EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PERPADUAN METODE PENEMUAN DENGAN PENDEKATAN INVESTIGASI PADA MATERI RUANG DIMENSI TIGA (KUBUS DAN BALOK) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X

(1)

commit to user

i

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MENGGUNAKAN PERPADUAN METODE PENEMUAN DENGAN PENDEKATAN INVESTIGASI PADA MATERI RUANG DIMENSI

TIGA (KUBUS DAN BALOK) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh: WIJI LESTARI

K1306042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN PERPADUAN METODE PENEMUAN DENGAN PENDEKATAN INVESTIGASI PADA MATERI RUANG DIMENSI TIGA

(KUBUS DAN BALOK) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010

Oleh: WIJI LESTARI

K1306042

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing skripsi untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Pendidikan Matematika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, 17 Desember 2010

Pembimbing I

Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 195309151979031003

Pembimbing II

Dwi Maryono, S.Si., M.Kom. NIP. 198008082005011003


(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Pendidikan Matematika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada

hari : Selasa

tanggal : 4 Januari 2011

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang Tanda Tangan

1. Ketua : Sutopo, S.Pd., M.Pd. 1. ...

2. Sekretaris : Dr. Imam Sujadi, M.Si. 2. ...

3. Anggota I : Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. 3. ...

4. Anggota II : Dwi Maryono, S.Si., M.Kom. 4. ...

Disahkan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 196007271987021001


(5)

commit to user

v

HALAMAN MOTTO

Orang yang memiliki pengetahuan tentang alam semesta tetapi tidak mengenal dirinya sendiri, sama saja dengan tidak tahu apa-apa

(Jean De La Fountain)

Harapan adalah kawan yang menyenangkan. Jika kita tidak mencapainya, maka kita sudah pernah gembira dengan pengharapan itu.

Barang siapa menanam benih MENUNDA-NUNDA, maka kelak ia akan memetik buah SEANDAINYA yang rasanya sangatlah pahit.


(6)

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tulisan ini kupersembahkan kepada semua orang yang senantiasa memberikan yang terbaik untuk penulis, khususnya:

♥ Ibunda dan Ayahanda tersayang,

terima kasih atas semua do’a, cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, pengorbanan, dan harapan yang selalu tercurah untukku.

♥ YRP, You’re my Guardian Angel.

My best friends, cerita yang tercipta

dalam kebersamaan ini akan selalu menemani likuan jalan hidupku.

♥ Teman-teman pmath’06.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Menggunakan Perpaduan Metode Penemuan dengan Pendekatan Investigasi pada Materi Ruang Dimensi Tiga (Kubus dan Balok) Ditinjau dari Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 1 Mojolaban Tahun Pelajaran 2009/2010” ini.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, saran, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada segenap pihak, antara lain:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.

2. Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si., Ketua Jurusan P. MIPA FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.

3. Triyanto, S.Si, M.Si., Ketua Program P. Matematika FKIP UNS yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.

4. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

5. Dwi Maryono, S.Si., M.Kom., Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, kepercayaan, dukungan, saran, dan kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.

6. Joko Ariyanto, S.Si., M.Si., Koordinator skripsi yang telah memberikan kemudahan dalam pengajuan ijin skripsi.

7. Drs. Tukiman, M.Pd., Kepala SMA Negeri 1 Mojolaban yang telah

memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

8. Drs. Joko Sugiharto, M.M., Kepala SMA Negeri 2 Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan uji coba instrumen penelitian.


(8)

commit to user

viii

9. Drs. Mulyono, guru bidang studi matematika SMA Negeri 1 Mojolaban yang

telah memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk melakukan penelitian.

10. Dra. Hj. Nurhayati, guru bidang studi matematika SMA Negeri 2 Sukoharjo

yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk melaksanakan uji coba instrumen penelitian.

11. Ibunda dan Ayahanda tersayang, atas semua do’a, cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, pengorbanan, dan harapan yang selalu tercurah untuk penulis.

12. YRP, atas semangat, nasihat, dukungan, cinta, dan kasih sayang yang selalu ada.

13. Septi, Endah, Sinun, Syita, dan Sri, teman seperjuangan dalam menempuh jalan yang sangat panjang dan berliku. Terima kasih atas persahabatan ini.

14. Mahasiswa pmath’06, atas kebersamaan untuk menaklukkan ilmu

matematika.

15. Semua pihak yang ikut membantu dalam pembuatan skripsi ini dan tak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut di atas mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya, bagi dunia pendidikan dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 4 Januari 2011


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pemilihan Masalah ... 6

D. Pembatasan Masalah ... 7

E. Perumusan Masalah ... 7

F. Tujuan Penelitian ... 8

G. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Prestasi Belajar Matematika ... 10

a. Pengertian Prestasi ... 10

b. Pengertian Belajar ... 10

c. Pengertian Matematika ... 11

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika ... 12


(10)

commit to user

x

a. Pengertian Metode Mengajar ... 13

b. Metode Penemuan ... 13

c. Metode Ceramah ... 15

3. Pendekatan Pembelajaran ... 16

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran ... 16

b. Pendekatan Investigasi ... 17

4. Perpaduan Metode Penemuan dengan Pendekatan Investigasi ... 19

a. Pengertian Perpaduan Metode Penemuan dengan Pendekatan Investigasi ... 19

b. Langkah-langkah Pembelajaran ... 19

5. Motivasi Belajar ... 19

a. Pengertian Motivasi Belajar ... 19

b. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran ... 20

6. Tinjauan Materi Ruang Dimensi Tiga... 22

a. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga ... 22

b. Jarak dari Titik ke Garis dan dari Titik ke Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga ... 26

B. Kerangka Berpikir... 29

C. Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITAN ... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

1. Tempat Penelitian ... 34

2. Waktu Penelitian ... 34

B. Jenis Penelitian ... 34

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

1. Populasi ... 35

2. Sampel ... 35


(11)

commit to user

xi

D. Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Identifikasi Variabel ... 36

a. Variabel Bebas ... 36

b. Variabel Terikat ... 37

2. Metode Pengumpulan Data ... 37

a. Metode Dokumentasi ... 38

b. Metode Tes ... 38

c. Metode Angket ... 38

3. Penyusunan Instrumen ... 39

a. Tes Prestasi Belajar Matematika ... 40

b. Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 44

E. Teknik Analisis Data... 46

1. Uji Keseimbangan ... 46

2. Uji Prasyarat Analisis Variansi ... 47

a. Uji Normalitas ... 48

b. Uji Homogenitas ... 48

3. Uji Hipotesis ... 49

4. Uji Komparasi Ganda ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 56

A. Deskripsi Data ... 56

1. Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 56

a. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ... 56

b. Hasil Uji Coba Angket Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 58

2. Data Motivasi Belajar Matematika Siswa ... 59

3. Data Prestasi Belajar Matematika Siswa Materi Ruang Dimensi Tiga ... 59

B. Uji Keseimbangan... 61

C. Pengujian Persyaratan Analisis Variansi ... 63

1. Uji Normalitas ... 63


(12)

commit to user

xii

D. Pengujian Hipotesis ... 64

1. Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama ... 64

2. Uji Komparasi Ganda ... 65

E. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 66

1. Hipotesis Pertama ... 66

2. Hipotesis Kedua ... 67

3. Hipotesis Ketiga ... 68

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Implikasi ... 69

1. Implikasi Teoritis ... 69

2. Implikasi Praktis ... 70

C. Saran ... 70

1. Bagi Guru ... 70

2. Bagi Siswa ... 71

3. Bagi Peneliti Lain ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Tata Letak Data ... 50

Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Variansi ... 53

Tabel 4.1 Hasil Tes Prestasi Belajar Siswa ... 60

Tabel 4.2 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Materi Ruang Dimensi Tiga ... 60

Tabel 4.3 Rataan Skor Prestasi Belajar Matematika Siswa ... 61

Tabel 4.4 Harga Statistik Uji Normalitas Kemampuan Awal ... 61

Tabel 4.5 Harga Statistik Uji Keseimbangan Kemampuan Awal... 62

Tabel 4.6 Harga Statistik Uji Normalitas ... 63

Tabel 4.7 Harga Statistik Uji Homogenitas ... 63

Tabel 4.8 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama... 64


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Titik P Terletak pada Garis g ... 22

Gambar 2.2 Titik Q di Luar Garis g ... 22

Gambar 2.3 Titik A Terletak pada Bidang ... 22

Gambar 2.4 Titik B di Luar Bidang ... 22

Gambar 2.5 Garis g Berpotongan dengan Garis l ... 23

Gambar 2.6 Garis g Berimpit dengan Garis l ... 23

Gambar 2.7 Garis g Sejajar dengan Garis l ... 23

Gambar 2.8 Garis g Bersilangan dengan Garis l ... 23

Gambar 2.9 Garis BE Terletak pada Bidang ABFE ... 24

Gambar 2.10 Garis GH Sejajar Bidang ABFE ... 24

Gambar 2.11 Garis AG Memotong Bidang BCHE ... 25

Gambar 2.12 Bidang ABFE Berimpit dengan Bidang FEAB ... 25

Gambar 2.13 Bidang ABFE Sejajar dengan Bidang DCGH ... 25

Gambar 2.14 Bidang AIJD Berpotongan dengan Bidang KLHE ... 26

Gambar 2.15 Jarak Titik A ke Titik F ... 26

Gambar 2.16 Jarak Titik V ke Garis QW ... 27

Gambar 2.17 Jarak Titik P ke Bidang SQWU... 28


(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Silabus ... 75

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 76

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan pembelajaran Kelas Kontrol ... 92

Lampiran 4 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 105

Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 122

Lampiran 6 Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika ... 124

Lampiran 7 Pembahasan Soal Uji Coba Tes Prestasi Belajar Matematika .. 131

Lampiran 8 Lembar Validitas Isi Tes Prestasi Belajar Matematika ... 138

Lampiran 9 Tabel Tingkat Kesukaran ... 144

Lampiran 10 Tabel Daya Beda ... 145

Lampiran 11 Tabel Berfungsi atau Tidaknya Pengecoh ... 146

Lampiran 12 Uji Reliabilitas Tes Prestasi Belajar Matematika ... 147

Lampiran 13 Tes Prestasi Belajar Matematika ... 149

Lampiran 14 Pembahasan Tes Prestasi Belajar Matematika ... 155

Lampiran 15 Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar Matematika ... 161

Lampiran 16 Uji Coba Angket Motivasi Belajar Matematika ... 162

Lampiran 17 Lembar Validitas Isi Angket Motivasi Belajar Matematika ... 168

Lampiran 18 Uji Konsistensi Internal Angket Motivasi Belajar Matematika 174 Lampiran 19 Uji Reliabilitas Angket Motivasi Belajar Matematika ... 177

Lampiran 20 Angket Motivasi Belajar Matematika ... 180

Lampiran 21 Nilai Mid Semester Genap Mata Pelajaran Matematika Kelas X Tahun Pelajaran 2009/2010 ... 186

Lampiran 22 Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelas Eksperimen ... 187

Lampiran 23 Uji Normalitas Kemampuan Awal Kelas Kontrol ... 189

Lampiran 24 Uji Keseimbangan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 191

Lampiran 25 Data Induk Penelitian ... 193

Lampiran 26 Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Eksperimen ... 195


(16)

commit to user

xvi

Lampiran 27 Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika Kelas Kontrol ... 197 Lampiran 28 Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika untuk

Motivasi Tinggi ... 199 Lampiran 29 Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika untuk

Motivasi Sedang ... 201 Lampiran 30 Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika untuk

Motivasi Rendah ... 203 Lampiran 31 Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika Antara

Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 205

Lampiran 32 Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika

Antarkategori Motivasi Belajar Matematika ... 208 Lampiran 33 Uji Analisis Variansi (Anava) Dua Jalan dengan Sel Tak

Sama ... 211 Lampiran 34 Uji Komparasi Ganda untuk Anava Dua Jalan dengan Sel

Tak Sama ... 215 Lampiran 35 Perijinan ... 217 Lampiran 36 Tabel Uji ... 223


(17)

commit to user

xvii

ABSTRAK

WIJI LESTARI. EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MENGGUNAKAN PERPADUAN METODE PENEMUAN DENGAN

PENDEKATAN INVESTIGASI PADA MATERI RUANG DIMENSI TIGA

(KUBUS DAN BALOK) DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR

MATEMATIKA SISWA KELAS X SEMESTER GENAP SMA NEGERI 1 MOJOLABAN TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, 2010.

Tujuan Penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga, (2) Untuk mengetahui apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang, apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, dan apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, dan (3) Untuk mengetahui apakah pada siswa dengan motivasi belajar tinggi, yang diajar dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, pada siswa dengan motivasi belajar sedang, yang diajar dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, dan pada siswa dengan motivasi belajar rendah, yang diajar dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Mojolaban tahun ajaran 2009/2010. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling dan kelas yang digunakan adalah 2 kelas, kelas X.3 sebagai kelas eksperimen (dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi) dan kelas X.2 sebagai kelas kontrol (dengan metode ceramah).

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi yang berupa data nilai mid semester genap kelas X tahun pelajaran 2009/2010 untuk uji keseimbangan kemampuan awal. Metode angket digunakan untuk memperoleh data motivasi belajar siswa dan metode tes digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar matematika siswa pada materi ruang dimensi tiga. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan analisis yaitu populasi berdistribusi normal menggunakan uji Lilliefors dan populasi mempunyai variansi yang sama (homogen) menggunakan metode Bartlett. Untuk memenuhi syarat penelitian, dilakukan uji keseimbangan dengan uji-t untuk kedua kelas yang digunakan.


(18)

commit to user

xviii

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pembelajaran matematika dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga (Fa = 20,349 > 3,965 = F0,05;1,77

pada taraf signifikansi 5%). (2) Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama pada materi ruang dimensi tiga (Fb = 3,914 > 3,115 = F0,05;2;77 pada taraf signifikansi

5%, namun setelah dilakukan uji komparasi ganda, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa H0 tidak ditolak pada ketiga uji komparasi rataan

antarkategori motivasi). (3) Pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan metode ceramah, baik pada siswa dengan motivasi tinggi, motivasi sedang, maupun motivasi rendah. (Fab = 0,068 < 3,115 = F0,05; 2, 77 pada taraf signifikansi 5%).


(19)

commit to user

xix

ABSTRACT

WIJI LESTARI. A MATHEMATICS LEARNING EXPERIMENTATION

USING THE BLEND OF DISCOVERY METHOD AND INVESTIGATION APPROACH FOR MATTER OF THREE DIMENSIONS SPACE (CUBE AND

BLOCK) VIEWED FROM THE MOTIVATION OF STUDYING

MATHEMATICS OF TENTH GRADE STUDENTS OF SMA NEGERI 1 MOJOLABAN IN THE EVEN HALF YEAR OF ACADEMIC YEAR 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University, 2010.

The purposes of this research were: (1) To determine whether learning mathematics with the discovery method combined with investigation approach produced mathematics learning achievement better than the lecture method for matter of three dimensions space, (2) To determine whether students who have high motivation have mathematics learning achievement better than students who have medium motivation, whether students who have medium motivation have mathematics learning achievement better than students who have low motivation, and whether students who have high motivation have mathematics learning achievement better than students who have low motivation, and (3) To determine whether the students with high motivation were being taught by discovery method combined with investigation approach produced mathematics learning achievement better than those were being taught by lecture method, the students with medium motivation were being taught by discovery method combined with investigation approach produced mathematics learning achievement better than those were being taught by lecture method, and the students with low motivation were being taught by discovery method combined with investigation approach produced mathematics learning achievement better than those were being taught by lecture method.

This research used quasi-experimental method. The research population was all of the tenth grade students of SMA Negeri 1 Mojolaban in the academic year 2009/2010. The method of sampling was cluster random sampling. The samples were class X.3 as an experimental class (with a blend of discovery method and investigation approach) and class X.2 as a control class (with lecture method).

The data collection techniques was documentation method in form of the data of mid even half year score of tenth grade in the academic year 2009/2010 for first ability balance test. Questionnaire method was used to find the students’ mathematics learning motivation data and test methods was used to find the students’ mathematics learning achievement data in matter of three dimensions space. The analysis technique was two-way analysis of variance with unequal cells. The analysis requirements were the population was normally distributed using Lilliefors test and the population had the same variance (homogeneous) using Bartlett method. To qualify the research, t-test were used in both classes to carried out the balance test.

From this research could be concluded that: (1) Learning mathematics by discovery method combined with investigation approach produces students’


(20)

commit to user

xx

mathematics achievement better than learning mathematics by lecture method in matter of three dimensions space (Fa = 20.349 > 3.965 = F0.05; 1,77 at significance

level of 5%). (2) Students who have high motivation, medium motivation, and low motivation have the same mathematics achievement of three dimensions space matter (Fb = 3.914 > 3.115 = F0.05; 2, 77 at the significance level of 5%, but

after a comparative test had done, the result shows that H0 is not rejected at the all

comparative test of three motivation). (3) A blend of discovery method and investigation approach produced students’ mathematics achievement better than the lecture method, in the students with high motivation, medium motivation, and low motivation. (Fab = 0.068 < 3.115 = F0.05; 2, 77 at the significance level of 5%).


(21)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang telah tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat, salah satu tujuan nasional Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, cara yang ditempuh adalah melalui pendidikan. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting karena menyangkut masa depan bangsa. Oleh karena itu, beberapa tahun terakhir ini pemerintah gencar melakukan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari adanya program-program pemerintah, seperti sekolah gratis untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama, Buku Sekolah Elektronik (BSE), dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahkan sampai tingkat kesejahteraan tenaga pendidik pun diperhatikan, yaitu melalui program sertifikasi guru.

Dari segi materi, pemerintah telah menetapkan anggaran khusus untuk pendidikan. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (http://

www.anggaran.depkeu.go.id diakses tanggal 4 Maret 2010 pukul 21.27 WIB). Selain perbaikan dalam segi fasilitas dan materi, pemerintah juga terus memperbarui dan menyempurnakan kurikulum yang digunakan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang diberlakukan secara serentak di semua jenjang sekolah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MAN) pada tahun ajaran 2004 dan dimantapkan lagi pada 2 Juni 2006 (melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006) yang dikenal dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan langkah konkret dalam rangka memenuhi tuntutan pembaruan pendidikan nasional. (Masnur Muslich, 2007: 4).


(22)

commit to user

Tidak hanya kurikulum yang diperbarui dan disempurnakan, standar kelulusan ujian nasional juga terus dinaikkan dari tahun ke tahun. Mulai dari 3,5, naik menjadi 4,2, lalu pada tahun 2007 menjadi 4,25 hingga pada tahun 2008 mencapai 5,25, tahun 2009 naik lagi menjadi 5,50, dan tahun 2010 ini tetap 5,50. (http://www.detiknews.com diakses tanggal 4 Maret 2010 pukul 22.49 WIB).

Ujian nasional, yang standar kelulusannya terus dinaikkan itu, dengan setia mengikutsertakan matematika sebagai mata pelajaran yang diujikan. Oleh karena itu, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang memperoleh perhatian khusus dari semua pihak yang terkait dengan bidang pendidikan. Bahkan dari jenjang pendidikan prasekolah hingga perguruan tinggi, matematika merupakan pelajaran wajib yang harus ada. Ada istilah lama yang mengatakan matematika sebagai ratunya ilmu pengetahuan.

Namun upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari laporan salah satu badan internasional yang bernaung

di bawah organisasi PBB, United Nations Development Programme (UNDP),

yang mengumumkan negara-negara menurut peringkat Human Development

Index (HDI)-nya. Dalam laporan Human Development Report 2004, Indonesia

ada di peringkat 111 dari 175 negara. Indikator penilaian HDI ini, salah satunya adalah dari bidang pendidikan. Peringkat 111 dari 175 ini menunjukkan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara tetangganya, seperti Singapura yang menempati peringkat 25, Brunei Darussalam di peringkat 33, Malaysia yang pernah menjadi murid Indonesia ada di peringkat 58, sedangkan Thailand dan Filipina yang tujuh tahun lalu sama-sama dibantai krisis, masing-masing di peringkat 76 dan 83. (http://ideguru.wordpress.com diakses tanggal 8 Maret 2010 pukul 10.00 WIB).

Dengan dinaikkannya standar kelulusan ujian nasional, tingkat ketidaklulusan siswa juga ikut naik. Djaali, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan di Jakarta, menjelaskan kelulusan UN siswa SMA/MA/SMK pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 0,94 persen dari tahun sebelumnya.


(23)

commit to user

Adapun kelulusan UN tingkat SMP/MTs/SMP terbuka juga mengalami penurunan, yaitu sebesar 0,59 persen, dengan pencapaian rata-rata skor atau nilai prestasi belajar siswa SMP sederajat adalah 6,87 atau mengalami penurunan dari tahun lalu yang nilainya 6,98. Untuk SMA mencapai 7,17 atau mengalami penurunan dari tahun lalu yang nilainya 7,19. (Harian Umum Kompas Jumat, 20 Juni 2008).

Untuk tahun 2009, penurunan angka kelulusan kembali terjadi. Khususnya untuk jenjang pendidikan SMA/SMK/MA di wilayah Surakarta. Sebanyak 1.387 siswa SMA/SMK/MA dari total 13.986 peserta Ujian Nasional (UN) tahun ajaran 2008/ 2009 dinyatakan tidak lulus. Dari tingkat SMA, jumlah siswa yang tidak lulus mencapai 12,29% atau 866 siswa dari total 6.542 peserta. Untuk jenjang MA, jumlah peserta tidak lulus sebesar 23,15% atau 149 siswa dari total 645 peserta. Angka kegagalan di SMA dan MA mengalami kenaikan dibanding tahun lalu. Pada jenjang SMK, tingkat kegagalan UN mencapai 5,58% atau sebanyak 372 siswa dari total 6.799 peserta. Dibanding tahun lalu, jumlahnya menurun cukup tajam, yaitu mencapai 15,66% atau sebanyak 909 siswa. (http://ujiannasional.org).

Matematika, salah satu mata pelajaran yang ikut dalam UN itu, ternyata sampai sekarang masih menjadi sejarah klasik tentang tingkat kesulitannya. Hal ini terbukti dengan laporan dari Antony Lee, wartawan Kompas, dalam http://edukasi.kompas.com tentang tingkat kelulusan matematika pada uji coba ujian nasional tahun 2009 di Kabupaten Semarang yang hanya mencapai 47 persen.

Di tingkat dunia internasional pun, prestasi Indonesia dalam bidang matematika juga sangat memprihatinkan. Hal itu tercermin dari hasil Trends in

International Mathematics and Science Study (TIMSS) yang dikoordinir oleh

The International for Evaluation of Education Achievement (IEA) dan

diadakan setiap empat tahun sekali. Sejak awal bergabung menjadi partisipan pada tahun 1999, hasil Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Pada tahun 1999, Indonesia berada pada urutan ke-34 dari 38 peserta dengan rerata skor 403. Di kawasan ASEAN, Indonesia berada pada


(24)

commit to user

urutan keempat dari lima negara peserta. Hasil yang kurang memuaskan juga diperoleh pada tahun 2003 dan 2007. Pada tahun 2003, Indonesia menempati urutan ke-35 dari 46 peserta, dengan rerata skor 411. Sedangkan pada tahun 2007, prestasi matematika Indonesia berada pada posisi ke-36 dari 48 peserta. Rerata skor yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 397. Masih jauh dari rata-rata internasional, yaitu 500. http://nces.ed.gov/timss

Sementara dalam Program for International Assessment (PISA) tahun 2003 yang lalu, skor rata-rata siswa mengenai literasi matematika

(mathematical literacy) adalah 385 dan berada pada peringkat ke-38 dari 40

negara yang berpartisipasi. (EDUCARE: Jurnal Pendidikan dan Budaya tanggal 22 Februari 2010).

Ada banyak hal yang menyebabkan rendahnya nilai matematika. Salah satunya adalah anggapan siswa bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit. Adanya anggapan ini diduga disebabkan oleh kepasifan siswa dalam belajar matematika. Hal ini terkait dengan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru cenderung menggunakan metode pembelajaran yang menuntut siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Padahal menurut kerucut pengalaman belajar, belajar dengan mendengar hanya memberikan ingatan sebesar 20%, sedangkan belajar dengan melihat memberikan ingatan sebesar 30%. Metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk mengatakan dan berbuatlah yang seharusnya digunakan karena mampu memberikan ingatan hingga 90%. (Masnur Muslich, 2007: 75).

Selain itu, permasalahan rendahnya prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika diduga juga dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya motivasi belajar matematika siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nana Sudjana (2008: 61) yang menyatakan bahwa “Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada melaksanakan kegiatan belajar-mengajar”. Pendapat ini diperkuat oleh Muhibbin Syah (2009: 145-146) yang menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dilihat dari faktor internal, salah satunya adalah motivasi siswa itu sendiri untuk belajar.


(25)

commit to user

Sedangkan dari faktor materi pelajaran, ruang dimensi tiga yang menjadi salah satu materi SMA kelas X semester genap merupakan materi yang dirasakan cukup sulit dan tidak bisa jika hanya menggunakan hafalan untuk menyelesaikan soal-soalnya. Mulyono, guru matematika SMA Negeri 1 Mojolaban, juga membenarkan hal ini.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan itu, perlu dilakukan suatu pembaharuan terhadap metode pembelajaran matematika, terutama pada materi ruang dimensi tiga. Guru perlu memilih suatu metode pembelajaran yang menuntut siswa untuk menemukan sendiri konsep dan prinsip yang akan dicapai, baik melalui kegiatan mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, maupun membuat kesimpulan. Metode yang diperkirakan sesuai dengan keperluan ini adalah metode penemuan yang dipadukan dengan strategi investigasi. Mumun Syaban (2010: 1) menyatakan investigasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan diberikan masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.

Selain perubahan dalam penggunaan metode pembelajaran, proses pembelajaran matematika juga perlu memperhatikan perbedaan motivasi belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi tinggi tidak akan mudah putus asa untuk menyelesaikan suatu permasalahan sehingga dimungkinkan mampu memberikan prestasi yang lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Untuk itu, dengan diterapkannya metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi kepada siswa yang memiliki tingkat motivasi yang berbeda-beda dalam pembelajaran matematika materi ruang dimensi tiga, diharapkan siswa akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada metode ceramah.


(26)

commit to user

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, terdapat beberapa permasalahan yang diidentifikasikan sebagai berikut.

1. Kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa dalam

mengerjakan soal-soal materi ruang dimensi tiga disebabkan oleh metode pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat. Terkait dengan ini, muncul pertanyaan apakah kalau metode pembelajaran yang digunakan guru diubah, prestasi siswa menjadi lebih baik. Untuk menjawab hal ini, dapat dilakukan penelitian yang membandingkan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi dan metode ceramah.

2. Tidak adanya kebermaknaan dalam belajar matematika yang mungkin disebabkan oleh kebiasaan belajar siswa yang hanya dengan mendengarkan dan mencatat kemudian menghafalnya. Terkait dengan dugaan ini, penelitian yang muncul adalah bagaimana merancang pembelajaran yang cocok untuk berbagai kebiasaan belajar siswa.

3. Siswa memiliki motivasi belajar yang berbeda-beda. Dalam hal ini, tingkat motivasi siswa mempengaruhi pola pikir siswa dalam menentukan strategi untuk menyelesaikan suatu masalah. Siswa yang tingkat motivasinya rendah apabila menghadapi permasalahan dalam belajar, lebih mudah putus asa daripada siswa yang memiliki motivasi belajar sedang maupun tinggi. Dari hal ini, ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika, khususnya pada materi ruang dimensi tiga, disebabkan oleh motivasi belajar siswa yang rendah. Penelitian yang terkait adalah pembelajaran yang bagaimanakah yang melibatkan peran motivasi siswa.

C. Pemilihan Masalah

Dari ketiga masalah yang diidentifikasi di atas, peneliti hanya ingin melakukan penelitian yang terkait dengan permasalahan pertama dan ketiga, yaitu yang terkait dengan penggunaan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi pada siswa yang mempunyai motivasi belajar yang berbeda-beda dalam materi ruang dimensi tiga.


(27)

commit to user

D. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan yang dikaji dapat lebih terarah, maka permasalahan tersebut dibatasi sebagai berikut.

1. Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi belajar matematika pada materi ruang dimensi tiga, yaitu pada pokok bahasan kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga serta jarak dari titik ke garis dan dari titik ke bidang dalam ruang dimensi tiga (kubus dan balok). Prestasi belajar ini adalah dari tes prestasi belajar yang dilakukan pada akhir penelitian terhadap siswa kelas X semester genap tahun pelajaran 2009/2010 SMA Negeri 1 Mojolaban.

2. Motivasi belajar siswa dengan tingkat motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah dibatasi pada tingkat motivasi belajar dalam kegiatan pembelajaran matematika.

E. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, dapat disusun permasalahan sebagai berikut.

1. Apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan yang

dipadukan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga?

2. Apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai

prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang, apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, dan apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah?

3. Apakah pada siswa dengan motivasi belajar tinggi, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat


(28)

commit to user

menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, apakah pada siswa dengan motivasi belajar sedang, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, dan apakah pada siswa dengan motivasi belajar rendah, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui apakah pembelajaran matematika dengan metode

penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga.

2. Untuk mengetahui apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang, apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah, dan apakah siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah.

3. Untuk mengetahui apakah pada siswa dengan motivasi belajar tinggi, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, pada siswa dengan motivasi belajar sedang, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika


(29)

commit to user

yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah, dan pada siswa dengan motivasi belajar rendah, yang diajar dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada yang diajar dengan metode ceramah.

G. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan kepada para guru dan calon guru dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar.

2. Metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi dapat menjadi salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika khususnya pada siswa SMA kelas X pada materi ruang dimensi tiga.

3. Sebagai referensi dan pertimbangan untuk penelitian sejenis.

4. Memberi masukan kepada guru dan calon guru untuk lebih mengetahui motivasi belajar siswa.


(30)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Prestasi Belajar Matematika a. Pengertian Prestasi

Peter Salim dan Yenny Salim (1991: 1190) menyatakan “Prestasi adalah hasil yang diperoleh dari sesuatu yang dilakukan, dan sebagainya”. Soenarto (2009: 1) mendefinisikan “Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan”. Gagne dalam Soenarto (2009: 1) menyatakan bahwa “Prestasi belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan”. Sedangkan Bloom dalam Soenarto (2009: 1) menyatakan bahwa “Hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik”.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar.

b. Pengertian Belajar

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, belajar merupakan faktor yang menentukan hasil sebagaimana telah ditentukan dan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pembentukan pribadi individu. Purwoto (2003: 21) menyatakan ”Belajar adalah suatu proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi tahu atau dari tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi bersikap baik, dari pasif menjadi aktif, dari tidak teliti menjadi teliti dan seterusnya”. Sedangkan Oemar Hamalik (2004: 154) mendefinisikan ”Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman”. Selain Oemar Hamalik, Hamzah B. Uno (2008: 21) juga berpendapat bahwa ”Belajar ialah proses perubahan tingkah laku seseorang setelah memperoleh informasi yang disengaja. Bahkan lebih luas lagi, perubahan tingkah laku ini tidak hanya mengenai perubahan


(31)

commit to user

pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan minat, dan penyesuaian diri”.

Pendapat yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Muhibbin Syah (2009: 63) yang menyatakan ”Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri”. Hal senada juga dinyatakan oleh Slameto (2003: 3) yang mendefinisikan ”Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni sebagai berikut.

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

(Muhibbin Syah, 2009: 145-146) Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu sehingga mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berupa perubahan kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, dan penyesuaian diri menjadi lebih baik karena adanya hubungan dengan individu lain dan lingkungan sekitar.

c. Pengertian Matematika

Kline dalam Karso dkk (1993: 3) mengatakan “Matematika itu bukan pengetahuan yang menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,


(32)

commit to user

tetapi keberadaannya itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam”. Masih dalam Karso dkk (1993: 2), James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan “Matematika itu ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak”.

Sedangkan Purwoto (2003: 12-13) menyatakan “Matematika adalah pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang terorganisasikan mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”. Sejalan dengan Purwoto, Russel dalam Hamzah B. Uno (2008: 129) mendefinisikan “Matematika sebagai suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Arah yang dikenal tersusun baik (konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks), dari bilangan bulat ke bilangan pecah, bilangan real ke bilangan kompleks, dari penjumlahan dan perkalian ke diferensial dan integral, dan menuju matematika yang lebih tinggi”. Pakar lain, Soedjadi dalam Hamzah B. Uno (2008: 129) memandang “Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang logika, besaran-besaran, dan konsep-konsep yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif serta keberadaannya bertujuan untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika

Berdasarkan pengertian prestasi, belajar, dan matematika yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran matematika yang mengakibatkan perubahan tingkah laku berupa perubahan kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, dan penyesuaian diri menjadi lebih baik yang ditunjukkan dengan hasil berupa nilai.


(33)

commit to user

2. Metode Mengajar

a. Pengertian Metode Mengajar

Pada uraian di atas, telah dijelaskan mengenai belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sedangkan proses belajar itu sendiri sangat erat hubungannya dengan proses mengajar yang dilakukan oleh guru. Mengajar adalah usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar itu secara optimal. (W. Gulo, 2004: 8). Oleh karena itu, metode mengajar yang digunakan oleh guru menjadi salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan belajar.

Metode mengajar sering juga disebut metode pembelajaran. Purwoto (2003: 65) menyatakan “Metode mengajar adalah suatu cara mengajarkan topik tertentu agar proses pengajaran tersebut berhasil dengan baik”. Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Hamzah B. Uno (2008: 21) yang mendefinisikan “Metode pembelajaran sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran”.

Selain disebut dengan metode pembelajaran, metode mengajar disebut juga sebagai teknik penyajian pelajaran.

Metode mengajar atau teknik penyajian pelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh guru atau instruktur. Pengertian lain ialah sebagai teknik penyajian yang dikuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, agar pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh siswa dengan baik. (Roestiyah N. K., 2008: 1)

Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah suatu cara atau teknik untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran.

b. Metode Penemuan

Metode penemuan adalah terjemahan dari discovery learning. Kata penemuan sebagai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Dalam belajarnya ia menemukan sendiri sesuatu hal yang baru. Ini tidak berarti yang ditemukannya itu benar-benar baru, sebab sudah diketahui oleh yang lain. (Karso dkk, 1993: 57).


(34)

commit to user

Menurut Sund dalam Roestiyah N. K. (2008: 20) Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya”. Sedangkan Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2009: 77) menyatakan “Discovery merupakan suatu rangkaian kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, dan logis sehingga mereka dapat menemukan sendiri pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai wujud adanya perubahan sikap”.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penemuan adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan, sikap, dan keterampilan sehingga mampu mengasimilasikan suatu konsep dan prinsip berdasarkan pengalaman mereka sendiri.

Secara umum, urutan langkah metode penemuan adalah sebagai berikut.

1) Guru merumuskan masalah yang akan dipaparkan kepada siswa dengan data secukupnya, dan dengan perumusan yang jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.

2) Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun dan menambah data baru, memproses, mengorganisir dan menganalisis data tersebut. Guru membimbing siswa agar melangkah ke arah yang tepat, biasanya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

3) Siswa menyusun konjektur (prakiraan atau dugaan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

4) Mengkaji kebenaran konjektur dengan alasan-alasan yang masuk akal. Verbalisasi konjektur beserta buktinya diserahkan kepada siswa untuk menyusunnya.

5) Jika siswa sudah dapat menemukan yang dicari, guru dapat memberikan soal tambahan untuk memeriksa kebenaran penemuan itu serta tingkat pemahaman mereka.

(Fadjar Shadiq, 2009: 20) Belajar dengan menggunakan metode penemuan dapat membantu siswa untuk menemukan konsep-konsep yang akan membuatnya terampil dalam memilih langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah dan


(35)

commit to user

akan memotivasi siswa senang belajar matematika. Roestiyah N. K. (2008: 20-21) mengungkapkan keunggulan dari metode penemuan adalah sebagai berikut.

1) Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan;

memperbanyak kesiapan; serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

2) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. 3) Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

4) Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing. 5) Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi

yang kuat untuk belajar lebih giat.

6) Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

Secara singkat dan jelas, Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2008: 129-130) menyatakan

Discovery learning mempunyai beberapa keuntungan dalam belajar, antara

lain siswa memiliki motivasi dari dalam diri sendiri untuk menyelesaikan pekerjaannya sampai menemukan jawaban-jawaban atas problem yang dihadapi mereka. Selain itu, siswa juga belajar untuk mandiri dalam memecahkan problem dan memiliki keterampilan berpikir kritis, karena mereka harus menganalisis dan mengelola informasi.

Walaupun demikian, metode penemuan juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1) Metode ini banyak menyita waktu. Juga tidak menjamin siswa tetap bersemangat menemukan.

2) Tidak setiap guru mempunyai selera atau kemampuan mengajar dengan cara penemuan. Kecuali itu tugas guru sekarang cukup sarat.

3) Tidak setiap anak mampu melakukan penemuan. Apabila bimbingan guru

tidak sesuai dengan kesiapan intelektualsiswa, ini dapat merusak struktur pengetahuannya. Juga bimbingan yang terlalu banyak dapat mematikan inisiatifnya.

4) Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengajarkan tiap topik.

5) Kelas yang banyak muridnya akan sangat merepotkan guru dalam

memberikan bimbingan dan pengarahan belajar dengan metode penemuan. (Purwoto, 2003: 84)

c. Metode Ceramah

Cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama digunakan dalam sejarah pendidikan adalah cara mengajar dengan metode ceramah. Roestiyah N. K. (2008: 137) menyatakan “Cara mengajar dengan ceramah


(36)

commit to user

dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan”.

Karso dkk (1993: 54) mendefinisikan “Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Metode ceramah merupakan metode mengajar yang paling banyak dipakai, terutama untuk bidang studi noneksakta”.

Sama seperti metode penemuan, metode ceramah juga mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari metode ceramah adalah sebagai berikut.

1) Dapat menampung kelas yang besar, tiap murid mempunyai kesempatan yang sama untuk mendengarkan dan karenanya biaya yang diperlukan relatif lebih murah.

2) Bahan pelajaran atau keterangan dapat diberikan secara lebih urut oleh guru, konsep-konsep yang disajikan secara hierarki akan memberikan fasilitas belajar kepada siswa.

3) Guru dapat memberikan tekanan terhadap hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.

4) Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena guru tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.

5) Kekurangan alat tidak adanya buku pelajaran dan alat bantu pelajaran tidak menghambat dilaksanakannya pelajaran dengan ceramah.

Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah

1) Pelajaran berjalan membosankan dan murid menjadi pasif karena tidak berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan. Murid hanya aktif membuat catatan saja.

2) Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat murid tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.

3) Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan. 4) Ceramah menyebabkan belajar murid menjadi “belajar menghafal” yang

tidak menimbulkan pengertian.

(Purwoto, 2003: 67-68)

3. Pendekatan Pembelajaran

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

Setiawan (2006: 5) mendefinisikan “Pendekatan adalah jalan atau arah yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran dilihat bagaimana materi itu disajikan”. Dindin Abdul Muiz Lidinillah menyatakan bahwa “Pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh


(37)

commit to user

guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Ada dua jenis pendekatan yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan yang bersifat materi”.

b. PendekatanInvestigasi

Height dalam Al. Krismanto (2003: 7) menyatakan bahwa “Investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil”.

Mumun Syaban (2010: 1) mendefinisikan

Pendekatan investigasi sebagai kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan. Kegiatan belajar dimulai dengan diberikan masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.

Fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan investigasi adalah

1) Fase membaca, menerjemahkan, dan memahami masalah

Pada fase ini siswa harus memahami permasalahannya dengan jelas. Apabila dipandang perlu, siswa membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang kemudian mungkin perlu didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi, pada fase ini siswa memperlihatkan kecakapan bagaimana ia memulai pemecahan suatu masalah, dengan

a) menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya dan

b) membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.

2) Fase pemecahan masalah

Pada fase ini mungkin saja siswa menjadi bingung apa yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa sehingga


(38)

commit to user

mereka terangsang untuk mencoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati pola, atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase yang sangat menentukan ini, siswa diharuskan membuat konjektur dari jawaban yang didapatnya dan mengecek kebenarannya. Secara terperinci siswa diharapkan melakukan hal-hal sebagai berikut.

a) Mendiskusikan dan memilih cara atau strategi untuk menangani permasalahan.

b) Memilih dengan tepat materi yang diperlukan.

c) Menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin.

d) Mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase 1). e) Memilih cara-cara yang sistematis.

f) Mencatat hal-hal penting.

g) Bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya). h) Bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk

penyelesaian.

i) Membuat konjektur atau kesimpulan sementara.

j) Mengecek konjektur yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya.

3) Fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban

Setelah memecahkan masalah, siswa harus diberikan pengertian untuk mengecek kembali hasilnya, apakah jawaban yang diperoleh itu cukup komunikatif dan dapat dipahami oleh orang lain atau tidak. Pada fase ini siswa dapat terdorong untuk melihat dan memperhatikan apakah hasil yang dicapai pada masalah ini dapat digunakan pada masalah lain. Jadi, pada fase ini siswa diharapkan berhasil

a) mengecek hasil yang diperolehnya, b) mengevaluasi pekerjaannya,

c) mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara, dan

d) mentransfer keterampilannya untuk diterapkan pada persoalan yang lebih kompleks.


(39)

commit to user

4. Perpaduan Metode Penemuan dengan Pendekatan Investigasi

a. Pengertian Perpaduan Metode Penemuan dengan Pendekatan Investigasi

Berdasarkan uraian tentang metode penemuan dan pendekatan investigasi di atas, yang dimaksud dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi adalah penyajian bahan pelajaran dengan

metode pembelajaran penemuan, sementara pelaksanaan proses

pembelajarannya dikondisikan dengan pendekatan investigasi.

b. Langkah-langkah Pembelajaran

Langkah-langkah pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi adalah sebagai berikut.

1) Pembagian kelompok kerja.

2) Pemberian masalah.

3) Penyelidikan masalah oleh kelompok dengan strategi masing-masing.

4) Pembuatan kesimpulan sementara.

5) Pengecekan kembali kesimpulan sementara.

6) Pengkomunikasian jawaban.

7) Penguatan dan perbaikan jawaban.

5. Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar

Nana Sudjana (2008: 61) menyatakan bahwa “Keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dalam motivasi belajar yang ditunjukkan oleh para siswa pada melaksanakan kegiatan belajar-mengajar”. Sedangkan istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Oleh karena itu, Hamzah B. Uno (2008: 1) menyatakan “Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya”. Hampir sama dengan Hamzah B. Uno, Muhibbin Syah (2009: 153) mendefinisikan “Motivasi ialah keadaan internal organisme –baik manusia ataupun hewan- yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu”.


(40)

commit to user

Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kebutuhan masa depan siswa yang bersangkutan.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah. (Muhibbin Syah, 2009: 153).

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.

4) Adanya penghargaan dalam belajar.

5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan

seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

(Hamzah B. Uno, 2008: 23)

b. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya tingkah laku dan mempengaruhi serta mengubah tingkah laku. Jadi, dapat disimpulkan fungsi motivasi adalah sebagai berikut.


(41)

commit to user

1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi, tidak akan timbul perbuatan belajar.

2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya, motivasi mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sedangkan secara garis besar, nilai motivasi dalam pengajaran adalah sebagai berikut.

1) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar murid. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil.

2) Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada murid. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi dalam pendidikan.

3) Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru senantiasa berusaha agar murid-murid akhirnya memiliki self

motivation yang baik.

4) Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan motivasi

dalam pengajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin kelas. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin di dalam kelas.

5) Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar tidak saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses belajar mengajar.


(42)

commit to user

6. Tinjauan Materi Ruang Dimensi Tiga

a. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga

1) Kedudukan titik terhadap garis dan titik terhadap bidang a) Kedudukan titik terhadap garis

Kedudukan titik terhadap garis ada dua, yaitu: (1) Titik terletak pada garis

Titik dikatakan terletak pada garis jika titik tersebut dapat dilalui oleh garis. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Titik P terletak pada garis g (2) Titik di luar garis

Titik dikatakan di luar garis jika titik tersebut tidak dapat dilalui oleh garis. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Titik Q di luar garis g b) Kedudukan titik terhadap bidang

Kedudukan titik terhadap bidang ada dua, yaitu: (1) Titik terletak pada bidang

Titik dikatakan terletak pada bidang jika titik tersebut dapat dilalui oleh bidang. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Titik A terletak pada bidang (2) Titik di luar bidang

Titik dikatakan di luar bidang jika titik tersebut tidak dapat dilalui oleh bidang. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Titik B di luar bidang g P

g Q

B A


(43)

commit to user

2) Kedudukan dua garis dan kedudukan garis terhadap bidang

a) Kedudukan dua garis

Kedudukan dua garis ada empat, yaitu: (1) Dua garis berpotongan

Dua garis dikatakan berpotongan jika dua garis tersebut sebidang dan mempunyai satu titik potong. Contoh pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Garis g berpotongan dengan garis l (2) Dua garis berimpit

Dua garis dikatakan berimpit apabila dua garis tersebut terletak pada satu garis lurus sehingga hanya terlihat sebagai satu garis lurus saja. Contoh pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Garis g berimpit dengan garis l (3) Dua garis sejajar

Dua garis dikatakan sejajar jika dua garis tersebut terletak pada satu bidang yang jarak antaranya sama sehingga tidak berpotongan. Contoh dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Garis g sejajar dengan garis l (4) Dua garis bersilangan

Dua garis dikatakan bersilangan jika dua garis tersebut tidak terletak pada sebuah bidang. Contoh pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Garis g bersilangan dengan garis l g

l g

l

g, l

l g


(44)

commit to user

b) Kedudukan garis terhadap bidang

Kedudukan garis terhadap bidang ada tiga, yaitu: (1) Garis terletak pada bidang

Sebuah garis dikatakan terletak pada bidang jika setiap titik pada garis tersebut juga terletak pada bidang. Contoh pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Garis BE terletak pada bidang ABFE (2) Garis sejajar bidang

Sebuah garis dikatakan sejajar bidang jika garis dan bidang tidak mempunyai satu pun titik persekutuan. Contoh pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Garis GH sejajar bidang ABFE (3) Garis memotong bidang

Sebuah garis dikatakan memotong (menembus) bidang jika garis dan bidang mempunyai satu titik persekutuan yang dinamakan titik potong atau titik tembus. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.11.

G H

F E

C B A

D

G H

F E

C B A


(45)

commit to user

Gambar 2.11. Garis AG memotong bidang BCHE

3) Kedudukan dua bidang

Kedudukan dua bidang ada tiga, yaitu: a) Dua bidang berimpit

Dua bidang dikatakan berimpit jika setiap titik terletak pada kedua bidang. Contoh dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Bidang ABFE berimpit dengan bidang FEAB b) Dua bidang sejajar

Dua bidang dikatakan sejajar jika kedua bidang tersebut tidak mempunyai satu pun titik persekutuan. Contoh pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Bidang ABFE sejajar dengan bidang DCGH G

H

F E

C B A

D

G H

F E

C B A

D

G H

F E

C B A


(46)

commit to user

c) Dua bidang berpotongan

Dua bidang dikatakan berpotongan jika kedua bidang tersebut mempunyai sebuah garis persekutuan. Contoh pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14. Bidang AIJD berpotongan dengan bidang KLHE

b. Jarak dari Titik ke Garis dan dari Titik ke Bidang dalam Ruang Dimensi Tiga

1) Jarak titik ke titik lain

Jarak antara titik A dan titik B dapat dicari dengan membuat garis yang melalui titik A dan titik B. Ruas garis AB merupakan jarak antara titik A dan titik B yang diminta.

Misal diketahui kubus ABCD.EFGH. Akan ditentukan jarak dari titik A ke titik F. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Jarak titik A ke titik F

Jarak dari titik A ke titik F adalah panjang garis AF. G H

F E

C B A

D

G H

F E

C

B A

D

K L I


(47)

commit to user

Dengan memperhatikan segitiga ABF, kita dapat menentukan panjang garis AF. Segitiga ABF adalah segitiga siku-siku di B, sehingga berlaku Teorema Phytagoras

AF2 = AB2 + BF2 AF = √AB + BF 2) Jarak titik ke garis

Jika sebuah titik berada di luar garis, maka ada jarak antara titik ke garis itu. Jarak titik A ke garis g dapat dicari dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

a) Membuat garis l melalui titik A dan tegak lurus garis g. b) Garis l memotong garis g di titik P.

c) Ruas garis AP merupakan jarak titik A ke garis g yang diminta.

Misal diketahui kubus PQRS.TUVW, maka dapat kita tentukan jarak dari titik V ke garis QW.

Gambar 2.16. Jarak titik V ke garis QW

Perhatikan Gambar 2.16.

Jarak titik V ke garis QW adalah panjang garis VX, dengan X adalah titik pada garis QW sedemikian sehingga VX tegak lurus dengan QW.

Dengan memperhatikan segitiga QVW, kita dapat menentukan panjang garis QW. Segitiga QVW adalah segitiga siku-siku di V, sehingga berlaku Teorema Phytagoras

QW2 = QV2 + VW2

QW = QV + VW

X

V W

U T

R Q P


(48)

commit to user

Selanjutnya, dapat kita tentukan luas segitiga QVW dengan dua cara sebagai berikut.

a) Dengan menggunakan alas segitiga QVW adalah QV dan tingginya adalah VW, maka berlaku

luas QVW = x QV x VW ………..(2.1) b) Dengan menggunakan alas segitiga QVW adalah QW dan tingginya

adalah VX, maka berlaku

luas QVW = x QW x VX ………..(2.2) Karena panjang QV, VW, dan QW telah diketahui, maka panjang VX dapat ditentukan dengan menyamadengankan (2.1) dan (2.2).

3) Jarak titik ke bidang

Jika sebuah titik berada di luar bidang, maka ada jarak antara titik ke bidang itu. Jarak titik A ke bidang dapat dicari dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

a) Membuat garis g melalui titik A dan tegak lurus bidang . b) Garis g menembus bidang di titik Q.

c) Ruas garis AQ merupakan jarak titik A ke bidang yang diminta.

Misal diketahui balok PQRS.TUVW, maka dapat kita tentukan jarak dari titik P ke bidang SQUW. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.17.

Gambar 2.17. Jarak titik P ke bidang SQWU U

R T

V W

S

P Q


(49)

commit to user

Jarak titik P ke bidang SQUW adalah panjang garis PO, dengan O adalah titik pada bidang SQUW sedemikian sehingga PO tegak lurus dengan bidang SQUW.

Dengan memperhatikan segitiga PQS, kita dapat menentukan panjang garis QS. Segitiga PQS adalah segitiga siku-siku di P, sehingga berlaku Teorema Phytagoras

QS2 = PQ2 + PS2

QS = PQ + PS

Selanjutnya, dapat kita tentukan luas segitiga PQS dengan dua cara sebagai berikut.

a) Dengan menggunakan alas segitiga PQS adalah PQ dan tingginya adalah PS, maka berlaku

luas PQS = x PQ x PS ………...(2.3) b) Dengan menggunakan alas segitiga PQS adalah QS dan tingginya

adalah PO, maka berlaku

luas PQS = x QS x PO ………..(2.4) Karena panjang PQ, PS, dan QS telah diketahui, maka panjang PO dapat ditentukan dengan menyamadengankan (2.3) dan (2.4).

B. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan proses membangun makna melalui pengalaman yang dapat menimbulkan perubahan pada individu. Perubahan bentuk tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, dan perubahan aspek-aspek lain pada individu yang belajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar, tercapai atau tidaknya tujuan belajar dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Agar prestasi belajar siswa dapat menjadi lebih optimal, seorang guru harus mampu membuat rencana pembelajaran yang baik serta memilih metode yang tepat dalam mengajar. Namun dalam pemilihan metode pembelajaran sebaiknya disesuaikan dengan


(1)

commit to user

bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan motivasi belajar tinggi dan siswa dengan motivasi belajar sedang. b. Pada komparasi µ1 vs µ3 (antara motivasi tinggi dengan motivasi rendah)

diperoleh Fobs = 2,505< 6,230 = Ftabel sehingga H0 tidak ditolak. Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan motivasi belajar tinggi dan siswa dengan motivasi belajar rendah. c. Pada komparasi µ2 vs µ3 (antara motivasi sedang dengan motivasi rendah)

diperoleh Fobs = 0,029 > 6,230 = Ftabel sehingga H0 tidak ditolak. Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan motivasi belajar sedang dan siswa dengan motivasi belajar rendah.

E. Pembahasan Hasil Analisis Data

Berikut ini adalah pembahasan hasil analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama sehubungan dengan pengajuan hipotesis yang telah dikemukakan pada BAB II.

1. Hipotesis Pertama

Dari perhitungan anava dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 4.9, diperoleh Fa = 20,349 > 3,965 = F0,05;1,77 sehingga H0A ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa dengan pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dan siswa dengan pembelajaran menggunakan metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga. Hal ini dikarenakan pemilihan metode secara tepat dapat menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa untuk berperan aktif dan berusaha memecahkan sendiri permasalahan dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat. Dengan pengalaman yang mendorong sifat aktif, diharapkan siswa mampu memperoleh pemahaman konsep yang melekat sehingga perubahan pada diri siswa sebagai hasil proses belajar dapat melekat lebih lama dalam memori siswa.

Untuk mengetahui pembelajaran manakah yang menghasilkan prestasi belajar lebih baik dapat dilihat langsung pada rataan marginal untuk


(2)

masing-commit to user

masing kelompok pada Tabel 4.3. Rataan marginal kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi adalah 64,860 dan rataan marginal kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran dengan metode ceramah adalah 51,475. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan metode ceramah.

2. Hipotesis Kedua

Dari perhitungan anava dua jalan dengan sel tak sama pada Tabel 4.9, diperoleh Fb = 3,914 > 3,115 = F0,05;2;77 sehingga H0B ditolak. Namun setelah dilakukan uji komparasi ganda, diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa H0 tidak ditolak pada ketiga uji komparasi rataan antarkategori motivasi. Hal ini disebabkan oleh selisih antara Fb = 3,914 dan F0,05;2;77 = 3,115 yang sangatlah kecil. Pembulatan angka di belakang koma yang terjadi berkali-kali pada waktu perhitungan mulai dari nilai rataan, jumlah kuadrat deviasi, jumlah rataan, jumlah kuadrat, rataan kuadrat hingga perhitungan nilai Fb menyebabkan nilai Fb menyimpang dari nilai yang sebenarnya. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi belajar matematika tinggi, sedang, dan rendah dalam mengerjakan soal pada materi ruang dimensi tiga. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan sebagai berikut. a. Siswa menjawab angket motivasi belajar matematika tidak disesuaikan

dengan keadaan yang sebenarnya. Siswa cenderung akan memilih pilihan jawaban yang positif sehingga memberikan kesan yang baik pada dirinya atau bahkan sebaliknya, siswa akan merendahkan motivasinya karena tidak mau dianggap sombong oleh teman-temannya.

b. Siswa menjawab angket dengan asal-asalan, tanpa memahami maksud yang terkandung di dalamnya.


(3)

commit to user

3. Hipotesis Ketiga

Dari hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fab = 0,068 < 3,115 = F0,05; 2, 77, maka H0AB tidak ditolak sehingga tidak perlu dilakukan uji pasca anava. Dengan tidak ditolaknya H0AB berarti tidak terdapat interaksi antara metode pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa untuk soal pada materi ruang dimensi tiga.

Pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan metode ceramah, baik pada siswa dengan motivasi tinggi, motivasi sedang, maupun motivasi rendah.


(4)

commit to user

69

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada metode ceramah pada materi ruang dimensi tiga.

2. Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi, sedang, dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang sama pada materi ruang dimensi tiga.

3. Pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan

investigasi menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan metode ceramah, baik pada siswa dengan motivasi tinggi, motivasi sedang, maupun motivasi rendah.

B. Implikasi

Berdasar atas kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini, maka penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.

1. Implikasi Teoritis

Pembelajaran menggunakan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi membantu siswa untuk tidak hanya menghafal, tetapi juga dilandasi dengan suatu pemahaman konsep yang matang dan melibatkan siswa secara langsung di dalam setiap proses penyelesaian masalah. Hal ini menjadikan siswa mencari sendiri pemecahan dari permasalahan yang dihadapi. Secara umum, dengan diperkenalkannya metode penemuan kepada siswa, siswa dapat menentukan langkah-langkah yang tepat dalam mengerjakan suatu permasalahan dalam matematika. Dengan dipadukannya metode penemuan dan pendekatan


(5)

commit to user

investigasi, siswa dapat menyelidiki dan menentukan sendiri strategi apa yang seharusnya digunakan untuk memecahkan permasalahan. Pembelajaran dengan pendekatan investigasi dalam metode penemuan memberikan manfaat positif bagi siswa, antara lain meningkatkan kreativitas siswa dalam menciptakan ide untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan keberanian siswa untuk berpendapat, dan mengajarkan siswa untuk bekerja secara teliti.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan khusus bagi para guru dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan juga peningkatan prestasi belajar siswa. Guru diharapkan dapat memilih metode yang relatif lebih efektif, efisien, dan sesuai dengan kemampuan siswa serta karakteristik materi yang sedang disampaikan. Usaha guru dalam membantu siswa meningkatkan prestasi belajar tidak terlepas dari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, antara lain respon dan motivasi belajar matematika yang dimiliki oleh masing-masing siswa serta kemajemukan kelas. Selain itu, guru perlu memperhatikan komponen lain yang mempengaruhi proses pencapaian prestasi belajar siswa, antara lain tingkat intelegensi, kemampuan awal siswa, aktivitas belajar siswa, gaya belajar siswa, kedisiplinan siswa, latar belakang, dan lingkungan siswa.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, ada beberapa saran yang ditujukan pada guru, siswa, dan peneliti lain sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Dari hasil penelitian ini dinyatakan bahwa pembelajaran dengan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi dapat menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran menggunakan metode konvensional, yaitu metode ceramah, dalam menyelesaikan permasalahan pada materi ruang dimensi tiga. Oleh karena itu, guru dapat menggunakan metode penemuan yang dipadukan dengan pendekatan investigasi ini untuk pembelajaran


(6)

commit to user

matematika, khususnya pada materi ruang dimensi tiga, sehingga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Bagi siswa

Siswa sebaiknya menerapkan pendekatan investigasi dalam

menyelesaikan permasalahan pada materi ruang dimensi tiga karena dapat menuntun siswa untuk berpikir strategis dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

3. Bagi Peneliti Lain

Dalam penelitian ini, pembelajaran matematika dilakukan dengan ditinjau dari motivasi belajar siswa dan hasilnya motivasi belajar tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Bagi peneliti lain, mungkin dapat melakukan peninjauan dari sudut yang lain, misalnya kreativitas belajar siswa, aktivitas belajar siswa, gaya belajar siswa, kemampuan awal dan yang lainnya agar dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa. Hasil penelitian ini juga terbatas pada meteri ruang dimensi tiga. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti lain untuk mencoba menerapkan perpaduan metode penemuan dengan pendekatan investigasi ini pada materi lain dalam mata pelajaran matematika dengan mempertimbangkan kesesuaiannya.


Dokumen yang terkait

Eksperimentasi Pembelajaran Assessment For Learning dan Eksperimentasi Pembelajaran Menggunakan Perpaduan Metode Penemuan Dengan Pendekatan Investigasi 97

0 3 7

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA SUB POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

0 4 105

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI POKOK APROKSIMASI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS X SMK TEKNIK SE

0 5 86

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN METODE PENEMUAN DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA

0 12 124

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT PADA MATERI LUAS DAN VOLUME BANGUN RUANG DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA BATIK 1 SURAKARTA

0 2 84

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE RESITASI DAN GUIDED DISCOVERY Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Metode Resitasi Dan Guided Discovery Ditinjau Dari Kedisiplinan Siswa.

0 2 17

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BELAJAR HEURISTIK DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Metode Belajar Heuristik Dan Ekspositori Ditinjau Dari Keaktifan Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Surakart

0 0 17

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BELAJAR HEURISTIK DAN Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Metode Belajar Heuristik Dan Ekspositori Ditinjau Dari Keaktifan Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Surakart

0 1 12

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok (PTK Pembelajaran Matematika pada

0 1 15

PENINGKATAN KEMANDIRIAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA Peningkatan Kemandirian dan Prestasi Belajar Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok (PTK Pembelajaran Matematika pada

0 1 1