Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada sediaan bedak tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan pewarna karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan metode Classification And Regression Tree (CART).
INTISARI
Produk sediaan farmasi, terutama kosmetik sudah sangat tersebar luas di pasaran. Dalam kosmetik, digunakan berbagai macam bahan yang diformulasikan sedemikian rupa agar menghasilkan sediaan yang baik dan aman. Perlu dilakukan uji iritasi terhadap sediaan agar keamanan konsumen terjamin. Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test Pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas Slug Irritation Test dalam pengujian sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dan eksploratif. Dilakukan uji in vivo menggunakan siput telanjang dan validitas metode diuji. Validitas protokol Slug Irritation Test dilihat berdasarkan nilai sensitivitas dan selektivitas. Metode dinyatakan valid apabila nilai sensitivitas dan spesifisitas >60%.
Hasil penelitian menunjukkan persen mukus sebagai variabel penting dalam klasifikasi dengan nilai cut off sebesar 0,0325. Didapatkan nilai sensitivitas 100% dan spesifisitas 77,5% dan metode dinyatakan valid. Potensi iritasi sediaan bedak tabur diprediksi dibandingkan dengan cut off dari persen mukus. Bedak tabur memiliki rata-rata persen mukus sebesar 0,0836±0,01, sehingga disimpulkan bahwa bedak tabur memiliki potensi iritasi.
Kata kunci: Slug Irritation Test, bedak tabur, pewarna, validasi, cut off, Classification and Regression Tree
(2)
ABSTRACT
Pharmaceutical dosage forms, especially cosmetics, have been spread widely in the market. Wide varieties of materials are used in order to formulate good as well as safe cosmetics products. The irritation test is needed to guarantee the product safety for the consumers. The study about In Vivo Test and Protocol Validation of Slug Irritation Test on Amylum Manihot(Manihot utilissima L.) FacePowder Using Carotenoid Dye from Carrot’s Tuber (Daucus carota L.) by the Method of Classificationand Regression Tree (CART) aims to discover the Slug Irritation Test’s validity in the examination of Amylum manihot face powder using carotenoid dye
from carrot’s tuber.
This study is a quasi experimental and an explorative research. The in vivo test using slugs was performed and the protocol validity of Slug Irritation Test was determined by the sensitivity and the selectivity. This method is valid if the value of both are >60%.
The result of the study shows the mucus production (in percent) as the important variable in the classification with the cut off value of 0.0325. The sensitivity value is 100% and the specification value is 77.5%. Therefore, the method is valid. The irritation potential of face powder dosage form is predicted by the cut off from the mucus production. The powder has the average mucus production of 0.0836 0.01 percent. From the result, it can be concluded that the powder has the irritation potential.
Keywords: Slug Irritation Test, powder, dye, validity, cut off, Classification and Regression Tree
(3)
UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST PADA SEDIAAN BEDAK TABUR AMILUM MANIHOT (Manihot utilissima L.) MENGGUNAKAN PEWARNA KAROTENOID DARI UMBI WORTEL (Daucus carota L.) DENGAN METODE CLASSIFICATION AND
REGRESSION TREE (CART)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Carolina Dea Sekar Panintra
NIM: 118114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
UJI IN VIVO DAN VALIDASI PROTOKOL SLUG IRRITATION TEST PADA SEDIAAN BEDAK TABUR AMILUM MANIHOT (Manihot utilissima L.) MENGGUNAKAN PEWARNA KAROTENOID DARI UMBI WORTEL (Daucus carota L.) DENGAN METODE CLASSIFICATION AND
REGRESSION TREE (CART)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Carolina Dea Sekar Panintra
NIM: 118114046
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
v
LEMBAR PERSEMBAHAN
T
TH
HEE SSAAMMEE BBOOIILLIINNGG WWAATTEERR TTHHAATT SSOOFFTTEENNSS TTHHEE PPOOTTAATTOO HHAARRDDEENNSS TTHHEE EEGGGG.
.
I
I
TT’
’
SS AABBOOUUTT WWHHAATT YYOOUU’
’
RREE MMAADDEE OOFF,
,
NNOOTT TTHHEE CCIIRRCCUUMMSSTTAANNCCEESS.
.
Kupersembahkan untuk: Keluargaku, Mama, Papa, Mas Aan, Vano Saudara, Sahabat, Teman dan Almamaterku
(8)
(9)
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) Menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan Metode Classification and Regression Tree (CART)”. Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Validasi Protokol Uji Iritasi Kulit Sediaan Bahan Alam berdasarkan Prinsip 3R
(Reduce, Refinement, and Replace). Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah
banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, nasehat, bimbingan, kritik dan
saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus atas segala berkat dan karunia-Nya kepada penulis mulai dari
awal penelitian hingga selesai penyusunan naskah.
2. Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dan Kepala
Program Studi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas masukan,
bimbingan, kritik, saran dan bahan penelitian yang diberikan kepada penulis.
3. Enade Perdana Istyastono, Ph.D., Apt., selaku dosen penguji dan juga atas
(10)
viii
4. Dr. Nunung Yuniarti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji dan juga atas saran
serta dukungan kepada penulis.
5. Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium atas ijin yang
diberikan.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yang telah membagikan ilmu serta pengalaman selama perkuliahan.
7. Mas Agung, Pak Musrifin, Pak Iswandi dan semua laboran atas bantuan dan
kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian.
8. Mama, Papa, Mas Aan dan Vano atas doa, dukungan, kasih sayang, cinta dan
semangatnya yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian hingga
penyusunan naskah.
9. Stevanus Nonot Pratito atas doa, dukungan, kasih sayang, cinta dan
semangatnya.
10. Tiyut dan Cik Ailing, tim siput atas kerjasama dan sukaduka selama
penelitian hingga penyusunan naskah.
11. Lala, Lisul, Ocha dan Henra untuk kebersamaan, canda tawa, motivasi dan
dukungan selama 4 tahun berdinamika bersama.
12. Dara Prabandari Sumardi atas semangat, dukungan dan saran yang diberikan
kepada penulis.
13. Ines, Mbak Rini, Mbak Tyas, Verlita, Ocita dan teman-teman kos Caritas.
Terimakasih sudah menjadi teman yang luar biasa selama di kos, berbagi
canda tawa serta dukungan yang telah diberikan selama bersama-sama di kos
(11)
ix
14. Teman ngelab lantai 1 (Dara, Mpit, Lukas, Deni, Ahen, Lauren, Ardha,
Sheilla, teman-teman FST A 2011, FSM A 2011 dan seluruh angkatan 2011
atas kebersamaan dan keceriaan selama ini.
15. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta,
(12)
(13)
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A.Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
B.Tujuan Penelitian ... 4
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A.Kulit ... 5
1. Epidermis ... 6
2. Dermis ... 6
B.Iritasi ... 7
C.Bedak ... 8
(14)
xii
E.Karakteristik Bedak Tabur ... 8
1. Daya penutupan bedak ... 8
2. Daya serap ... 9
3. Daya lekat ... 10
4. Pewarna ... 10
5. Pengawet ... 11
F. Wortel ... 12
1. Keterangan botani... 12
2. Kandungan wortel ... 12
G.Bahan Uji Iritasi ... 13
1. Asam salisilat ... 13
2. Arbutin ... 14
3. Sodium Lauryl Sulfate... 15
I. Slug Irritation Test ... 16
1. Slug Mucosal Irritation (SMI) ... 16
2. Laevicaulis alte ... 17
a. Klasifikasi ... 17
b. Deskripsi umum ... 18
c. Keterangan biologis ... 18
d. Habitat ... 18
J. Spektrofotometri ... 18
K.Validasi Alternatif Tes ... 19
L. Classification and Regression Tree (CART) ... 20
M.Keterangan Empiris ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B.Variabel Penelitian ... 23
C.Definisi Operasional ... 23
D.Bahan Penelitian... 24
E.Alat Penelitian ... 25
(15)
xiii
1. Formulasi bedak tabur... 26
2. Pengumpulan dan penyiapan sari umbi wortel... 26
3. Penghomogenan dan pewarnaan bedak tabur ... 26
4. Pembuatan kontrol positif dan kontrol negatif ... 27
5. Slug Irritation Test ... 27
a. Pengumpulan dan determinasi siput ... 27
b. Slug irritation test ... 28
c. Pengukuran kadar albumin ... 28
d. Pengukuran ALP ... 29
e. Pengukuran LDH ... 29
G.Analisis hasil ... 30
1. Validasi protokol slug irritation test ... 30
2. Prediksi sifat iritatif sediaan bedak tabur ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A.Formulasi ... 32
B.Pembuatan Bedak Tabur ... 32
C.Pembuatan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif Sediaan ... 34
D.Slug Irritation Test ... 36
1. Pengumpulan dan determinasi siput ... 36
2. Slug Irritation Test ... 36
3. Validasi menggunakan metode Classification and Regression Tree (CART) ... 40
4. Prediksi sifat iritatif bedak tabur ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 45
A.Kesimpulan ... 45
B.Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 50
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi kandungan gizi wortel per 100 g bahan ... 13
Tabel II. Penggunaan SLS pada berbagai keperluan ... 15
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP ... 25
Tabel IV. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH ... 25
Tabel V. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin ... 25
Tabel VI. Formula acuan (Dewi, 2012) ... 26
Tabel VII. Formula bahan uji ... 27
Tabel VIII. Confusion Matrix ... 31
Tabel IX. Data slug irritation test ... 37
Tabel X. Confusion Matrix prediksi CART ... 42
Tabel XI. Perbandingan nilai cut off dengan persen mukus sediaan bedak tabur ... 43
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram kulit dengan perbedaan lapisan epidermis ... 5
Gambar 2. Struktur metil paraben ... 11
Gambar 3. Struktur asam salisilat ... 14
Gambar 4. Struktur arbutin ... 15
Gambar 5. Laevicaulis alte ... 17
(18)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data penimbangan dan dokumentasi formula ... 51
Lampiran 2. Dokumentasi Slug Irritation Test... 52
Lampiran 3. Data penimbangan siput ... 54
Lampiran 4. Dataselisih absorbansi ALP, LDH dan albumin ... 56
Lampiran 5. Data persen mukus, LDH, ALP dan Albumin ... 58
Lampiran 6. Data prediksi true positive, true negative, false positive dan false negative... 60
Lampiran 7. Data Classification and Regression Tree (CART) menggunakan RStudio ... 62
(19)
xvii
DAFTAR SINGKATAN
alb Albumin
ALP Alkaline Phospatase
anova Analysis of Variance
CART Classification and Regression Tree
FN False Negative
FP False Positive
LDH Lactate Dehydrogenase
PBS Phospate Buffer Saline
SLS Sodium Lauryl Sulfate
TN True Negative
(20)
xviii INTISARI
Produk sediaan farmasi, terutama kosmetik sudah sangat tersebar luas di pasaran. Dalam kosmetik, digunakan berbagai macam bahan yang diformulasikan sedemikian rupa agar menghasilkan sediaan yang baik dan aman. Perlu dilakukan uji iritasi terhadap sediaan agar keamanan konsumen terjamin. Penelitian mengenai Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test Pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) bertujuan untuk mengetahui validitas Slug Irritation Test dalam pengujian sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dan eksploratif. Dilakukan uji in vivo menggunakan siput telanjang dan validitas metode diuji. Validitas protokol Slug Irritation Test dilihat berdasarkan nilai sensitivitas dan selektivitas. Metode dinyatakan valid apabila nilai sensitivitas dan spesifisitas >60%.
Hasil penelitian menunjukkan persen mukus sebagai variabel penting dalam klasifikasi dengan nilai cut off sebesar 0,0325. Didapatkan nilai sensitivitas 100% dan spesifisitas 77,5% dan metode dinyatakan valid. Potensi iritasi sediaan bedak tabur diprediksi dibandingkan dengan cut off dari persen mukus. Bedak tabur memiliki rata-rata persen mukus sebesar 0,0836±0,01, sehingga disimpulkan bahwa bedak tabur memiliki potensi iritasi.
Kata kunci: Slug Irritation Test, bedak tabur, pewarna, validasi, cut off, Classification and Regression Tree
(21)
xix ABSTRACT
Pharmaceutical dosage forms, especially cosmetics, have been spread widely in the market. Wide varieties of materials are used in order to formulate good as well as safe cosmetics products. The irritation test is needed to guarantee the product safety for the consumers. The study about In Vivo Test and Protocol Validation of Slug Irritation Test on Amylum Manihot (Manihot utilissima L.) Face Powder Using Carotenoid Dye from Carrot’s Tuber (Daucus carota L.) by the Method of Classification and Regression Tree (CART) aims to discover the Slug Irritation Test’s validity in the examination of Amylum manihot face powder using carotenoid dye from carrot’s tuber.
This study is a quasi experimental and an explorative research. The in vivo test using slugs was performed and the protocol validity of Slug Irritation Test was determined by the sensitivity and the selectivity. This method is valid if the value of both are >60%.
The result of the study shows the mucus production (in percent) as the important variable in the classification with the cut off value of 0.0325. The sensitivity value is 100% and the specification value is 77.5%. Therefore, the method is valid. The irritation potential of face powder dosage form is predicted by the cut off from the mucus production. The powder has the average mucus production of 0.0836±0.01 percent. From the result, it can be concluded that the powder has the irritation potential.
Keywords: Slug Irritation Test, powder, dye, validity, cut off, Classification and Regression Tree
(22)
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Iritasi adalah adalah gejala inflamasi yang terjadi pada kulit atau
membran mukosa segera setelah perlakuan berkepanjangan atau berulang dengan
menggunakan bahan kimia atau bahan lain. Iritasi kulit disebabkan oleh suatu
bahan dapat terjadi pada setiap orang dan tidak melibatkan sistem imun tubuh.
Ada beberapa faktor-faktor yang memegang peranan seperti keadaan permukaan
kulit, lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, dan konsentrasi dari bahan (Irsan
dkk., 2013).
Produk sediaan farmasi, terutama kosmetik sudah sangat tersebar luas di
pasaran. Dalam kosmetik, digunakan berbagai macam bahan yang diformulasikan
sedemikian rupa agar menghasilkan sediaan yang baik. Tanpa disadari,
bahan-bahan tersebut memiliki potensi untuk mengiritasi pengguna kosmetik. Salah satu
bahan yang dinilai memberikan potensi iritasi adalah bahan pewarna. Pewarna
yang merupakan bahan alam sangat penting untuk diuji potensi iritasinya, karena
kandungan senyawa dalam bahan alam tersebut belum diketahui dengan pasti.
Dewi (2012), telah memformulasikan sediaan bedak tabur dengan
menggunakan pewarna bahan alam yaitu karotenoid dari umbi wortel. Sudah
dilakukan uji iritasi pada penelitian tersebut dengan menggunakan hewan uji
kelinci. Didapatkan hasil bahwa sediaan bedak tabur yang diformulasikan bersifat
(23)
2
European Chemical Agency telah menggalakkan larangan penggunaan
hewan vertebrata (hewan bertulang belakang) untuk beberapa uji laboratorium.
Telah diminimalisir beberapa metode standar yang menggunakan hewan
vertebrata sebagai model untuk memprediksi efek dari senyawa kimia pada
manusia (Casati dkk., 2013). Tikus maupun kelinci sebagai hewan untuk uji iritasi
telah diminimalisir penggunaannya, sehingga dikembangkan cara lain untuk
melakukan uji iritasi.
Slug Mucosal Irritation assay (SMI) kemudian dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk uji iritasi menggantikan Draize Test yang menggunakan kelinci sebagai hewan uji oleh Adriaens pada tahun 2006. SMI assay yang dikembangkan oleh Adriaens menggunakan hewan avertebrata slug (Arion lusitancius) yang mempunyai luas permukaan mukosa yang besar. SMI assay dapat memprediksi toleransi lokal dari sediaan solid, semi-solid maupun liquid. Potensi iritasi dapat diprediksi berdasarkan jumlah total dari mukus yang
diproduksi, sedangkan parameter kerusakan jaringan dilihat dari produksi enzim
dan protein (Dhondt, 2005).
Untuk dapat memenuhi syarat keamanan, sediaan bedak tabur diuji
dengan metode Slug Irritation Test. Validasi metode diuji menggunakan metode Classification and Regression Test (CART). Validasi protokol Slug Irritation Test pada sediaan bedak tabur dengan pewarna karotenoid dari umbi wortel perlu
dilakukan agar dapat menjadi salah satu alternatif untuk uji iritasi dengan
(24)
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang diangkat penulis dalam
penelitian ini adalah:
a. Apakah protokol slug irritation test dapat menunjukkan hasil yang valid untuk pengujian iritasi sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan
pewarna karotenoid dari umbi wortel dengan metode Classification and Regression Tree (CART)?
b. Apakah sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna
karotenoid dari umbi wortel bersifat iritatif atau non-iritatif sebagai sediaan
topikal?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang Uji
In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Els Adriaens pada tahun 2006 tentang The Slug Mucosal Irritation assay: an alternative assay for local tolerance testing. Formula yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Intan Chintya Dewi pada tahun 2012 tentang Perbandingan Sifat Fisis Bedak
Tabur Berbahan Dasar Amilum solani (Solanum tuberosum L.) dan Amilum manihot (Manihot uttilisima L.) dengan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.).
(25)
4
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat Teoretis. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
diketahui apakah slug irritation test dapat menunjukkan hasil yang valid untuk menguji sediaan bedak tabur.
b. Manfaat Praktis. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan penggunaan
hewan uji mamal untuk uji iritasi dapat diminimalkan mengingat penggunaan
hewan mamal untuk uji iritasi sudah banyak dilarang.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui validitas Slug Irritation Test dalam pengujian sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel
dengan metode Classification and Regression Tree (CART).
2. Jika protokol Slug Irritation Test pada sediaan bedak tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel (Daucus carota L.) dengan metode Classification and Regression Tree (CART) dinyatakan valid, digunakan untuk mengetahui potensi iritasi sediaan bedak tabur
Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel (Daucus carota L.) sebagai sediaan topikal.
(26)
5 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.Kulit
Kulit merupakan organ yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan
memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan
rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme
biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi
dan pelepasan sel-sel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh,
produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk
melindungi kulit dari bahaya sinar UV, sebagai peraba dan perasa, serta
pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar (Tranggono dkk., 2007).
Diagram kulit dengan perbedaan lapisan epidermis disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram kulit dengan perbedaan lapisan epidermis
(27)
6
1. Epidermis
Epidermis (kulit ari) merupakan lapisan paling luar dari kulit. Para ahli
histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke dalam menjadi 5
lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum germinativum. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mm, misalnya pada telapak
kaki dan tangan, dan lapisan yang tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis ini disebut keratinosit (Tranggono
dkk., 2007).
2. Dermis
Bagian dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin yang
berada di dalam substansi dasar yang bersifat koloid dan terbuat dari gelatin
mukopolisakarida. Serabut kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat
kulit manusia bebas lemak (Tranggono dkk., 2007).
Di dalam dermis terdapat jaringan-jaringan kulit seperti folikel rambut,
papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah, ujung saraf dan sebagian serabut lemak yang
terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (subkutis/hipodermis) (Tranggono dkk.,
(28)
B.Iritasi
Iritasi adalah adalah gejala inflamasi yang terjadi pada kulit atau
membran mukosa segera setelah perlakuan berkepanjangan atau berulang dengan
menggunakan bahan kimia atau bahan lain. Iritasi kulit disebabkan oleh suatu
bahan dapat terjadi pada setiap orang, tidak melibatkan sistem imun tubuh dan ada
beberapa faktor-faktor yang memegang peranan seperti keadaan permukaan kulit,
lamanya bahan bersentuhan dengan kulit, dan konsentrasi dari bahan (Irsan dkk.,
2013).
Iritasi kulit karena induksi kimia dipicu oleh kerusakan sel dan jaringan.
Sel kulit melepaskan mediator inflamasi (kemokin dan sitokin) yang
meningkatkan diameter dan permeabilitas pembuluh darah, membuat sel imun
menuju jaringan yang rusak dan memicu migrasi sel imun melewati endotelium ke
dalam jaringan dimana sel imun berperan dalam perbaikan jaringan. Selain itu,
mediator inflamasi dapat merangsang ujung saraf yang mengarah ke gejala seperti
rasa terbakar, gatal atau sensasi menyengat. Respon inflamasi lokal mengarah ke
gejala-gejala seperti kemerahan, panas, nyeri dan bengkak pada jaringan yang
mengalami inflamasi. Kemerahan dan rasa panas pada kulit disebabkan oleh
kenaikan aliran darah pada area inflamasi. Pembengkakan pada kulit disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas dari sel endotel yang membentuk dinding
(29)
8
C.Bedak
Bedak (face powder) termasuk dalam kosmetik dekoratif yang ditujukan untuk menyembunyikan kekurangan pada kulit wajah, misalnya untuk menutupi
kulit wajah yang mengilap (skin imperfection and shininess). Fungsi utama bedak adalah untuk menutupi kulit wajah secara visual. Untuk maksud itu, bedak hampir
selalu berisi bahan-bahan dasar dengan sifat-sifat penutup yang paling efektif,
yaitu zink oksida dan titanium oksida, yang daya penutupnya tidak menurun jika
terkena air atau petrolatum sebagaimana bahan dasar penutup lainnya (Tranggono
dkk., 2007).
D.Bedak Tabur
Bedak tabur adalah bedak kering yang hampir semua bahan bakunya
terbuat dari serbuk bahan bedak. Pengaplikasian bedak tabur dengan
menggunakan puff dan harus tersebar merata. Pembuatan bedak tabur cukup mudah, yaitu dengan cara mencampurkan bahan bedak dan pigmen dengan
blender. Pencampuran bedak harus homogen dan tahap terakhir adalah tahap pengayakan bedak untuk mencapai ukuran yang ditentukan (Mitsui, 1997).
E.Karakteristik Bedak Tabur 1. Daya penutupan bedak
Daya penutupan bedak adalah kemampuan untuk menutupi cacat dan
kemerahan pada wajah. Kemampuan ini dapat diperoleh dari bahan-bahan seperti
(30)
Titanium dioksida (titanium dioxide). Titanium dioksida memiliki indeks refraktif yang tinggi dan memiliki ukuran diameter partikel yang sangat kecil
sehingga memiliki kemampuan sebagai penutup (covering) yang baik pada bedak. Bersifat ringan, stabil terhadap panas dan kimia membuat titanium dioksida sangat
baik digunakan untuk pigmen warna putih (Mitsui, 1997). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Roy dan Saha (1981), pengaplikasian 100 g titanium dioksida pada
kulit kelinci albino jantan selama 24 jam tidak menimbulkan iritasi. Tidak
ditemukan potensi iritasi titanium dioksida pada kulit manusia maupun kulit
hewan (Scientific Committee On Cosmetic Products And Non-Food Products,
2000).
2. Daya serap
Bedak wajah diharapkan mampu menutupi kekurangan wajah, salah
satunya adalah menghilangkan kilau pada kulit. Kilau pada kulit dihilangkan
dengan proses penyerapan sekresi minyak dan keringat. Oleh karena itu pada
formulasi bedak wajah diperlukan bahan yang memiliki daya serap yang tinggi.
Biasanya bahan yang digunakan adalah amilum (starch) (Poucher, 1992).
Amilum (starch). Amilum merupakan serbuk putih tidak berbau, memiliki kelarutan yang rendah dalam air (Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan, 1995). Selain itu amilum juga memiliki daya serap sekresi minyak dan
keringat yang baik sehingga akan menyamarkan kilauan pada wajah. Amilum
tersusun dari amilosa dan amilopektin. Tiap-tiap tanaman memiliki karakteristik
amilum dan kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda. Pada amilum
(31)
4-10
35 µ m, diameter rata-rata sebesar 15 µ m. Tidak ditemukan adanya potensi iritasi
pada amilum (BeMiller dkk., 2009).
3. Daya lekat
Daya lekat mengindikasikan seberapa baik bedak melekat pada kulit.
Daya lekat juga membantu menentukan daya tahan bedak (lasting power) (Mitsui, 1997). Daya lekat diperoleh dari penggunaan magnesium stearat.
Magnesium stearat (magnesium stearate). Magnesium stearat adalah serbuk sangat halus, berwarna putih terang, hampir tidak terasa dikarenakan
densitas bulk yang rendah. Magnesium stearat memiliki sifat greasy dan mampu melekat jika diaplikasikan pada kulit. Tidak ditemukan potensi iritasi ketika
diaplikasikan secara topikal (Rowe dkk., 2009).
4. Pewarna
Pewarna adalah bahan tambahan alam dalam sebuah produk kosmetik
dekoratif, seperti bedak. Fungsi utama pewarna adalah menyamarkan bintik atau
noda serta menghasilkan warna yang indah untuk menciptakan daya tarik.
Pewarna terbagi menjadi pewarna bahan organik sintetik, pigmen inorganik dan
pewarna alami (Mitsui, 1997).
Carotenoid adalah salah satu contoh dari pewarna alami. Carotenoid merupakan pigmen yang disintesis oleh tanaman alga, bakteri fotosintetik, yang
berwarna kuning, orange dan merah dan larut dalam minyak (Asgar dan
Musaddad, 2006). Karoten dapat terdegradasi cepat mulai suhu 60C, cahaya dan oksigen. Contoh karoten adalah -carotene, -carotene, -cryptoxanthin, lutein, lycopene, zeaxanthin (Mortensen, 2009).
(32)
5. Pengawet
Pengawet (preservative) adalah bahan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme yang bisa merusak produk atau tumbuh pada produk kosmetik
(Tranggono dkk., 2007). Bahan pengawet yang sering digunakan dalam dunia
farmasi salah satunya adalah metil paraben.
Metil paraben. Metil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet
antimikroba dalam kosmetik, produk makanan dan produk farmasi. Dapat
digunakan dalam bentuk tunggal atau dikombinasikan dengan golongan paraben
atau dengan agen antimikroba lainnya. Pada kosmetik, metil paraben merupakan
bahan yang paling sering digunakan sebagai pengawet antimikroba (Rowe dkk.,
2009). Berdasarkan Annex VI, kadar maksimal metil paraben yang dapat
digunakan sebagai pengawet adalah sampai 0,4% di dalam produk hasil ester
tunggal dan 0,8% untuk campuran ester (Scientific Committee on Consumer
Products, 2005). Struktur metil paraben ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 2. Struktur metil paraben
(33)
12
F. Wortel 1. Keterangan botani
Wortel (Daucus carota L.) termasuk jenis tanaman sayuran umbi semusim, berbentuk semak (perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara
30 cm – 100 cm atau lebih, tergantung jenis atau varietasnya. Tanaman wortel berumur pendek yaitu berkisar antara 70 – 120 hari, tergantung pada varietasnya (Cahyono, 2002).
Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi
tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat, albumin, lemak, vitamin,
mineral dan air). Ukuran umbi wortel bervariasi bergantung varietasnya. Umbi
yang berukuran besar berdiameter 6,3 cm sedangkan wortel yang berukuran kecil
berdiameter 3,5 cm. Berat umbi dapat mencapai 300 g sedangkan yang berukuran
kecil mempunyai berat 100 g (Cahyono, 2002).
2. Kandungan wortel
Berdasarkan angka yang tercantum pada daftar komposisi bahan
makanan yang disusun Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, kandungan gizi
(34)
Tabel I. Komposisi kandungan gizi wortel per 100 g bahan
Bahan penyusun Kandungan gizi
Kalori (kal) 42,00
Karbohidrat (g) 9
Lemak (g) 0,2
Albumin (g) 1
Kalsium (mg) 33
Fosfor (mg) 35
Besi (mg) 0,66
Vitamin A (SI) 835
Vitamin B (mg) 0,6
Vitamin C (mg) 1,9
Air (g) 88,20
Bagian yang dapat dimakan (%) 88.00
(Direktorat Gizi, 1979).
Menurut Cheng dkk., (cit., Dewi, 2012), pada jus wortel mengandung 62,5 µg mL-1-karoten; 27,6 µg mL-1-karoten; 6,0 µg mL-1 lutein; 3,4 µg mL-1 13-cis--karoten; 1,3 µg mL-1 13,15 di-cis--karoten; 1,1 µg mL-1 15-cis- -karoten; 1,1 µg mL-1 9-cis--karoten; 0,6 µg mL-1 13-cis-lutein; 0,4 µg mL-1 9-cis-lutein; 0,2 µg mL-1 13--karoten; 0,2 µg mL-1 9-cis--karoten.
G.Bahan Uji Iritasi 1. Asam salisilat
Asam salisilat dengan rumus molekul C7H6O3 merupakan serbuk hablur
ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau, memiliki
rasa agak manis dan tajam. Dalam bidang farmasi biasa digunakan sebagai
keratolitikum dan antifungi (Dirjen POM, 1979). Menurut Kepala Badan POM
dalam Peraturan Kepala Badan POM (PerKBPOM) no. HK.03.1.23.08.11.07517
Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, kadar maksimum asam
(35)
14
perawatan rambut dibilas dan 2,0% untuk sediaan lainnya. Asam salisilat
mempunyai potensi iritasi yang tinggi pada konsentrasi tinggi, sehingga
digunakan konsentrasi 1,5% atau kurang pada krim kosmetik kulit. (Leyden dkk.,
2002). Struktur asam salisilat dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 3. Struktur asam salisilat
(Scientific Committee On Cosmetic Products And Non-Food Products, 2002).
2. Arbutin
Arbutin merupakan agen pemutih kulit yang efektif dan dapat berfungsi
sebagai antioksidan. Arbutin terhidrolisis menjadi hidrokuinon, dimana
hidrokuinon juga memiliki efek yang kuat dalam memutihkan kulit. Penggunaan
hidrokuinon dalam kosmetik jenis leave-on dilarang pada tahun 1999 karena dapat menimbulkan efek buruk pada pigmentasi seperti ochronosis dan kanker kulit. Efek pemutihan kulit dari arbutin berdasarkan inhibisi enzim tirosinase yang
merupakan enzim utama dalam biosintesis melanin. Arbutin meningkatkan
disintegrasi melanin sehingga warna kulit merata dan kulit menjadi terlihat lebih
cerah (Council of Europe, 2008). Kadar maksimum yang diperbolehkan adalah
sampai 7% dalam sediaan. Kadar 10% larutan β-Arbutin dapat menimbulkan sedikit potensi iritasi primer (Scientific Committee on Consumer Products, 2008).
(36)
Gambar 4. Struktur arbutin
(Council of Europe, 2008).
3. Sodium Lauryl Sulfate
Sodium Lauryl Sulfate (SLS) secara luas digunakan pada produk kosmetik, formulasi sediaan oral dan sediaan topikal. SLS digolongkan sebagai
bahan yang dapat menyebabkan toksisitas moderat dengan efek toksisitas akut
termasuk iritasi pada kulit, mata, membrane mukosa, saluran pernapasan bagian
atas dan lambung. Jika pemakaian dilakukan berulang-ulang akan mengakibatkan
kekeringan dan pecah-pecah pada kulit, bahkan dapat menyebabkan dermatitis
kontak. Penggunaan SLS pada berbagai keperluan dapat dilihat pada Tabel II.
Tabel II. Penggunaan SLS pada berbagai keperluan
Penggunaan Konsentrasi (%)
Emulsifier anionik 0,5-2,5
Detergen pada sampo 10
Pembersih topikal 1
Agen solubilisasi >0,0025
Pelicin tablet 1,0-2,0
Wetting agent 1,0-2,0
(Rowe dkk., 2009).
Untuk sediaan topikal digunakan pada konsentrasi 0,1-12,7% (Michael
dan Ash, 2004). Pada uji okular akut, 10% SLS menyebabkan kerusakan korneal
pada mata kelinci. Pada uji Draize suatu produk yang mengandung 5,1% SLS
(37)
16
hebat. Berdasarkan studi iritasi kulit akut pada hewan disimpulkan bahwa 0,5% -
10% SLS menyebabkan iritasi ringan. Aplikasi 10% - 30% menyebabkan korosi
kulit dan iritasi hebat. Untuk kontak jangka panjang pada kulit konsentrasi SLS
seharusnya tidak lebih dari 1% (Robinson dkk., 2010).
H. Slug Irritation Test 1. Slug Mucosal Irritation (SMI)
Slug Mucosal Irritation (SMI) dikembangkan di Laboratorium Teknologi Farmasi (Ghent University, Belgium). Siput telanjang jenis Arion lusitanicus dipilih sebagai hewan uji. Menurut Adriaens (cit., Dhondt, 2005), karena tubuh siput yang tidak terlindung dari bahan iritan memproduksi mukus untuk
melindungi dirinya, maka produksi mukus siput dipilih sebagai poin kunci untuk
mengetahui potensi iritasi dari bahan iritan.
Sebagai tambahan, kerusakan jaringan dapat diprediksikan dengan
pelepasan albumin dan enzim dari tubuh siput. Produksi albumin, enzim Lactate Dehydrogenase (LDH) dan Alkaline Phospatase (ALP) dipilih sebagai penanda yang paling relevan untuk evaluasi kerusakan jaringan yang disebabkan oleh
bahan uji. (Adriaens, cit., Dhondt, 2005).
Secara umum, enzim ALP terdapat pada 3 daerah pada tubuh moluska
yaitu saluran pencernaan, organ excretory dan pada bagian mantel. Aktivitas ALP akan meningkat jika terjadi kerusakan sel maupun infeksi pada snails dan slugs. Enzim LDH merupakan enzim sitosolik dan akan dikeluarkan pertama kali saat
(38)
SMI dapat digunakan sebagai skrining awal pada tahap riset dan
pengembangan formulasi sediaan baru untuk mengevaluasi toleransi lokal tanpa
menggunakan hewan mamalia. Uji SMI telah divalidasi sebelumnya untuk
skrining potensi iritan mata dari bahan-bahan kimia. Uji SMI juga
direkomendasikan sebagai salah satu uji alternatif untuk menggantikan Uji Draize
(Adriaens, 2006).
2. Laevicaulis alte
Gambar 5. Laevicaulis alte a. Klasifikasi
Regnum : Animalia
Phylum : mollusca
Classis : gastropoda
Ordo : systellommatophora
Familia : veronicellidae
Genus : laevicaulis
Species : Laevicaulis alte Férussac, 1822
(Brodie dkk., 2012).
b. Deskripsi umum. Siput telanjang dengan nama latin Laevicaulis alte (Gambar 7) masuk dalam famili Veronicellidae. Memiliki mantel yang
(39)
18
menutupi seluruh punggung sampai kepala; memiliki sepasang mata yang
dekat dengan tentakel anterior. Mata dan tentakel hewan dapat terlihat
ketika hewan dalam keadaan aktif. Mantel pada siput agak kasar dan pada
permukaannya terlihat ada titik-titik kecil. Mantel siput berwarna coklat tua
sampai kehitaman dengan garis pucat yang membujur di tengah-tengah
punggung siput (Barker dkk., 2005).
c. Keterangan biologis. Siput telanjang merupakan hewan hermaprodit dan
dapat berubah jenis kelamin dari jantan ke betina selama masa hidupnya.
Panjang tubuhnya berkisar antara 0,5 cm sampai dengan lebih dari 4 cm.
Populasi siput mencapai populasi maksimum pada saat musim hujan yaitu
mencapai 20 siput/m2 (Barker dkk., 2005).
d. Habitat. Siput telanjang hidup di darat, biasa ditemukan di sampah
dedaunan dan di bawah kayu yang sudah lapuk; hidup di dataran rendah
sampai dataran tinggi hutan dan padang rumput dengan kelembaban yang
tinggi (Barker dkk., 2005).
I. Spektrofotometri
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri berdasarkan
absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang
mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya. Prinsip kerja
metod ini adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan
(40)
Beer-Lambert yang menghubungkan antara absorbansi cahaya dengan konsentrasi pada
suatu bahan yang mengabsorpsi berdasarkan persamaan berikut:
A = log (Iin/Iout) = (1/T) = a x b x c
A = Absorbansi
Iin = Intensitas cahaya yang masuk
Iout = Intensitas cahaya yang keluar
T = Transmitansi
a = tetapan absorpsitivitas molar
b = panjang jalur
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi
(Lestari, 2007).
J. Validasi Alternatif Tes
Menurut Balls dkk. (1990), validasi dari sebuah metode alternatif dapat
didefinisikan sebagai proses dimana reliabilitas dan relevansi dari sebuah metode
alternatif terjamin untuk tujuan penelitian tersebut. Archer dkk. (1997),
mendeskripsikan bahwa sebuah metode untuk penggantian dari uji menggunakan
hewan meliputi uji sistem dan model prediksi. Model prediksi dikembangkan
dengan pengalaman dan metode statistika. Klasifikasi model prediksi dilakukan
dengan membuat prediksi pada skala kategori, sedangkan model matematik
dilakukan dengan membuat prediksi pada skala yang berulang (Worth dkk.,
(41)
20
Relevansi dari metode dievaluasi menggunakan beberapa metode secara
statistik. Indeks, sensitifitas, dan spesifisitas dihitung untuk menentukan validasi
metode. Indeks merupakan jumlah bahan yang diklasifikasikan secara benar
melalui uji alternatif, dibagi dengan total bahan yang diuji. Sensitivitas (evaluasi
jumlah negatif palsu) adalah jumlah total bahan iritan yang diklasifikasikan secara
benar dengan uji alternatif, dibagi dengan jumlah total bahan iritan yang dites.
Spesifisitas (evaluasi jumlah positif palsu) adalah jumlah total bahan non-iritan
yang diklasifikasikan secara benar dengan uji alternatif, dibagi dengan jumlah
total bahan non-iritan yang diuji. Metode dinyatakan valid jika nilai sensitivitas
dan spesifisitas >60% (Fentem et al., cit., Dhondt, 2005).
K.Classification and Regression Tree (CART)
Classification and Regression Tree (CART)adalah suatu metode statistik non-parametrik yang dapat menggambarkan hubungan antara variabel respon
(dependent variable) dengan satu atau lebih variabel prediktor (independent variable). Menurut Breiman dkk. (1993), apabila variabel respon berbentuk kontinu maka metode yang digunakan adalah metode regresi pohon (regression tree), sedangkan apabila variabel respon memiliki skala kategorik maka metode yang digunakan adalah metode klasifikasi pohon (classification tree). Pembentukan pohon klasifikasi terdiri atas 3 tahap yang memerlukan learning sample L.
Tahap pertama adalah pemilihan pemilah. Setiap pemilahan hanya
(42)
adalah penentuan simpul terminal. Simpul t dapat dijadikan simpul terminal jika
tidak terdapat penurunan keheterogenan yang berarti pada pemilahan, hanya
terdapat satu pengamatan (n=1) pada tiap simpul anak atau adanya batasan
minimum n serta adanya batasan jumlah level atau tingkat kedalaman pohon maksimal. Tahap ketiga adalah penandaan label tiap simpul terminal berdasar
aturan jumlah anggota kelas terbanyak. Proses pembentukan pohon klasifikasi
berhenti saat terdapat hanya satu pengamatan dalam tiap simpul anak atau adanya
batasan minimum n, semua pengamatan dalam tiap simpul anak identik, dan adanya batasan jumlah level/kedalaman pohon maksimal (Hartati, 2012).
Keterangan Empiris
Telah diminimalisir penggunaan hewan vertebrata untuk uji iritasi pada
sediaan farmasi. Tikus maupun kelinci sebagai hewan untuk uji iritasi telah
diminimalisir penggunaannya, sehingga dikembangkan cara lain untuk melakukan
uji iritasi.
Slug Mucosal Irritation assay (SMI) kemudian dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk uji iritasi menggantikan Draize Test yang menggunakan kelinci sebagai hewan uji oleh Adriaens pada tahun 2006. SMI dikembangkan
menggunakan hewan avertebrata slug (Arion lusitancius) yang mempunyai luas permukaan mukosa yang besar. Slug Mucosal Irritation assay dapat memprediksi toleransi lokal dari sediaan solid, semi-solid maupun liquid. Karena tubuh siput yang tidak terlindung dari bahan iritan memproduksi mukus untuk melindungi
(43)
22
dirinya, maka produksi mukus siput dipilih sebagai poin kunci untuk mengetahui
potensi iritasi dari bahan iritan.
Penelitian ini merupakan adaptasi dari penelitian yang dilakukan
Adriaens (2006) tentang Slug Mucosal Irritation Test. Parameter-parameter yang digunakan antara lain produksi mukus, enzim ALP dan LDH serta protein
albumin. Potensi iritasi dapat diprediksi dari produksi mukus yang dihasilkan oleh
siput ketika diberi bahan uji. Kerusakan jaringan pada siput diprediksi dari
(44)
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus Carota L.) dengan Metode Classification and Regression Tree (CART) merupakan jenis penelitian eksperimental kuasi dan eksploratif.
B.Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis bahan uji iritasi.
2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat iritatif yang ditinjau dari
produksi mukus, albumin, LDH, dan ALP setelah diberi perlakuan bahan uji.
3. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah berat siput yang akan
digunakan untuk slug irritation test (3-4 g).
4. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah umur dan kondisi
patologis siput serta subjektivitas pengamatan.
C.Definisi Operasional
1. Iritasi adalah keadaan di mana siput mengeluarkan jumlah mukus yang lebih
(45)
24
2. Mukus adalah lendir yang dikeluarkan oleh siput dan berada di luar tubuh
siput.
3. Siput atau slug adalah siput telanjang spesies Laevicaulis alte (FéR), mantel berwarna hitam dan memiliki berat 3-4 g.
4. Bedak wajah (face powder) merupakan kosmetik dekoratif yang digunakan untuk pemakaian pada wajah.
5. Bedak tabur (loose powder) merupakan bedak berbentuk serbuk yang digunakan untuk pemakaian pada wajah.
6. Umbi wortel yang digunakan merupakan jenis wortel nantes.
7. Sari wortel (juice wortel) diperoleh dari wortel dengan menggunakan blender dan disaring hingga tidak ada ampasnya.
D.Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah siput telanjang
(3-5 g) spesies Laevicaulis alte (FéR) yang diperoleh dari daerah Ungaran, Jawa Tengah, umbi wortel yang diperoleh dari Lottemart Wholesale Yogyakarta,
amilum manihot (PT. Brataco Chemica Yogyakarta), titanium dioksida (PT.
Brataco Chemica Yogyakarta), Sodium Lauryl Sulfate (SLS) (PT. Brataco Chemica Yogyakarta), arbutin (PT. Brataco Chemica Yogyakarta), metil paraben,
magnesium stearat, asam salisilat farmasetis, reagen LDH (DiaSys), reagen ALP
(ReiGed Diagnostics), reagen albumin (ReiGed Diagnostics), Phospate Buffer Saline (PBS), larutan NaCl 0,9% dan akuades. Komposisi reagen ALP, LDH dan albumin dapat dilihat pada Tabel III, IV dan V.
(46)
Tabel III. Komposisi dan konsentrasi reagen ALP Komposisi Konsentrasi (mM)
Reagen 1 Diethanolamine 1,0
Magnesium chloride 0,5
Reagen 2 p- Nitrophenylphosphatase
pH 10,4 ± 0,2 10,0
Tabel IV. Komposisi dan konsentrasi reagen LDH Komposisi pH Konsentrasi (mmol/ L)
Reagen 1 Phosphate buffer 7,5 64
Pyruvate 0,80
Reagen 2 Good’s buffer 9,6
NADH 1,0
Tabel V. Komposisi dan konsentrasi reagen albumin
Komposisi Konsentrasi (mM)
Bromcresol green 0,25
Succinat Buffer 85
Surfactant pH 4,20 ± 0,1
E.Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, oven Memmert, Software statistic RStudio, alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex Unmderli), neraca analitik Mettler-Todelo AB204, indikator pH universal Merck,
Spektrofotometer UV-VIS Shimadzu® tipe UV mini-1240, kain saring dan kertas
(47)
26
F. Tata Cara Penelitian 1. Formulasi bedak tabur
Formula pada penelitian ini menggunakan formula sediaan bedak tabur
dari penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012). Formula sediaan bedak tabur
dapat dilihat pada Tabel VI.
Tabel VI. Formula Acuan (Dewi, 2012)
Formula Jumlah yang Digunakan (g)
Titanium dioksida 6
Metil paraben 0,3
Magnesium stearat 3
Sari wortel 150
Amilum manihot 92,7
2. Pengumpulan dan penyiapan sari umbi wortel (Daucus carota L.)
Umbi wortel diperoleh dari Lottemart Wholesale Yogyakarta. Umbi
dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan sortasi basah. Umbi dikupas
kulitnya tipis-tipis. Umbi ditimbang bobotnya lalu dilakukan pengambilan sari
menggunakan blender kemudian disaring untuk menghilangkan ampas sehingga didapat sari wortel murni.
3. Penghomogenan dan pewarnaan bedak tabur
Bahan-bahan bedak dihomogenkan dengan bantuan blender mulai dari bobot yang terkecil. Sebanyak 150 ml ekstrak wortel ditambahkan dan didiamkan
selama 6 hari untuk mewarnai komponen bedak. Kandungan air dikeringkan
dengan oven pada suhu 40-45C selama 3 hari. Dilakukan pengecilan ukuran serbuk bedak dengan menggunakan blender kering dan serbuk bedak diayak dengan ayakan dengan nomer Mesh 40.
(48)
4. Pembuatan kontrol positif dan kontrol negatif
Tabel VII. Formula bahan uji
Bahan F1 F2 F3 F4 F5 F6
Amilum 1 g - 92,7 g 92,7 g 92,7 g 92,7 g Magnesium stearat - 1 g 3 g 3 g 3 g 3 g Titanium dioksida - - 6 g 6 g 6 g 6 g
Sari wortel - - - - 150 g -
Metil paraben - - 0,3 g 0,3 g 0,3 g 0,3 g
SLS - - 1 g - - -
Asam salisilat - - - 0,5 g - -
Arbutin - - - 5 g
Tabel VII. Keterangan: F1=amilum; F2=magnesium stearat; F3=SLS; F4=asam salisilat; F5=sediaan bedak tabur; F6=arbutin. Kontrol positif = F3; Kontrol negatif = F1, F2, F4, F6
Bahan-bahan yang digunakan sebagai kontrol positif yaitu SLS,
dihomogenkan dengan basis dan bahan tambahan yang digunakan kecuali sari
umbi wortel. Untuk kontrol negatif digunakan amilum manihot, asam salisilat,
arbutin dan magnesium stearat. Bahan uji dibuat dengan konsentrasi 1% untuk
SLS, asam salisilat dengan konsentrasi 0,5% dan arbutin dengan konsentrasi 5%.
5. Slug Irritation Test
a. Pengumpulan dan determinasi siput
Siput diperoleh dari wilayah Perumda, Ungaran, Kabupaten
Semarang. Determinasi dilakukan dengan mencocokan karakteristik siput
dengan literatur. Untuk klasifikasi spesies siput, dilakukan pembedahan
untuk mengetahui bentuk alat kelamin siput sebagai pembeda yang khas
berdasarkan literatur. Siput yang digunakan untuk prosedur uji adalah siput
(49)
28
b. Slug Irritation Test
Uji iritasi menggunakan slug irritation test diadaptasi dari prosedur uji Slug Mucosal Test mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Adriaens (2006). Uji iritasi dievaluasi dengan menempatkan siput pada 1 g bahan uji
dengan konsentrasi bahan uji amilum 100%, magnesium stearat 100%, SLS
1%, asam salisilat 0,5% dan arbutin 5% dalam periode waktu 60 menit dan
diukur jumlah lendir diproduksi. Masing-masing siput dan cawan petri
ditimbang. Bahan uji dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian siput
diletakkan di atas bahan uji dan ditunggu selama 60 menit. Siput kemudian
dipindah ke cawan petri baru, kemudian ditambahkan 1 ml Phospate Buffer Saline (PBS) di dekat bagian bawah tubuh siput dan didiamkan selama 60 menit untuk menarik biomarker yang dikeluarkan oleh siput (ALP, LDH
dan albumin). Setelah 60 menit, cairan PBS yang telah kontak dengan tubuh
siput ditampung dalam microtube. c. Pengukuran kadar albumin
Pengukuran kadar albumin menggunakan metode spektrofotometri.
Sebanyak 8 µ l mukus yang diproduksi oleh siput setelah diberi PBS diambil
dan ditambahkan dengan 800 µ l reagen albumin dan diencerkan
menggunakan akuades sebanyak 3200 µ l. Komposisi reagen albumin
disajikan pada Tabel V. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 630
(50)
d. Pengukuran ALP
Pengukuran kadar ALP menggunakan metode spektrofotometri.
Mukus yang diproduksi setelah ditambahkan PBS diambil 20 µ l,
dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml, ditambahkan reagen pertama
sebanyak 800 µ l dan reagen kedua sebanyak 200 µ l, kemudian ad dengan akuades hingga tanda batas 5 ml. Komposisi reagen ALP disajikan pada
Tabel III. Larutan didiamkan selama 3 menit dan diukur. Pengukuran
absorbansi dilakukan kembali pada waktu 4, 5 dan 6 menit. Absorbansi
dibaca pada panjang gelombang 405 nm.
e. Pengukuran LDH
Pengukuran kadar albumin menggunakan metode spektrofotometri.
Mukus yang diproduksi setelah ditambahkan PBS diambil 20 µ l,
dimasukkan kedalam labu ukur 5 ml, ditambahkan reagen pertama sebanyak
800 µl dan reagen kedua 200 µ l, kemudian ad dengan NaCl 0,9% hingga tanda batas 5 ml. Komposisi reagen LDH disajikan pada Tabel IV. Larutan
didiamkan selama 1 menit dan diukur. Pengukuran absorbansi dilakukan
kembali pada waktu 2, 3 dan 4 menit. Absorbansi dibaca pada panjang
(51)
30
G. Analisis hasil 1. Validasi protokol slug irritation test
a. Perhitungan persen mukus
% mukus =bobot mukus yang dikeluarkan bobot siput x 100%
b. Perhitungan ALP
ALP [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (3300) c. Perhitungan albumin
Albumin g dL = Absorbansi sampel
absorbansi standarx konsentrasi standar ( g
dL)
d. Perhitungan aktivitas LDH
Aktivitas LDH [U/L] = Δabsorbansi/menit x faktor koresponding (10.080) e. Penentuan nilai cut off
Dicari nilai cut off dari faktor yang digunakan untuk prediksi respon iritasi berdasarkan variabel persen mukus, kadar ALP, kadar albumin, dan
kadar LDH menggunakan Classification And Regression Tree pada program RStudio.
f. Penentuan jumlah data true positive, false positive, true negative, false negative
Data slug irritation test diprediksi sebagai iritan maupun non-iritan sesuai nilai cut off dari faktor yang digunakan. Dinyatakan true positive, false positive, true negative, false negative jika:
(52)
Tabel VIII. Confusion Matrix Prediksi CART Iritan Non-iritan
L
it
er
at
u
r Iritan true positive false negative
Non-iritan false positive true negative g. Perhitungan nilai spesifisitas dan sensitivitas
1) Spesifisitas = TN TN+FP
2) Sensitivitas = TP TP+FN Keterangan:
TP = True Positive TN = True Negative FP = False Positive FN = False Negative
2. Prediksi sifat iritatif sediaan bedak tabur
Jika nilai sensitivitas dan spesifisitas metode dengan prediksi CART
>60% maka dapat dilakukan prediksi sifat iritatif dari sediaan. Prediksi dilakukan
sesuai dengan faktor klasifikasi dan nilai cut off yang didapatkan dari metode CART.
(53)
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Formulasi
Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah formula bedak tabur
acuan dari Dewi (2012). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bedak
tabur antara lain amilum manihot, magnesium stearat, titanium dioksida, metil
paraben dan sari wortel. Sedian bedak tabur akan diuji potensi iritasinya
menggunakan Slug Irritation Test jika protokol telah dinyatakan valid dengan metode Classification and Regression Tree (CART).
B. Pembuatan Bedak Tabur
Sebelum dilakukan pencampuran komponen-komponen bedak tabur, hal
yang pertama dilakukan adalah pembuatan sari umbi wortel. Wortel
dipotong-potong kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Wortel yang sudah bersih
kemudian dihancurkan menggunakan blender untuk mendapatkan sari wortel yang diinginkan. Tidak digunakan juice extractor dikarenakan keterbatasan alat penelitian. Untuk memisahkan sari wortel dengan ampasnya digunakan kain
saring.
Penghomogenan sari wortel dilakukan dengan cara diaduk. Proses
pencampuran komponen bedak tabur yang meliputi amilum, titanium dioksida,
dan metil paraben dilakukan dengan menggunakan blender. Hal ini bertujuan agar pencampuran lebih homogen dan praktis apabila dibandingkan dengan
(54)
penggunaan mortir dan stamper. Pencampuran bahan dilakukan dengan urutan kuantitas bahan yang kecil hingga kuantitas yang terbesar yaitu metil paraben,
titanium dioksida dan amilum dengan tujuan mempermudah pencampuran bahan
sehingga didapatkan campuran yang homogen. Penambahan sari umbi wortel
dilakukan setelah semua bahan tercampur.
Sari wortel kemudian dicampur menggunakan blender dengan komponen bedak lainnya kecuali magnesium stearat. Digunakan 150 g sari wortel dalam
setiap 100 g sediaan bedak tabur. Penghomogenan berguna untuk
menghomogenkan komponen-komponen bedak tabur dan untuk memperkecil
ukuran partikel. Penghomogenan dilakukan selama 1 menit yang merupakan
waktu optimal penghomogenan serbuk mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Dewi (2012).
Setelah komponen bedak terbasahi sempurna, dilakukan pendiaman
selama 6 hari pada suhu kamar yang bertujuan agar sari wortel dapat mewarnai
seluruh komponen bedak tabur. Pengeringan dilakukan setelah pendiaman 6 hari
di oven dengan suhu tidak lebih dari 45C karena senyawa karotenoid dapat terdegradasi pada pemanasan tinggi di atas 60C (Ruswanti, 2010). Untuk meminimalkan degradasi karotenoid, digunakan suhu 40-45C. Pengeringan dilakukan selama 3 hari.
Setelah dilakukan pengeringan, serbuk bedak akan membentuk cake, dikarenakan komponen air sudah menguap pada saat pemanasan. Cake yang sudah kering kemudian dihaluskan dan dihomogenkan kembali menggunakan
(55)
34
karena proses penghomogenan menggunakan blender akan menghasilkan energi panas yang dikhawatirkan dapat mendegradasi senyawa karotenoid pada bedak.
Penambahan magnesium stearat dilakukan di akhir pembuatan bedak
dikarenakan sifat nonpolar yang dimiliki magnesium stearat. Jika penambahan
dilakukan bersamaan dengan bahan lainnya, maka magnesium stearat tidak bisa
bercampur dengan bahan lain. Pencampuran dilakukan menggunakan blender selama 1 menit untuk meminimalisir kontak senyawa karotenoid dengan panas
yang dihasilkan blender.
C. Pembuatan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif Sediaan
Kontrol positif dan kontrol negatif dibuat dengan prosedur yang sama
dengan pembuatan sediaan bedak tabur (kecuali amilum manihot dan magnesium
stearat) tanpa menggunakan sari wortel. Seluruh bahan-bahan tanpa sari wortel
dihomogenkan menggunakan blender dari kuantitas bahan terkecil sampai kuantitas bahan terbesar. Penghomogenan dilakukan selama 1 menit. Tidak
dilakukan proses pendiaman dan pemanasan karena pada kontrol positif tidak
digunakan pewarna dari sari wortel.
Amilum dan magnesium strearat digunakan sebagai bahan uji karena
kedua bahan tersebut terdapat dalam formula sediaan bedak tabur. Amilum
digunakan sebagai komponen daya serap bedak sedangkan magnesium stearat
digunakan sebagai komponen daya lekat pada bedak. Tidak ditemukan potensi
iritasi pada amilum dan magnesium stearat sehingga kedua bahan ini dapat
(56)
Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dibuat dengan kadar 1% dalam 100 g sediaan. Berdasarkan studi iritasi kulit akut pada hewan disimpulkan bahwa 0,5%
- 10% Sodium Lauryl Sulfate menyebabkan iritasi ringan (Robinson dkk., 2010). Sodium Lauryl Sulfate (SLS) dengan kadar 1% digunakan karena mampu mengiritasi siput tetapi tidak membuat siput mati. Pada tahap orientasi digunakan
kadar 1, 2 dan 5%. Hasilnya siput yang diberi SLS kadar 2 dan 5% mati,
sedangkan pada kadar 1% siput tetap hidup. Jika siput mati selama penelitian,
maka mukus yang sudah dihasilkan tidak bisa digunakan karena siput akan
berhenti memproduksi ALP, albumin dan LDH yang akan diukur sebagai
parameter kerusakan jaringan pada siput.
Asam salisilat dibuat dengan kadar 0,5% dalam 100 g sediaan. Dalam
kosmetik, penggunaan asam salisilat dibatasi maksimal 2% karena penggunaan
berlebihan akan menyebabkan iritasi pada kulit (Kepala Badan Pengawasan Obat
dan Makanan, 2011). Asam salisilat dengan kadar 0,5% digunakan karena asam
salisilat dengan kadar 0,5% tidak membuat siput mati. Pada tahap orientasi
digunakan kadar 0,5, 1, 1,5 dan 2%. Hasilnya siput yang diberi asam salisilat
kadar 1, 1,5 dan 2% mati, sedangkan pada kadar 0,5% siput tetap hidup.
Kontrol negatif arbutin dibuat dengan kadar 5% dalam 100 g sediaan.
Digunakan 5% karena batas penggunaan arbutin pada sediaan topikal adalah 7%
(Scientific Committee on Consumer Products, 2008). Penggunaan arbutin dengan
kadar 5% dianggap tidak menimbulkan iritasi dan dapat digunakan sebagai
(57)
36
D. Slug Irritation Test 1. Pengumpulan dan determinasi siput
Siput diperoleh dari wilayah Perumda, Ungaran, Kabupaten Semarang.
Populasi siput paling banyak ditemukan ketika musim hujan. Siput ditempatkan di
wadah plastik berlubang dan diberi makan sayuran. Determinasi dilakukan dengan
mencocokan karakteristik siput dengan literatur. Determinasi siput dilakukan
untuk menentukan spesies siput yang digunakan. Perlu dilakukan determinasi
karena perbedaan spesies siput dapat menyebabkan perbedaan data yang
didapatkan. Untuk klasifikasi spesies siput, dilakukan pembedahan untuk
mengetahui bentuk alat kelamin siput sebagai pembeda yang khas berdasarkan
literatur. Hasil determinasi (Lampiran 8) menyatakan bahwa siput yang digunakan
merupakan jenis Laevicaulis alte. 2. Slug Irritation Test
Pada Slug Irritation Test, siput yang sudah ditimbang kemudian diletakkan di cawan petri yang sudah dibersihkan dan ditimbang sebelumnya.
Siput diberi perlakuan dengan diberi bahan-bahan uji yaitu amilum, magnesium
stearat, Sodium Lauryl Sulfate, asam salisilat, sediaan bedak tabur dan arbutin selama 60 menit. Selama 60 menit perlakuan, siput akan memproduksi mukus
sebagai mekanisme pertahanan diri. Semakin iritatif suatu bahan seharusnya
produksi mukus akan semakin banyak karena produksi mukus pada siput
merupakan mekanisme pertahanan diri untuk melindungi seluruh bagian tubuh
siput dari bahan iritan. Oleh karena itu produksi mukus dapat digunakan untuk
(58)
Setelah 60 menit perlakuan, siput dibersihkan dari sisa sediaan
menggunakan cotton bud kemudian dipindahkan ke cawan petri baru. Siput diberi Phospate Buffer Saline (PBS) pH 7,4 dan dibiarkan selama 60 menit. PBS berfungsi untuk menarik biomarker dari siput sebagai respon kerusakan jaringan.
Sampel PBS kemudian diuji menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Didapatkan
nilai absorbansi masing-masing sampel untuk 3 jenis variabel yaitu ALP, LDH
dan albumin (data dapat dilihat pada Lampiran 4). Nilai absorbansi kemudian
dikonversi menjadi kadar masing-masing variabel.
Tabel IX. Data slug irritation test Bahan Uji Replikasi Persen mukus
(%) LDH (U/L) ALP (U/L) Albumin (g/dL) A m il um m ani ho t
1 4,412 -3,360 11,000 -0,208
2 5,561 0,000 12,100 0,127
3 2,927 -3,360 9,900 0,509
4 4,276 3,360 5,500 0,106
5 1,379 0,000 15,400 0,172
6 3,148 10,080 3,300 0,172
7 8,477 -3,360 4,400 0,220
8 9,845 0,000 5,500 0,110
9 3,598 -3,360 19,800 0,157
10 0,006 13,440 12,100 -0,110
Ma gne si um s te ar at
1 1,054 0,000 9,900 0,081
2 0,525 0,000 4,400 0,173
3 0,147 1,100 11,000 0,451
4 0,868 0,000 12,100 0,053
5 -4,481 1,100 14,300 0,172
6 1,206 0,000 9,900 0,172
7 0,427 -1,100 11,000 0,094
8 1,461 -1,100 2,200 0,157
9 1,100 0,000 13,200 0,110
(59)
38
Tabel IX. Data slug irritation test (lanjutan) Bahan Uji Replikasi Persen mukus
(%) LDH (U/L) ALP (U/L) Albumin (g/dL) Sodi um L aury l S ul fat e
1 3,837 -3,360 33,000 0,081
2 4,500 -16,800 18,700 0,520
3 5,519 -6,720 5,500 0,497
4 4,602 6,720 29,700 0,145
5 3,447 -3,360 16,500 0,185
6 3,660 0,000 24,200 0,185
7 6,278 -3,360 27,500 0,173
8 10,277 3,360 2,200 0,157
9 27,397 -6,720 8,800 0,157
10 6,791 -3,360 23,100 -0,152
10 2,168 -3,360 9,900 -0,028
S
edi
aa
n
1 4,535 0,000 8,800 0,092
2 9,040 -3,360 9,900 0,520
3 10,799 3,360 13,200 0,509
4 8,209 13,440 8,800 0,198
5 10,814 0,000 11,000 0,145
6 6,146 16,800 7,700 0,172
7 10,031 0,000 6,600 0,173
8 10,632 -3,360 4,400 0,110
9 8,445 0,000 7,700 0,235
10 4,922 0,000 6,600 0,014
A
rbut
in
1 0,955 0,000 7,700 0,092
2 1,496 3,360 24,200 0,497
3 0,170 3,360 16,500 0,509
4 1,861 3,360 9,900 0,158
5 2,048 3,360 7,700 0,185
6 1,002 6,720 6,600 0,172
7 1,370 10,080 9,900 0,110
8 1,712 -23,520 13,200 0,157
9 3,045 0,000 7,700 0,173
10 3,350 0,000 4,400 0,083
Parameter persen mukus dihitung dari produksi mukus yang dihasilkan
dibagi dengan bobot siput kemudian dikalikan 100%. Prinsip pengukuran ALP
(60)
reaksi antara reagen dan sampel uji. Jumlah p-nitrofenol yang terukur secara
fotometrik sebanding dengan jumlah ALP pada sampel. Jika pada sampel terdapat
enzim ALP, maka enzim tersebut akan mengubah p-nitrofenilfosfat (terdapat pada
reagen) menjadi p-nitrofenol. Reaksi ditunjukkan pada reaksi (1).
P-nitrofenilfosfat + H2O Fosfat + P-nitrofenol (1)
Parameter ALP dihitung dari selisih absorbansi permenit dikalikan dengan faktor
koresponding yang tertera pada petunjuk kerja reagen ALP yaitu sebesar 3.300.
Prinsip pengukuran LDH adalah dengan mengubah piruvat dan NADH
pada reagen yang digunakan menjadi laktat dan NAD+ yang akan dibaca pada
panjang gelombang 340 nm. Reaksi ditunjukkan pada reaksi (2).
Piruvat + NADH Laktat + NAD+ (2)
Parameter LDH dihitung dari selisih absorbansi permenit dikalikan dengan faktor
koresponding yang tertera pada petunjuk kerja reagen LDH yaitu sebesar 10.080.
Prinsip pengukuran albumin adalah membuat kompleks Bromocresol Green dengan albumin yang akan dibaca pada panjang gelombang 630 nm. Reaksi dapat dilihat pada reaksi (3).
Bromocresol green (BCG) + albumin Kompleks BCG-albumin (3) Parameter albumin dihitung dari absorbansi sampel dibagi dengan absorbansi
standar kemudian dikalikan dengan konsentrasi standar yang digunakan yaitu 4
g/dL. Data slug irritation test (Tabel IX) akan digunakan untuk validasi menggunakan metode Classification and Regression Tree (CART).
ALP
(61)
40
3. Validasi menggunakan metode Classification and Regression Tree (CART) Validasi protokol dilakukan dengan menggunakan metode Classification and Regression Tree (CART) pada program RStudio. Dilakukan prediksi sifat iritatif bahan uji dengan memasukkan data persen mukus, kadar ALP, LDH dan
albumin sebagai faktor penentu klasifikasi. Persen mukus digunakan untuk
memprediksi potensi iritasi, sedangkan kadar ALP, LDH dan albumin digunakan
untuk memprediksi kerusakan jaringan pada siput.
Ada beberapa tipe splitting dalam CART. Pada penelitian ini digunakan 2 tipe yaitu tipe class dan tipe anova. Keduanya dibandingkan dengan melihat output yang dihasilkan dari masing-masing tipe. Output yang diharapkan adalah output berupa pengelompokan dengan nilai binary (0 dan 1).
Berdasarkan data pada Lampiran 6, baik menggunakan tipe class maupun tipe anova, keduanya memberikan variabel penting yang sama dengan nilai cut off yang juga sama, yaitu variabel persen mukus dengan nilai cut off sebesar 0,0325. Cut off pada CART merupakan titik di mana sensitivitas dan spesifisitas suatu metode mencapai titik maksimal. Karena variabel yang digunakan hanya persen
mukus, maka dapat disimpulkan bahwa bahan uji yang digunakan memiliki
potensi iritasi, tetapi tidak menimbulkan kerusakan jaringan pada siput. Penentuan
parameter yang digunakan didapatkan dari validasi menggunakan metode CART.
Validasi menggunakan metode CART dapat dilihat pada Lampiran 7.
Prediksi dilanjutkan dengan membuat tree construction untuk menentukan klasifikasi masing-masing bahan berdasarkan variabel yang sudah
(62)
ditentukan. Perbedaan antara keduanya terlihat ketika data diplot ke dalam bentuk
tree construction.
a b
Gambar 6. Classification (a) and Regression (b) Tree (CART) Classification Tree memiliki output berupa kelas. Pada Gambar 6(a). nilai 0 dan 1 menunjukkan kelas. Nol menunjukkan kelas non-iritan dan satu
menunjukkan kelas iritan. Bahan uji dengan persen mukus <0,0325
diklasifikasikan sebagai bahan non-iritan dan bahan uji dengan persen mukus
0,0325 diklasifikasikan sebagai bahan iritan. Dari 50 data, didapatkan 31 masuk kelas 0 (non-iritan) dan 19 masuk kelas 1 (iritan).
Regression Tree memiliki output berupa rata-rata dari node (nilai kontinu). Pada Gambar 6(b), nilai 0 dan 0,5263 merupakan rata-rata dari node. Nilai 0,5263 menunjukkan bahwa bahan uji yang masuk ke dalam kelompok iritan
tidak mutlak bernilai 1. Karena penelitian ini bertujuan salah satunya untuk
menentukan penggolongan bahan uji dalam bentuk kelas, maka lebih dipilih tipe
class untuk menggambarkan klasifikasinya. Tipe anova tidak dipilih karena tidak diharapkan output berbentuk nilai kontinu.
(63)
42
Untuk melihat sensitivitas dan spesifisitas metode, dilakukan perhitungan
nilai positif benar (true positive), negatif benar (true negative), positif palsu (false positive) dan negatif palsu (false negative) dengan menggunakan confusing matrix.
Tabel X. Confusion Matrix prediksi CART Prediksi CART Iritan Non-iritan
L
it
er
at
u
r Iritan 10 0
Non-iritan 9 31
Data dikatakan positif benar (true positive) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan iritan. Data dikatakan negatif
benar (true negative) jika pada literatur bahan dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART dikatakan non-iritan. Data dikatakan positif palsu (false positive) jika pada literatur bahan dikatakan non-iritan dan pada prediksi CART bahan
dikatakan iritan. Data dikatakan negatif palsu (false negative) jika pada literatur bahan dikatakan iritan dan prediksi CART bahan dikatakan non-iritan.
Menurut Fentem et al. (cit., Dhondt, 2005), metode Slug Irritation Test dinyatakan valid jika nilai spesifisitas dan sensitivitas >60%. Pada penelitian
didapatkan nilai spesifisitas sebesar 77,5% dan nilai sensitivitas 100% untuk
kedua metode. Dapat disimpulkan bahwa metode valid untuk menentukan sifat
(64)
4. Prediksi sifat iritatif sediaan bedak tabur
Sediaan bedak tabur diprediksi sifat iritatifnya menggunakan metode
yang telah divalidasi sebelumnya. Data persen mukus sediaan bedak tabur
kemudian dibandingkan dengan nilai cut off yang didapatkan dari CART yaitu 0,0325.
Tabel XI. Perbandingan nilai cut off dengan persen mukus sediaan bedak tabur
Replikasi Persen mukus sediaan bedak tabur (x100%) Nilai cut off
1 0,045
0,0325
2 0,090
3 0,108
4 0,082
5 0,102
6 0,061
7 0,100
8 0,106
9 0,084
10 0,049
Mean ± SEM 0,0836 ± 0,01
Dari Tabel XI, dapat dilihat pada 10 replikasi yang dilakukan, nilai
persen mukus sediaan bedak tabur lebih besar dari nilai cut off yang didapatkan. Dapat disimpulkan bahwa sediaan bedak tabur yang diuji memiliki potensi iritasi.
Pada penelitian yang dilakukan Dewi (2012), telah dilakukan Uji Draize
dengan menggunakan hewan uji kelinci. Hasil menunjukkan bahwa sediaan bedak
tabur yang digunakan tidak mengiritasi. Jika kedua data dibandingkan, terjadi
perbedaan kesimpulan. Hal ini disebabkan karena metode Slug Irritation Test yang sudah valid dinilai lebih sensitif untuk pengujian iritasi sediaan bedak tabur
dibandingkan dengan uji iritasi pada kelinci, sehingga bahan yang mungkin tidak
mengiritasi kelinci dapat mengiritasi siput. Metode Slug Irritation Test dikatakan lebih sensitif karena barrier pada tubuh siput tidak sekuat barrier pada kulit
(65)
44
kelinci. Uji kelinci tetap harus dilakukan sebagai pembanding karena sediaan yang
diuji merupakan sediaan topikal dan kulit kelinci lebih dapat menggambarkan
(66)
45 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Protokol slug irritation test menunjukkan hasil yang valid untuk pengujian iritasi sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna carotenoid dari umbi wortel dengan metode Classification and Regression Tree (CART) baik dengan tipe splitting class maupun anova dengan nilai spesifisitas 77,5% dan sensitivitas 100%.
2. Berdasarkan nilai cut off yang didapatkan dari prediksi CART, sediaan bedak tabur amilum manihot menggunakan pewarna carotenoid dari umbi wortel diprediksi bersifat iritatif sebagai sediaan topikal.
B. SARAN
1. Kontrol positif dan kontrol negatif yang digunakan perlu diperbanyak agar
hasil yang didapatkan semakin valid dan dapat merepresentasikan bahan-bahan
yang digunakan di pasaran.
2. Perlu diseimbangkan proporsi antara kontrol positif dan kontrol negatif dengan
menambahkan bahan iritan untuk kontrol positif dan bahan non-iritan untuk
kontrol negatif dengan klasifikasi yang benar.
3. Perlu dilakukan optimasi langkah kerja dari preparasi sampel sampai sampel
(67)
46
DAFTAR PUSTAKA
Adriaens, E., 2006, The Slug Mucosal Irritation assay: an alternative assay for local tolerance testing, Research, pp. 1-9.
Archer, G., Balls, M., Bruner, L.H., Curren, R.D., Fentem, J.H., Holzhütter, H.G., dkk., 1997, The validation of toxicological prediction models, ATLA, 25, pp. 505-516.
Asgar, A., dan Mussadad, 2006, Optimasi, Cara, Suhu, dan Lama Blansing sebelum Pengeringan pada Wortel, J. Hort., 16(3), hal. 245-252.
Balls, M., Goldberg, A.M., Fentem, J.H., Broadhead, C.L., Burch, M.F.W., Fraizer, J.M., dkk., 1990, The Three Rs: The Way Forward: The Report and Recommendations of ECVAM Workshop, Utrecht University, The Netherlands.
Barker, G.M., Price, R. dan Briggs, C., 2005, Priorities for addition to the fijian protected natural areas network: an assasment based on complementary in land snail assemblages, New Zealand Landcare Research contract report prepared for Wildlife Conservation Society, Suva, p. 162.
BeMiller J. dan Whistler R., 2009, Starch: Chemistry and Technology, Elsevier, USA, pp. 527, 544, 550.
Breiman, L., Friedman J.H., Olshen R.A., dan Stone C.J., 1993, Classification And Regression Tree, Chapman And Hall, New York.
Brodie, G., dan Barker, G.M., 2012, Laevicaulis alte (Férussac, 1822), Family Veronicellidae, USP Introduced Land Snails of The Fiji Island Fact Sheet Series, No. 3.
Cahyono, B., 2002, Wortel Teknik Budidaya dan Analisa Usaha Tani, Kanisius, Yogyakarta, hal. 15, 18-19.
Casati, S., Worth, A., Amcoff, P. dan Whelan, M., 2013, EURL ECVAM Strategy for Replacement of Animal Testing for Skin Sensitisation Hazard Identification and Classification, Publications Office of the European Union, Luxembourg, p. 3.
Council of Europe, 2008, Active ingredients used in cosmetic: safety survey, Council of Europe Publishing, Strasbourg, pp. 33-34.
(68)
Dewi, I.C., 2012, Perbandingan Sifat Fisis Bedak Tabur Berbahan Dasar Amilum Solani (Solanum tuberosum L.) dan Amilum Manihot (Manihot utilissima L.) dengan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.), Skripsi, 23-24, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Dhondt, M., 2005, Optimisation and Validation of An Alternative Mucosal
Irritation Test, Dissertation, Ghent University, Belgium, 2, 14, 36.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope Indonesia, jilid III, Departemen Keseharan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 56.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope Indonesia, jilid IV, Departemen Keseharan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 107-108.
Fentem, J.H., Briggs, D., Chesne, C., Elliott, G., Harbell, J., Heylings, J.R., Portes, P., Rouget, R., Van De Sandt, J. dan Botham, P., 2001, A prevalidation study on in vitro tests for acute skin irritation: results and evaluation by the management team. Toxicology in Vitro,15, 57-93. Hartati, A., Zain, Ismaini dan Ulama, Brodjol Sutijo S., 2012, Analisis CART
(Classification And Regression Tree) pada Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepala Rumah Tangga di Jawa Timur Melakukan Urbanisasi, Jurnal Sains Dan Seni ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012), D-100.
Irsan, Manggau, M.A., Pakki, E,, dan Usmar, 2013, Uji Iritasi Krim Antioksidan Ekstrak Biji Lengkeng (Euphoria longana Stend) pada Kulit Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Majalah Farmasi dan Farmakologi, Vol. 17, No.2 – Juli 2013, hal. 55 – 60.
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2011, Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 40.
Lestari, F., 2007, Bahaya Kimia: Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia di Udara, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 189.
Leyden, J.J., dan Rawling, A.V., (Eds.), 2002, Skin Moisturization, Cosmetic Science and Technology Series, Marcel Dekker, Inc., New York, pp. 324-328, 331, 354-356, 613-614, 625.
(1)
Lampiran 7. Data Classification and Regression Tree (CART) menggunakan RStudio
(2)
(3)
Data di atas menggunakan 2 jenis tipe splitting yaitu class dan anova. Variabel yang digunakan pada klasifikasi (tree construction) pada kedua metode adalah persen mukus dengan cut off sebesar 0,0325. Yang membedakan dari kedua metode tersebut terlihat pada tree construction.
(4)
Tree construction
Pada Classification Tree, nilai 0 dan 1 menunjukkan kelas. Nol menunjukkan kelas non-iritan dan satu menunjukkan kelas iritan. Bahan uji dengan persen mukus <0,0325 masuk kelas 0 dan bahan uji dengan persen mukus >0,0325 masuk kelas 1.
Pada Regression Tree, nilai 0 dan 0,5263 menunjukkan nilai rata-rata dari node. Pada metode anova, kelas tidak dibagi menjadi 0 dan 1, melainkan menggunakan rata-rata dari node. Bahan yang masuk kelompok iritan dianggap tidak mutlak bernilai 1.
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul Uji In Vivo dan Validasi Protokol Slug Irritation Test pada Sediaan Bedak Tabur Amilum Manihot (Manihot Utilissima L.) menggunakan Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus Carota L.) dengan Metode Classification And Regression Tree (CART) memiliki nama lengkap Carolina Dea Sekar Panintra. Penulis lahir pada tanggal 5 Juli 1993 di Bandarlampung, Lampung sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Yohanes Handoko dan Katarina Murjiyati. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Xaverius Way Halim Permai tahun 1997-1999, lalu melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Xaverius Way Halim Permai pada tahun 1999-2005. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Fransiskus Tanjungkarang pada tahun 2005-2008. Penulis menyelesaikan jenjang SMA di SMA Fransiskus Bandarlampung pada tahun 2008-2011. Setamat dari SMA, penulis melanjutkan kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011-2015.
Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis pernah mengikuti kegiatan kepanitiaan antara lain kepanitiaan pelepasan wisuda Fakultas Farmasi (2012), kepanitiaan Temu Alumni Akbar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (2013), kepanitiaan Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF dan Ketua DPMF Farmasi (2013) dan juga mengikuti berbagai macam acara dan seminar.