EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN “THINK PAIR SHARE” PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

(1)

commit to user

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN “THINK PAIR SHARE” PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH :

MAGFIRATULLAH

NIM : S850809108

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN “THINK PAIR SHARE” PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

Disusun Oleh : MAGFIRATULLAH

S850809108

Telah disetujui Tim Pembimbing Pada : ... Januari 2011

Pembimbing I

Dr. H. Mardiyana, M.Si

NIP. 19660225 199302 1 002

Pembimbing II

Dr. Imam Sujadi, M.Si

NIP. 19670915 200604 1 001 Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Dr. H. Mardiyana, M.Si


(3)

commit to user

iii

EKSPEREMENTASI MODEL PEMBELAJARAN “THINK PAIR SHARE” PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG

DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH

Disusun Oleh : MAGFIRATULLAH

S850809108

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim penguji Pada tanggal : ... Januari 2011

Jabatan Nama Tanda tangan

Ketua : Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ... Sekretaris : Dr. Riyadi, M.Si ... Anggota : 1. Dr. H. Mardiyana, M.Si ... 2. Dr. Imam Sujadi, M.Si ...

Surakarta, .. Januari 2011

Mengetahui, Ketua Program Studi

Direktur PPs UNS Pendidikan Matematika

Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D Dr. H. Mardiyana, M.Si


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Magfiratullah

NIM : S850809108

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EKSPER IMENTASI MODEL PEMBELAJARAN ”THINK PAIR SHARE PADA MATERI POKOK BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DITNJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS IX SMP DI KOTA PALANGKA RAYA KALIMANTAN TENGAH adalah betul – betul karya saya sendiri.

Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis ini ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabuan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Januari 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user

v

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,maka apabila kamu telah selesai dari

sesuatu urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”.

(Q.S. Al Insyirah: 6-7)

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”

(Q.S. Al Baqarah: 286)


(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkah tesis ini kepada :

§

Gunawan Abrari, suamiku tercinta

§

Hj. Nurasimah, ibu mertuaku yang kuhormati

§

Nisa,Yayah, Ayi, Dede,Dodo dan Tata, anak-anakku yang kusayangi

§

Saudaraku semua


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas rohmat, karunia dan hidayah-Nya penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini telah banyak melibatkan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan yang setinggi – tingginya dan terima kasih yang sebesar – besarnya pada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian dan kesempatan belajar yang seluas – luasnya untuk menyelesaikan tesis ini..

2. Dr. H. Mardiyana, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Dr. Imam Sujadi, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 5. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya yang telah

memberikan kesempatan untuk mengadakan penelitian di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Palangka Raya.


(8)

commit to user

viii

6. Kepala Sekolah, Guru dan Peserta Didik SMP Nusantara, SMP Muhammadiyah, SMP Negeri-I dan SMP Negeri-2 Kota Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan membantu hingga terlaksananya penelitian ini.

7. Drs Josep Dudi, M.Si, Drs. Helmuth.Y.Bunu, M.Pd, Drs. Ahmad Yasluh, Drs. Sugiyanto. M.Pd, Drs. Orhan. M.Pd dan Drs. Janu Pinardi, M.Si. yang telah membantu dan menjadi validator uji coba instrumen angket dan tes prestasi dalam penelitian ini.

8. Teman-teman mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan bantuan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Suamiku, serta anak-anakku yang telah memberikan doa, semangat,bantuan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga bimbingan, dorongan dan bantuan yang telah diberikan dinilai sebagai suatu amal kebaikan dan mendapat pahala dari Allah Subhanahu Wata’ala.

Surakarta, Januari 2011 Penulis


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN TESIS ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ……… v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xvii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pemilihan Masalah ... 6

D. Pembatasan Masalah ... 6

E. Perumusan Masalah ... 6

F. Tujuan Penelitian ... 8


(10)

commit to user

x

BAB II LANDASAN TEORI Dan PENGAJUAN HIPOTESIS ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Prestasi Belajar Matematika ... 10

2 Model Pembelajaran ……….. 15

3 Gaya Belajar ……….. 31

B. Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Hipotesis Penelitian ………. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

1. Tempat Penelitian ... 42

2. Waktu Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 43

1. Rancangan Penelitian ... 44

2. Prosedur Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 46

1. Populasi ... 46

2. Sampel ... 46

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

1. Variabel Penelitian ... 49


(11)

commit to user

xi

3. Instrumen Penelitian ... 53

E. Teknik Analisis Data ... 60

1. Uji Keseimbangan ... 60

2. Uji Prasyarat Analisis ... 61

3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 64

4. Uji Komparasi Ganda ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN Dan PEMBAHASAN ... 72

A. Uji Keseimbangan ... 72

B. Diskripsi Data ……… 73

1. Data Hasil uji coba xinstrument ……… 73

2. Data Skor Pretasi belajar matematika siswa ………. 76

3 Data Skor Angket Gaya Belajar Matematika Siswa .. 77

C. Pengujian Prasyarat Analisis ………. 78

1. Uji Normalitas ……… 78

2. Uji Homogenitas ……… 79

D. Pengujian Hipotesis ………... 80

1. ANAVA Dua Jalan Sel Tak Sama ……… 80

2. Uji Lanjut Pasca ANAVA ………. 81

E. Pembahasan Hasil Analisis ………... 86

F. Keterbatasan Penelitian ... 94


(12)

commit to user

xii

A. Kesimpulan Penelitian ... 95

B. Implikasi Penelitian ... 96

C. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Skor Perkembangan Individu ... 28

Tabel 2.2 Skor Perkembangan Kelompok ... 29

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Data Peringkat Sekolah ... 47

Tabel 3.3 Data Sampel Pada Masing-masing Sekolah ... 49

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ……… 68

Tabel 4.1 Hasil Uji normalitas Kemampuan Awal ... 72

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas ... 72

Tabel 4.3 Deskripsi Data Skor Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77 Tabel 4.4 Hasil Pengelompokan Gaya Belajar Siswa ... 77

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ……….. 78

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas ... 79

Tabel 4.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama 80

Tabel 4.8 Rataan Marginal ... 81

Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Komparasi Ganda Antar Kolom ... 82


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen …... 102

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ………… 129

Lampiran 3 LKS Dan Lembar Soal ……… 152

Lampiran 4 Data Kemampuan Awal ………... 175

Lampiran 5 Kisi-kisi Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ... 181

Lampiran 6 Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ……….. 183

Lampiran 7 Lembar Jawaban Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ………... 189

Lampiran 8 Kunci Jawaban Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ………... 190

Lampiran 9 Lembar Validasi Tes Prestasi Belajar Matematika ………….. 191

Lampiran 10 Analisis Konsistensi Internal Dan Tingkat Kesukaran Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ……….. 197

Lampiran 11 Analisis Reliabilitas Hasil Uji coba Tes Prestasi Belajar Matematika ………... 210

Lampiran 12 Kisi-kisi Uji Coba Angket Gaya Belajar Matematika ……... 211

Lampiran 13 Angket Uji Coba Gaya Belajar Matematika ……… 214

Lampiran 14 Lembar Validasi Gaya Belajar Matematika ………... 218

Lampiran 15 Analisis Konsistensi Internal Uji Coba Angket Gaya Belajar Matematika ………... 224


(15)

commit to user

xv

Lampiran 16 Analisis Reliabilitas Hasil Uji Coba Angket Gaya Belajar …... 236

Lampiran 17 Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika ………... 248

Lampiran 18 Soal Tes Prestasi Belajar Matematika ……….. 250

Lampiran 19 Lembar Jawaban Soal Tes Prestasi Belajar Matematika …... 256

Lampiran 20 Kunci Jawaban Soal Tes Prestasi Belajar Matematika ……… 257

Lampiran 21 Kisi-kisi Angket Gaya Belajar Matematika ………... 258

Lampiran 22 Angket Gaya Belajar Matematika ……… 261

Lampiran 23 Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelas Eksperimen ………. 264

Lampiran 24 Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelas Kontrol ……… 268

Lampiran 25 Uji Homogenitas Kemampuan Awal ……… 272

Lampiran 26 Uji Keseimbangan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol …… 278

Lampiran 27 Data Induk Penelitian ………... 280

Lampiran 28 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ……… 288

Lampiran 29 Uji Normalitas Kelas Kontrol ………... 293

Lampiran 30 Uji Normalitas Gaya Belajar Visual ………... 298

Lampiran 31 Uji Normalitas Gaya Belajar Auditorial ………... 301

Lampiran 32 Uji Normalitas Gaya Belajar Kinestetik ………... 305

Lampiran 33 Uji Homogenitas Model Pembelajaran ……… 309

Lampiran 34 Uji Homogenitas Gaya Belajar Siswa ………... 315

Lampiran 35 Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama …………. 320


(16)

commit to user

xvi

Lampiran 37 Kumpulan Tabel Statistik 333


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

Magfiratullah, S850809108. Eksperimentasi Model Pembelajaran “Think Pair Share” Pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Kelas IX SMP Di Kota Pangka Raya Kalimantan Tengah. Tesis. Komisi Pembimbing I Dr. H. Mardiyana, M.Si dan Pembimbing II Dr. Imam Sujadi, M.Si. Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui apakah model pembelajaran TPS dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran STAD pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung. (2) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai gaya belajar visual, auditorial, dan kenestetik pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung. (3) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar visual. (4) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar auditorial. (5) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajara TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar kinestetik. (6) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran TPS. (7) Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental semu dengan rancangan faktorial 2x3. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2010 dengan populasi siswa kelas IX SMP di Kota Palangka Raya. Teknik pengambilan sampel adalah Stratified Cluster Random Sampling. Sedangkan sampel yang terpilih adalah siswa dari SMPN 1 Palangka Raya, SMP Muhammadiyah Palangka Raya dan SMP Nusantara Palangka Raya yang masing-masing terdiri dari 2 kelas yaitu satu kelas untuk eksperimen dan satu kelas untuk kontrol. Banyaknya siswa yang ditetapkan sebagai sampel adalah 240 siswa, yaitu 120 siswa untuk kelas eksperimen dan 120 siswa untuk kelas kontrol.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, angket dan tes. Metode dokumentasi untuk mengumpulkan data kemampuan awal berupa nilai UUB semester II kelas VIII tahun pelajaran 2009/2010 digunakan untuk uji keseimbangan, angket untuk mengumpulkan data gaya belajar siswa dan tes untuk mengumpulkan data prestasi belajar matematika. Sebelum instrumen tersebut digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba di kelas IX SMPN 2 Palangka Raya. Analisis instrumen tes menggunakan validitas isi oleh experts judgment dan reliabilitas tes menggunakan uji


(18)

commit to user

xviii

KR – 20; sedangkan analisis butir tes dengan uji daya pembeda dan tingkat kesukaran. Analisis instrumen angket menggunakan validitas isi oleh experts judgment dan reliabilitas angket menggunakan Cronbach Alpha; sedangkan analisis butir angket menggunakan uji konsistensi internal. Dari 35 butir tes yang diujicobakan diperoleh 30 butir tes yang dipakai, sedangkan dari 54 butir angket yang diujicobakan diperoleh 45 butir angket yang dipakai untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini.

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis variansi (Anava) dua jalan dengan sel tak sama, dan dilanjutkan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe. Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dengan metode Liliefors dan uji homogenitas dengan uji Bartlett.

Hasil analisis data menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama dengan

taraf signifikansi α = 0,05 adalah (1) Ada perbedaan efek antar baris (Fa = 27,7811 > F0,05;1;240 = 3,8815), dengan kata lain kedua model pembelajaran memberi pengaruh yang tidak sama terhadap prestasi belajar metematika siswa pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. (2) Ada perbedaan efek antar kolom (Fb = 13,3093 > F0.05;2,240= 3,0344), dengan kata lain ketiga kategori gaya belajar matematika siswa memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap prestasi beljar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. (3) Terdapat interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat. (Fab = 6,0386 > F0.05;2,240 = 3,0344).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1) Materi dengan menggunakan model pembelajaran TPS lebih baik dari pada prestasi belajar Prestasi belajar matematika siswa pada matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran STAD. (2) Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial, prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar visual. (3) Pada gaya belajar visual pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada pembelajaran STAD. (4) Pada gaya belajar auditorial, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika sama baiknya dengan pembelajaran STAD. (5) Pada gaya belajar kinestetik, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada pembelajaran STAD.(6) Pada kelas yang menggunakan pembelajaran TPS, gaya belajar kinestetik memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar auditorial sama baiknya dengan gaya belajar kinestetik maupun dengan gaya belajar visual. (7) Pada kelas yang menggunakan pembelajaran STAD, gaya belajar auditorial memberian prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan gaya belajar visual maupun auditorial.


(19)

commit to user

xix

ABSTRACT

Magfiratullah, S850809108. Experimentation of Learning Model “Think Pair Share” on Matery of Curved Side of Space Shape from Students Learning Styles in Class IX of Class IX SMP in the City of Palangka Raya-Central Kalimantan Province, Thesis, Surakarta, Program Study of Mathematics Education Program, Post Graduate Program of Sebelas Maret University, 2011.

The aims from this research are: (1) to know if teaching learning model of TPS can produce mathematics learning achievement better than the using model of STAD teaching-Learning on basic material of curva side shape, (2) to know if there is difference learning achievement whose has visual learning style, auditorial, and kinesthetics on basic material space shape of side curva, (3) to know which model gives mathematics learning achievement better between teaching learning model of STAD, on students with visual learning style. (4) to know which model gives mathematics learning achievement is better between teaching learning model of TPS or teaching learning model of STAD on students with auditorial learning style. (5) to know which model gives mathematics learning achievement better between teaching learning model of TPS or teaching learning model of STAD, on students whose learning style is kinestetic learning style. (6) to know which model gives mathematics learning achievement better than students with visual learning style, auditorial learning style and students with kinestetic learning style, on class which uses learning model of TPS. (7) to know which model gives mathematics learning achievement better between students with visual learning style, students with auditorial learning style, and students with kinesthetic learning style, on class which uses learning model of STAD.

The method of research used is quasi experiment research) with using factorial design 2x3. The research was performed on July 2010 up to December 2010 with population of students class IX of SMP in the city of Palangka Raya. Sample technique taking used in this research is Stratified Cluster Random Sampling. While sample chosen is students of SMP N I Palangka Raya, SMP Muhammadiyah Palangka Raya, and SMP Nusantara Palangka Raya which each of them consist of 2 classes, a class is for experiment class and a class for control class. The sum of individual who is fixed as sample amounting 240 students, they are 120 students for experiment class and 120 students for control class.

Data collecting is performed with documentation method, questionare, and test. Documentation test is used to collect values of UUB semester 2 of class VII in the education year 2009/2010 used as balanced test questionare method used to collect data of students learning style and test method used to collect data of mathematics learning achievement. Before these instruments are used , they are tried out in class IX of SMP 2 Palangka Raya. Instrument analysis test used is validity content by experts judgementand reliability test used is KR-20 test; while analysis of point test use is differential force and difficulty level. Analysis of questionare used is content validity by experts judgement and reliability questionare used is Cronbach


(20)

commit to user

xx

Alpha; while analysis of questionare poins internal consistency test. From 35 point test which are tried out, is gained 30 points used, while from 54 quetionare points,45 points of questionare used to collect data in this research.

Technic of data analysis used in this research is two ways variant analysis with not same cell, and it is continued by doble comparassion test with Scheffe method. Before analyzing data with Anava test, prerequisition analysis test is done, that is normality test with Liliefors method and homogeneity test with uses Barlett test.

The result of data analysis used is two ways anava with not same cell with

significant level α=0.05 are (1) there is effect among the row (Fa=27.7811> F0,05;1;240=3.8815), with other word both model of teaching learning gives different influence against mathematics learning achievement of the students on basic material of curva side space shape. (2) There is difference effect inter column (Fb =13. 3093 > F 0.05; 2; 240 = 3.0344), with another word the third category of learning style of mathematics of students give influence which is not same against learning achievement on basic material of side curva space shape. (3) There is raw and column interaction against dependent variable. ( Fab = 6. 0386> F0.05; 2;240 = 3.0344).

Conclusions of the research are: (1) stuff presenting with using model of teaching TPS is better than students learning achievement of Mathematics with using STAD teaching. (2) Students learning achievement of Mathematics with kinesthetic learning style is as good as students learning achievement with using auditorial learning style, students learning achievement with using auditorial learning style is better than students learning achievement of Mathematics with visual learning style. (3) On visual learning style of TPS teaching give mathematics learning achievement better than STAD teaching. (4) On auditorial learning style, the teaching of TPS gives learning achievement of Mathematics as good as STAD teaching. (5) On Kinesthethic learning style, TPS teaching give learning achievement of Mathematics is better than on STAD teaching. (6) On class with using TPS teaching, kinesthetic learnig style gives students learning achievement of mathematics which is better than students with visual learning style and auditorial learning style is as good as kinesthetic learning style or visual learning style. (7) On class with using STAD teaching, auditorial learning style gives learning achievement of mathematics which is better than students with using visual learning style and kinesthetic leraning style is as good as students with visual learning style or auditorial learning style.


(21)

commit to user

xxi

ABCTRACT

Magfiratullah. S850809108. Experimentation Learning Model "Think Pair Share" subject matter curved side plane geometry View from Student Learning Styles in the Class IX SMP in the City of Palangka Raya in Central Kalimantan. Principal Advisor: Dr. H. Mardiyana, M.Si., Co-advisor: Dr. Imam Sujadi, M.Si. Thesis. Surakarta. Mathematics Education Study Program, Postgraduate Program Sebelas Maret University Surakarta. 2011.

The purpose of this study were (1) To determine whether the TPS learning model can improve math achievement is better than the use of STAD learning models in subject matter build side curved space (3) To know which provides better mathematics achievement between TPS learning models or STAD learning model, students with visual learning styles. (4) To find out which provides better math achievement between TPS learning model or STAD learning model, students with auditory learning styles. (5) To find out which provides better math achievement between TPS learning model or STAD learning model, students with kinesthetic learning styles. (6) To find out which provides better mathematics achievement between students with visual learning styles, students with auditory learning styles, and students with kinesthetic learning styles, the class that uses a learning model TPS. (7) To find out which provides better mathematics achievement between students with visual learning styles, students with auditory learning styles, and students with kinesthetic learning styles, the class that uses a learning model STAD.

The research method used was quasi experiment research using 2 x 3 factorial design. The experiment was conducted in July to December 2010 with the junior class IX student population in the city of Palangka Raya. The sampling technique used in this study is Stratified Cluster Random Sampling. While the sample selected were students from SMP 1 Palangka Raya, SMP Muhammadiyah Palangka Raya and SMP Nusantara Palangka Raya, each consisting of 2 classes: one class for an experimental class and one class for control class. The number of student who are designated as samples are as many as 240 students, where 120 students for experiments class and 120 students for controll class.

Data was collected by the method of documentation, questionnaires and tests. Documentation methods for collecting value UUB second semester class VIII academic year 2009/2010 is used to test the balance, the questionnaire method to collect students’ learning styles and test methods for collecting data and studying mathematics achievement. Before the instrument was used first be tested in class IX SMPN 2 Palangka Raya. Analysis of test instruments used by the expert judgments content validity and reliability tests using KR-20 test, whereas the grain test analysis with a test distinguishing features and levels of difficulty. Analysis of questionnaire instruments used by the expert judgments and reliability of the questionnaire using


(22)

commit to user

xxii

Cronbach Alpha, while the analysis of questionnaire items using the internal consistency test. Of the 35 point test that tested gained 30 points of this test, whereas of the 54 items tested questionnaire which obtained 45 item questionnaire used to collect data in this study.

The data analysis technique in this study using analysis of variance (Anava) two ways with not the same cells, and followed by multiple comparison test with Scheffe method. Before the data were analyzed using Anava test first prerequisite test analysis, namely normality test with Liliefors methods and homogeneity test using Bartlett’s test.

Results of data analysis using two-ways Anava with not the same cell with significance level a = 0.05 is (1) There is a difference in effects between lines (Fa = 27.7811> F0, 05;1,240 = 3.8815), in other words the two models of learning effect that is not the same as studying mathematics student achievement in subject matter curved side plane geometry. (2) There are differences in effects between the columns (Fb = 13.3093> F0, 05; 2.240 = 3.0344), in other words the three categories of mathematics learning styles are not the same effect on math achievement in subject matter curved side plane geometry. (3) There is interaction of rows and columns on the dependent variable (Fab = 6.0386> F0,05; 2.240 = 3.0344).

The conclusion of this study are: (1) Mathematics learning achievement using TPS learning model is better than the students’ learning achievement using STAD learning. (2) Studying mathematics achievement of students who have a kinesthetic learning style better than the math achievement of students who have auditory learning styles, and learning achievement of students who have auditory learning style better than the math achievement of students who have a visual learning style. (3) In the visual learning style, TPS learning model provide math learning achievement better than the STAD learning model, (4) In the auditory learning style, learning model TPS provide math learning achievement better than the STAD learning model. (5) In the kinesthetic learning styles, TPS learning model provide math learning achievement better than the STAD learning model. (6) In the class that uses a learning model TPS, kinesthetic learning styles provide math learning achievement of students better than students with visual or auditory learning styles. (7) In the class that uses a learning model STAD, auditory learning styles provide math learning achievement of students better than students with visual and kinesthetic learning styles.

Key word : TPS Model, STAD Model, Student Learning Styles, Mathematics Learning Achievement.


(23)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika mempunyai kegunaan yang sangat penting, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perkembangan ilmu. Banyak masalah dalam kehidupan manusia yang dapat dipecahkan dengan menggunakan matematika sebagai alat bantu. Dalam ilmu lain seperti fisika, kimia, biologi, ekonomi dan lain-lain, matematika memegang peranan penting. Sadar atau tidak sadar setiap orang menggunakan matematika dalam kehidupan, oleh karena itu setiap orang perlu membekali diri dengan penguasaan matematika. Kehidupan dimasa yang akan datang ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju

Perkembanganteknologi sangat dipengaruhi oleh kemajuan yang dicapai manusia.

dalam penguasaan matematika, Seseorang yang menguasai matematika berarti dia harus mampu memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan matematika.

Menurut Miller (dalam Noraini Idris. 2009) mengatakan bahwa “Mathematics learning for understanding is not easy. Many students fail to understand the concepts taught to them. They solve problems by memorizing formulae and procedures teachers have taught them. The students merely put the required figures into the formulae to arrive at the answer.” Artinya bahwa belajar tentang pemahaman matemematika memang tidak mudah. Banyak siswa tidak berhasil memahami konsep yang diajarkan kepada mereka. Mereka menyelesaikan masalah dengan menghafal rumus dan formula yang diajarkan oleh guru. Mereka hanya meletakan unsur-unsur yang ada kedalam rumus atau formula untuk menjawab suatu pertanyaan.

Kenyataannya sampai saat ini matematika masih menjadi masalah bagi sebagian siswa. Sebagian siswa masih menganggap matematika sangat sulit sehingga mereka sering acuh tak acuh dalam proses belajar mengajar. Akibatnya,


(24)

commit to user

prestasi belajar matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah. Hal ini sesuai pengalaman penulis selama menjadi guru bidang studi matematika, bahwa nilai matematika dari sebagian siswa belum mencapai kriteria ketuntasan.

Berdasarkan pengalaman peneliti, bahwa sebagian besar siswa kelas IX semester I mengalami permasalahan pada materi Geometri khususnya materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung, hal ini berakibat rendahnya perestasi siswa. Dari hasil Ujian Nasional SMP tahun pelajaran 2008/2009 diperoleh data persentase penguasaan materi pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung untuk tingkat rayon kota Palangka Raya hanya 28,66%, tingkat propinsi Kalimantan Tengah 33,98%, dan tingkat nasional 59,03%, sedangkan materi pokok lain yang diajarkan di SMP kelas IX semester I mempunyai persentase penguasaan lebih baik yaitu misalnya untuk materi pokok statistika untuk tingkat rayon kota Pangka Raya 47,99%, tingkat propensi Kalimantan Tengah 59,97%, dan tingkat Nasional 78,63%. ( Sumber: Dikpora Kota Palangka Raya)

Salah satu faktor penyebab kesulitan siswa dalam belajar matematika kemungkinan adalah model pembelajaran yang digunakan guru tidak sesuai dengan kondisi siswa maupun materi pokok yang disampaikan. Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pengajaran matematika. Tetapi tidak setiap model pembelajaran dapat diterapkan dalam setiap materi, sehingga pemilihan model pembelajaran sangatlah penting guna mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan hasil yang optimal. Oleh karena itu sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperlukan pemikiran yang sangat matang dalam pemilihan model pembelajaran yang efektif untuk suatu materi yang akan


(25)

commit to user

disajikan. Hal tersebut dimaksudkan agar pengajaran matematika menjadi efektif dan efisien. Namun yang terjadi guru kurang bervariasi dalam menggunakan model pembelajaran. Kenyataan selama ini model pembelajaran yang sering digunakan selain model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran kooperatif STAD. Oleh karena itu sebagai guru matematika perlu memahami dan mengembangkan berbagai model pembelajaran dalam pengajaran matematika. Dalam hal ini hendaknya guru dapat menyusun program pengajaran yang dapat membangkitkan motivasi peserta didik dalam belajar, sehingga peserta didik merasa terlibat langsung dan merasa memilki pembelajaran tersebut. Selain Model pembelajaran kooperatif STAD masih ada model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika di sekolah misalnya model

pembelajaran Think Pair Share(TPS),yang melibatkan siswa untuk bekerja sama.

Pemilihan model pembelajaran perlu memperhatikan beberapa hal seperti materi yang disampaikan, tujuan pembelajaran, waktu yang tersedia dan banyaknya siswa serta hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.

Di samping penggunaan model pembelajaran yang sesuai, terdapat faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan belajar matematika, diantaranya gaya belajar matematika. Gaya belajar matematika merupakan cara yang khas dan konsisten dilakukan oleh siswa dalam menyerap informasi. Gaya belajar matematika dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu visual, auditorial, dan kinestetik. Gaya belajar visual menggunakan indera penglihatannya untuk membantunya belajar. Gaya belajar auditorial memanfaatkan kemampuan pendengaran untuk mempermudah proses belajar, sehingga akan lebih mudah


(26)

commit to user

menerima materi yang disajikan dengan diskusi atau tanya-jawab. Gaya belajar kinestetik menggunakan fisiknya sebagai alat belajar yang optimal. Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik dibantu dengan membawa alat peraga yang nyata misal balok, patung. Pada umumnya siswa memiliki ketiga gaya belajar tersebut, namun ada satu yang paling dominan dimilikinya. Kebanyakan siswa belum mengenal persis gaya belajar yang dimilikinya sehingga mereka belum dapat menerapkannya secara optimal. Pemanfaatan sumber belajar matematika, cara memperhatikan pembelajaran matematika di kelas, serta cara mudah bagi siswa untuk berkonsentrasi penuh saat belajar dapat digunakan untuk mengenal gaya belajar matematika. Hal-hal tersebut di atas dipergunakan seorang guru maupun siswa itu sendiri untuk mengetahui gaya belajar matematika masing-masing siswa.

Dengan mengetahui gaya belajar yang berbeda, diharapkan membantu para guru dalam membimbing dan menyajikan model pembelajaran yang memudahkan siswa, menyenangkan dan efektif dalam peningkatan hasil belajar matematika.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi geometri pada materi bangun ruang sisi

lengkung disebabkan oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Terkait dengan ini muncul pertanyaan kalau model pembelajaran dirubah, apakah prestasi siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab hal ini dapat


(27)

commit to user

dilakukan penelitian yang membandingkan dua model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dan melihat apakah model tersebut cocok untuk berbagai gaya belajar siswa.

2. Adanya kemungkinan rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan karena

kurang aktifnya siswa dalam mengikuti pembelajaran dan hanya mengorganisir sendiri apa yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan siswa lain, apakah keaktifan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

3. Karena adanya perbedaan gaya belajar masing-masing siswa maka ada

kemungkinan bahwa suatu model pembelajaran matematika cocok bagi siswa tertentu saja, tetapi tidak cocok bagi siswa lain. Demikian juga mungkin cocok untuk siswa dengan gaya belajar matematika tipe visual dan gaya belajar matematika tipe auditorial, tetapi tidak cocok untuk siswa dengan gaya belajar matematika kinestetik dan sebaliknya. Terkait hal itu, perlu diteliti apakah tipe gaya belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.

C.Pemilihan Masalah

Dari ketiga masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan ketiga yaitu membahas masalah dalam menentukan sebuah model pembelajaran dan gaya belajar siswa.


(28)

commit to user

D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini lebih terarah dan tidak menyimpang dari apa yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: 1. Model pembelajaran yang mengaktifkan siswa dipilih dalam penelitian ini

adalah model pembelajaran TPS (Think Pair Share) untuk kelas eksperimen

dan model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Division) untuk

kelas kontrol.

2. Gaya belajar pada penelian ini adalah cara yang khas dalam belajar matematika, baik di rumah maupun di kelas. Gaya belajar siswa dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu Gaya Belajar Visual, Gaya Belajar Auditorial dan Gaya Belajar Kinestetik

3. Prestasi belajar matematika siswa yang dimaksudkan adalah hasil belajar matematika siswa pada sub materi Bangun Ruang Sisi Lengkung yang dicapai pada akhir pembelajaran

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran TPS dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran STAD pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung?


(29)

commit to user

2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kenestetik pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung?

3. Apakah model pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada model pembelajaran STAD pada siswa dengan gaya belajar visual?

4. Apakah model pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada model pembelajaran STAD pada siswa dengan gaya belajar auditorial?

5. Apakah model pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada model pembelajaran STAD pada siswa dengan gaya belajar kinestetik?

6. Pada kelas yang menggunakan model pembelajaran TPS: Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara gaya belajar visual, gaya belajar auditorial, dan gaya belajar kinestetik?

7. Pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD: Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara gaya belajar visual, gaya belajar audiorial, dan gaya belajar kinestetik?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah


(30)

commit to user

1. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran TPS dapat menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada penggunaan model pembelajaran STAD pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa yamempunyai gaya belajar visual, auditorial, dan kenestetik pada materi pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung.

3. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebh baik antara model pembelajaran TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar visual.

4. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajaran TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar auditorial.

5. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara model pembelajara TPS atau model pembelajaran STAD, pada siswa dengan gaya belajar kinestetik.

6. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran TPS.

7. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik antara siswa dengan gaya belajar visual, siswa dengan gaya belajar auditorial, dan siswa dengan gaya belajar kinestetik, pada kelas yang menggunakan model pembelajaran STAD.


(31)

commit to user

G. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:

1. Memberikan masukan kepada guru ataupun calon guru matematika dalam

menentukan model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai alternatif selain model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.

2. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru untuk lebih memperhatikan gaya belajar siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika.

3. Memberikan masukan bagi guru matematika tentang keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar.


(32)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi

Pengertian prestasi yang dikemukakan oleh para ahli sangatlah bervariasi. Hal tersebut antara lain dikarenakan latar belakang dan sudut pandang yang berbeda-beda dari para ahli itu sendiri. Akan tetapi perbedaan tersebut justru dapat saling melengkapi pengertian dari prestasi itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895) dinyatakan Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Dalam pengertian ini prestasi merupakan hasil suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan usaha tersebut. Sedangkan Sutratinah Tirtonagoro (2001: 43) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar mengajar yang dalam bentuk symbol, angka, huruf, atau kalimat yang dapat mencerminkan hasil usaha yang sudah dicapai oleh anak dalam periode tertentu”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai prestasi pada penelitian ini yaitu bukti atau hasil yang telah dicapai setelah diadakan usaha sebaik-baiknya sesuai batas kemampuan dari batas usaha tersebut.

b. Pengertian Belajar

Belajar adalah salah satu unsur utama dalam proses pendidikan formal di sekolah. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dekat dengan apa yang disebut belajar. Seseorang yang telah belajar akan mengalami


(33)

perubahan-commit to user

perubahan dalam pengetahuan, keterampian, dan nilai sikap, sehingga dapat memecahkan masalah- masalah yang sedang dan akan dihadapi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Winkel (2004: 59) bahwa, “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas”.

Menurut Ismet (2010) terdapat banyak definisi tentang konstruktivisme, yaitu “the theory constructivisme according to which each child builds his own

knowledge from the inside, through his own mental activity, in interactive with the

environment”. Pendapat Ismet tersebut mempunyai pengertian bahwa menurut

teori konstruktivisme mengajak anak untuk membangun pengetahuannya sendiri dari dalam dirinya, melalui aktivitas mental.

Selain beberapa pendapat mengenai definisi belajar tersebut, Sumadi Suryabrata (1995: 249) menyebutkan bahwa hal pokok dalam kegiatan yang disebut “belajar” adalah sebagai berikut:

1) Belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioural changes, aktual,

maupun potensial).

2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.

3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja)

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar didefinisikan sebagai suatu proses menginternalisasi, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang telah


(34)

commit to user

dimilik yang melibatkan aktivitas mental atau psikis seseorang yang menyebabkan terjadinya suat perubahan kearah yang lebih baik.

c. Pengertian Prestasi Belajar

Berdasarkan pengertian prestasi dan belajar tersebut di atas, prestasi belajar merupakan suatu hasil usaha yang dicapai seseorang dalam penguasaan pengetahuan, sikap serta ketrampilan berkat pengalaman dan latihan yang dinyatakan dalam perubahan tingkah laku.

Sutratinah Tirtenegoro (2001: 43) mengatakan bahwa, “Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar”. Dengan mengetahui prestasi belajar anak, dapat diketahui kedudukan anak dalam kelas, apakah anak tersebut tergolong kelompok anak pandai, sedang atau kurang. Prestasi anak ini dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf, atau kalimat yang mencerminkan hasil yang dicapai oleh anak dalam periode tertentu.

Sedang Zainal Arifin (1990: 3) menyatakan bahwa, “Prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah manusia karena sepanjang rentang kehidupannya, manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang kamampuannya masing-masing”. Zainal Arifin juga mengemukakan bahwa prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain:

1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik.

2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. 3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan.


(35)

commit to user

4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan.

5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) anak didik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar dalam penelitian ini adalah hasil dari usaha yang dicapai oleh siswa dalam proses belajar yang dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, maupun simbol. Di dalam penelitian ini prestasi belajar dinyatakan dalam bentuk angka.

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa, “Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.

Wood (1999: 171) menyatakan bahwa beberapa peneliti seperti Confrey dan Labinowicz telah memperoleh pandangan yang membangun dan berpendapat bahwa siswa akan memahami matematika dengan baik jika siswa dengan aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika.

Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai oleh semua siswa karena pelajaran lainnya tidak bisa terlepas dari matematika. (Huntley : 329). Purwoto (2003: 12-13) mengemukakan bahwa, “Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”.


(36)

commit to user

Sedangkan R. Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut:

1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.

2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.

4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Menurut Lawson (2000: 26) “A major aim mathematics education is to devise ways of encouraging students to take more active role s in acquiring, experimenting with, and using the mathematical ideas and procedures that are included in the school curriculum”. menyatakan bahwa tujuan utama dari pembelajaran matematika adalah untuk menemukan jalan yang memberikan harapan siswa untuk melakukan banyak peranan dengan kecakapan, mengadakan percobaan dengan atau menggunakan ide-ide secara matematis dan prosedural yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisasi.

Berdasarkan pengertian prestasi belajar matematika yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika pada penelitian ini adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam proses belajar matematika yang


(37)

commit to user

menghasilkan perubahan pada diri seseorang berupa penguasaan, ketrampilan, dan kecakapan baru yang dinyatakan dengan symbol, angka, atau, huruf.

2. Model Pembelajaran

Tujuan utama pembelajaran adalah mendorong siswa untuk belajar. Pembelajaran merupakan upaya pengaturan informasi dan lingkungan sedemikian rupa untuk memfasilitasi terjadinya proses belajar pada diri peserta didik. Lingkungan pembelajaran meliputi model, media, dan peralatan yang diperlukan dalam penyampaian informasi dalam proeses pembelajaran. Pengaturan atau pemilihan model, media atau peralatan serta informasi dalam proses pembelajaran menjadi tanggung jawab dari guru untuk merancang atau mendesainnya.

Dengan demikian, model pembelajaran adalah bagian dari proses pembelajaran yang merupakan langkah-langkah taktis bagi guru dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan. Menurut Jouce, Weil dan Calhoun (2000: 10) model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara atau pola yang digunakan untuk membantu siswa mengembangkan potensi dirinya sebagai pembelajaran. Siswa tidak hanya menguasai materi perihal pengetahuan dan keterampilan melainkan juga harus memperoleh peningkatan kemampuan untuk menghadapi tugas-tugas di masa depan dan untuk keperluan belajar mandiri. Dick dan Carey (1990: 1) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga pesetra didik dapat mengusai isi pelajaran atau Borich dan Houston dalam Toeti Soekamto dan Udin Syaripudin Winata putra (1997: 151) istilah model digunakan dalam pengertian yang sama untuk menggambarkan


(38)

commit to user

keseluruhan prosedur yang sistematis kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat lain dikemukakan oleh Gagne (2000: 114-115) peristiwa pembelajaran mencakup Sembilan tahapan yaitu: (1) Membangkitkan perhatian, (2) Menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa, (3) Membangkitkan ingatan dari pemahaman awal atau hasil belajar terdahulu, (4) Menyajikan rangsangan, (5) Menyediakan arahan belajar, (6) Memancing tampilan siswa, (7) Memberikan balikan, (8) Menilai hasil belajar siswa, (9) Meningkatkan perolehan hasil belajar/retensi dan transfer. Sembilan tahapan peristwa belajar tersebut dapan menunjang/mendukung proses internal dari belajar dan keberhasilan pembelajaran.

Untuk menentukan atau memilih model pembelajaran, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditetapkan, kemudian model pembejaran yang dipandang efesien dan efektif dipiliih,kreteria lain dalam memilih model pembelajaran adalah tingkat keterlibatan peserta didik, dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Tidak ada model pembelajaran yang paling baik untuk semua materi pembelajaran. Semua model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga yang paling penting adalah perlunya guru mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi, tujuan, sumber, kemampuan, pengetahuan sebelumnya, umur peserta didik dan alat pembelajaran yang tersedia.

Jocye, Weil dan Calhoun (2000: 16-18) mengemukakan bahwa tiap model pembelajaran yang dipilih haruslah mengungkapkan berbagai realita yang sesuai dengan situasi kelas dan tujuan yang ingin dicapai melalui kerjasama guru dengan


(39)

commit to user

siswa. Sangat sulit untuk menentukan suatu model pembelajaran yang sempurna, yang dapat menyelesaikan semua masalah pembelajaran sehingga dapat membantu siswa dalam mempelajari materi pelajaran. Gaya mengajar yang dimilki guru banyak dipengaruhi oleh situasi,kondisi, kebutuhan siswa, dan tujuan yang hendak dicapai.

Model pembelajaran yang dipilih oleh guru harus mengarahkan pembelajaran menjadi efektif. Pembelajara yang efektif menurut Dunne dan Wragg (1996: 12-14) mempunyai dua karakteristik. (1) Pembelajaran efektif memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat meliputi fakta, keterampilan,nilai-nilai, konsep atau sesuatu hasil belajar yang diinginkan. (2) Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang diakui keandalannya oleh mereka yang berkompeten memberikan penilai seperti guru-guru, pengawas, tutor, dan juga siswa Keterandalan itu sendiri antara lain adalah dapat diterapkannya keterampilan penggunaan model pembelajaran secara konsisten pada tempat dan waktu yang berbeda.

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) adalah model

pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran Kooperatif menciptakan interaksi yang asah,asih dan auh sehingga tercipta masyarakat belajar (Learning Community). Siswa tidak hanya

belajar dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Selanjutnya Armstrong, Scott


(40)

commit to user

take turns quizzing each other, (c) discuss problems as a group, or (d)use

whatever strategies they wich to learn the assigned material”. Artinya anggota

kelompok diperbolehkan (a) mengerjakan lembar kerja secara berpasangan, (b) membuat giliran kuis satu sama lain, (c) mendiskusikan masalah di dalam kelompok, atau (d) mengunakan strategi apa saja untuk belajar materi yang ditugaskan.

Menurut Rossetti dan Nembhard (1998: 68) menyatakan bahwa “Cooperative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang dirancang

untuk memotivasi minat siswa dan membantu mengingat tentang gagasan-gagasan atau ide yang dilakukan di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih”. Jadi keberhasilan mengajar dalam model pembeljaran ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

Beberapa karakteristik cooperative learning menurut Rossetti dan

Nembhard (1998: 68) antara lain:

a. Positive interdependence, adalah sifat yang menunjukkan saling

ketergantungan satu terhadap yang lain dalam kelompok serta positif.

b. Face-to-Face Promotive Interaction, proses yang melibatkan siswa dalam

proses belajar yang mengharuskan siswa untuk belajar dengan satu sama lain.

c. Individual accountability/Personal Responsibility, yaitu setiap individu dalam

kelompok mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi kelompok.


(41)

commit to user

d. Collabortive Skills, yaitu suatu kebutuhan untuk mengajarkan kepada siswa

tentang bagaimana siswa berfungsi dalam suatu kelompok. Siswa harus mempunyai pemahaman berkelompok, metode pendengaran yang aktif, pengendalian konflik, dan ketrampilan sosial lainnya agar diskusi berlangsung secara efektif.

e. Group processing, proses perolehan jawaban permasalahan dikerjakan oleh

kelompok secara bersama-sama.

Adapun langkah-langkah cooperative learning adalah sebagai berikut:

1). Guru merancang pengajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pengajaran yang ingin dicapai.

2). Guru merancang lembar observasi kegiatan siswa dalam belajar secara bersama-sama dalam kelompok kecil.

3). Guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individual maupun secara kelompok, dalam pemahaman materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama kegiatan belajar mengajar.

4). Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

Menurut Arends, (2001: 322-326) pembelajaran kooperatif mempunyai 4 variasi, yaitu:

a). STAD (StudentTeams-Achievement Divisions)

Dalam penerapan STAD, guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam kelompok untuk memastikan anggota kelompok telah menguasai materi tersebut. Akhirnya, seluruh siswa diberi kuis dengan materi yang


(42)

commit to user

sama. Pada waktu kuis, siswa tidak dapat saling membantu satu sama lain, dan nilai kuis tersebut yang dipakai untuk menentukan skor individu maupun kelompok.

b). Jigsaw

Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi dalam kelompok kecil yang heterogen dengan menggunakan kelompok ‘asal’ dan kelompok ‘ahli’. Setiap kelompok ‘asal’ diberi tugas untuk mempelajari bagian tertentu yang berbeda dari materi yang diberikan. Kemudian setiap siswa yang mempelajari topik yang sama saling bertemu dan membentuk kelompok ‘ahli’ untuk bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu siswa tersebut kembali ke kelompok ‘asal’ untuk menyampaikan informasi yang diperoleh. Akhirnya setiap siswa diberi kuis secara individu. Penilaian dan penghargaan yang digunakan pada Jigsaw sama dengan STAD.

c). Grup Investigation (GI).

Grup Investigation (Investigasi Kelompok) adalah metode pembelajaran

kooperatif di mana setiap siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menyelidiki topik tertentu yang dipilih. Tipe ini merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks yang paling sulit untuk diterapkan. Setiap kelompok membuat rencana kegiatan pembelajaran dan kemudian melaksanakannya. Akhirnya setiap kelompok mempresentasikan hasilnya. Dalam teknik ini, penghargaan tidak diberikan.


(43)

commit to user d. Structural Approach (Pendekatan Struktural).

Setelah guru menyajikan materi pelajaran, setiap kelompok mengerjakan lembar kerja siswa, saling mengajukan pertanyaan dan belajar bersama dalam kelompok. Pendekatan struktural dikembangkan oleh Spencer Kagan. Pendekatan tersebut memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola kreatif siswa. Galligan (2006: 20-21) menyatakan bahwa kreativitas itu penting dalam semua aspek pembaharuan dan kemajuan budaya, memerlukan imajinasi, disiplin dan dukungan. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan tersebut menghendaki siswa bekerja sama saling membantu dalam kelompok kecil. Ada dua tipe yang dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu:

1) Think-Pair-Share (TPS), yaitu suatu pendekatan yang bertujuan memberi

siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Pendekatan ini mempunyai tiga tahapan penting, yaitu berpikir (Thinking), berpasangan (Paring), dan berbagi

(Sharing). Informasi lebih lanjut mengenai tipe ini akan dibahas pada

paragraph selanjutnya.

2) Number-Head-Together (NHT), yaitu suatu pendekatan yang melibatkan

banyak siswa dalam menelaah materi pelajaran. Pendekatan ini bertujuan mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran tersebut. Pendekatan

struktural Nurmber-Head-Together terdiri dari empat langkah utama,

yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berpikir bersama, dan menjawab.


(44)

commit to user

b. Model Pembelajaran TPS

TPS merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland. Model pembelajaran TPS memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain.

Dalam menerapkan model pembelajaran TPS Frank Lyman dalam

Arends, (2001: 325-326) menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1). Thinking (berpikir)

Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2). Pairing (berpasangan)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada langkah pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

3). Sharing (berbagi)

Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka diskusikan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa telah mendapat kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan


(45)

commit to user

dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain.

Berdasarkan lngkah di atas peneliti menggunakan langkah-langkah pengembangan sebagai pengembangan sebagai berikut:

1). Guru mengorganisasi kelas untuk belajar dan mengarahkan siswa untuk mempersiapkan materi yang telah dipelajari di rumah.

2) Guru mengingatkan siswa pada materi prasyarat dan memberikan penjelasan seperlunya yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari siswa.

3) .Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok dengan anggota 2 orang untuk tiap kelompok.

4) .Guru membagikan LKS yang berisi pertanyaan atau masalah dan mengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS, menjawab pertanyaan, menyelesaikan masalah, melakukan aktivitas, atau mengerjakan tugas secara mandiri.

5). Guru memanggil pasangan tertentu dan pasangan siswa tersebut memberikan jawabannya pada seluruh anggota kelas dari hasil diskusi yang telah mereka lakukan. Kegiatan tersebut dilanjutkan sampai beberapa siswa mendapat kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia.

6). Guru menutup kegiatan belajar mengajar dengan membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari dan memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah.


(46)

commit to user

Secara rinci fase-fase tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kegiatan Pendahuluan:

a. Guru memotivasi siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran.

b. Guru mengingatkan siswa tentang materi prasyarat berkaitan dengan materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti

a. Guru membagikan LKS yang berisikan pertanyaan atau masalah dan mengarahkan siswa untuk mengerjakan LKS, menjawab pertanyaan, menyelesaikan masalah, melakukan aktivitas, atau mengerjakan tugas secara mandiri untuk beberapa saat.

b. Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa lain untuk mendikusikan apa yng telah dipikirkan nya pada langkah pertama.

c. Siswa berpikir bersama untuk menentukan jawaban dari pertanyaan guru berdasarkan jawaban yang telah mereka peroleh secara mandiri.

d. Guru memantau siswa dalam kerja bersama dan memberikan motivasi sekaligus melatih keterampilan kooperatif.

e. Guru memanggil pasangan tertentu dan pasangan siswa tersebut memberikan jawabannya pada seluruh kelas dari hasil diskusi yang telah mereka lakukan. Kegiatan tersebut dilanjutkan sampai beberapa pasangan siswa mendapat kesempatan untuk melaporkan.


(47)

commit to user 3. Kegiatan Penutup

Guru menutup kegiatan belajar mengajar dengan membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang teah dipelajari dan memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe “TPS” adalah

sebagai berikut: Kelebihan:

1. Adanya interaksi antara siswa melalui diskusi untuk menyelesaikan masalah akan meningkatkan keterampilan sosial siswa.

2. Baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar kooperatif.

3. Kemungkinan siswa lebih mudah memahami konsep dan memperoleh kesimpulan.

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan ketrampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat kepemimpinan

Kelemahan:

1. Siswa yang pandai cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang kurang pandai.

2. Diskusi tidak akan berjalan lancar jika siswa hanya menyalin pekerjaan siswa yang pandai.

. Kelebihan tersebut dapat terjadi apabila ada tanggung jawab individual

anggota kelompok, artinya keberhasilan kelompok ditentukan oleh hasil belajar individual semua anggota kelompok. Selain itu diperlukan adanya pengakuan


(48)

commit to user

kepada kelompok yang kinerjanya baik sehingga anggota kelompok tersebut dapat melihat bahwa kerjasama untuk saling membantu teman dalam satu kelompok sangat penting. Sedangkan kelemahan yang ada dapat diminimalisir dengan peran guru yang senantiasa meningkatkan motivasi siswa yang lemah agar dapat berperan aktif, meningkatkan tanggung jawab siswa untuk berlajar bersama, dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.

c. Model Pembelajaran STAD

Student Team Achievement Division (STAD), merupakan tipe

pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E, Slavin (2008) di Universitas Jonn Hopkins, AS. Tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana terdiri dari empat fase, yaitu:

1. Presentasi kelas

Pada komponen ini, guru memberikan materi dengan mengemukakan konsep-konsep, keterampian-keterampilan dengan menggunakan buku siswa, buku guru, bahan untuk audio visual dan sebagainya. Guru harus mampu mendesain materi pembelajaran untuk mode pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu guru menyiapkan Lembar Kerja siswa (LKS) untuk masing-masing kompetensi dasar.

2. Kelompok Belajar

Peserta didik dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok heterogen dengan jumlah anggota 4-5 orang siswa. Pada pembentukan kelompok guru harus memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang sosial, etnik, serta tingkat kemampuan akademik siswa dalam keanggotaan


(49)

commit to user

kelompok. Fungsi utama kelompok belajar ini adalah siswa belajar dalam kelompoknya serta mempersiapkan anggotanya untuk belajar dengan baik dalam menghadapi tes individu..

Kelompok-kelompok belajar merupakan hakekat belajar yang sangat penting dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh kelompok untuk melakukan hal terbaik untuk kelompoknya, seperti saling memberikan semangat, dukungan, perhatian dan penghargaan diri untuk keberhasilan belajar.

Setelah guru mempresentasikan materi, masing-masing kelompok bertemu untuk mendiskusikan, membandingkan jawaban dan mengoreksi jika ditemukan salah persepsi dari lembar kerja atau materi lain.

3. Evaluasi Belajar

Setelah guru mempresentasikan satu materi pokok bahasan, kemudian dilakukan evaluasi perorangan dengan tujuan untuk mengukur pengetahuan yang diperoleh selama kegiatan belajar mengajar.

4. Skor/nilai peningkatan perorangan atau kelompok.

Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. 1) Skor Perkembangan Individu

Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai perkembangan kelompok.

Menurut Slavin (2009: 159) Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki


(50)

commit to user

kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksud agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.

Adapun perhitungan skor perkembangan individu adalah: Tabel 2.1 Skor Perkembangan Individu

SKOR KUIS POIN KEMAJUAN

Lebih dari 10 poin dibawah skor skor awal 5

10 – 1 poin dibawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20

Lebih dari 10 poin diatas skor awal 30

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor awal) 30

2) Skor Perkembangan Kelompok

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam kegiatan ini adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu serta memberikan sertifikat atau penghargaan kelompok yang lain. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan paa rata-rata nilai perkembangan individu dalam kelompok.

Menurut Slavin (2009: 160) Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing perkembangan individu dan hasilnya dibagi sesuai dengan kelompok. Pemberian penghargaan berdasarkan


(51)

commit to user

perolehan skor rata-rata yang dikategorikan menjadi kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super.

Tiga macam tingkatan penghargaan diberikan berdasarkan pada rata-rata skor tim, sebagai berikut:

Tabel 2.2 Skor Perkembangan Kelompok

Kriteria Penghargaan

15 TIM BAIK

16 TIM SANGAT BAIK

17 TIM SUPER

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Sugianto (2007: 14) :

1. Peserta didik dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa. Tiap memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan akademik (tinggi, sedang, rendah) 2. Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik (LKS) dan

kemudian saling membantu untuk mengusai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama kelompok.

3. Secara individual atau kelompok, tiap minggu atau dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.

4. Tiap siswa dan tiap kelompok dievaluasi dan diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar dan kepada siswa secara individu atau kelompok yang


(52)

commit to user

meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang-kadang beberapa atau semua kelompok memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu kriteria atau standar tertentu.

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran koopertif tipe STAD adalah adalah sebagai berikut:

Kelebihan:

1. Dapat memberikan keuntungan baik pada siswa yang pndai maupun yang kurang pandai dalam kemampuan akademiknya.

2. Siswa belajar untuk saling menghargai satu sama lain meskipun berbeda latar belakang

3. Mengajarkan pada siswa ketrampilan kerjasama dan kolaborasi

4. Materi yang dipelajari siswa akan melekat untuk periode waktu yang lebih lama.

Kelemahan:

1. Membutuhkan banyak waktu dalam persiapan pembelajaran 2. Tidak semua siswa aktif dalam diskusi kelompoknya

3. Gaya Belajar a. Pengertian Gaya belajar

Setiap siswa mempunyai cara atau sikap yang berbeda-beda dan hal tersebut selalu dilakukannya dalam belajar. Hal tersebut sesuai dengan beberapa pendapat dari beberapa ahli. NASSP dalam Gobai (2005: 2) menyatakan bahwa “Gaya belajar atau Learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan


(53)

commit to user

pebelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar”. Gaya belajar merupakan cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat De Porter dan Hernacki, (1999: 110-112) yang merumuskan bahwa, “Gaya belajar seseorang adalah kombinasi dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”. Gaya belajar ini berkaitan dengan pribadi seseorang yang tentu dipengaruhi oleh pendidikan dan riwayat perkembangannya. Sedangkan Winkel (1996: 147) mengemukakan bahwa, ”Gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa. Cara khas ini bersifat individual yang kerapkali tidak disadari dan sekali terbentuk dan cenderung bertahan terus”. Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar siswa adalah cara belajar yang khas, bersifat konsisten, kerapkali tidak disadari yang merupakan kombinasi dari bagaimana siswa tersebut menyerap dan mengatur serta mengolah informasi. Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui oleh guru dan siswa. Hal ini akan memudahkan bagi siswa untuk belajar maupun guru untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Siswa akan dapat belajar dengan dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut memudahkan guru dalam menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat.

b. Macam-macam Gaya Belajar

Sriyono (1992: 4) menggolongkan gaya belajar berdasarkan cara menerima informasi ke dalam empat tipe yaitu tipe mendengarkan, tipe penglihatan, tipe merasakan dan tipe motorik. Sedangkan De Porter dan Hernacki,


(1)

commit to user

bahwa F21-22 > F , F22-23 < F , F21-23, < F Dari hasil ini maka Keputusan

ujinya adalah :

a. Terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial lebih baik dari prestasi siswa kelompok gaya belajar visual pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung.

b. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar auditorial pada pembelajaran STAD materi pokok bangun ruang sisi lengkung.

c. Tidak terdapat perbedaan antara prestasi siswa kelompok gaya belajar visual dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD. Sehingga prestasi siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi siswa kelompok gaya belajar kinestetik pada pembelajaran STAD materi pokok bangu ruang sisi lengkung.

Pada pembelajaran STAD, prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar audiorial lebih baik dari prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual, prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar auditorial sama baiknya dengan prestasi belajar matematika


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

siswa kelompok gaya belajar kinestetik, dan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar visual sama baiknya dengan prestasi belajar matematika siswa kelompok gaya belajar kinestetik.

F. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini dapat diungkapkan sebagai berikut:

1. Populasi pada penelitian ini hanya mengambil siswa kelas IX SMP se Kota Palangka Raya. Disamping itu pengambilan sampel juga mungkin masih kurang baik sehingga kurang bisa mewakili populasi.

2. Data prestasi belajar yang digunakan untuk membahas perbedaan prestasi belajar matematika bagi siswa yang diberi pembelajaran dengan model TPS dan STAD, hanya terbatas pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. 3. Model pembelajaran pada penelitian ini terbatas pada model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dan STAD, sehingga mengabaikan model pembelajaran lain. Padahal selain model pembelajaran tersebut masih ada model pembelajaran lain.

4.. Dalam pengerjaan soal tes kemungkinan sekali masih ada yang kerja sama, sehingga akan berakibat data untuk nilai prestasi belajar pada penelitian ini menjadi kurang murni. Demikian juga dalam pengisian angket gaya belajar matematika kemungkinan masih banyak siswa yang mengisi angket kurang jujur, sehingga berakibat pembagian kelompok gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik kurang akurat.


(3)

commit to user

95

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori dan hasil analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika siswa pada materi dengan menggunakan model pembelajaran TPS lebih baik dari pada prestasi belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran STAD.

2. Prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial, prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar auditorial lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik lebih baik daripada prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai gaya belajar visual.

3. Pada gaya belajar visual, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada pembelajaran STAD.

4. Pada gaya belajar auditorial, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika sama baiknya dengan pembelajaran STAD.


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

5. Pada gaya belajar kinestetik, pembelajaran TPS memberikan prestasi belajar matematika lebih baik dari pada pembelajaran STAD.

6. Pada kelas yang menggunakan pembelajaran TPS, gaya belajar kinestetik memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar auditorial sama baiknya dengan gaya belajar kinestetik maupun dengan gaya belajar visual.

7. Pada kelas yang menggunakan pembelajaran STAD, gaya belajar auditorial memberikan prestasi belajar matematika siswa yang lebih baik dari pada siswa dengan gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik sama baiknya dengan gaya belajar visual maupun auditorial.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata pembelajaran matematika dengan model TPS lebih baik daripada pembelajaran matematika dengan model

STAD. Hal tersebut berkenaan oleh beberapa hal yaitu:

a. Model pembelajaran TPS memiliki kelebihan interaksi antara siswa dibandingkan model pembelajaran STAD, karena model pembelajaran TPS siswa lebih aktif bekerjasama daripada siswa yang diberi model pembelajaran STAD

b. Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh hasil bahwa siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan gaya belajar kinestetik memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar visual. Hal ini disebabkan


(5)

commit to user

karena siswa yang memiliki gaya belajar auditorial dan kinestetik memiliki ciri suka berdiskusi dan lebih mudah mengingat dan berbuat..

c. Selain kedua hal di atas, berdasarkan penelitian juga diperoleh hasil bahwa pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik untuk gaya belajar kinestetik dibandingkan dengan gaya belajar visual dan auditorial, sedangkan pada model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik untuk siswa dengan gaya belajar auditorial dibandingkan dengan gaya belajar visual dan kinestetik.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pendidik dalam upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran dan prestasi belajar yang dicapai siswa padamateri pokok bangun ruang sisi lengkung. Pembelajaran dengan TPS dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi guru sebagai alternatif untuk menyampaikan materi pelajaran m atemat ika di SMP. Selain itu, guru juga harus memperhatikan gaya belajar matematika siswa dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika karena gaya belajar matematika merupakan faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, beberapa saran yang peneliti dapat sampaikan yaitu:

1. Kepada guru matematika penulis menyarankan agar pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung, pembelajaran dengan menggunakan model TPS


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Seorang guru hendaknya mengetahui karakteristik gaya belajar masing-masing siswa.

3. Dalam penelitian ini model pembelajaran ditinjau dari gaya belajar matematika siswa. Bagi para calon peneliti yang lain mungkin dapat melakukan tinjauan yang lain, misalnya motivasi, karakteristik cara berpikir, kreativitas, aktivitas, minat siswa, dan lain-lain.


Dokumen yang terkait

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PERAGA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS IX SMP KOTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2008 2009

4 54 248

Eksperimentasi pembelajaran Matematika dengan menggunakan model struktural “Think Pair Share” pada materi pokok bentuk akar dan pangkat ditinjau dari gaya belajar Matematika siswa

0 3 121

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS MATEMATIKA SISWA PADA MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG KELAS IX SMP N.1 SIEMPAT NEMPU T.A 2016/2017.

0 2 29

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF SETTING KOOPERATIF (PISK) DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 MOJOLABAN.

0 1 21

Eksperimentasi model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share (tps) dan tipe team assisted individualization (tai) dengan pendekatan saintifik pada materi bangun ruang sisi lengkung ditinjau dari kecerdasan spasial smp negeri se-kabupaten Groboga

0 0 17

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) DAN TIPE ROUNDTABLE PADA MATERI BANGUN DATAR DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA SMP NEGERI KELAS VII DI KABUPATEN BREBES.

0 0 16

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SEME

0 0 19

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING, PAIR CHECKS, DAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR | Muawanah | 6481 13764 1 SM

0 0 12

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN LEARNING STARTS WITH A QUESTION DAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN BEKERJA SAMA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI DI KABUPATEN KARANGANYAR |

0 1 13

EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING, PAIR CHECKS (PC), DAN THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI SE-KABUPATEN SEMARANG TAHUN PELAJARAN 20142015 TESIS Disusun unt

0 0 16