Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada sediaan cooling gel ekstrak daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) dengan metode Classification And Regression Tree (CART).

(1)

INTISARI

Setiap produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji keamanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan produk. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa, pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).

Jenis penelitian bersifat eksperimental kuasi dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Untuk prediksi sifat iritatif digunakan metode kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%. Nilai sensitifitas yang didapatkan 85% dan spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Parameter yang digunakan untuk memprediksi sifat iritatif senyawa uji adalah kadar Alkaline Phospatase (ALP) dan persen mukus yang dihasilkan. Nilai cut-off untuk tiap parameter adalah 8,25 dan 12%. Menggunakan classification and regression tree dari data validasi protokol dapat disimpulkan bahwa sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat non-iritan.

Kata kunci: Slug Mucosal Irritation, validasi protokol, slug, cooling gel, Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit, cut-off, classification and regression tree


(2)

ABSTRACT

Every product has to undergo the safety assessment at the first place before the marketing process to guarantee the products’ safety. The use of animals for safety and efficacy assessment is the issue being discussed in the Europe. The assessment has to fulfill several scientific standards and pays attention to three Rs – reduction, refinement, and replacement. Thus, the purpose of this research is to discover the protocol validity of slug irritation test on Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) extract cooling gel using classification and regression tree (CART) method.

In this study, the in vivo test was a quasi-experimental design and the slug irritation test protocol validation which used the prediction model developed by statistic method of classification and regression test, was an explorative design. As for the prediction of irritation character, the class method was used.

The result showed that the irritation character’s prediction material by slug irritation test using classification and regression tree method was valid since it had the conditions of sensitivity and specification value of > 60%. The sensitivity value was 85% and the specification value was 100%. The parameter used to predict the irritation character of testing compound was the level of ALP (Alkaline Phospatase) and the percentage mucus produced. The cut-off value of each parameter was 8,25 and 12%. Using the classification and regression tree from the protocol validation data, it can be concluded that the product of Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit)extract cooling gel was non-irritant. Keywords: Slug Mucosal Irritation, protocol validation, slug, cooling gel, Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit, cut-off, classification and regression tree


(3)

UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST

PADA SEDIAAN COOLINGGEL EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) DENGAN METODE

CLASSIFICATION AND REGRESSION TREE (CART)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yoanna Kristia Nugraheni NIM: 118114041

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST

PADA SEDIAAN COOLINGGEL EKSTRAK DAUN PETAI CINA (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) DENGAN METODE

CLASSIFICATION AND REGRESSION TREE (CART)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yoanna Kristia Nugraheni NIM: 118114041

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Pu s h y o u r s e l f a g a i n a n d a g a i n. Do nt g i v e a n i n c h u n t i l t h e f i n a l b u z z e r

s o u n d s

La r r y Bi r d -

Ev e r y t h i n g t h a t d r o w n s me ma k e s me

w a n n a f l y

-Co u n t i n g St a r -

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang luar biasa baikNya

Papa dan Mama yang mendukung, selalu mengingatkan, dan tak henti-hentinya berdoa

Adek perempuan kesayangan satu-satunya yang tidak pernah lelah menyemangati

Sahabat-sahabatku yang wow

Dan ...

Almamaterku


(8)

(9)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena Leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini merupakan

bagian dari penelitian “Validasi Protokol Uji Iritasi Kulit Sediaan Bahan Alam

Berdasar Prinsip 3R (Reduce, Refinement & Replacement)”.

Dalam pelaksanaan penelitian, penyusunan skripsi hingga penyelesaian skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan kepada penulis selama menyusun penelitian ini.

2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing dan Kepala Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, atas masukan, bimbingan, kritik, saran, dan bahan penelitian yang diberikan kepada penulis.

3. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji, atas saran serta dukungan yang membangun.


(10)

vii

4. Dr. Nunung Yuniarti, M.Si., Apt., selaku dosen penguji, atas saran serta dukungan yang membangun.

5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku kepala laboratorium, atas ijin penggunaan laboratorium selama proses skripsi.

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu serta pengalaman selama perkuliahan.

7. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Mas Agung, seluruh laboran dan staf kebersihan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Papa Krisno Yuono Gregorius dan Mama Th. Endang Dwi, Christiana

Deasy Rosalina atas doa, dukungan, dan semangat kepada penulis selama proses penelitian hingga penyusunan naskah skripsi.

9. Dara Prabandari Sumardi atas semangat, dukungan, dan saran yang diberikan kepada penulis.

10. Dea dan Cik Ailing, anak-anak siput yang telah sabar menghadapi kerempongan dan perdebatan yang dilewati selama 1 tahun bersama peneliti.

11. Teman-teman seperjuangan lantai 3 dan lantai 1, Mpit, Lukas, Ervan, Putu, Ardha, Sheilla, Ahen, Lauren, Denyo, Vivo, Gemah, teman-teman FST A 2011, FSM A 2011 dan seluruh angkatan 2011 atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.

12. Bebeh Verni dan tim D’bjqz yang selalu berimajinasi dan mengeksplorasi pengetahuan bersama-sama.


(11)

viii

13. Ines, Mbak Rini, Mbak Tyas, Verlita, teman-teman Kos Caritas yang selalu memberikan semangat tanpa henti lewat hiburan dan wisata kulinernya.

14. Avik, teman SMA yang jauh-jauh di Salatiga telah meluangkan waktunya untuk membantu kelancaran penulisan naskah.

15. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta,


(12)

(13)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA ...…... vi

PERYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN KATA ... xvii

INTISARI ...…... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian ... 3

3. Manfaat penelitian ... 4


(14)

xi

1. Tujuan umum ... 5

2. Tujuan khusus ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A.Kulit ... 6

B.Iritasi Kulit ... 7

C.Gel ... 9

D.Tanaman Petai Cina ... 10

E. Bahan Uji Iritasi ... 11

1. CMC-Na ... 11

2. Propilen glikol ... 12

3. Gliserin ... 12

4. Asam laktat ... 13

5. Asam salisilat ... 14

6. Arbutin ... 15

7. Sodium lauril sulfat ... 16

F. Slug Irritation Assay ... 17

1. Slug mucosal irritation ... 17

2. Laeviculais alte FéR ... 18

G.Validasi Alternatif Test ... 19

H.Classification and Regression Tree ... 20

I. Keterangan Empiris ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22


(15)

xii

B.Variabel Penelitian ... 22 1. Variabel bebas ... 22 2. Variabel tergantung ...

22 3. Variabel pengacau terkendali ...

22 4. Variabel pengacau tak terkendali ...

23 C.Definisi Operasional ...

23 D.Alat dan Bahan Penelitian ...

24 1. Alat penelitian ...

24 2. Bahan penelitian ...

24 3. Reagen ...

24 4. Hewan uji ...

25 E. Tata Cara Penelitian ...

25 1. Pembuatan ekstrak daun petai cina ...

25 2. Pembuatan sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ...

26 3. Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ...

27 4. Pembuatan bahan uji iritasi ...

28 5. Uji iritasi menggunakan slug irritation test ...

29 F. Analisis Hasil ...

31 1. Validasi protokol slug irritation test ...

31 2. Prediksi sifat iritatif sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina ... 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A.Ekstraksi Daun Petai Cina ... 34


(16)

xiii

C.Pembuatan Bahan Uji Iritasi ... 38

D.Slug Irritation Test ... 41

E.Validasi Slug Irritation Test Menggunakan CART ... 45

F. Prediksi Sifat Iritatif Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A.Kesimpulan ... 51

B.Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 55


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP ... 24

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH ... 25

Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin ... 25

Tabel IV. Formula acuan ... 26

Tabel V. Formula bahan uji ... 28

Tabel VI. Confusion matrix ... 32

Tabel VII. Data uji sifat fisik ... 36

Tabel VIII. Hasil uji pendahuluan pada bahan uji ... 41

Tabel IX. Data slug irritation test ... 43

Tabel X. Classification and Regression Tree ... 46

Tabel XI. Confusion matrix prediksi CART ... 48

Tabel XII. Hasil ALP dan persen mukus cooling gel ekstrak daun petai cina ... 50


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kulit manusia ... 6

Gambar 2. Petai cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) ... 10

Gambar 3. Struktur CMC-Na ... 11

Gambar 4. Struktur propilen glikol ... 12

Gambar 5. Struktur gliserin ... 13

Gambar 6. Struktur asam laktat ... 14

Gambar 7. Struktur asam salisilat ... 15

Gambar 8. Struktur arbutin ... 15

Gambar 9. Struktur sodium lauril sulfat ... 16

Gambar 10. Laevicaulis alte FéR ... 19

Gambar 11. Classification and Regression Tree ... 46


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Determinasi petai cina ... 56

Lampiran 2. Data hasil pengukuran uji sifat fisik sediaan gel ... 57

Lampiran 3. Foto cooling gel ekstrak daun petai cina ... 57

Lampiran 4. Determinasi siput ... 58

Lampiran 5. Foto slug irritation test ... 58

Lampiran 6. Data slug irritation test ... 60

Lampiran 7. Hasil analisis data menggunakan metode classification and regression tree dengan program RStudio ... 62

Lampiran 8. Data penentuan spesifisitas dan sensitivitas ... 66

Lampiran 9. Data penentuan MCC dan rkritis 68 Lampiran 10. Dokumentasi ... 69


(20)

xvii

DAFTAR SINGKATAN KATA

SMI Slug Mucosal Irritation

CART Classification And Regression Tree ALP Alkaline Phosphatase

LDH Lactate Dehydrogenase PBS Phosphat Buffer Saline SLS Sodium Lauril Sulfat AHA Alpha-Hydroxyacid

MCC Matthew’s Correlation Coefficient SEM Standard Error Of The Mean TP True Positive

FP False Positive TN True Negative FN False Negative


(21)

xviii

INTISARI

Setiap produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji keamanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Hal tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan produk. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa, pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).

Jenis penelitian bersifat eksperimental kuasi dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Untuk prediksi sifat iritatif digunakan metode kelas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prediksi sifat iritatif bahan dengan slug irritation test menggunakan metode classification and regression tree dikatakan valid karena telah memenuhi syarat sensitifitas dan spesifisitas > 60%. Nilai sensitifitas yang didapatkan 85% dan spesifisitas yang didapat yaitu 100%. Parameter yang digunakan untuk memprediksi sifat iritatif senyawa uji adalah kadar Alkaline Phospatase (ALP) dan persen mukus yang dihasilkan. Nilai cut-off untuk tiap parameter adalah 8,25 dan 12%. Menggunakan classification and regression tree dari data validasi protokol dapat disimpulkan bahwa sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat non-iritan.

Kata kunci: Slug Mucosal Irritation, validasi protokol, slug, cooling gel, Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit, cut-off, classification and regression tree


(22)

xix

ABSTRACT

Every product has to undergo the safety assessment at the first place

before the marketing process to guarantee the products’ safety. The use of animals for safety and efficacy assessment is the issue being discussed in the Europe. The assessment has to fulfill several scientific standards and pays attention to three Rs

– reduction, refinement, and replacement. Thus, the purpose of this research is to discover the protocol validity of slug irritation test on Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit) extract cooling gel using classification and regression tree (CART) method.

In this study, the in vivo test was a quasi-experimental design and the slug irritation test protocol validation which used the prediction model developed by statistic method of classification and regression test, was an explorative design. As for the prediction of irritation character, the class method was used.

The result showed that the irritation character’s prediction material by slug irritation test using classification and regression tree method was valid since it had the conditions of sensitivity and specification value of > 60%. The sensitivity value was 85% and the specification value was 100%. The parameter used to predict the irritation character of testing compound was the level of ALP (Alkaline Phospatase) and the percentage mucus produced. The cut-off value of each parameter was 8,25 and 12%. Using the classification and regression tree from the protocol validation data, it can be concluded that the product of Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit)extract cooling gel was non-irritant. Keywords: Slug Mucosal Irritation, protocol validation, slug, cooling gel, Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit, cut-off, classification and regression tree


(23)

1

BAB I

PENGANTAR

A.Latar belakang

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit setiap kali tidak henti-hentinya menerima berbagai rangsangan mekanik dari luar tubuh, itulah sebabnya tidak mengherankan bila setiap hari jutaan sel rusak dan harus diperbaharui (Irianto, 2012).Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Gejala umum terjadinya iritasi adalah panas. Hal ini disebabkan karena dilatasi pembuluh darah pada daerah yang terpapar yang ditandai dengan timbulnya kemerahan pada daerah kulit tersebut (eritema). Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya udema, yang dapat diamati dengan terjadinya perbesaran plasma yang membeku pada daerah yang terluka, dan dipercepat dengan adanya jaringan fibrosa yang menutupi daerah tersebut (WHO, 2005).

Produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji kemanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan untuk menjamin telah memenuhi persyaratan keamanan. Proses dari uji keamanan meliputi beberapa tahapan yaitu identifikasi bahaya (hazard identification), karakterisasi resiko (risk characterisation), evaluasi resiko (risk evaluation), dan uji keamanan (safety assessment) (Leyden et al., 2002).


(24)

Identifikasi bahaya dicapai dengan tes toksikologikal secara konvensional yaitu secara in vivo dan in vitro. Uji toksisitas menjadi poin akhir dan menjadi perhatian utama dalam pembuatan suatu produk. Oleh karena itu, perlu diperhatikan toksisitas akut, tingkat iritasi terhadap kulit, mata, dan membran mukosa, sensitisasi dan fotosensitisasi, toksisitas subkronik, mutagenisitas, toksisitas jangka panjang dan karsinogenisitas (Leyden et al., 2002).

Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi merupakan isu yang banyak diperbincangkan di Eropa. Jika data yang dibutuhkan hanya bisa dipenuhi melalui uji menggunakan hewan, maka pengujian harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatikan pada prinsip tiga R (three Rs) yaitu reduksi (reduction), perbaikan (refinement), dan penggantian (replacement). Reduksi berarti mengurangi jumlah hewan yang digunakan sebagai subjek uji tetapi jumlah hewan minimum sebagai standar pengujian tetap terpenuhi. Perbaikan berarti prosedur yang akan dipakai seharusnya mengurangi tingkat stress, ketidaknyamanan, atau interferensi dengan fungsi fisiologi hewan dibandingkan metode sebelumnya. Penggantian berarti mengganti uji hewan dengan metode alternatif tanpa menggunakan hewan. Penggantian ini memberi kesempatan untuk mengkaji kembali kebutuhan pengujian menggunakan hewan sebelum penelitian dimulai (Leyden et al., 2002).

Adriaens (2006), telah mengembangkan Slug Mucosal Irritation (SMI) sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan Draize test yang menggunakan kelinci sebagai hewan uji. Slug Mucosal Irritation (SMI) dikembangkan


(25)

menggunakan slug (Arion lusitancius) yang mempunyai permukaan mukosa yang tinggi. Keuntungan dari uji menggunakan SMI dapat memprediksi ketidaknyamanan klinik seperti gatal dan sensasi terbakar yang tidak dapat diprediksi dalam studi in vitro maupun studi laboratorium menggunakan hewan mamalia (Adriaens cit., Dhondt, 2005). Uji SMI dapat memprediksi toleransi lokal dari sediaan solid, semi-solid maupun liquid. Potensi iritasi dapat diprediksi berdasarkan jumlah total dari mukus yang diproduksi (Adriaens, 2006).

Sanjaya (2013) telah memformulasikan ekstrak daun petai cina menjadi sediaan cooling gel. Namun, belum dilakukan uji iritasi terhadap sediaan yang dibuat tersebut. Maka perlu dilakukan validasi protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina sehingga dapat menjadi salah satu alternatif untuk uji iritasi tanpa menggunakan hewan vertebrata.

1. Permasalahan

a. Apakah protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression trees (CART) dapat menunjukkan hasil yang valid?

b. Apakah sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina bersifat iritatif atau non iritatif sebagai sediaan topikal?

2. Keaslian penelitian

Sejauh yang penulis ketahui, belum ada penelitian tentang validasi protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).


(26)

Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian adalah :

1. “The Slug Mucosal Irritation assay: an alternative assay for local tolerance testing” yang dilakukan oleh Els Adrians pada tahun 2006. Pada penelitian ini dilakukan uji iritasi mata, sediaan buccal, dan sediaan vaginal.

2. “Optimasi Humektan Propilen glikol dan Gelling agent CMC-Na dalam sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.): Aplikasi Desain Faktorial” yang dilakukan oleh Otniel Sanjaya pada tahun 2011. Dalam penelitian ini dilakukan optimasi pada pembuatan sediaan cooling gel dengan bahan ekstrak daun petai cina.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah informasi dalam bidang kefarmasian, mengenai slug irritation test pada jenis sediaan topikal cooling gel.

b. Manfaat praktis


(27)

B.Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui validitas protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART).

2. Tujuan khusus

Jika protokol slug irritation test pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dengan metode classification and regression tree (CART) menunjukkan hasil yang valid, maka protokol tersebut dapat digunakan untuk mengetahui sifat iritatif suatu sediaan topikal.


(28)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang memiliki luas paling besar, yaitu kira-kira 1,9 m2 pada orang dewasa dan mempunyai berat sekitar 15% dari berat badan. Ketebalan kulit sangat bervariasi di berbagai bagian tubuh, yang paling tipis ketebalannya kira 0,4 mm terdapat di sekitar mata dan paling tebal kira-kira 1,6 mm pada telapak tangan (Irianto, 2012).

Kulit adalah membran jaringan yang terdiri dari lapisan jaringan epitelial dan penghubung. Jaringan epitelial pada lapisan luar kulit adalah epidermis, dan jaringan penghubung yang menjadi lapisan dalamnya adalah dermis. Membran bawah adalah pengikat dermis yang memisahkan kedua lapisan ini. Epidermis dan dermis berada pada lapisan pendukung berupa jaringan penghubung dan sel-sel lemak yang disebut hipodermis(Balaban and Bobick, 1998).


(29)

Lapisan paling luar dari kulit adalah epidermis yang terdiri dari lapisan epitel gepeng beserta jaringannya. Unsur utama epidermis adalah sel-sel tanduk (keratinosit), selain itu terdapat juga sel melanosit, sel Langerhans, dan sel-sel Merckel. Epidermis terdiri dari beberapa lapis sel-sel yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum germinativum (Irianto, 2012).

Dermis bersifat ulet, lentur serta elastis yang berguna untuk melindungi bagian-bagian yang lebih dalam. Dermis terdiri dari serat-serat kolagen, serabut elastis dan serabut-serabut retikulin. Susunan serabut-serabut ini berbeda di bagian atas dan bawah sehingga pada lapisan dermis ini dibedakan atas lapis papilar dan lapis retikular (Irianto, 2012).

Hipodermis atau lapis subkutis merupakan anyaman jaringan ikat jarang serta mengandung banyak sel-sel lemak (pannicuculus adiposus). Dalam lapis hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, anyaman syaraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit (Irianto, 2012).

Kulit merupakan suatu organ yang penting bagi pertahanan tubuh. Keratinosit mempersiapkan antigen eksternal untuk dipresentasikan pada limfosit T, yang kemudian akan meningkatkan respon imun (Graham-Brown and Burns, 1999).

B.Iritasi Kulit

Menurut WHO (2005), iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa


(30)

waktu, kulit akan mengering terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Gejala umum yang dapat terjadi jika terjadi iritasi seperti panas, disebabkan karena dilatasi pembuluh darah pada daerah yang terpapar ditandai dengan timbulnya kemerahan pada daerah kulit tersebut (eritema). Selain itu dapat juga menyebabkan terjadinya udema, yang ditandai dengan terjadinya perbesaran plasma yang membeku pada daerah yang terpapar, dan dipercepat dengan adanya jaringan fibrosa yang menutupi daerah tersebut.

Secara umum, bahan kimia mempunyai dua mekanisme untuk memodulasi terjadinya iritasi. Pertama dengan cara merusak fungsi pertahanan dari stratum korneum dan yang kedua dengan efek langsung bahan iritan pada sel kulit. Kedua mekanisme dapat terjadi secara tunggal maupun kombinasi (Welss, Basketter, and Schroder, 2004).

Bahan iritan yang masuk ke dalam stratum korneum akan menyebabkan delipidasi dan denaturasi protein. Delipidasi merupakan proses terganggunya keseimbangan lipid yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan ikatan lipid sehingga stratum korneum akan kehilangan fungsi pertahanannya. Proses delipidasi ini dipicu oleh surfaktan dan bergantung pada critical micelle concentration dari komponen surfaktan. Proses kehilangan air pada membran transepidermal ini akan meningkatkan penetrasi dari bahan iritan semakin dalam ke bagian epidermal tempat keratinosit (Welss, Basketter, and Schroder, 2004).

Mekanisme induksi dari iritasi kulit tidak diketahui dengan pasti tetapi terlebih dahulu bahan kimia merusak dan mengganggu fungsi sel dan memicu pelepasan autocoid yang akan meningkatkan permeabilitas vaskuler,


(31)

meningkatkan sedikit aliran darah, menarik sel darah putih ke lokasi dan menghancurkan sel secara langsung dan semuanya menghasilkan inflamasi lokal pada kulit (Benson and Watkinson, 2012).

C.Gel

Menurut Dirjen POM (1995), gel merupakan suatu sistem suspensi semisolid yang terdiri dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan terpenetrasi pada suatu cairan. Gel merupakan sediaan semisolid yang transparan atau keruh dengan perbandingan pelarut yang lebih tinggi dari gelling agent. Ketika gelling agent didispersikan pada pelarut yang sesuai, maka akan terbentuk matriks tiga dimensi (Osborne and Amann, 1990).

Gel dapat diklasifikasikan menjadi hidrogel dan organogel. Hidrogel meliputi komponen koloid yang larut dalam air dan juga organik hidrogel seperti gum alam dan sintesis dan juga hidrogel inorganik. Organogel meliputi hidrokarbon, lemak hewan atau nabati, dan organogel hidrofilik (Allen, 1999).

Hidrogel komposisi utamanya tersusun dari 85-90% air atau campuran aqueous-alcoholi, humektan, dan gelling agent yang akan memberikan efek mendinginkan (Buchman and Stephan, 2001).

Cooling gel merupakan suatu sediaan berbentuk hidrogel yang digunakan untuk mengurangi rasa panas pada permukaan kulit. Sediaan ini juga dapat mengurangi resiko kerusakan edipermal akibat adanya panas. Aktivias cooling gel ditingkatkan dengan penambahan komponen lain seperti herbal sehingga sediaan juga berguna sebagai antiinflamasi (Keller and Lacombe, 2001).


(32)

D.Tanaman Petai Cina

Di daerah Jawa, petai cina memiliki nama lain lamtoro. Klasifikasi tanaman petai cina adalah seperti berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (suku polong-polongan) Genus : Leucaena Benth. (leadtree)

Spesies : Leucaena leucocephala (Lmk) De Wit (white leadtree)

(United States Departement of Agriculture, 2013). Menurut Chew et al., (2011), daun petai cina mengandung flavonoid, tanin, dan saponin. Kandungan yang berfungsi sebagai antiinflamasi dalam sediaan cooling gel adalah flavonoid (Garcia-Lafuente et al., 2002).


(33)

Menurut Garcia-Lafuente et al., (2009), salah satu fungsi dari flavonoid adalah dapat digunakan sebagai agen antiinflamasi. Flavonoid dapat bersifat antioksidatif dan menangkap radikal, mengatur aktivitas selular yang berhubungan dengan inflamasi, memodulasi aktivitas dari enzim yang memetabolisme asam arakidonat (seperti fosfolipase A2, siklooksigenase, lipooksigenase, dan nitrit oksida sintase) serta memodulasi ekspresi gen proinflamasi.

E.Bahan Uji Iritasi

1. CMC-Na

Carboxymethylcellulose Sodium (CMC-Na) berbentuk serbuk granul putih, tidak berbau, tidak berasa, dan bersifat higroskopis. Struktur CMC-Na dapat dilihat pada gambar 3 (Rowe et al., 2009).

Gambar 3. Struktur CMC-Na (Rowe et al., 2009)

Pada konsentrasi 3-6% dalam formula biasa digunakan sebagai basis gel. Stabil pada pH 2-10, dan dapat mengendap pada pH di bawah 2 serta mengalami penurunan viskositas pada pH di atas 10. CMC-Na dapat digunakan dalam terapi


(34)

pengobatan luka, dermatological patches sebagai pelindung mukosa, menyerap cairan yang keluar dari luka, menyerap keringat (Rowe et al., 2009).

2. Propilen glikol

Propilen glikol (gambar 4) berbentuk cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, desinfektan, humektan, plasticizer, pelarut, stabilizing agent dan kosolven water-miscible. Pada formulasi sediaan topikal, propilen glikol digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi ±15% (Rowe et al., 2009). Data klinis menunjukkan reaksi iritasi kulit dan sensitisasi propilen glikol pada subjek dengan kondisi normal dengan konsentrasi sebesar 10% dan untuk pasien dermatitis pada konsentrasi 2% (Rowe et al., 2009).

Gambar 4. Struktur Propilen glikol (Rowe et al., 2009)

3. Gliserin

Gliserin merupakan cairan higroskopis yang tidak berwarna, tidak berbau, rasa manis. Struktur gliserin dapat dilihat pada gambar 5. Gliserin dapat digunakan dalam formulasi seperti oral, optalmik, topikal maupun parenteral. Fungsi gliserin dapat digunakan sebagai humektan dan emolient dalam sediaan topikal (Rowe et al., 2009).

Gliserin merupakan bahan yang sudah terdaftar dalam Food and Drug Assosiation (FDA), dan aman digunakan dalam konsentrasi 0,2-65,7%


(35)

(Smolinske, 1992). Gliserin dalam range 20-25% digunakan untuk moisturizer pada kulit kering. Gliserin sampai dengan konsentrasi 25% aman digunakan dan dalam batas toleransi kulit (Paye, 2006).

Gliserin bersifat sebagai penetration enhancer dan juga sebagai humektan yang kuat karena mempunyai kemampuan menyerap air yang hampir sama dengan natural moisturizing factor (NMF) yang merupakan pengikat alami dalam kulit. Humektan dapat membantu menjerat air dari udara yang kemudian dapat berpenetrasi ke dalam kulit bila kelembaban relatif rendah. Tetapi humektan dapat juga menarik air dari bagian epidermis dan dermis yang dapat menyebabkan kulit menjadi kering (Leyden et al., 2002).

Gambar 5. Struktur Gliserin (Rowe et al., 2009)

4. Asam laktat

Asam laktat (gambar 6) merupakan golongan Alpha-hydroxyacids (AHAs) yang paling penting ikut terlibat dalam metabolisme energi tingkat seluler. Asam laktat merupakan salah satu penyusun utama dari faktor kelembaban natural pada stratum korneum. Alpha-hydroxyacids (AHAs) mempunyai beberapa aksi yang berbeda pada kulit bergantung pada pH dan konsentrasi yang digunakan. Asam laktat merupakan asam lemah dengan pKa 3,86 (Leyden et al., 2002).

Menurut U.S Cosmetic Ingredient Reviewer (CIR) konsentrasi AHA di atas 10% dengan pH di bawah 3,5 aman digunakan. Konsentrasi asam laktat yang


(36)

digunakan pada kosmetik untuk perawatan kulit kering sekitar 5% dan mempunyai pH bervarisi antara 4-5 dan di atas 5. Perubahan pH akan menimbulkan perbedaan yang relatif besar pada availabilitas bentuk asam dan garam, sementara konsentrasi tidak berpengaruh banyak. Bentuk garam dari AHA efektif digunakan sebagai humektan moisturizer sedangkan bentuk asam dapat merangsang sensor iritasi (rasa terbakar, sakit, atau tertusuk) pada beberapa orang, tetapi pada konsentrasi yang tidak terlalu mengiritasi di mana tidak menstimulasi reaksi inflamasi. Efek iritasi bergantung pada pH dan berkurang dengan kenaikan pH. Potensi iritasi primer meningkat dengan cepat di bawah nilai pKa (pH 3,86) (Leyden et al., 2002).

Gambar 6. Struktur Asam Laktat (Rowe et al., 2009)

5. Asam salisilat

Merupakan salah satu Beta-hydroxyacids yang sering digunakan pada produk anti-aging untuk wajah. Asam salisilat merupakan asam hidroksi aromatis yang digunakan sebagai agen keratolitik pada kondisi hyperkeratotic. Struktur asam salisilat dapat dilihat pada gambar 7. Asam salisilat yang terpenetrasi ke dalam stratum korneum termodifikasi dan bertindak sebagai plasticizer. Asam salisilat mempunyai pKa 2,97 (Leyden et al., 2002). Asam salisilat mempunyai potensi iritasi yang tinggi pada konsentrasi tinggi, sehingga digunakan konsentrasi


(37)

1,5% atau kurang pada krim kosmetik kulit. Untuk pemakaian sehari-hari dengan konsentrasi 2-3% asam salisilat tergolong aman dan jarang mengiritasi (Leyden et al., 2002).

Gambar 7. Struktur Asam Salisilat (Scientific Committee on Cosmetic Products and Non-Food Products, 2002)

6. Arbutin

Arbutin (4-hydroxyphenyl-β-D-glucopyranoside, hydroquinone-β-glucopyranoside) merupakan derivat dari hidrokuinon. Mempunyai rumus empiris C12H16O7, struktur arbutin dapat dilihat pada gambar 8. Berbentuk serbuk berwarna putih sampai keabuan. Mempunyai kelarutan ≥ 10 g/100 g dalam air dan propilen glikol atau ≥ 10 g/100 g dalam etanol dan gliserin (Scientific Committee on Consumer Safety, 2015).

Gambar 8. Struktur Arbutin (Scientific Committee On Consumer Safety, 2015)

Digunakan sebagai agen pencerah kulit, menghambat produksi pigmen kulit melanin yang akan terbentuk melalui reaksi oksidatif yang melibatkan asam amino tirosin dan enzim tirosinase. β-Arbutin bertindak menginhibisi aktivitas melanosomal tirosinase. Hal ini dapat terjadi karena kesamaan struktur antara arbutin dengan substrat tirosin. β-arbutin digunakan sebagai agen pencerah kulit


(38)

di dalam krim kosmetik wajah atau lotion wajah pada konsentrasi 7%, 10% larutan β-Arbutin dapat menimbulkan sedikit potensi iritasi primer (Scientific Committee On Consumer Safety, 2015).

7. Sodium lauril sulfat

Sodium lauril sulfat (gambar 9) berbentuk kristal berwarna putih sampai kuning pucat, merupakan surfaktan anionik yang digunakan dalam berbagai formulasi sediaan nonparenteral. Digunakan sebagai detergen dan wetting agent yang efektif dalam kondisi basa maupun asam (Rowe et al., 2009).

Gambar 9. Struktur sodium lauril sulfat (Rowe et al., 2009)

Sodium lauril sulfat banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi sediaan oral maupun topikal. Memiliki efek toksik akut meliputi iritasi kulit, mata, membran mukosa, saluran pernapasan bagian atas, dan lambung (Rowe et al., 2009).

Untuk sediaan topikal digunakan pada konsentrasi 0,1-12,7% (Michael and Ash, 2004). Pada uji okular akut, 10% sodium lauril sulfat menyebabkan kerusakan korneal pada mata kelinci. Pada uji Draize suatu produk yang mengandung 5,1% sodium lauril sulfat menyebabkan iritasi ringan, dan dengan konsentrasi 21% menyebabkan iritasi hebat. Berdasarkan studi iritasi kulit akut pada hewan disimpulkan bahwa 0,5% - 10% sodium lauril sulfat menyebabkan iritasi ringan. Aplikasi 10% - 30% menyebabkan korosi kulit dan iritasi hebat.


(39)

Untuk kontak jangka panjang pada kulit konsentrasi sodium lauril sulfat seharusnya tidak lebih dari 1% (Robinson et al., 2010).

F. Slug Irritation Assay

1. Slug mucosal irritation

Slug Mucosal Irritation (SMI) dikembangkan di University of Ghent. SMI dapat digunakan sebagai skrining awal pada tahap riset dan pengembangan formulasi sediaan baru untuk mengevaluasi toleransi lokal tanpa menggunakan hewan mamalia. Uji SMI telah divalidasi sebelumnya untuk skrining potensi iritan dari bahan-bahan kimia. Uji SMI juga direkomendasikan sebagai salah satu uji alternatif untuk menggantikan Uji Draize (Adriaens, 2006).

Produksi mukus pada siput adalah mekanisme perlindungan terhadap bahan-bahan berbahaya. Mekanisme ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi iritasi dari bahan iritan (Adriaens cit., Dhondt, 2005).

Menurut Adriaens (cit., Dhondt, 2005), kerusakan jaringan dapat diprediksi dengan pelepasan protein dan enzim dari tubuh siput. Produksi protein, enzim laktat dehidrogenase (LDH) dan alkalin fosfatase (ALP) dipilih sebagai penanda yang paling relevan untuk evaluasi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh bahan uji. Pada saat terjadi kerusakan sel, pelepasan enzim laktat dehidrogenase terjadi sebelum pelepasan enzim alkalin fosfatase karena alkalin fosfatase tidak terdapat di dalam lapisan sel epitel melainkan di jaringan penyambung bagian dasar.


(40)

Populasi siput yang digunakan pada pengujian akan mempengaruhi titik akhir dari slug mucosal irritation, sehingga penting untuk mengevaluasi efek penggunaan slug mucosal irritation pada spesies tertentu (Dhondt et al., 2006).

2. Laeviculais alte FéR

Habitat di permukaan tanah lembab dengan tumpukan dedaunan kering, sering dijumpai di bawah batang pohon atau kayu yang telah lapuk, dataran rendah hingga hutan di dataran tinggi, daerah perkebunan, dan padang rumput tinggi lembab (Gomes and Thome, 2004). Klasifikasi siput yang digunakan sebagai berikut :

Regnum : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda

Ordo : Systellommatophora Famili : Veronicellidae Genus : Laevicaulis

Spesies : Laevicaulis alte Férussac, 1822

(Brodie and Barker, 2012). Siput telanjang (Gambar 10), mantel menutupi seluruh bagian dorsum dan menutupi (overlap) di bagian kepala. Sepasang mata menempel pada bagian anterior dari tentakel, dan tentakel menyembul dari bagian bawah mantel pada saat aktif. Mantel seperti kulit dan bagian permukaan memiliki bintil-bintil kecil kasar. Mantel berwarna cokelat gelap hingga kehitaman dengan garis kuning pucat di bagian tengah dorsum. Sepasang tentakel terletak di bagian anterior sebelah bawah dan tidak terlihat begitu nyata. Alat respirasi dan anus di bagian


(41)

ventral di tubuh bagian posterior. Penis pada individu jantan pipih panjang dan terletak di bagian dalam tubuh sisi anterior dekat mulut (Ramakrishna, Jayashankar, Alexander, Thanuja, and Deepak, 2014).

Gambar 10. Laevicaulis alte FéR

G.Validasi Alternatif Tes

Validasi dari sebuah metode alternatif dapat didefinisikan sebagai proses di mana reliabilitas dan relevansi dari sebuah metode alternatif terjamin untuk tujuan penelitian tersebut (Balls, 1990). Sebuah metode untuk penggantian dari uji menggunakan hewan meliputi uji sistem dan model prediksi (Archer, 1997). Model prediksi dikembangkan dengan pengalaman dan metode statistika. Klasifikasi model prediksi dilakukan dengan membuat prediksi pada skala kategori, sedangkan model matematik dilakukan dengan membuat prediksi pada skala yang berulang (Balls, 1990).

Menurut Fentem et al., (cit., Dhondt, 2005), relevansi dari metode dievaluasi menggunakan beberapa metode statistikal. Indeks, sensitifitas, dan spesifisitas dihitung untuk menentukan validitas protokol uji. Indeks merupakan jumlah bahan yang diklasifikasikan secara benar melalui uji alternatif, dibagi dengan total bahan yang diuji. Sensitifitas (evaluasi jumlah negatif palsu) adalah jumlah total bahan iritan yang diklasifikasikan secara benar dengan uji alternatif,


(42)

dibagi dengan jumlah total bahan iritan yang diuji. Spesifisitas (evaluasi jumlah positif palsu) adalah jumlah total bahan non-iritan yang diklasifikasikan secara benar dengan uji alternatif, dibagi dengan jumlah total bahan non-iritan yang diuji. Sebuah metode dikatakan valid jika memiliki nilai sensitifitas dan spesifisitas > 60%.

H.Classification and Regression Tree (CART)

CART adalah suatu metode statistik nonparametrik yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel respon (dependent variable) dengan satu atau lebih variabel prediktor (independent variable). Apabila variabel respon berbentuk kontinu maka metode yang digunakan adalah metode pohon regresi (regression tree), sedangkan apabila variabel respon memiliki skala kategorik maka metode yang digunakan adalah metode pohon klasifikasi (classification tree). Pembentukan pohon klasifikasi terdiri atas 3 tahap yang memerlukan learning sample. Tahap pertama adalah pemilihan pemilah. Setiap pemilahan hanya bergantung pada nilai yang berasal dari satu variabel prediktor. Tahap kedua adalah penentuan simpul terminal. Simpul t dapat dijadikan simpul terminal jika tidak terdapat penurunan keheterogenan yang berarti pada pemilahan, hanya terdapat satu pengamatan (n=1) pada tiap simpul anak atau adanya batasan minimum n serta adanya batasan jumlah level atau tingkat kedalaman pohon maksimal. Tahap ketiga adalah penandaan label tiap simpul terminal berdasar aturan jumlah anggota kelas terbanyak. Proses pembentukan pohon klasifikasi berhenti saat terdapat hanya satu pengamatan dalam tiap simpul anak atau adanya


(43)

batasan minimum n, semua pengamatan dalam tiap simpul anak identik, dan adanya batasan jumlah level/kedalaman pohon maksimal (Hartati, 2012).

I. Keterangan Empiris

Produk kosmetik dan non kosmetik harus melewati uji kemanan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Penggunaan hewan untuk uji keamanan dan efikasi harus memenuhi beberapa standar ilmiah dan memperhatian pada prinsip tiga R (three Rs). Produksi mukus pada siput adalah mekanisme perlindungan terhadap bahan-bahan berbahaya. Mekanisme ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui potensi iritasi dari bahan iritan. Jenis penelitian bersifat eksperimental semu (quasi-experimental) dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree bersifat eksploratif. Dari penelitian ini diharapkan protokol yang valid pada Slug Irritation Test sebagai salah satu alternatif uji iritasi menggunakan hewan non-vertebrata.


(44)

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian berjudul “Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena Leucocephala (Lmk) De Wit) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART)” adalah eksperimental kuasi (quasi-experimental) dan eksploratif. Uji in vivo slug irritation test bersifat eksperimental kuasi dan validasi protokol slug irritation test yang menggunakan model prediksi yang dikembangkan menggunakan metode statistika classification and regression tree (CART) bersifat eksploratif.

B.Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bahan uji iritasi dengan formula yang berbeda.

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat iritatif yang ditinjau dari produksi mukus, albumin, LDH, dan ALP.

3. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah berat badan siput.


(45)

4. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah umur siput dan kondisi patologis hewan uji.

C.Definisi Operasional

1. Iritasi adalah keadaan di mana siput mengeluarkan jumlah mukus yang lebih banyak dari normal.

2. Mukus adalah lendir yang dikeluarkan oleh siput dan berada di luar tubuh siput.

3. Siput atau slug adalah siput telanjang dari spesies Laevicaulis alte (FéR), memiliki mantel berwarna hitam, dan memiliki berat 3-4 g.

4. Cooling gel ekstrak daun petai cina adalah sediaan semipadat yang dibuat dari ekstrak daun petai cina dengan menggunakan gelling agent CMC-Na dan humektan propilen glikol dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.

5. Simplisia daun petai cina adalah daun petai cina yang telah dikeringkan selama beberapa hari dan kemudian dihaluskan menjadi serbuk.

6. Ekstrak daun petai cina adalah hasil dari ekstraksi simplisia daun petai cina menggunakan 500 mL pelarut etanol 96% : air (1:1) selama 3 hari dalam suhu ruangan, dan remaserasi menggunakan 500 mL etanol selama 24 jam.


(46)

D.Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glassware (Pyrex-Germany), blender (Philips® tipe HR 2815/A), timbangan analitik Mettler Toledo®, alat maserasi (Innova 2100 platform shaker), Vacum Rotary Evaporator (Rotavapor R-3 Buchi®), waterbath, mixer, indikator pH universal, viskometer (Rion VT-04), tabung microtube, Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu® tipe UV mini-1240), micropipet.

2. Bahan penelitian

Bahan uji yang digunakan adalah daun petai cina yang diperoleh dari Ungaran, etanol 96% (teknis), akuades, CMC-Na, propilen glikol, metil paraben, gliserin, arbutin, asam laktat, asam salisilat, sodium lauril sulfat, natrium klorida, PBS.

3. Reagen

a. Reagen ALP

Reagen ALP yang digunakan adalah reagen ALP ReiGed Diagnostics. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALP dapat dilihat pada Tabel I.

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP

Komposisi Konsentrasi (mM)

Reagen 1 Diethanolamine 1,0

Magnesium chloride 0,5

Reagen 2 p- Nitrophenylphosphatase


(47)

b. Reagen LDH

Reagen LDH yang digunakan adalah reagen LDH DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen LDH dapat dilihat pada Tabel II.

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH

Komposisi pH Konsentrasi (mmol/ L) Reagen 1 Phosphate buffer 7,5 64

Pyruvate 0,80

Reagen 2 Good’s buffer 9,6

NADH 1,0

c. Reagen albumin

Reagen albumin yang digunakan adalah reagen albumin ReiGed Diagnostics. Komposisi dan konsentrasi dari reagen albumin dapat dilihat pada Tabel III.

Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin

Komposisi Konsentrasi (mM)

Bromcresol green 0,25

Succinat Buffer 85

Surfactant

pH 4,20 ± 0,1

4. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah siput telanjang dari spesies Laevicaulis alte (FéR) dengan berat badan 3-4 g yang diperoleh dari daerah Ungaran, Jawa Tengah.

E.Tata Cara Penelitian

1. Pembuatan ekstrak daun petai cina

a. Pembuatan serbuk daun petai cina

Daun petai cina diperoleh dari Ungaran dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada daun. Daun yang telah


(48)

dicuci dikering-anginkan selama 3 hari, dikeringkan sampai benar-benar kering, ditandai dengan hancur bila diremas. Daun yang sudah kering kemudian dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan alat penghalus.

b. Pembuatan ekstrak cair daun petai cina

Sebanyak 25 g serbuk daun petai cina diekstrak dengan 500 mL campuran etanol 96% : akuades (1:1) terus menerus selama 3 hari pada suhu ruangan. Ekstrak disaring dengan bantuan pompa vakum dan filtratnya diekstrak lagi menggunakan 500 mL etanol 96% selama 1 hari pada suhu ruangan dan disaring. Kedua ekstrak tersebut dicampur dan dievaporasi hingga menjadi ekstrak cair.

2. Pembuatan sediaan coolinggel ekstrak daun petai cina

a. Formula gel

Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada formula Optimasi Humektan Propilen glikol dan Gelling agent CMC-Na (Sanjaya, 2013).

Tabel IV. Formula acuan (Sanjaya, 2013)

Bahan F1 F2 F3 F4

CMC-Na 5 g 5 g 8 g 8 g

Propilen glikol 16 g 20 g 16 g 20 g

Metil paraben 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g

Ekstrak daun petai cina 12 g 12 g 12 g 12 g

Akuades ad 200 g ad 200 g ad 200 g ad 200 g Keterangan: F1 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan rendah; F2 =

formula cooling gel dengan level gelling agent rendah dan humektan tinggi; F3 = formula cooling gel dengan level gelling agent tinggi dan humektan rendah; F4 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan tinggi


(49)

b. Pembuatan gel

CMC-Na dikembangkan dalam 100 mL akuades dengan cara menaburkan CMC-Na di atas akuades, pengembangan dilakukan selama 24 jam, suspensi ini disebut campuran 1. Metil paraben dilarutkan menggunakan propilen glikol, disebut campuran 2. Campuran 1 dicampur dengan campuran 2 dan ditambahan dengan ekstrak daun petai cina, lalu dilakukan proses mixing menggunakan mixer, proses mixing ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan mixer skala 2.

3. Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina

a. Uji daya sebar

Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara gel ditimbang seberat 1 g dan diletakkan di tengah kaca bulat berskala, kemudian ditutup dengn kaca bulat lain, di atas gel diberi beban dengan berat total 125 g kemudian didiamkan selama 1 menit dan diukur penyebarannya.

b. Uji pH

Uji pH dilakukan beberapa saat setelah pembuatan gel dengan menggunakan indikator pH universal.

c. Uji viskositas

Uji viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel dengan menggunakan alat viskometer.


(50)

4. Pembuatan bahan uji iritasi

a. Formula bahan uji

Tabel V. Formula bahan uji

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

CMC-Na 4 g - - 8 g 8 g 8 g 8 g 8 g

Propilen

glikol - 8 g - 16 g 16 g 16 g 16 g 16 g

Metil paraben - - - 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g 0,2 g Ekstrak daun

petai cina - - - 12 g -

Gliserin - - 100 g - - - - -

Asam salisilat - - - 1 g - - - -

Sodium lauril

sulfat - - - - 2 g - - -

Asam laktat - - - 1 g - -

Arbutin - - - 10 g

Akuades ad 100 g ad 100 g - ad 200 g ad 200 g ad 200 g ad 200 g ad 200 g Kontrol non iritan non iritan iritan non iritan iritan non iritan bahan

uji non iritan Keterangan: F1 = CMC-Na; F2 = Propilen glikol; F3 = Gliserin; F4 = Asam salisilat; F5 = SLS;

F6 = Asam Laktat, F7 = Cooling gel ekstrak daun petai cina; F8 = Arbutin b. Pembuatan bahan uji CMC-Na

CMC-Na sebanyak 4 g dikembangkan dalam 100 mL akuades. Konsentrasi CMC-Na disesuaikan dengan konsentrasi CMC-Na sebagai gelling agent pada sediaan.

c. Pembuatan bahan uji propilen glikol

Sebanyak 8 g propilen glikol dilarutkan dengan sedikit air kemudian ad sampai tanda batas dalam labu ukur 100 mL.

d. Pembuatan bahan uji asam salisilat, asam laktat, sodium lauril sulfat, dan arbutin

Sebanyak 8 g CMC-Na dikembangkan dalam 100 mL akuades dengan cara menaburkan CMC-Na di atas akuades, pengembangan dilakukan selama 24 jam, suspensi ini disebut campuran 1. Metil paraben dilarutkan


(51)

menggunakan propilen glikol, disebut campuran 2. Campuran 1 dicampur dengan campuran 2 dan ditambahan dengan bahan uji yang telah dilarutkan dalam akuades, lalu dilakukan proses mixing menggunakan mixer. Proses mixing ini dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan mixer skala 2.

5. Uji iritasi menggunakan slug irritation test

a. Pengumpulan dan determinasi siput

Siput diperoleh dari wilayah Perumda, Ungaran-Kabupaten Semarang. Determinasi dilakukan dengan mencocokan karakteristik siput dengan literatur. Untuk klasifikasi spesies siput, dilakukan pembedahan untuk mengetahui bentuk alat kelamin siput sebagai pembeda yang khas. Siput yang digunakan untuk prosedur uji adalah siput dari spesies Laevicaulis alte (FéR) yang memiliki berat antara 3-4 g.

b. Slug irritation test

Uji iritasi menggunakan slug irritation test diadaptasi dari prosedur uji Slug Mucosal Test (Adriaens cit., Dhondt, 2005). Uji iritasi dilakukan dengan menempatkan siput pada bahan uji dalam periode waktu 60 menit dan diukur jumlah lendir yang diproduksi. Masing-masing siput dan cawan petri ditimbang. Sebanyak 1 g bahan uji dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian siput diletakkan di atas bahan uji dan ditunggu selama 60 menit. Siput dipindah ke cawan petri baru, ditambahkan 1 mL PBS di dekat bagian bawah tubuh siput dan didiamkan selama 60 menit. Setelah 60 menit, cairan PBS yang telah kontak dengan tubuh siput ditampung dalam tabung microtube.


(52)

c. Pengukuran kadar albumin

Sebanyak 8 μL PBS hasil uji diambil dan ditambahkan dengan 800 μL reagen albumin (Tabel III), ditambahkan 3200 μL akuades, dan absorbansi senyawa dibaca pada panjang gelombang 630 nm.

d. Pengukuran LDH

Dalam labu ukur 5 mL dimasukkan 20 μL PBS hasil uji, ditambahkan dengan 800 μL reagen 1 LDH (Tabel II) dan 200 μL reagen 2 LDH (Tabel II), ad sampai tanda batas 5 mL menggunakan NaCl 0,9%, didiamkan selama 1 menit, kemudian diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi dilakukan kembali pada waktu 2, 3, dan 4 menit, absorbansi senyawa dibaca pada panjang gelombang 340 nm.

e. Pengukuran ALP

Dalam labu ukur 5 mL dimasukkan 20 μL PBS hasil uji, ditambahkan dengan 800 μL reagen 1 ALP (Tabel I) dan 200 μL reagen 2 ALP (Tabel I), ad sampai tanda batas 5 mL menggunakan akuades, didiamkan selama 3 menit, kemudian diukur absorbansinya. Pengukuran absorbansi dilakukan kembali pada waktu 4, 5, dan 6 menit, absorbansi senyawa dibaca pada panjang gelombang 405 nm.


(53)

F. Analisis Hasil

1. Validasi protokol slug irritation test

a. Perhitungan persen mukus

% mukus =bobot mukus yang dikeluarkan

bobot siput x 100% b. Perhitungan ALP

ALP [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (3300) c. Perhitungan albumin

Albumin g dL =Absorbansi sampel

absorbansi standarx konsentrasi standar ( g

dL) d. Perhitungan aktivitas LDH

Aktivitas LDH [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (10.080)

e. Penentuan nilai cut off

Dicari nilai cut off dari faktor yang digunakan untuk prediksi respon iritasi berdasarkan variabel persen mukus, kadar ALP, kadar albumin, dan kadar LDH menggunakan classification and regression tree pada program RStudio. Dibuat plot CART untuk prediksi.

f. Penentuan jumlah data true positive, false positive, true negative, false negative

Data slug irritation test diprediksi sebagai iritan maupun non-iritan sesuai nilai cut off dari faktor yang digunakan. Dikatakan positif benar (true positive) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif benar (true negative) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan pada prediksi CART dikatakan non-iritan. Data dikatakan positif palsu (false positive) jika pada literatur bahan


(54)

dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif palsu (false negative) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan non-iritan. Pembuatan confusion matrix dapat dilihat pada Tabel VI.

Tabel VI. Confusion Matrix Prediksi CART Iritan Non-iritan

L

it

er

at

ur Iritan true positive false negative

Non-iritan false positive true negative

g. Perhitungan nilai spesifisitas, sensitifitas, tkritis dan MCC 1) Perhitungan spesifisitas

Spesifisitas = TN

TN +FP

2) Perhitungan sensitifitas Sensitifitas = TP

TP + FN

3) Perhitungan MCC (Matthew’s correlation coefficient)

MCC = TP x TN −(FP x FN)

TP + FP TP + FN TN + FP (TN + FN)

Keterangan: TP = True Positive; TN = True Negative; FP = False Positive; FN = False Negative

4) Perhitungan rkritis df = n - 2

rkritis = (ttabel2) (df + (ttabel2))

Keterangan: ttabel = 1,995 (dilihat dari tabel distribusi t); df (degree of freedom); n =


(55)

2. Prediksi sifat iritatif cooling gel ekstrak daun petai cina

Jika nilai sensitifitas dan spesifisitas metode CART > 60% dapat dilakukan prediksi sifat iritatif dari sediaan. Prediksi dilakukan sesuai dengan faktor klasifikasi dan nilai cut-off yang didapatkan dari metode CART.


(56)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Ekstraksi Daun Petai Cina

Penelitian ini menggunakan tumbuhan petai cina yang diambil dari wilayah Perumda, Ungaran. Daun diambil dari satu pohon saja untuk meminimalkan faktor pengacau yang mungkin bisa mengganggu penelitian. Daun petai cina yang digunakan telah melalui proses determinasi (lampiran 1). Dipilih tumbuhan petai cina dengan tinggi 5-6 m yang memiliki banyak daun pada satu pohon. Daun petai cina diambil pada bulan September 2014 dan dalam keadaan berbuah. Tumbuhan petai cina memiliki daun yang kecil dan berwarna hijau. Daun yang telah diambil, dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran kemudian daun petai cina diangin-anginkan hingga tidak basah lagi. Setelah dikeringkan daun dipetik dari batangnya menjadi satuan kecil.

Daun yang sudah dipetik tersebut dikeringkan dengan cara diangin-anginkan kembali selama 3 hari hingga mengering. Indikasi bahwa daun sudah benar-benar kering adalah ketika daun diremas akan menjadi serpihan kecil. Daun petai cina yang kering ini disebut juga simplisia daun petai cina. Untuk mempermudah saat ekstraksi, simplisa daun petai cina dihaluskan menggunakan alat penyerbuk yang berada di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma. Hasil maserasi akan lebih optimal karena serbuk yang dimaserasi tidak terlalu halus dan tidak terlalu kasar sehingga saat maserasi serbuk tidak mengendap dengan rapat.


(57)

Pada penelitian dilakukan 3 kali ekstraksi. Untuk masing-masing proses ekstraksi, sebanyak 25 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 mL dan ditambahkan 250 mL etanol 96% serta 250 mL akuades dan dimaserasi selama 3 hari. Setelah 3 hari, campuran tersebut disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vakum. Filtrat diremaserasi menggunakan 500 mL etanol 96% selama 24 jam. Setelah 24 jam remaserasi, campuran disaring kembali dengan bantuan pompa vakum. Hasil maserasi dan remasererasi dicampur menjadi satu dan dilakukan evaporasi. Evaporasi menggunakan rotari evaporator selama 2 jam dan dilanjutkan menggunakan waterbath selama 5 jam hingga penyusutan bobot ekstrak tidak lebih dari 10%.

Tanin dan saponin merupakan senyawa yang larut dalam air dan pelarut organik seperti alkohol. Sedangkan flavonoid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam sebagian pelarut organik. Oleh karena itulah penggunaan pelarut etanol 96% : akuades digunakan saat proses ekstraksi.

B.Pembuatan dan Uji Sifat Fisis Cooling Gel Ekstrak Daun Petai Cina

Pada pembuatan cooling gel ekstrak daun petai cina ini digunakan CMC-Na sebagai gelling agent, propilen glikol sebagai humektan, akuades sebagai pelarut, dan ekstrak petai cina sebagai zat aktif.

Sanjaya (2013) telah melakukan optimasi propilen glikol sebagai humektan dan CMC-Na sebagai gelling agent dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina. Jumlah CMC-Na yang digunakan dalam formula adalah 5 g (level rendah) dan 8 g (level tinggi), sedangkan untuk jumlah propilen glikol adalah 16 g


(58)

(level rendah) dan 20 g (level tinggi), sehingga tidak dilakukan lagi optimasi jumlah humektan maupun gelling agent dalam penelitian ini.

Uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dilakukan untuk mengetahui sediaan gel yang dihasilkan telah memiliki sifat fisis yang baik yaitu dapat diterima oleh masyarakat (acceptable). Sifat fisis yang diamati daam penelitian adalah daya sebar, viskositas, dan pH. Uji sifat fisis sediaan, khususnya daya sebar dan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel. Waktu 48 jam dianggap sudah tidak ada lagi pengaruh gaya atau energi yang diberikan dalam proses pembuatan sediaan yang dapat mempengaruhi hasil pengujian. Hasil uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina dapat dilihat pada Tabel VII.

Tabel VII. Data uji sifat fisik

Formula pH Daya Sebar (cm) ± SEM Viskositas (d.Pas) ± SEM

1 6 6,742±0,361 80±0

2 6 6,492±0,060 140±37,859

3 6 5,525±0,104 275±14,434

4 6 5,175±0,278 333,33±16,667

Keterangan: Formula 1 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan rendah; Formula 2 = formula cooling gel dengan level gelling agent rendah dan humektan tinggi; Formula 3 = formula cooling gel dengan level gelling agent tinggi dan humektan rendah; Formula 4 = formula cooling gel dengan level gelling agent dan humektan tinggi

Uji pH dilakukan untuk mengetahui pH tiap formula yang dibuat, sesaat setelah pembuatan geldengan menggunakan pH universal. Hasil uji pH menurut Tabel VII, didapatkan bahwa semua sediaan mempunyai pH 6 yang masuk ke dalam range pH yang diinginkan yaitu nilai range pH kulit yang menurut Heather et al., (2012) kulit memiliki rentang pH antara 5-6,5. Sediaan cooling gel yang


(59)

dibuat sesuai dengan syarat pH untuk sediaan topikal sehingga diharapkan tidak mengiritasi kulit.

Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui kemampuan sediaan semisolid untuk menyebar dengan cara melihat diameter penyebaran sediaan semisolid pada tempat aplikasi. Daya sebar merupakan kemampuan suatu sediaan semisolid untuk menyebar di area yang akan diaplikasikan. Daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, semakin kecil viskositas suatu sediaan semisolid maka kemampuan menyebarnya pada permukaan kulit akan semakin besar, begitu juga sebaliknya. Menurut Garg et al. (2002) daya sebar yang optimum untuk sediaan yang bersifat semisolid berada pada kisaran 3-6 cm.

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gel. Viskositas berbanding terbalik dengan kemampuan alir di mana semakin besar viskositas maka kemampuan untuk mengalir akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Viskositas sediaan semisolid menurut Garg et al. (2002) adalah 200-300 d.Pa.s.

Pada Tabel VII, dapat dilihat bahwa daya sebar yang dihasilkan pada formula 1 dan 2 belum memenuhi teori. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan gelling agent yang kecil sedangkan untuk formula 3 dan 4 sudah memenuhi teori sehingga dapat dikatakan sediaan yang dihasilkan dalam penelitian merupakan kategori sediaan semisolid. Bila dilihat dari viskositasnya, yang memenuhi syarat viskositas sediaan semisolid hanyalah formula 3. Dari Tabel VII juga dapat dilihat bahwa daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas, semakin tinggi daya sebar semakin rendah pula viskositasnya. Namun,


(60)

hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori yang seharusnya semakin besar konsentrasi propilen glikol yang ditambahkan akan menyebabkan penurunan viskositas karena propilen glikol mempunyai banyak gugus hidroksi yang akan menarik air melalui pembentukan ikatan hidrogen.

C.Pembuatan Bahan Uji Iritasi

Bahan uji iritasi digunakan sebagai pembanding dalam uji iritasi, bahan uji merupakan bahan-bahan yang digunakan pada kosmetik. Berdasarkan hasil uji sifat fisis sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina yang telah diformulasikan, dipilih formula 3 untuk pengujian iritasi. Formula 3 dipilih karena hanya formula 3 yang memenuhi persyaratan uji sifat fisis sediaan semisolid gel. Untuk mengetahui potensi iritasi dari sediaan cooling gel, dilakukan pula uji iritasi pada komponen penyusun gel yaitu gelling agent dan humektannya agar dapat diketahui pengaruh penggunaan gelling agent dan humektan yang dipilih terhadap potensi iritasi dari sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina.

CMC-Na digunakan sebagai salah satu bahan uji karena CMC-Na merupakan gelling agent pada sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina. Propilen glikol digunakan sebagai salah satu bahan uji iritasi untuk mengetahui potensi iritasi dari humektan yang digunakan. Pada uji pendahuluan digunakan propilen glikol dengan konsentrasi 100% (tanpa pengenceran), tetapi hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 100% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai. Menurut Rowe et al., (2009), propilen glikol dengan konsentrasi 10% dapat menimbulkan reaksi iritasi dan sensitisasi


(61)

kulit. Penggunaan propilen glikol dalam sediaan semisolid dibatasi dengan konsentrasi ±15% sehingga konsentrasi propilen glikol yang dipilih sesuai dengan konsentrasi propilen glikol yang digunakan dalam formulasi sediaan untuk mengetahui potensi iritasinya dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai cina. Propilen glikol diencerkan menggunakan akuades sebagai bahan uji non-iritan.

Gliserin digunakan sebagai salah satu bahan uji karena gliserin dapat digunakan sebagai humektan pada sediaan gel. Gliserin dalam range 20-25% digunakan untuk moisturizer pada kulit kering. Gliserin sampai dengan konsentrasi 25% aman digunakan dan dalam batas toleransi kulit (Paye, 2006). Gliserin dengan konsentrasi 100% digunakan sebagai kontrol iritan pada slug irritation test.

Penggunaan asam salisilat dibatasi dengan konsentrasi 1,5% untuk sediaan kosmetik dan untuk pemakaian sehari-hari dengan konsentrasi 2-3% asam salisilat tergolong aman dan jarang mengiritasi (Leyden et al., 2002). Pada uji pendahuluan, dilakukan uji pada siput menggunakan asam salisilat dengan konsentrasi 2%, 1%, dan 0,5%. Namun, hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2% dan 1% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai sedangkan untuk konsentrasi 0,5% siput tetap hidup. Asam salisilat untuk uji iritasi dibuat dengan konsentrasi 0,5% karena mampu mengiritasi siput tetapi tidak membuat siput mati. Asam salisilat dibuat dengan konsentrasi 0,5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non-iritan.

Asam laktat merupakan salah satu senyawa Alpha-hydroxyacids (AHAs) yang efektif digunakan sebagai humektan moisturizer (Leyden et al., 2002). Pada


(62)

uji pendahulan, dilakukan uji pada siput menggunakan asam laktat dengan konsentrasi 2,5%, 1%, dan 0,5%. Namun, hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2,5% dan 1% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai sedangkan untuk konsentrasi 0,5% siput tetap hidup. Asam laktat untuk uji iritasi dibuat dengan konsentrasi 0,5% karena mampu mengiritasi siput tetapi tidak membuat siput mati. Asam laktat dibuat dengan konsentrasi 0,5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non-iritan.

Menurut U.S Cosmetic Ingredient Reviewer (CIR) konsentrasi AHA di atas 10% dengan pH di bawah 3,5 aman digunakan, konsentrasi asam laktat yang digunakan pada kosmetik untuk perawatan kulit kering sekitar 5% (Leyden et al., 2002).

Berdasarkan studi iritasi kulit akut pada hewan disimpulkan bahwa 0,5%-10% sodium lauril sulfat menyebabkan iritasi ringan. Untuk kontak jangka panjang pada kulit konsentrasi sodium lauril sulfat seharusnya tidak lebih dari 1%. Sodium lauril sulfat banyak digunakan dalam kosmetik dan formulasi sediaan oral maupun topikal. Sodium lauril sulfat juga kerap digunakan sebagai kontrol positif pada uji iritasi karena bersifat iritatif (Robinson et al., 1983). Pada uji pendahulan, dilakukan uji pada siput menggunakan sodium lauril sufat dengan konsentrasi 2% dan 1%. Namun, hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 2% siput mati sebelum 60 menit batas waktu pemaparan selesai sedangkan untuk konsentrasi 1% siput tetap hidup. Digunakan konsentrasi 1% karena bersifat iritatif ringan sehingga siput tidak mati. Sodium lauril sulfat dibuat dengan konsentrasi 1% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji iritan.


(63)

Arbutin merupakan turunan hidrokuinon yang sering digunakan sebagai

agen pencerah kulit. β-arbutin digunakan sebagai agen pencerah kulit didalam krim kosmetik wajah atau lotion wajah pada konsentrasi 7%, 10% larutan β -Arbutin dapat menimbulkan sedikit potensi iritasi primer (Scientific Committee on Consumer Safety, 2015). Pada uji pendahulan, dilakukan uji pada siput menggunakan arbutin dengan konsentrasi 5%. Didapatkan hasil bahwa siput tidak mati dan tetap memproduksi mukus. Arbutin dibuat dengan konsentrasi 5% dalam gel, digunakan sebagai bahan uji non iritan. Hasil uji pendahuluan untuk masing-masing bahan dapat dilihat pada Tabel VIII.

Tabel VIII. Hasil uji pendahuluan pada bahan uji

Kontrol Bahan Uji

Konsentrasi

(%) Jenis Bahan

CMC-Na 4% Non iritan

Propilen glikol 8% Non Iritan

Gliserin 100% Iritan

Asam salisilat 0,5% Non iritan Asam laktat 0,5% Non iritan Sodium lauril

sulfat 1% Iritan

Arbutin 5% Non Iritan

D.Slug Irritation Test

Salah satu kriteria yang diperlukan agar suatu sediaan dapat diterima dan digunakan oleh masyarakat adalah terkait keamanan. Sediaan topikal tidak boleh bersifat iritatif terhadap kulit karena dapat mengganggu acceptance dari sediaan tersebut, sehingga perlu dilakukan uji iritasi pada bahan. Uji iritasi pada penelitian ini menggunakan uji iritasi pada siput yang diadaptasi dari uji iritasi untuk mukosa.


(64)

Siput yang digunakan adalah siput telanjang (rerespo) yang diperoleh dari daerah Ungaran, Jawa Tengah. Dilakukan determinasi pada siput untuk mengetahui spesies siput yang digunakan. Siput yang digunakan pada penelitian adalah siput dari spesies Laevicaulis alte FéR (Lampiran 4). Jenis siput yang digunakan untuk pengujian iritasi akan mempengaruhi hasil akhir dari uji iritasi. Dhondt et al., (2006) menemukan bahwa “however, because this study demonstrates that the use of other slug species can influence the test end points and eye irritation classification, it is important to evaluate the effects of the selected species”.

Masing-masing siput dan cawan petri ditimbang. Bahan uji dimasukkan ke dalam cawan petri, siput diletakkan di atas 1 g bahan uji dalam periode waktu 60 menit dan diukur jumlah lendir diproduksi. Mukus yang dihasilkan digunakan sebagai parameter sifat iritatif bahan. Menurut Cock et al., (2011), dalam keadaan normal siput telanjang memproduksi mukus dalam jumlah terbatas untuk menghindari dehidrasi. Ketika siput dipaparkan dengan komponen iritan, siput akan mensekresi mukus sebagai mekanisme untuk perlindungan dinding tubuh siput. Semakin tinggi jumlah mukus yang diproduksi, semakin iritan bahan untuk tubuh siput. Warna dari mukus yang diproduksi juga dapat mengindikasikan tingkat iritasi. Normalnya mukus yang diproduksi oleh siput tidak berwarna tetapi kontak dengan bahan iritan menyebabkan sekresi mukus yang berwarna sedikit kuning.

Siput kemudian dipindahkan ke cawan petri baru, kemudian ditambahkan 1 mL Phosphat Buffer Saline (PBS) di dekat bagian bawah tubuh siput dan


(65)

didiamkan selama 60 menit. Setelah 60 menit kontak dengan bahan uji, siput akan melepaskan ALP, LDH, dan albumin. Menurut McComb, Bowers, and Posen (1979), secara umum alkaline phosphatase (ALP) terdapat pada 3 daerah pada tubuh moluska yaitu saluran pencernaan, organ excretory, dan pada bagian mantel. Aktivitas ALP akan meningkat jika terjadi kerusakan sel maupun infeksi pada snails dan slugs. Lactate dehydrogenase (LDH) merupakan enzim sitolik dan akan dilepaskan pertama kali saat terjadi kerusakan jaringan.

Setelah 60 menit, cairan Phosphat Buffer Saline (PBS) yang telah kontak dengan tubuh siput ditampung dalam tabung microtube. PBS digunakan sebagai pelarut dari biomarker kerusakan jaringan yang dilepaskan oleh siput.

Hasil slug irritation test yang didapatkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel IX.

Tabel IX. Data slug irritation test Bahan Uji Pengukuran Persen mukus

(%) LDH (U/L) ALP (U/L) Albumin (μg/mL) CMC-Na 4% (Non Iritan)

1 -12,426 -3,360 1,100 36,697 2 -12,197 0,000 2,200 0,000 3 -70,925 6,720 4,400 12,232 4 -20,290 0,000 2,200 489,297 5 -14,817 -3,360 4,400 67,797 6 -17,714 -3,360 2,200 257,627 7 -15,626 0,000 3,300 122,699 8 -16,109 6,720 5,500 -24,540 9 -13,578 10,080 5,500 -53,691 10 -11,296 0,000 3,300 40,268

Propilen glikol 8% (Non iritan)

1 -11,427 -6,720 0,000 48,930 2 -16,657 -3,360 5,500 48,930 3 -19,594 -20,160 5,500 48,930 4 -19,414 0,000 6,600 134,557 5 -8,134 3,360 3,300 67,797 6 -11,804 -6,720 5,500 216,949 7 -4,835 3,360 5,500 171,779 8 -13,511 0,000 5,500 -24,540 9 -8,852 -3,360 15,400 26,846 10 -8,621 3,360 8,800 53,691


(1)

(2)

Lampiran 8. Data penentuan spesifisitas dan sensitivitas

1. Data penentuan

True Positive, False Positive, True Negative, False Negative

Bahan Iritasi atau Tidak iritasi* ALP (U/L) Persen Mukus (%) Prediksi CART* True Positive False Positive True Negative False Negative C MC -Na

0 1,100 -0,12 0 0 0 1 0

0 2,200 -0,12 0 0 0 1 0

0 4,400 -0,71 0 0 0 1 0

0 2,200 -0,20 0 0 0 1 0

0 4,400 -0,15 0 0 0 1 0

0 2,200 -0,18 0 0 0 1 0

0 3,300 -0,16 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,16 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,14 0 0 0 1 0

0 3,300 -0,11 0 0 0 1 0

Propi

len

gl

ikol

0 0,000 -0,11 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,17 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,20 0 0 0 1 0

0 6,600 -0,19 0 0 0 1 0

0 3,300 -0,08 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,12 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,05 0 0 0 1 0

0 5,500 -0,14 0 0 0 1 0

0 15,400 -0,09 0 0 0 1 0

0 8,800 -0,09 0 0 0 1 0

G

li

se

ri

n

1 9,900 0,51 1 1 0 0 0

1 39,600 0,51 1 1 0 0 0

1 24,200 0,51 1 1 0 0 0

1 53,900 0,42 1 1 0 0 0

1 45,100 0,38 1 1 0 0 0

1 85,800 0,38 1 1 0 0 0

1 36,300 0,44 1 1 0 0 0

1 50,600 0,40 1 1 0 0 0

1 23,100 0,41 1 1 0 0 0

1 35,200 0,43 1 1 0 0 0

A sa m sa li si lat

0 2,200 0,03 0 0 0 1 0

0 2,200 0,15 0 0 0 1 0

0 3,300 0,12 0 0 0 1 0

0 13,200 0,05 0 0 0 1 0

0 5,500 0,07 0 0 0 1 0

0 4,400 0,07 0 0 0 1 0

0 5,500 0,12 0 0 0 1 0

0 6,600 0,07 0 0 0 1 0

0 6,600 0,07 0 0 0 1 0

0 7,700 0,14 0 0 0 1 0


(3)

Keterangan : * 0  tidak mengiritasi, 1  iritan

2. Spesifisitas

Spesifisitas = TN

TN +FP

=

50 50+0

= 1

3. Selektifitas

Sensitivitas = TP TP + FN=

17

17 + 3= 0,85

Bahan Iritasi atau Tidak iritasi* ALP (U/L) Persen Mukus (%) Prediksi CART* True Positive False Positive True Negative False Negative SLS

1 8,800 0,27 1 1 0 0 0

1 13,200 0,25 1 1 0 0 0

1 16,500 0,06 0 0 0 0 1

1 19,800 -0,08 0 0 0 0 1

1 12,100 0,18 1 1 0 0 0

1 17,600 0,14 1 1 0 0 0

1 11,000 0,10 0 0 0 0 1

1 11,000 0,18 1 1 0 0 0

1 15,400 0,23 1 1 0 0 0

1 23,100 0,17 1 1 0 0 0

A sa m l ak ta t

0 3,300 0,10 0 0 0 1 0

0 3,300 0,04 0 0 0 1 0

0 4,400 0,02 0 0 0 1 0

0 4,400 -0,04 0 0 0 1 0

0 4,400 0,06 0 0 0 1 0

0 4,400 0,08 0 0 0 1 0

0 4,400 0,02 0 0 0 1 0

0 4,400 -0,02 0 0 0 1 0

0 3,300 0,03 0 0 0 1 0

0 0,000 0,11 0 0 0 1 0

A

rbut

in

0 6,600 -0,11 0 0 0 1 0

0 2,200 0,12 0 0 0 1 0

0 3,300 0,00 0 0 0 1 0

0 3,300 0,02 0 0 0 1 0

0 3,300 0,10 0 0 0 1 0

0 5,500 0,10 0 0 0 1 0

0 3,300 0,08 0 0 0 1 0

0 6,600 0,03 0 0 0 1 0

0 4,400 0,08 0 0 0 1 0


(4)

Lampiran 9. Penentuan MCC dan r

kritis

1. Tabel distribusi t

2. Perhitungan MCC

MCC =

17 x 50 −(0 x 3)

17+0 17+3 50+0 (50+3)

= 0,895481

3. Perhitungan t

kritis

df

= 70

2 = 68

r

kritis

=

(1,995

2

) (68 + (1,995

2

))

r

kritis

= 0,235146


(5)

Lampiran 10. Dokumentasi

Daun petai cina yang sudah dikeringkan Serbuk daun petai cina


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “

Validasi Protokol Slug

Irritation Test Pada Sediaan Cooling Gel Ekstrak Daun

Petai Cina (Leucaena Leucocephala (Lam.) De Wit.

Dengan Metode Classification And Regression Trees

(Cart)

” bernama lengkap Yoanna Kristia Nugraheni,

lahir di Surakarta pada tanggal 12 Desember 1992,

merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan

Bapak Krisno Yuono dan Ibu Th. Endang Dwi, memiliki

seorang adik yang bernama Christiana Deasy Rosalina.

Penulis menempuh pendidikan formal di TK Santa

Theresia Ungaran pada tahun 1996-1999, SD Mardi

Rahayu II Ungaran pada tahun 1999-2005, SMP

NEGERI 1 Ungaran pada tahun 2005-2008, dan SMA NEGERI 1 Salatiga pada

tahun 2008-2011. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan studinya di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan menyelesaikan sampai tahun

2015. Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten Praktikum Farmasi Fisika

(2014 dan 2015), Praktikum Kimia Organik (2014), Praktikum Biokimia (2014),

dan Praktikum Biofarmasetika (2015). Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai

kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan antara lain devisi keamanan pada acara

Tiga Hari Temu Akrab Farmasi (2012 dan 2013), devisi keamanan pada kegiatan

Temu Alumni Akbar Fakultas Farmasi (2012), peserta pada LKTMF

ISMAFARSI (2012), devisi humas pada acara Aksi Hari Kesehatan dan

Lingkungan Hidup di SD Pangudi Luhur Yogyakarta (2012), koordinator devisi

kampanye pada panitia Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF dan Ketua

DPMF Farmasi (2014), dan lolos Program Kreativitas Mahasiswa yang dibiayai

DIKTI (2013).


Dokumen yang terkait

SKRIPSI PENGGUNAAN EKSTRAK VANILI DAN MALTODEKSTRIN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS MINUMAN SERBUK INSTAN BIJI PETAI CINA (Leucaena leucocephala Lmk. De Wit).

0 2 15

I.PENDAHULUAN PENGGUNAAN EKSTRAK VANILI DAN MALTODEKSTRIN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS MINUMAN SERBUK INSTAN BIJI PETAI CINA (Leucaena leucocephala Lmk. De Wit).

0 2 6

PERBANDINGAN EFEK HIPOGLIKEMIK DARI BEBERAPA EKSTRAK BIJI PETAI CINA (Leucaena leucocephala (lmk)De Wit) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN.

0 0 1

PERBANDINGAN EFEK HIPOGLIKEMIK DARI BEBERAPA EKSTRAK BIJI PETAI CINA (Leucaena leucocephala (lmk)De Wit) PADA MENCIT YANG DIINDUKSI ALOKSAN.

0 0 1

Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada sediaan bedak tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan pewarna karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan metode Classification And Regression Tree (CART).

3 4 88

Uji in vivo validasi protokol slug irritation test pada sediaan lotion repelan minyak Peppermint (Mentha piperita) menggunakan metode Classification and Regression Trees (CART).

1 6 77

Optimasi humektan propilenglikol dan Gelling Agent CMC-Na dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

0 2 88

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

5 16 99

Efek Hipoglikemik Senyawa Bioaktif Biji Petai Cina( Leucaena leucocephala (lmk) De Wit Dengan Menggunakan Metoda Toleransi Glukosa Oral Pada Mencit Hypoglycemic Effects of Bioactive Compound in Petai Cina seeds (Leucaena leucocephala (lmk ) De Wit Using O

0 0 8

Optimasi humektan propilenglikol dan Gelling Agent CMC-Na dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 86