PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SISWA KELAS V SD NEGERI 1 KALIMANAH WETAN KECAMATAN KALIMANAH.

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia bukan mata pelajaran eksak, namun sering menjadi momok bagi peserta didik, bahkan banyak yang menganggap bahwa Bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang sulit dipelajari. Hal ini dapat dipahami karena Bahasa Indonesia senantiasa mengalami perkembangan, khususnya pada kosakata yang dipergunakan. Sabarti Akhadiah (1991:10) mengungkapkan bahwa pengajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana berfikir atau bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta menghargai karya cipta Bangsa Indonesia.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Y. Slamet (2008: 57) bahwa dalam pembelajaran Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, siswa dituntut untuk memahami konsep-konsep tentang ilmu bahasa. Siswa juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan, ide, dan pemikirannya sesuai dengan empat kompetensi keterampilan berbahasa yaitu, keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.


(2)

Salah satu keterampilan berbahasa yang termasuk dalam pembelajaran di SD adalah keterampilan berbicara yakni mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui kegiatan bercerita. Pembelajaran bercerita bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan siswa dalam bidang bahasa, khususnya berbicara. Dengan menguasai keterampilan bercerita, siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks pada saat siswa berbicara. Namun kenyataan di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Miliasari (2009: 9) bahwa rendahnya kemampuan bercerita siswa juga sangat dipengaruhi oleh rendahnya motivasi, semangat, serta kurangnya percaya diri yang dapat mengakibatkan siswa malu dan takut ditertawakan apabila salah dalam bercerita.

Berdasarkan pra survey yang dilakukan pada siswa kelas V di SD N 1 Kalimanah Wetan menunjukkan bahwa secara umum pada pokok bahasan menceritakan kembali isi cerita dengan bahasa sendiri pada keterampilan bercerita pada siswa masih rendah. Hal ini terbukti karena nilai rata-rata siswa masih banyak yang belum mencapai kriteria nilai rata-rata ketuntasan. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa siswa cenderung tidak mampu mengikuti pembelajaran bercerita dengan baik. Siswa terlihat malas-malasan saat mengerjakan tugas bercerita dari guru. Ketika diberikan tugas bercerita siswa mengeluh dan tidak menginginkan tugas tersebut. Pemahaman siswa tentang konsep bercerita masih kurang. Siswa masih bingung meletakan posisi


(3)

kata dan kesulitan dalam merangkai kalimat dari cerita yang diperdengarkan. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan peneliti, struktur kalimat atau penggalan kosakata yang tidak tepat serta siswa merasa grogi, takut, malu dan kurang percaya diri saat menceritakan kembali isi cerita yang telah diperdengarkan. Dalam pengamatan juga ditemukan fenomena, banyak di antara siswa yang memilih melakukan aktivitas diluar pembelajaran, misalnya berbicara diluar topik pembelajaran atau bercanda dengan teman sebangkunya. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa perhatian, minat dan antusias siswa terhadap pembelajaran bercerita masih rendah.

Dalam pembelajaran bercerita, guru belum menggunakan pendekatan yang tepat atau metode yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada respon siswa terhadap proses pembelajaran masih rendah. Siswa jarang mengajukan pertanyaan, siswa hanya duduk dan mencatat apabila sudah disuruh oleh guru. Penggunaan media pembelajaran dan alat peraga juga dirasa kurang. Berbagai faktor yang menyebabkan mengapa keterampilan siswa dalam bercerita masih rendah di antaranya selama ini dalam proses pembelajaran bercerita tidak dilakukan secara serius dan siswa beranggapan bahwa bercerita merupakan hal sepele. Siswa juga tidak mempunyai keberanian untuk bertanya maupun menjawab pertanyaan. Hal ini terbukti, siswa hanya duduk, mendengarkan, bahkan ada yang berbisik-bisik dengan teman sebangku ketika diberi pertanyaan. Respon yang diberikan siswa sangat sedikit sehingga guru sesekali harus menunjuk siswa yang tidak terlibat dalam pembelajaran bercerita.


(4)

Suasana pembelajaran menjadi pasif dan tidak bersemangat, akibat tidak ada keberanian bercerita.

Dalam konteks ini, diperlukan pendekatan yang bervariasi, inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan, sehingga peserta didik lebih termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Dengan cara demikian siswa tidak terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton dan membosankan. Menurut teori Jean Piaget (Hendro Darmodjo, 1993: 19), siswa Sekolah Dasar (anak- anak yang berusia 7-11 tahun) berada pada tahap perkembangan berpikir operasional konkret, yaitu pekerjaan-pekerjaan dapat dilakukan dengan bantuan benda-benda konkret.

Guru seharusnya menggunakan metode atau pendekatan yang bervariasi dan tepat serta lebih memotivasi siswa untuk mengikuti proses pembelajaran, khusunya dalam pokok bahasan menceritakan kembali isi cerita dengan bahasa sendiri. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam bercerita adalah pendekatan keterampilan proses. Pendekatan keterampilan proses merupakan sebuah pendekatan untuk mengelola kegiatan belajar mengajar yang berfokus kepada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar.


(5)

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pendekatan keterampilan proses sangat cocok digunakan. Selain siswa didik mempelajari konsep-konsep tentang ilmu bahasa, siswa juga mampu mengkomunikasikan sesuai dengan empat kompetensi keterampilan berbahasa.

Keterampilan proses dalam kontek Bahasa Indonesia berarti perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara menyeluruh. Penerapan keterampilan proses dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dikerjakan dengan langkah-langkah dengan teratur dan secara bertahap atau prosedural yang dimulai dari penyusunan perencanaan, penyajian pengajaran, proses belajar mengajar dan penilaian hasil belajar. Dalam penerapannya secara langsung pendekatan proses memberikan kesempatan pada siswa secara nyata untuk bertindak karena keterampilan proses menekankan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Berdasarkan keterangan dari guru juga menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan proses belum diterapkan oleh guru di SDN 1 Kalimanah Wetan.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas menunjukkan bahwa pendekatan keterampilan proses cocok digunakan dalam pembelajaran keterampilan bercerita, maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatkan Keterampilan Bercerita Menggunakan Pendekatan Keterampilan Proses Siswa Kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan Kecamatan Kalimanah”.


(6)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, ada beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk diberikan jawabannya. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Siswa tidak menguasai konsep atau materi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran bercerita. Hal ini terbukti dengan masih banyak siswa yang belum tuntas sesuai nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengakibatkan hasil belajar siswa tidak memuaskan.

2. Perhatian siswa belum optimal dalam pembelajaran bercerita. Banyak siswa yang menyibukan dirinya sendiri daripada menyimak penjelasan guru dan siswa merasa jenuh karena pembelajaran itu monoton sehingga membuat siswa cenderung pasif.

3. Metode yang digunakan kurang bervariasi. Banyak siswa yang merasa bosan karena metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi. Sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan tidak tercapai.

4. Siswa mengalami kesulitan dalam merangkai kalimat dari cerita yang diperdengarkan. Siswa masih bingung meletakan posisi kata dan kesulitan dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat sederhana. Hal ini terbukti siswa tidak bisa menempatkan struktur kalimat dan penggalan kosakata dengan tepat.


(7)

5. Ketidakberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan. Saat siswa diberi pertanyaan, siswa hanya berbisik-bisik dengan teman sebangkunya, karena tidak berani mengemukaan tanggapan. Mereka tidak menjawab pertanyaan karena mereka tidak berani untuk mengatakan bahwa mereka belum paham dengan materi yang disampaikan oleh guru.

6. Respon siswa terhadap proses pembelajaran bercerita masih rendah. Siswa jarang mengajukan pertanyaan, siswa hanya duduk, mecatat apabila sudah disuruh oleh guru.

7. Pendekatan keterampilan proses belum diterapkan dalam keterampilan bercerita di SDN 1 Kalimanah Wetan.

C. Pembatasan Masalah

Permasalahan yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas, sehingga peneliti tidak dapat meneliti secara keseluruhan. Oleh karena itu, permasalahan yang diteliti dibatasi pada pelaksanaan peningkatan proses pembelajaran bercerita, dan menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka permasalahan yang dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.


(8)

1. Bagaimanakah meningkatkan proses pembelajaran bercerita menggunakan pendekatan keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan?

2. Bagaimana meningkatkan keterampilan bercerita menggunakan keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan proses pembelajaran bercerita menggunakan pendekatan ketrampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan.

2. Untuk meningkatkan keterampilan bercerita menggunakan keterampilan proses pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan merupakan salah satu model pembelajaran khususnya untuk bercerita, sehingga membantu guru dalam meningkatkan keterampilan bercerita.


(9)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

1) Meningkatkan keaktifan, dan kreativitas belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia materi bercerita.

2) Siswa lebih mudah menguasai pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita.

3) Menumbuhkan sikap kritis terhadap hasil kerja sendiri. b. Bagi Guru

1) Penelitian ini dapat dijadikan referensi tindakan dalam meningkatkan keterampilan bercerita.

2) Penelitian ini dapat dijadikan referensi model yang efektif dalam pembelajaran melalui pendekatan keterampilan proses.

c. Bagi Peneliti

1) Menambah pengetahuan tentang bidang ilmu yang dipelajari penulis.

2) Ditemukan teknik pembelajaran materi bercerita.

3) Peneliti dapat membantu guru memperbaiki kinerjanya, berkembang secara profesional, dan dapat meningkatkan rasa percaya diri.


(10)

d. Bagi Sekolah

1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk merumuskan kebijakan sekolah dalam kegiatan belajar mengajar bagi guru kelas V SD N 1 Kalimanah Wetan pada tahun-tahun mendatang. 2) Dapat menjadi suatu bahan acuan terhadap putusan yang tepat

dalam penggunaan pendekatan pembelajaran yang tepat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

G. Definisi Operasional

1. Keterampilan bercerita adalah kemahiran/keluwesan siswa dalam menyampaikan suatu rangkaian cerita yang dialami oleh beberapa tokoh dalam suatu peristiwa atau kejadian yang meliputi aspek tema, tokoh, plot atau alur, latar atau setting, sudut pandang dan gaya bahasa. Penilaian keterampilan bercerita meliputi kebahasaan dan nonkebahasaan. Kebahasaan meliputi isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, tata bahasa, gaya, dan ejaan. Nonkebahasaan meliputi penguasaan materi dan kelancaran bercerita.

2. Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar pada materi keterampilan bercerita yang melibatkan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar dengan cara mencari dan menemukan sendiri konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa. Siswa aktif bertanya, minat bercerita meningkat, berani tampil bercerita, keterampilan bercerita lebih baik


(11)

dan lancar, serta sebagian besar siswa sudah menguasai materi. Siswa juga kreatif dalam menyusun kata-kata menjadi kalimat sesuai dengan EYD.


(12)

A. Keterampilan Bercerita 1. Pengertian Bercerita

Menurut Hartono (2005: 34) bercerita atau mendongeng adalah menyampaikan serangkaian peristiwa yang dialami oleh sang tokoh. Tokoh dalam cerita dapat berupa manusia, binatang, dan makhluk- makhluk lain, baik tokoh nyata maupun tokoh-tokoh rekaan. Sementara itu, Majid (2005: 28) menyatakan bahwa bercerita merupakan seni alami yang menjadi sebuah keahlian.

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Moeliono, dkk. (1993: 165) mengatakan bahwa bercerita adalah kemampuan menuturkan atau tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal dongeng atau omongan. Bercerita juga dapat diartikan sebagai menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bercerita adalah kemampuan menyampaikan suatu rangkaian cerita yang dialami oleh beberapa tokoh dalam suatu peristiwa atau kejadian.

2. Hakikat Bercerita

Bercerita merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memberikan informasi tertentu kepada orang lain. Informasi yang


(13)

diceritakan bisa berupa hal yang terjadi pada dirinya, orang lain, lingkungan sekitar, dan yang nyata ataupun imajiner. Bercerita perlu dipelajari oleh semua orang, karena bercerita merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Bercerita merupakan aktivitas yang dilakukan masyarakat untuk saling mengakrabkan satu sama lain, melalui kegiatan bercerita seseorang dapat menyampaikan segala perasaan, ide gagasan dan segala perasaan dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca, dan dapat mengungkapkan keinginan dan kemauan membagikan pengalaman yang diperoleh kepada orang lain melalui bunyi, kata-kata, dan ekspresi.

Menurut Nurgiyantoro (2001: 289), bercerita adalah salah satu bentuk kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan yang bersifat pragmatis. Lebih lanjut dijelaskan bahwa bercerita merupakan salah satu bentuk dalam keterampilan berbicara, lima bentuk lain antara lain: a) berbicara berdasarkan gambar, b) wawancara, c) bercerita, d) pidato, e) diskusi.

Dengan demikian, hakikat bercerita adalah bentuk kemampuan berbicara untuk menyampaikan suatu rangkaian cerita yang dialami oleh beberapa tokoh dalam suatu peristiwa.

3. Tujuan Bercerita

Pada dasarnya, tujuan utama dari bercerita adalah untuk berkomunikasi atau bertukar informasi dengan orang lain. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seorang yang bercerita harus


(14)

memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2001: 277), yang mengemukakan bahwa tujuan bercerita adalah untuk mengemukakan sesuatu kepada orang lain.

Mudini dan Salamat Purba (2009: 4) menjelaskan tujuan bercerita adalah sebagai berikut

a. Mendorong atau menstimulasi

Maksud dari mendorong atau menstimulasi yaitu apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah menimbulkan inpirasi atau membangkitkan emosi para pendengar. Misalnya, pidato Ketua Umum Koni di hadapan para atlet yang bertanding di luar negeri bertujuan agar para atlet memiliki semangat bertanding yang cukup tinggi dalam rangka membela Negara.

b. Meyakinkan

Maksud dari meyakinkan yaitu apabila pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan, pendapat atau sikap para pendengar. Alat yang paling penting dalam meyakinkan adalah argumentasi. Untuk itu, diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat argumentasi untuk meyakinkan pendengar.


(15)

c. Menggerakkan

Maksud dari menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari para pendengar. Misalnya, berupa seruan persetujuan atau ketidaksetujuan, pengumpulan dana, penandatanganan suatu resolusi, mengadakan aksi sosial. Dasar dari tindakan atau perbuatan itu adalah keyakinan yang mendalam atau terbakarnya emosi.

d. Menginformasikan

Maksud dari menginformasikan yaitu apabila pembicara ingin memberi informasi tentang sesuatu agar para pendengar dapat mengerti dan memahaminya. Misalnya seorang guru menyampaikan pelajaran di kelas, seorang dokter menyampaikan masalah kebersihan lingkungan, seorang polisi menyampaikan masalah tertib berlalu lintas, dan sebagainya.

e. Menghibur

Maksud dari menghibur yaitu apabila pembicara bermaksud menggembirakan atau menyenangkan para pendengarnya. Pembicaraan seperti ini biasanya dilakukan dalam suatu resepsi, ulang tahun, pesta, atau pertemuan gembira lainnya.

Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari kegiataan bercerita adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan cara melaporkan, membujuk, mengajak dan meyakinkan.


(16)

4. Jenis Cerita

Kegiatan bercerita dalam proses pembelajaran yang dianjurkan oleh Depdiknas (1990: 19) diklasifikasikan menjadi lima bentuk, yaitu

a. Bercerita tanpa alat bantu

Dilakukan dengan berdiri di depan pendengar dan menceritakan ceritanya. Pada kegiatan ini, pencerita mengekspresikan ceritanya hanya dengan mimik wajah.

b. Bercerita menggunakan alat (langsung/ tidak langsung)

Bercerita menggunakan alat bersifat propaganda.Pada kegiatan ini, pencerita dapat bercerita dengan beberapa objek yang dinamai seperti gambar, objek nyata, dan gerak.Hal itu bertujuan agar cerita menjadi lebih mudah dimengerti.

c. Bercerita dengan gambar

Kegiatan bercerita dengan gambar dilakukan dengan media gambar untuk menggambarkan ceritanya. Gambar yang digunakan oleh pencerita adalah gambar susun.

d. Bercerita menggunakan papan flanel

Pelaksanaan dalam bentuk bercerita menggunakan papan flanel adalah pembicara meletakkan gambar-gambar/ benda-benda lain yang berhubungan dengan ceritanya di papan.


(17)

e. Membacakan sebuah cerita

Pelaksanaan dalam membacakan sebuah cerita adalah pembicara hanya membacakan sebuah cerita. Pencerita dapat melakukannya dengan cara duduk/ berdiri di depan pendengar sambil membacakan sebuah cerita.

Dari uraian di atas, kegiatan bercerita diklasifikasikan menjadi lima bentuk antara lain: a) bercerita tanpa alat bantu, b) menggunakan alat, c) dengan gambar, d) menggunakan papan flanel, dan e) membacakan sebuah cerita. Dalam penelitian ini kegiatan bercerita yang digunakan yaitu dengan membacakan sebuah cerita.

Berdasarkan ciri-cirinya, cerita dibagi menjadi 2, yaitu sebagai berikut.

a. Cerita Lama

Cerita lama umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan struktur kehidupan manusia di zaman lama. Jenis- jenis cerita lama menurut Desy (Taningsih, 2006: 7) adalah sebagai berikut:

1) Dongeng, yakni cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak benar terjadi dan bersifat fantastis atau khayal. Macam- macam dongeng meliptu mite, legenda, fabel, sage.

2) Hikayat, yakni cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal.

3) Cerita berbingkai, yakni cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan.


(18)

4) Cerita Panji, yakni bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa.

5) Tambo, yakni cerita mengenai asal-usul keturunan, terutama keturunan raja-raja yang dicampur dengan unsur khayal.

b. Cerita Baru

Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat dikembangkan dengan menceritakan kehidupan saat ini dengan keanekaragaman bentuk dan jenisnya. Contoh dari cerita baru adalah novel, cerita pendek, cerita bersambung dan sebagainya.

Dengan mengacu jenis cerita berdasarkan ciri-ciri di atas, maka dalam penelitian ini menggunakan jenis cerita baru yakni bentuk karangan bebas yang tidak berkaitan dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama.

5. Unsur-unsur Bercerita

Cerita yang baik untuk bacaan harus mempunyai unsur-unsur yang sama. Unsur-unsur tersebut harus dapat dipahami. Dengan kata lain unsur atau bagian yang ada di dalam cerita sangat menentukan baik buruknya karya tersebut. Adapun unsur-unsur dalam cerita seperti dibawah ini, a. Tema

Menurut Hardjana (2006: 18) tema yaitu pokok pikiran yang mendasari sebuah cerita. Ada pula yang menyebut gagasan, ide, dasar, atau pikiran utama yang melandasi sebuah cerita. Kemudian menurut


(19)

Lukens (2003: 129) secara sederhana tema dapat dipahami sebagai gagasan yang mengikat cerita, membangun cerita sehingga tampil sebagai sebuah kesatupaduan yang harmonis. Selain itu tema adalah ide pokok yang berkisar pada tujuan cerita itu (Liotohe, 1991: 53). b. Tokoh

Menurut Hardjana ( 2006: 19) yang dimaksud dengan tokoh atau penokohan yaitu gambaran watak, kebiasaan dan sifat para tokoh dalam cerita. Pembaca sebuah cerita tentu ingin mengetahui atau mengenali rupa, tampang, watak para tokoh cerita. Menurut Nurgiyantoro (2005: 222) tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan.

Dengan demikian menurut pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah karakter yang digambarkan dalam sebuah cerita.

c. Plot atau Alur

Menurut Hardjana (2006: 21) plot atau alur yaitu unsur struktur yang berwujud dalam jalinan peristiwa, yang memperlihatkan kepaduan yang diwujudkan antara lain oleh sebab akibat atau kausalitas. Kemudian menurut Liotohe (1991: 45) plot adalah (1) rencana dasar atau peta bagi penyusunan sebuah cerita, (2) jalanan cerita yang terdiri dari rentetan peristiwa demi peristiwa, (3) jalinan cerita yang mengikuti pola tertentu untuk suatu penyusunan cerita


(20)

yang utuh. Selain itu menurut Nurgiyantoro (2005: 237) istilah alur yang dipahami sebagai rangkaian peristiwa yang terjadi berdasarkan hubungan sebab akibat.

Kesimpulan dari pendapat beberapa ahli bahwa plot atau alur adalah rentetan suatu peristiwa yang padu terjadi berdasarkan sebab akibat.

d. Latar atau Setting

Latar atau setting adalah waktu dan tempat terjadinya peristiwa di dalam sebuah cerita atau drama (Hardjana, 2006: 23) sedangkan menurut Nurgiyantoro (2005:248) latar menunjuk pada tempat, yaitu lokasi dimana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Dengan demikian latar atau setting adalah tempat terjadinya suatu peristiwa di dalam sebuah cerita.

e. Sudut Pandang

Menurut Nurgiyantoro (2005: 269), sudut pandang adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah teks kepada pembaca.

f. Gaya Bahasa

Menurut Harjdana (2006: 24), gaya bahasa adalah cara yang khas dalam menggunakan bahasa untuk menyatakan pikiran dan perasaan baik dalam tulisan maupun lisan, sedangkan menurut Nurgiyantoro


(21)

(2005: 274) gaya bahasa adalah cara pengekspresian jati diri seseorang karena tiap orang akan mempunyai cara-cara tersendiri yang berbeda dengan orang lain.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam cerita meliputi tema, tokoh, plot atau alur, latar atau setting, sudut pandang dan gaya bahasa.

6. Langkah-Langkah Bercerita

Dalam kegiatan bercerita, perlu adanya suatu rencana untuk menentukan pokok-pokok cerita yang akan dikomunikasikan. Menurut Tarigan (2008: 32) dalam merencanakan suatu pembicaraan atau bercerita harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menentukan topik cerita yang menarik

Topik merupakan pokok pikiran atau pokok pembicaraan. Pokok pikiran dalam cerita harus menarik agar pendengar tertarik dan senang dalam mendengarkan cerita. Contoh topik cerita: pendidikan, sumber daya alam, kejujuran, persahabatan dan sebagainya.

b. Menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan bahan-bahan

Kerangka cerita merupakan rencana penulisan yang memuat garis- garis besar dari suatu cerita. Dalam menyusun kerangka cerita, harus mengumpulkan bahan-bahan seperti dari buku, majalah, koran, makalah dan sebagainya, untuk memudahkan dalam merangkai suatu cerita. Contoh kerangka cerita dengan topik persahabatan:


(22)

2) Dua orang sahabat berselisih paham

3) Penyelesaian masalah & kembali bersahabat c. Mengembangkan kerangka cerita

Kerangka cerita yang sudah dibuat kemudian dikembangkan sesuai dengan pokok-pokok cerita. Contoh pengembangan kerangka cerita ada 2 orang bersahabat sejak lama. Namanya Dina dan Ely. Mereka saling membantu satu sama lain. Saat Dina sedang mengalami kesulitan, Ely selalu membantu dan menghibur Dina. Begitupun sebaliknya, saat Ely sedang mengalami kesulitan, Dina selalu membantu & menghibur Ely.

d. Menyusun teks cerita

Penyusunan teks cerita dilakukan dengan menggabungkan poin-poin dari kerangka cerita yang telah dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitan antar poin. Contohnya yaitu menggabungkan pengembangan kerangka cerita poin 1) – 3) yang telah dijelaskan diatas sehingga menjadi sebuah teks cerita yang baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa langkah- langkah dalam bercerita meliputi: a) menentukan topik cerita yang menarik, b) menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan bahan- bahan, c) mengembangkan kerangka cerita, d) menyusun teks cerita.


(23)

7. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Bercerita

Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita menurut Sudarmadji (2010: 27) harus memperhatikan dua faktor pokok yaitu menyiapkan naskah cerita dan teknik penyajian. Dalam menyiapkan naskah cerita berasal dari sumber cerita yang telah ada atau mengarang cerita sendiri. Apabila pendidik mengambil dari buku, majalah atau komik tertentu maka itu dinamakan menggunakan sumber cerita yang sudah ada. Tentu saja cerita yang dipilih sudah dipertimbangkan secara masak-masak. Sebaliknya, apabila seorang pencerita hendak membuat naskah sendiri, maka yang terpenting yaitu harus menentukan terlebih dahulu alur atau plot cerita, bisa dalam bentuk karangan atau sinopsis, bisa pula ditulis secara detail. Hal penting yang harus dilakukan apabila mengarang cerita sendiri yaitu alur dan plot cerita harus benar-benar dikuasai. Sementara dalam teknik penyajian, seorang pencerita perlu menguasai keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, ekspresi dan sebagainya.

Keberhasilan pelaksanaan komunikasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu faktor pemilihan informasi, atau data yang yang akan disampaikan dan faktor yang berhubungan dengan teknik penyampaian/pengiriman data (Wursanto, 2005: 66-69). Proses keterampilan berbicara meliputi faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan yaitu faktor-faktor


(24)

yang menyangkut masalah bahasa yang seharusnya dipenuhi pada waktu seseorang berbicara. Faktor-faktor kebahasaan meliputi

a. Ketepatan ucapan

Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi- bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, atau kurang menarik.pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang dianggap cacat bisa mengalihkan perhatian pendengar.

b. Penempatan tekanan, nada, dan durasi yang sesuai

c. Kesesuaian tekanan, nada dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, apabila disampaikan dengan penempatan tekanan, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalah menjadi menarik. Sebaliknya jika penyampaiannya datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejemuan, dan keefektifan berbicara menjadi berkurang. d. Diksi atau pilihan kata

Pilihan kata hendaknya tepat, jelas, dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar.

e. Ketepatan sasaran pembicaraan

Pembicara yang menggunakan kalimat yang efektif akan memudahkan pendengar memahami isi pembicaraan. Susunan penuturan kalimat ini sangat besar pengaruhnya terhadap keefektifan penyampaian. Seorang


(25)

pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, menimbulkan kesan, atau menimbulkan akibat.

Faktor-faktor nonkebahasaan terdiri dari a. Sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku

Pembicara yang tidak tenang, lesu, dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Padahal kesan pertama ini sangat penting untuk menjamin adanya kesinambungan perhatian pihak pendengar. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Tentu saja sikap ini ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan materi.

b. Pandangan

Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara. Sebab pandangan mata seseorang itu dapat mempengaruhi perhatian lawan bicara. Pendapat ini sejalan dengan Ehrlich, ia menjelaskan bahwa pandangan kontak mata memungkinkan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif.

c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain

Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya mempunyai sikap terbuka dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima kritik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru.


(26)

d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang keefektifan berbicara. Hal-hal penting lain selain mendapat tekanan, biasanya juga dibantu dengan gerak tangan atau mimik.

e. Kenyaringan Suara

Tingkat kenyaringan suara disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Kenyaringan suara ketika berbicara harus diatur supaya dapat didengar oleh semua pendengar dengan jelas, dengan juga mengingat gangguan dari luar.

f. Kelancaran

Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraannya. Berbicara dengan terputus-putus, atau bahkan antara bagian-bagian yang terputus-putus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu seperti e…, anu…, a…, dan sebagainya dapat mengganggu penangkapan pendengar. Sebaliknya pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraan.

g. Relevansi atau penalaran

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis. Proses berpikir untuk sampai pada suatu simpulan haruslah berhubungan dengan logis. Hal ini berarti bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.


(27)

h. Penguasaan Topik Pembicaraan

Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain adalah supaya topik yang dipilih betul-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran.

Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara. Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan bercerita, menurut Damiati, dkk (2003: 23) yaitu:

a. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.

b. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan, ucapan, isyarat gerak bagian tubuh.

c. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan komunikasi, misalnya dalam keadaan marah, menangis, dan sakit.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi keterampilan bercerita terbagi menjadi dua yakni faktor penunjang dan faktor penghambat. Faktor penunjang dalam keterampilan bercerita yaitu persiapan naskah cerita dan teknik penyajian cerita, sedangkan faktor penghambat dalam keterampilan bercerita yaitu faktor fisik, faktor media dan faktor psikologis.


(28)

8. Penilaian Keterampilan Bercerita

Setiap kegiatan pembelajaran perlu diadakan penilaian termasuk dalam pembelajaran kegiatan berbahasa dalam hal ini khususnya adalah keterampilan bercerita. Cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu terampil dalam bercerita adalah dengan melakukan observasi atau pengamatan keterampilan bercerita. Observasi merupakan suatu teknik dalam melakukan evaluasi yang di dalamnya terdapat serangkaian pengamatan yang harus dilakukan oleh pengamat atau guru. Nurgiyantoro (2010: 57) membedakan observasi menjadi dua macam yaitu observasi berstruktur dan tak berstruktur. Dalam observasi berstruktur, kegiatan pengamat telah diatur, dibatasi dengan kerangka kerja tertentu yang telah disusun secara sistematis. Sedangkan, observasi tak berstruktur tidak membatasi pengamat dengan kerangka kerja tertentu.

Penilaian keterampilan bercerita dalam penelitian ini akan menggunakan observasi terstruktur. Kriteria penilaian keterampilan bercerita dalam penelitian ini meliputi faktor kebahasaan dan non kebahasaan. Kebahasaan meliputi isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, tata bahasa, gaya, dan tata tulis. Nonkebahasaan meliputi penguasaan materi dan kelancaran bercerita.

B. Pendekatan Keterampilan Proses

1. Pengertian Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut Puji Santoso, dkk (2008: 21), pendekatan keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus


(29)

kepada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar. Oleh karena itu, pendekatan keterampilan proses ini dipandang sebagai pendekatan yang oleh banyak pakar paling sesuai dengan pelaksanaan proses belajar mengajar di sekolah dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat dewasa ini.

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Dimyati dan Mujiono (2000: 138) bahwa pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau panutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang bertujuan mengembangkan sejumlah kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa. Kemampuan-kemampuan fisik dan mental tersebut pada dasarnya telah dimiliki oleh siswa meskipun masih sederhana dan perlu dirangsang agar menunjukkan jati dirinya.

Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan yang memberikan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pendekatan ini amat cocok digunakan, selain para siswa mempelajari konsep-konsep tentang ilmu bahasa, siswa juga harus bisa mengkomunikasikan kemampuannya sesuai dengan empat


(30)

kompetensi keterampilan berbahasa (menyimak dan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis).

Puji Santoso (2008: 21) menyatakan dalam kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan pendekatan keterampilan proses, di dalamnya mencakup 2 komponen, yakni pengorganisasian kelas serta metode dan teknik belajar-mengajar.

1. Pengorganisasian Kelas

Pendekatan ini menghendaki para guru dapat mengorganisasikan kelas dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat tercipta suasana kelas yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Kegiatannya meliputi pengelolaan kelas secara fisik maupun nonfisik.

2. Metode dan Teknik Belajar Mengajar

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai sistem perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia secara menyeluruh untuk memilih, mengorganisasi dan menyajikan materi Bahasa Indonesia secara teratur. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia teknik yang digunakan mengacu pada implementasi perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah suatu pengelolaan kegiatan belajar mengajar yang berfokus kepada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar dengan cara mencari dan menemukan sendiri konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa.


(31)

2. Tujuan Pendekatan Keterampilan Proses

Menurut Dimyati (2000: 138) tujuan pendekatan keterampilan proses adalah sebagai berikut.

a. Memberikan motivasi belajar kepada siswa karena dalam keterampilan proses ini siswa dipicu untuk senantiasa berpartisipasi secara aktif dalam belajar.

b. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari siswa, karena hakekatnya siswa sendirilah yang mencari dan menemukan konsep tersebut.

c. Untuk mengembangkan pengetahuan teori dengan kenyataan hidup di masyarakat, sehingga antar teori dengan kenyataan hidup akan serasi. d. Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di

dalam masyarakat sebab siswa telah terlatih untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah.

e. Mengembangkan sikap percaya diri, tanggungjawab, dan rasa kesetiakawanan sosial dalam menghadapi berbagai problem kehidupan.

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah (2004: 88), keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan anak didik menyadari, memahami, dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan yang berhubungan dengan hasil belajar yang telah dicapai anak didik. Tujuan keterampilan proses adalah mengembangkan kreativitas anak didik dalam belajar, sehingga anak didik secara aktif dapat mengembangkan dan menerapkan kemampuan-kemampuannya.


(32)

3. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Keterampilan Bercerita

Menurut Oemar Hamalik (2004: 150), langkah-langkah dalam pendekatan keterampilan proses meliputi observasi (mengamati), mengklasifikasikan (menggolongkan), memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Pertama, observation merupakan salah satu keterampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi atau mengamati tidak sama dengan melihat. Siswa harus mampu menggunakan alat-alat inderanya untuk melihat mendengar, merada, mencium, dan merasa. Dengan kemampuan ini siswa dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan interpretasi.

Kedua, classification (menggolongkan atau mengklasifikasikan) merupakan salah satu kemampuan yang penting dalam kerja ilmiah. Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi, misalnya suatu ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu. Agar siswa memahami sejumlah besar objek, peristiwa dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar kita, lebih mudah apabila menentukan jenis golongan. Ketiga, prediction merupakan suatu ramalan dari apa yang telah diamati. Untuk dapat membuat prediksi yang dapat dipercaya tentang objek dan peristiwa, maka dapat dilakukan dengan memperhitungkan penentuan secara tepat perilaku terhadap lingkungannya. Kriteria pada kemampuan memprediksi adalah siswa dapat mengetahui apakah unsur-unsur bercerita sudah benar atau salah dan disertai dengan alasan.


(33)

Keempat, measurement (mengukur). Keterampilan mengukur merupakan suatu yang sangat penting dalam kerja ilmiah. Dasar dari pengukuran adalah pembanding. Pengembangan yang baik terhadap keterampilan-keterampilan mengukur merupakan hal yang penting, mengklasifikasikan, membandingkan, segala sesuatu yang ada di sekeliling kita, serta mengkomunikasikan secara tepat dan efektif kepada yang lain. Kelima, inference (menyimpulkan) dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep, dan prinsip yang telah diketahui. Kriteria pada kemampuan menyimpulkan adalah siswa dapat menyimpulkan apa yang telah didapat setelah melaksanakan percobaan bercerita.

Keenam, communication (mengkomunikasikan) bertujuan mengkomunikasikan proses dan hasil penelitian kepada berbagai pihak yang berkepentingan, baik dalam bentuk kata-kata, grafik, bagan, maupun tabel, secara lisan atau tertulis. Kriteria pada aspek mengkomunikasikan adalah siswa dapat menjelaskan hasil pengamatan dengan lengkap dan sesuai. Yaitu ketika mempresentasikan hasil pengamatan di depan kelas kepada guru dan teman sekelas maupun dalam kelompoknya.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Dimyati (2000: 144) bahwa untuk melaksanakan penerapan keterampilan proses kepada siswa secara klasikal, kelompok kecil atau individual, maka kegiatan ini harus mengamati pada pembangkitan kemampuan dan dan keterampilan mendasar baik mental, fisik atau sosial. Keterampilan mendasar yang dimaksud yaitu


(34)

a) Mengamati/Observasi

Kegiatan mengamati dapat dilakukan peserta didik melalui kegiatan belajar, melihat, mendengar, meraba, mencicipi, dan mengumpulkan informasi.

b) Mengklarifikasikan

Mengklarifikasikan merupakan keterampilan proses untuk memilih berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya.

c) Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai “menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara dan visual.

d) Mengukur

Keterampilan mengukur sangat penting dilakukan agar siswa dapat mengobservasi dalam bentuk kuantitatif.

e) Memprediksi

Antisipasi atau perbuatan ramalan tentang suatu hal yang akan terjadi di waktu yang akan datang, berdasarkan perkiraan pada pola kecendurangan tertentu atau hubungan antara fakta dan konsep dalam ilmu pengetahuan.

f) Menyimpulkan

Menyimpulkan dapat diartikan sebagai “suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

Menurut Moch. Uzer Usman (2011: 43), sesuai dengan prinsip pendekatan keterampilan proses, maka diterapkan langkah-langkah dalam keterampilan proses ini meliputi mengobservasi atau pengamatan, menggolongkan atau mengklasifikan, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penerapan pendekatan keterampilan proses meliputi: mengobservasi atau pengamatan, menggolongkan atau mengklasifikan, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.

Sesuai dengan langkah dalam keterampilan proses, langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(35)

Tabel 1. Langkah Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Keterampilan Bercerita

No Langkah-Langkah Keterangan

1 Mengobservasi atau pengamatan

Siswa membaca cerita yang telah diberikan oleh guru

2 Menggolongkan atau mengklasifikan

Siswa memahami unsur-unsur dalam cerita dan siswa mempu membuat klasifikasi unsur-unsur dalam cerita seperti tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dll

3 Memprediksi Siswa dapat memprediksi apakah unsur- unsur dalam bercerita yang dibuat benar atau salah dan disertai alasannya

4 Mengukur Siswa membandingkan hasil pekerjaan dengan teman/kelompok lainnya

5 Menyimpulkan Siswa menyimpulkan apa yang telah didapatkan dalam mata pelajaran keterampilan bercerita

6 Mengkomunikasikan Siswa menyimpulkan apa yang telah didapatkan dalam mata pelajaran keterampilan bercerita

C. Karakteristik Siswa Kelas V SD

Nasution (dalam Saiful Bahri Djamarah, 2002: 89) mengemukakan bahwa masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir. Masa ini berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Masa ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah. Rita Eka


(36)

Izzaty, dkk. (2008: 116-117) juga mengemukakan bahwa masa kelas tinggi SD (9 tahun/10 tahun-13 tahun) memiliki ciri khas sebagai berikut.

1. Adanya perhatian yang tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis.

3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama dan membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Mustaqim dan Abdul Wahab (2003: 48) mengemukakan bahwa karakteristik masa kelas tinggi adalah sebagai berikut.

1. Telah ada kesadaran terhadap kewajiban dan pekerjaan. Anak telah ada kesanggupan menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh orang lain walaupun tugas-tugas itu mungkin tidak disukai.

2. Perasaan kemasyarakatan telah berkembang luas hingga bergaul dan bekerja sama dengan anak lain yang sebaya umurnya.

3. Telah memiliki perkembangan intelektual yang cukup besar sehingga telah memiliki minat kecakapan dan pengetahuan.

4. Telah memiliki perkembangan jasmani yang cukup kuat untuk melakukan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban di sekolah.


(37)

Dari beberapa pendapat mengenai karakteristik siswa kelas V SD yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa kelas V SD adalah sebagai berikut.

1. Mempunyai rasa ingin tau, belajar dan minat yang tinggi. 2. Rasa tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan kepadanya. 3. Interaksi dengan teman sebaya dan masyarakat mulai berkembang. 4. Perkembangan jasmani, rohani, intelektual yang berkembang.

D. Kerangka Pikir

Keterampilan bercerita merupakan kemampuan seseorang dalam menyampaikan ataupun mengungkapkan pikiran, ide, gagasan serta perasaan kepada orang lain secara lisan dengan baik sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Keterampilan bercerita perlu mendapat perhatian khusus, karena masih banyak orang yang sulit dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan bahasa yang baik dan benar sehingga nantinya dapat dipahami oleh orang yang mendengarnya dengan baik pula.

Bercerita tidak hanya mempunyai tujuan untuk menghibur, dalam tataran kelas berbahasa, bercerita memiliki tujuan untuk mengkomunikasikan ide-ide yang menjadikan pendengarnya bertambah pengalaman, menemukan moral baik, dan mendapat hiburan. Dengan bercerita siswa dilatih untuk berbicara dengan intonasi yang jelas dan tepat, jeda serta urutan rangkaian cerita yang sistematis dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat. Dalam bercerita siswa dituntut mampu menguasai unsur lingustik (ketepatan bahasa) dan kelayakan konteks agar bercerita dapat berjalan dengan baik. Siswa harus


(38)

mengemukakan ide dan gagasan sebagai wujud ekspresi diri. Oleh karena itu dalam pembelajaran bercerita guru harus terampil dalam merancang langkah- langkah pelaksanaan pembelajaran bercerita, melaksanakan latihan bercerita yang intensif, sistematis, dan berkesinambungan. Namun kenyataannya siswa tidak menguasai konsep atau materi pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran bercerita. Hal ini terbukti dengan masih banyak siswa yang belum tuntas sesuai nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mengakibatkan hasil belajar siswa tidak memuaskan.

Banyak faktor yang mempengaruhi keterampilan bercerita sehingga membuat siswa kesulitan dalam pembelajaran bercerita, salah satunya adalah perhatian siswa belum optimal dalam pembelajaran bercerita. Banyak siswa yang menyibukan dirinya sendiri daripada menyimak penjelasan guru dan siswa merasa jenuh karena pembelajaran itu monoton sehingga membuat siswa cenderung pasif. Selain itu siswa mengalami kesulitan dalam merangkai kalimat dari cerita yang diperdengarkan dan siswa tidak berani untuk mengajukan pertanyaan atau memberi tanggapan.

Respon siswa terhadap proses pembelajaran bercerita masih rendah. Hal ini dikarenakan pendekatan pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi lebiih aktif. Pendekatan keterampilan proses merupakan sebuah pendekatan untuk mengelola kegitan belajar mengajar yang berfokus kepada pelibatan siswa secara aktif dan kreatif dalam proses perolehan hasil belajar. Dalam penerapannya secara langsung pendekatan


(39)

proses memberikan kesempatan pada siswa secara nyata untuk bertindak karena keterampilan proses menekankan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Berikut ini merupakan skema kerangka pikir dalam penelitian ini:

Keterampilan bercerita masih

rendah

Banyak faktor yang mempengaruhi keterampilan bercerita, diantaranya adalah pendekatan yang digunakan

guru dalam pembelajaran.

Pendekatan keterampilan proses

Keterampilan bercerita meningkat

Siswa lebih aktif, lebih kreatif sehingga dapat menemukan sendiri konsep, pelajaran, dan materi cerita.

Gambar 1. Kerangka Pikir

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 1 Kalimanah Wetan”.


(40)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Penelitian tindakan kelas menurut Suharsimi Arikunto (2006: 90-93) didefinisikan sebagai suatu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru dan sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau bersama-sama dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksi tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu (kualitas) pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu siklus. Upaya ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang diangkat dari kegiatan tugas sehari-hari di kelas. Bentuk penelitian ini bukan kegiatan tunggal, melainkan berupa rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk siklus. Bentuk siklus inilah yang menjadi ciri khas sebuah PTK.

B. Desain Penelitian

Penelitian tindakan kelas yang akan peneliti lakukan adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis & McTaggart (dalam Tim Pudi Dikdasmen, 2007: 7) yang terdiri dari dua siklus dan masing-masing siklus menggunakan empat tahap tindakan yaitu perencanaan, pelaksanaan


(41)

Desain penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut: Keterangan :

0

►4

▼ ▲3 1

◄2

►4

▼ ▲3 1

◄2

Siklus I : 1. Perencanaan I. 2. Tindakan I. 3. Observasi I. 4. Refleksi I.

Siklus II : 1. Revisi Rencana I. 2. Tindakan II. 3. Observasi II. 4. Refleksi II.

Gambar 2. Penelitian Tindakan Model Spiral Kemmis & McTaggart

Komponen yang terdapat pada model Spiral Kemmis & McTaggart pada dasarnya dalam satu perangkat atau untaian dan sering disebut juga dengan siklus terdiri dari empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus adalah putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi (Tim Pudi Dikdasmen, 2007: 7). Berikut penjelasan komponen-komponen yang terdapat dalam penelitian tindakan:

1. Perencanaan tindakan (Action Plan)

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyusunan perangkat pembelajaran, meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


(42)

tentang unsur-unsur cerita, media yang digunakan dalam pembelajaran ini antara lain modul, perangkat evaluasi yang meliputi rubrik penilaian dan butir-butir soal serta lembar observasi pelaksanaan RPP, Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP).

2. Pelaksanaan tindakan (Actuating)

Pelaksanaan tindakan adalah implementasi tindakan ke dalam konteks proses belajar mengajar yang sebenarnya. Pelaksanaan tindakan kelas ini dilakukan dengan menggunakan panduan perencanaan tindakan yang telah dibuat dan dalam pelaksanaan bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Selama proses berlangsung guru memberikan pelajaran kepada siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran berupa Silabus, RPP, lembar observasi dan tes. Dan setelah proses pembelajaran dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat.

3. Pengamatan (Observing)

Pengamatan berfungsi sebagai proses pendokumentasian dampak dari tindakan dan menyediakan informasi untuk tahap refleksi. Pengamatan harus dilakukan secara cermat dan dirancang sebelumnya dengan baik. Peneliti sebagai pengamat harus membuat catatan-catatan dalam jurnal harian mengenai jalannya tindakan ini (catatan lapangan). Pengamat akan mencatat perilaku guru apakah sesuai dengan Action Plan atau tidak, dan dampak tindakan terhadap siswa (sebatas yang menjadi fokus penelitian,


(43)

yaitu peningkatan keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses.

4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah upaya evaluasi diri yang secara kritis dilakukan oleh peneliti dan kolaborator. Refleksi harus dilakukan secara terbuka dan dilakukan dengan cara melaksanakan diskusi antara peneliti dengan kolaborator. Refleksi dilakukan pada akhir siklus dari hasil ini, peneliti dapat menentukan perlu tidaknya dilakukan siklus berikutnya.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Kalimanah Wetan siswa kelas V yaitu pada saat proses pembelajaran Bahasa Indonesia yang berlangsung di dalam kelas. Peneliti mengadakan penelitian di sekolah tersebut karena berdasarkan observasi sebelumnya dengan guru kelas V bahwa di kelas tersebut sebagian besar siswa masih belum maksimal nilainya dalam pembelajaran bercerita, sehingga perlu untuk ditingkatkan. Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dan dilaksanakan pada tahun ajaran 2013/2014. Rincian pelaksanaan dari setiap siklus adalah sebagai berikut.

Setting penelitian yang akan peneliti lakukan adalah dengan beberapa siklus dengan ketentuan masing-masing siklus dilakukan dengan 2 pertemuan. Penelitian ini akan diakhiri dengan ketentuan apabila hasil dari siklus kedua sudah mengalami peningkatan keterampilan bercerita, dan apabila belum terjadi peningkatan akan dilanjutkan dengan siklus ketiga.


(44)

1. Siklus I

a. Perencanaan

1. Mempersiapkan dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. 2. Mempersiapkan lembar observasi.

3. Mempersiapkan bahan ajar, alat peraga dan buku yang relevan dengan materi.

4. Mempersiapkan lembar kerja siswa.

5. Mempersiapkan soal tes untuk siswa yaitu tes yang akan diberikan pada awal pelajaran dan tes yang akan diberikan pada akhir siklus. b. Tindakan

Tindakan ini dilakukan akan berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat dan dalam pelaksaannya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan yang memungkinkan untuk harus diubah. Selama pembelajaran berlangsung, guru mengajarkan materi kepada siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat. Sedangkan peneliti mengamati aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran di kelas.

c. Observasi

Definisi observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku denganmelihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung. Pelaksanaan pengamatan ini dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan. Pengamatan pada penelitian ini adalah melakukan pengamatan atau observasi terhadap keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung.


(45)

Selama pembelajaran berlangsung, observer melakasanakan observasi terhadap peneliti yang sedang melaksanakan kegiatan dan mengobservasi siswa dalam belajar dengan menggunakan lembar observasi.

d. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang telah dilakukan. Kegiatan refleksi sangat tepat dilakukan ketika guru telah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan dan menganalisis kegiatan yang telah dilakukan. Refleksi pada siklus I akan dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dalam kelas penelitian yaitu kelas V. Kegiatan yang dilakukan adalah menganalisis kekurangan dan hal-hal apa saja yang terjadi pada siklus I, kemudian mencari solusi agar kekurangan dan kendala yang ada di siklus I tidak terulang pada sikulus II, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan pada siklus berikutnya yaitu siklus II. 2. Siklus II

Berdasarkan refleksi dan analisa pada siklus I serta solusi untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada, agar pada siklus II proses pembelajaran dapat lebih efektif dibanding pada siklus I.

a. Perencanaan

1. Mempersiapkan dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. 2. Mempersiapkan lembar observasi.

3. Mempersiapkan bahan ajar, alat peraga dan buku yang relevan dengan materi.


(46)

4. Mempersiapkan lembar kerja siswa.

5. Mempersiapkan soal tes untuk siswa yaitu tes yang akan diberikan pada akhir pelajaran dan tes yang akan diberikan pada akhir siklus. b. Tindakan

Tindakan ini dilakukan akan berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat dan dalam pelaksaannya bersifat fleksibel dan terbuka terhadap perubahan yang memungkinkan untuk harus diubah. Selama pembelajaran berlangsung, guru mengajarkan materi kepada siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat. Sedangkan peneliti mengamati aktivitas siswa pada saat proses pembelajaran di kelas. c. Observasi

Observer tetap mengobservasi peneliti dan siswa dengan lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

d. Refleksi

Pada tahap ini peneliti mencermati hasil pembelajaran dan hasil observasi pada akhir siklus I dan siklus II. Pada tahap ini peneliti menarik kesimpulan apakah siklus itu dilanjutkan atau dihentikan atas dasar hasil belajar siswa dan observasi.

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas V SD Negeri Kalimanah Wetan, Purbalingga yang berjumlah 19 siswa, terdiri dari 10


(47)

siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses.

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan lembar observasi, tes, dan dokumentasi.

1. Observasi

Pada penelitian ini peneliti melakukan pengamatan (observasi) terhadap perilaku siswa dan keaktifan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Observasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa hasil kegiatan guru dan siswa selama pembelajaran. Hasil observasi dituliskan dalam lembar observasi. 2. Tes

Tes digunakan untuk mengumpulkan data nilai keterampilan siswa yaitu tes. Tes diberikan pada tiap akhir pembelajaran.

3. Dokumen

Dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil catatan harian guru pada saat proses pembelajaran berlangsung.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini instrumen yang akan digunakan yaitu lembar observasi dan tes keterampilan bercerita.


(48)

1. Lembar Observasi

Menurut pendapat Nasution (Sugiyono, 2009: 310), observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan karena fakta mengenai dunia kenyataan diperoleh melalui observasi. Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk melakukan observasi atau pengamatan guna memperoleh data yang diinginkan. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses. Pada penelitian ini peneliti melakukan pengamatan terhadap perilaku dan kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dalam menerapkan pendekatan keterampilan proses. Hasil pengamatan ditulis dalam sebuah lembar observasi.

Tabel 2. Rubrik Penelitian Pendekatan Keterampilan Proses

No Aspek Kriteria Indikator Skor

1 Mengobservasi Siswa

mendengarkan dan memperhatikan guru yang membaca cerita Sangat memperhatikan Memperhatikan Kurang Memperhatikan Sangat kurang memperhatikan

4 3 2 1

2 Mengklasifikan Melalui diskusi

kelompok, siswa menemukan unsur-unsur cerita

Unsur cerita sangat lengkap Unsur cerita lengkap Unsur cerita kurang lengkap Unsur cerita sangat kurang lengkap

4 3 2 1

3 Memprediksi Siswa dapat

menceritakan kembali cerita secara lengkap

Dapat bercerita dengan sangat baik Dapat bercerita dengan baik Dapat bercerita dengan kurang baik Dapat bercerita dengan sangat kurang baik

4 3 2 1

4 Mengukur Siswa dapat

menceritakan kembali secara individual

Dapat bercerita secara individual dengan sangat baik

Dapat bercerita secara individual dengan cukup baik

Dapat bercerita secara individual

4 3 2


(49)

dengan kurang baik

Dapat bercerita secara individual dengan sangat kurang baik

1

5 Menyimpulkan Siswa

menyimpulkan dengan benar

Dapat menyimpulkan dengan benar Dapat menyimpulkan dengan cukup benar

Dapat menyimpulkan dengan kurang benar

Dapat menyimpulkan dengan sangat kurang benar

4 3 2 1 2. Tes

Tes menurut Suharsimi Arikunto (2007: 32) adalah serentetan pertanyaan/latihan/alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan/bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari dan digunakan sebagai pedoman untuk memperoleh data hasil belajar. Tes yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes akhir atau post tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran.

Tes tertulis disesuaikan dengan silabus dan materi yang akan diajarkan. Dalam membuat tes, peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi yang akan digunakan daan sebelum digunakan dalam penelitian. Kompetensi dasar sesuai dalam silabus siswa kelas V SD. Kompetensi dasar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, tema, latar dan amanat). Kisi-kisi penilaian ketrampilan bercerita mengacu pada pendapat Burhan Nurgiantoro (2013: 440) sebagai berikut:


(50)

Tabel 3. Kisi-kisi Penilaian Keterampilan Bercerita

No Aspek yang dinilai Skor

1 Tema 10

2 Tokoh 15

3 Plot/alur 10

4 Latar/setting 10

5 Sudut pandang 10

6 Gaya bahasa 15

7 EYD 10

8 Penguasaan materi 10

9 Kelancaran bercerita 10


(51)

Tabel 4. Rubrik Penilaian Keterampilan Bercerita

No Aspek Kriteria Indikator Skor

1 Tema Isi sesuai dengan

tema/judul

Isi sesuai dengan tema/judul 9-10

Isi cukup sesuai dengan tema/judul 6-8

Isi kurang sesuai dengan tema/judul 3-5

Isi sangat kurang sesuai dengan tema/judul

0-2

2 Tokoh Ekspresi

penokohan dan kesesuaian karakter tokoh

Ekspresi penokohan sangat baik dan kesesuaian karakter tokoh sangat logis

13-15 Ekspresi penokohan cukup baik dan

kesesuaian karakter tokoh cukup logis.

9-12 Ekspresi penokohan kurang baik dan

kesesuaian karakter tokoh kurang logis

4-8 Ekspresi penokohan sangat kurang

baik dan kesesuaian karakter tokoh sangat kurang logis

0-3

3 Plot/Alur Pengembangan

cerita dan konflik

Konflik sangat logis, cerita dikembangkan dengan baik, serta peristiwa jelas.

9-10

Konflik cukup logis, cerita

dikembangkan dengan cukup baik, dan peristiwa juga cukup jelas.

6-8

Konflik kurang logis, cerita kurang dikembangkan, dan peristiwa juga kurang jelas

3-5

Konflik sangat kurang logis, cerita sangat kurang dikembangkan, dan peristiwa juga sangat kurang jelas

0-2

4 Latar/Setting Kreativitas dalam

mengembang- kan latar

Latar dikembangkan dengan baik dan kreatif serta sesuai dengan tema

9-10 Latar yang dikembangkan cukup baik

namun kurang sesuai dengan tema

6-8 Latar kurang dikembangkan dengan

baik, kurang sesuai dengan tema

3-5 Latar sangat kurang dikembangkan

dengan baik, sangat kurang sesuai dengan tema 0-2 5 Sudut pandang Penyampaian amanat

Amanat disampaikan dengan baik, tersurat maupun tersirat, dan sesuai dengan tema

9-10

Amanat disampaikan dengan cukup baik, namun kurang sesuai dengan tema

6-8

Amanat kurang disampaikan dengan baik dan kurang sesuai dengan tema


(52)

Amanat sangat kurang disampaikan dengan baik dan sangat kurang sesuai dengan tema

0-2

6 Gaya bahasa Memancarkan

banyak makna atau kaya akan makna dan mengekspresikan

pikiran yang

diungkapkan

Terdapat penggunaan dua kali variasi majas, mampu mengekspresikan pikiran yang diungkapkan, memancarkan banyak makna

13-15

Terdapat penggunaan satu kali variasi majas, mampu mengekspresikan pikiran yang diungkapkan, memancarkan banyak makna

9-12

Tidak ada penggunaan variasi majas, tidak mampu mengekspresikan pikiran yang diungkapkan, kurang

memancarkan banyak makna

4-8

Tidak ada penggunaan variasi majas, tidak mampu mengekspresikan pikiran yang diungkapkan, sangat kurang memancarkan banyak makna

0-3

7 EYD Penulisan kata

tepat sesuai dengan EYD

Penyusunan kata-kata hampir tidak ada kesalahan tata bahasanya.

9-10 Sedikit sekali kesalahan tata bahasa

dan susunan kata,

tetapi tidak mengaburkan arti

6-8

Ada kesalahan tata bahasa sehingga sedikit mengaburkan arti

3-5 Banyak kesalahan tata bahasa

sehingga pembicaraannya sukar untuk dipahami

0-2

8 Materi Peguasaan

materi

Sangat menguasai materi dalam bercerita

9-10 Cukup menguasai materi dalam

bercerita

6-8 Kurang menguasai materi dalam

bercerita

3-5 Sangat kurang menguasai materi

dalam bercerita 0-2 9 Proses Bercerita Kelancaran bercerita

Sangat lancar dalam proses bercerita sesuai dengan materi

9-10 Cukup lancar dalam proses bercerita

sesuai dengan materi

6-8 Kurang lancar dalam proses bercerita

sesuai dengan materi

3-5 Sangat kurang lancar dalam proses

bercerita sesuai dengan materi

0-2

Total Skor 100


(53)

G. Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif kuantitatif.

1. Analisis Hasil Tes Keterampilan Bercerita

Hasil tes keterampilan bercerita dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Aspek-aspek yang dinilai tema, tokoh, plot atau alur, latar atau setting, sudut pandang dan gaya bahasa. Nilai masing-masing aspek keterampilan cerita siswa dijumlahkan, kemudian jumlah tersebut dibagi dengan jumlah aspek keterampilan cerita yang dinilai. Hasil perhitungan tersebut kemudian dikategorikan untuk menentukan keterampilan cerita dalam kategori sebagai berikut:

Tabel 5. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Persentase Skor Yang Diperoleh

(%)

Kategori

76- 100 Sangat Terampil

51 – 75 Terampil

26 – 50 Kurang Terampil

0- 25 Sangat Kurang Terampil

(Suharsimi Arikunto, 2006: 244)

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar yang telah dicapai oleh siswa digunakan rumus penghitungan ketuntasan belajar menurut Zaenal Aqib (2009:41) yaitu:

% siswa: ∑ siswa yang tuntas belajar


(54)

2. Analisis Data Hasil Observasi dan Dokumentasi

Data hasil observasi dan dokumentasi menurut Nana Sudjana (2005: 132) dapat dianalisis secara deskriptif dengan mendeskripsikan data tersebut. Data hasil observasi dinyatakan dalam angka 4 (sangat baik), 3 (cukup), 2 (kurang), 1 (sangat kurang). Tiap sub indikator tersebut kemudian dijumlahkan, kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah sub indikator yang diamati untuk mendapatkan kecenderungan nilai tiap sub indikator. Hasil observasi dapat yang telah diperoleh dihitung kemudian dipresentase, dengan demikian dapat diketahui sejauh mana peningkatan yang dicapai dalam pembelajaran. Adapun rumus yang digunakan menurut Muhammad Ali (1985: 184) adalah sebagai berikut:

Persentase (%) = n x100% N

Keterangan

n= skor yang diperoleh. N= jumlah skor ideal

Data dokumentasi digunakan untuk mengetahui kesesuaian pengamatan dengan foto dan catatan lapangan.

H. Indikator Keberhasilan Tindakan

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dinyatakan berhasil apabila terjadi perubahan yaitu berupa peningkatan hasil keterampilan bercerita yang


(55)

55

85 % dari jumlah siswa mendapat nilai lebih dari atau sama dengan 75. Hal ini didasarkan pada standar nilai rata-rata yang ditetapkan sekolah.


(56)

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi dan Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Kalimanah Wetan yang berlokasi di Jalan Jati No. 1 Kecamatan Kalimanah Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Sekolah ini terletak di lokasi yang strategis yaitu terletak di depan jalan raya. Setting tempat dalam penelitian ini adalah di dalam kelas yaitu di kelas V. Pembelajaran dimulai dengan mengkondisikan siswa di dalam kelas, menjelaskan cara keterampilan bercerita.

2. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah a. Visi

Terciptanya siswa berprestasi berbekal ilmu pengetahuan dan teknologi dan iman takwa.

b. Misi :

1) Membekali siswa dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT melalui pembinaan terencana dan berkelanjutan. 2) Melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa aktif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan.

3) Melaksanakan bimbingan bakat dan minat dalam bidang akademik dan nonakademik.


(57)

57 3. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas V di SD Negeri 1 Kalimanah Wetan Kecamatan Kalimanah Purbalingga yang berjumlah 19 siswa, terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses.

4. Deskripsi Kegiatan Pra Tindakan

Sebelum peneliti melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan kegiatan pra tindakan. Kegiatan pra tindakan dilakukan sebagai persiapan sebelum memulai penelitian. Kegiatan ini dilaksanakan mulai tanggal 20 Mei 2014 sampai dengan 6 Juni. Rincian kegiatan penelitian tindakan kelas yaitu meminta izin kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian pada tanggal 20 Mei 2014. Kemudian melaksanakan pra tindakan terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas V untuk mengetahui informasi dan mengetahui masalah-masalah yang dihadapi siswa kelas V pada tangal 26 Mei 2014. Berdasarkan kesepakatan dengan pihak sekolah dan guru kelas, penelitian dilaksanakan mulai hari Rabu, 28 Mei 2014 sampai selesai.

5. Deskripsi Data Kemampuan Awal Keterampilan Bercerita

Data kemampuan keterampilan bercerita pada siswa kelas V diperoleh dari hasil tes pra tindakan. tes pra tindakan dilakukan dengan memberikan tes kepada subjek penelitian yaitu siswa kelas V yang berupa soal. Melihat dari soal tes pra tindakan yang diberikan dapat dilihat


(58)

seberapa jauh kemampuan yang dimiliki siswa dalam keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses.

Berdasarkan nilai tes pra tindakan keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses siswa kelas V menunjukkan bahwa rata- rata penilaian pra siklus yang mampu dicapai oleh 19 siswa adalah 62,84. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata yang telah ditentukan, keterampilan bercerita melalui pendekatan keterampilan proses masih banyak siswa yang nilainya berada di bawah nilai rata-rata yang telah ditentukan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu dengan nilai 75. Nilai yang dicapai siswa masih banyak yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yakni sebanyak 16 siswa (84,2%). Sementara siswa yang mencapai nilai rata-rata hanya sebanyak 3 siswa (15,8%).

Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan pembelajaran di atas perlu diadakan perbaikan untuk peningkatan keterampilan bercerita. Proses pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya keterampilan bercerita belum terlaksana secara optimal. Dalam pembelajaran masih bersifat satu arah sehingga siswa menjadi pasif.

Dalam proses pembelajaran diperlukan pembelajaran yang menarik, mudah dipahami, membuat aktif peserta didik dan tidak membosankan. Penyampaian materi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan pembelajaran yang dianggap sesuai, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Untuk mengatasinya dapat ditempuh dengan pendekatan


(59)

59

keterampilan proses. Dengan pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan keterampilan bercerita.

6. Deskripsi Hasil Tindakan Siklus I a. Perencanaaan Tindakan Siklus I

Tindakan siklus I dalam penelitian ini terdiri dari 2 kali pertemuan. Satu kali pertemuan dilaksanakan selama 35 menit pelajaran Bahasa Indonesia. Sebelum melaksanakan tindakan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan antara lain :

1) Menyusun RPP, menyusun lembar observasi siswa, membuat cerita bacaan yang akan digunakan untuk melatih keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses mengerjakan perkalian, membuat instrumen evaluasi prestasi belajar keterampilan bercerita.

2) Mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk latihan keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Tindakan yang diberikan kepada subjek penelitian berupa pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses. Uraian masing-masing pertemuan yang dilaksanakan pada siklus I adalah sebagai berikut.


(60)

1) Pertemuan I

Pada pertemuan pertama materi yang disampaikan yaitu keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses. Adapun langkah-langkah pembelajaran keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses sebagai berikut :

a) Kegiatan awal

(1) Menyiapkan materi yang akan dipelajari (2) Mengkondisikan siswa

(3) Membuka pelajaran (4) Memberi motivasi

(5) Memberitahukan tujuan pembelajaran (6) Mengadakan apersepsi

b) Kegiatan inti

(1) Menjelaskan materi tentang bercerita

(2) Langkah mengobservasi: siswa membaca cerita yang telah diberikan oleh guru.

(3) Langkah menggolongkan: Siswa memahami unsur-unsur dalam cerita dan siswa mempu membuat klasifikasi unsur- unsur dalam cerita seperti tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dll.


(61)

61

(4) Langkah memprediksi: Siswa dapat memprediksi apakah unsur-unsur dalam bercerita yang dibuat benar atau salah dan disertai alasannya.

(5) Langkah mengukur: Siswa membandingkan hasil pekerjaan dengan teman/kelompok lainnya.

(6) Langkah menyimpulkan: Siswa menyimpulkan apa yang telah didapatkan dalam mata pelajaran keterampilan bercerita

(7) Langkah mengkomunikasikan: Siswa menyimpulkan apa yang telah didapatkan dalam mata pelajaran keterampilan bercerita.

b) Kegiatan penutup

(1) Melaksanakan refleksi (2) Memberi tindak lanjut (3) Menutup pelajaran 2) Pertemuan II

Pada pertemuan kedua materi yang disampaikan yaitu keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses. Adapun langkah-langkah pembelajaran keterampilan bercerita siswa melalui pendekatan keterampilan proses sebagai berikut :

a) Kegiatan awal


(1)

81 C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu membutuhkan waktu yang lama dalam pemahaman pendekatan keterampilan proses oleh guru maupun siswa. Hal ini dikarenan pendekatan keterampilan proses belum pernah diterapkan di sekolah tersebut. Sehingga membutuhkan waktu dalam memahami pendekatan keterampilan proses agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar.


(2)

82 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan yang memberikan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara aktif dan kreatif dalam proses pemerolehan bahasa. langkah-langkah penerapan pendekatan keterampilan proses meliputi mengobservasi atau pengamatan, menggolongkan atau mengklasifikan, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses berhasil meningkatkan keterampilan bercerita siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan Kecamatan Kalimanah. Terdapat peningkatan proses keterampilan bercerita yang ditandai dengan beberapa siswa sudah aktif bertanya, minat bercerita meningkat, berani tampil bercerita, keterampilan bercerita lebih baik dan lancar, serta sebagian besar siswa sudah menguasai materi.

Penerapan pendekatan keterampilan proses dapat meningkatkan keterampilan bercerita pada siswa kelas V SD Negeri 1 Kalimanah Wetan. Hal ini dibuktikan dari nilai mean (nilai rata-rata) siswa pada prasiklus sebesar 62,84. pada siklus I menjadi 71,26 dan setelah dilakukan siklus II menjadi 76,89. Sebelum pra tindakan yang tuntas berjumlah 3 siswa (15,79%) dan belum tuntas 16 siswa (84,21%). Pada siklus I yang tuntas berjumlah 10 siswa (52,63%) dan belum tuntas berjumlah 9 siswa (47,37%). Pada siklus II yang tuntas berjumlah 17 siswa (89,47%) dan belum tuntas


(3)

berjumlah 2 siswa (10,53%). Aktivitas saat penerapan pendekatan proses juga masuk dalam kategori tinggi sebesar 87,00 (91,58%) dari skor ideal sebesar 95 (100%). Karena siswa sudah mencapai nilai rata-rata yang ditetapkan sekolah yaitu ≥ 75 pada siklus II maka penelitian ini dikatakan berhasil.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi siswa

a. Siswa seharusnya mengikuti pelajaran dengan baik sehingga dapat memahami apa yang dijelaskan oleh guru.

b. Sebaiknya siswa menambah referensi buku-buku agar pemahaman siswa meningkat.

c. Sebaiknya siswa banyak berlatih bercerita dan memahami isi cerita. 2. Bagi guru

a. Guru disarankan untuk menerapkan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran bercerita.

b. Guru membuat kata kunci tentang isi cerita.

c. Guru dianjurkan agar terlebih dahulu menerangkan unsur-unsur cerita sebelum memasuki pelajaran inti.

3. Bagi sekolah

a. Agar pihak sekolah melengkapi fasilifas pembelajaran khususnya buku-buku cerita.


(4)

84

b. Pihak sekolah agar lebih bekerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan mendukung berbagai penelitian pendidikan yang ada.

c. Pihak sekolah agar lebih mendorong guru bersikap kreatif dan inovatif dalam menciptakan strategi pembelajaran yang baru.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Burhan Nurgiantoro. (2013). Penilaian Pembelajan Bahasa Berbasis Kompetensi. Yogyakarta: BPFE.

Damiati, dkk. (2003). Membaca dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mutiara

Depdiknas. (1990). Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar.

Dimyati. (2000). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Dimyati dan Mujiono. (2000). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Hardjana. (2006). Cara Mudah Mengarang Cerita Anak-anak. Jakarta: Grasindo.

Hartono. (2005). Pelatihan Pelatihan Penulisan Cerita atau Dongeng dan Teknik

Penyajiannya sebagai Media Pembelajaran Budi Pekerti bagi Guru Taman Kanak- kanak Kodya Yogyakarta. Yogyakarta: UNY Press.

Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis. (1993). Pendidikan IPA 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Miliasari, E. (2009). Penggunaan Strategi pembelajaran Questioning Based Story untuk meningkatkan kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa Kelas

X-9 di SMA Negeri 1 Pemalang. Jurnal DIDAKTIKA. Tahun 1 Nomor 3. At http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1309399418_2085- 9791.pdf.Retrived September 2009.

Moeliono dkk. (1993). Kamus Besar Berbahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Liotohe. (1991). Petunjuk Praktis Mengarang Cerita Anak-anak. Jakarta: Balai Pustaka. Lukens. (1991). Models of Teaching Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka

Pelajardan Kebudayaan.

Moch. Uzer Usman. (2011). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mudini dan Salamat Purba. (2009). Pembelajaran Berbicara. Jakarta: Depdiknas. Muhammad Ali. (1985). Prosedur Penelitian Tindakan. Bandung: Angkasa.

Nana Sudjana. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro. (2001). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: BPFE.


(6)

. (2005). Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

. (2009). Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-ilmu Sosial. Yogyakarta: BPFE. . (2010). Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE. Oemar Hamalik. (2004). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Puji Santoso, dkk. (2008). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sabar Akhadiah. (1991). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Saleh Abbas. (2006). Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Efektif di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Sudarmadji, dkk. (2010). Teknik Bercerita. Jakarta: Kurnia Kalam.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfa Beta.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Syaiful Bahri Djamarah. (2004). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Taningsih. (2006). Mengembangkan Kemampuan Bahasa Anak Usia (4-6 tahun). Semarang: UNNES Press.

Tarigan. (2008). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.

Tim Pudi Dikdasmen. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: UNY Press. Wursanto. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Andi.

Y. Slamet. (2008). Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press. Zaenal Aqib. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Ayrama Widya.


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN BERCERITA LISAN MELALUI PENDEKATAN Peningkatan Hasil Belajar Keterampilan Bercerita Lisan Melalui Pendekatan Pragmatik Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 2 Andong Tahun Pelajaran 2011/2012.

0 1 14

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL Peningkatan Keterampilan Menulis Cerita Menggunakan Pendekatan Kontekstual Padasiswa Kelas V SD Negeri 3 Sajen Kecamatan Trucuk Kabupaten Klaten 2012/2013.

0 1 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA SISWA KELAS V SD NEGERI CEPIT PENDOWOHARJO BANTUL.

1 5 162

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MENGGUNAKAN MEDIA BONEKA TANGAN PADA SISWA KELAS III SD NEGERI KASONGAN BANTUL.

0 3 261

EFEKTIFITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN GESTALT TERHADAP PENINGKATAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 KALIMANAH, PURBALINGGA.

3 24 188

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE MIND MAP SISWA KELAS V SD NEGERI GOLO YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2015/2016.

0 1 234

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI METODE MIND MAP SISWA KELAS V SD NEGERI GULON 2 KECAMATAN SALAM KABUPATEN MAGELANG.

0 0 294

UPAYA MENINGKATKAN KEMANDIRIANDAN PRESTASI BELAJAR IPA SISWA KELAS IV PADA POKOK BAHASAN GAYA MELALUI MODEL PEMBELAJARANBERBASIS MASALAH DI SD NEGERI 1 KALIMANAH WETAN

0 0 13

PENINGKATAN MOTIVASI DAN KETERAMPILAN PROSES BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI GARIS DAN SUDUT MELALUI PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) PADA SISWA KELAS VIID DI SMP NEGERI 2 KALIMANAH

0 0 14

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PUISI MELALUI PENDEKATAN PROSES 5 FASE DI KELAS V SD NEGERI 1 GEMBONGAN

0 0 14