Survei Motivasi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu Wicara) Terhadap Proses Pembelajaran Penjasorkes Di SLB ABC “Swadaya” Kendal.

(1)

SURVEI MOTIVASI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

(TUNARUNGU WICARA) TERHADAP PROSES

PEMBELAJARAN PENJASORKES DI

SLB ABC “SWADAYA” KENDAL

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata Satu Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

DIAN LUTHFIYANA 6101405069

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2009


(2)

ii SARI

Dian Luthfiyana. 2009. Survei Motivasi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu Wicara) Terhadap Proses Pembelajaran Penjasorkes Di SLB ABC “Swadaya” Kendal. Skripsi, Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci : Motivasi, Proses Pembelajaran

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui motivasi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di SLB ABC “Swadaya” Kendal. Di SLB ABC ”Swadaya”, ada empat jenis golongan anak luar biasa yaitu, tunanetra (SLB-A), tunarungu wicara (SLB-B), tunagrahita ringan (SLB-C), tunagrahita sedang (SLB-C1). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SLB berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) yang mengikuti kegiatan Penjasorkes, sebanyak 40 siswa. Populasi ini sekaligus sebagai sample penelitian, dengan teknik purposive sample. Populasi tidak diambil secara keseluruhan, yaitu hanya 25 siswa karena adanya alasan tertentu, diantaranya adalah sebagian siswa tidak pernah berangkat sekolah dalam jangka waktu yang relatif lama, dan dianggap sudah keluar. Variabel dalam penelitian ini adalah motivasi siswa mengikuti pelajaran Penjasorkes yang berasal dari dalam dan dari luar diri individu. Adapun analisis data menggunakan deskriptif prosentase.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata secara keseluruhan tingkat motivasi intrinsik dalam mendorong siswa mengikuti pelajaran Penjasorkes diperoleh sebanyak 17 siswa (68,00%) yang memiliki motivasi instrinsik dalam kategori sedang, sebanyak 8 siswa (32,00%) yang memiliki faktor motivasi instrinsik dalam kategori tinggi dan tidak ada yang memiliki kategori rendah. Beberapa alasan siswa tersebut dalam mengikuti pelajaran Penjasorkes ditinjau dari motivasi intrinsik antara lain : 1) agar tubuh menjadi sehat, 2) agar tubuh kuat, 3) agar badan kurus, 4) menjaga kesehatan badan, 5) karena hobi, 6) merupakan kebutuhan, 7) kondisi fisik menjadi lebih baik, 8) senang berolah raga sejak kecil, 9) cita-cita menjadi guru olahraga, 10) ingin menjadi atlet, 11) ingin dapat nilai bagus. Rata-rata tingkat motivasi ekstrinsik diperoleh sebanyak 19 siswa (76,00%) yang memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori sedang, sebanyak 6 siswa (24,00%) yang memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori rendah dan tidak ada yang memiliki kategori tinggi. Beberapa alasan siswa mengikuti pelajaran Penjasorkes ditinjau dari motivasi ekstrinsik antara lain : 1) guru olahraga yang baik, 2) permintaan orang tua, 3) mencari teman, 4) membanggakan orang tua, 5) mendapatkan simpati, 6) mencari pengalaman, 7) menambah wawasan, 8) memperoleh pujian, 9) hobi dari orang tua, 10) pelajaran yang menarik.

Disarankan agar pemberian motivasi dari guru dapat menumbuhkan motivasi dari luar diri siswa. Dengan penuh kesabaran dan perhatian yang khusus, perlunya diberikan semangat bagi siswa untuk selalu ingin maju dan berkembang seperti halnya anak-anak normal lainnya. Dengan pemberian semangat tersebut akan dapat memunculkan motivasi dari diri siswa yang mengalami berkebutuhan khusus (tunarungu wicara).


(3)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan Unnes pada :

Hari : Selasa

Tanggal : 24 Maret 2009

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Uen Hartiwan, Mpd Drs. H. Sulaiman, M.Pd

NIP. 131281216 NIP. 131813670

Mengetahui, Ketua Jurusan PJKR

Drs. Hermawan Pamot Raharjo, M.Pd NIP. 131961216


(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : Senin

Tanggal : 24 Agustus 2009 Pukul : 12.00 – 14.00 WIB

Tempat : Lab. PJKR FIK

Ketua, Sekretaris,

Drs. M. Nasution, M.Kes Dra. Heny Setyawati, M.Si NIP. 19640423 199002 1 001 NIP.19670610 199203 2 001

Dewan Penguji :

1. Drs. Zaeni, M.Pd (Ketua)

NIP. 19580709 198403 1 004

2. Drs. Uen Hartiwan, M.Pd (Anggota) NIP. 19530411 198303 1 001

3. Drs. H. Sulaiman, M.Pd (Anggota) NIP. 19620612 198901 1 001


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

™ Kedisiplinan adalah kunci menuju keberhasilan dan kesuksesan (NN).

™ Kebenaran itu adalah dari Tuhan, sebab itu janganlah engkau termasuk orang-orang yang bimbang (Al-Baqoroh: 147).

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini saya persembahkan untuk 1. Ayah dan Ibuku (bpk. Romdhoni dan

ibu Supatmi) tersayang, 2. Adik-adiku, Erik dan Nana

tersayang,

3. Kakakku (Razif) yang selalu menemaniku, membantuku dan menyemangatiku setiap saat, 4. Teman-teman PJKR 2005 B, 5. Almamaterku FIK UNNES.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Survei Motivasi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu wicara) Terhadap Proses Pembelajaran Penjasorkes di SLB ABC “Swadaya” Kendal.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan, arahan, dan bimbingan dari beberapa pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah

memberikan ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi yang telah memberikan kemudahan sehubungan dengan ijin penelitian.

3. Drs. Uen Hartiwan, M.Pd selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penulisan skripsi.

4. Drs. H. Sulaiman, M.Pd selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan dorongan, sehingga skripsi ini telah terselesaikan.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah mendorong dan membentu penulis.

6. Staf Tata Usaha dan Administrasi, yang telah membantu penulis dalam proses perijinan.


(7)

vii

7. Kepala sekolah dan segenap guru SLB ABC “Swadaya” Kendal Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Kepala sekolah SLB bagian B Widya Bhakti Semarang yang telah memberikan ijin uji validitas.

9. Siswa-siswa SLB (tunarungu wicara) ABC “Swadaya” Kendal dan SLB bagian B Widya Bhakti Semarang yang telah membantu penulis dalam pengisian angket.

10. Bapak dan Ibu serta saudara-saudaraku yang telah membantu penulis.

11. Semua teman-teman di yellow kost (Maya, Linda, Pa_Ul) yang selalu membuat keramaian dan kebahagiaan di kost.

12. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang yang telah memberi dorongan kepada penulis.

13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahNya atas kebaikan semua pihak yang telah membentu penulis baik meterial maupun sepiritual.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Maret 2009


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

SARI ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Penegasan Istilah ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. LANDASAN TEORI ... 10

2.1.1. Motivasi ... 10


(9)

ix

2.1.1.2. Macam motivasi ... 10

2.1.1.3. Bentuk motivasi ... 13

2.1.1.4. Fungsi motivasi ... 14

2.2.1. Anak Berkebutuhan Khusus(Anak Luar Biasa) ... 15

2.3.1. Proses Pembelajaran ... 24

2.4.1. Penjasorkes... 28

2.5.1. Pembelajaran adaptif dalam penjas begi ABK... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

3.1.1. Populasi ... 36

3.1.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

3.1.3. Variabel Penelitian ... 37

3.1.4. Instrumen Penelitian... 37

3.1.5. Prosedur Pengadaan Instrumen ... 38

3.1.6. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.1.7. Persiapan Penelitian ... 39

3.1.8. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.1.8.1. Uji Validitas ... 40

3.1.8.2. Uji Reliabilitas ... 41

3.1.9. Metode Analisis Data ... 42

3.1.10. Keterbatasan... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 45


(10)

x

4.1.1. Motivasi intrinsik ... 46 4.1.2. Motivasi ekstrinsik ... 48 4.2. Pembahasan ... 74 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ... 78 5.2. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Motivasi Siswa Mengikuti Pelajaran Penjasorkes ... 45

2. Motivasi Intrinsik ... 47

3. Motivasi Ekstrinsik ... 48

4. Faktor Kesehatan ... 49

5. Faktor Tubuh yang Kuat ... 50

6. Faktor Badan Menjadi Kurus ... 51

7. Faktor Menjaga Kesehatan Badan ... 53

8. Faktor Hobi ... 54

9. Faktor Kebutuhan ... 55

10. Faktor Kondisi Fisik Menjadi Baik ... 56

11. Faktor Kesenangan Sejak Kecil ... 57

12. Faktor Cita-cita ... 59

13. Faktor Keinginan Menjadi Atlet ... 60

14. Faktor Nilai Bagus ... 61

15. Faktor Guru yang Baik ... 62

16. Faktor Permintaan Orang Tua ... 63

17. Faktor Mencari Teman ... 64

18. Faktor Kebanggaan Orang Tua ... 65

19. Faktor Simpati ... 66

20. Faktor Pengalaman ... 68

21. Faktor Menambah Wawasan ... 69

22. Faktor Memperoleh Pujian ... 70

23. Faktor Hobi Orang Tua ... 71


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Batang Motivasi Mengikuti Pelajaran Penjasorkes ... 46

2. Batang Motivasi Intrinsik Siswa ... 47

3. Batang Motivasi Ekstrinsik Siswa ... 48

4. Lingkaran Faktor Kesehatan ... 50

5. Lingkaran Faktor Tubuh Menjadi Kuat ... 51

6. Lingkaran Faktor Tubuh Menjadi Kurus... 52

7. Lingkaran Faktor Menjaga Kesehatan Badan ... 53

8. Lingkaran Faktor Hobi ... 55

9. Lingkaran Faktor Kebutuhan ... 56

10. Lingkaran Faktor Kondisi Fisik Menjadi Baik ... 57

11. Lingkaran Faktor Kesenangan Sejak Kecil ... 58

12. Lingkaran Faktor Cita-cita ... 59

13. Lingkaran Faktor Keinginan Menjadi Atlet ... 60

14. Lingkaran Faktor Nilai Bagus ... 61

15. Lingkaran Faktor Guru yang Baik ... 63

16. Lingkaran Faktor Permintaan Orang Tua ... 64

17. Lingkaran Faktor Mencari Teman ... 65

18. Lingkaran Kebanggaan Orang Tua ... 66

19. Lingkaran Faktor Simpati ... 67

20. Lingkaran Faktor Mencari Pengalaman ... 68

21. Lingkaran Faktor Menambah Wawasan ... 69

22. Lingkaran Faktor Memperoleh Pujian ... 71

23. Lingkaran Faktor Hobi Orang Tua... 72


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

25. Daftar SK Pembimbing ... 83

26. Usul Penetapan Pembimbing ... 84

27. Surat Keterangan Permohonan Observasi ... 85

28. Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 86

29. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 87

30. Kisi-kisi ... 88

31. Angket Uji Coba Penelitian ... 91

32. Data Hasil Uji Coba ... 93

33. Perhitungan Validitas Angket Uji Coba ... 95

34. Perhitungan Reliabilitas Uji Coba ... 96

35. Angket Penelitian ... 97

36. Tabel Distribusi Hasil Penelitian ... 99

37. Tabel Frekuensi ... 100

38. Analisis Deskriptif Prosentase ... 104

39. Daftar Siswa SLB ABC “Swadaya” Kendal ... 106

40. Daftar Guru SLB ABC “Swadaya” Kendal... 107


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Indonesia adalah salah satu bangsa yang sedang berkembang, yang ingin mensejajarkan diri dengan bangsa lain di dunia.

Di era globalisasi ini sangat diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas, berguna bagi nusa dan bangsa. Sesuai dengan tujuan dari pembangunan suatu negara adalah meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat pada umumnya. Pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan peningkatan kualitas manusia Indonesia. Peningkatan kualitas manusia dapat dihasilkan dari proses belajar pada diri individu. Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan hal yang menarik dipelajari. Ketiga hal tersebut terkait dengan pembelajaran. Dan belajar itu sendiri dilakukan oleh siswa secara individu. Bila siswa belajar, maka akan terjadi perubahan mental pada diri siswa itu sendiri.

Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak itu berasal dari berbagai sumber. Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu dapat berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Kekuatan mental itu dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan yang menyebutkan kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut adalah sebagai motivasi belajar.


(15)

Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.

Pembinaan jasmani merupakan salah satu bagian dari upaya peningkatan kualitas manusia. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan pendidikan jasmani yang diarahkan guna terbentuk jasmani yang sehat dan mental yang baik, agar dapat dihasilkan manusia yang produktif. Pertumbuhan jasmani adalah proses berlangsungnya perubahan jasmani yang sejalan dengan meningkatnya usia seseorang. Pertumbuhan itu memungkinkan perkembangan ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dengan pendidikan jasmani siswa akan memperoleh berbagai ungkapan yang erat kaitanya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani, kebiasaan hidup sehat, dan memiliki pengetahuan serta pemahaman terhadap gerak manusia. Dalam perkembanganya di Indonesia, pendidikan jasmani tidak hanya didominasi oleh orang-orang yang sehat saja. Kesehatan yang meliputi kesehatan badan, kesehatan rokhani, dan kesehatan mental. Berkaitan dengan pendidikan jasmani, maka siswa yang memiliki keterbatasan mempunyai hak yang sama dengan mereka yang normal dalam memperoleh pendidikan. Pelayanan pendidikan bagi anak-anak yang kesulitan belajar yang tidak didasarkan atas landasan teoritik yang dapat diandalkan, mungkin bukan hanya tidak efektif dan efesien untuk mencapai tujuan, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi si anak.


(16)

Untuk itu anak-anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar atau anak luar biasa harus digolongkan atau dipisahkan dalam proses pembelajarannya dengan anak-anak yang normal.

Anak luar biasa dalam lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai anak yang memiliki keterbatasan dalam berpikir. Sehingga dalam pendidikanya perlu dibedakan dengan anak normal lainya. Hal ini disebabkan karena apabila anak luar biasa dalam pendidikanya diikutkan dalam anak-anak yang normal, maka anak tersebut tidak akan mampu mengikuti pelajaran seperti anak normal lainya.

Agar anak luar biasa tidak kesulitan dalam mengikuti pelajaran Penjasorkes, maka dari golongan-golongan diatas tidak dijadikan satu dalam proses pembelajaranya. Hal ini dikarenakan agar anak dapat merespon hal apa saja yang telah diajarkan oleh guru apabila dikelompokkan menurut golongannya masing-masing.

Anak tunarungu menurut derajat pendengaranya dapat diklasifikasikan dalam tuli dan kurang mendengar. Sebagai akibat dari ketunaan tersebut mempengaruhi pula dalam kepribadianya. Perkembangan kepribadian terjadi dalam pergaulan dan perluasan pengalaman, dan pada umumnya diarahkan oleh faktor-faktor pada anak itu sendiri. Ketidakmampuan menerima rangsangan pendengaran mengakibatkan kemiskinan berbahasa. Ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan perkembangan pengetahuan, dihubungkan dengan sikap lingkungan terhadapnya akan mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Seorang anak tunarungu berusaha mengadakan kontak dengan orang lain, tetapi sering ditertawakan, sehingga menyebabkan anak enggan berlatih berbicara, enggan


(17)

berkomunikasi dan dapat menimbulkan perasaan malu, merasa selalu bersalah, takut menatap oarang lain, dan lain sebagainya.

Ada beberapa ciri khas anak tunarungu, antara lain : Cara berjalanya cepat dan agak membungkuk, gerakan matanya cepat atau agak beringas, gerak anggota badannya lincah dan cepat, pada waktu berbicara pernafasannya pendek dan agak terganggu, miskin kosa kata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata yang abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa (Depdikbud, 1983: 9).

Dalam mengikuti kegiatan Penjasorkes dibutuhkan adanya kesegaran jasmani. Kegiatan berolahraga bagi penderita tunarungu perlu diberikan dorongan, baik berupa penyuluhan latihan-latihan keterampilan dalam kegiatan olahraga. Sehingga akan muncul keinginan dari diri si anak untuk terus bergerak aktif. Selain dorongan, motivasi yang dimiliki siswa dalam melakukan kegiatan Penjasorkes di sekolah juga penting, sebab dengan motivasi yang tinggi akan mendapatkan hasil yang tinggi pula dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam mengikuti pelajaran Penjasorkes. Jadi apabila dalam melakukan suatu kegiatan tidak disertai dengan motivasi yang tinggi, maka tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai dengan baik, untuk itu motivasi mempunyai peranan yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran Penjasorkes.

Salah satu Sekolah Luar Biasa yang ada di Kabupaten Kendal, adalah SLB ABC ”Swadaya” Kendal, yang beralamat di Jl. Masjid no. 30 Karangtengah, Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal. Di SLB ABC ”Swadaya”, ada empat jenis golongan


(18)

anak luar biasa yaitu, tunanetra (SLB-A), tunarungu wicara (SLB-B), tunagrahita ringan (SLB-C), tunagrahita sedang (SLB-C1). Dari keempat golongan yang ada, golongan yang paling banyak jumlah muridnya adalah tunagrahita, yang terdiri dari tunagrahita ringan dan sedang, yang kedua adalah penderita tunarungu wicara, dan yang terakhir adalah tunanetra.

SLB ABC ”Swadaya” Kendal merupakan salah satu lembaga sosial yang ada di Kabupaten Kendal yang peduli terhadap anak-anak cacat, kepedulian itu diwujudkan dengan menampung anak-anak cacat, termasuk tunarungu untuk dididik agar nantinya anak-anak tersebut bisa berkembang di masa depan. Dalam pengembangan pendidikan jasmani tidak terlepas dari penerapan ilmu dan teknologi. Pemberian bentuk pendidikan Jasmani Adaptif harus dapat disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak didik, sehingga anak didik dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan jasmani dan rokhaninya.

Dengan didapatkannya mata kuliah Penjas Adaptif, penulis tertarik dengan penelitian tentang anak berkebutuhan khusus. Hal ini juga dikuatkan dengan kegiatan observasi yang sudah pernah dilakukan oleh penulis pada saat mendapat mata kuliah Penjas Adaptif, di SLB ABC ”Swadaya” Kendal. Dalam hal ini, penulis berinteraksi langsung dengan anak-anak berkebutuhan khusus di SLB ABC ”Swadaya” Kendal dalam kegiatan Penjasorkes. Dalam kegiatan ini banyak siswa saling bergerak aktif dalam kegiatan berolahraga. Dengan dilaksanakannya observasi tersebut, kemudian penulis berkeinginan untuk melanjutkan penelitian di SLB ABC ”Swadaya”, untuk mengetahui lebih lanjut tingkat motivasi siswa tunarungu wicara di SLB ABC ”Swadaya” Kendal.


(19)

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengambil judul penelitian : Survei Motivasi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu Wicara) Terhadap

Proses Pembelajaran Penjasorkes Di Sekolah Luar Biasa ABC ”Swadaya”

Kendal.

1.2.Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : bagaimana motivasi yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah : untuk mengetahui motivasi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan literature bagi para peneliti di bidang keolahragaan.

2. Bagi kepala sekolah dan pengurus di SLB ABC “Swadaya” dapat dijadikan sebagai bahan masukkan tentang gambaran motivasi siswa yang bervariasi sehingga dapat menerapkan cara untuk meningkatkan motivasi siswanya.


(20)

3. Sebagai pegangan bagi guru dan calon guru pendidikan jasmani, khususnya guru di SLB dalam melaksanakan tugasnya untuk memberi rangsangan dan motivasi agar murid-muridnya giat melaksankan aktivitas jasmani.

1.5.Penegasan Istilah

Penulisan ini, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah pengertian tentang judul yang penulis ambil, maka dalam penegasan istilah ini penulis akan menjelaskannya secara terperinci, yaitu :

1.5.1. Motivasi

Motivasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan.

Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.

Dari segi dorongan menurut Hull, dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi organisme. Disamping itu juga merupakan sistem yang memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya (Monty, 2000: 72).

Mc Donald merumuskan bahwa “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2007: 173).


(21)

1.5.2. Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu wicara)

Para siswa penderita tunarungu wicara di SLB ABC “Swadaya” Kendal kec. Kaliwungu, kab. Kendal. Disini yang dimaksudkan dengan berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) adalah anak-anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

1.5.3. Terhadap Proses Pembelajaran

Proses adalah runtutan perubahan atau peristiwa perkembangan sesuatu (KBBI, 1993: 206).

Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar. Dan proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar (Dimyati, 2002: 10).

Proses belajar mengajar merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan.

Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa, sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.


(22)

Proses Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

1.5.4. Penjasorkes

Menurut Adang Suherman (2000: 23) Penjasorkes adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani.

1.5.5. Di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal

Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal adalah sebuah yayasan di bidang pendidikan yang merupakan Sekolah Luar Biasa. Letaknya di Jl. Masjid no. 30 Karangtengah, Kec. Kaliwungu, Kab. Kendal.

Dari pengertian di atas, maka Survei Motivasi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunarungu Wicara) Terhadap Proses Pembelajaran Penjasorkes di SLB ABC ”Swadaya” Kendal adalah suatu penelitian tentang sejauh mana atau seberapa besar motivasi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC ”Swadaya” Kendal dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar Penjasorkes.


(23)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.Landasan Teori

2.1.1. Motivasi

2.1.1.1. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif, yang berarti sesuatu yang didorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Berasal dari kata motif itu, motivasi mempunyai arti sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif (Sardiaman, A. M, 2006: 73).

Motivasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.

Mc Donald merumuskan bahwa “Motivation is an energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi dalam (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 2007: 173).

2.1.1.2. Macam-macam Motivasi

Menurut Sri Mulyani motivasi yang mendasari tingkah laku manusia banyak jenisnya, dan dapat digolongkan berdasarkan latar belakang


(24)

perkembangannya, motivasi dalam hal ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu motiasi primer dan skunder (Monty, 2000: 86).

Motivasi primer adalah motivasi bawaan dan dapat dipelajari. Motivasi ini timbul akibat proses kimiawi fisiologik yang terdapat pada setiap orang, termasuk dalam motivasi primer ini antara lain rasa haus, rasa lapar, dan hasrat seksual.

Motivasi sekunder adalah motivasi yang diperoleh dari belajar melalui pengalaman. Motivasi ini oleh beberapa ahli juga disebut sebagai motivasi sosial.

Macam-macam motivasi menurut Sardiman (2006: 86) dibagi menjadi: 1. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya

a. Motif-motif bawaan

Adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motif ini ada tanpa dipelajari. b. Motif-motif yang dipelajari

Adalah motif-motif yang timbul karena dipelajari.

2. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis

a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi: kebutuhan untuk minum, makan, bernafas, seksual, berbuat, dan kebutuhan untuk istirahat.

b. Motif-motif darurat, meliputi: dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, dll.

c. Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat individu.

3. Motivasi jasmaniah dan rokhaniah a. Momen timbulnya alasan.


(25)

b. Momen pilih. c. Momen putusan.

d. Momen terbentuknya kemauan. 4. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi yang mencakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut motivasi murni atau motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri peserta didik. Sebagaimana dikemukakan oleh Emerson, bahwa the reward of a think well done is to have done it. Yang artinya, bahwa motivasi intrinsik adalah bersifat nyata atau motivasi sesungguhnya, yang disebut sound motivation.

Menurut Singgih D. Gunarso (1989: 53) motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsi akan tetapi tidak memerlukan rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah memiliki dorongan dari dalam yang menyebabkan individu berprestasi.

Aktivitas dan dorongan motivasi intrinsik cenderung dapat bertahan lama dibandingkan kegiatan dengan dorongan dari luar.

Menurut A. Kamiso (1991: 135) biasanya orang yang mempunyai motivasi intrinsik menunjukkan sikap sebagai berikut :

1. Tekun dalam usaha memperdalam ilmu.

2. Menunjukkan dedikasi yang tinggi dalam usaha belajar dan berlatih. 3. Tidak menggantungkan diri pada orang lain.


(26)

4. Mempunyai kepribadian yang matang dan mantap. 5. Percaya pada diri sendiri.

6. Mempunyai kedisiplinan dalam latihan. b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan. Yang bersifat negatif adalah sarkasme, ejekan dan hukuman. Motivasi ektrinsik tetap diperlukan dalam sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Sedangkan motivasi ekstrinsik terjadi karena adanya dorongan atau rangsangan dari luar dirinya.

Menurut Max Darsono (2000: 63) motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dalam diri seseorang karena pengaruh dari rangsangan luar. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh motivasi ekstrinsik terletak di luar tingkah laku tersebut.

2.1.1.3. Bentuk-bentuk motivasi

Adapun beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, antara lain:

a. Memberi angka b. Hadiah

c. Saingan


(27)

e. Memberi ulangan f. Mengetahui hasil g. Pujian

h. Hukuman

i. Hasrat untuk belajar j. Minat

k. Tujuan yang diakui 2.1.1.4. Fungsi Motivasi

Motivasi merupakan proses internal yang mengaktifkan, memadu, dan memelihara perilaku seseorang secara terus menerus.

Adapun fungsi dari motivasi menurut Sardiman (2007: 85) adalah :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, hal ini berfungsi sebagai penggerak motor yang melepaskan energi. Motivasi merupakan kekuatan yang dapat mendorong atau menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu tindakan. b. Menentukan arah perbuatan, yaitu mengarahkan ke tujuan yang hendak

dicapai. Motivasi merupakan pengatur dalam memilih alternatif antara dua atau lebih suatu tindakan yang bertentangan.

c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi sebagai pengarah yang mengarahkan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Motivasi siswa mempunyai peranan penting dalam melaksanakan proses pembelajaran Penjasorkes. Hubungan antara motivasi dengan kegiatan


(28)

Penjasorkes, keduanya saling mendukung dan saling berpengaruh terhadap hasil akhir siswa yang mengikuti kegiatan Penjasorkes diawali dengan motivasi yang baik, maka akan mendatangkan hasil yang baik. Sebaliknya apabila siswa yang mengikuti kegiatan Penjasorkes diawali dengan motivasi yang rendah maka akan memperoleh hasil yang jelek.

Motivasi bagi anak, remaja, dewasa dan orang tua mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk dapat bersenang-senang dan mendapatkan kegembiraan. 2. Untuk melepaskan ketegangan psikis.

3. Untuk mendapatkan pengalaman estetika.

4. Untuk dapat berhubungan dengan orang lain atau mencari teman. 5. Untuk kepentingan kebanggaan kelompok.

6. Untuk memelihara kesehatan badan.

7. Untuk kebutuhan psikis sesuai dengan pekerjaanya.

Dalam kegiatan belajar mengajar Penjasorkes peranan motivasi, baik motiasi intrinsik maupun ekstrinsik sangat diperlukan, karena aktivitas siswa dapat berkembang dengan adanya motivasi dan inisiatif.

2.1.2. Anak Berkebutuhan Khusus (Anak Luar Biasa)

Anak Berkebutuhan Khusus menurut Heward adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik http/:id.wikipedia/Anak Berkebutuhan Khusus (20/01/2009).


(29)

Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu,

tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak

berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan

khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan dalam belajar dapat dipandang sebagai kelambatan kematangan fungsi neurologist tertentu. Menurut pandangan ini, tiap individu mempunyai laju perkembangan yang berbeda-beda, baik fungsi motorik, kognitif maupun afektif. Anak luar biasa ini meliputi anak yang memiliki cacat fisik, cacat mata (termasuk buta atau setengah buta), cacat pada tulang (termasuk lumpuh karena gangguan otak), tuli (termasuk tuli total dan sebagian), cacat pada alat bicara, epilepsy, gangguan emosi, dan cacat bawaan. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. 1. Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total


(30)

adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan (Amin, 1981: 23).

Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat aktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan

tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. Sedangkan

media yang bersuara adalah tape recorder. Untuk membantu tunanetra beraktifitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan

Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana

tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat

putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

2. Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa


(31)

tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

3. Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.

http/:id.wikipedia/Anak Berkebutuhan Khusus (20/01/2009).

Klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70), Tunagrahita sedang (IQ : 36-51), Tunagrahita berat (IQ : 20-35), Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi

(Amin, 1981: 24). 4. Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.


(32)

5. Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

6. Kesulitan belajar

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,

brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan.

individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.

Menurut Arch C. Meck dalam bukunya yang berjudul The Educational of Exeptional Children, anak cacat adalah anak yang penampilan geraknya menyimpang dari gerakan normal secara keseluruhan http/:id.wikipedia/Anak Berkebutuhan Khusus (20/01/2009).

Menurut The Committee of National Society For The Study of Education di AS, cacat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan oleh seseorang yang menyimpang dari gerakan yang normal, walaupun telah dikembangkan secara


(33)

maksimal. Penyimpangan itu dapat dilihat dari segi fisik, mental, tingkah laku, emosional, dan sosial.

Perbedaan utama anak cacat dengan anak normal terletak pada keadaan atau kondisi fisik termasuk alat-alat fisik yang tidak lengkap sehingga ia tidak dapat melakukan tugas dan fungsinya seperti yang dilakukan oleh anak normal.

Bila kita berbicara tentang anak luar biasa, mereka memiliki kondisi yang berbeda dengan anak yang dikatakan normal dalam kaitannya dengan tuntutan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau moral. Mereka yang disebut anak-anak luar biasa itu tidak merupakan kelompok anak yang terpisah benar-benar dari anak-anak pada umumnya.

Anak tunarungu menurut derajat pendengaranya dapat diklasifikasikan dalam tuli dan kurang mendengar. Gangguan pendengaran merupakan salah satu hambatan yang sangat berarti untuk melakukan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu dampak gangguan pendengaran adalah sering terjadi salah faham sehingga berpengaruh terhadap penyesuaian diri.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengarannya (kurang dengar atau bahkan tuli), Sehingga organ pendengarannya kurang/tidak berfungsi dengan baik. Bagi yang sudah terlatih, mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melihat gerak bibir (lip reading) lawan bicaranya. Oleh karena itu ada yang menyebut anak tunarungu dengan istilah “pemata”, karena matanya seolah-olah tanpa berkedip melihat gerak bibir lawan bicaranya. Prinsip ini menuntut guru ketika memberi penjelasan hendaknya menghadap ke anak (face to face) sehingga anak dapat melihat gerak bibir guru. Demikian pula


(34)

halnya dengan anak yang mengalami gangguan komunikasi, karena organ bicaranya kurang berfungsi sempurna, akibatnya bicaranya sulit dipahami (karena kurang sempurna) oleh lawan bicaranya. Agar guru dapat memahaminya, maka anak diminta menghadap guru (face to face) ketika berbicara.

Ada dua kategori gangguan pendengaran, yaitu: pertama, disebut ”tuli” dan yang kedua sulit mendengar, artinya seseorang baru bisa mendengar apabila ada suara keras. ”Tuli” berarti adanya kerusakan pada pendengaran yang cukup berat sehingga tidak bisa menerima informasi bahasa termasuk memprosesnya. Sedangkan ”sulit mendengar” berarti adanya kerusakan pada alat pendengaran yang sifatnya bisa tetap dan tidak tetap, namun tidak sama dengan tuli. Gangguan pendengaran selain menjadi hambatan dalam proses komunikasi dan interaksi dengan orang lain juga dapat berakibat negatif terhadap munculnya konsep diri yang rendah pada siswa. Tanda-tanda adanya gangguan awal pada pendengaran adalah dalam setiap pembicaraan kepala diarahkan pada sumber suara, pertanyaan minta diulang, kurang konsentrasi, rasa sakit pada telinga, melamun dan lain-lain.

Secara medis arti dari tunarungu adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak dapat berfungsinya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran.

Secara pedagogis tunarungu adalah kekurangan atau kehilangan pndengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan pendidikan dan bimbingan khusus.

Anak-anak yang menderita tuli biasanya juga akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Oleh karena itu pada penderita tunarungu biasanya juga


(35)

menderita tunawicara. Hal itu disebabkan karena si penderita sulit menerima dan mengolah informasi bahasa dari orang lain. Tidak mampu berbicara, tidak mampu melakukan komunikasi melalui kata-kata, seperti gagap, artikulasi tidak jelas atau suara tidak terdengar.

1) Klasifikasi Anak Tunarungu

a. Berdasarkan tingkat kerusakan / kehilangan kemampuan mendengar percakapan / bicara, orang digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu :

1. Sangat ringan 27-40 DB. 2. Ringan 41-55 DB. 3. Sedang 56-70 DB. 4. Berat 71-90 DB. 5. Ekstrim 91 DB keatas.

b. Ketunarunguan berdasarkan tempat terjadinya kerusakan, dapat dibedakan atas :

1. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut tuli konduktif. 2. Kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang

menyebabkan tuli sensoris. c. Karakteristik Ketunarunguan

Kognisi anak tunarungu antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan verbal (verbal IQ) anak tunarungu lebih rendah dibandingkan kemampuan verbal anak mendengar. Namun performance IQ anak tunarungu sama dengan anak mendengar.


(36)

2. Daya ingat pendek anak tunarungu lebih rendah daripada anak mendengar, terutama pada informasi yang bersifat suksesif / berurutan. Namun pada informasi serempak antara anak tunarungu dan anak mendengar tidak ada perbedaan.

3. Daya ingat jangka panjang hampir tidak ada perbedaan walaupun prestasi akhir biasanya tetap lebih rendah.

2) Beberapa ciri khas anak tunarungu wicara (Depdikbud, 1983: 9), antara lain : a. Cara berjalanya cepat dan agak membungkuk. Hal ini disebabkan adanya

kerusakan pada alat pendengaran bagian alat keseimbangan.

b. Gerakan matanya cepat atau agak beringas. Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan sekitarnya, sehingga anak tunarungu dapat disebut sebagai anak pemata.

c. Gerak anggota badannya lincah dan cepat. Hal tersebut terlihat saat mereka mengadakan komunikasi yang cenderung menggunakan gerak isyarat dengan orang disekelilingnya, dan anak penderita tunarungu dapat disebut sebagai manusia motorik.

d. Pada waktu berbicara pernafasannya pendek dan agak terganggu. Hal ini disebabkan tidak terlatihnya sejak kecil, terutama pada saat menangis yang merupakan dasar perkembangan bicara atau bahasa.

e. Miskin kosa kata.

f. Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan.


(37)

g. Sulit mengartikan kata-kata yang abstrak, kurang menguasai irama dan gaya bahasa.

2.1.3. Proses Pembelajaran

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses, kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Hasil dari belajar bukan dari suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku (Catharina, 2004: 2). Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Belajar juga dapat diartikan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Belajar merupakan perubahan relative permanen yang terjadi karena hasil praktik atau pengalaman. Belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Belajar adalah perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.

Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) perkembangan sesuatu (KBBI, 1993: 206).

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.


(38)

Pembelajaran terjemahan dari kata “instruction” yang berarti self instruction (dari internal) dan external instruction (dari eksternal). Pembelajaran yang bersifat eksternal datang dari seorang guru yang disebut teaching atau pengajaran. Pembelajaran yang berorientasi begaimana si belajar berperilaku, memberikan makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang merubah stimuli dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil belajar itu memberikan kemampuan kepada si belajar untuk melakukan berbagai penampilan.

Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa, sehingga si belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan.

Pembelajaran menurut aliran Behavioristik adalah upaya membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan agar terjadi hubungan lingkungan dengan tingkah laku si belajar.

Menurut Oemar Hamalik (1999: 65) ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, yaitu :

1. Rencana adalah penataan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.

2. Saling ketergantungan antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan.


(39)

Adapun Prinsip-prinsip dari pembelajaran menurut Achmad Sugandi (2004: 10) antara lain :

1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristik. 2. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif. 3. Prinsip pembelajaran dari teori humanisme.

4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan. 5. Prinsip pembelajaran konstruktivisme.

6. Prinsip pembelajaran bersumber dari asas mengajar.

Proses Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

a) Modifikasi Pembelajaran ABK

Dalam merancang pembelajaran atau Pendidikan Luar Biasa maka kita harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang unik pada setiap jenis kelainan yang ada pada siswa. Karena itu Pendidikan Luar Biasa harus bisa melakukan modifikasi sehingga kebutuhan pendidikan siswa terpenuhi, keterampilan yang diberikan secara penuh dapat berfungsi dan dikuasai serta seluruh angota dari kegiatan dapat secara penuh berpartisipasi. Modifikasi secara umum dilakukan pada :

1. Kurikulumnya (total atau sebagian).

2. Strategi belajarnya ( diganti atau disesuaikan). 3. Materi dan alatnya (medianya).


(40)

5. Lingkungan (arsitekturnya dan sarana fisiknya).

Secara mendasar yang perlu dirancang dalam pembelajaran adaptif yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan ABK dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu : Kelas, program, dan layanannya.

Untuk itu maka dalam pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus bisa dilakukan pada:

1. Kelas atau Lokasi Pengajaran ABK berlangsung

a. Kelas dan lokasi pengajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga ABK dapat dengan leluasa menggunakan kelas itu.

b. Modifikasi kelas harus mendukung keberhasilan proses belajar mengajar. c. Modifikasi kelas harus memenuhi faktor keselamatan.

d. Modifikasi kelas harus memenuhi kebutuhan pendidikan setiap ABK, sehingga ia efisien menggunakan saluran informasinya yang masih tersisa. 2. Guru

Guru PLB yang dapat memberikan pelayanan Pendidikan Luar Biasa pada siswa Anak Berkebutuhan Khusus bisa guru biasa dengan berkonsultasi pada guru khusus atau Guru pembimbing khusus yang memang telah dipersiapkan dengan kompetensinya. Guru PLB untuk ABK ada beberapa macam tergantung peran dan kebutuhan layanan, yaitu :

a. Guru Biasa. b. Guru konsultan. c. Guru kunjung.

d. Guru Pembimbing khusus. e. Guru kelas Khusus.


(41)

2.1.4. Penjasorkes

1. Pengertian Pendidikan Jasmani

Pengertian Pendidikan Jasmani pada umumnya dapat dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu :

a. Pandangan Tradisional

Pandangan tradisional menganggap bahwa pendidikan jasmani semata-mata hanya mendidik jasmani atau sebagai pelengkap, penyeimbang, atau penyelaras pendidikan rokhani manusia. Dengan kata lain pendidikan jasmani hanya sebagai pelengkap saja.

b. Pandangan Modern

Pandangan modern atau sering juga disebut pandangan holistic, menganggap bahwa manusia bukan sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian yang terpilah-pilah. Manusia adalah kesatuan dari berbagai bagian yang terpadu. Oleh karena itu Pendidikan Jasmani tidak dapat hanya berorientasi pada jasmani saja atau hanya untuk kepentingan satu komponen saja.

Pendidikan Jasmani pada dasarnya adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani (Adang Suherman, 2000: 23).

2. Tujuan Pendidikan Jasmani

Secara umum tujuan Pendidikan Jasmani dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:


(42)

a. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seseorang (physical fitness).

b. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efesien, halus, indah, sempurna (skillful).

c. Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berpikir dan menginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam lingkunganya sehingga memungkinkanya tumbuh dan berkembangnya pengetahuan,sikap, dan tanggung jawab siswa.

d. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat.

3. Bahan Ajar Pendidikan Jasmani

Selain aktivitas jasmani, para penyelenggara Pendidikan Jasmani dituntut harus memahami secara mendalam beberapa disiplin lainnya yang berada di bawah payung Pendidikan Jasmani. Beberapa diantaranya adalah, sport medicine, training theory, sport biomekanik, sport psikologi, sport pedagogi, sport sosiologi, sport history, dan sport philosophy.

4. Komponen-komponen Kesegaran Jasmani

Komponen-komponen kesegaran jasmani merupakan satu kesatuan dan memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain dan masing-masing komponen memiliki ciri-ciri tersendiri serta memiliki fungsi pokok atau berpengaruh pada kesegaran jasmani orang. Agar seseorang dapat dikatakan tingkat kondisi fisiknya


(43)

baik atau tingkat kesegaran jasmaninya baik, maka status setiap komponen kesegaran jasmani harus dalam kategori baik.

Secara umum komponen atau unsur-unsur dari kesegaran jasmani itu adalah :

1) Daya tahan kardiovaskuler (cardiovascular endurance)

Daya tahan kardiovaskuler adalah kesanggupan sistem jantung, paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan kerja dalam mengambil oksigen dan menyalurkan ke jaringan yang aktif sehingga dapat dipergunakan dalam proses metabolisme tubuh. Daya tahan otot (muscle endurance).

Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan suatu kelompok ototnya untuk berkontaksi terus menerus dalam waktu relatif cukup lama dengan beban tertentu.

2) Kekuatan Otot (muscle strength)

Kekuatan otot adalah tenaga / gaya atau tegangan yang dapat dihasilkan otot atau sekelompok otot pada suatu kontraksi maksimal.

3) Kelentukan (flexibility)

Kelentukan adalah keefektifan seseorang dalam penyesuaian dirinya untuk melaksanakan segala aktifitas tubuh dengan penguluran seluas-luasnya, terutama otot-otot, ligamen-ligamen di sekitar persendian.

4) Komposisi tubuh (body composition)

Komposisi tubuh digambarkan dengan berat badan tanpa lemak dan berat lemak. Berat badan tanpa lemak terdiri atas massa otot (40-50 %), tulang


(44)

(16-18 %) dan organ-organ tubuh (29-39 %). Berat lemak dinyatakan dalam presentasenya terhadap berat badan total. Secara umum dapat dikatakan makin kecil presentasi lemak, makin baik kinerja seseorang.

5) Kecepatan gerak (speed of movement)

Kecepatan gerak adalah kemampuan untuk melaksanakan gerak-gerak yang sama atau tidak sama secepat mungkin.

6) Kelincahan (agility)

Kelincahan adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah, dalam posisi-posisi di arena tertentu. Kelincahan sesorang dipengaruhi oleh usia, tipe tubuh, jenis kelamin, berat badan dan kelelahan.

7) Keseimbangan (balance)

Keseimbangan adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf ototnya, selama melakukan gerak-gerak yang cepat dengan perubahan letak titik-titik berat badan yang cepat pula, baik dalam keadaan statis maupun dalam gerak dinamis.

8) Kecepatan reaksi (reaction time)

Kecepatan reaksi adalah waktu yang dibutuhkan untuk memberi jawaban gerak setelah menerima suatu rangsangan.

9) Koordinasi (coordination)

Koordinasi adalah kemampuan seseorang dalam mengintegrasikan gerakan yang berbeda ke dalam suatu pola gerakan tunggal secara efektif.


(45)

2.1.5. Pembelajaran Adaptif dalam Pendidikan Jasmani bagi ABK

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak yang mengalami kelainan sedemikian rupa baik fisik, mental, sosial maupun kombinasi dari ketiga aspek tersebut, sehingga untuk mencapai potensi yang optimal ia memerlukan Pendidikan luar biasa (PLB).

PLB merupakan pendidikan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan ABK. Adapun yang dirancang dalam PLB adalah kelas, program dan layanannya. Sehingga PLB dapat diartikan juga sebagai Spesial Kelas, program atau layanan yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Anak luar Biasa.

ABK bisa memiliki masalah dalam sensoriknya, motoriknya, belajarnya, dan tingkah lakunya. Semua ini mengakibatkan terganggunya perkembangan fisik anak. Hal ini karena sebagian besar ABK mengalami hambatan dalam merespon rangsangan yang diberikan lingkungan untuk melakukan gerak, meniru gerak dan bahkan ada yang memang fisiknya terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan gerakan yang terarah dengan benar.

Di satu sisi, Anak Luar Biasa harus dapat mandiri, beradaptasi, dan bersaing dengan orang normal, di sisi lain ia tidak secara otomatis dapat melakukan aktivitas gerak. Secara tidak disadari akan berdampak kepada pengembangan dan peningkatan kemampuan fisik dan keterampilan geraknya. Pendidikan Jasmani bagi ABK disamping untuk kesehatan juga harus mengandung pembetulan kelainan fisik.


(46)

Dengan uraian di atas maka jelas bahwa Pendidikan Jasmani yang diadaptasi dan dimodifikas sesuai dengan kebutuhan, jenis kelainan dan tingkat kemampuan ABK merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan Pendidikan bagi ABK. Keberhasilan ini akan terwujud baik pada PLB dalam bentuk kelas khusus, program khusus, maupun dalam bentuk layanan khusus di SD biasa maupun di tiap jenjang sekolah biasa lainnya.

Apa dan bagaimana Pendidikan Jasmani bagi ABK atau Pendidikan Jasmani Adaptif secara sederhana akan diuraikan dibawah ini:

1. Pengertian Pendidikan Jasmani Adaptif

Secara mendasar Pendidikan Jasmani Adaptif adalah sama dengan Pendidikan Jasmani biasa. Pendidikan Jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan secara keseluruhan.

Pendidikan Jasmani Adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor.

Hampir semua jenis ketunaan ABK memiliki problem dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar. Sebagian ABK bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan Pendidikan Jasmani bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu mengembangkan dan mengkoreksi kelainan dan keterbatasan tersebut.


(47)

2. Ciri-ciri Program Pengajaran Adaptif

Sifat program pengajaran Pendidikan Jasmani Adaptif memiliki ciri khusus yang menyebabkan nama Pendidikan Jasmani ditambah dengan kata adaptif. Adapun ciri tersebut adalah:

a. Program Pengajaran Penjas Adaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada siswa yang berkelainan berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kepuasan. Misalnya bagi siswa yang memakai korsi roda satu tim dengan yang normal dalam bermain basket, ia akan dapat berpartisipasi dengan sukses dalam kegiatan tersebut bila aturan yang dikenakan kepada siswa yang berkorsi roda dimodifikasi. Demikian dengan kegiatan yang lainnya. Oleh karena itu pendidikan Jasmani Adaptif akan dapat membantu dan menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.

b. Program Pengajaran Penjas Adaptif harus dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan jasmani individu ABK. Untuk itu pendidikan Jasmani Adaptif mengacu pada suatu program kesegaran jasmani yang progressif, selalu berkembang dan atau latihan otot-otot besar. Dengan demikian tingkat perkembangan ABK akan dapat mendekati tingkat kemampuan teman sebayanya.

3. Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif

Tujuan pendidikan jasmani adaptif anrara lain :

a. Untuk menolong siswa menkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki.


(48)

memperburuk keadaannya melalui Pendidikan Jasmani tertentu.

c. Memberikan kesempatan pada siswa mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah olahraga dan aktivitas jasmani.

d. Menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan mentalnya.

e. Membantu siswa melakukan penyesuaian sosial dan mengembangkan perasaan memiliki harga diri.

f. Membantu siswa mengembangkan pengetahuan dan apresiasi terhadap mekanika tubuh yang baik.

g. Menolong siswa memahami dan menghargai macam olahraga yang dapat diminatinya.


(49)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian

Metodologi adalah cara yang memecahkan masalah dalam penelitian. Penggunaan metode harus disesuaikan dengan permasalahan yang dikaji agar diperoleh hasil dan simpulan yang tepat.

3.1.1. Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal, yang jumlahnya ada 40 siswa tunarungu wicara.

3.1.2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 2006: 131). Pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan purposive sample. Subyek yang diambil tidak keseluruhan, karena alasan tertentu. Salah satunya adalah adanya beberapa siswa yang sering tidak masuk dalam jangka waktu yang lama. Jumlah subjek secara keseluruhan ada 40 siswa, karena alasan tertentu, subyek yang diambil hanya 25 siswa.


(50)

3.1.3. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi (2006: 118) Variabel Penelitian adalah obyek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

• Variabel bebas

Motivasi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara).

• Variabel Terikat

Proses pembelajaran Penjasorkes.

3.1.4. Instrumen Penelitian

Keberhasilan suatu penelitian ditentukan oleh instrumen yang dipakai, sebab data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan menguji hipotesisis diperoleh melalui instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga data empiris dapat diperoleh sebagaimana adanya.

Apabila sudah ada instrumen yang terstandar, maka peneliti boleh meminjam dan menggunakan untuk mengumpulkan data. Dan bagi instrumen yang belum ada persediaan di Lembaga Pengukuran dan Penilaian, maka peneliti harus menyusun sendiri, mulai dari merencanakan, menyusun, mengadakan uji coba dan merevisi (Suharsimi Arikunto, 2006: 166).


(51)

3.1.5. Prosedur pengadaan instrumen

1. Perencanaan, meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategorisasi variabel. Untuk tes, langkah ini meliputi perumusan tujuan dan pembuatan tabel spesifikasi.

2. Penulisan butir soal atau item kuesioner, penyusunan skala, penyusunan pedoman wawancara.

3. Penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman mengerjakan surat pengantar, kunci jawaban dan lain-lain yang perlu.

4. Uji coba, baik dalam skala kecil maupun besar.

5. Penganalisaan hasil, analisis item, melihat pola jawaban peninjauan saran-saran, dan sebagainya.

6. Mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, dan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu uji coba.

3.1.6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Metode Kuesioner atau Angket

Menurut Arikunto (2006: 225) Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui .

Kuesioner atau angket digunakan untuk mencari data tentang motivasi siswa tunarungu wicara dalam Penjasorkes.


(52)

2. Metode Observasi

Metode Observai adalah metode pengamatan langsung (Suharsimi Arikunto, 2006: 229). Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan mengamati proses pembelajaran anak tunarungu wicara di SLB ABC “Swadaya”. Peneliti mengamati aktivitas guru dan siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran Penjasorkes.

3. Metode Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006: 231) metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.

Studi dokumentasi pada penelitian ini diperoleh dari catatan mengenai guru penjasorkes mengajar dan siswa tunarungu wicara. Selain itu, sebagai bukti peneliti mengambil gambar kegiatan pembelajaran Penjasorkes guru dan siswa dalam bentuk foto.

3.1.7. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian ini diawali dengan mengurus perijinan penelitian, penyusunan angket, uji coba angket, uji validitas dan uji reliabilitas angket.

a. Perijinan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan mengurus perijinan di instansi, dalam hal ini diperlukan surat ijin dari Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang sebagai pengantar untuk mengadakan penelitian yang ditujukan kepada kepala Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal.


(53)

b. Persiapan Angket Penelitian

Langkah awal dalam penyusunan angket yaitu membuat kisi-kisi angket yang nantinya dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan, sebelum diuji cobakan angket dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

c. Uji Coba Angket

Angket merupakan alat ukur sebelum dipergunakan untuk penelitian yang sesungguhnya, terlebih dahulu diuji cobakan sebagai syarat supaya diperoleh alat ukur yang valid dan reliabilitas sehingga hasil pengukuran tersebut dapat dipercaya.

3.1.8. Uji Validitas dan Reliabilitas

3.1.8.1. Uji Validitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 168) Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen.

Suatu instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Instrumen disusun sesuai dengan isi dari keseluruhan masalah yang diteliti dengan langkah-langkah:

1. Menetapkan konsep. 2. Membuat rencana angket. 3. Menyusun angket.


(54)

5. Angket disetujui dan memenuhi validitas

Kriteria valid yang digunakan yaitu dengan mengkorelasikan antara skor tiap item soal dengan skor total. Untuk mengukur validitas digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut :

− − = )] ( ][ ) ( [ ) )( ( 2 2 2

2 X N Y Y

X N XY XY XY N rxy Keterangan :

rxy : koefesien korelasi antara variabel x dan veriabel y x : nilai faktor tertentu

y : nilai faktor total N : jumlah responden

Suatu butir angket dinyatakan valid apabila memiliki harga pada taraf signifikasi 5%.

Berdasarkan analisi validitas hasil uji coba instrumen angket diketahui dari 22 soal yang dinyatakan valid ada 21 soal. Kriteria valid yang digunakan rxy>rtabel pada taraf signifikan 5% dengan N = 25 yaitu 0,396 (Suharsimi Arikunto, 2006: 359). Apabila butir soal memiliki koefisien rxy>rtabel, maka butir soal tersebut dikatakan valid.

3.1.8.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen


(55)

tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2006: 178). Dalam penelitian ini untuk mencari realibilitas, alat ukur digunakan teknik dengan menggunakan rumus Spearman-Brown (Suharsimi Arikunto, 2006: 180).

(

1/21/2

)

2 / 21 / 1 11

1 2

r xr r

+ =

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrumen

r1/21/2 : rxy yang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen

(Suharsimi Arikunto, 2006: 180)

Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen atau harga r11=0,91285. Instrumen dikatakan reliabel apabila harga r11 berada lebih besar dari bilangan batas pada taraf rtebel. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen menunjukkan harga r11data berada lebih besar dari bilangan batas rtabel pada taraf signifikan 5% dengan N=25, yaitu 0,396.

3.1.9. Metode Analisis Data

Data kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian korelasional, komparatif, atau eksperimen diolah dengan rumus-rumus statistik yang sudah disediakan, baik secara manual maupun menggunakan jasa komputer. Data yang


(56)

diperoleh dari angket dijumlahkan atau dikelompokkan sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan (Suharsimi Arikunto, 2006: 239).

Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi : 1. Persiapan

2. Tabulasi

3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian Tahapan analisis data adalah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data

Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi, angket, dan dokumentasi.

2. Reduksi data

Memilih hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. 3. Penyajian data

Sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

4. Pengambilan keputusan

Peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul.

Data dari dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif yang akan dianalisis secara deskriptif prosentase dengan langkah sebagai berikut :

a. Menghitung nilai responden dari masing-masing aspek atau sub variabel. b. Merekap nilai.


(57)

d. Menghitung prosentasi dengan rumus

% 100 x N

n DP=

Keterangan :

DP : deskriptif prosentase

N : skor empirik (skor yang diperoleh) n : skor ideal / jumlah nilai responden

3.1.10.Keterbatasan

Walaupun penelitian ini telah diusahakan sebaik-baiknya tetapi ada beberapa keterbatasan dan kekurangan yang dialami oleh peneliti diantaranya yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan angket tertutup, jadi responden tinggal memilih jawaban yang sesuai dengan keinginannya. Untuk mengatasinya perlu memberikan pengarahan secukupnya terhadap hal - hal yang belum dimengerti oleh responden.

2. Kondisi siswa yang tidak normal (tunarungu wicara) menjadikan kesulitan bagi responden dalam memahami angket, sehingga diperlukan guru pendamping dalam menjawab angket.


(58)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian

Berdasarkan analisis data yang terkumpul maka dapat diperoleh hasil untuk motivasi yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal yang terdiri dari motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sebagai berikut.

Tabel 1. Tabel Motivasi Siswa mengikuti Pelajaran Penjasorkes

Berdasarkan tabel diatas diperoleh sebanyak 16 siswa atau 64,00% yang memiliki motivasi yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes dalam kategori sedang, sebanyak 9 siswa atau 36,00% yang memiliki motivasi yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes dalam kategori tinggi dan tidak ada yang memiliki kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 1 berikut.

16 64.0 64.0 64.0

9 36.0 36.0 100.0

25 100.0 100.0

Sedang Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(59)

Gambar 1.

Diagram Batang Motivasi siswa mengikuti Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

4.1.1. Motivasi Intrinsik

Berdasarkan analisis data yang terkumpul maka dapat diperoleh hasil untuk motivasi instrinsik yang terdiri dari indikator menjadikan tubuh sehat, aktivitas sehari-hari serta untuk mencapai kesuksesan. Motivasi intrinsik yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal sebagai berikut:


(60)

Tabel 2. Motivasi Instrinsik

Berdasarkan tabel diatas diperoleh sebanyak 17 siswa (68,00%) yang memiliki motivasi instrinsik dalam kategori sedang, sebanyak 8 siswa (32,00%) yang memiliki faktor motivasi instrinsik dalam kategori tinggi dan tidak ada yang memiliki kategori rendah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 2 berikut.

Gambar 2

Diagram batang Motivasi Instrinsik Siswa

17 68.0 68.0 68.0

8 32.0 32.0 100.0

25 100.0 100.0

Sedang Tinggi Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

32.00%

68.00%

0.00% 0.00%

10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00%


(61)

0.0% 76.0% 24.0% 0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0%

Tinggi Sedang Rendah

4.1.2. Motivasi Ekstrinsik

Sedangkan motivasi ekstrinsik yang terdiri dari indikator untuk bermasyarakat, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta mendapatkan kesenangan. Motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) dalam mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes di SLB ABC “Swadaya” Kendal diperoleh hasil analisis sebagai berikut.

Tabel 3. Motivasi Ekstrinsik

Berdasarkan tabel diatas diperoleh sebanyak 19 siswa (76,00%) yang memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori sedang, sebanyak 6 siswa (24,00%) yang memiliki motivasi ekstrinsik dalam kategori rendah dan tidak ada yang memiliki kategori tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 3 berikut.

Gambar 3

Diagram Batang Motivasi Ekstrinsik Siswa

6 24.0 24.0 24.0

19 76.0 76.0 100.0

25 100.0 100.0

Rendah Sedang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(62)

1. Motivasi Intrinsik

a. Menjadikan Tubuh Sehat

Hasil penelitian motivasi intrinsik pada indikator menjadikan tubuh yang sehat terdiri dari 5 butir pertanyaan yang memuat tentang faktor kesehatan, tubuh yang sehat, badan menjadi kurus, dan untuk menjaga kesehatan badan. Secara terperinci hasil penelitian masing-masing faktor dari menjadikan tubuh yang sehat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Faktor Kesehatan

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal untuk kesehatan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4. Faktor Kesehatan

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 25 siswa atau 100% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes agar tubuh menjadi sehat. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi agar tubuh menjadi sehat tidak ada (0,00%). Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 4 berikut :

25 100.0 100.0 100.0

Ya Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(63)

100.00%

Ya

Gambar 4.

Diagram lingkaran Faktor Kesehatan

2) Faktor Tubuh yang kuat

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal untuk memperoleh tubuh menjadi lebih kuat diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Faktor Tubuh yang kuat

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 16 siswa atau 64,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes agar tubuh menjadi kuat. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi agar tubuh menjadi kuat sebanyak 9 siswa atau 36,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 5. berikut :

16 64.0 64.0 64.0

9 36.0 36.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(64)

36.00%

64.00%

Tidak Ya

Gambar 5.

Diagram lingkaran faktor tubuh menjadi kuat

3) Faktor Badan menjadi kurus

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal untuk memperoleh badan yang lebih kurus diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 6. Faktor Badan Menjadi Kurus

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 20 siswa atau 80,00% tidak memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes agar badan menjadi lebih kurus. Sedang siswa yang memiliki motivasi agar

5 20.0 20.0 20.0

20 80.0 80.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(65)

80.00% 20.00%

Tidak Ya

badan menjadi lebih kurus sebanyak 5 siswa atau 20,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 6. berikut:

Gambar 6.

Diagram Lingkaran faktor tubuh menjadi kurus

4) Faktor Menjaga kesehatan badan

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal untuk menjaga kesehatan badan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 7. Faktor Menjaga Kesehatan Badan

22 88.0 88.0 88.0

3 12.0 12.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(66)

12.00%

88.00%

Tidak Ya

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 22 siswa atau 88,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes untuk menjaga kesehatan badan. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi untuk menjaga kesehatan badan sebanyak 3 siswa atau 12,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 7. berikut:

Gambar 7

Diagram Lingkaran Faktor untuk Menjaga Kesehatan Badan

b. Aktivitas Sehari-hari

Hasil penelitian motivasi intrinsik pada indikator aktivitas sehari-hari yang terdiri dari 5 butir pertanyaan yang memuat tentang faktor hobi, kebutuhan, menjaga kondisi fisik tetap sehat dan kesenangan sejak kecil.. Secara terperinci hasil penelitian masing-masing faktor dari aktivitas sehari-hari dapat dijelaskan sebagai berikut.


(67)

36.00%

64.00%

Tidak Ya

1) Faktor Hobi

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal karena merupakan hobi yang harus dikembangkan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 8. Faktor Hobi

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 16 siswa atau 64,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes merupakan salah satu hobi mereka. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi yang merupakan salah satu hobi sebanyak 9 siswa atau 36,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 8. berikut:

Gambar 8

Diagram Lingkaran Faktor Hobi

16 64.0 64.0 64.0

9 36.0 36.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(68)

2) Faktor Kebutuhan

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal merupakan salah satu kebutuhan diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 9. Faktor Kebutuhan

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 13 siswa atau 52,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes merupakan salah satu kebutuhan yang harus dipenuhi. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi yang merupakan salah satu kebutuhan sebanyak 12 siswa atau 48,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 9. berikut:

12 48.0 48.0 48.0

13 52.0 52.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(69)

52.00% 48.00%

Tidak Ya

Gambar 9.

Diagram Lingaran Faktor Kebutuhan

3) Faktor Kondisi fisik menjadi lebih baik

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal untuk memperoleh kondisi fisik menjadi lebih baik diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 10. Faktor Kondisi Fisik menjadi Lebih Baik

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 18 siswa atau 72,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes untuk memperoleh kondisi fisik menjadi lebih baik. Sedang siswa yang tidak

18 72.0 72.0 72.0

7 28.0 28.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(70)

28.00%

72.00%

Tidak Ya

memiliki motivasi agar kondisi fisik menjadi lebih baik sebanyak 7 siswa atau 28,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 10. berikut:

Gambar 10

Diagram Lingkaran Faktor Kondisi Fisik menjadi lebih Baik

4) Faktor Kesenangan Sejak kecil

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal merupakan kesenangan sejak kecil diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 11. Faktor Kesenangan Sejak Kecil

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 11 siswa atau 44,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes merupakan kesenangan sejak waktu kecil. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi

11 44.0 44.0 44.0

14 56.0 56.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(71)

56.00%

44.00%

Tidak Ya

yang merupakan kesenangan sejak kecil sebanyak 14 siswa atau 56,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 11. berikut:

Gambar 11

Diagram Lingkaran Faktor Kesenangan Sejak Kecil

c. Untuk Mencapai Sukses

Hasil penelitian motivasi intrinsik pada indikator untuk mencapai sukses terdiri dari 3 butir pertanyaan yang memuat tentang cita-cita sejak kecil, keinginan menjadi atlit dan untuk memperoleh nilai yang baik. Secara terperinci hasil penelitian masing-masing faktor dari untuk mencapai sukses dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Faktor Cita-cita menjadi guru Olahraga

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal karena memiliki cita-cita untuk menjadi guru olahraga diperoleh hasil sebagai berikut :


(72)

48.00% 52.00%

Tidak Ya

Tabel 12. Faktor Cita-cita Menjadi Guru Olahraga

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 13 siswa atau 52,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes karena memiliki cita-cita menjadi guru olahraga. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi untuk menjadi guru olahraga sebanyak 12 siswa atau 48,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 12. berikut:

Gambar 12

Diagram Lingkaran Faktor Keinginan Menjadi Guru Olahraga

13 52.0 52.0 52.0

12 48.0 48.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(73)

32.00%

68.00%

Tidak Ya 2) Faktor Keinginan menjadi atlit

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal karena memiliki keiginan untuk menjadi atlit diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 13. Faktor Keinginan Menjadi Atlit

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 17 siswa atau 68,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes karena memiliki keinginan untuk menjadi atlit. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi untuk menjadi atlit sebanyak 8 siswa atau 32,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 13. berikut:

Gambar 13

Diagram Lingkaran Faktor Keinginan Menjadi Atlit

17 68.0 68.0 68.0

8 32.0 32.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(74)

4.00%

96.00%

Tidak Ya

3) Faktor Nilai yang bagus

Motivasi intrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal untuk memperoleh nilai yang bagus diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 14. Faktor Nilai yang bagus

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 24 siswa atau 96,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes karena ingin memperoleh nilai yang bagus. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi untuk memperoleh nilai yang bagus sebanyak 1 siswa atau 4,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 14. berikut:

Gambar 14.

Diagram Lingkaran Faktor nilai yang bagus

24 96.0 96.0 96.0

1 4.0 4.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(75)

2. Motivasi Ekstrinsik

a. Untuk bermasyarakat

Hasil penelitian motivasi ekstrinsik pada indikator untuk bermasyarakat terdiri dari 6 butir pertanyaan yang memuat tentang faktor guru yang baik, permintaan orang tua, mencari teman, dan kebanggan orang tua. Secara terperinci hasil penelitian masing-masing faktor dari untuk bermasyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Faktor Guru yang baik

Motivasi ekstrinsik mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bagi siswa berkebutuhan khusus (tunarungu wicara) di Sekolah Luar Biasa ABC “Swadaya” Kendal karena guru olahraga yang baik diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 15. Faktor guru yang baik

Berdasarkan tabel diatas, bahwa sebanyak 14 siswa atau 56,00% memiliki motivasi mengikuti proses pembelajaran Penjasorkes karena faktor guru yang baik. Sedang siswa yang tidak memiliki motivasi mengikuti pelajaran Penjasorkes karena guru yang baik sebanyak 11 responden atau 44,00%. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 15. berikut :

14 56.0 56.0 56.0

11 44.0 44.0 100.0

25 100.0 100.0

Ya Tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(1)

DAFTAR RESPONDEN SLB ABC SWADAYA KENDAL

NO NAMA KELAS

1 FANI FENANDA D1

2 M. FIRDAUS JAVARIO D1

3 RIZAL DIAN WICAKSONO D1

4 BENEDIQTA DWI RIZKIA D2

5 ALFIADO RICO JANUAR D2

6 ISNI FAISOL D2

7 NUR ISNAINI D3

8 M. FAHRIZAL ILMI D3

9 A. KHOIRUL MUIN D3

10 RIZAL ALFIANTO D3

11 ASNAL MUQOSIM D3

12 M. IZUDIN D4

13 ELITA DWI WAHYU D5

14 SUPRI MAULANA D5

15 DAYANTI NOVITASARI D5

16 FARIZ STYADI D5

17 FITRI ARIYANA D6

18 DWI LESTARI D6

19 ARIF SAIFUDIN VII

20 RIZKI DIAN VII

21 FARID AMBRUJUKA VIII

22 NILA KURNIAWATI VIII

23 TRI KARTIKASARI VIII

24 BURHANUDIN AHMAD IX


(2)

104 DAFTAR GURU SLB ABC “SWADAYA” KENDAL

NO NAMA GURU JABATAN

1 RIYATNI Kepala SLB ABC “Swadaya” 2 UCU INDRAYATI Waka SLB ABC “Swadaya” 3 Dra. WIDIYATI NANI H. Guru Kelas

4 KANAFI Guru Kelas

5 SUSI SUDARTI Guru Kelas

6 PARIYEM Guru Kelas

7 SUTRIYANINGSIH Guru Kelas 8 Dra. SULARSIH Guru Kelas 9 ELAN AFILIA ARDIYANI, A.Ma Guru Kelas 10 ETI SULISTYOWATI Guru Kelas 11 KHOIRUL ULUM, S.Ag Guru Kelas 12 KHAYATUN M, SH Guru Kelas 13 FAUZAH, S.Ag Guru Kelas 14 SULISTYOWATI, S.Pd Guru Kelas 15 SRI SULISTYOWATI S.Sos I Guru Kelas 16 UMI ROHMATUL H. S. P Guru Kelas 17 MAHENDRA KUNCORO, S.Pd Guru Kelas 18 RIZKY PUTRI ANGGRAINI Guru Kelas


(3)

SLB ABC “Swadaya” Kendal


(4)

106

Gedung SLB ABC “Swadaya” Kendal


(5)

Peneliti memberi arahan kepada salah satu responden


(6)

108

Proses pelaksanaan pengisian angket