Kepala Sekolah 28 Perubahan dan Pengembangan Sekolah sbg Organisasi Belajar yg Efektif

(1)

KOMPETENSI SOSIAL

KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN SEKOLAH

MENENGAH SEBAGAI ORGANISASI BELAJAR YANG

EFEKTIF

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN DIREKTORAT JENDERAL


(2)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL TAHUN 2007


(3)

KATA PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah/kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta,

Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR GAMBAR...v

DAFTAR TABEL...vi

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Dimensi Kompetensi...3

C. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai...3

D. Indikator Pencapaian Hasil...4

E. Pendekatan dan Mekanisme...5

F. Mata Diklat dan Alokasi Waktu...5

G. Prosedur Evaluasi...6

BAB II ANALISIS SWOT SEKOLAH...8

A. Analisis SWOT...9

B. Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang serta mengatasi Kelemahan dan Tantangan...19

C. Peran dan Kinerja Pengawas Sekolah...30


(5)

BAB III FUNGSI-FUNGSI KEPALA SEKOLAH...34

A. Signifikansi Fungsi dan Peran Kepala Sekolah...34

B. Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Educator)...35

C. Kepala Sekolah sebagai Manajer...37

D. Kepala Sekolah sebagai Administrator...41

E. Kepala Sekolah sebagai Supervisor...47

F. Kepala Sekolah sebagai Leader...49

G. Kepala Sekolah sebagai Innovator...52

H. Kepala Sekolah sebagai Motivator...53

I. Kepala Sekolah sebagai Pejabat Formal...56

BAB IV KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN PERUBAHAN...61

A. Pengertian Kepemimpinan...61

B. Pengertian dan Tujuan Manajemen Perubahan...66

C. Pengembangan Organisasi...69

D. Tahap-Tahap Manajemen Perubahan...71

E. Elemen Manajemen Perubahan...74

F. Dua belas Heuristik Transformasi Organisasi...82

G. Karakteristik Organisasi Sekolah yang Efektif...96


(6)

B. Fungsi dan Tujuan Pengambilan Keputusan...105

C. Unsur-unsur Pengambilan Keputusan...106

D. Basis Pengambilan Keputusan...108

E. Faktor Determinan Pengambilan Keputusan...110

F. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan...115

G. Keputusan Dalam Pendidikan...120

H. Pembuatan Keputusan Dalam Kurikulum...127

I. Pengambilan Keputusan Partisipatif di Sekolah...131

J. Keterbatasan Teknik Pengambilan Keputusan Partisipatif...137

K. Pengambilan Keputusan untuk Mengembangkan Sekolah....140

DAFTAR RUJUKAN...145

EVALUASI PROSES DIKLAT...148

A. Aktivitas Peserta Menurut Fasilitator...148

B. Evaluasi Terhadap Materi...150

C. Penyelenggaraan Pelatihan...152


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Contoh Struktur Organisasi Sekolah...45

Gambar 4.1 Kepemimpinan dan Komponen Sistem Organisasi...61

Gambar 4.2 Elemen Utama Definisi Kepemimpinan...62

Gambar 4.3 Transformasi dari Kondisi Sekarang ke Kondisi Ideal...91


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Materi Pendidikan Diklat...6

Tabel 2.1 Matriks SWOT...30

Tabel 4.1 Pertanyaan Penilaian Kesediaan Melakukan Perubahan...89

Tabel 4.2 Elemen Visi Sekolah yang Baik...90

Tabel 4.3 Petunjuk Membuat Inisiatif yang Baik di Sekolah...93

Tabel 4.4 Pertanyaan Pemenuhan Heuristik Transformasi Organisasi....94

Tabel 4.5 Komponen Karakteristik keefektifan Sekolah...99


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradigma pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki. Hal ini perlu didukung dengan peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam berbagai aspek manajerial agar dapat mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi yang diemban sekolahnya. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan – misalnya – bahwa kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan melakukan pengelolaan keuangan sekolah dengan sebaik-baiknya. Kemampuan ini diperlukan karena kalau dulu kepala sekolah diberi bantuan oleh pemerintah dalam bentuk sarana dan prasarana pendidikan yang sering kurang bermanfaat bagi sekolah, maka dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, bantuan langsung diberikan dalam bentuk uang. Jadi, mau diapakan uang tersebut bergantung sepenuhnya kepada kepala sekolah yang penting dapat mempertanggungjawabkannya secara profesional.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990 dan ketentuan lainnya seperti Permen Nomor 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala Sekolah pada intinya menyatakan antara lain kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana. Apa yang diungkapkan ini menjadi lebih penting sejalan dengan semakin kompleksnya tuntunan tugas kepala sekolah yang menghendaki dukungan kerja yang efektif dan efisien.


(10)

Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melakukan perubahan dan pengembangan pendidikan secara terarah, berencana dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam kerangka inilah disarankan perlunya peningkatan manajemen kepala sekolah secara profesional untuk mensukseskan program pemerintah yang sedang digulirkan, yakni otonomi daerah, desentralisasi pendidikan, manajemen berbasis sekolah, kurikulum berbasis kompetensi, benchmarking, broad basic education, life skill, kontekstual learning dan Undang-Undang Sisdiknas yang kesemuanya itu menuntut peran aktif dan kinerja profesional kepala sekolah.

Dalam upaya merealisasikan program tersebut dan mengorganisasikan sekolah secara tepat perlu dipahami struktur organisasi, hirarki, kewibawaan dan mekanisme koordinasi di lingkungan sekolah. Kepala sekolah perlu memahami teori organisasi formal yang akan bermanfaat untuk menggambarkan hubungan kerja sama antara struktur dan hasil (outcomes) sebuah sekolah. Di samping itu, agar kepala sekolah dapat memahami, mengantisipasi dan menangani konflik yang terjadi di lingkungan sekolah maka perlu dipelajari teori dimensi sistem sosial. Pemahaman ini diperlukan agar kepala sekolah mampu melakukan analisis terhadap kehidupan informal sekolah dan iklim organisasi sekolah. Selanjutnya, kepala sekolah harus memiliki visi dan misi serta strategi manajemen pendidikan secara utuh dan berorientasi kepada mutu terpadu.

Untuk mencapai semua hal tersebut diperlukan beberapa terobosan seperti bagaimana kepala sekolah menganalisis tantangan dan peluang serta kelemahan dan tantangan yang dihadapi secara personal dan institusional (sekolah) yang biasa dikenal dengan analisis SWOT. Kemudian, fungsi dan peran kepala sekolah dalam mengarahkan perubahan dan pengembangan organisasi sekolah menuju sekolah efektif. Selanjutnya, kepemimpinan dan manajemen perubahan, dan terakhir bagaimana kepala sekolah berperan dalam pemecahan masalah.


(11)

B. Dimensi Kompetensi

Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk pada akhir pendidikan dan perlatihan ini adalah dimensi kompetensi manajemen perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif.

C. Kompetensi yang Diharapkan Dicapai

Kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai oleh calon/kepala sekolah adalah:

1. Mampu melakukan diagnosis atas terjadinya kelemahan sekolah sebagai organisasi pembelajar.

2. Mampu memerankan diri sebagai katalisator bagi terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

3. Mampu memerankan diri sebagai fasilitator bagi terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

4. Mampu memerankan diri sebagai penghubung sumber bagi terjadinya perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif.

5. Mampu memerankan diri sebagai pemecah masalah pelaksanan perubahan (pembaharuan) sekolah dan pengembangan menuju organisasi pembelajar yang efektif.


(12)

D. Indikator Pencapaian Hasil

Setelah mempelajari materi perlatihan tentang perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif ini diharapkan peserta mampu:

1. Menjelaskan hakikat analisis SWOT untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan yang dihadapi dalam lingkungan (internal dan eksternal) sekolah.

2. Mendeskripsikan wujud dari fungsi-fungsi kepala sekolah.

3. Menjelaskan peranan kepemimpinan dan manajemen perubahan dalam lingkungan sekolah.

4. Mengaplikasikan perwujudan fungsi dan peran kepala sekolah dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan indikator pencapaian hasil di atas dapat dikemukakan tujuan perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif sebagai berikut:

1. Sekolah memiliki rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang

2. Strategi dan program sekolah secara konsisten mengarah kepada pencapaian visi dan misi sekolah

3. Kepala sekolah mampu mempraktikkan pendekatan kepemimpinan partisipatif terutama dalam proses pengambilan keputusan

4. Kepala sekolah mengarahkan inovasi dalam organisasi

5. Kepala sekolah harus memiliki komitmen yang terhadap penjaminan mutu lulusan sekolah


(13)

6. Mengembangkan budaya mutu atau kualitas di sekolah dalam mendorong budaya kompetitif, kreatif, inovatif dan kemauan untuk maju bagi warga sekolah, khususnya kepala sekolah, guru, staf dan anak didik.

E. Pendekatan dan Mekanisme

Pendidikan dan perlatihan ini diselenggarakan dengan pendekatan andragogi (pendidikan orang dewasa). Kreativitas dan keaktifan peserta ditumbuhkembangkan selama proses pendidikan dan perlatihan berlangsung. Metode dan pendekatan pembelajaran yang akomodatif terhadap pemberian fasilitasi kepada peserta untuk merefleksikan pengalamannya digunakan dalam pendidikan dan perlatihan ini, di antaranya metode diskusi kelompok terfokus

(focus group discussion, FGD), problem solving, simulasi, latihan bermain peran, presentasi, refleksi diri dan praktek supervisi klinis.

F. Mata Diklat dan Alokasi Waktu

Dalam rangka penguasaan kompetensi peserta dalam rangka perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif serta memenuhi persyaratan indikator di atas, ada empat mata pendidikan dan perlatihan yang disiapkan sebagai berikut:


(14)

Tabel 1.1 Materi Pendidikan Diklat

No. Materi Diklat Alokasi

1 Analisis SWOT Sekolah 8

2 Fungsi-fungsi Kepala Sekolah 6

3 Kepemimpinan dan Manajemen Perubahan Kepala Sekolah

10

4 Kepala Sekolah Dalam Pemecahan Masalah 6

Jumlah 30

G. Prosedur Evaluasi

Evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan pendidikan dan perlatihan manajemen perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang efektif meliputi:

1. Perkenalan diri selaku fasilitator atau nara sumber (individu, tim)

2. Penjelasan singkat, jelas dan terfokus mengenai dimensi kompetensi, kompetensi, indikator pemenuhan kompetensi, alokasi waktu dan skenario pendidikan dan perlatihan tentang manajemen perubahan dan pengembangan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif. 3. Pre test untuk semua materi pendidikan dan perlatihan.

4. Penyamaan pemahaman peserta mengenai bahan diklat yang disajikan. 5. Penyajian materi inti dengan pendekatan andragogi dengan

menggunakan multi-media pembelajaran yang sesuai.

6. Diskusi mengenai best practice upaya perubahan dan pengembangan sekolah yang dilakukan menuju organisasi pembelajar yang efektif.


(15)

7. Tes formatif dan penugasan pada masing-masing materi. 8. Post test.

9. Evaluasi proses pelaksanaan pendidikan dan latihan. 10.Penutup.


(16)

BAB II

ANALISIS SWOT SEKOLAH

Salah satu ciri paradigma baru manajemen pendidikan adalah kewenangan yang luas bagi kepala sekolah dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian pendidikan di sekolah. Kepala sekolah harus siap menerima dan menjalankan kewenangan tersebut dengan berbagai konsekuensinya. Disamping itu, percepatan perkembagan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang merambah ke sekolah juga semakin membuat kompleks kehidupan dan tantangan tugas kepala sekolah, bukan sebaliknya. Kepala sekolah tidak lagi dapat menerima perubahan sebagaimana adanya, tetapi harus berpikir untuk membuat perubahan dan inovasi di sekolah.

Faktor kunci keberhasilan kepala sekolah dan tenaga kependidikan agar tetap bertahan dan enjoy di tengah perubahan paradigma baru manajemen pendidikan adalah memahami posisinya dan apa yang sedang terjadi serta kesiapan yang dimiliki untuk menjadi bagian dari dunia baru yang sangat berbeda. Misalnya, pemahaman dan kesiapan kepala sekolah dalam manajemen yang dulu sentralistik, sekarang didesentralisasikan ke sekolah dengan model manajemen berbasis sekolah (MBS). Demikian pula halnya terhadap kurikulum dan sistem penilaian yang berlaku, seperti kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan penilaian berbasis kelas (PBK). Untuk kepentingan tersebut, bab ini membahas posisi kepala sekolah dalam pardigma baru manajemen pendidikan agar kepala sekolah memahami kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi di sekolah dan di masyarakat. Lebih daripada itu bagaimana memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan tantangan untuk mendorong visi dan misi sekolahnya menjadi aksi nyata.


(17)

A. Analisis SWOT

Berdasarkan hasil analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) dan kajian dari berbagai sumber dapat dikemukakan faktor dominan (kekuatan dan peluang) serta faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan sebagai berikut.

 Faktor Dominan (Kekuatan dan Peluang)

Faktor dominan (kekuatan dan peluang) kepala sekolah dalam paradigma baru manajemen pendidikan mencakup gerakan (sosialisasi) peningkatan kualitas pendidikan, gotong royong dan kekeluargaan, potensi sumber daya manusia, organisasi formal dan informal, organisasi profesi serta dukungan dunia usaha dan industri.

a. Gerakan peningkatan mutu pendidikan yang dicanangkan pemerintah

Peningkatan kualitas pendidikan merupakan upaya yang terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan dalam Undang-undang Sisdiknas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan Nasional mencanangkan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” pada tanggal 2 Mei 2002. Ini merupakan momentum yang paling tepat dalam rangka mengantisipasi dan mempersiapkan peserta didik memasuki era globalisasi, dimana beberapa indikatornya telah dapat dirasakan sekarang ini, seperti penguasaan teknologi yang mampu menembus batas-batas antar-wilayah dan antar-negara. Kesemuanya itu perlu dipersiapkan melalui pendidikan yang berkualitas di bawah kepemimpinan kepala sekolah profesional.


(18)

b. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan

Pada saat ini, pihak Departemen Pendidikan Nasional telah melakukan sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan di berbagai wilayah kerja, baik melalui pertemuan resmi maupun melalui pelatihan dasar yang berkelanjutan. Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan yang telah dilakukan antara lain berkaitan dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS) yang merupakan program pemerintah pusat. Hal ini merupakan faktor pendukung agar kepala sekolah dapat memahami manajemen peningkatan mutu pendidikan dan operasionalnya di sekolah masing-masing.

c.Gotong royong dan kekeluargaan

Gotong royong dan kekeluargaan dapat memberi dampak positif (synergistic effect) dalam suatu pekerjaan. Jiwa dan semangat tersebut membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehingga dapat dikembangkan dalam mewujudkan kepala sekolah profesional menuju terwujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di sekolah. Semangat gotong royong dan kekeluargaan juga dapat ditumbuhkembangkan oleh pengawas dengan menjalin kerjasama dan mempererat hubungan sekolah dengan masyarakat dan dunia kerja, terutama kelompok masyarakat yang berada di lingkungan sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin formal memiliki kharisma yang cukup kuat sehingga dapat menjadi teladan dan panutan masyarakat. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh kepala sekolah untuk memperkenalkan program-program sekolah kepada masyarakat dan dunia kerja, terutama dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja sekolah dan peningkatan kualitas pendidikan.


(19)

d. Potensi Kepala Sekolah

Kepala sekolah memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan secara optimal. Setiap kepala sekolah harus memiliki perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Perhatian tersebut ditunjukkan dalam niat, kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan diri dan sekolahnya secara optimal.

e.Organisasi formal dan informal

Di lingkungan pendidikan sekolah pada berbagai wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke umumnya telah memiliki organisasi formal terutama yang berhubungan dengan profesi pendidikan, seperti Kelompok Kerja Pengawas (KKP) Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Dewan Pendidikan. Organisasi ini merupakan wadah yang mendukung tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang mampu melakukan berbagai terobosan dalam peningkatan kualitas pendidikan di wilayah kerjanya.

f. Organisasi profesi

Organisasi profesi pendidikan sebagai wadah untuk membantu pemerintah dalam meningkatan kualitas pendidikan, seperti KKPS, K3S, MKS, Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum Studi Peduli Guru (FPG) dan ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia) sudah terbentuk hampir di seluruh Indonesia dan telah merambah ke berbagai kecamatan. Organisasi profesi tersebut sangat mendukung kepala sekolah profesional yang mampu meningkatan kinerjanya dan prestasi belajar peserta didik menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional.


(20)

g. Harapan terhadap kualitas pendidikan

Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan mempunyai harapan yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan serta komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Tenaga kependidikan ini memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa peserta didik dapat mencapai prestasi yang optimal, meskipun dengan segala keterbatasan sumber daya pendidikan yang ada di sekolah. Dalam pada itu, peserta didik juga termotivasi untuk secara sadar meningkatkan diri dalam mencapai prestasi sesuai bakat dan kemampuan yang dimiliki. Harapan tinggi dari berbagai elemen sekolah merupakan faktor dominan yang menyebabkan sekolah dinamis untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan (contiuous quality improvement).

h. Input Manajemen

Paradigma baru kepala sekolah profesional perlu ditunjang oleh input manajemen yang memadai dalam menjalankan roda sekolah dan mengelola sekolah secara efektif. Input manajemen yang perlu dimiliki dapat berupa tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program kerja yang mendukung implementasi, ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolah dalam bertindak, serta adanya sistem pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat diwujudkan di sekolah.

Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan harus fokus pada pelanggan melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas lulusan dari sekolahnya, meningkatkan kualitas dan kualifikasi tenaga kependidikan, serta mendorong peserta didik untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih


(21)

tinggi. Disamping itu, kepala sekolah perlu menggalang partisipasi masyarakat dan orang tua dalam pengelolaan pendidikan di sekolah melalui pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah (School Counchil). Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang dibentuk harus melibatkan dan mencakup minimal kepala sekolah, guru, perwakilan orang tua peserta didik, tokoh masyarakat dan dinas pendidikan. Lembaga ini bertugas menetapkan segala kebijakan sekolah berdasarkan ketentuan-ketentuan pendidikan, merumuskan dan menetapkan visi dan misi serta tujuan sekolah.

 Faktor-faktor Penghambat (Kelemahan dan Tantangan)

Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan mencakup sistem politik yang kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan, kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang mampu berkompetisi, rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.

a.Sistem politik yang kurang stabil

Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara selain menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam mengambil suatu prakarsa serta selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengambil suatu keputusan merupakan suatu sistem politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan. Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya. Pengembangan sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang


(22)

memadai perlu ditunjang oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah. Termasuk dalam hal ini adalah anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan.

b. Rendahnya sikap mental

Rendahnya sikap mental sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Rendahnya sikap mental tersebut antara lain terlihat dalam bentuk kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja, serta sering datang terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan tata usaha sekolah. Kondisi-kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.

c.Wawasan kepala sekolah yang masih sempit

Tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait dengan berbagai masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi begitu cepat. Begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang mampu menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh ketidakpastian dan kesemrawutan global (chaos). Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melakukan diskusi ilmiah; dan jarang


(23)

mengikuti seminar yang berhubungan dengan pendidikan dan profesinya. Disamping itu, sempitnya wawasan kepala sekolah disebabkan oleh keberadaan Kelompok Kerka Kepala Sekolah (K3KS) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Demikian pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) dimana lembaga ini hanya berperan sebagai tempat berunding kepala sekolah untuk menentukan besarnya pungutan terhadap peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan.

d. Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan

Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak masyarakat dan dunia kerja. Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode berikutnya belum dapat dilaksanakan. Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam peningkatan kualitas pendidikan.

e.Kurang sarana dan prasarana

Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih kurang. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam


(24)

pemanfaatannya masih kurang. Beberapa kasus menunjukkan banyak buku-buku paket belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh peserta didik.

f. Lulusan kurang mampu bersaing

Rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan, sehingga para lulusan masih sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di suatu lembaga atau dunia usaha dan industri kian hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit.

g. Rendahnya kepercayaan masyarakat

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang kurang terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur sekolah. Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya program link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya program pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.


(25)

h. Birokrasi

Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu, dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Disamping kurang mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya kepekaan terhadap krisis (sense of crisis), rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebabkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada sistem manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.

i. Rendanya produktivitas kerja

Produtivitas kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian akhir maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan


(26)

berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak jarang peserta didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, seperti keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.

j. Belum tumbuhnya budaya mutu

Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses dan perilaku sekolah.

Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (1) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan; (2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab; (3) hasil harus diikuti hadiah dan hukuman; (4) kolaborasi, sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition; (5) tenaga kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya; (6) suasana keadilan harus ditanamkan; dan (7) imbas jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan.

Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya


(27)

kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal.

B. Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang serta mengatasi Kelemahan dan Tantangan

Upaya untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan ancaman terhadap paradigma baru kepala sekolah profesional dapat dilakukan dengan pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah, revitalisasi MGMP dan MKKS, peningkatan disiplin, pembentukan kelompok diskusi dan peningkatan layanan perpustakaan dengan menambah koleksi.

 Pembinaan Kemampuan Profesional Kepala Sekolah

Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah merupakan perjalanan yang cukup panjang. Berbagai wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampaun profesional kepala sekolah adalah antara lain Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Pusat Kegiatan Kepala Sekolah (PKKS). Disamping itu, peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat dilakukan melalui pendidikan formal, seperti program sarjana atau pascasarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.

Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi dan luwes dalam melaksanakan tugasnya. Kepala sekolah juga harus melakukan peningkatan profesionalisme sesuai dengan gaya kepemimpinannya, berangkat dari niat, kemauan dan kesediaan, bersifat memprakarsai dan didasari pertimbangan yang matang, lebih berorientasi kepada bawahan,


(28)

demokratis, lebih terfokus pada hubungan daripada tugas serta mempertimbangkan kematangan bawahan.

Beberapa kegiatan pembinaan kemampuan tenaga tenaga kependidikan (guru) yang bisa dilakukan oleh kepala sekolah adalah sebagai berikut:

Dalam melaksanakan pembinaan profesional guru, kepala sekolah bisa menyusun program penyetaraan bagi guru-guru yang memiliki klasifikasi D-III agar mengikuti penyetaraan S1/Akta-IV, sehingga para gurunya dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan yang menunjang tugasnya.

Untuk meningkatkan profesionalisme guru yang sifatnya khusus, bisa dilakukan oleh kepala sekolah dengan mengikutsertakan guru-guru dalam seminar dan pelatihan yang diadakan oleh Depdiknas maupun di luar Depdiknas. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kinerja guru dalam membenahi materi dan metodologi pembelajaran.

Peningkatan profesionalisme guru melalui PKG (Pemantapan kerja Guru) dan KKG (Kelompok Kerja Guru). Melalui wadah ini para guru diarahkan untuk mencari berbagai pengalaman mengenai metodologi pembelajaran dan bahan ajar yang dapat diterapkan dalam kelas.

Meningkatkan kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru tidak dapat diabaikan, karena merupakan salah satu faktor penentu dalam peningkatan kinerja yang secara langsung berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Peningkatan kesejahteraan guru dapat dilakukan antara lain melalui pemberian insentif di luar gaji, imbalan dan penghargaan serta tunjangan yang dapat meningkatkan kinerja.

Untuk melakukan berbagai pembinaan di atas, kepala sekolah sendiri harus mendapat pembinaan yang memadai dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya.


(29)

 Revitalisasi MGMP dan MKKS di Sekolah

Jumlah guru di sekolah yang berada di perkotaan pada umumnya sudah cukup memadai, sehingga suasana belajar cukup kondusif, karena guru bisa memilih dan menggunakan metode mengajar yang bervaraiasi. Melalui MGMP dan MKKS dapat dipikirkan bagaimana menyiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat serta menemukan berbagai variasi metoda dan variasi media untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Kegiatan ini dapat dikoordinir oleh pengawas sekolah dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh guru senior yang ditunjuk atau Kepala Sekolah. MGMP dan MKKS seharusnya minimal bertemu satu kali per-minggu guna menyusun strategi pembelajaran dan mengatasi masalah yang muncul. Disamping itu, MGMP dan MKKS dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru dan kepala sekolah dalam memahami materi yang masih dianggap sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul di sekolah, maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dalam memberikan materi pembelajaran.

MGMP dan MKKS juga dapat menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan pendidikan di sekolah. Evaluasi kemajuan dapat dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegiatan MGMP dan MKKS yang dilakukan dengan intensif dapat dijadikan sebagai wahana pengembangan diri guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan, serta menambah pengetahuan dan keterampilan masing-masing. Dengan mengefektifkan MGMP dan MKKS, semua kesulitan dan permasalahan yang dihadapi oleh guru dan Kepala Sekolah dalam kegiatan pendidikan


(30)

dapat dipecahkan dan diharpkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

 Peningkatan Disiplin

Rendahnya produktivitas tenaga kependidikan di sekolah baik dalam mengikuti aturan dan tata tertib sekolah maupun dalam melakukan pekerjaan sangat erat kaitannya dengan masalah disiplin. Oleh karena itu, dalam menumbuhkan kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan di sekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk menciptakan iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan tugasnya di sekolah.

Sekolah membuat aturan-aturan yang harus ditaati khususnya oleh warga sekolah, guru, peserta didik, karyawan dan kepala sekolah. Aturan tersebut meliputi tata tertib waktu masuk dan pulang sekolah, kehadiran di sekolah dan di kelas serta proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan tata tertib sekolah lainnya. Dengan meningkatnya disiplin diharapkan dapat meningkatkan keefektifan jam belajar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan meningkatkan iklim belajar yang kondusif untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan dan mencapai hasil belajar peserta didik yang lebih baik.

 Pembentukan Kelompok Diskusi Profesi

Kelompok diskusi profesi dapat dibentuk untuk mengatasi tenaga kependidikan yang kurang semangat dalam melakukan tugas-tugas kependidikan di sekolah. Kegiatan diskusi ini dapat dilakukan di sekolah minimal satu kali per-bulan. Pembentukan kelompok dilakukan oleh para tenaga kependidikan dan dibimbing oleh kepala sekolah. Dalam kegiatan diskusi dapat melibatkan pengawas sekolah, komite sekolah atau orang lain yang dianggap kapabel oleh kepala sekolah dan tenaga kependidikan sehubungan dengan tugas dan fungsinya di sekolah.


(31)

Untuk keperluan pengembangan kemampuan profesional, setiap tenaga kependidikan dapat menyampaikan hasil diskusi dalam forum yang lebih besar, sehingga terjadi saling tukar (sharing) pengalaman dan saling membantu bila terjadi kesulitan. Kelompok diskusi profesi ini didayagunakan untuk meningkatkan motivasi serta menambah wawasan seluruh tenaga kependidikan dalam meningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

Kelompok diskusi profesi ini dapat membuahkan hasil yang memuaskan dilihat dari peningkatan motivasi dan semangat kerja para tenaga kependidikan. Dengan demikian, diskusi ini perlu dikembangkan dengan cara mencari model-model pembinaan yang efektif dan efisien.

 Peningkatan layanan Perpustakaan dan Penambahan Koleksi Salah satu sarana peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah tersedianya buku yang dapat menunjang kegiatan sekolah dalam mendorong visi dan misi menjadi aksi. Sangat sulit rasanya dapat mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme kepala sekolah jika tidak ditunjang oleh sumber belajar yang memadai. Pengadaan buku pustaka diarahkan untuk mendukung kegiatan pembelajaran serta memenuhi kebutuhan peserta didik dan guru akan materi pembelajaran. Disamping itu, untuk memperkaya bahan-bahan yang diperlukan tenaga kependidikan dalam meningkatkan profesionalisme secara optimal.

Pada umumnya, sekolah masih memerlukan buku-buku bacaan wajib maupun penunjang untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan, serta mendukung kegiatan belajar peserta didik. Pengadaan buku pustaka perlu diarahkan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan, termasuk kegiatan MKKS, MGMP dan mendukung belajar peserta didik. Untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah, perlu diadakan buku-buku pegangan kepala sekolah yang relevan.


(32)

Pengadaan koleksi perpustakaan dapat dimulai dengan melakukan identifikasi buku-buku yang diperlukan oleh guru dan peserta didik dan mencatat buku-buku yang tidak ada atau tidak mencukupi kebutuhan sekolah. Cara yang biasanya dilakukan dalam memenuhi kekurangan buku-buku tersebut, antara lain dengan mengadakan kerjasama dengan perpustakaan pada instansi lain yang mempunyai potensi untuk membantu pengadaan buku sekolah atau membeli buku-buku tersebut secara langsung apabila tersedia dana untuk pengembangan perpustakaan.

Untuk kepentingan tersebut, perlu upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan pengelola perpustakaan. Dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan, kepala sekolah harus berupaya untuk memberikan kesempatan mengikuti pelatihan singkat bagi pengelola perpustakaan. Hal ini dipandang penting dalam peningkatan dan pengembangan perpustakaan untuk dapat menyediakan buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini, kepala sekolah juga harus berupaya untuk memperhatikan penyediaan anggaran perpustakaan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, sekolah bersama-sama dengan semua unsurnya termasuk Komite Sekolah dapat membuat rencana dan program-programnya untuk merealisasikan rencana dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Rencana yang dibuat harus menggambarkan aspek-aspek mutu yang ingin dicapai, kegiatan yang dilakukan, siapa yang harus melaksanakan, kapan dan dimana dilaksanakan serta biaya yang diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan untuk memudahkan sekolah dalam menjelaskan dan memperoleh dukungan dari pemerintah maupun orang tua peserta didik, baik secara moral maupun finansial untuk melaksanakan rencana peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan profesionalisme kepala sekolah.

Peningkatan profesionalisme kepala sekolah perlu dilaksanakan secara terus menerus dan terencana dengan melihat


(33)

permasalahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada. Segala bentuk kegiatan sekolah perlu diarahkan pada peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan agar dapat berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan perkembangan zaman.

Perbaikan mutu berkelanjutan (continous quality improvement) harus menjadi strategi dan salah satu paradigma peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah. Melalui strategi perbaikan mutu diharapkan dapat mengatasi masalah rendahnya mutu pendidikan yang tidak hanya mengandalkan pendekatan yang bersifat konvensional, melainkan melalui optimalisasi sumber daya dan sumber dana, yang secara langsung dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Peningkatan profesionalisme kepala sekolah harus merupakan proses keseluruhan dalam suatu organisasi sekolah, berjalan dengan nyata, jangka panjang, membudaya, baik bagi personil maupun bagi peserta didik. Setiap tenaga kependidikan, baik kepala sekolah, guru maupun staf administrasi, termasuk peserta didik dituntut untuk memiliki kepedulian yang muncul secara internal, bahwa apa yang dilakukan adalah dalam rangka peningkatan profesionalisme kepala sekolah serta pencapaian mutu dan prestasi belajar.

Upaya peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme kepala sekolah tidak terlepas dari peran pengawas sekolah selaku pimpinan pendidikan, yang bersama kepala sekolah memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan sekolah. Hal ini penting, karena pengawas sekolah dalam melaksanakan tugas dalam upaya peningkatan profesionalisme kepala sekolah cenderung kurang memperhatikan ide-ide baru yang berkembang di masyarakat.

Kepala sekolah hendaknya memiliki visi kelembagaan dan kemampuan konsepsional yang jelas, serta memiliki keterampilan dan seni


(34)

dalam hubungan antara manusia, penguasaan aspek-aspek teknik dan subtantif, memiliki semangat untuk maju serta semangat mengabdi dan karakter yang diterima oleh masyarakat lingkungannya.

Sebagai pemimpin formal, kepala sekolah bertanggungjawab atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan prestasi belajar peserta didik. Untuk itu, kepala sekolah bertugas melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, baik yang berhubungan dengan pencapaian tujuan pendidikan, maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif bagi terlaksananya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam hal ini strategi kepemimpinan yang dilaksanakan menjadi sangat penting, karena laju perkembangan kegiatan atau program pendidikan yang ada pada setiap sekolah ditentukan oleh arahan, bimbingan dan visi yang ingin dicapai sekolah.

Dalam menetapkan visi sekolah, kepala sekolah harus terlebih dahulu memahami visi itu sendiri. Menurut Helgeson (1986) visi merupakan penjelasan tentang rupa yang seharusnya dari suatu organisasi kalau organisasi berjalan dengan baik. Definisi lain mengatakan bahwa visi atau wawasan merupakan suatu pandangan yang merupakan kristalisasi dan intisari dari suatu kemampuan (competence), kebolehan (ability) dan kebiasaan (self efficacy) dalam melihat, menganalisis dan menafsirkan.

Gaffar (1994) mengemukakan bahwa visi merupakan daya pandang yang jauh, mendalam dan meluas dan merupakan daya pikir yang abstrak, yang memiliki kekuatan amat dahsyat serta dapat menerobos segala batas-batas fisik dan tempat. Sedang Morrisey (1997) memandang visi sebagai representasi dari apa yang diyakini sebagai bentuk organisasi di masa depan dalam pandangan pelanggan, karyawan, pemilik dan

stakeholder lainnya. Oleh karena itu, kepala sekolah harus dapat menyisihkan waktunya untuk mengkomunikasikan visi tersebut ke seluruh


(35)

jaringan dan tingkat manajemen, dengan mengangkat visi sebagai acuan pada berbagai briefing yang dilakukan para kepala sekolah.

Dalam pengembangan visinya, kepala sekolah harus mampu mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang relevan bagi kegiatan internal sekolah. Kekuatan-kekuatan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok. Pertama, kekuatan yang berhubungan dengan apa yang sedang berlangsung di luar sekolah. Kedua, kekuatan yang berhubungan dengan klien pendidikan, yaitu latar belakang socsial, aspirasi keuangan, sumber-sumber masyarakat, karakteristik ketenagakerjaan dan sebagainya. Kepala sekolah dalam mendorong visinya menjadi aksi nyata harus mampu menyeleksi secara berkelanjutan kelompok-kelompok kekuatan tersebut.

Visi sekolah adalah gambaran sekolah yang diinginkan di masa depan. Gambaran tersebut didasarkan pada landasan yuridis (undang-undang pendidikan dan peraturan pemerintah), khususnya pendidikan nasional sesuai level dan jenis sekolahnya, serta disesuaikan dengan profil sekolah, sehingga dimungkinkan sekolah memiliki visi yang tidak sama dengan sekolah lain, asalkan tidak keluar dari koridor pendidikan nasional. Kepala sekolah di dalam menetapkan visinya harus berpijak pada peningkatan mutu masa depan.

Dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja tenaga kependidikan dan kualitas sekolah, kepala sekolah profesional seperti disarankan Sellis harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik yang ada di sekolah.

b. Mempunyai komitmen yang jelas pada pengembangan sekolah c. Mengkomunikasikan pesan yang berkaitan dengan kualitas


(36)

d. Menjamin kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan kebijakan lembaga/sekolah

e. Meyakinkan para pelanggan (peserta didik, orang tua, masyarakat) bahwa terdapat “channel” cocok untuk menyampaikan harapan dan kenginannya.

f. Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan g. Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul

tanpa dilandasi bukti yang kuat.

h. Pemimpin melakukan inovasi terhadap sekolah.

i. Menjamin struktur organisasi yang menggambarkan tanggung jawab yang jelas.

j. Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik yang bersifat organisasional maupun budaya.

k. Membangun tim kerja yang efektif.

l. Mengembangkan mekanisme yang cocok untuk melakukan monitoring dan evaluasi (MONEV).

Untuk mempermudah kita untuk mengetahui dan memahami tentang analisis SWOT, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan analisis situasi atau kondisi dengan pendekatan analisis SWOT sehingga dapat dirumuskan kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat), dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Inventarisasi faktor internal yang mempengaruhi pencapaian tujuan, sasaran, misi dan visi yang telah ditetapkan secara rinci


(37)

dengan teknik brainstroming (curah pendapat) atau Nominal Group Technique (NGT).

b. Inventarisasi faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian tujuan, sasaran, misi dan visi yang telah ditetapkan secara rinci dengan teknik brainstroming atau NGT.

c. Diskusikan setiap faktor internal hasil kerja (no. 1), apakah termasuk kekuatan atau kelemahan dengan cara pooling pendapat. Kekuatan adalah kegiatan (proses) dan sumberdaya (input) yang sudah baik. Kelemahan adalah kegiatan (proses) dan sumberdaya (input) yang belum baik.

d. Diskusikan setiap faktor eksternal hasil (no. 2), apakah termasuk peluang atau ancaman dengan cara pooling pendapat. Ancaman adalah faktor eksternal yang negatif. Peluang adalah faktor eksternal yang positif.


(38)

Tabel 2.1 Matriks SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGTH (S) 1

2 3 4 5 6

WEAKNESS (W) 1

2 3 4 5 6 OPPORTUNITIES (O)

1 2 3 4 5 6

TREATHS (T) 1

2 3 4 5 6

C. Peran dan Kinerja Pengawas Sekolah

Profesionalisme kepala sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendorong visi menjadi aksi tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang terlibat dalam pembinaan kepala sekolah, antara lain pengawas sekolah. Peran dan kinerja pengawas sekolah dalam melaksanakan pembinaan terhadap kepala sekolah agar profesional dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengawas sekolah harus memahami tugasnya dalam membina dan mengembangkan kepala sekolah yang profesional, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kreativitas dan pemberian motivasi,


(39)

karena pengembangan kepala sekolah profesional merupakan program pengawas sekolah yang harus diproritaskan. Hal ini perlu ditekankan terutama untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dalam rangka mempersiapkan kepala sekolah sebagai pemimpin yang handal dalam paradigma baru manajemen pendidikan, pelaksanaan otonomi daerah, desentralisasi pendidikan dan mempersiapkan kepala sekolah dalam perspektif global. Hal ini penting, karena kepala sekolah merupakan ujung tombak penyelenggaraan pendidikan yang sudah sewajarnya dibina berbagai kemampuannya agar dapat berkembang secara optimal dalam memajukan sekolah yang dipimpinnya, terutama dalam rangka mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan, baik dalam lingkup makro, meso, maupun mikro.

2. Upaya-upaya yang dapat dilakukan pengawas sekolah dalam mengembangkan kepala sekolah profesional dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Mengadakan kunjungan langsung ke sekolah, dan memberikan masukan kepada kepala sekolah mengenai penyelenggaraan sekolah. Masukan tersebut terutama berkaitan dengan tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator pendidikan; dengan maksud agar para kepala sekolah dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan kreatif. b. Menciptakan iklim yang kondusif sehingga memungkinkan

kepala sekolah berdiskusi dengan koleganya (kepala sekolah lain) untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan.


(40)

c. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kepala sekolah untuk melanjutkan pendidikannya dalam rangka menunjang karier dan meningkatkan kemampuannya.

d. Memberikan perhatian dan jalan keluar atas segala permasalahan yang dihadapi oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya.

3. Pengawas sekolah harus memiliki program kegiatan dalam satu tahun ajaran, untuk:

a. Memantau dan membimbing pelaksanaan penerimaan peserta didik

b. Mengumpulkan dan mengolah data sumber daya pendidikan, proses pembelajaran dan bimbingan peserta didik

c. Menganalisis hasil belajar, bimbingan peserta didik, guru dan sumber daya pendidikan yang mempengaruhi hasil belajar untuk menentukan jenis pembinaan

d. Mengadakan pembinaan administrasi kepala sekolah

e. Memberikan arahan dan bimbingan kepada tenaga kependidikan (guru) tentang pelaksanaan pembelajaran dan bimbingan belajar

f. Memberikan contoh tugas guru dalam bimbingan peserta didik g. Memberikan arahan dan bimbingan kepada guru tentang


(41)

D. Dampak Kepala Sekolah Profesional

Kepala sekolah profesional dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak positif dan perubahan positif cukup mendasar dalam pembaharuan sistem pendidikan di sekolah. Dampak tersebut antara lain terhadap efektifitas pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, budaya mutu, team work yang kompak, cerdas dan dinamis, kemadirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan manajemen, kemauan untuk berubah, evaluasi dan perbaikan berkelanjutan, responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan, akuntabilitas, dan sustainabilitas.

LATIHAN

Menurut Anda apa yang dimaksud dengan analisis SWOT?

Uraikan faktor penghambat dan faktor pendukung dalam lingkungan sekolah yang Anda pimpin dalam pencapaian paradigma baru manajemen pendidikan?

Jelaskan mengapa budaya mutu, baik mutu input maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional?

Jelaskan hal-hal yang perlu di lakukan oleh pengawas sekolah untuk menciptakan kepala sekolah yang profesional?

Usaha apa yang Anda perlu lakukan untuk mengajak masyarakat dalam rangka peningkatan mutu pendidikan?


(42)

BAB III

FUNGSI-FUNGSI KEPALA SEKOLAH

A. Signifikansi Fungsi dan Peran Kepala Sekolah

Untuk menggapai visi dan misi pendidikan perlu ditunjang oleh kemampuan aktor kepala sekolah yang handal dalam menjalankan roda kepemimpinan. Meskipun pengangkatan kepala sekolah dilakukan secara tidak sembarangan, bahkan diangkat dari guru yang sudah berpengalaman atau mungkin sudah lama menjabat sebagai wakil kepala sekolah, namun tidak dengan sendirinya membuat kepala sekolah menjadi profesional dalam melakukan tugas. Pada beberapa kasus ditunjukkan masih banyaknya kepala sekolah yang terpaku dengan urusan–urusan administratf, yang sebenarnya bisa dilimpahkan kepada tenaga administrasi sekolah. Dalam pelaksanaannya, pekerjaan kepala sekolah merupakan pekerjaan berat, yang menuntut kemampuan ekstra.

Dinas pendidikan telah menetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator dan suvervisor (EMAS). Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai leader, inovator dan motivator di sekolahnya. Dengan demikian, dalam paradigma baru manajemen pendidikan, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator, disingkat EMASLIM.

Perspektif ke depan mengisyaratkan bahwa kepala sekolah juga harus mampu berperan sebagai figur dan mediator yang berjiwa wirausaha bagi perkembangan masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan akan selalu meningkat sesuai dengan perkembangan pendidikan yang diharapkan. Dalam hal ini


(43)

pekerjaan kepala sekolah tidak hanya sebagai EMASLIM, tetapi akan berkembang menjadi EMASLIM-FM atau EMASLIME. Semua itu harus dipahami oleh kepala sekolah dan yang lebih penting adalah bagaimana kepala sekolah mampu mengamalkan dan menjadikan hal tersebut dalam bentuk tindakan nyata di sekolah. Pelaksanaan tugas dan fungsi kepala sekolah tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena saling terkait dan saling mempengaruhi serta menyatu dalam pribadi seorang kepala sekolah profesional. Kepala sekolah yang demikian akan mampu mendorong visi dan misi menjadi aksi dalam paradigma baru manajemen pendidikan.

B. Kepala Sekolah sebagai Pendidik (Educator)

Dalam melakukan fungsinya sebagai edukator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolahnya. Fungsi kepala sekolah sebagai edukator adalah menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga kepala sekolah, memberikan dorongan kepada seluruh tenaga kependidikan, serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik, seperti team teaching, moving class dan mengadakan program akselerasi (acceleration) bagi peserta didik yang cerdas di atas normal.

Wahyusumidjo (1999: 122), memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik dan artsitik.

Pembinaan mental, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sikap, batin dan wataknya. Dalam hal-hal ini kepala sekolah harus mampu menciptakan iklim yang kondusif agar setiap tenaga


(44)

kependidikan dapat melaksanakan tugas dengan baik, proposional dan profesional. Untuk itu, kepala sekolah harus berusaha melengkapi sarana, prasarana dan sumber belajar agar dapat memberikan kemudahan kepada guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar. Mengajar dalam arti memberikan kemudahan belajar bagi peserta didik.

Pembinaan moral, yaitu membina para tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk suatu perbuatan, sikap, hak dan kewajiban sesuai dengan tugas masing-masing tenaga kependidikan. Kepala sekolah profesional harus berusaha memberikan nasehat kepada seluruh warga sekolah, misalnya, pada setiap upacara bendera atau pertemuan rutin.

Pembinaan fisik, yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan mereka secara lahiriah. Kepala sekolah profesional harus mampu memberikan dorongan agar para tenaga kependidikan terlibat secara aktif dan kreatif dalam berbagai kegiatan olah raga, baik yang diprogramkan di sekolah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat di sekitar sekolah.

Pembinaan artistik, yaitu membina tenaga kependidikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan. Hal ini biasanya dilakukan melalui kegiatan karyawisata yang dilaksanakan setiap semester atau tahun ajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah dibantu oleh para pembantunya harus mampu merencanakan berbagai program pembinaan artistik, seperti karyawisata, agar dalam pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Lebih daripada itu, pembinaan artistik harus terkait atau merupakan pengayaan dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Sebagai edukator, kepala sekolah harus selalu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, wakil kepala sekolah, atau anggota organisasi kemasyarakatan sangat


(45)

mempengruhi kemampuan kepala sekolah dalam melaksanakan pekerjaaannya demikian pula halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikuti.

Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar peserta didik dapat dideskripsikan sebagai berikut. Pertama, mengikutsertakan guru-guru dalam penataran atau pelatihan untuk menambah wawasan para guru. Kepala sekolah juga harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Misalnya, memberikan kesempatan bagi para guru yang belum mencapai jenjang sarjana untuk mengikuti kuliah di universitas terdekat dengan sekolah, yang pelaksanaannya tidak mengganggu kegiatan pembelajaran. Kepala sekolah harus berusaha mencarikan beasiswa bagi guru yang melanjutkan pendidikan melalui kerjasama dengan masyarakat atau dengan dunia usaha dan kerjasama lain yang tidak mengikat.

Kedua, kepala sekolah harus berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik untuk lebih giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi para peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya.

Ketiga, menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang telah ditentukan, serta memanfaatkannya secara efektif dan efisien untuk kepentingan pembelajaran.

C. Kepala Sekolah sebagai Manajer

Manajemen pada hakekatnya merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin dan mengendalikan usaha para


(46)

anggota organisasi serta mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dikatakan suatu proses, karena semua manajer dengan ketangkasan dan keterampilan yang dimilikinya mengusahakan dan mendayagunakan berbagai kegiatan yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan (McFarland, 1979).

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manajer, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerjasama yang kooparatif, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah.

Pertama, memberdayakan tenaga kependidikan melalui persaingan sehat yang membuahkan kerjasama (coopetition). Maksudnya ialah dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah harus mementingkan kerjasama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala sekolah harus mau dan mampu mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuannya. Kepala sekolah harus mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah, berpikir secara analitik dan konseptual dan harus senantiasa berusaha untuk menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahannya, serta berusaha untuk mengambil keputusan yang memuaskan bagi semua stakeholders sekolah.

Kedua, memberikan kesempatan kepada tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya. Sebagai manajer kepala sekolah harus mampu meningkatkan profesi tenaga kependidikan secara persuasif dan dari hati ke hati. Dalam hal ini, kepala sekolah harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh tenaga kependidikan untuk mengembangkan potensinya secara optimal. Misalnya, memberi kesempatan kepada bawahan


(47)

untuk meningkatkan profesinya melalui berbagai penataran dan lokakarya sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Ketiga, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan. Kepala sekolah harus berusaha untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam setiap kegiatan di sekolah (partisipatif). Dalam hal ini kepala sekolah bisa berpedoman pada asas tujuan, asas keunggulan, asas mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empirisme, asas keakraban dan asas integritas.

Azas tujuan, bertolak dari anggapan bahwa kebutuhan dasar tenaga kependidikan akan harga dirinya mungkin dicapai dengan turut menyumbang pada suatu tujuan yang lebih tinggi. Hal tersebut merupakan kesempatan bagi kepala sekolah selaku pemimpin untuk memenuhi kebutuhan tenaga kependidikan tersebut. Kemampuan untuk menyampaikan dan menanamkan tujuan merupakan seni yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya.

Asas keunggulan, bertolak dari anggapan bahwa setiap tenaga kependidikan membutuhkan kenyamanan dan harus memperoleh kenyamanan serta harus memperoleh kepuasan dan penghargaan pribadi. Kepuasan mengandung makna penerimaan keadaan seperti apa adanya, sehingga ketidakpuasan merupakan sumber motivasi yang dapat menggerakkan tenaga kependidikan untuk menutupi ketidakpuasan tersebut dan mencapai kepuasan yang diinginkan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berusaha untuk mengembangkan budaya kerja dan ketidakpuasan kreatif.

Azas mufakat, dalam hal ini kepala sekolah harus mampu menghimpun gagasan bersama dan membangkitkan tenaga kependidikan untuk berpikir kreatif dan bertindak inovatif dalam melaksanakan tugasnya.

Azas kesatuan, dalam hal ini kepala sekolah harus menyadari bahwa tenaga kependidikan tidak ingin dipisahkan dari tanggung jawabnya. Oleh karena itu, kepala sekolah harus berusaha untuk menjadikan tenaga


(48)

kependidikan sebagai pengurus upaya-upaya pengembangan sekolah. Hal ini penting untuk menumbuhkan rasa kepemilikan pada tenaga kependidikan terhadap sekolah tempatnya melaksanakan tugas.

Azas persatuan, kepala sekolah harus mendorong tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesionalismenya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan sistem imbalan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh bawahan. Dalam konsep kontemporer dikenal dengan istilah kompensasi berbasis kinerja.

Azas empirisme, kepala sekolah harus mampu bertindak berdasarkan atas nilai dan angka yang menunjukkan prestasi para tenaga kependidikan. Oleh karena itu, data dan informasi yang memuat semua komponen sekolah memegang peranan yang sangat penting.

Azas keakraban, kepala sekolah harus berupaya menjaga keakraban dengan para tenaga kependidikan, agar tugas-tugas dapat dilaksnakan dengan lancar. Hal ini dimungkinkan karena keakraban mendorong berkembangnya saling percaya dan kesediaan untuk berkorban di antara para tenaga kependidikan.

Azas integritas, kepala sekolah harus memandang bahwa peran kepemimpinannya merupakan suatu komponen kekuasaan untuk menciptakan dan memobilisasi energi seluruh tenaga kependidikan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Integritas merupakan kejujuran dan upaya mencapai suatu langkah tindakan yang telah ditetapkan secara bertanggung jawab dan konsisten.

Sesuai dengan apa yang ditetapkan dalam penilaian kinerja kepala sekolah, kepala sekolah harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan baik, yang diwujudkan dalam kemampuan menyusun program sekolah, organisasi personalia, memberdayakan tenaga kependidikan dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara optimal.


(49)

Kemampuan menyusun program sekolah harus diwujudkan dalam: (1) pengembangan program jangka panjang, baik program akademis maupun non-akademis, yang dituangkan dalam kurun waktu lebih dari lima tahun; (2) pengembangan program jangka menengah, baik program akademis maupun non-akademis, yang dituangkan dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun; (3) pengembangan program jangka pendek, baik program akademis maupun non-akademis yang dituangkan dalam kurun waktu satu tahun (program tahunan), termasuk pengembangan rencana anggaran pendapatan belanja sekolah (RAPBS) dan Anggaran Biaya Sekolah (ABS). Dalam pada itu, kepala sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program secara periodik, sistemik dan sistematik.

Kemampuan menyusun organisasi personalia sekolah harus diwujudkan dalam pengembangan susunan personalia sekolah dan personalia pendukung, seperti pengelola laboraturium, perpustakaan dan pusat sumber belajar (PSB); serta penyusunan kepanitiaan untuk kegiatan temporer, seperti panitia penerimaan peserta didik baru (PSB), panitia ujian dan panitia peringatan hari-hari besar keagamaan.

Kemampuan memberdayakan tenaga kependidikan di sekolah harus diwujudkan dalam pemberian arahan secara dinamis, pengkoordinasian tenaga kependidikan dalam pelaksanaan tugas, pemberian hadiah bagi mereka yang berprestasi dan pemberian hukuman (punishment) bagi yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugas. Disamping itu, kemampuan mendayagunakan sumber daya sekolah, yang harus diwujudkan dalam pendayagunaan serta perawatan sarana dan prasarana sekolah, pencatatan berbagai kinerja tenaga kependidikan dan pengembagan program peningkatan profesioanlisme.

D. Kepala Sekolah sebagai Administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan,


(50)

penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi kearsipan dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu menjabarkan kemampuan di atas ke dalam tugas-tugas opersional.

 Membuat Perencanaan

Dalam berbagai kegiatan administrasi, membuat perencanaan mutlak diperlukan. Perencanaan yang akan dibuat oleh kepala sekolah bergantung pada berbagai faktor, di antaranya banyaknya sumber daya manusia yang ada, banyaknya dana yang tersedia dan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan rencana tersebut.

Perencanaan yang dilakukan oleh kepala sekolah di antaranya adalah menyusun program tahunan sekolah yang mencakup program pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan dan perencanaan fasilitas yang diperlukan. Perencanaan ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana tahunan sekolah yang dijabarkan dalam dua program semester.

a. Program pengajaran. Program pengajaran yang harus dilakukan oleh kepala sekolah adalah penyediaan kebutuhan guru, pembagian tugas mengajar, pengadaan berbagai fasilitas, di antaranya penambahan laboratorium, lapangan olah raga, ekstrakurikuler dan sebagainya.

b. Kesiswaan. Mencakup penerimaan siswa baru, berapa banyak yang akan ditampung, apakah perlu menambah kelas lagi atau menguranginya, pengadaan bimbingan dan penyuluhan bagi siswa dengan bekerjasama dengan lembaga-lembaga bimbingan yang bersangkutan, pelayanan kesehatan sekolah yang bekerjasama dengan rumah sakit atau puskesmas


(51)

terdekat, pelaksanaan kebersihan dan keindahan sekolah dengan mengadakan lomba kebersihan dan keindahan sekolah tiap tahun.

c. Kepegawaian. Meliputi penerimaan guru-guru baru, mengadakan orientasi bagi guru-guru baru, memberikan tugas-tugas kepada guru, petugas-tugas administrasi sekolah, petugas-tugas kebersihan sekolah, pemutasian dan pemindahan pegawai, pemberian insentif bagi pegawai, mengatur kenaikan pangkat, meningkatkan kesejahteraan pegawai sekolah.

d. Keuangan. Meliputi pengadaan dana bagi keseluruhan administrasi pendidikan, di antaranya mengatur pemberian gaji bagi seluruh pegawai sekolah, mengajukan penambahan dana dari pihak pemerintah, yayasan, dan sebagainya.

e. Sarana dan prasarana. Mencakup penambahan sarana olah raga, kegiatan ekstrakurikuler, laboratorium, perbaikan gedung sekolah, pengecetan gedung sekolah, pembangunan sarana beribadah, sarana kegiatan ekstrakurikuler, dan sebagainya.

 Menata Struktur Organisasi

Organisasi memainkan peranan penting dalam fungsi administrasi karena merupakan tempat pelaksanaan semua kegiatan administrasi. Selain itu, dilihat dari fungsinya organisasi juga menetapkan dan menyusun hubungan kerja seluruh anggota organisasi agar tidak tumpang tindih dalam melakukan tugasnya msing-masing. Oleh karena itu, organisasi perlu disusun secara sistematis agar kegiatan administrasi dapat berjalan dengan lancar.

Penyusunan organisasi merupakan tanggung jawab kepala sekolah sebagai administrator pendidikan. Sebelum ditetapkan, penyusunan organisasi itu sebaiknya dibahas bersama-sama dengan seluruh anggota


(52)

organisasi agar hasil yang diperoleh benar-benar merupakan kesepakatan bersama. Hal ini dilakukan untuk memudahkan tercapainya tujuan karena seluruh anggota organisasi sekolah jelas tugas-tugasnya, apa kewajiban yang harus dilakukan dan mereka pun harus mengetahui kepada siapa mereka bertanggungjawab atas tugas-tugasnya. Selain menyusun struktur organisasi kepala sekolah juga bertugas untuk mendelegasikan tugas-tugas dan wewenang kepada setiap anggota organisasi sekolah sesuai dengan struktur organisasi yang ada. Dengan demikian, tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan antara masing-masing bagian dan tujuan yang diharapkan pun dapat segera tercapai.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan organisasi adalah struktur organisasi disusun secara sederhana, fleksibel tetapi bersifat permanen dan memiliki tujuan yang jelas. Selaian itu, pembagian tugasnya pun sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing anggota organisasi. Berikut ini merupakan contoh struktur organisasi sekolah.


(53)

Gambar 3.1 Contoh Struktur Organisasi Sekolah

 Koordinator dalam organisasi sekolah

Betapapun baiknya struktur organisasi yang telah disusun dan jelasnya pembagian tugas di dalamnya, bila tidak dikoordinasikan, maka tujuan yang diharapkan tidak akan tercapai. Terjadinya tumpang tindih antara pekerjaan satu anggota dengan anggota lain, terciptanya suasana yang tidak tenteram dan tidak kondusif karena masing-masing bagian berusaha untuk saling menunjukkan kekuasaan dan kelebihannya masing-masing. Pengkoordinasian merupakan kegiatan menghubungkan seluruh personal organisasi dengan tugas yang dilakukan supaya terjalin kesatuan dan keselarasan sehingga menghasilkan kebijakan dan keputusan yang

KEPALA SEKOLAH

OSIS Siswa/Siswi POMG/BP3

TATA USAHA

WALI KELAS dan Guru-guru KOORDINATOR

Bimbingan Penyuluhan KOORDINATOR

Perpustakaan

WAKIL KEPSEK Urusan Perlengkapan

dan Humas WAKIL KEPSEK

Urusan kesiswaan WAKIL KEPSEK


(54)

tepat. Tindakan pengkoordinasian meliputi pengawasan, pemberian nilai, pengarahan dan bimbingan terhadap setiap personal organisasi.

Pengkoordinasian organisasi sekolah ini merupakan wewenang dari kepala sekolah. Untuk itu, kecakapan kepala sekolah juga melibakan pihak lain, seperti bimbingan dan konseling, guru yang menangani pengaturan kurikulum, wali kelas, petugas tata usaha, petugas BP-3 dan sebagainya. Dengan kata lain, diperlukan kerjasama dari berbagai bagian dalam organisasi agar pengkoordinasian yang dilakukan dapat menyelesaikan semua hambatan dan halangan yang ada.

 Mengatur kepegawaian dalam Organisasi Sekolah

Kepala sekolah memiliki wewenang mengangkat pegawai, mempromosikan, menempatkan, atau menerima pegawai baru, baik guru, pegawai tata usaha (sfaf), ataupun pembimbing ekstrakurikuler. Dalam melakukan semua wewenang tersebut kepala sekolah hendaknya bekerjasama dengan para stafnya, misalnya dengan bagian tata usaha, wakil kepala sekolah, pengurus OSIS, koordinator kurikulum sekolah dan sebagainya.

Pengelolaan kepegawaian ini akan berjalan dengan baik apabila kepala sekolah memperhatikan kesinambungan dan kesesuaian antara pemberian tugas dengan kondisi dan kemampuan pelaksananya, misalnya berdasarkan jenis kelamin, kemampuan dan bakat yang dimiliki pegawai, kekuatan fisik pegawai, dan lain-lain. Kepala sekolah harus benar-benar memperhatikan kesesuaian tersebut agar proses kerja administrasi menjadi lancar. Selain itu, kepala sekolah juga harus memperhatikan kesejahteraan pegawainya dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan agar mereka dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik.


(55)

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam mengelola pegawai, di antaranya adalah mengadakan diskusi, membentuk koperasi, memberikan bantuan dan kesempatan seluas-luasnya kepada para pegawai untuk meningkatkan kemampuannya, dan sebagainya. Selain itu, kepala sekolah juga harus bijaksana dalam menghadapi para pegawai, mendengar keluhannya, mencarikan jalan keluar bagi hambatan yang dirasakan oleh pegawai dalam melaksanakan tugasnya serta melibatkan pegawai dalam kegiatan yang berhubungan dengan sekolah, baik lingkungan intern ataupun lingkungan ekstern.

E. Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Sergiovani dan Starrat (1993) menyatakan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai komunitas belajar yang lebih efektif.

Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independen dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya. Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk


(56)

mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan kepala sekolah terhadap tenaga kependidikan khususnya guru, disebut supervisi klinis, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif. Salah satu supervisi akademik yang popular adalah supervisi klinis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Supervisi diberikan berupa bantuan (bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga kependidikan;

2. Aspek yang disupervisi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai supervisor untuk dijadikan kesepakatan; 3. Instrumen dan metode observasi dikembangkan bersama oleh guru

dan kepala sekolah;

4. Mendiskusikan dan menafsirkan hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru;

5. Supervisi dilakukan dalam suasana terbuka secara tatap muka, dimana supervisor lebih banyak mendengarkan serta menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan;

6. Supervisi klinis sedikitnya memiliki tiga tahap, yakni pertemuan awal, pengamatan dan umpan balik;

7. Adanya penguatan dan umpan balik dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang positif sebagai hasil pembinaan;

8. Supervisi dilakukan secara berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan memecahkan suatu masalah.


(57)

Tugas kepala sekolah sebagai supervisor diwujudkan dalam kemampuan menyusun dan melaksanakan program supervisi pendidikan serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam penyusunan program supervisi kelas, pengembangan program supervisi untuk kegiatan ekstra-kurikuler, pengembangan program supervisi perpustakaan, laboraturium dan ujian. Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis dan dalam program supervisi kegiatan ekstra-kurikuler. Sedangkan kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pendidikan harus diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan pemanfaatan hasil supervisi untuk mengembangkan sekolah.

Dalam pelaksanaannya, kepala sekolah sebagai supervisor harus memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsulatif, kolegial dan bukan hirarkis; (2) dilaksanakan secara demokratis; (3) berpusat pada tenaga kependidikan; (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan; (5) merupakan bantuan profesional.

F. Kepala Sekolah sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo (1999: 110) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional serta pengetahuan administrasi dan pengawasan.

Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan


(1)

EVALUASI PROSES DIKLAT

A. Aktivitas Peserta Menurut Fasilitator  Penampilan

No ASPEK PENILAIAN

ALTERNATIF

ST T S R SR

1 Kesiapan peserta mengikuti diklat 2 Kehadiran dalam kegiatan belajar 3 Semangat belajar

4 Kesungguhan memperhatikan sajian 5 Energi mengikuti kegiatan

Keterangan:

ST = Sangat Tinggi T = Tinggi

S = Sedang R = Rendah


(2)

 Aktivitas Belajar

No ASPEK PENILAIAN

ALTERNATIF

ST T S R SR

1 Intensitas mendengarkan 2 Intensitas mencatat 3 Intensitas bertanya 4 Intensitas menjawab 5 Frekuensi bertanya 6 Frekuensi menjawab 7 Penguasaan materi

Keterangan:

ST = Sangat Tinggi T = Tinggi

S = Sedang R = Rendah


(3)

B. Evaluasi Terhadap Materi

 Evaluasi Materi Menurut Peserta:

No ASPEK PENILAIAN

ALTERNATIF

SB B S J SJ

1 Relevansi materi 2 Penggunaan bahasa 3 Kemudahan dipahami 4 Waktu penyajian 5 Tugas-tugas latihan

Keterangan:

SB = Sangat Baik

B = Baik

S = Sedang

J = Jelek


(4)

 Performansi Fasilitator Menurut Peserta:

No ASPEK PENILAIAN

ALTERNATIF

SB B S J SJ

1 Penguasaan materi

2 Penggunaan metode penyajian 3 Kesungguhan pembimbingan 4 Penggunaan bahasa

5 Sikap dan penampilan

Keterangan:

SB = Sangat baik B = Baik

S = Sedang J = Jelek

SJ = Sangat Jelek

C. Penyelenggaraan Pelatihan


(5)

SB B S J SJ 1 Kualitas tempat/ ruangan pelatihan

2 Kondisi alat bantu penyajian 3 Kuantitas makalah untuk peserta 4 Kuantitas alat tulis untuk peserta 5 Kualitas sarana akomodasi

6 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi utama 7 Kualitas dan kuantitas bahan konsumsi

pendukung

8 Kualitas sarana transportasi

9 Kualitas dan kuantitas sarana kesehatan

Keterangan:

SB = Sangat Baik B = Baik

S = Sedang J = Jelek

SJ = Sangat Jelek

D. Saran dan Komentar Umum Peserta

(terkait dengan persiapan, pelaksanaan kegiatan ini)

... ... ...


(6)

... ...