PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3 KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA.

(1)

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3 KECAMATAN

GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh ISTIKOMARIAH NIM 12108241148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

i

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3

KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh ISTIKOMARIAH NIM12108241148

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v MOTTO

Teruslah berprasangka baik kepada Allah karena seberat apapun masalah yang diberikan Allah kepadamu, Dia memiliki rencana terindah yang tidak akan pernah

engkau sangka. (Istikomariah)


(7)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Almarhumah ibu saya, Ibu Sadinah yang begitu luar biasa dalam mendidik saya selama ini serta selalu menginspirasi saya dalam segala hal.

2. Keluarga saya tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan tak terhingga, baik moral dan material kepadasaya.


(8)

vii

PENGARUH INTENSITAS PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TERHADAP PEER ACCEPTANCE SISWA KELAS V SD SE-GUGUS 3

KECAMATAN GONDOKUSUMAN YOGYAKARTA Oleh

Istikomariah NIM 12108241148

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan karena adanya fenomena penggunaan media sosial yang tinggi di kalangan anak dan perilaku bullying yang dilakukan anak di media sosial. Adanya perilaku bullying menandakan bahwa ada anak yang kurang diterima dalam pergaulan teman sebaya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman yang berjumlah 250 siswa. Sampel terdiri dari 146 siswa dengan teknik pengambilan sampel yaitu cluster sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan yang diberikan media sosial terhadap peer acceptance dengan signifikansi 0.000 (< 0.05). Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,323 yang berarti bahwa media sosial memberikan kontribusi 32,3% peer acceptance dan selebihnya67,7% dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Besarnya koefisien korelasi (rhitung) sebesar 0,569 pada rentang 0,40-0,599 yang berarti korelasi variabel X dan Y tergolong sedang. Selanjutnya ditemukan bahwa intensitas penggunaan media sosial siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman termasuk dalam kategori tinggi sebesar 37,67%, sedangkan peer acceptance siswa yang berada dalam kategori tinggi sebesar 60,96%

Kata kunci: intensitas penggunaan media sosial, peer acceptance, SD se-Gugus 3 KecamatanGondokusuman.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Kajur PSD yang telah memberikan motivasi.

4. Woro Sri Hastuti, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi.

5. Agung Hastomo, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

6. Ayah saya tercinta, Bapak Arif Barito atas doa dan dukungannya.

7. Kepala Sekolah SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

8. Guru kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta yang telah membantu penulis melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.


(10)

(11)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN ...ii

PERNYATAAN ...iii

PENGESAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...6

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Rumusan Masalah ...7

E. Tujuan Penelitian ...7

F. Manfaat Penelitian ...7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Karakteristik Anak SD ...9

1. Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar ...9

2. Tahap Perkembangan Anak Usia SD ...10

B. Tinjauan tentang Intensitas Penggunaan Media Sosial ...18

1. Pengertian Intensitas Penggunaan Media Sosial ...18

2. Sejarah Media Sosial ...20

3. Manfaat Media Sosial ...22

4. Karakteristik Medis Sosial ...24


(12)

xi

6. Ragam dan Jenis Aplikasi Media Sosial ...29

C. Tinjauan tentang Peer Acceptance ...34

1. PengertianPeer Acceptance ...34

2. Fungsi Teman Sebaya ...36

3. Kategori Peer Acceptance ...38

4. Faktor yang Mempengaruhi Peer Acceptance ...41

D. Kajian Penelitian yang Relevan ...43

E. Kerangka Berpikir ...44

F. Hipotesis Penelitian ...46

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ...47

B. Jenis Penelitian ...47

C. Tempat dan Waktu Penelitian ...48

D. Definisi Operasional Variabel ...49

E. Variabel Penelitian ...49

F. Populasi dan Sampel ...50

G. Teknik Pengumpulan Data ...52

H. Instrumen Penelitian...52

I. Uji Coba Instrumen ...58

J. Teknik Analisis Data ...61

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian...64

B. Hasil Analisis Deskriptif ...64

C. Hasil Uji Prasyarat ...68

D. Hasil Uji Hipotesis ...70

E. Pembahasan ...72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...77

B. Saran ...78

DAFTAR PUSTAKA ...79


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Hal Tabel 1. Jumlah Siswa Kelas V SD Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman

Yogyakarta………

50

Tabel 2. Sampel Siswa Kelas V SD Gugus 3 Kesamatan Gondokusuman Yogyakarta...

51

Tabel 3. Pedoman Pemberian Skor Instrumen …………..……….. 54

Tabel 4 Kisi-kisi Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial……… 54

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Peer Acceptance………..………… 57

Tabel 6. Klasifikasi Data Intensitas Penggunaan Media Sosial……… 65

Tabel 7. Persentase Setiap Aspek Intensitas Penggunaan Media Sosial... 66

Tabel 8. Klasifikasi Data Peer Acceptance………..… 67

Tabel 9. Persentase Setiap AspekPeer Acceptance………..….….… 68


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Siswa SD Melakukan Bullying di Media Sosial...5 Gambar 2. Kerangka Berfikir……… 49 Gambar 3. Diagram Kategori Intensitas Penggunaan Media Sosial …… 65 Gambar 4. Diagram KategoriPeer Acceptance………..…………. 67 Gambar 5. Hasil Uji Normalitas Data………..……… 69 Gambar 6. Hasil Uji Linearitas Data……… 70


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Skala Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial………... 83

Lampiran 2. Validitas Uji Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial…..… 87

Lampiran 3. Reliabilitas Media Sosial………..………….… 88

Lampiran 4. Skala Instrumen Peer Acceptance………..………..… 89

Lampiran 5. Validitas Uji Instrumen Peer Acceptance……...…..………. 92

Lampiran 6. Reliabilitas Peer Acceptance………..……….. 92

Lampiran 7. Analisis Deskriptif Persentase Intensitas Penggunaan Media Sosial………. 93

Lampiran 8. Analisis Deskriptif Persentase Peer Acceptance………. 93

Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Data……….…94

Lampiran 10. Hasil Uji Linearitas………..…. 94

Lampiran 11. Hasil Uji F………..………. 94

Lampiran 12. Hasil Uji R Square.……….. 95

Lampiran 13. Hasil Hitung Persamaan Regresi………..…… 95

Lampiran 14. Hasil Hitung Korelasi Product Moment………...……… 95

Lampiran 15. Kategorisasi Data Intensitas Penggunaan Media Sosial…...……… 96

Lampiran 16. Kategorisasi Data Peer Acceptance………..…… 97

Lampiran 17. Hasil Uji Coba Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial…..……98

Lampiran 18. Hasil Uji Coba Skala Peer Acceptance……….…………100

Lampiran 19. Hasil Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial……….…………102

Lampiran 20. Hasil Skala Peer Acceptance………108

Lampiran 21. Surat Keterangan Penelitian..………114


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Globalisasi yang terjadi saat ini membuat proses informasi dan komunikasi berjalan semakin cepat dan mudah. Orang-orang di seluruh belahan dunia dapat berkomunikasi satu sama lain hanya dalam waktu yang sangat singkat walaupun jarak yang sangat jauh memisahkan. Kemudahan dalam proses komunikasi terjadi karena adanya jaringan internet. Menurut Graifhan Ramadhani (2003:2), internet merupakan sebutan untuk sekumpulan jaringan komputer yang menghubungkan situs akademik, pemerintahan, komersial, organisasi, maupun perorangan.

Internet menyediakan akses untuk layanan telekomunikasi dan sumber daya informasi untuk jutaan pemakainya yang tersebar di seluruh dunia. Layanan internet meliputi komunikasi langsung (email, chat), diskusi (usenetnews, email, milis), sumber daya informasi yang terdistribusi (world wideweb, gopher), remote login dan lalu lintas file (telnet, FTP), dan aneka layanan lainnya. Menurut situs Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (dalam Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar, 2013: 138), pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 63 juta pelanggan.

Pada tahun 2014, Kementrian Komunikasi dan Informatika yang bekerja sama dengan UNICEF (dalam Gatot Dewa Broto, 2014) mencatat bahwa pengguna internet di Indonesia naik menjadi 82 juta pelanggan. Dari jumlah keseluruhan pengguna internet di Indonesia, 30 juta penggunanya adalah


(17)

2

anak-anak dan remaja berusia 10-19 tahun. Salah satu layanan yang disediakan internet adalah layanan komunikasi langsung (email, chat). Layanan internet ini menjadi dasar munculnya berbagai situs jejaring sosial mulai dari Friendster yang terkenal di era 2000an, lalu Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, Line, Blackberry Messenger dan media sosial lainnya. Media sosial tersebut banyak digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat terutama Facebook, BBM, Instagram, dan Twitter.

Menurut TV Kompas (dalam Herdiyan Maulana dan Gumgum Gumelar, 2013:145 ), pengguna media sosial Facebook di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 40.418.460 dan menduduki peringkat kedua sebagai negara pengguna Facebook terbesar di dunia. Sementara untuk media sosial Twitter, Indonesia berada di peringkat keempat dengan jumlah pengguna Twitter sebanyak 22% dari pengguna Twitter di seluruh dunia. Banyaknya pengguna media sosial di Indonesia menunjukkan bahwa media sosial memang sudah menjadi trend dan budaya di kalangan masyarakat Indonesia.

SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman terletak di tengah kota yang mau tidak mau, siswa di sekolah dasar tersebut akrab dengan teknologi dan menggunakan media sosial. Ketika peneliti berinteraksi dengan siswa yang berjumlah 10 orang dari salah satu sekolah yang termasuk dalam SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman yaitu SD Negeri Baciro dan menanyakan berapa media sosial yang siswatersebut miliki, ternyata siswa tersebut memiliki Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dan Blackberry


(18)

3

Messenger. Hal ini mengindikasikan, siswa disekolah tersebut banyak yang memakai media sosial.

Intensitas penggunaan media sosial di kalangan anak sangat beragam. Namun, ketika peneliti amati melalui media sosial yang dimiliki siswa SD se-Guugus 3 Kecamatan Gondokusuman, intensitas penggunaan media sosial cukup tinggi. Tingginya pemakaian media sosial di kalangan siswa sekolah dasar dapat menyebabkan siswa mengalami adiksi atau kecanduan. Menurut Putri Ekasari dan Arya Hadi (2012: 60) ciri-ciri dari pengguna internet yang kecanduan yaitu pengguna menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan. Hal itu berarti, dalam satu hari pengguna yang intensitas penggunaan internetnya tinggi akan mengakses internet lebih dari 1,3 jam.

Penggunaan media sosial di kalangan siswa sekolah dasar termasuk cukup tinggi. Hal tersebut peneliti amati melalui seberapa sering siswa melakukan update status, mengupload gambar, chatting serta aktivitas lainnya di media sosial. Sebagai contoh, dalam sehari salah satu siswa dari SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman yang berteman dengan peneliti di media sosial Blackberry Messenger bahkan melakukan update status 10 kali berturut-turut, sedangkan yang lain hanya sekitar 4 kali saja. Selain update status, siswa juga kerap menggunggah foto di media sosial Instagram.

Intensitas menggunggah foto pun berbeda-beda antara satu siswa dengan yang lain. Dalam sehari, ada siswa yang menggunggah foto sebanyak 3 bahkan lebih secara berurutan, ada yang hanya satu foto dalam sehari, ada pula yang dalam satu minggu hanya mengunggah satu foto saja. Jika dilihat


(19)

4

dari kondisi di atas, maka dapat dilihat bahwa intensitas penggunaan media sosial di kalangan siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta tergolong cukup tinggi.

Media sosial yang digunakan kalangan siswa SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, semestinya mampu digunakan dan dimanfaatkan dengan baik. Media sosial dapat digunakan untuk bertanya terkait materi pelajaran sekolah, serta dapat pula digunakan untuk berdiskusi antar siswa dengan menggunakan layanan grup yang disediakan media sosial seperti BBM dan WhatsApp. Jika siswa mampu menggunakan layanan media sosial untuk hal-hal positif, maka hubungan antar teman sebaya akan semakin erat. Sikap saling tolong menolong juga akan tercipta karena siswa saling membantu jika ada teman yang kesusahan.

Ironisnya, ketika peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa di media sosial Blackberry Messenger, banyak siswa yang memanfaatkan fasilitas media sosial tersebut untuk saling ejek, saling menghina, dan melakukan bullying. Beberapa anak bahkan saling melontarkan hinaan yang tidak sepantasnya dilakukan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan wali kelas V salah satu SD di SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, hampir setiap hari ada siswa yang bertengkar hanya karena masalah sepele yaitu saling ejek. Ternyata saling ejek ini tidak hanya terjadi di media sosial, tetapi di kehidupan nyata siswa juga memang demikian adanya.


(20)

5

Selain saling ejek, siswa di SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman juga mengucilkan temannya. Ada seorang siswa yang peneliti amati berinisial “KA”. KA menjadi sasaran bullying teman-temannya ketika siswa dari salah satu SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman berinteraksi di grup chat media sosial Blackberry Messenger. Kemudian, peneliti bertanya dengan salah satu teman mengenai keseharian “KA” di sekolah. Menurut temannya yang berinisial “CA”, “KA” memang banyak tidak disukai oleh teman -temannya karena sifatnya yang sok tahu dan sering bicara seenaknya sendiri. Ketika peneliti melakukan pengamatan langsung di sekolah tersebut, sepertinya “KA” memang kurang disukai oleh teman-temannya. Hal itu terbukti ketika beberapa siswa yang merupakan teman sekelas “KA” meminta kepada peneliti agar jangan mau bermain dengan “KA”. Berikut ini adalah gambar yang peneliti screenshoot ketika siswa dari salah satu SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman saling ejek dan melakukan bullying kepada “KA”.

Gambar 1.Siswa Sekolah Dasar Saling Ejek dan Melakukan Bullying di BBM


(21)

6

Jika dilihat dari gambar dan pernyataan di atas, hal tersebut mengindikasikan bahwa intensitas penggunaan media sosial memberikan suatu pengaruh terhadap penerimaan kelompok sebaya (peer acceptance) di kalangan siswa SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Berangkat dari masalah-masalah yang timbul akibat intensitas penggunaan media sosial dan kenyataan banyaknya siswa pengguna media sosial di SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti seberapa besar pengaruh media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas VSD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Lebih lanjut, penelitian ini berjudul “Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial Terhadap Peer Acceptance Siswa Kelas V di SD Se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi.Adapun identifikasi masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Intensitas penggunaan media sosial siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta cukup tinggi.

2. Ada beberapa siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta saling ejek dan melakukan bullying di media sosial.

3. Ada beberapa siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta mengucilkan temannya di sekolah.


(22)

7 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang sudah diuraikan di atas, maka peneliti membatasi masalah yang akan dikaji pada “Pengaruh Intensitas Penggunaan Media Sosial terhadap Peer Acceptance Siswa Kelas V di SD Se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dirumuskan masalah yaitu seperti apakah pengaruh yang diberikan intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas V di SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apa pengaruh yang diberikan intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance siswa kelas V di SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini disusun dengan harapan akan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan baik bagi pembaca maupun peneliti khususnya dalam hal pengetahuan tentang intensitas penggunaan media sosial dan peer acceptance.


(23)

8

b. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan kajian bagi penelitian selanjutnya yang serupa khususnya dalam hal intensitas penggunaan media sosial dan peer acceptance.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan sekaligus bahan evaluasi bagi guru dalam rangka membina dan mengawasi penggunaan media sosial di kalangan anak-anak khususnya anak-anak usia Sekolah Dasar.

b. Bagi Sekolah

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan kajian bagi sekolah dalam rangka pengawasan dan pembuatan kebijakan sekolah terkait penggunaan media sosial di lingkungan sekolah. c. Bagi Orang Tua

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan orang tua jika hendak memberikan alat komunikasi canggih seperti smartphone serta memberikan pengetahuan tentang pengawasan penggunaan media sosial anak-anak di lingkungan keluarga.

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran dan wawasan mengenai pengaruh penggunaan media sosial terhadap peer acceptance sebagai bekal untuk membina dan mengawasi siswa saat peneliti menjadi guru SD di masa yang akan datang.


(24)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar 1. Pengertian Anak Usia Sekolah Dasar

Menurut World Health Organization (WHO), anak usia sekolah dasar adalah golongan anak yang berusia 7-15 tahun. Rita Eka Izzaty dkk.(2008:104) mendefinisikan masa sekolah dasar sebagai masa yang dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun. Achmad Juntika dan Mubiar Agustin (2013:19) memiliki pendapat bahwa anak usia sekolah merupakan anak yang berusia 6 sampai 12 tahun dengan ciri-ciri:

a. Belajar keterampilan fisik untuk pertandingan biasa sehari-hari.

b. Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sebagai organism yang sedang tumbuh kembang.

c. Belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya.

d. Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.

e. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung.

f. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan sehari-hari.

g. Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala nilai-nilai. h. Mencapai kebebasan pribadi.


(25)

10

i. Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok dan institusi-institusi sosial.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia sekolah dasar merupakan golongan anak yang berusia mulai dari 6 tahun sampai anak tersebut menginjak masa pubertas (11-13 tahun), yang memiliki sedang mengalami perkembangan-perkembangan baik fisik, sosial, kognitif, bahasa, moral, dan emosi. Penelitian ini akan menggunakan subjek siswa-siswi kelas V SD yang umurnya berkisar antara 11-12 tahun dan dapat dikategorikan sebagai remaja awal.

2. Tahap Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

Sebagai individu, anak usia sekolah dasar mengalami tahapan perkembangan baik perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosi, dan moral. Menurut Rita Eka Izzaty dkk. (2008:103), perkembangan yang terjadi pada anak usia sekolah dasar meliputi perkembangan fisik, kognitif, bahasa, moral, emosi, dan sosial. Namun, kajian pustaka akan lebih difokuskan pada perkembangan sosial dan moral, karena penelitian ini membahas tentang hubungan teman sebaya yang terkait dengan aspek perkembangan sosial dan moral anak.

a. Perkembangan Sosial

Menurut Achmad Juntika dan Mubiar Agustin (2013:44), proses perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat


(26)

11

serta mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagiamana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hurlock (1978:264) menjelaskan bahwa ketika anak mulai menjalani pendidikan di sekolah, anak memasuki “usia gang” yaitu usia yang pada saat itu kesadaran sosial berkembang pesat. Tugas utama dari perkembangan periode ini adalah anak menjadi pribadi yang sosial. Anak menjadi anggota suatu kelompok teman sebaya yang secara bertahap menggantikan keluarga dalam mempengaruhi perilaku. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku sosial yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Syamsu Yusuf (2014: 124-125) mengindetifikasinya sebagai berikut.

1) Pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang muncul kira-kira usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun. Berkembangnya perilaku negativism pada usia ini dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia empat tahun, biasanya tingkah laku ini mulai menurun dan beralih menjadi sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata).

2) Agresi (agression), yaitu perilaku menyerang balik, baik secara fisik maupun kata-kata. Agresi ini meruapakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi atau rasa kecewa yang dialami anak.


(27)

12

Agresi ini berwujud dalam perilaku menyerang seperti memukul, mencubit, menendang, mengigit, marah-marah, mencaci maki, dan sebagainya.

3) Berselisih/bertengkar (quarreling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, misalnya diganggu pada saat mengerjakan sesuatu, direbut barang atau mainan si anak, dan sebagainya.

4) Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serang mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (ejekan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserang oleh anak.

5) Persaingan (rivaly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestise dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini berkembang lebih baik.

6) Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai menampakan sikap kerja sama dengan anak yang lain. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah berkembang dengan lebih baik lagi.

7) Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap


(28)

13

business. Wujud dari tingkah laku ini adalah meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan anak.

8) Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya. Anak selalu ingin dipenuhi keinginannya dan apabila ditolak maka dia protes dengan menangis, menjerit, atau marah-marah.

9) Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengan orang lain. Seiring bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap selfish dan mulai mengembangkan sikap sosialnya dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial pada anak adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial anak yang sangat dipengaruhi oleh perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku sosial yang direalisasikan dalam bentuk tindakan seperti pembangkangan, agresi, berselisih/bertengkar, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati.


(29)

14

Pada tahap perkembangan sosial ini, kematangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan ini meliputi keluarga, sekolah (teman sebaya), dan masyarakat. Apabila lingkungan mendukung untuk perkembangan sosial anak ke arah yang positif, maka anak akan mencapai perkembangan sosial secara matang. Namun, apabila lingkungan sosialnya kurang mendukung dan cenderung membawa anak kearah yang negatif misalnya orang tua yang kasar, suka marah, acuh tak acuh, dan lain-lain, maka anak tidak dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang.

b. Perkembangan Moral

Mc Devitt dan Ormrod (2013: 530), mendefinisikan perkembangan moral sebagai kemajuan dalam penalaran dan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku atau standar yang dibangun sendiri dari benar dan salah. Piaget (dalam Diane E. Papalia dan Ruth Duskin, 2015: 321-322) perkembangan moral anak dibagi ke dalam 3 tahap yang akan dijelaskan sebagi berikut.

1) Tahap pertama (anak berusia 2-7 tahun)

Anak memiliki sifat egosentris dan tidak mampu memandang masalah lebih dari satu aspek.Anak percaya bahwa aturan tidak dapat dibengkokan atau diubah, anak belum sepenuhnya memahami itu perilaku benar atau salah. Anak hanya tahu bahwa jika itu perilaku yang salah, maka akan mendapatkan hukuman.


(30)

15

2) Tahap kedua (anak berusia 7 atau 8 sampai 10 atau 11)

Ketika anak berinteraksi dengan banyak orang dan dengan sudut pandang yang beragam, anak akan mulai menyadari bahwa tidak ada suatu aturan yang absolute tentang prinsip benar dan salah. Anak akan mengambangkan pemikiran berdasarkan prinsip kebaikan dan keadilan. Anak mampu melihat suatu keadaan melalui berbagai sudut pandang, sehingga penilaian moral anak menjadi lebih halus.

3) Tahap ketiga (anak berusia sekitar 11-12 tahun)

Anak mulai memiliki kemampuan penalaran formal dan munculnya kepercayaan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama sesuai dengan prinsip keadilan dalam segala situasi. Pada tahap ini, anak akan mengatakan bahwa anak umur 2 tahun yang menumpahkan tinta di taplak meja tidak bisa diukur melalui standar yang sama dengan anak usia 10 tahun yang melakukan hal sama. Seiring bertambahnya usia, maka penilaian tidak akan fokus pada kejadiannya, tetapi pada niat dan pelakunya.

Sementara itu, menurut Kohlberg (dalam John W. Santrock, 2007:119) ada tiga tingkatan penalaran tentang moral dan setiap tingkatnya memiliki dua tahapan.

1) Tingkat Penalaran Prakonvensional

Penalaran prakonvensional adalah tingkat terendah dari penalaran moral. Pada tingkat ini, baik dan buruk diinterpretasikan


(31)

16

melalui reward dan punishment. Tingkatan ini memiliki dua tahap yaitu :

a) Tahap Moralitas Heteronom, yaitu tahap pertama pada tingkat penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran moral terkait dengan punishment. Sebagai contoh, anak berfikir bahwa anak harus patuh karena anak takut hukuman terhadap perilaku membangkang.

b) Tahap Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran, yaitu tahap kedua dari penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran individu yang memikirkan kepentingan diri sendiri adalah hal yang benar dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Oleh karena itu, menurut individu apa yang benar adalah sesuatu yang melibatkan pertukaran yang setara. Individu berfikir jika individu bersikap baik terhadap orang lain, maka orang lain juga akan berlaku baik.

2) Tingkat Penalaran Konvensional

Pada tingkatan ini, individu memberlakukan standar tertentu, tetap standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orang tua atau pemerintah. Tingkatan ini memiliki dua tahap yaitu : a) Tahap ekspektasi interpersonal mutual, hubungan dengan orang

lain, dan konormitas interpersonal. Pada tahap ini individu menghargai kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar dari penilaian moral. Anak dan remaja


(32)

17

seringkali mengadopsi standar moral orang tua agar dianggap sebagai anak yang baik.

b) Tahap moralitas sistem sosial, yaitu tahap keempat dimana penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Sebagai contoh, remaja mungkin berfikir supaya komunitas dapat bekerja dengan efektif, maka perlu dilindungi oleh hukum yang diberlakukan terhadap anggotanya.

3) Tingkat Penalaran Pascakonvensional

Penalaran pascakonvensional adalah tingkatan tertinggi. Pada tingkatan ini, individu menyadari adanya jalur moral alternative, mengeksplorasi pilihan ini, lalu memutuskan berdasarkan kode moral personal. Tingkatan ini juga dibagi ke dalam dua tahap yaitu: a) Tahap kontrak atau utilitas sosial dan hak individu. Pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama atau lebih luas daripada hukum. Seseorang mengevaluasi validitas hukum yang ada dan sistem sosial dapat diuji berdasarkan sejauh mana hal ini menjamin dan melindungi hak asasi dan nilai dasar manusia.

b) Tahap prinsip etis universal yaitu tahapan tertinggi dalam perkembangan moral. Pada tahap ini, seseorang telah mengembangkan standar moral berdasarkan hak asasi manusia universal. Ketika dihadapkan dengan pertentangan antara


(33)

18

hukum dan hati nurani, seseorang menalar bahwa yang harus diikuti adalah hati nurani, meskipun keputusan itu memberikan resiko.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral pada anak adalah perubahan penalaran, perasaan, dan perilaku yang terjadi dalam diri anak.Anak melewati tiga tahap dalam perkambangan moral yaitu tahap moralitas heteronom, transisi, dan tahap moralitas otonom.

B. Tinjauan Tentang Intensitas Penggunaan Media Sosial 1. Pengertian Intensitas Penggunaan Media Sosial

Caplin (dalam Evi Nuryani, 2014: 181) mendefinisikan intensitas sebagai suatu sifat kuantitatif dari suatu penginderaan, yang berhubungan dengan intensitas perangsangnya. Intensitas juga dapat diartikan dengan kekuatan tingkah laku atau pengalaman. Menurut Kartono dan Gulo (dalam Evi Nuryani, 2014:181) intensitas berasal dari kata “intensity” yang berarti besar atau kekuatan tingkah laku, jumlah energi fisik yang digunakan untuk merangsang salah satu indera serta ukuran fisik dari energi atau data indera. Edi Susena (2015:4) berpendapat bahwa intensitas adalah ukuran yang digunakan untuk mengukur lama kegiatan yang dilakukan.

Horrigan (dalam Iik Novianto, 2006:26) menjelaskan bahwa dalam intensitas penggunaan internet seseorang, terdapat dua hal mendasar yang perlu diamati, yakni frekuensi internet yang sering digunakan dan lama


(34)

19

menggunakan tiap kali mengakses internet yang dilakukan oleh pengguna internet. Menurut Putri Ekasari dan Arya Hadi (2012: 60) klasifikasi kelas berdasarkan intensitas penggunaan internet dibagi dalam kategori sebagai berikut.

a. Heavy users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam kerja per bulan. Jenis pengguna internet ini adalah salah satu ciri – ciri pengguna internet yang addicted.

b. Medium users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan.

c. Light users yaitu pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan.

Utari Oktavianty (2015:3) menyatakan bahwa penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis isi media yang dikonsumsi, dan tingkat rutinitas atau keseringan individu mengkonsumsi media. Sementara itu, menurut Boyd dan Ellison (dalam Tito Siswanto, 2013:83), social networking site (SNS) atau yang biasa disebut jejaring sosial/media sosial merupakan suatu layanan berbasis web yang memungkinkan setiap individu untuk membangun suatu hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun suatu profil tentang dirinya sendiri, menunjukkan koneksi seseorang, dan memperlihatkan apa saja yang ada antara satu pemilik dengan pemilik akun lainnya dalam sistem yang disediakan, dimana masing-masing media sosial memiliki ciri khas yang berbeda-beda.


(35)

20

Sementara itu Megan Poore (2013:4) mendefinisikan media sosial sebagai apapun yang berasal dari blog, wiki, podcasts, sampai Facebook, Twitter, Youtube, dan Google bahkan alat digital dan layanan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti bekerja, belajar, dan hidup sosial dapat digambarkan sebagai media sosial. Definisi lain dari media sosial menurut Antony Mayfield (2008:7) yaitu sarana untuk berbagi ide, bekerja sama dan berkolaborasi untuk mencipatakan seni, berfikir dan berdagang, berdebat dan berwacana, menemukan orang yang mungkin menjadi teman baik, sekutu, dan kekasih.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa intensitas penggunaan media sosial adalah frekuensi dan durasi dalam pemakaian media sosial untuk menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya, menyampaikan pesan, mengakses blog atau situs-situs seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya serta untuk melakukan diskusi, kerja sama dan berbagi ide di forum-forum maya dengan menggunakan teknologi berbasis web.

2. Sejarah Media Sosial

Berbicara mengenai masalah media sosial tentunya tidak akan lepas dari sejarah munculnya media sosial. Media sosial yang ada saat ini dapat berkembang dengan begitu pesat karena adanya perkembangan teknologi komunikasi bernama internet. Abdillah Yafi Aljawiy dan Ahmad Muklason (2012:2) berpendapat bahwa situs media sosial muncul diawali karena adanya inisiatif untuk menghubungkan orang-orang dari seluruh


(36)

21

belahan dunia. Sejak komputer dapat dihubungkan satu sama lain dengan adanya internet, maka internet inilah yang mendukung tumbuhnya media sosial.

Kementrian Perdagangan RI (2015:10) menjelaskan bahwa istilah internet sendiri muncul pertama kali pada tahun 1961, dimana pada saat itu Leonard Kleinrock dari MIT menulis artikel mengenai “Aliran Informasi dalam Jaringan Komunikasi yang Besar”, dimana hubungan komunikasi dalam teori dan konsepnya memakai model pocket switchingberbasis teknologi internet.

Kemudian pada tahun 1965, jaringan komputer berukuran besar pertama diciptakan. Saat itu komputer TX-2 di Massachusetts terhubung dengan komputer lain berbasis di California memakai saluran telepon dengan kecepatan yang rendah. Lalu pada tahun 1970 Network Control Protocol(NCP) didesain sehingga memungkinkan pengontrolan koneksi dan aliran saat proses berjalan antara dua komputer berbeda.

Jaringan media sosial sendiri muncul tahun 1988, dimana pada saat itu Internet Relay Chat(IRC) dikembangkan.IRC membuka kemungkinan chatting secara real time dan menjadi awal dari program pesan terkirim yang bisa digunakan saat ini.Google, Wikipedia, Facebook, Twitter, dan media sosial lainnya baru mulai diluncurkan pada awal tahun 2000an. Apabila sejarah perkembangan internet diamati lebih seksama, maka tampak sekali jika penemuan-penemuan di dunia internet sangat erat kaitannya dengan perkembangan media sosial yang ada sekarang ini.


(37)

22 3. Manfaat Media Sosial

Abdillah Yafi Aljawiy dan Ahmad Muklason (2012:5) menyebutkan beberapa manfaat dari penggunaan media sosial sebagai berikut.

a. Mempermudah interaksi dengan orang lain karena pengguna dapat berkomunikasi secara livetime dan tidak lagi terpengaruh oleh jarak yang sangat jauh dan waktu yang lama. Melalui media sosial, informasi dapat tersebar dengan sangat cepat.

b. Media sosial dapat digunakan untuk promosi suatu barang, komunitas, tempat wisata, dan lain sebagainya.

c. Sarana sosialisasi berbagai program pemerintah dalam hal pendidikan, kesehatan, politik, penanggulangan bencana, ekonomi, dan informasi lain. Selain menggunakan media cetak, pemerintah dapat mensosialisasikan melalui situs media sosial.

d. Media sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana silaturahmi dengan teman, sahabat, maupun keluarga tanpa dibatasi jarak, tempat, dan waktu.

e. Media sosial dapat dimanfaatkan pula sebagai sarana hiburan. Pengguna media sosial dapat bersenang-senang dan bergaul dengan orang lain di seluruh penjuru dunia.

Media sosial yang ada saat ini dibuat dan dikembangkan dengan tujuan agar memberikan manfaat bagi kehidupan banyak orang. Manfaat dan fungsi media sosial menurut Kemendagri (2015:33-34) yaitu:


(38)

23

a. Sarana belajar, mendengarkan, dan menyampaikan. Berbagai aplikasi dalam media sosial dapat dimanfaatkan untuk belajar melalui beragam informasi, data, dan isu yang termuat di dalamnya. Pada aspek lain, media sosial juga menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai informasi kepada pihak lain. Konten-konten di dalam media sosial berasal dari berbagai belahan dunia dengan beragam latar belakang budaya, sosial, ekonomi, keyakinan, tradisi, dan tendensi. Pengguna media sosial perlu membekali diri dengan kekritisan, pisau analisa yang tajam, perenungan yang mendalam, kebijaksanaan dalam penggunaan dan emosi yang terkontrol.

b. Sarana dokumentasi, administrasi, dan integrasi. Bermacam aplikasi media sosial pada dasarnya merupakan gudang dan dokumentasi beragam konten, dari yang berupa profil, informasi, reportase, kejadian, rekaman peristiwa, sampai pada hasil-hasil riset kajian. Dalam konteks ini, organisasi, lembaga, dan perorangan dapat memanfaatkannya dengan cara membentuk kebijakan penggunaan media sosial dan pelatihannya bagi segenap karyawan, dalam rangka memaksimalkan fungsi media sosial.

c. Sarana perencanaan, strategi dan manajemen. Oleh karena itu, media sosial di tangan para pakar manjemen dan marketing dapat menjadi senjata yang dasyat untuk melancarkan perencanaan dan strateginya. d. Sarana control, evaluasi, dan pengukuran. Media sosial bermanfaat


(39)

24

perencanaan dan strategi yang telah dilakukan. Respon publik dan pasar menjadi alat ukur, kalibrasi dan parameter untuk evaluasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi media sosial secara umum yakni sebagai sarana belajar dari berbagai sumber yang ada di media sosial. Media sosial juga berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan orang yang jauh dari jangkauan. Komunikasi ini tidak hanya terjadi diantara dua orang saja, tetapi juga bisa terjadi antara beberapa orang dalam forum diskusi kelompok.

4. Karakteristik Media Sosial

Anthony Mayfield (2008:5) mengemukakan bahwa media sosial memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Participation (Partisipasi)

Media sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik atau berminat meggunakannya, hingga mengaburkan batas antara media dan audience.

b. Openness (Keterbukaan)

Kebanyakan media sosial terbuka bagi umpan balik dan partisipasi melalui sarana-sarana voting, komentar, dan berbagi informasi. Jarang sekali dijumpai batasan untuk mengaksesdan memanfaatkan isi pesan. Perlindungan password terhadap isi cenderung dianggap aneh.

c. Conversation (Perbincangan)

Media sosial terlihat yang ada saat ini dirasa lebih baik daripada media tradisional yang isinya tentang siaran. Media sosial ini


(40)

25

memungkinkan penggunanya dapat berbincang secara dua arah, sehingga dianggap lebih baik dari media tradisional.

d. Community (Komunitas)

Media sosial memungkinkan terbentuknya komunitas-komunitas secara cepat (instan) dan berkomunikasi secara efektif tentang beragam hal yang menarik, isu/kepentingan dan lain sebagainya. e. Connectedness (Keterhubungan)

Mayoritas media sosial tumbuh subur lantaran kemampuan melayani keterhubungan antar pengguna melalui fasilitas tautan (links) ke website, sumber-sumber informasi dan pengguna-pengguna lain. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik media sosial secara umum yaitu semua konten yang ada di dalam media sosial tersebut dapat diakses secara online. Konten yang ada dalam media sosial dapat berupa pesan teks, pesan gambar, informasi, dan lain sebagainya. Media sosial memiliki karakteristik yaitu partisipasi, keterbukaan, perbincangan, komunitas dan keterhubungan.

5. Dampak Penggunaan Media Sosial bagi Anak

Situs-situs media sosial merupakan situs yang paling banyak diakses oleh pengguna internet. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (2014:31), 87,4% orang menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Media sosial yang diakses oleh anak tentunya akan memberikan dampak baik itu dampak positif maupun dampak negatif.


(41)

26

Menurut Alciano Gani (2015:38-39), dampak positif yang ditimbulkan oleh media sosial bagi anak adalah sebagai berikut.

a. Media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperluas jaringan pertemanan. Berkat situs media sosial, anak menjadi lebih mudah berteman dengan orang lain.

b. Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengambangkan diri melalui teman-teman yang dijumpai ketika anak mengakses media sosial. Hal ini dapat terjadi karena anak melakukan interaksi dan mendapat umpan balik dari teman-teman di media sosial.

c. Situs media sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati. Bentuk perhatian dan empati ini misalnya memberikan perhatian saat ada teman yang berulang tahun, mengomentari foto, video, dan status teman, serta mampu menjaga hubungan persahabatan melalui aktivitas chatting walaupun tidak dapat bertemu secara fisik.

Selain dampak positif yang telah dijabarkan di atas, penggunaan media sosial juga dapat memberikan dampak negatif. Penggunaan media sosial yang tinggi, akan menyebabkan kecanduan bagi penggunanya. Xu dan Tan (dalam Griffiths, 2013:1) menunjukkan bahwa penggunaan media sosial menjadi bermasalah ketika media sosial dipandang oleh individu sebagai sesuatu yang sangat penting bahkan eksklusif, mekanisme untuk menghilangkan stres, kesepian, atau depresi.


(42)

27

Xu dan Tan (dalam Griffith, 2013:1) juga berpendapat bahwa individu yang sering terlibat dalam media sosial justru miskin dalam bersosialisasi dalam kehidupan nyata. Bagi individu yang sudah kecanduan media sosial, media sosial digunakan terus-menerus dan akhirnya menyebabkan banyak masalah seperti mengabaikan hubungan kehidupan nyata. Masalah yang dihasilkan ini kemudian dapat memperburuk keadaan.

Penggunaan media sosial yang tinggi juga dapat menyebabkan kecanduan. Menurut Wahyudi Kumorotomo (2010:2), kecanduan media sosial dapat menyebabkan timbulnya masalah psikis. Orang akan menjadi sangat tergantung sehingga akan merasa hidupnya tidak lengkap jika sehari saja tidak membuka akun media sosial. Hoskin (dalam Wahyudi Kumorotomo, 2010:2) menyebutkan tujuh akibat jika seseorang sudah kecanduan media sosial yaitu rasa malas bekerja, sifat rakus, iri, dengki, takabur, pemarah, dan mengada-ada. Efek psikis lainnya adalah seseorang menjadi malas mengerjakan hal-hal yang produktif, angkuh, dan narsis. Intensitas penggunaan media sosial yang tinggi di kalangan anak akan menyebabkan kecanduan. Menurut Kuss & Griffiths (2011:68), berbagai macam fitur yang terdapat pada situs jejaring sosial dapat menjadi salah satu penyebab kecanduan situs media sosial, terutama meningkatnya waktu penggunaan situs jejaring/media sosial. Individu dapat dikatakan menggunakan media sosial dalam intensitas yang tinggi bahkan kecanduan jika memenuhi aspek yang dinyatakan oleh Griffiths (2000:211) sebagai berikut.


(43)

28 a. Salience (Mendominasi)

Kecanduan media sosial ini terjadi ketika aktivitas membuka media sosial menjadi kegiatan yang paling penting dalam hidup seseorang dan mendominasi pikirannya, perasaan (keinginan), dan perilaku.

b. Mood Modification (Perubahan Suasana Hati)

Pengguna media sosial mendapat kesenangan dari aktivitas online situs media sosial.

c. Tolerance (Daya Tahan)

Aktivitas online situs media sosial mengalami peningkatan secara progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan. d. Withdrawal Symptoms (Gejala Penarikan)

Muncul perasaan tidak menyenangkan pada saat seseorang tidak melakukan aktivitas online situs media sosial atau ketika seseorang itu menarik diri dari aktivitas di media sosial maka akan menyebabkan kemurungan dan muncul sikap mudah marah/ agresifitas.

e. Conflict (Konflik)

Muncul pertentangan dengan orang-orang sekitar dan dirinya sendiri terhadap tingkat kegemaran online situs media sosial yang berlebihan.


(44)

29 f. Relapse (Pengulangan)

Ada kecenderungan perilaku seseorang untuk mengulangi pola yang sempat dilakukan pada awal mengenal situs media sosial meskipun telah mencoba melakukan kontrol atas dirinya.

Berdasarkan uraian penjelasan mengenai dampak penggunaan media sosial di atas dapat disimpulkan bahwa dampak dari penggunaan media sosial dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif media sosial bagi anak yaitu media sosial dapat memudahkan anak dalam mendapatkan teman, anak akan menjadi lebih perhatian dan memiliki empati kepada teman-temannya.

Namun, penggunaan media sosial yang terlampau tinggi di kalangan anak akan menyebabkan kecanduan. Anak akan menjadi sangat tergantung pada media sosial sehingga akan merasa hidupnya tidak lengkap jika sehari saja tidak membuka akun media sosial. Selain itu anak juga akan mengalami permasalahan dalam bersosialisasi di kehidupan nyata, misalnya permasalahan ketika berinteraksi dengan teman sebayanya. Penggunaan media sosial yang tinggi juga dapat menyebabkan anak suka menunda pekerjaan serta susah dalam memanajemen waktu. 6. Ragam dan Jenis Aplikasi Media Sosial

Menurut Tito Siswanto (2013:83) media sosial dibagi menjadi lima berdasarkan karakteristik kegunaanya yaitu:


(45)

30 a. Portal Sosial Media

Portal sosial media dimiliki oleh Facebook dan Google Plus dan sejenisnya. Pengguna dari sosial media lebih bervariasi, baik dari segi usia, profesi, lokasi, tingkat pendidikan, maupun tingkat pergaulannya. Sosial media ini menyuguhkan berbagai fitur menarik seperti menandai foto, membagikan status, unggah video, berbagi tautan, dan lain-lain.

b. Sosial Media Berbasis Lokasi

Sosial media yang memiliki karakteristik ini adalah foursquare. Sosial media ini memiliki anggota yang lebih terbatas jika dibandingkan dengan portal sosial media. Pemilik akun menggunakan jenis media sosial ini cenderung hanya untuk kesenangan dan eksistensi.

c. Portal Forum Diskusi dan Milis

Sosial media yang memiliki karakteristik ini adalah Kaskus, Forum Otomotif, Yahoogroups, Googlegroups, dan sejenisnya. Pengguna sosial media ini biasanya lebih mempunyai karakteristik tertentu seperti pecinta otomotif, programmer, atau tergantung tema dari forum tersebut.

d. Blog

Sosial media dengan karakteristik blog antara lain Blogdetik, Blogspot, Wordpress, Multiply dan lain-lain. Para pengguna media sosial ini biasanya disebut blogger. Para blogger biasanya memiliki


(46)

31

kreatifitas dan kemampuan menulis. Blog banyak dimanfaatkan oleh para blogger untuk menulis hal apapun yang ingin diungkapkan seperti menulis cerpen, promosi produk, ajang curhat, dan sebagainya.

e. Microblog

Berbeda dengan blog, mikroblog dibatasi oleh keterbatasan teks/variasi konten. Microblog yang paling popular saat ini adalah Twitter. Pemilik akun ini biasanya memiliki akun sosial media portal seperti Facebook. Mikroblog dapat digunakan untuk berkomunikasi, pencitraan, bahkan dapat digunakan untuk berinteraksi dengan penggemar bagi artis, tokoh, institusi, dan lain-lain.

Sementara itu, menurut Ega Dewa Putra (2014:5-7) media sosial yang popular di kalangan masyarakat terdiri dari berbagai macam, diantaranya yaitu sebagai berikut.

a. Facebook

Facebook adalah sebuah media sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg pada tahun 2004. Facebook merupakan media sosial yang dapat digunakan untuk menjalin hubungan pertemanan, tempat ngobrol, promosi produk, membentuk komunitas/grup, mengunggah foto atau video, membuat status, permainan berjejaring, chatting, dan lain sebagainya.

b. Twitter

Percakapan meruapakan inti dari Twitter. Itulah yang menempatkan Twitter sebagai salah satu media sosial yang cukup


(47)

32

popular di kalangan masyarakat. Twitter merupakan tempat paling cepat dalam menyampaikan informasi dan peristiwa yang sedang terjadi di muka bumi. Para pembaca dimudahkan dalam menemukan sekian banyak informasi tanpa henti melalui trending topic yang ada pada Twitter.

c. Myspace

MySpace merupakan salah satu jejaring sosial yang populer bagi orang di dunia. Saat ini, kegiatan update status dapat dikatakan sebagai kegiatan baru yang biasa dilakukan banyak orang setiap hari. MySpace merupakan salah satu media sosial yang menyediakan fitur untuk update status. Selain tempat untuk update status, MySpace juga digunakan untuk ajang promosi musik. Para musisi yang ingin terjun ke dunia seni dapat menyalurkan dan mempromosikan bakat atau karyanya di jejraing sosial MySpace.

d. Path

Path adalah jejaring sosial dimana orang yang menggunakannya dapat update segala aktivitas mereka di media sosial ini. Banyak orang yang memanfaatkan media sosial ini untuk mengetahui aktivitas orang lain, berbagi foto, komentar, mengeshare lokasi dirinya, dan lain-lain. Jejaring sosial ini sangatlah unik karena hanya memperbolehkan pangguna memiliki teman atau kerabat sebanyak 150 orang saja.


(48)

33 e. Instagram

Instagram adalah jejaring sosial yang digunakan untuk membagikan foto atau video kepada para follower kita di akun Instagram. Selain dapat berbagi foto, kita juga dapat memberikan komentar pada foto atau video yang dibagikan oleh teman.

f. Line

Line adalah aplikasi pengirim pesan instan gratis yang dapat digunakan pada tablet, smatphone, dan komputer. Line difungsikan dengan menggunakan jaringan internet sehingga pengguna Line dapat melakukan aktivitas seperti mengirim pesan teks, mengirim gambar, video, pesan suara, dan lain-lain.

Selain media sosial yang disebutkan di atas, masih ada beberapa media sosial lain yang tidak kalah populernya di kalangan masyarakat saat ini. Media sosial itu adalah WhatsApp dan BBM.

a. WhatsApp

WhatsApp awalnya merupakan aplikasi chat khusus untuk i-Phone. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, WhatsApp dapat dipakai di ponsel Android dan Blackberry. Seperti kebanyakan media sosial yang lain, WhatsApp dapat berfungsi melalui koneksi internet GPRS, Edge, 3G, dan Wifi. Media sosial ini dapat digunakan untuk chatting, berbagi video, gambar, pesan suara, dan lainnya. WhatsApp juga menyediakan fitur untuk membuat grup, sehingga


(49)

34

para penggunanya dapat saling berdiskusi, berbagi teks, gambar, video, dan sebagainya dalam suatu komunitas.

b. Blackberry Messenger (BBM)

Blackberry Messenger merupakan aplikasi pesan instan yang dikeluarkan oleh perusahaan Blackberry (RIM). Layanan aplikasi ini dapat berfungsi melalui koneksi internet dari gadget ataupun smartphone. Aplikasi ini dapat digunakan untuk berbagi informasi seperti teks, gambar, video, dan file lainnya. BBM juga dapat digunakan untuk mengupdate status dan foto profil atau yang biasa disebut display picture, sehingga orang lain yang ada dalam kontak BBM dapat mengenal dan mengetahui keadaan kita dengan baik. Ada begitu banyak media sosial yang pupuler, tetapi tidak semuanya lazim digunakan oleh anak. Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan oleh peneliti, media sosial yang biasanya dipakai oleh anak-anak khususnya anak-anak Sekolah Dasar antara lain BBM, WhatsApp, Line, Instagram, Facebook, dan Twitter.

C. Tinjauan Tentang Peer Acceptance

1. Pengertian Peer Acceptance (Penerimaan Teman Sebaya)

Chaplin (1999:14) berpendapat bahwa penerimaan merupakan pengakuan ataupun penghargaan terhadap nilai-nilai individu yang ditandai dengan sikap positif dan tidak menolak. Harry Stack Sullivan (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2004:101) menjelaskan jika individu diterima dan disenangi oleh orang lain karena keadaan dirinya, maka


(50)

35

seseorang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya sehingga akan lebih mudah diterima dan menyesuaikan diri dengan kelompok.

Menurut Brenk (1995: 651) penerimaan kelompok sebaya berkaitan dengan penerimaan sosial yang merupakan kemampuan penerimaan seorang anak sehingga anak dihormati oleh anggota kelompok yang lainnya sebagai partner sosial yang berguna. Kemampuan ini meliputi kemampuan anak untuk menerima orang lain. Menurut Hurlock (1978:293), penerimaan sosial adalah dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota.

Sementara itu Santrock (2007:205) mendefinisikan sebaya sebagai orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Conny R Semiawan (1998:162) menyatakan bahwa dalam kelompok teman sebaya, anak akan menemukan orang yang memiliki kesamaan minat, harapan, dan pola pikir. Anak akan mendapat kepuasan dan kesenangan yang tidak bisa didapat dari orangtua atau orang dewasa.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan teman sebaya merupakan dipilihnya seorang anak sebagai teman untuk suatu aktifitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Penerimaan biasanya ditandai dengan sifat-sifat positif yaitu pengakuan atau penghargaan. Setiap anak yang diterima oleh kelompok sebaya memiliki suatu kesamaan dengan kelompok tersebut. Kesamaan tersebut dapat berupa usia, kesamaan minat, kepribadian dan sebagainya.


(51)

36 2. Fungsi Teman Sebaya

Hubungan antar teman sebaya sangat penting bagi perkembangan sosial anak-anak khususnya anak usia Sekolah Dasar. Tidak dapat dipungkiri bahwa teman sebaya akan mempengaruhi pola perilaku anak. Apabila anak memiliki teman sebaya yang mampu membawa anak ke arah pergaulan positif, maka anak juga akan terangsang mengikuti teman sebayanya untuk berperilaku positif. Sebaliknya, bila teman sebaya yang dimiliki anak cenderung membawa anak ke arah pergaulan yang negatif, maka anak juga kemungkinan besar akan berperilaku negatif seperti teman sebayanya.

Ormrod (2009:109-111) mengemukakan bahwa teman sebaya memegang peran penting dalam perkembangan pribadi dan sosial anak. Teman sebaya akan berperan sebagai agen sosialisasi yang membantu anak membentuk perilaku dan keyakinan, serta akan menawarkan gagasan dan perspektif-perspektif baru. Pada masa anak-anak, teman sebaya juga dianggap sebagai sumber hiburan, tetapi seiring pertambahan usia, anak-anak akan mendapati teman sebaya sebagai sumber rasa nyaman, dan aman.

Mc. Devitt dan Ormrod (2013: 608-609) mengemukakan beberapa fungsi dari hubungan teman sebaya sebagai berikut.

a. Teman sebaya memberikan dukungan emosional. Kehadiran teman yang akrab akan membantu anak santai dalam lingkungan barunya dan menanggulangi agresi ringan.


(52)

37

b. Teman sebaya berfungsi sebagai mitra untuk berlatih keterampilan sosial.

c. Teman sebaya bersosialisasi satu sama lain.

d. Teman sebaya memberikan kontribusi untuk merasakan identitas, berkumpul dengan teman sebaya akan membantu anak memutuskan siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka nanti.

e. Teman sebaya saling membantu satu sama lain untuk mempertimbangkan kehidupan mereka. Selama percakapan sehari-hari, anak-anak berbagi ide yang membantu satu sama lain dalam menafsirkan peristiwa yang membingungkan dan meresahkan.

f. Teman sebaya mencapai cara yang umum dalam memandang dunia. Sebagai hasil dari interaksi mereka dari waktu ke waktu, anak-anak datang untuk berbagi pandangan tentang dunia.

Desmita (2009:227) berpendapat bahwa salah satu karakteristik dari pola hubungan anak dengan teman sebaya adalah munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan atau biasa disebut persahabatan. Santrock (dalam Desmita, 2009:228), menyebutkan enam fungsi penting dari persahabatan, yaitu:

a. Sebagai kawan (companionship), persahabatan memberikan anak seorang teman yang akrab. Teman yang bersedia meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan bersama.

b. Sebagai pendorong (stimulation), persahabatan memeberikan kepada anak informasi-informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.


(53)

38

c. Sebagai dukungan fisik (physical support), persahabatan memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan.

d. Sebagai dukungan (ego support), persahabatan menyediakan harapan dan dukungan. Dorongan yang dapat membantu anak mempertahankan kesan atas dirinya sebagai individu yang mampu, menarik, dan berharga.

e. Sebagai perbandingan sosial (social comparison), persahabatan menyediakan informasi tentang cara berhubungan dengan orang lain. f. Sebagai pemberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection),

persahabatan memberi anak-anak suatu hubungan yang hangat, erat, saling mempercayai dengan anak lain yang berkaitan dengan pengungkapan diri sendiri.

Berdasarkan hal yang sudah dijabarkan di atas dapat diketahui bahwa teman sebaya memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan anak. Tidak hanya menjadi teman sepermainan, tetapi juga mengajarkan bagaimana berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain serta memperluas cakrawala pengalaman, sehingga anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih kompleks.

3. Kategori Penerimaan Teman Sebaya (Peer Acceptance)

Hurlock (1978:294) merumuskan kategori penerimaan sosial dalam enam tingkatan yang akan diuraikan sebagai berikut.


(54)

39 a. Star

Star dianggap sebagai sahabat karib oleh semua anggota kelompok. Walaupun begitu, “star” tidak banyak membalas uluran persahabatan ini. Setiap orang mengagumi “star” karena adanya beberapa sifat yang menonjol. Hanya sedikit sekali yang termasuk dalam kategori ini.

b. Accepted

Anak yang “accepted” disukai oleh sebagian besar anggota kelompok. Statusnya kurang terjamin dibandingkan dengan status “star” dan dia dapat kehilangan status tersebut bila dia terus-menerus melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan anggota kelompok.

c. Climber

Climber” diterima dalam suatu kelompok, tetapi ingin memperoleh penerimaan dalam kelompok yang secara sosial lebih disukai. Posisinya genting karena dia mudah kehilangan penerimaan yang telah diperolehnya dalam kelompok semula dan mudah mengalami kegagalan untuk memperoleh penerimaan dalam kelompok yang baru bila dia melakukan atau mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan anggota kelompok tersebut.

d. Fringer

“Fringer” adalah orang yang terletak pada garis batas penerimaan. Fringer berada di dalam posisi yang genting karena bisa


(55)

40

kehilangan penerimaan yang diperoleh melalui tindakan atau ucapan tentang sesuatu yang dapat menyebabkan kelompok berbalik menentang dia.

e. Neglectee

“Neglectee” adalah orang yang tidak disukai tetapi juga tidak dibenci. Dia diabaikan karena dia pemalu, pendiam, dan tidak termasuk dalam kategori tertentu. Dia hampir tidak dapat memberikan apa-apa, sehingga anggota kelompok mengabaikannya. f. Isolate

Isolate” tidak mempunyai sahabat di antara teman sebayanya. Ada dua jenis “isolate” yaitu voluntary isolate dan ivoluntary isolate. “Voluntary isolate” merupakan anak yang menarik diri dari kelompok karena kurang memiliki minat untuk menjadi anggota atau untuk mengikuti aktivitas kelompok. “Ivoluntary isolate” merupakan anak yang ditolak oleh kelompok meskipun dia ingin menjadi anggota kelompok tersebut.

Sementara itu, Rubin dkk.(2005:485) menggolongkan anak ke dalam lima kategori berikut.

1. Popular merupakan anak yang banyak disukai dan sedikit dibenci. 2. Controversial merupakan anak yang banyak disukai dan banyak tidak

disukai.


(56)

41

4. Neglected merupakan anak yang sedikit disukai dan sedikit tidak disukai.

5. Average merupakan golongan anak yang banyak disukai seperti popular, hanya saja anak yang menyukainya tidak sebanyak anak yang menyukai anak popular.

Dari uraian penjelasan mengenai kategori penerimaan sosial di atas, maka dapat diketahui bahwa di dalam kelompok teman sebaya, anak dibagi ke dalam kategori penerimaan sosial. Kategori yang disampaikan dua ahli di atas sedikit berbeda, tetapi keseluruhan intinya hampir sama yakni di dalam ketegori penerimaan teman sebaya terdapat anak yang paling diterima oleh kelompok yang disebut star/popular, tetapi juga terdapat anak yang tidak disukai atau ditolak oleh kelompok teman sebaya.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peer Acceptance (Penerimaan Kelompok Teman Sebaya)

Menurut Andi Mappiare (1982:170-171) hal-hal pribadi yang membuat individu diterima kelompok teman sebaya adalah sebagai berikut.

a. Penampilan dan perbuatan yang meliputi tampang baik atau paling tidak, rapi serta aktif dalam urusan kelompok.

b. Kemampuan pikir antara lain mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya


(57)

42

c. Sikap, sifat dan perasaan antara lain bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya, suka menyumbang pengetahuan pada orang lain terutama anggota kelompok yang bersangkutan.

d. Pribadi yang jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial.

e. Aspek lain meliputi pemurah, suka bekerja sama dan membantu anggota kelompok.

Sementara itu, Hurlock (1989:95) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kondisi yang menunjukkan bahwa seorang remaja diterima oleh kelompok sebayanya. Kondisi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Mudah mendapatkan teman dan terbuka, serta mampu berbagi pengalaman dengan sesama teman.

b. Memiliki rasa empati yaitu mampu ikut merasakan penderitaan orang lain.

c. Memiliki partisipasi sosial yang aktif, aktif dalam kegiatan baik di kelas maupun di sekolah.


(58)

43

d. Mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain seperti mendapat perhatian, kasih sayang, memiliki hubungan yang hangat dan dekat dengan teman-teman sebaya.

e. Ditempatkan pada posisi yang bagus dan terhormat, selalu diajak dan terlibat dalam berbagai aktivitas kelompok, sering dimintai saran oleh teman karena memiliki sikap simpati, dapat dipercaya, dan berwibawa.

Apabila seorang remaja mengalami kondisi seperti yang dijelaskan di atas, maka besar kemungkinan bahwa remaja tersebut diterima dalam kelompok teman sebaya. Kondisi-kondisi yang telah dijelaskan di atas, akan digunakan oleh peneliti untuk acuan membuat indikator penelitian karena dianggap sudah mewakili aspek yang akan diteliti.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian Kurnia Fatma Saputri tahun 2015 tentang “pengaruh penggunaan aplikasi jejaring sosial terhadap kecerdasan sosial siswa kelas tinggi SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai thitung sebesar -2,758 dengan signifikansi 0,007<0,05, maka hipotesis diterima, yang berarti bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan intensitas penggunaan jejaring sosial terhadap kecerdasan sosial siswa kelas tinggi SD Negeri Gedongkiwo Yogyakarta.

Hasil penelitian Yulia Herawaty tahun 2015 tentang “hubungan antara penerimaan teman sebaya dengan kebagahagiaan pada remaja”. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi sebesar 0,378 dan p = 0,000 (p < 0,01)


(59)

44

yang artinya terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara penerimaan teman sebaya dengan kebahagaiaan pada remaja. Jadi semakin tinggi penerimaan teman sebaya maka kebahagiaan pada remaja akan semakin meningkat.

E. Kerangka Berpikir

Hurlock (1978:293) menjelaskan penerimaan sosial adalah dipilih sebagai teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa penerimaan teman sebaya (peer acceptance) merupakan dipilihnya seseorang sebagai teman dalam melakukan berbagai aktivitas kelompok. Hurlock (1989:75) menjelaskan bahwa seorang remaja yang diterima dalam pergaulan teman sebaya memiliki memiliki ciri-ciri yaitu:

1. Mudah mendapatkan teman dan terbuka, serta mampu berbagi pengalaman dengan sesama teman.

2. Memiliki rasa empati.

3. Memiliki partisipasi sosial yang aktif.

4. Mendapatkan perlakuan yang baik dari orang lain seperti mendapat perhatian, kasih sayang, memiliki hubungan yang hangat dan dekat dengan teman-teman sebaya.

5. Ditempatkan pada posisi yang bagus dan terhormat, selalu diajak dan terlibat dalam berbagai aktivitas kelompok, sering dimintai saran oleh teman karena memiliki sikap simpati, dapat dipercaya, dan berwibawa.


(60)

45

Andi Mappiare (1982:171) menyebutkan salah satu faktor yang membuat anak diterima oleh kelompok teman sebayanya yaitu anak tersebut mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial. Media sosial sendiri merupakan trend yang tengah berkembang di masyarakat, sehingga secara tidak langsung anak-anak juga terkena dampak dari trend media sosial ini. Anak-anak yang memiliki dan menggunakan media sosial merupakan bentuk dari penyesuaian diri anak dengan perkembangan zaman. Anak tidak mau dianggap kuno atau ketinggalan zaman oleh teman-temannya.

Berdasarkan pengamatan peneliti, anak yang tidak menggunakan media sosial akan dikucilkan teman. Anak yang semakin sering menggunakan media sosial akan dikenal sebagai anak yang eksis. Yesemia (2011:18) mendefinisikan eksis berarti menjadi terkenal/popular, diperhatikan dan disukai banyak orang, serta mudah bergaul dengan banyak orang. Hal ini berarti semakin seorang anak eksis di media sosial, maka anak tersebut akan semakin popular, menjadi perhatian diantara teman-temannya, serta mudah dalam menjalin pergaulan. Seseoreang dapat dikatakan menggunakan media sosial dalam intensitas yang tinggi jika memenuhi aspek yang dinyatakan oleh Griffiths (2000:211) yaitu salience, mood modification, tolerance, withdrawal symptoms, conflict, dan relapse.

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa intensitas penggunaan media sosial akan dapat berpengaruh terhadap peer acceptance (penerimaan teman sebaya) pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini berkaitan dengan dua variabel, dimana dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh


(61)

46

variabel intensitas penggunaan media sosial yang disimbolkan dalam (x) terhadap peer acceptance (penerimaan teman sebaya) yang disimbolkan dalam (Y) yang dirumuskan dengan bagan paradigma penelitian sebagai berikut.

Gambar 2. Kerangka Berfikir

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah intensitas penggunaan media sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap peer acceptance siswa kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta.

X

Intensitas Penggunaan Media Sosial

Y

Peer Acceptance (Penerimaan Teman


(62)

47 BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, karena peneliti bermaksud mencari tahu seberapa besar pengaruh yang diberikan oleh intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance (penerimaan teman sebaya) di kelas V SD se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta. Data penelitian yang nantinya diperoleh berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan statistik.

Hal ini sejalan dengan pengertian penelitian kuantitatif yang didefinisikan oleh Margono (dalam Deni Darmawan, 2014:37) yaitu suatu proses menemukan pengetahuan menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin ketahui. Peneltian ini termasuk penelitian non eksperimen. Hal ini dikarenakan peneliti tidak memberikan perlakuan khusus apapun pada salah satu variabel dan peneliti hanya mendeskripsikan variabel.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian Expose Facto karena pada penelitian ini, peneliti tidak mempunyai kontrol langsung terhadap variabel bebas. Ketidakmampuan peneliti melakukan kontrol dikarenakan manifestasi fenomena telah terjadi dan fenomena sulit dimanipulasikan. Fenomena yang dimaksud disini adalah media sosial (variabel bebas), dimana penggunaan media sosial adalah fenomena yang ada di masyarakat.


(63)

48

Menurut Sukardi (2012:165) penelitian expose facto adalah penelitian yang digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneltiti, dimana peneliti mencari hubungan dan tingkat hubungan antara variabel bebas (X) “intensitas penggunaan media sosial” dan variabel terikat (Y) “peer acceptance (penerimaan teman sebaya)”.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Tempat yang telah digunakan untuk penelitian adalah SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dengan subjek penelitian siswa kelas V Tahun Ajaran 2015/2016. Peneliti memilih dan menetapkan lokasi penelitian ini berdasarkan beberapa pertimbangan berikut.

a. Peneliti sudah melakukan observasi dan juga wawancara langsung dengan siswa terkait kepemilikan media sosial. Hasil dari wawancara langsung tersebut adalah dari 10 anak yang peneliti tanya tentang media sosial yang siswa miliki, 7 anak diantaranya memiliki media sosial Facebook, Twitter, BBM, Line, WhatsApp, dan Instagram. b. Tersedianya sumber-sumber data pendukung untuk dilakukannya

penelitian tentang pengaruh intensitas penggunaan media sosial terhadap peer acceptance.

c. Pertimbangan waktu, biaya, dan tenaga dengan lokasi sekolah yang mudah dijangkau oleh peneliti.


(64)

49 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 27 Januari 2016 sampai 3 Februari 2016.

D. Definisi Operasional Variabel

1. Intensitas penggunaan media sosial adalah frekuensi dan durasi dalam pemakaian media sosial untuk menjalin hubungan dengan orang lain di dunia maya, menyampaikan pesan, mengakses blog atau situs-situs seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya serta untuk melakukan diskusi, kerja sama dan berbagi ide di forum-forum maya dengan menggunakan teknologi berbasis web.

2. Peer acceptance atau penerimaan teman sebaya adalah dipilihnya seorang anak sebagai teman untuk suatu aktifitas dalam kelompok dimana seseorang menjadi anggota. Penerimaan biasanya ditandai dengan sifat-sifat positif yaitu pengakuan atau penghargaan.

E. Variabel Penelitian

Sugiyono (2013:61) mendefinisikan variabel penelitian sebagai suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Adapun dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensitas penggunaan media sosial, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah peer acceptance (penerimaan teman sebaya).


(65)

50 F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Soenarto (dalam Purwanto, 2007:241) mengemukakan bahwa populasi adalah suatu kelompok manusia, rumah, binatang, dan sebagainya yang paling sedikit mempunyai ciri atau karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SDN se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta dengan data sebagai berikut.

Tabel.1 Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Se-gugus 3 Gondokusuman, Yogyakarta

No Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SD Negeri Baciro 44

2. SD Negeri Serayu 95

3. SD Muhammadiyah Gendeng 23

4. SD Juara 25

5. SD Kanisius Baciro 25

6. SD Kanisius Gayam 38

Jumlah Populasi 250

Dikarenakan aturan dari Yayasan Kanisius bahwa untuk semester genap, SD yang ada di bawah naungan yayasan tersebut tidak diperbolehkan untuk dipakai penelitian dan observasi, maka untuk SD Kanisius Baciro dan SD Kanisius Gayam tidak diikutsertakan dalam pengambilan data penelitian.

2. Sampel

Soenarto (dalam Purwanto, 2007:242) mendefinisikan sampel sebagai suatu bagian yang dipilih dengan cara tertentu untuk mewakili keseluruhan kelompok populasi. Jumlah anggota sampel dalam penelitian


(66)

51

ini dihitung menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Issac dan Michael (Sukardi, 2012:55), yaitu:

� = 2 � − 1 +2. �. � 1 − �2 � 1 − �

Keterangan:

S = Jumlah anggota sampel. N = Jumlah populasi akses.

P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan tabel. Harga ini diambil P = 0,50. d = Derajat ketepatan yang direfleksikan oleh

kesalahan yang dapat ditoleransi dalam fluktuasi sampel P, d umumnya diambil 0,05.

X2 = Nilai tabel chisquare untuk satu derajat kebebasan relatif level konfiden yang diinginkan. X2 = 3,841

tingkat kepercayaan 0,95.

Hasil penghitungan jumlah anggota sampel dari jumlah anggota populasi siswa dengan error sampling 5% diperoleh jumlah anggota sampel sebanyak 146. Pengambilan anggota sampel menggunakan teknik cluster sampling (area sampling). Peneliti menggunakan teknik ini karena penentuan populasi dan sampel didasarkan atas wilayah yang ada di gugus 3 Kecamatan Gondokusuman. Adapun siswa yang akan digunakan sebagai sampel adalah sebagai berikut.

Tabel.2 Daftar Sampel Siswa Kelas V SD Se-gugus 3 Gondokusuman, Yogyakarta

No Nama Sekolah Jumlah Siswa

1. SD Negeri Baciro 35

2. SD Negeri Serayu 71

3. SD Muhammadiyah Gendeng 20

4. SD Juara 20


(67)

52 G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala intensitas penggunaan media sosial dan skala peer acceptance (penerimaan teman sebaya) yang tertutup dan langsung,. Skala tertutup karena responden hanya memilih jawaban yang sudah disediakan oleh peneliti. Skala langsung karena responden menjawab langsung mengenai dirinya.

H. Instrumen Penelitian

Menurut Purwanto (2007:183), instrumen merupakan alat bantu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan pengukuran. Penyusunan skala intensitas penggunaan media sosial dan skala peer acceptance (penerimaan teman sebaya) pada penelitian ini terdiri dari beberapa langkah yaitu sebagai berikut.

1. Persiapan

Persiapan penelitian meliputi perumusan tujuan instrumen, indikator, dan kisi-kisi.

a. Tujuan

Tujuan instrumen skala adalah untuk memperoleh data tentang intensitas penggunaan media sosial dan peer acceptance (penerimaan teman sebaya) siswa kelas V SD se-gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta.

b. Aspek/komponen intensitas penggunaan media sosial dan peer acceptance (penerimaan teman sebaya).


(68)

53

1) Aspek intensitas penggunaan media sosial dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Mendominasi.

b) Perubahaan suasana hati. c) Daya tahan.

d) Gejala penarikan. e) Konflik.

f) Pengulangan.

2) Aspek peer acceptance (penerimaan teman sebaya) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Mudah bergaul dan dan terbuka. b) Rasa empati.

c) Partisipasi sosial.

d) Mendapatkan perlakuan yang baik.

e) Ditempatkan pada posisi yang bagus dan selalu diajak dalam berbagai aktivitas kelompok.

c. Penyekoran

Pemberian skor dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Responden dianjurkan memilih satu jawaban dari empat pilihan jawaban dengan memberikan tanda centang (√). Pemberian skor pada setiap pilihan jawaban menggunakan pedoman berikut.


(69)

54

Tabel. 3 Pedoman pemberian skor instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial dan Peer Acceptance (Penerimaan Teman Sebaya)

Pilihan Jawaban Skor Pernyataan (+) Skor Pernyataan (-)

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-Kadang 2 3

Tidak Pernah 1 4

Pada soal yang bernilai positif, jika siswa memilih jawaban selaluskor 4, sering skor 3, kadang-kadang skor 2, dan tidak pernah skor 1. Sebaliknya pada soal yang bernilai negatif, jika siswa menjawab selalu skor 1, sering skor 2, kadang-kadang skor 3, dan tidak pernah skor 4.

d. Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Kisi-kisi Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial Siswa

Kelas V SD Se-Gugus 3 Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta Tabel.4 Kisi-kisi Instrumen Intensitas Penggunaan Media Sosial

Variabel Aspek Indikator Butir Soal Positif/ Negatif Intensitas Penggunaan Media Sosial

1.Mendominasi a. Mengakses media sosial menjadi

keharusan bagi siswa. b. Media sosial

mendominasi pikiran siswa.

c. Media sosial

mendominasi perilaku siswa.

d. Media sosial mendominasi perasaan siswa. e. Siswa terus-menerus

memikirkan cara 1,2 3 4 5 6 + - + + +


(70)

55

untuk mengakses media sosial. f. Siswa memiliki

kebutuhan untuk selalu berkomunikasi melalui situs media sosial.

7 -

2. Perubahan Suasana Hati

a. Siswa merasa senang saat mengakses media sosial.

b. Siswa memanfaatkan media sosial untuk melupakan masalah. c. Siswa merasa senang

ketika mengakses media sosial dan membuat siswa ingin terus mengakses. 8,9, 10 11,12 13,14 + + + 3. Daya Tahan

a. Terjadi peningkatan mengakses situs media sosial secara progresif

b. Siswa merasa senang ketika dapat menambah intensitas penggunaan media sosial.

c. Siswa tidak mampu mengatur waktu dalam mengakses situs media sosial.

15,16 17,18 19,20 + + + 4. Gejala Penarikan

a. Siswa cemas ketika tidak dapat mengakses media sosial.

b. Siswa menjadi mudah emosi ketika tidak dapat mengakses media sosial.

c. Siswa mengisolasi diri ketika tidak dapat mengakses media sosial. 21,22 23,24 25,26 + + +

5. Konflik a. Adanya konflik dengan teman karena


(1)

(2)

123

Lampiran 23. Contoh Hasil Siswa Mengerjakan Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial dan Peer Acceptance.


(3)

(4)

(5)

(6)