnya dilakukan menggunakan objek penelitian UKM yang memiliki usaha lebih beragam, sehingga diharapkan menimbulkan kesadaran tentang pentingnya sistem manajerial dalam setiap usaha.
(5)
Definisi-Pengendalian-Internal. 27 desember
, 2010, “Definisi Pengendalian Internal”, http://wikipedia.com/pengendalian-internal. , 2010, “Sistem Pengendalian Internal Pada UKM”, http://www.tekbar.net/id/system-integration/essentials--of-internal-control-strategy-for-smes.html. 27 desember
Arrens, Alvin & Lockbecke, James, 1986, Auditing Suatu Pendekatan Terpadu, Edisi III, Jilid I Penerbit Erlangga, Jakarta.
Baridwan, Zaki, 1991, Sisitem Akuntansi : Penyusunan Prosedur Dan Metode. Edisi V Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Budhihastuti, Rakhmawati , 2010, “Sistem Pengendalian Intern Atas Penjualan Dan Penerimaan Kas Di PT. Pantjamitra
Ichigojaya”,http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/185/jiptummpp-gdl-s1-2007-rakhmawati-9231-PENDAHUL-N.pdf.
Choiriah, Reni Ristiana, 2010, “Penerapan Pencatatan Keuangan Pada Industri Kecil Rumahan”, Skripsi, Fakultas Ekonomi UPN “veteran” Jawa Timur.
Haripratiwi, Ika, 2006,”Analisis Sistem Pengendalian Intern Penggajian Karyawan Pada BMT AL IKHLAS Yogyakarta”, Skripsi, Fakultas Ekonomi STAIN Surakarta. Hidayat, Wisnu Adi, 2007,”Analisis Kredit Macet Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di
Sentra Konveksi Ulujami Pemalang”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan Tanggal 1 September 2007, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Indarto, Bambang, 2010, “Evaluasi Sistem Penjualan Kredit PT. Total Mandiri Farma Semarang”, http://b4mb4ngind4rt0.blogspot.com/2010/08/evaluasi-pengendalian-intern-transaksi.html. 27 desember
Kharisma, http://library.gunadarma.ac.id/abstraction_20203620-skripsi_fe.pdf. 27 desember Kuncoro dan Supomo, 2003, “Analisis Formasi Keterkaitan, Pola Kluster Dan Orientasi Pasar
: Studi Kasus Sentra Industri Keramik Di Kasongan, Kab. Bantul. D.I.Yogyakarta”, Jurnal Empirik, Vol 16.
Pinasti, Margani, 2007, “Pengaruh Penyelenggaraan Dan Penggunaan Informasi Akuntansi Terhadap Persepsi Pengusaha Kecil Atas Informasi Akuntan Suatu Riset Eksperimen”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 10.
(6)
Purba, Rahima Br, “Analisis Pengendalian Intern Atas Penjualan Pada Pt. Coca Cola Bottling Indonesia-Medan.”,
http://www.researchgate.net/publication/42351341_Analisis_Pengendalian_Intern_atas _Penjualan_pada_PT._Coca_Cola_Bottling_Indonesia-Medan. 27 desember
Ranto, Basuki, 2007,”Korelasi antara Motivasi, Knowledge of Entreprenurship dan Independensi dan The Entrepreneur’s Performance pada Kawasan Industri Kecil”,Manajemen Usahawan Indonesia, LMFE-UI, Jakarta.
Rosliana, Lia, 2007, “Sistem Pengendalian Internal Atas Penjualan Kredit Pada PT Sapukurata”, library.gunadarma.ac.id/abstraction_20203620-skripsi_fe.pdf. 27 desember
Sembiring, Maria Ekaristi, 2010, “Penerapan Pengendalian Intern Piutang Yang Digunakan Pada PT. Federal International Finance (FIF) Cabang Medan”, http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20929. 27 desember.
Setiyawati, Prihatin Sulis, 2010, “Studi Penerapan Pengendalian Intern Pada Koperasi”, Skripsi, Fakultas Ekonomi UPN “veteran” Jawa Timur.
Sugiyono, 2005, “Memahami Penelitian Kualitatif”, Penerbit CV. ALF ABETA, Bandung. Sumarsono, 2004, “Metode Penelitian Akuntansi : Beserta Contoh Interpretasi Hasil
Pengolahan Data”, Edisi Revisi, Surabaya.
Yuhertiana, Indrawati, 2009, “Panduan Penelitian Kualitatif Bagi Pemula”, Penerbit Eureka Smart Publishing, Surabaya.