Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari hasil belajar dan keaktifan belajar matematika siswa kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada materi keliling dan luas lingkaran.

(1)

ABSTRAK

Desy Ika Savittri. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari keaktifan belajar siswa (2) efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari hasil belajar siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental semu. Populasi dari penelitian ini adalah 92 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Yogyakarta dan 61 diantaranya adalah sampel. Instrumen pada penelitian ini meliputi lembar observasi keaktifan belajar dan tes hasil belajar siswa. Validitas isi diperoleh melalui uji pakar yaitu dosen pembimbing dan guru mata pelajaran. Reliabilitas tes hasil belajar sebesar 0,85.

Hasil dari penelitian ini yaitu (1) persentase keaktifan siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing adalah 21,43% dan 28,57%, sedangkan pada pembelajaran konvensional masing-masing adalah 17,24% dan 13,79%. Dari uji independent sample t test dengan taraf signifikasi sebesar 5% diperoleh nilai Sig. (1-tailed) yaitu 0,000 sehingga H0 ditolak. (2) persentase hasil belajar siswa pada pembelajaran kooperatif STAD yaitu 96,77%, dan 89,65% pada pembelajaran konvensional yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM). Dari uji independent sample t test dengan taraf signifikasi sebesar 5% diperoleh nilai Sig. (1-tailed) yaitu 0,010 sehingga H0 ditolak. Ditinjau dari hasil belajar dan keaktifan belajar siswa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatiftipe STAD sudah efektif dibandingkan pembelajaran matematika secara konvensional.


(2)

ABSTRACT

Desy Ika Savittri. 2016. Effectiveness of Cooperative Learning Model Teams- Student Achievement Divisions (STAD) Judging from the Learning Outcomes and the activeness in Mathematics from 8th Grade class C Junior High School 2 Yogyakarta on Circumference Matter and Area of a Circle. Thesis. Mathematics Education. Department of Mathematics and Science Teaching and Education of Scince Factulty. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aimed to describe : (1) the effectiveness of learning mathematics using cooperative learning model Teams- student Achievement Divisions (STAD) with subjectof the circumference and area of a circleon student activities. (2) the effectiveness of learning mathematics using cooperative learning model Teams- student Achievement Divisions (STAD) with subject of the circumference and area of a circleon learning result.

The research method used was quasi-experimental. The population of this study were 93 students of the 8th grade students of Junior High School 2 Yogyakarta and 63 of them were the samples. Instruments in this study include observation of the student activity sheet and test result of student learnings. Obtained through the content validity of the test, namely experts as such lecturers and subjects teachers.Reabilitas of the test result on learning was 0.85.

The results of research were (1) the percentageof student activities in STAD cooperative learning in high and very high category were 21,43%and28,57%, and in the convensional learning were 17,24% and 13,79%. Test of independent sample t test with significance level of 5% obtained by the Sig. (1-tailed) were 0,000 therefore H0 was rejected. (2) the percentage of student learning outcomes in STAD cooperative learning was 96.77%, and 89,65% in the conventional learning that meets the minimum completeness criteria (KKM). Test of independent sample t test with significance level of 5% obtained by the Sig. (1-tailed) were 0,010 therefore H0 was rejected. Drawing from the results of learning and students learning activeness,it could be concluded that the study of mathematics usedone of the cooperative learning STADwas more effective than conventional mathematics learning.


(3)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII-C SMP NEGERI 2 YOGYAKARTA PADA MATERI

KELILING DAN LUAS LINGKARAN Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Matematika

Disusun Oleh : Desy Ika Savittri NIM : 111414096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DITINJAU DARI HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII-C SMP NEGERI 2 YOGYAKARTA PADA MATERI

KELILING DAN LUAS LINGKARAN Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Pendidikan Matematika

Disusun Oleh : Desy Ika Savittri NIM : 111414096

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO

Dalam hidup jangan hanya melihat keatas karena diatas langit masih ada

langit hendaklah kamu senantiasa melihat kebawah karena kamu akan

menyadari bagaimana rasanya bersyukur selalu

Karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Ayahanda tercinta Kornelius Sulatna dan Ibunda tercinta Korentina Ismiyati,

Adekku tersayang Dwiky Mahardika ,

Bowo Titinegoro dan Mentari serta Sahabat-sahabatku,


(8)

(9)

(10)

vii

ABSTRAK

Desy Ika Savittri. 2016. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) Ditinjau dari Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan : (1) efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari keaktifan belajar siswa (2) efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari hasil belajar siswa.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental semu. Populasi dari penelitian ini adalah 92 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Yogyakarta dan 61 diantaranya adalah sampel. Instrumen pada penelitian ini meliputi lembar observasi keaktifan belajar dan tes hasil belajar siswa. Validitas isi diperoleh melalui uji pakar yaitu dosen pembimbing dan guru mata pelajaran. Reliabilitas tes hasil belajar sebesar 0,85.

Hasil dari penelitian ini yaitu (1) persentase keaktifan siswa pada pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kategori tinggi dan sangat tinggi masing-masing adalah 21,43% dan 28,57%, sedangkan pada pembelajaran konvensional masing-masing adalah 17,24% dan 13,79%. Dari uji independent sample t test dengan taraf signifikasi sebesar 5% diperoleh nilai Sig. (1-tailed) yaitu 0,000 sehingga H0 ditolak. (2) persentase hasil belajar siswa pada pembelajaran kooperatif STAD yaitu 96,77%, dan 89,65% pada pembelajaran konvensional yang sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimum (KKM). Dari uji independent sample t test dengan taraf signifikasi sebesar 5% diperoleh nilai Sig. (1-tailed) yaitu 0,010 sehingga H0 ditolak. Ditinjau dari hasil belajar dan keaktifan belajar siswa dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan pembelajaran kooperatiftipe STAD sudah efektif dibandingkan pembelajaran matematika secara konvensional.


(11)

viii

ABSTRACT

Desy Ika Savittri. 2016. Effectiveness of Cooperative Learning Model Teams- Student Achievement Divisions (STAD) Judging from the Learning Outcomes and the activeness in Mathematics from 8th Grade class C Junior High School 2 Yogyakarta on Circumference Matter and Area of a Circle. Thesis. Mathematics Education. Department of Mathematics and Science Teaching and Education of Scince Factulty. Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This study aimed to describe : (1) the effectiveness of learning mathematics using cooperative learning model Teams- student Achievement Divisions (STAD) with subjectof the circumference and area of a circleon student activities. (2) the effectiveness of learning mathematics using cooperative learning model Teams- student Achievement Divisions (STAD) with subject of the circumference and area of a circleon learning result.

The research method used was quasi-experimental. The population of this study were 93 students of the 8th grade students of Junior High School 2 Yogyakarta and 63 of them were the samples. Instruments in this study include observation of the student activity sheet and test result of student learnings. Obtained through the content validity of the test, namely experts as such lecturers and subjects teachers.Reabilitas of the test result on learning was 0.85.

The results of research were (1) the percentageof student activities in STAD cooperative learning in high and very high category were 21,43%and28,57%, and in the convensional learning were 17,24% and 13,79%. Test of independent sample t test with significance level of 5% obtained by the Sig. (1-tailed) were 0,000 therefore H0 was rejected. (2) the percentage of student learning outcomes in STAD cooperative learning was 96.77%, and 89,65% in the conventional learning that meets the minimum completeness criteria (KKM). Test of independent sample t test with significance level of 5% obtained by the Sig. (1-tailed) were 0,010 therefore H0 was rejected. Drawing from the results of learning and students learning activeness,it could be concluded that the study of mathematics usedone of the cooperative learning STADwas more effective than conventional mathematics learning.


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Bapa di surga yang telah melimpahkan kasih dan karuniannya sehingga dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams- Achievement Divisions (Stad) Ditinjau dari Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran”.

Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, sehingga penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi dengan sabar dan waktu yang telah diberikan serta segala arahan dan masukan yang sangat membantu peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Haniek Sri Pratini, M.Pd. dan Bapak Febi Sanjaya, M.Sc. sebagai dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 4. Bapak Dr. Hongki Julie, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika.

5. Segenap dosen pendidikan matematika dan staf sekretariat JPMIPA yang telah banyak membantu saya selama saya kuliah di Sanata Dharma.

6. Bapak Drs. Emed Heryana selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian kepada saya.

7. Ibu Budi Lestari, S.Pd. selaku guru matematika yang telah memberikan waktu, dukungan, dan masukan kepada saya sehingga saya dapat melaksanakan penelitian dengan baik.

8. Siswa SMP Negeri 2 Yogyakarta khususnya siswa kelas VIII C dan VIII B atas segala kerjasamanya selama penelitian berlangsung.

9. Ayahanda Sulatna serta Ibunda Ismiyati yang senantiasa memberikan dukungan dan doa kepada saya.


(13)

x

10. Adekku Dwiky Mahardhika yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada saya.

11. Bowo Titinegoro dan Mentari yang selalu menemani saya selama ini dan atas segala dukungan, doa, dan kesabaran yang selalu diberikan kepada saya. 12. Keluarga besar saya khususnya kakak-kakak dan adek-adek sepupu saya,

mbak Rina, mbak Tita, mbak Yayan, mbak Efi, mbak Ema, mbak Sulis, mbak Dwik, mbak Ita dek Nova, dek Lia, dek Litha, dan dek Via atas segala dukungan dan doanya.

13. Sahabat – sahabat saya yaitu, Ima, Eliz, Monik, Ade, Iva, Lidia, Arlin, Septi, Retna dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

14. Teman-teman pendidikan matematika angkatan 2011 atas segala yang pernah dilalui selama proses perkuliahan.

Penulis berharap semoga apa yang telah penulis paparkan dalam skripsi ini dapat berguna. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan masukan, kritik, ataupun saran untuk lebih baiknya skripsi ini.

Yogyakarta, 26 Februari 2016 Peneliti


(14)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN DAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Batasan Istilah ... 9

G. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori ... 12

1. Pengertian Belajar ... 12


(15)

xii

b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa ... 15

c. Hakekat Belajar ... 20

2. Keaktifan Peserta Didik ... 21

3. Prestasi dan Hasil Belajar ... 23

a. Definisi Hasil Belajar ... 24

b. Indikator – Indikator Hasil Belajar ... 25

c. Faktor – Faktor yang Mempenaruhi Prestasi Belajar ... 27

4. Model Pembelajaran Kooperatif ... 32

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 32

b. Jenis – Jenis Model Pembelajaran Kooperatif ... 36

5. STAD (Student Team-Achivement Division) ... 40

a. Pengertian STAD ... 40

b. Penggunaan STAD ... 41

c. Penghargaan Kelompok ... 42

d. Lima Komponen Utama dalam Model STAD ... 42

6. Lingkaran ... 44

a. Unsur – Unsur Pada Lingkaran ... 44

b. Bagian – Bagian Pada Lingkaran ... 45

c. Keliling lingkaran ... 45

d. Luas Bidang Lingkaran ... 46

B. Kerangka Berfikir ... 46

C. Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 49

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

C. Populasi dan Sampel ... 49

D. Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 50

E.Instrumen Penelitian ... 51

1. Instrumen Pembelajaran ... 51

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 51


(16)

xiii

2. Instrument Observasi Keaktifan Siswa ... 52

3. Instrument Hasil Belajar ... 53

a. Lembar Tes ... 53

F. Teknik Penumpulan Data ... 56

1. Observasi atau Pengamatan ... 56

a. Observasi Keaktifan Siswa ... 56

2. Tes ... 57

G. Validitas dan Reliabilitas ... 57

1. Validitas ... 57

a. Validitas Isi ... 57

b. Validitas Butir Soal ... 58

2. Reliabilitas ... 58

3. Uji Coba Instrument ... 59

a. Uji Validitas ... 59

b. Uji Reliabilitas ... 60

H. Metode Analisis Data ... 60

1. Kelayakan Analisis ... 60

2. Analisis Data Keaktifan Siswa ... 61

a. Uji Normalitas ... 62

b. Uji Homogenitas Variansi ... 62

c. Uji Perbedaan Rata-Rata ... 63

3. Analisis Data Hasil Belajar ... 64

a. Uji Normalitas ... 65

b. Uji Homogenitas Variansi ... 66

c. Uji Perbedaan Rata-Rata ... 66

I. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 67

1. Perencanaan ... 68

2. Pelaksanaan dan Pengamatan ... 68

3. Pengolahan Data ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN66 A. Kelayakan Analisis ... 69


(17)

xiv

B. Deskripsi Data ... 70

1. Metode Pembelajaran ... 70

2. Keaktifan Belajar Siswa ... 68

3. Hasil Belajar Siswa ... 76

C. Inferensi ... 81

D. Pembahasan hasil penelitian ... 91

E. Keterbatasan peneliti ... 93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 95

B. Saran ... 85


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian – Bagian Lingkaran (a) ... 45

Gambar 2.2 Bagian – Bagian Lingkaran (b) ... 45

Gambar 2.3 Jari – Jari dan Diameter Lingkaran ... 45

Gambar 3.1 Lembar Pengamatan Keaktifan Belajar Siswa ... 52

Gambar 4.1 Histogram Keaktifan Belajar (n=28) ... 74

Gambar 4.2 Histogram Keaktifan Belajar (n=29) ... 75

Gambar 4.3 Histogram Hasil Belajar (n=31) ... 79


(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pedoman Menentukan Nilai Perkembangan ... 42

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Soal Pre-Test ... 54

Tabel 3.2 Kisi – Kisi Soal Post-Test ... 55

Tabel 3.3 Uji Validitas Tes Hasil Belajar ... 59

Tabel 4.1 Data Mentah Hasil Pengamatan Kekatifan Belajar Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif (n=28) ... 71

Tabel 4.2 Data Mentah Hasil Pengamatan Keaktifan Belajar Siswa Menggunakan Pembelajaran Konvensional (n=31) ... 62

Table 4.3 Frekuensi Keaktifa Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif 74 Table 4.4 Frekuensi Keaktifan Belajar Siswa Menggunakan Pembelajaran Konvensional ... 75

Table 4.5 Data Mentah Skor Hasil Post-Test Menggunakan Pembelajaran Kooperatif ... 76

Table 4.6 Data Mentah Skor Hasil Post-Test Siswa Menggunakan Pembelajaran Konvensional ... 77

Table 4.7 Frekuensi Data Hasil Belajar (Post-Test) Siswa Menggunakan Pembelajaran Kooperatif ... 79

Table 4.8 Frekuensi Data Hasil Belajar (Post-Test) Siswa Menggunakan Pembelajaran Konvensional ... 80

Tabel 4.9 Tests of normality keaktifan kelas VIII C ... 81

Tabel 4.10 Tests of normality keaktifankelas VIII B ... 82

Tabel 4.11 Test of homogeneity of variances keaktifan ... 84

Tabel 4.12 Group statistics keaktifan ... 85

Tabel 4.13 Independent samples keaktifan ... 85

Tabel 4.14 Tests of normality post-test kelas VIII C ... 86

Tabel 4.15 Tests of normality post-test kelas VIII B ... 86

Tabel 4.16 Test of homogeneity of variances post-test ... 88

Tabel 4.17Group statistics post-test ... 90


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A

Silabus ... 100

Rencana Pelaksanaan Pembelajran(RPP) ... 104

Lembar Kerja Siswa ... 109

Lembar Pengamatan Keaktifan ... 113

LAMPIRAN B Pre-Test ... 115

Tugas 1 ... 120

Tugas 2 ... 120

Post-Test ... 121

Kunci Jawaban ... 126

Daftar Nilai Siswa ... 131

LAMPIRAN C Validitas Pakar ... 133

Validitas Butir Soal ... 139

Reliabilitas Tes Hasil Belajar ... 140

LAMPIRAN D Contoh Hasil Pengamatan Keaktifan ... 142

Contoh Hasil Pre-Test ... 160

Contoh Hasil LKS 1 ... 170

Contoh Hasil Tugas 1 ... 174

Contoh Hasil LKS 2 ... 176

Contoh hasil Tugas 2 ... 180

Contoh Hasil Post-Test ... 182


(21)

xviii

LAMPIRAN E

Foto-Foto Saat Penelitian ... 205 Perhitungan Kemajuan Skor Tim ... 206

LAMPIRAN F


(22)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan, karena belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Dalam hal ini belajar sudah didefinisikan menurut beberapa ahli salah satunya adalah pengertian belajar. Menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977

yang dikutip oleh Eveline dan Hartini (2010:4) belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Selain itu Hudojo (1988:3) mengatakan: seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama yang disertai usaha orang tersebut dari tidak mampu mengerjakan sesuatu menjadi mampu mengerjakannya. Dari definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses serangkaian kegiatan untuk berusaha memperoleh pengetahuan dan dapat


(23)

menimbulkan perubahan (tingkah laku, kepandaian, dan lain-lain) yang berasal dari pengalaman orang seorang yang berhubungan dengan kognitif, afektif, dan psikomotor.

Mengajar merupakan aktivitas dari pembelajaran yaitu dilakukan oleh seorang guru kepada siswa. Menurut Hamalik (2001:50) mengajar atau mendidik itu adalah memberikan bimbingan belajar kepada murid. Pemberian bimbingan menjadi kegiatan mengajar yang utama. Siswa sendiri melakukan kegiatan belajar seperti mendengarkan ceramah, membaca buku, melihat demonstrasi, menyaksikan pertandingan, mengarang dan sebagainya. Aktivitas mengajar merupakan kegiatan guru dalam mengaktifkan proses belajar peserta didik dengan menggunakan berbagai metode.

Setelah pembelajaran dimulai pada akhirnya kita akan melihat sebuah hasil, yaitu berupa hasil belajaran. Mulyasa (2008:37) hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang mengacu pada pengalaman langsung.

Dalam sekolah tidak luput dengan adanya pembelajaran matematika mulai dari SD sampai SMA atau SMK di semua jurusan juga ada, karena keberadaannya tersebut patut kita anggap bahwa mamematika penting bagi kehidupan sehari-hari sehingga matematika harus kita


(24)

pelajari. Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi. Erman Suherman mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Salah satu hakekat matematika adalah sifatnya abstrak, untuk itu seorang guru harus dapat menanamkan konsep matematika dengan baik agar siswa dapat membangun daya nalarnya secara logis, sistematik, konsisten, kritis, dan disiplin. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru yang bertujuan untuk mengadakan perubahan tingkah laku siswa terhadap matematika sehingga siswa dapat menggunakan daya nalar secara logis, sistematik, konsisten dan kritis.

Dalam pelaksanaanya, kegiatan pembelajaran diselenggarakan untuk membentuk watak dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Kegiatan pembelajaran juga mengembangkan kemampuan mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, dan hidup dalam kebersamaan. Menurut tim SBM (2009:14) bahwa: “Kegiatan pembelajaran itu perlu: berpusat pada peserta didik, mengembangkan kreatifitas peserta didik, menciptakan kondisi menyenangkan, dan menantang, bermuatan nilai, etika, kinestika, dan menyediakan pengalaman yang beragam”. Untuk


(25)

mencapai hal-hal tersebut maka pelaksanaan pembelajaran menerapkan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menyenangkan dan terpusat pada siswa. Model pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Tujuan model pembelajaran kooperaif adalah prestasi belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial. Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah Student Teams- Achievement Divisions (STAD) .

SMP Negeri 2 Yogakarta adalah sekolah negeri yang berada di dekat pusat keramaian. Dari informasi Guru cenderung menggunakan metode pembelajaran klasikal, namun terkadang juga menggunakan metode diskusi dengan teman satu meja saja selain itu guru juga lebih sering menjelaskan materi dengan metode ceramah memberikan pembelajaran dengan media powerpoint membuat rangkuman dan menuliskan di papan tulis. Setelah akhir pembelajaran guru memberikan pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran diawali dengan doa, kemudia mengecek kehadiran siswa sambil menyiapkan alat pembelajaran dan


(26)

kesiapan siswa mengikuti pembelajaran, kemudian dilanjutkan tanya jawab tentang materi yang sebelumnya. Pembelajaran dimulai dengan guru yang berceramah di depan kelas dan sesekali menulis materi pembelajaran di papan tulis. Disini guru sering memberikan pertanyaan untuk memancing keaktifan siswa, selain itu jika ada yang ribut pasti guru langsung memberikan pertanyaan agar siswa tersebut memperhatikan ulang. Setelah itu guru selalu berkeliling selama proses pembelajaran berlangsung. Guru juga sesekali memberikan pekerjaan rumah agar siswa bisa lebih memahami dan memperbanyak latihan soal.

Saat proses pembelajaran, guru juga selalu memberikann latihan soal yang bertujuan agar siswa lebih memperdalami materi yang telah disampaikan. Beberapa siswa memperhatikan saat guru menerangkan, menanggapi saat guru bertanya dan berani bertanya saat guru menjelaskan pembelajaran yang kurang jelas. Namun ada beberapa siswa juga yang terlihat kurang aktif saat mengikuti pembelajaran matematika siswa tidak memperhatikan, tidak mengerjakan soal, mereka cenderung tidak memiliki semangat untuk belajar matematika, terlihat saat diberikan latihan soal mereka tidak mengerjakan, berbincang-bincang dengan teman sebangku dan bahkan mengantuk. Saat peneliti melakukan observasi di sekolah, siswa sedang mempelajari materi lingkaran disini terlihat siswa masih kurang pemahaman dalam menentukan keliling dan luas dari lingkaran mungkin karena metode yang digunakan guru kurang begitu bisa dipahami dalam materi ini sehingga siswa masih kebingungan untuk menghitung


(27)

keliling dan luas lingkaran. Menurut peneliti pembelajaran kooperatif yang paling sederhana adalah tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dimana siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut (Darmiyati 2008:16), pada umumnya model pembelajaran tersebut digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe Student Teams- Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari hasil belajar dan keaktifan siswa belajar matematika dengan mengangkatnya menjadi bahan kajian dalam skripsi yang berjudul: “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams- Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut :


(28)

1. Saat pembelajaran berlangsung terlihat siswa bosan untuk mengikuti pembelajaran sehingga beberapa siswa mengantuk.

2. Siswa kurang atusias dalam mengikuti proses belajar matematika dikelas karena mereka tidak membawa peralatan yang lengkap seperti penggaris, pensil, penghapus dan alat matematika lainnya.

3. Beberapa siswa kurang aktif dalam pembelajaran dikelas karena masih sibuk mengobrol dengan rekan sebangku dan tidak mengerjakan soal latihan.

4. Siswa banyak kesulitan dalam mengerjakan latihan soal, terlihat beberapa pekerjaan siswa masih ada yang salah.

5. Pada pembelajaran matematika siswa hanya berpusat pada guru saja, sehingga aktivitas belajar saat pembelajaran matematika di kelas masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Beberapa masalah telah teridentifikasi, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga,dan biaya maka peneliti ini dibatasi pada pengamatan mengenai Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams- Achievement Divisions (STAD) ditinjau dari Hasil Belajar dan Keaktifan Belajar Matematika Siswa Kelas VIII-C SMP Negeri 2 Yogyakarta pada Materi Keliling dan Luas Lingkaran.


(29)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari keaktifan belajar siswa ?

2. Bagaimana efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams- Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran ditinjau dari hasil belajar siswa ?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran lingkaran ditinjau dari keaktifan belajar siswa

2. Mendeskripsikan efektivitas pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) pokok bahasan keliling dan luas lingkaran lingkaran ditinjau dari hasil belajar siswa.


(30)

F. Batasan Istilah

Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tinkah laku dalam dirinya, perubahan tersebut haruslah bersifat relative permanen, tahan lama dan menetap.

2. Keaktifan belajar

Keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dengan turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal serta menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

3. Hasil belajar

Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan mengunakan alat pengukur, yakini berupa tes baik tertulis, lisan maupun perbuatan. Hasil belajar menjadi sangat pentin bagi siswa karena nilai atau angka yang diberikan meripakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah.


(31)

4. Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi belajar mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok untuk saaling bekerjasama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. .

5. Student Teams- Achievement Divisions (STAD)

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe (STAD) sebagai berikut : a.Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. b.Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. c.Siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. d.Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

G. Manfaat Penilitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat baik teoritis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan terutama untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-


(32)

Achievement Divisions (STAD) pada pokok bahasan keliling dan luas lingkaran.

b. Menjadi bahan masukan untuk kepentingan pengembangan ilmu bagi pihak-pihak yang berkepentingan, guna melakukan penelitian lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainya yang belum tercakup dalam penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dalam meningkatkan wawasan sebagai calon guru sehingga ketika terjun ke lapangan, peneliti dapat mempersiapkan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa. b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu guru

untuk lebih kreatif dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, materi, karakteristik siswa dan kondisi pembelajaran. Dengan demikian, pembelajaran menjadi lebih menarik dan menyenangkan, sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru dan kualitas proses belajar mengajar.

d. Bagi pemerintah, hasil penelitin ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan informasi dan referensi dalam program pengembangan dan pembinaan mutu guru.


(33)

12

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (prikomotor) maupun yan menyangkut nilai dan sikap (afektif). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan telah belajar kalau sudah terdapat perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya, tidak karena pertumbuhan fisiknya atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Kecuali itu, perubahan tersebut haruslah bersifat relatif permanen, tahan lama dan menetap, tidak berlangsung sesaat menurut Eveline dan Hartini (2010:5).

Setelah pradigma pembelajaran berkembang, belajar dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Tanggung jawab belajar ada pada diri siswa, sedangkan


(34)

mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat. Belajar bukan lagi merupakan konsenkuensi otomatis dari penyampaian informasi oleh guru ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri. Siswa sebagai subyek didik harus secara aktif meraih dan memperoleh pengetahuan baru sesuai dengan minat, bakat, perilaku dan norma-norma serta nilai-nilai yang berlaku. Belajar adalah suatu kebutuhan hidup yang self generating, yang mengupayakan diri sendiri, karena sejak lahir manusia memiliki dorongan untuk melangsungkan hidup, menuju suatu tujuan tertentu Suyono dan Hariyanto (2011 :14).

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tinkah laku dalam dirinya, perubahan tersebut haruslah bersifat relative permanen, tahan lama dan menetap.

a. Prinsip pembelajaran

Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Beberapa prinsip ditemukan oleh Eveline dan Hartini (2010 : 14), sebagai berikut.

1) Perlunya pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respons yang benar dari siswa, siswa harus aktif


(35)

membuat respons, tidak hanya duduk diam dan mendengarkan saja.

2) Perlunya menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa sebelum pelajaran dimulai agar siswa bersedia belajar lebih giat. Juga penggunaan metode dan media belajar agar dapat mendorong keaktifan siswa dalam proses belajar.

3) Pemberian isi yang berguna pada siswa di dunia luar ruangan kelas selain itu juga dengan memberikan penghargaan terhadap keberhasilan siswa. selain itu siswa juga perlu diberikan latihan dan tes agar kemampuan siswa bertambah.

4) Pemberian kegiatan belajar kepada siswa yan melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi dunia nyata.

5) Belajar menggeneralisasikan dalam pemecahan masalah karena perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif, tapi juga yang negatif.

6) Pentingnya menarik perhatian siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

7) Guru harus menanalisis pengalaman belajar siswa menjadi keiatan-kegiatan kecil, disertai latihan dan balikan terhadap hasilnya.

8) Penggunaan media dan metode pembelajaran yang dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada siswa seperti


(36)

model, relaita, film, program video, komputer, drama, demonstrasi dan lain-lain.

9) Tujuan belajar harus dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang operasional.

10) Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa di beri informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkanya.

11) Pentingnya penguasaan siswa terhadap materi prasyarat sebelumnya mempelajari materi pembelajaran selanjutnya, siswa mendapat kesempatan maju menurut kecepatan masing-masing. 12) Dengan persiapan, siswa dapat mengambangkan kemampuan

mengoranisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar.

b. Faktor-faktor yang mempenaruhi belajar siswa

Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku si subyek belajar, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Muhibbin (2005:132) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa antara lain :

1) Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. faktor internal meliputi dua macam yaitu:


(37)

a) Aspek fisiologis

Aspek fisiologis merupakan aspek yang bersifat jasmaniah yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikutu pelajaran. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas. Kemerosotan rasa percaya diri pada seorang siswa akan menimbulkan frustasi yang pada gilirannya cepat atau lambat siswa tersebut akan menjadi under-achiver atau mungkin gagal, meskipun kapasitas kognitif mereka normal atau lebih tinggi dari pada teman-temannya.

b) Aspek psikologi

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut :

i. Intelegesi siswa

Pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau


(38)

menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat (reber, 1988). Jadi, inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainya. Tingkat kecerdasan atau inteligensi siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kmampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.

ii. Sikap siswa

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dimata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut. iii. Bakat siswa

Secara umum, bakat adalah kemapuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang . dengan demikian, sebetulnya


(39)

setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Dalam perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan.

iv. Minat siswa

Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Seseorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatianya lebih banyak dari pada siswa lainnya. v. Motivasi siswa

Motivasi adalah keadaan internalorganisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasokan daya untuk bertinkah laku secara terarah. Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar.


(40)

2) Faktor eksternal siswa

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari dalam luar siswa yakni kondisi lingkungan siswa. Faktor eksternal meliputi dua macam yaitu

a) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf adminitrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. Dalam hal ini, bukan saja anak tidak mau belajar melainkan juga ia cenderung berperilaku menyimpang, terutama perilaku menyimpang yang berat seperti antisosial.

b) Lingkungan nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal


(41)

keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.

3) Faktor pendekatan belajar

Pendekatan belajar, seperti yang telah diuraikan secara panjang lebar pada subbab sebelumnya, dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang evektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Di samping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut.

c. Hakekat belajar

Hakekakat proses belajar bertitik tolak dari suatu konsep belajar merupakan perubahan perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan pengalaman. Dua faktor utama yang menentukan proses belajar adalah hereditas dan lingkungan. Hereditas adalah bawaan sejak lahir seperti bakat, abilitas, dan intelegensi, sedangkan aspek lingkungan yang paling berpengaruh adalah orang dewasa sebagai unsur manusia yang menciptakan lingkungan, yakni guru dan orang tua. Faktor lainya ialah aspek jasmaniah seperti penglihatan, pendengaran, bioimia, susunan saraf, dan respons individu terhadap perangsang dengan berbagai kekuatan dan tujuannya.


(42)

Kategori belajar terdiri atas ketrampilan sensorimotor, yakni tindakan yang bersifat otomatis, belajar asosiasi, yakni hubungan antara urutan kata objek, keterampilan pengamatan motoris, yakni gabungan antara belajar sensorimotor dengan belajar asosiasi, belajar konseptual, yakni gambaran mental secara umum dan abstrak tentang situasi atau kondisi, belajar cita-cita dan sikap, dan belajar memecahkan masalah yang menuntut kemampuan memanipulasikan ide-ide yang abstrak dalam Omear Hamalik (2009 :55).

2. Keaktifan peserta didik

Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan (Sardiman, 2001: 98). Belajar yang berhasil harus melalui berbagai macam aktifitas, baik aktifitas fisik maupun psikis. Aktifitas fisik adalah siswa giat aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain maupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Siswa yang memiliki aktifitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak–banyaknya atau banyak berfungsi dalam rangka pembelajaran.


(43)

Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia aktif berarti giat (bekerja, berusaha). Keaktifan diartikan sebagai hal atau keadaan dimana siswa dapat aktif. Rousseau dalam (Sardiman, 1986: 95) menyatakan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktifitas proses pembelajaran tidak akan terjadi.

Menurut Bonwell dan J.Eison (dalam Ardian,2013) aktifitas belajar adalah segala sesuatu yang meningkatkan kemapuan peserta didik untuk melakukan sesuatu dan berpikir tentang apa yang mereka lakukan. Aktifitas belajar terjadi ketika peserta didik berpartisipasi dengan aktifitas tangan (hands-on activities) yang dapat mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan memperluas wawasan; terjadi ketika belajar yang dilakukan tidak hanya sekedar mengingat. Ini akan berhubungan dengan bertambahnya pengetahuan baru dari pengetahuan yang sudah dimiliki dan mendiskusikan pemahaman tersebut dengan orang lain (Bonwell dan J, Eison dalam Ardian, 2013).

Menurut Sardiman (2000:93), aktifitas diperlukan dalam belajar karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat, berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Dapat disimpulkan


(44)

bahwa keaktifan siswa dalam belajar merupakan segala kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar yang optimal sehingga dapat menciptakan suasana kelas menjadi kondusif.

Keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar dapat dilihat dengan turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah, melatih diri dalam memecahkan masalah atau soal serta menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

3. Prestasi dan Hasil belajar

Prestasi belajar mempunyai arti dan manfaat yang sangat penting bagi anak didik, pendidik, wali murid, dan sekolah, karena nilai atau angka yang diberikan merupakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah. Prestasi belajar merupakan kemampuan siswa yang dapat diukur, berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dicapai dalam kegiatan mengajar. Sardiman (1988: 25) menyatakan prestasi belajar sangat vital dalam dunia pendidikan, mengingat prestasi belajar itu dapat berperan sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi. Adapun


(45)

peran sebagai hasil penilaian dan sebagai alat motivasi diuraikan seperti berikut ini :

a. Definisi hasil belajar

Menurut Nana Sudjana (2001:35) hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yakni berupa tes yang disusun secara terencana, baik tertulis, lisan maupun perbuatan. Sedangkan S. Nasution berpendapat bahwa hakikat hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam pribadi individu yang belajar. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kualitatif maupun kuantitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai materi atau belum. Penilaian merupakan upaya sistematis yang dikembangkan oleh suatu instruksi pendidikan yang ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. (Cullen dalam Fathul Himam, 2004).

Hasil belajar dapat dilihat dari hasil ulangan harian (formatif), nilai ulangan tengah semester (subsumatif), dan nilai ulangan semester (sumatif). Dalam penelitian ini, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah hasil nilai ulangan harian siswa dalam mata pelajaran pengetahuan


(46)

akhlak. Ulangan harian dilakukan secara selesai proses pembelajaran dalam satuan bahasan atau kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus dijawab oleh para siswa, dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan konsep yang sedang dibahas. Ulangan harian minimal dilakukan tiga kali dalam setiap semester. Tujuan ulangan harian ini bertujuan untuk memperbaiki modul, dan program pembelajaran serta sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan nilai terhadap siswa.

Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan mengunakan alat pengukur, yakini berupa tes baik tertulis, lisan maupun perbuatan. Hasil belajar menjadi sangat pentin bagi siswa karena nilai atau angka yang diberikan meripakan manifestasi dari prestasi belajar siswa dan berguna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan terhadap siswa yang bersangkutan maupun sekolah.

b. Indikator-indikator hasil belajar

Indikator hasil belajar siswa akan melibatkan aspek-aspek seperti: 1) Indikator ranah cipta (kognitif), yaitu terdiri dari enam buah

indikator, yaitu:

a) Pengamatan: dapat menunjukkan, membandingkan dan menghubungkan;


(47)

c) Pemahaman: dapat menjelaskan dan mendefinisikan dengan lisan sendiri;

d) Penerapan: dapat memberikan contoh dan mengungkapkan secara tepat;

e) Sintesis (pemeriksaan dan pemilihan secara teliti): dapat menguraikan dan mengklasifikasikan, dan;

f) Analisis (membuat panduan baru dan utuh): dapat menghubungkan, menyimpulkan dan menggeneralisasikan (membuat prinsip baru).

2) Indikator ranah rasa (afektif), yaitu terdiri dari:

a) Penerimaan: menunjukkan sikap menerima dan menolak; b) Sambutan: kesediaan berpartisipasi atau terlibat dan

memanfaatkan;

c) Apresiasi (sikap menghargai): menganggap penting dan bermanfaat, indah dan harmonis, serta mengagumi;

d) Internalisasi (pendalaman): mengakui dan meyakini atau mengingkari;

e) Karakterisasi (penghayatan): melambangkan atau meniadakan dan menjelmakan atau berperilaku dalam sehari-hari.

3) Indikator ranah karsa (psikomotor), yang terdiri dari: a) Imitasi;


(48)

b) Manipulasi; c) Presisi;

d) Artikulasi, dan e) Naturalisasi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Di antara berbagai hal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi individu siswa yang memegang peranan paling penting. Kondisi individu siswa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kondisi fisiologis dan kondisi psikologis.

Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar individu siswa (faktor eksternal).

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor biologis dan faktor psikologis yang dapat dikategorikan sebagai faktor biologis antara lain usia, kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor psikologis antara lain adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Kondisi Fisiologis. Pada umumnya kondisi fisiologis sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Siswa yang dalam


(49)

keadaan segar jasmaninya akan berbeda dari siswa yang yang dalam keadaan kelelahan. Siswa yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di bawah siswa yang cukup baik gizinya. Di samping kondisi fisiologis umum itu, faktor yang tidak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Karena pentingnya penglihatan dan pendengaran, maka dalam lingkungan formal orang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan bentuk dan cara penggunaan alat peraga yang dapat dilihat dan didengarkan (Audio Visual Aids). 2) Kondisi Psikologis. Semua keadaan dan fungsi psikolog tentu saja

berpengaruh terhadap proses belajar yang bersifat psikologis ini. Beberapa faktor psikologis tersebut antara lain:

a) Motivasi. Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi untuk belajar adalah kondisi yang mendorong siswa untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Menurut Eny Sriyanti yang dikutip dari Paul Hersey (1993: 60) bahwa motivasi akan lebih meningkat apabila kebutuhan yang ada meningkat dan kebutuhan yang paling kuat pada saat tertentu menggerakan aktivitas. Secara tradisional orang biasa membedakan adanya dua macam motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Movitasi intrinsik adalah


(50)

dorongan yang timbul dari dalam individu siswa tanpa rangsangan atau bantuan orang lain. Misalnya siswa mau belajar matematika karena ingin memperoleh pengetahuan matematika. Oleh karena itu, ia rajin belajar tanpa disuruh orang lain tetapi atas kesadaran sendiri. Motivasi intrinsik lebih efektif, terutama dalam mendorong siswa untuk giat belajar. Motivasi ekstrensik adalah dorongan yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar diri individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain. Misalnya siswa mau belajar bahasa Inggris karena disuruh orang tuanya sendiri.

b) Minat, yaitu dapat diartikan suatu kecenderungan hati individu yang menyebabkan ia merasa suka dan tidak suka, tertarik atau tidak tertarik, senang atau tidak senang terhadap suatu objek. Bahwa minat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau siswa tidak mempunyai minat untuk mempelajari ilmu matematika tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik. Sebaliknya kalau siswa mempelajari ilmu matematika dengan penuh minat, maka dapat diharapkan hasilnya lebih baik. Dengan demikian, minat berfungsi memperkuat motif dan perhatian individu siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Rendahnya prestasi belajar siswa pada masa pelajaran matematika bisa disebabkan oleh kurangnya minat. Aceng


(51)

Jarkasih mengutip pendapat Moh. Surya (1999: 29), bahwa minat individu terdiri dari: 1) Minat Volunter, yaitu minat yang timbul secara sukarela, timbul dengan sendirinya dari individu tanpa adanya pengaruh dari luar, 2) Minat Involunter, yaitu minat yang timbul dari individu dengan pengaruh situasi dari luar (lingkungan), dan 3) Minat Nonvolunter, yaitu minat yang timbul sengaja dipaksakan atau diharuskan.

c) Perhatian. Perhatian bersifat lebih sementara dan ada hubungannya dengan minat. Perbedaannya ialah minat sifatnya menetap, sedangkan perhatian sifatnya sementara, adakalanya timbul dan ada kalanya menghilang. Misalnya seorang siswa yang sedang belajar diganggu temannya, maka hilanglah perhatian siswa tersebut terhadap sesuatu yang dipelajarinya. Sesudah temannya menghilang, maka ia mulai memusatkan lagi perhatiannya. Apabila diperhatikan, dalam kegiatan belajar mengajar akan dipakai 2 (dua) macam tipe perhatian, yakni: i) Perhatian terpusat, yaitu perhatian yang hanya tertuju pada satu objek saja. Perhatian ini sangat dibutuhkan oleh guru pada saat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini dilakukan oleh guru dengan menggunakan berbagai alat peraga pelajaran dalam penyajian materi pelajaran kepada siswa, ii) Perhatian terbagi, yaitu perhatian yang tertuju kepada macam-macam objek secara sekaligus. Perhatian ini tidak diharapkan


(52)

terjadi pada siswa ketika peristiwa belajar mengajar tetapi menjadi kewajiban bagi guru untuk memperhatikan setiap siswa, bahan pelajarannya, dan juga ucapannya, serta memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. d) Kecakapan. Secara psikologis, kecakapan (ability) lazimnya

diartikan sebagai dasar kemampuan atau kesanggupan individu untuk melakukan suatu tindakan yang dimanifestasikan dalam kecepatan, ketepatan dan kemudahannya melakukan suatu pekerjaan, yakni mengenai tugas-tugas belajar yang diberikan guru. Kecakapan dimiliki siswa bukan saja karena pembawa kelahirannya melainkan karena pengalaman yang terkait dengan proses belajarnya. Oleh karena itu kecakapan setiap individu siswa tidak sama walaupun diberikan latihan yang sama dan dalam waktu yang sama pula. Menurut para ahli psikologi pendidikan, kecakapan dibedakan kepada kecakapan potensial (potensial ability) dan kecakapan nyata (actual ablitiy). Kecakapan potensial diperoleh karena pembawaan kelahirannya, yaitu kemampuan dasara umum (intelegensi) dan kemampuan dasar khusus (bakat) dalam bidang tertentu. Sedangkan kecakapan nyata adalah prestasi individu siswa yang diperolehnya melalui pengalaman yang berhubungan dengan proses belajar.


(53)

Faktor-faktor yang bersumber dari luar individu siswa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu faktor manusia (human) dan faktor non-manusia. Yang dapat dikategorikan sebagai faktor manusia adalah lingkungan di keluarga, di sekolah dan lingkungan di masyarakat (pergaulan). Sedangkan yang dapat dikategorikan sebagai faktor non-manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik.

Hal yang sama dikemukakan oleh Sumiati (1985) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar adalah: (1) bahan yang diajarkan; (2) faktor lingkungan; (3) faktor instrumental, dan (4) faktor individu/siswa. Muhibbin dalam Psikologi Pendidikan (1997), mengemukakan pendapatnya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) faktor internal, yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis, (2) faktor eksternal, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa, dan (3) faktor pendekatan belajar (approach to learning).

4. Pembelajaran kooperatif

a. Pengertian pembelajaran kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Pembelajaran kooperatif dilakukan dengan empat siswa yang berbeda beda dari segi kemampuan atau ukuran kelompok. Siswa


(54)

ditempatkan kedalam kelompok kooperatif, dan mereka dilatih ketrampilan khusus untuk membantu bekerjasam dengan baik, memberikan penjelasan dengan baik, dan mengajukan pertanyaan dengan baik (Suyatno, 2003:14). Burn (1996:247) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa mengaktifkan schemata mereka dan belajar dari schemata taman sekelas mereka, siswa dilibatkan secara aktif dalam belajar dan mempertinggi perhatian siswa.yang lebih cepat memahami isi teks bacaan dapat membantu teman yang lain. Slavin dalam isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajra dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 oran dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukaan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suaru cara pendekatan atau serangkaian stategi yang khusus dirancangkan untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009:15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.

Menurut Lie (2000:17) pembelajaran kooperatif biasa didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Sistem pembelajaran gotong royong ataucooperative


(55)

learning merupakan system pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002:14).

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”,

bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman


(56)

sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Jadi Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi belajar mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok untuk saaling bekerjasama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan maksimal dalam pembelajaran koperatif, terdapat lima unsur pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang harus diterapkan, yaitu: 1) Saling ketergantungan positif yaitu menciptakan kelompok

kerja efektif sesuai tugas untuk mencapai tujuan.

2) Tanggung jawab perorangan merupakan kunci keberhasilan kelompok.

3) Tatap muka dengan kegiatan interaksi memberikan sinergi yang menguntungkan, inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memandang kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Komunikasi antar anggota sangat perlu digali untuk memberi semangat dan memperkaya pengalaman belajar, pembinaan perkembangan mental dan emosional.


(57)

5) Evaluasi proses kelompok untuk mengetahui tingkat partisipasi dan kerjasama setiap anggota, saling membantu dan medengarkan atau memberikan saran satu dan lainnya.( Sudrajat Akhmad. 2008 ).

Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.

b. Jenis-Jenis Model Pembelajaran Kooperatif

1) TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda. Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan memberikan bantuan jika diperlukan. Tes kemudian diberikan


(58)

diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor. Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama.

2) STAD (Student Teams Achievement Division )

Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. 3) Jigsaw


(59)

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggungjawab siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya, karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada anggota kelompoknya yang lain. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli,


(60)

mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya secara bergantian

4) NHT (Numbered Heads Together)

Pada modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1 sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.

5) TGT (Team Game Tournament)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat permainan atau turnamen berjalan secara adil.


(61)

5. STAD (Student Teams-Achievement Division) a. Pengertian STAD

STAD merupakan salah satu metode pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan sebuah model pendekatan yang cocok untuk guru yang baru mulai pendekatann kooperatif. Selain itu STAD juga merupakan suatu metode pemebalajaran kooperatif yang efektif (Slavin, 1994: 288). Ide dasar model STAD adalah bagaimana memotivasi siswa dalam kelompoknya agar mereka dapat saling mendorong dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang disajikan, serta menumbuhkan suatu kesadaran bahwa belajar itu penting, bermakna dan menyenangkan.

Seperti dalam kebanyakan model pembelajaran kooperatif, model STAD bekerja berdasarkan prinsip siswa bekerja bersama-sama untuk belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim juga dirinya sendiri ( Handayanto,2003:115).

Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

(STAD) akan membuat siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan


(62)

kelompok dan interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

b. Penggunaan STAD

Selanjutnya berikut ini akan diuraikan bagaimana STAD digunakan dalam kegiatan pembelajaran menurut Slavin (1995: 288).

1) Pandangan umum

STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, quis, skor, perkembangan individu, dan penghargaan kelompok.

2) Persiapan

Persiapan dalam pembelajaran ini meliputi persiapan materi, penetapan siswa dalam kelompok (berdasarkan jenis kelamin, rangking, dan sebagainya), menentukan skor awal, dan menyiapkan siswa untuk bnekerja kooperatif dengan memperkenalkan keterampilan kooperatif yang digunakan.

3) Urutan Kegiatan

Urutan kegiatan dalam pembelajaran ini adalah sebagai berikut: a) Pengajaran

b) Belajar Kelompok c) Kuis


(63)

c. Pengharaan kelompok

Penghargaan kelompok ini didasarkan dari rata-rata nilai perkembangan individu dan sekelompok dan selanjutnya nilai perkembangan didasarkan dari nilai kuis yang diperoleh siswa.Pada Tabel 2.1 menampilkan penentuan nilai perkembangan dari Slavin dan kriterianya.

Tabel 2.1 Pedoman Menentukan Nilai Perkembangan

Arends (1997: 140)

d. Lima komponen utama dalam model STAD

Adapun menurut Slavin (1995) ada lima komponen utama dalam model STAD (student teams-achiement division), yaitu:

1) Penyajian kelas (class presentation).

Guru menyajikan materi didepan kelas secara klasikal yang difokuskan pada konsep-konsep materi yang akan dibahas saja. Selanjutnya siswa disuruh belajar dalam kelompok kecil untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Nilai Kuis Dibandingkan Dengan Nilai Awal

Nilai Perkembangan Lebih dari 10 poin di

bawah nilai awal

10 sampai dengan 1 poin di bawah nilai awal

Sama sampai dengan 10 poin diatas nilai awal Lebih dari 10 poin di atas nilai awal

Nilai sempurna (tidak berdasarkan nilai awal

0 10 20 30 30


(64)

2) Pembentukkan kelompok belajar (teams).

Siswa disusun dalam kelompok yang anggotanya heterogen (baik kemampuan akademiknya maupun jenis kelaminnya). Caranya dengan merangkingkan siswa berdasarkan nilai rapor atau nilai yang diperoleh oleh siswa sebelum pembelajaran kooperatif model STAD. Adapun fungsi pengelompok ini adalah untuk mendorong adanya kerjasama kelompok dalam mempelajari materi dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.

3) Pemberian tes atau kuis (quizzes).

Setelah belajar kelompok selesai, diadakan tes atau kuis dengan tujuan untuk mengetahui atau mengukur kemampuan belajar siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Dalam hal ini siswa sama sekali tidak dibenarkan untuk kerjasama dengan temannya. Tujuan tes ini adalah untuk memotivasi siswa agar berusaha dan bertanggung jawab secara individual. Siswa dituntut untuk melakukan yang terbaik sebagai hasil belajar kelompoknya. Selain bertanggung jawab secara individual, siswa memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok. Tes ini dilakukan setelah satu sampai dua kali penyajian kelas dan pembelajaran dalam kelompok.

4) Pemberian skor peningkatan individu

Hal ini dilakukan untuk memberikan kepada siswa suatu sasaran yang dapat dicapai bila mereka bekerja keras dan memperlihatkan hasil yang baik dibandingkan dengan hasil yang sebelumnya. Pengelola


(65)

skor hasil kerjasama siswa dilakukan dengan urutan berikut : skor awal, skor tes, skor peningkatan dan skor kelompok.

5) Penghargaan kelompok (team recogninition).

Penghargaan kelompok ini diberikan dengan memberikan hadiah sebagai penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Pemberian penghargaan ini bukan hanya berupa hadiah, tapi juga bisa dalam bentuk pujian.

6) Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif model STAD meliputi evaluasi dilakukan setelah siswa selesai melaksanakan kegiatan pembelajaran, siswa harus menunjukkan apa yang telah dipelajari dalam kelompok. Hasil tes individu menjadi dasar skor kelompok dan akhirnya menjadi dasar skor kelompok dan akhirnya menjadi dasar pemberian penghargaan dalam hartati (1998 : 11-12).

6. Lingkaran

Dalam “Geometri Element” karya Euclid, lingkaran adalah himpunan titik-titik yang berjarak sama, yang disebut jari-jari terhadap suatu titik tertentu, yang disebut titik pusat.

a. Unsur-unsur pada lingkaran

Ada dua unsur dalam lingkaran yaitu a) jari–jari lingkaran adalah garis dari titik pusat lingkaran kelengkung lingkaran. b) titik pusat lingkaran adalah titik yang terletak di tengah tengah lingkaran.


(66)

b. Bagian–bagian lingkaran

c. Keliling lingkaran

 Titik O disebut titik pusat.

 AO, BO, CO dan DO dinamakan jari – jari, biasanya dinotasikan dengan r yang

kepanjangannya adalah radius dan artinya jarak.

 BD merupakan diameter yang juga sering dinotasikan menggunakan d.

 DC,DA,DB,CA,CB,AB,BD adalah busur lingkaran, biasanya ada yang menggunakan notasi seperti ini ̂untuk busur CD.

 Wilayah yang berwarna merah adalah tembereng.

 Warna biru merupakan juring.

 Garis CD merupakann tali busur.

 Garis yang menghubungkan titik O (pusat lingkaran) tegak lurus ke garis CD (tali busur), tersebut dinamakan apotema.

Gambar 2.1 bagian-bagian lingkaran (a)

Gambar 2.2 bagian-bagian lingkaran (b)

Gambar 2.3 jari-jari dan diameter

Perhatikan gambar di samping. Jika seseorang berjalan dari titik A melintasi garis lengkung dan kembali lagi ke titik A maka dikatakan orang tersebut telah mengelilingi lingkaran.

Tasari (2011 : 126)

Tasari (2011 : 126)


(67)

Panjang lintasan itu disebut keliling lingkaran dan panjangnya bergantung pada r atau jari-jari lingkaran.Dari persamaan = dapat disimpulkan bahwa keliling lingkaran merupakan perkalian antara diameter dan konstanta , dengan = atau 3,14.

Keliling lingkaran = × diameter = × d. Karena d = 2r, maka:

Keliling lingkaran = × 2r = 2 r. Jadi, keliling lingkaran = 2 r d. Luas bidang lingkaran

Rumus luas daerah lingkaran, yaitu L = Karena d = 2r, maka luas daerah lingkaran menjadi: L =

= =

= B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kerangka berfikir dalam penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah yaitu rendahnya hasil belajar siswa dan kurangnya aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar yang dimaksudkan saat proses belajar mengajar di kelas, yaitu siswa


(68)

memperhatikan saat pelajaran, siswa dapat memberi penjelasan, siswa dapat mengajukan pertanyaan, siswa dapat menanggapi pendapat dari guru atau siswa lainnya, siswa dapat membuat rangkuman, siswa dapat menyelesaikan masalah yang diberikan. Hasil dari proses belajar bermacam-macam, namun hasil belajar yang digunakan oleh peneliti adalah pada ranah kognitif karena pada ranah tersebut yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar siswa dapat dilihat melalui tes akhir, sedangkan aktivitas belajar siswa dapat dilihat dengan proses pengamatan saat pembelajaran matematika berlangsung.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong aktivitas belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Banyak jenis model-model pembelajaran yang ada, namun ada sebuah model pembelajaran yaitu model pembelajaran Student Teams- Achievement Divisions STAD. Model pembelajaran Student Teams- Achievement Divisions STAD efektif meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa karena dengan menggunakan model ini dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa saat mengikuti pembelajaran di kelas seperti aktivitas visual, aktivitas menulis,


(69)

aktivitas berbicara, aktivitas mental. Selain juga dapat meningkatkan aktivitas belajar, juga dapat meningkatkan pemahaman siswa, dapat meningkatkan dialog di antara siswa saat proses diskusi, dan dapat melatih kepercayaan diri siswa karena siswa dapat menjelaskan atau melakukan presentasi di depan guru dan teman-temannya.

C. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori di atas maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Student Teams-Achievement Divisions STAD lebih efektif dibandingkan pembelajaran secara konvensional di kelas VIII semester 2 materi pokok keliling dan luas lingkaran.


(70)

49

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi-experimental atau eksperimental semu. Peneliti memilih desain penelitian eksperimental semu karena ada variabel yang tidak bisa dikendalikan oleh peneliti, misalnya waktu pelaksanaan penelitian, faktor-faktor lain yang mempengaruhi penelitian yaitu tingkat kecerdasan siswa yang berbeda-beda, dan lain sebagainya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Yogyakarta yang berlokasi di Jalan Panembahan Senopati No. 28-30 Yogyakarta.Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2016.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti (Sulistyo-Basuki 2006:182). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A, VIII B, dan VIII C di SMP Negeri 2 Yogyakarta yang berjumlah 93 siswa. Alasan mengapa populasi dalam penelitian ini adalah keempat kelas tersebut dikarenakan oleh arahan dari wakil kepala sekolah untuk


(1)

204

LAMPIRAN E

1.

FOTO-FOTO SAAT PENELITIAN


(2)

(3)

Perhitungan Peningkatan Skor Tim

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

siswa Nilai

rata-rata Nilai post-test Skor naik

siswa Nilai

rata-rata Nilai post-test Skor naik

siswa Nilai

rata-rata Nilai post-test Skor naik

S9 86 86 0 S15 80,4 96 30 S2 70 96 30

S10 88 96 20 S22 74,4 84 20 S3 81,6 84 10

S18 76 96 30 S27 75,2 92 30 S6 79,2 96 30

S16 84 96 30 S28 76 88 30 S31 78,4 80 10

S17 77,2 92 30 S32 74,8 80 20

Rata-rata 22 Rata-rata 27,5 Rata-rata 20

BINTANG UTAMA LIGA UTAMA BINTANG UTAMA

Kelompok 4 Kelompok 5 Kelompok 6 Kelompok 7

siswa Nilai rata-rata Nilai post-test Skor naik

siswa Nilai rata-rata Nilai post-test Skor naik

siswa Nilai rata-rata Nilai post-test Skor naik

siswa Nilai rata-rata Nilai post-test Skor naik

S4 71,6 96 30 S1 74 80 20 S8 81,2 88 20 S19 71,2 - -

S11 70,8 76 20 S5 74,4 84 20 S23 83,2 92 20 S26 73,2 96 30

S12 71,6 88 30 S7 74 64 0 S24 81,2 80 0 S29 81,2 84 10

S14 71,2 88 30 S13 72,4 84 30 S25 77,6 88 30 S30 76,8 80 10

S20 51,2 84 30 S21 68,4 92 30

Rata-rata 28 Rata-rata 20 Rata-rata 17,5 Rata-rata 16,67


(4)

207

LAMPIRAN F

1.

SURAT IJIN PENELITIAN


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Penerapan model pembelajaran kooperatif student teams achievement division dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih: penelitian tindakan kelas VIII-3 di MTs Jami'yyatul Khair Ciputat Timur

0 5 176

The Effectiveness Of Using The Student Teams Achievement Divisions (STAD) Technique Towards Students’ Understanding Of The Simple Past Tense (A Quasi-Experimental Study at the Eighth Grade Students of SMP Trimulia, Jakarta Selatan)

1 8 117

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (Student Team Achievement Divisions) STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa SD

1 6 165

Peningkatan hasil belajar siswa melalui model kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada mata pelajaran IPS Kelas IV MI Al-Karimiyah Jakarta

0 5 158

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan hasil belajar akidah akhlak: penelitian tindakan kelas di MA Nihayatul Amal Karawang

0 10 156

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Student Teams Achievement Division dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih (Penelitian Tindakan Kelas VIII-3 di Mts. Jam'yyatul Khair Ciputat Timur)

0 5 176

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT DITINJAU DARI AKTIVITASBELAJAR SISWA

0 21 173

EFEKRIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD (STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA KELAS VII SMP PIRI SLEMAN

0 0 12

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 BONTONOMPO KABUPATEN GOWA

0 0 137