PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANTARA SISWA PENGURUS OSIS DENGAN SISWA ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BOLA BASKET DI SMA NEGERI 1 SEYEGAN.

(1)

i

PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANTARA SISWA PENGURUS OSIS DAN ANGGOTA EKSTRAKURIKULERBOLA BASKET

DI SMA N 1 SEYEGAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Yulia Rahma Kurnia NIM. 12104241079

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berpikir”.

~ Abdullah bin Abbas~

Anda tidak bisa mengubah orang lain, Anda harus menjadi perubahan yang Anda harapkan dari orang lain


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur atas kehadirat Alla SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta segala kemudahan yang tak akan pernah usai.

Karya ini penulis persembahkan untuk:

Keluarga Tercinta

Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga.

Untuk Mas dan adikku yang selalu menghadirkan tawa walau sering bertengkar, terimakasih atas doa dan bantuan kalian selama ini.

Almamaterku

Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan


(7)

vii

PERBEDAAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANTARA SISWA PENGURUS OSIS DENGAN SISWA ANGGOTA EKSTRAKURIKULER BOLA

BASKET DI SMA NEGERI 1 SEYEGAN Oleh

Yulia Rahma Kurnia NIM 12104241079

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya dampak negatif dari kegiatan diluar jam belajar mengajar di sekolah yangmenimbulkan berbagai macam permasalahan belajar terhadap siswa. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui perbedaan kemandirian belajar siswa pengurus OSIS dan siswa anggota ekstrakurukuler bola basket.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis komparasi. Subjek pada penelitian ini adalah siswa pengurus OSIS sejumlah 31 siswa, dan anggota ekstrakurikuler sejumlah 26 siswa. Metode pengumpulan data dilakukan dengan angket, sedangkan instrumen penelitian berupa skala, yaitu skala kemandirian belajar yang terdiri dari 55 aitem valid. Uji validitas instrumen menggunakan uji expert judgement, dan uji Corrected Item-Total Corelation. Uji reliabilitas instrumen dihitung dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.

Analisis data menggunakan teknik analisis Uji-T. Hasil analisis Uji- T menunjukkan angka signifikansi 0,003 yang berarti terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa pengurus OSIS dengan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket. Berdasarkan hasil uji compare mean menunjukkan bahwa kemandirian belajar siswa pengurus OSIS lebih baik daripada siswa anggota ekstrakurikuler bola basket, dimana mean siswa pengurus OSIS lebih tinggi dari mean siswa anggota ekstrakurikuler bola basket (164,77 > 146,81). Kata kunci: Kemandirian belajar, pengurus OSIS, anggota ekstrakurikuler bola basket


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan izin dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan lancar. Skripsi ini berjudul “Perbedaan Kemandirian Belajar antara Siwa Pengurus OSIS dengan Siswa Anggota Ekstrakurikuler Bola Basket di SMA

Negeri 1 Seyegan”. Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan dari berbagai

pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

2. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani studi.

3. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan fasilitas akademik sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Skripsi.

4. BapakSugiyanto, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, membimbing, memberikan ilmu, dan mengarahkan, serta memberi masukan kepada penulis selama penyusunan Proposal Skripsi.

5. Seluruh dosen jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNY atas ilmu yang bermanfaat selama penulis menjalani masa studi.

6. Kepala sekolah SMA N 1 Seyegan yang telah memberikan izin untuk penelitian

7. Guru Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Ibu Rina Yulia Dwi P, S.Pd.dan guru Pembina Kesiswaan Bapak Sunarya, S.Pd. atas bantuan dan kerjasama dalam penelitian di lapangan sehingga penulis dapat menyusun Skripsi.

8. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu Iwin Sudarwanti dan Bapak Sugiyono yang tanpa lelah memberikan doa dan selalu berusaha membantu baik secara moril maupun materi. Semoga Allah SWT senantiasa memberi


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN SAMPUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ...v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. IdentifikasiMasalah ... 7

C. BatasanMasalah ... 8

D. RumusanMasalah ... 8

E. TujuanPenelitian ... 8

F. ManfaatPenelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. KajiantentangKemandirianBelajar ... 11

1. PengertianKemandirianBelajar (Self-Regulated Learning) ... 11

2. AspekKemandirianBelajar ... 13

3. FaktorKemandirianBelajar ... 15

4. KarakteristikSiswa yang MemilikiKemandirianBelajar... 18


(11)

xi

B. KajiantentangOrganisasiSiswa Intra Sekolah (OSIS) ... 23

1. KonsepKegiatanOrganisasiSiswa Intra Sekolah ... 23

2. TujuanOrganisasiSiwa Intra Sekolah ... 26

3. FungsiOrganisasiSiswa Intra Sekolah ... 26

4. KarakteristikSiswaPengurus OSIS ... 28

C. KajiantentangEkstrakurikuler Bola Basket ...29

1. PengertianEkstrakurikuler ...29

2. TujuanEkstrakurikuler ... 30

3. Jenis-JenisEkstrakurikuler ... 31

4. ProfilEkstrakurikuler SMA Negeri 1 Seyegan... 32

5. PengertianPermainan Bola Basket ... 33

6. KarakteristikSiswaAnggotaEkstrakurikuler Bola Basket ... 34

D. KajianTentangRemaja ... 34

1. PengertianRemaja ... 35

2. KarakteristikPerkembanganRemaja ... 35

3. TugasPerkembanganRemaja ... 36

4. Remaja di Sekolah ... 38

E. KerangkaBerpikir ... 39

F. KajianPenelitian yang Relevan ... 42

G. Hipotesis... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. PendekatanPenelitian ... 44

B. TempatdanWaktuPenelitian ... 44

C. VariabelPenelitian ... 45

D. PopulasidanSubyekPenelitian ... 45

1. PopulasiPenelitian ... 45

2. SubyekPenelitian ... 46

E. MetodePengumpulan Data danInstrumenPenelitian ... 46

1. MetodePengumpulan Data ... 46


(12)

xii

3. Penyusunan Kisi-Kisi InstrumenPenelitian ... 48

F. UjiValiditasdanReliabilitas ... 51

1. UjiValiditasInstrumen ... 51

2. UjiReliabilitasInstrumen ... 52

G. TeknikAnalisis Data ... 53

1. UjiPrasyaratAnalisi ... 54

a. UjiNormalitas ... 54

b. UjiHomogenitasVarians ... 54

2. UjiHipotesis ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. LokasidanWaktuPenelitian ... 56

1. DeskripsiLokasiPenelitian ... 56

2. WaktuPenelitian... 56

B. DeskripsiSubjekPenelitian ...57

C. Deskripsi Data KemandirianBelajarSiswa ...57

1. KemandirianBelajarSiswaPengurus OSIS ...57

2. KemandirianBelajarSiswaAnggotaEkskul Basket ...59

D. PengujianPrasyaratAnalisis ... 61

1. UjiNormalitas ... 61

2. UjiHomogenitas ... 62

E. PengujianHipotesis ... 62

F. Pembahasan ... 64

G. KeterbatasanPenelitian ...68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...69

B. Saran...69

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Skor Jawaban ... 48

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Kemandirian Belajar ... 50

Tabel 3. Subjek Penelitian... 57

Tabel 4. Deskripsi Data Kemandirian Belajar Siswa Pengurus OSIS ... 58

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kemandirian Belajar Pengurus OSIS ... 58

Tabel 6. Deskripsi Data Kemandirian Belajar Anggota Ekskul Basket... 59

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemandirian Belajar Ekskul Basket ... 60

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas ... 61

Tabel 9. Perhitungan Hipotesis Independent Sample Test ... 63


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Triadic Self-Regulated Learning ... 15 Gambar 2. Grafik Kemandirian Belajar Siswa Pengurus OSIS ... 58 Gambar 3. Grafik Kemandirian Belajar Siswa Anggota Ekskul Basket ... 60


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ... 75

Lampiran 2. Lembar Uji Expert Judgement ... 87

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Kemandirian Belajar .. 93

Lampiran 4. Instrumen Setelah Uji Coba ... 98

Lampiran 5. Rekapitulasi Data Skor Kemandirian Belajar Pengurus OSIS ... 106

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Kemandirian Belajar Ekskul Basket ... 108

Lampiran 7. Hasil Uji Prasyarat ... 110

Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis ... 112


(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maju dan tidaknya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui penyelenggaraan pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia-manusia berkualitas yang dapat mendukung tercapainya sasaran pembangunan nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Depdiknas, 2003) menyebutkan bahwa,

Pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No 20 tahun 2003).

Uraian di atas memiliki makna bahwa dengan pendidikan yang matang diharapkandapat mempengaruhi kemampuan, kepribadian, dan kehidupan individu dalam pertemuan dan pergaulannya dengan sesama, serta hubungannya dengan Tuhan.

Pendidikan dapat ditempuh melalui 3 jalur, yaitu jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Undang-undang no 20 tahun 2003 (Depdiknas, 2003) menjelaskan bahwa pendidikan formal merupakan jalur pendidikan terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Sedangkan pendidikan nonformal adalah


(17)

2

jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dalam penelitian ini difokuskan pada pendidikan formal yang berlangsung di sekolah, karena pendidikan formal merupakan salah satu unsur dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Mutu pendidikan sangat erat hubungannya dengan mutu siswa. Oleh karena itu, dalam meningkatkan mutu pendidikan harus diikuti dengan peningkatan mutu siswa. Peningkatan mutu siswa dapat dilihat pada tingginya tingkat prestasi belajar, sedangkan tingginya tingkat prestasi belajar dipengaruhi oleh besarnya minat belajar dan kemandirian belajar siswa. Pengertian kemandirian belajar atau sering disebut dengan istilah self regulated learning menurut Zumbrunn, Tadlock & Roberts(2011: 4) adalah suatu proses yang membantu siswa mengelola pikiran, perilaku dan emosi agar berhasil mengarahkan pengalaman belajar siswa. Effeney, Carroll & Bahr (2013: 58) menyatakan bahwa,

The self-regulation of cognition and behaviour are important aspects of learning and the extent to which school students become self-regulators of their own learning influences their academic succes.

Pendapat di atas berarti bahwa kemandirian belajar (self regulated learning) merupakan aspek penting dari belajar dan sejauh mana siswa menjadi mandiri dalam belajar mempengaruhi keberhasilan akademik. Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Zimmerman (2008: 166) yang menyatakan kemandirian belajar merupakan suatu proses proaktif yang digunakan siswa untuk meningkatkan kemampuan akademik, seperti menetapkan tujuan, memilih dan membuat strategi, dan memonitor keaktifan diri. Seorang siswa yang memiliki


(18)

3

kemandirian belajar akan memiliki inisiatif untuk menambah pengetahuan dan kemampuan tanpa mengandalkan guru, orangtua, atau instruktor.

Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis peroleh saat praktik pengalaman lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Seyegan, penulis menemukan bahwa sebagian besar siswa hanya belajar atau berlatih ketika akan ujian atau di beri pekerjaan rumah.Ketika penulis melakukan wawancara terdapat dua orang siswa yang mengaku lebih memilih mengandalkan teman saat ujian daripada harus belajar. Hal itu menunjukkan bahwa siswa tersebut tidak mempersiapkan materi untuk ujian. Zimmerman (1989: 11) menyatakan untuk dapat dianggap memiliki kemandirian belajar siswa harus menggunakan strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan akademis salah satu strategi khusus tersebut adalah berlatih dan menghafal (rehearsing and memorizing) materi pelajaran untuk ujian. Sehingga dari permasalahantersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kedua siswa tersebut belum memiliki kemandirian belajar yang baik.Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang baik maka siswa akan mempersiapkan materi dan berlatih untuk ujian sejak awal.

Selain kegiatan belajar mengajar (KBM) disekolah terdapat pula kegiatan organisasi siswa dan ekstrakurikuler. Peraturan Menteri nomor 39 tahun 2008 menyebutkan bahwa tujuan pembinaan kesiswaan yang terdiri dari organisasi siswa dan kegiatan ekstrakurikuler adalah,

Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat. Menyiapkan siswa agar menjadi warga


(19)

4

masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi mannusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani.

Hal ini berarti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi siswa diharapkan dapat berkembang kearah tujuan pendidikan dan diharapkan dapat sejalan dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan organisasi dan ekstrakurikuler yang terdapat disekolah adalah organisasi siswa intra sekolah (OSIS) dan bola basket. OSIS merupakan organisasi resmi sekolah, setiap sekolah wajib membentuk OSIS yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain. Melalui OSIS diharapkan dapat membawa perubahan pada diri siswa sebagai upaya untuk pengembangan karakter siswa. Di dalam OSIS siswa akan belajar berdemokrasi secara langsung walaupun dalam lingkup yang masih terbatas.

Kegiatan ekstrakurikuler menurut Peraturan Menteri Pendidikan nomor 62 pasal 1 tahun 2014 adalah kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik diluar jam belajar dan dilaksanakan di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Tujuan kegiatan ekstrakurikuler adalah untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kerjasama dan kemandirian siswa secara optimal. Kegiatan ekstrakurikuler siswa memiliki 2 macam, yaitu ekstrakurikuler wajib dan pilihan. Ekstrakurikuler bola basket merupakan ekstrakurikuler pililhan untuk mengolah bakat dan minat siswa di bidang olahraga bola basket.Ekstrakulikuer bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan merupakan salah satu ekstrakurikuler yang memiliki banyak prestasi, sehingga memiliki banyak siswa yang berminat untuk mengikuti ekstrakulikuler bola basket. Jika dibandingkan dengan kegiatan OSIS maka kegiatan bola basket lebih banyak pada latihan fisiknya.


(20)

5

Selama PPL di SMA Negeri 1 Seyegan penulis menemukan perbedaan antara siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi dengan siswa yang tidak mengikuti salah satu atau kedua kegiatan tersebut. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari waktu yang dimiliki siswa. Siswa yang memiliki waktu luang lebih banyak dapat berdampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah siswa dapat mengatur waktunya dengan lebih mudah karena kegiatan yang dilakukan lebih sedikit. Untuk sisi negatifnya penulis menemukan bahwa waktu luang yang terlalu banyak menyebabkan siswa menjadi terlalu santai dan menunda mengerjakan pekerjaan rumah. Untuk siswa yang memiliki kegiatan lebih banyak juga terdapat dampak positif dan negatif. Untuk dampak positifnya siswa pengalaman lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang tidak mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Namun ada sebagian kecil siswa yang merasa kebingungan untuk membagi waktunya untuk belajar sehingga hal tersebut berdampak negatif bagi siswa.

Pada pengamatan yang lain penulis sering menjumpai siswa anggota ekstrakurikuler olahraga yang tidak hadir di sekolah karena berpartisipasi di sebuah kejuaraan. Keikutsertaan siswa dalam sebuah perlombaan memanglah harus di dukung namun hal tersebut dapat menjadi sebuah masalah apabila nilai akademik siswa tersebut turun. Effeney, Carroll & Bahr (2013: 58) menyebutkan bahwa aspek penting dari keberhasilan akademik siswa adalah kemandirian belajar. Jika siswa tersebut memiliki kemandirian belajar yang tinggi maka keikutsertaannya dalam sebuah perlombaan tidak akan menimbulkan masalah.


(21)

6

Selanjutnya, penulis juga melakukan wawancara kepada seorang siswa anggota OSIS di SMA Negeri 1 Seyegan yang mengalami kecemasan akan nilai akademiknya. Hasil dari wawancara tersebut menunjukkan bahwa siswa merasa bahwa kegiatan yang dilakukannya terlalu padat, sehingga mengurangi waktu belajarnya. Banyaknya kegiatan yang harus dilakkukan menyebabkan siswa tersebut bingung bagaimana cara membagi waktu yang baik dan bagaimana cara membuat strategi belajar yang baik agar dengan waktu yang sedikit dapat belajar dengan efektif. Siswa tersebut juga memiliki anggapan bahwa hanya dengan mengandalkan belajar dikelas tidak dapat mencukupi ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya. Dari hasil wawancara maka dapat diketahui bahwa siswa tersebut memiliki kemandirian belajar namun memiliki permasalahan pada menentukan strategi belajar.

Dari berbagai informasi yang diperoleh oleh penulis maka dapat disimpulkan kegiatan organisasi dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa mereka dapat berprestasi seperti yang terjadi pada seorang siswi di Riau yang bernama Tri Sonia Fitria, yang mampu meraih prestasi walau sibuk dengan kegiatan sebagai sekretaris OSIS. Prestasi yang diraih oleh siswi tersebut antara lain mewakili sekolahnya dalam olimpiade biologi di Bangkinang, ia juga dipercayai sekolahnya mewakili dalam Kawah Kepemimpinan Pelajar di Bogor yang diikuti oleh siswa dari seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu ia juga selalu mendapatkan rangking 1 sejak masih duduk di SMP (Eka. 2016). Keberhasilan meraih prestasi berasal dari kebiasaan siswa tersebut rajin membaca buku dan rajin mengulang pelajaran yang


(22)

7

diperolehnya di dalam kelas. Kebiasaan siswa tersebut menunjukkan bahwa kemandirian belajar yang dimilikinya termasuk tinggi.

Permasalah kemandirian belajar siswa ini menjadi masalah yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini menjadi penting karena minimnya penelitian yang mengangkat permasalahan kemandirian belajar siswa pengurus OSIS dan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti perbedaan kemandirian belajar antara siswapengurus OSIS dengan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada sebagaimana dikemukakan pada latar belakang, maka permasalahan yang akan diungkapkan melalui penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Terdapat dua siswa yang memilikiperilaku tidak mempersiapkan materi dan berlatih untuk ujian.

2. Beberapa siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi memiliki permasalahan lebih sulit membuat rencana belajar.

3. Terdapat beberapa siswa yang harus meninggalkan kegiatan belajar mengajar di kelas untuk mengikuti perlombaan sehingga mengurangi waktu belajar siswa tersebut di dalam kelas

4. Meskipun siswa memiliki kemandirian belajar namun siswa kesulitan untuk menentukan strategi belajar yang baik.


(23)

8

5. Belum diketahuinya perbedaan kemandirian belajar antara siswa pengurus OSIS dengan siswa anggota ekstrakurikuler

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, serta agar penelitian yang dilakukan lebih mendalam dan tidak meluas maka perllu adanya pembatasan masalah. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah atau ruang lingkup penelitian agar lebih terfokus pada ranah kemandirian belajar siswa pengurus OSIS dan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahah yaitu apakah terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa pengurus OSIS dengan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket belajar di SMA Negeri 1 Seyegan?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan kemandirian belajar antara siswa pengurus OSIS dengan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket belajar di SMA Negeri 1 Seyegan.


(24)

9 F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan berupa data khususnya dalam Bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan kemandirian belajar siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi

2. Manfaat Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, antara lain:

a. Bagi siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data terkait kemandirian belajar. Data tersebut dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam bertindak dan berperilaku bagi siswa yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi sehingga siswa dapat menerapkan strategi dalam kemandirian belajar untuk memperoleh hasil akademik yang lebih baik.

b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling SMA Negeri 1 Seyegan

Hasil penelitian ini memberikan data kepada guru Bimbingan dan Konseling yang terkait dengan kemandirian belajar yang dimiliki siswa-siswanya. Data tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan


(25)

10

dalam perencanaan pemberian layanan bimbingan dan konseling khususnya bidang belajar.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai reverensi pengetahuan dan dasar bagi pengembangan penelitian lebih lanjut dalam memahami lebih mendalam dan lebih komprehensif tentang kemandirian belajar.


(26)

11 BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian tentang Kemandirian Belajar

Kajian tentang kemandirian belajar ini akan membahas tentang pengertian kemandirian belajar, aspek kemandirian belajar, faktor kemandirian belajar, karakteristik siswa yang memiliki kemandirian belajar, dan strategi kemandirian belajar.

1. Pengertian Kemandirian Belajar (Self-Regulated Learning)

Kemandirian belajar (self-regulated leaarning)menurut Zimmerman (1989: 329) adalah tingkatan dimana siswa secara metakognitif, termotivasi dan berperilaku aktif dalam proses belajar. Siswa secara personal berinisiatif mengarahkan kemampuannya untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan tanpa mengandalkan guru, orangtua atau instruktor. Zimmerman (2008: 167) menambahkan kemandirian belajar sebagai proses proaktif yang siswa gunakan untuk memperoleh kemampuan akademik, seperti menentukan tujuan, memilih dan mengerahkan strategi, dan memonitor diri keefektivitas seseorang, bukan sebagai hal reaktif yang terjadi pada siswa akibat gaya impersonal. Walau kemandirian belajar dilihat sebagai sesuatu yang penting selama seseorang belajar mandiri seperti saat belajar penemuan, membaca mandiri, atau mencari informasi dari sumber elektronik, tetapi hal itu juga dianggap penting dalam bentuk pembelajaran sosial seperti mencari bantuan dari teman sebaya, orangtua, dan guru.


(27)

12

Dari kedua pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kemandirian belajar adalah ketikan siswa secara metakognitif, termotivasi, dan berperilaku aktif dalam belajar. Kemudian selain untuk belajar yang bersifat kognitif, kemandirian belajar juga penting dalam pembelajaran sosial.

Kemandirian belajar menurut Chen (2002: 1) adalah tindakan inisiatif sendiri yang melibatkan penetapan tujuan dan mengatur upaya seseorang untuk mencapai tujuan,pemantauan diri (metakognisi), manajemen waktu, dan lingkungan fisik dan sosial. Dari pendapat ini dikemukakan juga metakognisi seperti pendapat Zimmerman.

Menurut Wolter, Pintrich, Karabenick (2003: 5) definisi umum kemandirian belajar adalah proses konstruktif dimana peserta didik menetapkan tujuan untuk pembelajaran mereka dan memonitor, mengatur, dan mengontrol kognisi, motivasi, perilaku dengan di batasi dan dibimbing oleh tujuan mereka dan lingkungan mereka. Kegiatan-kegiatan di atas dapat memediasi hubungan antara individu, konteks, dan prestasi mereka secara keseluruhan. Sejalan dengan pendapat tersebut Nilson (2013: 4) menyebutkan bahwa kemandirian belajar dalam definisi sederhana adalah berbagai proses, bidang dan aplikasi untuk belajar dan prestasi akademik yang membutuhkan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan bahkan fisik yang jauh melampaui dari sekedar membaca dan mendengarkan.

Bedasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar merupakan suatu aktivitas keterlibatan total yang melibatkan beberapa bagian dari otak. Hal tersebut meliputi perhatian


(28)

13

penuh, konsentrasi, kesadaran diri, introspeksi, jujur menilai diri, keterbukaan untuk berubah, disiplin, dan penerimaan tanggung jawab untuk belajar. Sebuah aspek penting dari teori pembelajaran mandiri adalah bahwa pembelajaran dan motivasi siswa diperlakukan sebagai proses saling tergantung yang tidak bisa sepenuhnya dipahami secara terpisah dari satu sama lain (Schunk, 1984,1989 dalam Zimmerman 1990: 6)

2. Aspek Kemandirian belajar

Kerangka teoritis kemandirian belajar telah dieksplorasi dari berbagai perspektif, namun untuk pengembangan biasanya didasarkan pada perspektif kognitif sosial di mana perkembangan intelektual dan fungsi sosial tidak dapat dipisahkan(Bandura, 1999 dalam Effeney, Caroll & Bahr 2013: 58). Model ini menunjukkan bahwa kemampuan kemandirian berkembang secara bertahap selama masa kanak-kanak dan menjadi remaja.

Zimmerman (1989: 329) menyebutkan tiga unsur penting dalam kemandirian belajar yaitu,

a. Strategi kemandirian belajar siswa adalah tindakan dan proses yang diarahkan dalam memperoleh informasi atau kemampuan oleh peserta didik yang melibatkan lembaga yang menjadi perantara. Termasuk metode mengatur dan mengubah informasi, konsekuensi diri, mencari informasi, dan melatih atau menggunakan alat bantu.

b. Persepsi self-eficacy dalam keterampilan kinerja. Self-eficacy mengacu pada persepsi tentang kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai kinerja dan


(29)

14

keterampilan untuk tugas-tugas tertentu (Bandura, 1986 dalam Zimmerman 1989: 329).

c. Komitmen untuk tujuan akademik. Tujuan akademik seperti nilai, harga diri sosial atau kesempatan kerja pasca kelulusan dapat bervariasi secara luas di alam dan dalam waktu pencapaian.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut Chen (2002: 3) menyatakan beberapa aspek kemandirian belajar, yaitu

a. Metakognisi. Metakognisi mengacu pada kesadaran, pengetahuan, dan kontrol dari kognisi. Tiga proses yang membentuk kemandirian belajar metakognisi adalah, merencanakan, mengawasi, dan regulasi.

b. Manajemen lingkungan fisik dan sosial. Mengatur lingkungan fisik dan sosial termasuk management lingkungan belajar dan meminta bantuan. Managemen area belajar membutuhkan tempat yang tenang dan bebas dari distraksi atau gangguan sehingga dapat berkonsentrasi. Meminta bantuan mirip seperti motif sosial yang mempengaruhi penggunaan meminta bantuan.

c. Manajemen waktu. Aspek ini melibatkan membuat jadwal, membuat rencana dan managemen waktu belajar.

d. Mengatur usaha.Mengatur usaha atau kemauan adalah kecenderungan untuk mempertahankan fokus dan usaha mencapai tujuan walau terdapat gangguan.


(30)

15 3. Faktor Kemandirian Belajar

Teori kognitif sosial percaya bahwa kemandirian belajar tidak hanya ditentukan oleh proses pribadi. Mereka percaya bahwa perilaku dan lingkungan juga memberikan pengaruh dalam kemandirian belajar. Dari pemikiran yang ada maka diusulkan 3 faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar Zimmerman (1989: 330). Hal tersebut sesuai dengan keterangan bandura (1977b, 1986, dalam Zimmerman 1989: 330) klasifikasi dibuat berdasarkan faktor-faktor penentu pribadi, lingkungan, dan perilaku pembelajaran mandiri. Oleh Zimmerman (1989: 330) 3 faktor tersebut yang mempengaruhi kemandirian belajar yang digambarkan ke dalam sebuah triadic


(31)

16

a. Faktor Pribadi. Siswa dapat menggunakan proses pribadi untuk mengatur strategi perilaku dan lingkungan belajar.

b. Faktor Perilaku. Siswa secara proaktif menggunakan strategi evaluasi diri (misalnya memeriksa PR Matematika) akan memperoleh informasi tentang akurasi dan apakah pemeriksaan harus melalui umpan balik. c. Faktor Lingkungan. Siswa menggunakan strategi manipulasi lingkungan

yang melibatkan intervensi ruang seperti menghilangkan kebisingan, megatur pencahayaan, dan mengatur tempat untuk belajar.

Bandura (1986 dalam Zimmerman 1989: 330) mengasumsikan bahwa kekuatan relatif dan pola temporal sebab-akibat antara pengaruh pribadi, lingkungan dan perilaku dapat diubah melalui, usaha pribadi untuk mengatur diri sendiri, hasil kinerja perilaku, dan perubahan dalam konteks lingkungan.

Menurut Bandura (dalam Alwisol, 2009: 285) terdapat 2 faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar, yaitu

a. Faktor Eksternal

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru anak-anak belajar baik dan buruk, tingkah laku yang dikehendaki dan tidak dihendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak kemudian mengembangkan standar yang akan


(32)

17

dipakai untuk menilai prestasi diri. Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

b. Faktor Internal

Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu :

1) Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinal tingkah laku diri, dan seterusnya. Orang harus mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang cenderung memilih beberapa aspek dari tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah lakunya yang lain. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan konsep dirinya.

2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgemental process): melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi.


(33)

18

3) Reaksi diri afektif (self response): berdasarkan pengamatan dan judgement itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.

4. Karakteristik Siswa yang Memiliki Kemandirian Belajar

Berdasarkan hasil penelitian L. Conro (dalam Montalvo, 2004: 3)karakteristik perbedaan para pembelajar yang belajar dengan self-regulateddengan yang tidak adalah:

a. Mereka familiar dengan dan mengetahui bagaimana menggunakan suatu seri strategi kognitif (repetisi, elaborasi, dan organisasi), yang membantu mereka menyelesaikan, mengubah (transform), mengatur (organize), memperluas (elaborate), dan memperoleh kembali informasi (recover information).

b. Mereka mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol dan mengatur proses mental mereka terhadap pencapaian tujuan-tujuan personal (metacognition).

c. Mereka menunjukkan sekumpulan kepercayaan motivasi (motivational beliefs), seperti perasaan academic self-efficacy, pemakaian tujuan-tujuan belajar, pengembangan emosi positif terhadap tugas-tugas (seperti kegembiraan, kepuasan, dan semangat besar).


(34)

19

d. Mereka merencanakan dan mengontrol waktu dan upaya yang digunakan untuk tugas-tugas, dan mereka mengetahui bagaimana membuat dan membangun lingkungan belajar yang baik, seperti menemukan tempat belajar yang cocok, dan pencarian bantuan ( help-seeking) dari guru/teman sekelas ketika menemui kesulitan. Untuk perluasan konteks yang diberikan, mereka menunjukkan upaya-upaya yang lebih besar untuk ambil bagian dalam control

Penulis menyimpulkan bahwa peserta didik yang memiliki kemandirian belajar yang efektif secara aktif menetapkan tujuan, menentukan strategi yang tepat, merencanakan waktu mereka, mengatur dan memprioritaskan bahan dan informasi, memonitor pembelajaran mereka dengan mencari umpan balik tentang kinerja mereka dan membuat penyesuaian yang diperlukan untuk kegiatan pembelajaran di masa mendatang, yang kemudian semuanya diarahkan dan didorong oleh tujuan serta mengutamakan konteks lingkungan.

5. Strategi Kemandirian Belajar

Strategi kemandirian belajar mengarah pada tindakan dan proses yang diarahkan pada perolehan informasi dan keterampilan. Sejalan dengan hal tersebut Zimmerman(1989: 11) menekankan untuk dapat dianggap memiliki kemandirian belajar siswa harus menggunakan strategi-strategi khusus untuk mencapai tujuan akademis. Zimmerman (1989: 337) menyebutkan beberapa strategi kemandirian belajar sebagai berikut:


(35)

20

a. Self-evaluating (evaluasi diri). Siswa memparkasai diri mereka sendiri untuk mengevaluasi kualitas dan kemajuan pekerjaan mereka.

b. Organizing and transforming(mengorganisir dan mengubah). Siswa memparkasai untuk menata ulang bahan ajar untuk meningkatkan pembelajaran.

c. Goal-setting and planning (menentukan tujuan dan merencanakan). Siswa menentukan tujuan dari pembelajaran dan merencanakan sequencing,waktu, dan kegiatan yang berkaitan dengan tujuan tersebut. d. Seeking information (mencari informasi). Siswa berinisiatif untuk

berusaha untuk mencari informasi tugas lebih lanjut dari sumber-sumber non sosial ketika melakukan tugas.

e. Keeping records and monitoring (membuat catatan dan memantau). Siswa berinisiatif untuk mencatat setiap peristiwa atau hasil.

f. Environmental structuring (penataan lingkungan). Siswa berinisiatif untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik untuk membuat belajar lebih mudah.

g. Self-consequating (konsekuensi diri). Siswa mengatur atau mengimajinasikan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau kegagalan.

h. Rehearsing and memorizing (berlatih dan mengahafal). Siswa berusaha berlatih dan menghafalkan meteri.


(36)

21

i. Seeking social assistance. Siswa ketika mengalami kesulitan mencari bantuan dari siswa atau teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu.

Menurut Wolter, Pintrich, dan Karabenick (2003: 8) terdapat 3 strategi kemandirian belajar, yaitu

a. Strategi mengatur kognisi akademik

Strategi ini berhubungan dengan pemprosesan informasi yang berkaitan dengan berbagai jenis kegiatan kognitif dan metakognitif yang digunakan individu untuk menyesuaikan dan merubah kognisinya. Metakognitif meniputi perencanaan, monitoring dan strategi regulasi untuk belajar seperti menetapkan tujuan untuk membaca, pemantauan pemahaman, dan membuat penyesuaian dalam belajar sebagai salah sau kemajuan melalui tugas.

Aspek utama dari kontrol kognitif adalah pemilihan aktual dan penggunaan berbagai strategi kognitif untuk memori, belajar, penalaran, pemecahan masalah dan berpikir. Strategi kognitif meliputi:

1) Rehersal (latihan). Mencakup upaya untuk menghafal materi dengan cara mengucapkan berulang atau dengan cara lain yang

menggunakan proses lebih “dangkal”

2) Elaboration (menjabarkan). Teknik ini menggunakan pendekatan yang lebih dalam untuk belajar. Elaboration dapat berupa dengan mencoba merangkum materi, mengubah materi ke dalam kata-kata individu sendiri.


(37)

22

3) Organisasi. Strategi organisasi melibatkan pengolahan yang lebih dalam melalui penggunaan berbagai taktik seperti mencatat, menggambar diagram, atau menggambarkan peta konsep untuk mengatur materi dalam berbagai cara.

b. Strategi mengatur motivasi berprestasi

Wolter, Pintrich, Karabenick (2003: 15) menjelaskan pengaturan motivasi sebagai kegiatan dimana individu sengaja bertindak untuk memulai, mempertahankan atau menambah kesediaan mereka untuk memulai, untuk menyediakan pekerjaan, atau untuk menyelesaikan kegiatan tertentu. Meskipun terkait erat, pengaturan motivasi secara konseptual berbeda dari motivasi itu sendiri. Permasalahan pengaturan motivasi hanyalah pada pikiran dan tidakan di mana siswa secara sadar dan sengaja berusaha untuk mempengaruhi motivasi mereka menganai kegiatan tertentu.

Strategi motivational meliputi : (1)Self-consequating (konsekuensi diri). Siswa menciptakan dan meyediakan diri akan menerima konsekuensi untuk keterlibatan mereka dalam kegiatan belajar. (2)Evironmental structuring (penataan lingkungan). Siswa menunjukkan usahanya untuk tetap terfokus dengan menghilangkan gangguan atau distraksi yang mungkin muncul dengan mengatur lingkungannya. (3)Mastery self-talk (menguasai berbicara dengan diri sendiri). Siswa menggunakan pikiran atau sub-vocal pernyataan untuk menyakinkan dirinya sendiri untuk membuat beberapa alasan untuk


(38)

23

tetap memiliki keinginan bekerja atau beraktivitas. (4)Performance or extrinsic self-talk ( kinerja atau ekstrinsik self-talk). Siswa menggunakan self-talk untuk meningkatkan motivasi mereka. (5)Relative ability self-talk (orientasi kemampuan). (6)Situational interest enhacement (motivasi intrinsik). (7)Relevance enhancement (relevansi pribadi). c. Strategi mengatur perilaku akademik

Mengatur perilaku merupakan strategi yang melibatkan upaya individu untuk mengontrol perilaku mereka sendiri. Strategi mengatur perilaku yang dapat dilakukan oleh individu dalam belajar adalah: effort regulation (mengatur usaha), regulating time and study environment (mengatur waktu dan lingkungan belajar) serta help-seeking (mencari bantuan).

B. Kajian tentang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)

Kajian tentang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) ini akan membahas mengenai konsep kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah, tujuan Organisasi Siswa Intra Sekolah, dan fungsi Organisasi Siswa Intra Sekolah 1. Konsep Kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah

Peraturan menteri nomor 39 tahun 2008 menyebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah berbentuk organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Organisasi tersebut merupakan organisasi resmi di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi kesiswaan di sekolah lain. Hal itu sejalan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan


(39)

24

Dasar dan Menengah Nomor 226/Kep/0/1993yang menyebutkan bahwa organisasi kesiswaan di sekolah adalah OSIS, yang merupakan kependekan dari organisasi, siswa, intra, sekolah. Masing-masing mempunyai pengertian sebagai berikut:

a. Secara Sistematis

1) Organisasi secara umum adalah kelompok kerjasama antar pribadi yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi dalam hal ini dimaksudkan satuan atau kelompok kerjasama para siswa yang dibentuk dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan.

2) Siswa, adalah peserta didik pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.

3) Intra, adalah berarti terletak di dalam dan di antara. Sehingga OSIS berarti suatu organisasi siswa yang ada di dalam dan dilingkungan sekolah yang bersangkutan.

4) Sekolah, adalah satuan pendidikan tempat menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.

b. Secara Organisasi

OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan


(40)

25

organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi bagian / alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah.

c. Secara Fungsional

OSIS adalah sebagai salah satu dari empat jalur pembinaan kesiswaan, di samping ketiga jalur yang lain yaitu: Latihan Kepemimpinan, Ekstrakurikuler dan Wawasan Wiyatamandala.

d. Secara Sistem

Apabila OSIS dipandang sebagai suatu sistem, berarti OSIS sebagai tempat kehidupan berkelompok siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini OSIS dipandang sebagai sistem, dimana sekumpulan para siswa mengadakan koordinasi dalam upaya menciptakan suatu organisasi yang mampu mencapai tujuan.

Melalui jalur OSIS ini, siswa di setiap sekolah dapat belajar cara-cara berorganisasi, berdemokrasi, menyampaikan pendapat, berargumentasi, presentasi dan menghargai pendapat orang lain. Mereka juga berlatih bagaimana cara mewujudkan suatu ide atau gagasan akan menjadi suatu kegiatan yang bermanfaat dan mampu untuk mengadakan evaluasi (Depdiknas, 2008: 16). Dalam pelaksanaannya kegiatan yang dilakukan berupa proses merencanakan, mengatur atau mengorganisasikan, melaksanakan, mengendalikan, megevaluasi dan mengembangkan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan.


(41)

26

Penyelenggaraan berbagai kegiatan OSIS memberikan tuntunan dan meningkatkan pola pikir, sikap dan perilaku siswa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing, kepribadian, budi pekerti luhur, sopan santun, dan disiplin (Depdiknas, 2008: 17).

Setiap anggota OSIS berperan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam organisasi. Peran OSIS yang ada dalam seksi-seksi nantinya akan berfungsi untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan program-program pembinaan kesiswaan baik program rutin, insidentil, ekstrakurikuler maupun kerja sama dengan unsur-unsur lain (Depdiknas, 2008: 16).

2. Tujuan Organisasi Siswa Intra Sekolah

Organisasi kesiswaan sebagaimana tercantum dalam Permendiknas No. 39 tahun 2008 Bab I Pasal 1, bertujuan untuk:

a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, kreativitas;

b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan; c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan

sesuai bakat dan minat;

d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society).


(42)

27

Sehingga dapat disimpulkan kegiatan OSIS diharapkan berdampak positif terhadap kepribadian peserta didik karena dalam OSIS terdapat banyak kegiatan yang akan dilakukan, baik rutin maupun insidental untuk merealisasikan tujuan pembinaan peserta didik seperti diatas. Kegiatan tersebut jugadilaksanakan dengan tujuan melatih sikap dan mental peserta didik agar mempunyai tanggung jawab yang tinggi, baik tanggung jawab yang bersifat pribadi sebagai peserta didik maupun tanggung jawab yang bersifat sosial.

3. Fungsi Organisasi Siswa Intra Sekolah

Fungsi pelaksanaan OSIS di sekolah dalam buku Petunjuk Pelaksanaan OSIS Depdikbud Dirjen Pendasmen 1996 diantaranya : a. Sebagai wadah, OSIS merupakan satu-satunya wadah kegiatan para

siswa di sekolah bersama dengan jalur pembinaan yang lain untuk mendukung tercapainya tujuan pembinaan kesiswaan. Oleh sebab itu OSIS dalam mewujudkan fungsinya sebagai wadah dan wahana harus selalu bersama-sama dengan jalur yang lain, yaitu latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler dan wawasan wiyatamandala. Tanpa saling bekerjasama dari berbagai jalur, peranan OSIS sebagai wadah tidak akan berfungsi.

b. Sebagai motivator, motivator adalah perangsang yang menyebabkan lahirnya keinginan dan semangat para siswa untuk berbuat dan melakukan kegiatan bersama dalam mencapai tujuan. OSIS akan tampil sebagai penggerak apabila para Pembina, pengurus mampu


(43)

28

membawa OSIS selalu dapat menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan yang diharapkan, yaitu: menghadapi perubahan, memiliki daya tangkal terhadap ancaman, memanfaatkan peluang dan perubahan, dan yang penting memberikan kepuasan kepada anggota.

c. Sebagai preventif, apabila fungsi yang bersifat intelek dalam arti secara internal OSIS dapat menggerakkan sumber daya yang ada dan secara eksternal OSIS mampu mengadaptasi dengan lingkungan, seperti menyelesaikan persoalan perilaku menyimpang siswa dan sebagainya. Dengan demikian secara preventif OSIS ikut mengamankan sekolah dari segala macam ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar. Fungsi preventif OSIS akan terwujud apabila fungsi OSIS sebagai pendorong lebih dahulu harus dapat diwujudkan.

4. Karakteristis Siswa Pengurus OSIS

berdasarkan fungsi-fungsi OSIS yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat terlihat secara tidak langsung bahwa siswa pengusus OSIS diharapkan mampu menjadi penggerak, dan menjadi motivator bagi siswa lainnya. Kemudian siswa pengurus OSIS juga diharapkan memiliki kemampuan tertentu seperti membuat perencanaan, demokrasi, kerjasama, berargumentasi, dan berpendapat. Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan untuk menjalankan program-program pembinaan kesiswaan seperti yang tercantum dalam Depdiknas (2008: 16) yang menyebutkan setiap anggota OSIS berperan sesuai dengan fungsi dan kedudukannya dalam organisasi. Peran OSIS yang ada dalam seksi-seksi


(44)

29

nantinya akan berfungsi untuk mengkoordinasikan dan melaksanakan program-program pembinaan kesiswaan baik program rutin, insidentil, ekstrakurikuler maupun kerja sama dengan unsur-unsur lain.

Maka dapat disimpulkan bahwa siswa pengurus OSIS diharapkan memiliki kemampuan membuat perencanaan, demokrasi, kerjasama, berargumentasi dan berpendapat, dan mampu menjadi penggerak dan motivator. Kemampuan-kemampuan tersebut termasuk kedalam ranah kognitif dan afektif. Ranah kognitif menupakan kemampuan siswa dalam berpikir dan memecahkan masalah misalnya membuat perencanaan dan melakukan evaluasi. Untuk ranah afektif lebih kepada bagaimana siswa bersikap dan berperilaku.

C. Kajian tentang Ekstrakurikuler Bola Basket

Kajian tentang ekstrakurikuler Basket ini akan membahas mengenai pengertian ekstrakurikuler, tujuan ekstrakurikuler, jenis-jenis ekstrakurikuler, profil ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Seyegan, dan pengertian permainan bola basket.

1. Pengertian Ekstrakurikuler

Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik, maka dibentuklah kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan salah satu kegiatan dalam program kulikuler. Kegiatan ekstrakurikuler diharapkan dapat memfasilitasi pengembangan potensi


(45)

30

peserta didik melalui pengembangan minat, bakat, dan kreativitas serta kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain.

Pengertian ekstrakurikuler tercantum di dalam Peraturan Menteri Nomor 62 th 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuleryang menyebutkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Satuan pendidikan yang dimaksud adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

Melalui bimbingan dan pelatihan guru, kegiatan ekstrakurikuler dapat membentuk sikap positif terhadap kegiatan yang diikuti oleh para siswa. Kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti dan dilaksanakan oleh siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah, bertujuan agar siswa dapat mengembangkan potensi, minat dan bakat. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan diluar jam pelajaran wajib, sehingga dapat memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. 2. Tujuan Ektrakulikuler

Setiap kegiatan pasti tidak terlepas dari aspek tujuan. Suatu kegiatan yang dilakukan tanpa jelas tujuannya, maka kegiatan itu akan sia-sia. Mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler dijelaskan oleh


(46)

31

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Handoko, 2013: 11) menjelaskan mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler sebagai berikut:

a. Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuanketerampilan mengenai hubungan antara berbagai matapelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapiupaya pembinaan manusia seutuhnya yang:

1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2) berbudi pekerti luhur

3) memiliki pengetahuan dan keterampilan 4) sehat rohani dan jasmani

5) berkepribadian yang mentap dan mandiri

6) memilki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan b. Siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian

sertamengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam programkurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan. Penjelasan tersebut pada dasarnya memiliki pengertian bahwa tujuan kegiatan ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa. Dengan kata lain, kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai-nilai pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya

3. Jenis-Jenis Ekstrakurikuler

Jenis-jenis ekstrakurikuler tercantum di dalam Peraturan Menteri Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikulerterdapat dua jenis kegiatan ekstrakurikuler, yaitu kegiatan ekstrakurikuler wajib dan kegiatan ekstrakurikuler pilihan.

Ekstrakurikuler wajib merupakan ekstrakurikuler yang wajib diikuti oleh seluruh siswa, kegiatan tersebut berupa kepramukaan. Kegiatan ekstrakurikuler pilihan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang


(47)

32

dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan pendidikan sesuai dengna bakat dan minat peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler pilihan dapat berbentuk latihan olah-bakat dan latihan-olah minat. Ekstrakurikuler basket termasuk kedalam ekstrakurikuler pilihan yang berbentuk latihan olah-bakat dan olah-minat bermain basket.

4. Profil Ekstrakurikuler SMA Negeri 1 Seyegan

SMA Negeri 1 Seyegan merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki kepedulian terhadap kegiatan ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler yang terdapat di SMA Negeri 1 Seyegan sebanyak 30 ekstrakurikuler. 1 ekstrakurikkuler wajib dan 29 ekstrakurikuler pillihan. Bola basket merupakan salah satu dari 29 ekstrakurikuler pilihan yang terdapat di SMA Negeri 1 Seyegan. Kegiatan ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan masih berjalan dengan baik dikarenakan siswa yang mengikuti cukup banyak dan didukung sarana prasarana kegiatan ekstrakurikuler bola basker di SMA Negeri 1 Seyegan tersedia dengan baik dan cukup memadai. Kegiatan ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan ditangani oleh guru/pelatih bola basket yang mempunyai latarbelakang pendidikan jasmani olahraga kesehatan. Kegiatan ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan dilaksanakan setiap hari Selasa dan Kamis, selama 2 jam, yaitu mulai pukul 14.00-16.00 WIB. SMA Negeri 1 Seyegan memiliki 1 lapangan bola basket dan mempunyai sekitar 5 bola basket. Lapangan yang dimiliki masih sangat layak digunakan untuk bermain.


(48)

33 5. Pengertian Permainan Bola Basket

Bola basket adalah suatu permainan yang dimainkan oleh dua (2) tim yang masing-masing terdiri dari lima (5) pemain. Perbasi (Ahmad Ali Mansur, 2015: 32) menyebutkan tujuan dari masing-masing tim adalah untuk mencetak angka ke keranjang lawan dan berusaha 32 mencegah tim lawan mencetak angka. Pertandingan dikontrol oleh wasit, petugas meja dan seorang commissioner, jika hadir. Dalam pertandingan bola basket, keranjang yang diserang oleh suatu tim adalah keranjang lawan dan keranjang yang dipertahankan oleh suatu tim adalah keranjang sendiri sedangkan pemenang pertandingan bola basket ditentukan dari tim yang mencetak angka lebih banyak pada akhir waktu permainan.

Menurut Nuril Ahmadi (Ahmad Ali Mansur, 2015: 32) olahraga permainan bola basket adalah permainan yang sederhana, mudah dipelajari dan dikuasai dengan sempurna yang juga menuntut perlunya melakukan suatu latihan baik (disiplin) dalam rangka pembentukan kerjasama tim. Permainan ini juga menyuguhkan kepada penonton banyak hal seperti dribbling sambil meliukliuk dengan lincah, tembakan yang bervariasi, terobosan yang fantastic, gerakan yang penuh tipu daya dan silih bergantinya poin-poin indah dari regu yang bertanding.

Menurut Dedy Sumiyarsono (Ahmad Ali Mansur, 2015: 33) permainan bola basket adalah salah satu bentuk olahraga yang masuk dalam cabang permainan beregu. Permainan bola basket dimainkan oleh dua tim, dengan tujuan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan


(49)

34

sebanyak mungkin, serta menahan serangan lawan agar tidak memasukkan bola ke dalam keranjangnya. Lebih lanjut Dedy Sumiyarsono (Ahmad Ali Mansur, 2015: 33) menyatakan bahwa dasar bermain bola basket dengan cara lempar tangkap, menggiring dan menembak dengan luas lapangan 28 m x 15 m dapat terbuat dari tanah, lantai, dan papan yang dikeraskan. Dalam mencapai kemenangan, satu regu bola basket harus mengumpulkan angka sebanyak-banyaknya dengan cara memasukkan bola ke keranjang lawan dan mencegah lawan untuk melakukan hal yang serupa.

6. Karakteristik Siswa Anggota Ekstrakurikuler Bola Basket

Kegiatan Ekstrakurukuler bola basket sebagian besar terdiri dari kegiatan yang bersifat olah fisik. Ekstrakurikuler bola basket termasuk kedalam ekstrakurikuler yang mengembangkan bakat, minat dan kemampuan dalam bidang olahraga khususnya bola basket.

Permainan bola basket termasuk dalam cabang olahraga fisik beregu. Oleh karena hal tersebut dibutuhkanlah latihan fisik dengan disiplin untuk membentuk kerjasama dalam tim. Sebagian besar kegiatan dalam ekstrakurikuler bola basket terdiri.

D. Kajian Tentang Remaja

Kajian tentang Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) ini akan membahas mengenai pengertian remaja, karakteristik perkembangan remaja, tugas perkembangan remaja, dan remaja di sekolah


(50)

35 1. Pengertian Remaja

Remaja dalam arti adolesence (Inggris) berasal dari kata latin adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan. Hurlock (1980: 206) mengatakan adolesence memiliki cakupan arti yang luaas, yaitu: kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Seseorang dikatakan remaja apabila dia memiliki kematangan dari segi mental, emosional, sosial, dan fisik.

World Health Organization (dalam Sarlito W. Sarwono, 2012: 11) memberikan definisi remaja yang lebih konseptual yaitu remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan dimana individu mencapai kematangan seksual, mengalami perkembangan psikologis dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi menjadi lebih mandiri.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan.

2. Karakteristik Perkembangan Remaja

Masa remaja dikenal dengan masa mencari jati diri. Individu yang memasuki masa remaja, memiliki ciri-ciri yang berbeda dari masa-masa peiode kehidupan lainnya.Renita Mulyaningtyas dan Yusuf Purnomo(2006: 23), menyebutkankarakteristik remaja tahap awal (usia 14-17 tahun untuk laki-laki dan 13-14-17 tahun untuk perempuan) adalah sebagai berikut.


(51)

36

a. Terjadi perubahan fisik dan kejiwaan yang cepat dan berdampak pada perubahan tugas, tanggung jawab, hak, kewajiban, hubungan dengan orangtua, dan oranglain. Pada masa ini terjadi perubahan sikap terhadap diri sendiri, orang tua, teman, dan guru

b. Masa gejolak emosi/perasaan. Seseorang remaja sering menjadi pemarah, iri hati, cemburu. Tidak jarang pula seorang remaja merasa benci pada orang tua, atau kurang memiliki perhatian pada hal-hal atau orang-orang yang tidak diminatinya.

c. Tidak stabil, seperti emosi yang cepat berubah, cepat bosan, atau sulit berkonsentrasi.

d. Merasa banyak masalah, dan yang peling menonjol adalah mereka merasa bahwa tidak ada orang yang mau memahami mereka. e. Adanya usaha yang keras untuk dihargai dan diakui

keberadaannya. Usaha ini dilakukan dengan berbagai cara, bahkan kadang tidak dipikirkan aspek negatif maupun positifnya.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Havigurst (dalam Renita Mulyaningtyas dan Yusuf Purnomo, 2006: 87) tugas perkembangan adalah tugas-tugas yang muncul pada masa perkembangan tertentu dalam kehidupan seseorang. Tugas perkembangan remaja meliputi hal-hal yang semestinya dilakukan oleh remaja agar dapat melaksanakan perannya sebaik mungkin untuk kehidupan dimasa remaja dan mempersepsikan diri menjelang masa dewasa.

William Kay (dalam Yudrik Jahja, 2011: 238) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja, sebagai berikut:

1) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman warna kulitnya

2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur- figur yang mempunyai otoritas

3) Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok

4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya

5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri


(52)

37

6) Memperkuat self control atas dasar skala nilai, prinsip- prinsip, atau falsafah hidup

7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri dari sikap kekanak- kanakan

Menyingkat pendapat William Kay, Renita Mulyaningtyas dan Yusuf Purnomo (2006: 87) menjelaskan tugas perkembangan remaja awal sebagai berikut:

1) Menerima keadan fisik dan menjalankan perannya masing-masing. 2) Menjalin persahabatannya terutama dengan lawan jenis.

3) Memperoleh kebijakan secara emosional dari orang dewasa.

4) Mengembangkan kemampuan intelektual menjadi warga yang baik. 5) Melakukan tingkah laku yang dapat diterima lingkungan sekitar. 6) Menentukan dengan penuh kesabaran nilai- nilai yang benar dan salah.

Menyerupai pendapat keduanya, menurut Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2002:45) tugas perkembangan remaja pada usia 13-19 tahun adalah:

1) Menerima kondisi fisik sebagai wanita dan laki-laki.

2) Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda kelamin.

3) Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya.

4) Mencapai keinginana pola perilaku tertentu dalam bertanggungjawab pada lngkungan sosialnya.

5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lain.

6) Menerima dirinya dan memiliki kepercayaan pada kemampuannya sendiri

Berdasarkan paparan tugas perkembangan yang dikemukakan beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa tugas perkembagan remaja cenderung mengarah pada aspek pribadi dan sosial. Aspek sosial berkaitan dengan kemanpuan siswa beradaptasi, menjalin pertemanan dan persahabatan. Aspek pribadi berkaitan dengan penerimaan fisik,


(53)

38

kemandirian emosional, menemukan identitas diri, dan menerima kemampuan sendiri.

4. Remaja di Sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang sudah bersekolah, lingkungan sekolah adalah lingkungan yang setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah. Hampir sepertiga waktu setiap harinya dilewatkan remaja di sekolah. Tidak mengherankan jika pengaruh sekolah terhadap perkembangan remaja cukup besar (Sarlito W. Sarwono, 2012: 148).

Sarlito W. Sarwono (2012: 148) menyebutkan sekolah diharapkan berdampak positif terhadap perkembangan remaja. Sebagai lembaga pendidikan, sekolah mengajarkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat di samping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswanya. Fungsi sekolah sebagai pembentuk nilai dalam diri remaja banyak mengalami rintangan). Seperti munculnya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi remaja, misalnya lingkungan sekitar sekolah dan hubungan pertemanan

Sarlito W. Sarwono (2012: 159) mengangap pengaruh pertemanan antar remaja dianggap sebagai salah satu hal yang menghalangi fungsi sekolah sebagai pembentuk remaja. Pengaruh pertemanan di mulai pada usia 9-15 tahun. Hubungan pertemanan yang terjadi pada usia tersebut merupakan hubungan yang terikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama dan saling membagi perasaan, saling tolong-menolong untuk


(54)

39

memecahkan masalah bersama. Untuk usia remaja 12 tahun keatas ikatan emosi bertambah kuat dan mereka saling membutuhkan.

E. Kerangka Berpikir

Kemandirian belajar adalah sebuah proses proaktif yang positif dalam belajar yang secara personal siswa mengarahkan kemampuannya sendiri tanpa mengandalkan orang lain. Dalam kemandirian belajar terjadi proses dimana siswa menentukan tujuan, mengatur upaya, memantau diri, mengatur waktu, lingkungan fisik dan sosial mereka. Proses tersebut terjadi ketika siswa berinisiatif untuk memperoleh informasi atau kemampuan. Dalam hal ini penulis mengacu kepada pendapat dari Bandura yang menyatakan bahwa perkembangan kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh perkembangan intelektual dan fungsi sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan kemandirian belajar berkembang secara bertahap selama masa kanak-kanak dan remaja. Dalam penelitian ini subyek yang akan diteliti masih dalam usia remaja sehingga masih terdapat kemungkinan bahwa kemandirian belajar siswa masih dapat dipengaruhi oleh perkembangan intelektual dan fungsi sosial.

Kemampuan kemandirian belajar yang berkembang selama masa kanak-kanak dan remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor pribadi, perilaku, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut memiliki hubungan sebab-akibat. Faktor pribadi adalah bagaimana seseorang mengatur strategi perilaku dan lingkungan belajar. Faktor perilaku dapat mempengaruhi pribadi dengan cara evaluasi diri apakah upaya yang dilakukan telah sesuai dengan tujuan


(55)

40

awal. Kemudian faktor lingkungan mempengaruhi perilaku untuk memanipulasi lingkungan. Ketiga faktor tersebut tidak jauh berbeda dengan Bandura yang menyebutkan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal berupa lingkungan sosial yang mempengaruhi standar tingkah laku yang digunakan untuk menilai prestasi diri. Faktor internal berupa pengaturan diri sendiri yang berupa observasi diri, penilaian atau evaluasi, dan reaksi diri.

Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Untuk lingkungan sosial dapat berupa lingkungan rumah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Untuk anak yang telah bersekolah, lingkungan sekolah adalah tempat yang hampir setiap hari dimasukinya selain lingkungan rumah. Oleh karena itu sekolah dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perkembangan remaja. Dalam hal ini penulis mengacu kepada pendapat Sarlito yang menyebutkan pengaruh lingkungan pada tahap yang pertama diawali dengan pergaulan dengan teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan pertemanan merupakan hubungan yang terikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama dan saling membagi perasaan, saling tolong-menolong untuk memecahkan masalah bersama. Hal tersebut juga terjadi ketika siswa usia remaja memasuki suatu komunitas yang memiliki minat di bidang yang sama seperti OSIS dan ekstrakurikuler Bola Basket.

Siswa pengurus OSIS ataupun siswa anggota ekstrakurikuler bola basket sama-sama dipertemukan oleh minat yang sama walau dalam bidang yang berbeda. OSIS merupakan tempat untuk memupuk minat dalam


(56)

41

berorganisasi, sedangkan ekstrakurikuler bola basket adalah tempat untuk mengembangkan minat dan bakat dalam olahraga bola basket. Perbedaaan lain yang terlihat dari kedua kegiatan tersebut adalah untuk pemecahan permasalahan di dalam OSIS dibutuhkan kreativitas, logika dan kekompakan, karena sebagian besar permasalah yang timbul di dalan OSIS adalah bagaimana mereka melaksanakan program dengan baik. Untuk permasalahan yang sering muncul dalam ekstrakurikuler bola basket adalah bagaimana mereka dapat memenangkan suatu pertandingan, oleh karena itu dibutuhkanlah kedisiplinan dalam berlatih, kekompakan, dan kerjasama tim. Namun untuk beberapa hal kedua kegiatan tersebut memiliki persamaan, seperti dibutuhkanlah kedisiplinan, rasa tanggung jawab, kreativitas, kekompakan, kerjasama, dan saling tolong-menolong untuk memecahkan masalah bersama. Walau memiliki banyak persamaan tetap saja kedua kegiatan tersebut sangat berbeda, karena OSIS dan ekstrakurikuler bola basket berada dalam bidang yang berbeda. Untuk lebih singkatnya ekstrakurikuler bola basket lebih membutuhkan ketahanan fisik yang lebih baik, sedangkan OSIS membutuhkan kemampuan berpikir yang lebih baik.

Pengaruh dari hubungan pertemanan yang terjadi di dalam kedua kegiatan tersebut dapat mempengaruhi bagaimana perilaku remaja. Selain itu dari kegiatan yang dilaksanakan pada OSIS dan ekstrakurikuler bola basket dapat mempengaruhi bagaimana siswa menyelesaikan permasalahannya. Karena seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa siswa pengurus OSIS diharapkan memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik, sedangkan


(57)

42

siswa anggota ekstrakurikuler diharapkan memiliki kemampuan fisik yang lebih baik. Hal tersebut dapat mempengaruhi bagaimana siswa menggunakan strategi kemandirian belajar.

Strategi kemandirian belajar adalah tindakan dan proses yang dilakukan untuk memperoleh informasi atau kemampuan oleh peserta didik. Strategi tersebut dapat berupa memanipulasi bahan ajar, merangkum, mengorganisir, membuat catatan, berlatih dan menghafal. Strategi kemandirian belajar tersebut membutuhkan kemampuan kognitif yang terlatih. Jika dikaitkan dengan kegiatan OSIS yang membutuhkan kemampuan kognitif dalam penyelesaian masalahnya maka dapat terjadi kemungkinan bahwa siswa yang aktif pada kegiatan OSIS dapat menerapkan strategi kemandirian belajar yang lebih baik. Dibandingkan dengan kegiatan ekstrakurikuler bola basket yang lebih menekankan kepada kemampuan fisik.

F. Kajian Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Anggi Puspitasari (2013) yang berjudul Self Regulated Learning Ditinjau Dari Goal Orientation (Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri 1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan self-regulated learning antara siswa mastery goal dengan siswa performance goal. Penelitian tersebut menggunakan uji perbedaan dengan teknik uji-t sehingga memperoleh nilai t=6,823 dengan nilai signifikansi atau p=0,000. Berdasarkan hasil uji analisis menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil uji


(58)

43

analisis menunjukkan bahwa self regulated learning siswa mastery goal lebih baik daripada siswa performance goal, di mana mean empirik siswa mastery goal lebih tinggi dari mean empirik siswa performance goal (147,03>129,83)

2. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rofa Fahkrur Rozi (2014: 12) yang berjudul Kemandirian Belajar Ditinjau Dari Lingkungan Belajar dan Keikutsertaan Siswa dalam Organisasi Sekolah pada Siswa SMK Negeir 1 Banyudono Tahun Ajaran 2013/2014. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa lingkungan belajar dan keikutsertaan siswa dalam organisasi sekolah berpengaruh positif terhadap kemandirian belajar. Hal ini dapat dilihat dari persamaan regresi linier sebagai berikut Y = 17,884 + 0,423X1 + 0,234X2, berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa koefisien regresi dari masing-masing variabel independen bernilai positif, artinya variabel lingkungan belajar dan keikutsertaan siswa dalam organisasi sekolah secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kemandirian belajar.

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dapat ditentukan hipotesis penelitian ini adalah terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa pengurus OSIS dengan kemandirian belajar siswa anggota ekstrakurikuler bola basket.


(59)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian komparasi. Hal ini dikarenakan data yang nantinya diperoleh berupa angka dan akan dianalisis dengan menggunakan analisis statistik. Sejalan dengan pendapat Saifuddin Azwar (2014: 5) yang berpendapat bahwa pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika.

Penelitian komparatif menurut Aswarni Sudjud (dalam Suharsimi Arikunto, 2010: 310) yaitu penelitian yang akan dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok, terhadap suatu ide atau prosedur kerja, dalam penelitian ini peneliti akan membandingkan perbedaan kemandirian belajar yang dimiliki oleh siswa pengurus OSIS dan anggota ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada salah satu tingkat satuan pendidikan yakni SMA Negeri 1 Seyegan yang beralamat di Dusun Tegal Gentan, Kalurahan Margoagung, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah


(60)

45

Istimewa Yogyakarta. dan dilakukan pada. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2016.

C. Variabel Penelitian

Menurut Juliansyah Noor (2011: 48) variabel penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh. Variabel penelitian merupakan pokok permasalahan yang akan diteliti. Sugiyono (2014: 63) menjelaskan bahwa variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Penelitian ini merupakan penelitian komparasi atau perbandingan, sehingga mempunyai dua variabel yang akan dibandingkan yaitu:

X1 = Kemandirian Belajar Siswa Pengurus OSIS

X2 = Kemandirian Belajar Siswa Anggota Ekstrakurikuler Bola Basket

D. Populasi dan Subyek Penelitian 1. Populasi Penelitian

Menurut Irawan Soehartono (2011:57) populasi adalah keseluruhan unit analisis, yaitu objek yang akan diteliti. Sedangkan menurut Sugiyono, (2010:117) populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.


(61)

46

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah siswa pengurus OSIS dan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket.

2. Subyek Penelitian

Suharsimi Arikunto (2006: 114) menjelaskan subjek penelitian merupakan sunber untuk memperoleh data. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa pengurus OSIS dan siswa anggota ekstrakurikuler bola basket SMA Negeri 1 Seyegan

Penelitian ini merupakan penelitian populasi, karena seluruh subyek penelitian diambil seluruhnya untuk penelitian. Jumlah keseluruhan subyek adalah 57 orang yang terdiri dari 31 siswa pengurus OSIS dan 26 siswa anggota ekstrakurikuler bola basket. Hal ini sesuai dengan pendapatSuharsimi Arikunto (2006: 118) yang menyatakan pengambilan sampel terhadap subyek penelitian yang kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Penelitian yang bersifat penelitian populasi artinya seluruh subyek di dalam wilayah penelitian dijadikan subyek penelitian, sedangkan penelitian yang bersifat sampel hanya sebagian dari subyek penelitian dipilih dan dianggap memakili keseluruhan.

E. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data (Suharsimi Arikunto, 2010: 100). Dalam


(62)

47

penelitian ini, teknik yang digunakan adalah skala, skala yang digunakan adalah skala kemandirian belajar. Jenis skala yang digunakan adalah skala likert. Sugiyono (2014:134) menjelaskan skala likertdigunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelonpok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala likert menmpunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Jawaban item-item skala pernyataan berupa empat pilihan jawaban yang kemudian masing-masing jawaban diberi rentang nilai 1- 4. Nilai 4 menandakan kemandirian belajar sangat tinggi; nilai 3 menandakan tingkat kemandirian belajar yang tinggi; nilai 2 menandakan tingkat kemandirian belajar yang rendah dan nilai 1 menandakan tingkat kemandirian belajar yang sangat rendah

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, lebih cermat, lebih lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah (Suharsimi Arikunto, 2002: 136). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kemandirian belajar dengan model skalalikert. Sugiyono (2014: 134) menjelaskan skala likert digunakan untuk


(63)

48

melakukan pengukuran data dengan tujuan menghasilkan data kuantitatif yang akurat. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa penyataan atau pertanyaan.Skala disajikan dalam bentuk pernyataan favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).

Item-item skala disusun dalam bentuk pernyataan dengan pilihan jawaban sangat sesuai (SS) yang diberi skor 4 untuk pernnyataan favorable dan 1 untuk pernyataan yang unfavorable, sesuai (S)yang diberi skor 3 untuk pernnyataan favorable dan 2 untuk pernyataan yang unfavorable, tidak sesuai (TS)yang diberi skor 2 untuk pernnyataan favorable dan 3 untuk pernyataan yang unfavorable, dan sangat tidak sesuai (STS) yang diberi skor 1 untuk pernnyataan favorable dan 4 untuk pernyataan yang unfavorable. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Skor Jawaban

No. Alternatif Jawaban

Skor Jawaban

Favorable Unfavorable

1. Sangat Sesuai 4 1

2. Sesuai 3 2

3. Tidak Sesuai 2 3

4. Sangat Tidak Sesuai 1 4

3. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Kisi-kisi menurut Suharsimi Arikunto (2006: 138) adalah sebuah tabel yang menunjukkan hubungan antara hal-hal yang disebutkan dalam baris dengan hal yang disebutkan pada kolom. Sebelun menuliskan butir-butir penyataan dalam bentuk kisi-kisi terlebih dahulu dijabarkan menjadi:


(64)

49 a. Membuat definisi operasional

Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan, maka peneliti menetapkan definisi operasional yang digunakan sebagai dasar penyusunan instrumen sebagai berikut: kemandirian belajar merupakan kemampuan siswa dalam dalam mengarahkan tindakan dan pikirannya dengan inisiatif sendiri untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan tanpa mengandalakan guru, orangtua atau orang lain. Dalam penelitian ini, perolehan skor kemandirian belajar dibuat berdasarkan strategi-strategi kemandirian belajar yang terdiri dari evaluasi diri( self-evaluating),mengorganisasi dan mengubah (organizing and transforming),menetapkan tujuan (goal-setting and planning),mencari informasi(Seeking information),menjaga catatan dan memonitor(keeping records and monitoring), penataan lingkungan(environmental structuring)-,konsekuensi diri (self-consequating), dan berlatih dan mengingat(rehearsing and memorizing). Semakin tinggi skor yang diperoleh subyek maka semakin menunjukkan kemandirian belajarnya tinggi, sebaliknya semakin rendah skor yang diperolah subyek maka semakin menunjukkan kemandirian belajarnya rendah.

b. Membuat kisi-kisi Instrumen

Menurut Suharsimi Arikunto (2009: 135) langkah-langkah menyusun instrumen pengumpulan data adalah sebagai berikut:


(65)

50

1) Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul penelitian atau yang tertera dalam problematika penelitian.

2) Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variable. 3) Mencari indikator setiap sub atau bagian variable. 4) Menderetkan deskriptor dari setiap indikator.

5) Merumuskan setiap deskriptor menjadi butir-butir instrumen.

6) Melengkapi instrumen dengan petunjuk pengisian dan kata pengantar. Berikut kisi-kisi yang digunakan dalam penelitian

Tabel 2. Kisi-Kisi Skala Kemandirian Belajar

Variabel Aspek Indikator

Nomor Item Jml Favo-rable Unfavo -rable Strategi Kemandirian Belajar

Evaluasi Diri Siswa mengecek kembali perkembangan dalam belajar untuk membuat evaluasi berdasarkan hal tersebut

2, 3, 4, 7

1, 5, 6 7

Mengorganisasi dan Mengubah

Mampu mengolah materi yang telah diterima dengan berbagai cara

9, 10, 11, 13, 14

8, 12, 15

8

Menetapkan Tujuan dan Merencanakan

Siswa membuat target belajar Siswa membuat perencanaan untuk kegiatan belajar

16, 18, 19, 20 17, 22, 21, 23 8 Mencari Informasi

Siswa mempersiapkan materi 25, 27, 30

24, 26, 28, 29

7 Menjaga Catatan

dan Memonitor

Siswa membuat catatan perkembangan dirinya siswa melakukan pengecekan dengan menggarisi yang salah

32, 34, 35, 39

31, 33, 36, 37, 38

9

Penataan Lingkungan

Siswa mampu menghilangkan semua yang mengganggu di dalam lingkungannya

40, 41, 42, 43

45. 44 6

Konsekuensi Diri Siswa mampu memberi diri sendiri hukuman atau hadiah untuk kegagalan atau keberhasilannya

47, 49, 50

46, 48 5

Berlatih dan Mengingat

Siswa melakukan berbagai teknik untuk berlatih untuk ujian

Siswa menghafal materi untuk ujian 54, 55, 56 51, 52, 53 6


(66)

51 F. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas Instrumen

Sugiyono (2010: 173) menyatakan bahwa instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 211) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebuah instrumen yang valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya validitas intrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 145) terdapat dua macam validitas yaitu validitas logis dan validitas empiris. Dalam penelitian ini validitas diuji dengan menggunakan teknik pengujian validitas logis, karena instrumen penelitian disusun berdasarkan teori yang relevan dan dirancang dengan menggunakan kisi-kisi instrumen yang dikonsultasikan pendapat ahli. Pendapat ahlidalam penelitian ini adalah dosen pembimbing tugas akhir.

Dari hasil pendapat ahli diperoleh beberapa masukan dalam pemilihan kata/kalimat yang digunakan agar lebih efektif dalam instrumen. Beberapa item yang harus diperbaiki yaitu item nomor 1, 12, 47, 48 dinyatakan kalimat yang digunakan kurang efektif dan disarankan


(1)

110

LAMPIRAN 8.

HASIL UJI HIPOTESIS


(2)

111

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean Differe nce Std. Error Differ ence 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Uppe r Kemandiri an-Belajar Siswa Equal variances assumed 1,5 02 ,22 6

-3,134 55 ,003

-17,967 5,733 -29,455 -6,478 Equal variances not assumed

-3,103 50,741 ,003

-17,967 5,790 -29,593 -6,340

Tabel menunjukkan nilai sig (2-tailed) 0,003 berarti nilai p value < alpha atau sama dengan 0,003<0,05. Hal ini berarti bahwa Hipotesis nihil (Ho) ditolak dan Hipotesis alternatif (Ha) diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan terbukti, artinya terdapat perbedaan kemandirian belajar antara siswa pengurus OSIS dan anggota ekstrakurikuler bola basket di SMA Negeri 1 Seyegan.


(3)

112

LAMPIRAN 9.


(4)

(5)

(6)