PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO -KRIAN (LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL.

(1)

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN

(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE

PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

TUGAS AKHIR

DISUSUN OLEH :

MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN ”


(2)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN

(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE

PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Program Studi Teknik Sipil

DISUSUN OLEH :

MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN ”


(3)

TUGAS AKHIR

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO - KRIAN

(LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE

PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

Dipersiapkan dan disusun oleh :

MACHMUD RANU SASMITO NPM. 0653010051

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima Oleh Tim Dosen Penguji Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S-1) PEMBIMBING UTAMA DOSEN PENGUJI :

1.

IBNU SHOLICHIN, ST, MT

NPT. 3 7109 99 0167 1 Ir. ARYO NUGROHO, MT NIDN. 0721 0770 00 1 2.

PEMBIMBING PENDAMPING HENDRATA WIBISANA, ST, MT NPT. 030212 022

3.

NUGROHO UTOMO, ST

NPT. 3 7501 04 0195 1 N. DITA P. PUTRA, ST, MT NPT. 3 7003 00 0175 1

KETUA JURUSAN

Ir. WAHYU KARTINI, MT NPT. 3 6304 94 0031 1

MENGETAHUI


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul ”Perencanaan Peningkatan Jalan Sidoarjo – Krian (Link 172) Sta 6+650 – 12+100 Dengan Metode Perkerasan Lentur Dan Perkuatan Geotekstil.” Sebagai kelengkapan tugas akademik dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S-1) di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penyusun berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang didapatkan pada perkuliahan dan ditunjang dengan literatur yang sesuai. Selain itu, penyusun juga menerapkan semua petunjuk dari dosen pembimbing tetapi sebagai manusia biasa dengan keterbatasan yang ada, penyusun menyadari dengan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari setiap pembaca akan penulis terima demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Dalam tugas akhir ini, penyusun banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan hingga terselesainya tugas akhir ini. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang hanya dengan rahmatnya, penyusun dapat menempuh pendidikan di universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur sampai dengan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.


(5)

2. Orang tua kami yang telah banyak mendukung dalam semangat belajar dan membimbing dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Ir. Edi Mulyadi, SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Ibu Ir. Wahyu Kartini, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Iwan Wahjudijanto, ST, Selaku dosen wali yang telah banyak membimbing selama kuliah di Program Studi Teknik Sipil hingga selesai mengerjakan tugas akhir ini dengan baik.

6. Bapak Ibnu Sholichin, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing Utama, Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik

7. Bapak Nugroho Utomo, ST, selaku Dosen Pembimbing Pendamping, Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk asistensi, sehingga selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini dengan baik

8. Bapak Febru DH, atas segala bantuan dan semangat sehingga dapat mengerti tentang tugas akhir ini dengan baik

9. Segenap Dosen dan Staf Program Studi Teknik Sipil Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran Jawa Timur atas segala pelayanan yang diberikan


(6)

10. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Gayung Kebonsari kota Surabaya, khususnya kepada bapak Arifin dan bapak Usmar Hariadi yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Pimpinan PT. Teknindo Geosistem Unggul, yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Pimpinan PT. Puri Dimensi, selaku kontraktor perencana Jalan Sidoarjo – Krian, yang banyak membantu melengkapi data untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

13. Rusy dan Joko (penjaga ruang baca FTSP), terima kasih atas segala kemudahan meminjam bukunya

14. Seluruh rekan – rekan FTSP khususnya mahasiswa Teknik Sipil 2006, terima kasih atas segala dukungannya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik

Semoga tugas akhir ini bermanfaat khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Surabaya, Juni 2010


(7)

DAFTAR ISI

Abstrak

Kata Pengantar ...i

Daftar Isi...iv

Daftar Tabel ...iv

Daftar Gambar ... xiii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.4 Manfaat Penelitian...4

1.5 Batasan Masalah...4

1.6 Peta Lokasi...5

BAB II LANDASAN TEORI...6

2.1 Tinjauan Umum ...6

2.2 Tanah Dasar ...6

2.2.1 Data Penyelidikan Tanah...7

2.2.2 Kondisi Dasar Tanah...9

2.2.3 Perbaikan Kondisi Tanah Dasar...10

2.3 Penggunaan Geotekstil ...10

2.3.1 Komposisi Dan Fungsi Geotekstil...11


(8)

2.3.3 Prinsip Perhitungan Stabilitas Tanah Timbunan Yang -

Diberi Perkuatan Geotekstil...15

2.4 Geometrik Jalan ...20

2.4.1 Karakteristik Geometrik Jalan ...20

2.4.2 Karakteristik Lalu Lintas...24

2.5 Analisa Kebutuhan Pelebaran Jalan ...28

2.5.1 Kapasitas Dasar (smp/jam)...28

2.5.2 Kecepatan Arus Bebas...32

2.5.3 Derajat Kejenuhan (DS)...35

2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur...36

2.6.1 Pelapisan Ulang (Overlay)...45

2.6.2 Pelebaran Jalan...46

2.7 Perencanaan Saluran Tepi (Drainase)...48

2.7.1 Saluran Tepi (Drainase) Permukaan...49

2.7.2 Analisa Hidrologi...52

2.7.2.1 Intensitas Curah Hujan...52

2.7.2.2 Luas Daerah Pengaliran...59

2.7.2.3 Koefisien Pengaliran (C)...60

2.7.2.4 Debit Air (Q)...62

2.7.3 Bentuk Dan Dimensi Saluran Tepi...62

2.7.4 Gorong - Gorong...66

BAB III METODOLOGI...69

3.1 Umum...69


(9)

3.3 Pengumpulan dan pengolahan data...71

3.3.1 Peta Lokasi...71

3.3.2 Geometrik Jalan...71

3.3.3 Data Lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR)...72

3.3.4 Data Tanah (CBR)...72

3.3.5 Data Curah Hujan...73

3.4 Analisa Peningkatan Jalan...73

3.5 Gambar Rencana...75

3.6 Kesimpulan...75

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN...76

4.1 Umum...76

4.2 Pengumpulan Dan Analisa Data...76

4.2.1 Data CBR Tanah...76

4.2.1.1 Hasil Penyelidikan Tanah Dan Laboratorium...78

4.2.2 Data LHR...79

4.3 Perhitungan Kekuatan Geotekstil...94

4.3.1 Tinjauan Terhadap Internal Stability...95

4.3.2 Tinjauan Terhadap Foundation Stability...97

4.3.3 Pemakaian Selected Material...100

4.4 Kebutuhan Pelebaran Jalan...101

4.4.1 Analisa Kapasitas Jalan...101


(10)

4.4.1.2 Perencanaan Kapasitas Awal Umur Rencana

Hingga Akhir Umur Rencana... ..105

4.4.2 Perencanaan Tebal Perkerasan Pelebaran Jalan...109

4.4.2.1 Analisa Data CBR...109

4.4.2.2 Perhitungan Angka Ekivalen...111

4.4.2.3 Perhitungan Lintas Ekivalen...115

4.4.2.3.1 Lintas Ekivalen Permukaan (LEP)...116

4.4.2.3.2 Lintas Ekivalen Akhir (LEA)...116

4.4.2.3.3 Lintas Ekivalen Tengah (LET)...117

4.4.2.3.4 Lintas Ekivalen Rencana (LER)...117

4.4.2.3.5 Menentukan Nilai Faktor Regional (FR)...118

4.4.2.4 Indeks Permukaan (IP)...118

4.4.2.4.1 Ipo (Indeks Permukaan Pada Awal - Umur Rencana)...119

4.4.2.4.2 Ipt (Indeks Permukaan Pada Akhir - Umur Rencana)...119

4.4.2.5 ITP (Indeks Tebal Perkerasan)...120

4.4.2.6 Koefisien Kekuatan Relatif...121

4.4.2.7 Batas Tebal Minimum Tiap Lapisan Perkerasan...122

4.4.3 Perhitungan Tebal Lapis Ulang (Overlay)...123

4.5 Perencanaan Dimensi Saluran Tepi...127

4.5.1 Data Curah Hujan...127

4.5.2 Analisa Perhitungan Debit Dan Dimensi Saluran - Sta 6+650 – 12+100...132


(11)

4.6 Perhitungan Gorong – Gorong Pada Sta 7+600...145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...152

5.1 Kesimpulan...152

5.2 Saran...154

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Tipe Alinyemen...22

Tabel 2.2 Kelas Jarak Pandang...23

Tabel 2.3 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Dua Lajur Tak terbagi (2/2 UD)...26

Tabel 2.4 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Empat Lajur Tak terbagi (2/2 UD)...27

Tabel 2.5 Kapasitas Dasar Jalan Luar Kota...29

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur - Lalu Lintas (FCw)...29

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisah arah...30

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping...30

Tabel 2.9 Kelas Hambatan Samping...31

Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Luar Kota (Fvo) - Pada tipe Alinyemen Biasa...32

Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Kendaraan Ringan Sebagai Fungsi - Dari Alinyemen Jalan (2/2 UD)...33

Tabel 2.12 Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) - Pada Berbagai Tipe Alinyemen...33

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kecepatan Akibat Hambatan Samping - Dan Lebar Bahu (FFVsf)...34

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas - Fungsional Jalan (FFVrc)...35


(13)

Tabel 2.15 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)...38

Tabel 2.16 Angka Ekivalen (e) Kendaraan ...39

Tabel 2.17 Faktor Regional ...41

Tabel 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana ...42

Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo) ...42

Tabel 2.20 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Bahan...43

Tabel 2.21 Batas Minimum Lapis Permukaan...44

Tabel 2.22 TebalMinimum Lapis Pondasi...44

Tabel 2.23 Kemiringan Melintang Normal Perkerasan Dan Bahu Jalan...50

Tabel 2.24 Kecepatan Aliran Yang Diijinkan Berdasarkan - Pada Jenis Materialnya...51

Tabel 2.25 Hubungan Kemiringan Selokan Samping Jalan (i) - Dan Jenis Material...51

Tabel 2.26 Variasi YT...54

Tabel 2.27 Nilai Yn...54

Tabel 2.28 Nilai Sn...54

Tabel 2.29 Hubungan Antara Kondisi Permukaan Dengan Koefisien - Hambatan...57

Tabel 2.30 Harga n Untuk Rumus Manning...57

Tabel 2.31 Hubungan Kondisi Permukaan Lapangan Dengan Koefisien - Pengaliran...61

Tabel 2.32 Kemiringan Talud...65

Tabel 4.1 CBR Grafis...76


(14)

Tabel 4.3 Data Jenis Tanah...78 Tabel 4.4 Kadar Air, Batas Cair (Liquid Limit), Batas Plastis -

(Plastis Limit), Indeks Plastis (Index Plastis)...79 Tabel 4.5 Data Volume Lalu Lintas Harian Rata – Rata Selama 5 Tahun - (Kend/24 jam)...80 Tabel 4.6 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Sepeda Motor (MC) -

(Kend/24 jam)...81 Tabel 4.7 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Ringan (LV) -

(Kend/24 jam)...82 Tabel 4.8 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Kecil (MHV) -

(Kend/24 jam)...83 Tabel 4.9 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Besar (LB) -

(Kend/24 jam)...84 Tabel 4.10 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As ¾” (LT) -

(Kend/24 jam)...85 Tabel 4.11 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As (LT) -

(Kend/24 jam)...86 Tabel 4.12 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 3 As (LT) -

(Kend/24 jam)...87 Tabel 4.13 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk Gandeng (LT) -

(Kend/24 jam)...88 Tabel 4.14 Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk Trailer (LT) -


(15)

Tabel 4.15 Rekapitulasi Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas -

Tahun 2010 - 2014 (Kend/24 jam)...91

Tabel 4.16 Data Volume Kendaraan Pada Jam Puncak Ruas Jalan - Sidoarjo – Krian Selama 5 tahun (smp/jam)...92

Tabel 4.17 Rekapitulasi Prediksi Pertumbuhan Lalu Lintas Jam Puncak - Tahun 2010 - 2014 (Kend/24 jam)...93

Tabel 4.18 Harga-Harga Yang Umum Dari Sudut Geser Internal Kondisi – Drained Untuk Pasir Dan Lanau ...94

Tabel 4.19 Perhitungan ΔH Untuk Alinyemen Vertikal...101

Tabel 4.20 Perhitungan Derajat Kejenuhan Pada Kondisi Eksisting - Tahun 2009...104

Tabel 4.21 Perhitungan Derajat Kejenuhan Pada Awal Umur Rencana - Tahun 2010 Sampai Akhir Umur Rencana Tahun 2014...107

Tabel 4.22 Faktor Regional (FR) ...118

Tabel 4.23 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo) ...119

Tabel 4.24 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (Ipt) ...120

Tabel 4.25 Perhitungan Data Curah Hujan Stasiun Hujan Prambon ...127

Tabel 4.26 Perhitungan Data Curah Hujan Stasiun Hujan Watutulis ...129

Tabel 4.27 Perhitungan Saluran Tepi (Drainase) Tipe Trapesium ...144


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi...5

Gambar 2.1 Percobaan Tanpa Geotekstil ...12

Gambar 2.2 Geotekstil Sebagai Pemisah...12

Gambar 2.3 Geotekstil Sebagai Penyaring...13

Gambar 2.4 Geotekstil Sebagai Penguat...13

Gambar 2.5 Internal Stability...16

Gambar 2.6 Foundation Stability...17

Gambar 2.7 Distribusi Beban Sumbu...25

Gambar 2.8 Susunan Lapis Perkerasan Jalan...37

Gambar 2.9 Hubungan CBR Dengan DDT...40

Gambar 2.10 Nomogram II Untuk Ipt = 2.5 Dan Ipo = 3.9 – 3.5...48

Gambar 2.11 Kemiringan Melintang Normal Pada Daerah Datar - Dan Lurus...50

Gambar 2.12 Kurva Basis...55

Gambar 2.13 Batas Daerah Pengaliran...59

Gambar 2.14 Saluran Tepi Tipe Segiempat...63

Gambar 2.15 Saluran Tepi Tipe Trapesium...64

Gambar 2.16 Kemiringan Saluran Tepi...65

Gambar 2.17 Gorong – Gorong Bentuk Lingkaran...67

Gambar 2.18 Kemiringan Lahan Gorong - Gorong...68


(17)

Gambar 4.2 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Sepeda -

Motor (MC)...82

Gambar 4.3 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Ringan (LV)...83

Gambar 4.4 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Kecil (MHV)...84

Gambar 4.5 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Bus Besar (LB)...85

Gambar 4.6 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk 2 As ¾” (LT)...86

Gambar 4.7 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 2 As (LT)...87

Gambar 4.8 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan Truk 3 As (LT)...87

Gambar 4.9 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk Gandeng (LT)...89

Gambar 4.10 Grafik Pertumbuhan Lalu Lintas Kendaraan - Truk Trailer (LT)...90

Gambar 4.11 Anggapan Internal Stability Kondisi MAT...96

Gambar 4.12 Anggapan Foundation Stability Kondisi MAT...98

Gambar 4.13 Korelasi CBR Dengan DDT...110

Gambar 4.14 Nomogram 2 Untuk Mendapatkan Nilai ITP ...121

Gambar 4.15 Rencana Susunan Lapis Permukaan Untuk Pelebaran ...123

Gambar 4.16 Korelasi CBR Dengan DDT Perkerasan Lama...124

Gambar 4.17 Susunan Perkerasan Eksisting Dan Overlay ...126

Gambar 4.18 Rencana Susunan Lapis Permukaan Untuk Pelebaran ...126

Gambar 4.19 Kurva Basis...131


(18)

PERENCANAAN PENINGKATAN JALAN SIDOARJO -KRIAN (LINK 172) STA 6+650 – 12+100 DENGAN METODE PERKERASAN LENTUR DAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

Abstrak

Ruas jalan Sidoarjo – Krian merupakan jalan arteri, yang kondisi eksisting jalan tersebut 6 m dengan tipikal jalan lama adalah 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2)UD, dengan lebar bahu jalan 3.5 m yang akan direncanakan pelebaran jalan 12 m menjadi 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2)UD. Di dalam perencanaan ini juga direncanakan lapisan tambahan (overlay) pada lapisan aspal lama dan perencanaan pelebaran baru dengan perkerasan lentur dan perkuatan geotekstil pada lapisan subgrade.

Dalam lapisan tanah dasar yang berupa tanah lempung menyebabkan daya dukung tanah dasar di lokasi proyek sangat kecil. Kandungan lempung berlanau pada tanah dasar mencapai angka 90% dan nilai batas cairnya sekitar 51% - 57%. Di beberapa tempat mempunyai kadar air natural 26% - 32%, berarti tanah mendekati batas cairnya dengan kata lain subgrade dalam kondisi cair.

Berdasarkan keadaan di atas, maka diadakan usaha perbaikan tanah agar daya dukung dari tanah dasar mampu menerima beban dari atas. Usaha tersebut antara lain yaitu penambahan selected material yaitu berupa tanah kepasiran yang berguna agar lapisan geotekstil tidak mudah robek/rusak oleh lapisan subgrade.

Setelah diperkuat lapisan geotekstil dan tanah kepasiran, maka tetap tidak dapat menentukan nilai CBR atau nilai DDT-nya secara tepat, kecuali dilakukan tes secara langsung di lapangan maupun di laboratorium. Akan tetapi, tanah kepasiran ini diharapkan dapat mencapai nilai CBR 10% dari nilai CBR tanah dasar yang awal mula sekitar 1.37 %. Dengan nilai CBR 10% ini, direncanakan untuk perkerasan jalan dan ditetapkan besarnya koefisien relatif bahan.

Dari analisa perhitungan dengan menggunakan metode analisa komponen dari Bina Marga, maka didapat tebal masing – masing perkerasan sebagai berikut :

- Lapis permukaan (laston MS 774) = 10 cm - Lapis pondasi atas (batu pecah kelas A) = 20 cm - Lapis pondasi bawah (sirtu kelas B) = 10 cm - Lapis tanah kepasiran (selected material) = 34 cm

- Lapis geotekstil (Polypropylene woven geotextile) = 1 lapis (UW-250 Black)


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi dan industri yang semakin tahun semakin berkembang, sehingga keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah – daerah terpencil yang merupakan sentra produksi pertanian. Jaringan jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, serta masyarakat dan untuk pengembangan wilayah.

Perencanaan peningkatan jalan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan lalu lintas. Sehubungan dengan permasalahan lalu lintas, maka diperlukan penambahan kapasitas jalan yang tentu akan memerlukan metoda efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur kenyamanan, keamanan dan keselamatan pengguna jalan.

Salah satu kesulitan pengembangan prasarana jalan terbenturnya pelaksanaan pembangunan tersebut dengan keadaan tanahnya yang jelek seperti berupa tanah lempung lembek atau tanah organik yang tidak bisa dihindarkan, misalnya tanah lempung lembek dengan daya dukung tanahnya yang sangat kecil, pemempatan besar, dan koefisien permeabilitas kecil. Adapun usaha


(20)

untuk mengatasi rendahnya daya dukung dari tanah dasar yaitu dengan penanganan secara khusus. Banyak metode yang bisa dipakai sebagai usaha memperbaiki dan meningkatkan daya dukung tanah dasar

Oleh karena itu, pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan perkuatan geotekstil di atas tanah. Segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1, merupakan jalan propinsi dan sebagai jalan arteri yang menghubungkan antara daerah Sidoarjo dan daerah Krian. Dari pengamatan di lapangan maupun data proyek peningkatan Jalan Sidoarjo – Krian (link 172), lebar perkerasan eksisting pada ruas jalan ± 6 m, dengan lebar bahu 3.5 m. Kondisi eksisting pada ruas jalan tersebut mempunyai berbagai masalah transportasi antara lain :

1. Masalah kemacetan lalu lintas meningkatnya volume kendaraan yang melewati jalan tersebut, baik kendaraan ringan maupun kendaraan berat. 2. Sebagaimana kerusakan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100,

antara lain disebabkan oleh daya dukung tanah dasar yang kurang stabil, bahan perkerasan kurang baik, beban kendaraan berlebih dan sering tergenangnya perkerasan oleh air hujan karena drainase kurang baik. Maka, direncanakan perkerasan lentur dan perkuatan geotekstil di atas tanah. Perencanaan ini diperhitungkan untuk perbaikan tanah pada jalan yang mempunyai daya dukung tanah dasar yang rendah.


(21)

1.2 Rumusan Masalah.

1. Bagaimana analisa geotekstil pada struktur perkerasan untuk Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 ?

2. Bagaimana analisa kapasitas Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 5 tahun mendatang ?

3. Berapa ketebalan perkerasan lentur setelah diberi perkuatan geotekstil yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 10 tahun mendatang ?

4. Berapa kebutuhan dimensi saluran tepi (drainase) dan gorong - gorong yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisa geotekstil pada struktur perkerasan untuk Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100.

2. Menganalisa kapasitas Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 5 tahun mendatang

3. Menghitung berapa ketebalan perkerasan lentur setelah diberi perkuatan geotekstil yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 untuk umur rencana jalan 10 tahun mendatang.

4. Menghitung kebutuhan dimensi saluran tepi jalan (drainase) dan gorong – gorong yang diperlukan segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100.


(22)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mahasiswa dapat menganalisa dan menghitung suatu perencanaan.

2. Untuk memperlancar arus lalu lintas segmen Jalan Sidoarjo - Krian maupun antar Kabupaten di Jawa Timur dan antar propinsi.

3. Untuk menghasilkan perencanaan struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) yang menggunakan perkuatan geotekstil

4. Perencanaan peningkatan jalan dan dimensi saluran tepi (drainase) dan gorong –gorong, dengan mengaplikasikan teori yang selama ini dipelajari.

1.5 Batasan Masalah

Maka batasan masalah yang akan dibahas dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Perencanaan kebutuhan pelebaran jalan apabila diperlukan dengan analisa kapasitas, dari “Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997”, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

2. Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 1983.

3. Perencanaan perkerasan lentur yang meliputi pelapisan ulang (overlay) pada Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 dengan Metode Analisa Komponen dari Bina Marga.

4. Analisa stabilitas tanah dan penggunaan geotekstil berdasarkan kekuatannya untuk menahan tekanan tanah timbunan dan menjaga agar tanah timbunan tidak runtuh.


(23)

5. Perencanaan saluran tepi jalan (drainase) dengan “Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan (SNI 03-3424-1994)”.

6. Analisa kapasitas umur rencana Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 adalah 5 tahun

7. Tidak meninjau alinyemen horizontal karena jalan tidak terdapat tikungan dan termasuk jalan datar serta tidak menguraikan perhitungan jembatan. 8. Tidak meninjau besarnya rencana anggaran biaya (RAB) yang diperlukan.

1.6 Peta Lokasi

LOKASI PENELITIAN (LINK 172) SIDOARJO-KRIAN STA 6+650 - STA 12+100

6+650

12+100


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Untuk melaksanakan perencanaan konstruksi jalan raya diperlukan beberapa

kriteria sebagai pertimbangan untuk mengoptimalkan hasil perencanaan, meliputi beberapa elemen utama diantaranya klasifikasi jalan, geometrik, karakteristik lalu lintas, kondisi lingkungan, pertimbangan ekonomi dan pertimbangan keselamatan lalu – lintas. Oleh karena itu dalam bab ini menguraikan tentang proses pengolahan data berdasarkan teori yang akan digunakan sebagai dasar acuan perhitungan perencanaan jalan dalam proyek, yang meliputi geometrik jalan, analisa kapasitas jalan untuk kebutuhan pelebaran jalan apabila diperlukan, tebal perkerasan lentur (flexible pavement) dan perkuatan geotekstil di atas tanah, dan saluran tepi (drainase jalan).

2.2 Tanah Dasar

Tanah adalah tempat berdirinya suatu komponen, baik itu bangunan atau prasarana jalan. Dalam pembahasan ini dikhususkan untuk pembangunan prasarana jalan, dimana tanah dasar sebagai dasar perletakan konstruksi perkerasan jalan, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan dan daya tahan konstruksi perkerasan jalan tidak terlepas dari sifat dan kondisi tanah dasar. Untuk mengetahui sifat dan kondisi tanah dasar agar diketahui seberapa besar daya dukungnya dapat digunakan beberapa metode seperti :


(25)

- CBR (California bearing Ratio). - RM (Resilient Modulus).

- DCP (Dynamic Cone Penetrometer). - k (Modulus Reaksi Tanah Dasar).

Pada perencanaan jalan ini digunakan cara pemeriksaan CBR untuk mengetahui daya dukung tanah dasar. CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh tanah yang didapat dari data laboratorium maupun data lapangan. Harga CBR yang dinyatakan dalam persen. Jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul lalu lintas.

2.2.1 Data Penyelidikan Tanah.

Data tanah sangat penting artinya guna menentukan besar kecilnya daya dukung tanah dasar. Tidak semua tanah yang dipakai sebagai dasar perletakan bangunan dalam kondisi yang baik, artinya bahwa tanah tidak langsung dapat dibangun suatu konstruksi jalan di atasnya, untuk itu perlu diketahui karakteristik dari tanah tersebut yaitu melalui penyelidikan tanah di lapangan dan laboratorium.

a. Penyelidikan Lapangan.

Penyelidikan dilaksanakan langsung di lapangan sehingga didapat data- data tanah secara tepat. Untuk memperoleh karakteristik tanah dasar, maka dilaksanakan penyelidikan tanah yang terdiri dari:


(26)

- Cone Penetration Test (CPT).

Suatu metode eksplorasi tanah di lapangan dengan penetrasi kerucut. Dalam pengujian ini suatu kerucut dengan ujung standar ditekankan ke dalam tanah.

- Boring Test.

Merupakan suatu cara pengambilan contoh tanah dengan alat bor. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis lapisan tanah sampai pada kedalaman tertentu secara visual, kedalaman muka air tanah, dan untuk memperoleh sampel tanah yang akan diuji di laboratorium.

- Standart Penetration Test (SPT).

Merupakan metode yang dipakai untuk menentukan kondisi tanah di lokasi yang bersangkutan berdasarkan jumlah pukulan tiap 30 cm (nilai N)

a. Penyelidikan Laboratorium.

Merupakan cara pengujian tanah di dalam laboratorium berdasarkan sampel tanah-tanah yang diambil di lapangan. Data tanah sangat penting untuk perhitungan/analisa stabilitas. Beberapa tes yang dilakukan di laboratorium, yaitu:

- Tes Volumetri dan Gravimetri.

Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui antara butiran tanah, air dan udara yang terdapat di pori – pori tanah. Hasil dari pengujian ini didapat berupa : Kadar air (W), angka pori (e), specific grafity (Gs) dan berat volume jenuh air (γ sat).


(27)

- Tes Atterberg Limit.

Tes ini dipakai untuk menentukan batas-batas Atterberg dari kadar air tanah yang dinyatakan dalam persen. Kadar air akan mengalami transisi dari :

1.Keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit).

2.Keadaan semi padat ke keadaan plastis dinamakan sebagai batas plastis (plastis limit).

3.Keadaan plastis ke keadaan cair diartikan sebagai batas cair (liquid limit).

- Tes Consolidasi.

Tes ini digunakan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dalam pori tanah sebagai akibat adanya tekanan secara vertikal yang bekerja pada tanah. Hasil tes ini dapat berupa:

- Cc nilai  Coefficient of Concavity. - Cv nilai  Coefficient of Consolidation. - Tes Triaxial.

Tes bertujuan untuk mengetahui nilai kohesi (C) dan sudut geser (φ) dari tanah dasar.

2.2.1 Kondisi Tanah Dasar.

Kondisi tanah pada tugas akhir ini, pada segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 sangat tidak mendukung untuk dibangun sarana jalan. Hal


(28)

ini disebabkan daya dukung tanahnya sangat kecil karena tanah dasar sebagian besar berupa tanah lempung berlanau dengan kadar berkisar 90%. Kemudian nilai batas cairnya sekitar 51% - 57% yang merupakan nilai liquid limit yang tinggi. Di beberapa tempat mempunyai kadar air natural 26% - 32%. Nilai plastic index sebesar 22% - 25% berarti kekuatan tanah dasar sangat terpengaruh oleh kadar airnya. Nilai CBR nilainya 1.3% - 3.1% menunjukan bahwa tanah dasar kekuatan daya dukungnya sangat rendah.

2.2.2 Perbaikan Kondisi Tanah Dasar.

Berdasarkan keterangan di atas, diketahui bahwa tanah dasar sebagian besar dalam keadaan cair berarti daya dukung tanahnya sangat kecil. Oleh karena itu diadakan perbaikan tanah dasar. Untuk meningkatkan daya dukung tanah bisa digunakan untuk menaikkan nilai CBR tanah dasar. Nilai CBR tanah dasar yang rendah dijadikan lebih baik dari nilai CBR semula dengan cara mengganti tanah dasar yang dalam kondisi cair dengan material baru dengan daya dukungnya lebih baik. Selain mengganti tanah dasar ada cara lain yang dapat meningkatkan kekuatan daya dukung tanah dasar yaitu dengan menggunakan geotekstil yang dihamparkan di atas tanah dasar yang berisi material baru tadi.

2.3 Penggunaan Geotekstil.

Selama ini pekerjaan teknik sipil mengalami perkembangan pesat. Banyak

metode perencanaan ditemukan, salah satunya adalah penemuan suatu bahan yang digunakan untuk mengatasi permasalahan tanah dasar. Bahkan itu ialah


(29)

geotekstil yang dirancang untuk pekerjaan timbunan badan jalan, drainase, pencegah erosi dan beberapa variasi pekerjaan tanah lainnya.

2.3.1 Komposisi Dan Fungsi Geotekstil.

Sesuai dengan petunjuk ASTM tentang geotekstil dan pemakaiannya, diterangkan bahwa geotekstil adalah sejenis bahan kain yang dibuat dari bahan kain yang terbuat dari polimer sintetis/polimer buatan. Jenis polimer yang digunakan pada geotekstil adalah polypropelene (65%), polyester (32%), polyamide (2%) dan polyethy serat kaca, kawat baja, dan kabel, juga ada serat alam separti wol, katun dan lain-lain. Tetapi bahan-bahan ini jarang digunakan karena bahan tersebut mudah berkarat, melapuk dan jadi busuk apabila bersentuhan dengan tanah secara terus menerus atau dengan kata lain bahan – bahan ini mempunyai ketahanan yang sifatnya sementara.

Seperti diterangkan bahwa geotekstil adalah bahan yang di hamparkan di atas tanah yang berhubungan dengan pekerjaan tanah. Adapun fungsi dari geotekstil dalam usaha perbaikan tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Pemisah (Separation).

Dipakainya geotekstil maka dapat memisahkan antara tanah timbunan dan tanah dasar dibawahnya. Apabila tidak memakai geotekstil maka material timbunan akan turun ke bawah sebagai akibat adanya beban dari atas dan juga akibat berat sendiri dari timbunan itu. Pada bagian tengah dasar timbunan pada dasar tanah lunak akan mengalami penurunan, sedangkan pada bagian luar di kanan dan kiri timbunan cenderung untuk naik, sehingga timbunan akan


(30)

tenggelam. Untuk mengatasi masalah ini maka dipakailah geotekstil. Jadi dengan memanfatkan geotekstil sebagai pemisah didapatkan keuntungan :

- Mempercepat tercapainya tegangan efektif pada dasar tanah.

- Mencegah turunnya tanah timbunan ke dalam tanah dasar sehingga volume timbunan tak berubah.

- Mencegah tercampurnya tanah timbunan dan tanah dasar sehingga pemadatan lebih mudah dilaksanakan.

- Pelaksanaan pekerjaan lebih mudah dan praktis dengan waktu yang relatif cepat.

1. Tanpa Geotekstil.

Tanah timbunan

Tanah dasar lunak

Gambar 2.1 Percobaan Tanpa Geotekstil. 2. Dengan Geotekstil.

Tanah t im bunan

Tanah dasar lunak

Lapisan Geot ekst il


(31)

b. Penyaring (Filtration).

Dengan menggunakan geotekstil, maka masuklah butiran halus dari tanah ke dalam lapisan dasar timbunan dapat dikurangi. Selain itu juga dengan geotekstil air pori yang terkandung dalam tanah dasar dimungkinkan demikian keutuhan susunan material tanah dasar maupun lapisan dasar timbunan dapat lebih terjamin.

Tanah t im bunan

Tanah dasar lunak Wat er flow

Lapisan Geot ekst il

Gambar 2.3 Geotekstil Sebagai Penyaring. c. Perkuatan (Reinforcement).

Maksudnya adalah geotekstil sebagai tulangan bagi tanah dasar untuk menyerupai beban sementara yang diakibatkan oleh beban kendaraan. Dengan demikian geotekstil akan membantu menaikkan ketahanan tanah dasar terhadap keruntuhan geser sehingga lapisan tanah pondasi tersebut berfungsi dengan baik dan terjadinya kelongsoran dapat dihindari.

Tanah t im bunan

Tanah dasar lunak W

Lapisan Geot ekst il

Gambar 2.4 Geotekstil Sebagai Penguat.


(32)

2.3.2 Analisa Teoritis Penggunaan Geotekstil.

Banyak metode perbaikan tanah dasar yang bisa dipakai dalam peningkatan daya dukung tanah dasar. Tetapi pada studi kasus ini hanya memakai geotekstil untuk mengatasi permasalahan tanah dasar. Dengan metode ini, tanah dasar yang bersangkutan diperbaiki dahulu dengan material yang baru kemudian ditimbun.

Pada timbunan tanah dasar yang tinggi beban lalu lintas rencana akan terdistribusikan pada badan timbunan sehingga beban tersebut hanya berpengaruh kecil terhadap tanah dasar. Sebaliknya untuk timbunan badan jalan yang rendah akan menyebabkan beban berpengaruh cukup besar terhadap tanah dasar. Tetapi perlu juga diingat disini bahwa semakin tingginya timbunan menyebabkan tanah dasar menerima yang cukup besar pula. Jadi tinggi rendahnya timbunan rencana bukan tergantung pada beban kendaraan yang lewat di atasnya saja, tetapi juga tergantung pada kebutuhan toleransi jalan dan tinggi muka air di lokasi setempat.

Secara prinsip muka air yang berada di sekitar badan jalan tidak boleh mempengaruhi kekuatan konstruksi jalan. Kenaikan muka air tanah di sekitar timbunan badan jalan akan menyebabkan kekuatan geser tanah menurun. Alasannya adalah jika muka air tanah naik atau terjadi genangan di atas permukaan tanah asli, air tersebut akan mengisi ruang pori dari tanah timbunan. Dan akibatnya, tegangan air pori dari tanah timbunan naik dan kekuatan gesernya turun. Hal ini dapat dilihat dari rumus kekuatan geser tanah di bawah ini :

 

tg

C


(33)

Di mana :

S = Kekuatan geser tanah. C = Kohesi efektif tanah.

= Tegangan total pada bidang geser. = Tegangan air pori.

= Sudut geser dalam (untuk tanah lunak  0).

Penurunan kekuatan geser tanah dasar pada umumnya disebabkan tanah dasar itu sendiri yang kondisinya sangat jelek seperti tanah dasar yang berupa tanah lempung lembek. Jadi, metode yang baik untuk permasalahan seperti ini adalah memperbaiki dan mengganti material tanah dasar itu yang didukung dengan penggunaan geotekstil. Prinsipnya geotekstil pada tanah timbunan akan menaikkan stabilitas timbunan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh fungsi dari geotekstil (pemisah, penyaring dan penguat) maka tegangan yang ditimbulkan timbunan akan diserap dan disebarkan secara merata oleh geotekstil, sehingga secara keseluruhan geotekstil tersebut seakan-akan memperbaiki dan meningkatkan daya dukung tanah dasar.

2.3.3 Prinsip Perhitungan Stabilitas Tanah Timbunan Yang Diberi Perkuatan Geotekstil.

Perencanaan kemiringan dari lereng timbunan harus dipilih sedemikian rupa agar stabilitas timbunan itu (Internal Stability) dapat terjamin terutama untuk pembangunan konstruksi jalan dan timbunan di atas tanah lunak. Oleh karena itu daya dukung dari tanah dasar harus cukup kuat untuk menerima beban timbunan agar turunnya tanah timbunan ke dalam tanah (Foundation Stability)


(34)

dapat terhindari. Karena tanah dasar dalam kondisi cair atau berupa lempung lembek yang daya dukungnya sangat rendah, maka pelaksanaan timbunan tanah dapat dilaksanakan secara bertahap dengan harapan kekuatan tanah dasar meningkat sehingga hilangnya stabilitas tanah secara keseluruhan (Overall Stability) dapat dicegah. Tetapi pelaksanaan timbunan secara bertahap memerlukan waktu yang lama, maka penimbunan dapat dilakukan dengan cepat dan praktis maka dipakailah geotekstil yang dihamparkan di atas tanah dasar. Pemakaian geotekstil ini pada prinsipnya akan menaikkan stabilitas tanah

timbunan secara keseluruhan dan akan mengurangi resiko keruntuhan pondasi. Berdasarkan teori stabilitas untuk tanah timbunan dan tanah dasar, maka kebutuhan akan geotekstil berdasarkan kekuatannya harus diperhitungkan terhadap :

a. Internal Stability.

Apabila timbunan dibangun di atas tanah dasar yang kohesif dan belum pernah terkonsolidasi (Normally consolidated) dalam periode yang relatif singkat, maka kekuatan geser yang dipergunakan untuk perhitungan keseimbangan timbunan adalah unconsolidated undrained. Dalam analisa stabilitas ini, kekuatan geser undrained dari lapisan atas tanah diasumsikan tidak cukup kuat untuk menahan tekanan aktif tanah timbunan. Dan akibatnya timbunan cenderung bergerak dalam arah horisontal.

Tanah t im bunan

Tanah dasar Pa H

h S1

L C

0ll t

Lapisan Geot ekst il


(35)

Dari gambar di atas diketahui bahwa tekanan aktif (Pa) dari tanah timbunan adalah : 2 2 1 H Ka

Pa    . ... pers (2.2). ...

) 2 45 (

2 

tg

Ka ... pers (2.3). Dengan demikian m

antar

Foundation Stability, daerah keseimbangan dibatasi seper

pondasi dapat dilakukan dengan cara m

aka tekanan tanah aktif akan ditransfer menjadi geseran a geotekstil dan tanah timbunan. Mengingat geotekstil mempunyai sifat lentur saat ada beban yang bekerja, maka gaya perlawanan yang diberikan oleh geotekstil (S1) harus sebanding dengan tekanan tanah aktif dari tanah timbunan. Nilai S1 adalah sama dengan tekanan aktif (Pa), dimana S1 adalah kekuatan geotekstil yang dibutuhkan untuk menjamin internal stability.

b. Foundation Stability Untuk menjamin

ti terlihat pada gambar. Sebelum tanah ditimbun bagian ABCD masih stabil dan pada saat penimbunan akan mengalami tekanan tanah ke samping sehingga keseimbangan pondasi terganggu.

Untuk menganalisa keseimbangan

enjumlahkan resultan gaya yang bekerja pada segmen ABCD tersebut yaitu gaya/tekanan aktif, pasif, dan beban timbunan.

Gambar 2.6 Foundation Stability. Tanah dasar lunak Tanah t im bunan

H h t Pa S2 SU 0ll Pp A C B D Lapisan Geot ekst il


(36)

Metode perhitungan ini didasarkan pada total stress/analisa Su. Berdasarkan tekanan pasif (Pp).

Kp h qs Kp h c Kp h b h w

Pp 1  21   2 '    

2

2 ... pers (2.4).

Sedangkan tekanan aktif (Pa).

Ka H qs kp h c Ka h w

Pa 1  2 2 '    

2 ... pers (2.5). dimana :

w

 = Berat volume tanah. b

 = Berat volume tanah di bawah muka air. c’

rburden.

upa lempung lembek (θ = 0) dan jenuh air = Kohesi aktif.

gs = Tegangan ove

Karena kondisi tanahnya ber maka : h qs h Su h t

Pa 1  2   

2

2

... pers (2.6).

h qs h Su h t

Pp  2   

2

1 2

... pers (2.7). dimana :

t

 = Berat volume tanah.

Su = Kekuatan geser tanah dalam keadaan undrained.

ertekan keluar, maka : h = Tebal lapisan tanah dasar.

Agar tanah dasar tersebut tidak t Pp + 2 . Su . L > Pa


(37)

Sedangkan :

= ½ (Pa + Pp) + Su

... pers (2.8) d

L = Panjang penjangkaran, dimana tanah dasar akan tertekan keluar.

an

... pers (2.9). b. O erall

yang terjadi pada overall stability biasanya berbentuk busur ling

Luas ABCD

= 2 Su L + L imana :

Dari analisa terhadap foundation stability didapatkan bahwa kekuat geotekstil yang dibutuhkan untuk mencegah tanah di bawah timbunan tidak tertekan keluar adalah terbesar :

S2 = Su . L

v stability.

Bidang gelincir

karan dan bidang gelincir tersebut memotong perkuatan geotekstil. Faktor keamanan yang harus dipenuhi pada metode ini adalah :

F = momen penahan ... pers (2.10). momen penggerak atau :         sin tan tan 1 cos tan )         ( '  

c b h

h F

b

Fk ... pers (2.11).

dimana :

esi tanah. c’ = Koh

 = Sudut geser dalam. b

lengkung lingkaran.

i lingkaran. = L cos α

L = Panjang


(38)

Jika sama dengan 1 maka leren

Agar lereng benar-benar mantap seirin

2.4 Geometrik Jalan.

eometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang

.4.1 Karakteristik Geometrik Jalan.

yang akan mempengaruhi kapasitas dan

ah jalan dua lajur dua arah tak

2. lan.

nilai Fk yang didapat dari persamaan di atas g yang bersangkutan dalam keadaan kritis.

Jadi lereng akan mantap apabila Fk > 1,00.

g adanya perbedaan-perbedaan anggapan dan juga kemungkinan kesalahan dalam penentuan konstanta - konstanta tanah, maka ditetapkan Fk > 1,50.

Perencanaan g

mengacu pada perencanaan fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yang memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu lintas yaitu menghasilkan jalan yang aman, nyaman, dan ekonomis. Standar perencanaan geometrik yaitu fungsi jalan raya, volume lalu – lintas rencana dan kondisi medan. Dasar perencanaan geometrik adalah karakteristik lalu lintas, sifat gerakan, dan ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan kendaraannya.

2

Karakteristik geometrik jalan

kinerjanya apabila dibebani lalu lintas meliputi : 1. Tipe Jalan : yang dibahas dalam bab ini adal

terbagi (2/2 UD). Bagian – bagian ja


(39)

a. Lebar jalur lalu lintas (Wc) adalah lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas dalam satuan (m), tidak termasuk bahu jalan, sehingga kapasitas akan meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu lintas.

b. Lebar jalur efektif (Wce) adalah lebar jalur yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir. Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif, dalam satuan (m).

c. Lebar bahu (Ws) adalah lebar bahu di samping jalur jalan direncanakan sebagai ruang untuk kendaraan yang sekali - sekali berhenti, pejalan kaki dan kendaraan lambat, dalam satuan (m).

d. Lebar bahu efektif (Wse) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai setelah dikurangi penghalang, dalam satuan (m) seperti: pohon, kios samping jalan, dan sebagainya. Catatan: Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut :

- Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan)/2. - Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar).

e. Median adalah daerah yang memisahkan arah lalu lintas di jalan, yang terletak pada bagian tengah. Median yang direncanakan dengan baik, akan meningkatkan kapasitas. Apabila median tidak dibuat punya alasan tersendiri seperti kekurangan tempat, biaya, dll.

3. Tipe alinyemen.

Definisi tipe alinyemen adalah gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan dan ditentukan oleh jumlah naik dan turun (m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang segmen jalan.


(40)

Untuk menentukan lengkung horizontal dan lengkung vertikal dipakai rumus berikut ini :

Alinyemen Horizontal =

an panjangjal

rad

x2 

360 = rad/km ...pers (2.12).

Alinyemen Vertikal =

panjangjalan

H

= m/km ...…pers (2.13).

Pembagian tipe alinyemen jalan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Pembagian Tipe Alinyemen.

Tipe Alinyemen

Lengkung Vertikal

(m/km)

Lengkung Horisontal (rad/km) Alinyemen Datar < 10 < 1,0 Alinyemen Bukit 10 – 30 1,0 – 2,5 Alinyemen Gunung > 30 > 2,5

Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 untuk jalan luar kota Hal. 6-9.

a. Lengkung vertikal adalah mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya, makin lambat kendaraan bergerak di tanjakan dan juga puncak bukit, akan mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.

b. Lengkung horisontal adalah jalan dengan tikungan tajam, yang memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada di jalan lurus. Lengkung vertikal dan lengkung horisontal dapat dinyatakan sebagai type alinyemen umum (datar, bukit atau gunung).


(41)

4. Jarak Pandang.

Jarak pandang adalah jarak maksimum yang diperlukan pengemudi pada saat mengemudi (tinggi mata 1,2 m), sehingga jika pengemudi melihat halangan yang membahayakan (tinggi kendaraan penumpang yang datang 1,3 m), maka pengemudi dapat melakukan suatu antisipasi untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Besarnya kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan prosentase dari segmen jalan yang mempunyai jarak pandang > 300 m, sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.2 kelas jarak pandang.

Tabel 2.2 Kelas Jarak Pandang. Kelas Jarak

Pandang

% Segmen Dengan Jarak Pandang Minimum 300 m

A > 70%

B 30-70%

C < 30%

Sumber: MKJI untuk Jalan Luar Kota. Hal. 6-9.

5. Aktifitas Samping Jalan (Hambatan Samping)

Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan antara lain :

a. Pejalan kaki.

b. Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain. c. Kendaraan lambat (becak, kereta kuda).


(42)

6. Fungsi Jalan Dan Guna Lahan.

Kelas fungsional jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas. Menurut Undang-Undang Tentang Jalan No. 13 tahun 1980, antara lain :

a. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan sejumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

b. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan / pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

c. Jalan lokal adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

2.4.2 Karakteristik Lalu – Lintas.

Kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi dan volume lalu lintas pemakai jalan pada segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100, oleh karena itu dibutuhkan analisis data lalu lintas. Besarnya volume atau arus lalu lintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar lajur pada satu jalur jalan. Jenis kendaraan digunakan untuk menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat). Unsur lalu lintas di atas roda disebut kendaraan dalam satuan unit.

1. Kendaraan Rencana.

a. kendaraan ringan / kecil (LV) : kendaraan bermotor dengan dua as 4 roda dengan jarak as 2,0 – 3,0 meter, seperti mobil penumpang, pick up, mikrolet.


(43)

b. Kendaraan sedang (MHV) : kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan jarak 3,5 – 5,0 meter, seperti bus kecil, truk dengan dua as enam roda.

c. Kendaraan berat / besar (LB-LT).  Bus besar (LB).

Bus dengan dua gandar atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 meter.  Truk berat (LT).

Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak antar gandar (gandar pertama ke dua) < 3,5 meter.

d.Distribusi beban sumbu pada masing-masing kendaraan rencana, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.7 di bawah ini.


(44)

2.Komposisi Lalu Lintas, Arus Dan Pemisah Arah.

Komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan antara arus dan kecepatan. a. Satuan Mobil Penumpang (smp) adalah satuan arus lalu - lintas dari berbagai

jenis kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan, maka kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas (smp/jam) tidak terpengaruh komposisi lalu lintas.

b. Ekivalensi Mobil Penumpang (emp) adalah faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang sehubungan dengan pengaruh perilaku lalu lintas. Dilihat pada tabel 2.3 dan 2.4.

Tabel 2.3 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Dua –Lajur Tak Terbagi ( 2/2 UD).

emp Tipe

Alinyemen

Arus Total

(kend/jam) MHV LB LT MC < 6m MC 6-8m MC > 8m Gunung Datar 0 450 900 ≥1350 0 800 1.350 ≥1900 3,5 3,0 2,5 1,9 1,2 1,8 1,5 1,3 2,5 3,2 2,5 2,2 1,2 1,8 1,6 1,5 6,0 5,5 5,0 4,0 1,8 2,7 2,5 2,5 0,6 0,9 0,7 0,5 0,8 1,2 0,9 0,6 0,4 0,7 0,5 0,4 0,6 0,9 0,7 0,5 0,2 0,4 0,3 0,3 0,4 0,6 0,5 0,4

Sumber : MKJI untuk jalan luar kota tahun 1997 hal 6-44.


(45)

Tabel 2.4 Ekivalensi Kendaraan Penumpang (emp) Untuk Empat Lajur Tak Terbagi ( 4/2 UD).

emp Tipe Alinyemen Jalan Tak Terbagi Total (kend/jam)

MHV LB LT MC

Datar 0 1700

3250 ≥ 3950

1,2 1,4 1,6 1,3 1,2 1,4 1,7 1,5 1,6 2,0 2,5 2,0 0,5 0,6 0,8 0,5 Bukit 0 1350 2500 ≥ 3150

1,8 2,0 2,2 1,8 1,6 2,0 2,3 1,9 4,8 4,6 4,3 3,5 0,4 0,5 0,7 0,4 Gunung 0 1000 2000 ≥2700 3,2 2,9 2,6 2,0 2,2 2,6 2,9 2,4 5,5 5,1 4,8 3,8 0,3 0,4 0,6 0,3 Sumber : MKJI untuk jalan luar kota tahun 1997 hal 6-44.

c. Faktor K adalah fakor pengubah dari LHRT menjadi arus lalu lintas jam puncak atau arus rencana (QDH). Nilai normal k = 0,11 (MKJI hal 6-43).

d. Faktor F adalah faktor untuk mengubah arus dalam berbagai jenis kendaraan menjadi arus ekivalen dalam satuan smp.

3. Pengendalian Lalu Lintas

Pengendalian kecepatan, pergerakan kendaraan berat, parkir, yang akan mempengaruhi besarnya kapasitas jalan.


(46)

2.5 Analisa Kebutuhan Pelebaran Jalan.

Prosedur perhitungan kapasitas jalan dan ukuran kinerja yang digunakan adalah untuk jalan luar kota. Pengertian segmen jalan luar kota adalah suatu panjang jalan tanpa perkembangan yang menerus pada posisi manapun.

Analisa kapasitas jalan adalah analisa arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi tertentu dalam satuan mobil penumpang (smp) per jam. Analisa kapasitas jalan berfungsi untuk mengontrol kondisi kapasitas eksisting jalan apakah diperlukan pelebaran jalan atau tidak.

Pelebaran jalan dibuat apabila suatu jalan sudah tidak bisa menampung / memenuhi kapasitas jalan yang ada, maksudnya volume lalu lintas yang melalui jalan tersebut melebihi kapasitas jalan yang ada, sehingga dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas dan mungkin terjadi kecelakaan.

2.5.1 Kapasitas Dasar (smp/jam).

Volume lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada bagian jalan dalam kondisi tertentu. Titik dimana karakteristik jalan berubah, secara otomatis menjadi batas segmen sekalipun tidak ada simpang di dekatnya. Harga Kapasitas Dasar (Co) dapat ditentukan berdasarkan tabel 2.5.


(47)

Tabel 2.5 Kapasitas Dasar Jalan Luar kota.

Type Alinyemen

Kapasitas Dasar Total Kedua Arah

(smp/jam/lajur) Datar 3100 Bukit 3000 Jalan 2/2 UD Gunung 2900 Datar 1700 Bukit 1650 Jalan 4/2 UD Gunung 1600

Sumber: MKJI untuk Jalan Luar Kota. Hal. 6-65.

1. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas

Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas adalah faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar. Untuk menentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas tergantung dari lebar efektif lalu lintas dan tipe jalan. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.6.

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur LaluLintas (FCw).

Tipe jalan

Lebar Efektif Jalur Lalu lintas (Wc) - (m) (total kedua arah)

FCw 2 Lajur Tak Terbagi 5 6 7 8 9 10 11 0,69 0,91 1,00 1,08 1,15 1,21 1,27 4 Lajur Tak Terbagi 3 3 3,5 0,91 0,96 1,00


(48)

2. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah (FCsp).

Pemisah arah adalah pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai presentase dan arus total pada masing-masing arah. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah dapat dilihat pada tabel 2.7.

Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Pemisahan Arah. Pemisahan Arah

SP%-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

2/2 UD 1.0 0.97 0.94 0.91 0.88

FCsp

4/2 UD 1.0 0.975 0.945 0.925 0.90

Sumber: MKJI Tahun 1997 untuk jalan luar kota, hal 6-67.

3) Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCsf)

Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping tergantung pada lebar efektif bahu jalan dan kegiatan samping ruas jalan. Nilai dari faktor hambatan samping dapat sebagai fungsi dari lebar bahu dapat dilihat pada tabel 2.8 dan kelas hambatan samping pada tabel 2.9

Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCsf). Faktor Penyesuaian Akibat

Hambatan Samping (FCsf) Lebar Bahu Efekif Tipe

Jalan

Kelas Hambatan

Samping

< 0.5 1.0 1.5 > 2.0

2/2 UD 4/2 UD VL L M H VH 0.97 0.93 0.88 0.84 0.80 0.99 0.95 0.91 0.87 0.83 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88 1.02 1.00 0.98 0.95 0.93 Sumber: MKJI Tahun 1997 untuk jalan luar kota, hal 6-68.


(49)

Tabel 2.9 Kelas Hambatan Samping. Kelas

Hambatan Samping

Kode Frekuensi Berbobot Dari

Kejadian (Kedua Sisi) Kondisi Khas

Sangat rendah VL < 50 Pedesaan: pertanian atau belum berkembang

Rendah L 50 – 150 Pedesaan: bangunan dan

kegiatan samping jalan

Sedang M 150 – 250 Kampung: kegiatan

pemukiman

Tinggi H 250 – 350 Kampung: kegiatan pasar

Sangat tinggi VH > 350

Hampir perkotaan: banyak pasar atau

kegiatan niaga

Sumber: MKJI Tahun 1997 untuk jalan luar kota, hal 6-10.

4) Kapasitas Pada Kondisi Lapangan.

Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan sepanjang potongan jalan dalam kondisi tertentu.

Rumus:

C = Co x FCw x FCsp x FCsf ... pers (2.14) Dimana:

C = Kapasitas (smp/jam). Co = Kapasitas dasar (smp/jam).

FCw = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas. FCsp = Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah. FCsf = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping.


(50)

2.5.2 Kecepatan Arus Bebas.

Kecepatan arus bebas adalah kecepatan pada saat arus nol, sesuai kecepatan pengemudi tanpa halangan kendaraan bermotor lain di jalan.

1) Kecepatan Arus Bebas Dasar.

Kecepatan arus bebas dasar kendaraan dapat dilihat pada tabel 2.10 dan 2.11 Tabel 2.10 Kecepatan Arus Bebas Dasar Untuk Luar Kota (FVo) Pada Tipe

Alinyemen Biasa.

Sumber: Sumber :MKJI 1997 hal 6-55.

Kecepatan Arus Bebas Dasar (km/jam) Tipe Jalan/Tipe Alinyemen/ (Kelas Jarak Pandang) Kendaraan Ringan LV Kendaraan Berat Menengah MHV Bus Besar LB Truk Besar LT Sepeda Motor MC Dua Lajur Tak Terbagi

- Datar SDC: A - Datar SDC: B - Datar SDC : C - Bukit - Gunung 68 65 61 61 55 60 57 54 52 42 73 69 63 62 50 58 55 52 49 38 55 54 53 53 51

Empat Lajur Tak Terbagi - Datar - Bukit - Gunung 74 66 58 63 54 43 78 65 52 60 50 39 60 56 53


(51)

Tabel 2.11 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan Sebagai Fungsi Dari Alinyemen Jalan (2/2 UD).

Kecepatan Arus Bebas Dasar (LV), 2 Lajur 2 Arah Lengkung Horizontal (rad/km)

Naik+Turun (m/km)

< 0,5 0,5-1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10 5 15 25 35 45 55 65 75 85 95 68 67 66 65 64 61 58 56 54 52 65 64 64 63 61 58 56 54 52 50 63 62 62 61 60 57 55 53 51 49 58 58 57 57 56 53 51 50 48 46 52 52 51 50 49 48 46 45 43 42 47 47 47 46 45 44 43 42 41 40 43 43 43 42 42 41 40 39 38 37

Sumber: MKJI 1997 hal 6-56.

2. Penyesuaian Kecepatan Arus bebas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.1.

Tabel 2.12 Penyesuaian Kecepatan Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw) Pada Berbagai Tipe Alinyemen.

FVw (km/jam) Tipe Jalan Lebar Efektif Jalur Lalur Lintas (Wc)-(m) Datar : SDC=A,B -Bukit : SDC=A,B,C

- Datar : SDC= C Gunung Dua- Lajur-Tak Terbagi Per lajur 5 6 7 8 9 10 11 -11 -3 0 1 2 3 3 -9 -2 0 1 2 3 3 -7 -1 0 0 1 2 2


(52)

FVw (km/jam) Tipe Jalan Lebar Efektif Jalur Lalur Lintas (Wc)-(m) Datar : SDC=A,B -Bukit : SDC=A,B,C

- Datar : SDC= C Gunung Empat Lajur-tak terbagi Per Lajur 3 3 3 -3 -1 0 -2 -1 0 -1 -1 0

Sumber: MKJI 1997 hal 6-57.

3. Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.13.

Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kecepatan Akibat Hambatan Samping Dan Lebar Bahu (FFVsf).

Faktor Penyesuaian Akibat Hambatan Samping dan Lebar Bahu Lebar Bahu Efektif Ws (m) Tipe

jalan

Kelas Hambatan

Samping

(SFC) <0,5 m 1,0 m 1,5 m >2,0 m Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00

Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98

Sedang 0,91 0,92 0,93 0,97

Tinggi 0,85 0,87 0,88 0,95 2/2 UD

Sangat tinggi 0,76 0,79 0,82 0,93 Sangat rendah 1,00 1,00 1,00 1,00

Rendah 0,96 0,97 0,97 0,98

Sedang 0,92 0,94 0,95 0,97

Tinggi 0,88 0,89 0,9 0,96

4/2 UD

Sangat tinggi 0,81 0,83 0,85 0,95 Sumber: MKJI hal 6-58.


(53)

4. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan (FFVrc)

Penyesuaian Kecepatan Arus bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan dapat dilihat pada tabel 2.14

Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Kelas Fungsional Jalan (FFVrc).

Faktor Penyesuaian FFVrc Pengembangan Samping Jalan (%) Type

Jalan

0 25 50 75 100 2/2 UD

Arteri Kolektor

1,00 0,94

0,98 0,93

0,97 0,91

0,96 0,90

0,94 0,88 4/2 UD

Arteri Kolektor

1,00 0,97

0,99 0,96

0,97 0,94

0,96 0,93

0,945 0,915

Sumber: MKJI hal 6-59.

2.5.3 Derajat Kejenuhan (DS).

Derajat kejenuhan adalah rasio arus terhadap kapasitas digunakan sebagai faktor dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu simpang atau segmen jalan yang dihitung per jam.Batas maksimum derajat kejenuhan yaitu 0,75, apabila DS > 0,75, maka jalan tersebut perlu diadakan pelebaran jalan. Namun bila DS < 0,75, maka jalan tersebut tidak perlu dilakukan pelebaran, dikarenakan jalan tersebut masih mampu menampung jumlah kendaraan selama umur rencana. Tetapi bisa dilakukan pelebaran dengan cara menaikkan kelas jalan tersebut. Untuk menghitung derajat kejenuhan digunakan rumus:


(54)

DS =

C Q

... pers (2.15)

Q = Jam puncak x emp Dimana:

DS = Derajat kejenuhan.

Q = Arus lalu lintas total (smp/jam). C = Kapasitas (smp/jam).

K = Faktor LHRT.

Emp = Ekuivalen mobil penumpang.

2.6 Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur.

Dalam merencanakan tebal perkerasan jalan yang harus diperhatikan adalah mampu menyediakan lapisan permukaan yang kuat, mampu bertahan sesuai umur rencana serta mempunyai nilai keamanan dan ekonomis. Disamping itu masih ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan :

1. Perkerasan harus cukup kuat memikul beban yang melintas di atasnya. 2. Mampu menahan gaya gesekan dan rem dari roda kendaraan.

3. Tahan terhadap cuaca.

Pada perencanaan Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+100 menggunakan perkerasan lentur dengan metode Analisa Komponen dari Direktorat Jendral Bina Marga. Dalam perkerasan lentur biasanya terdiri atas lapisan tipis berupa aspal atau bitumen yang digunakan untuk menerima langsung beban roda kendaraan di atasnya. Sedangkan bagian di bawahnya terdiri


(55)

atas bagian base dan sub base yang berfungsi sebagai pondasi dari perkerasan ini, seperti dapat kita lihat dari gambar 2.8.

Sur face

Base

Sub Base Sub Gr ade

Gambar 2.8 Susunan Lapis Perkerasan Jalan.

Adapun ketentuan dan perhitungan yang akan dilakukan dalam perencanaan tebal perkerasan (Metode Analisa Komponen) diantaranya meliputi :

a. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHRT).

LHRawal = ( 1+i )n ... pers (2.16)

LHRumur rencana = LHRawal x ( 1+i )n ... pers (2.17)

b. Perhitungan Angka Ekuivalen (E).

Sumbu Tunggal =

4

8160

) (

  

bebans

... pers (2.18)

kg tunggal umbu

...

Su

mbu Ganda = 0.086 x

4

) (

  

bebansumbu tunggal kg

... pers (2.19) tas Ekuivalen Permukaan (LEP).

8160 

c. Lin

Yaitu besarnya lintas ekuivalen pada saat jalan dibuka (awal umur rencana) dengan rumusan sebagai berikut :


(56)

i j ... pers (2.20) n

j

jxC xE

LHR

LEP

1

Di mana : J = Jenis kendaraan

tiap jenis kendaraan

Tabel 2.15 Koefisien Distribusi Kendaraan (C).

Kendaraan Berat E = Angka ekuivalen

C = Koefisien distribusi kendaraan

Kendaraan Ringan Jumlah Jalur

1 Arah 2 Arah 1 Arah 2 Arah

1 L ur aj 1,00 1,00 1,00 1,00

2 Lajur 0,60 0,50 0,70 0,50

3 Lajur 0,40 0,40 0,50 0,48

4 Lajur 0,30 0,45

5 Lajur 0,25 0,43

6 Lajur 0,20 0,40

Sumb naan Tebal Perkerasan Len tode Analisa ponen Bina Marga

r.

n pada saat akhir rencana.

Di mana :

HR = Harian Rencana.

u lintas. e. Lin

rata-rata selama umur perencanaan.

er : Perenca tur Me Kom

o Berat total < 5 ton, misal : Sedan, Pick-up. o Berat total > 5 ton, misal : Bus, Truk, Traile

d. Lintas Ekuivalen Akhir (LEA). Yaitu besarnya lintas ekuivale

j i j

jx i xC xE

LHR LEA

   1 ) 1 ( n HR

... pers (2.21).

i = Perkembangan lal tas Ekuivalen Tengah (LET). Yaitu besarnya lintas ekuivalen


(57)

2 LEA LEP

LET   ... pers (2.22).

f. Lintas Ekuivalen Rencana (LER).

alen rencana yang digunakan dalam per

... pers (2.23). Yaitu besarnya lintas ekuiv

encanaan :

LETxFP

LER

10 LR

FP

FP = Faktor Penyesuaian.

g. araan.

rhadap perkerasan dihitung dengan

Ekuivalen (e) Kendaraan

kuivalen

... pers (2.24).

Angka Ekuivalen (E) Kend

Pengaruh lalu lintas te

mengkonversikan beban lalu lintas rencana ke dalam beban as ekuivalen (8160 ka / 1800 lbs) berdasarkan beban as tunggal maupun ganda. Lalu lintas rencana didasarkan atas jumlah as ekuivalen selama umur rencana. Nilai E masing-masing golongan beban as untuk tiap kendaraan telah ditentukan seperti tabel 2.16.

Tabel 2.16 Angka

Beban Sumbu Angka E

Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000 2205 0,0002 -

2000 4409 0,0036 0,0003

3000 6014 0,0183 0,0016

4000 8818 0,0577 0,005

5000 11023 0,141 0,0121

6000 15432 0,2923 0,0251

7000 17637 0,5415 0,0466


(58)

9000 19000 1,4748 0,1273

10000 19841 2,2555 0,194

Beban Sumbu Angka Ekuivalen

Kg Lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

11000 22046 3,3022 0,284

12000 24251 4,677 0,4022

13000 26455 6,4419 0,554

14000 28600 9,6647 0,7462

15000 33069 11,4184 1,932

Sum n l Perkerasan tode Analisa ompone arga

Daya dukung tanah (DDT) ialah suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR. Nilai DDT dapat dicari dengan menggunakan gambar korelasi DDT dan CBR.

ber : Perenca K

aan Teba n Bina M

Lentur Me


(59)

i. Faktor Regional (FR).

Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan ng dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, daya

Tabe

6% II < 6-10%

Kelandaian III > 10% lapangan dan iklim, ya

dukung tanah dasar dan perkerasan. Nilai Faktor Regional (FR) didapat berdasarkan klasifikasi tanah yang ada pada tabel 2.17 :

l 2.17 Faktor Regional

Kelandaian Kelandaian I <

C

% Kendaraan Berat % % Kendaraan Berat

URAH HUJAN

Kendaraan Berat Iklim I

< 900 mm / th 0,5 1,0 - 1,5 1,0 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5 Iklim I

I ≥ 900 mm / th 1,5 2,0 - 2,5 2,0 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5

Su bal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Keterangan : bagian-bagian ja terte rti persimpang 0.5. Pada

r .

lai kerataan/kehalusan serta kekokohan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

mber : Perencanaan Te

Pada lan ntu sepe an,

pemberhentian atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah daerah rawa- awa ditambah dengan 1.0

j. Indeks Permuakaan (IP).

Indeks permukaan menyatakaan ni permukaan yang bertalian

Dalam menentukan Indeks Permukaan Aspal Permukaan Akhir Rencana (IPt) perlu dipertimbangkan faktor - faktor klasifikasi fungsional dan jumlah Lintas Ekuivalen Rencana (LER) menurut tabel 2.18. Sedangkan dalam menentukan


(60)

Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPn) perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan pada awal umur rencana menurut tabel 2.19.

Nilai IP didasarkan pada kondisi seperti berikut :

IP = 1,0 Permukaan perkerasan dalam keadaan rusak berat sehingga

IP = 1,5 T g masih memungkinkan (jalan

IP = 2,0 Tingkat pelayanan terendah bagi perkerasan yang masih mantap

Tab

sangat mengganggu lalu lintas. ingkat pelayanan terendah yan tidak terputus).

IP = 2,5  Permukaan perkerasan masih cukup baik dan stabil. el 2.18 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana.

Klasifikasi Jalan LER

Lokal Kolektor Arteri Tol

< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 -

10 -100 1,5 1,5 - 2,0 2,0 -

100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 -

> 1000 - 2,5 2,5

Su naan T an Lentur e Analisa Bina M ga.  LER dalam susunan angka ekuivalen 8.16 ton beban sumbu tung

m)

mber : Perenca ebal Perkeras Metod Komponen ar

gal. Tabel 2.19 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (Ipo).

Jenis Lapis Permukaan IPO Roughness (mm/K

Laston ≥ 4 < 1000

3,9 - 3,5 >1 000

Lastbutag 3,9 - 3,5 < 2000

3,4 - 3,0 > 2000

HRA 3,9 - 3,5 < 2000

3,4 - 3,0 > 2000

Burda 3,9 – 3,5 < 2000

Burtu 3,4 - 3,0 < 2000

lapen 3,4 - 3,0 < 2000

2,9 – 2,5 > 2000 Lastasbum 2,9 – 2,5


(61)

Buras 2,9 – 2,5 Latasir 2,9 – 2,5

Jenis Lapis Permukaan IPO Roughness (mm/Km) Jalan Tanah <2,4

Jalan Kerikil <2,4

Sumber : P l Perkerasan Le tode Analisa Komponen Bina Marga.

rencanaan jalan adalah pemilihan jenis

peralatan yang tersedia.

n relatif bahan dapat dilihat pada tabel 2.20. Tabel 2.2

n Jenis Bahan

erencanaan Teba ntur Me

k. Koefisien Kekuatan Relatif (a) bahan. Hal yang cukup penting dalam pe lapis perkerasan yang didasarkan pada : - Material yang tersedia.

- Dana yang tersedia. - Tenaga kerja dengan - Serta fungsi jalan.

Besarnya kekuata

0 Koefisien Kekuatan Relatif (a) Bahan. Kekuatan Baha Koefisien Kekuatan

Relatif Bahan Ms (Kg) Kr (kg / cm 2) CBR (%)

0,4 744 Laston

0,35 590 Laston

0,3 340 Laston

0,3 340 Asbuton

0,26 340 Hot Rolled Asphalt

0,14 100 Batu Pecah (Klas A )

0,13 80 Batu Pecah(Klas B )

0,12 60 Batu Pecah (Klas C)

0,13 70 Sirtu ( Klas A)

0,12 50 Sirtu ( Klas B)

0,11 30 Sirtu (Klas C)

0,1 20 Tanah Kepasiran


(62)

l. Indeks Tebal Perkerasan (ITP).

nomogram 1 s/d 9 sedangkan untuk t

Harga ITP di tentukan dari

menghitung ebal masing – masing lapisan digunakan rumus sebagai berikut :

3 3 2 2 1

1 D a D a D

a

ITP      ... pers (2.25) Di mana :

Koefisien kekuatan relatif permukaan lapis pondasi pada pondasi

D 1,2,3 = Tebal tiap – tiap lapisan.

san dapat dilihat pada tabel 2.21. Tabel 2.21 Batas Minimum Lapis Permukaan.

Bahan A 1,2,3 =

bawah.

Untuk tebal minimum lapisan perkera

ITP Tebal Minimum (cm)

< 3,00 Lapis pelindung, BURAS, BURDA

3,00 - 6,70 5 Lapen / aspal makadam, HRA, asbuton, laston 6,71 - 7,49 7,5 Lapen / aspal makadam, HRA, asbuton, laston 7,50 - 9,99 7,5 Asbuton, laston

>> 10,00 10 Laston

Sum Perencanaan Te erkerasan Jala Analisa Komponen.

Untuk setiap nilai ITP, bila digunakan pondasi bawah tebal minimum

Bahan

ber : Petunjuk bal P n Raya dengan Metode

m. Lapis Pondasi Bawah

adalah 10 cm.

Tabel 2.22 Tebal Minimum Lapis Pondasi. ITP Tebal Minimum (cm)

< 3,00 15

ah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

Batu pecah, stabilitas tan

3,00 - 7,49 20

Batu pecah, stabilitas tanah dengan semen, stabilitas tanah dengan kapur

10 Laston atas


(63)

anah dengan kapur, pondasi stabilitas t

makadam

15 Laston atas

ITP Tebal Minimum (cm) Bahan

10,00 - 12,24 20

stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam, lapen, laston atas Batu pecah,

>> 12,24 25

Batu pecah, stabilitas tanah dengan kapur, pondasi makadam, lapen, laston atas

Sum k Perencanaan Te rkerasan Jal

.6.1 Pelapisan Ulang (Overlay).

katan jalan adalah pelaksanaan pelapisan ulang

Adapun tahapan-tahapan pelapisan ulang adalah :

dinilai kondisinya. as (i).

6)

LEP = C x LHR x E ... pers (2.27)

rs (2.28)

... pers (2.29)

ber : Petunju bal Pe an Raya dengan Metode Analisa Komponen.

2

Salah satu usaha pening

(overlay). Pemberian lapisan tambahan didasarkan pada tingkat kerusakan jalan (prosentase crack dan deformasi).

1. Mengetahui susunan perkerasan jalan lama dan

2. Menghitung angka Ekuivalen (E) berdasarkan pertumbuhan lalu lint

E = (1 + i)n ... pers (2.2 3. Menghitung lintas ekuivalen permukaan berdasarkan koefisien distribusi (c),

LHR, dan E.

4. Menghitung Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) sesuai umur rencana (ur) LEAur = C x LHR x E ... pe

5. Menghitung nilai rata-rata dari LEP dan LEAur dan dipadatkan Lintas Ekuivalen Rencana (LER)

LER = LET x ur / 10 6. Mencari ITPur dari data :


(64)

 CBR tanah untuk menentukan daya dukung tanah.

n jalan.

san tambahan dari prosentase kerusakan sehingga

8

 Faktor regional.

 Indeks permukaa

7. Menetapkan tebal perkera didapatkan ITP ada. . Selanjutnya mencari ITP

ITPITPITPada ... pers (2.30) Dari persamaan di ata

koefisien kekuatan relatif bahan (a).

s akan didapatkan tebal tambahan berdasarkan

ITPa

a ITP

D  ... pers (2.31)

Dimana :

= Menyatakan teb

2.6.2 Pelebaran Jalan

00 ini adalah usaha untuk meningkatkan pelayanan jalan, yaitu dengan melaksanakan pelebaran jalan.

rencanaannya adalah sebagai berikut :

n : D al lapis tambahan dalam cm.

Segmen Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 – 12+1

Adapun prosedur pe

1. Menentukan koefisien distribusi kendaraan (c) pada jalur rencana 2. Menentukan angka ekuivalen kendaraan (E).

3. Menghitung angka lalu lintas harian rata-rata, berdasarka  Data-data lalu lintas.


(65)

 Pertumbuhan lalu lintas.

4. Menghitung Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP).

LEP = LHR x C x E ... pers (2.32) len Akhir (LEA).

+ I)ur... pers (2.33)

5. Menghitung Lintas Ekuiva

LEA = LHR x C x E x (1 6. Menghitung Lintas Ekuivalen Rencana (LER).

LER = LET x  

 UR

... pers (2.34

10 )

LEP =

2 LEP

LET

... pers (2.35)

r berdasarkan CBR tanah, karena CBR tanah dasar sangat kecil nilainya maka diadakan usaha perbaikan tanah dasar

yang beru

D2 + a3D3 ... pers 7. Menentukan daya dukung tanah dasa

dengan mengganti tanah dasar pa tanah lempung lembek dengan selected material.

8. Menentukan ITP sesuai umur rencana.

9. Menetapkan tabel perkerasan berdasarkan nilai koefisien relatif bahan lapisan perkerasan.

ITP = a1D1 + a2 (2.36)

Dimana :

ITP = Indeks tebal perkerasan.

a1,2,3 = Koefisien kekuatan relatif permukaan, lapis pondasi dan

D1,2,3 = Tebal tiap – tiap lapisan. pondasi bawah.


(66)

Angka 1,2,3 = Masing – masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah.

ITP didapat dengan menarik g

Nilai aris dari DDT yang memotong garis

kemudian ditarik pai pada garis

LER (Lintas Ekivalen Rencana) yang telah didapat sampai kepada garis ITP, memotong nilai FR sam ITP, maka nilai ITP didapat, contoh nomogram dapat dilihat pada gambar 2.10 berikut:

2.7

Pada perencanaan perkerasan jalan raya, perlu juga memperhitungkan saluran tepi (drainase), karena d ngan adanya perencanaan saluran tepi

pat bertahan dan berfungsi selama umur Gambar 2.10 Nomogram II Untuk Ipt = 2,5 Dan Ipo = 3,9 – 3,5

Perencanaan Saluran Tepi (Drainase)

e (drainase), maka konstruksi jalan raya da


(1)

173 Contoh gambar di bawah ini berdasarkan hasil perhitungan diatas , maka diperoleh nilai dimensi gorong- gorong pada Sta 7+600 – 7+700

Tabel 4.28 Perhitungan Gorong - Gorong

No Sta Q

(mP 3

P

/dt) l (m)

D (m)

t (m)

h

(m) i rencana 1 7+600 - 7+700 0.118 15 0.45 0.08 0.5 0.000289 2 9+400 - 9+500 0.118 15 0.45 0.08 0.5 0.000289

= 0.5 m

= 0.25 m

= 1.36 m = 0.08 m

= 0.62 m

= 52.20° + 14.631


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Perencanaan ulang peningkatan jalan menggunakan perkerasan lentur

(Flexible Pavement) untuk ruas Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100

yang dituangkan pada tugas akhir ini merupakan alternatif perencanaan struktur perkerasan jalan, sehingga dapat ditarik kesimpulan dari seluruh pokok bahasan antara lain :

1. Analisa geotekstil

a. Geotekstil yang dihamparkan di atas tanah dasar dengan sifat – sifatnya sebagai penguat, penyaring dan pemisah ternyata dapat menjaga agar tidak terjadi kelongsoran tanah timbunan.

b. Berdasarkan perhitungan terhadap internal stability dan foundation

stability, maka dipakai geotekstile polypropylene woven geotextile

(tenunan) dari jenis UW – 250 black dengan kuat tarik ijin 52 KN/m c. Geotekstil ini dihamparkan di atas tanah di bawah selected material atau

tanah kepasiran agar tidak mudah robek/rusak apabila bersentuhan langsung dengan pondasi bawah (sirtu)

2. Analisa Kapasitas Jalan.

Kesimpulan dari analisa kapasitas untuk kebutuhan pelebaran jalan antara lain :


(3)

a. Kapasitas eksisting Jalan Sidoarjo - Krian Sta 6+650 – 12+100 merupakan jalan dua lajur dua arah tidak terbagi (2/2 UD) dengan lebar efektif total kedua arah 6 meter dan lebar bahu = 3.5 meter

b. Perhitungan awal umur rencana tahun 2010 untuk jalan (4/2 UD) dengan

lebar efektif total kedua arah 12 meter dan lebar bahu = 1,50 meter, diperoleh DS = 0,44 (DS < 0.75)

c. Perhitungan tahun umur rencana tahun 2014 untuk pelebaran jalan (4/2

UD) diperoleh DS = 0,60 (DS < 0.75), dan 10 tahun untuk umur rencana perkerasan jalan

3. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

a. Peningkatan jalan menggunakan perkerasan lentur pelebaran Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 + 12+100 pada umur rencana 10 tahun dengan tebal masing - masing sebagai berikut :

- Lapis permukaan (Laston MS 744) = 10 cm - Lapis pondasi atas (Batu pecah klas A) = 20 cm - Lapis pondasi bawah (Sirtu klas B) = 10 cm - Lapis tanah kepasiran (selected material) = 34 cm

b. Tebal lapis tambahan (overlay) adalah 6 cm pada perkerasan lama Jalan Sidoarjo – Krian Sta 6+650 + 12+100 untuk umur rencana 10 tahun.


(4)

4. Perencanan saluran tepi (drainase) dan gorong – gorong.

a. Dari hasil perencanaan saluran tepi jalan untuk penampang basah dibuat trapesium dengan kemiringan luas penampang 1 : 1, sehingga di peroleh hasil perhitungan dimensi saluran tepi antara lain :

- Sta 8+250 - 8+550 dengan panjang saluran 300 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

- Sta 6+700 – 7+200 dengan panjang saluran 500 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

- Sta 8+700 – 8+900 dengan panjang saluran 200 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

- Sta 9+150 – 9+300 dengan panjang saluran 150 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

- Sta 7+600 – 7+700 dengan panjang saluran 200 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

- Sta 9+400 – 9+500 dengan panjang saluran 150 m, lebar (b) = 0.45 m dan tinggi saluran (h) = 1.10 m

a. Perhitungan dimensi gorong – gorong

- Sta 7+600 – 7+700 dengan panjang saluran 15 m, Diameter (D) = 0.62 m, ketebalan pipa gorong (t) = 0.08 m, tinggi muka air gorong-gorong (h) = 0.5 m

- Sta 9+400 – 9+500 dengan panjang saluran 15 m, Diameter (D) = 0.62 m, ketebalan pipa gorong (t) = 0.08 m, tinggi muka air gorong-gorong (h) = 0.5 m


(5)

176 5.2 Saran

Dari hasil perencanaan dan kesimpulan di atas, maka saran yang bisa disampaikan antara lain :

1. Penggunaan perkuatan geotekstil pada tanah yang ber-CBR rendah selain digunakan untuk peningkatan jalan, juga bisa digunakan untuk perbaikan pada tanah yang akan dibangun sebuah bangunan di atasnya guna meningkatkan nilai CBR-nya

2. Dengan penggunaan geotekstil ini, secara otomatis dapat meningkatkan

nilai CBR semula yang sangat rendah. Akan tetapi, penggunaan ini tidak dapat menentukan nilai CBR secara tepat dan hendaknya dilakukan tes secara langsung di lapangan.

3. Pada setiap perencanaan yang berhubungan dengan perbaikan tanah

harus mengetahui kondisi muka air tanah terlebih dahulu supaya pada saat perbaikan tanah tidak terganggu oleh genangan air

4. Dalam mengerjakan yang berhubungan dengan masalah perbaikan tanah

khususnya pada struktur perkerasan jalan, hendaknya memperoleh data tanah secara lengkap baik diperoleh dari konsultan maupun melalui tes sendiri karena sangat erat untuk mengerjakan penelitian yang berhubungan dengan perbaikan tanah.

5. Untuk penelitian selanjutnya bisa ditinjau tentang perbandingan dalam perbaikan struktur perkerasan jalan yang menggunakan geotekstil dengan perbaikan struktur perkerasan jalan tanpa menggunakan geotekstil terhadap beban operasional lalu lintas.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pekerjaan Umum, “MKJI, (Manual Kapasitas Jalan Indonesia)”, Direktorat Jendral Bina Marga Jalan Kota, Jalan-No. 036/T/BM/1997, Pebruari, 1997.

Braja M. Das, Noor Endah, Indra Surya B. Muktar, “Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis” , Jilid 1 dan 2, Penerbit Erlangga, 1988.

Cipta Sciense Team, “Ikhtiar Mekanika Tanah”, 1990.

Departemen Pekerjaan Umum, “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen”, Direktorat Jendral Bina Marga, 1987.

R. F Craig, Budi Susilo S, “Mekanika Tanah”, Penerbit Erlangga, 1989.

Sukirman, Silvia, “Perkerasan Lentur Jalan Raya”, Penerbit Nova, Bandung, 1995.

Departemen Pekerjaan Umum, “Tata Cara Perencanaan Drainase Pemukaan Jalan”, Badan Penelitian Dan Pengembangan PU-SNI 03-3424-1994/SK T-22-1991-03, 1994.

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, “Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung”, 1983.

Sudarmawan, Andrik, “Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Di Atas Tanah Lunak Yang Diberi Pekuatan Geotekstil”, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil, 2001(tidak dipublikasikan).


Dokumen yang terkait

Evaluasi Tebal Lapis Perkerasan Lentur Manual Desain Perkerasan Jalan No.22.2/KPTS/Db/2012 Dengan Menggunakan Program Kenpave

17 135 102

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS JALAN GRESIK-LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550).

0 0 116

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN BLITAR - SRENGAT (STA 3+450 - STA 10+520) DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN.

0 1 146

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN BLITAR – SRENGAT STA 3+450 SAMPAI STA 10+350 DENGAN METODE AASHTO.

1 13 125

Analisa Perkuatan Tanah Dengan Geotekstil Pada Timbunan Konstruksi Jalan Tol Medan Kualanamu (STA 35 + 901) Dengan Metode Elemen Hingga

0 0 16

Analisa Perkuatan Tanah Dengan Geotekstil Pada Timbunan Konstruksi Jalan Tol Medan Kualanamu (STA 35 + 901) Dengan Metode Elemen Hingga

0 0 1

Analisa Perkuatan Tanah Dengan Geotekstil Pada Timbunan Konstruksi Jalan Tol Medan Kualanamu (STA 35 + 901) Dengan Metode Elemen Hingga

0 0 4

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN JALAN TOL PANDAAN-MALANG DENGAN JENIS PERKERASAN LENTUR

2 26 6

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE KONSTRUKSI BERTAHAP PADA RUAS JALAN DURENAN-BANDUNG-BESUKI PADA STA 171+550 – 182+350 DI KABUPATEN TULUNGAGUNG TUGAS AKHIR - PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE KONSTRUKSI BERTAHAP PADA RUAS JALAN DURENA

0 0 19

PERENCANAAN JALAN LINGKAR BARAT KEPANJEN STA 0+000 – 4+232 KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PERKERASAN LENTUR

0 4 300