PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS BERBASIS MULTIKULTUR DI SEKOLAH DASAR : Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V SD di Kota Singaraja Provinsi Bali.
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS BERBASIS
MULTIKULTUR DI SEKOLAH DASAR (Studi Pengembangan
Model Pada Siswa Kelas V SD di Kota Singaraja Provinsi Bali)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam
Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Oleh
I NENGAH SUASTIKA, M. PD. 1007243
PROGRAM STUDI PIPS
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2013
(2)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN IPS BERBASIS
MULTIKULTUR DI SEKOLAH DASAR (Studi Pengembangan
Model Pada Siswa Kelas V SD di Kota Singaraja Provinsi Bali)
Oleh I Nengah Suastika
M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia, 2010
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Pendidikan IPS
Sekolah Pascasarjana UPI
© I Nengah Suastika, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI :
Promotor Merangkap Ketua
Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed. NIP. 196308201988031001
Kopromotor Merangkap Sekretaris
Prof. Dr. Gurniwan Kamil P, M.Si. NIP. 196103231986031002
Anggota
Prof. Dr. Wayan Lasmawan, M.Pd. NIP. 196702211993031002
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan IPS Sekolah Pascasarjana UPI
Prof. Dr. Bunyamin Maftuh,M.Pd, M.A NIP. 196207021986011002
(4)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(5)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ABSTRAK
Suastika, N. Pengembangan Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V SD di Kota Singaraja Provinsi Bali)
Penelitian ini dilatar belakangi lemahnya pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD, terjadinya konflik kultural, kurangnya internalisasi kompetensi multikultur di sekolah, globalisasi, urgensi pendidikan yang demokratis serta urgensi multikulturalisme pada masyarakat multikultur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran IPS berbasis multikultur. Secara metodologis penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan pendidikan. Adapun tahapan penelitian dan pengembangan ini adalah melakukan analisis kebutuhan (define) melalui studi pustaka dan studi empirik, desain model (design), uji coba model (development) melalui adaptasi penelitian tindakan kelas dan eksperimen. Pada tahap define dan design teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan observasi, studi dokumentasi dan wawancara. Sedangkan pada tahap development teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan memberikan tes pengetahuan multikultur, inventori sikap multikultur dan observasi keterampilan multikultur.
Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang sejalan dengan nilai-nilai budaya Bali seperti toleransi, empati, cinta damai dan hukum karma. Kompetensi multikultur yang relevan dikembangkan adalah kemampuan mengemukakan ide dan gagasan, keterampilan bekerjasama dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah-masalah kultural. Sintaks model pembelajaran IPS berbasis multikultur diawali dengan inisiasi, individual opinion, kelompok multikultural, multicultural opinion, implementasi dan refleksi. Pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultur ini tetap mengacu pada Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses yang terdiri dari lima fase, yaitu fase apersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi dan penutup. Implementasi sintaks model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang dilangsungkan selama tiga kali siklus menunjukkan terjadinya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan multikultur siswa untuk tiap siklusnya. Eksperimentasi model menujukkan kompetensi siswa yang mengikuti model pembelajaran IPS berbasis multikultur lebih baik dibandingkan dengan kompetensi multikultur siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Penelitian ini merekomendasikan model pembelajaran IPS berbasis multikultur dapat dijadikan sebagai alternatif bagi guru dan siswa dalam melangsungkan proses pembelajaran dan mengembangkan kompetensi multikulturnya. Bagi peneliti, yang akan melakukan penelitian sejenis dapat menjadikan model ini sebagai salah satu acuan dalam mengembangkan pembelajaran yang berbasis pada nilai-nilai budaya.
(6)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kata Kunci: Model pembelajaran, keterampilan multikultur
Suastika, N. Developing a Multicultural-Based Social Studies Instructional Model (A Study of Model Development among the Fifth Graders of an Elementary School in Singaraja City, Bali Province)
The background of the research is students’ low multicultural skills, the
occurrence of cultural conflicts, a lack of internalization of multicultural attitude and skills in school, globalization, and the urgency for democratic education and multiculturalism in a multicultural society. The research aimed to develop a multicultural-based social science instructional model. Methodologically, the research employed a model of education research and development.
The results of the research show the importance of developing a multicultural-based social studies instructional model that is in line with Balinese cultural values, such as tolerance, empathy, peace-loving, and belief in karma law. Relevant multicultural skills developed are the skills of expressing ideas and thoughts, cooperating, and solving cultural issues. The condition of elementary school social science instruction in Singaraja City demonstrated that until today there have not been any strategic attempts to integrate knowledge, values, and multicultural skills in the practice of elementary school social science instruction. This can be observed from the analysis on the teaching-learning instrument used by teachers.
The syntax of multicultural-based social studies instruction is started with initiation, continued with individual opinion, multicultural group, multicultural opinion, implementation, and reflection. The development of the model still references the Regulation of the National Education Minister number 41 of 2007, consisting of four phases, apperception, exploration, elaboration, confirmation and conclusion. The implementation of the model was conducted for three cycles, and
improvements in students’ knowledge, attitude, and skills were achieved in each
cycle. Moreover,in the third cycle, the level of students’ completion reached 93.3%.
The multicultural knowledge, attitude, and skill of students taught with multicultural-based instructional model were better than those treated with STAD cooperative learning method. The average score of multicultural knowledge was 25.60, multicultural attitude 147.95, and multicultural skill 121.05 for students taught with multicultural-based instructional model. The scores were higher compared to those who were taught using STAD cooperative learning method, with an average score of 22.99 for multicultural knowledge, 128.08 for multicultural attitude, and 114.27 for multicultural skills. Based on the research results, it is apparent that multicultural-based social studies instructional model is very strategic to be used and disseminated in the teaching-learning of social studies, of which the standard competence and basic competence contain multicultural contents.
(7)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(8)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR BAGAN ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 15
1.4. Penjelasan Istilah ... 15
1.5. Manfaat Penelitian ... 17
1.6. Sistematika Organisasi Disertasi ... 19
BAB II. KAJAN TEORETIK 2.1. Kerangka Pemikiran Konstruktivisme dalam Pengembangan Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 20
2.2. Teori Perkembangan Kognitif dan Moral Anak Usia Sekolah Dasar ... 32
2.3. Hakekat Masyarakat Multikultural ... 41
2.4. Model Pemelajaran dalam Mengembangkan Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 51
2.5. Hakekat Pembelajaran Multikultur ... 61
2.6. Dimensi dan Pendekatan Pembelajaran Multikultur ... 69
2.7. Pendidikan Multikultural dalam Konteks Intraksional ... 78
2.8. Pendidikan Multikultural dalam Pelajaran IPS ... 91
2.9. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) ... 101
2.10. Hakekat dan Tujuan Pembelajaran IPS-SD ... 108
2.11. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan ... 117
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 126
3.2. Lokasi dan Seting Penelitian ... 129
3.3. Subjek dan Objek Penelitian ... 131 3.4. Difinisi Konseptual Dan Difinisi Oprasional ...
3.4.1. Difinisi Konseptual ... 3.4.2. Definisi Operasional ...
132 132 134 3.5. Prosedur Pengembangan Model Pembelajaran
IPS Berbasis Multikultur ... 3.5.1. Analisis Kebutuhan (Define) ... 3.5.2. Perancangan Draf Perangkat Pembelajaran dan
135 135
(9)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 3.5.3. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan
Model Pembelajaran IPS Berbasis
Multikultur (Development) ... 135
136 3.6. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...
3.6.1. Tes Pengetahuan Multikultur ... 3.6.1.1. Validasi Instrumen Tes Pengetahuan
Multikultur ... 3.6.1.1.1. Validitas ... 3.6.1.1.2. Reliabilitas ... 3.6.1.1.3. Daya Beda Tes ... 3.6.1.1.4. Tingkat Kesukaran Tes ... 3.6.2. Inventori Nilai/Sikap Multikultur ...
3.6.2.1. Validasi Instrumen Sikap Multikultural ... 3.6.2.1.1. Validitas ... 3.6.2.1.2. Reliabilitas ... 3.6.3. Pedoman Observasi Keterampilan Multikultur ...
137 141 142 142 144 145 146 147 148 148 149 149 3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...
3.7.1. Analisis Data Tahap Define dan Design ... 3.7.2. Analisis Data Pada Uji Coba Terbatas ... 3.7.3. Analisis Data Fase Uji Coba Luas ... 3.7.3.1. Deskripsi Data ... 3.7.3.2. Uji Prasyaran Analisis Data ... 3.7.3.2.1. Pengujian Normalitas ... 3.7.3.2.2. Pengujian Homogenitas Varian ... 3.7.3.3. Hipotesis dan Pengujian Hipotesis ...
151 151 152 154 154 154 155 155 156
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ... 4.1.1. Kebutuhan Kompetensi Multikultur Siswa SD
dan Kondisi Pembelajaran IPS-SD di Kota Singaraja ... 4.1.2. Desain Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultural ... 4.1.2.1. Siklus I ... 4.1.2.2. Siklus II ... 4.1.2.3. Siklus III ... 4.1.3. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran IPS
Berbasis Multikultr Dibandingkan dengan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 4.1.3.1. Deskripsi Data ...
4.1.3.1.1. Distribusi Data Pengetahuan
Multikultur Kelompok Eksperimen ... 4.1.3.1.2. Distribusi Data Pengetahuan
Multikultur Kelompok Kontrol ... 4.1.3.1.3. Disribusi Data Skor Sikap
Multikultur Siswa
160 160 229 235 250 269 282 282 283 284
(10)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Kelompok Eksperimen ... 4.1.3.1.4. Distribusi Data Skor Sikap
Multikultur Siswa Kelompok Kontrol ... 4.1.3.1.5. Distribusi Data Keterampilan
Multikultur Kelompok Eksperimen ... 4.1.3.2. Pengujian Persyaratan Analisis ... 4.1.3.2.1. Uji Normalitas Sebaran Data ... 4.1.3.2.2. Uji Homogenitas ... 4.1.3.2.3. Uji Homogenitas Matriks
Varian/Covarian ... 4.1.3.3. Pengujian Hipotesis ...
286
287
289 292 292 293
294 294 4.2. Pembahasan ...
4.2.1. Pembahasan Hasil Studi Kebutuhan Kompetensi Multikultur Siswa SD dan Kondisi Pembelajaran
IPS-SD di Kota Singaraja ... 4.2.2. Interpretasi dan Pembahasan Pengembangan Desaian
Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 4.2.3. Interpretasi dan Pembahasan Hasil Eksperimen Model
Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur dibandingkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ...
297
298
306
314
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan ... 324 5.2. Rekomendasi ... 328
Daftar Pustaka 331
(11)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 107
Tabel 3.1. Sekolah Dasar yang Menjadi Sampel Penelitian untuk Eksperimentasi Model ... 130
Tabel 3.2. Hubungan Antara Subjek dan Objek Penelitian ... 131
Tabel 3.3. Kisi-kisi Tes Pengetahuan Multikultur ... 141
Tabel 3.4. Kriteria Nilai Koefisien Reliabilitas ... 145
Tabel 3.5. Kriteria Daya Pembeda Butir Soal ... 146
Tabel 3.6. Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 147
Tabel 3.7. Kisi-kisi Inventori Nilai Multikultur ... 147
Tabel 3.8. Kisi-kisi Pedoman Observasi Keterampilan Multikultur ... 150
Tabel 3.9. Kriteria Sikap Multikultural dan Keterampilan Multikultur .... 153
Tabel 3.10. Harga-Harga yang Diperlukan dalam Uji Bartlett ... 156
Tabel 3.11. Perhitungan Nilai F ... 159
Tabel 4.1. Data Guru Berdasarkan Kualifikasi Pendidikan dan Agama ... 174
Tabel 4.2. Data Guru IPS Berdasarkan Tingkat Pendidikan dan Masa Kerja ... 174
Tabel 4.3. Data Guru IPS dalam Mengikuti Pelatihan, Lokakarya dan Penataran ... 176
Tabel 4.4. Sarana Prasarana Belajar di Ruang Kelas V Tempat Penelitian ... 177
Tabel 4.5. Agama yang Dianut oleh Siswa ... 180
Tabel 4.6. Analisis SKL, SK, KD dan Materi IPS ... 190
Tabel 4.7. Pengorganisasian Materi Multikultur Berdasarkan Indikator .. 201
Tabel 4.8. Tanggapan Guru Mengenai Aspek-Aspek RPP Perlu Disesuaikan ... 202
Tabel 4.9. Cara Guru Mengembangkan Sumber Belajar ... 205
Tabel 4.10. Sumber Belajar yang Digunakan Guru untuk Mengajar IPS .. 208
Tabel 4.11. Model Belajar yang Digunakan Guru dalam Praktek Pembelajaran IPS ... 209
Tabel 4.12. Tanggapan Guru di Tempat Penelitian Mengenai Pentingnya Pengembangan Model Pembelajaran ... 213
Tabel 4.13. Tanggapan Guru Mengenai Model Pembelajaran Multikultur yang Ideal... 216
Tabel 4.14. Model Evaluasi yang Digunakan Guru IPS ... 220
Tabel 4.15. Pendapat Guru Terhadap Model Evaluasi IPS ... 223
Tabel 4.16. Sintaks Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultural ... 230
Tabel 4.17. Sebaran Nilai Pengetahuan Multikultural Pada Siklus I ... 247
Tabel 4.18. Tingkat Kualifikasi Sikap Multikultural Pada Siklus I ... 248 Tabel 4.19. Tingkat Kualifikasi Keterampilan Multikultural Pada 248
(12)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Siklus I... Tabel 4.20. Sintaks Model Pembelajaran IPS Berbasis
Multikultural Revisi ... 250
Tabel 4.21. Sebaran Nilai Pengetahuan Multikultural Pada Siklus II ... 266
Tabel 4.22. Tingkat Kualifikasi Sikap Multikultural Siswa Pada Siklus II ... 266
Tabel 4.23. Tingkat Kualifikasi Keterampilan Multikultur Siswa Pada Siklus II ... 267
Tabel 4.24. Nilai Pengetahuan Multikultural Siswa Pada Siklus III ... 279
Tabel 4.25. Tingkat Kualifikasi Sikap Multikultural Siswa Pada Siklus III ... 280
Tabel 4.26. Tingkat Kualifikasi Keterampilan Multikultur Siswa Pada Siklus III ... 280
Tabel 4.27. Rekapitulasi Nilai-Nilai Statistik Data Pengetahuan Multikultur, Sikap Multikultural dan Keterampilan Multikultural untuk Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 283
Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan Multikultur Kelompok Eksperimen ... 283
Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Skor Pengetahuan Multikultur Kelompok Kontrol ... 284
Tabel 4.30. Distribusi Tingkat Pengetahuan Multikultur Siswa ... 285
Tabel 4.31. Distribusi Frekuensi Skor Sikap Multikultural Kelompok Eksperimen ... 287
Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Skor Sikap Multikultural Kelompok Kontrol ... 288
Tabel 4.33. Distribusi Tingkat Sikap Multikultural Siswa ... 289
Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Multikultur Kelompok Eksperimen ... 290
Tabel 4.35. Distribusi Tingkat Keterampilan Multikultur Siswa ... 291
Tabel 4.36. Hasil Uji Tes Levene ... 293
Tabel 4.37. Hasil Uji Tes Box ... 294
Tabel 4.38. Hasil Tes of Between-Subjects Effects ... 295
(13)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR BAGAN
Bagan. 3.1. Tahapan Pengembangan Perangkat Pembelajaran
dan Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 128
Bagan 3.2. Siklus Classroom Action Research ... 136
Bagan 3.3. Komponen dalam analisis data Kualitatif ... 151
Bagan 4.1. Analisis SKL,SK, KD dan Materi IPS ... 191
Bagan 4.2. Pengembangan RPP IPS Berbasis Multikultur ... 203
Bagan 4.3. Pengembangan Model Pembelajaran Multikultural ... 219
Bagan 4.4. Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran IPS ... 226
Bagan 4.5. Sintaks Sintetik Model Pembelajaran IPS Berbasis Multikultur ... 229
(14)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Siswa sedang Melakukan Diskusi Kelompok ... 238
Gambar 4.2. Siswa Menyampaikan (menkotbahkan) Pengetahuan yang Dihasilkan dalam Kerja Kelompok ... 240
Gambar 4.3. Salah Satu Contoh Puisi Hasil Karya Siswa ... 242
Gambar 4.4. Grafik Nilai Pengetahuan Multikultural Siklus I ... 249
Gambar 4.5. Grafik Tingkat Kualifikasi Sikap Multikultural Siklus I ... 249
Gambar 4.6. Grafik Tingkat Kualifikasi Keterampilan Multikultural Siklus I ... 250 Gambar 4.7. Siswa sedang Melakukan Diskusi Kelompok ... 259
Gambar 4.8. Siswa Menyampaikan (menkotbahkan) Pengetahuan yang Dihasilkan dalam Kerja Kelompok ... 262
Gambar 4.9. Salah Satu Contoh Gambar Keberagaman Hasil Karya Siswa ... 265
Gambar 4.10. Grafik Nilai Pengetahuan Multikultur Siswa pada Siklus II ... 268
Gambar 4.11. Grafik Sikap Multikultural Siswa pada Siklus II ... 268 Gambar 4.12. Grafik Keterampilan Multikultural Siswa pada Siklus II ... 269
Gambar 4.13. Siswa sedang Melakukan Diskusi Kelompok ... 273
Gambar 4.14. Siswa Menyampaikan (menkotbahkan) Pengetahuan yang Dihasilkan dalam Kerja Kelompok ... 276
Gambar 4.15. Salah Satu Contoh Karangan Hasil Karya Siswa ... 278
Gambar 4.16. Grafik Nilai Pengetahuan Multikultur Siswa Pada Siklus III ... 281
Gambar 4.17. Grafik Sikap Multikultural Siswa Pada Siklus III ... 281
Gambar 4.18. Grafik Keterampilan Multikultur Siswa Pada Siklus III ... 282
Gambar 4.19. Histogram Skor Keterampilan Kelompok Eksperimen ... 284
Gambar 4.20. Histogram Skor Pengetahuan Multikultur Kelompok Kontrol ... 285
Gambar 4.21. Histogram Distribusi Tingkat Pengetahuan Multikultural Siswa ... 286
Gambar 4.22. Histogram Sikap Multikultural Kelompok Eksperimen ... 287
Gambar 4.23. Histogram Skor Sikap Multikultural Kelompok Kontrol ... 288
Gambar 4.24. Histogram Distribusi Sikap Multikultural Siswa ... 289
Gambar 4.25. Histogram Skor Keterampilan Multikultur Kelompok Kontrol ... 290
(15)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
(16)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
Keberagaman merupakan warna abadi bangsa Indonesia yang telah terpatri berratus-ratus tahun, bahkan mungkin berribu-ribu tahun lamanya. Di satu sisi, jika kemajemukan ini dapat diharmonisasi dan diberdayakan akan menjadi kekayaan, kekuatan dan aset bangsa yang maha dahsyat (Zamroni, 2011). Demikian juga sebaliknya, jika masyarakat tidak memahami makna dan hakekat
keberagaman, maka sudah pasti perbedaan akan menjadi “mesin pembunuh” yang
paling berbahaya di muka bumi. Terjadinya pembantaian di Ruanda, Yugosulavia, konflik etnis di Yaman, Irak, Afganistan dan beberapa negara lainnya merupakan bukti kongkrit rentannya keberagaman.
Secara alamiah semua masyarakat menyadari dan mengakui bahwa bangsa Indonesia dibangun atas dasar pondasi keragaman etnis, ras, agama, golongan, budaya, adat istiadat, dan daerah. Kesatuan Indonesia adalah kesatuan yang berdasarkan kesadaran moral dan perjanjian suci antar masyarakat untuk mengakui pluralitas yang ada sebagai sarana untuk bersatu. Momentum persatuan masyarakat Indonesia yang disetujui oleh para pendiri bangsa dan semua masyarakat Indonesia tercetus lewat sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini menjadi dimensi dan bukti penting telah terpatrinya nilai-nilai multikultur pada hati sanubari setiap masyarakat Indonesia. Oleh masyarakat luar, Indonesia juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta damai, saling tolong menolong (gotong royong), toleran, dan mencintai kebersamaan. Pada dimensi legal formal lembaga kenegaraaan, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI Tahun 1945) dan Bentuk Negara Kesatuan merupakan legitimasi adanya jaminan nilai-nilai multikultur sebagaimana dibangun oleh para pendiri bangsa (Jayanegara, 2008).
Namun, dasar kebersamaan yang telah dibangun para pendiri bangsa kini dihadapkan pada tantangan, menurunnya moralitas masyarakat, memudarnya
(17)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
nilai-nilai nasionalisme, terabaikannya identitas nasional, meningkatnya konflik antar etnis, ras dan agama, dan semakin menguatnya isu disintegrasi bangsa (Asyumardi, 2002). Bahkan menurut analisis Jayanegara, (2008: 7) telah terjadi degradasi kesadaran dan upaya penghapusan terhadap empat pilar aset nasional, yaitu : NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditandai dengan adanya keinginan beberapa daerah untuk memisahkan diri; terjadinya konflik antar ras, suku, agama, golongan; adanya upaya menjadikan Piagam Jakarta untuk mengganti pembukaan; dan adaya upaya untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, merupakan upaya terstruktur yang akan meruntuhkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia atau dengan kata lain berarti juga pengingkaran terhadap kebinnekaan masyarakat Indonesia.
Bangun pluralisme masyarakat Indonesia secara empirik memang rentan terhadap berbagai isu yang tak jarang berimplikasi konflik. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kenyataan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk, baik secara vertikal maupun horizontal. Di sisi lain, nalar kolektif masyarakat tentang multikulturalisme kebangsaan masih terkooptasi oleh logosentrisme tafsir hegemonik yang sarat akan prasangka, kecurigaan, bisa kebencian dan reduksi terhadap kelompok yang berbeda di luar dirinya (the other) (Mahfud, 2010). Akibatnya, ikatan-ikatan sosial melalui kolektivitas dan kerjasama hanya berlaku di dalam kelompoknya sendiri tidak berlaku bagi kelompok lain. Proses
monokultural yang “dipaksakan” pada masa pemerintahan Orde Baru, dengan
mendegradasi budaya-budaya lokal dengan berbagai keunikannya berimplikasi pada meningkatnya prasangka, kecurigaan, bahkan kebencian diantara masyarakat yang berbeda secara kultural. Kebijakan monokultur sebagaimana diterapkan Orde Baru ini juga pernah dikembangkan di Amerika Serikat yang dinamakan melting pot, yaitu meleburnya semua kultur yang ada di Amerika Serikat menjadi satu, akan tetapi kebijakan ini juga gagal total (Zamroni, 2011).
Di sisi lain Indonesia kaya akan keragaman nilai-nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai landasan dasar untuk membangun multikulturalisme.
(18)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sebagaimana dikatakan oleh Asyumardi, (2002: 137) bahwa Indonesia adalah negara yang pluralis dengan keanekaragaman budaya yang sangat kompleks dan memiliki nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, gotong royong, toleran dan adaptif. Jika kearifan budaya ini dapat dikemas dan ditrasformasikan dengan baik melalui proses pendidikan, diyakini akan memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan multikultur yang memadai bagi masyarakat Indonesia dan dapat bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia, sehingga bisa hidup damai dan harmonis. Rwa Bhineda misalnya sebagai padanan dari konsep oposisi biner yang dikembangkan Levis Strauss (laki-perempuan, hitam-putih, atas-bawah, siang-malam, baik-buruk) merupakan konsep yang telah ada pada masyarakat Indonesia sejak dahulu (Kardji, 1993). Oposisi biner adalah sebuah sistem yang membagi dunia dalam dua kategori yang berhubungan secara struktural (Strauss, 1967). Demikian juga dengan konsep dan pemaknaan atas kesatuan diri manusia yang beragam dikenal dengan istilah tattwamasi (aku adalah kamu, kamu adalah aku) merupakan konsep yang telah dikenal dan dijadikan pegangan hidup oleh masyarakat Indonesia. Bahkan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi semboyan bangsa Indonesia merupakan tulisan pengarang terkenal di jaman Kerajaan Majapahit Empu Tantular. Konsep dan nilai-nilai dasar inipun dijadikan sebagai
“panutan” hidup oleh semua masyarakat Indonesia. Dengan nilai-nilai budaya bangsa yang telah ada dan dijadikan panutan tersebut, sepatutnya tidak terjadi lagi konflik yang berimplikasi pada kekerasan di Indonesia. Tetapi fakta berkata lain, konflik etnis, ras, agama, adat dan golongan terus terjadi di berbagai daerah, walapun akhirnya dapat diselesaikan melalui jalur hukum.
Masyarakat Bali sebagai bagian dari Indonesia tidak terlepas dari kondisi ini. Konflik kultural (antar kasta dan antar banjar) juga terus terjadi pada masyarakat Bali, yang merupakan cerminan bentuk krisis akan nilai-nilai kultural pada masyarakat., Konflik terbuka yang paling menghebohkan masyarakat Bali akhir-akhir ini adalah kasus penyerangan secara terbuka yang dilakukan oleh masyarakat Desa Songan Kintamani terhadap masyarakat Banjar Kawan Kecamatan Bangli (Tersedia di
(19)
http://nasional.vivanews.com/news/read/234565-I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
bentrok-bangli--gubernur-bali-malu-berat). Kasus yang tak kalah menghebohkan lainnya adalah kasus bentrokan terbuka antar warga Kemoning dan Budaga, di Kecamatan Semarapura, Klungkung, Bali, terjadi Sabtu (17/9). Seorang dilaporkan tewas dan puluhan warga terluka (Tersedia di http://www.bisnis.com/articles/polri-gandeng-tokoh-masyarakat-selesaikan- bentok-antardesa ). Bentrok dipicu perebutan Pura Dalem, Setra dan Prajapati yang sudah sejak beberapa waktu lalu menimbulkan ketegangan dan pengerahan massa antara warga Kemoning dan Budaga. Alih-alih konflik kultural ini juga tidak terlepas dari perebutan sumber daya ekonomi.
Ada beberapa pretensi yang menjadi rasional terjadinya konflik kultural pada masyarakat Bali, yaitu: industri pariwisata yang berkembang menjadi sumber ekonomi yang dikompetisikan oleh setiap masyarakat, baik masyarakat Bali sendiri mapun masyarakat luar; perkembangan masyarakat Bali yang sangat heterogen seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata; adanya gerakan ajeg Bali, sebagai bentuk pertahanan budaya Bali terhadap ancaman dari budaya luar; dan pengaruh globalisasi dengan semua implikasinya, baik yang bersifat positif maupun negatif. Dantes menguraikan kerisauannya berkaitan dengan berbagai potensi konflik kultural yang terjadi pada masyarakat Bali dengan gambaran berikut:
Tantangan yang paling besar dihadapi oleh masyarakat Bali berkaitan dengan keragaman kultural adalah adanya perebutan sumber daya ekonomi sebagai akibat ketimpangan yang terjadi pada masyarakat, kemajuan industri pariwisata yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah migrasi tenaga kerja dari darah lain, semakin melunturnya kearifan tradisonal masyarakat Bali dan masuknya pola budaya asing, yang secara langsung menggerus pola kehidupan tradisional (Dantes, 1989: 234).
Sedangkan gerakan ajeg Bali yang saat ini sedang dikembangkan oleh masyarakat Bali, sebagai antisipasi terhadap berbagai pengaruh budaya asing dan upaya pertahanan solidaritas budaya, juga ditenggarai akan menjadi pemicu terjadinya konflik kultural pada masyarakat Bali. Pemikiran ini sejalan dengan hasil penelitian Maryati (2012: iii) yang menemukan gerakan ajeg Bali sebagai pertahanan budaya Bali, berimplikasi pada penguatan posisi desa pakraman yang
(20)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
melahirkan paham etnosentrisme, stereotip dan prasangka etnik. Gerakan ajeg Bali ibarat pisau bermata dua, di satu sisi akan menjadi kekuatan dan pertahanan terhadap tekanan serta pengaruh budaya asing, namun di sisi lain akan menjadi penyebab terjadinya berbagai konflik kultural pada masyarakat Bali sendiri. Terlebih dengan adanya upaya pelembagaan terhadap gerakan ajeg Bali, melalui institusionalisasi pada lembaga pendidikan, keluarga dan pranata sosial lainnya. Misalnya, kewajiban untuk menggunakan pakaian sembahyang pada hari-hari suci Hindu bagi siswa yang beragama Hindu, sedangkan pada hari-hari besar agama lain (Islam, Kristen, Budha), tidak ada kewajiban bagi siswa non-Hindu untuk menggunakan pakain sembahyang. Sementara, siswa (SD, SMP, SMA) yang ada di wilayah Bali, khususnya di daerah perkotaan terdiri dari beragam agama, ras, etnis, adat, daerah dan budaya. Adanya perbedaan “perlakuan” terhadap siswa dengan etnis atau agama tertentu akan menyebabkan terjadinya dominasi dan
“rasa penguasaan” terhadap siswa dengan etnis atau agama lainnya, karena etnis
atau agama mereka secara kuantitatif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya.
Terjadinya pemalakan di lingkungan sekolah oleh siswa yang merasa
memiliki “power”, terjadinya tawuran antar pelajar, terjadinya penyeragaman dalam berbagai dimensi dalam sekolah, kegiatan ekstra kurikuler keagamaan, merupakan bentuk dikriminasi dalam praktek pendidikan yang berimplikasi pada sikap dan perilaku siswa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Terjadinya konflik SARA yang berkaitan dengan perbedaan
“pemahaman” akan keragaman, merupakan bukti kongkrit rentannya nilai-nilai multikultur yang ada pada masyarakat yang menunjukkan semakin rendahnya kesadaran multikulturalisme masyarakat Indonesia (Mahfud, 2010; Dantes Dkk, 2008). Masyarakat menjadi sensitif, cepat tersinggung, gampang emosi dan tidak terkendali, bahkan cenderung melakukan tindakan kekerasan untuk mempertahankan sikap dan keyakinannya yang dianggap benar, tanpa memberikan ruang pada keyakinan orang lain. Kondisi ini diperparah dengan sikap kurang tegas dari para penyelenggara negara, kebijakan yang sering
(21)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
tumpang tindih dan tidak konsisten serta peraturan hukum yang tidak mengacu pada Undang-Undang Dasar yang berlaku, membuat masyarakat menjadi bingung dan semakin kehilangan pegangan hidup di tengah-tengah krisis kultural.
Terjadinya krisis kultural ini tidak terlepas dari “teralinasinya” nilai-nilai budaya bangsa dari proses pendidikan. Tilaar, (2004: 132) mengatakan pendidikan di Indonesia telah kehilangan momentumnya dalam mentransformasikan nilai-nilai budaya bangsa dalam proses pendidikan. Padahal pendidikan merupakan medium internalisasi, pelestarian dan pengembangan budaya bangsa bagi setiap anak didik. Nilai-nilai budaya yang bersifat adiluhung terabaikan dalam proses pendidikan, khususnya pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Dominasi dan hegemoni praktik pendidikan nasional yang cenderung mengabaikan nilai-nilai humanisme-religius, karena dikuasai oleh ideologi pasar kapitalisme yang cenderung materialistik, roh pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai moral yang suci kian waktu cenderung menampakkan gejala sekulerisasi (Atmaja, 2008; Sukadi, 2006). Padahal dalam realita hidup masyarakat Indonesia pada umumnya, dan masyarakat Bali pada khususnya, cara berpikir dan nilai-nilai seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat yang humanis dan religius. Praktik pendidikan seperti ini ditengarai akan menjauhkan dunia pendidikan dari tujuan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya, dan makin menggelincirkan generasi masa depan bangsa Indonesia ke arah individualisme, materialisme, hedonisme, konsumerisme, instanisme, glamorisme, dan sejenisnya yang dibawa oleh faham dunia sekuler (Hadis, 2006). Praktik pendidikan seperti ini tampak dalam aktivitas pembelajaran di kelas yang kering dari sentuhan nilai-nilai sosial kultural dan menonjolkan pendidikan pada upaya pencapaian peningkatan kecerdasan intelektual yang cenderung rasionalistik.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai persoalan tersebut, termasuk degradasi nilai-nilai kultural dan karakter bangsa, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Paradigma multikultural secara implisit menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal itu
(22)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Ketentuan ini bertujuan untuk memberikan keleluasaan satuan pendidikan dalam mengembangkan pendidikan yang berbasis multikultur dalam usaha internalisasi, pemberdayaan dan pembudayaan nilai-nilai kultural pada siswa sejak dini. Proses transformasi nilai-nilai budaya juga dijadikan sebagai wahana dalam membangun nilai-nilai multikultur pada peserta didik, khususnya melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Agama dan IPS (Asyumardi, 2002). Bahkan Muchtar, (2008: 29) mengatakan penghayatan terhadap nilai merupakan inti pembelajatan IPS. Proses ini diharapakan dapat menjadi penggerak dan spirit bagi lembaga-lembaga pendidikan untuk menginternalisasi sikap menghargai orang lain, budaya, agama etnis, bahasa, kondisi sosial ekonomi dan keyakinan orang lain pada diri tiap-tiap siswa.
Produk akhir dari praktik pembelajaran pendidikan multikultural adalah tumbuh dan berkembangnya sikap menghargai keberagaman agama, ras, etnis, budaya, bahasa, pola pikir serta kepribadian orang lain. Sehingga, sekolah merupakan instrumen untama wahana strategis pelatihan dan pembiasaan siswa untuk menerima keberagaman agama, ras, etnis, bahasa dan budaya sebagai sesuatu yang bersifat sunatulah yang tidak perlu dipertentangkan, akan tetapi dijadikan sebagai media untuk saling memahami antara yang satu dengan lainnya, sehingga dapat hidup secara damai dan harmonis. Namun harapan akan terjadinya proses transformasi nilai-nilai multikultur melalui media pendidikan tak sejalan dengan kenyataan. Dantes dkk, (2008: 76) dalam penelitiannya tentang pengembangan model pengorganisasian materi multikultur dalam pembelajaran IPS dan Pendidikan Kewarganegaraan di SMP di Provinsi Bali menemukan bahwa: hanya 25 % domain multikultur yang terakomodasi dalam desain pembelajaran guru, sedangkan 57 % adalah materi yang tercandra pada kurikulum formal, dan 18 % tentang masalah-masalah sosial-budaya aktual di masyarakat. Penelitian ini juga menunjukkan masih lemahnya pengintegrasian pendidikan multikultur dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan IPS, sehingga
(23)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
diperlukan model pengorganisasian materi pendidikan multikultur dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan IPS, pengembangan model pendidikan multikultur, dan pengembangan model evaluasi pendidikan multikultur. Bahkan kompetensi multikultural dalam paktek pembelajaran IPS ditenggarai baru sebatas “pengetahuan” tentang keberagaman budaya (pengenalan pakaian daerah, etnis, agama dan budaya) belum menyentuh aspek nila dan kompetensi multikultural (Mahfud, 2010). Padahal, ciri utama pembelajaran IPS adalah adanya proses pemahaman, internalisasi dan pengamalan dalam praktik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Akhirnya, hasil belajar IPS juga kita lihat hanya membuat siswa pintar menghafal fakta-fakta, konsep, dan peristiwa, tetapi kering dan tidak bermakna bagi kehidupan riil siswa (Sukadi, 2006; Muchtar, 2008). Belum tampak wujud hasil belajar IPS yang menunjukkan siswa dapat mengamalkan dan mengibadahkan pengetahuan, nilai-nilai serta keterampilan multikulturalnya dalam kehidupan sekolah, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Padahal, tujuan utama pembelajaran IPS adalah untuk menumbuhkan kesadaran dan keterampilan siswa dalam memecahkan masalah-masalah sosial kultural yang terjadi dalam lingkungan sekolah dan masyarakatnya, sejalan dengan nilai-nilai dan kearifan budaya yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Indonesia.
Sampai disini, layak dipertanyakan kembali eksistensi dan efektivitas pendidikan multikultural dalam menumbuhkembangkan literasi sosial kultural siswa. Idealnya pengembangan literasi sosial kultural siswa ditekankan pada kompetensi dalam mengapresiasi budaya sendiri dan orang lain dengan keberagamannya, bukan pada upaya pencekokan pengetahuan tentang kebudayaan. Kondisi ini menurut Mahfud (2010:185) akan mengarahkan anak didik untuk bersikap dan berpandangan toleran serta inklusif terhadap realitas masyarakat yang beragam, baik dalam hal budaya, ras, etnis, agama, bahasa, kondisi sosial ekonomi, politik maupun budaya. Seyogyanya penglolaan pendidikan multikultural di Indonesia dilakukan secara sistematis, terstruktur dan terukur tingkat keberhasilannya, yang didasarkan pada standar-standar yang telah
(24)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
ditentukan dan disepakati bersama antara pemerintah, pelaku pendidikan, akademisi dan dengan masyarakat. Bukan sebaliknya, dikelola untuk kepentingan politik dan pemuasan sesaat aspirasi rakyat yang menginginkan terjadinya peningkatan kesadaran kultural masyarakat. Dengan begitu, hasil proses pendidikan multikultural akan memberikan landasan yang kuat pada siswa untuk meyakini, mempersepsi, mengevaluasi dan melakukan tindakan yang rasional terhadap berbagai permasalahan kultural yang terjadi di masyarakatnya (Rahardjo, 2005: vii).
Selama ini telah banyak penelitian dan kajian-kajian tentang pendidikan multikultural, namun belum banyak yang mengkaji dan mengembangkan model pembelajaran, model evaluasi serta perangkat pembelajaran IPS berbasis multikultur yang secara praktis dapat diterapkan guru sekolah dasar (SD) dalam melangsungkan praktik pembelajaran. Padahal, pengembangan model pembelajaran, model evaluasi dan perangkat pembelajaran IPS berbasis multikultural akan memudahkan guru dalam melangsungkan praktik pembelajaran dan mengembangkan pengetahaun, nilai-nilai dan keterampilan kultural siswa sebagaimana tujuan IPS-SD. Di sisi lain, melalui pengembangan model IPS berbasis multikultur akan membantu siswa dalam menggali, memformulasikan, mendeskripsikan, menganalisis, dan mengimplementasikan pengetahuan, nilai-nilai dan tingkah laku multikulturnya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat (Zamroni, 2011).
Di sisi lain, langkah-langkah (sintaks) pembelajaran yang berbasis kebutuhan, akan mempermudah guru dalam menjamin keberlanjutannya. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian Sukadi, (2010: 5) yang menyatakan bahwa inovasi pembelajaran yang kurang berbasis kebutuhan riil guru yang dikembangkan para pakar tidak terjamin kontinuitasnya oleh guru. Hal ini disebabkan inovasi yang dilakukan para pakar tersebut membuat guru asing dengan dunia profesi yang digelutinya sehari-hari dalam lingkungan sosial budaya masyarakatnya. Kondisi ini diyakini akan semakin menjauhkan pembelajaran IPS dari substansinya yang bersifat menantang, bermakna, terpadu, berbasis nilai,
(25)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dan aktif (NCSS, 2002). Sejalan dengan Muchtar, (2008: 25) model pembelajaran yang berlatar belakang sosial budaya asing yang dikembangkan di Indonesia, cenderung sulit untuk diaplikasikan, karena tidak sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia.
Menurut Dantes dkk, (2008: 57) sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan dan fungsi yang sangat strategis dalam kaitannya dengan pembekalan dan pelatihan sikap dan perilaku yang mencerminkan pemahaman dan kesadaran (literasi) multikultural. Melalui pembelajaran yang dikembangkan di sekolah, siswa dapat belajar memahami diri, sesamanya dan lingkungan hidupnya dengan segala dinamikanya, termasuk masalah keberterimaan terhadap keberagaman etnis dan budaya, serta peneguhan jiwa kesatuan dalam keberagaman dan keberagaman dalam kesatuan. Mahfud (2010:216) mengatakan pembelajaran berbasis multikultural akan mampu menjadi sarana transformasi bagi siswa dalam memahami multikulturalisme bangsanya, sebagaimana dikatakannya:
Pembelajaran berbasis multikultur akan menjadi: (1) sarana pemecahan konflik, karena adanya kesadaran keberagaman sebagai sebuah keniscayaan yang tidak perlu dipertentangkan akan tetapi disyukuri dan dijadikan sebagai kekuatan untuk membangun; (2) sarana transformasi nilai-nilai budaya bangsa. Melalui pembelajaran berbasis multikultural akan terjadi proses internalisiasi, seleksi dan pengembangan budaya bangsa yang bersifat positif, sehingga generasi penerus bangsa tidak tercerabut dari akar budaya serta kehilangan jati dirinya ditengah-tengah glombang globalisasi; (3) proses transformasi demokrasi. Inti dari pembelajaran berbasis multikultural adalah adanya pengakuan kesamaan dan kesederajatan dalam bidang sosial, politik, hukum, budaya, agama, ekonomi dan aspek lainnya yang mampu mempercepat proses demokratisasi; dan (4) memperkuat empat pilar aset nasional (NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila dan UUD Tahun 1945).
Dengan demikian, pengembangan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur memiliki nilai yang sangat strategis. Mengingat kompetensi multikultur yang dimiliki oleh generasi penerus akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
(26)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sementara menurut Zamroni, (2011: 33-34) untuk mewujudkan pendidikan yang demokratis diperlukan adanya kesetaraan dan keadilan, dijauhkan dari bias dan setereotip serta senantiasa mengembangkan potensi kultural siswa. Proses pembelajaran yang berlandaskan pada kondisi tersebut diyakini akan melahirkan kemampuan berupa kesadaran akan dirinya sendiri, menghormati dan memahami kultur orang lain serta mau dan mampu bekerjasama dengan berbagai perbedaan kultur. Jika dikaji lebih dalam, kompetensi kultural dibentuk oleh empat faktor: (1) penguasaan pengetahuan, (2) critical thinking, (3) kemampuan mengembangkan pengetahuan, dan (4) kemampuan praktis (Zamroni, 2011). Kompetensi kultural merupakan hasil dari kesadaran atas pengetahuan dan bias kultural yang dimilikinya atas berbagai faktor yang mempengaruhi perbedaan kultur. Untuk itu, proses pengembangan kompetensi multikultural mencakup pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan prilaku yang memungkinkan seseorang memahami dan berienteraksi secara efisien dengan orang yang memiliki perbedaan kultur. Berkenaan dengan itu, pembelajaran berbasis multikultural sebagai wahana sistemik pengembangan dan pembudayaan kesadaran kultural siswa mesti diterjadikan dalam rangka membangun kehidupan yang damai dan harmonis. Sebagaimana Blum, (2001: 16) mengatakan:
Melalui pembelajaran multikultural pada diri siswa itu akan muncul pemahaman, penghargaan dan penilaian atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi sebuah penilaian terhadap kebudayaan-kebudayaan orang lain, bukan dalam artian menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-kebudayaan tersebut, melainkan mencoba melihat bagimana kebudayaan tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri.
Berdasarkan analisis konseptual dan temuan penelitian di atas, tampaknya pengembangan model pembelajaran, model evaluasi dan perangkat pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja-Provinsi Bali sangat urgen untuk dilakukan. Kompetensi multikultur merupakan bekal untuk dapat hidup secara humanis, demokratis, beradab dan bermartabat. Terlebih, pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata yang dihuni oleh masyarakat yang berasal dari beragam agama, etnis, ras, adat, bahasa, kondisi sosial ekonomi, pendidikan,
(27)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
daerah dan budaya, memerlukan adanya proses pendidikan yang mampu memberikan kompetensi multikultural yang memadai bagi setiap masyarakatnya untuk dapat hidup damai dan harmonis dalam keberagaman.
Model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang dikembangkan ini mesti memiliki relevansi yang memadai untuk siswa SD di Kota Singaraja. Berkenaan dengan itu, maka perlu dilakukan uji efektivitas perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang dibandingkan dengan model pembelajaran sejenis. Salah satu model yang dinilai efektif dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (student team achievement division). Secara teoretik antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan model pembelajaran IPS berbasis multikultur dibangun dan dikembangkan berdasarkan teori konstruktivis. Keduanya merupakan medel inovatif yang saat ini sedang trens digunakan oleh guru, termasuk dalam melangsungkan proses pembelajaran IPS-SD. Menurut Slavin (1995: 12) model pembelajaran kooperatif tipe STAD mampu membangun motivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam mencapai keterampilan belajar yang ditargetkan. Pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan keuntungan yang signfikan dalam meningkatkan keterampilan mengemukakan pandapat dan perolehan prestasi siswa. Hal ini disebabkan, karena dalam pembelajaran kooperatif terjadi saling ketergantungan yang positif dalam menyelesaikan tugas bersama, saling memberikan motivasi, terjadinya interaksi yang intens, tangungjawab kelompok, dan pengelolaan kelompok yang positif. Menurut Kocak (2008: 376) pembelajaran kooperatif dapat mendorong siswa untuk berinteraksi dengan satu sama lain. Semakin baik mereka berada di interaksi tersebut, akan lebih banyak yang diperoleh. Melalui penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD akan mungkinkan untuk membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan sosialnya. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada kerjasama antara para anggota kelompok, sehingga siswa saling membantu dalam belajar dan mencapai tujuan bersama. Ada beberapa rasional penggunaan model kooperatif tipe STAD untuk
(28)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
uji efektivitas model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang dikembangkan dalam penelitian ini, yaitu: (1) model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang dibangun berdasarkan teori konstruktivis; (2) model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran inovatatif yang banyak digunakan oleh guru dalam dalam melangsungkan proses pembelajaran IPS; (3) model pembelajaran kooperatif tipe STAD sudah sangat familiar dikalangan guru, khususnya guru-guru SD di Kabupaten Buleleng; dan (4) model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat relevan untuk diterapkan pada tahap perkembangan kognitif anak usia SD. Perbandingan efektivitas penerapan model ditinjau dari kompetensi multikultural yang diperoleh oleh siswa pada kelompok kontrol (kelas yang manggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD) dan kelompok eksperimen (kelas yang menggunakan model pembelajaran IPS berbasis multikultur).
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, tampak seperangkat permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran IPS-SD, khususnya yang menyangkut kualitas proses dan hasil belajar siswa berkaitan dengan pencapaian kompetensi multikultural, yaitu:
1. Belum tampak upaya strategis yang dilakukan guru dan kepala sekolah dalam mengintegrasikan nilai-nilai multikultur dalam proses pembelajaran, khususunya proses pembelajaran IPS.
2. Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam melangsungkan proses pembelajaran kompetensi dasar dan materi IPS yang mengandung nilai-nilai multikultur sama dengan perangkat pembelajaran yang digunakan untuk standar kompetensi, kompetensi dasar dan meteri IPS pada umumnya.
3. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru IPS-SD di Kota Singaraja dalam melangsungkan praktek pembelajaran IPS yang standar kompetensi, kompetensi dasar dan materinya mengandung nilai-nilai multikultur sama
(29)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dengan model pembelajaran yang digunakan untuk melangsungkan standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi IPS pada umumnya.
4. Sampai saat ini, belum ada upaya strategis yang dilakukan guru IPS-SD di Kota Singaraja untuk mengintegrasikan nilai-nilai budaya masyarakat dalam proses pembelajaran IPS yang standar kompetensi, kompetensi dasar dan materinya mengandung muatan multikultur.
5. Guru IPS-SD di Kota Singaraja belum mampu mengembangkan perangkat pembelajaran yang sejalan dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi IPS yang mengandung nilai-nilai multikultur.
6. Model evaluasi yang digunakan guru dalam menilai proses pembelajaran IPS, termasuk untuk standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi yang mengandung nilai-nilai multikultur sama dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan materi biasa, yaitu berupa tes objektif pilihan ganda dan esay.
7. Proses pembelajaran lebih diorientasikan pada pencapaian hasil belajar dan ketuntasan materi, dengan mengesampingkan ketercapaian kompetensi multikultural siswa
8. Proses pembelajaran lebih bersifat ekspositoris dan otoritas metodologis
yang masih kaku dengan mengutamakan sumber belajar dari “guru”
dengan mengabaikan potensi siswa dan sumber belajar yang bersifat multi sumber, akibatnya pembelajaran menjadi membosankan dan tidak bermakna bagi kehidupan riil siswa.
9. Guru masih menemukan masalah dalam memformulasikan materi, sumber belajar dan media pembelajaran dalam melangsungkan proses pembelajaran IPS yang kompetensi dasar, standar kompetensi dan materinya mengandung nilai-nilai multikultur.
Berdasarkan pada identifikasi masalah sebagimana dipaparkan di atas, maka permasalahan umum penelitian ini adalah bagaimanakah pengembangan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja?. Berdasarkan masalah dan fokus penelitian, maka
(30)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
penelitian ini mengarahkan pada proses pembelajaran IPS-SD dan kaitannya untuk menemukan dan mengembangkan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran IPS bagi pengembangan kompetensi multikultur siswa SD. Secara rinci dapat dirumuskan masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kebutuhan kompetensi multikultur siswa SD dan kondisi pembelajaran IPS-SD di Kota Singaraja?
2. Bagaimanakah desain model konseptual pembelajaran IPS berbasis multikultural yang dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi multikultur siswa SD di Kota Singaraja?
3. Bagaimanakah efektivitas penerapan model pembelajaran IPS berbasis multikultral pada siswa SD di Kota Singaraja Provinsi Bali dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari kompetensi multikultural siswa (pengetahuan, sikap dan keterampilan multikultural) ?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja dalam meningkatkan kompetensi multikulturalnya. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis dan memformulasikan kebutuhan kompetensi multikultur siswa SD dan kondisi proses pembelajaran IPS-SD di Kota singaraja, 2. Menganalisis dan memformulasikan desain konseptual model
pembelajaran IPS berbasis multikultur yang mampu mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan multikultur siswa SD di Kota Singaraja, dan
3. Menganalisis efektivitas penerapan model pembelajaran IPS berbasis multikultural pada siswa SD di Kota Singaraja Provinsi Bali dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari
(31)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
kompetensi multikultural siswa (pengetahuan, sikap dan keterampilan multikultural).
1.4. Penjelasan Istilah
Model pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran yang melibatkan keseluruhan komponen pembelajaran dan didasari oleh filsafat konstruktivis. Model pembelajaran menurut Wahab (2008: 52) adalah sebuah perencanaan pembelajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh dalam pembelajaran agar tercapai perubahan spesifik prilaku siswa seperti yang diharapkan. Model pembelajaran digunakan untuk mengarahkan dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah pedoman yang memberikan gambaran yang utuh bagi guru untuk merancang, melaksanakan dan melakukan proses evaluasi dengan langkah-langkah yang jelas dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi multikultural merupakan seprangkat sikap dan nilai-nilai hidup yang mengakui, menghargai, menghormati, budaya, etnis, ras, dan agama orang lain tanpa adanya prasangka dan sikap yang negatif, sehingga tercipta demokratisasi dan kesederajatan antar budaya. Adanya pengakuan kesederajatan budaya antara minoritas dan mayoritas akan menciptkan hubungan yang positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang memiliki keragaman kultural seperti Indonesia. Dengan demikian, yang dimaksud dengan keterampilan multikultural dalam penelitian ini adalah kemampuan dan kemauan untuk menghargai, menyadari, memahami dan mengevaluasi budaya orang lain.
Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2010: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
(32)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
pembelajaran yang diklasifikasikan menjadi model pembelajaran IPS berbasis multikultur dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran berbasis multikultural yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan domain dan nilai-nilai multikulturaisme. Sintaks model pembelajaran multikultural diawali dengan inisiasi, individual opinion, kelompok multikultural, multicultural opinion, implementasi dan refleksi. Sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang memenuhi langkah-langkah sintaks pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu penyampain tujuan oleh guru, menyajikan informasi, mengornasir kelompok belajar, membimbing kelompok, evaluasi dan pemberian penghargaan. Model pembelajaran berbasis multikultural dikenakan pada kelompok eksperimen dan model kooperatif tipe STAD dikenakan kepada kelompok kontrol.
Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan multikultur. Pengetahuan multikultural merupakan seprangkat pengetahuan tentang keberagaman suku, ras, agama dan budaya masyarakat Indonesia yang diperoleh oleh siswa melalui praktek pembelajaran IPS. Pengetahuan multikultural menyangkut aspek pengetahuan tentang toleransi, empati, cinta damai dan hukum karma yang dapat diukur melalui tes. Nilai-nilai atau sikap multikultural yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap untuk toleran, empati, cinta damai dan meyakini adanya hukum karma. Sikap toleran, empati, cinta damai dan meyakini adanya hukum karma ini dapat diukur dengan menggunakan inventori nilai. Sedangkan keterampilan multikultural merupakan seprangkat sikap dan nilai-nilai hidup yang mengakui, menghargai, menghormati, suku, ras, agama dan budaya orang lain tanpa adanya prasangka dan sikap yang negatif, sehingga tercipta demokratisasi dan kesederajatan antar budaya. Keterampilan multikultural mencakup dan terlihat dalam kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan, keterampilan bekerjasama dan keterampilan untuk memecahkan masalah.
(33)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1.5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang dan tujuan penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian ini memberikan manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis produk penelitian ini berguna bagi:
1. Penelitian ini telah menghasilkan temuan baru berupa perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultural yang sejalan dengan nilai-nilai budaya dan kebutuhan belajar siswa. Berkenaan dengan itu, konsep baru tentang perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultural yang di dalamnya tercermin adanya pengetahuan, nilai-nilai dan tingkah laku multikultur siswa SD sebagai tujuan pembelalaran IPS dapat dijadikan sebagi acuan teoretik bagi pelaku dan praktisi pendidikan untuk dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran yang sejenis,
2. Penelitian dan pengembangan ini telah menghasilkan ide-ide berupa prinsip-prinsip dasar dalam mendesain perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur untuk meningkatkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan multikultur siswa SD. Prinsip-prinsip dasar dalam mendesain pengembangan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran ini dapat dijadikan acuan teoretik bagi pelaku dan praktisi pendidikan untuk dalam mengembangkan perangkat pembelajaran dan model pembelajaran yang sejenis, dan
3. Penelitian dan pengembangan ini telah menemukan perumusan konsep perangkat pembelajaran, model pembelajaran dan pola evaluasi yang sejalan dengan perkembangan kognitif siswa SD.
Secara praktis produk penelitian diharapkan dapat teraplikasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Berkenaan dengan itu, maka hasil penelitian ini akan berguna bagi:
(34)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
1. Guru, sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam melangsungkan pembelajaran IPS berbasis multikultur untuk meningkatkan pengetahuan, nilai-nilai dan tingkah laku multikultur siswa SD,
2. Siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagi salah satu sarana dalam mengembangkan potensi dirinya untuk memahami kearifan budaya dalam mengartikulasi multikultural bangsa Indonesia secara arif dan bijaksana, sehingga bisa hidup secara damain dan harmonis dalam keberagaman, 3. Kepala Sekolah, sebagai administrator dan manajer yang bertangungjawab
terhadap keberhasilan sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam membudayakan pembelajaran yang berbasis kearifan budaya dalam pembelajaran IPS, sehingga lebih familiar terhadap pengetahuan, budaya dan keterampilan guru, dan
4. Peneliti sejenis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam mengembangkan bahan ajar dan model-model pembelajaran yang berbasis pada kearifan budaya, khususnya dalam pengembangan pembelajaran IPS yang memang harus berangkat dari kondisi sosial empirik di mana pembelajaran itu dilangsungkan.
1.6. Sistematika Organisasi Disertasi
Pada bagian pertama diawali dengan bab I, yaitu pendahuluan yang memuat tentang latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah dan manfaat penelitian. Bagian kedua (bab II) memuat tentang kajian teoretik yang terkait dengan masalah yang dikaji, yaitu kerangka pemikiran konstruktivisme, hakekat masyarakat multikultural, model pemelajaran dalam mengembangkan model pembelajaran IPS berbasis multikultur, hakekat pembelajaran multikultur, dimensi dan pendekatan pembelajaran multikultur, pendidikan multikultural dalam konteks intraksional, pendidikan multikultural dalam pelajaran IPS, hakekat dan tujuan pembelajaran IPS-SD, dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang dikaji. Bagian ketiga (bab III) metode penelitian yang memuat tentang desain penelitian,
(35)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
lokasi dan seting penelitian, subjek dan objek penelitian, difinisi konseptual dan difinisi oprasional variabel yang akan diteliti, prosedur pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja, instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data. Bagian keempat (bab IV) hasil penelitian dan pembahasan. Adapun hasil penelitian menguraikan tentang kebutuhan keterampialan multikultur siswa SD dan kondisi pembelajaran IPS-SD di Kota Singaraja, desain konseptual model pembelajaran IPS berbasis multikultural, efektivitas penerapan model pembelajaran IPS berbasis multikultur dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari pengetahuan, sikap dan keterampilan multikultur siswa. Sedangkan pembahasan menguraikan tentang pembahasan mengenai kebutuhan kompetensi multikultural siswa SD dan kondisi pembelajaran IPS-SD di Kota Singaraja, interpretasi dan pemahasan desain model pembelajaran IPS berbasis multikultural, interpretasi dan pemahasan eksperimentasi model pembelajaran IPS berbasis multikultur dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Bagian kelima (bab V) kesimpulan dan rekomendasi yang memuat intisari hasil penelitian dan pembahasan serta rekomendasi bagi pengambil kebijakan dan yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini.
(36)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan pendidikan (educational research and development). Sebagai dijelaskan oleh Borg and Gall (1989: 8) kegiatan research and development adalah suatu proses penelitian yang bertujuan mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan. Pengembangan produk pendidikan dalam penelitian ini adalah berupa pengembangan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja. Menurut Borg & Gall, (1989: 626) ada 12 tahapan penelitian dan pengembanga, sebagaimana dikemukakannya berikut:
Tahap-tahap penelitian dan pengembangan meliputi: (1) penelitian dan pengumpulan informasi, (2) perencanaan, (3) pengembangan rencana produk, (4) uji coba awal/ terbatas, (5) revisi produk utama, (6) uji coba utama, (7) revisi produk oprasional, (8) uji coba lapangan, (9) revisi produk akhir, dan (10) desiminasi dan implementasi. Tahapat tersebut dapat diringkas menjadi empat tahap, yang disebut dengan 4D (define, design, development, dan dissemination).
Define adalah kegiatan mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan (needs assessement) untuk menyusun draf atau produk awal perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja, yang dilakukan melalui studi pustaka dan studi lapangan/empirik. Studi pustaka dilakukan untuk menganalisis dan memformulasikan teori-teori dan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultur. Sedangkan studi empirik dilakukan untuk mengetahui kondisi riil praktek pembelajaran IPS dan model pembelajaran berbasis multikultur yang dibutuhkan dalam praktek pembelajaran IPS-SD, yang meliputi pelaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan model pembelajaran dan evaluasi, proses pembelajaran, aktivitas siswa dalam proses pembelajaran dan pola evaluasi yang
(37)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
dipraktekkan guru IPS. Design adalah kegiatan untuk merancang draf atau produk awal perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multukultur. Draf ini kemudian divalidasi oleh dua orang ahli yang terdiri dari akademisi pendidikan IPS dan praktisi pembelajaran IPS. Development adalah kegiatan memvalidasi dan mengembangkan produk perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur, sehingga dihasilkan produk valid dan reliabel yang siap diimplmentasikan dalam proses pembelajaran IPS-SD. Disseminate adalah kegiatan menyebarluaskan dan mengimplementasikan produk tanpa kehadiran peneliti. Penelitian dan pengembangan prangkat pembelajaran dan model pemebelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD di Kota Singaraja ini hanya akan dilakukan sampai pada tahap development, yaitu validitas pakar, uji coba melalui penelitian yang diadaptasi dari penelitian tindakan kelas dan uji coba luas melalui eksperimen.
Validitas pakar dilakukan untuk memastikan perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur pada siswa SD sesuai dengan isi dan konstruk perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur. Uji coba melalui adaptasi penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengidentifikasi dan memformulasikan kelemahan-kelamahan rancangan produk perangkat pembelajaran, model evaluasi dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur yang dikembangkan ditinjau dari langkah-langkah pembelajarannya, sehingga dapat disempurnakan berdasarkan hasil yang diperoleh (Sugiyono, 2010: 245; Sukadi, 2010). Berkenaan dengan itu, maka dalam uji coba terbatas dengan adaptasi dari penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan beberapa kali siklus sampai ditemukannya model yang ideal, sesuai dengan langkah-langkah penelitian tindakan kelas. Uji coba luas dilakukan untuk membandingkan efektivitas produk perangkat pembelajaran dan model belajar IPS berbasis multikultur dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk mengetahui efektivitas produk perangkat pembelajaran dan model pembelajaran IPS berbasis multikultur ini dilakukan uji coba luas dengan posttest only control group design, di mana kelas
(1)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Jarolimek, J. and Walter P. (1993). Social Studies in Elementay Education
(9th.Ed). New Yok: McMillan Publishing Company.
Jayanegara. (2008). Nilai-Nilai Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Globalisasi (Makalah). Singaraja: Universitas Pendidikan Genesha.
Joyce, B., & Weil, M. (2009). Model of teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Kertih, W. (1998). Impelementasi Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai di
Sekolah Dasar. (Tesis). Bandung: IKIP Bandung.
..., W. (2005). Analisis Kurikulum IPS dan PPKn Sekolah Dasar. (Laporan Penelitian). Singaraja: Singaraja: Lembaga Penelitian IKIP Negeri Singaraja.
Kardji, W. (1993). Kiwa Tengen dalam Budaya Bali” dalam Jiwa Atmaja (ed.). Kiwa-Tengen dalam Budaya Bali. Denpasar: Kayu Mas.
Kartini, K. (2004) Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Pradnya Paramita.
Koçak, R. (2008). The Effects of Cooperative Learning on Psychological and
Social Traits Among Elementary Students. Journal of Social Studies
Education, 36. 6 (Jan, 2008): 771-782.
Kusnadi. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran IPS-Geografi Berbasis Tauhid. Disertasi. Bandung: UPI.
Koyan, W. (2007). Analissi Pengembangan Instrumen. Makalah: Jakarta: S3 PEP UNJ.
Koentjaraningrat. (1980). Pengatar Ilmu Antropologi. Jakarta; Radar Jaya Offset. Kymlicka, W. (2001) Kewargaan Multikultural. Terjemahan Edlina Hafmini
Eddin. Jakarta: LP3ES.
Lasmawan, W. (2003, 2005). Pengembangan Model Pembelajaran IPS dengan Pendekatan Sosial Budaya (Studi Pengembangan Pembelajaran IPS pada Sekolah Dasar di Bali). (Laporan Penelitian). Singaraja: STKIP Singaraja. ..., (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di
Sekolah Dasar Dengan Model Sains-Teknologi-Masyarakat (STM). (Disertasi). Bandung: UPI.
..., (2010). Menelisik Pendidikan IPS dalam Perspektif
(2)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
..., (2009). Mengembangkan Pembelajaran IPS Berbasis Sosial Budaya dengan Model Konstruktivis (Laporan Penelitian). Singaraja: Undiksa
Revell, N. (2011). Religious education, conflict and diversity: an exploration of young children's perceptions of Islam. Educational Studies. Dorchester-on-Thames: May 2010. Vol. 36, Iss. 2; pg. 207.
Mahfud, C. (2010). Pendidikan Multikultur. Surabaya: Pustaka Pelajar
Maliki, Z. (2004). Agama Priyayi: Makna Agama di Tangan Elite Penguasa. Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Maryati, T. (2012). AJEG BALI: Politik Identitas dan Implementasinya pada Berbagai Agen Sosialisasi di Desa Pakraman Ubud, Giayar Bali. (Disertasi). Bandung: UPI.
Maslikhah. (2007). Quo Vadis Pendidikan Multikultur. Surabaya: JP Books. Mulyasa. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Suatu Panduan Praktis.
Bandung: Remaja Rosdakarya
Miles, B and Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Rohendi Rohedi. Jakarta; UI-Press.
Muhyi. (2004). Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Ciputat Press.
Moleong, J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Posdakarya.
National Council for the Social Studies. (1994). Conecting Science, Technology
and Education of Citizen. Washington D.C.: NCSS.
..., (2000). National Standards for Social Studies Teachers, Volume 1. Washington, DC: National Council for the Social Studies.
..., (2001). Guidelines for Teaching About Science/Technology/Society in
Social Studies: Education for Citizenship in the 21st Century:
htp://www.uow.edu.au/sts/ ncss/pubs/00nvt.html.
Nagel, P. (2008). Cooperative Learning And The Elementary Social Studies
Classroomfalse. Journal Education, 128. 3 (Spring, 2008): 363-368.
Rahardjo, T. (2005). Menghargai Perbedaan Kultural: Mindfulness dalam
Komunikasi Antar Etnis (Editor: Mu’amma Ramadhan). Yogjakarta:
(3)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Rudi, G. (2008). Hubungan Pendidikan Sejarah dan Lingkungan Keluarga dengan Sikap Nasionalisme (Penelitian Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UHAMKA). (Disertasi). Bandung: UPI.
Rohmayanti, N. (2009). Pengembangan Keterampilan Sosial Berbasis Nilai-Nilai Religius (Studi Kasus Pengembangan Keterampilan Sosial Lingkungan Hidup Islam Pada Pondok Pesantren Al-Ithifag). (Disertasi). Bandung: UPI.
Rosmiati, Y. (2011). Pengembangan Model Kelas Sebagai Laboratorium Demokrasi. (Disertasi). Bandung: UPI.
Robinson, D. (1976). Promising Practices in Civic Education. Wahington DC: NCSS.
Rose, C. And Nicholl. (2003). Accelerated Learning for the 21st Century. Bandung: Nuansa.
Savage, T. & Armstrong, D. (1996). Effective Teaching in Elementary Social
Studies. Ohio: Prentice Hall.
Sudjana. (1996). Metoda Statistika. Edisi ke 6. Bandung: Tarsito.
Sugiyono (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparno, P. (1996) Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Suryadinata, L. (2002). “Indonesian State Policy toward Ethnic Chinese: From
Assimilation to Multiculturalism?”, dalam Simposium Internasional III
Jurnal Antropologi Indonesia. Bali: Universitas Udayana
Skeel, D. (1995). Elementary Social Studies: Challenges for Tomorow’s World. Orlando, Florida: Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Soemantri. (2001). Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung: Rosdakarya.
Sukadi. (2006). Pendidikan IPS sebagai Rekonstruksi Pengalaman Budaya Berbasis Ideologi Tri Hita Karana (Studi Etnografi tentang Pengaruh
(4)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Masyarakat terhadap Program Pendidikan IPS pada SMU Negeri 1 Ubud, Bali). (Disertasi). Bandung: UPI.
..., (2010). Pengembangan Model Pembelajaran PKn Berbasis Yadnya. (Laporan Penelitian) Singaraja: Undiksha
Suparlan, P. (2002). Masyarakat Majemuk dan Perawatannya. Jurnal Antropologi
Indonesia, Nomor 63. Tahun XXIV, September – Desember, 2002.
..., (1999). Kemajemukan Amerika: Dari Monokulturalisme ke Multikulturalisme. Jurnal Studi Amerika. Volume 5.
Sundari. (2008). Hubungan Antara Faktor Guru, Lingkungan dan Siswa dengan Sikap Nasionalisme di Kalangan Pelajar SMA (Suatu Studi Tentang Peran Pembelajaran PKn untuk Menumbuhkan Sikap Nasionalisme). (Disertasi). Bandung: UPI.
Sanders, T. (1996). An Ecological Approach to Cognitive Science. http://www.phil.Indiana.edu/ejap/1996.spring/contents.html.
Soepha, W. (1995). Dharma Agama dan Dharma Negara dalam Realisasi
Kehidupan Masyarakat Bali. Dalam W. Supartha (ed). Dharma Agama
dan Dharma Negara. Denpasar: Bali Post.
Spradley, J. (1980). Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Suastra, W.(2005). Merekonstruksi Sains Asli dalam Rangka Mengembangkan Pendidikan Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah. (Disertasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Subagia, W. (2006). Pengembangan Model Siklus Belajar Berdasarkan Potensi-Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Bali dalam Bidang Pendidikan (Studi Pengembangan Model Siklus Belajar Berbasis Budaya. (Laporan
Penelitian). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
..., (2005). Pengembangan Model Siklus Belajar Berdasarkan Potensi-Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Bali dalam Bidang Pendidikan (Studi Pengembangan Model Siklus Belajar Berbasis Budaya. (Laporan
Penelitian). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Sudiasa, K. (1992). Sosialisasi Anak dalam keluarga pada Masyarakat Bali: Studi Kasus di Kawasan Pariwisata Kelurahan Ubud Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar, Bali. (Tesis): Bogor: IPB
(5)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Sugiono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung; Alfabeta.
Suryadinata, L. (2002). “Indonesian State Policy toward Ethnic Chinese: From
Assimilation to Multiculturalism?”, dalam Simposium Internasional III
Jurnal Antropologi Indonesia. Bali: Universitas Udayana
Sadulloh. (2003). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bumi Siliwangi: Alfabeta Starauss, L. (1967). Structural Anthropology. New Yok: A Doubleday Anchor
Book.
Slavin, R. (2005). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. London: Allymand Bacon.
Swellengrebel, L. (1960). Bali, Some General Information. Dalam Bali: Studies in
life,Thought and Ritual. The Hague: W. Van Hoeve.
Tilaar, H. (2004). Multikulturalisme Tantangan-tantangan Global Masa Depan
dalam Transpormasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grassindo.
Titib, M. (2003). Nilai-nilai Budaya Bali; Implementasinya dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. (Makalah). Denpasar: Universitas Udayana
Toomey, T. (1999). Communicating Across Culture. New York: The Guilford Publications.
Triyanto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Pitana, G. (2001). Awig-awig Desa Adat untuk Menangani Pedagang Acung. (Makalah). Denpasar: Diparda Bali.
Paul E & Don K. (2012). Strategi dan Model Pembelajaran: Mengajarkan Konten
dan Keterampilan Berpikir. Jakarta: Indeks
Poedjiadi, A. (2007). Sains Teknologi Masyarakat: Model Pembelajaran
Kontekstual Bermuatan Nilai. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Permendikas No. 41 Tahun 2007 Tentan Standar Proses. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional
(6)
I Nengah Suastika, 2013
Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Multikultur Di Sekolah Dasar (Studi Pengembangan Model Pada Siswa Kelas V Sd Di Kota Singaraja Provinsi Bali) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
Permendikas No. 22 Tahun Tahun 2006 Tentan Standar Isi. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional
Wachidi. (1999). Inovasi Kurikulum IPS SMP di Kotamadya Bandung (Studi tentang Tingkat “Concerns” Guru terhadap Inovasi Kurikulum IPS SMP di Kotamadya Bandung). (Disertasi). Bandung: UPI.
Walsh,K.& Agatucci,C. (2001). Mapping Theories of Multicultural Education. [email protected]:[email protected]
Widja, G. (2007). Membangun Kembali Jiwa Pendidikan dalam Sistem
Persekolahan Kita (Satu Tinjauan Cultural Studies). Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 40, No. 1.
Winataputra, U. (2001). Jati diri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi (Suatu Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS). (Disertasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. ..., (2006). Analisis Karakteristik Mata Pelajaran dan Paradigma
Kurikulum IPS Untuk Pendidikan Dasar dan Menengah di Indonesia (Makalah). Disampaikan Pada Seminar Nasional HISPISI di Pondok Cabe, 30 Oktober 2006.
Yagin, A. (2005). Pendidikan Mulrikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.
Zachary, C. (2010). Remembering to be Radical in Teacher Education: Defanged Multicultural Education. The Journal of multiculturalism and Education. Volume 6 (2010) Number 1.
Zamroni, (2011). Pendidikan Demokrasi Pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.