PENGARUH PEMBELAJARAN PKN DAN PROSES HABITUASI TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER SISWA :Studi Deskriptif Analitis Pada SMP Negeri di Kabupaten Bangka.

(1)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR DIAGRAM ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel ... 12

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ... 15

F. Asumsi Penelitian... 16

G. Hipotesis Penelitian ... 17

H. Metode Penelitian ... 17

I. Lokasi Dan Sampel Penelitian ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21

A. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pembangunan Karakter... 21

1. Konsep dan Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan... 21

2. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Nilai... 29

3. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter... 34

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan... 37

1. Pengertian dan Teori Pembelajaran... 37

2. Komponen-Komponen Pembelajaran PKn... 45

3. Paket-Paket Pembelajaran PKn... 52

C. Proses Habituasi... 58

1. Pengertian Habituasi... 58

2. Bentuk-Bentuk Habituasi di Sekolah... 61

D. Pembangunan Karakter... 63

1. Pengertian Karakter... 63


(2)

ii

3. Pendidikan Karakter... 73

4. Prinsip dan Metode Pendidikan Karakter... 77

5. Pendidikan Karakter dalam Sistem Pendidikan Nasional... 81

E. Hasil Kajian Penelitian Terdahulu ... 88

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 92

A. Pendekatan dan Metode Penelitian... 92

B. Prosedur Penelitian... 94

C. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 96

1. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 96

2. Sampel Penelitian ... 96

D. Operasionalisasi Variabel Penelitian... 99

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) ... 99

2. Proses Habituasi (X2)... 101

3. Pembangunan Karakter (Y) ... 102

E. Instrumen Pengumpulan Data... 106

1. Teknik Pengumpulan Data ... 106

2. Strategi Pengembangan Instrumen ... 108

3. Hasil Uji Coba Instrumen ... 110

4. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ... 112

F. Teknik Analisis Data... 115

1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik ... 115

2. Teknik Analisis Deskriptif ... 118

3. Analisis Korelasi ... 118

4. Analisis Regresi Linier ... 119

5. Analisis Konstribusi ... 123

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 125

A. Lokasi Penelitian... 125

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 129

1. Hasil Penelitian Deskriptif... 129

2. Hasil Pengujuan Hipotesis... 140

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 151

1. Pembelajaran PKn Berpengaruh terhadap Pembangunan Karakter ... 152

2. Proses Habituasi Berpengaruh terhadap Pembangunan Karakter ... 171

3. Pembelajaran PKn dan Proses Habituasi Berpengaruh terhadap Pembangunan Karakter ... 176


(3)

iii

D. Temuan Penelitian ... 196

1. Pendidikan Kewarganegaraan Terkait Langsung dengan Pembangunan Karakter ... 196

2. Proses Pembelajaran Pendidikan Kewaganegaraan di SMP Negeri Kabupaten Bangka Berada pada Tataran Minimal Menuju pada Tataran Maksimal... 198

3. Pendidikan Karakter dalam Konteks Mikro Dilaksanakan Melalui Program Pengembangan Diri pada SMP Negeri di Kabupaten Bangka ... 202

4. Proses Habituasi Menjadi Faktor Penunjang dalam Pembangunan Karakter ... 204

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 207

A. Kesimpulan ... 207

1. Kesimpulan Umum ... 207

2. Kesimpulan Khusus... 209

B. Rekomendasi ... 210

DAFTAR PUSTAKA ... 215

LAMPIRAN... 220


(4)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel : 2.1. Substansi Nilai Karakter yang ada pada SKL ………. 87

Tabel : 3.1. Persebaran Jumlah SMP Negeri di Kabupaten Bangka ... 97

Tabel : 3.2. Distribusi Penarikan Sampel ... 99

Tabel : 3.3. Operasionalisasi Variabel ... 103

Tabel : 3.4. Hasil Analisis Uji Validitas Variabel X1... 112

Tabel : 3.5.Hasil Analisis Uji Validitas Variabel X2... 113

Tabel : 3.5.Hasil Analisis Uji Validitas Variabel Y ... 114

Tabel : 3.7. Hasil Pengujian Normalitas ... 116

Tabel : 3.8. Hasil Uji Homogenitas ... 117

Tabel : 3.9. Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi (r) ... 119

Tabel : 3.10. Linieritas Variabel Y dengan Variabel X ……….. 120

Tabel : 3.11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 121

Tabel : 3.12. Hasil Uji Autokorelasi ... 122

Tabel : 4.1. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Pembelajaran PKn di SMP Negeri Kabupaten Bangka ... 129

Tabel : 4.2. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Pembelajaran PKn di SMP Negeri Kabupaten Bangka (Per-Dimensi) ... 130

Tabel : 4.3. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Proses Habituasi pada SMP Negeri di Kabupaten Bangka ... 135

Tabel : 4.4. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Proses habituasi Pada SMP N di Kabupaten Bangka (Per-Dimensi) ... 136

Tabel : 4.5. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Pembangunan Karakter siswa di Kabupaten Bangka... 138

Tabel : 4.6. Persepsi Subyek Penelitian terhadap Kondisi Pembangunan Karakter Siswa SMP N di Kabupaten Bangka (Per-Dimensi) ... 139

Tabel : 4.7. Hasil Pengolahan Data Hubungan antara Variabel X1, X2, dan Y .. 141

Tabel : 4.8. Hasil Analisis Korelasi Parsial antara Variabel X1 dengan Y pada saat X2 Dikontrol ... 143


(5)

v

Tabel : 4.9. Hasil Analisis Korelasi Parsial antara Variabel X2 dengan Y pada saat X1 Dikontrol ... 144 Tabel : 4.10. Hasil Analisis Regresi ………. 146 Tabel : 4.11. Linieritas Variabel X dan Y ……… 147 Tabel : 4.12. Konstribusi Masing-Masing Variabel X1dan X2 Terhadap Y …… 148 Tabel : 4.13. Hasil Uji koefisien ………. 149 Tabel : 4.14. Substansi Nilai Karakter yang Ada pada SKL SMP/MTS/ SMPLB/


(6)

vi

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Hubungan Antarvariabel ... 12 Bagan 1.2. Paradigma Penelitian ... 20 Bagan 4.1. Korelasi X1, X2, X1 dan X2 terhadap Y ... 147


(7)

vii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram: 4.1. Konstribusi Pembelajaran PKn terhadap Pembangunan Karakter ...……… 152 Diagram: 4.2. Konstribusi Proses Habituasi terhadap Pembangunan Karakter.. 171 Diagram : 4.3. Konstribusi Pembelajaran PKn dan Proses Habituasi terhadap


(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar : 2.1.Keterkaitan Nilai-Nilai Moral dengan Pembentukan Karakter .... 68

Gambar: 2.2. Keterpaduan Karakter Individu ... 69

Gambar: 2.3. Keterpaduan Karakter Baik ... 73

Gambar: 2.4. Skema Metode Pendidikan Karakter ………. 81

Gambar : 2.5.Pendidikan Konprehensif Pembentukan Karakter Individu ... 86

Gambar : 3.1. Prosedur Penelitian ... 95

Gambar : 3.2.Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 123

Gambar: 4.1. Peta Wilayah Kabupaten Bangka ... 126

Gambar: 4. 2. Skema Metode Pendidikan Karakter ……….. 190

Gambar: 4.3. Pola Pembangunan Karakter Melalui Proses Habituasi... 191


(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 220

Lampiran 2: Angket Penelitian yang Diuji Coba... 231

Lampiran 3: Hasil Uji Coba Instrumen ... 239

Lampiran 4: Angket Penelitian ... 240

Lampiran 5: Data Mentah Hasil Penelitian ... 260

Lampiran 6: Data Ordinal Menjadi Data Interval ... 314

Lampiran 7: Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas ... 320

Lampiran 8: Analisis Deskriptif ... 322

Lampiran 9: Analisis Korelasi dan Regresi ... 327

Lampiran 10: Laporan Hasil Wawancara ... 335


(10)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Membangun karakter bangsa (nation-character building) merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga dan memelihara eksistensi suatu bangsa dan negara, maka tidak mengherankan jika di awal kemerdekaan, Presiden Republik Indonesia pertama Soekarno, telah menekankan prinsip berdaulat dalam politik, berdiri di kaki sendiri (Berdikari) dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan (Fathah, 2008:3). Namun hingga kini karakter warga negara belum menunjukkan karakter yang baik, seperti terlihat dari banyaknya perilaku warga negara yang menyimpang dari nilai-nilai, moral, dan norma yang berlaku.

Budimansyah (2009), dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar FPIPS menyatakan bahwa: Secara historis dan sosio-kultural pembangunan bangsa dan pembangunan karakter (nation and character building) merupakan komitmen nasional yang telah lama tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Seperti yang tercermin dalam berbagai dokumen sejarah politik dan ketatanegaraan, sehingga pada mulanya bangsa

Indonesia dikenal sebagi bangsa penyabar, ramah, penuh sopan santun, tetapi sekarang berubah menjadi bangsa pemarah, suka mencaci, pendendam, kejam, dan sebagainya. Bila kondisi ini tidak segara diantisipasi, tentunya akan dapat mengancam stabilitas dan disintegritasi bangsa dan negara.


(11)

Lickona dalam Megawangi (2004: 7-8), mengemukakan 10 (sepuluh) tanda-tanda jaman yang perlu diwaspadai yaitu; (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) pengunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat pada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa hormat terhadap individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan oleh Mengawangi, ternyata kesepuluh tanda-tanda tersebut sudah nampak jelas di tanah air ini (Megawangi, 2004:8-11). Selain itu hasil survei nasional yang dilakukan oleh The Ethics of American Youth, dari Josephson Institute of Ethics (2006), seperti yang ditulis oleh Dimyati (2010:86-88) diketahui bahwa perilaku siswa dalam jangka waktu 12 bulan, yaitu (a) 82% mengakui bahwa mereka berbohong kepada orangtua; (b) 62% mengakui bahwa mereka berbohong kepada seorang guru tentang sesuatu yang signifikan; (c) 33% menjiplak tugas dari internet; (d) 60% menipu selama pelaksanaan ujian di sekolah; (e) 23% mencuri sesuatu dari orang tua atau kerabat lainnya; (e) 19% mencuri sesuatu dari seorang teman, dan (f) 28% mencuri sesuatu dari toko. Meskipun penelitian tersebut dilakukan di Amerika Serikat namun perilaku tidak terpuji yang menerpa siswa sebagaimana tersebut di atas merupakan gejala umum yang berlaku di mana-mana, termasuk di Indonesia. Sudah cukup banyak contoh dan perilaku tidak jujur yang dilakukan


(12)

individu dalam dunia pendidikan, mulai dari siswa yang mencontek, menjiplak hasil karya orang lain tanpa menyertakan sumber, mencari- cari alasan untuk lari dari tanggung jawab atas tugas-tugas sekolah yang diberikan oleh guru (Koesoema, 2009:183).

Disisi lain perilaku tidak etis yang ditunjukkan oleh siswa tersebut bertolak belakang dengan tanggapannya yang mengakui dan percaya bahwa karakter itu penting. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa (a) 98% berkata, "Sangat penting bagi saya untuk menjadi orang dengan karakter yang baik"; (b) 98% berkata, "Kejujuran dan kepercayaan sangat penting dalam hubungan pribadi"; (c) 97% berkata, "Ini penting bagi saya bahwa orang percaya padaku"; (d) 83% berkata, "Ini tidak layak untuk berbohong atau menipu karena bertentangan dengan karakter". Dalam laporan hasil survei The Ethics of American Youth dari Josephson Institute of Ethics, 2006 tersebut juga disimpulkan bahwa semakin meluas dan mendalam perilaku kontradiktif yang terjadi mencerminkan sikap sinis siswa itu sendiri dalam proses rasionalisasi dengan cara mengabaikan kebenaran penilaian etika dan perilaku yang dinyatakan bertentangan dengan keyakinan moral (Dimyati, 2010:88). Timbulnya pertentangan antara perilaku dan keinginan siswa, dimana siswa menyatakan bahwa karakter itu penting, tetapi di sisi lain berbohong, menipu, dan mencuri, maka disinilah pentingnya peran dan fungsi lembaga pendidikan untuk mengatasi hal tersebut.


(13)

Lembaga pendidikan formal merupakan wadah yang paling berperan dalam membangun karakter siswa, untuk itu dalam lembaga pendidikan formal perlu menekankan pentingnya pendidikan nilai dan moral, yang berlandaskan pada teori perkembangan nilai dan moral. Piaget dan Kohlberg adalah dua tokoh yang berpengaruh dalam teori perkembangan moral. Dalam Winataputra dan Budimansyah (2007: 172-173) dijelaskan bahwa Piaget telah melakukan penelitian selama 40 tahun untuk meneliti perkembangan struktur kognitif (cognotive structure) anak dan kajian moral (moral judgment) anak yang hasil studinya menyimpulkan ada dua tingkat perkembangan moral pada anak usia 6 – 12 tahun, yakni heteronomi dan autonomi. Pada tingkat heteronomi, segala aturan dipandang oleh anak sebagai hal yang datang dari luar (bersifat eksternal) dan dianggap sakral karena merupakan hasil pemikiran orang dewasa. Sedangkan pada tingkatan autonomi anak mulai menyadari adanya kebebasan untuk tidak sepenuhnya menerima aturan itu sebagai hal yang datang dari luar dirinya, sehingga pada tahap ini anak memiliki kemampuan untuk mengkritisi aturan dan memilih aturan yang tepat atas dasar kesepakatan dan kerjasama dengan lingkungannya. Berdasarkan teori Piaget ini maka pendidikan nilai dititikberatkan pada pengembangan perilaku moral yang dilandasi oleh penalaran moral yang dicapai dalam konteks kehidupan masyarakat.

Di lain pihak Lawrence Kohlberg, selama 18 tahun juga mengadakan penelitian perkembangan moral berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget. Kohlberg mengajukan anggapan dasar bahwa anak membangun cara berpikir


(14)

melalui pengalaman termasuk pengertian konsep moral seperti keadilan, hak, persamaan, dan kesejahteraan manusia. Dari penelitiannya, Kohlberg merumuskan adanya tiga tingkat perkembangan moral, yaitu: (1)

praconvensional; (2) convensional; dan (3) postconvensional.

Pendidikan nasional secara substansial didalamnya melekat pendidikan nilai, hal ini dapat dikaji dalam Undang-undang nomor 20 tahun tentang Sistem pendidikan nasional. Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa: ‘Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterempilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara’. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Sejalan dengan itu, Visi Pendidikan Nasional 2025 berhasrat menghasilkan Insan Indonesia yang cerdas komprehensif dan kompetitif. Cerdas komperehensif dimaksudkan meliputi aspek (1) cerdas spiritual; (2) cerdas emosional; (3) cerdas sosial; (4) cerdas intelektual dan (5) cerdas kinestetik. Sedangkan insan Indonesia yang kompetetif memiliki seperangkat kompetensi antara lain; (1) berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan; (2) bersemangat juang (3) Mandiri; (4) pantang menyerah; (5)


(15)

pembangun dan pembina jejaring; (6) berhasrat dengan perubahan; (8) produktif; (9) sadar mutu; (10) berorientasi global; (11) pembelajaran sepanjang hayat (Budimansya dan Suryadi, 2008: 21-22).

Dalam lembaga pendidikan formal, mata pelajara Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki peran penting dalam membangun karakter siswa. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan pasal 37 ayat (1) UU no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa ‘Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air’. Demikian juga dengan pendapat Djahiri (2006:9) yang mengemukakan bahwa “PKn merupakan program pendidikan/ pembelajaran yang secara programatik-prosedural berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta memberdayakan peserta didik/ siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi warga negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional bangsa/ negara yang bersangkutan”. Sejalan dengan itu, Koesoema (2010:204) menyatakan bahwa:

Pendidikan karakter lebih dekat maknanya dengan pendidikan kewarganegaraan, sebab pendidikan karakter berurusan bukan hanya dengan pembangunan nilai-nilai moral dalam diri individu, melainkan juga memperhatikan corak rasional antraindividu dalam relasinya dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Untuk itu pendidikan karakter tidak bisa lepas dari semangat untuk mendidik setiap warga negara secara politis, sehingga pendidikan kewarganegaraan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan pendidikan karakter.

Demikian pula dengan pendapat yang dikemukakan oleh Malik Fajar dalam Nadhiroh (2009) yang menyatakan bahwa Pendidikan kewarganegaraan


(16)

merupakan wahana pembangunan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Saat ini Pendidikan Kewarganegaraan sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut:

Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensi-dimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks substansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content-embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. (Budimansyah, 2008:180; Winataputra dan Budimansyah,2007:86 ).

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran wajib pada semua jenjang persekolahan, memiliki visi sebagai sarana pembentuk karakter bangsa (national and character building) dan pemberdayaan warga negara yang mengemban misi membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Tetapi menurut Budimansyah (2009) bahwa pelaksanaan PKn tidak mengarah pada misi


(17)

sebagaimana seharusnya. Beberapa indikasi empirik yang menunjukkan salah arah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn lebih menekankan pada dampak instruksional (instructional effects) yang terbatas pada penguasaan materi (content mastery) atau dengan kata lain hanya menekankan pada dimensi kognitifnya saja. Sedangkan pembangunan dimensi-dimensi lainnya (afektif dan psikomotorik) dan pemerolehan dampak pengiring (nurturant effects) sebagai “hidden curriculum” belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Kedua, pengelolaan kelas belum mampu menyiptakan suasana kondusif dan produktif untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa/mahasiswa melalui perlibatannya secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas (intra dan ekstra kurikuler) sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning) untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa/mahasiswa. Ketiga, pelaksanaan kegiatan ekstra-kurikuler sebagai wahana sisio-pedagogis untuk mendapatkan “hands-on experience” juga belum memberikan kontribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara penguasaan teori dan praktek pembiasaan perilaku dan keterampilan dalam berkehidupan yang demokratis dan sadar hukum. (Winaputra dan Budimansyah, 2007:118-120).

Lebih lanjut Komalasari ( 2008:8) melihat bahwa kondisi pembelajaran PKn selama ini ternyata masih didominasi oleh sistem konvensional, sehingga pembelajaran yang berorintasi pada konsep “contextualized multiple intelegence” masih jauh dari harapan. Adapun belajar konvensional yang dimaksud Suryadi (2006: 27) ditandai dengan ruang kelas yang tertutup dalam sekolah juga tertutup dari lingkungannya, seting ruangan yang statis dan penuh formalitas, guru menjadi satu-satunya sumber ilmu, dan papan tulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of knowldge, situasi dan suasana belajar dipayakan hening untuk mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan buku wajib yang cendrung satu-satunya yang sah sebagai referensi di kelas, dan adanya model


(18)

ujian dengan soal-soal pilihan ganda (multiple choise) yang hasilnya menjadi kemampuan ukuran siswa. Senada dengan itu, Al Muchtar (2009) juga menyatakan bahwa kelemahan pembelajaran PKn selama ini yaitu: kegiatan berpusat pada guru (teacher center), orientasi pada hasil lebih kuat, kurang menekankan pada proses, posisi siswa dalam kondisi pasif siap menerima pelajaran, pengetahuan lebih kuat daripada sikap dan keterampilan, berpikir kognitif rendah, Penggunaan metode terbatas, situasi pembelajaran tidak menyenangkan, satu arah- indoktrinasi. Dengan kondisi seperti ini, maka harapan untuk membetuk warga negara yang berkarakter baik masih akan sulit terwujud. Untuk itu, Suryadi (2009:12-13), menyarankan bahwa dalam menyusun kurikulum dan pembelajaran PKn di sekolah harus menekankan pada empat prinsip utama, yaitu; (1) bukan indokrinasi politik, sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi politik dari pemerintahan yang berkuasa; (2) PKn mengembangkan

state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi; (3) Pkn adalah proses pencerdasan; (4) PKn sebagai laboratorium demokrasi. Demikian pula dengan Budimansyah (2009) yang mengajukan gagasan untuk mereposisi PKn dengan tiga peran, salah satu diantaranya adalah melalui pendekatan psycho-paedagogical development. Pemikiran ini didasari oleh asumsi bahwa untuk mendidik anak menjadi warganegara yang cerdas dan baik harus dilakukan secara sadar dan terencana dalam suatu proses pembelajaran agar mereka secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,


(19)

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Atas dasar pemikiran ini, bahwa untuk membentuk karakter yang baik tidak cukup hanya melalui proses pembelajaran PKn di dalam kelas, tetapi perlu pula diiringi dengan proses habituasi yaitu pembiasaan-pembiasaan yang baik yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kilpatrick dalam Megawangi (2004:113) menyatakan bahwa; ‘salah satu penyebab ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku baik, walaupun secara kognitif mengetahuinya, adalah tidak terlatih untuk melakukan kebajikan atau perbuatan yang bermoral (moral action)’ Lickona (1992) dalam Megawangi (2004:113) berpendapat bahwa orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pendapat ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles dalam Megawangi (2004:113), bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Diilustrasikan bahwa karakter itu ibara “otot”, dimana “otot-otot” karakter akan menjadi lembek apabila tidak pernah dilatih, dan akan menjadi kuat dan kokoh kalau sering dipakai. Seperti seorang binaragawan (body builder) yang terus menerus berlatih membentuk ototnya, “otot-otot” karakter juga akan terbentuk dengan praktik-praktik latihan yang akhirnya akan menjadi kebiasaan (habit).


(20)

Senada dengan itu, Kardiman (2009: 158-159) menyatakan bahwa Pendidikan Karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa menjadi paham (domain kognitif), tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor).

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka perlunya sinergi yang saling mendukung antara pembelajaran PKn yang mengajarkan nilai, norma dan moral di ruang kelas dan proses habituasi atau kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari sebagai faktor yang menentukan pembangunan karater bagi siswa. Untuk itu penulis memandang perlunya meneliti pengaruh pembelajaran PKn dan proses habituasi sebagai faktor determinan pembangunan karakter siswa. Dengan demikian penulis menyusun tesis ini dengan judul Pengaruh Pembelajaran PKn dan Proses Habituasi terhadap Pembangunan Karakter Siswa (Studi Deskriptif Analitis Pada SMP Negeri di Kabupaten Bangka).

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah pembelajaran PKn dan proses habituasi berpengaruh terhadap pembangunan karakter siswa?”


(21)

Untuk lebih memfokuskan penelitian yang dilakukan ini, penulis merumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pembangunan karakter siswa?

2. Apakah ada pengaruh proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa?

3. Apakah ada pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa?

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat (variabel dependen). Variabel independen adalah pembelajaran PKn dan proses habituasi di lingkungan sekolah, sedangkan variabel dependen adalah pembangunan karakter pada siswa. Selanjutnya paradigma penelitian digambarkan sebagai berikut:

Keterangan: X1 = Pembelajaran PKn X2 = Proses habituasi Y = Karakter siswa

Bagan 1.1. Hubungan Antarvariabel

X

1

Y


(22)

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran yang terdapat dalam penelitian ini berikut ini disampaikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ( sebagai variabel X1)

Pembelajaran PKn dimaksudkan sebagai proses pembelajaran PKn yang melibatkan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang didalamnya dioperasionalisasikan berbagai komponen pembelajaran yang meliputi; (1) materi; (2) metode; (3) media; (4) sumber belajar; dan (5) evaluasi pembelajaran.

2. Proses habituasi (sebagai variabel X2)

Proses habituasi dimaksudkan sebagai bentuk pembiasaan yang dilakukan di lingkungan sekolah dalam bentuk kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang menanamkan nilai-nilai sebagai berikut: (a) nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan; (b) nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri; (c) nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama; (d) nilai-nilai-nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan; dan (e) nilai-nilai kebangsaan.

3. Pembangunan Karakter Siswa ( sebagai variabel Y)

Pembangunan karakter siswa dimaksudkan sebagai upaya membangun nilai kejujuran, kebersihan, kepedulian, dan kebangsaan dengan mengacu pada karakter baik (good character) siswa. Menurut Lickona bahwa karakter baik (good character) memiliki tiga unsur yakni; moral knowing (pengetahuan moral),


(23)

Moral knowing meliputi: (a) Kesadaran moral (moral awareness); (b) Wawasan nilai moral (knowing moral values); (c) Kemampuan mengambil pandangan orang lain (perspective taking); (d) Penalaran Moral (moral reasoning); (e)Mengambil keputusan (decision making); dan (f)Pemahaman diri sendiri (self knowledge). Moral feeling meliputi: (a) Kata hati atau nurani (conscience); (b) Harapan diri sendiri (self- esteem); (c) Merasakan diri orang lain (emphaty); (d) Mencintai kebaikan (loving the good); (e) Kontrol diri ( self-control); dan (f) Merasakan diri sendiri (humility). Moral Action meliputi: (a) kompetensi (competence); (b) keinginan (will), (c) kebiasaan (habit).

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan proses habituasi terhadap pembangunan karater siswa. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pembangunan karakter siswa.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan proses habituasi terhadap pembangunan karakter siswa.


(24)

E. Signifikansi dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data konseptual dan gambaran mengenai pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran PKn dan proses habituasi yang berlangsung di sekolah yang dapat membangun karakter siswa di SMP Negeri Kabupaten Bangka.

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, baik secara teoritik (keilmuan) maupun secara praktis (empirik) di lapangan. Secara teoritik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian terhadap pengembangan Pendidikan kewarganegaraan, sehingga memperkuat landasan keilmuan PKn terutama dalam upaya membangun karakter siswa. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak yang diuraikan berikut ini:

1. Bagi guru:

a. Terutama guru mata pelajaran PKn: Agar mampu menelaah secara praktis perlunya implementasi pembelajaran PKn yang tepat dan memberikan pemahaman tentang pentingnya proses habituasi di sekolah dalam menunjang pembangunan karakter siswa.

b. Guru pada umumnya: Memberikan motivasi untuk selalu melaksanakan pembelajaran dengan baik dan disertai dengan proses habituasi sehingga pembangunan karakter siswa dapat terwujud.


(25)

2. Bagi pihak lain:

a. Warga masyarakat pada umumnya: Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan kesadaran warga negara akan pentingnya pembiasaan dalam melakukan perbuatan baik sehingga dapat membangun karakter siswa.

b. Institusi Pemerintah: Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi yang dapat mempertegas pentingnya habituasi dalam bentuk keteladanan dari pejabat pemerintah yang dapat menjadi contoh pembangunan karakter siswa.

c. Pemerhati Pendidikan: Penelitian ini dapat dijadikan bahan pengkajian yang lebih komprehensif dalam mengembangkan pendidikan karakter sehingga pembangunan karater baik pada siswa dapat segera terwujud. E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan atas asumsi bahwa pembangunan karakter siswa dapat dilaksanakan melalui Pembelajaran Pendidikan Kewargangaraan dan proses habituasi, sehingga bila pembelajaran PKn dilaksanakan dengan baik, dalam arti menggunakan materi, metode, media, sumber belajar, dan evaluasi yang tepat yang disertai dengan proses habituasi, yaitu kebiasaan yang menanamkan nilai-nilai yang berhubungan dengan: (1) nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan; (2) nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri; (3) nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama; (4) nilai-nilai perilaku manusia


(26)

terhadap lingkungan; dan (5) nilai-nilai kebangsaan, dapat menunjang pembanguan karakter siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Bertolak dari asumsi tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis mayor penelitian sebagai berikut: “pembelajaran PKn dan proses habituasi berpengaruh terhadap pembangunan karakter siswa”. Untuk lebih spesifik selanjutnya dirumuskan hipotesis minor sebagai berikut:

1. Pembelajaran PKn berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

2. Proses Habituasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

3. Pembelajaran PKn dan proses habituasi secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembanguan karakter siswa.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu, kuantitatif dan kualitatif dengan pola “the dominant-less dominant design” dari Creswell (1994:177). Bagian dominan (the dominant) dalam penelitian ini menggunakan pendekatakatan kuantitatif dengan tujuan untuk mengukur banyaknya variabel, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman atau karakteristik dari suatu fenomena. Sedangkan yang kurang dominan (less dominant) menggunakan paradigma tambahan dengan pendekatan kualitatitf untuk pendalaman. Dalam pendekatan


(27)

kuantitatif menggunakan metode suvei, dengan teknik kuesioner untuk mengumpulkan data. Sedangkan dalam pendekatan kualitatif, menggunakan metode wawancara untuk mengetahui secara lebih mendalam pembelajaran PKn dan proses habituasi di SMP Negeri Kabupaten Bangka.

Untuk mendapatkan data primer, berupa data tentang variabel Pembelajaran PKn, proses habituasi, dan pembangunan karakter siswa, penulis menggunakan teknik kuesioner dengan instrumen angket skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, yaitu dengan (5) lima option yaitu; (1) selalu, (2) sering, (3) kadang-kadang (4) jarang, (5) tidak pernah. Jawaban yang tepat memperoleh bobot nilai lima (5), dan seterusnya memperoleh bobot nilai 4, 3,2, dan 1.

Hasil pengumpulan data akan dianalisis dengan metode deskriptif-analitis dengan menggunkan statistik inferensial, yaitu menganalisis data sampel yang hasilnya digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel itu diambil, untuk memberikan gambaran mengenai masing-masing variabel X1, X2, dan Y dengan pengelompokan rendah, sedang dan tinggi. Selain itu juga dianalisis dengan korelasi regresi ganda yang dilakukan untuk menguji hipotesis, yaitu pengaruh variabel X1 terhadap Y, X2 terhadap Y, dan X1, X2 terhadap Y.

I. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari data dokumentasi di dinas Pendidikan Kabupaten bangka, terdapat 26 SMP Negeri yang tersebar di 8 Kecamatan, Kecamatan Sungailiat 5


(28)

SMPN, Kecamatan Pemali 3 SMPN, Kecamatan Merawang 2 SMPN, Kecamatan Mendo barat 4 SMPN, Kecamatan Puding Besar 2 SMPN, Kecamatan Bakam 3 SMPN, Kecamatan Belinyu 4 SMPN, dan Kecamatan Riau Silip 3 SMPN.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Bangka yang mata pelajaran PKn diajar oleh guru yang berlatar belakang S1 PKn. Populasi tersebut dipilih dengan pertimbangan: (1) Siswa kelas VIII SMPN berada pada tahun kedua di SMP sehingga mereka sudah banyak menerima dan mengalami proses pembelajaran dan proses habituasi di sekolah. (2) Guru PKn yang berlatar belakang S1 PKn memiliki pemahaman tentang visi, misi, dan tujuan PKn serta strategi pembelajaran PKn. Dari data dokumentasi pada dinas Pendidikan Kabupaten Bangka jumlah siswa kelas VIII sebanyak 2.471 orang.

Dari gambaran wilayah yang cukup luas dan jumlah populasi yang cukup banyak, oleh karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan: Cluster sampling, dan proportional random sampling. Dengan Cluster sampling wilayah populasi dibagi menjadi dua, yaitu wilayah kecamatan induk dan wilayah kecamatan pemekaran. Wilayah kecamatan induk ditetapkan 6 SMP Negeri, dan wilayah kecamatan pemekaran ditetapkan sebanyak 3 SMP Negeri, sehingga berjumlah 9 SMP Negeri, dengan jumlah siswa sebanyak 1.100 orang. Sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 265 orang, hal ini didasarkan atas tabel penentuan jumlah sampel yang dikembangkan dari Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2009:128). Bahwa jika


(29)

jumlah populasi sebanyak 1.100 dengan tingkat kesalahan 5% maka jumlah sampel adalah 265. Penentuan sampel sebanyak itu dilakukan secara acak dan proporsional (proportionalrandom sampling).

PARADIGMA PEMIKIRAN PENELITIAN

Bagan 1.2. Paradigma Penelitian

KONDISI KARAKTER WARGANEGARA

DEWASAINI

PEMBANGUNAN KARAKTER

MEMBIASAKAN NILAI-NILAI TERHADAP: • Tuhan • Diri sendiri • Sesama • Lingkungan • Bangsa PEMBELAJARA

N PKn • Materi • Metode • Media • Sumber • Evaluasi

PROSES BELAJAR MENGAJAR DI

SEKOLAH

Siswa sebagai Warga Negara

Muda

GOOD CHARACTER

Moral knowing

Moral feeling


(30)

92 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu, pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan pola “the dominant-less dominant design” dari Creswell (1994:177). Bagian dominan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Cresswell (2008 : 46) mendefinisikan penelitian kuantitatif sebagai berikut : Quantitative research is a type of educational research in which the researcher decides what to study: ask, specifics, narrow question; collects

quantifiable data from participant; analyzes theses number using statistics and

conduct the inquiry in an unbiased, objective manner.

Kutipan di atas mempunyai makna bahwa penelitian kuantitatif adalah salah satu jenis penelitian pendidikan dimana peneliti memutuskan apa yang akan diteliti lebih lanjut. Penelitian dapat di lakukan dengan cara membuat pertanyaan yang spesifik, pertanyaan tertutup, mengumpulkan data dari responden, menganalisis hasil penghitungan dan membuat kesimpulan dari hasil hitungan tersebut. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan tujuan untuk mengukur banyaknya variabel, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman atau karakteristik dari suatu fenomena. Penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi yang banyak yang tersebar di kabupaten bangka, untuk itu penulis menggunakan teknik kuesioner dalam pengumpulan data.


(31)

Pendekatan kuantitatif yang digunakan ini menggunakan metode deskritif analitis, menurut Nazir, M (1988 : 63) bahwa : “Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian tentang kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kejadian pada masa sekarang.”. Metode deskriptif -analitis dalam penelitian dioperasionalisasikan dengan menggunkan statistik inferensial, yaitu menganalisis data sampel yang hasilnya digeneralisasikan untuk populasi dimana sampel itu diambil (Sugiyono, 2009:14)

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dilakukan suvei. Mc Millan & Schumaker (2001;304) menyatakan bahwa ‘dalam penelitian survei, peneliti menyeleksi suatu sampel dari responden dan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan informasi terhadap variabel yang menjadi perhatian peneliti. Data yang dikumpulkan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari populasi tertentu’. Neuman (1991:267) juga menyatakan bahwa para peneliti survei mengambil sampel dari banyak responden yang menjawab sejumlah pertanyaan. Mereka mengukur banyak variabel, mengetes banyak hipotesis, dan membuat kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku, pengalaman, atau karakteristik dari suatu fenomena. Dengan demikian penelitian ini memiliki karakteristik sebagaimana diungkapkan Singleton & Strais (1999: 239) yaitu: (1) sejumlah besar responden dipilih melalui sampling probabilitas untuk mewakili populasi; (2) kuesioner sistematik digunakan untuk bertanya sesuatu mengenai responden dan mancatat jawaban-jawaban mereka; (3) jawaban-jawaban tersebut dikode secara numerik dan dianalisis dengan bantuan statistik.


(32)

Langkah berikutnya dalam penelitian ini menggunakan paradigma tambahan (less dominant) dengan pendekatan kualitatitf untuk pendalaman. Pada tahap ini metode yang digunakan adalah wawancara. Pendapat yang membenarkan adanya penambahan melalui informasi pelengkap dengan wawancara ini dikemukakan oleh Kerlinger (2000:769) yang mengatakan:’... wawancara itu dapat digunakan sebagai penopang atau pelengkap metode lain, tindak lanjut dalam menghadapi hasil yang tak terduga/terharapkan, memvalidasikan metode-metode lain, menyelami lebih dalam motivasi responden serta alasan-alasan responden memberikan jawaban dengan cara tertentu’. Singarimbun dan Efendi (1995: 9) mengemukakan pendapat serupa bahwa: ‘penelitian kuantitatif yang menggunakan kuesioner yang disiapkan sebelumnya, kemudian diperkaya melalui wawancara maupun observasi kualitatif tersebut, maka gambaran tentang fenomena sosial yang disajikan dalam tabel menjadi semakin jelas, menarik dan lebih hidup nuansa-nuansa fenomena sosial yang ditampilkan’.

B. Prosedur Penelitian

Dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, disusun prosedur penelitian dengan sistematika tertentu sebagai berikut:

1. Perumusan problem statement.

2. Pengakajian dan pengembangan teori, yang mencakup teori pembelajaran PKn dan proses habutuasi serta teori karakter yang baik.

3. Perumusan tujuan dan hipotesis.

4. Penyusunan instrumen pengumpulan data sesuai dengan variabel yang telah dirumuskan serta landasan dan kerangka teoritik.


(33)

5. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu sejumlah SMP Negeri di Kabupaten Bangka yang guru PKn berlatar belakan S1 PKn. Kemudia dilanjutkan dengan pemilihan subyek/ responden penelitian yaitu siswa dari SMPN tersebut.

6. Pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara

7. Pengolahan data dengan cara melakukan verifikasi, analisis dan intrepertasi. 8. Perumusan temuan penelitian, kesimpulan dan rekomendasi.

Secara garis besar prosedur penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

PROSEDUR PENELITIAN

Gambar : 3.1. Prosedur Penelitian

Pengkajian, pengembagan

teori

Penyususnan Instrumen

Penyususnan hipotesis

Pemilihan unit analisis

data

Perumusan hasil Pengolahan

data Pengumpulan

data

Problem statemen


(34)

C. Lokasi , Populasi, dan Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Populasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangka, Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dari data dokumentasi di dinas Pendidikan Kabupaten Bangka diketahui, terdapat 26 SMP Negeri yang tersebar di 8 Kecamatan. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri kelas VIII di Kabupaten Bangka yang mata pelajaran PKn diajar oleh guru yang berlatar belakang Pendidikan Kewarganegaraan. Populasi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik dengan tujuan penelitian, yaitu: (1) Guru PKn SMPN yang berlatar belakang Pendidikan Kewarganegaraan diasumsikan memiliki pemahaman tentang visi, misi, dan tujuan PKn serta strategi pembelajaran PKn (2) Siswa SMPN kelas VIII berada pada tahun kedua (tingkat II) di SMP sehingga mereka sudah banyak menerima dan mengalami proses pembelajaran dan proses habituasi di sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dan studi dokumentasi di Dinas Pendidikan Kabupaten bangka diperoleh data bahwa pada tahun pelajaran 2010/2011 terdapat 26 SMPN, yang tersebar di 8 Kecamatan. jumlah guru PKn yang berlatar belakang PKn sebanyak 33 dan jumlah siswa kelas VIII sebanyak 2.488 siswa. 2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data yang dapat mewakili seluruh populasi. Dari gambaran jumlah populasi tersebut di atas cukup banyak dan wilayahnya pun cukup luas, oleh karena itu perlu dilakukan pengambilan sampel. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama; cluster sampling dan tahap


(35)

kedua; proportional random sampling. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap Pertama Cluster sampling

Teknik ini dilakukan dengan cara membagi wilayah kabupaten Bangka menjadi dua wilayah, yaitu: (1) Kecamatan Induk yang terdiri atas 5 kecamatan dan (2) Kecamatan Pemekaran yang terdiri atas 3 kecamatan. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini:

Tabel: 3.1. Persebaran Jumlah SMP Negeri Di Kabupaten Bangka

WILAYAH NAMA

KECAMATAN

NAMA

SEKOLAH KETERANGAN Kecamatan Induk Kecamatan

Sungailiat

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2 SMP Negeri 3 SMP Negeri 4 SMP Negeri 5

Terdapat 5 SMP Negeri

Kecamatan Puding Besar

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2

Terdapat 2 SMP Negeri

Kecamatan Merawang

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2

Terdapat 2 SMP Negeri

Kecamatan Mendo Barat

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2 SMP Negeri 3 SMP Negeri 4

Terdapat 4 SMP Negeri

Kecamatan Belinyu

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2 SMP Negeri 3 SMP Negeri 4

Terdapat 4 SMP Negeri

Kecamatan Pemekaran

Kecamatan Pemali SMP Negeri 1 SMP Negeri 2 SMP Negeri 3

Terdapat 3 SMP Negeri

Kecamatan Riau Silip

SMP Negeri 1 SMP Negeri 2 SMP Negeri 3

Terdapat 3 SMP Negeri


(36)

SMP Negeri 2 SMP Negeri 3

Negeri JUMLAH 8 Kecamatan 26 SMP Negeri Sumber Data: Dinas Pendidikan Kab. Bangka

Dari masing-masing wilayah tesebut ditetapkan 5 kecamatan yang dijadikan sampel, tiga kecamatan dari wilayah kecamatan induk, yaitu; Kecamatan Sungailiat, Kecamatan Merawang dan Kecamatan Mendo Barat. Dan 2 kecamatan dari wilayah kecamatan pemekaran, yaitu kecamatan Pemali dan Riau Silip.

Dari 5 kecamatan yang terpilih, terdapat 17 SMP Negeri yang gurunya berlatar belakang S-1 PKn. Dari 17 SMP Negeri tersebut dipilih 9 sekolah untuk dijadikan lokasi penelitian dengan pertimbangan letak lokasi sekolah yaitu di ibu kota kecamatan dan di luar ibu kota kecamatan. Dari 9 sekolah tersebut, jumlah siswa sebanyak 1.119 orang, dan sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 265 orang. Keputusan penentuan jumlah sampel tersebut didasarkan atas tabel penentuan jumlah sampel yang dikembangkan dari Isaac dan Michael dalam Sugiyono (2009:128). Bahwa jika jumlah populasi sebanyak 1.100 dengan tingkat kesalahan 5% maka jumlah sampel adalah 265. Penentuan sampel sebanyak itu dilakukan secara acak (random).

b. Tahap Kedua: Proportional Random Sampling

Teknik ini dilakukan dengan memilih sampel secara acak dan proporsional, sehingga sampel yang berjumlah 265 tersebut berasal dari populasi setiap sekolah yang dipilih secara acak dan proporsionl (proportional random sampling) dari masing-masing sekolah. Untuk lebih lengkap penarikan sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(37)

Tabel: 3.2. Distribusi Penarikan Sampel Wilayah kabupaten bangka Kecamatan ditetapkan SMP Negeri yang ditetapkan Jumlah siswa kelas VIII Jumlah sampel * Kecamatan Induk

Sungailiat SMP Negeri 1 SMP Negeri 3 SMP Negeri 4

188 126 124 45 29 29 Merawang SMP Negeri 1

SMP Negeri 2

157 125

38 29 Mendo Barat SMP Negeri 1 125 30 Kecamatan

Pemekaran

Pemali SMP Negeri 1 SMP Negeri 2

130 48

31 11 Riau Silip SMP Negeri 1 94 23 JUMLAH 5 Kecamatan 9 SMP Negeri 1.119 siswa 265 siswa Keterangan : *Jumlah Sampel = Jumlah siswa di sekolah X 265

Jumlah Populasi

D. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam lapangan studi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk memperjelas konsep dari variabel yang diteliti, sehingga tidak menimbulkan tafsiran yang berbeda, maka perlu dirumuskan operasionalisasi variabel sebagai berikut:

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ( sebagai variabel X1)

Menurut Djahiri (2005:2) Proses pembelajaran PKn merupakan proses kegiatan belajar siswa yang direkayasa oleh guru dari seluruh komponen belajar yang meliputi; materi, metode, media, sumber belajar dan evaluasi pembelajaran. Untuk itu dalam proses pembelajaran PKn, guru hendaknya mengorganisir materi, metode, media, sumber belajar dan evaluasi pembelajaran agar berlangsung proses pembelajaran yang efektif sehingga mencapai tujuan pembelajaran.


(38)

Untuk itu yang dimaksud Pembelajaran PKn dalam tesis ini adalah proses belajar mengajar mata pelajaran PKn yang melibatkan guru sebagai pengajar dan siswa sebagai peserta didik yang didalamnya dioperasionalisasikan berbagai aspek atau dimensi yang meliputi; (1) materi; (2) metode; (3) media; (4) sumber belajar; dan (5) evaluasi pembelajaran. Selanjutnya aspek-aspek tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator sebagai berikut:

Dimensi materi Pembelajaran PKn dikembangkan menjadi beberapa indikator, yaitu: Kesesuaian materi dengan Standar Isi; Kesesuaian materi dengan tingkat berpikir siswa; Kesesuaian materi dengan realitas kehidupan siswa; Kesesuaian materi dengan tingkat perkembangan moral siswa; Kesesuaian materi dengan pembangunan karakter baik siswa. Dimensi Metode Pembelajaran PKn dikembangkan menjadi beberapa indikator, yaitu: Kesesuaian metode dengan materi pembelajaran; Penggunaan metode yang menuntut keaktifan belajar siswa; Penggunaan metode yang meningkatkan motivasi belajar siswa; Penggunaan metode yang bervariasi. Dimensi Media Pembelajaran PKn dikembangkan menjadi beberapa indikator, yaitu: Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran; Penggunaan media yang menambah wawasan siswa; Penggunaan media yang meningkatkan motivasi belajar siswa; Penggunaan media yang bervariasi (visual, audio, audio visual). Dimensi Sumber belajar PKn dikembangkan menjadi beberapa indikator, yaitu: Kesesuaian sumber belajar dengan materi dan tujuan pembelajaran; Penggunaan sumber belajar yang menambah pengayaan siswa; Penggunaan sumber belajar yang dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa; Penggunaan sumber belajar yang bervariasi. Dimensi Evaluasi Pembelajaran PKn


(39)

dikembangkan menjadi beberapa indikator yaitu: Kesesuaian evaluasi dengan tujuan pembelajaran; Penggunaan waktu pelaksanaan evaluasi (evaluasi proses dan hasil); Penggunaan bentuk dan jenis evaluasi yang bervariasi; Adanya tindak lanjut dari pelaksanaan evaluasi.

2. Proses habituasi (sebagai variabel X2)

Menurut Budimansyah (2010:63) habituasi adalah proses menciptakan aneka situasi dan kondisi (persisten-life situation) yang berisi aneka ragam penguatan (reinforcment) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumah, di lingkungan masyarakatnya membasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga dan olah rasa dan karasa itu sebagai karakter atau watak. Proses Habituasi yang dimaksud penulis dalam tesis ini adalah kembiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan di lingkungan sekolah dalam upaya menanamkan nilai ketuhanan, nilai pribadi, nilai sosial dan nilai kebangsaan guna membangun karakter baik siswa. Kebiasaan-kebiasaan baik tersebut meliputi lima dimensi sebagai berikut: (a) nilai-nilai perilaku manusia terhadap Tuhan; (b) nilai-nilai perilaku manusia terhadap diri sendiri; (c) nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama; (d) nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan; dan (e) nilai-nilai kebangsaan. Selanjutnya dimensi tersebut dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator sebagai berikut:

Dimensi nilai perilaku manusia dengan Tuhan, dikembangkan menjadi indikator: Kebiasaan melaksanakan ajaran agama; Kebiasaan melaksanakan ibadah secara bersama dan memperingati hari-hari besar agama. Dimensi nilai


(40)

perilaku manusia terhadap diri sendiri dikembangkan menjadi indikator: Kebiasaan berpenampilan dan berperilaku bersih, rapi, sehat, dan tertib; Kebiasaan mengembangkan potensi diri. Dimensi nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia, dikembangkan menjadi indikator: Kebiasaan berperilaku baik terhadap teman; Kebiasaan berperilaku baik terhadap guru/TU dan semua orang.Dimensi nilai perilaku manusia terhadap lingkungan, dikembangkan menjadi indikator: Kebiasaan memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan; Kebiasaan menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan. Dimensi Nilai kebangsaan, dikembangkan menjadi indikator: Kebiasaan mengikuti dan melaksanakan upacara bendera serta peringatan hari-hari besar nasional.

3. Pembangunan Karakter ( sebagai variabel Y)

Pembangunan karakter siswa dimaksudkan sebagai upaya membangun nilai kejujuran, kebersihan, kepedulian, dan kebangsaan dengan mengacu pada karakter baik (good character) siswa. Dalam upaya membangun karakter diperlukan upaya sunggung-sungguh untuk membangun karakter individu. Karakter individu merupakan hasil keterpaduan dari olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa yang dapat diwujudkan dalam bentuk; jujur, cerdas, besih dan sehat, serta peduli dan kreatif. Sementara itu Filosof Yunani terkenal, yaitu Aristoteles, mendefinisikan Karakter yang baik sebagai ‘the life of right conduct- right conduct in the relation to other person and in relation to oneself’

(Lickona, 1992:50), yaitu hidup pada perilaku yang baik- perilaku yang baik dalam kaitannya dengan orang lain dan dengan diri sendiri. Menurut Lickona bahwa karakter yang baik memiliki tiga unsur atau dimensi yakni; moral knowing


(41)

(pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), dan moral action (perilaku moral). Masing-masing dimensi tersebut memiliki beberapa indikator sebagai berikut:

Dimensi Pengetahuan Moral (Moral knowing), dengan indikator: Kesadaran moral (moral awareness); Wawasan nilai moral (knowing moral values); Kemampuan mengambil pandangan orang lain (perspective taking);Penalaran Moral (moral reasoning);Mengambil keputusan (decision making); dan Pemahaman diri sendiri (self knowledge). Dimensi Pengetahuan Moral (Moral feeling) dengan indikator: Kata hati atau nurani (conscience); Harapan diri sendiri (self- esteem); Merasakan diri orang lain (emphaty); Mencintai kebaikan (loving the good); Kontrol diri (self-control); dan Merasakan diri sendiri (humility). Dimensi Tindakan moral (Moral Action) dengan indikator: kompetensi (competence); keinginan (will); kebiasaan (habit).

Untuk lebih jelasnya, operasinalisasi variabel dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel: 3.3. Operasionalisasi Variabel

VARIA-BEL DIMENSI INDIKATOR SKALA

Pembela-jaran PKn (X1)

1. Materi Pembelajaran PKn

a.Kesesuaian materi dengan Standar Isi

Mengguna kan Skala Ordinal b.Kesesuaian materi dengan

tingkat berpikir siswa c.Kesesuaian materi dengan

realitas kehidupan siswa d.Kesesuaian materi dengan

tingkat perkembangan moral siswa

e.Kesesuaian materi dengan pembangunan karakter baik


(42)

siswa 2. Metode

Pembelajaran PKn

a.Kesesuaian metode dengan materi pembelajaran b.Penggunaan metode yang

menuntut keaktifan dan

meningkatkan motivasi belajar siswa

c.Penggunaan metode yang bervariasi

3. Media Pembelajaran PKn

a.Penggunaan media yang bervariasi (visual, audio, audio visual)

b.Kesesuaian media dengan tujuan pembelajaran c.Penggunaan media yang

menambah wawasan siswa d.Penggunaan media yang

meningkatkan motivasi belajar siswa

4. Sumber Belajar PKn

a.Kesesuaian sumber belajar dengan materi dan tujuan pembelajaran

b.Penggunaan sumber belajar yang menambah pengayaan siswa

c.Penggunaan sumber belajar yang dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa d.Penggunaan sumber belajar

yang bervariasi 5. Evaluasi

Pembelajaran PKn

a.Kesesuaian evaluasi dengan tujuan pembelajaran

b.Penggunaan waktu

pelaksanaan evaluasi (evaluasi proses dan hasil)

c.Penggunaan bentuk dan jenis evaluasi yang bervariasi d.Adanya tindak lanjut dari


(43)

Proses Habituasi (X2)

1.Membiasakan nilai-nilai perilaku

terhadap Tuhan Yang Maha Esa

a.Kebiasaan melaksanakan ajaran agama

Mengguna kan Skala Ordial b.Kebiasaan melaksanakan

ibadah secara bersama dan memperingati hari-hari besar agama 2.Membiasakan nilai-nilai perilaku terhadap diri sendiri.

a.Kebiasaan berpenampilan dan berperilaku bersih, rapi, sehat, tertib, dan jujur.

b.Kebiasaan mengembangkan potensi diri 3.Membiasakan nilai-nilai perilaku terhadap sesama.

a.Kebiasaan berperilaku baik terhadap teman

b.Kebiasaan berperilaku baik terhadap guru/TU dan semua orang 4.Membiasa kan nilai-nilai perilaku terhadap lingkungan

a. Kebiasaan memelihara kebersihan dan keindahan lingkungan

b. Kebiasaan menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan 5.Membiasakan

nilai-nilai kebangsaan

a. Kebiasaan mengikuti dan melaksanakan upacara bendera b. Kebiasaan mengikuti dan

melaksanakanserta peringatan hari-hari besar nasional. Karakter

Siswa (Y)

1. Pengeta-huan moral (Moral knowing)

a. Kesadaran moral (moral awareness),

Mengguna kan skala ordinal b. Wawasan nilai moral (knowing

moral values)

c. Kemampuan mengambil pandangan orang lain

(perspective taking), d. Penalaran Moral (moral

reasoning),

e. Mengambil keputusan (decision making),

f. Pemahaman diri sendiri (self knowledge

2.kesadaran Moral (Moral feeling)

a. Kata hati atau nurani (conscience).

b. Harapan diri sendiri (self- esteem),


(44)

(emphaty)

d. Mencintai kebaikan (loving the good),

e. Kontrol diri (self-control), f. Merasakan diri sendiri

(humility). 3.Perilaku

bermoral

(Moral Action)

a. kompetensi (competence).

b. Keinginan (will). c. Kebiasaan (habit),.

E. Instrumen Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah: a) Angket

Teknik ini merupakan teknik utama untuk mendapatkan data primer, berupa data tentang variabel Pembelajaran PKn, proses habituasi, dan karakter siswa. Untuk mendapatkan data tersebut menggunakan angket skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, yaitu dengan 5 (lima) option; (1) selalu, (2) sering, (3) kadang-kadang (4) jarang, (5) tidak pernah. Jawaban yang tepat memperoleh bobot nilai lima (5), dan seterusnya memperoleh bobot nilai 4, 3, 2, dan 1. Penggunaan skala SSHA ini tidak menuntut siswa untuk menjawab soal dengan benar berdasarkan pengetahuannya, tetapi bagaimana siswa melakukan kebiasaan-kebiasaan aktivitas sehari-hari.

b) Wawancara

Wawancara (interview) adalah situasi peran antara pribadi bertemu muka (face-to-face), ketika seseorang, yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan


(45)

dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang diwawancarai atau responden (Kerlinger, 2000: dalam Supardan, 2004:159). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan terhadap guru PKn SMP Negeri di Kabupaten Bangka , yang tujuannya untuk mengungkap pandangan dan tanggapan pembelajaran PKn dan proses habituasi yang dapat membangun karakter siswa.

Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah the general interview guide approach. Patton (Wiriaatmadja, 1992: 148-149) menyebutnya jenis wawancara ini merupakan wawancara umum dengan pendekatan terarah, yang merupakan jalan tengah antara jenis wawancara berstruktur dengan wawancara bebas. Wawancara berstruktur ataupun baku dengan mengurutan pertanyaan itu sedemikian rupa telah disusun sebelumnya secara cermat. Kalaupun ada sedikit ‘kebebasan’ untuk mengembangkan pertanyaan, kebebasan itu hanyalah sangat kecil. Berbeda dengan jenis wawancara ‘tidak berstruktur” atau sering disebut wawancara ‘bebas’. Tipe wawancara ini lebih luwes dan terbuka, biasanya hampir tidak menggunakan skedul yang tetap ataupun baku.

Substansi wawancara yang peneliti lakukan terhadap guru SMPN tersebut menyangkut pertanyaan-pertanyaan peranan pembelajaran PKn dalam membentuk karakter siswa. Hal ini dilakukan untuk memvalidasi jawaban-jawaban responden sebelumnya yang telah diperoleh melalaui jawaban kuesioner yang diberikan kepada responden. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik dan mendalam, diharapkan guru mampu memberikan jawaban yang lebih lugas dan mampu memberikan informasi tambahan sesuai dengan kebutuhan peneliti.


(46)

c) Observasi

Teknik ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai kehidupan sosial yang terjadi di sekolah diharapkan dapat melengkapi penjelasan dalam hasil penelitian.

2. Strategi Pengembangan Instrumen

Data yang digunakan dalam penelitian haruslah data yang diperoleh dari suatu instrumen pengukuran yang kredibel, dalam arti data harus memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Suatu instrumen memenuhi syarat validitas jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan realibilitas merujuk pada konsistensi, akurasi, dan stabiltas nilai dari hasil skala pengukuran tersebut.

Untuk mendapatkan instrumen yang memiliki tingkat validitas yang diharapkan, maka instrumen tersebut harus dikembangkan melalui prosedur sebagai berikut:

a. Melakukan analisis deduktif, yaitu mengembangkan instrumen berdasarkan teori pembelajaran PKn, proses habituasi dan karakter yang baik, seperti yang telah diuraikan dalam operasionalisasi variabel. Hal ini dilakukan untuk memenuhi validitas isi (content validity), yaitu bahwa item-item instrumen mencerminkan domain konsep dari variabel dari yang akan diteliti. Untuk itu maka dibuat kisi-kisi instrumen penelitian yang dikemabangkan dari definisi operasional variabel. Instumen penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel pembelajaran PKn, Proses Habituasi, dan Pembangunan Karakter siswa adalah kuesioner skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, yaitu dengan 5


(47)

(lima) option; (1) selalu, (2) sering, (3) kadang-kadang, (4) jarang, (5) tidak pernah. Jawaban yang tepat memperoleh bobot nilai lima (5), dan seterusnya memperoleh bobot nilai 4, 3,2, dan 1. Selanjutnya instrumen tersebut diperkuat dengan konsultasi para ahli, yaitu dosen pembimbing tesis yang kualifikasi profesor dan doktor di bidangnya.

Disamping itu digunakan pula wawancara untuk memperkuat dan memperkaya analisis hasil penelitian dari angket. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh peneliti. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap 5 guru PKn SMP Negeri yang mewakili SMP yang dijadikan sampel penelitian.

b. Melakukan analisis induktif, yaitu dengan mengumpulkan data terlebih dahulu melalui penyebaran uji coba yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Dalam uji coba tersebut angket disebarkan kepada 40 orang siswa SMP Negeri 5 di Kabupaten Bangka, hal ini dilakukan untuk melakukan pengujian validitas yaitu menguji tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Validitas dilakukan melalui internal atau konstruk (contruct validity). Validitas konstruk berkaitan dengan tingkatan skala instrumen yang harus mencerminkan dan berperan sebagai konsep yang sedang diukur. Bersamaan itu pula dilakukan pengujian validitas eksternal atau kriteria (criteria validity). Validitas eksternal menyangkut tingkat skala instrumen yang mampu memprediksi variabel yang dirancang sebagai keriteria. Item dinyatakan valid jika nilai koefisien korelasi lebih dari r tabel yang


(48)

ditetapkan sebesar 0,312. Jika koefisien korelasi kurang dari r tabel maka item dinyatakan tidak valid.

c. Melakukan pengujian realibilitas instrumen. Uji ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana suatu pengukuran dapat dipercaya dan sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan ukur (measurment error). Dengan demikian realibiltas adalah kepercayaan hasil suatu pengukuran yang konsisten bila dilakukan pada waktu yang berbeda terhadap responden, sehingga instrumen penelitian dianggap dapat dipercaya, handal, dan ajeg. Pengujian dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach. Pengujian reliabel dilihat nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient sebagai rhitung yang dibandingkan dengan rtabel (0,312). Jika tertnyata r hitung lebih besar dari rtabel, maka dinyatakan reliabel. (Riduan & Sunarto, 2009: 353)

3. Hasil Uji coba Instrumen

Uji coba instrumen dilaksanakan di SMP Negeri 5 Sungailiat terhadap 40 orang siswa, dan hasilnya diolah dengan bantuan SPSS 17. Untuk mengetahui tingkat validitas item, dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation yang merupakan korelasi antara skor item denga skor total item (r hitung) dibandingkan dengan r tabel Jika nilai r hitung lebih besar dari r tabel, maka item tersebut valid. Berdasarkan hasil uji validitas terhadap variabel X1 dapat disimpulkan bahwa jumlah item ada 30, yang valid ada 25, yaitu nomor: 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15,16, 17, 19, 20,21, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30. Sedangkan yang tidak valid ada lima item, yaitu nomor: 4,12, 18, 24,27. Hasil uji validitas variabel X2 dapat disimpulkan bahwa jumlah item sebanyak 33, yang


(49)

valid ada 27 item, yaitu no: 31,32, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 42,43, 44, 45, 46, 47, 48, 49,50, 51, 52, 53,54, 55, 56, 58, 59, 61, 62. Sedangkan yang tidak valid ada enam item, yaitu: 33,37,41, 57,60, 63. Dan hasil uji validitas terhadap variabel Y dapat disimpulkan bahwa jumlah item sebanyak 64, yang valid ada 56 item, yaitu nomor: 64,65, 66, 67, 68, 69, 71,72,73,74,75,76,77, 78, 79,80, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 92, 93, 94, 96, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106,107,108,109,110,111, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 127. Sedangkan yang tidak valid ada tujuh item, yaitu nomor: 70, 81, 91, 95, 97,112,126. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran.

Untuk uji realibilitas, pengujian reliabel dapat dilihat pada nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient, sebagai r hitung. Bila r hitung lebih besar dari r tabel (yang ditetapkan sebesar 0,312), maka dapat disimulkan bahwa angket tersebu reliabel. Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap variabel X1, diperoleh data bahwa nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient, sebagai rhitung, yaitu sebasar 0,599. Bila dibandingkan dengan r tabel (0,312) tertnyata r hitung lebih besar dari r

tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel X1 tersebut reliabel.

Untuk hasil uji realibilitas terhadap variabel X2, diperoleh nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient, sebagai r hitung, yaitu sebasar 0,777. Bila dibandingkan dengan r tabel (0,312) tertnyata r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel X2 tersebut reliabel. Dan hasil uji realibilitas terhadap variabel Y, diperoleh nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient, sebagai r hitung, yaitu sebasar 0,861. Bila dibandingkan dengan r tabel (0,312)


(50)

tertnyata r hitung lebih besar dari r tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Y tersebut reliabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari lampiran. 4. Analisis Hasil Uji Coba Instrumen

Dari uji validitas terhadap variabel X1, ada lima item yang tidak valid, yaitu pertanyaan nomor: 4, 12, 18, 24, dan 27. Pertanyaan tersebut selajutnya dianalisis sebagai berikut:

Tabel: 3.4. Hasil Analisis Uji Validitas Variabel X1

No.Item Rumusan Pertanyaan Analisis Keputusan 4

Apakah materi

pembelajaran PKn yang disampaikan guru ada hubungannya dengan pengalaman hidup Anda sehari-hari?

Pertanyaan ini sudah terwakili dengan pertanyaan no.sebelumnya sehingga tidak diperlukan lagi Tidak digunakan

12 Apakah guru

menggunakan video atau TV dalam pembelajaran PKn ?

Rumusan ini memiliki kaitan dengan nomor pertanyaan sebelumnya Tetap digunakan tetapi digambungkan dengan pertanyaan sebelumnya sehingga pertanyaan menjadi: Apakah guru menggunakan audio atau audio visual dalam pembelajaran PKn (misalnya tape, radio atau VCD, TV)?

18 Apakah guru

menggunakan sumber belajar dari satu buku sumber ?

Pertanyaan ini membingungkan siswa

Tidak digunakan

24 Apakah Anda berpartisipasi dalam mendapatkan sumber belajar, misalnya

Pertanyaan ini dianggap belum sesuai untuk siswa SMP, dan dianggap


(51)

melakukan wawancara terhadap tokoh

masyarakat?

sudah terwakili oleh pertanyaan

sebelumnya 27 Apakah guru

melaksanakan penilaian saat ulangan harian, ulangan tengah semeter atau ulangan semester?

Pertanyaan ini dianggap tidak perlu karena secara otomatis guru

mengadaan penilaian saat ulangan tengah semester atau ulangan semester

Tidak digunakan

Variabel X2

Hasil uji validitas terhadap variabel X2, ada enam item yang tidak valid, yaitu pertanyaan nomor: 33, 36, 41, 56, 60, dan 63. Pertanyaan tersebut selanjutnya dianalisis sebagai berikut:

Tabel: 3.5.Hasil Analisis Uji Validitas Variabel X2

No.Item Rumusan Pertanyaan Analisis Keputusan

33 Apakah ada kebiasaan mengkaji/ mendalami ajaran agama?

Pertanyaan dianggap kurang jelas dan terlalu umum sehingga

membingungkan siswa

Tidak digunakan

36 Apakah ada kebiasaan merayakan hari besar agama di sekolah?

Pertanyaan ini sudah terkait dengan pertanyaan no.37 sehingga dianggap tidak perlu

Tidak digunakan

41 Apakah ada kebiasaan tertib ketika masuk atau keluar/

meninggalkan kelas?

Pertanyaan ini sudah terwakili dengan

pertanyaan no.40 sehingga dianggap tidak perlu

Tidak digunakan

56 Apakah ada kebiasaan menjaga keamanan kelas?

Pertanyaan ini terlalu umum dan sudah terwakili dengan pertanyaan no.57

Tidak digunakan 60 Apakah ada kebiasaan

memperingati hari-hari besar nasional ?

Pertanyaan ini sudah terkait dengan pertanyaan no.59 dan 61.

Tidak digunakan


(52)

63 Apakah ada kebiasaan menghormati lambang kenegaraan, misalnya menghormati bendera merah putih saat dikibarkan?

Pertanyaan ini sudah terwakili pertanyaan yang lain

Tidak digunakan

Variabel Y

Dari hasil uji validitas variabel Y, ada tujuh item yang tidak valid, yaitu pertanyaan nomor; 70, 81, 91, 95, 97,112, dan 126. Pertanyaan tersebut selanjutnya dianalisis sebagai berikut:

Tabel: 3.6. Hasil Analisis Uji Validitas Variabel Y

No.Item Rumusan

Pertanyaan Analisis Keputusan

70 Apakah anda mengetahui bahwa menolong orang lain dengan ikhlas akan mendapat pahala dari Tuhan YME?

Pertanyaan ini dianggap terlalu verbalis untuk siswa SMP

Tidak digunakan

81 Apakah anda menyimpan sampah dalam saku atau tas jika anda ingin

membuangnya tapi tidak ada tempat sampah?

Pertanyaan ini dianggap

membingungkan siswa

Tidak digunakan

91 Apakah kejujuran, kebersihan atau kebaikan yang anda lakukan semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Tuhan?

Pertanyaan ini sudah terangkum dalam pertanyaan-pertanyaan sebelumnya

Tidak digunakan

95 Apakah harga diri Anda berkurang jika

menolong orang yang membutuhkan

pertolongan?

Pertanyaan ini dianggap tidak dapat dicerna oleh siswa SMP karena mereka tidak dapat mengukur harga dirinya.

Tidak digunakan

97 Apakah Anda merasa bertanggung jawab menjaga kebersihan kelas walaupun anda tidak sedang piket?

Pertanyaan ini

dianggap sudah berlaku umum bagi semua siswa

Tidak digunakan


(53)

112 Apakah anda mau memaafkan jika orang lain berbuat salah pada anda?

Pertanyaan ini

dianggap belum dapat dicerna oleh siswa SMP karena pemberian maaf dipahami jika orang meminta maaf.

Tidak digunakan

126 Apakah anda

mempunyai kebiasaan menolong orang lain tanpa melihat status orang tersebut (apakah kaya atau miskin)?

Pertanyaan ini dianggap tidak jelas karena dalam kondisi apa orang mau di tolong

Tidak digunakan

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa: untuk pertanyaan variabel X1,yang direvisi ada satu dan yang tidak digunakan ada lima pertanyaan, sehingga pada mulanya jumlah item ada 30 menjadi 25 item. Untuk variabel X2, pertanyaan yang tidak digunakan ada enam item sehingga jumlah pertanyaan pada mulanya ada 33 menjadi 27 item. Untuk variabel Y ada tujuh yang tidak digunakan, sehingga jumlah pertanyaan sebelumnya ada 64 item menjadi 57 item. Jumlah item yang digunakan dalam penelitian sebanyak 109 pertanyaan.

F. Teknik Analisis Data

Hasil pengumpulan data dengan instrumen yang sudah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas selanjutnya diolah dan dianalisis. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat apakah data tersebut memenuhi persyaratan untuk diuji dengan analisis dengan parametrik atau non parametrik, dilanjutkan pula dengan uji persyaratan regresi linier, dan kemudian pengujian hipotesis.

1. Persyaratan Penggunaan Statistik Parametrik

Untuk melakukan analisis data dengan menggunakan statistik parametrik, maka data harus merupakan data interval atau rasio. Selain itu juga harus memenuhi persyaratan normalitas, homogenitas, dan linieritas (Ridwan,


(1)

Zuriah, N. dan Sunaryo, H. (2008). Inovasi Model Pembelajaran Demokratis Berperspektif Gender. Malang : UMM Press.

Sumber Jurnal :

Almond, G. (1996). The Civic Culture: Prehistory, Retrospect and Prospect, Center for the Study of Democracy, UC Irvine: Research Paper Series in Empirical Democratic Theory, No. 1.

Bahmueller, C.F. (1997). A Frame for Teaching Democratic Citizenship : An International Project. In The International Journal of Social Education, 12, (2), 216-221.

Budimansyah, D. (2008). Revitalisasi PKn Melalui Praktek Belajar Kewarganegaraan. Acta Civicus, 1, (2) 179-198.

Cholisin (2000). Reorientasi dan Rekonstruksi Paradigma Lama PKN Menuju Indonesia Baru. Cakrawala Pendidikan Th XIX No. 4, (1-18).

Gandal, M. And Finn, Jr.C.E. (1992). Teaching Democracy. Freedom Paper USA, (2) 1-28.

Kerr, D. (1999). Citizenship Education : An International Comparison. London: National Fondation For Education Research-NFER.

Komalasari, K. dan Budimansyah, D. (2008). Pengaruh Pembelajaran PKn Kontekstual terhadap Kompetensi Kewarganegaraan SMP. Acta Civicus. 2, (1), 76-97.

Nasution, A.B. (2008). Visi Pembangunan Hukum Tahun 2005 : Akses Terhadap Keadilan Dalam Negara Demokrasi Konstitusional. Buah Pena, V, (4), 12-16.

Print, M., Ornstrom, S., Nelson (2002). Education For Democracy in School and Classroom. European Journal of Education. 37, (2).

Sapriya. (2008). Perspektif Pemikiran Pakar tentang Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembangunan Karakter Bangsa (Sebuah Kajian Konseptual-Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Pendidikan IPS). Acta Civicus, 1, (2) 199-214.

Setiawan, D. (2009). Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Demokratis di Era Global. Acta Civicus, 2, (2), 127-144.


(2)

Suryadi, A. (2003). Tantangan Pendidikan di Era Desentralisasi. Buletin Pusat Perbukuan Depdiknas. 2, 4-6.

Winataputra, U.S. (2008). Multikulturalisme Bhinneka Tunggal Ika dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa Indonesia. Acta Civicus. 2, (1), 1-16.

Tesis, Desertasi, Pengukuhan Guru Besar dan Penelitian :

Budimansyah, D. (2009). Membangun Kultur Bangsa di Tengah Arus Globalisasi dan Gerakan Demokratisasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FPIPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Djahiri, A.K. (1998). Analisis Temuan Penelitian Pandangan Guru PPKn SLTP dan SMU serta Implikasinya terhadap Pembaharuan Kurikulum PPKn 1994. Bandung : Lab. PPKn FPIPS UPI.

Ibnu, S. (2005). Membangun Tradisi Demokrasi Lewat Kelas-Kelas Sains. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FPMIPA Universitas Negeri Malang : Tidak diterbitkan.

Komalasari, K. (2007). Pengaruh Pembelajaran PKn Kontekstual terhadap Kompetensi Kewarganegaraan SMP. Desertasi Doktor pada FPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Maslowski, R. (2001). School Culture and School Performance. Ph.D, Netherland, University of Twente Press. Tersedia di http://www.tup.utwente.nl. Diakses tanggal 20 Juli 2010.

Suhartono, et al. (2008). Tingkat Kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada: Suatu Refleksi School-Based Democracy Education Model (Studi Kasus Pilkada banten dan Jawa Barat). Hasil Penelitian pada SPs UPI. The Asian Fondation. (1998). Indonesia National Voter Education Survey.

Jakarta.

Winataputra, U.S. (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Ringkasan Desertasi Doktor pada FPS UPI Bandung : tidak diterbitkan.

Zamroni. (2002). Demokrasi dan Pendidikan Dalam Transisi : Perlunya Reorientasi Pengajaran Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah Menengah. Pidato Pengukuhan Guru Besar pada FIS UNY Yogyakarta : tidak diterbitkan.


(3)

Sumber Makalah/Artikel :

Abdullah, T. (2009). Pendidikan Untuk Keadilan dan Kesejahteraan Bangsa. Jakarta : Harian Seputar Indonesia, 2 Februari 2009.

Azra, A. (2001). “Pendidikan Kewargaan untuk Demokrasi di Indonesia”. Makalah Seminar Nasional II Civic Education di Perguruan Tinggi, Mataram, 22-23 April.

Brown, R. (2004). School Culture and Organization. Tersedia di http://www.dspk12.org. Diakses tanggal 20 Juli 2010.

Fadl, K.A.E. (2003). Islam and The Challenge of Democracy. Bonton Review Books. Tersedia di http://bostonreview.net/BR28.2/Abou.html, diakses tanggal 13 Juni 2010.

Jalal, F. (2007). “Sertifikasi Guru Untuk Meningkatkan Guru Bermutu?” Makalah disampaikan pada seminar pendidikan yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana UNAIR, tanggal 28 April 2007 di Surabaya.

Karahan, T.F., et al. (2009). Democratic Attitude, Neurotic, Tendencies and Self Actualization In Prospektif-Teachers. Tersedia di : http://www.efdorgi.hacettepe.edu.tr/journalinfo/30/a17.htm diakses tanggal 27 Oktober 2009.

McNamara, C. (2007). Organizational Culture.

http://managementhelp.org/org_thry/culture/culture.htm. Diakses tanggal 20 Juli 2010.

Madjid, Nurcholis (2000). ”Asas-Asas Pluralisme dan Toleransi dalam Masyarakat Madani”. Makalah lokakarya Islam dan Pengembangan Civil Society di Indonesia, kerja sama IRIS Bandung-PPIM Jakarta-The Asia Foundation.

Muslimin, S. (2008). Problem dan Solusi Sekolah Berasram (Boarding School). Tersedia di : http://sutris02.wordpress.com/2008/09/08/problem-dan-solusi-pendidikan-berasrama-boarding-school/. Diakses tanggal 17 Mei 2010.

Nasih, M. (2009). “Membangun Budaya Demokrasi”. Republika (11 Mei 2009). Pabottinggi M, (2002) Demokrasi: Dimana Berkiprah Dimana Sekarat, Jakarta:


(4)

Rosyada, D. (2007). “Arah Kebijakan Pengembangan Pendidikan di Indonesia”. Makalah Seminar Nasional Pendidikan: Reposisi Peran Pendidikan Menuju Negeri Mandiri, Berharga Diri.

Sumantri, S. (1998). ”Pembahasan Konsep dan Nilai Demokrasi”. Bandung: Panitia Seminar Jurusan PPKN IKIP.

Suryadi, K. (2009). Peran Strategis Pendidikan Politik : Bagaimana Membuat Partisipasi Politik Warga Bermakna? Makalah pada Seminar Pemilu 2009 dan Pendidikan Politik. Bandung : Panitia Seminar FPIPS Jurusan PMPKN.

Tacman, M. (2006). Democratic Attitude of Elementary School Teachers.

Tersedia di :

http://www.world.education-entre.org/cjes/summary/2006no1summary/2006no/summary4.pdf diakses tanggal 27 Oktober 2009.

Urbaningrum, A. (2004). Islam-Demokrasi, Pemikiran Nurcholis Madjid. Jakarta : Republika.

Widoyoko, E.P. (2008). Peranan Sertifikasi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Disampaikan pada Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan, melalui sertifikasi guru di Universitas Muhammadiyah Purwerejo, tanggal 5 Juli 2008. Tersedia di : http://www.um-

pwr.ac.id/web/download/publikasi-ilmiah/Peranan%20Sertifikasi%20Guru%20dalam%20Meningkatkan%20 Mutu%20Pendidikan.pdf. Diakses tanggal 24 Juni 2010.

Winataputra, U.S. (2005). “Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Masyarakat Demokratis Berkeadaban : Tinjauan Filosofis-Pedagogis”. Makalah pada Seminar dan Lokakarya Dosen PKn PTN dan PTS, Medan, 22 September.

Sumber Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945 Hasil Amandemen

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional RI Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


(5)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian.


(6)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

CUCU RUSKANDI, lahir di Sumedang, 20 Juni 1970, anak

keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak E. Juarta (alm) dan Ibu Isah.

Menyelesaikan pendidikan di SDN Marongge Kabupaten Sumedang tahun 1984, lulus SMPN 1 Tomo tahun 1987, kemudian melanjutkan ke SPGN 1 Sumedang dan lulus tahun 1990. Gelar Sarjana Pendidikan diraih dari Jurusan PMPKN IKIP Bandung tahun 1995 (D3), dan tahun 1997 (S1), dengan yudisium Cum Laude. Skripsi yang diselesaikannya berjudul “Peranan Ulama dalam Politik Orde Baru: Studi Kasus di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Perwakilan Jawa Barat.

Sejak tahun 1999 bekerja menjadi guru (PNS) di SMPN 1 Pamulihan Kabupaten Sumedang. Selama menjadi pendidik, penulis pernah aktif sebagai Instruktur Provinsi Jawa Barat dalam Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi (PTBK) Mapel PKn tahun 2004-2005, juri lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Propinsi Jawa Barat (2005-2006), Instruktur dalam Implementasi KTSP Mapel PKn Propinsi Jawa Barat tahun 2006, dan Tim Pengembang Kurikulum Mapel PKn Kabupaten Sumedang tahun 2007 sampai sekarang.

Di samping itu, penulis aktif dalam kegiatan MGMP PKn, dan menjabat sebagai Ketua MGMP PKn Provinsi Jawa Barat tahun 2006-2010, dan Ketua MGMP PKn Kabupaten Sumedang tahun 2008-2012.

Prestasi dalam bidang keguruannya yang pernah diraih penulis adalah : Guru Berprestasi Tingkat Kabupaten Sumedang tahun 2006, Finalis Lomba Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran Tingkat Nasional tahun 2007, dan Finalis Lomba Inovasi dan Kreasi Media Pembelajaran Tingkat Nasional tahun 2009.


Dokumen yang terkait

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER DEMOKRATIS DALAM PEMBELAJARAN PKn DI SMP NEGERI 1 BRATI Pengelolaan Pendidikan Karakter Demokratis Dalam Pembelajaran PKN Di SMP Negeri 1 Brati Kabupaten Grobogan.

0 3 15

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER DEMOKRATIS DALAM PEMBELAJARAN PKn DI SMP NEGERI 1 BRATI Pengelolaan Pendidikan Karakter Demokratis Dalam Pembelajaran PKN Di SMP Negeri 1 Brati Kabupaten Grobogan.

0 3 14

PENDAHULUAN Pengelolaan Pendidikan Karakter Demokratis Dalam Pembelajaran PKN Di SMP Negeri 1 Brati Kabupaten Grobogan.

0 2 4

PENGELOLAAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) Pengelolaan Pendidikan Karakter Pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) (Studi Situs SMP Negeri 5 Wonogiri).

0 4 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TANDUR BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA MATA PELAJARAN PKn UNTUK MENUMBUHKAN KARAKTER CINTA TANAH AIR SISWA : Studi Deskriptif Analitis Di Kelas IX SMP Negeri 14 Bandung.

0 3 34

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ANTI KORUPSIMELALUI HABITUASI DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MEMBANGUN KARAKTER SISWA UNTUK MEMBANGUN KARAKTER SISWA :Studi Deskriptif di SMP Negeri 1 Cianjur-Jawa Barat.

0 9 54

PENGARUH BIAYA PENDIDIKAN DAN KINERJA GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA : Studi Deskriptif Analitis Pada Sma Negeri Di Kabupaten Purwakarta.

0 1 46

PERAN GURU PKN DALAM MEMBENTUK KARAKTER DISIPLIN SISWA :Studi Deskriptif Analitis di SMAN 1 CIASEM Kabupaten Subang.

1 2 41

NILAI-NILAI BUDAYA DAN KARAKTER DALAM CERITA DRAMA SENI TARLING DI KABUPATEN INDRAMAYU :Studi Deskriptif-Analitis terhadap Seni Tarling sebagai Alternatif Bahan Pembelajaran Sastra di SMP Se-Kabupaten Indramayu.

3 3 56

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HABITUASI TERHADAP KESADARAN LINGKUNGAN HIDUP SISWA SMP.

1 2 49