Durabilitas campuran aspal beton menggunakan filler semen portland, Limbah karbit dan limbah batubara sanusi

(1)

commit to user

MENGGUNAKAN FILLER SEMEN PORTLAND,

LIMBAH KARBIT DAN LIMBAH BATUBARA

The Durability Of Asphalt Concrete Mixtures Using

Portland Cement , Carbide Waste And Coal Waste Fillers

T E S I S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Teknik

Program Studi Teknik Sipil

Disusun Oleh

S A N U S I

S 940906005

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012


(2)

(3)

(4)

(5)

commit to user

Lokaa Samastaa Sukhino Bhawantu

( Berbahagialah Alam Semesta Beserta Segala Isinya )

Kekuatan tanpa kasih sayang adalah kedholiman Kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan

( Sorinji Kempo)

Lebih baik mandi keringat dalam latihan dari pada mandi darah dalam pertempuran.

( Semboyan Prajurit )

Nora uwus, kareme anguwus-uwus, uwose tan ana. ( Wedhatama )

Durung punjul, kesusu kaselak jujul. Kaseselan hawa. Cupet kapepetan pamrih. Tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa.

( Wedhatama )

Endi manis endi madu

Yen wis bisa nuksmeng pasang semu Pasamuwaning Heb Ingkang Maha Suci

Kasikep ing tyas kacakup Kasat mata lair batos.

( Wedhatama )

Wong urip iku marani pati. Sakjrone urip toto-toto piranti. Sakdurunge mati noto’o pekerti

( Kasepuhan )

Dadi wong urip iku kudu netepi telung perkoro Tansaho eling lan manembah marang kang Gawe Urip.

Melua memayu Hayuning Bawono

Tansaho seneng tetulung marang sapodo padaningurip. ( Eyang Leluhur )


(6)

commit to user

Dengan mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, T E S I S ini kupersembahkan kepada :

Almarhum kedua orang tua saya, yang telah membesarkan saya dalam suka dan duka, semasa Indonesia baru Merdeka dari cengkraman penjajah selama lebih kurang 350 tahun.

Indah Tjahjahati Sekar Peni, isteri saya yang tercinta, yang selalu setia mendampingi serta memberikan dorongan kepada saya.

Anak, menantu, dan cucu-cucu kami :

o Galih Perdana Sanusi, SE dan isterinya Tri Julaikhah, AMd Kg.

serta putri-putri mereka : Kartika Maharani Sanusi, dan Kamila Anggraeni Sanusi

o Wira Perkasa Sanusi, ST dan isterinya Annisa, SPd, Mpd, serta putra mereka : Muhammad Axell Sanusi

o Laksmi Pertiwi Sanusi, SH dan suaminya Supriyadi, serta putri

mereka : Griselda Cahyahati Adi Sanusi

o Anak kami yang bontot : Aura Paradila Sanusi, yang saat ini

masih duduk di kelas I SMP.


(7)

commit to user

SANUSI, NIM : S 940906005, 2012, DURABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON

MENGGUNAKAN FILLER SEMEN PORTLAND, LIMBAH KARBIT DAN LIMBAH BATUBARA. Komisi Pembimbing I : Ir. Ary Setyawan, MSc (Eng) PhD, Pembimbing II : DR. Eng. Ir. Syafi’i, MT. Tesis : Magister Teknik Sipil, Program Pasca Sarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Pemenuhan kebutuhan infrastruktur transportasi khususnya jalan raya di Indonesia pada saat ini dirasa sangat kurang sekali. Seiring dengan perkembangan transportasi dewasa ini sangat dirasakan kebutuhan jalan raya baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam pengadaan jalan raya yang perlu mendapat perhatian khusus adalah lapis permukaan (Surface Course) karena lapis permukaan tersebut harus mampu melayani lalu lintas diatasnya dengan aman dan nyaman. Tentu saja lapisan lainnya yang berada dibawahnya juga harus mendapat perhatian sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Lapis penutup dalam hal ini adalah lapisan yang terbuat dari campuran aspal beton dituntut mempunyai durabilitas yang cukup tinggi. Durabilitas (durability) adalah kemampuan dari material pembentuk struktur perkerasan jalan untuk bertahan dari pengaruh kondisi lingkungan, baik itu air, cuaca, perubahan temperatur, penuaan, tanpa mengalami perubahan yang berarti dalam kurun waktu yang lama untuk sejumlah lalu lintas yang membebaninya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui durabilitas campuran aspal beton yang meliputi nilai Stability, Flow, Marshall Quotient, VIM, Durability, Permeability, UCS dan ITS, bila campuran aspal beton tersebut menggunakan filler semen portland, limbah karbit maupun limbah batubara secara sendiri-sendiri. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental pada campuran laston dengan kadar aspal optimum sebesar 6 % dari berat total agregat. Sedangkan kadar filler pengganti yang digunakan bervariasi 4%, 5%, 6%, 7%, 7.91% terhadap berat total agregat. Waktu perendaman untuk pengujian durabilitas adalah: 30 menit (0 hari), 1 hari, 7 hari dan 14 hari. Kemudian digunakan Uji Marshall, Permeabilitas, UCS dan ITS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran dengan kadar filler 7,91% dan dengan waktu perendaman 14 hari, Stabilitas yang paling besar adalah campuran dengan filler semen (1115,232 kg), diikuti campuran dengan filler limbah karbit (1080,934 kg), kemudian campuran dengan filler limbah batubara (484,580 kg). Nilai Flow paling besar adalah campuran dengan filler limbah karbit (3,8 mm), kemudian diikuti campuran dengan filler semen dan campuran dengan filler limbah batubara yang nilainya sama besar (3,7 mm). Harga MQ paling besar adalah campuran dengan filler semen (301,414 kg/mm) diikuti campuran dengan filler limbah karbit (286,974 kg/mm) kemudian campuran dengan filler limbah batubara (130,968 kg/mm). Nilai VIM paling kecil adalah campuran dengan filler semen (4,314%) diikuti campuran dengan filler limbah karbit (4,719%), kemudian campuran dengan filler limbah batubara (20,922%). Kemudian durabilitas yang ditunjukkan dengan nilai indeks penurunan stabilitas, yang paling kecil adalah campuran dengan filler semen (2,598%), diikuti campuran dengan filler limbah karbit (5,782%) kemudian campuran dengan filler limbah batubara (22,450%). Nilai permeabilitas paling besar adalah campuran dengan filler limbah batubara (3,35x10-4 cm/dtk), diikuti campuran dengan filler limbah karbit (1,96x10-4 cm/dtk) kemudian campuran dengan filler semen (1,34x10-4 cm/dtk). Nilai UCS paling besar adalah campuran dengan filler semen (47 kg/cm2) diikuti campuran dengan filler limbah karbit (45 kg/cm2) terakhir campuran dengan filler limbah batubara (30 kg/cm2). Sedang nilai ITS paling besar adalah campuran dengan filler semen (5,23 kg/cm2) diikuti campuran dengan filler limbah karbit (4,40 kg/cm2) kemudian paling kecil adalah campuran dengan filler limbah batubara (3,35 kg/cm2)

Kata kunci : Laston, filler, Marshall, durabilitas, permeabilitas, ucs (unconfined compressive strength), its (indirect tensile strength


(8)

commit to user

SANUSI, NIM : S 940906005, 2012. THE DURABILITY ASPHALT CONCRETE

MIXTURES USING PORTLAND CEMENT, CARBIDE WASTE AND COAL WASTE FILLERS. The first commission of supervision : Ir. Ary Setyawan, MSc (Eng)

PhD, The second supervision is : DR. Eng. Ir. Syafi’i, MT. Theses : Master Of Civil

Engineering, Graduate School, Sebelas Maret University Of Surakarta.

Nowadays, the demand of transportation infrastructure, especially road infrastructure, in Indonesia has not fully supported. Hence, massive development of Indonesian road transportation in its quantity and quality are needed. In the subject of road infrastructure, road pavement, the performance of surface layer is need to be highlited since its function to serve traffic load directly and to produce safe and comfortable road performance, although other layer also has important role to support it. The surface layer in this theses is defined as high durability asphalt concrete. Durability is the ability of road pavement material to endure from the external impact such as weather, water, temperature, ageing and still retain to its service level for the expected life time and traffic load. This research is aiming to find out the asphalt concrete durability which is consist of following parameter: Stability, Flow, Marshall Quotient, VIM, Durability, Permeability, UCS and ITS in the case of each asphalt concretes are filled by portland cement, calcium carbide, and fly ash .

This research is using experimental method in the asphalt concrete layer (laston) with 6% optimum bitumen content. The filler content are varied from 4%, 5%, 6%, 7%, 7.91% related to total agregat weight. The soaking time for durabililty test are 30 minutes, 1 day, 7 days, and 14 days. Then it is tested by Marshall Test, Permeability test, UCS and ITS.

In the case of asphalt concrete mixture filled by 7.91% filler and soaked for 14 days, the results as follows: Highest Stability value is asphalt concrete filled with portland cement (Stability value: 1115.232 kg), second highest is fly ash filled (484,580 kg). Highest Flow is asphalt concrete filled by carbide (Flow 3.8 mm) followed by portland cement filled and fly ash filled (3.7 mm). Highest MQ value is asphalt concrete filled by portland cement (MQ value: 301.414 kg/mm) followed by carbide filled (286,974 kg/mm) and fly ash filled (130,968 kg/mm). Regarding VIM value, the lowest VIM is asphalt concrete filled by portland cement (VIM 4,314%) followed by carbide filled (4,719%), and fly ash filled (20,922%). The durability as indicated by stability reduction index, shows that the most durable mixture is cement filled asphalt concrete (decline 2.598%) followed by carbide filled (22.45%). Then the highest permeability is fly ash filled (3,35x10-4 cm/sec), followed by carbide filled (1,96x10-4 cm/sec) and portland cement filled (1,34x10-4 cm/sec). The highest UCS value is asphalt concrete filled with portland cement (47 kg/cm2) followed by carbide filled(45 kg/cm2) then fly ash filled (30 kg/cm2). The highest ITS value is asphalt concrete filled by portland cement (5.23 kg/cm2) followed by carbide filled (4,40 kg/cm2) and fly ash filled (3,35 kg/cm2).

Keyword : Asphalt Concrete, filler, Marshall, durability, permeability, UCS (Unconfined Compressive Strength), ITS ( Indirect Tensile Strength)


(9)

(10)

commit to user

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik, yang berjudul : Durabilitas Campuran

Aspal Beton Menggunakan Filler Semen Portland, Limbah Karbit dan Limbah Batubara.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya khusus penulis sampaikan kepada Yth. dosen pembimbing :

1. Ir. Ary Setyawan, M.Sc (Eng ), Ph.D 2. DR. Eng. Ir. Syafi’i , MT

Atas segala dukungan, bimbingan, dorongan, petunjuk, saran, dan motivasi yang diberikan selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

Pada kesempatan ini pula penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth. :

1. Segenap pimpinan Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. DR. Ir. Mamok Soeprapto M.Eng. selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dr. Eng. Ir. Syafi’i MT. selaku Sekretaris Program Studi Magister Teknik

Sipil Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus Dosen Pembimbing II

4. Kusno Adi Sambowo, ST, Ph.D, Selaku PD I FT-UNS, sekaligus sebagai

dosen penguji, yang selalu memberi dorongan dan semangat terus menerus sampai terselesaikannya tesis ini.

5. DR. Ir. Rr. Rintis Hadiani, MT. Sebagai dosen penguji, yang sering memberi dorongan dan semangat sampai terselesaikannya tesis ini.

6. Ir. Djoko Sarwono, MT , selaku Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas

teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(11)

commit to user

Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Teknik Sipil-UNS Angkatan 2006, Ir. Supardi, MT; Ir. Purwanto, MT; Ir. Endang Rismunarsih, MT; yang telah lebih dulu lulus, atas kebersamaannya selama proses perkuliahan dan dukungan semangatnya dalam penyelesaian tesis ini.

9. Mas Ahda Syarif Hanafi, ST Alumni Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

yang telah banyak membantu memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

10.Mas Muh. Sigit Budi Laksana, ST atas segala bantuannya dalam

menyiapkan alat-alat laboratorium serta buku-buku yang kami perlukan. 11.Mas Yanuar dan dik Agus, yang selalu membantu melancarkan semua

proses yang kami perlukan.

12.Adik-adik mahasiswa S1 ( Wahyu Tri Prasetyo, AMd; Baktiar Widianto, AMd, Ratna AMd, ST ; Heru Budi Santoso AMd, ST ; Bayu Cahyo Sri Utomo, AMd ; Windha Renauldi, ST ; Henky, ST ) dan adik-adik mahasiswa D3 Transportasi ( Dhuhrizal Purnantopo, AMd; Hartanto EP, AMd ) serta adik-adik mahasiswa D3 Infrastruktur ( Anggraeni Utami P, Bayu Budi Santoso ) yang dengan tekun dan ikhlas telah membantu kegiatan kami di laboratorium beserta pengetikannya.

13.Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan tesis ini. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang diberikan kepada kami dengan rahmat yang berlimpah. Amin.

Penyusun menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis terima dengan lapang dada dan senang hati demi kesempurnaan tesis ini. Akhirul kalam, semoga tesis ini mempunyai manfaat bagi yang membutuhkannya. Amin.

Sragen, Mei 2012 Penulis


(12)

(13)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ………... 1

1.2.Rumusan Masalah……… 5

1.3.Batasan Masalah ………. 5

1.4.Tujuan Penelitian ……… 6

1.5.Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB II. LANDASAN TEORI ……… 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.2. Landasan Teori ... 13

2.2.1. Konstruksi Perkerasan... 13

2.2.2. Lapis Aspal Beton ... 16


(14)

commit to user

xii

2.2.4. Perencanaan Campuran ... 28

2.2.5. Karakteristik Campuran ... 29

2.2.6. Persyaratan dan Pemeriksaan Bahan ... 30

2.2.7. Karakteristik Perkerasan ... 32

2.2.8. Penentuan Rancang Campur Aspal Beton (LASTON) ... 35

2.2.9. Analisis Regresi ... 39

2.2.10. Analisis Korelasi ... 41

2.2.11. Pengujian Rembesan (Permeabilitas)... 43

2.2.12. Uji Uncofined Compressive Strength (UCS) ... 44

2.2.13. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) ... 44

2.3. Kerangka Pikir ... 45

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 46

3.1. Metode Penelitian... 46

3.2. Tempat Penelitian... 46

3.3. Bahan dan Alat Penelitian ... 46

3.3.1. Bahan ... 46

3.3.2. Peralatan ... 47

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.4.1. Data Primer ... 47

3.4.2. Data Sekunder ... 48

3.4.3. Variabel Data ... 48

3.5. Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Penelitian ... 49

3.5.1. Aspal ... 50

3.5.2. Agregat ... 50

3.5.3. Pengujian Briket Campuran Aspal ... 51

3.6. Tahap Persiapan Penelitian di Laboratorium ... 51

3.6.1. Persiapan ... 51

3.6.2. Pemeriksaan Bahan ... 51

3.6.3. Perencanaan Rancang Campuran (Job Mix Formula) ... 51


(15)

commit to user

xiii

3.6.5. Pengujian Benda Uji dengan Berbagai Variasi Kadar Filler ... 52

3.6.6. Uji Durabilitas ... 53

3.6.7. Uji Permeabilitas ... 53

3.6.8. Uji Unconfined Compressive Strength (UCS) ... 55

3.6.9. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) ... 56

3.7. Tahap Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium ... 57

3.8. Tahap Analisis Data ... 61

3.8.1. Analisis Pengujian Marshall ... 61

3.8.2. Variabel yang Diamati ... 61

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) ... 63

4.2. Hasil Pengujian Marshall Properties dan Durabilitas Campuran dengan Berbagai Kadar Filler serta Variasi Lama Perendaman ... 67

4.3. Analisa Regresi ... 75

4.4. Pembahasan ... 76

4.4.1. Hubungan Kadar Filler Terhadap Stabilitas ... 76

4.4.2. Hubungan Kadar Filler Terhadap Flow ... 78

4.4.3. Hubungan Kadar Filler Terhadap Hasil Bagi Marshall ... 79

4.4.4. Hubungan Kadar Filler Terhadap VIM ... 81

4.4.5. Hubungan Kadar Filler Terhadap Durabilitas ... 83

4.5. Pengujian Rembesan (Permeabilitas) ... 87

4.6. Uji Unconfined Compressive Strength (UCS) ... 89

4.7. Uji Indirect Tensile Strength (ITS) ... 91

4.8. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 94

4.9. Komparasi Pemakaian Filler Semen, Limbah Karbit, dan Limbah Batubara terhadap Marshall Properties ... 96

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1. Kesimpulan ... 98


(16)

commit to user

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 101 LAMPIRAN


(17)

commit to user

xvi

Halaman

Tabel 2.1 Batas-batas Gradasi Menerus Agregat Campuran ... 23

Tabel 2.2 Pembagian Ukuran Agregat ... 26

Tabel 2.3 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70... 30

Tabel 2.4 Persyaratan Agregat Kasar ... 31

Tabel 2.5 Persyaratan Agregat Halus ... 31

Tabel 2.6 Persyaratan Sifat Campuran ... 31

Tabel 3.1 Variasi Kadar Aspal Optimum dan Kadar Filler ... 53

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar (CA) ... 63

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Sedang (MA) ... 63

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (FA) ... 64

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Aspal ... 64

Tabel 4.5a Hasil Analisis saringan aregat kasar (CA) ... 64

Tabel 4.5b Hasil Analisis saringan aregat sedang (MA)... 65

Tabel 4.5c Hasil Analisis saringan aregat halus (FA) ... 65

Tabel 4.6 Proporsi Penggunaan Agregat Dalam Campuran ... 65

Tabel 4.7 Kombinasi Gradasi masing-masing Agregat ... 66

Tabel 4.8 Berat Tertahan Masing-Masing Agregat dalam 1 Mould ... 66

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Percobaan dengan Variasi Kadar Aspal untuk Mencari Kadar Aspal Optimum ... 67

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Stabilitas dengan menggunakan Filler Semen, Filler Limbah Karbit dan Filler Limbah Batubara dengan Lama Perendaman yang bervariasi : 0,5 jam, 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. ... 68

Tabel 4.11 Hasil Pengujian nilai Flow dengan menggunakan Filler Semen, Filler Limbah Karbit, dan Filler Limbah Batubara dengan Lama Perendaman yang bervariasi : 0,5 jam, 1 hari, 7 hari, dan 14 hari. ... 69


(18)

commit to user

xvi

menggunakan Filler Semen, Filler Limbah Karbit dan Filler Batubara dengan lama Perendaman yang bervariasi : 0,5 jam,

1hari, 7 hari, dan 14 hari ... 70

Tabel 4.13 Hasil Pengujian Nilai VIM dengan menggunakan Filler Semen, Filler Limbah Karbit, dan Filler Batubara dengan lama Perendaman yang bervariasi : 0,5 jam, 1 hari, 7 hari, dan 14 hari ... 71

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Durabilitas Campuran dengan filler Portland Cement, Waktu Perendaman dan Stabilitas Awal terhadap Indeks Penurunan Stabilitas dan Nilai Penurunan Stabilitas ... 72

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Durabilitas Campuran dengan filler Limbah Karbit, Waktu Perendaman dan Stabilitas Awal terhadap Indeks Penurunan Stabilitas dan Nilai Penurunan Stabilitas ... 73

Tabel 4.16 Hasil Perhitungan Durabilitas Campuran dengan filler Limbah Batubara, Waktu Perendaman dan Stabilitas Awal terhadap Indeks Penurunan Stabilitas dan Nilai Penurunan Stabilitas ... 74

Tabel 4.17 Perbedaan Nilai Stabilitas untuk Waktu Perendaman 14 hari ... 77

Tabel 4.18 Perubahan Nilai Marshall Quotient untuk Waktu Perendaman 14 hari ... 80

Tabel 4.19 Perubahan Nilai VIM untuk Waktu Perendaman 14 hari ... 82

Tabel 4.20 Rekapitulasi Marshall Properties untuk Waktu Perendaman 14 hari dengan KAO 6% ... 94

Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Pengujian Durabilitas dengan KAO 6% ... 94

Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Permeabilitas ... 95

Tabel 4.23 Rekapitulasi Hasil Perhitungan UCS ... 95

Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ITS ... 96

Tabel 4.25 Komparasi Pemakaian Filler Semen, Limbah Karbit, dan Limbah Batubara dengan KAO 6% dan FM 7,91% ... 97


(19)

commit to user

xvii

Halaman Gambar 2.1 Diagram Alir Kerangka Pikir ... 45 Gambar 3.1 Flow Chart Pengujian Bahan ... 57 Gambar 3.2 Flow Chart Pengujian Kadar Aspal Optimum ... 58 Gambar 3.3 Flow Chart Pengujian Campuran Aspal Beton Dengan

Filler Portland Cement, Filler Limbah Karbit dan Filler

Limbah Batubara ... 60 Gambar 4.1 Grafik Stabilitas Perendaman 14 hari pada KAO dan FM ... 68 Gambar 4.2 Grafik Flow Perendaman 14 hari pada KAO dan FM ... 69

Gambar 4.3 Grafik Hasil Bagi Marshall (MQ) Perendaman 14 hari pada

KAO dan Filler FM ... 70

Gambar 4.4 Grafik Rongga Dalam Campuran (VIM) Perendaman 14

hari pada KAO dan FM ... 71

Gambar 4.5 Hubungan Kadar Filler dengan Nilai Stabilitas untuk

Waktu Perendaman 14 hari ... 76 Gambar 4.6 Hubungan Kadar Filler dengan Nilai Flow untuk Waktu

Perendaman 14 hari ... 78 Gambar 4.7 Hubungan Kadar Filler dengan Nilai Marshall Quotient

untuk Waktu Perendaman 14 hari ... 79

Gambar 4.8 Hubungan Kadar Filler dengan Nilai VIM untuk Waktu

Perendaman 14 hari ... 81 Gambar 4.9 Perbedaan Nilai Penurunan Stabilitas (Nps) pada beberapa

Kadar Filler ... 85 Gambar 4.10 Hubungan Kadar Filler dengan Nilai Penurunan Stabilitas. ... 85 Gambar 4.11 Perbedaan Indeks Penurunan Stabilitas (Ips) pada Beberapa

Kadar Filler ... 86 Gambar 4.12 Hubungan Kadar Filler dengan Indeks Penurunan Stabilitas

(Ips) ... 86 Gambar 4.13 Grafik Perbandingan Nilai Permeabilitas pada KAO dan


(20)

commit to user

xviii


(21)

commit to user

xx

 = phi ( 3,14 )

% = presentase/persen

°C = derajat Celcius

AC = Asphalt Concrete

AMP = Asphalt Mixing Plant

ASTM = American Society for Testing and Material

cm = centimeter

CA = Coarse Agregate

d = diameter benda uji

F = flow

FA = Fine Agregate

FM = Kadar Filler Maksimun

gr = gram

H = koreksi tebal benda uji

h = tebal rata-rata benda uji

ITS = Inirect Tensile Strength JMF = Job Mix Formula

k = faktor kalibrasi alat

kg = kilogram

KN = kilo Newton

KAO = Kadar Aspal Optimum

LASTON = Lapis Aspal Beton

MA = Medium Agregate

mm = milimeter

MQ = Marshall Quotient NS = Natural Sand

n = jumlah data

P = porositas

Psi = Pounds Per Square Inch


(22)

commit to user

xx

r = koefisien korelasi

St = stabilitas

s = Pembacaan stabilitas pada alat Marshall (lbs)

T = Waktu Perendaman

UCS = Uncunfined Compressive Strength VIM = Void in Mix


(23)

commit to user

xxv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN A : DATA PEMERIKSAAN AGREGAT DAN FILLER.

Tabel A.1. Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar (Ca) ... A-1 Tabel A.2. Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Sedang (Ma) ... A-1 Tabel A.3. Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus (Fa) ... A-1 Tabel A.4. Pemeriksaan Berat Jenis Filler Semen ... A-2 Tabel A.5. Pemeriksaan Berat Jenis Filler Limbah Karbit ... A-2 Tabel A.6. Pemeriksaan Berat Jenis Filler Batubara ... A-2 Tabel A.7. Pemeriksaan Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles ... A-3

LAMPIRAN B : DATA KOMPOSISI AGREGAT.

Tabel B.1. Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar (CA) ... B-1 Tabel B.2. Hasil Analisa Saringan Agregat Sedang (MA) ... B-1 Tabel B.3. Hasil Analisa Saringan Agregat Halus (FA) ... B-1 Tabel B.4. Kombinasi Gradasi Campuran ... B-2 Tabel B.5. Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 7,91 % dan Kadar Filler Pengganti 0% ... B-2 Tabel B.6. Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 3,91 % dan Kadar Filler Pengganti 4 % ... B-3 Tabel B.7. Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 2,91 % dan Kadar Filler Pengganti 5 % ... B-3 Tabel B.8. Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 1,91 % dan Kadar Filler Pengganti 6 % ... B-4 Tabel B.9. Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 0,91 % dan Kadar Filler Pengganti 7 % ... B-4 Tabel B.10 Berat Agregat, Filler, dan Aspal Tiap Mold dengan Kadar

Filler Abu Batu 0 % dan Kadar Filler Pengganti 7,91 % ... B-5

LAMPIRAN C : DATA PEMERIKSAAN ASPAL.


(24)

commit to user

xxv

Tabel C.2. Pengujian Daktilitas Aspal Pen 60/70 ... C-1 Tabel C.3. Pengujian Titik Lembek Aspal Pen 60/70 ... C-1 Tabel C.4. Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal Pen 60/70... C-1 Tabel C.5. Pengujian Kelekatan Aspal Pen 60/70 ... C-2 Tabel C.6. Pemeriksaan Berat Jenis Aspal Pen 60/70 ... C-2

LAMPIRAN D : DATA HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM UNTUK MENENTUKAN KADAR ASPAL OPTIMUM.

Tabel D.1. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Mendapatkan Kadar

Aspal Optimum ... D-1 Tabel D.2. Perhitungan VIM, Density, dan Uji Marshall (Stabilitas, Flow,

Marshall Quotient) untuk Menentukan Kadar Aspal Optimum

(KAO) ... D-2 Gambar D.1a. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Stabilitas ... D-3 Gambar D.1b. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Flow ... D-3 Gambar D.1c. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Marshall Quotient ... D-4 Gambar D.1d. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Density ... D-4 Gambar D.1e. Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM ... D-4

LAMPIRAN E : DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN DURABILITAS, KARAKTERISTIK MARSHALL .

Tabel E.1. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 30 Menit ... E-1

Tabel E.2. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 30 Menit ... E-2 Tabel E.3. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 1 Hari ... E-3 Tabel E.4. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 1 Hari ... E-4 Tabel E.5. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang


(25)

commit to user

xxv

Tabel E.6. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 7 Hari ... E-6 Tabel E.7. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 14 Hari ... E-7 Tabel E.8. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Semen dengan Perendaman 14 Hari ... E-8 Tabel E.9. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

30 Menit ... E-9 Tabel E.10. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

30 Menit ... E-10 Tabel E.11. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

1 Hari ... E-11 Tabel E.12. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

1 Hari ... E-12 Tabel E.13. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

7 Hari ... E-13 Tabel E.14. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

7 Hari ... E-14 Tabel E.15. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman

14 Hari ... E-15 Tabel E.16. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Limbah Karbit dengan Perendaman


(26)

commit to user

xxv

Tabel E.17. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 30 Menit ... E-17 Tabel E.18. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 30 Menit ... E-18 Tabel E.19. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 1 Hari ... E-19 Tabel E.20. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 1 Hari ... E-20 Tabel E.21. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 7 Hari ... E-21 Tabel E.22. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 7 Hari ... E-22 Tabel E.23. Pembacaan Stabilitas dan Flow untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 14 Hari ... E-23 Tabel E.24. Perhitungan VIM dan Uji Marshall untuk Benda Uji yang

Menggunakan Filler Batubara dengan Perendaman 14 Hari ... E-24 Tabel E.25a. Perubahan Nilai Stabilitas untuk Perendaman 30 Menit ... E-25 Tabel E.25b. Perubahan Nilai Stabilitas untuk Perendaman 1 Hari ... E-25 Tabel E.25c. Perubahan Nilai Stabilitas untuk Perendaman 7 Hari ... E-26 Tabel E.25d. Perubahan Nilai Stabilitas untuk Perendaman 14 Hari ... E-26 Tabel E.26a. Perubahan Nilai Flow untuk Perendaman 30 Menit ... E-28 Tabel E.26b. Perubahan Nilai Flow untuk Perendaman 1 Hari ... E-28 Tabel E.26c. Perubahan Nilai Flow untuk Perendaman 7 Hari ... E-29 Tabel E.26d. Perubahan Nilai Flow untuk Perendaman 14 Hari ... E-29 Tabel E.27a. Perubahan Nilai Marshall Quotient untuk Perendaman 30 Menit .. E-31 Tabel E.27b. Perubahan Nilai Marshall Quotient untuk Perendaman 1 Hari ... E-31 Tabel E.27c. Perubahan Nilai Marshall Quotient untuk Perendaman 7 Hari ... E-32 Tabel E.27d. Perubahan Nilai Marshall Quotient untuk Perendaman 14 Hari ... E-32 Tabel E.28a. Perubahan Nilai Vim untuk Perendaman 30 Menit ... E-34 Tabel E.28b. Perubahan Nilai Vim untuk Perendaman 1 Hari ... E-34 Tabel E.28c. Perubahan Nilai Vim untuk Perendaman 7 Hari ... E-35


(27)

commit to user

xxv

Tabel E.28d. Perubahan Nilai Vim untuk Perendaman 14 Hari ... E-35

Gambar E.1a. Hubungan Kadar Filler Semen dengan Stabilitas. ………..E-27

Gambar E.1b. Hubungan Kadar Filler Limbah Karbit dengan Stabilitas ………..E-27

Gambar E.1c. Hubungan Kadar Filler Limbah Batubara dengan Stabilitas ……..E-27

Gambar E.2a. Hubungan Kadar Filler Semen dengan Flow……… E-30

Gambar E.2b. Hubungan Kadar Filler Limbah Karbit dengan Flow ……… E-30

Gambar E.2c. Hubungan Kadar Filler Limbah Batubara dengan Flow ………… E-30

Gambar E.3a. Hubungan Kadar Filler Semen dengan MQ ………E-33

Gambar E.3b. Hubungan Kadar Filler Limbah Karbit dengan MQ ……… E-33

Gambar E.3c. Hubungan Kadar Filler Limbah Batubara dengan MQ ………….. E-33

Gambar E.4a. Hubungan Kadar Filler Semen dengan VIM ………..E-36

Gambar E.4b. Hubungan Kadar Filler Limbah Karbit dengan VIM ……….E-36

Gambar E.4c. Hubungan Kadar Filler Limbah Batubara dengan VIM ………….E-36

LAMPIRAN F : DATA HASIL PENGUJIAN PERMEABILITAS, UNCONFINED COMPRESSIVE STRENGTH, INDIRECT TENSILE STRENGTH.

Tabel F.1. Hasil Pengujian Permeabilitas ... F-1 Tabel F.2. Hasil Pengujian UCS ... F-2 Tabel F.3. Hasil Pengujian ITS ... F-3

LAMPIRAN G : DATA HASIL PERHITUNGAN ANALISA REGRESI.

Tabel G.1. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Stabilitas dengan

Filler Semen Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-1 Tabel G.2. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan Stabilitas untuk Waktu

Perendaman 14 Hari. ... G-2 Tabel G.3. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Stabilitas dengan

Filler Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-3 Tabel G.4. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Karbit dengan Stabilitas untuk Waktu


(28)

commit to user

xxv

Tabel G.5. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Stabilitas dengan

Filler Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-5 Tabel G.6. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan Stabilitas untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-6 Tabel G.7. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Uji Flow dengan

Filler Semen Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-7 Tabel G.8. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan Flow untuk Waktu Perendaman 14

Hari ... G-8 Tabel G.9. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Uji Flow dengan

Filler Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-9 Tabel G.10. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Karbit dengan Flow untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-10 Tabel G.11. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Uji Flow dengan

Filler Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-11 Tabel G.12. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan Flow untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-12 Tabel G.13. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Marshall Quotient

dengan Filler Semen Waktu Perendaman 14 Hari ... G-13 Tabel G.14. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan Marshall Quotient untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-14 Tabel G.15. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Marshall Quotient

dengan Filler Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-15 Tabel G.16. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Karbit dengan Marshall Quotient untuk


(29)

commit to user

xxv

Tabel G.17. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Marshall Quotient

dengan Filler Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-17 Tabel G.18. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan Marshall Quotient

untuk Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-18 Tabel G.19. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua VIM dengan Filler

Semen Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-19 Tabel G.20. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan VIM untuk Waktu Perendaman 14

Hari ... G-20 Tabel G.21. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua VIM dengan Filler

Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-21 Tabel G.22. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Karbit dengan VIM untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-22 Tabel G.23. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua VIM dengan Filler

Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-23 Tabel G.24. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan VIM untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-24 Tabel G.25. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Nps)

dengan Filler Semen Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-25 Tabel G.26. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan Durabilitas (Nps) untuk Waktu

Perendaman 14 Hari. ... G-26 Tabel G.27. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Nps)

dengan Filler Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-27 Tabel G.28. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Karbit dengan Durabilitas (Nps) untuk


(30)

commit to user

xxv

Tabel G.29. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Nps)

dengan Filler Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-29 Tabel G.30. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan Durabilitas (Nps) untuk

Waktu Perendaman 14 Hari ... G-30 Tabel G.31. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Ips)

dengan Filler Semen Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-31 Tabel G.32. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Semen dengan Durabilitas (Ips) untuk Waktu

Perendaman 14 Hari ... G-32 Tabel G.33. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Ips)

dengan Filler Limbah Karbit Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-33 Tabel G.35. Perhitungan Regresi Nonlinear Ordo Dua Durabilitas (Ips)

dengan Filler Limbah Batubara Waktu Perendaman 14 Hari ... G-35 Tabel G.36. Indeks Determinasi (R2) dan Koefisien Korelasi (r) Hubungan

Kadar Filler Limbah Batubara dengan Durabilitas (Ips) untuk

Waktu Perendaman 14 Hari. ... G-36

LAMPIRAN H : KOREKSI KETEBALAN DAN FAKTOR KALIBRASI. LAMPIRAN I : SURAT-SURAT ADMINISTRASI TESIS.


(31)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar belakang

Pembangunan Infrastruktur Pekerjaan Umum (IPU) mempunyai peran vital dalam pemenuhan hak dasar rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. IPU adalah modal esensial masyarakat yang memegang peranan penting dalam mendukung kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai bagian utama infrastruktur dasar wilayah, secara empiris bidang pekerjaan umum memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan nasional. (Djoko Kirmanto, Menteri PU, 2007)

Jaringan jalan termasuk IPU untuk transportasi darat, dengan demikian bilamana jaringan jalan di suatu kota diberdayakan artinya jaringan jalan yang sudah ada diadakan pemeliharaan secara rutin apalagi ditingkatkan maka jaringan jalan tersebut akan mempunyai konstribusi yang sangat berarti bagi perkembangan daerah tersebut.

Suatu tindakan yang dikenakan pada suatu struktur bangunan yang sudah menurun tingkat pelayanannya dan tindakan tersebut mengakibatkan struktur tersebut menjadi berfungsi kembali seperti saat struktur tersebut baru selesai dibangun atau bahkan fungsi tersebut menjadi lebih meningkat, maka tindakan tersebut bisa disebut pemberdayaan suatu struktur bangunan atau

me-rehabilitasi struktur bangunan, atau pada era sekarang biasa disebut dengan

istilah me-revitalisasi struktur bangunan.

Terkait dana yang tersedia dan kepentingan yang akan dicapai, maka tindakan pemberdayaan bangunan, khusus pada struktur jalan raya ada beberapa tingkatan diantaranya, rehabilitasi, normalisasi, bisa juga peningkatan jalan yang biasa disebut beterment. Khusus untuk beterment ini disamping peningkatan strukturnya, aspek geometrinya juga mengalami peningkatan, hal ini yang


(32)

commit to user

mengakibatkan program pemberdayaan tersebut menjadi sangat mahal, dan hal ini jarang dilakukan terutama pada proyek-proyek daerah.

Transportasi adalah merupakan unsur penting untuk mendukung perkembangan dan kemajuan suatu kota atau kabupaten. Perkembangan awal kota bisa dimulai dari adanya jaringan jalan yang memadai dan pada gilirannya nanti jaringan jalan tersebut akan melayani hampir semua kegiatan pemerintahan, bisnis dan jasa yang ada, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri.

Struktur jalan raya itu sendiri harus diberdayakan agar mampu menahan beban dan aman serta nyaman bagi lalu lintas yang lewat diatasnya, dengan pertimbangan tersebut jalan harus dapat mengakomodasi hal-hal tersebut antara lain :

1. Awet, yaitu dapat menahan beban lalu lintas dalam jangka waktu yang lama

(tahan lama tanpa menimbulkan retak-retak pada permukaannya). 2. Kuat, yaitu dapat menerima beban sesuai dengan standar yang diijinkan.

3. Aman, yaitu tidak potensi menimbulkan kecelakaan.

4. Nyaman, yaitu dapat memberikan rasa nyaman bagi pemakainya.

5. Murah, yaitu dalam mewujudkan jalan tersebut tidak banyak menyerap dana

yang besar.

Untuk menghasilkan kondisi seperti yang diharapkan diatas,

pelaksanaannya harus benar-benar memenuhi persyaratan pelaksanaan yang disyaratkan, serta harus dilaksanakan secara teliti agar dapat dihasilkan suatu hasil yang optimal.

Dalam hal ini, penentuan kadar aspal juga memegang peranan sangat penting terhadap mutu perkerasan sekaligus menentukan murah mahalnya perkerasan tersebut. Kadar asapal sangat erat hubungannya dengan kondisi campuran yang dihasilkan. Bila dalam suatu campuran terdapat rongga yang kurang dari minimal yang disyaratkan akan mengakibatkan kemungkinan terjadinya bleeding. Sedangkan bila rongganya lebih dari maksimal yang disyaratkan, maka akan dapat mengakibatkan terjadinya revelling (pelepasan butiran).


(33)

commit to user

Penelitian ini mengarah pada perkerasan lentur, khususnya pada Campuran Aspal Beton, yang sebelum menjadi suatu lapisan perkerasan jalan biasa disebut dengan Campuran Aspal Beton. Laston merupakan suatu lapisan perkerasan jalan, sebagai lapis permukaan (surface), lapisan yang berhubungan langsung dengan lalu lintas, sehingga lapis tersebut dituntut mampu memberikan pelayanan yang tinggi sesuai dengan fungsi jalan tersebut. Konstruksi Aspal Beton banyak digunakan di daerah-daerah yang tanah dasarnya (subgrade) sudah stabil, karena Aspal Beton mempunyai sifat rentan retak tapi mempunyai nilai struktural yang tinggi, yang cocok untuk lalu lintas padat.

Kualitas karakteristik Campuran Aspal Beton sangat ditentukan oleh perilaku agregat yang saling mengunci (interlocking). Sedang rongga yang terjadi akan diisi oleh agregat yang lebih kecil, demikian seterusnya, sedang sebagai pengikatnya adalah aspal yang telah bercampur dengan filler. Filler merupakan material agregat yang pertama kali berinteraksi dengan aspal yang selanjutnya membentuk mortar dan bersama-sama mengikat agregat.

Pada penelitian ini penulis mencoba mengadakan analisis tentang penggunaan filler, masing-masing adalah Portland Cement, Limbah Karbit, dan Limbah Batubara pada Campuran Aspal Beton, kemudian ditinjau Marshall

Propertiesnya, Durabilitasnya serta Permeabilitasnya. Dalam penelitian ini

juga ditinjau Unconfined Compressive Strength (UCS) dan Indirect Tensile Strength (ITS). Dalam penelitian ini penulis menggunakan kadar aspal optimum

hasil penelitian terdahulu ( Hanafi, 2004) sebagai data sekunder.

Disini penulis mencoba memakai filler dari limbah batubara atau yang biasa disebut dengan Fly Ash, karena batubara banyak terdapat di negara kita, terutama di pulau Sumatera dan Kalimantan. Selama ini batubara hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar atau sumber energi saja, sedang limbahnya belum termanfaatkan secara maksimal. Limbah batubara atau Fly Ash justru banyak dihasilkan dari pulau Jawa, karena di Jawa banyak Industri yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya. Sebagai contoh yang penulis kutip dari Harian Kompas tanggal 8 Agustus 2011 yang menyebutkan bahwa :


(34)

commit to user

1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten,

menghasilkan Fly Ash 33.000 – 35.000 ton/bulan.

2. PLTU Tanjungjati, Jepara, Jawa Tengah menghasilkan Fly Ash 15.000 ton/bulan.

3. PLTU Paiton, Surabaya, Jawa Timur menghasilkan Fly Ash 43.000

ton/bulan.

4. Sekitar 200 pabrik tekstil di Bandung menghasilkan Fly Ash 20 ton/hari. 5. Pabrik kertas di Subang, Jawa Barat, menghasilkan Fly Ash 75.000

ton/bulan.

6. Sebuah pabrik pencucian kain di Bogor menghasilkan Fly Ash 100 ton/hari. Dari data yang termuat dalam harian Kompas tersebut ternyata cukup banyak limbah batubara (Fly Ash) yang dihasilkan oleh Industri-industri disebagian pulau Jawa, belum lagi dari daerah-daerah lain yang belum diadakan survey.

Harapan penulis mudah-mudahan limbah batubara sebagai filler Campuran Aspal Beton memenuhi persyaratan sebagi perkerasan jalan raya, walaupun secara minimal.

Hal ini paling tidak bisa mendukung pelaksanaan konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development), yang merupakan kesadaran negara-negara di dunia saat ini. Pembangunan Berkelanjutan merupakan pola pengelolaan sumber daya alam yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia sekaligus melestarikan lingkungan alami sehingga kebutuhan manusia tersebut tidak hanya dapat terpenuhi saat ini saja namun juga di masa yang akan datang. (Hermanto Dardak, Dirjen Bina Marga)


(35)

commit to user

1.2.

Rumusan Masalah

Dari uraian diatas latar belakang tersebut diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1. Berapa besar perbedaan nilai Marshall Properties antara Campuran Aspal

Beton yang menggunakan semen (Portland Cement) dengan yang

menggunakan limbah karbit dan limbah batubara sebagai fillernya.

2. Berapa besar perbedaan nilai durabilitas antara Campuran Aspal Beton yang

menggunakan semen (Portland Cement) dengan yang menggunakan limbah

karbit dan limbah batubara sebagai fillernya.

3. Berapa besar perbedaan nilai permeabilitas antara Campuran Aspal Beton yang menggunakan semen (Portland Cement) dengan yang menggunakan limbah karbit dan limbah batubara sebagai fillernya.

4. Berapa besar perbedaan nilai UCS antara Campuran Aspal Beton yang

menggunakan semen (Portland Cement) dengan yang menggunakan limbah

karbit dan limbah batubara sebagai fillernya.

5. Berapa besar perbedaan nilai ITS antara Campuran Aspal Beton yang

menggunakan semen (Portland Cement) dengan yang menggunakan limbah

karbit dan limbah batubara sebagai fillernya.

1.3.

Batasan Masalah

Agar penelitian tetap pada lingkup yang dikehendaki dan sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Bahan yang dipakai untuk Campuran Aspal Beton adalah sebagai berikut :

Aspal yang digunakan adalah aspal dengan nilai penetrasi 60/70 dari Pertamina

Agregat yang digunakan berasal dari PT. Panca Darma, Boyolali

Yang dipakai sebagai filler adalah butiran yang lolos saringan No.200 yaitu:

a. Semen Portland


(36)

commit to user

c.Limbah Batubara

2. Semen Portland yang digunakan adalah semen Portland yang diproduksi oleh PT. Holcim

3. Limbah Karbit didapat dari limbah pengelasan karbit disekitar daerah Klaten dan Sragen.

4. Limbah batu bara yang dipakai berasal dari PT. Jaya Mix yang ada didaerah

Surakarta.

5. Semen Portland, Limbah Karbit dan Limbah Batubara yang digunakan

sebagai Filler adalah yang lolos saringan No.200

6. Kadar Aspal Optimum yang dipakai dari data sekunder sebesar : 6%

7. Variasi penggantian filler pada campuran adalah : 4% ; 5% ; 6% ; 7% ; 7,91% (Max.)

8. Pengujian sampel menggunakan Metode Marshall

9. Uji durabilitas dilakukan dengan perendaman didalam water bath dengan variasi waktu : 0,5 jam ; 1 x 24 jam ; 7 x 24 jam dan 14 x 24 jam.

10. Uji permeabilitas dilakukan dengan menggunakan alat uji Permeabilitas.

11. Uji UCS dilakukan dengan menggunakan alat Compression Testing

Machine.

12. Uji ITS dilakukan dengan menggunakan alat Marshall Test yang

dimodifikasi.

13. Sifat kimiawi dari sebelum dan sesudah dilakukan pencampuran pada semua

bahan tidak ditinjau.

1.4.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbedaan penggunaan filler Semen Portland dan

Limbah Karbit serta Limbah Batubara terhadap Karakteristik Marshall pada Campuran Aspal Beton.

2. Untuk mengetahui berapa besar perbedaan nilai Durabilitas yang terjadi

pada Campuran Aspal Beton bila masing-masing menggunakan ketiga filler


(37)

commit to user

3. Untuk mengetahui berapa besar perbedaan nilai Permeabilitas yang terjadi

pada Campuran Aspal Beton bila masing-masing menggunakan ketiga filler

tersebut.

4. Untuk mengetahui berapa besar perbedaan nilai UCS yang terjadi pada Campuran Aspal Beton bila masing-masing menggunakan ketiga filler tersebut.

5. Untuk mengetahui berapa besar perbedaan nilai ITS yang terjadi pada Campuran Aspal Beton bila masing-masing menggunakan ketiga filler tersebut

1.5.

Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan pengetahuan tentang perubahan perubahan karakteristik Campuran Aspal Beton yang terjadi sebagai akibat digunakannya masing-masing filler Semen Portland, Limbah Karbit serta Limbah Batubara dalam hubungannya dengan Marshall Properties, Durabilitas, Permeabilitas, serta UCS dan ITS pada perkerasan aspal beton.

2. Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai masukan yang dapat membantu para pengambil kebijakan (Stakeholders) dalam menentukan kebijakannya dalam hal pemilihan material yang sesuai, khususnya filler untuk bahan perkerasan jalan.


(38)

commit to user

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Menurut Suprapto TM, (1995) perkerasan lentur terdiri dari 3 lapis atau lebih yaitu: lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah dan tanah dasar. Lapis permukaan adalah bagian perkerasan paling atas. Fungsi lapis permukaan yang beraspal dapat meliputi :

a. Struktural

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh perkerasan, baik beban vertikal maupun horisontal (gaya geser). Untuk ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kaku dan stabil.

b. Non struktural

 Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapis perkerasan yang

berada dibawahnya.

 Menyediakan permukaan yang tetap rata agar kendaraan dapat berjalan

dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

 Membentuk permukaan yang tidak licin sehingga tersedia tahanan gesek

(skid resistance) yang cukup, untuk menjamin keamanan bagi lalu lintas.

 Sebagai lapis aus yaitu lapis yang boleh aus yang selanjutnya dapat diganti dengan yang baru.

Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak lunak. Jika dipanaskan sampai temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada waktu penyemprotan/penyiraman pada perkerasan Mac Adam ataupun pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Sifat aspal yang dapat mencair jika dipanaskan sampai suhu tertentu dan mengeras kembali jika suhu mulai turun disebut sifat


(39)

commit to user

thermoplastic. Dalam material konstruksi perkerasan lentur, jumlah atau kadar aspal cukup kecil, yaitu 4-10% berdasarkan berat dan 10-15% berdasarkan volume. (Sukirman, 1995).

Aspal terdiri dari asphaltene dan maltene. Yang dimaksud asphaltene adalah zat-zat yang mempunyai sifat-sifat fisis serupa dengan aspal, sedangkan maltene terdiri dari zat-zat yang memberikan stabilitas kepada asphaltene. Akan dapat dikatakan bahwa sifat-sifat aspal tergantung dari sifat asphaltene. Sedangkan sifat asphaltene ini tergantung dari cara pembuatannya dan/atau dari cara penggunaannya. Misalnya suatu aspal yang bermutu baik, akan tetapi dalam penggunaannya dipanaskan hingga 300o C atau lebih selama beberapa jam, maka akibatnya aspal menjadi tidak baik karena aspal akan menjadi rapuh, tidak homogen dan sebagainya. (Direktorat Penyelidikan Tanah dan Jalan, 1978)

Agregat dapat didefinisikan sebagai bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur tinggi, abu/debu agregat. (Kosasih, Djunaidi, 1997)

Filler merupakan sekumpulan agregat halus yang pada umumnya lolos ayakan no.200 (74 mikron), bersifat non plastis. Bahan filler dapat berupa: portland cement, abu batu, kapur padam, atau bahan non plastis lainnya. Filler harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. (Sarwono D, 2004)

Portland Cement adalah salah satu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidolis. Portland Cement terdiri dari kombinasi senyawa : kapur, silika, oksida besi, alumina dan gypsum yang ditambahkan setelah pembakaran.

( Sarwono D, 2004)

Limbah karbit merupakan bahan sisa dari proses pembuatan gas asitilin (acetylene), berupa kapur kalsium tinggi (high calcium lime). Bahan ini mempunyai sifat seperti batu kapur, sehingga seperti halnya kapur padam, limbah karbit termasuk bahan ikat hidrolik, tetapi kualitasnya tidak setinggi semen portland. Karena sifat yang hampir sama dengan batu kapur inilah sehingga limbah karbit bisa difungsikan sebagai salah satu bahan alternatif pengganti filler


(40)

commit to user

pada campuran aspal panas. Sifatnya yang basa juga memungkinkan bahan ini bisa bereaksi dengan berbagai bahan dalam campuran aspal, sehingga bisa menyatu dengan bahan-bahan penyusun campuran aspal yang lain. (Krisbianto, 1997)

Limbah karbit merupakan material yang dihasilkan dari proses reaksi kalsium (CaC2) dengan air, dimana dari reaksi tersebut akan dihasilkan gas asetilina (C2H2) yang lazim dimanfaatkan dalam proses pengelasan logam. Limbah karbit berwarna putih, kalsium hidroksida [Ca(OH)2] atau hidrate alkanity yang merupakan kapur padam. (Sarwono D, 2004)

Limbah batubara atau biasa disebut fly ash merupakan material yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada cerobong pembakaran. Ada dua cara pengumpulan fly ash yang terbawa dalam gas buangan sebelum mencapai cerobong, sehingga gas yang keluar dari cerobong tersebut bersih, bebas debu dan fly ash. Kedua cara tersebut adalah pertama dengan menggunakan pengendap listrik statis (electrostatic precipitator) dan kedua menggunakan karung penyaring (fabric filter, bag filter). Fly ash batubara mengandung oksida-oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, dan CaO sebagai hasil pembakaran batubara. (Muchjidin, 2006)

Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun bleeding. Stabilitas ini tergantung pada gesekan antara batuan (internal friction) dan kelekatan (cohesion) antara aspal dan agregat. Gesekan internal tergantung dari tekstur permukaan agregat, bentuk agregat, kepadatan campuran, dan jumlah aspal. Kekuatan kohesi bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah aspal yang menyelimuti agregat, tetapi apabila telah mencapai nilai yang optimum, maka pertambahan jumlah aspal justru akan menyebabkan penurunan stabilitas. (F.L Robert, 1971)


(41)

commit to user

Principles Of Construction Hot Mix Asphalt Pavement MS-22 (1983) mengemukakan durabilitas yang rendah pada perkerasan dapat disebabkan oleh berbagai penyebab dan efek yang ditimbulkan, yaitu :

1. Kadar aspal yang rendah mengakibatkan pelepasan butiran (raveling).

2. Kurangnya pemadatan menyebabkan pengerasan dini pada aspal yang

diikuti oleh retak-retak atau cacat pada permukaan.

3. Agregat yang basah pada campuran menyebabkan film aspal lepas dari agregat mengakibatkan pelepasan butiran atau pelunakan perkerasan.

Durabilitas adalah kemampuan campuran bitumen untuk terus menerus bersatu melawan akibat dari air dan suhu. Durabilitas dari campuran dinilai berdasarkan uji dari campuran selama dan setelah 14 hari dari perendaman di dalam water bath dengan suhu 60o C. Kriteria mekanika dari durabilitas adalah resilient modulus dan marshall stability. Resilient modulus adalah ukuran nyata sifat elastis karakteristik non linier dari tanah yang pemanfaatannya pada desain perkerasan lentur dapat langsung dipergunakan. Sedangkan marshall stability adalah nilai stabilitas dari desain campuran perkerasan yang didapat dari hasil pengujian dengan alat Marshall. (Crauss, J et al , 1982)

Durabilitas menunjukkan ketahanan lapis keras terhadap disintegrasi yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketahanan lapis keras dimungkinkan pula dapat berkurang karena pengaruh cuaca terhadap agregat penyusun lapis keras tersebut. (Krebs, Walker, 1971)

Permeabilitas adalah kemampuan media yang poros untuk mengalirkan fluida. Setiap material dengan ruang kosong diantaranya disebut poros, dan apabila ruang kosong itu saling berhubungan maka ia akan memiliki sifat permeabilitas. Maka batuan, beton, tanah, dan banyak material lain dapat merupakan material poros dan permeabel. Material dengan ruang kosong yang lebih besar biasanya mempunyai angka pori yang lebih besar pula. (Bowles, JE, 1986)

VIM berbanding lurus dengan koefisien permeabilitas, densitas berbanding terbalik dengan koefisien permeabilitas dan stabilitas berbanding terbalik dengan koefisien permeabilitas. (Sarwono D, Wardhani, 2005)


(42)

commit to user

Perkerasan konvensional mempunyai permukaan kedap air. Sistem drainase yang terjadi melalui permukaan sesuai kemiringan permukaan jalan. Air mengalir ke bagian tepi badan jalan kemudian masuk ke saluran samping, waktu yang dibutuhkan dalam proses ini menimbulkan adanya selapis air (genangan menyeluruh) di permukaan jalan. (Djumari, Sarwono D, 2009)

Hot mix asphalts are use as surface layers in a pavement structure to distribute stresses cause by loading and to protect underloading unbound layer from the effects of water. To adequately perform both of these finctions over the pavement design life, the mixture must also withstand the effects of air and water, resist permanent deformation and resist cracking cause the loading and environment. Hot mix asphalt consist of aggregate and binder. Properties of component material play amportant role in resultting structural characteritics of pavement. (international journal of science and technology, vol : 2, no: 41- 48, 2007).

{Campuran aspal panas digunakan sebagai lapisan permukaan pada perkerasan jalan yang berfungsi mendistribusikan tegangan akibat muatan yang diterimanya ke lapisan dibawahnya sekaligus memberi perlindungan terhadap pengaruh dari air. Untuk dapat melaksanakan kedua fungsi tersebut dengan baik selama umur rencana, campuran harus dapat melawan pengaruh dari udara dan air, agar tidak terjadi perubahan bentuk maupun retak-retak akibat beban dan pengaruh lingkungan. Campuran aspal panas terdiri dari agregat dan bahan pengikat. Proporsi komponen dari material akan menghasilkan karakteristik dari sebuah perkerasan. (Jurnal Internasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, vol : 2, no : 41 – 48, 2007) }

Asphalt concrete adalah salah satu jenis perkerasan lentur yang umum digunakan di Indonesia, merupakan suatu lapisan pada jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, kemudian dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu


(43)

commit to user

memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. (Bina Marga, 1987)

Aspal beton campuran panas (hot mix) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Untuk memudahkan pencamurannya, maka kedua material tersebut harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dicampur. Karena dicampur dalam keadaan panas maka sering disebut Hot Mix. Pekerjaan pencampuran dilakukan di pabrik pencampur, kemudian dibawa ke lokasi dan dihampar dengan menggunakan alat penghampar (paving mechine) sehingga diperoleh lapisan yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat Aspal Beton (Sukirman, 1995)

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Konstruksi Perkerasan

Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Perkerasan jalan berfungsi untuk memikul beban lalu lintas yang melewatinya secara aman dan nyaman, selanjutnya beban tersebut diteruskan ke tanah dasar dan sudah tidak melebihi daya dukung tanah yang diijinkan.

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan perkerasannya bersifat lentur dalam memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)

Yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Bentuk perkerasannya merupakan pelat beton dengan atau tanpa tulangan. Pelat beton tersebut diletakkan di atas tanah dasar dengan


(44)

commit to user

atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

c. Konstruksi perkerasan komposit (Composite pavement)

Yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan dapat berupa perkerasan kaku diatas perkerasan lentur atau sebaliknya perkerasan lentur diatas perkerasan kaku.

Lalu lintas merupakan beban utama dari suatu konstruksi jalan raya. Beban tersebut akan diterima oleh perkerasan jalan raya. Sedang perkerasan jalan raya lentur (Flexible Pavement) tersebut terdiri dari beberapa lapis yang susunannya adalah sebagai berikut: lapis pertama dinamakan lapis permukaan (Surface Course) yaitu lapis yang paling atas yang langsung bersentuhan dengan roda kendaraan, lapis kedua dinamakan lapis pondasi atas (Base Course), sedang lapis ketiga dinamakan lapis pondasi bawah (Subbase Course), kemudian dibawahnya adalah tanah dasar atau Sub Grade.

Adapun fungsi dari masing-masing lapisan tersebut adalah : 1. Lapis permukaan (Surface Course), berfungsi sebagai :

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai

stabilitas tinggi agar dapat menahan beban roda selama umur rencana. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap kelapisan dibawahnya yang akan dapat melemahkan lapisan-lapisan dibawahnya.

b. Lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan dengan roda bahkan menerima gaya gesekan cukup besar akibat gaya rem yang ditimbulkan oleh kendaraan saat kendaraan tersebut mau berhenti. Lapisan ini boleh aus yang selanjutnya dapat diganti lagi dengan yang baru.

c. Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya, sehingga

lapisan dibawahnya menerima beban sudah lebih kecil dari pada beban saat diterima oleh lapisan permukaan tersebut.


(45)

commit to user

2. Lapisan pondasi atas (base course), berfungsi sebagai :

a. Lapis perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan dibawahnya. c. Bantalan dari lapisan diatasnya.

3. Lapisan pondasi bawah (subbase course), berfungsi sebagai : a. Lapisan yang menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Lapisan yang mengefisienkan penggunaan material, karena material pondasi bawah lebih murah dibanding dengan lapisan diatasnya.

c. Lapisan yang dapat mengurangi tebal lapisan diatasnya yang harganya lebih mahal.

d. Lapisan pertama yang berfungsi sebagai lantai kerja, agar pekerjaan selanjutnya bisa dikerjakan lebih mudah.

e. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak terkumpul di pondasi.

f. Lapisan yang dapat mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan pondasi atas yang bisa menyebabkan turunnya kekuatan lapis pondasi atas.

4. Lapisan tanah dasar (subgrade)

Yang dimaksud dengan tanah dasar atau subgrade adalah lapisan tanah setempat atau lapisan yang akan dipakai sebagai dasar penempatan pondasi pada suatu susunan perkerasan jalan, selebar perkerasan jalan (Cariage Way) dan bahu jalan. Kekuatan tanah dasar menjadi faktor penentu tebal perkerasan yang diperlukan, oleh sebab itu lapisan tanah dasar adalah lapisan yang harus mendapat perhatian meskipun letaknya paling jauh terhadap beban. Tanah setempat dapat berfungsi sebagai subgrade apabila mempunyai kekuatan yang cukup dengan minimum nilai CBR 5% - 6% dan dapat dipadatkan. Pada tanah yang jelek dan tidak dapat dipadatkan maka diperlukan penanganan terlebih dahulu agar

kondisinya menjadi lebih baik sebelum difungsikan sebagai subgrade.

(B.Tjahjoadi, 2002)

Lapisan ini berfungsi untuk menahan semua beban yang diterima oleh lapisan yang ada diatasnya. (Sukirman, 1995)


(46)

commit to user

2.2.2. Lapis Aspal Beton

Campuran Aspal Beton setelah dihampar dan dipadatkan disebut Lapis Aspal Beton. Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (Well Graded) dicampur dengan aturan tertentu, kemudian dihampar, dan selanjutnya dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat medium, agregat halus dan filler, sedangkan sebagai bahan pengikatnya digunakan aspal. Sedangkan aspal itu sendiri harus terdiri dari salah satu aspal keras, umumnya yang mempunyai penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan sampai suhu 1700 C tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan (Bina Marga, 1987).

Karena Lapis Aspal Beton digunakan sebagai lapisan permukaan (surface course) yang berfungsi sebagai lapisan penutup sekaligus sebagai lapisan aus, maka lapisan Aspal Beton tersebut harus mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya. Sebagai lapis permukaan, lapis aspal beton harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan yang tinggi.

2.2.3.Bahan Penyusun Lapis Aspal Beton a. Aspal

Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkersaan jalan merupakan gugusan hidrokarbon yang terdiri dari campuran mineral dan bitumen dan terjadi melalui proses alam yang diperoleh dari residu penyulingan minyak bumi. Aspal berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak lunak. Jika dipanaskan sampai temperatur tertentu aspal dapat menjadi cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada waktu penyemprotan / penyiraman pada perkerasan Mac Adam ataupun peleburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya. Sifat aspal yang dapat mencair


(47)

commit to user

jika dipanaskan sampai suhu tertentu dan mengeras kembali jika suhu mulai turun disebut sifat thermoplastic. ( Sukirman, 1995).

Sukirman (1995) menjelaskan bahwa aspal yang paling banyak dipakai pada saat ini dari proses destilasi minyak bumi. Aspal ini biasa disebut dengan aspal semen. Sifat aspal semen ini adalah mengikat agregat, memberikan lapiasan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Apabila aspal ini dipakai sebagai pengikat pada lapisan perkersaan, maka aspal ini dapat memberikan lapisan kedap air dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.

Komposisi aspal terdiri dari asphaltenese dan maltenes. Asphaltenese merupakan material yang berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes yang larut dalam heptane merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan yang berwarna kuning atau coklat tua yang memberi sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan. Sedangkan oils yang berwarna lebih mudah merupakan media dari asphaltenese dan resins. Proporsi dari asphaltenese, resins dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan

beroksidasi, proses pembuatannya dan ketebalan aspal dalam campuran (Sukirman, 1995).

Disamping sebagai bahan pengikat, aspal juga sebagai bahan pengisi pada rongga-rongga dalam campuran. Dalam campuran Aspal Beton (LASTON) yang banyak memakai agregat kasar, penggunakan kadar aspal menjadi sangat tinggi karena aspal di sini berfungsi untuk mengisi rongga-rongga antara agregat dalam campuran. Kadar aspal yang tinggi menyebabkan campuran Aspal Beton (LASTON) memerlukan kadar aspal yang tinggi pula. Untuk mengantisipasi kadar aspal yang tinggi digunakan aspal dengan mutu yang baik, dengan tujuan memperbaiki kondisi campuran.

Aspal merupakan komponen kecil pada konstruksi perkerasan jalan lentur. Umumnya hanya dibutuhkan sekitar (4-10)% berdasarkan berat atau (10-15)% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang paling mahal. Aspal


(48)

commit to user

sebagai bahan pengikat agregat dan sebagai penutup lapis perkerasan dari pengaruh air, disyaratkan memiliki sifat-sifat antara antara lain sebagai berikut :

Tahan terhadap pengaruh air.

Tahan terhadap pelapukan akibat pengaruh cuaca.

Mempunyai tingkat keawetan yang tinggi, yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan aspal untuk menjadi keras.

Mempunyai kepadatan atau kekentalan yang tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.

Mempnyai sifat plastisitas, yang bisa diukur dengan besarnya nilai daktilitas dari aspal tersebut.

Menurut analisa kimia aspal mengandung unsur-unsur seperti: C(carbon), H (hydrogen) dan S (sulfur). Aspal terdiri dari dua fraksi utama yaitu:

1.Asphaltenes

Asphaltenes adalah fraksi solid yang merupakan unsur carbon dalam keadaan koloid dan tercampur di dalam cairan yang disebut maltene. Asphaltenes adalah hasil oksidasi dari minyak bumi. Hal ini terjadi karena oksigen meresap ke dalam bumi. Asphaltenes berupa phasepadat di dalam bitumen (aspal), mempunyai berat molekul yang tinggi, berwarna hitam, mempunyai sifat rapuh dan keras, tapi bisa dilunakkan dengan minyak.

2.Maltene

Maltene terdiri dari berbagai persenyawaan hidrokarbon. Persenyawaan hidrokarbon di dalam maltene terdiri dari molekul-molekul alipatis, naphatenis, aromatis dan kombinasi dari ketiga jenis tersebut. Maltene adalah phase cair di dalam aspal. Berat molekulnya berkisar antara beberapa ratus hingga beberapa ribu AMU (Atomic Mass Units). Karena Maltene mempunyai berat molekul yang lebih rendah, maka maltene akan lebih cepat menguap dalam peristiwa oksidasi, yaitu masuknya udara ke dalam lapisan perkerasan. Maltene terdiri dari resins dan oils. Resins berbentuk cairan menyelubungi asphaltenes dan mempunyai berat molekul sedang. Sedangkan oils berbentuk cairan yang melarutkan asphaltenes serta mempunyai berat molekul rendah.


(49)

commit to user

Sifat Kimia dan Fisik Aspal 1. Kekentalan (viscosity)

Kekentalan aspal dipengaruhi oleh

- Temperatur

Dengan naiknya temperatur maka kekentalan aspal akan menurun. Hal ini disebabkan oleh energi termal (thermal energy) meningkat dan melarutkan asphaltenese-nya ke dalam oils.

- Lama pembebanan

Jika kena pembebanan yang lama, menurut Shell, maka aspal yang semula bersifat elastik akan berubah menjadi viscous

- Waktu (effect of time)

Perubahan kekentalan aspal sebanding dengan waktu, dan terjadi pada komposisi kimia yang tetap (thixotropy). Thixotropy ini terjadi karena adanya tegangan / beban pada lapisan aspal tersebut. Kekentalan bitumen umumnya diukur dengan penetrasi (penetration test) dan titik lembek (softening test point, ring and ball test).

2. Kekakuan aspal (stiffness / modulus of bitumen)

Karena aspal berada pada kondisi elastis maupun viskus, regangan aspal juga dapat berada di daerah elastis maupun daerah viskus. Kondisi aspal ini sangat tergantung pada lama pembebanan dan suhu. Akibatnya kekakuan aspal juga dipengaruhi oleh lama pembebanan dan suhu.

3. Kuat tarik (tensile strength)

Kuat tarik aspal juga dipengaruhi oleh temperatur dan lama pembebanan. Kuat tarik aspal ini akan lebih nampak nyata pada suhu rendah. Untuk mengetahui kuat tarik aspal dapat dilakukan percobaan titik pecah Frass (frass breaking test). Kuat tarik aspal sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat tahan terhadap retak (cracking) dan goyah (raveling)

4. Adhesi (adhesion)

Daya adhesi ini dapat dijelaskan dengan mengacu pada aspal emulsi kationik, yaitu aspal yang diberi tambahan amine. Tambahan bahan (amine) yang semakin banyak akan berakibat :


(1)

commit to user

Tabel 4.22. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Permeabilitas

KODE FILLER

MAX KADAR ASPAL OPTIMUM (KAO) DIAMETER BENDA UJI

TEBAL BENDA UJI

TEBAL WAKTU

REMBESAN NILAI

SAMPEL (FM)

RATA-RATA (t) REMBESAN

T1 T2 T3 T4 (T) (K)

(%) (%) (cm) (cm) (cm) (detik) (cm/detik)

- 6 .7,91. 1

Semen 7,91

10 6,66 6,55 6,49 6,64 6,585 230 0,000121

- 6 .7,91. 2 6 10 6,03 5,83 6,0 6,28 6,035 168 0,000152

- 6 .7,91. 3 10 6,05 6,07 6,12 6,15 6,097 202 0,000128

Rata-rata 0,000134

(1,34x10-4)

- 6 .7,9 . 1

Limbah Karbit 7,91

10 5,97 6,08 6,09 6,02 6,040 130 0,000197

- 6 .7,9 . 2 6 10 6,17 6,16 6,06 6,14 6,133 129 0,000202

- 6 .7,91. 3 10 6,44 6,50 6,40 6,39 6,433 144 0,000189

Rata-rata 0,000196

(1,96x10-4)

- 6 .7,91 .1

Limbah Batu Bara

7,91

10 6,27 6,27 6,19 6,25 6,245 94 0,000282

- 6 .7,91 .2 6 10 6,28 6,14 6,14 6,22 6,195 64 0,000411

- 6 .7,91. 3 10 6,04 6,09 6,02 6,05 6,050 80 0,000311

Rata-rata 0,000335

(3,35x10-4)

Tabel 4.23. Rekapitulasi Hasil Perhitungan UCS

Kode Sampel Kadar Filler Kadar Aspal Optimum Beban Terkoreksi Diameter Sampel Luas Penampang Nilai UCS

(%) (KN) (cm) (cm2) (Kg/cm2)

6.7, 91.1

Semen

6

40 10 78,8 51

6.7,9.1.2

7,91 40 10 78,5 51

6.7,9.1.3

30 10 78,5 38

Rata – rata 47

6.7, 91.1

Limbah Karbit

7,91

6

30 10 78,5 38

6.7,9.1.2 35 10 78,5 45

6.7,9.1.3 40 10 78,5 51

Rata - rata 45

6.7, 91.1 Limbah Batu Bara 7,91 6

35 10 78,5 45

6.7,9.1.2 10 10 78,5 13

6.7,9.1.3 25 10 78,5 32


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ITS

Kode Sampel

Kadar Filler

Kadar Aspal Optimum

Pembacaan Dial

Beban Terkoreksi

Nilai ITS

(%) (%) (lb) (kg) (Kg/cm2)

6.7, 91.1

Semen

7,91 6

34,5 464,05 4,60

6.7,9.1.2 39 540,64 5,34

6.7,9.1.3 40,5 572,55 5,74

Rata – rata 5,23

6.7, 91.1

Limbah Karbit

7,91

6

28,5 406,82 4,20

6.7,9.1.2 31 429,74 4,26

6.7,9.1.3 33 471,05 4,74

Rata - rata 4,40

6.7, 91.1

Limbah Batu Bara

7,91

6

24 316,23 3,10

6.7,9.1.2 27 352,05 3,41

6.7,9.1.3 26,5 360,08 3,54

Rata – rata 3,35

4.9.

Komparasi Pemakaian

Filler

Semen, Limbah Karbit, dan

Limbah Batubara terhadap Marshall Properties.

Dalam penelitian ini telah dihasilkan nilai-nilai Marshall Properties

(Stabilitas, Flow, Marshall Quotient, VIM) bila campuran aspal beton dengan

kadar aspal sebesar 6% tersebut menggunakan masing-masing filler semen,

limbah karbit, dan limbah batubara dengan kadar filler yang maksimum yaitu

7,91 % dari berat total agregat. Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan

persyaratan Marshall Properties yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum seperti terlihat pada Tabel 2.6. Persyaratan Sifat Campuran.

Ternyata campuran aspal beton yang memakai filler semen dan limbah

karbit Marshall Propertiesnya memenuhi persyaratan semua, sedang campuran

aspal beton yang memakai filler limbah batubara sebagian tidak memenuhi


(3)

63

Tabel 4.25. Komparasi Pemakaian Filler Semen, Limbah Karbit, dan Limbah Batubara dengan KAO 6% dan FM 7,91%

Abu Batu Semen Karbit Batu Bara

30 menit 30 menit 1 Hari 7 Hari 14 Hari 30 menit 1 Hari 7 Hari 14 Hari 30 menit 1 Hari 7 Hari 14 Hari Stabilitas 1128,070* 1217,116* 1198,487* 1152,534* 1115,232* 1199,573* 1139,430* 1103,270* 1080,934* 787,449* 634,298* 540,040** 484,580** Kelelehan 3,500* 3,500* 3,600* 3,700* 3,700* 3,600* 3,600* 3,800* 3,800* 3,500* 3,600* 3,700* 3,700*

MQ 309,980* 344,467* 329,859* 308,715* 301,414* 333,215* 310,754* 292,904* 286,974* 227,149* 176,194*** 145,983*** 130,968*** VIM 5,092*** 4,073* 4,193* 4,247* 4,314* 4,344* 4,462* 4,520* 4,719* 11,662*** 13,769*** 18,300*** 20,922***

Keterangan:

Lihat Tabel 2.6 Persyaratan Sifat Campuran, halaman 31

* : Memenuhi syarat untuk lalulintas berat, sedang maupun ringan

** : Tidak memenuhi syarat untuk lalulintas berat, tapi masih memenuhi syarat untuk lalulintas sedang dan lalulintas ringan


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan yang telah diuraikan di muka maka diperoleh kesimpulan :

1. Hasil penelitian untuk nilai-nilai uji Marshall dengan waktu perendaman 14

hari dan kadar Filler Maksimum (FM = 7,91 %) dapat disimpulkan sebagai

berikut :

a. Nilai stabilitas (stability) campuran dengan filler semen (1115,232 kg)

lebih besar dari campuran dengan filler limbah karbit (1080,934 kg),

sedangkan campuran dengan filler limbah batubara (484,580 kg) nilai

stabilitasnya paling kecil.

b. Nilai kelelehan (flow) campuran dengan filler limbah karbit (3,8 mm)

terlihat sedikit lebih besar dari campuran dengan filler semen (3,7 mm)

sedangkan nilai kelelehan campuran dengan filler limbah batubara (3,7

mm) terlihat sama besardengan campuran yang memakai filler semen

(3,7 mm).

c. Nilai hasil bagi Marshall (Marshall Quotient) campuran dengan filler

semen (301,414 kg/mm) lebih besar dari campuran dengan filler limbah

karbit (286,974 kg/mm), sedangkan campuran dengan filler limbah

batubara (130,968 kg/mm) nilai hasil bagi marshallnya paling kecil.

Campuran dengan filler limbah batubara mempunyai nilai MQ kecil,

artinya campuran tersebut mempunyai sifat plastis yang berakibat perkerasan mudah mengalami deformasi akibat beban lalu lintas, artinya perkerasan tersebut tidak awet.

d. Nilai rongga dalam campuran (Void In Mix) campuran dengan filler

limbah karbit (4,719 %) terlihat sedikit lebih besar dari campuran


(5)

commit to user

filler limbah batubara (20,922 %) terlihat paling besar dibanding kedua

filler lainnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan campuran dengan limbah batubara bersifat keropos, sehingga menghasilkan suatu konstruksi perkerasan yang tidak awet, mudah teroksidasi.

2. Hasil penelitian untuk nilai-nilai durabilitas dengan waktu perendaman,

30 menit (0 hari), 1 hari, 7 hari dan 14 hari dan kadar Filler Maksimum

(FM = 7,91 %) dapat disimpulkan sebagai berikut :

Indek penurunan stabilitas dan nilai penurunan stabilitas campuran dengan

filler limbah karbit lebih besar dari campuran dengan filler semen, hanya

pada kadar filler 7% Ips limbah karbit terlihat lebih kecil dibanding filler

semen. Sedangkan campuran dengan filler batubara pada semua kadar filler

nilai Ips nya semuanya lebih besar dari campuran dengan filler semen.

3. Hasil penelitian untuk nilai permeabilitas ( K ) dengan kadar Filler

Maksimum (FM = 7,91 %) dapat disimpulkan sebagai berikut :

Nilai permeabilitas campuran dengan filler semen (1,34x10-4 cm/detik) lebih

kecil dari campuran dengan filler limbah karbit (1,96x19-4 cm/detik),

sedangkan campuran dengan filler limbah batubara (3,35x10-4 cm/detik)

paling besar nilainya. Artinya campuran dengan filler semen adalah

campuran yang paling sulit dilewati air, disusul campuran dengan filler

limbah karbit, terakhir adalah campuran dengan filler limbah batubara.

4. Hasil penelitian untuk nilai Unconfined Compressive Strength (UCS)

dengan kadar Filler Maksimum (FM = 7,91 %) dapat disimpulkan sebagai

berikut : Nilai UCS campuran dengan filler semen (47 kg/cm2) terlihat

paling besar, kemudian diikuti campuran dengan filler limbah karbit (45

kg/cm2), sedangkan campuran dengan filler limbah batubara nilai UCS nya

paling kecil (30 kg/cm2 ).

5. Hasil penelitian untuk nilai Indirect Tensile Strength (ITS) dengan kadar

Filler Maksimum (FM = 7,91 %) dapat disimpulkan sebagai berikut : Nilai


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

campuran dengan filler limbah karbit (4,40 kg/cm2), sedangkan campuran

dengan filler limbah batubara nilai ITS nya paling kecil (3,35 kg/cm2).

5.2. Saran

Karena:

1. Sebagian industri-industri besar di Indonesia banyak yang menggunakan

batubara sebagai energi pembakarannya, hal ini akan menghasilkan limbah batubara yang melimpah. Sayangnya sampai saat ini belum ada pemikiran yang bersifat nasional untuk memanfaatkan limbah batubara tersebut.

2. Batubara sendiri merupakan industri tambang unggulan di pulau Kalimantan

dan Sumatera.

3. Sedang limbah karbit sendiri belum ada survey yang mengarah

penghitungan deposit limbah karbit, padahal usaha pengelasan yang menggunakan karbit sebagai bahan utamanya banyak dijumpai di hampir semua kabupaten dan kota di pulau Jawa maupun luar Jawa.

4. Sedang dicanangkannya pembangunan Infrastruktur Nasional, utamanya

Jalan Raya yang akan membutuhkan banyak filler.

5. Akan direncanakannya pembangunan jalan yang bersifat politik di

pulau-pulau terluar di seluruh Indonesia, agar masyarakat di wilayah perbatasan dengan negara lain tidak merasa terisolasi, hal ini juga akan banyak

membutuhkan filler.

Maka:

Perlu ditindak lanjuti dengan penelitian yang bersifat komprehensif, misalnya sifat-sifat kimia dari limbah batubara maupun limbah karbit dan penelitian yang berhubungan dengan bahan perkerasan jalan dengan lebih teliti lagi, agar didapat perkerasan jalan yang secara teknis memenuhi persyaratan dan secara ekonomis lebih menguntungkan. Semisal pengurangan kebutuhan semen

yang diganti fly ash limbah batubara ataupun limbah karbit kemudian

dikombinasi dengan bahan tambah untuk pembuatan perkerasan jalan aspal beton, yang memungkinkan didapatkan perkerasan jalan yang memenuhi standard perencanaan.