Pengaruh komposisi pupuk kompos berbahan daun ketapang (terminalia catappa), pupuk kandang, dedak, dan dolomite terhadap pertumbuhan bayam cabut (Amaranthus tricolor)

(1)

PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK,

DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh

Oleh:

Yosephin Nugrahanti Handayani NIM : 131434013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK,

DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh

Oleh:

Yosephin Nugrahanti Handayani NIM : 131434013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

ii SKRIPSI

PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK,

DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)

Yang diajukan oleh : Yosephin Nugrahanti Handayani

NIM : 131434013

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ.) Tanggal : 14 Juni 2017 NIP/NPP : P.2237


(4)

iii SKRIPSI

PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK,

DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Yosephin Nugrahanti Handayani

NIM : 131434013

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Pada Tanggal : 24 Juli 2017

dan dinyatakan memenuhi syarat. Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd ... Sekretaris : Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. ... Anggota : Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, SJ. ... Anggota : Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. ... Anggota : Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. ...

Yogyakarta, 24 Juli 2017

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini Kupersembahkan untuk:

 Keluarga tercinta, Ibu, Bapak, Mba Ajeng, Mba Vivin Mas Ari, dan Mikaela yang tak pernah lelah selalu mendukung moril maupun materiil.

 Kekasih hati Yulius Anggit Dwi Kuncara yang selalu membantu dan mendukung dalam pembuatan skripsi ini.

 Sahabat tersayang dan semua teman-teman Pendidikan Biologi Angkatan 2013 yang membantu dengan candaan ringan yang menenangkan hati saat pikiran sudah buntu.

 Almamaterku

 USD dan Pendidikan Biologi.

Motto :

“Don’t be afraid about the RISK, every step you take, the RISK always following

behind”

“Intelligence without ambition is a bird without wings - Salvador Dali

1904-1989”


(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Juli 2017 Penulis,


(7)

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas sanata Dharma Nama : Yosephin Nugrahanti Handayani

Nomor Induk Mahasiswa : 131434013

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK,

DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang telah saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 24 Juli 2017 Yang menyatakan


(8)

vii

“PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN

KETAPANG (Terminalia catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK, DAN DOLOMITE TERHADAP PERTUMBUHAN

BAYAM CABUT (Amaranthus tricolor)” Yosephin Nugrahanti Handayani

NIM: 131434013 ABSTRAK

Penggunaan pupuk anorganik sebagai salah satu penunjang untuk meningkatkan produksi tanaman khususnya sayuran, masih sering dilakukan di Indonesia. Padahal hal tersebut dapat merusak kesuburan tanah jika dipakai terus-menerus. Pupuk organik sebagai alternatif dari pupuk anorganik, sebenarnya mudah dan murah untuk dibuat. Salah satunya daun ketapang (Terminalia catappa) yang memiliki kandungan unsur hara yang bermanfaat bagi tanaman. Penelitian eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk kompos berbahan daun ketapang (Terminalia catappa), pupuk kandang, dedak dan dolomite terhadap pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah) bayam cabut (Amaranthus tricolor).

Dalam penelitian ada 4 kelompok yang dibandingkan yaitu dari 3 kelompok perlakuan (P1, P2, P3) dan 1 kelompok kontrol. Analisa data kuantitatif dilakukan dengan uji Anova. Analisa data kualitatif dilakukan berdasarkan data hasil perhitungan uji Anova dan data hasil pengamatan serta ditunjang dengan data sekunder yang selama penelitian juga diukur yaitu suhu udara, kelembaban udara, pH tanah, kelembaban tanah dan kandungan N, P dan K pada tanah dan pupuk ketapang. Pupuk kompos daun ketapang diaplikasikan pada saat awal sebelum penanaman dengan komposisi P1 (30%), P2 (50%) dan P3 (70%). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman bayam meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor).

Hasil analisa statistik pertumbuhan tinggi tanaman dan berat basah menunjukkan beda nyata. Perbedaan pertumbuhan tinggi tanaman dan berat basah ditemukan antara masing-masing perlakuan dengan kontrol. Kontrol justru menunjukkan pertumbuhan paling baik. Pada pengukuran parameter jumlah daun tidak menunjukkan adanya beda nyata.

Kata Kunci : Daun ketapang (Terminalia catappa), bayam cabut (Amaranthus tricolor), pupuk kompos.


(9)

viii

THE COMPOSITION EFFECT OF

KETAPANG LEAVES (Terminalia catappa), MANURE, BRANS AND DOLOMITE AS COMPOST FERTILIZER TO THE GROWTH OF

PULLED UP SPINACH (Amaranthus tricolor)

Yosephin Nugrahanti Handayani Student Number: 131434013

ABSTRACT

The use of unorganic fertilizer as one of the subtances to improve the product of plant specially vegetables is frequently used in Indonesia, infact it can damage the soil fertility, if it is used continously. Organic fertilizer as an alternative of unorganic fertilizer, basically is easy and cheap to make. One of them is ketapang leaf (Terminalia catappa) which has nutrient subtances useful for plants. This experimental research aims to know the effect of compost fertilizer made of ketapang leaves,manure, brans and dolomite to the growth (plant height, the sum of leaves and the wet weight) of the pulled spinach (Amaranthus tricolor). In this research, there are four groups (P1, P2, P3) and one controlled group. Quantitative data analysis is carried out with Anova test. Qualitative data analysis is carried out based on the data of calculation result og Anova test and the data of perception result, and is also added with secunder data which is in this research is also measured, namely air temperature, air humidity, soil pH, soil humidity and the subtancesof N, P and K in soil and ketapang fertilizer. Ketapang compost fertilizer is applied in the begining before planting with the composition P1 (30%), P2 (50%), P3 (70%). Tied variable in this research is the growth of spinach, including the height of plant, the sum of leaves and the wet weight of spinach (Amaranthus tricolor).

The statistic analysis result of the height growth of plant and the wet weight of plant show real differences. The difference of height growth of plant and the wet weight are found between each treatments controlly. The control shows the best growth in parameter measurement, the sum of leaves doesn’t show the real difference.

Key words : Ketapang leaves (Terminalia catappa), pulled up spinach (Amaranthus tricolor), compost fertilizer.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-NYA, kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Komposisi Pupuk Kompos Berbahan Daun Ketapang (Terminalia Catappa), Pupuk Kandang, Dedak, Dan Dolomite Terhadap Pertumbuhan Bayam Cabut (Amaranthus Tricolor)”.

Laporan penelitian ini merupakan salah satu prasyarat untuk menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana pada Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada

1. Tuhan yang Maha Esa. 2. Universitas Sanata Dharma.

3. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S.J., M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dengan sadar dari awal penyusunan sampai terselesaikannya skripsi ini.

4. Orang tua tersayang, yang selalu memberi kasih sayang, cinta, motivasi dan doanya. Kakak-kakak, keponakan dan sepupu yang selalu menyemangati dan menghibur saat penulis sedang jenuh.

5. Teman-teman angkatan 2013 tersayang yang selalu memberi motivasi, dukungan dan semangat. Terimakasih atas pertemanan dan kebersamaan dalam suka dan duka.

6. Pak Slamet sebagai penjaga Kebun Percobaan Biologi, yang telah membantu peneliti selama proses penelitian di kebun.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh darisempurna. Oleh karena itu, saran, dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Yogyakarta, 24 Juli 2017


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTO ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5


(12)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Tanaman Bayam ... 7

1. Amaranthus tricolor ... 10

B. Morfologi Pada Tanaman Bayam ... 11

1. Akar ... 10

2. Batang... 10

3. Daun ... 10

4. Bunga ... 10

5. Biji ... 11

C. Varietas Bayam ... 11

D. Hama dan Penyakit ... 12

1. Hama ... 12

a. Ulat Daun (Spodoptera sp.) ... 12

b. Siput ... 12

c. Lalat (Liriomyza sp.) ... 13

d. Kutu Daun (Myzus persicae, Thrips sp.) ... 13

e. Cacing Liang (Radhopolus similis) ... 13

f. Uret (Exopholishypoleuca, leucopholis rorida, phyllophaga helleri) ... 14

g. Gulma ... 14

2. Penyakit ... 15

a. Kekurangan Mangan (Mn) ... 15

b. Jamur Downy Mildew ... 15


(13)

xii

d. Noda Daun ... 16

e. Orange Rust ... 16

f. Bercak dan Busuk Daun ... 16

g. Busuk akar ... 17

h. Busuk Batang dan Cabang ... 18

i. Karat Putih ... 18

j. Mosaik ... 19

E. Morfologi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa) ... 19

1. Batang... 21

2. Daun ... 21

3. Bunga ... 22

4. Buah ... 22

F. Kandungan Kimia Pada Daun Ketapang ... 23

G. Pupuk Kompos ... 23

H. Manfaat Kompos... 26

1. Aspek Ekonomi ... 26

2. Apek Lingkungan ... 26

3. Bagi Tanah dan Tanaman ... 26

I. Penelitian Relevan ... 27

J. Kerangka Berfikir... 30


(14)

xiii BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Batasan Penelitian ... 34

C. Alat dan Bahan ... 35

D. Cara Kerja ... 36

1. Desain Penelitian ... 36

2. Persiapan Tempat Penelitian ... 37

3. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian ... 37

4. Pembuatan Pupuk Kompos Padat Berbahan Dasar Daun Ketapang ... 37

5. Penimbangan Media Tanam ... 38

6. Penanaman Bayam Cabut... 39

a. Seleksi Biji ... 39

b. Pembenihan Bayam Cabut dan Penyemaian ... 40

c. Seleksi Bibit Bayam Cabut dan Pemindahan ... 40

7. Aklimatisasi ... 41

8. Pemeliharaan Tanaman Bayam Cabut ... 41

a. Penyiraman ... 41

b. Penyiangan Gulma ... 41

9. Pengambilan Data ... 42

a. Tinggi Tanaman ... 42

b. Jumlah Daun ... 42


(15)

xiv

E. Metode Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 46

1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bayam Cabut ... 46

2. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Bayam Cabut... 53

3. Berat Basah Tanaman Bayam Cabut ... 58

4. Analisis Pupuk Kompos dan Tanah Penelitian ... 62

B. Pembahasan ... 65

C. Keterbatasan Penelitian dan Kendala ... 78


(16)

xv BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Bayam Dalam 100 gram Bahan ... 8

Tabel 2.2 Varietas Bayam ... 11

Tabel 3.1 Rincian Dosis Tiap Kelompok Perlakuan ... 33

Tabel 3.2 Komposisi Pupuk dan Tanah Dalam Poly Bag ... 34

Tabel 4.1 Selisih Pertambahan Tinggi Tanaman Bayam Pada Kontrol dan Tiga Perlakuan Lain ... 46

Tabel 4.2 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Tinggi Tanaman... 49

Tabel 4.3 Hasil Uji Post Hoc Tinggi Tanaman ... 50

Tabel 4.4Selisih Pertambahan Daun Bayam Tiap Perlakuan... 53

Tabel 4.5 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Jumlah Daun ... 56

Tabel 4.6 Rata-rata Hasil Berat Basah Tiap Perlakuan ... 58

Tabel 4.7 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Berat Basah ... 60

Tabel 4.8 Hasil Uji Post Hoc Berat Basah ... 61

Tabel 4.9 Kandungan Ideal Hara Kompos ... 66

Tabel 4.10 Perbandingan Kandungan Unsur Hara Pupuk Penelitian, Tanah Penelitian dan Pupuk Kompos Ideal ... 67


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kenampakan Pohon Ketapang (Terminalia catappa) ... 20

Gambar 2.2 Literatur Map... 29

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir ... 30

Gambar 3.1 Denah Penelitian ... 36

Gambar 4.1 Grafik Pertambahan Tinggi Tanaman Bayam Cabut ... 48

Gambar 4.2 Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Bayam Cabut ... 54

Gambar 4.3 Rata-rata Berat Basah Tiap Perlakuan ... 59

Gambar 4.4 Hama Ulat yang Menyerang Tanaman Bayam Cabut ... 70

Gambar 4.5 Hama Belalang yang Menyerang Tanaman Bayam Cabut ... 71


(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Selisih Tinggi Tanaman Tiap perlakauan ... 86

Lampiran 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Tinggi Tanaman ... 87

Lampiran 3. Data Mentah Pertumbuhan Tinggi Tanaman Tiap Perlakuan ... 88

Lampiran 4. Data Mentah Jumlah Daun Tiap Perlakuan ... 92

Lampiran 5. Data selisih Jumlah Daun Tiap Perlakuan ... 96

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Jumlah Daun ... 97

Lampiran 7. Data Hasil Pengukuran Berat Basah Tiap Perlakuan ... 98

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Berat Basah ... 99

Lampiran 9. Data Hasil Uji Laboratorium Pupuk dan Tanah ... 100

Lampiran 10. Data Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara... 102

Lampiran 11. Data Pengukuran pH Tanah ... 103

Lampiran 12. Data Pengukuran Kelembaban Tanah ... 105

Lampiran 13. Silabus ... 107

Lampiran 14. Rencana Pelaksanaan Pemebelajaran (RPP) ... 115

Lampiran 15. Lembar Kerja Siswa 1 (LKS 1) ... 123

Lampiran 16. Lembar Kerja Siswa 2 (LKS 2) ... 122

Lampiran 17. Lembar Pengukuran Suhu dan Kelembaban Tanaman ... 127

Lampiran 18. Lembar Penilaian Sikap Sosial ... 128

Lampiran 19. Lembar Penilaian Kegiatan Presentasi ... 130


(20)

xix

Lampiran 21. Lembar Penilaian Laporan Percobaan ... 132

Lampiran 22. Lembar Penilaian Tingkat Pengetahuan Siswa Terhadap Pembelajaran (Pos Test) ... 134

Lampiran 23. Panduan Penilaian Akhir Aspek Kognitif ... 136

Lampiran 24. Gambar Alat, Bahan dan Proses Pembuatan Pupuk Kompos ... 137

Lampiran 25. Alat yang Digunakan Selama Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 139

Lampiran 26. Proses Pemindahan Bayam Cabut Ke Polybag ... 141

Lampiran 27. Beberapa Proses yang Dilakukan Selama Penelitian dan Pada Saat Panen ... 142


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satu kekayaan di Indonesia yang banyak dikembangkan adalah budidaya sayuran. Sayuran adalah tumbuh-tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan dimanfaatkan oleh manusia karena kandungan vitamin, mineral dan seratnya yang baik bagi kesehatan manusia. Sayuran di Indonesia memang bukan sebagai makanan pokok, namun sebagai makanan pelengkap, walaupun hanya sebagai makanan pelengkap, sayuran tetap digemari di kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi, sedang dan rendah dengan beragam usia. Salah satu sayuran yang banyak digemari adalah bayam (Amaranthus sp.), terbukti dari banyaknya jenis bayam yang ditanam di Indonesia sekurang-kurangnya terdapat 13 spesies tanaman bayam salah satunya yaitu bayam cabut (Amaranthus tricolor).

Tanaman bayam merupakan komoditas sayuran yang terpenting dan bernilai ekonomi tinggi di Indonesia. Tanaman bayam mengandung serat yang tinggi, sehingga bayam sangat dianjurkan untuk pasien penderita kanker usus besar dan untuk orang-orang yang memiliki kesusahan buang air besar. Selain itu, bayam termasuk sayuran yang sangat kaya nutrisi, rendah kalori, namun sangat tinggi vitamin, mineral dan fitonutrien lainnya. Bayam mengandung flavonoid


(22)

yang berfungsi sebagai antioksidan, yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Produksi bayam di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 produksinya mencapai 152.334 ton dan meningkat menjadi 160.513 ton pada tahun 2011 (BPS, 2012). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik di atas, tidak mengherankan bila bayam disebut sebagai tanaman komoditas sayuran yang sangat digemari di Indonesia.

Salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan budidaya tanaman bayam adalah aplikasi penggunaan pupuk. Pupuk merupakan sumber nutrisi utama bagi tumbuhan. Dalam proses pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi setiap hari, tumbuhan memerlukan beberapa nutrisi seperti mineral dan air. Nutrisi tersebut diserap oleh akar, batang dan daun. Nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan tidak terlepas dari tiga unsur hara, yaitu nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Peranan ketiga unsur hara tersebut sangat penting dan mempunyai fungsi yang saling mendukung satu sama lain dalam proses pertumbuhan dan produksi tanaman (Wididana, 1993).

Pupuk yang beredar di masyarakat saat ini belum cukup memiliki standar kualitas yang baik. Seringnya penggunaan pupuk anorganik dapat menyebabkan turunnya senyawa atau bahan di dalam tanah, sehingga kehidupan berbagai mikroba dalam tanah menjadi terdesak. Sementara keberadaan berbagai mikrobia sesungguhnya sangat diperlukan karena membantu menguraikan bahan organik yang ada dalam tanah sehingga mudah diserap tumbuhan, oleh sebab itu diharapkan petani dapat beralih untuk menggunakan pupuk organik.


(23)

3

Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya berasal dari bahan organik yakni tumbuhan, hewan dan bakteri yang telah melalui proses rekayasa, dapat berupa padat atau cair yang digunakan untuk menyuplai bahan organik dan baik untuk pertumbuhan tanaman bayam. Keuntungan utama menggunakan pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman. Pupuk organik juga dapat membantu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah dan dapat untuk memulihkan kondisi ketergantungan lahan pada pupuk anorganik. Produk pupuk organik juga lebih sehat, dan ramah lingkungan serta mengurangi dampak negatif dari bahan kimia yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan (Susetya, 2012).

Peneliti tertarik untuk menjadikan daun ketapang (Terminalia catappa) sebagai bahan utama dalam penelitiannya karena daun ketapang mudah didapatkan di lingkungan sekitar. Menurut Orwa (2009) daun ketapang memiliki kandungan nitrogen sebesar 3,92 % sebelum dilakukan pengomposan. Selain itu di lingkungan kampus banyak terdapat pohon ketapang yang daunnya hanya dicampur menjadi satu dengan daun lainnya dalam bak penampungan dan dijadikan pupuk, namun tidak murni daun ketapang. Hal ini yang menjadi alasan utama peneliti memilih daun ketapang sebagai bahan utama untuk pembuatan pupuk kompos. Selain itu, pemilihan bayam sebagai tanaman percobaan karena umur panen bayam yang pendek yaitu sekitar 1 bulan, dan juga bayam menjadi komoditas sayuran yang memiliki banyak penggemar di Indonesia, terutama ibu-ibu hamil, karena kandungan zat besi yang ada pada daun bayam baik untuk


(24)

dikonsumsi ibu-ibu hamil. Selain itu kandungan nitrogen (N) pada sampah organik dalam daun ketapang yang sudah gugur dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman melalui proses pengomposan agar mudah diserap oleh tanaman.

Pemanfaatan sampah organik daun ketapang sebagai pembuatan pupuk juga dilatarbelakangi oleh program NAWACITA (sembilan cita) yang ingin di wujudkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan wakilnya Jusuf Kalla yang dalam salah satu program kerjanya, yaitu pada NAWACITA 7 yang berbunyi “Kami akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor - sektor strategis ekonomi domestik”. Pada NAWACITA 7

tersebut terdapat target yang ingin dicapai yaitu “Membangun Kedaulatan Pangan”. Salah satu program kerja dari Kementrian Pertanian yaitu 1000 desa

pertanian organik yang memiliki 2 program yaitu 1) Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Hortikultura Ramah Lingkungan, 2) Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian, dengan kegiatan Perluasan Areal, Pengelolaan Lahan Pertanian dan fasilitasi Pupuk serta pestisida. Dengan indikator kegiatannya adalah Jumlah Pengembangan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) (Unit). Oleh karena itu peneliti memilih topik seputar pembuatan

pupuk dari sampah organik daun ketapang, dengan judul “PENGARUH KOMPOSISI PUPUK KOMPOS BERBAHAN DAUN KETAPANG (Terminalia

catappa), PUPUK KANDANG, DEDAK, DAN DOLOMITE TERHADAP


(25)

5

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh komposisi pupuk kompos berbahan dasar daun ketapang (Terminalia catappa) terhadap pertumbuhan bayam cabut (Amaranthus tricolor)?

2. Komposisi pupuk kompos manakah yang paling optimal untuk pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor)?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh komposisi pupuk kompos berbahan dasar daun ketapang (Terminalia catappa) terhadap pertumbuhan bayam cabut (Amaranthus tricolor)

2. Mengetahui komposisi pupuk kompos yang paling optimal bagi pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru tentang pembuatan pupuk dan aplikasinya pada tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor), serta memberi kesadaran baru bagi peneliti untuk menggunakan pupuk organik yang dapat dimanfaatkan dari lingkungan sekitar.


(26)

2. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan pengetahuan baru seputar bahan baku dasar pembuatan pupuk kompos yang bisa diperoleh dari lingkungan sekitar sehingga dapat menghemat biaya pembuatan pupuk kompos.

3. Bagi Dunia Pendidikan

Dapat mengenalkan kepada siswa-siswi tentang pengolahan pupuk kompos yang bermanfaat bagi tanaman, dan mengaplikasikannya pada tanaman, serta dapat menjadi bahan pembelajaran mengenai cara bercocok tanam, yang nantinya disesuaikan dengan materi pembelajaran di kelas.


(27)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tanaman Bayam

Bayam (Amaranthus sp.) adalah salah satu jenis sayuran daun dari famili Amaranthaceae yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat. Kata "amaranth" dalam bahasa Yunani berarti "everlasting" (abadi). Rasa pada tanaman bayam yang enak, teksturnya lunak dan dapat memberikan rasa dingin dalam perut serta dapat memperlancar pencernaan. Tanaman bayam merupakan tanaman semusim berbentuk perdu (semak). Daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat – urat daun yang jelas. Bunga tersusun dalam malai yang tumbuh tegak, keluar dari ujung tanaman maupun ketiak – ketiak daun. Bentuk malai bunga memanjang mirip ekor kucing. Ukuran biji sangat kecil dan berbentuk bulat. Batangnya banyak mengandung air (herbaceus), tumbuh tinggi di atas permukaan tanah. Sistem perakarannya menyebar dangkal pada kedalaman antara 20 – 40 cm dan memiliki akar tunggang karena termasuk kelas Dycotyledonae (Rukmana, 1994). Bayam banyak mengandung vitamin dan garam-garam mineral penting yang diperlukan tubuh seperti dapat dilihat pada tabel berikut :


(28)

Tabel 2.1. Kandungan gizi bayam dalam 100 gram bahan

Kandungan gizi Jumlah

Kalori 36 Kal

Protein 3,5 g

Lemak 0,5 g

Hidrat arang 6,5 g

Vitamin B1 908 mg

Vitamin A 6.090 S.I.

Vitamin C 80 mg

Kalsium 267 mg

Fosfor 67 mg

Besi 3,9 mg

Air 86,9 g

Sumber : Nazaruddin, 1994

Tanaman bayam pada mulanya dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya, tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama di negara-negara berkembang. Bayam merupakan salah satu sayuran daun terpenting di Asia dan Afrika. (Rukmana, 1994). Menurut Heyne (1987), klasifikasi dalam tata nama tanaman bayam termasuk kedalam :


(29)

9

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Caryophyllales

Familia : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus tricolor

Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini dapat diusahakan secara komersil di sawah, kebun/tegalan, namun bisa pula secara sambilan untuk kebutuhan sehari-hari di pekarangan yang sempit sekalipun. Derajat keasaman tanah (pH) yang diinginkan untuk pertumbuhannya adalah antara 6-7. Lahan pertanaman dengan pH yang kurang dari 6 akan menyebabkan penurunan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, sedangkan pH di atas 7 menyebabkan tanaman mengalami klorosis (daun bewarna putih kekuning-kuningan, terutama pada daun-daun yang masih muda). Pada tanah yang asam, bayam akan sukar tumbuh. (Hukum, dkk, 1990).

Secara umum penjelasan mengenai bayam cabut (Amaranthus tricolor) yang dibudidayakan di Indonesia menurut Rukmana (1994) adalah :


(30)

1. Amaranthus tricolor

Bayam tipe ini tergolong bayam cabut. Warna daun hijau dan ada yang berwarna kemerah-merahan. Bunganya kecil dan berkelompok pada ketiak daun dan ujung batang. Bayam ini banyak diusahakan oleh petani karena pertumbuhannya cepat dan cepat berbunga.

B. Morfologi Tanaman Bayam 1. Akar

Bentuk tanaman bayam adalah terna (perdu), tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur semusim atau lebih. Sistem perakaran menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang. 2. Batang

Batang tumbuh tegak, tebal, berdaging dan banyak mengandung air, tumbuh tinggi diatas permukaan tanah. Bayam tahunan mempunyai batang yang keras, berkayu dan bercabang banyak.

3. Daun

Daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat-urat daun yang jelas. Warna daun bervariasi, mulai dari hijau muda, hijau tua, hijau keputih-putihan, sampai berwarna merah. Daun bayam liar umumnya kasap (kasar) dan kadang berduri.

4. Bunga

Bunga bayam berukuran kecil, berjumlah banyak terdiri dari daun bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah. Bunga keluar dari


(31)

11

ujung-ujung tanaman atau ketiak daun yang tersusun seperti malai yang tumbuh tegak. Tanaman dapat berbunga sepanjang musim. Perkawinannya bersifat uniseksual, yaitu dapat menyerbuk sendiri maupun menyerbuk silang. Penyerbukan berlangsung dengan bantuan angin dan serangga. 5. Biji

Biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna cokelat tua sampai mengkilap sampai hitam kelam. Namun ada beberapa jenis bayam yang mempunyai warna biji putih sampai merah.

C.Varietas Bayam

Ada beberapa varietas bayam yang dapat tumbuh di Indonesia, berikut ini adalah tabel varietas bayam yang dapat tumbuh di Indonesia:

Tabel 2.2 Varietas Bayam

Varietas Ciri Tanaman

Raja Bercabang banyak, batang dan daun berwarna hijau kekuning-kuningan.

Giti Hijau Sedikit bercabang, batang dan daun berwarna hijau muda.

Giti Merah Sedikit bercabang, batang berwarna kemerah- merahan, dan daunnya belang merah.


(32)

D.Hama dan Penyakit

Pengertian hama secara luas yaitu organisme yang mengurangi ketersediaan, mutu, dan jumlah sumber daya tanaman bagi manusia. Pengertian lain yaitu semua binatang atau serangga yang dalam aktvitas hidupnya memakan tanaman yang dibudidayakan sehingga merugikan kepentingan hidup mausia dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan. Dalam pengertian tersebut istilah hama dilihat dari segi kepentingan manusia, bukan merupakan istilah ekologi. Kebanyakan binatang hama adalah serangga. (Suyanto, 1994).

1. Hama yang dapat menyerang tanaman bayam menurut Anonim (2015) antara lain :

a. Ulat Daun (Spodoptera sp.)

Ulat daun adalah yang paling rawan muncul di tanaman bayam. Hama ini memakan daun bayam sehingga meninggalkan bekas gigitan berlubang-lubang. Untungnya perlindungan untuk hama ini cukup mudah, yaitu dengan menggoyangkan tanaman atau menyemprotkan air hingga hama tersebut jatuh. Penggunaan pestisida kimia juga dapat mengatasi hama ini, hanya saja tidak disarankan karena akan memberikan dampak buruk kepada konsumen.

b. Siput

Siput tergolong jarang untuk menyerang bayam, tetapi dalam beberapa kasus, siput juga tergolong sebagai hama untuk tanaman bayam. Hama ini akan memakan daun bayam sehingga mengakibatkan bayam menjadi tidak sehat serta kualitasnya menurun. Cara mengatasinya


(33)

13

dapat dengan penyiraman rutin. Jika diperlukan, dapat menggunakan pellet besi fosfat sebagai jebakan untuk membunuh hama.

c. Lalat (Liriomyza sp.)

Serangga ini sangat mengganggu untuk kehidupan bercocok tanam para petani. Lalat dapat menyebabkan daun rusak, berlubang, hingga layu. Serangga ini cukup menyusahkan karena tidak cukup dengan menggoyangkan tanaman saja seperti ulat daun, memang dengan menggoyangkannya lalat akan pergi, tetapi lalat dapat dengan cepat kembali sehingga metode ini tergolong tidak efektif. Terdapat metode tradisional mengusir lalat yaitu dengan menggantungkan plastik berisi air di sekitar tanaman. Menggunakan pestisida kimia juga bisa namun sebaiknya dihindarkan.

d. Kutu Daun ( Myzus persicae, Thrips sp.)

Hama ini sulit terlihat karena efek yang diberikan pun tidak begitu terlihat jika dalam skala kecil. Kutu Daun menyerap cairan daun bayam sehingga daun menjadi tidak sehat. Jika sudah parah, daun akan berbentuk melengkung dan berpilin, bahkan daun akan rontok dan pertumbuhan bayam akan sangat lambat. Hama ini dapat diatasi dengan penyemprotan air secara rutin (menyiram).

e. Cacing Liang (Radhopolus similis)

Hama ini menghisap cairan pada akar tanaman, ciri-ciri tanaman yang terserang hama ini adalah pertumbuhan tanaman menjadi lambat, tanaman menjadi kerdil, serta menghasilkan bunga yang kecil.


(34)

Pengendalian untuk hama ini adalah dengan menggunakan nematisida seperti furadan G yang ditaburkan pada media tanam sesuai aturan yang tertera dalam kemasan. Aplikasi furadan G juga harus diperhatikan, karena furadan adalah pestisida kimia dan memiliki residu yang kurang baik. (Sugiarto, 2011).

f. Uret (Exopholis hypoleuca, Leucopholis rorida, Phyllophaga helleri) Hama uret merupakan Famili Scarabaeidae Sub Famili Melolonthinae dari ordo Coleoptera yang mempunyai siklus hidup sempurna (metamorfose sempurna) dari telur, larva (uret), kepompong dan serangga dewasa/kumbang (puthul). Hama uret yang paling merugikan pada fase larva karena pada fase ini aktif menyerang perakaran tanaman. Gejala serangan yang ditimbulkan hama uret yaitu tanaman kelihatan layu dan tanaman mudah dicabut karena sebagian atau seluruh akar dimakan. Pengendalian hama ini dapat dilakukan penangkapan massal, melakukan pengolahan tanah dengan kedalaman 30 cm sehingga larva dan kepompong dapat keluar, dikumpulkan serta dimusnahkan sehingga akan mengurangi populasi hama uret. Di samping itu hama uret akan terkena alat pengolah lahan dan kena sinar matahari sehingga akan mati. (Nur, 1999).

g. Gulma

Jenis gulma yang menyerang tanaman bayam biasanya berupa rumput

– rumputan seperti rumput teki dan alang-alang, gulma biasa dibawa oleh burung yang tidak sengaja menjatuhkan biji dari tanaman gulma


(35)

15

tersebut ke lokasi penelitian. Ciri – ciri dari gulma sendiri tumbuh mengganggu tanaman budidaya, dengan gejala yaitu lahan banyak ditumbuhi tanaman liar. Pencegahan dengan menggunakan bioherbisida yang ramah lingkungan atau herbisida sintetis.

2. Penyakit - penyakit yang sering menyerang tanaman bayam menurut Anonim (2015) adalah sebagai berikut:

a. Kekurangan Mangan (Mn)

Seringkali pada musim kemarau atau cuaca yang sangat panas, bintik-bintik kuning pada tulang daun tanaman bayam akan bermunculan. Hal ini menandakan bayam tersebut tidak sehat, yaitu kekurangan zat Mn. Penyakit ini akan menyebabkan pertumbuhan bayam jauh lebih lambat karena tepi-tepi daun akan mengering. Penyakit ini dapat dihindari dengan memberikan zat kapur pada tanah sekitar bayam tersebut. Untuk penyembuhannya dapat menggunakan multitonik mengandung zat mangan yang diberikan ke dalam tanah.

b. Jamur Downy Mildew

Serangan penyakit bayam ini dapat terlihat dengan ditandai munculnya penguningan pada daun bagian atas dimana bagian bawah daun berwarna hijau keunguan. Jika dibiarkan, seluruh daun pada bayam akan berubah warna menjadi cokelat. Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang basah atau cuaca yang terlalu dingin. Pemetikan daun harus dilakukan untuk mencegah menyebarnya penyakit.


(36)

c. Spinach Blight

Penyakit ini ditandai dengan kemunculan permukaan daun muda yang menguning disertai dengan daun yang menyempit dan menggulung. Penyebabnya adalah virus Mozaik Cucumber. Jika ada bayam yang terinfeksi, lebih baik segera dicabut dan dihancurkan untuk menghindari penyebaran. Dapat dicegah dengan pembersihan gulma di sekitar tanaman bayam dengan rutin.

d. Noda Daun

Gejala penyakit ini dapat terlihat dengan adanya noda-noda berwarna cokelat pada sebagian daun. Jika tidak diberikan perawatan, noda tersebut akan meluas merusak daun bahkan menghancurkannya. Daun yang terinfeksi harus segera dipetik dan dibakar agar penyakit tidak menyebar.

e. Orange Rust

Gejala penyakit ini berupa bintik kuning terang pada permukaan bawah daun yang kemudian akan tampak jelas sorus-sorusnya yang berwarna kuning terang sampai orange. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan jenis Puccinia aristidae. (Tim Penyususn Kamus PS, 1997).

f. Bercak dan Busuk Daun

Di Irian Jaya terdapat bercak dan busuk daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani Kühn. Jamur ini mempunyai beberapa nama lain (sinonim) antara lain Corticum solani dan Thanatephorus cucumeris. Daun bayam yang tua kadang-kadang membusuk dan berjamur hitam


(37)

17

mengkilat yang terdiri atas konidiofor dan konidium jamur Choanephora cucurbitarum. Penyakit ini sama dengan yang oleh Hadisoeganda (1996) disebut sebagai penyakit busuk basah. Pada daun bayam sering terdapat bercak daun yang disebabkan oleh Cercospora beticola Sacc. (Hadisoeganda, 1996), seperti yang terdapat pada daun bit. (Semangun, 2000).

g. Busuk Akar

Di daerah tembakau Besuki, bayam (Amaranthus lividus L.) sering terjangkit busuk akar dan busuk pangkal batang yang disebabkan oleh Pythium aphanidermatum Fitz. Dari bayam, jamur dapat menular ke tembakau di pembibitan. Di bogor, bayam (Amaranthus tricolor) terserang oleh Pythium butleri Subr. yang menyebabkan penyakit rebah semai (damping off). Pythium butleri Subr dianggap sinonim dengan Pythium aphanidermatum Fitz. Jamur penyebab penyakit ini mempunyai miselium yang kasar, kadang-kadang lebarnya sampai

7μm. Suatu hal yang menarik pada Pythium aphanidermatum Fitz adalah terdapatnya sporangium yang bentuknya tidak teratur, seperti batang atau bercabang-cabang, yang dipisahkan dari ujung hifa. Alat ini

sering disebut “prasporangium”, ukurannya dapat sampai 800 x 20 μm.jamur ini juga dapat membentuk sporangium yang bulat atau jorong. Oospora halus dengan dinding yang agak tebal, bergaris tengah 17-19 μm. (Semangun, 2000).


(38)

h. Busuk Batang dan Cabang

Di Jawa terdapat busuk batang dan cabang yang disebabkan oleh kapang Rhizopus sp. kapang ini lebih bersifat saprofitik, sehingga pada umumnya hanya menyerang tanaman yang sangat lemah, atau hidup pada jaringan yang sudah diserang oleh organisme lain. bagian tanaman yang terserang diliputi oleh lapisan seperti beledu bewarna kelabu hitam. (Semangun, 2000).

i. Karat Putih

Pada bermacam-macam bayam sering terdapat karat putih (white rust), yang disebabkan oleh jamur Albugo candida yang memiliki sinonim Cystopus candidus Lev. Adanya jamur ini di jawa sudah dilaporkan oleh Raciborski pada tahun 1900 dengan nama Cystopus bliti. Penyakit ini juga terdapat di Singapura, Malaysia dan Thailand. Di Singapura jamurnya dideterminasi sebagai Cystopus bliti. Karat putih membentuk bercak-bercak putih yang agak melepuh pada daun, terutama pada sisi bawah. Batang muda dan bunga dapat terserang juga. Penyakit dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Spora jamur dipencarkan oleh angin, hujan dan serangga. Penyakit ini dibantu oleh cuaca yang sejuk dan basah. Pada umumnya penyakit tidak perlu dikendalikan. Jika penyakit selalu timbul dengan merugikan, tanaman-tanaman yang sakit dibongkar dan dibakar. Lahan jangan ditanami dahulu dengan bayam. Tanaman dapat disemprot dengan fungisida tembaga sesuai takaran. (Semangun, 2000).


(39)

19

j. Mosaik

Pada tanaman bayam di sekitar Bandung terdapat gejala klorotik sistemik pada daun, daun menjadi tidak rata, terdapat bagian yang bewarna hijau tua seperti melepuh. Tanaman terhambat pertumbuhannya. Penyakit mosaik ini terbukti disebabkan oleh virus mosaik mentimun (Cucumber Mosaic Virus, CMV) (Sutarya, 1990).

E.Morfologi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa)

Pohon ketapang adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang yang memiliki nama latin Terminalia catappa. Terminalia catappa merupakan pohon besar dengan tinggi mencapai 25 m dan gemang batang sampai 1.5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh mendatar dan bertingkat-tingkat. Ketapang merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara. Namun pada wilayah Sumatra dan Kalimantan pohon ketapang jarang ditemukan. Pohon ini biasa ditanam di Australia bagian utara dan Polinesia, India, Pakistan, Madagaskar, Afrika Timur dan Afrika Barat, Amerika Tengah, serta Amerika Selatan. Pohon ketapang kerap ditanam sebagai pohon peneduh di taman ataupun pinggir jalan. Pohon ketapang mempunyai bentuk cabang dan tajuk yang khas. abangnya mendatar dan tajuknya bertingkat-tingkat mirip struktur pagoda. Terminalia catappa cocok dengan iklim pesisir dan dataran rendah hingga ketinggian sekitar 400 m.


(40)

Ketapang menggugurkan daunnya dua kali dalam satu tahun, sehingga tumbuhan ini bisa bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Buahnya yang memiliki lapisan gabus dapat terapung-apung di air sungai dan laut hingga berbulan-bulan, sebelum tumbuh di tempat yang cocok. Buahnya juga disebarkan oleh kelelawar. Secara umum bentuk dari ketapang dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :

Gambar 2.1. Kenampakan Pohon Ketapang (Terminalia catappa) Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Menurut Heyne (1987), tanaman ketapang dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta


(41)

21

Ordo : Myrtales

Famili : Combretaceae

Genus : Terminalia

Spesies : Terminalia catappa

Menurut Lemmens (1992), mendeskripsikan Tanaman Ketapang (Terminalia catappa) sebagai berikut :

1. Batang

Batangnya memiliki diameter sampai 1,5 m, memiliki batang yang berkayu (lignosus) yaitu batang yang keras dan kuat. Sifat permukaan batang beralur (sulcatus) yaitu jika membuju batang terdapat alur-alur yang jelas. Arah tumbuhnya batang tegak lurus ke atas atau erectus. Percabangan pada tanaman ini termasuk simpodial karena batang pokok sukar untuk ditentukan, sedangkan arah tumbuh cabangnya mendatar atau horizontalis yaitu antara cabang dengan batang pokok membentuk sudut kurang lebih 90ᵒC.

2. Daun

Daun lengkap adalah daun yang terdiri atas pelepah daun (vagina), tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Daun ketapang (Terminalia catappa) termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya memiliki tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Terminalia catappa memiliki bentuk tangkai daun seperti bentuk tangkai daun tumbuhan pada umumnya, yaitu berbentuk silinder dengan sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya. Ketapang memiliki helaian daun bundar telur terbalik. Helaian di pangkal


(42)

berbentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu tulang daun di sisi bawah. Daun ketapang memiliki daun berambut halus di sisi bawah dan berbentuk lebar dibagian tengah daun, ujung daun meruncing, tepi daun yang merata, daging daun tipis dan memiliki tulang daun menyirip.

3. Bunga

Berukuran sangat kecil, berwarna kuning atau putih terkumpul dalam bulir yang berada dekat ujung ranting dengan panjang 8 – 25 cm. Bunga Terminalia catappa tidak memiliki mahkota, memiliki kelopak berjumlah 5 yang memiliki bentuk seperti piring atau lonceng ukuran 4 – 8 mm dan berwarna putih atau krem. Benang sari berada dalam 2 lingkaran yang tersusun masing – masing 5. Buah batu berbentuk bulat telur gepeng, bersegi atau bersayap sempit denga ukuran 2,5 - 7 x 4 – 5,5 cm berwarna hijau-kuning-merah atau ungu kehijau-kuning-merahan saat telah masak.

4. Buah

Bentuk dari buah pohon katapang ini seperti buah almond. Besar buahnya kira-kira 4 – 5,5 cm. Buah katapang berwarna hijau tetapi ketika tua warnanya menjadi merah kecokelatan. Kulit terluar dari bijinya licin dan ditutupi oleh serat yang mengelilingi biji.


(43)

23

F. Kandungan Kimia Pada Daun Ketapang

Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai bahan antibakteri adalah daun ketapang (Hardhiko et al., 2004). Daun ketapang mengandung beberapa kandungan kimia. Ketapang mengandung senyawa seperti flavonoid (Lin dkk., 2000), triterpenoid (Gao dkk., 2004), tanin (Ankamwar, 2010), alkaloid (Mandasari, 2006), steroid (Babayi dkk., 2004), asam lemak (Jaziroh, 2008), diterpen, saponin, dan senyawa fenolik (Pauly, 2001). Tumbuhan Ketapang memiliki kandungan tanin terhidrolisis dengan konsentrasi tinggi (Howell, 2004). Zat kimia yang terkandung dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat sebagai antibakteri adalah tanin (Chee Mun, 2003).

Menurut Orwa, et al (2009) daun ketapang juga memiliki kandungan nitrogen (N) sebesar 3,92 % sebelum dilakukan pengomposan. Kandungan N dalam daun ketapang sebesar 3,92% ini berpotensi untuk penyubur tanaman melalui proses pengomposan.

G.Pupuk Kompos

Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sisa-sisa tanaman atau sisa hasil panen yang dibusukkan pada suatu tempat, terlindungi dari matahari dan hujan, serta diatur kelembabannya dengan menyiram air apabila terlalu kering (Hardjowigeno, 1989). Proses pengomposan bisa berlangsung apabila bahan- bahan mentah telah dicampur secara merata, pengomposan dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu : tahap aktif, dan tahap pematangan. Pada tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera


(44)

dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik, yang mengakibatkan suhu tumpukan kompos akan tinggi dan pH kompos meningkat. Suhu akan meningkat menjadi 50 – 70ᵒC, dan akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang berperan aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik yaitu mikroba yang aktif pada suhu yang tinggi. Pada saat terjadi proses ini, maka proses dekomposisi bahan organik juga berlangsung (Isroi, 2007).

Dekomposisi secara aerob adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen. Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang berperan akibat dan ditandai dengan adanya perubahan temperatur 35ᵒC bakteri yang berperan adalah Phsycrophile. Antara termperatur 35-55ᵒC yang berperan adalah bakteri mesofilik. Pada temperatur tinggi (di atas 85ᵒC) yang banyak berperan adalah bakteri termofilik. Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air), Humus, dan energi. Proses dekomposisi bahan organik secara

aerobik disajikan sebagai berikut:

Bahan organik CO2 +H2O + Humus + Hara + Energi

Hasil dari proses pengomposan secara aerobik berupa bahan kering dengan kelembaban 30-40%, bewarna cokelat gelap, dan remah. (Djuarnani dkk, 2005).


(45)

25

Sedangkan Dekomposisi secara anaerob adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik tanpa oksigen. Berikut mekanisme pengomposan secara anaerob:

Bahan Organik CH4 + hara + humus

Pada proses anaerob reaksi berlangsung secara bertahap. Tahap pertama, beberapa jenis bakteri fakultatif akan menguraikan bahan organik menjadi asam lemak. Kemudian diikuti tahap kedua, dimana kelompok mikroba lain akan mengubah asam lemak menjadi amoniak, metan, karbondioksida dan hidrogen. Panas yang dihasilkan dalam proses anaerobik lebih rendah dibanding aerobik. Pengomposan anaerob akan menghasilkan gas mentah (CH4), karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringkan. (Djuarnani dkk, 2005).


(46)

H.Manfaat Kompos

Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Rachman Sutanto (2002) mengemukakan bahwa dengan pupuk organik sifat fisik, kimia dan biologi tanah menjadi lebih baik. Selain itu Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:

1. Aspek Ekonomi

a. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah

b. Mengurangi volume/ukuran limbah dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.

2. Aspek Lingkungan

a. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah

b. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan. 3. Bagi Tanah dan Tanaman

a. Meningkatkan kesuburan tanah

b. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah - Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah - Meningkatkan aktivitas mikroba tanah c. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen). d. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

e. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman f. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara.


(47)

27

I. Penelitian Relevan

Beberapa penelitian yang terkait adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2008) dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Serapan N, P, K Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Tanah Alluvial Karawang. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal dengan 6 perlakuan yaitu kontrol, kompos, anorganik, (kompos + ½ anorganik), (½ kompos + ½ anorganik), dan (kompos + anorganik). Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa Pengaruh pemberian kompos pada umumnya menghasilkan tinggi tanaman, bobot basah tanaman, bobot tongkol dan bobot biji jagung, serta K-tersedia, serapan K dan N tanaman lebih tinggi daripada pengaruh pupuk anorganik. Bobot tongkol dan bobot biji jagung tertinggi dicapai pada perlakuan kompos.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011) dalam skripsinya yang berjudul Kajian Pupuk Organik Enceng Gondok Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam Putih dan Bayam Merah (Amaranthus tricolor). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) terdiri 2 faktor perlakuan dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah varietas tanamn bayam yang terdiri dari 2 varietas yaitu bayam putih dan bayam merah. Faktor kedua adalah dosisi pupuk kompos enceng gondok yang terdiri dari 5 taraf yaitu 0 ton/ ha, 5 ton/ha, 10 ton/ha, 15 ton/ha, dan 20 ton/ha. Data dianalisis dengan


(48)

analisis ragam berdasarkan uji F pada taraf 5% dan apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dari bahan dasar enceng gondok dengan dosis 20 ton/ha berpengaruh nyata terhadap variabel tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman per petak, berat tanaman segar per tanaman, dan berat tanaman kering per tanaman.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Suleiman, et.al (2015) dalam International Journal of Advance Agricultural Research yang berjudul Effects of tillage and Terminalia catappa L. leaf compost on soil properties and performance of Capsicum chinense Jacq. Penelitian ini menggunakan Randomised Complete Block Design (RCBD) dengan empat replikasi. Penelitian ini menggunakan rasio campuran 1:1 menggunakan metode pengomposan statis. Penelitian ini menunjukkan hasil kenaikan unsur hara pada tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen Capsicum chinense Jacq menjadi sangat baik dibanding perlakuan kontrol yang tidak menggunakan aplikasi pupuk kompos. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Aiyelari, et.al (2015) dalam skripsinya

yang berjudul Effects of Terminalia Catappa Leaves with Poultry Manure Compost, Mulching and Seedbed Preparation on the Growth and Yield of Okra (Abelmoschus esculentus l. Moench). Penelitian ini menggunakan Randomized Complete Block Design (RCBD) dengan tiga replikasi. Penelitian ini menggunakan rasio campuran 1:1


(49)

29

menggunakan metode pengomposan statis. Hasil dari penelitian ini tanah yang dicampur dengan pupuk kompos daun ketapang dapat meningkatkan produksi tanaman okra, dibanding dengan kontrol yang hanya memakai tanah tanpa pupuk kompos daun ketapang.

Gambar 2.2 Literatur Map Penelitian oleh Suleiman (2015).

Hasil penelitian ini kenaikan unsur hara pada tanah dan meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen Capsicum chinense Jacq menjadi sangat baik dibanding kontrol.

Penelitian oleh Aiyelari, et.al (2015). Hasil dari penelitian ini tanah yang dicampur dengan pupuk kompos daun ketapang meningkatkan produksi tanaman okra, dibanding dengan kontrol.

Mencoba memanfaatkan daun ketapang untuk dijadikan pupuk kompos yang nantinya akan diaplikasikan pada tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor)

Diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor).

Penelitian oleh Simbolon (2008) menunjukkan hasil pemberian kompos berpengaruh pada tinggi tanaman, bobot basah tanaman, bobot tongkol dan bobot biji jagung, serta K-tersedia, serapan K dan N tanaman lebih tinggi daripada pengaruh pupuk anorganik.

Penelitian oleh Nugroho (2011). Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk organik dari bahan dasar enceng gondok dengan dosis 20 ton/ha berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman per petak, berat tanaman segar per tanaman, dan berat tanaman kering per tanaman.


(50)

J. Kerangka Berfikir

Pemanfaatan daun ketapang yang kurang maksimal dan kandungan nitrogen yang terdapat pada daun ketapang sebesar 3,92%, dan penelitian sebelumnya yang pernah memanfaatkan daun ketapang sebagai pupuk kompos dan mengaplikasikannya ke tanaman okra dan Capsicum chinense, menunjukkan hasil yang baik pada pertumbuhan dan hasil panennya, dibandingkan dengan perlakuan kontrol yang berupa tanah tanpa pupuk kompos ketapang. Hal ini menyebabkan peneliti memutuskan untuk memilih daun ketapang sebagai bahan pembuatan pupuk kompos. Dengan kandungan dari daun tanaman ketapang itu sendiri, dan ditambah beberapa campuran lain dalam pembuatan pupuk kompos padat diharapkan mampu untuk menyuburkan tanaman, khususnya pada tanaman bayam cabut. Berikut ini adalah bagan kerangka berfikir :

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir

Penelitian terdahulu menggunakan daun ketapang sebagai bahan pembuatan pupuk kompos dan mengaplikasikannya pada tanaman.

Kandungan N (3,92%) dan ketersediaan daun ketapang (Terminalia catappa) yang melimpah.

Dimanfaatkan dengan mengolah daun ketapang (Terminalia catappa) menjadi pupuk kompos organik.

Hasil dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kompos dari daun ketapang menyebabkan pertumbuhan dan hasil panen menjadi lebih baik dari kontrol.

Diharapkan mampu menyuburkan tanaman, khususnya tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor).


(51)

31

K.Hipotesa

Hipotesa dari penelitian ini adalah :

1. Perbedaan komposisi pupuk kompos berbahan dasar daun ketapang memiliki pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor).

2. Kelompok perlakuan yang dapat memberikan pengaruh paling optimal terhadap pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor) adalah perlakuan 2 (P2), yaitu 50% pupuk ketapang, dan 50 % tanah (1:1).


(52)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi pemberian pupuk kompos berbahan dasar daun ketapang (Terminalia catappa) terhadap pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor). Adapun tiga variabel dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi pemberian pupuk kompos berbahan daun ketapang, pupuk kandang, dolomite, dan dedak, dengan 3 komposisi pupuk kompos yang berbeda-beda yang pertama yaitu 30% daun ketapang, 35% pupuk kandang, 28% dedak, 7% dolomite (P1), 50% daun ketapang, 25% pupuk kandang, 20% dedak, 5% dolomite (P2), 70% daun ketapang, 15% pupuk kandang, 12% dedak, 3% dolomite (P3). Variabel bebas dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan penggunaan pupuk kompos daun ketapang menurut Yuh-Minghuang (2011) dalam penelitian milik Aiyelari (2015) dan Suleiman (2015) yaitu 1 : 1 yang dibuat variasi perbandingan dari komposisi normal tersebut.

2. Variabel terikat pada penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman bayam meliputi : tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor).


(53)

33

3. Variabel kontrol meliputi : semaian bayam berumur 14 hari dan frekuensi penyiraman dengan air sumur sebanyak 300 ml dilakukan tiap hari pada pagi hari dan sore hari, namun penyiraman dapat disesuaikan dengan keadaan cuaca. Jika hujan turun penyiraman tidak dilakukan karena dapat menyebabkan busuk akar.

Penelitian yang dilakukan terdiri dari 4 kelompok, yaitu 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol, masing-masing 10 kali pengulangan pada tiap kelompok. Kelompok perlakuan tersebut yaitu kelompok perlakuan 1 (P1), perlakuan 2 (P2), perlakuan 3 (P3) dan kontrol. Rincian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Rincian Dosis Tiap Kelompok Perlakuan

No Unsur Kontrol P1 P2 P3

1 Daun ketapang 0 30% 50% 70%

2 Pupuk kandang 0 35% 25% 15%

3 Dedak 0 28% 20% 12%

4 Dolomite 0 7% 5% 3%

5 EM-4 0 Tetap Tetap Tetap

6 Air Tetap Tetap Tetap Tetap


(54)

Tabel 3.2 Komposisi Pupuk dan Tanah Dalam Poly Bag No Komposisi Pupuk Ketapang

(per polybag)

Tanah (per polybag)

Total

1 30% 0,6 kg 1,4 kg 2 kg

2 50% 1 kg 1 kg 2 kg

3 70% 1,4 kg 0,6 kg 2 kg

4 Kontrol 0 2 kg 2 kg

Kegiatan penelitian meliputi : persiapan peralatan dan bahan, pembuatan pupuk kompos, persiapan media tanam dalam polybag, pembenihan / penyemaian, penanaman, pemeliharaan yang termasuk di dalamnya penyiraman, penyiangan gulma dan penanggulangan hama.

B.Batasan Penelitian

Dalam penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa batasan penelitian antara lain sebagai berikut :

1. Sampel tanaman bayam cabut berjumlah 40 tanaman yang didapatkan dengan cara menyemai di dalam pot yang telah diisi tanah yang didapatkan di kebun percobaan biologi.

2. Bibit bayam yang digunakan adalah varietas giti hijau, yang merupakan jenis bayam cabut asal Thailand, umur panen 30 hari. Tinggi pada saat panen sekitar 20-30 cm. Dengan sedikit percabangan. Batang bewarna hijau muda dan daun bewarna hijau. (Nazaruddin, 1994).


(55)

35

3. Daun ketapang yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos diperoleh dari lingkungan Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan. Pengumpulan daun ketapang dilakukan dengan berkoordinasi dengan petugas kebersihan Universitas Sanata Dharma dan dibantu oleh beberapa teman.

4. Waktu pelaksanaan dilakukan selama 3 bulan pada tahun 2017, dari bulan Februari sampai Mei. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

5. Variabel pertumbuhan yang diukur dan diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan berat basah tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor)

C.Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan alat dan bahan yang dipinjam dari Laboratorium Biologi Universitas Sanata Dharma dan beebrapa adalah milik pribadi, diawali dengan pembuatan proposal dan daftar alat dan bahan beserta jumlah yang ingin dipinjam di Laboratorium Biologi, setelah itu diserahkan kepada Kepala Laboratorium. Alat yang digunakan selama penelitian berupa terpal ukuran 4x6 meter, cangkul, karung, pisau, golok, polybag, sekop, spidol permanen, tali rafia, termohigrometer digital, timbangan digital, timbangan gantung, pH meter, kamera, pot, ember, label, soil tester dan gelas ukur plastik. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah daun ketapang, dolomite, tanah, air, dedak, kotoran sapi, EM-4, tetes tebu, air sumur, dan benih bayam cabut (Amaranthus tricolor).


(56)

D.Cara Kerja

1. Desain Penelitian

Rancangan Acak Lengkap (Complete Randomized Design) merupakan salah satu rancangan paling sederhana dalam rancangan percobaan. Rancangan ini disebut rancangan acak lengkap, karena pengacakan perlakuan dilakukan di seluruh unit percobaan. RAL digunakan pada percobaan yang media tanam dan tempat penelitiannya sama / homogen (Tanujaya, 2013).


(57)

37

2. Persiapan Tempat Penelitian

Tempat penelitian berada di Kebun Percobaan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Tempat penelitian terbagi menjadi dua yaitu tempat pembuatan pupuk kompos padat yang sekaligus digunakan sebagai tempat fermentasi pupuk kompos dan tempat penanaman dan pengaplikasian pupuk kompos terhadap bayam cabut. Pada tempat penanaman berbentuk balok dan berukuran 1,5x2 meter. Ruangan tersebut sudah di pasangi paranet putih untuk meminimalisir hama pengganggu tanaman penelitian dan mengontrol curah hujan yang menetes pada tanaman penelitian.

3. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian

Alat penelitian yang digunakan meminjam dari Laboratorium Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sedangkan beberapa bahan penelitian dibeli di toko pertanian daerah Maguwoharjo yang lokasinya terdekat dari tempat penelitian. Namun, bahan utama yaitu daun ketapang didapatkan dari sampah daun ketapang yang banyak terdapat di dalam Universitas Sanata Dharma Kampus III, Paingan.

4. Pembuatan Pupuk Kompos Padat Berbahan Dasar Daun Ketapang Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan


(58)

proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, dansampah rumah tangga) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos. (Outterbridge, 1991). Cara pembuatan pupuk kompos padat adalah dengan cara mencampurkan bahan organik seperti daun ketapang, dedak, dolomite dan pupuk kandang secara merata sesuai ketentuan dosis yang telah ditentukan sebelumnya, setelah itu melarutkan EM-4 dengan air, lalu disiramkan ke bahan organik tadi secara merata sambil diaduk menggunakan cangkul dan garpu, lalu disiram dengan air untuk menjaga kelembaban, kemudian tutup adonan pupuk kompos dengan terpal penutup, perhatikan suhu adonan, suhu ideal proses pengkomposan adalah maksimal 45ᵒC. Jika suhu naik, buka terpal beberapa saat untuk menurunkan suhu adonan, jika suhu turun tambahkan dan perhatikan penutup agar suhu dan kelembaban tetap terjaga. Pupuk dicek secara berkala 3 hari sekali. Proses fermentasi dilakukan selama 1 bulan.

5. Penimbangan Media Tanam

Media tanam digunakan sebagai tempat tanaman tumbuh. Penimbangan media tanam memerlukan alat dan bahan seperti cangkul, terpal, sekop, polybag, tanah, air, dan pupuk kompos. Prosesnya adalah dengan mencampurkan tanah dengan pupuk kompos berbahan dasar


(59)

39

daun ketapang yang sudah matang sesuai komposisi perlakuan yang telah ditentukan. Kemudian semua bahan media tanam disiapkan, tanah dan pupuk kompos ditimbang dengan timbangan digital sesuai komposisi pada tabel 3.2. Setiap polybag berisi 2 kg media tanam yang sudah dicampur sebelumnya. Selain membagi media tanam dalam polybag untuk pemindahan hasil semaian, media tanam juga ditaruh pada pot ukuran kecil sebagai tempat untuk penyemaian bibit bayam cabut, media tanam dalam pot ukuran kecil hanya berupa tanah yang terdapat di sekitar lokasi penelitian yang dicampur sekam agar saat pemindahan meminimalisir akar yang patah.

6. Penanaman Bayam Cabut

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam kegiatan penanaman tanaman adalah biji bayam cabut, air, tanah, pupuk kompos, dan wadah. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut:

a. Seleksi Biji

Bertujuan untuk mendapatkan biji dengan kualitas cukup baik untuk di jadikan bahan tanam. Langkah yang dilakukan adalah memasukkan biji bayam cabut ke dalam wadah berisi air, di diamkan selama 1 malam lalu menyisihkan biji bayam cabut yang terapung. Biji bayam cabut yang terapung tidak digunakan sebagai bahan untuk bertanam karena tidak


(60)

memiliki isi lembaga yang penuh sehingga biji yang terapung dibuang. Biji bayam cabut yang dapat ditanam adalah biji yang tenggelam dalam air.

b. Pembenihan bayam cabut dan penyemaian

Pembenihan bayam cabut menggunakan biji bayam cabut yang tenggelam. Biji bayam cabut di benihkan dalam pot yang telah berisi campuran tanah yang berasal dari sekitar lokasi penelitian yang dicampur dengan sekam. Penambahan sekam bertujuan agar saat pemindahan tanaman bayam lebih mudah mencabutnya sehingga dapat meminimalisir patahnya akar. Benih bayam cabut di siram seperlunya dan diletakkan pada tempat yang terhindar dari hama, atau tempat dengan intensitas matahari cukup baik agar proses pembenihan dapat berjalan dengan baik. Kegiatan penyiraman pada tahap penyemaian dilakukan setiap pagi dan sore hari (Pitojo, 2003).

c. Seleksi bibit bayam cabut dan pemindahan

Bibit bayam cabut yang sudah berumur ± 2 minggu setelah semai di seleksi dengan ketentuan : tinggi sama yaitu antara 7-10 cm. Memiliki jumlah daun 4-7 helai daun. Bibit bayam yang layak dipindahkan ke media yang lebih besar (polybag) sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Bibit yang dipindah adalah bibit yang memenuhi kriteria tersebut.


(61)

41

7. Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah proses penyesuaian bibit tanaman pada media tanam baru. Proses ini dilakukan selama 3 hari setelah melakukan pemindahan bibit bayam cabut (Amaranthus tricolor) pada media yang lebih besar yaitu polybag.

8. Pemeliharaan tanaman bayam cabut

Pemeliharaan tanaman bayam cabut (Amaranthus tricolor) dilakukan untuk menjaga kondisi tanaman. Peralatan dan bahan yang digunakan adalah alat siram berupa gelas ukur agar pemberian airnya dapat diatur sesuai takaran.

a. Penyiraman

Penyiraman tanaman bayam cabut menggunakan air sumur yang terdapat pada lokasi penelitian dengan pH 7,1 dan dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari, dengan menyesuaikan cuaca. Jika hujan, maka penyiraman tidak dilakukan.

b. Penyiangan gulma

Penyiangan terhadap gulma bertujuan agar pertumbuhan tanaman bayam cabut tidak terganggu. Penyiangan tanaman bayam cabut dilakukan setiap hari.


(62)

9. Pengambilan Data

Pengambilan data dimulai setelah bibit dipindah ke polybag yang sudah diberi perlakuan pupuk sesuai komposisi yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan tiap 2 hari sekali. Pengambilan data yang dilakukan meliputi :

a. Tinggi tanaman

Pengukuran tinggi tanaman agar tetap sama setiap hari dilakukan dengan menancapkan lidi di samping tanaman yang telah diberi tanda menggunakan tipex, tanda tersebut diberikan pada lidi di samping pangkal akar. Pengukuran menggunakan penggaris atau mistar berukuran 50 cm. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap 2 hari sekali, dimulai sejak pemindahan bibit tanaman ke media polybag, yaitu pada saat bibit berumur 5 hari setelah dipindah di dalam polybag (setelah aklimatisasi).

b. Jumlah Daun

Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan menghitung semua daun yang tumbuh pada batang pokok tanaman, dan pada cabang batang tanaman. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap 2 hari sekali dimulai sejak pemindahan bibit tanaman ke polybag, yaitu pada saat tanaman berumur 3 hari setelah dipindah di dalam polybag (setelah aklimatisasi).


(63)

43

c. Berat Basah

Perhitungan berat basah dilakukan dengan menggunakan alat timbang berupa timbangan digital. Perhitungan berat basah bayam cabut tiap perlakukan dilakukan saat masa panen bayam cabut yaitu sebulan setelah aklimatisasi.

E.Metode Analisis Data

Analisa data secara kuantitatif menggunakan uji F atau uji Anova (Analysis of Variance) uji ini digunakan untuk mengetes kelompok lebih dari 2, misalnya 3 kelompok, 4 kelompok atau lebih. (Suparno Paul, 2011). Uji Anova yang digunakan adalah One Factor Between Subject Design. Uji Anova jenis ini digunakan untuk mengetes tiga atau lebih kelompok yang terpisah secara independen.

Berikut ini adalah langkah dalam analisa data secara manual : Data hasil pengamatan kondisi tanaman untuk setiap aspek (jumlah daun, tinggi tanaman, dan berat basah) akan dimasukkan pada tabel seperti di bawah ini :

Ulangan P1 P2 P3 K

1 2 3 4 5 dst


(64)

Rumus statistik ditemukan oleh Ronald A. Sehingga disebut statistik F (Suparno Paul, 2011), rumus uji Anova independen sebagai berikut :

Ho : μ1=μ2=μ3

Hi : non Ho

F observe

Mean Square

MS between

MS within

SS total = SS between + SS within

Untuk menghitung kebebasan, menggunkan rumus :

Df untuk SS between = (K-1)

Df untuk SS within = (N-K)

Df untuk SS total = N-1

K = jumlah kelompok treatment


(65)

45

Selanjutnya dapat dibuat tabel yang menunjukkan hubungan angka-angka tersebut yaitu :

Sumber Variasi

SS Df MS=SS/df F=Msbetween

/ MS within Between

Within Total

Setelah numerator atau Df between dan denumerator atau Df within

ditemukan, maka cocokkan pada gambar tabel nilai kritikal untuk α = .05 untuk

mencari Fcritical. Jika Fobserve > Fcritical maka signifikan. Maka H0 ditolak, dan H1


(66)

46 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Bayam Cabut

Analisis statistik dilakukan berdasarkan pertambahan tinggi tanaman bayam dilihat dari hasil perhitungan rata-rata pada setiap pengukuran dari data tersebut dapat dilihat pertambahan tingi tanaman bayam cabut. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman bayam cabut pada kontrol, P1 (30%), P2 (50%) dan P3 (70%) tiap kali dilakukan pengukuran dan pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.2 :

Tabel 4.1. Selisih Pertambahan Tinggi Tanaman Bayam Pada Kontrol dan Tiga Perlakuan Lain.

Pengukuran Ke-

Perlakuan dan Ulangan

Kontrol P1 (30%) P2 (50%) P3 (70%)

1 35.5 31.5 15 14.5

2 29 19 16.5 25.5

3 33.5 36 19 22.5

4 37 26 19.5 14

5 22.5 19 22.9 22.5


(67)

47

7 23.2 26.5 14.5 18.7

8 28.8 16.5 13.8 22

9 30 26 16.2 17.7

10 29.5 22.7 19.2 15.8

Tinggi tanaman penelitian merupakan salah satu paramater yang dapat diukur untuk mengetahui adanya pertumbuhan pada suatu tanaman. Tabel 4.2 menunjukkan adanya perbedaan rata-rata tinggi tanaman penelitian pada kontrol, P1 (30%), P2 (50%) dan P3 (70%). Pada pengukuran ke-12 dapat dilihat yang memiliki rata-rata tinggi tanaman secara berturut-turut adalah perlakuan kontrol yaitu sebesar 36,7 tertinggi kedua yaitu perlakuan 1 sebesar 31,8 tertinggi ketiga adalah perlakuan 3 sebesar 25,15 dan yang terendah adalah perlakuan 2 sebesar 24,6. Pertambahan tinggi tanaman bayam cabut pada 4 perlakuan yang diamati dan diukur pertumbuhannya dapat dilihat pada gambar 4.1. Pertumbuhan tinggi tanaman pada bayam cabut merupakan pertumbuhan primer yang dipengaruhi oleh aktifitas sel meristem apikal yang memanjang dan membelah. Aktifitas pembelahan sel meristem apikal tersebut memerlukan zat-zat hasil dari fotosintesis sebagai sumber energi. Berikut ini adalah gambar 4.1:


(68)

Gambar 4.1 Grafik Pertambahan Tinggi Tanaman Bayam Cabut

Pada gambar 4.1 terlihat bahwa kontrol maupun P1 (30%), P2 (50%) dan P3 (70%), mengalami laju pertambahan tinggi yang naik secara perlahan tanpa terjadi lonjakan. Terdapat perbedaan pada tingkat laju pertumbuhan paling tinggi yaitu pada kontrol, dan diikuti oleh P1 (30%), P2 (50%) dan P3 (70%).

Media tanam dengan pupuk daun ketapang diduga baru siap digunakan saat berusia minimal 2 bulan setelah fermentasi, sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan tinggi tanaman bayam cabut.

Hasil uji normalitas pada aspek tinggi tanaman bayam cabut menghasilkan p value (sig) = 0,598 > 0,05 yang berarti H0 diterima dan bahwa data diambil dari populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas juga dilakukan pada aspek tinggi tanaman bayam cabut dan didapatkan hasil p value (sig) = 0,664 > 0,05 sehingga H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa data sampel tanaman bayam cabut berasal dari populasi yang memiliki variasi yang

0 10 20 30 40

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2

P E R TA M B A H A N T I N G G I TA N A M A N

B AYA M C A B U T

Perlakuan Kontrol Perlakuan P1 (30%) Perlakuan P2 (50%) Perlakuan P3 (70%)


(69)

49

sama (homogen). Setelah uji normalitas dan homogenitas dilakukan, dilanjutkan dengan uji Anova, hasil uji normalitas dan homogenitas tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran no 2.

Tabel 4.2 Hasil Uji Anova Pertumbuhan Tinggi Tanaman ANOVA

Tinggi_Tanaman

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 965.384 3 321.795 14.086 .000

Within Groups 822.420 36 22.845

Total 1787.804 39

Hasil uji analisa varian pada tabel 4.4 memperlihatkan bahwa p value (sig) tinggi tanaman 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kesimpulan bahwa ada perbedaan tinggi tanaman pada setiap kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Hipotesis H0 adalah tidak adanya perbedaan tinggi antar kelompok perlakuan, sedangkan H1 adalah ada perbedaan tinggi antar kelompok perlakuan dan kontrol. Adanya perbedaan tinggi tanaman pada tiap kelompok perlakuan dan kontrol dapat dipengaruhi oleh perbedaan komposisi pupuk, faktor eksternal dan internal dari tanaman itu sendiri (data selisih tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran no. 1, sehingga harus dilakukan uji post hoc, ada banyak macam uji post hoc, namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tukey yang sering disebut sebagai Honesty Significant Difference (HSD). Hasil post hoc yang telah dilakukan yaitu kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok P1 dengan beda nyata sebesar 5.62000, kelompok kontrol berbeda


(70)

nyata dengan kelompok P2 dengan beda nyata sebesar 12.02000 dan berbeda nyata dengan kelompok P3 dengan beda nyata sebesar 11.56000. Data tinggi tanaman tiap pengukuran dapat dilihat pada lampiran no. 3. Berikut ini adalah hasil uji Post Hoc tinggi tanaman :

Tabel 4.3 Hasil Uji Post Hoc Tinggi Tanaman. Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Tinggi_Tanaman

Tukey HSD

(I) Bayam

(J) Bayam

95% Confidence Interval Mean

Difference

(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound Kontrol P1 5.62000 2.13752 .058 -.1368 11.3768 P2 12.02000* 2.13752 .000 6.2632 17.7768 P3 11.56000* 2.13752 .000 5.8032 17.3168 P1 Kontrol -5.62000 2.13752 .058 -11.3768 .1368 P2 6.40000* 2.13752 .024 .6432 12.1568 P3 5.94000* 2.13752 .041 .1832 11.6968 P2 Kontrol -12.02000* 2.13752 .000 -17.7768 -6.2632 P1 -6.40000* 2.13752 .024 -12.1568 -.6432

P3 -.46000 2.13752 .996 -6.2168 5.2968

P3 Kontrol -11.56000* 2.13752 .000 -17.3168 -5.8032 P1 -5.94000* 2.13752 .041 -11.6968 -.1832


(71)

51

P2 .46000 2.13752 .996 -5.2968 6.2168

*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Homogeneous Subsets

Tinggi_Tanaman Tukey HSDa

Bayam

Subset for alpha = 0.05

N 1 2

P2 10 18.2600

P3 10 18.7200

P1 10 24.6600

Kontrol 10 30.2800

Sig. .996 .058

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Kelompok kontrol (tanah 2kg) menunjukkan rerata tinggi tanaman yang paling baik, hal ini dipengaruhi oleh kandungan unsur nitrogen yang diperoleh dari kondisi tanah penelitian yang unsur-unsurnya sudah tersebar cukup merata sehingga memudahkan tanaman untuk menyerap unsur-unsur tersebut dan menyebarkannya ke seluruh bagian tubuhnya.

Menurut Lingga dan Marsono (2008) peran utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah yakni meningkatkan pertumbuhan bagian vegetatif tanaman yakni


(72)

pertumbuhan organ akar, batang dan daun. Adapun hasil uji tanah mengandung unsur N sebesar 0,20%. Selain mengandung N, tanah penelitian juga mengandung unsur P sebesar 492 mg/100g dan K sebesar 43 mg/100g.

Nitrogen merupakan unsur penting dalam pembentukan klorofil, protoplasma, protein, dan asam-asam nukleat. Unsur ini mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan semua jaringan hidup (Brady and Weil, 2002). Nitrogen pada umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ atau

NO3-, yang dipengaruhi oleh sifat tanah, jenis tanaman dan tahapan dalam

pertumbuhan tanaman. Pada tanah dengan pengaturan yang baik, N diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat, karena sudah terjadi perubahan bentuk NH4+

menjadi NO3-, sebaliknya pada tanah tergenang tanaman cenderung menyerap

NH4+ (Havlin et al., 2005). N adalah unsur yang mobile, mudah sekali terlindi dan

mudah menguap, sehingga tanaman seringkali mengalami defisiensi.

Fosfor (P) merupakan komponen penting penyusun senyawa untuk transfer energi (ATP dan nukleoprotein lain), untuk sistem informasi genetik (DNA dan RNA), untuk membran sel (fosfolipid), dan fosfoprotein (Gardner et al., 1991; Lambers et al, 2008). Tanaman menyerap P dalam bentuk ortofosfat primer (H2PO4) dan sebagian kecil dalam bentuk ortofosfet sekunder (HPO4)

(Barker and Pilbeam, 2007). Bentuk P dalam tanah dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu organik dan anorganik. Proporsi kedua bentuk P tersebut sangat bervariasi. (Richardson et al, 2005; Hao et al, 2008).

Menurut Simamora dan Salundik (2006) unsur K ini berfungsi untuk memperkuat jaringan tanaman, selain itu juga berfungsi untuk mengatur berbagai


(73)

53

proses fisiologi tanaman seperti mengatur kondisi air di dalam sel dan jaringan. Jika air dan unsur hara terpenuhi maka pembelahan di ujung meristem dapat bekerja dengan baik dan berdampak pada perolehan tinggi tanaman.

Menurut Lakitan (1996) terjadinya pertambahan tinggi tanaman karena adanya sel-sel meristem apikal yang selalu membelah. Pembelahan sel yang dihasilkan dari pembelahan sel dapat menyebabkan pertambahan ukuran tanaman.

2. Pertumbuhan Jumlah Daun Tanaman Bayam Cabut

Berikut ini adalah tabel pertambahan jumlah daun tanaman bayam cabut tiap kali dilakukan pengamatan :

Tabel 4.4 Selisih Pertambahan Jumlah Daun Bayam Tiap Perlakuan Pengukuran

ke-

Perlakuan

Kontrol P1 (30%) P2 (50%) P3 (70%)

1 80 67 46 50

2 48 40 42 58

3 58 80 42 55

4 87 43 53 39

5 33 56 63 55

6 69 64 100 33

7 101 45 36 47

8 65 53 45 45

9 52 65 55 43


(74)

Salah satu bagian tanaman yang berfungsi sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun, karena terdapat zat hijau daun. Salah satu aspek yang dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan suatu tanaman adalah jumlah daun pada setiap tanaman. Pada tabel 4.5 dapat dilihat pada pengukuran ke-12 rata-rata jumlah daun secara berturut-turut adalah yang paling tinggi dimiliki oleh perlakuan kontrol yaitu sebesar 72,3 tertinggi kedua adalah perlakuan 1 sebesar 65,5 tertinggi ketiga adalah perlakuan 2 sebesar 60,2 dan yang terendah dimiliki oleh perlakuan 3 yaitu sebesar 53,2. Pertambahan jumlah daun setiap pengukuran dapat dilihat pada gambar 4.2 :

Gambar 4.2 Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Bayam Cabut

Pada gambar 4.2 terlihat grafik pertambahan jumlah daun pada kontrol dan 3 perlakuan lain. Pada kontrol, titik awal pertambahan jumlah daun pada pengukuran ke-3, saat umur bayam cabut 4 hari setelah pengukuran pertama. Pada perlakuan satu (30%), titik awal pertambahan jumlah daun terjadi pada

0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 1 2

P E R TA M B A H A N J U M L A H DAU N

TA N A M A N B AYA M C A B U T

Perlakuan Kontrol Perlakuan P1 (30%) Perlakuan P2 (50%) Perlakuan P3 (70%)


(1)

Setelah itu pupuk diungkep selama bulan. Setiap 2 hari sekali pupuk diukur suhu dan kelembaban pupuk, juga suhu dan kelembaban udara jika terlalu panas, terpal dapat dibuka, jika terlalu kering dapat dilakukan penyiraman dengan air pada pupuk dan diaduk.

Setelah sebulan pupuk siap digunakan.

Pupuk dikeringkan dibawah sinar matahari sampai benar-benar kering


(2)

Lampiran 25. Alat Yang Digunakan Selama Penelitian dan Lokasi Penelitian

A.Soil tester B. Termohigrometer digital

C. pH meter dan gelas ukur Plastik D. Mistar / Penggaris (50cm)

E.Timbangan digital dan timbangan gantung F.Pacul, Ember dan Termometer

A

B

F

E

D

C


(3)

G. Lokasi Penanaman Bayam cabut di dalam paranet yang ada di Kebun Percobaan sedangkan lokasi Pembuatan pupuk di rumah sawah yang ada di Kebun Percobaan.


(4)

Lampiran 26. Proses Pemindahan Bayam Cabut ke Polybag

A. Bayam Cabut yang sudah disemai B. Dicabut perlahan dengan dicongkel menggunakan jari tangan agar akar tidak patah

C. Ditanamn dalam polibag dengan kedalaman 4 cm diberi anjir

dan diikat dengan tali rafia D. Bayam Cabut yang sudah dipindah ke polibag.

.

A

D

C


(5)

Lampiran 27. Beberapa Proses yang Dilakukan Selama Penelitian dan Pada Saat Panen

B. Penyemprotan dengan pestisida A. Penyiraman dilakukan Pagi

dan Sore Tergantung Cuaca,

Air yang digunakan sebanyak 300 ml.

C. Menyiapkan bahan untuk pembuatan pestisida

D. Pada awal Penelitian dilakukan persiapan media dengan

melakukan penimbangan

E. Penimbangan berat basah saat Panen

A

D

C

B


(6)

Lampiran 28. Pengukuran pH Pupuk Ketapang

Tanggal/bulan pH Pupuk Ketapang

28/2 4

3/3 4,3

4/3 4,3

6/3 4,3

9/3 6

12/3 6,1

15/3 6,5

18/3 6,5

21/3 6,3

24/3 6,3